• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Pemberian Air Dan Pemupukan Kedelai (Glycine Max L Merril ) Di Lahan Sawah Beriklim Kering Di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Pemberian Air Dan Pemupukan Kedelai (Glycine Max L Merril ) Di Lahan Sawah Beriklim Kering Di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI PEMBERIAN AIR DAN PEMUPUKAN KEDELAI

(

Glycine max

L.Merril ) DI LAHAN SAWAH BERIKLIM

KERING DI KABUPATEN LOMBOK BARAT NUSA

TENGGARA BARAT

NANI HERAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Pemberian Air dan Pemupukan Kedelai( Glycine max L.Merril) di Lahan Sawah Beriklim Kering di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

NANI HERAWATI. Optimasi Pemberian Air dan Pemupukan Kedelai (Glycine max L.Merril ) Di Lahan Sawah Beriklim Kering di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat. Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI dan EKO SULISTYONO.

Kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan komoditas yang sudah umum dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap, serta bungkil kedelai sebagai pakan ternak. NTB adalah wilayah potensial sebagai penghasil kedelai setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Permasalahan utama yang dihadapi dalam pengembangan kedelai di lahan sawah beriklim kering adalah keterbatasan air dan kesuburan tanah yang kurang. Langkah yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini adalah mengoptimalkan pengelolaan air dengan mengatur jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman dan memperbaiki kesuburan tanah dengan menambahkan pupuk dan bahan organik.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mendapatkan respon pertumbuhan kedelai pada berbagai interval pemberiaan air dan pemupukan di lahan sawah beriklim kering serta mendapatkan parameter yang diperlukan untuk menghitung interval irigasi yang tepat, (2) Mendapatkan dosis pemupukan Fosfor dan pupuk organik yang optimal di lahan sawah beriklim kering .

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2015 sampai November 2015 di Desa Sesela Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat. Percobaan I optimasi pemberian air menggunakan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan sebagai petak utama adalah interval pemberiaan air (2, 9,16, 23 dan 30 hari) dan anak petak adalah tiga jenis varietas kedelai yaitu Anjasmoro, Burangrang dan Tanggamus. Percobaan II adalah optimasi pemupukan menggunakan rancangan acak kelompok 2 faktor dan tiga ulangan yaitu pemberian pupuk fosfor dengan 4 taraf dosis pemupukan dan tiga ulangan (0 , 36 , 72, 108 kg P2O5 .ha-1 ) dan pemberiaan pupuk organik dengan 4 taraf dosis pupuk organik. ( 0, 2.5,5, dan 7.5 ton. ha-1).

Hasil percobaan I menunjukkan bahwa interaksi interval pemberiaan air dengan varietas berpengaruh terhadap pertumbuhan, hasil dan komponen hasil, diantaranya tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, bobot 100 biji dan jumlah polong.Varietas Tanggamus memiliki jumlah polong kedelai tertinggi 146.33 dan produktivitas tertinggi 4.2 ton. ha-1 dibandingkan Burangrang dan Anjasmoro 3.5 ton. ha-1 dan 3.7 ton. ha-1. Hasil percobaan II menunjukan bahwa dengan penambahan pupuk P sebesar 108 kg P2O5. ha-1 dan 5 ton. ha-1 pupuk organik ha-1 dapat meningkatkan jumlah polong kedelai tertinggi yaitu sebesar 103 polong dan dosis optimum pupuk P 72 kg P2O5. ha -1 dan organik 7.5 ton. ha-1 dapat meningkatkan produktivitas kedelai di lahan sawah beriklim kering di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat.

(5)

SUMMARY

NANI HERAWATI. Optimization of Irrigation and Fertilization of Soybean (Glycine max L.Merril ) on Rice Field under Dry Climate Condition in the District of West Lombok, West Nusa Tenggara. Supervised by MUNIF GHULAMAHDI and EKO SULISTYONO.

Soybean (Glycine max L. Merril ) is well known as raw material of tempe, tofu, soy souce, and even as animal feed. West Nusa Tenggara (NTB) is a province which has potential to be a producer of soybean after East and Central Java. The main issues in the development of soybean are dry climate area, the availability of water and low soil fertility. This can be solved by optimizing the irrigation management and improving the fertility of the soil.

The aims of this study are to obtain: 1) the soybean growth response in several irrigation intervals and fertilization types, (2) optimal dosage of phosphor (P) and organic fertilizer on rice field under dry climate condition in the district of West Lombok, West Nusa Tenggara.

The study was conducted from June 2015 to November 2015 at Sasela Vilage, Gunung Sari sub-district, West Lombok district, West Nusa Tenggara. This study consists of two experiment. Experiment I studied irrigation optimization using Split Plot design with 3 replications with the main plots were irrigation intervals (2, 9, 16, 23 and 30 days) and sub plots were soybean varieties (Anjasmoro, Burangrang and Tanggamus). Experiment II studied fertilization optimization using Randomized Complete Block Design with two factors and 3 replications. The treatments were the dosage of P (0, 36, 72, 108 kg P2O5 ha-1) and organic fertilizer (0, 2.5, 5, 7.5) tons.ha-1.

The result of this research showed that in the experiment I the interaction between irrigation interval and varieties influenced growth, yield and yield component, such as plant hight, number of leaves, leaf area, 100 seeds weight and number of filled pod. Tanggamus variety has the highest of pods number 146.33 in dry and highest productivity i.e. 4.2 ton ha-1 while Burangrang and Anjasmoro were 3.7 and 3.5 ton.ha-1, respectively. The experiment II showed significant effect of interaction betwen 108 kg P2O5. ha-1 and 5 ton organic fertilizer.ha-1 resulted the highest pods number (103) and the optimum dosages to produce the highest soybean yield on rice field under dry climate condition in the district of West Lombok were 72 kg P2O5. ha-1 and d 7.5 ton organic fertilizer.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

OPTIMASI PEMBERIAN AIR DAN PEMUPUKAN KEDELAI

(

Glycine max

L. Merril) DI LAHAN SAWAH BERIKLIM

KERING DI KABUPATEN LOMBOK BARAT NUSA

TENGGARA BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini tidak mungkin diselesaikan sendiri tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dengan penuh keikhlasan dan penghargaan yang tulus penulis mengucapkan terimakasih kepada: Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS dan Dr Ir Eko Sulistyono,M.Si selaku komisi pembimbing atas semua arahan, saran, dan bimbingan dalam penyusunan proposal sampai selesainya penulisan tesis. Dr. ir. Maya Melati, MS MSc selaku Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura dan Dr.Impron selaku penguji tesis atas arahan, saran dan masukan dalam penyusunan tesis dan penyelesaian studi serta Ir Bregas Budianto Ass dpl serta. atas segala petunjuknya dalam meyediakan dan menggunakan alat Agrometereologi. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Agronomi dan Hortikultura dan Agrometereologi dan Geofisika atas segala bimbingan Ilmu dan pengetahuan selama mengikuti perkuliahan.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atas beasiswa selama menjalani pendidikan di SPS Institut Pertanian Bogor melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. Bapak Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB (Bpk Dr.Dwi Praptomo, Bapak Dr.Awaludin Hippi, Bpk Dr.Nazam, Bapak Dr.Ahmad Suryadi) yang telah memberikan rekomendasi dalam melaksanakan kuliah. Bapak H.Sayuti dan Mamik Sapri, ibu marni, ibu Salmiyah, yang telah berkenan membantu dan memberi izin menggunakan lahannya untuk penelitian serta Bapak Badrun dan Bapak Mujiono atas bantuan teknis selama penelitian. Rekan-rekan Sekolah Pascasarjana IPB S2 dan S3 AGH angkatan 2013 dan 2014 khususnya (Sholahudin, Yekti M, Hestya W, Ahmad Nur, Gusti Eman Ayu, Hesti Pujiwati Bachtiar, Gerland ,Toyip H, Endriani, Ria chaerunisya, Ratih Lestari, Halimah H, Rahmi T, Dwi, Amy S, Risfandi, Devi R) yang telah memberikan semangat dan kerjasama selama melaksanakan penelitian dan penulisan tesis.

Kepada keluarga besar Alm Ayahanda Drs.M.Din H.Umar dan Ibunda Hj. Sukatmi Spd serta mertua Alm H.Muhamad Ismail dan Almarhumah Hj.Habibah yang telah membantu dan mendoakan keberhasilan penulis selama pendidikan S2. Suami tercinta Subhan SPd.MPd dan anak-anakku tercinta Fajrul Haq, Hishnul Islam, Nabil Mughirrah atas izin, pengertian, ketabahan dan kesabaran, serta pengorbanan, motivasi dan doanya selama menjalani pendidikan S2. Ua Syamsudin dan Ua ida, Adinda Dwi W dan Yan W, Adinda Tri Bhuana Tungga dewi dan Farid Wadjdi dan ananda asty Mulyanti yang telah bersama mendampingi selama sekolah. atas segala semangat dan doanya serta seluruh keponakan tercinta (Taufik,Yati, Mouza,qonita,sesa,almira,naila). Kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penelitian dan penulisan tesis yang tidak dapat ditulis satu persatu, penulis ucapkan terimakasih.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitiaan 3

Hipotesis 4

2 OPTIMASI PEMBERIAAN AIR DAN VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI DI LAHAN SAWAH

BERIKLIM KERING 6

Pendahuluan 6

Bahan dan Metode 7

Hasil dan Pembahasan 12

Kesimpulan 50

3 OPTIMASI PEMUPUKAN P DAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI DILAHAN SAWAH

BERIKLIM KERING. 52

Pendahuluan 52

Bahan dan Metode 54

Hasil dan Pembahasan 58

Kesimpulan 77

4 PEMBAHASAN UMUM 77

5 SIMPULAN DAN SARAN 81

Simpulan 81

Saran 81

DAFTAR PUSTAKA 82

LAMPIRAN 87

RIWAYAT HIDUP 106

(13)

DAFTAR TABEL

1.

Sifat fisik dan kimia tanah sebelum penelitian di lahan sawah

beriklim kering 15

2.

Hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi kedelai pada perlakuan interval pemberian air dan varietas 18

3.

Pengaruh interval pemberiaan air terhadap tinggi tanaman kedelai

pada berbagai umur penagamatan 24

4.

Pengaruh varietas terhadap tinggi tanaman pada berbagai umur

pengamatan 24

5.

Pengaruh interval pemberiaan air terhadap jumlah daun pada

berbagai umur pengamatan 27

6.

Pengaruh varietas terhadap jumlah daun pada berbagai umur

pengamatan 27

7.

Pengaruh interval pemberian air dan varieats terhadap luas daun, jumlah cabang, jumlah bintil akar, kedalaman akar 38

8.

Pengaruh interval pemberian air dan varietas terhadap bobot kering

brangkasan, bobot basah brangkasan, bobot kering tajuk dan bobot

biji pertanaman 38

9.

Pengaruh interval pemberian air dan varietas terhadap kedelai cacat,

kadar air panen, kadar air simpan. 42

10.

Pengaruh interval pemberian air dan varietas terhadap kedalaman

akar pada berbagai umur pengamatan 43

11.

Pengaruh interval pemberian air dan varietas terhadap jumlah polong hampa, jumlah polong produktif, jumlah polong, produksi ubinan

perpetak dan produksi ton perhektar 45

12.

Hasil interaksi pengaruh jumlah interval pemberian air dengan

varietas terhadap komponen produksi 47

13.

Tabel Pengaruh interval pemberian air dan varietas terhadap laju tumbuh relatif I dan laju tumbuh relatif II 49

14.

Nilai indeks sensitivitas pada jumlah polong produktif 50

15.

Nilai indeks sensitivitas jumlah bobot 100 biji 51

16.

Sifat fisik dan kimia tanah sebelum penelitian di lahan sawah

beriklim kering 59

17.

Rekapitulasi sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi

kedelai pada perlakuan pupuk P dan organik 60

18.

Pengaruh pupuk P terhadap rata –rata tinggi tanaman pada berbagai

umur pengamatan 62

19.

Pengaruh pupuk organik terhadap rata –rata tinggi tanaman pada

berbagai umur pengamatan 62

20.

Pengaruh pupuk P dan pupuk organik terhadap rata-rata jumlah daun

trifiolate pada berbagai umur pengamatan 64

(14)

22.

Pengaruh pupuk P dan pupuk organik terhadap bobot kering brangkasan, bobot basah brangkasan dan bobot biji/tanaman saat

panen 68

23.

Pengaruh pupuk P dan pupuk organik terhadap jumlah polong hampa, jumlah polong produktif, jumlah polong, produksi ubinan perpetak,

dan produksi ton/ha 72

24.

Pengaruh pupuk P dan pupuk organik terhadap kandungan hara N , kandungan hara P, kandungan hara K, pada daun pada umur 8 MST 74

25.

Pengaruh pupuk P dan pupuk organik terhadap serapan hara N , P, K,

pada daun pada umur 8 MST 74

26.

Pengaruh pupuk P dan pupuk organik terhadap laju tumbuh relatif I

dan laju tumbuh relatif II 76

DAFTAR GAMBAR

1.

Kerangka berpikir penelitian optimasi pemberian air dan pemupukan kedelai di lahan sawah beriklim kering di Kabupaten Lombok Barat

Nusa Tenggara Barat 5

2.

Alat ukur cuaca (weather station) 12

3.

Periode iklim di lokasi penelitiaan Dusun Setabel 23sela Kec.Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat. Keterangan T(0C)= suhu, RH(%)= kelembaban, P(Kpa)= kecepatan angin, V(m/s)=

tekanan Udara, R(MJ.hari)= radiasi matahari 13

4.

Peta lahan berdasarkan kondisi pewilayahan Desa Sesela Kec.Gunung Sari Kab.Lombok Barat Nusa Tenggara Barat. Sumber: Balai

Penelitiaan Sumber Daya Lahan Bogor 14

5.

Data iklim (rata-rata cuaca harian) selama percobaan berlangsung (17 Juli - 5 November 2015) Keterangan T(0C)= suhu, RH(%)= kelembaban, P(Kpa)= kecepatan angin, V(m/s)= tekanan Udara,

R(MJ.hari)= radiasi matahari 14

6.

Penampakan morfologi tanah dengan kondisi air tanah yang berbeda A = interval pemberiaan air 2 hari sekali B = interval pemberiaan air 9 hari sekali C = interval pemberiaan air 16 hari sekali dan D = interval

pemberiaan air 23 hari sekali dan E = interv 21

7.

Pengaruh interaksi interval pemberian air dan varietas terhadap kadar air tanah. Keterangan huruf yang sama pada varietas yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α= 5% 22

8.

Pola respon kadar air tanah terhadap interval pemberian air pada

berbagai 23

9.

Morfologi tanaman pada umur 8 MST Keterangan: V1= Anjasmoro, V2

= Burangrang V3 = Tanggamus 25

10.

Pengaruh Interaksi perlakuan interval pemberiaan air dan varietas terhadap tinggi tanaman pada 10 MST. Keterangan: huruf yang sama pada varietas yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan
(15)

11.

Pola respon tinggi tanaman 10 MST terhadap interval pemberian air

pada berbagai varietas 26

12.

Pengaruh interaksi perlakuan interval pemberiaan air terhadap Jumlah daun pada 10 MST. Keterangan: huruf yang sama pada varietas yang

sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT α = 5%. 28

13.

Pola respon jumlah daun terhadap interval pemberian air pada berbagai

varietas 29

14.

Pengaruh faktor tunggal varietas terhadap luas daun 30

15.

Pengaruh faktor tunggal interval pemberiaan air terhadap luas daun

tanaman kedelai pada 8 MST 30

16.

Pengaruh Interaksi perlakuan interval pemberiaan air dan varietas terhadap luas daun. Keterangan: huruf yang sama pada varietas yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT α = 5%. 31

17.

Pola respon luas daun terhadap interval pemberian air pada berbagai

varietas 31

18.

Pengaruh faktor tunggal interval pemberiaan air terhadap bobot basah

brangkasan 32

19.

Pengaruh faktor tunggal varietas terhadap bobot basah brangkasan 33

20.

Pengaruh Interaksi perlakuan interval pemberiaan air terhadap bobot

kering brangkasan Keterangan: huruf yang sama pada varietas yang

sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT α = 5%. 33

21.

Pola respon bobot kering brangkasan pada berbagai interval pemberian

air 34

22.

Pengaruh faktor tunggal varietas terhadap bobot kering brangkasan 34

23.

Pola respon bobot brangkasan kering terhadap interval pemberian air

pada berbagai varietas 35

24.

Pengaruh faktor tungal interval pemberian air terhadap kedalaman akar 35

25.

Pengaruh faktor tungal varietas terhadap kedalaman akar 36

26.

Pola respon kedalaman akar terhadap interval pemberian air pada

berbagai varietas 37

27.

Pengaruh Interaksi perlakuan interval pemberiaan air terhadap bobot kering brangkasan Keterangan: huruf yang sama pada varietas yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT α = 5%. 39

28.

Pola respon bobot kering tanaman pada interval pemberian air pada

berbagai varietas 40

29.

Pengaruh Interaksi perlakuan interval pemberiaan air terhadap bobot 100 biji. Keterangan: huruf yang sama pada varietas yang sama menunjukan

tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT α = 5%. 40

30.

Pola respon bobot 100 biji terhadap interval pemberian air pada

berbagai varietas 41

31.

Pengaruh varietas terhadap kedelai cacat 42
(16)

33.

Morfologi tanaman pada umur menjelang panen Keterangan: V1= Anjasmoro, V2 = Burangrang V3 = Tanggamus. Keterangan 44

34.

Pengaruh Interaksi perlakuan interval pemberiaan air terhadap umur

berbunga. Keterangan: huruf yang sama pada varietas yang sama

menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT α = 5% 46

35.

Pengaruh Interaksi perlakuan interval pemberiaan air terhadap umur panen. Keterangan: huruf yang sama pada varietas yang sama

menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT α = 5% 47

36.

Pola respon jumlah polong terhadap interval pemberian air pada

berbagaivarietas 48

37.

Pengaruh interaksi perlakuan pemberian pupuk P dan pupuk organik pada tinggi tanaman 12 MST. Keterangan : Huruf yang sama pada dosis pemupukan organik yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada

uji DMRT α = 5% 63

38.

Pola respon tinggi tanaman terhadap pemberian pupuk organik pada

berbagai pupuk 64

39.

Pengaruh Interaksi perlakuan pupuk P dan pupuk organik terhadap kedalaman akar saat panen. Huruf yang sama pada dosis pemupukan organik yang berbeda menunujukan tidak berbeda nyata pada uji DMRT

α = 5% 66

40.

Pengaruh Interaksi perlakuan pupuk fosfor dan pupuk organik terhadap kedalaman akar saat panen. Huruf yang sama pada dosis pemupukan organik yang berbeda menunujukan tidak berbeda nyata pada uji DMRT

α = 5% 67

41.

Pola respon kedalaman akar terhadap pupuk organik pada berbagai

pupuk P 68

42.

Pengaruh Interaksi perlakuan pupuk fosfor dan pupuk organik terhadap bobot biji pertanaman . Huruf yang sama pada dosis pemupukan organik

yang berbeda menunujukan tidak berbeda nyata pada uji DMRT α = 5% 69

43.

Pola respon kedalaman akar terhadap pemberian pupuk organik pada

berbagai pupuk P. 70

44.

Pengaruh Interaksi perlakuan pupuk fosfor dan pupuk organik terhadap bobotbrangkasan basah. Huruf yang sama pada dosis pemupukan organik yang berbeda menunujukan tidak berbeda nyata pada uji DMRT

α = 5% 70

45.

Pola respon bobot brangkasan basah terhadap pemberian pupuk organik

pada berbagai pupuk P. 71

46.

Pengaruh Interaksi perlakuan pupuk P dan pupuk organik terhadap jumlah polong pertanaman. Huruf yang sama pada dosis pemupukan organik yang berbeda menunujukan tidak berbeda nyata pada uji DMRT

α = 5 73

47.

Pola respon jumlah polong terhadap pemberian pupuk organik pada

berbagai pupuk P 73

48.

Pola respon produktivitas terhadap pemberian pupuk organik pada

berbagai pupuk 75

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data debit pompa dan jumlah air yang diberikan ke masing-masing

perlakuan 88

2 Data Evaporasi panci selama penanaman mulai 2 MST 90

3 Analisis akhir tanah 91

4 Data kandungan pupuk organik 91

5 Data kandungan NPK pada tanah pada penelitian 2 92

6 Data Weather station per minggu 92

7 Keragaan pertanaman 2, 4,6 dan 8 MST 93

8 Kondisi perakaran pada berbagai interval pemberian air 94

9 Deskripsi varietas Burangrang 95

10 Deskripsi varietas Tanggamus 95

11 Deskripsi varietas Anjosmoro 96

12 Pola memasukkan Air melalui sumber air sungai menuju ke lahan

penelitian 96

13 Kesesuaian lahan untuk tanaman kedelai berdasarkan sifat fisika dan

kimia tanah 97

14 Analisis pemberian air 2 hari sekali 98

15 Analisis usaha tani pemberian air 9 hari sekali 99 16 Analisis usaha tani pemberian air 16 hari sekali 100 17 Analisis usaha tani pemberian air 23 hari sekali 101 18 Analisis usaha tani pemberian air 30 hari sekali 102 19 Lay out Peta penelitiaan Split Plot RAK untuk pemberiaan air terhadap

varietas 103

20 Lay out penelitiaan RAK faktorial untuk pemupukan P dan pupuk

organik 104

(18)
(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Komoditas kedelai sudah umum dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuatan tempe, tahu, kecap, susu serta bungkil kedelai yang digunakan sebagai pakan ternak. Namun dewasa ini kedelai tidak hanya digunakan sebagai sumber protein, tetapi juga sebagai pangan fungsional yang dapat mencegah penyakit degenaratif seperti jantung koroner dan hipertensi. Kedelai mengandung zat isoflavon yang merupakan antioksidan, hal ini menjadikan kedelai merupakan komoditas pangan prioritas yang diprogramkan oleh Kementerian Pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia (Badan Litbang Pertanian 2008).

Usaha pemenuhan kebutuhan kedelai ini menghadapi kendala berupa semakin sempitnya lahan subur, oleh karena itu pemenuhan dapat dilaksanakan dengan usaha intensifikasi. Usaha intensifikasi yang dapat dilakukan adalah dengan penanaman kedelai setelah menanam tanaman pangan lainnya seperti padi dan jagung dengan melakukan pengembangan penanaman kedelai pada areal sawah, karena dari tahun 2004 sampai dengan saat ini peran kedelai pada lahan sawah tetap dominan terutama di Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Bali dan NTB yang merupakan 83% dari total luas panen kedelai nasional (Subandi et al. 2007). Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi penghasil kedelai di Indonesia, pada tahun 2012 dan 2013 menduduki peringkat ke tiga setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Karakteristik biofisik lahan di NTB tersebut sesuai untuk pertumbuhan tanaman kedelai, disebabkan oleh radiasi penyinaran dan ketersediaan air yang cukup intensif (Hipi et al. 2014).

Kondisi di NTB dicirikan dengan iklim semi arid tropik yang dipengaruhi oleh musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung dari bulan Desember–Maret atau 4 bulan dan musim kemarau berlangsung dari bulan April– November (Oldemen et al. 1980). Menurut klasifikasi Oldeman (1980), daerah yang memiliki bulan basah kurang dari 3–4 bulan dan bulan kering 4–6 bulan dan diatas 6 bulan digolongkan kedalam iklim D3, D4, E3 dan E4 atau daerah dengan tipe iklim kering. Potensi ini memberi peluang NTB sebagai penghasil benih kedelai. Hasil benih pada musim kemarau II pada lahan sawah irigasi dapat digunakan kembali di lahan kering/pegunungan (Balitkabi 2010). Potensi luas panen kedelai di NTB tahun 2010 mencapai 86 649 ha dengan produksi 93 122 ton sedangkan pada tahun 2011 mencapai 75 042 ha dengan tingkat produksi 88 099 ton (BPS 2011). Tahun 2013 luas panen kedelai di NTB 85 364 ha, dengan produksi mencapai 97 ribu ton dan produktivitas 1.14 ton. ha-1 (BPS 2013).

(20)

Senjang produktivitas kedelai di tingkat petani dengan potensi genetik tanaman kedelai masih cukup tinggi, hal ini disebabkan oleh tingkat kesuburan tanah yang rendah, serta menanam kedelai di musim kemarau sering tidak memperoleh jatah air yang mencukupi (Sumarno 1999) disamping itu penyebab utamanya adalah teknik pengelolaan tanaman, rekayasa lingkungan tumbuh yang masih belum optimal dan faktor genetik serta interaksi antara faktor genetik dan lingkungan (Adisarwanto 2004; Chozin 2006). Perbaikan komponen teknologi dalam meningkatkan produksi tanaman kedelai dapat dilakukan melalui penggunaan varietas yang adaptif dan berdaya hasil tinggi serta melakukan modifikasi lingkungan tumbuh.

Modifikasi lingkungan tumbuh dimaksud yaitu peningkatan efisiensi input produksi pada lahan bekas sawah dapat dilakukan dengan cara pengolahan tanah minimal, penggunaan genotipe yang toleran dan teknik mengatur ketersediaan air bagi tanaman. Lahan sawah yang ketersediaan airnya sedikit bisa diatasi dengan mengatur kebutuhan air untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Mulyani 2006). Peningkatan produktivitas kedelai di wilayah sentra produksi dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya (a) penyediaan benih dari varietas unggul yang sesuai dengan spesifik lokasi (b) pemupukan dilakukan sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman serta penyediaan jatah air irigasi secara terencana dan sesuai dengan kebutuhan tanaman kedelai khususnya di musim kemarau (Marwoto 2007; Ernawanto et al. 2007) disamping itu dengan menanam kedelai di musim kemarau setelah penanaman padi dapat meningkatkan kesuburan tanah (Kuntyastuti dan Adisarwanto (1995), mengurangi gulma jahat, memudahkan pengolahan tanah, serta menekan dan mengurangi resiko serangan hama tanaman (Sumarno 2010).

Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas dan produksi kedelai serta menambah kesuburan tanah, mengefisiensikan penggunaan lahan sawah irigasi melalui optimasi penerapan dan pengelolaan air yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai dan penggunaan kombinasi pupuk organik dan pupuk anorganik sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan hara di dalam tanah. Pengaturan ketersediaan air dan unsur hara bagi tanaman dengan memberikan bahan organik ke dalam tanah.

Suhartono et al. 2008 menyatakan bahwa pemberiaan air 1 l-.ha-1 dalam dua hari sekali dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah tanaman, bobot kering tanaman dan bobot basah polong pada tanaman kedelai. Toyib (2012) dalam penelitianya melaporkan bahwa pemupukan P 72 kg P2O5. ha -1

(21)

Perumusan Masalah

Upaya untuk meningkatkan produksi dapat dilakukan dengan mengatur ketersediaan air dan penggunaan varietas yang sesuai dengan memperhatikan ketersediaan unsur hara dalam tanah melalui penambahan pupuk baik yang bersifat organik yang dikombinasikan dengan anorganik yang sesuai dengan kondisi lahan.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan maka tujuan umum penelitiaan ini adalah meningkatkan produktivitas kedelai di lahan sawah beriklim kering di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat dengan optimasi pengelolaan air dengan mengatur ketersediaan air serta melakukan optimasi pemupukan untuk dapat meningkatkan kesuburan tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman kedelai.

Tujuan khusus dari percobaan I

1.Mendapatkan respon pertumbuhan kedelai pada berbagai interval pemberiaan air di lahan sawah beriklim kering di kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat

2 Mendapatkan parameter – parameter yang diperlukan untuk menghitung interval irigasi yang tepat utuk pertumbuhan dan produktivitas kedelai dilahan sawah beriklim kering serta mendapatkan varietas yang sesuai untuk lahan sawah beriklim kering di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat.

3.Mendapatkan pengaruh interaksi antara interval irigasi dan varietas di lahan sawah beriklim kering di kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat. 4.Mendapatkan pengaruh interaksi antara interval irigasi dan varietas di lahan

sawah beriklim kering di kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat Tujuan khusus dari Percobaan II

1.Mendapatkan respon pertumbuhan kedelai pada berbagai dosis pemupukan P dan Organik dilahan sawah beriklim kering di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat

2. Mendapatkan dosis pemupukan P dan pupuk organik yang optimal di lahan sawah beriklim kering di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat 3. Mendapatkan interaksi pemberian pupuk P dan pupuk organik utuk

pertumbuhan dan produktivitas kedelai di lahan sawah beriklim kering di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat

Manfaat Penelitiaan

(22)

di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat. Mendapatkan kombinasi dosis pemupukan P dan pemberiaan pupuk organik yang optimum untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan sawah beriklim kering di kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Percobaan I :

1. Terdapat respon pertumbuhan kedelai pada berbagai interval pemberiaan air di lahan sawah beriklim kering di kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat

2. Terdapat interval irigasi yang tepat utuk pertumbuhan dan produktivitas kedelai di lahan sawah beriklim kering di kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat

3. Terdapat varietas yang sesuai untuk lahan sawah beriklim kering di kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat

4. Terdapat pengaruh dan interaksi interval pemberiaan air dan varietas terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai di Lahan sawah beriklim kering di kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat.

Percobaan II

1. Terdapat respon pertumbuhan kedelai pada berbagai Dosis pemupukan P dan organik di lahan sawah beriklim kering

2. Terdapat pengaruh pemberian pupuk P dan pupuk organik untuk pertumbuhan dan produktivitas kedelai di lahan sawah beriklim kering

3. Terdapat interaksi pemberian pupuk P dan pupuk organik untuk pertumbuhan dan produktivitas kedelai di lahan sawah beriklim kering

4. Terdapat Dosis optimal pemberian pupuk P dan organik di Lahan sawah beriklim kering.

(23)

Gambar 1 Kerangka berpikir penelitian optimasi pemberian air dan pemupukan kedelai (Glycine max L.Merril) di Lahan sawah beriklim kering di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat

Potensi Tanaman Kedelai Di NTB

1. Penghasil kedelai ke-3 setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah

2. Luas lahan bagi pengembangan perbenihan kedelai 78 589 ha/tahun. 3. Produksi rata-rata 90 288 ton/tahun

4. Karakteristik biofisik lahan yang mendukung 5. Intensitas radiasi penyinaran yang cukup tinggi

Masalah Produksi Kedelai

1.Ketersediaan air

2. Kesuburan tanah yang rendah 3.Varietas

1.Pengeloan air

2.Pemupukan

3.Varietas yang sesuai

Mengatur ketersediaan air, varietas yang sesuai serta dosis pupuk P dan organik untuk mendukung pertumbuhan kedelai di lahan sawah beriklim kering di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat

(24)

2

OPTIMASI

PEMBERIAAN

AIR

DAN

VARIETAS

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI DI

LAHAN SAWAH BERIKLIM KERING Di KABUPATEN

LOMBOK BARAT NUSA TENGGARA BARAT

Pendahuluan

Kedelai adalah komoditas penting yang memiliki nilai ekonomi tinggi sebagai sumber protein nabati. Pengembangan kedelai di Nusa Tenggara Barat yang berpotensi bagi perbenihan kedelai 78.58 ha. Dengan tingkat produktivitas rata-rata kedelai sebesar 90.28 ton pertahun (Balitkabi 2010)

Pengembangan kedelai masih cukup luas akan tetapi menghadapi kendala antara lain keterbatasan air pada musim kemarau yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai. Hal lain yang menjadi persoalan adalah penggunaan varietas yang belum sesuai bagi kondisi biofisik lahan dengan ketersediaan air terbatas. Hal ini akan memberi dampak bagi penurunan produksi. Perubahan iklim memicu adanya perubahan kondisi cuaca dengan cepat yang berpengaruh terhadap aktivitas pertanian. Di sisi lain pertumbuhan penduduk yang semakin pesat menyebabkan permintaan kedelai semakin meningkat.

Air merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Ketersedian air dalam jumlah dan waktu yang tepat akan sangat membantu bagi keberlangsungan pertumbuhan tanaman. Penerapan teknik pengelolaan air dalam budidaya tanaman penting dilakukan disamping teknik budidaya lainya. Mengingat pentingnya sumber daya air yang terbatas dimasa yang akan datang karena terjadi perubahan iklim (Fagi dan Tangkuman 2007). Hal ini mendorong dilakukan cara untuk mengatur penggunaan air yang efektif dan bijaksana terutama dalam peningkatan produksi pertanian.

Potensi penyediaan air yang akan menentukan pemberian air irigasi pada musim kemarau yang panjang terutama untuk daerah yang mempunyai sumber air yang terbatas sehingga diperlukan penghematan pemakaian air melalui pengelolaan air dengan cara yang tepat diantaranya mengatur waktu pemberiaan air dalam budidaya tanaman serta menanam kedelai pada daerah atau wilayah yang dekat dengan sumber air.

Interval pemberiaan air untuk memenuhi kebutuhan air pada pada lahan sawah beriklim kering dan untuk lahan potensial bagi pertumbuhan kedelai belum banyak dilakukan. Abdirrahman et al. (2014) menyatakan bahwa salah satu upaya meningkatkan produktivitas kedelai melalui pengaturan frekuensi pemberiaan air dan mengelola ketersediaan air. Sacita (2016) menunjukkan bahwa varietas Argomulyo mampu beradaptasi pada musim kemarau di dalam rumah plastik

(25)

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu

Penelitian meliputi percobaan di lapang pada musim kemarau II pada lahan sawah beriklim kering pada bulan Juli- Oktober 2015 bertempat di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat. Analisis tanah, kadar air, kapasitas lapang, titik layu permanen dan analisis hara tanaman di lakukan pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat serta Balai Penelitian Tanah Bogor di Bogor.

Alat dan Bahan

Bahan tanam benih kedelai varietas Burangrang, Anjasmoro, Tanggamus, herbisida, fungisida, insektisida, dan cruiser. Pupuk yang digunakan adalah pupuk urea, SP-36 dan KCl. Peralatan yang dibutuhkan adalah peralatan tanam, ajir, meteran, timbangan analitik, oven, selang, pompa air, knapsack sprayer, alat penangkar curah hujan, alat ukur iklim (Weather station) yang telah dikalibrasi dengan Kipp dan zonnen yang berasal dari Laboratorium Agrometereologi dan Geofisika IPB di Bogor.

Rancangan Percobaan

Rancangan Percobaan dalam penelitiaan ini yaitu petak terpisah dengan rancangan lingkungan Rancangan Acak kelompok. Petak utama yaitu interval pemberiaan air (PA) dibagi atas 5 taraf yaitu 2 hari sekali (A) 9 hari sekali (B) 16 hari sekali (C ) 23 hari sekali (D) 30 hari sekali (E). Anak petak varietas kedelai terdiri atas Anjosmoro (V1), Burangrang (V2), Tanggamus (V3). Sehingga diperoleh 15 Perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali diperoleh 45 kombinasi perlakuan.

Model linear dari rancangan yang digunakan adalah: Yijk = µ + αi + j + ik + þk +(α )ij + εijk

Dimana:

Yijk : Nilai pengamatan perlakuan pemberian air ke-i, varietas ke-j pada ulangan ke-k

I : Petak utama (pemberian air) j : Anak Petak (varietas ) k : Blok

µ : Rataan umum/nilai tengah αi : Pengaruh pemberian air ke-i

j : Pengaruh varietas ke-j

ik : Pengaruh galat pemberiaan air ke-i dan blok ke-k ρk : Pengaruh blok ke-k

(α )ij : Pengaruh interaksi antara pemberiaan ke-i dan perlakuan varietas ke-j εijk : Pengaruh galat pemberiaan air ke-i dan varietas ke-j pada blok ke-k

(26)

Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam, bila beda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 % (Gomez dan Gomez 1995). Untuk melihat pola respon dilakukan uji regresi

Pelaksanaan Persiapan Lahan

Pengolahan tanah dilakukan dengan cara TOT (tanpa olah tanah) dibuat saluran drainase/parit dengan kedalaman 25 cm dan lebar 30 cm. Jarak antara petak utama yang satu dengan yang lainya 4 meter. Persiapan lahan dilakukan dengan membersihkan gulma terlebih dahulu dan mengambil sample tanah serta dilakukan perhitungan kadar air, kapasitas lapang, titik layu permanen dan dianalisis di laboratorium. Petakan dibuat bedengan anak petak berukuran 2 m x 5 m, sehingga petak utama akan berukuran 2 m x 30 m. Setiap petak utama akan dikelilingi saluran air yang berukuran lebar 30 cm dengan kedalaman 25 cm dari permukaan tanah, dengan demikan kondisi petakan akan di airi sesuai dengan interval pemberiaan perlakuan yaitu 2 hari sekali, 9 hari sekali, 16 hari sekali, 23 hari sekali dan 30 hari sekali air irigasi diberikan dan dihubungkan dengan selang menuju sumber air yaitu sungai yang berjarak 30 meter.

Penanaman

Penanaman kedelai dilakukan dengan menggunakan jarak tanam 25 cm x 20 cm dengan cara ditugal, setiap lubang diberikan dua benih kedelai. Untuk mencegah serangan lalat bibit dengan takaran 10-15 grm setiap kg benih.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan memberikan pupuk dasar Urea yaitu (75 kg.ha-1), SP-36 (100 kg.ha-1) dan KCl (100 kg.ha-1) disebarkan diatas permukaan tanah.

Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan pada saat pertumbuhan gulma telah mengganggu tanaman dengan cara manual, mekanis, dan kimiawi. Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan jalan menggunakan cangkul, garu, dilakukan sebanyak 3 kali (umur 3, 7 dan 10 minggu setelah tanam) mencabut gulma yang ada di sekitar tanaman. Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiangan, pembumbunan tanaman, pengaturan saluran air.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian dilakukan dengan cara intensif yaitu pengendalian dilakukan pada jika melewati ambang batas ekonomi dengan memperhatikan penggunaan jenis pestisida sesuai dengan kebutuhan pengendaliaan.

Pengamatan dan pengumpulan Data

(27)

hingga panen. Pada umur 4 minggu atau 30 hari setelah tanam dan 8 minggu atau 60 hari setelah tanam dilakukan pengamatan laju tumbuh relatif. Setiap bulan dilakukan pengamatan panjang akar, pengamatan ini dilakukan dengan cara destruktif dengan mengambil satu sampel tiap satuan percobaan. Analisis tanah dilakukan sebelum tanam, dan setelah penelitiaan.

Panen dan pasca Panen

Panen dilakukan apabila semua daun dalam keadaan rontok, polong berwarna kuning kecoklatan, dan telah mengering dan dilakukan dengan cara memotong pangkal batang tanaman dengan sabit, namun untuk tanaman sampel panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman dengan hati-hati agar bintil akar ikut terbawa. Brangkasan tanaman hasil panen dikumpulkan ditempat kering dan diberi alas terpal/plastik. Penanganan pasca panen terdiri dari: penjemuran brangkasan, pembijian, pengeringan, pembersihan dan penyimpanan. Untuk pengubinan dilakukan dengan membuat ukuran petak pengubinan yaitu 1.5 x 4 m. Pengamatan Lahan

Analisis tanah dilakukan 2 minggu sebelum percobaan dan sampel tanah diambil pada lima titik pada kedalaman 30 cm dengan cangkul kemudiaan dicampur menjadi satu sebanyak 3 kali kemudiaan dikeringanginkan dan langsung dibawa ke laboratorium untuk dilakukan kegiatan analisis. Dilakukan dengan jalan mengambil sampel tanah perpetak dan pada masing-masing kemudian dianalisis sifat fisik dan kimia. Analisis tanah dilakukan untuk komposisi tekstur tanah (pasir, debu, dan liat). pH, C organik, N, P2O5, K2O, nilai tukar kation Ca, Mg, K, Na, dan KTK, kejenuhan basa, Al3+, H+, unsur hara mikro Fe, S, dan Mn Tekstur tanah ditentukan dengan metode pipet. Keasaman tanah (pH) ditentukan dengan ekstrak 1:5 menggunakan H2O dan KCl, C organik ditentukan dengan metode kurmis, N ditentukan dengan metode Kjeldahl, P2O5 ditentukan dengan metode Bray I, K2O ditentukan dengan metode Morgan, kation dan unsur hara mikro dengan metode AAS, dan KTK dengan metode titrasi.

Setiap kali melakukan irigasi dilakukan pencatatan lama melakukan irigasi dan debit pompa saat pemberiaan air dengan jalan menampung air yang keluar dari pompa selama 10 detik (vol x liter) dengan perhitungan sebagai berikut:

Debit pompa (Q) = x/t (l.detik-1)

Dilakukan dengan menggunakan pompa. Lama pompa dinyalakan setiap kali melakukan irigasi untuk masing-masing interval irigasi adalah (Sulistyono 2015) :

T = V/Q

V = A x 0.01 x Kc x ETo x 100 x I Keterangan:

T : lama pompa dinyalakan (detik)

(28)

A : luas lahan (m2)

Kc : koefisien tanaman kedelai

ETo : evapotranspirasi referens (mm/hari) I : interval irigasi (hari)

Pengamatan kadar air tanah

Dilakukan sebelum perlakuan irigasi dengan metode gravimetri yaitu dengan mengambil contoh tanah pada kedalaman 15 cm pada setiap satuan percobaan kemudiaan ditimbang (BB contoh) kemudiaan di bungkus dengan kertas alumunium foil kemudiaan di oven untuk mendapatkan bobot kering mutlak contoh tanah (BK) kemudiaan dilakukan analisa kadar air tanah dinyatakan dalam satuan % AT (% air tersedia) dengan rumus:

KAT (% AT) = (KL – KAT (%BK)) / (KL-TLP) KAT (%BK) = 100% x (BB-BK)/BK

Keterangan:

KL : kapasitas lapang (% BK) TLP : titik layu permanen (%BK) BB : bobot basah contoh tanah (gram)

BK : bobot kering mutlak contoh tanah (gram) KAT : Kadar air tanah

Pengamatan kapasitas lapang dan titik layu permanen

Di lakukan di Laboratorium fisika tanah masing-masing pada potensial air -0.3kPa dan -15 kPa

Pengamatan curah hujan dan evaporasi panci (Evaporasi permukaan air bebas)

Air hujan di tampung menggunakan penangkar hujan manual dan panci evaporasi (diameter panci 55 cm dengan menggunakan drum aspal dengan tinggi 60 cm dan kedalaman air dalam panci 50 cm). Tinggi hujan dihitung dengan rumus:

P = 10 x V/A

Untuk pengamatan evaporasi permukaan air dengan rumus (Sulistyono, 2015):

P = E + ΔH

Keterangan:

P : Presipitasi (mm) E : Evaporasi (mm)

ΔH : Perubahan curah Hujan atau tinggi air saat pengamatan (cm)-50cm V : Volume air hujan dari permukaan air hujan( cc)

A : Luas permukaan penangkar hujan (cm2)

Pengamatan pada Parameter Pertumbuhan, Produksi, Fisiologi dan Morfologi Tanaman

(29)

Pengamatan dilakukan pada 10 sampel tanaman di setiap perlakuan. Pada 2 MST, 4 MST, 6 MST, 10 MST, dan 12 MST serta saat panen.

b. Jumlah daun trifioliat yang telah mekar sempurna (2, 4, 6, 8, 10, dan 12 MST) c. Jumlah polong produktif diukur dengan melihat jumlah polong yang

menghasilkan biji dan pengamatan dilakukan pada 10 sampel tanaman pada setiap perlakuan dan dilakukan saat panen.

d. Jumlah polong hampa diukur dengan melihat jumlah polong yang tidak menghasilkan biji kedelai. Pengamatan dilakukan pada 10 sampel tanaman disetiap perlakuan dan dilakukan saat panen.

e. Jumlah cabang produktif dilihat dengan menghitung jumlah cabang yang menghsilkan polong kedelai. Pengamatan dilakukan pada 10 sampel tanaman disetiap perlakuan.

f. Bobot basah brangkasan dilakukan dengan jalan menimbang bobot basah sampel pengamatan setiap perlakuan setelah panen.

g. Bobot kering brangkasan dilakukan dengan menimbang bobot pengeringan dengan sinar matahari lebih kurang 3 hari, dengan mencabut satu tanaman perpetak.

h. Bobot 100 biji ditimbang dari 100 biji kedelai setiap ubinan.

i. Bobot biji/ubinan dihitung dari hasil ubinan yang berukuran 1,5 x 4 m setiap perlakuan

j. Kedalaman akar diamati satu bulan sekali

k. Waktu berbunga 50% dari jumlah populasi yang dimati pada setiap unit perlakuaan.

l. Saat panen ditentukan ketika 70% daun tiap unit percobaan telah menguning dan polong kedelai telah berwarna kecoklatan.

m.Produksi perpetak (ton.ha-1) dengan membagi luasan lahan dengan luasan petakan dikalikan dengan populasi tanaman serta kadar air saat panen. dari hasil masing-masing petak kemudian dihitung bobot biji pada kadar air 12%. n. Analisa Usaha Tani dilakukan pada berbagai interval pemberiaan air untuk

mengetahui kelayakan usaha tani kedelai.

o. Data iklim meliputi suhu, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, curah hujan dan radiasi penyinaran diukur selama melaksanakan penelitian menggunakan alat ukur weather station dihubungkan dengan data loger yang telah dikalibrasi kipp dan Zonnen.

p. Pengamatan Fisiologi

Pengamatan terhadap laju tumbuh relatif LTR =

Keterangan:

LTR = Laju tumbuh Relatif

W1 = Bobot kering Tanaman pada waktu T1 W2 = Bobot kering pada waktu T2

(30)

q. Pengamatan Morfologi Tanaman

Pengamatan dilakukan terhadap morfologi tanaman pada umur 8MST, 10 MST, dan saat panen serta pengamatan terhadap akar melalui pengukuran panjang akar setiap 1 bulan sekali

r. Indeks sensitivitas produktivitas dihitung dengan menggunakan rumus Fischer dan Maurer (1978):

Keterangan: IS=Indeks sensitivitas, Yp=Rata-rata peubah pengamatan suatu varietas yang terkena cekaman, Y=Rata-rata peubah pengamatan suatu varietas yang tidak terkena cekaman, Xp=Rata-rata peubah pengamatan seluruh varietas yang terkena cekaman, X=Rata-rata peubah pengamatan seluruh varietas yang tidak terkena cekaman. Jika IS<0.5 maka suatu varietas termasuk dalam kategori toleran, jika 0.5<IS>1.0 maka suatu varietas termasuk dalam kategori agak toleran. Sedangkan varietas dengan nilai IS>1.0 termasuk dalam kategori sensitif. Analisis Data

Data penelitian dinalisis sidik ragam dengan uji F, apabila terdapat pengaruh yang nyata dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk melihat perbedaan antar perlakuan pada taraf α 0.05. Analisis menggunakan program SAS (Statistical Analysis System). Untuk melihat pola respon dilakukan uji regresi

Hasil dan Pembahasan

Kondisi Umum Iklim di Lahan Sawah Beriklim Kering

Kondisi iklim di lokasi penelitian diperoleh dari data solarimeter dan dilengkapi dengan data logger yang telah dikalibrasi kipp dan zonnen periode Juli hingga November 2015 yang langsung dipasang di lokasi penelitian (Gambar 2).

Gambar 2. Alat ukur cuaca (weather station)

(31)

cenderung tidak terlalu turun jauh. Apabila dibandingkan dengan Kota Bogor pada penelitiaan pertanaman kedelai yang dilakukan oleh Sacita (2016) di rumah plastik pada waktu yang sama suhu rata-rata 26oC intensitas radiasi perhari rata-rata 13.7 mj/m-2 lama penyinaran rata-rata 7 jam per hari kelembaban udara 82% hal ini menyebabkan saat suhu mengalami peningkatan terjadi defisit tekanan uap tanah yang tinggi dan tekanan basah makin tunggi(Gambar 3)

Gambar 3 Periode iklim di lokasi penelitiaan Dusun Sesela Kec.Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat. Keterangan T(0C)= suhu, RH(%)= kelembaban, P(Kpa)= kecepatan angin, V(m/s)= tekanan Udara, R(MJ.hari)= radiasi matahari

Gambaran kondisi iklim harian menunjukkan radiasi penyinaran yang ada di wilayah lokasi penelitian memiliki radiasi penyinaran yang jumlahnya dua kali lipat dari radiasi penyinaran yang ada di wilayah kota Bogor pada waktu sama. Hal ini yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai. Pertanaman kedelai sangat dipengaruhi oleh radiasi penyinaran yaitu sebagai pemasok energi pada proses fotosintesis, dan hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan kedelai secara kuantitatif. Radiasi surya yang diserap oleh daun yaitu sekitar 1-5% untuk fotosintesis dan sisanya adalah 75-80% untuk memanaskan daun dan transpirasi. Respon fotosintesis ini sangat bervariasi tergantung pada tanaman dan antar daun pada satu tanaman (Koesmaryono 1999).

Lokasi penelitiaan dikelilingi oleh sumber air yang berasal dari air sungai dan berjarak 11 km dari laut. Hal ini memberikan ketersedian air bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai. Sumber air ini tetap tersedia sepanjang tahun walaupun terjadi kekeringan, sehingga penanaman pada musim kemarau sangat didukung oleh ketersedian air yang berasal dari air sungai besar yang berada di sepanjang wialayah penelitian. Disamping peruntukanya bagi tanaman kedelai air sungai ini digunakan sebagai sumber menanam tanaman lainya seperti jagung (Gambar 4).

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0

0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

R

MST

Parameter Cuaca Selama Masa Tanam

(32)
[image:32.595.31.487.45.842.2]

Gambar 4 Peta lahan berdasarkan kondisi pewilayahan Desa Sesela Kec.Gunung Sari Kab.Lombok Barat Nusa Tenggara Barat. Sumber: Balai Penelitiaan Sumber Daya Lahan Bogor

Suhu rata-rata (26oC), kelembaban (96%), radiasi penyinaran (26.60 MJ m-2) lama penyinaran rata-rata 9 jam per hari, curah hujan (0 mm hari), kecepatan angin (1014.772 Knot) dan tekanan udara (1669 Kpa) Selama pelaksanaan penelitian kondisi suhu pada malam hari dingin sehingga menyebabkan pada pgi hari daun pada tanaman kedelai kelihatan berembun dan basah. Hal ini juga terlihat pada tanah saat di bongkar kondisi tanah lembab pada bagian dalam tanah (Gambar 5).

(33)

Kondisi umum lahan sawah beriklim kering

Berdasarkan hasil analisis tanah awal dan akhir penelitian pH netral yaitu 6.44 dan 6.41 dengan kondisi kesuburan yang sedang. Tanah memiliki kandungan pasir 44%, debu 40%, dan liat 16%, tekstur lempung (Tabel 1). Tanah ini memiliki keunggulan yaitu daya ikat dan daya pegang pada air tinggi sehingga hal ini menyebabkan ketersedian dan kadar air yang ada didalam tanah masih bisa mencukupi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai (Hardjowigeno 2007). Lahan ini kategori lahan yang sesuai berdasarkan sifat fisik dan kimia bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai (Mansuri et al. 2007).

Tabel 1. Sifat fisik dan kimia tanah sebelum penelitian di lahan sawah beriklim kering

Parameter Nilai Kriteria*

Sifat Fisik :

Tekstur tanah (pipet): Lempung

- Pasir 44%

-- Debu 40%

-- Liat 16%

-Sifat kimia :

pH H2O 6.44 Netral

pH KCl 6.30 Netral

C-organik (%) 0.30 Rendah

N total (%) 0.16 Rendah

C/N 11 Sedang

Ptersedia (ppm) 243.5 Sangat tinggi

Ktersedia (ppm) 355.02 Sangat tinggi

S tersedia(ppm) 3.05 tinggi

Fe tersedia (ppm) 5.73 Sedang

Mg-dd (cmol/kg) 0.74 Rendah

K-dd (cmol/kg) 1.25 Tinggi

Na-dd (cmol/kg) 0.24 Rendah

Mg-dd 0.74 Rendah

KTK 11.9 Rendah

Ca-dd 4.66 Rendah

*= Kriteria penilaian hasil analisis tanah Laboratorium Balai Pengkajian TeknologiPertanian Nusa Tenggara Barat (2015)

Kapasitas lapang dan titik layu permanen dari lahan yang digunakan adalah 37.43% dan 24.73% serta berat jenis tanah 2.03 g.ml-1 . Rata-rata evaporasi permukaan air bebas untuk bulan Agustus 0.939 cm.hari-1, bulan September.0,76 cm.hari -1, bulan Oktober 0.77 cm.hari-1 dan bulan November 0.8 cm.hari-1. Data ini diperlukan untuk menentukan interval irigasi jika hasil penelitian ini digunakan dan implementasikan untuk pengairan di lahan sawah beriklim kering.

(34)

ada hujan maka tanaman akan dapat tumbuh dengan normal dan berproduksi tinggi apabila tersedia pengairan yang cukup.

Faktor pembatas pada penanaman kedelai pada musim kemarau adalah ketersediaan air. Air mulai diberikan mulai tanaman berumur 2 minggu dan diberikan sesuai dengan interval pemberianya yaitu 2 hari sekali, 9 hari sekali, 16 hari sekali, 23 hari sekali, dan 30 hari sekali. Air dialirkan menggunakan pompa dari sumber air untuk mensuplai kebutuhan air bagi tanah dan tanaman.Sumarno et al. (2007) menyebutkan bahwa pengaturan dan memberikan air pada tanaman kedelai harus sesuai dengan fase kritis kebutuhan air yaitu fase awal vegetatif, fase pembungaan dan fase pengisian polong akan mampu meningkatkan produksi kedelai.

Kandungan hara tanah P tersedia dan K tersedia yang sangat tinggi sehingga mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai. Berdasarkan kriteria sumarno dan mansuri (2007) lahan merupakan bekas pertanaman jagung yang memiliki hubungan simbiosis mutualisme dengan kedelai (Ridwan 2016).

Disamping faktor lahan dan tingkat kesesuaian agroklimat maka faktor lain yang sangat menentukan adalah varietas. Tanggap varietas terhadap kondisi lingkungan tumbuh akan memberikan respon yang berbeda-beda terhadap kondisi ketercukupan ketersediaan air bagi pertumbuhanya Hasil penelitian Bachtiar et al. (2015) menyebutkan bahwa varietas Tanggamus memiliki ketahanan terhadap cekaman kekeringan pada budidaya kering dan bersifat toleran dan berhasil tinggi disamping varietas Anjasmoro.

Tekstur tanah yang sesuai tidak diikuti oleh kandungan bahan organik. Kandungan bahan organik pada lokasi penelitian rendah. Hal ini disebabkan oleh lahan yang digunakan mengalami proses dekomposisi bahan organik cepat. Sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang mendukung akan mampu mempermudah proses pertumbuhan akar tanaman. Selain itu mampu memperbaiki aerasi tanah dan membentuk lengas tangah yang sesuai bagi pertumbuhan akar tanaman. Hal ini berkaitan dengan bahan organik tanah.

Komponen Agronomi

Rekapitulasi hasil sidik ragam

Berdasarkan hasil sidik ragam didapatkan bahwa perbedaan pemberiaan interval pemberian air memberikan pengaruh yang nyata pada tinggi tanaman 8, 10,12 MST dan tinggi tanaman saat panen, jumlah polong produktif, jumlah rumpun, bobot brangkasan basah, bobot 100 biji, umur berbunga, umur panen produksi ubinan perpetak, laju tumbuh relatif I, laju tumbuh relatif II, panjang akar saat panen, jumlah kedelai cacat, luas daun, bobot kering batang 60 HST produksi perpetak ton ha-1, dan bobot kering tanaman.

(35)

bobot kering bintil akar, 30 HST, kedalaman akar umur 45 HST dan 60 HST serta produksi ton.ha-1.

Interaksi antara perlakuan air dan varietas memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman usia 2 MST dan 10 MST, jumlah daun 2,4, 6, 8,12 MST, jumlah polong produktif, jumlah rumpun, bobot 100 biji, umur berbunga,umur panen, luas daun, bobot kering bintil akar, kedalaman akar 60 HST, bobot kering sampel tanaman (Tabel 2).

Interval pemberian air yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda pada tingkat produktivitas. Hal ini disebabkan interval pemberian air pada tanaman akan banyak dipengaruhi oleh tingkat kebutuhan tanaman akan air, fase pertumbuhan tanaman dan ketersedian air bagi tanaman. Air memberikan fungsi yang cukup penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai. Iklim merupakan faktor yang cukup penting meliputi suhu, kelembaban, intensitas radiasi penyinaran. Ketersediaan air yang cukup pada setiap fase pertumbuhan tanaman serta kondisi radiasi penyinaran yang mendukung menyebabkan tingkat produksi tanaman kedelai memberikan hasil yang berbeda nyata pada jumlah polong produktif yang dihasilkan karena proses fotosintesis akan berlangsung optimal (Sumarsono et al. 2007)

Pada interval pemberian air yang berbeda ketiga varietas kedelai yaitu varietas Anjasmoro, Burangrang, dan Tanggamus memiliki respon yang berbeda, hal ini menyebabkan tingkat ketahanan ketiga varietas dengan kondisi pemberian air juga berbeda. Akan tetapi dari kelima interval pemberian yaitu 2, 9,16,23 dan 30 hari sekali menunjukan hasil yang lebih tinggi dari diskripsi hasil yang sesungguhnya untuk varietas Anjasmoro diskripsi hasil 2.03-2.25 ton ha-1 untuk Burangrang 1.5-2.5 ton. ha-` dan Tanggamus 1.22 ton. ha-1. Hal ini disebabkan oleh pemberiaan air berdasarkan intervalnya sesuai dengan kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhan tanaman kedelai (Badan Litbang Pertanian 2012).

Perbedaan respon yang terjadi disebabkan oleh perbedaan tingkat kebutuhan air berdasarkan interval pemberian air, serta kedalaman wilayah perakaran tanaman. Disamping perbedaan respon terhadap kebutuhan air maka faktor penting lainnya yang berpengaruh adalah kondisi iklim yang mendukung pada setiap fase perkembangan tanaman. Pada saat tertentu unsur iklim dapat menjadi faktor pembatas dalam setiap fase perkembangan tanaman apabila semakin tinggi tingkat produktivitas tanaman maka akan semakin tinggi tingkat kesesuaian suatu tanaman terhadap unsur iklim yang ada, sehingga pada akhirnya kesesuaian unsur iklim ini akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

(36)
[image:36.842.44.763.124.503.2]

18

Tabel 2 Hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi kedelai pada perlakuan interval pemberian air dan varietas

Peubah P>F KK Rot MSE Air Kel*Air Var Air*Var

Air Kel*Air Var Air*Var

Respon Pertumbuhan

Tinggi Tanaman

2 MST 0.5028 0.429 0.0006** 0.0233* 12.594 2.240585 tn tn ** *

4 MST 0.339 0.16 <.0001** 0.7568 11.41 3.499683 tn tn ** tn

6 MST 0.3401 0.23 <.0001** 0.8356 8.3423 3.60797 tn tn ** tn

8 MST 0.0025** 0.7993 <.0001** 0.8613 6.6796 5.116455 ** tn ** tn

10 MST 0.0033** 0.0685 0.0001** 0.0048** 4.4201 3.608878 ** ** ** **

12 MST 0.0091** 0.4279 <.0001** 0.7049 5.6195 4.728977 ** tn ** tn

Saat Panen 0.0113* 0.1476 <.0001** 0.8508 4.9838 4.087624 n tn ** tn

Jumlah Daun

2 MST 0.0908 0.032* 0.032* 0.032* 25.994 2.849561 tn * * *

4 MST 0.1437 0.02628* <.0001** 0.0059** 20.6957 3.154485 tn tn ** **

6 MST 0.2003 0.0053** <.0001** 0.0022** 14.611 2.892634 tn * ** **

8 MST 0.152 0.0105* <.0001** 0.0023** 12.081 3.008174 tn * ** *

10 MST 0.2213 0.007** <.0001** 0.0023** 12.603 3.139427 tn * ** *

12 MST 0.0112* 0.0437* <.0001** 0.0268* 17.419 3.111056 n * ** *

Respon Produksi

Jumlah Polong Produktif 0.007** 0.0352* <.0001** 0.056* 12.382 11.99838 ** * ** *

Jumlah polong Hampa 0.3497 0.6364 0.0388* 0.2979 17.278 1.730735 tn tn * tn

Borat Basah Brangkasan 0.0003** 0.0245* <.0001** 0.042* 8.7968 0.98387 ** * ** *

(37)

19

Peubah P>F KK Rot MSE Air Kel*Air Var Air*Var

Air Kel*Air Var Air*Var

Respon Pertumbuhan

Bobat 100 biji <.0001** 0.3084 <.0001** <.0001** 4.0103 0.648005 sn tn Sn sn

Umur berbunga <.0001** 0.6579 0.5245 0.0496* 2.515 0.83666 sn tn tn n

Umur Panen <.0001** 0.8008 <.0001** <.0001** 1.4433 1.299573 sn tn Sn sn

Produksi perpetak <.0001** 0.7787 0.0124* 0.7777 15.435 0.355659 sn tn n tn

Laju Tumbuh Relatif I 0.0158* 0.4297 0.1851 0.7039 23.438 0.287709 sn tn tn tn

Laju Tumbuh Relatif II 0.0181* 0.934 0.5636 0.8671 16.645 0.29887 sn tn tn tn

Jumlah cabang 0.4055 0.6149 <.0001** 0.4617 19.267 0.858875 tn tn Sn tn

Jumlah Bintil Akar 0.5774 0.0778 0.0001** 0.4489 29.562 5.664706 tn tn Sn tn

Panjang akar <.0001 0.8065 0.0076 0.8639 10.353 2.43088 sn tn Sn tn

Kedelai cacat 0.0352* 0.7743 0.0463* 0.5893 11.924 1.280061 n tn n tn

Kadar air Panen 0.4247 0.5713 <.0001** 0.1428 12.732 1.526397 tn tn Sn tn

Kadar air simpan 0.4247 0.5713 <.0001** 0.1428 12.732 1.526397 tn tn Sn tn

Luas daun 8 MST 0.0067** 0.0301* 0.0007** 0.0538* 21.503 35.52771 sn n Sn n

Bobot kering akar 30 HST 0.0831 0.7602 0.1406 0.6823 19.307 1.095549 tn tn tn tn

Bobot kering Batang 30 HST 0.9775 0.0881 0.0147* 0.2382 14.799 1.285357 tn tn n tn

Bobot kering bintil akar 30 hst 0.5102 0.963 0.0574* 0.8985 10.095 0.145167 tn tn n tn

Bobot kering Daun 0.8922 0.1662 0.1568 0.6557 29.747 1.511218 tn tn tn tn

Bobot kering Total 30 HST 0.9336 0.4975 0.1407 0.2361 29.268 3.483782 tn tn tn tn

Bobot kering akar 45 HST 0.7114 0.5096 0.1635 0.8264 17.295 31.43906 tn tn tn tn

Bobot Kering Batang 45 HST 0.4204 0.2475 0.5809 0.8011 25.869 4.198613 tn tn tn tn

Bobot Kering Bintil akar 45 HST 0.3709 0.0938 0.264 0.2205 23.39 0.862487 tn tn tn tn

Bobot kering Daun 45 HST 0.5103 0.7074 0.4608 0.3265 15.108 3.712268 tn tn tn tn

[image:37.842.39.770.103.509.2]

19

(38)

20

Peubah P>F KK Rot MSE Air Kel*Air Var Air*Var

Air Kel*Air Var Air*Var

Respon Pertumbuhan

Bobot Kering Total 45 HST 0.8378 0.6725 0.4482 0.3564 28.584 7.266469 tn tn tn tn

Bobot kering akar 60 HST 0.1429 0.0021** 0.7359 0.3635 27.097 1.420668 tn n tn tn

Bobot Kering Batang 60 HST 0.0144* 0.8065 0.7716 0.3946 16.182 11.54854 n tn tn tn

Bobot Kering Bintil Akar 60 HST 0.8291 0.3243 0.5196 0.0343* 17.935 0.753967 tn tn tn n

Bobot Kering Daun 60 HST 0.1876 0.3802 0.1914 0.7501 16.77 5.737008 tn tn tn tn

Bobot Kering Total 60 HST 0.2775 0.1106 0.815 0.8733 19.372 23.06711 tn tn tn tn

Kedalaman akar 30 HST 0.9614 0.0409** 0.9913 0.2373 15.943 3.049044 tn n tn tn

Kedalaman akar 45 HST 0.0786 0.7655 0.0217* 0.1333 20.571 6.760999 tn tn n tn

Kedalaman akar 60 HST 0.4509 0.2151 0.0001** 0.0045** 15.397 5.209233 tn tn sn sn

Produksi ton/ha <.0001** 0.7785 0.0124* 0.7778 15.435 592.759 sn tn n tn

Bobot kering total tajuk 0.0692 0.5393 0.4247 0.3731 29.374 17.48724 tn tn tn tn

Bobot kering sampel tanaman 0.0001** 0.0609 0.8413 <.0001** 10.192 31.77163 sn tn tn sn

Kadar air tanah 0.0017** 0.0238* 0.0437* 0.0014** 15.214. 4.473 sn n n sn

Keterangan: (Air) = interval pemberiaan air; (Var) = Varietas; (Air*Var) = interaksi antara pemberiaan air dengan varietas; (KK) = Koefisien

[image:38.842.112.742.85.335.2]

keragaman; (√MSE) = root MSE: (MST) = minggu setelah tanam; (P<0.05) = *nyata **sangat nyata

(39)

Kadar air tanah

[image:39.595.101.512.102.796.2]

Perlakuan interval pemberiaan air yang berbeda memberikan informasi terhadap kandungan air tanah selama masa pertumbuhan tanaman pada lahan. Doorenbos dan Kassam (1979) menyatakan bahwa air dibutuhkan oleh tanaman sesuai dengan tahap pertumbuhanya. Air yang ada dibutuhkan oleh tanaman untuk mengganti air yang menguap atau evapotranspirasi. Penambahan air bertujuan agar air tetap tersedia dalam jumlah yang cukup bagi tanaman, ini dapat memberikan efek meningkatkan jumlah polong dan hasil biji kering (Baharsjah 1991). Penelitiaan yang dilakukan oleh Syahbudin (1995) kedelai yang ditanam pada kondisi kadar air tanah tersedia berpengaruh nyata terhadap bobot polong isi, sehingga diharapkan pengaturan pemberiaan air bagi kedelai selama masa pertumbuhan dan perkembanganya perlu dilakukan dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai. Berdasarkan Foto yang dilakukan pada dinding tanah terlihat bahwa kondisi morfologi tanah pada setiap perbedaan interval pemberian air menunjukkan perbedaan warna tanah (Gambar 6).

Gambar 6 Penampakan morfologi tanah dengan kondisi air tanah yang berbeda A = interval pemberiaan air 2 hari sekali B = interval pemberiaan air 9 hari sekali C = interval pemberiaan air 16 hari sekali dan D = interval pemberiaan air 23 hari sekali dan E = interval pemberian air 30 hari sekali

(40)

Gambar 7 Pengaruh interaksi interval pemberian air dan varietas terhadap kadar air tanah. Keterangan huruf yang sama pada varietas yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α= 5% Doorenbos dan Pruitt (1977) secara umum menyatakan bahwa kebutuhan air tanaman kedelai dengan umur panen 80-90 hari adalah 450 mm atau rata-rata 4.5 mm perhari. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanah dalam menyimpan air terutama tanah dengan tekstur lempung memiliki kemampuan memegang air lebih baik, Kadar air tertinggi diperoleh pada interaksi pemberian air 2 hari sekali pada ketiga varietas dan berbeda nyata dengan interval pemberian air 16 hari sekali pada ketiga varietas (Gambar 7). Tepat saat pemberian air 16 hari sekali tanaman mulai memasuki fase generatif suhingga kebutuhan air pada saat interval 16 hari sekali semakin tinggi. Hal ini memberi respon terhadap kondisi kadar air dalam tanah yang menurun. Fase kritis tanaman membutuhkan air yaitu pada, mulai berbunga sampai pembungaan fase pembentukan dan pengisian polong.

Berdasarkan perhitungan kapasitas lapang dan titik layu permanen diketahui bahwa nilai kapasitas lapang dari tanah adalah 37.41% dan titik layu permanen dari tanah adalah 24.73%. Berdasarkan nilai kapasitas lapang dan titik layu permanen maka dapat diketahui bahwa pada pemberian air 16 hari sekali dengan nilai kadar air pada ketiga varietas berturut turut Varietas Anjasmoro 16%,Varietas Burangrang 18% dan varietas Tanggamus 21% pada interval ini berpotensi menghadapi cekaman kekeringan. Berbeda pada kadar air tanah pemberian air 2 hari sekali yang masih diatas titik layu permanen.Kadar air yang masih diatas 40% akan sangat membantu pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Pada umumnya semua varietas memiliki respon yang berbeda terhadap perbedaan interval pemberian air. Untuk Varietas Anjasmoro pola respon kadar

43 a

43 a 40.

a 45 a 21 cbd 28 b 16 d 18 cd 21 cbd 26 cbd 29 b 27

b 26 cbd 19 cbd 29 b 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 An jasmo ro B u ran g ran g T an g g am u s An jasmo ro B u ran g ran g T an g g am u s An jasmo ro B u ran g ran g T an g g am u s An jasmo ro B u ran g ran g T an g g am u s An jasmo ro B u ran g ran g T an g g am u s

2 hari sekali 9 hari sekali 16 Hari sekali 23 Hari sekali 30 Hari sekali

(41)

air tanah (y) terhadap interval pemberian air (x) adalah y = 0.0514x2 - 2.3966x + 51.643 dan R2= 0.602 sehingga kadar air minimal diperoleh 7.08% pada interval 23 hari sekali .Varietas Burangrang pola respon kadar air tanah (y) terhadap interval pemberian air (x) adalah y = 0.0581x2 - 2.4281x + 44.766 dan R2=0.59 sehingga kadar air minimal 19.91% pada interval pemberian air 23.89. Varietas Tanggamus pola respon kadar air tanah (y) terhadap interval pemberian air (x) adalah y = 0.0621x2 - 2.3099x + 44.629 dan R2=0.89 sehingga kadar air minimal 18.59% pada interval pemberian air 23 hari sekali ( Gambar 8).

Gambar 8 Pola respon kadar air tanah terhadap interval pemberian air pada berbagai varietas

Respon Pertumbuhan dan Perkembangan Morfologi Tinggi Tanaman

Pada 12 MST pemberiaan air berpengaruh sangat nyata tertinggi yaitu tinggi tanaman pada interval 2 hari sekali dan tidak berbeda nyata dengan pemberiaan 9 hari dan berbeda nyata pada perlakuan 16, 23, dan 30 hari sekali. (Tabel 3). Air memberikan peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman karena peran air pada fase pertumbuhan vegetatif diperlukan untuk perkembangan dan pembelahan sel.

Pada awal pertumbuhanya pemberiaan air tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman yaitu pada 2, 4, dan 6 MST namun berpengaruh nyata pada 8, 10, dan 12 MST karena pada fase ini tanaman membutuhkan air yang lebih menuju fase generatif seperti proses pembungaan, pembentukan biji, pengisian biji, dan sampai pada pembentukan polong. Terlihat pada pemberian air 30 hari sekali memiliki jumlah tinggi tanaman terlihat paling rendah 78.84 dan berbeda nyata dengan perlakuan pemberiaan air 2 hari sekali.Karena air memiliki kemanfaatan dalam membantu proses metabolik dalam tanaman yang akan menyebabkan berkurangnya pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan vegetatif sangat erat kaitanya dengan turgor sel hilangnya dan turgodisitas akan menyebabkan terhentinya proses pembelahan sel pada tanaman sehingga

yA = 0.0514x2 - 2.3966x + 51.643

R² = 0.6082

yb = 0.0581x2 - 2.4281x + 44.766

R² = 0.5904

yT = 0.0621x2 - 2.3099x + 44.629

R² = 0.8993

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

2 9 16 23 30

Kad

ar

air

tan

ah

(

%)

Interval pemberian air

Anjasmoro

Burangrang

(42)
[image:42.595.42.495.58.818.2]

menyebabkan tanaman menjadi lebih pendek dari tanaman yang lainya yang memiliki tingkat ketersediaan air yang cukup.

Tabel 3 Pengaruh interval pemberiaan air terhadap tinggi tanaman kedelai pada berbagai umur penagamatan

Tinggi tanaman (cm) Interval

pemberian air (hari)

2 4 6 8 10 12

---MST---

2 16.71 29.41 42.01 77.41ab 87.34a 89.39a

9 18.20 33.07 44.66 82.19a 86.54a 87.79a

16 17.66 29.47 41.82 75.56b 79.94b 83.13b

23 17.71 29.39 42.31 77.32ab 81.17b 81.61b

30 18.68

Gambar

Gambar 4 Peta  lahan berdasarkan kondisi pewilayahan Desa Sesela Kec.Gunung
Tabel 2 Hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi kedelai pada perlakuan interval pemberian air dan varietas
Tabel lanjutan hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi kedelai pada perlakuan interval pemberian air dan varietas
Tabel lanjutan hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi kedelai pada perlakuan interval pemberian air dan varietas
+7

Referensi

Dokumen terkait

LKS eksperimen LKS eksperimen merupakan suatu media pembelajaran yang tersusun secara kronologis yang berisi prosedur kerja, hasil pengamatan, soalsoal yang berkaitan dengan

Sedangkan untuk santri yaitu melalui pendidikan, pembinaan berbasis Agama Islam dan life skill.b Pondok pesantren Darul Mukhlisin, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan sumber

Hasil analisis dari penelitian ini menunjukkan bahwa, studi literasi informasi mahasiswa ko-asisten Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro berdasarkan The

Mara'dia a/(au raja tersebut dipecat oleh dewan adat kaiyang atau adat besar kerajaan sebab dianggap telah melakukan perbuat- an yang melanggar aturan adat yang ditetapkan

Visi misi pasangan dokter H Mundjirin ES SpOG-Ir H Warnadi MM yaitu ingin mewujudkan Kabupaten Semarang yang mandiri, tertib, dan sejahtera (MATRA). Namun diantara

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ragam jenis semut yang ada di dalam Gedung Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu dan kemungkinan peranannya sebagai vektor mekanik

juga oleh penelitian yang dilakukan Tanti (2007) tentang stres dan kehidupan penghuni LP pada 345 responden, yang menemukan bahwa reaksi psikologis yang sering

a. Mahasiswa tidak diikutsertakan dalam kegiatan yang diadakan oleh Balai Pengembangan Multimedia Pendidikan dan Kebudayaan sehingga kurangnya program