ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Oleh :
Dewi Mutia Handayani
A14301056
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
DEWI MUTIA HANDAYANI. ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN. Studi Kasus Desa Karacak, Kecama tan
Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Di bawah bimbingan M. PARULIAN HUTAGAOL).
Lahan merupakan salah satu modal bagi petani dalam mengusahakan pertanian. Sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan lahan yang dapat diusahakan untuk pertanian semakin berkurang, karena proyek pembangunan atau pembukaan lahan baru tidak sebanding dengan pertambahan penggunaan lahan. Kondisi ini tentu saja menimbulkan banyak masalah, yaitu meningkatnya jumlah petani lahan sempit dan petani yang tidak memiliki lahan garapan.
Petani yang menguasai lahan sempit sering disebut dengan petani gurem. Petani-petani tersebut memiliki ciri-ciri antara lain: (1) kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektar, (2) modal kecil, dalam hal ini tenaga kerja kadang-kadang merupakan satu-satunya faktor produksi yang digunakan, (3) teknologi yang digunakan sangat sederhana, (4) mutu produksi yang dihasilkan tergolong rendah, (5) pasar terbatas, (6) dalam pembiayaan usahatani, mereka tidak memiliki akses terhadap dunia perbankan, (7) memiliki posisi tawar- menawar (bargaining
position) yang rendah dan (8) kesulitan dalam merespon teknologi, karena
terbatasnya kualitas SDM.
Petani-petani yang tidak memiliki lahan didalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya mengerjakan lahan milik orang lain dengan sistem bagi hasil/sakap yaitu memberikan sebagian dari hasil panen kepada pemilik lahan. Ketidakseimbangan pasar persewaan lahan menyebabkan kedudukan petani bukan milik (sakap) lemah. Hal ini disebabkan petani bukan milik (sakap) dihadapkan pada ketidakpastian dalam menggarap (tenancy security). Keberlangsungan petani bukan milik (sakap) dalam menggarap tergantung dari pemilik lahan. Jika pemilik lahan masih menginginkan petani tersebut untuk menggarap lahannya, maka petani tersebut memiliki lahan untuk digarap. Tetapi jika pemilik lahan tidak menginginkan petani sakap tersebut untuk tetap menggarap lahannya, maka petani bukan milik (sakap) harus mencari pemilik lahan baru yang mau menyakapkan lahannya. Disamping itu, petani bukan milik (sakap), pada umumnya kurang memiliki modal dan kemampuan yang cukup dalam mengelola usahataninya, sehingga peluang dalam meningkatkan kesejahteraan kecil. Sehubungan dengan hal tersebut, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah : (1) Bagaimana pengaruh status kepemilikan lahan dan luas lahan garapan terhadap biaya-biaya usahatani padi sawah yang dikeluarkan di lokasi penelitian? (2) Bagaimana pengaruh luas dan status kepemilikan lahan terhadap pendapatan usahatani padi sawah? (3) Apakah usahatani padi sawah masih cukup menguntungkan untuk dilakukan, khususnya pada usahatani milik sempit dan usahatani bukan milik (sakap)?.
dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Leuwiliang merupakan salah satu sentra produksi padi sawah di Kabupaten Bogor. Pemilihan responden dilakukan dengan sistem acak berlapis sengaja (stratified random sampling) sebanyak 40 responden. Data yang digunakan adalah data primer berupa wawancara langsung dengan petani dan instansi terkait dan data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi atau dinas yang berkaitan dengan masalah penelitian seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Biro Pusat Statistik, Balai Penyuluhan Pertanian serta Kantor Kelurahan/Desa, informasi dan hasil penelitian serta tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini.
Analisis yang dilakukan meliputi analisis biaya, analisis pendapatan untuk mengetahui sejauh mana luas lahan garapan dan status kepemilikan terhadap pendapatan usahatani dan analisis profitabilitas untuk mengukur efisiensi usahatani dan keberhasilan suatu usahatani. Berdasarkan hasil analisis pendapatan dan analisis profitabilitas diperoleh bahwa usahatani milik jauh lebih menguntungkan dibandingkan usahatani bukan milik (sakap). Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C rasio pada usahatani milik lebih besar dari pada usahatani bukan milik (sakap) karena pada usahatani bukan milik (sakap) harus mengeluarkan biaya bagi hasil yang mencapai 60 persen dari total biaya. Jika dilihat dari segi keuntungan, usahatani milik luas lebih besar dari pada usahatani milik sempit yang dibuktikan dengan nilai R/C rasio pada usahatani milik luas sebesar 2,12 dan pada usahatani milik sempit sebesar 1,97. Lebih rendahnya keuntungan yang diterima pada usahatani milik sempit disebabkan proporsi biaya yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan usahatani milik luas, khususnya biaya tenaga kerja dalam keluarga.
Pada usahatani bukan milik (sakap) luas memiliki keuntungan yang lebih kecil dibandingkan pada usahatani bukan milik (sakap) sempit. Dimana nilai R/C rasio pada usahatani bukan milik (sakap) luas sebesar 1,32 dan nilai R/C rasio pada usahatani bukan milik (sakap) sempit sebesar 1,36. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usahatani padi sawah bukan milik (sakap) sempit lebih efisien dibandingkan usahatani bukan milik (sakap) luas.
Namun, secara umum usahatani padi sawah yang dilakukan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor masih cukup menguntungkan dan memberikan insentif untuk dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu pada usahatani menurut luas dan status kepemilikan lahan. Oleh karena itu, usahatani padi sawah khususnya pada usahatani milik sempit dan usahatani bukan milik (sakap) masih cukup menguntungkan untuk dilaksanakan.
ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang,
Kabupaten Bogor)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Dewi Mutia Handayani A14301056
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
Judul : ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (STUDI KASUS DESA KARACAK, KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT)
Nama : Dewi Mutia Handayani NRP : A14301056
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS NIP. 131 284 623
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP. 130 422 698
PERNYATAAN
DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU
LEMBAGA LAIN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK
TERTENTU.
Bogor, Desember 2005
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bogor, tepatnya tanggal 7 Oktober 1983
sebagai putri pertama dari pasangan Ibu Ida Farida dan Bapak Encep Syafroni
(Alm). Pada tahun 1988, penulis mulai menginjakkan kaki di dunia pendidikan
formal taman kanak-kanak di TK Anggraeni, masa sekolah dasar di SD Panaragan
II tahun 1989 selama 1 tahun, lalu dilanjutkan di SD Ciomas IV hingga tamat.
Pada tahun 1995 penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 6 Bogor selama 3
tahun lalu melanjutkan pada jenjang selanjutnya di SMUN 2 Bogor. Setamat
penulis dari SMU, penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi
Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI).
Selama di IPB, penulis mencoba memetik pengalaman dengan mengikuti
beberapa kegiatan kepanitiaan di dalam kampus, disamping mengikuti organisasi
sosial diluar kampus. Penulis juga pernah menjadi asisten Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam pada semester genap tahun ajaran 2002/2003.
Disamping itu, penulis juga aktif dalam kegiatan ilmiah seperti Economic Student
Club serta menjadi salah satu finalis dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional
(PIMNAS) XVIII di Padang (12-15 Juli 2005). Hingga saat ini, penulis juga
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Shalawat dan salam senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW.
Skripsi ini berjudul ”Analisis Profitabilitas dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah
Menurut Luas dan Status Kepemilikan Lahan (Studi Kasus Desa Karacak,
Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)” yang disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian, pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
penulisan skripsi ini tidak dapat selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan
yang penuh ketulusan baik secara moral maupun materi dari semua pihak.
Terlaksananya skripsi ini tak lepas dari bantuan pembimbing, untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS selaku dosen
pembimbing atas segala kritik, saran, bimbingan dan pengarahan serta kesabaran
dan kemuraha n hatinya terutama dedikasi yang telah diberikan kepada penulis.
Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan banyak terima
kasih kepada:
1. Ibunda yang telah melahirkanku, terima kasih atas cinta dan do’a yang
telah diberikan. Untuk Intan dan Dinda terima kasih atas perhatiannya.
2. Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen penguji utama dan Ir. Murdianto, Msi
untuk menjadi penguji serta atas saran dan masukan untuk kesempurnaan
skripsi ini.
3. Kepada seluruh staff Karyawan Sosek atas segala keramahan dan
kemudahan yang diberikan kepada penulis.
4. Kepada seluruh staff karyawan Kecamatan Leuwiliang dan Desa Karacak
atas keramahannya selama penulis melakukan penelitian.
5. Bapak U. A. Syamsudin dan para petani responden atas kesediaannya
dalam meluangkan waktu dan memberikan informasi yang diperlukan oleh
penulis dan kepada Bapak Surahman, selaku penterjemah dan pendamping
penulis selama melakukan penelitian lapang.
6. Seluruh teman-teman, kakak dan ade kelas, yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk hadir pada seminar saya.
7. Seluruh pihak yang telah berjasa dalam membantu menyelesaikan skripsi
ini dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis
sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna, dengan berbagai kekurangan yang ada. Harapan penulis semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Desember 2005
DAFTAR ISI
1.2 Perumusan Masalah... 2
1.3 Tujuan Penelitian... 6
1.4 Kegunaan Penelitian... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8
2.1 Gambaran Umum Komoditas Padi ... 8
2.2 Status Petani Berdasarkan Kepemilikan Lahan ... 9
2.3 Usahatani Padi ... 11
2.4 Analisis Usahatani ... 14
2.5 Biaya Usahatani... 15
2.6 Analisis Pendapatan ... 16
2.7 Analisis Profitabilitas ... 17
2.8 Studi Terdahulu ... 18
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ... 21
BAB IV METODE PENELITIAN ... 25
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lapangan ... 25
4.2 Teknik Pengumpulan Contoh dan Metode Pengumpulan Data ... 26
4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data... 27
4.3.1 Analisis Biaya Usahatani ... 28
4.3.2 Analisis Pendapatan Usahatani ... 29
4.3.3 Analisis Profitabilitas ... 30
4.4 Definisi Operasional... 30
BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 33
5.1 Keadaan Geografis ... 33
5.2 Penduduk dan Mata Pencaharian ... 34
5.3 Gambaran Umum Usahatani Padi Sawah di Desa Karacak .... 35
5.4 Karakteristik Petani Responden ... 38
BAB VI SISTEM USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARACAK 45 6.1 Keragaan Usahatani... 45
ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Oleh :
Dewi Mutia Handayani
A14301056
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
DEWI MUTIA HANDAYANI. ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN. Studi Kasus Desa Karacak, Kecama tan
Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Di bawah bimbingan M. PARULIAN HUTAGAOL).
Lahan merupakan salah satu modal bagi petani dalam mengusahakan pertanian. Sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan lahan yang dapat diusahakan untuk pertanian semakin berkurang, karena proyek pembangunan atau pembukaan lahan baru tidak sebanding dengan pertambahan penggunaan lahan. Kondisi ini tentu saja menimbulkan banyak masalah, yaitu meningkatnya jumlah petani lahan sempit dan petani yang tidak memiliki lahan garapan.
Petani yang menguasai lahan sempit sering disebut dengan petani gurem. Petani-petani tersebut memiliki ciri-ciri antara lain: (1) kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektar, (2) modal kecil, dalam hal ini tenaga kerja kadang-kadang merupakan satu-satunya faktor produksi yang digunakan, (3) teknologi yang digunakan sangat sederhana, (4) mutu produksi yang dihasilkan tergolong rendah, (5) pasar terbatas, (6) dalam pembiayaan usahatani, mereka tidak memiliki akses terhadap dunia perbankan, (7) memiliki posisi tawar- menawar (bargaining
position) yang rendah dan (8) kesulitan dalam merespon teknologi, karena
terbatasnya kualitas SDM.
Petani-petani yang tidak memiliki lahan didalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya mengerjakan lahan milik orang lain dengan sistem bagi hasil/sakap yaitu memberikan sebagian dari hasil panen kepada pemilik lahan. Ketidakseimbangan pasar persewaan lahan menyebabkan kedudukan petani bukan milik (sakap) lemah. Hal ini disebabkan petani bukan milik (sakap) dihadapkan pada ketidakpastian dalam menggarap (tenancy security). Keberlangsungan petani bukan milik (sakap) dalam menggarap tergantung dari pemilik lahan. Jika pemilik lahan masih menginginkan petani tersebut untuk menggarap lahannya, maka petani tersebut memiliki lahan untuk digarap. Tetapi jika pemilik lahan tidak menginginkan petani sakap tersebut untuk tetap menggarap lahannya, maka petani bukan milik (sakap) harus mencari pemilik lahan baru yang mau menyakapkan lahannya. Disamping itu, petani bukan milik (sakap), pada umumnya kurang memiliki modal dan kemampuan yang cukup dalam mengelola usahataninya, sehingga peluang dalam meningkatkan kesejahteraan kecil. Sehubungan dengan hal tersebut, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah : (1) Bagaimana pengaruh status kepemilikan lahan dan luas lahan garapan terhadap biaya-biaya usahatani padi sawah yang dikeluarkan di lokasi penelitian? (2) Bagaimana pengaruh luas dan status kepemilikan lahan terhadap pendapatan usahatani padi sawah? (3) Apakah usahatani padi sawah masih cukup menguntungkan untuk dilakukan, khususnya pada usahatani milik sempit dan usahatani bukan milik (sakap)?.
dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Leuwiliang merupakan salah satu sentra produksi padi sawah di Kabupaten Bogor. Pemilihan responden dilakukan dengan sistem acak berlapis sengaja (stratified random sampling) sebanyak 40 responden. Data yang digunakan adalah data primer berupa wawancara langsung dengan petani dan instansi terkait dan data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi atau dinas yang berkaitan dengan masalah penelitian seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Biro Pusat Statistik, Balai Penyuluhan Pertanian serta Kantor Kelurahan/Desa, informasi dan hasil penelitian serta tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini.
Analisis yang dilakukan meliputi analisis biaya, analisis pendapatan untuk mengetahui sejauh mana luas lahan garapan dan status kepemilikan terhadap pendapatan usahatani dan analisis profitabilitas untuk mengukur efisiensi usahatani dan keberhasilan suatu usahatani. Berdasarkan hasil analisis pendapatan dan analisis profitabilitas diperoleh bahwa usahatani milik jauh lebih menguntungkan dibandingkan usahatani bukan milik (sakap). Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C rasio pada usahatani milik lebih besar dari pada usahatani bukan milik (sakap) karena pada usahatani bukan milik (sakap) harus mengeluarkan biaya bagi hasil yang mencapai 60 persen dari total biaya. Jika dilihat dari segi keuntungan, usahatani milik luas lebih besar dari pada usahatani milik sempit yang dibuktikan dengan nilai R/C rasio pada usahatani milik luas sebesar 2,12 dan pada usahatani milik sempit sebesar 1,97. Lebih rendahnya keuntungan yang diterima pada usahatani milik sempit disebabkan proporsi biaya yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan usahatani milik luas, khususnya biaya tenaga kerja dalam keluarga.
Pada usahatani bukan milik (sakap) luas memiliki keuntungan yang lebih kecil dibandingkan pada usahatani bukan milik (sakap) sempit. Dimana nilai R/C rasio pada usahatani bukan milik (sakap) luas sebesar 1,32 dan nilai R/C rasio pada usahatani bukan milik (sakap) sempit sebesar 1,36. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usahatani padi sawah bukan milik (sakap) sempit lebih efisien dibandingkan usahatani bukan milik (sakap) luas.
Namun, secara umum usahatani padi sawah yang dilakukan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor masih cukup menguntungkan dan memberikan insentif untuk dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu pada usahatani menurut luas dan status kepemilikan lahan. Oleh karena itu, usahatani padi sawah khususnya pada usahatani milik sempit dan usahatani bukan milik (sakap) masih cukup menguntungkan untuk dilaksanakan.
ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang,
Kabupaten Bogor)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Dewi Mutia Handayani A14301056
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
Judul : ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (STUDI KASUS DESA KARACAK, KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT)
Nama : Dewi Mutia Handayani NRP : A14301056
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS NIP. 131 284 623
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP. 130 422 698
PERNYATAAN
DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU
LEMBAGA LAIN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK
TERTENTU.
Bogor, Desember 2005
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bogor, tepatnya tanggal 7 Oktober 1983
sebagai putri pertama dari pasangan Ibu Ida Farida dan Bapak Encep Syafroni
(Alm). Pada tahun 1988, penulis mulai menginjakkan kaki di dunia pendidikan
formal taman kanak-kanak di TK Anggraeni, masa sekolah dasar di SD Panaragan
II tahun 1989 selama 1 tahun, lalu dilanjutkan di SD Ciomas IV hingga tamat.
Pada tahun 1995 penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 6 Bogor selama 3
tahun lalu melanjutkan pada jenjang selanjutnya di SMUN 2 Bogor. Setamat
penulis dari SMU, penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi
Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI).
Selama di IPB, penulis mencoba memetik pengalaman dengan mengikuti
beberapa kegiatan kepanitiaan di dalam kampus, disamping mengikuti organisasi
sosial diluar kampus. Penulis juga pernah menjadi asisten Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam pada semester genap tahun ajaran 2002/2003.
Disamping itu, penulis juga aktif dalam kegiatan ilmiah seperti Economic Student
Club serta menjadi salah satu finalis dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional
(PIMNAS) XVIII di Padang (12-15 Juli 2005). Hingga saat ini, penulis juga
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Shalawat dan salam senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW.
Skripsi ini berjudul ”Analisis Profitabilitas dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah
Menurut Luas dan Status Kepemilikan Lahan (Studi Kasus Desa Karacak,
Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)” yang disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian, pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
penulisan skripsi ini tidak dapat selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan
yang penuh ketulusan baik secara moral maupun materi dari semua pihak.
Terlaksananya skripsi ini tak lepas dari bantuan pembimbing, untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS selaku dosen
pembimbing atas segala kritik, saran, bimbingan dan pengarahan serta kesabaran
dan kemuraha n hatinya terutama dedikasi yang telah diberikan kepada penulis.
Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan banyak terima
kasih kepada:
1. Ibunda yang telah melahirkanku, terima kasih atas cinta dan do’a yang
telah diberikan. Untuk Intan dan Dinda terima kasih atas perhatiannya.
2. Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen penguji utama dan Ir. Murdianto, Msi
untuk menjadi penguji serta atas saran dan masukan untuk kesempurnaan
skripsi ini.
3. Kepada seluruh staff Karyawan Sosek atas segala keramahan dan
kemudahan yang diberikan kepada penulis.
4. Kepada seluruh staff karyawan Kecamatan Leuwiliang dan Desa Karacak
atas keramahannya selama penulis melakukan penelitian.
5. Bapak U. A. Syamsudin dan para petani responden atas kesediaannya
dalam meluangkan waktu dan memberikan informasi yang diperlukan oleh
penulis dan kepada Bapak Surahman, selaku penterjemah dan pendamping
penulis selama melakukan penelitian lapang.
6. Seluruh teman-teman, kakak dan ade kelas, yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk hadir pada seminar saya.
7. Seluruh pihak yang telah berjasa dalam membantu menyelesaikan skripsi
ini dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis
sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna, dengan berbagai kekurangan yang ada. Harapan penulis semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Desember 2005
DAFTAR ISI
1.2 Perumusan Masalah... 2
1.3 Tujuan Penelitian... 6
1.4 Kegunaan Penelitian... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8
2.1 Gambaran Umum Komoditas Padi ... 8
2.2 Status Petani Berdasarkan Kepemilikan Lahan ... 9
2.3 Usahatani Padi ... 11
2.4 Analisis Usahatani ... 14
2.5 Biaya Usahatani... 15
2.6 Analisis Pendapatan ... 16
2.7 Analisis Profitabilitas ... 17
2.8 Studi Terdahulu ... 18
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ... 21
BAB IV METODE PENELITIAN ... 25
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lapangan ... 25
4.2 Teknik Pengumpulan Contoh dan Metode Pengumpulan Data ... 26
4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data... 27
4.3.1 Analisis Biaya Usahatani ... 28
4.3.2 Analisis Pendapatan Usahatani ... 29
4.3.3 Analisis Profitabilitas ... 30
4.4 Definisi Operasional... 30
BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 33
5.1 Keadaan Geografis ... 33
5.2 Penduduk dan Mata Pencaharian ... 34
5.3 Gambaran Umum Usahatani Padi Sawah di Desa Karacak .... 35
5.4 Karakteristik Petani Responden ... 38
BAB VI SISTEM USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARACAK 45 6.1 Keragaan Usahatani... 45
6.1.2 Penyemaian ... 46
6.1.3 Penanaman ... 47
6.1.4 Penyiangan ... 48
6.1.5 Pemupukan ... 48
6.1.6 Pengendalian Hama dan Penyakit ... 49
6.1.7 Panen ... 51
6.2 Sistem Bagi Hasil ... 51
6.3 Sistem Upah Borongan... 53
6.4 Sistem Upah Harian ... 54
BAB VII HASIL... 55
7.1 Penggunaan Input Usahatani Padi Sawah di Desa Karacak 55 7.1.1 Benih ... 55
7.1.2 Pupuk ... 57
7.1.3 Obat Pemberantas Hama ... 58
7.2 Analisis Biaya Usahatani Padi Sawah... 59
7.2.1 Biaya Tunai ... 59
7.2.2 Biaya Yang Diperhitungkan... 64
7.2.3 Total Biaya Usahatani ... 66
7.3 Analisis Penerimaan Usahatani Padi Sawah ... 69
7.4 Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah... 71
7.5 Analisis Profitabilitas Usahatani Padi Sawah ... 73
BAB VIII PEMBAHASAN DAN IMPLIKASINYA ... 75
8.1 Pengaruh Luas Lahan Garapan terhadap Optimalisasi Produksi dan Pendapatan Usahatani ... 75
8.2 Pengaruh Status Kepemilikan Lahan terhadap Optimalisasi Produksi, Pendapatan dan Pemanfaatan Teknologi ... 77
8.3 Kendala-Kendala Usahatani Padi Sawah di Desa Karacak. 81 BAB IX KESIMPULAN ... 83
7.1 Kesimpulan... 83
7.2 Saran ... 84
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Ketersediaan dan Keperluan Beras Indonesia Periode 1990-2001 ... 2
2. Keadaan Penggunaan Lahan Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang
Kabupaten Bogor hingga Tahun 2004 ... 34
3. Komposisi Penduduk Desa Karacak Berdasarkan Kelompok Umur ... 34
4. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Desa Karacak, 2002 ... 35
5. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Kelompok Umur di
Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 38
6. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 40
7. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status dan Luas Kepe - milikan Lahan Garapan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat ... 42
8. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Padi Sawah di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat ... 43
9. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Sifat Usahatani Padi di
Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 44
10. Rata-rata Penggunaan dan Harga Benih Usahatani Padi Sawah per Hektar Menurut Luas dan Status Kepemilikan Lahan, MT II
2004/2005 ... 56
11. Rata-rata Penggunaan Pupuk Kimia dan Pupuk Kandang Petani Usahatani Padi Sawah per Hektar Menurut Luas dan Status
Kepemilikan Lahan, MT II 2004/2005 ... 57
12. Rata-rata Penggunaan Pestisida Kimia Petani Usahatani Padi Sawah Responden per Hektar Menurut Luas dan Status Kepemilikan Lahan,
MT II 2004/2005 ... 58
14. Rata-rata Penerimaan per Hektar Usahatani Padi Sawah MT II 2004/2005 di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat ... 70
15. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah MT II 2004/2005 di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ... 72
16. Rasio Penerimaan dan Biaya Usahatani Padi Sawah MT II 2004/2005 di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian merupakan sektor yang dominan dan strategis dalam kegiatan
perekonomian Indonesia. Semenjak Repelita VII, pembangunan pertanian
tanaman pangan khususnya beras sebagai sub sektor terus ditingkatkan karena
ketersediaan beras nasional memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
stabilitas ekonomi, sosial, keamanan dan politis.
Dari sisi konsumsi, beras sebagai makanan pokok tampaknya tetap
mendominasi pola makan orang Indonesia. Hal ini terlihat dari tingkat partisipasi
konsumsi beras yang masih di atas 95%. Ketergantungan akan beras ini
mengakibatkan tingkat permintaan terhadap beras semakin tinggi. Kecukupan
pangan seringkali menjadi masalah besar yang dihadapi pemerintah Indonesia.
Kondisi ini biasanya dengan mudah diatasi pemerintah dengan mengimpor beras
dari negara lain seperti dari Vietnam dan Thailand.
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa permintaan beras dalam negeri terus
meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertumbuhan penduduk. Sedangkan
jumlah beras yang tersedia untuk konsumsi jumlahnya berfluktuasi tergantung
dari hasil panen. Pada tahun 1991 terjadi penurunan produksi padi sawah, lalu
meningkat lagi pada tahun 1992 dan menurun lagi pada tahun 1994, 1997, 1998
dan 2001. Penurunan produksi yang cukup besar terjadi pada tahun 1997 hingga
Tabel 1. Ketersediaan dan Keperluan Beras Indonesia Periode 1990-2001
Tahun Jumlah Penduduk (000 jiwa)
Sumber: Biro Pusat Statistik (2001)
Mengingat fungsinya yang strategis, maka kerentanan terhadap rawan
pangan terutama beras sejauh mungkin harus dihindari. Berbagai upaya dilakukan
pemerintah dalam meningkatkan produksi dalam negeri sesuai dengan tujuan
pembangunan pertanian yaitu meningkatan produksi dan pendapatan petani, salah
satunya melalui kebijakan harga gabah agar petani lebih bergairah lagi dalam
meningkatkan hasil produksi.
1.2 Perumusan Masalah
Disamping modal dan tenaga kerja, lahan merupakan faktor produksi yang
sangat penting. Lahan merupakan modal bagi petani yang mengusahakan
pertanian guna menjamin kehidupannya serta keluarganya. Sejalan dengan
bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan lahan yang dapat diusahakan
untuk pertanian semakin berkurang, karena proyek pembangunan atau pembukaan
tentu saja menimbulkan banyak masalah, salah satunya yaitu meningkatnya
jumlah petani yang menguasai lahan sempit. Sensus pertanian 2003 menunjukkan
bahwa jumlah rumah tangga (RT) petani gurem (kepemilikan lahan kurang dari
0,5 hektar) meningkat dari 10,9 juta rumah tangga pada tahun 1993 menjadi 13,7
juta rumah tangga pada tahun 2003 (Biro Pusat Statistik, 2004).
Petani yang menguasai lahan sempit sering disebut dengan petani gurem
(petani miskin). Kebanyakan kehidupan mereka berada pada tingkat
memprihatinkan. Petani-petani tersebut memiliki ciri-ciri antara lain: (1) memiliki
lahan kurang dari 0,5 hektar, (2) modal kecil, dalam hal ini tenaga kerja
kadang-kadang merupakan satu-satunya faktor produksi yang digunakan, (3) teknologi
yang digunakan sangat sederhana, (4) mutu produksi yang dihasilkan tergolong
rendah, (5) pasar terbatas, (6) dalam pembiayaan usahatani, mereka tidak
memiliki akses terhadap dunia perbankan, (7) memiliki posisi tawar- menawar
(bargaining position) yang rendah dan (8) kesulitan dalam merespon teknologi,
karena terbatasnya kualitas SDM.
Petani lahan sempit seringkali menjual hasil panen sebelum waktu panen
tiba, karena hasil panen sebelumnya tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan
hidup hingga panen mendatang ataupun karena ada keperluan lain yang
mendesak. Penjualan semacam ini dikenal dengan penjualan dengan cara “ijon”.
Ada dua pendapat mengenai implikasi dari sistem ijon. Pertama, kalangan yang
menilai sistem ijon sebagai hal yang merugikan, dan kedua adalah pihak yang
menyatakan bahwa sistem ijon tersebut belum tentu merugikan petani. Penjualan
dengan cara ijon akan menguntungkan petani apabila mereka mempunyai
memanfaatkan uang hasil ijon untuk hal- hal yang bersifat produktif
(re- invesment)1. Tetapi petani lahan sempit pada umumnya mereka tidak memiliki tiga kekuatan tersebut, mereka terpaksa mengijonkan karena desakan kebutuhan.
Maka biasanya petani akan menderita kerugian, karena harga gabah dinilai lebih
rendah dari harga sesungguhnya.
Dampak pertambahan penduduk yang tidak sebanding dengan pembukaan
lahan baru selain meningkatkan jumlah petani lahan sempit, juga meningkatkan
jumlah petani yang tidak memiliki lahan pertanian. Petani-petani yang tidak
memiliki lahan didalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya mengerjakan
lahan milik orang lain dengan sistem sewa ataupun bagi hasil/sakap yaitu
memberikan sebagian dari hasil panen kepada pemilik lahan.
Ketidakseimbangan pasar persewaan lahan menyebabkan kedudukan
petani bukan milik (sakap) lemah. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah
menganggap perlu mengeluarkan Undang- undang tentang Perjanjian Bagi Hasil
(1960) yang memuat pokok-pokok sebagai berikut: (1) Untuk me negakkan
keadilan dalam hubungan antara pemilik tanah dan petani sakap, (2) Untuk
melindungi petani sakap yang biasanya lemah terhadap pemilik tanah yang secara
ekonomis lebih kuat dan (3) Untuk merangsang petani sakap agar berusaha lebih
keras dalam mena mbah produksi. Namun tidak jarang petani sakap memperoleh
perlakuan yang tidak adil dan merugikan.
Berkembangnya teknologi pertanian juga sering disebut sebagai penyebab
kerugian petani bukan milik (sakap), selain kurang/tidak diterapkannya
Undang-undang Perjanjian Bagi Hasil sebagaimana mestinya. Teknologi pertanian sering
dituduh sebagai faktor pendorong petani berfikir rasional terutama dalam proses
produksi, sehingga perjanjian bagi hasil yang dulu sering dianggap sebagai
harmoni pedesaan (social welfare), sekarang lebih merupakan perjanjian biasa
yang lebih bersifat ekonomis (Siahaan, 1979 dalam Syafiuddin, 1986).
Pendapat yang menyatakan bahwa sistem bagi hasil kurang efisien karena
petani bukan milik (sakap) dihadapkan pada ketidakpastian dalam menggarap
(tenancy security). Keberlangsungan petani bukan milik (sakap) dalam menggarap
tergantung dari pemilik lahan. Jika pemilik lahan masih menginginkan petani
tersebut untuk menggarap lahannya, maka petani tersebut memiliki lahan untuk
digarap. Tetapi jika pemilik lahan tidak menginginkan petani sakap tersebut untuk
tetap menggarap lahannya, maka petani bukan milik (sakap) harus mencari
pemilik lahan baru yang mau menyakapkan lahannya. Selain itu, ada yang
menyatakan bahwa petani bukan milik (sakap) tidak memiliki kebebasan dalam
memilih berbagai input yang digunakan dalam usahataninya, tetapi pilihannya
dibatasi oleh kemungkinan pemberhentian apabila hasilnya tidak memuaskan
pemilik lahan. Kebebasan ini hanya ada pada petani pemilik dan petani penyewa
(Bishop dan Toussaint, 1979 dalam Porajouw, 1990). Disamping itu, petani bukan
milik (sakap), pada umumnya kurang mempunyai modal dan kemampuan yang
cukup dalam mengelola usahataninya, sehingga peluang untuk meningkatkan
Sehubungan dengan hal yang telah diungkapkan sebelumnya, maka
masalah yang dapat dirumuskan adalah:
1. Bagaimana pengaruh status kepemilikan lahan dan luas lahan garapan
terhadap biaya-biaya usahatani padi sawah yang dikeluarkan di lokasi
penelitian?
2. Bagaimana pengaruh luas dan status kepemilikan lahan terhadap pendapatan
usahatani padi sawah?
3. Apakah usahatani padi sawah masih cukup menguntungkan untuk
dilakukan, khususnya pada usahatani milik sempit dan usahatani bukan milik
(sakap)?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,
maka adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis biaya-biaya usahatani padi sawah berdasarkan status
kepemilikan lahan dan luas lahan garapan usahatani.
2. Menganalisis pendapatan usahatani padi sawah pada usahatani milik dan
usahatani bukan milik serta pada usahatani milik luas dengan usahatani milik
lahan sempit.
3. Menganalisis profitabilitas usahatani padi sawah menurut status kepemilikan
lahan dan luas lahan garapan usahatani.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna bagi beberapa pihak sebagai berikut:
1. Sebagai bahan kajian dalam merumuskan program dan kebijakan di bidang
pertanian dan usaha penyempurnaan sistem pertanian.
2. Sebagai masukan bagi petani agar dapat mengelola usahataninya secara
produktif dan efisien.
3. Sebagai bahan penelitian yang akan datang untuk memperbaiki dan lebih
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Komoditas Padi
Padi (Oriza sativa) merupakan tanaman pangan yang dihasilkan dalam
jumlah terbanyak di dunia dan menempati daerah terbesar di wilayah tropika
(Sanchez, 1993 dalam Sumiati, 2003). Berdasarkan beberapa pihak, tanaman padi
berasal dari Cina, karena di wilayah tersebut banyak ditemukan jenis-jenis padi
liar. Hal ini didasarkan pada teori vavilov yang menyatakan bahwa daerah
asal-usul suatu tanaman ditandai dengan terdapatnya pemusatan jenis-jenis tanaman
liar tersebut (Manurung, 1998 dalam Sumiati, 2003).
Pada umumnya tanaman padi merupakan tanaman semusim dengan empat
fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif cepat, vegetatif lambat, reproduktif dan
pemasakan. Secara garis besar, tanaman padi terbagi kedalam dua bagian yaitu
bagian vegetatif dan bagian generatif, dimana bagian vegetatif terdiri dari akar,
batang, daun dan bagian generatif terdiri dari malai yang terdiri dari bulir-bulir,
daun dan bunga.
Dalam pertumbuhannya tanaman padi memerlukan unsur hara, air dan
energi. Unsur hara merupakan unsur pelengkap dari komposisi asam nukleit,
hormon dan enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam merombak fotosintat atau
respirasi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Air diperoleh tanaman padi dari
dalam tanah dan energi diperoleh dari hasil fotosintesis dengan bantuan cahaya
matahari.
Budaya konsumsi beras cukup sulit untuk dihilangkan dari masyarakat
masyarakat. Jika mereka belum mengkonsumsi beras, maka mereka belum makan.
Selain itu, makan nasi merupakan budaya yang telah mengakar sejak zaman nenek
moyangnya dahulu.
Beras bukan hanya berfungsi sebagai komoditas pangan dan ekonomis,
tetapi juga merupakan komoditas politik dan keamanan. Bagi negara besar seperti
Amerika Serikat, pangan (termasuk beras di dalamnya) merangkap komoditas
politik dan strategis yakni bila diperlukan, pangan dapat dipakai sebagai senjata
ampuh untuk menekan suatu negara yang tidak sejalan dengan garis politiknya
(Sawit, 2001 dalam Sumiati, 2003).
2.2 Status Petani Berdasarkan Kepemilikan Lahan
Soeharjo dan Patong (1977) membedakan status petani dalam usahatani
menjadi tiga, yaitu;
(1) Petani Pemilik (owner operator)
Petani pemilik adalah golongan petani yang memiliki tanah dan ia pulalah
yang secara langsung mengusahakan dan menggarapnya. Semua
faktor-faktor produksi baik yang berupa tanah, peralatan dan sarana produksi
yang digunakan adalah milik petani sendiri. Dengan demikian, ia bebas
dalam menentukan kebijaksanaan usahataninya tanpa perlu dipengaruhi
atau ditentukan oleh orang lain. Golongan petani yang agak berbeda
statusnya adalah yang mengusahakan tanamannya sendiri dan juga
(2) Petani Penyewa
Petani penyewa adalah golongan petani yang mengusahakan tanah orang
lain dengan jalan menyewa karena tidak memiliki tanah sendiri. Besarnya
sewa dapat berbentuk produksi fisik atau sejumlah uang yang sudah
ditentukan sebelum penggarapan dimulai. Lama kontrak sewa ini
tergantung pada perjanjian antara pemilik tanah dengan penyewa. Jangka
waktu dapat terjadi satu musim, satu tahun, dua tahun atau jangka waktu
yang lebih lama. Dalam sistem sewa, resiko usahatani hanya ditanggung
oleh penyewa. Pemilik tanah menerima sewa tanahnya tanpa dipengaruhi
oleh resiko usahatani yang mungkin terjadi.
(3) Penyakap
Penyakap adalah golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain
dengan sistem bagi hasil. Dalam sistem bagi hasil, resiko usahatani
ditanggung bersama oleh pemilik tanah dan penyakap. Besarnya bagi hasil
tidak sama untuk setiap daerah. Biasanya bagi hasil ini ditentukan oleh
tradisi daerah masing- masing, kelas tanah, kesuburan tanah, banyaknya
pemintaan dan penawaran dan peraturan negara yang berlaku. Menurut
peraturan pemerintah, besarnya bagi hasil ialah 50 persen untuk pemilik
lahan dan 50 persen untuk penyakap setelah dikurangi dengan biaya-biaya
produksi yang berbentuk sarana. Disamping kewajiban terhadap
usahataninya, dibeberapa daerah terdapat pula tambahan bagi penyakap,
misalnya kewajiban membantu pekerjaan dirumah pemilik tanah dan
Keuntungan petani sebagai pemilik lahan dan sebagai penyewa, antara
lain: (1) Lahan tersebut bebas diolah petani, (2) Petani bebas untuk menentukan
tanaman yang akan diusahakan, dan (3) Petani bebas dalam menggunakan
teknologi dan cara budidaya yang paling dikuasai. Berbeda dengan petani
penyakap, mereka tidak memiliki kebebasan dalam menentukan pola tanam dan
jenis input yang digunakan, tetapi pilihannya dibatasi oleh kemungkinan
pemberhentian apabila hasilnya tidak memuaskan pemilik lahan.
2.3 Usahatani Padi
Menurut Rifai dalam Soeharjo dan Patong (1977) usahatani didefinisikan
sebagai kegiatan dibidang pertanian yang mengorganisasikan alam, tenaga kerja,
modal dan manajemen. Dari definisi tersebut dapat diambil pengertian bahwa
terdapat empat unsur pokok yang harus ada pada suatu usahatani, ya itu unsur
tanah yang mewakili untuk alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota
keluarga petani, unsur modal yang beraneka ragam jenisnya dan unsur
pengelolaan atau manajemen yang peranannya dibawakan seseorang yang disebut
petani. Pada umumnya, ciri-ciri usahatani yang ada di Indonesia memiliki lahan
sempit, modal relatif kecil, tingkat pengetahuan terbatas dan kurang dinamik,
sehingga berdampak terhadap pendapatan usahatani yang rendah (Soekartawi, et
all, 1986).
Pada dasarnya usahatani padi memiliki 2 faktor yang akan mempengaruhi
proses produksi, yaitu faktor internalseperti penggunaan lahan, tenaga kerja dan
modal serta faktor- faktor eksternal yang meliputi faktor produksi yang tidak dapat
(1) Tanah
Tanah memiliki beberapa sifat antara lain: (1) luas relatif tetap atau
dianggap tetap, (2) tidak dapat dipindahkan, dan (3) dapat dipindahtangankan dan
atau diperjualbelikan. Dalam usahatani, lahan didefinisikan sebagai tempat
produksi dan tempat tinggal keluarga petani. Tingkat kesuburan dan luas lahan
mempunyai pengaruh yang nyata dalam peningkatan produksi padi.
Besarnya luas lahan usahatani mempengaruhi petani dalam menerapkan
cara-cara berproduksi. Luas lahan usahatani yang relatif kecil membuat petani
sukar mengusahakan cabang usaha yang bermacam- macam, karena ia tidak dapat
memilih kombinasi-kombinasi cabang usaha yang paling menguntungkan.
(2) Tenaga Kerja
Dalam ilmu ekonomi, tenaga kerja didefinisikan sebagai sumberdaya
manusia untuk melakukan usaha menghasilkan atau memproduksi barang atau
jasa. Angkatan kerja (labour force) ialah bagian dari penduduk yang sanggup
menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Dalam usahatani primitif, alam memegang peranan utama sebagai
penghasil produksi, akan tetapi dengan berkembangnya usahatani, alam dan
tenaga kerja menjadi sangat berperan dalam proses produksi usahatani. Adapun
sifat pekerjaan dalam usahatani adalah: (1) Pekerjaan dalam usahatani sifatnya
tidak kontinu, banyak dan lamanya waktu kerja tergantung dari jenis tanaman,
waktu dan musim, (2) Dalam usahatani tidak terdapat spesialisasi pekerjaan,
hingga memperoleh produksi, dan (3) Dalam usahatani terdapat ikatan yang erat
antar pekerjaan yang diupah dengan petani sebagai pelaksana.
Jenis tenaga kerja dalam usahatani meliputi tenaga kerja manusia, ternak
dan mesin. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita dan
anak-anak. Tenaga kerja pria biasanya dapat mengerjakan seluruh pekerjaan.
Tenaga kerja wanita umumnya digunakan untuk menanam, memelihara tanaman/
menyiang dan panen, sedangkan tenaga kerja anak-anak digunakan untuk
menolong pekerjaan pria dan wanita. Beberapa pekerjaan yang tidak dapat
dilakukan oleh manusia, digantikan dengan tenaga mesin dan hewan. Kemampuan
kerja dari masing- masing tenaga kerja ini diperhitungkan dengan setara kerja pria
atau Hari Kerja Pria (HOK).
Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam keluarga dan luar
keluarga petani. Tenaga luar keluarga dapat diperoleh dengan cara upahan,
dimana upah pekerja pria, wanita dan anak-anak berbeda. Pembayaran upah dapat
harian atau mingguan ataupun setelah usai pekerjaan, atau bahkan borongan.
Tenaga upahan ini ada juga yang dibayar dengan natura atau hasil panen. Tenaga
kerja dalam keluarga umumnya tidak diperhitungkan karena sulit dalam
pengukuran penggunaannya, biasanya tenaga kerja ini lebih banyak digunakan
pada petani yang menggarap lahan sempit.
(3) Modal
Modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting. Dalam pengertian
ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor
produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang
Menurut Hernanto (1988), dalam usahatani modal meliputi tanah,
bangunan-bangunan (gudang, kadang, lantai jemur, pabrik dan lain- lain), alat-alat
pertanian (traktor, luku, garu, spayer, cangkul parang dan la in- lain), tanaman,
ternak, sarana produksi (bibit, pupuk, obat-obatan) dan uang tunai.
Modal menurut sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Modal tetap
(fixed capital) yang diartikan sebagai modal yang tidak habis pada satu periode
produksi atau dapat digunakan berkali-kali dalam proses satu kali produksi, modal
tetap ini meliputi tanah dan bangunan, dan (2) Modal bergerak (working capital),
yaitu jenis modal yang habis atau dianggap terpakai habis dalam satu periode
proses produksi. Modal bergerak ini meliputi alat-alat pertanian, bibit, pupuk,
obat-obatan dan uang tunai.
2.4 Analisis Usahatani
Analisis usahatani bertujuan untuk melihat keberadaan suatu aktivitas
usahatani. Usahatani dapat dikatakan berhasil dari segi finansial, apabila usahatani
tersebut telah dapat menunjukkan hal- hal sebagai berikut (Kurniati, 1995 dalam
Hartono, 2000):
(1) Usahatani tersebut menghasilkan penerimaan yang dapat menutupi semua
biaya atau pengeluaran.
(2) Usahatani tersebut dapat menghasilkan penerimaan tambahan untuk
membaya r bunga modal yang dipakai, baik modal sendiri maupun modal
yang dipinjam.
(3) Usahatani tersebut dapat memberikan balas jasa pengelolaan yang wajar
(4) Usahatani tetap produktif pada akhir tahun, seperti halnya pada awal tahun
produksi.
Dalam melakukan analisis usahatani harus mengetahui besarnya biaya
yang dikeluarkan dan nilai produksi yang akan dicapai selama umur proyek, yang
keduanya dapat dihitung dari usahatani tersebut.
Menurut Pandia dkk, 1986 dalam Nugroho, 2001, ditinjau dari segi bisnis,
petani/pengusaha akan dapat menikmati hasil usahanya jika memiliki:
a. Kemampuan berproduksi
b. Kemampuan memasarkan produknya
c. Kemampuan mengelola usahataninya secara efisien
2.5 Biaya Usahatani
Biaya adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi semula
fisik, kemudian diberi nilai rupiah (Hernanto, 1988). Sedangkan menurut
Soekartawi, et.al. (1986) menyebutkan bahwa biaya atau pengeluaran usahatani
adalah semua nilai masuk yang habis dipakai atau dikeluarkan di dalam proses
produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani.
Menurut Daniel (2004), dalam usahatani dikenal dua macam biaya, yaitu
biaya tunai atau biaya yang dibayarkan dan biaya tidak tunai atau biaya yang tidak
dibayarkan/diperhitungkan. Biaya tunai atau biaya yang dibayarkan adalah biaya
yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, biaya untuk
pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan bawon panen juga
termasuk biaya iuran pemakaian air dan irigasi, pembayaran zakat dan lain- lain.
pendapatan kerja petani jika modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Selain
itu, biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung nilai penyusutan dari
penggunaan suatu peralatan.
2.6 Analisis Pendapatan
Pendapatan usahatani merupakan selisih biaya yang dikeluarkan dan
penerimaan yang diperoleh (Tjakrawiralaksana, 1983). Besarnya pendapatan yang
diterima merupakan balas jasa untuk tenaga kerja, modal kerja keluarga ya ng
dipakai dan pengelolaan yang dilakukan oleh seluruh anggota keluarga. Bentuk
dan jumlah pendapatan memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk memenuhi
keperluan sehari- hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan
kegiatannya. Pendapatan ini akan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dan kewajiban-kewajiban. Dengan demikian pendapatan yang diterima
petani akan dialokasikan pada berbagai kebutuhan.
Soeharjo dan Patong (1977) juga menyebutkan bahwa analisis pendapatan
usahatani mempunyai kegunaan bagi pemilik faktor produksi dimana ada dua
tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu (1) menggambarkan keadaan
sekarang dari suatu kegiatan usahatani, dan (2) menggambarkan keadaan yang
akan datang dari suatu kegiatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani sendiri
sangat bermanfaat bagi petani untuk mengukur tingkat keberhasilan dari
usahataninya.
Bagi seorang petani, analisis pendapatan membantunya untuk mengukur
apakah usahataninya pada saat itu berhasil atau tidak. Usahatani dikatakan sukses
a. Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi termasuk biaya
angkutan dan biaya administrasi yang mungkin melekat pada pembelian
tersebut.
b. Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan (termasuk
pembayaran sewa tanah atau pembayaran dana depresiasi modal).
c. Cukup untuk membayar tenaga kerja yang dibayar atau bentuk-bentuk
upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak dupah.
Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua informasi, yaitu informasi
keadaan seluruh penerimaan dan informasi seluruh pengeluaran selama waktu
yang telah ditetapkan (Soekartawi, 1986).
2.7 Analisis Profitabilitas
Keberhasilan dari suatu usahatani selain diukur dengan nilai mutlak
(analisis pendapatan), juga diukur dari analisis efisiensinya (Soeharjo dan Patong,
1977). Salah satu ukuran efisiensinya adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang
dikeluarkan (revenue cost ratio). Dalam analisis R/C akan diuji seberapa jauh
nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani yang bersangkutan dapat
memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Semakin tinggi nilai
R/C rasio, menunjukkan semakin besar keuntungan yang diperoleh dari setiap
rupiah biaya yang dikeluarkan. Sehingga dengan perolehan nilai R/C rasio yang
2.8 Studi Terdahulu
Pendapatan yang diterima seorang petani dalam satu musim tanam/satu
tahun berbeda dengan pendapatan yang diterima oleh petani lainnya. Bahkan
seorang petani yang mengusahakan pada luasan lahan yang sama dari musim ke
musim menerima pendapatan yang berbeda-beda juga dari tahun ke tahun.
Berbagai faktor mempengaruhi pendapatan petani, namun ada beberapa faktor
yang tidak dapat diubah, yaitu iklim dan jenis tanah. Kemampuan petani untuk
mempengaruhi iklim dan jenis tanah sangat terbatas. Sedangkan luas lahan,
efisiensi kerja dan efisiesi produksi masih ada dalam batas kemampuan petani
untuk mengubahnya (Soeharjo dan Patong, 1977).
Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang mempengaruhi
pendapatan usahatani adalah luas skala usaha, tingkat produksi, pilihan kombinasi
cabang usaha, intensitas pengusahaan pertanaman dan efisiensi tenaga kerja.
Sedangkan untuk mengukur tingkat produksi dipakai ukuran produktivitas per
hektar dan indeks pertanaman (Hernanto, 1988). Penelitian serupa yang dilakukan
oleh Ramdhani (1998) dalam Nugroho (2001) mengenai faktor- faktor yang
mempengaruhi pendapatan usahatani pada petani markisa di Kecamatan Lembang
Jaya, Sumatera Utara terdiri dari faktor internal yang meliputi luas lahan, umur
tanaman, tenaga kerja, usia petani dan pendidikan formal dan faktor eksternal
meliputi kebijaksanaan pemeritah mengenai pengembangan usahatani.
Suatu penelitian di Jawa ditemukan bahwa petani penyakap sulit untuk
mengadopsi inovasi teknologi (pupuk dan pestisida) karena keuntungan yang
diperoleh akibat pemupukan sangat kecil. Keuntungan yang kecil ini terutama
menyerahkan separuh hasil panen kepada pemilik lahan, sehingga penyakap yang
menggunakan pupuk kehilangan setengah dari keuntungan investasinya (Siahaan,
1977 dalam Porajouw, 1990).
Perbedaan dalam adopsi teknologi produksi pertanian khususnya pupuk
dan pestisida antara status penguasaan lahan di suatu daerah di Minahasa
menunjukkan bahwa petani pemilik berada pada tingkat yang paling tinggi yaitu
sebesar 430 kilogram per hektar dan petani penyakap sebesar 295 kilogram per
hektar. Tetapi untuk tenaga kerja, petani penyakap berada pada tingkat
penggunaan yang paling tinggi yaitu sebesar 123 hari orang kerja (HOK) dan
penggunaan terendah pada petani pemilik yaitu sebesar 108 HOK per hektar.
Demikian juga dengan modal yang digunakan tertinggi adalah pada petani
penyakap lalu diikuti oleh petani penyewa dan petani pemilik (Raturandang, 1987
dalam Susilowati, 1992).
Hasil penelitian Porajouw (1990), dalam tesis yang berjudul ” Status
Kepenguasaan Lahan dan Alokasi Sumberdaya pada Usahatani Padi Sawah di
Kecama tan Tompaso Kabupaten Minahasa” diperoleh hasil bahwa petani
penyakap lebih efisien dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi usahatani
padi sawah dibandingkan dengan petani pemilik. Lebih efisiennya petani
penyakap disebabkan alokasi tenaga kerja yang lebih tinggi daripada petani
pemilik. Selain itu pula, efisiensi ekonomis tertinggi diperoleh petani penyakap
dibandingkan petani pemilik-penggarap. Sedangkan hasil analisis faktor- faktor
produksi usahatani jagung di Kabupaten Minahasa (Susilowati, 1992)
menunjukkan bahwa usahatani jagung baik petani pemilik maupun petani
luasan lahan yang diusahakan baik pada petani pemilik-penggarap maupun petani
penyakap tidak berpengaruh nyata pada produksi, sedangkan hasil analisis
efisiensi faktor- faktor produksi, baik pada petani pemilik-penggarap maupun
petani penggarap belum efisien.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andri, 2002 yaitu
“Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Padi Input Rendah di
Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Jawa Barat” diperoleh hasil bahwa
biaya yang dikeluarkan oleh petani yang menggarap lahan milik orang lain jauh
lebih besar dibandingkan dengan petani yang menggarap lahan milik sendiri. Dan
penerimaan petani pemilik-penggarap lebih besar dari pada petani penyakap
sehingga pendapatan bersih yang diperoleh petani pemilik-penggarap pun lebih
besar. Meskipun demikian, usahatani yang dilakukan oleh petani di Kecamatan
Tempuran masih menguntungkan. Penelitian serupa dilakukan oleh Sumiati, 2003
di Desa Cisalak, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, hasil produksi padi yang
diusahakan oleh petani penyakap lebih besar dibandingkan petani yang
menggarap lahan sendiri. Meskipun jika dilihat dari segi biaya, petani penyakap
jauh mengeluarkan biaya tunai yang lebih besar dari pada petani yang menggarap
lahan sendiri. Tetapi berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa usahatani yang
dilakukan oleh petani penyakap masih cukup menguntungkan yang dibuktikan
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
Usahatani padi sawah merupakan kegiatan di bidang pertanian yang
mengorganisasikan alam, tenaga kerja, modal dan manajemen, yang ditujukan
untuk produksi padi. Keempat unsur, yaitu lahan yang mewakili untuk alam,
tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga tani, modal yang beraneka
ragam jenisnya serta unsur pengelolaan atau manajemen yang peranannya
dibawakan oleh seseorang yang disebut petani, saling terkait satu sama lain karena
kedudukannya dalam usahatani padi sama pentingnya sehingga keempat unsur
tersebut tidak dapat dipisahkan.
Lahan merupakan modal utama dalam usahatani padi sawah selain tenaga
kerja dalam menopang kehidupannya. Meningkatnya jumlah penduduk
mengakibatkan lahan yang dapat diusahakan untuk pertanian menjadi semakin
berkurang. Berkurangnya lahan pertanian menyebabkan jumlah usahatani sempit
bertambah.
Dalam usahatani, input terbagi menjadi dua macam. Pertama, input berupa
tenaga kerja, baik tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga.
Kedua, input bukan tenaga kerja seperti benih, pupuk dan pestisida. Pada petani
miskin (lahan sempit), mereka memiliki persediaan yang cukup dalam input
tenaga kerja, khususnya tenaga kerja dalam keluarga. Karena lahan mereka
sempit, mereka cukup menggunakan tenaga kerja dalam keluarga untuk
mengelola usahataninya. Namun, petani miskin (lahan sempit) memiliki
keterbatasan dalam penggunaan input bukan tenaga kerja, karena pada umumnya
petani miskin (lahan sempit) akan mengoptimalkan penggunaan input tenaga kerja
dalam keluarga untuk meningkatkan produksi. Sedangkan petani kaya (lahan
luas), mereka tidak memiliki persediaan input tenaga kerja yang cukup dalam
mengelola usahataninya, karena tidak akan efisien jika hanya mengandalkan
tenaga kerja keluarga. Maka petani kaya (lahan luas) akan menggunakan tenaga
kerja luar keluarga karena mereka memiliki modal yang cukup untuk membayar
upah tenaga kerja. Selain itu juga petani kaya (lahan luas) akan mengoptimalkan
penggunaan input bukan tenaga kerja seperti penggunaan benih, pupuk dan
obat-obatan dalam meningkatkan produksi.
Permasalahan pertanian Indonesia tidak saja menya ngkut luas pemilikan
lahan, tetapi meliputi status pemilikan lahan. Ada gambaran yang menyatakan
bahwa usahatani milik akan lebih efisien dari pada usahatani bukan milik (sakap)
dengan sistem bagi hasil dalam pengelolaan usahataninya. Dalam usahatani milik,
petani akan menerima keuntungan bersih secara penuh sehingga petani akan
bergairah dalam mengerjakan lahan demi meningkatkan hasil yang dinikmati
secara penuh tanpa potongan. Berbeda dengan usahatani bukan milik (sakap) yang
mengerjakan lahan dan menerima hasil setelah dikurangi bagi hasil dan biaya
sarana-sarana produksi. Dalam usahatani bukan milik (sakap), petani akan
bergairah dalam meningkatkan produksinya tergantung pada perjanjian bagi hasil
antara pemilik lahan dengan penggarap.
Dalam usahatani bukan milik (sakap), petani akan berusaha meningkatkan
produksi jika sistem bagi hasilnya menguntungkan. Tetapi kenyataannya sistem
bagi hasil lebih menguntungkan bagi pemilik lahan. Selain itu, pendapat kurang
milik (sakap) tidak memiliki kebebasan dalam memilih berbagai input yang
digunakan dalam usahataninya, tetapi pilihannya dibatasi oleh kemungkinan
pemberhentian apabila hasilnya tidak memuaskan pemilik lahan. Petani bukan
pemilik (penyakap) juga pada umumnya kurang mempunyai modal dan
kemampuan yang cukup dalam mengelola usahataninya, sehingga peluang untuk
dapat meningkatkan kesejahteraan petani pun kecil.
Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis pendapatan dan profitabilitas
pada usahatani padi sawah dengan mengambil sampel petani yang telah
distratifikasi berdasarkan status kepemilikan lahan menjadi petani milik dan
petani bukan milik (sakap). Kemudian masing- masing populasi tersebut
distratifikasi lagi berdasarkan luas lahan garapan menjadi petani milik luas, petani
milik sempit, petani bukan milik (sakap) luas dan petani bukan milik (sakap)
sempit. Dalam penelitian ini tidak memasukkan petani dengan status kepemilikan
sewa, karena melihat kondisi di lapangan yang lebih dominan petani penyakap.
Dari masing- masing sub populasi tersebut akan dianalisis tingkat pendapatan dan
profitabilitas usahataninya untuk melihat sejauh mana pendapatan yang diperoleh
dari usahatani padi sawah yang dilakukan berdasarkan luas dan status kepemilikan
lahan, serta apakah usahatani yang dilakukan oleh petani tersebut cukup
menguntungkan atau justru kebalikannya. Untuk kerangka pemikiran operasional
Status kepemilikan Lahan
Luasan lahan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Petani padi sawah
Usahatani Milik Usahatani Bukan
Milik (sakap)
Luas (= 1
Sempit (< 1 Ha)
Luas (= 1 Ha)
Sempit (< 1 Ha)
Analisis Profitabilitas Usahatani Analisis Biaya dan
Pendapatan Usahatani
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lapangan
Penelitian ini merupakan penelitian dua tahap. Tahap pertama yaitu dalam
pencarian literatur dan tahap kedua yaitu dalam proses turun lapang, pengolahan
dan analisis data. Penelitian lapangan dilaksanakan di Desa Karacak Kecamatan
Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan Kecamatan
Leuwiliang sebagai lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan bahwa Kecamatan Leuwiliang merupakan salah satu sentra
produksi padi di Kabupaten Bogor. Disamping itu, pada kecamatan ini terdapat
Balai Penyuluhan Pertanian yang dapat menunjang kelancaran pelaksanaan
penelitian, khususnya dalam hal pencarian informasi- informasi tambahan yang
relevan.
Pemilihan Desa Karacak sebagai lokasi penelitian karena desa ini
merupakan salah satu desa di Kecamatan Leuwiliang yang pertaniannya relatif
maju namun masih terdapat petani yang relatif kurang maju. Dengan demikian,
kondisi di desa ini diasumsikan dapat mewakili berbagai kondisi yang terjadi di
lapang. Selain itu, sesuai dengan tujuan penelitian, maka alasan lain dipilihnya
desa ini adalah terdapatnya petani dengan status kepemilikan lahan sebagai petani
milik dan petani bukan milik (sakap), yang masing- masing petani tersebut ada
yang menggarap usahatani dalam luasan lahan luas dan luasan lahan sempit.
Dalam penelitian ini, peneliti membagi lahan luas dengan ukuran (= 1 Ha), dan
dengan kondisi lapangan. Penelitian lapangan dilaksanakan pada akhir Bulan Juli
hingga Bulan Agustus 2005.
4.2 Teknik Pengambilan Contoh dan Metode Pengumpulan Data
Unit- unit contoh dalam penelitian ini adalah petani padi sawah. Pemilihan
petani responden dilakukan dengan sistem acak berlapis sengaja (stratified
random sampling). Populasi petani dibagi menjadi 2 populasi, yaitu berdasarkan
status kepemilikan lahan ya ng distratifikasi menjadi petani milik dengan petani
bukan milik (sakap). Lalu dari masing- masing populasi tersebut distratifikasi lagi
berdasarkan luas lahan garapan menjadi 2 sub populasi, yaitu petani garapan luas
dan petani garapan sempit. Petani garapan luas yaitu petani yang menggarap lahan
seluas = 1 Ha dan petani garapan sempit yaitu petani yang menggarap lahan seluas
< 1 Ha. Kemudian dari masing sub populasi tersebut diambil
masing-masing 10 responden, sehingga total responden sebanyak 40 orang.
Data untuk penelitian ini dikumpulkan dari tingkat petani (tingkat primer) dan
data sekunder, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Data primer
diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung terhadap responden
(petani padi sawah) yang telah dipilih sebelumnya dengan menggunakan
kuisioner. Data primer yang dikumpulkan berupa data biaya yang meliputi
biaya tunai dan biaya diperhitungkan, produksi dan penerimaan dalam
usahatani padi sawah dalam satu kali produksi, hasil produksi fisik dan nilai
produksi dari usahatani padi serta data penggunaan input usahatani seperti
benih, pupuk kimia dan pupuk kandang, obat pemberantas hama/pestisida dan
secara berkelompok, dan mengadakan pengamatan secara langsung keadaan
usahatani yang dimiliki responden.
Sedangkan data sekunder digunakan untuk mendukung data primer. Data
sekunder diperoleh dari berbagai instansi atau dinas yang berkaitan dengan
masalah penelitian seperti Dinas Pertanian Tanaman pangan, Biro Pusat Statistik,
Balai Penyuluhan Pertanian serta Kantor Kelurahan/Desa, informasi dan hasil
penelitian serta tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini.
4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data
Pengolahan dan analisis data disesuaikan dengan data yang tersedia dan
tujuan yang hendak dicapai. Analisis yang dilakukan adalah analisis biaya,
pendapatan dan profitabilitas (R/C rasio). Data yang diperoleh diolah dan
disederhanakan dengan bantuan kalkulator dan komputer serta disajikan dalam
bentuk tabulasi dan diuraikan secara deskriptif.
Pada penelitian ini dibandingkan keadaan usahatani padi sawah menurut
status kepemilikan lahan dan luas lahan garapan usahatani dengan data usahatani
pada Musim Tanam II 2004/2005. Data yang diambil merupakan data usahatani
pada Musim Tanam II 2004/2005 dengan mempertimbangkan data yang didapat
lebih akurat karena petani hanya mengingat data yang baru saja terjadi, sehingga
faktor bias dapat dihindari. Selanjutnya untuk mengetahui apakah keadaan
rata-rata antara kedua jenis responden berbeda nyata secara statistik, maka dilakukan
uji dua nilai tengah pada taraf nyata 5 persen. Prosedur pengujian adalah sebagai
Hipotesa statistik: H0 : µ = µ0
X = nilai rata-rata petani garapan luas
µ0 = nilai rata-rata petani garapan sempit
S = ragam petani sampel garapan luas
n = jumlah responden
Kriteria keputusan, jika ? t-hit ? > t-tabel, maka tolak H0 dan terima H1
4.3.1 Analisis Biaya
Analisis ini digunakan untuk mengetahui biaya-biaya yang dikeluarkan
dalam usahatani padi sawah berdasarkan status kepemilikan lahan dan luas lahan
garapan. Dalam analisis ini, biaya dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tunai yang
meliputi biaya benih, pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida kimia, pestisida
botanis, tenaga kerja luar keluarga, pajak lahan, biaya pengairan dan biaya bagi
hasil dan biaya yang diperhitungkan yang meliputi biaya benih, tenaga kerja
dalam keluarga dan sewa lahan. Selain itu, biaya yang diperhitungkan juga
digunakan untuk menghitung nilai penyusutan dari penggunaan suatu peralatan.
Nilai penyusutan dihitung dengan metode garis lurus dengan rumus:
Keterangan:
NE = Nilai Ekonomi
p = Harga Unit
n = Jumlah Unit yang Digunakan
UE = Umur Ekonomis
nMT = Jumlah Musim dalam Satu Tahun
4.3.2 Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh luas lahan
garapan dan status kepemilikan lahan terhadap pendapatan usahatani padi sawah
di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Analisis pendapatan
usahatani padi ini hanya dilakukan pada satu musim tanam, yaitu Musim Tanam
II (Januari-April) 2004/2005.
Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor
usahatani dan pengeluaran kotor usahatani, yang dapat dilihat dari persamaan
dibawah ini:
P = TP – ( BT + BTT )
Keterangan:
P = Pendapatan bersih usahatani (Rp/Ha/ MT)
TP = Total Pendapatan kotor usahatani (Nilai Produksi) (Rp/Ha/MT)
BT = Biaya Tunai (Rp/Ha/MT)
BTT = Biaya Tidak Tunai (Rp/Ha/MT)
Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) dapat didefinisikan