HAMA DAN MUSUH ALAMI PENTING
PADA TANAMAN PADI HIBRIDA
DI BALONGGANDU, JATISARI, KARAWANG
ADE TRI SAPUTRA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
ADE TRI SAPUTRA. Hama dan Musuh Alami Penting pada Tanaman Padi Hibrida di Balonggandu, Jatisari, Karawang. Dibimbing oleh I WAYAN WINASA.
Kebutuhan beras nasional terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Untuk memenuhi kebutuhan beras, pemerintah Indonesia menargetkan peningkatan produksi beras nasional sebesar 5% atau minimal 2 juta ton pada tahun 2007 ini. Untuk mencapai target tersebut, upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan produksi per satuan luas. Salah satu cara yang dapat diterapkan adalah dengan penanaman padi varietas hibrida. Mengingat padi hibrida merupakan varietas yang baru mulai ditanam di Indonesia, sehingga informasi mengenai hama dan musuh alaminya belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis hama dan tingkat serangannya serta kelimpahan populasi musuh alami pada padi hibrida.
Penelitian dilakukan di Desa Balonggandu, Kecamatan Jatisari, Karawang pada dua petak sawah yang berukuran 1483,5 m2 dan 1518 m2. Pengamatan hama dan musuh alami dilakukan pada 200 rumpun tanaman contoh. Pengamatan dilakukan sejak padi berumur 34 hari setelah tanam (HST) hingga 76 HST dengan interval satu minggu. Pengamatan meliputi kelimpahan dan keragaman hama dan musuh alami pada padi hibrida.
Hasil pengamatan menunjukkan wereng coklat Nilaparvata lugens dan penggerek batang padi merupakan hama yang dominan pada tanaman padi hibrida. Kedua jenis hama itu ditemukan menyerang tanaman mulai fase vegetatif hingga generatif. Kerapatan populasi wereng coklat mencapai 3,01 ekor per rumpun pada fase vegetatif dan sedikit menurun menjadi 2,20 ekor per rumpun pada fase generatif dengan puncak populasi terjadi pada 69 HST. Sedangkan intensitas serangan hama penggerek batang padi, dari 16,00% pada fase vegetatif meningkat menjadi 18,9% pada fase generatif.
HAMA DAN MUSUH ALAMI PENTING
PADA TANAMAN PADI HIBRIDA
DI BALONGGANDU, JATISARI, KARAWANG
ADE TRI SAPUTRA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Hama dan Musuh Alami Penting pada Tanaman Padi Hibrida di Balonggandu, Jatisari, Karawang
Nama Mahasiswa : Ade Tri Saputra
NIM : A44102012
Disetujui
Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si Dosen Pembimbing
Diketahui
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr Dekan Fakultas Pertanian
PRAKATA
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Untaian syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wata’ala. Atas rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Hama dan Musuh Alami Penting pada Tanaman Padi Hibrida di Balonggandu, Jatisari, Karawang”. Teriring shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam. Skripsi ini ditulis untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih dan juga penghargaan yang tulus kepada Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bantuan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. Dr. Ir. Abdul Munif, M.Sc.Agr selaku dosen penguji tamu. Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, selaku dosen pembimbing akademik selama penulis menuntut ilmu di IPB. Bapak Tukiman sekeluarga di Balonggandu, Karawang yang telah memperkenankan penulis melakukan penelitian di sawah miliknya. Serta Pak Wawan Yuandi yang banyak membantu penulis di lapang.
Kepada kakak tercinta Fauzie, ST., Ayuk Yati & Kak Oleh, dan keluarga besar penulis di rumah yang dengan penuh cinta dan keikhlasan serta untaian doa yang mengiringi penulis dalam mewujudkan cita-cita. Semoga Allah membalasnya dengan jannah. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat ikhwan 39 (Yayan, Arie, Khrisma, Hasyim, Cep, Yohan, Nana, Slamet, Efal, Asep, Tarjo, Boy, Hakiim, Jaya, Hanif dll.); akhwat 39 (Lenni, Erna, Lina, Maya, dll.); Tim Ilmi 2005-2006 (Harris, Runie, Rury, Arif, Zahro, Dwi, Astri, dan Awi); Tim DPT (Eti, Nelly, Yayah, Azhar, Nisa, Titin, Eni, Dini, Johan, Hendra dll.); para murabbi dan teman-teman LQ atas dorongannya. Home-mates di B16 dan D2 (Feychal, Yayandi, Arya, Frans). Sahabat di Pondok Al-Ihsan (Helmi, Wisnu, Joko Pras, Henry, Abdul, Adit-C, Adit-D, Fauzan, Rudi, Izal, Budi dan Cece) atas ukhuwah yang manis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada AA. Hendrayana, atas sepenggal kisahnya.
Semoga karya kecil ini dapat berguna dan dicatat sebagai amal kebaikan bagi penulis. Insya Allah.
Bogor, Desember 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Bungin Tinggi, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan pada tanggal 26 Mei 1984. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, pasangan Panani Saumin dan Sanah Beroleh.
Riwayat pendidikan penulis dimulai di SDN 2 Berkat, lulus pada tahun 1996. Pendidikan menengah pertama ditempuh penulis di SMPN 1 Sirah Pulau Padang, dan berhasil lulus pada tahun 1999. Pendidikan menengah atas ditempuh di SMAN 1 Sirah Pulau Padang selama satu tahun, kemudian pindah ke SMAN 3 Kayuagung. Penulis lulus dari SMAN 3 Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir pada tahun 2002. Selanjutnya, pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan. Pada tahun 2004, penulis tercatat sebagai Staf Departemen Syi’ar DKM An-Naml Departemen HPT. Penulis adalah Staf Redaksi (lay-outer) Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Jurnalistik Kampus Gema Almamater IPB pada masa bakti 2004, anggota Kebun Tanaman Obat Mahasiswa BEM Fakultas Pertanian, dan juga pernah tercatat sebagai anggota UKM Seni Sunda Gentra Kaheman pada tahun yang sama. Penulis menjabat sebagai Sekretaris Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) periode 2004 - 2005.
DAFTAR ISI
Pengamatan Kelimpahan Hama dan Musuh Alami ... 10
HASIL DAN PEMBAHASAN ... Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 12
Kerapatan Populasi dan Intensitas Serangan Hama Utama ... 12
Keragaman dan Kelimpahan Musuh Alami ... 16
Perkembangan Populasi Wereng Coklat dan Musuh Alaminya ... 18
Parasitoid Telur Hama Penggerek Batang Padi ... 19
KESIMPULAN DAN SARAN ... Kesimpulan ... 22
Saran ... 22
DAFTAR PUSTAKA ... 23
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Kerapatan populasi hama pada fase vegetatif dan generatif ... 14
2. Intensitas serangan hama penggerek batang padi ... 15
3. Kelimpahan populasi predator pada fase vegetatif dan generatif ... 23
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Pengaturan jarak tanam pada sistem tanam jajar legowo 2:1 ... 8
2. Teknik penentuan rumpun tanaman contoh pada petakan sawah ... 10
3. Gejala beluk pada tanaman padi ... 15
4. Perkembangan populasi wereng coklat dan musuh alaminya ... 18
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
1. Deskripsi Varietas ... 26
2. Varietas padi hibrida yang telah dirilis per Desember 2006 ... 27
3. Petak penelitian (a) Petakan 1, (b) Petakan 2 ... 29
8 2. Teknik pengambilan rumpun tanaman contoh ... 10
3. Perkembangan populasi hama ... 15
4. Perkembangan populasi predator ... 20
HAMA DAN MUSUH ALAMI PENTING
PADA TANAMAN PADI HIBRIDA
DI BALONGGANDU, JATISARI, KARAWANG
ADE TRI SAPUTRA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
ADE TRI SAPUTRA. Hama dan Musuh Alami Penting pada Tanaman Padi Hibrida di Balonggandu, Jatisari, Karawang. Dibimbing oleh I WAYAN WINASA.
Kebutuhan beras nasional terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Untuk memenuhi kebutuhan beras, pemerintah Indonesia menargetkan peningkatan produksi beras nasional sebesar 5% atau minimal 2 juta ton pada tahun 2007 ini. Untuk mencapai target tersebut, upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan produksi per satuan luas. Salah satu cara yang dapat diterapkan adalah dengan penanaman padi varietas hibrida. Mengingat padi hibrida merupakan varietas yang baru mulai ditanam di Indonesia, sehingga informasi mengenai hama dan musuh alaminya belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis hama dan tingkat serangannya serta kelimpahan populasi musuh alami pada padi hibrida.
Penelitian dilakukan di Desa Balonggandu, Kecamatan Jatisari, Karawang pada dua petak sawah yang berukuran 1483,5 m2 dan 1518 m2. Pengamatan hama dan musuh alami dilakukan pada 200 rumpun tanaman contoh. Pengamatan dilakukan sejak padi berumur 34 hari setelah tanam (HST) hingga 76 HST dengan interval satu minggu. Pengamatan meliputi kelimpahan dan keragaman hama dan musuh alami pada padi hibrida.
Hasil pengamatan menunjukkan wereng coklat Nilaparvata lugens dan penggerek batang padi merupakan hama yang dominan pada tanaman padi hibrida. Kedua jenis hama itu ditemukan menyerang tanaman mulai fase vegetatif hingga generatif. Kerapatan populasi wereng coklat mencapai 3,01 ekor per rumpun pada fase vegetatif dan sedikit menurun menjadi 2,20 ekor per rumpun pada fase generatif dengan puncak populasi terjadi pada 69 HST. Sedangkan intensitas serangan hama penggerek batang padi, dari 16,00% pada fase vegetatif meningkat menjadi 18,9% pada fase generatif.
HAMA DAN MUSUH ALAMI PENTING
PADA TANAMAN PADI HIBRIDA
DI BALONGGANDU, JATISARI, KARAWANG
ADE TRI SAPUTRA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Hama dan Musuh Alami Penting pada Tanaman Padi Hibrida di Balonggandu, Jatisari, Karawang
Nama Mahasiswa : Ade Tri Saputra
NIM : A44102012
Disetujui
Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si Dosen Pembimbing
Diketahui
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr Dekan Fakultas Pertanian
PRAKATA
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Untaian syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wata’ala. Atas rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Hama dan Musuh Alami Penting pada Tanaman Padi Hibrida di Balonggandu, Jatisari, Karawang”. Teriring shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam. Skripsi ini ditulis untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih dan juga penghargaan yang tulus kepada Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bantuan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. Dr. Ir. Abdul Munif, M.Sc.Agr selaku dosen penguji tamu. Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, selaku dosen pembimbing akademik selama penulis menuntut ilmu di IPB. Bapak Tukiman sekeluarga di Balonggandu, Karawang yang telah memperkenankan penulis melakukan penelitian di sawah miliknya. Serta Pak Wawan Yuandi yang banyak membantu penulis di lapang.
Kepada kakak tercinta Fauzie, ST., Ayuk Yati & Kak Oleh, dan keluarga besar penulis di rumah yang dengan penuh cinta dan keikhlasan serta untaian doa yang mengiringi penulis dalam mewujudkan cita-cita. Semoga Allah membalasnya dengan jannah. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat ikhwan 39 (Yayan, Arie, Khrisma, Hasyim, Cep, Yohan, Nana, Slamet, Efal, Asep, Tarjo, Boy, Hakiim, Jaya, Hanif dll.); akhwat 39 (Lenni, Erna, Lina, Maya, dll.); Tim Ilmi 2005-2006 (Harris, Runie, Rury, Arif, Zahro, Dwi, Astri, dan Awi); Tim DPT (Eti, Nelly, Yayah, Azhar, Nisa, Titin, Eni, Dini, Johan, Hendra dll.); para murabbi dan teman-teman LQ atas dorongannya. Home-mates di B16 dan D2 (Feychal, Yayandi, Arya, Frans). Sahabat di Pondok Al-Ihsan (Helmi, Wisnu, Joko Pras, Henry, Abdul, Adit-C, Adit-D, Fauzan, Rudi, Izal, Budi dan Cece) atas ukhuwah yang manis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada AA. Hendrayana, atas sepenggal kisahnya.
Semoga karya kecil ini dapat berguna dan dicatat sebagai amal kebaikan bagi penulis. Insya Allah.
Bogor, Desember 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Bungin Tinggi, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan pada tanggal 26 Mei 1984. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, pasangan Panani Saumin dan Sanah Beroleh.
Riwayat pendidikan penulis dimulai di SDN 2 Berkat, lulus pada tahun 1996. Pendidikan menengah pertama ditempuh penulis di SMPN 1 Sirah Pulau Padang, dan berhasil lulus pada tahun 1999. Pendidikan menengah atas ditempuh di SMAN 1 Sirah Pulau Padang selama satu tahun, kemudian pindah ke SMAN 3 Kayuagung. Penulis lulus dari SMAN 3 Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir pada tahun 2002. Selanjutnya, pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan. Pada tahun 2004, penulis tercatat sebagai Staf Departemen Syi’ar DKM An-Naml Departemen HPT. Penulis adalah Staf Redaksi (lay-outer) Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Jurnalistik Kampus Gema Almamater IPB pada masa bakti 2004, anggota Kebun Tanaman Obat Mahasiswa BEM Fakultas Pertanian, dan juga pernah tercatat sebagai anggota UKM Seni Sunda Gentra Kaheman pada tahun yang sama. Penulis menjabat sebagai Sekretaris Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) periode 2004 - 2005.
DAFTAR ISI
Pengamatan Kelimpahan Hama dan Musuh Alami ... 10
HASIL DAN PEMBAHASAN ... Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 12
Kerapatan Populasi dan Intensitas Serangan Hama Utama ... 12
Keragaman dan Kelimpahan Musuh Alami ... 16
Perkembangan Populasi Wereng Coklat dan Musuh Alaminya ... 18
Parasitoid Telur Hama Penggerek Batang Padi ... 19
KESIMPULAN DAN SARAN ... Kesimpulan ... 22
Saran ... 22
DAFTAR PUSTAKA ... 23
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Kerapatan populasi hama pada fase vegetatif dan generatif ... 14
2. Intensitas serangan hama penggerek batang padi ... 15
3. Kelimpahan populasi predator pada fase vegetatif dan generatif ... 23
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Pengaturan jarak tanam pada sistem tanam jajar legowo 2:1 ... 8
2. Teknik penentuan rumpun tanaman contoh pada petakan sawah ... 10
3. Gejala beluk pada tanaman padi ... 15
4. Perkembangan populasi wereng coklat dan musuh alaminya ... 18
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
1. Deskripsi Varietas ... 26
2. Varietas padi hibrida yang telah dirilis per Desember 2006 ... 27
3. Petak penelitian (a) Petakan 1, (b) Petakan 2 ... 29
8 2. Teknik pengambilan rumpun tanaman contoh ... 10
3. Perkembangan populasi hama ... 15
4. Perkembangan populasi predator ... 20
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras masih merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian besar
penduduk Indonesia. Hal ini menjadikan kebutuhan beras nasional setiap
tahunnya semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Pada tahun
2005, luas areal panen padi di Indonesia mencapai 11.839.060 ha dengan angka
produksi padi sebesar 54.151.097 ton. Tahun 2006 luas areal panen padi turun
menjadi 11.786.430 ha. Produksi padi tahun 2006 mencapai 54.454.937 ton, atau
meningkat sebesar 303.840 ton dari tahun sebelumnya (BPS 2006). Namun,
peningkatan produksi tersebut belum bisa memenuhi kebutuhan beras nasional.
Hal ini menyebabkan pemerintah harus mengimpor beras dari luar negeri untuk
mencukupi kebutuhan stok beras nasional.
Selain itu, untuk mewujudkan swasembada beras, pemerintah Indonesia
menargetkan peningkatan produksi beras nasional sebesar 5% atau minimal 2 juta
ton pada tahun 2007 ini (Pitaloka & Haryanto 2007). Untuk mencapai target
tersebut, upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan produksi padi per
satuan luas. Menurut Yuan (2004), secara teoritis hasil panen padi masih
berpotensi tinggi untuk ditingkatkan dan ada banyak cara untuk meningkatkan
hasil panen padi, seperti membangun saluran irigasi, memperbaiki kondisi lahan
pertanian, kultur teknik dan menyilangkan berbagai varietas padi produksi tinggi.
Di antaranya, seperti yang kala ini dinilai sebagai cara yang paling efektif dan
ekonomis adalah mengembangkan varietas padi hibrida, seperti yang telah sukses
dilaksanakan di China.
China dikenal sebagai pengembang padi hibrida pertama kali sejak tahun
1976, dengan potensi produksi yang pada awalnya masih rendah, namun
belakangan ini diperoleh sejumlah varietas padi hibrida dengan produktivitas
mencapai 11,4 – 12,6 ton/ha. Di Indonesia sendiri pengembangan padi hibrida
masih terbatas (Sopian 2007). Meski pun demikian, sejumlah benih padi hibrida
sudah dipasarkan secara komersial oleh pihak swasta dan pemerintah. Hingga
4 varietas merupakan hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Padi, sisanya
adalah hasil penelitian perusahaan benih swasta (Lampiran 2).
Upaya pengembangan padi hibrida di Indonesia masih memiliki berbagai
kelemahan dan hambatan. Beberapa kelemahan tersebut adalah: kebanyakan
produsen benih hibrida masih mendatangkan tetua (F1) dari luar negeri, masih
adanya kelemahan terhadap serangan hama dan penyakit utama seperti wereng
coklat, virus tungro, dan hawar daun bakteri. Selain itu ketatnya aturan dan
birokrasi pelepasan varietas padi hibrida di Indonesia dapat menghambat upaya
pengembangan padi hibrida tersebut (Heriyanto et al. 2006).
Mengingat padi hibrida merupakan varietas yang baru mulai ditanam di
Indonesia, informasi mengenai hama dan musuh alaminya belum banyak
diketahui. Oleh karena itu, berbagai penelitian mengenai hama padi hibrida dan
musuh alaminya perlu dilakukan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis hama dan tingkat
serangannya serta kelimpahan populasi musuh alami pada padi hibrida.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keragaman
jenis hama dan musuh alami penting padi hibrida, sehingga dapat digunakan
sebagai dasar untuk menentukan strategi pengendalian hama serta upaya
TINJAUAN PUSTAKA
Padi Hibrida
Hibrida adalah keturunan generasi pertama dari persilangan dua tetua
tanaman sejenis yang memiliki perbedaan genetis. Dalam proses hibridisasi
seringkali menunjukkan adanya fenomena yang disebut heterosis. Heterosis dapat
digambarkan sebagai kecenderungan tanaman keturunan hasil hibridisasi dari
bermacam-macam tetua yang memiliki perbedaan genetis menunjukkan kelebihan
dari tetuanya dalam satu atau beberapa sifat fisik atau sifat agronomis (Pingali et al. 1998).
Keberhasilan penelitian dan pengembangan jagung hibrida yang berawal
pada tahun 1910 dengan memanfaatkan gejala heterosis tersebut, mendorong para
pemulia tanaman untuk menggunakan prinsip-prinsip hibrida pada tanaman lain,
termasuk padi. Heterosis pada padi pertama kali diteliti oleh Jones pada tahun
1926 (Virmani 1994).
Dengan memanfaatkan gejala heterosis pada varietas padi hibrida, potensi
hasil dapat ditingkatkan sebesar 15 – 20%. Cina merupakan negara pertama di
dunia yang menggunakan padi hibrida secara komersial pada tahun 1976. Di
negara tersebut, luas areal pertanaman padi hibrida meningkat hingga mencapai
17 juta ha dengan rata-rata hasil 6 – 7 ton/ha. Dampak dari hal tersebut, produksi
padi di Cina meningkat dari 136,9 juta ton pada tahun 1978 menjadi 169,1 juta ton
pada tahun 1988. Oleh karena itu, padi hibrida mempunyai peranan penting dalam
memecahkan permasalahan pangan di Cina, sekaligus menjadikan Cina sebagai
negara terbesar yang berhasil memenuhi kebutuhan pangan nasional (Virmani
1994; Yuan 2004).
Sedangkan di Indonesia, padi hibrida sudah diteliti sejak tahun 1982.
pengujian daya hasil padi hibrida sejak tahun 1982 hingga 1985 menunjukkan
keunggulan dibanding padi non hibrida dalam hal hasil gabah kering dan umur
tanaman (Suprihatno 1989). Hingga Desember 2006 setidaknya telah terdaftar
sebanyak 29 varietas padi hibrida yang beredar di Indonesia (Lampiran 1). Dari 29
varietas tersebut 4 varietas di antaranya merupakan hasil penelitian dari Balitpa
Beberapa keuntungan penggunaan padi hibrida jika dibandingkan dengan
penggunaan varietas padi produksi tinggi non-hibrida adalah sebagai berikut: 1)
rata-rata hasil panen lebih tinggi, 2) jumlah kebutuhan benih padi hibrida jauh
lebih sedikit, 3) produktivitas rata-rata dan keuntungan yang diterima petani relatif
lebih tinggi, 4) Pembudidayaan padi hibrida secara ekonomi dapat memberikan
keuntungan lebih besar jika tingkat pengelolaan di atas 60%, 5) hanya
membutuhkan areal pembibitan yang tidak terlalu luas untuk persemaian, 6) umur
genjah dan memiliki ketahanan terhadap beberapa hama dan penyakit penting, dan
7) padi hibrida dapat dikembangkan di berbagai wilayah (Ikisan 2000).
Selain memiliki kelebihan-kelebihan di atas, penggunaan padi hibrida juga
memiliki kelemahan jika dibandingkan dengan pemakaian padi non hibrida,
kelemahan tersebut adalah: 1) memerlukan tingkat pemeliharaan 30 – 35% lebih
tinggi, 2) pada tingkat pemeliharaan rata-rata, hasil gabah hibrida lebih rendah
dari produksi minimal yang bisa didapat, 3) harga benih 2,5 kali lebih mahal, 4)
harga jual yang lebih rendah, 5) produksi benih hibrida memerlukan lebih banyak
tenaga kerja, sehingga biaya produksi menjadi tinggi, 6) padi hibrida
membutuhkan dosis pupuk yang lebih tinggi, 7) gabah hasil panen tidak dapat
digunakan kembali sebagai benih (Ikisan 2000). Namun, berbagai kelemahan
tersebut masih dapat diperbaiki dengan merakit varietas padi hibrida yang lebih
baik. Sehingga, padi hibrida masih dapat dijadikan solusi permasalahan krisis
pangan di Indonesia bahkan dunia.
Hama Penting pada Tanaman Padi
Hama Penggerek Batang Padi
Hama penggerek batang, secara umum dianggap sebagai hama penting pada
tanaman padi. Serangan hama ini biasa terjadi dan dapat menyerang tanaman dari
masa pembibitan hingga tanaman padi memasuki tahap dewasa (Pathak 1975).
Hama ini menyebabkan kerusakan berat di Taiwan, Cina dan Jepang. Serangan
pada batang oleh larva hama ini menyebabkan gejala sundep dan beluk. Pada
gejala beluk, bulir padi yang masih muda tidak dapat berkembang (Wardle 1929
vegetatif sedangkan gejala beluk muncul saat perkembangan padi sudah
memasuki fase generatif.
Semua hama penggerek batang padi adalah dari ordo Lepidoptera, sebagian
besar tergolong dalam famili Pyralidae, kecuali yang termasuk genus Sesamia, termasuk dalam famili Noctuidae. Hama penggerek batang dari famili Pyralidae
merupakan hama yang paling sering menyerang dan menimbulkan kerusakan.
Hama ini memiliki inang yang sangat spesifik, sementara hama penggerek dari
famili Noctuidae merupakan hama polifag dan hanya sesekali menimbulkan
kerugian ekonomi pada tanaman padi. Di Asia, hama penggerek yang paling
merusak dan tersebar luas adalah penggerek batang padi kuning Scirpophaga incertulas (Lepidoptera:Pyralidae), penggerek batang padi bergaris Chilo suppressalis (Lepidoptera: Pyralidae), penggerek batang padi putih Scirpophaga innotata (Lepidoptera: Pyralidae) dan penggerek batang padi merah jambu
Sesamia inferens (Lepidoptera: Noctuidae) (Pathak 1975).
Hama Wereng
Beberapa spesies wereng daun dan wereng batang yang tersebar luas di
dunia merupakan hama penting tanaman padi. Pada beberapa wilayah serangan
hama ini sering terjadi dalam jumlah yang besar dan menyebabkan kekeringan
total pada tanaman padi (hopper-burn), kadang-kadang serangan hama ini dapat menyebabkan kegagalan panen. Selain kerusakan langsung pada tanaman akibat
aktifitas makan, hama wereng juga merupakan vektor virus penyebab penyakit
pada padi, yang juga dapat menimbulkan kerugian secara ekonomi sebanding
dengan hama penggerek batang padi (Pathak 1975). Suseno (1986) menyebutkan
bahwa wereng coklat dapat menjadi vektor dua macam tipe virus yaitu kerdil
rumput (grassy stunt) dan kerdil hampa (ragged stunt).
Beberapa spesies penting hama ini antara lain wereng hijau Nephotettix spp. (Hemiptera: Cicadellidae), wereng coklat Nilaparvata lugens (Hemiptera: Delphacidae), wereng punggung putih Sogatella furcifera (Hemiptera: Delphacidae), dan Sogatodes oryzicola (Hemiptera: Delphacidae), selain keempat jenis wereng tersebut, juga dikenal hama wereng zigzag Recilia dorsalis
Asia, sementara S. oryzicola ditemukan di Amerika Serikat bagian selatan dan di Amerika Selatan bagian tengah-utara (Pathak 1975).
Ulat Grayak
Larva ulat famili Noctuidae ini memakan daun dan batang tanaman padi.
Hama ini dikenal juga dengan nama umum ulat grayak. Larva ulat grayak makan
pada bagian akar dan titik tumbuh tanaman, larva ini dapat memotong batang
tanaman pada berbagai ketinggian dan juga dapat merusak daun serta malai
(Pathak 1975).
Ulat grayak Mythimna separata (Lepidoptera: Noctuidae) telah dilaporkan pernah menyerang di Rusia, Timur Jauh, Sakhalin, Afghanistan, India, Manchuria,
Pakistan, Srilanka, Thailand, Burma, Sabah, Jawa, Celebes, Kamboja, Taiwan,
Vietnam, Filipina, Jepang, Korea, Cina, Irian Barat, Papua Nugini, Fiji,
Kepulauan Norfolk, Queensland, New South Wales, Western Samoa dan Selandia
Baru (Grist & Lever 1969).
Walang Sangit
Walang sangit memperoleh makanannya dengan cara menghisap bulir padi
yang sedang berkembang hingga menyebabkan kerugian serius pada pertanaman
padi. Biasanya serangga ini, selain hidup di areal pertanaman padi juga hidup di
semak dan rerumputan dimana mereka mencari makan dan berkembang biak
selagi padi dalam fase vegetatif. Serangga ini akan berpindah ke pertanaman padi
saat padi mulai berbunga (Pathak 1975).
Jenis walang sangit yang paling penting di wilayah beriklim subtropik dan
tropik tergolong dalam genus Leptocorisa. Beberapa spesies walang sangit ini adalah L. acuta, L. oratorius, L. chinensis (Pathak 1975).
Musuh Alami Hama Tanaman Padi
Musuh alami merupakan komponen yang dapat digunakan dalam
pengendalian hama terpadu untuk menekan populasi hama secara aman dan
mengurangi kerusakan yang ditimbulkan oleh hama tersebut (Chant 1966). Musuh
virus yang digunakan untuk mengontrol populasi serangga hama (Jones & Jones
1974). Parasit dan patogen wereng coklat telah dilaporkan dari Taiwan, Jepang,
Thailand, India, Malaysia, Srilanka, Sarawak, Fiji, Filipina dan Kepulauan
Solomon. Setidaknya ada 19 spesies serangga Hymenoptera (Eulophidae,
Mymaridae dan Trichogrammatidae) telah diidentifikasi sebagai parasit telur.
Selain itu 16 spesies serangga yang terdiri atas Hymenoptera (Dryinidae),
Strepsiptera (Elenchidae) dan Diptera (Pipunculicidae) telah diidentifikasi sebagai
parasit pada nimfa dan imago wereng coklat. Selain itu, 1 spesies nematoda
(Mermithidae) dan 7 spesies cendawan (Entomophthoraceae dan Stilbaceae) juga
telah ditemukan menyerang nimfa dan imago wereng coklat (Chiu 1979).
Kartohardjono & Soejitno (1987) menyebutkan beberapa musuh alami yang
menjadi predator wereng coklat adalah Cyrthorinus lividipennis Reut. (Hemiptera: Miridae), laba-laba, Ophionea spp. (Coleoptera: Carabidae), Paederus fuscipes
Curt. (Coleoptera: Staphylinidae), kumbang Coccinellidae dan Microvelia spp. (Hemiptera: Veliidae). Selain itu musuh alami hama penggerek batang padi adalah
parasitoid yang dapat memarasit pada stadium telur, larva dan juga pupa.
Kalshoven (1981) menyebutkan Trichogramma japonicum Ashmead (Hymenoptera: Trichogrammatidae), Telenomus rowani Gahan (Hymenoptera: Scelionidae) dan Tetrastichus schoenobii Ferriere (Hymenoptera: Eulophidae) merupakan parasitoid penting pada telur hama penggerek. Sedangkan kemampuan
memarasit ketiga jenis parasitoid ini pada telur hama penggerek padi kuning
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari hingga April 2007
bertempat di Desa Balonggandu, Kecamatan Jatisari, Kabupaten Karawang,
Provinsi Jawa Barat. Selain itu, identifikasi parasitoid dilaksanakan di
Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Metode Penelitian
Budidaya Padi Hibrida
Penanaman bibit padi pada petak sawah menerapkan sistem tanam jajar
legowo 2:1. Pada sistem tanam jajar legowo 2:1, jarak tanam yang digunakan
adalah 20 cm x 15 cm. Di mana jarak antar baris adalah 20 cm, jarak dalam baris
adalah 15 cm. Setiap dua baris tanaman diberi jarak 40 cm.
Gambar 1 Pengaturan jarak tanam pada sistem tanam jajar legowo 2:1.
Varietas padi yang ditanam adalah Hibrindo R1 dengan nama dagang Arize.
Benih padi hibrida ini diproduksi oleh PT Bayer Crop Science. Kebutuhan benih
adalah 20 kg/ha.
Benih padi yang akan ditanam terlebih dahulu disemai di tempat
persemaian. Bibit padi ditanam saat berumur 27 hari setelah semai. Jumlah bibit
Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, pengendalian hama, penyakit
dan gulma serta pengaturan air. Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali yaitu
pada saat tanaman padi berumur 14 dan 35 hari setelah tanam (HST). Pupuk yang
digunakan adalah Urea sebanyak 200 kg/ha, SP36 100 kg/ha serta NPK Phonska
100 kg/ha, untuk dua kali pemupukan.
Pengendalian hama dilakukan sebanyak empat kali. Aplikasi pertama
dilakukan pada saat tanaman padi berumur 20 HST menggunakan insektisida
dimehipo (Spontan 400 WSC) dengan dosis 200 ml/ha. Aplikasi kedua dilakukan
pada saat tanaman padi berumur 26 HST menggunakan insektisida indoksakarb
(Ammate 150 SC) dengan dosis 100 ml/ha. Aplikasi yang ketiga dilakukan ketika
tanaman padi berumur 42 HST. Insektisida yang digunakan pada aplikasi ketiga
ini adalah imidakloprid (Winder 25 WP) dengan dosis 100 g/ha, yang dicampur
dengan insektisida lambda sihalotrin (Stopper 250 EC) dan tiakloprid (Calypso
240 SC), masing-masing dengan dosis 250 ml/ha. Sedangkan aplikasi keempat,
dilakukan pada saat tanaman padi berumur 55 HST dengan insektisida
imidakloprid (Imidor 50 SL) dengan dosis 250 ml/ha. Pengendalian penyakit
hanya sekali, yaitu pada 55 HST, bersamaan dengan aplikasi pengendalian hama.
Fungisida yang digunakan pada aplikasi ini adalah difenokonazol (Score 250 EC)
dengan dosis 250 ml/ha.
Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan cara disiangi.
Sedangkan pengaturan air dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan air
irigasi.
Metode Penentuan Tanaman Contoh
Pengamatan dilakukan pada dua petak sawah yang masing-masing
berukuran 1483,5 m2 dan 1518 m2. Pada setiap petak diamati 100 rumpun tanaman contoh. Jumlah tanaman contoh yang diamati pada penelitian ini adalah
200 rumpun. Penentuan tanaman contoh dilakukan dengan membentuk dua garis
diagonal dari sudut petak sawah. Dari setiap garis diagonal diamati 50 rumpun
Gambar 2 Teknik penentuan rumpun tanaman contoh pada petak sawah.
Pengamatan Kelimpahan Hama dan Musuh Alami
Pengamatan dilakukan sejak tanaman padi berumur 34 HST hingga padi
berumur 76 HST dengan interval 1 minggu. Kelimpahan hama wereng coklat
Nilaparvata lugens Stål., wereng punggung putih Sogatella furcifera Horv. (Hemiptera: Delphacidae) dan wereng zigzag Recilia dorsalis Motsch. (Hemiptera: Cicadellidae) ditentukan dengan menghitung kerapatan populasi
nimfa dan imago pada rumpun tanaman contoh. Begitu juga dengan kelimpahan
hama kepinding tanah Scotinophara sp. (Hemiptera: Pentatomidae). Kelimpahan hama ulat grayak Mythimna spp. (Lepidoptera: Noctuidae) ditentukan dengan menghitung kerapatan larva pada rumpun tanaman contoh. Sedangkan untuk
mengetahui serangan hama penggerek batang padi kuning Scirpophaga incertulas
Walk. dan penggerek batang padi putih Scirpophaga innotata Walk. (Lepidoptera: Pyralidae) dilakukan dengan cara menghitung anakan yang menunjukkan gejala
sundep dan gejala beluk pada rumpun tanaman contoh.
Kelimpahan predator C. lividipennis, ditentukan dengan menghitung keberadaan nimfa dan imago pada rumpun tanaman contoh. Sementara itu,
kelimpahan P. fuscipes dan Ophionea sp. ditentukan dengan menghitung kerapatan imago pada rumpun tanaman contoh. Penetapan kelimpahan
Coccinellidae predator, dilakukan dengan cara menghitung larva, pupa dan imago
yang ditemui pada rumpun tanaman contoh. Penetapan kelimpahan laba-laba
tanaman contoh. Sedangkan untuk mengetahui jenis parasitoid, sebanyak 40
kelompok telur hama penggerek batang padi dikumpulkan dari petak percobaan
kemudian dipelihara dalam tabung film. Parasitoid yang keluar dari kelompok
telur tersebut diidentifikasi dan dihitung di laboratorium dengan bantuan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Desa Balonggandu termasuk dalam wilayah Kecamatan Jatisari, Kabupaten
Karawang, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, Kecamatan Jatisari terletak
pada 6,21o Lintang Selatan dan 107,30o Bujur Timur. Wilayah ini merupakan dataran rendah dengan ketinggian 28 m di atas permukaan laut.
Petak penelitian ini terletak pada hamparan sawah milik penduduk. Menurut
keterangan petani setempat, padi varietas hibrida belum banyak dibudidayakan di
daerah ini. Petani lebih banyak menanam varietas yang umum digunakan seperti
Ciherang. Budidaya padi di daerah ini masih dilakukan secara konvensional, yaitu
dengan menggunakan pestisida sintetik untuk mengendalikan serangan hama dan
penyakit tanaman.
Kerapatan Populasi dan Intensitas Serangan Hama Utama
Selama fase vegetatif, serangga hama yang dominan ditemukan adalah
wereng coklat N. lugens, wereng punggung putih S. furcifera, wereng zigzag R. dorsalis dan gejala serangan hama penggerek batang padi. Wereng coklat N. lugens merupakan hama paling dominan yang ditemui selama pengamatan. Nimfa dan imago N. lugens berwarna krem hingga kecoklatan dan dapat dengan mudah ditemui pada pangkal batang tanaman padi. Namun, pada saat kerapatan
populasinya tinggi, wereng ini juga dapat ditemui hinggap pada daun tanaman
padi.
Wereng coklat N. lugens memiliki dimorfisme bentuk imago, yaitu imago yang bersayap rudimenter (brakhiptera) dan imago yang bersayap sempurna
(makroptera). Imago dengan sayap sempurna akan muncul jika kerapatan populasi
wereng semakin meningkat. Saat populasi wereng semakin meningkat maka akan
terjadi migrasi. Menurut Baehaki (1987), munculnya wereng makroptera selain
dipengaruhi kepadatan populasi, juga dipengaruhi oleh umur tanaman dan
kurangnya makanan. Pemunculan makroptera lebih banyak pada tanaman tua
Jenis wereng ini merupakan hama penting yang dapat menimbulkan
kerusakan parah pada tanaman padi. Pada populasi yang tinggi hama ini dapat
mengakibatkan keringnya tanaman padi atau disebut dengan istilah hopperburn.
N. lugens merupakan hama dengan alat mulut bertipe menusuk menghisap. Alat mulut berupa stilet digunakan untuk menusuk jaringan tanaman dan kemudian
menghisap cairan tanaman. Hama wereng ini, disamping merusak langsung
dengan mengisap cairan tanaman, juga merugikan karena berperan sebagai vektor
yang dapat menularkan penyakit yang disebabkan oleh virus (Pathak 1975).
Suseno (1986) menyebutkan bahwa wereng coklat dapat menjadi vektor dua
macam tipe virus yaitu kerdil rumput (grassy stunt) dan kerdil hampa (ragged stunt). Pada pengamatan ini, kerapatan populasi wereng coklat N. lugens
mencapai 3,005 ekor per rumpun pada fase vegetatif dan menurun menjadi 2,195
ekor per rumpun pada fase generatif pertumbuhan padi.
Imago wereng punggung putih S. furcifera juga berwarna coklat dan dicirikan dengan adanya warna putih pada bagian toraks. Wereng ini dapat
ditemukan bersama dengan wereng coklat pada pangkal batang tanaman padi.
Wereng punggung putih dan wereng coklat sama-sama memproduksi embun
madu yang dapat menjadi media tumbuh cendawan jelaga. Seperti halnya wereng
coklat, aktivitas makan wereng punggung putih S. furcifera dapat menyebabkan
hopperburn (Kalshoven 1981). Pada pengamatan ini, kerapatan wereng punggung putih cukup tinggi yaitu 2,865 ekor per rumpun pada fase vegetatif dan
mengalami penurunan hingga menjadi 0,485 ekor per rumpun saat padi memasuki
fase generatif.
Wereng zigzag R. dorsalis mempunyai ciri khas berupa motif zigzag berwarna coklat pada sayapnya. Berbeda dengan N. lugens dan S. furcifera, wereng zigzag lebih sering ditemui hinggap pada daun padi. Jenis wereng ini
merupakan hama minor yang kerapatannya biasanya rendah. Pada pengamatan ini,
wereng zigzag hanya ditemukan pada fase vegetatif yaitu hanya 0,495 ekor per
rumpun. Hama ini menghilang menjelang fase generatif pertumbuhan padi.
Menurunnya populasi S. furcifera dan hilangnya R. dorsalis pada fase generatif diduga karena terjadinya persaingan interspesifik dengan wereng coklat
sejumlah organisme (dari spesies yang sama atau berbeda) menggunakan
sumberdaya yang sama. Persaingan terjadi dalam hal memanfaatkan sumber
makanan, ruang tempat tinggal, tempat bertelur, cahaya matahari dan lain-lain.
Tabel 1 Kerapatan populasi hama pada fase vegetatif dan generatif
Fase pertumbuhan padi Jenis hama Kerapatan per rumpun Fase vegetatif Nilaparvata lugens 3,005
Sogatella furcifera 2,865 Recilia dorsalis 0,495 Fase generatif Nilaparvata lugens 2,195 Sogatella furcifera 0,485 Scotinophara sp. 2,215 Mythimna spp. 0,345
Kepik Scotinophara sp. berbentuk perisai dengan warna coklat kehitaman. Pada siang hari kepik ini bersembunyi pada pangkal rumpun padi untuk
menghindari cahaya matahari. Pada waktu pengamatan, hama ini ditemukan
bersembunyi di sela-sela rumpun batang padi atau di tanah dekat perakaran padi.
Sedangkan pada saat menjelang malam kepik ini mulai naik ke daun dan mulai
menyebar. Scotinophara sp. memiliki sifat tertarik terhadap cahaya lampu dan dapat mengeluarkan bau yang menyengat (Kalshoven 1981). Pada pengamatan ini
populasi Scotinophara sp. ditemukan meningkat pada fase generatif tanaman padi. Kerapatan populasinya pada fase generatif ini mencapai 2,215 ekor per rumpun.
Tidak ditemukannya keberadaan Scotinophara sp. pada masa vegetatif diduga dipengaruhi oleh sistem tanam jajar legowo 2:1 yang diterapkan. Jarak
tanam yang lebih lebar pada sistem tanam jajar legowo 2:1 memungkinkan sinar
matahari dapat menerobos hingga ke daerah pangkal batang tanaman. Kondisi
seperti ini tidak kondusif bagi keberadaan hama Scotinophara sp. Hal ini berkaitan dengan sifat dari serangga ini yang cenderung menghindari sinar
matahari secara langsung. Hama ini mulai ditemukan keberadaannya pada fase
generatif perkembangan tanaman padi. Hal ini diduga disebabkan jumlah anakan
tanaman padi yang semakin bertambah dan rumpun padi yang semakin rimbun
sehingga sebagian cahaya matahari tidak dapat menembus sampai ke bagian
Selanjutnya, hama yang ditemukan pada pengamatan ini adalah penggerek
batang padi. Keberadaan hama ini tidak dapat dilihat secara langsung karena
stadia hama yang merusak adalah stadia larva. Keberadaan hama ini hanya dilihat
dari gejala serangan yang ditimbulkan. Namun, imago serangga ini berupa
ngengat terkadang dapat pula ditemui hinggap di batang atau daun tanaman padi.
Gambar 3 Gejala beluk pada tanaman padi.
Hama penggerek batang padi merupakan hama yang umum ditemui pada
tanaman padi yang dapat menyerang dari tahap persemaian hingga padi usia
dewasa (Pathak 1975). Pada areal pertanian padi di jalur Pantai Utara, jenis
penggerek batang padi yang umum menyerang adalah hama penggerek batang
padi putih S. innotata (Priyanto et al., 1992) dan hama penggerek batang padi kuning S. incertulas yang juga menjadi hama penting di daerah yang menanam padi lebih dari satu kali dalam setahun seperti halnya daerah Pantai Utara
(Soehardjan 1976).
Tabel 2 Intensitas serangan hama penggerek batang padi
Fase pertumbuhan padi Intensitas serangan
Fase vegetatif 16,00%
Fase generatif 18,29%
Pada pengamatan ini gejala serangan hama penggerek selalu ditemukan
larva pada lipatan daun menimbulkan gejala berupa perubahan warna daun
menjadi keputihan yang luas dan memanjang dan bisa menyebabkan helai daun
kering dan menggulung. Sekitar seminggu setelah menetas, larva dari lipatan daun
menggerek ke dalam batang, dan makan pada bagian permukaan dalam jaringan.
Gerekan larva serangga ini seringkali terjadi pada bagian titik tumbuh tanaman.
Jika serangan seperti ini terjadi pada fase vegetatif, daun-daun muda akan
menggulung dan tidak terbuka, warna daun berubah kecoklatan dan mengering.
Gejala seperti ini dikenal dengan sebutan sundep atau mati pucuk dan anakan
yang terserang tidak dapat menghasilkan malai (Pathak 1975).
Setelah malai padi terbentuk, larva hama ini yang baru menetas akan
menggerek ke dalam batang padi dan memutus translokasi air dan hara dari akar
tanaman ke bagian atas tanaman. Hal ini menyebabkan malai yang telah terbentuk
menjadi hampa dan berwarna putih pucat. Gejala serangan hama penggerek
batang padi pada fase generatif ini disebut beluk atau malai hampa. Intensitas
serangan hama penggerek batang padi ini pada fase vegetatif cukup tinggi yaitu
mencapai 16,00% dan meningkat menjadi 18,29% pada fase generatif.
Keragaman dan Kelimpahan Musuh Alami
Selama masa pengamatan dalam penelitian ini, musuh alami yang tergolong
sebagai predator yang ditemukan adalah kepik C. lividipennis, kumbang Coccinellidae predator, kumbang P. fuscipes, kumbang Ophionea sp., dan laba-laba predator. Predator hama padi didominasi oleh jenis laba-laba-laba-laba dengan rata-rata
kerapatan mencapai 1,75 ekor per rumpun pada fase vegetatif. Rata-rata kerapatan
populasi laba-laba meningkat hingga menjadi 1,91 ekor per rumpun pada fase
generatif. Ada pun laba-laba yang dominan ditemukan pada penelitian ini adalah
dari spesies Pardosa pseudoannulata (Araneida: Lycosidae). Menurut Barrion & Litsinger (1995), beberapa spesies yang sangat terkenal dan sering ditemukan
bahkan mendominasi pada pertanaman padi yaitu Pardosa pseudoannulata,
Oxyopes lineatipe, Oxyopes javanus, Phidippus sp., Atypena adelinae dan
Tabel 3 Kelimpahan populasi predator pada fase vegetatif dan generatif
Fase pertumbuhan padi Jenis musuh alami Kerapatan per rumpun
Fase vegetatif C. lividipennis 0,72
Coccinellidae predator 0,02 Paederus fuscipes 0,02
Ophionea sp. 0,03
Laba-laba 1,75
Fase generatif C. lividipennis 2,20
Coccinellidae predator 0,21 Paederus fuscipes 0,10
Ophionea sp. 0,02
Laba-laba 1,91
Laba-laba membunuh mangsa dengan cara menusuknya dengan sepasang
taring tajam yang disebut kelisera. Masing-masing kelisera mempunyai sebuah
bukaan kecil dekat ujung taring tersebut yang terhubung dengan kelenjar racun
yang terletak dalam sepalotoraks atau di dalam bagian dasar setiap kelisera
(Fenton 1952).
Selain laba-laba, predator lain yang populasinya cukup tinggi adalah kepik
C. lividipennis. Kepik predator ini memiliki warna tubuh hijau dan dikenal sebagai pemangsa wereng coklat. Kepik C. lividipennis dapat memangsa semua stadia wereng coklat (telur, nimfa dan imago). Telur wereng adalah stadium yang
paling banyak dimangsa daripada nimfa dan imagonya (Manti 1981). Kepik C. lividipennis sangat aktif bergerak dan ditemukan pada fase vegetatif dan generatif (Tabel 3). Kerapatan populasi musuh alami ini mencapai 0,72 ekor per rumpun
tanaman padi pada fase vegetatif dan meningkat hingga 2,20 ekor per rumpun
pada pengamatan fase generatif. Manti (1981) melaporkan, predator ini mulai
memangsa wereng coklat sejak predator ini memasuki stadium nimfa dan imago.
Imago predator dengan jenis kelamin betina cenderung lebih banyak memangsa
dibandingkan dengan imago berjenis kelamin jantan dan nimfa.
Predator lainnya yang ditemukan adalah kumbang Coccinellidae, kumbang
P. fuscipes, dan kumbang Ophionea sp. Namun kelimpahan predator tersebut sangat rendah. Ada beberapa spesies kumbang Coccinellide yang merupakan
predator wereng coklat yaitu Synharmonia arcuata, Coccinella rependa, Verenia
Perkembangan Populasi Wereng Coklat dan Musuh Alaminya
Sejak pengamatan pertama pada 34 HST, komunitas laba-laba sudah
menunjukkan populasi yang paling tinggi dibandingkan dengan predator-predator
lainnya. Populasi ini relatif konstan hingga padi berusia 48 HST. Populasi
laba-laba predator ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan sejak padi berusia
55 HST hingga akhir pengamatan pada 76 HST. Puncak populasi laba-laba
predator terjadi pada pengamatan 69 HST dan sedikit mengalami penurunan
kerapatan populasi pada pengamatan 76 HST (Gambar 4). Tingginya populasi
laba-laba pada petak pengamatan diduga karena ketersediaan mangsa yang juga
tinggi. Laba-laba merupakan salah satu predator hama wereng coklat. Pada
keadaan di mana mangsa tersedia dengan melimpah maka predator akan
berkembangbiak dengan baik.
Gambar 4 Perkembangan populasi wereng coklat dan musuh alaminya.
Populasi kepik C. lividipennis juga cukup tinggi di petak pengamatan. Selama empat kali pengamatan di awal yaitu saat padi berusia 34, 41, 48 dan 55
HST, populasi predator C. lividipennis ini terlihat selalu mengalami peningkatan walau tidak setinggi populasi laba-laba. Populasi C. lividipennis mengalami penurunan tajam pada pengamatan berikutnya (62 HST), hal ini diduga sebagai
akibat aplikasi pestisida pada minggu sebelumnya (55 HST). Populasi musuh
alami ini kembali meningkat hingga mencapai puncak populasi pada pengamatan
HST) (Gambar 4). Serupa dengan laba-laba, populasi C. lividipennis diduga dipengaruhi oleh kerapatan mangsa berupa wereng coklat. Menurut Kartohardjono
et al. (1988), kepadatan predator tersebut meningkat pada saat kepadatan wereng coklat meningkat.
Kartohardjono et al. (1988) melaporkan pengamatan peranan C. lividipennis
pada varietas Pelita I-1 tampak bahwa kepik C. lividipennis dapat mengurangi kepadatan wereng coklat generasi pertama. Pada perlakuan dengan menggunakan
varietas tahan PB64, hasilnya menunjukkan bahwa pada setiap kali pengamatan
dengan interval satu minggu, jumlah wereng coklat pada perlakuan dengan C. lividipennis selalu lebih rendah daripada pembanding. Predator lainnya yang juga tampak meningkat populasinya pada saat populasi wereng meningkat adalah
kumbang P. fuscipes dan kumbang Coccinellidae, walaupun tingkat kerapatan populasinya rendah.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa aplikasi insektisida yang
dilakukan pada umur tanaman 42 HST tidak banyak pengaruhnya terhadap
penekanan populasi wereng coklat karena pada umur 48 HST populasi wereng
coklat masih tetap tinggi. Namun, aplikasi insektisida pada 55 HST terlihat
berpengaruh terhadap kerapatan populasi musuh alami yaitu C. lividipennis.
Populasi kepik predator ini mengalami penurunan pada 62 HST. Namun
kemudian meningkat hingga mencapai puncak populasi pada 69 HST (Gambar 4).
Parasitoid Telur Hama Penggerek Batang Padi
Pada penelitian ini ditemukan tiga jenis parasitoid telur hama penggerek
batang padi. Tiga jenis parasitoid telur tersebut adalah T. japonicum, T. rowani
dan T. schoenobii. Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa satu kelompok telur penggerek batang padi dapat terparasit oleh lebih dari satu jenis parasitoid.
Parasitoid yang ditemukan, mampu memarasit 70% dari total kelompok telur yang
diamati. Persentase parasitisme terbesar adalah gabungan dari parasitoid T. japonicum dan T. schoenobii. dan parasitisme oleh T. schoenobii saja yang masing-masing mencapai 15%. Kemudian disusul serangan kombinasi antara tiga
Tabel 4 Persentase parasitisme telur hama penggerek batang padi
Angka dalam kurung menunjukkan jumlah kelompok telur yang dikumpulkan
Rauf (2000) melaporkan bahwa penekanan populasi larva penggerek sangat
ditentukan oleh spesies parasitoid yang dominan serta tingkat keefektifan dari
masing-masing spesies parasitoid. Keefektifan relatif dari setiap spesies parasitoid
dapat diukur dengan membandingkan persentase butir telur terparasit. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa parasitoid yang paling efektif adalah T. schoenobii yang dapat memarasit butir telur dengan rataan 92,1%. Peringkat berikutnya adalah T. rowani (55,8%), dan yang paling rendah adalah T. japonicum
(22,7%).
Gabah yang dihasilkan dari pemanenan ini adalah 1120 kg gabah kering
panen. Jika dikonversi hasilnya adalah sekitar 3,73 ton/ha, jauh lebih rendah dari
potensi hasil panen padi hibrida varietas Hibrindo R1 yaitu sekitar 9 – 10 ton/ha.
Rendahnya hasil gabah yang dihasilkan dari panen ini diduga disebabkan oleh
tingginya populasi hama-hama penting yang menyerang petak penelitian.
Hama-hama yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap rendahnya hasil panen
adalah wereng coklat N. lugens dan hama penggerek batang padi. Selain itu, rendahnya produktivitas padi hibrida ini juga dipengaruhi akibat penanaman bibit
yang terlalu tua (27 HSS). Menurut Siregar (1980), umur bibit yang tepat untuk
dipindahkan dari persemaian ke sawah lebih ditentukan oleh umur varietas padi
tersebut. Jika padi yang ditanam merupakan varietas genjah, umur bibit yang tepat
untuk dipindahkan ke lapangan adalah 3 minggu. Bibit yang terlalu tua akan
akan berkurang. Jika jumlah anakan produktif sedikit maka jumlah malai yang
dihasilkan juga akan berkurang sehingga gabah yang dipanen pun akan lebih
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Wereng coklat N. lugens dan penggerek batang padi merupakan hama yang dominan pada tanaman padi hibrida di lokasi penelitian. Kedua jenis hama itu
ditemukan menyerang tanaman mulai fase vegetatif hingga fase generatif.
Musuh alami dari kelompok predator yang dominan ditemukan pada
tanaman padi hibrida adalah laba-laba, C. lividipennis, Coccinellidae dan P. fuscipes.
Pada telur penggerek batang padi ditemukan tiga jenis parasitoid, yaitu T. japonicum, T. rowani dan T. schoenobii. Tingkat parasitisasi oleh ketiga jenis parasitoid itu mencapai 70%.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan di lokasi lain dengan kondisi
agroekosistem yang berbeda untuk melihat perkembangan hama dan musuh alami
DAFTAR PUSTAKA
Baehaki SE. 1987. Dinamika populasi wereng coklat Nilaparvata lugens Stål. Di dalam: Wereng Coklat Edisi Khusus No. 1. Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor.
Barrion AT, Litsinger JA. 1995. Riceland Spider of South and Southeast Asia. Manila: IRRI.
[BPS] Badan Pusat Statistika. 2006. Harvested Area, Yield Rate and Production of Paddy in Indonesia. http://www.bps.go.id/sector/ agri/pangan/table1.shtml [6 November 2007]
Chant DA. 1966. Integrated control system: Scientific aspects of pest control. Di dalam: Symposium Arranged and Conducted by National Academy of Sciences, National Research Council at Washington DC. Februari 1st – 3rd, 1966. Hlm: 193 – 218.
Chiu SC. 1979. Biological control of the brown planthopper. Di dalam: IRRI..
Brown Planthopper: Threat to Rice Production in Asia. Los Banos, Filipina: International Rice Research Institute.
Fenton FA. 1952. Field Crop Insects. New York: The MacMillan Company. Grist DH, Lever RJAW. 1969. Pest of Rice. London: Longmans, Green and Co.
Ltd.
Heriyanto, Hermawan E, Indaryanto I. 2006. Padi hibrida bisnis prospektif dan menggiurkan. Majalah Agrotek Edisi Desember 2006 – Januari 2007: hlm 12 – 17.
[Ikisan]. 2000. Hybrid rice. http://www.ikisan.com/links/ap_riceHybrid
Rice.shtml [25 Mar 2007].
Jones FGW, Jones MG. 1974. Pests of Field Crops. Ed ke-2. London: Edward Arnold (Publisher) Limited.
Kalshoven LGE. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.
Kartohardjono A, Soejitno J. 1987. Musuh alami wereng coklat Nilaparvata lugens Stål pada tanaman padi. Di dalam: Soejitno J, Harahap Z, Suprapto HS, editor. Wereng Coklat Edisi Khusus No.1. Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Pangan.
Kartohardjono A, Tersyana T, Atmadja WR, Nursasongko. 1988 Peranan predator
Cyrtorhinus sp. dalam memangsa wereng coklat pada tanaman padi. Di dalam: Penelitian Wereng Coklat 1987/88. Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Manti I. 1981. Biologi predator Cyrtorhinus lividipennis Reuter (Hemiptera: Miridae) dan predatismenya terhadap wereng coklat Nilaparvata lugens
Oka IN. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta: UGM Press.
Pathak MD. 1975. Insect Pests of Rice. Los Banos, Phillippines: International Rice Research Institute.
Pingali PL, Morris M, Moya P. 1998. Prospect for hybrid rice in tropical Asia. Di dalam: Virmani SS, Siddiq EA, Muralidharan K, editor. Advances in Hybrid Rice Technology. Proceedings of the 3rd International Symposium on Hybrid Rice; Hyderabad, India, 14 – 16 Nov 1996. Manila (Phillippines): International Rice Research Institute. hlm 11 – 26.
Pitaloka D, Haryanto GG. 2007. Tahun 2007: Target produksi beras naik 5%.
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 No 2: 9
Priyanto BH, Soejitno J, Tjatur H, Waluyo. 1992. Ambang ekonomi penggerek batang padi Scirpophaga innotata (Walker). Kumpulan Makalah Seminar Hasil Penelitian Pendukung Pengendalian Hama Terpadu. Cisarua, 7 – 8 Sep 1992.hlm 1 – 20.
Rauf A. 2000. Parasitisasi telur penggerek batang padi putih, Scirpophaga innotata (Walker) (Lepidoptera: Pyralidae), saat terjadi ledakan di Karawang pada awal 1990-an. Bul Hama & Penyakit Tumbuhan Vol. 12: 1 – 10.
Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta: Sastra Husada. Soehardjan. 1976. Dinamika populasi penggerek batang padi kuning Triporyza
incertulas (Walker) [disertasi] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Sopian T. 2007. Pengembangan padi hibrida untuk meningkatkan produksi beras. http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2007-06-21-Pengembangan-Padi-Hibrida-untuk-Meningkatkan-Produksi-Beras.shtml [7 Oktober 2007]
Suprihatno B. 1989. Padi hibrida. Di dalam: Ismunadji M, Syam M, Yuswadi, editor. Padi Buku 2. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hal 377 – 390.
Suseno R. 1986. Virus padi yang ditularkan oleh wereng coklat. Di dalam:
Wereng Coklat dan Pengendaliannya. Prosiding Diskusi Ilmiah; Bogor, 22 Des 1986. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. hlm 49 – 51.
Lampiran 1
Deskripsi Varietas
Nama varietas : Hibrindo R1
Kelompok : Padi hibrida
Nomor seleksi : 92089
Asal persilangan : F1 hasil persilangan betina 6 CO2 (CMS) dan jantan MO7 (restorer) Rata-rata produksi : 9,32 ton/ha
Potensi hasil : 9,32 ton/ha
Ketahanan terhadap hama : Peka terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2 Ketahanan terhadap
penyakit
: Peka terhadap hawar daun bakteri strain IV dan VIII
Anjuran : Cocok untuk ditanam di sawah irigasi
Pemulia : -
Peneliti : -
Teknisi : -
Tahun pelepasan : 2003
Sumber: Halaman situs Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Lampiran 2
Varietas padi hibrida yang telah dirilis per Desember 2006
No Varietas Hibrida Institusi Pelepas Pemilik Thn Pelepasan Potensi Hasil (ton / ha)
1 Intani 1 Swasta PT Bisi 2001 11.2
20 Adirasa 1 Swasta PT Triusaha Saritani 2005
21 Adirasa 64 Swasta PT Triusaha Saritani 2005 7.89
22 PHB 71 Swasta PT Dupont 2005 10.4
Lanjutan Lampiran 2
Varietas padi hibrida yang telah dirilis per Desember 2006
Sumber: Majalah Agrotek Edisi Desember 2006
No Varietas Hibrida Institusi Pelepas Pemilik Thn Pelepasan Potensi Hasil (ton / ha)
24 Mapan 2 Swasta PT Primasid 2006 9.68
25 Mapan 4 Swasta PT Primasid 2006 9.25
26 SL-8-SHS Swasta SL Agritek 2006 14.83
27 SL-11-SHS Swasta SL Agritek 2006 15.25
28 Bernas Super Swasta PT SAS 2006 12.01
29 Bernas Prima Swasta PT SAS 2006 12.02
2
Lampiran 3
(a)
(b)
Gambar 5 Petak penelitian (a) Petak 1, (b) Petak 2.