• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS RISIKO USAHATANI PADI ORGANIK PADA BERBAGAI STATUS KEPEMILIKAN LAHAN DI KECAMATAN PANDAK, KABUPATEN BANTUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS RISIKO USAHATANI PADI ORGANIK PADA BERBAGAI STATUS KEPEMILIKAN LAHAN DI KECAMATAN PANDAK, KABUPATEN BANTUL"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Disusun Oleh: Rahayu Dwiningsih

2012 022 0113

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA

(2)

RISIKO USAHATANI PADI ORGANIK PADA BERBAGAI STATUS KEPEMILIKAN LAHAN KECAMATAN PANDAK

KABUPATEN BANTUL

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sebagai Bagian Dari Persyaratan Yang Diperlukan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh:

Rahayu Dwiningsih 20120220113

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA

(3)

Skripsi yang berjdul:

ANALISIS RISIKO USAHATANI PADI ORGANIK PADA BERBAGAI STATUS KEPEMILIKAN LAHAN DI KECAMATAN PANDAK

KABUPATEN BANTUL

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

Rahayu Dwiningsih 2012 022 0113

Dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 09 Agustus 2016

Skripsi tersebut telah diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Yogyakarta, 25 Agustus 2016

Pembimbing Utama, Penguji

Dr. Ir. Sriyadi, MP Ir. Lestari Rahayu, MP

NIK. 19691028199603 133 023 NIK. 19650612199008 133 008

Pembimbing Pendamping,

Ir. Eni Istiyanti, MP

NIK. 19650120198812 133 003

Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dekan,

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Analisis Risiko Usahatani Padi Organik Pada Berbagai Status Kepemilikan Lahan ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Sriyadi, MP dan Ibu Ir. Eni Istiyanti, MP selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing selama proses penyususnan skripsi hingga selesai. Orang tua dan kakak-kakak yang telah memberikan doa dan dukungan hingga saat ini penulis bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Ketua dan anggota Gapoktan Mitra Usaha Tani yang telah bersedia untuk diwawancarai oleh penulis untuk pengambilan data dalam penyusunan skripsi ini. Serta teman-teman Agribisnis 2012 yang selalu memberikan semangat dan bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

Penulis berusaha menjadikan skripsi ini tulisan yang sempurna, namun penulis menyadari bahwa sebagai manusia biasa penulis pasti tidak luput dari kesalahan dan keterbatasan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan dan kemajuan penulis. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Yogyakarta, 29 Juli 2016

(5)

v

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

B. Penelitian Terdahulu ... 18

C. Kerangka Pemikiran ... 20

D. Hipotesis ... 23

III. METODE PENELITIAN ... 24

A. Teknik Pengambilan Sampel ... 24

B. Teknik Pengambilan Data ... 25

C. Asumsi dan Batasan Masalah ... 25

D. Definisi Operasional dan Pengukuran ... 26

E. Metode Analisis Data ... 28

(6)

vi

F. Sarana Transportasi ... 41

G. Sarana Perekonomian ... 42

H. Profil Gapoktan Mitra Usaha Tani ... 43

I. Budidaya Padi Organik ... 48

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani ... 53

B. Analisis Penerimaan Usahatani ... 59

C. Analisis Risiko Usahatani Padi Organik ... 62

D. Perilaku Petani Terhadap Risiko ... 65

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

(7)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Produktivitas Padi di DIY ... 2

Tabel 2. Skala Utilitas dan Nilai Rupiah dari Certanty Equivalent ... 33

Tabel 3. Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Pandak Tahun 2015 ... 35

Tabel 4. Jumlah Penduduk berdasarkan Usia ... 36

Tabel 5. Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 37

Tabel 6. Jumlah Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian ... 38

Tabel 7. Luas Produksi Pertanian Kecamatan Pandak 2015 ... 39

Tabel 8. Jenis dan Jumlah Ternak Kecamatan Pandak 2015 ... 40

Tabel 9. Jenis Sarana Transportasi Kecamatan Pandak ... 41

Tabel 10. Jenis Sarana Perekonomian di Kecamatan Pandak 2015 ... 43

Tabel 11. Jumlah Petani Padi Organik Berdasarkan Jenis Kelamin ... 53

Tabel 12. Jumlah Petani Padi Organik berdasarkan Tingkat Usia ... 54

Tabel 13. Jumlah Petani Padi Organik berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 56

Tabel 14. Jumlah Anggota Keluarga Tanggungan Petani Padi Organik ... 57

Tabel 15. Pengalaman Berusahatani Padi Organik ... 58

Tabel 16. Pendapatan Petani Padi Organik ... 59

Tabel 17. Penerimaan Usahatani Padi Organik per 1.000 m2 ... 60

Tabel 18. Tingkat Risiko Usahatani berdasarkan Status Kepemilikan Lahan ... 62

Tabel 19. Perilaku Petani Padi Organik terhadap Risiko ... 66

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Grafik Perilaku Petani Enggan terhadap Risiko ... 17

Gambar 2. Grafik Perilaku Petani Berani terhadap Risiko ... 17

Gambar 3. Grafik Perilaku Petani Netral terhadap Risiko ... 18

Gambar 4. Kerangka Pemikiran ... 23

Gambar 5. Metode Penentuan Nilai CE (Certanty Equivalent) ... 32

(8)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Identitas Petani Padi Organik ... 79

Lampiran 2. Penerimaan Petani Padi Organik ... 80

Lampiran 3. Analisis Risiko Usahatani ... 83

(9)
(10)

ix INTISARI

ANALISIS RISIKO USAHATANI PADI ORGANIK PADA BERBAGAI

STATUS KEPEMILIKAN LAHAN DI KECAMATAN PANDAK

KABUPATEN BANTUL. 2016. RAHAYU DWININGSIH (Skripsi dibimbing oleh Sriyadi dan Eni Istiyanti). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerimaan usahatani padi, risiko usahatani padi organik dan perilaku petani terhadap risiko pada berbagai status kepemilikan lahan. Penelitian dilakukan di Gapoktan Mitra Usaha Tani Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul dengan pertimbangan gapoktan tersebut telah mendapatkan sertifikasi beras higienis. Responden yang diambil adalah semua petani padi organik yang tergabung dalam Gapoktan Mitra Usaha Tani di Kecamatan Pandak, sejumlah 33 petani diambil sebagai sumber data primer. Responden ditentukan dengan cara sensus dari populasi petani. Pengambilan data primer dilakukan dengan cara wawancara dan bantuan kuisioner. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis penerimaan usahatani; analisis risiko usahatani dan analisis fungsi kuadratik dengan Teknik Bernoulli Neumann-Morgenstern. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan petani padi organik tertinggi terdapat pada petani penyewa. Petani penyakap mempunyai risiko usahatani terbesar dibandingkan dengan petani pemilik penggarap dan penyewa. Berdasarkan analisis perilaku petani terhadap risiko, sebagian besar petani padi organik berperilaku netral terhadap risiko. Berdasarkan status kepemilikan lahan, petani penyewa dan penyakap cenderung mempunyai perilaku berani terhadap risiko dibandingkan petani pemilik penggarap.

(11)

x

ANALISIS RISIKO USAHATANI PADI ORGANIK PADA BERBAGAI STATUS KEPEMILIKAN LAHAN DI KECAMATAN PANDAK

KABUPATEN BANTUL

RISK ANALYSIS ORGANIC FARMING OF RICE IN VARIOUS FIELD STATUS IN PANDAK SUBDISTRICT BANTUL REGENCY

ABSTRACT

This research aims to know total revenue, risk and farm behavior toward risk of organic rice plant farming in various ownership field status. This research was conducted in Gapoktan Mitra Usaha Tani Pandak Subdistrict, Bantul Regency with consideration Gapoktan that have received hygenic rice sertification. The respondent was taken within all organic rice’s farmer who joined in Farmer Group Mitra Usaha Tani, there are 33 farmers as source of primary data. The respondents was determine with census methode from farmers population. Primary data was conducted with interview methode and questionare assistance. Analysis methode that used in this reasearch is farming total revenue analysis; risk farming analysis and kuadratic function with Bernoulli Neumann-Morgenstern Technique. The result shows that highest total revenue farming is in tenant farmer. Tiller farmer has biggest value risk than owner farmer and tiller farmer. Based on behavior toward farmer risk analysis, majority farmers have behavior toward neutral risk. Based on ownership field status, tenant farmer and tiller farmers are disposed behavior toward lover risk than owner farmer.

(12)

1

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terkenal sebagai negara agraris dengan daerah untuk pertanian yang luas. Hal tersebut menjadikan Indonesia mempunyai potensi yang tinggi untuk menghasilkan produk pertanian. Pendapatan negara sebagian besar diperoleh dari penjualan produk pertanian yang ada di Indonesia. Selain itu, pertanian di Indonesia juga mempunyai peran dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia, karena sebagian besar masyarakat Indonesia mempunyai lapangan pekerjaan sebagai petani. Berdasarkan data statistik, penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah perkotaan dan pedesaan sekitar 38,3% menggantungkan hidup pada sektor pertanian (Pusdatin, 2016).

Perkembangan pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin baik, ditambah dengan semakin modernnya zaman, sehingga banyak teknologi-teknologi baru yang muncul. Terciptanya teknologi baru dapat membuat masyarakat menjadi lebih mudah untuk melakukan segala hal. Sektor pertanian sendiri sudah banyak teknologi yang dapat diterapkan, salah satunya yaitu teknologi pertanian organik. Teknologi tersebut dapat membantu masyarakat untuk meningkatkan hasil produksi pertanian khususnya pertanian organik dan tentunya dengan penerapan teknologi yang tepat dan sesuai prosedur.

Menurut IFOAM (International Federation of Organik Agricultural Movement, 2015), pertanian organik adalah sistem produksi yang mendukung

(13)

yang sangat lama. Sarana produksi dalam pertanian organik biasanya berasal dari bahan-bahan alami, misal dalam penggunaan pupuk yang terbuat dari kotoran hewan atau daun-daun yang dibusukkan. Selain itu, penggunaan pestisida alami untuk membasmi hama yang menyerang dapat menjadikan pertanian tidak bergantung terhadap bahan kimia. Pengolahan lahan juga menggunakan bahan-bahan yang alami dan bebas dari zat kimia.

Produk pertanian terdiri dari beberapa jenis yang mempunyai prospek untuk dikembangkan secara organik yaitu tanaman pangan, hortikultura dan tanaman obat. Padi merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang prospektif untuk dikembangkan secara organik (Deptan dalam Skripsi Siahaan, 2009).

Yogyakarta merupakan salah satu provinsi yang menyumbang produk pertanian cukup tinggi. Produk pertanian yang berasal dari Yogyakarta salah satunya yaitu tanaman pangan padi. Produktivitas padi di Yogyakarta selama lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Berdasarkan data (BPS Nasional, 2015), produktivitas padi yaitu:

Tabel 1. Produktivitas Padi di DIY

Tahun Produktivitas (Kw/Ha)

2010 56,02

2011 55,89

2012 61,88

2013 57,88

2014 57,53

BPS Nasional 2015

(14)

tanaman pangan cukup besar. Pengembangan usahatani padi organik di Yogyakarta yang tepatnya berada di Kabupaten Bantul terdiri dari dua macam yaitu padi organik dan padi non organik. Kabupaten Bantul merintis pertanian organiksejak tahun 1989 dengan tujuan meningkatkan hasil produktivitas pertanian. Berdasarkan data (https://bantulkab.go.id, 2013) sebanyak 200 ha dari 15.420 ha lahan pertanian menghasilkan padi organik, dengan hasil 7,85 ton/ha. Salah satu daerah yang mengembangkan usahatani padi organik yaitu Kecamatan Pandak yang merupakan bagian dari Kabupaten Bantul dengan perkembangan usahatani padi organik yang baik.

(15)

Permasalahan yang dihadapai gabungan kelompok tani Mitra Usaha Tani yaitu dalam menjalankan usahatani. Usahatani padi organik yang dijalankan gapoktan tersebut terbagi menjadi tiga kriteria status kepemilikan lahan, yaitu lahan milik sendiri, lahan sewa dan lahan sakap. Petani padi organik yang ada di gapoktan kurang memperhitungkan status kepemilikan lahan dengan penerimaan yang diperoleh dan risiko yang akan dihadapi petani. Kesadaran petani dalam menjalankan usahatani masih kurang terutama pada petani pemilik penggarap, karena merasa lahan tersebut milik sendiri dan dikelola sendiri sehingga dalam menjalankan usahatani kurang maksimal. Hal tersebut berbeda dengan petani penyewa dan penyakap, petani penyewa dan penyakap mempunyai kesadaran yang lebih tinggi dalam menjalankan usahatani karena petani penyewa dan penyakap merasa bahwa nantinya harus membayar sewa lahan dan bagi hasil kepada pemilik lahan sehingga dalam menjalankan usahatani padi organik lebih maksimal.

(16)

berdampak pada penerimaan petani. Berdasarkan penelitian Saptana et al (2010) petani mempunyai perilaku yang berani terhadap risiko. Penelitian Sriyadi (2010) menyatakan bahwa sebagian besar petani mempunyai perilaku enggan terhadap risiko.

Berdasarkan permasalahan di atas maka perlu diteliti apakah status kepemilikan lahan berpengaruh terhadap penerimaan petani, seberapa besar tingkat risiko yang dihadapi petani pada berbagai status kepemilikan lahan dan bagaimana perilaku petani dalam menghadapi risiko yang ada berdasarkan status kepemilikan lahan?

B.Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui penerimaan usahatani padi organik pada berbagai status kepemilikan lahan.

2. Mengetahui risiko usahatani padi organik pada berbagai status kepemilikan lahan.

3. Mengetahui perilaku petani terhadap risiko usahatani padi organik pada berbagai status kepemilikan lahan.

C.Kegunaan Penelitian

Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Pandak ini mempunyai kegunaan: 1. Bagi Petani

(17)

petani. Adanya nformasi tersebut, petani dapat memaksimalkan produksi padi organik dan mendapatkan pendapatan yang lebih maksimal.

2. Bagi Pemerintah atau Instansi Terkait

Pemerintah atau instansi diharapkan mengetahui keadaan pendapatan petani, tingkat risiko yang dimiliki petani dan perilaku petani dalam menghadapi risiko, sehingga pemerintah dapat membuat pertimbangan dalam menentukan kebijakan untuk petani, khususnya petani organik.

3. Bagi Peneliti

(18)

7

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Pertanian Organik

Pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang berdasarkan daur ulang hara secara hayati. Daur ulang hayati dapat terjadi melalui sarana limbah tanaman dan ternak, serta limbah lain yang dapat menjadikan tanah lebih subur dan struktur tanah menjadi lebih baik. Pertanian organik mempunyai prinsip ekologi, yaitu sebagai berikut (Sutanto, 2002):

a. Kondisi tanah menjadi lebih baik sehingga dapat menguntungkan pertumbuhan tanaman dan dapat meningkatkan kehidupan biologis tanah.

b. Daur hara yang tersedia dan seimbang secara optimal.

c. Adanya pengelolaan iklim mikro, pengelolaan air dan pencegahan erosi, sehingga kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dapat dibatasi.

d. Adanya perlakuan yang aman maka akan membatasi terjadinya hama dan penyakit yang dapat menyebabkan hasil panen berkurang.

e. Plasma nutfah dapat dimanfaatkan untuk saling mendukung dan bersifat sinergisme dengan cara mengkombinasikan fungsi keragaman sistem pertanaman terpadu.

(19)

a. Prinsip kesehatan, kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan, maka dari itu harus dilestarikan dan ditingkatkan melalui pertanian organik.

b. Prinsip ekologi, pertanian organik harus didasarkan sistem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memlihara sistem dan siklus ekologi kehidupan.

c. Prinsip keadilan, pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. d. Prinsip perlindungan, pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan

bertanggungjawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkunagn hidup.

Menurut (Salikin, 2008), sistem pertanian organik merupakan salah satu alternatif solusi atas kegagalan sistem pertanian industrial. Pertanian industrial yang dapat merusak lingkungan karena penggunaan bahan-bahan kimia yang tidak ramah lingkugan. Pertanian industrial juga dapat menyisakan residu bahan kimia di tanah sehingga tingkat kesuburan tanah yang akan semakin berkurang.

(20)

Berdasarkan hasil penelitian Sukristiyonubowo et al (2011), produktivitas padi sawah konvensional 6 ton/Ha/musim tanam, tetapi cenderung stagnan dalam kurun waktu 8 tahun. Produktivitas padi sawah organik 3-4 ton/Ha/musim tanam pada tahap awal (masa konversi konvensional ke organik), namun padi sawah organik cenderung meningkat, setelah 8 tahun penerapan sistem organik maka produktivitas padi sawah organik akan meningkat hingga 6 ton/Ha/musim tanam. Komoditas pertanian organik mempunyai harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil komoditas pertanian konvensional, sehingga pertanian organik dapat memberikan hasil pendapatan yang lebih tinggi.

2. Usahatani

Ilmu usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi dalam waktu tertentu (Soekartawi, 2006). Sumberdaya yang penting di dalam usahatani yaitu lahan, sumber air, tenaga kerja dan faktor usahatani yang lain. Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air. Usahatani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memlihara ternak (Mubyarto, 1986).

(21)

a. Penduduk lokal yang semakin meningkat, sehingga membuat penduduk lokal mempunyai usahatani dalam lingkungan tekanan penduduk yang semakin meningkat.

b. Tingkat hidup yang rendah sebagai akibat dari keterbatasan sumberdaya yang ada.

c. Bergantung terhadap produksi yang subsisten.

d. Pelayanan masyarakat seperti pelayanan kesehatan, pendidikan dan lainnya masih kurang terjamin.

Usahatani dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu berdasarkan faktor produksi yang digunakan oleh petani, kedua usahatani tersebut yaitu:

a. Perorangan, usahatani perorangan merupakan usahatani yang dikuasai atau dimiliki oleh seseorang dan hasil yang didapatkan akan ditentukan oleh seseorang juga.

b. Kooperatif, usahatani kooperatif merupakan usahatani yang dimiliki bersama dan hasil yang didapatkan akan dibagi sesuai dengan porsi kontribusi anggota yang telah disepakati bersama.

(22)

Suratiyah (2006), usahatani dapat diartikan dengan melalui produksi pertanian yang berlebih maka akan mendapatkan pendapatan yang tinggi. Usahatani harus dimulai dengan perencanaan yang matang untuk menentukan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor produksi yang efisien untuk mendapatkan produksi yang maksimal.

Dapat disimpulkan bahwa usahatani merupakan suatu rencana untuk mengalokasikan penggunaan faktor produksi dan sumber daya manusia yang efisien untuk mendapatkan produksi yang maksimal. Usahatani dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu usahatani perorangan (skala individu) dan usahatani kooperatif (skala besar/gabungan).

3. Status Kepemilikan Lahan

Status tanah merupakan sebuah hubungan antara pengelola usahatani dan usahataninya. Menurut (Shinta, 2011) status kepemilikan lahan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:

(23)

apabila petani (pemilik) kekurangan modal untuk usahatani. Pada umunya hasil produksi dari tanah hak milik seutuhnya dimiliki oleh pemilik sendiri.

b. Tanah sewa, tanah sewa merupakan tanah yang di bayar oleh petani kepada pihak lain, karena itu petani yang membayar mempunyau kewenangan seperti tanah milik sendiri namun petani mempunyai batas waktu untuk menggunakan tanah tersebut sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat oleh kedua belah pihak. Selain itu, petani yang menyewa tidak boleh menjual dan menjadikan tanah tersebut sebagai agunan. Hasil produksi dari tanah sewa seutuhnya milik penyewa, karena penyewa telah membayarkan uang sewa sehigga pemilik tanah sewa tidak mendapatkan hasil produksi.

4. Tanah sakap, tanah sakap merupakan tanah atau lahan yang dimiliki seseorang dan telah disutujui untuk dikerjakan atau dikelola oleh orang lain yang biasa disebut petani. Pengelolaan tanah sakap petani yang mengerjakan harus berkoordinasi untuk penentuan usahatani dan pilihan teknologi yang akan diterapkan. Hasil produksi dari tanah sakap ini dibagi dua dengan persentase 50% untuk pengelola dan 50% untuk pemilik tanah. Sarana produksi pada umumnya berasal dari pengelola usahatani.

4. Penerimaan

(24)

Penerimaan usahatani yang didapat akan mendorong petani untuk mengalokasikannya dalam berbagai keperluan. Biaya produksi musim tanam berikutnya, tabungan dan kebutuhan sehari-hari petani dapat terpenuhi dari penerimaan usahatani. Besarnya proporsi penerimaan usahatani petani dapat digunakan sebagai perbandingan petani satu dengan lainnya (Hernanto, 1991 dalam Mulyaningsih, 2010).

Menurut (Soekartawi, 2006), penerimaan usahatani merupakan perkalian antara hasil produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual produk (Py). Pernyataan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk rumus sebagai berikut:

TRy = Yi . Pyi

(Shinta, 2011), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang dihasilkan dengan harga jual. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

TRi = Yi.Pyi

Bila komoditi yang diusahakan lebih dari satu maka rumusnya menjadi: TR = ∑�=1�. ��

5. Risiko

(25)

a. Merupakan suatu kejadian.

b. Kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, bisa terjadi dan bisa tidak terjadi.

c. Jika terjadi akan menyebabkan kerugian.

Menurut Robison dan Barry (1987) dalam Aldila (2013), risiko adalah peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagi pembuat keputusan berdasarkan kejadian serupa yang pernah terjadi pada masa sebelumnya sehingga hasil dari keputusan terhadap kejadian sebelumnya dapat digunakan untuk mengestimasikan peluang kejadian berikutnya. etidakpastian adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan sebelumnya sehingga peluang terjadinya kerugian belum diketahui sebelumnya.

Menurut Harwood et al (1999), risiko produksi merupakan kerugian pada petani yang disebabkan oleh timbulnya proses produksi yang tidak dapat ditangani. Proses produksi harus menyesuaikan antara output yang akan dicapai dengan input yang tepat melalui teknologi tepat guna, sehingga akan mengurangi dampak kerugian.

(26)

produksi, distribusi, keadaan pasar dan pengaruhnya, sehingga merupakan masalah bagi pengambilan keputusan bagi produksi yang akan datang (Kartasapoetra, 1988). Secara matematis, rumus tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

� � � �� �� � = � � � ��� �� � − � �

Menurut Pappas dan Hirschey (2005) dalam Jurnal Muzdalifah (2012), risiko dapat diukur dengan menetukan kerapatan probabilitas. Salah satu ukurannya adalah dengan menggunakan deviasi standar. Semakin kecil standart deviasi, semakin rapat distribusi probabilitas dan dengan demikian semakin rendah risikonya. Risiko dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

CV = � �

Keterangan:

CV = Koefisien variasi

σ = Standart deviasi E = Rata-rata hasil (mean)

6. Perilaku Petani terhadap Risiko

(27)

perilaku seseorang dalam menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:

a. Risk aversion atau takut terhadap risiko, perilaku ini menunjukkan jika kenaikan ragam (variance) naik dari keuntungan maka pembuat keputusan tersebut akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan. b. Risk taker atau berani terhadap risiko yaitu jika terjadi kenaikan ragam

(variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan justru akan menurunkan keuntungan yang diharapkan.

c. Risk neutral atau netral terhadap risiko yaitu jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan bisa menaikkan ataupun menurunkan keuntungan yang diharapkan.

Menurut (Sunaryo, 2001), peluang penurunan utility dan peluang kenaikan utility pelaku ekonomi akan diperhitungkan dalam menghadapi risiko. Pelaku ekonomi mempunyai persepsi yang beragam dalam menghadapi risiko, yaitu: a. Pelaku ekonomi yang risk averse, yaitu nilai harapan kenaikan utility pelaku

(28)

Gambar 1. Grafik Perilaku Petani Enggan terhadap Risiko

b. Pelaku ekonomi yang risk lover, yaitu pelaku ekonomi yang mempunyai nilai harapan kenaikan utility relatif lebih besar dibandingkan dengan nilai harapan penurunan utility-nya. Pelaku ekonomi ini cendenrung akan mengambil keputusan yang berisiko.

Gambar 2. Grafik Perilaku Petani Berani terhadap Risiko

(29)

utility. Pelaku ekonomi ini cenderung netral dalam mengambil keputusan yang

berisiko.

Gambar 3. Grafik Perilaku Petani Netral terhadap Risiko

Menurut Lyncolin (1995), perilaku petani dalam menghadapi risiko terbagi dalam tiga fungsi utilitas yaitu:

a. Fungsi utilitas untuk risk averter atau orang yang enggan terhadap risiko. b. Fungsi utilitas untuk risk neutral atau orang yang netral terhadap risiko. c. Fungsi utilitas untuk risk lover atau orang yang berani menanggung risiko.

Berdasarkan hasil penelitian Sriyadi (2010), risiko ekonomi yang dihadapi petani dalam usahatani bawang putih cukup tinggi. Sebagian besar petani mempunyai perilaku enggan terhadap risiko usahatani bawang putih dan petani mengelola usahatani bawang putih belum efisien.

B. Penelitian Terdahulu

(30)

usahatani padi organik disebabkan oleh kesuburan tanah yang terpelihara dan keseimbangan ekosistem sawah yang mampu menekan pertumbuhan hama dan penyakit tanaman (Prihtanti, 2014).

Risiko pada pertanian organik terdiri dari (1) risiko produksi, (2) risiko pengolahan, penanganan produk, dan pengangkutan, (3) risiko pemasaran, serta (4) risiko kelembagaan. Pada sistem pertanian organik, pengelolaan risiko dapat bersifat pencegahan sebelum risiko terjadi (ex ante) maupun penyelesaian setelah risiko terjadi (ex post), dengan jenis pengelolaan risiko yang bersifat formal maupun non formal. Melalui manajemen risiko ini maka diharapkan akan terbangun sistem pertanian organik yang berdaya saing (Wulandari dan Wahyudi, 2014).

Hasil penelitian Lubis (2009), menunjukkan bahwa risiko produksi mempunyai dampak besar dan probabilitas kecil, sedangkan risiko penerimaan mempunyai probabilitas dan dampak besar.

(31)

Berdasarkan hasil penelitian (Mulyaningsih, 2010), penggunaan input pada kedua usahatani yang paling banyak dan mempunyai proporsi terbesar dalam struktur biaya total ialah tenaga kerja dan risiko penggunaan tenaga kerja yang paling tinggi terdapat pada usahatani konvensional. Berdasarkan analisis pendapatan, usahatani SRI dapat memperoleh penerimaan bersih 59 persen dari total penerimaan usahatani. Sementara petani padi konvensional hanya memperoleh 35 persen dari total penerimaan usahatani. Berdasarkan analisis efisiensi pendapatan, usahatani SRI lebih menguntungkan untuk dijalankan jika dibandingkan dengan usahatani padi konvensional.

Perilaku petani terhadap risiko usahatani kedelai di Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten Sambas sebagian besar bersifat risk neutral atau netral terhadap risiko yaitu sebanyak 48,39% petani (Kurniati, 2015).

Penelitian Nurhapsa (2013) mengemukakan bahwa perilaku petani yang menanam kentang varietas granola dan yang menanam kentang varietas kalosi yaitu risk averse atau menghindari risiko. Perilaku petani yang risk averse mempunyai konsekuensi terhadap alokasi input yang digunakam. Semakin menghindari risiko produktivitas, maka semakin sedikit alokasi input yang digunakan sehingga produktivitas yang dicapai petani semakin rendah.

C. Kerangka Pemikiran

(32)

tersebut dibedakan atas status kepemilikan lahan yaitu status lahan milik sendiri, status lahan sewa dan status lahan sakap. Status kepemilikan lahan bisa jadi akan mempengaruhi produksi padi organik yang akan mempengaruhi penerimaan usahatani. Adanya perbedaan status lahan antar petani maka akan menyebabkan perbedaan biaya sewa lahan pada petani. Perbedaan biaya sewa lahan yang pada petani akan menimbulkan motivasi petani dalam mengelola usahatani padi organik. Petani penyewa akan lebih terpacu untuk mengembangkan usahataninya karena petani penyewa harus mengeluarkan biaya yang lebih untuk membayar sewa lahan. Petani penyakap tidak mengeluarkan biaya untuk sewa lahan, tetapi petani penyakap harus membagi hasil produksi dengan pemilik lahan sebesar 50:50. Apabila produksi padi organik tinggi maka penerimaan yang akan diterima petani akan tinggi, begitu sebaliknya apabila produksi padi organik rendah maka penerimaan yang akan diterima petani akan rendah.

(33)

padi organik. Hal seperti itu dalam bidang pertanian biasa disebut dengan risiko dan ketidakpastian.

(34)

Gambar 4. Kerangka Pemikiran

D.Hipotesis

1. Diduga sebagian besar petani padi organik di Kecamatan Pandak berperilaku enggan terhadap risiko.

Usahatani

Penerimaan

Harga Status Kepemilikan Lahan

Milik Sendiri Sewa Sakap

Produksi Padi

Tingkat Risiko

Perilaku petani terhadap risiko

(35)

24

III. METODE PENELITIAN

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif analisis, yaitu metode penelitian yang memusatkan pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dan aktual. Tujuan analisis ini yaitu untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat-sifat dan hubungan antar fenomena yang diteliti (Surakhmad, 1994). Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini mengenai tingkat pendapatan petani padi organik pada berbagai status kepemilikan lahan, tingkat risiko usahatani padi organik pada berbagai status kepemilikan lahan dan perilaku petani terhadap risiko.

A. Teknik Pengambilan Sampel

1. Sampel Daerah

Pengambilan sampel daerah ditentukan secara sengaja (purposive) yaitu sampel daerah yang dipilih berdasarkan pertimbangan yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Penelitian ini dipilih dua desa yaitu Desa Wijirejo dan Desa Caturharjo. Kedua desa tersebut dipilih karena mempunyai populasi petani padi organik yang sudah berkembang lama dan sudah mendapatkan sertifikasi beras higienis.

2. Sampel Petani

Pengambilan sampel petani dalam penelitian ini dilakukan dengan metode sensus yaitu mengambil seluruh populasi petani padi organik yang ada di kedua

(36)

B. Teknik Pengambilan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder, yaitu:

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari petani dengan cara wawancara dan dengan bantuan kuisioner. Dari wawancara yang dilakukan, data yang dikumpulkan yaitu identitas petani (nama, jumlah anggota keluarga, umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, pendapatan), luas lahan, status kepemilikan lahan, sarana produksi (benih, pupuk, pestisida, alat, tenaga kerja), jumlah produksi yang dihasilkan, harga produk, produksi tertinggi dan terendah. 2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung, data sekunder dapat diperoleh dari instansi atau lembaga terkait seperti kantor kelurahan dan kantor kecamatan. Informasi yang di dapat dari data sekunder yaitu keadaan umum wilayah, kondisi pertanian, jumlah penduduk, topografi dan letak geografis dan keadaan sosial ekonomi penduduk.

C. Asumsi dan Batasan Masalah 1. Asumsi

a. Varietas padi di Gapoktan Mitra Usaha Tani dianggap sama dalam usahatani padi organik.

b. Produk yang dijual dalam bentuk beras.

(37)

2. Batasan Masalah

a. Data yang digunakan untuk penelitian merupakan data usahatani padi organik dalam satu musim tanam pada tahun 2016.

b. Petani yang diambil yaitu semua petani padi organik yang ada di kedua desa.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran

1. Pertanian organik merupakan pertanian yang tidak menggunakan bahan kimia dalam penerapannya. Pertanian organik penerapannya menggunakan pupuk dan pestisida yang terbuat dari bahan alami dan bebas dari bahan kimia. Pupuk yang digunakan dalam pertanian organik yaitu pupuk kandang, kompos dan petroganik. Pestisida yang digunakan yaitu beuvarria bassiana.

2. Hasil produksi adalah seluruh hasil panen berupa padi organik yang kemudian digiling menjadi beras dalam satu musim dan dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).

3. Penerimaan adalah sejumlah uang yang diterima petani dari total hasil produksi beras organik dikali dengan harga per kilogram beras yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

4. Lahan adalah areal tanah yang digunakan petani untuk memproduksi padi organik dengan luasan tertentu yang luasnya dinyatakan dengan meter persegi atau hektar (m2 atau ha).

(38)

menghasilkan padi organik. Petani pemilik penggarap juga mengeluarkan sejumlah dana untuk membeli sarana produksi selama usahatani berjalan. b. Penyewa lahan adalah petani yang tidak mempunyai lahan, tetapi petani itu

membayar sewa lahan agar petani tersebut dapat menjalankan usahatani padi organik dengan harga Rp 15.000.000/ha/tahun. Sarana produksi selama usahatani padi organik berjalan diperoleh dari petani itu sendiri yang menyewa lahan.

c. Penyakap adalah petani yang tidak mempunyai lahan namun petani mendapatkan pinjaman lahan dari orang lain yang mempunyai lahan, kemudian petani penyakap mempergunakan lahan untuk menjalankan usahatani padi organik. Sarana produksi yang dibutuhkan untuk usahatani padi organik berasal dari petani penyakap dan pada saat panen, hasil yang diperoleh dibagi dua dengan porsi 50% untuk penyakap dan 50% untuk pemilik lahan.

5. Risiko merupakan suatu kondisi tidak pasti dengan peluang kejadian tertentu yang disebabkan oleh faktor-faktor diluar kekuasaan petani, apabila terjadi akan menimbulkan konsekuensi tidak menguntungkan.

(39)

a. Risk averse (enggan) merupakan perilaku petani dimana petani sebagai pengambil keputusan cenderung akan menghindar terhadap risiko.

b. Risk neutral (netral) merupakan perilaku petani dimana petani sebagai pengambil keputusan berperilaku tidak tegas dalam memilih tindakan pada suatu kondisi yang mempunyai risiko atau tidak mempunyai risiko.

c. Risk lover (berani) merupakan perilaku petani dimana seorang petani berani dalam mengambil keputusan terhadap risiko yang dihadapinya.

E.Metode Analisis Data

1. Analisis Penerimaan Usahatani

Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya penerimaan petani dalam satu musim tanam padi organik. Penerimaan usahatani merupakan hasil dari total produksi dikalikan dengan harga jual per satuan atau bisa juga disebut dengan pendapatan kotor. Produksi petani padi organik dari kegiatan usahatani adalah produksi dalam bentuk beras, sehingga harga jual yang digunakan yaitu harga jual beras. Penerimaan dapat ditulis secara matematis sebagai berikut:

TR = Y . P

Keterangan:

TR = Penerimaan total usahatani Y = Total produksi beras organik

P = Harga jual beras organik per kilogram

2. Analisis Risiko Usahatani

(40)

lahan. Untuk mengukur risiko tersebut menggunakan koefisien variasi. Koefisien variasi adalah pembagian antara standar deviasi dengan rata-rata, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

�� = �

Keterangan:

CV = Koefisien keragaman penerimaan petani padi organik

σ = Standar deviasi penerimaan petani padi organik x = Rata-rata penerimaan petani padi organik

(Sunaryo, 2007), adapun nilai standar deviasi dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

S =

� ��− �̅ 2

�−

Keterangan:

S = Nilai standar deviasi petani padi organik xi = Nilai penerimaan petani padi organik ke x �

̅ = Nilai rata-rata penerimaan petani padi organik n = Jumlah sampel petani padi organik

3. Perilaku Petani terhadap Risiko

Perilaku petani terhadap risiko dilakukan untuk mengetahui perilaku petani dalam menghadapai risiko. Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui perilaku petani terhadap risiko yaitu pendekatan model fungsi utilitas kuadrat. Fungsi utilitas kuadrat merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui perilaku petani padi organik terhadap risiko usahatani (Saptana et all, 2010).

(41)

menggunakan pendekatan model fungsi kuadrat, dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

U = b0 + b1M + b2M2 Keterangan:

U = Nilai indeks utilitas

M = Penerimaan petani yang diperoleh pada titik keseimbangan (CE) b0 = Intersep

b1 = Koefisien penerimaan b2 = Koefisien risiko petani

Koefisien risiko (b2) menunjukkan perilaku petani (Sabrani, 1989) dalam jurnal Sriyadi (2010) jika:

b2 = 0 berarti petani netral terhadap risiko b2 < 0 berarti petani enggan terhadap risiko b2 > 0 berarti petani berani menanggung risiko

Untuk menguji apakah petani mempunyai sikap enggan terhadap risiko atau tidak, maka perlu diajukan hipotesis:

Ho : b2 = 0, artinya perilaku petani netral terhadap risiko.

H1 : b2 ≠ 0, artinya petani perilaku petani enggan atau berani terhadap risiko. Uji hipotesis tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan uji t, dengan rumus:

t hit = � b2b2

Keterangan:

(42)

Dari pengujian hipotesis diatas dapat diambil keputusan yaitu:

a. Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak artinya petani mempunyai perilaku cenderung enggan atau berani terhadap risiko.

b. Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima artinya petani mempunyai perilaku cenderung netral terhadap risiko.

Perilaku petani terhadap risiko usahatani padi organik dalam penelitian ini diuji pada setiap indvidu petani sehingga pilihan yang dibuat merupakan nilai harapan petani pada titik keseimbangan alternatif yang dihadapi. Pembentukan fungsi utilitas dilakukan dengan menghubungkan skala utilitas sehingga petani yang mengusahakan usahatani padi organik akan mempunyai nilai CE yang berbeda. Nilai CE (certainly equivalent) merupakan pendapatan yang membuat petani indifferen terhadap usahataninya. Nilai CE mempunyai konsep merubah sesuatu yang tidak pasti menjadi sesuatu yang pasti. Setiap petani akan mempunyai utilitas yang berbeda karena adanya perbedaan nilai pada jumlah penerimaan yang diharapkan. Prosedur penentuan fungsi utilitas dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut (Soetrisno, 2007):

(43)

Pesimistik (TPP) dengan probabilitas 0,5 dan 0,5 maka TPN dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

TPN = T +T

Keterangan:

TPP = Tingkat penerimaan pesimistik TPO = Tingkat penerimaan optimistik b.

Gambar 5. Metode Penentuan Nilai CE (Certanty Equivalent)

c. Pada gambar 5, diketahi a adalah TPP, i adalah TPO sehingga TPN adalah

e = a+i2 , dimana e* merupakan tingkat penerimaan pada keseimbangan

(CE) yang ditentukan pada tahap pertama sebagai Q1. Pada proses Q2, a

tetap sebagai TPP sedangkan TPO adalah e*, maka TPN adalah c = �+�∗

2

sehingga dapat diperoleh keseimbangan c*.

(44)

keseimbangan g*. Penentuan penerimaan keseimbangan (CE) pada proses selanjutnya yaitu Q4 sampai Q7 dilakukan hal yang sama dengan penentuan pada Q2 dan Q3.

e. Nilai CE ditentukan sebanyak sembilan kali yaitu dari a sampai h*, dengan demikian terdapat sembilan skala untuk indeks utilitas. Titik a merupakan nilai terendah diberi nilai 0 dan titik I sebagai nilai tertinggi dan diberi nilai 8. Skala utilitas dan nilai rupiah dari CE dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Skala Utilitas dan Nilai Rupiah dari Certanty Equivalent Alternatif Pilihan Certainly Equivalent

(CE) Skala Utilitas dari CE

A A 0

I I 8

(a,i) e* 0,5(0) + 0,5 (8) = 4

(a,e) c* 0,5(0) + 0,5 (4) = 2

(e,i) g* 0,5(4) + 0,5 (8) = 6

(a,c) b* 0,5(0) + 0,5 (2) = 1

(e,c) d* 0,5(2) + 0,5 (4) = 3

(e,g) f* 0,5(4) + 0,5 (6) = 5

(g,i) h* 0,5(6) + 0,5 (8) = 7

(45)

34

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH

A. Keadaan Alam

Kecamatan Pandak merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan Pandak mempunyai luas wilayah sebesar 2.430 Ha. Secara administratif Kecamatan Pandak terdiri dari 4 desa, yaitu Desa Caturharjo, Desa Wijirejo, Desa Triharjo dan Desa Gilagharjo. Kecamatan Pandak mempunyai batas-batas wilayah dengan wilayah yang lain yaitu:

Bagian barat : Kecamatan Srandakan

Bagian utara : Kecamatan Pajangan dan Kecamatan Bantul Bagian timur : Kecamatan Bambanglipuro dan Kecamatan Bantul Bagian selatan : Kecamatan Sanden

Kecamatan Pandak merupakan daerah yang mempunyai suhu minimum 20°C dan maksimum 32°C. Kondisi tersebut sangat cocok untuk budidaya tanaman padi, karena tanaman padi dapat tumbuh dengan suhu 23°C.

B. Tata Guna Lahan

(46)

Tabel 3. Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Pandak Tahun 2015

Uraian Penggunaan Lahan Luas (Ha)

Tanah Sawah 1.344,785

Tanah Kering 1.231,587

Tanah Basah 0,8186

Tanah Fasilitas Umum 21,840

Lain-lain (tanah tandus, pasir) 219,104 Monografi Kecamatan Pandak 2015

Berdasarkan tabel 2 luas penggunaan lahan di Kecamatan Pandak dominan untuk tanah sawah yaitu seluas 1.344,785 ha, dimana angka tersebut menunjukkan bahwa potensi lahan untuk pertanian yang ada di Kecamatan Pandak tinggi. Tingginya penggunaan lahan untuk tanah sawah di Kecamatan Pandak dapat dijadikan sebagai sentra penghasil produksi tanaman pangan yaitu padi. Produksi padi yang ada di Kecamatan Pandak merupakan salah satu produksi padi terbesar yang ada di Kabupaten Bantul. Selain itu, di Kecamatan Pandak banyak penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani sehingga kebutuhan sumber daya alam khususnya tanah sawah dapat terpenuhi. Disisi lain, kebutuhan pangan masyarakat khususnya beras, di Kecamatan Pandak dapat terpenuhi.

C. Keadaan Penduduk

1. Keadaan Penduduk berdasarkan Usia

(47)

tidak produktif. Tabel dibawah ini merupakan rincian jumlah penduduk di Kecamatan Pandak berdasarkan usia:

Tabel 4. Jumlah Penduduk berdasarkan Usia

Uraian Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

0-16 tahun 13.434 24,21

17-55 tahun 22.023 39,70

≥56 tahun 20.025 35,59

Total 55.482 100

Monografi Kecamatan Pandak 2015

Berdasarkan sajian tabel 3, dapat diketahui bahwa persentase jumlah penduduk berdasarkan usia yang tinggi yaitu pada usia antara 17-55 tahun. Pada rentang usia ini masyarakat akan lebih produktif dibandingkan dengan usia yang dibawah 17 tahun ataupun di atas 55 tahun. Banyaknya penduduk yang produktif akan menyebabkan wilayah Kecamatan Pandak lebih berkembang, hal tersebut dapat terjadi karena semakin bertambahnya usia seseorang maka akan semakin bertambah pula tingkat pemikiran orang tersebut hingga batas waktu tertentu orang tersebut akan mempunyai kemampuan yang semakin berkurang.

2. Keadaan Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir yang dimiliki setiap orang. Selain itu, pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki maka akan semakin tinggi pula ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.

(48)

dalam menerapkan sistem pertanian yang lebih modern. Berikut rincian keadaan penduduk di Kecamatan Pandak berdasarkan tingkat pendidikan:

Tabel 5. Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

Belum Sekolah 6.126 11,04

Tidak Tamat Sekolah 4.223 7,61

Tamat SD/Sederajat 7.534 13,58

Tamat SMP/Sederajat 9.740 17,56

Tamat SMA/Sederajat 10.913 19,67

Tamat Akademi 14.380 25,92

Tamat Perguruan Tinggi 2.566 4,62

Total 55.482 100

Monografi Kecamatan Pandak 2015

Berdasarkan sajian pada tabel 4 diatas, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki penduduk di Kecamatan Pandak yang terbesar yaitu tamatan Akademi. Sebesar 25,92% penduduk di Kecamatan Pandak tamatan tingkat akademi. Akademi merupakan sebuah instansi yang pada umumnya menghasilkan lulusan diploma. Hal tersebut menunjukkan bahwa penduduk yang ada di Kecamatan Pandak mempunyai kesadaran yang tinggi akan pentingnya pendidikan. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki petani akan semakin mudah petani tersebut mengadopsi penerapan teknologi yang baru.

3. Keadaan Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian

(49)

yang bermata pencaharian sebagai nelayan, kondisi wilayah yang berada di daerah perkotaan akan mempunyai masyarakat yang bermata pencaharian sebagai pekerja industri atau kantor dan kondisi wilayah yang berada di pedesaan akan cenderung mempunyai masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani. Penduduk di Kecamatan Pandak sebagian besar mempunyai mata pencaharian sebagai petani seperti yang terlihat pada tabel 5:

Tabel 6. Jumlah Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian

Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

Petani 16.914 79,87

Pengusaha 74 0,35

Industri Kecil 597 2,82

Buruh Industri 787 3,72

Buruh Bangunan 1.105 5,22

Buruh Pertambangan 930 4,39

Pedagang 276 1,30

Pegawai Negeri Sipil 325 1,53

(50)

D. Pertanian

Pertanian merupakan sektor penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan pembangungan sektor perekonomian suatu daerah. Sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting yaitu penghasil kebutuhan pangan, sandang dan papan. Sektor pertanian terdiri dari beberapa komoditas yang dapat diusahakan. Contoh komoditas yang diusahan yaitu komoditas tanaman pangan dan perkebunan. Kecamatan Pandak merupakan salah satu kecamatan yang mempunyai hasil dari komoditas tanaman pangan dan perkebunan yang tinggi yaitu tanaman padi dan kelapa. Komoditas tersebut dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat yang ada di Kecamatan Pandak. Berikut luas dan produksi komoditas tanaman pangan dan perkebunan di Kecamatan Pandak:

Tabel 7. Luas Produksi Pertanian Kecamatan Pandak 2015

Tanaman Luas Tanaman (ha)

Padi 1.544

Jagung 13

Kacang Tanah 4

Kedelai 156

Monografi Kecamatan Pandak 2015

(51)

mempunyai kondisi sumber daya alam yang mendukung untuk keberlangsungan usahatani.

E. Peternakan

Peternakan merupakan salah satu sektor yang berkaitan dengan pertanian. Dunia peternakan merupakan sektor yang berguna melengkapi pertanian. Kebutuhan yang didapatkan dari peternakan yaitu sebagai penyedia protein yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Selain sebagai kebutuhan tubuh manusia, sektor peternakan sangat berguna untuk keberlangsungan sektor pertanian, karena dalam pertanian juga membutuhkan bantuan dari ternak tersebut seperti kotoran hewan yang berguna sebagai pupuk alami tanaman dan tenaga dari ternak sapi atau kerbau juga dapat di manfaatkan dalam sektor pertanian sebagai pembajak sawah. Berikut kondisi ternak yang ada di Kecamatan Pandak:

Tabel 8. Jenis dan Jumlah Ternak Kecamatan Pandak 2015

Jenis Ternak Jumlah (Ekor)

Sapi 3.316

Kambing 2.433

Domba 2.279

Itik 3.113

Burung Puyuh 3.000

Kelinci 25

Monografi Kecamatan Pandak 2015

(52)

yaitu kotoran sapi dan tenaga dari sapi itu sendiri. Kotoran sapi digunakan petani padi organik untuk memupuk lahan dan tanaman agar tidak menggunakan pupuk kimia sehingga lebih ramah lingkungan dan hemat biaya produksi. Rata-rata petani di Kecamatan Pandak mempunyai ternak sapi sendiri sehingga pupuk kandang dapat diproduksi sendiri oleh petani. Selain untuk pupuk, petani yang tidak menggunakan traktor untuk membajak lahan maka menggunakan tenaga sapi sebagai alat pembajak lahan. Namun seiring dengan kemajuan teknologi saat ini, petani padi organik di Kecamatan Pandak tidak lagi menggunakan tenaga sapi melainkan menggunakan mesin traktor yang lebih praktis untuk digunakan.

F. Sarana Transportasi

Sarana transportasi merupakan alat yang digunakan orang untuk keberlangsungan pekerjaan hari. Tanpa sarana transportasi kegiatan sehari-hari mungkin tidak akan terselesaikan. Sektor pertanian sendiri sangat membutuhkan sarana transportasi demi belangsungnya kegiatan usahatani. Berikut tabel sarana transportasi yang ada di Kecamatan Pandak:

Tabel 9. Jenis Sarana Transportasi Kecamatan Pandak

Jenis Sarana Transportasi Jumlah (buah)

Sepeda 18.064

Dokar/delman 2

Gerobak 12

Becak 90

Kendaraan bermotor roda 3 29

Sepeda motor 14.354

Mobil pribadi 215

Truk 35

Bus umum 19

(53)

Berdasarkan tabel 8, mayoritas penduduk yang ada di Kecamatan Pandak menggunakan sepeda dan sepeda motor sebagai sarana transportasi. Sepeda dan sepeda motor mudah digunakan petani untuk melakukan aktivitas terutama untuk pergi ke sawah dan dapat dijangkau masyarakat menegah ke bawah. Petani menggunakan sepeda atau sepeda motor untuk pergi ke sawah, karena dengan sepeda atau sepeda motor petani lebih mudah meletakkan sekitar area lahan pertanian. Selain sepeda dan sepeda motor, petani menggunakan gerobak sebagai alat transportasi. Gerobak digunakan petani untuk mengangkut hasil panen padi organik dari sawah hingga rumah. Gerobak digunakan petani untuk mengangkut hasil panen padi organik, karena dengan gerobak petani dapat membawa hasil panen padi organik lebih mudah dan cepat.

G. Sarana Perekonomian

(54)

Tabel 10. Jenis Sarana Perekonomian di Kecamatan Pandak 2015

Berdasarkan tabel 9, dapat dilihat bahwa sarana perekonomian di Kecamatan Pandak mayoritas toko, kios dan warung. Hal ini dapat mendukung kemajuan perekonomian masyarakat di Kecamatan Pandak. Adanya toko, kios dan warung masyarakat Kecamatan Pandak yang tidak mempunyai toko, kios dan warung sendiri dapat menitipkan hasil produksi bahan makanan, makanan ataupun barang hasil produksinya ke toko, kios ataupun warung yang ada. seperti halnya petani padi organik Kecamatan Pandak menjual beras organiknya ke warung. Selain toko, kios dan warung Kecamatan Pandak mempunyai pasar umum sebanyak 7 dari sarana perekonomian yang ada. Meskipun dengan jumlah yang sedikit namun pasar yang ada di Kecamatan Pandak sudah membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

H. Profil Gapoktan Mitra Usaha Tani

(55)

petani yang berasal dari kelompok tani yang ada di Desa Wijirejo dan Desa Caturharjo. Kelompok tani yang tergabung dalam gapoktan ini berjumlah 11 kelompok tani. Gapoktan ini berdiri pada 13 Februari 2007 dan telah dikukuhkan oleh Bupati Bantul pada 19 Mei 2005.

1. Struktur Pengurus Gapoktan Mitra Usaha Tani

Setiap organisasi tidaklah terlepas dari kepengurusan, begitupun dengan Gapoktan Mitra Usaha Tani. Gapoktan ini mempunyai struktur organisasi yang berfungsi untuk menjalankan sistem yang ada di gapoktan. Struktur organisasi yang terdapat di gapoktan tersebut seluruh unit berada dibawah pimpinan ketua gapoktan langsung. Ketua gapoktan di bantu oleh unit-unit kerja yang telah dibagi sesuai kebutuhan gapoktan. Setiap unit yang telah terbagi mempunyai kewenangan untuk menjalankan tugas kerja masing-masing. Struktur Gapoktan Mitra Usaha Tani dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Tugas pengurus Gapoktan Mitra Usaha Tani a. Ketua

Memimpin dan memajukan gapoktan secara keseluruhan. b. Bendahara

(56)

c. Sekretaris

Sekretaris bertugas untuk membuat administrasi gapoktan, mengagendakan rapat rutin gapoktan, membuat notulen dan undangan ataupun surat.

Gambar 6. Struktur Gapoktan Mitra Usaha Tani d. Unit Humas dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

Unit ini mempunyai tugas untuk melakukan pemberdayaan atau pelatihan kepada anggota kelompok tani, memberi penjelasan atau informasi kepada mayarakat apabila ada berita, memberikan publikasi dan informasi kepada petani, melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan sekretaris.

(57)

Unit LKM atau PUAP ini mempunyai tugas yaitu mengelola dan mengadakan simpan pinjam untuk anggota, mencatat dan melaporkan hasil penerimaan dari simpan pinjam secara tertib dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT).

f. Unit Distribusi dan Penggilingan

Unit distribusi dan penggilingan di gapoktan ini mempunyai tugas mengadakan transaksi jual beli beras atau gabah atau jagung pada petani, mencatat setiap transaksi yang terjadi, menampung sementara dan bertanggungjawab terhadap keamanan barang, mengolah atau menggiling gabah milik gapoktan dan milik petani, memasarkan beras, gabah dan jagung keluar Desa Wijirejo serta membuat laporan transaksi secara periodik.

g. Unit Alat Mesin Pertanian

Unit alat mesin pertanian ini mempunyai tugas untuk mengelola dan merawat mesin-mesin milik gapoktan agar mendapatkan hasil keuntungan, mencatan dan melaporkan hasil-hasil dari mesin milik gapoktan.

h. Unit Cadangan Pangan

Bagian unit cadangan pangan bertugas untuk membeli dan menampung gabah atau beras di gudang, menyalurkan pinjaman gabah atau beras kepada petani serta mengelola cadangan pangan secara tertib.

i. Unit Peternakan dan Tanaman Pangan Hortikultura (TPH)

(58)

terjadi gejala-gejala serangan OPT yang merugikan petani, mengajak para petani untuk meningkatkan produktivitas produksi, mengajak petani untuk mengembangkan usaha peternakan dan mendata populasi ternak, melaporkan ke instansi terkait apabila terjadi serangan penyakit pada ternak.

2. Program Kerja Gapoktan Mitra Usaha Tani a. Rencana Program Jangka Pendek

Pertemuan rutin pengurus dan peningkatan SDM pengurus, mengoptimalkan iuran anggota dan saham anggota, pengembangan teknologi pertanian (SLPTT dan SRI), pembuatan pupuk organik untuk subsidi petani/anggota, pengembangan dan peningkatan unit subsidi dan cadangan pangan, pengembangan jaringan usaha dan kemitraan, peningkatan SDM petani dengan pelatihan dan magang serta studi banding. b. Rencana Program Jangka Menengah

(59)

c. Rencana Program Jangka Panjang

Gapoktan mempunyai kantor atau gedung pertemuan, gapoktan mempunyai badan usaha yang profesional, gapoktan dapat memberi gaji bagi pengurus secara layak atau standart upah minimum regional.

I. Budidaya Padi Organik

Budidaya padi organik yang dilakukan di Gapoktan Mitra Usaha Tani berawal dari pembenihan hingga pasca panen. Budidaya padi organik mempunyai Standart Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan oleh gapoktan tersebut. Berikut proses budidaya padi organik yang ada di Gapoktan Mitra Usaha Tani.

Benih. Benih merupakan biji padi yang digunakan untuk bibit tanaman padi. Benih yang digunakan petani yaitu benih varietas lokal yang diperoleh dari gapoktan. Petani padi organik di Gapoktan Mitra Usaha Tani menggunakan benih varietas pandan wangi atau menthik susu. Benih yang digunakan berasal dari panen sebelumnya yang telah diseleksi. Setelah di seleksi, benih di rendam dengan air selama 24 jam dan kemudian benih di tutup agar benih berkecambah. Setelah menjadi kecambah, kemudian benih di sebar di areal sawah yang telah dibuat untuk persemaian.

(60)

air yang ada, selain itu calon bibit juga dijaga agar terhindar dari serangan hama dan gulma yang ada.

Pengolahan lahan. Pengolahan yang dilakukan oleh petani yaitu perbaikan pematang, pengairan, pemberian pupuk kandang dan pembajakkan. Kegiatan yang dilakukan petani yaitu membersihkan pematang dari gulma dan memperbaiki pematang yang rusak. Apabila ada pematang yang bocor petani memperbaiki agar jika diisi dengan air tidak merembes. Mengairi lahan kurang lebih 3-7 cm sebelum lahan dibajak. Lahan diberi pupuk kandang dengan cara di sebarkan di lahan sebanyak kurang lebih 2000 kg/ha. Setelah diberi pupuk kandang, lahan dibajak dengan mesin traktor. Setelah pembajakan selesai, lahan didiamkan selama kurang lebih 7-10 hari agar tanah menjadi dayung dan air tidak sampai kering. Penanaman. Setelah dilakukan pengolahan lahan, lahan siap untuk

ditanami dengan bibit yang telah siap untuk di tanam. Penanaman dilakukan oleh petani pagi hari. Proses penanaman dilakukan dengan bantuan bilah bambu untuk mengatur jarak tanam. Jarak tanam yang digunakan petani yaitu 23 cm x 23 cm. Bibit yang telah siap untuk ditanam dicabut terlebih dahulu dan kemudian ditanam dengan menggunakan jari tangan agar terbentuk lubang. Satu lubang tanam, petani biasanya mengisi antara 2-3 bibit padi organik.

(61)

berumur 35-40 hari. Pupuk yang digunakan petani yaitu pupuk organik kurang lebih sebanyak 1000 kg/ha. Penyiangan dilakukan apabila tumbuh gulma di sekitar tanaman padi. Penyiangan dilakukan dengan menggosrok sela-sela tanaman padi terlebih dahulu dan kemudian dicabut dengan tangan, gulma tersebut oleh petani dimanfaatkan sebagai pupuk kompos yang dimasukkan ke dalam lubang tanam agar gulma menjadi busuk. Penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali dalam satu musim tanam. Pemeliharaan yang dilakukan petani untuk pemberantasan hama yaitu menggunakan musuh alami atau jika ada pemberantasan hama massal menggunakan bio pestisida yaitu pestisida organik yang diperoleh dari penyuluh lapangan. Pada pemeliharaan bagian pengairan yaitu dilakukan dengan cara penggenangan sesuai dengan jumlah air yang tersedia di saluran pemasukkan air. Kualitas air sangat perlu diperhatikan agar pertanaman tidak tercemar.

(62)

rumpun padi yang telah dipotong ke dalam pedal. Gabah hasil rontokkan kemudian disilir atau diayak dari kotoran, gabah yang sudah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam karung yang telah disiapkan.

Pasca panen. Pasca panen dilakukan oleh petani yaitu penjemuran dan penggilingan. Penjemuran dilakukan petani selama 2-3 hari mulai dari pukul 08.00 sampai pukul 15.00 apabila kondisi panas yang bagus. Jika kondisi panas kurang bagus maka penjemuran bisa sampai 7 hari. Setelah proses penjemuran selesai, selanjutnya petani melakukan penggilingan gabah. Gabah digiling untuk menghasilkan beras yang siap untuk dijual. Penggilingan dilakukan sebanyak dua kali yaitu pemecahan kulit gabah dan penyosohan yaitu untuk memutihkan beras. Setiap 1 kilogram gabah kering yang kemudian digiling akan menjadi 0,65 kilogram beras.

(63)
(64)

53

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

Identitas petani merupakan suatu tanda pengenal yang dimiliki petani untuk dapat diketahui latar belakangnya. Identitas petani dapat berupa usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga petani pengalaman berusahatani dan pendapatan petani. Identitas yang dimiliki petani dapat mempengaruhi kinerja yang dimiliki petani. Total petani padi organik di Gapoktan Mitra Usaha Tani berjumlah 33 petani, dari 33 petani tersebut akan dibedakan berdasarkan status kepemilikan lahan yaitu petani pemilik penggarap, petani penyewa dan petani penyakap. Petani yang berjumlah 33 tersebut terdiri dari 4 petani mempunyai status lahan milik dan sewa, 2 petani mempunyai lahan milik dan sakap, 3 petani mempunyai status lahan sewa dan sakap, 14 petani mempunyai status lahan milik, 4 petani mempunyai status lahan sewa dan 6 petani mempunyai status lahan sakap.

1. Distribusi Jenis Kelamin Petani Padi Organik

Jenis kelamin dapat dijadikan sebagai pembeda antara laki-laki dan perempuan. Masyarakat di Kecamatan Pandak yang mempunyai mata pencaharian sebagai petani tidak hanya laki-laki saja, melainkan perempuan yang menjadi petani juga ada. Berikut tabel jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin:

Tabel 11. Jumlah Petani Padi Organik Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Laki-laki 24 72,72

Perempuan 9 27,28

Jumlah 33 100

(65)

Berdasarkan tabel 11 dapat dilihat bahwa petani laki-laki mempunyai jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan petani perempuan. Petani laki-laki pada umumnya mempunyai tingkat produktivitas yang lebih tinggi daripada perempuan. Jumlah petani laki-laki sebesar 72,72%. Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap produksi padi organik pada lahan yang dikelola oleh petani laki-laki, karena tenaga yang dimiliki seorang laki-laki lebih besar dibandingkan dengan tenaga perempuan. Selain itu, pekerjaan petani perempuan hanya digunakan sebagai pekerjaan sampingan ataupun hanya membantu suami sebagai petani utama.

2. Distribusi Usia Petani Padi Organik

Usia merupakan penanda tingkat kemampuan seseorang dalam beraktivitas. Usia yang dimiliki petani sangat berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja dalam mengelola usahatani padi organik. Usia yang dapat menghasilkan tenaga kerja produktif yaitu antara usia 15 - 60 tahun. Apabila seorang petani mempunyai usia ≥ 61 tahun maka kemampuan kerja yang dimiliki petani sudah berkurang. Petani yang mempunyai usia ≤ 14 tahun masih belum produktif karena pada usia ini masih pada tahap perkembangan. Berikut tabel identitas petani berdasarkan usia:

Tabel 12. Jumlah Petani Padi Organik berdasarkan Tingkat Usia Usia Petani (tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

≤14 0 0

15-60 27 81,81

≥61 6 18,19

Jumlah 33 100

(66)

Berdasarkan tabel 12, diketahui bahwa petani padi organik mempunyai usia terendah 34 tahun dan tertinggi 82 tahun. Jadi petani padi organik berada di rentang usia yang produktif hingga tidak produktif. Petani padi organik yang berusia produktif sebesar 81,81%. Pada rentang usia produktif menunjukkan bahwa kondisi fisik seseorang tersebut masih bagus, sehingga dalam bekerja masih bisa menghasilkan tenaga yang maksimal untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi. Namun terkadang pada usia produktif ini tidak semua petani menggunakan tenaganya secara maksimal untuk berusahatani karena ada sebagian petani yang menjadikan pekerjaan petani hanya sebagai pekerjaan sampingan. Apabila pekerjaan petani hanya sebagai pekerjaan sampingan maka petani menganggap pekerjaan tersebut tidak terlalu diprioritaskan sehingga dalam pengerjaannya tidak maksimal.

3. Distribusi Tingkat Pendidikan Petani Padi Organik

(67)

inovasi dan teknologi bidang pertanian yang baru. Dapat dilihat pada tabel di bawah ini jumlah petani padi organik berdasarkan tingkat pendidikan:

Tabel 13. Jumlah Petani Padi Organik berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

SD 12 36,36

SMP 5 15,15

SMA 15 45,45

Perguruan Tinggi 1 3,04

Jumlah 33 100

Data Primer Diolah 2016

Berdasarkan tabel 13 dapat dilihat bahwa dari total 33 petani padi organik yang ada, hanya 1 orang yang mempunyai tingkat pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi dengan persentase 3,04%. Rata-rata petani padi organik mempunyai tingkat pendidikan hingga jenjang SMA/Sederajat. Tingkat pendidikan yang sudah cukup tinggi atau SMA/sederajat maka petani padi organik akan lebih mudah menerima penerapan teknologi yang baru untuk pengolahan dan pengembangan usahatani padi organik. Pada saat ini perkembangan teknologi dalam dunia pertanian sudah sangat berkembang pesat, banyak teknologi baru yang dapat diterapkan oleh petani dalam usahataninya. Adanya peningkatan teknologi yang baru dapat membuat produktivitas padi organik meningkat, sehingga penerimaan petani juga dapat meningkat.

4. Distribusi Jumlah Anggota Keluarga Petani Padi Organik

(68)

kerja yang dicurahkan dalam usahatani padi organik maka ada kemungkinan untuk mendapatkan produksi padi organik yang lebih tinggi. Berikut tabel jumlah anggota keluarga petani padi organik:

Tabel 14. Jumlah Anggota Keluarga Tanggungan Petani Padi Organik Anggota Keluarga Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

0 – 2 6 18,18

3 – 4 25 75,75

5 – 6 2 6,07

Jumlah 33 100

Data Primer Diolah 2016

Berdasarkan tabel 14, dapat dijelaskan bahwa petani padi organik rata-rata mempunyai jumlah tanggungan anggota keluarga antara 3-4 orang yaitu sebesar 75,75%. Hal ini dapat berpengaruh terhadap usahatani yang dikelola petani, karena semakin banyak anggota keluarga maka akan semakin banyak tenaga kerja yang dapat dicurahkan untuk mengelola usahatani dan akan semakin banyak pula pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh petani. Jadi dapat disimpulkan bahwa petani seharusnya mempunyai motivasi yang tinggi untuk mengembangkan usahataninya menjadi lebih besar agar penerimaan petani menjadi lebih besar juga. Selain itu, sumber daya manusia yang dimiliki petani tergolong cukup besar sehingga pengelolaan padi organik dapat lebih maksimal.

5. Distribusi Pengalaman Berusahatani Petani Padi Organik

Gambar

Tabel 1. Produktivitas Padi di DIY
Gambar 2. Grafik Perilaku Petani Berani terhadap Risiko
Gambar 3. Grafik Perilaku Petani Netral terhadap Risiko
Gambar 4. Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Biaya total yang dikeluarkan pada usahatani padi organik lebih tinggi dibandingkan pada padi konvensional, akan tetapi biaya yang tinggi dapat diimbangi dengan

(2) Peran LSM dalam pengembangan usahatani padi organik di Desa Tawangsari adalah memberikan pelatihan kepada petani, memberikan pembekalan kepada petani organik

Selain itu, pada penelitian Kaban (2012) juga menyatakan bahwa efisiensi ekonomi pada usahatani padi sawah di Desa Sei Belutu, Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten

Perlu adanya pertimbangan khusus oleh pemerintah dalam menentukan stabilitas harga padi dan juga jaminan terhadap risiko usahatani padi organik maupun non organik, seperti

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pada petani organik adalah metode sensus sedangkan untuk petani padi non organik digunakan metode Slovin dengan

dihadapi oleh petani padi organik dan non organik di Desa Lubuk Bayas. 1.3

Padi organik varietas mentik susu dibudidayakan petani di Kecamatan Candipuro dengan harapan untuk meningkatkan kualitas beras dan peningkatan pendapatan usahatani

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan membandingkan produtivitas, pendapatan, efisiensi dan kemanfaatan usahatani padi organik varietas Mentik dengan