ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI
TANAMAN KAYU MANIS
MENJADI KAKAO
DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI
PROVINSI JAMBI
OLEH
SUCI NOLA ASHARI A14302009
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA
KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI
Oleh :
SUCI NOLA ASHARI A14302009
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI
BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, Agustus 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi pada tanggal
2 Juli 1984. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan
Drs. Ashari dan Alseswita.
Pendidikan formal dimulai dari TK Barunawati Padang pada tahun 1989.
Penulis melanjutkan pendidikan di SD Baiturrahmah Padang pada tahun 1990 dan
lulus pada tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di
SLTP Negeri 3 Sungai Penuh Kerinci sampai pada tahun 1999. Pada Tahun 1999
penulis melanjutkan pendidikan menengah atas pada SMU Negeri 2 Sungai Penuh
Kerinci dan lulus pada tahun 2002. Pada pertengahan 2002 penulis diterima di
Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu- Ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh
pendidikan di IPB penulis aktif diberbagai kepanitian kegiatan kemahasiswaan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul Analisis
Kelayakan Finansial Konversi Tanaman Kayu Manis Menjadi Kakao di Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan sarjana dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis kelayakan konversi
tanaman kayu manis menjadi kakao menggunakan analisis finansial serta
menganalisis tingkat kepekaan usaha perkebunan selama usaha perkebunan
tersebut dilaksanakan.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan,
oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan guna
perbaikan dimasa yang akan datang. Besar harapan penulis agar skripsi ini di
berkati oleh Allah SWT serta bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Agustus 2006
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat diselasikan tanpa adanya
do’a, bantuan, motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang tulus kepada
pihak-pihak yang telah membantu penulis selama penyelesaian skripsi ini yaitu
kepada :
1. Kedua orang tuaku tercinta, ayahanda Drs. Ashari dan Ibunda Alseswita
dengan do’a, materi, motivasi yang tak pernah henti, Adik-adiku tersayang
dan seluruh keluarga besar penulis yang tak dapat disebutkan satu persatu.
2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec sebagai dosen pembimbing skripsi atas
masukan, arahan, pengertian serta perhatian dalam membimbing penulis
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Tanti Novianti, SP,MSi sebagai dosen penguji utama atas saran dan kritik
yang menyempurnakan skripsi ini.
4. A. Faroby Falatehan, SP, ME sebagai dosen penguji Wakil Komisi
Pendidikan atas koreksi dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
5. Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci atas masukan serta bantuan selama
penelitian, serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang sangat membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah... 5
1.3 Tujuan Penelitian... 8
1.4 Kegunaan Penelitian... 8
1.5 Batasan Penelitian ... 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kelayakan Proyek ... 10
2.1.1 Pengertian Proyek ... 10
2.1.2 Kelayakan Proyek ... 14
2.1.3 Analisis Sensitivitas ... 16
2.2 Komoditas Kayu Manis... 17
2.3 Perkembangan dan Tata Niaga Kayu Manis ... 20
2.4 Komoditas Kakao ... 21
2.5 Perkembangan Produksi Kakao Indonesia ... 23
2.6 Konversi Tanaman Perkebunan ... 25
2.7 Penelitian Terdahulu ... 25
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Dasar Pemikiran ... 27
3.2 Hipotesis ... 31
BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
4.2 Jenis dan Sumber Data ... 32
4.3 Metode dan Analisis Data ... 33
4.3.1 Analisis Kelayakan Finansial ... 33
4.3.1.1 Penerimaan dan Biaya dalam Analisis Kelayakan Finansial ... 34
4.3.1.2 Kriteria Kelayakan Finansial... 35
4.3.2 Analisis Sensitivitas ... 38
4.4 Asumsi Dasar ... 38
BAB V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Letak dan Kondisi Wilayah ... 40
5.2 Penggunaan Lahan di Kecamatan Gunung Raya ... 40
5.3 Sosial dan Kependudukan ... 41
BAB VI. KARAKTERISTIK USAHA PERKEBUNAN
6.1 Usaha Perkebunan Kayu Manis ... 49
6.1.1 Modal dan Tenaga Kerja ... 50
6.1.2 Penggunaan Sarana Produksi dan Produksi ... 52
6.2 Usaha Perkebunan Kakao... 55
6.2.1 Modal dan Tenaga Kerja ... 57
6.2.2 Penggunaan Sarana Produksi dan Produksi ... 58
6.3 Hubungan antara Konversi Tanaman Kayu Manis Menjadi Kakao dengan Kelestarian Wilayah Konservasi TNKS... 60
6.4 Aspek-Aspek Studi Kelayakan... 62
BAB VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL 7.1 Analisis Kelayakan Finansial ... 63
7.1.1 Arus Biaya ... 63
7.1.1.1 Biaya Investasi ... 63
7.1.1.2 Biaya Operasional ... 66
7.1.2 Arus Penerimaan ... 69
7.1.3 Kriteria Kelayakan Finansial... 70
7.2 Analisis Sensitivitas ... 72
BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan... 75
8.2 Saran ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 77
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Luas Areal Perkebunan Rakyat dan Produksi Kayu Manis
Indonesia Tahun 1994-1999 ...2
2. Produksi Kayu Manis di Beberapa Daerah di Indonesia Tahun 2000-2003 (Ton) ... 3
3. Luas Areal dan Produksi Tanaman Kayu Manis Di Kecamatan Gunung Raya 1999-2004 ...4
4. Harga Kulit Manis di Tingkat Pedagang Pengumpul di Kabupaten Kerinci ...6
5. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan
9. Luas Areal Tanam dan Jumlah Petani Tanaman Perkebunan Di Kecamatan Gunung Raya ...45
10. Kadar Tipe Kulit Manis dalam Satuan Batang Kayu Manis ...51
15. Rincian Biaya Opersional Tanaman Kakao ...68
16. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi antara Kayu Manis Dan Kakao ...72
17. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Perkebunan Kayu Manis ...73
18. Perbandingan Nilai Elastisitan NPV Kayu Manis Dan Kakao ...75
LAMPIRAN
1. Peta Kabupaten Kerinci ...80
2. Kuisioner Penelitian ...81
3. Karakteristik Reponden ...89
4. Ekspor Kayu Manis Periode Januari –November 2005 ...90
5. Penggunaan Tenaga Kerja Tanaman Kayu Manis Per Responden (orang) ...92
6. Data Jumlah Upah Tenaga Kerja Kulit Manis (Rp) ...93
7. Data Penggunaan Tenaga Kerja Pada Tanaman Sela ...94
8. Tenaga Kerja pada Tana man Pohon Pelindung (lamtoro) ...95
9. Data Upah Tenaga Kerja Tanaman Pohon Pelindung (lamtoro)...96
10. Data Tenaga Kerja Pada Tanaman Kakao...97
11. Data Upah Tenaga Kerja Kakao ...98
12. Data Pengeluaran Bibit dan Peralatan Kayu Manis ...99
13. Data Pengeluaran Peralatan dan Bangunan (Rp) ...100
14. Data Penggunaan Pupuk dan Obat-Obatan Kayu Manis ...101
15. Data Penggunaan Pupuk Kakao dan Tanaman Sela Kayu Manis (Kopi) ...102
16. Pemasukan Kayu Manis ...103
17. Data Hasil Panen Kakao Umur 3- 25 Tahun...104
18. Data Pemasukan Kakao Dari Hasil Penjualan Kakao ...105
19. Cashflow Tanaman Kayu Manis ...109
20. Analisis Sensitivitas Kayu Manis (Penurunan Harga Output sebesar 41,67 Persen)...114
21. Analisis Sensitivitas Kayu Manis (Penurunan Hasil Produksi sebesar 37,5 persen) ...118
22. Analisis Sensitivitas Kayu Manis (Peningkatan Harga Pupuk sebesar 8,33 persen) ...122
23 Cashflow Kakao ...125
24. Analisis Sensitivitas Tanaman Kakao (Penurunan Harga Output sebesar 41,67 persen) ...128
25. Analisis Sensitivitas Tanaman Kakao (Penurunan Hasil Produksi sebesar 37,50 Persen) ...131
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI
TANAMAN KAYU MANIS
MENJADI KAKAO
DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI
PROVINSI JAMBI
OLEH
SUCI NOLA ASHARI A14302009
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA
KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI
Oleh :
SUCI NOLA ASHARI A14302009
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI
BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, Agustus 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi pada tanggal
2 Juli 1984. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan
Drs. Ashari dan Alseswita.
Pendidikan formal dimulai dari TK Barunawati Padang pada tahun 1989.
Penulis melanjutkan pendidikan di SD Baiturrahmah Padang pada tahun 1990 dan
lulus pada tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di
SLTP Negeri 3 Sungai Penuh Kerinci sampai pada tahun 1999. Pada Tahun 1999
penulis melanjutkan pendidikan menengah atas pada SMU Negeri 2 Sungai Penuh
Kerinci dan lulus pada tahun 2002. Pada pertengahan 2002 penulis diterima di
Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu- Ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh
pendidikan di IPB penulis aktif diberbagai kepanitian kegiatan kemahasiswaan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul Analisis
Kelayakan Finansial Konversi Tanaman Kayu Manis Menjadi Kakao di Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan sarjana dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis kelayakan konversi
tanaman kayu manis menjadi kakao menggunakan analisis finansial serta
menganalisis tingkat kepekaan usaha perkebunan selama usaha perkebunan
tersebut dilaksanakan.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan,
oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan guna
perbaikan dimasa yang akan datang. Besar harapan penulis agar skripsi ini di
berkati oleh Allah SWT serta bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Agustus 2006
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat diselasikan tanpa adanya
do’a, bantuan, motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang tulus kepada
pihak-pihak yang telah membantu penulis selama penyelesaian skripsi ini yaitu
kepada :
1. Kedua orang tuaku tercinta, ayahanda Drs. Ashari dan Ibunda Alseswita
dengan do’a, materi, motivasi yang tak pernah henti, Adik-adiku tersayang
dan seluruh keluarga besar penulis yang tak dapat disebutkan satu persatu.
2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec sebagai dosen pembimbing skripsi atas
masukan, arahan, pengertian serta perhatian dalam membimbing penulis
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Tanti Novianti, SP,MSi sebagai dosen penguji utama atas saran dan kritik
yang menyempurnakan skripsi ini.
4. A. Faroby Falatehan, SP, ME sebagai dosen penguji Wakil Komisi
Pendidikan atas koreksi dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
5. Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci atas masukan serta bantuan selama
penelitian, serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang sangat membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah... 5
1.3 Tujuan Penelitian... 8
1.4 Kegunaan Penelitian... 8
1.5 Batasan Penelitian ... 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kelayakan Proyek ... 10
2.1.1 Pengertian Proyek ... 10
2.1.2 Kelayakan Proyek ... 14
2.1.3 Analisis Sensitivitas ... 16
2.2 Komoditas Kayu Manis... 17
2.3 Perkembangan dan Tata Niaga Kayu Manis ... 20
2.4 Komoditas Kakao ... 21
2.5 Perkembangan Produksi Kakao Indonesia ... 23
2.6 Konversi Tanaman Perkebunan ... 25
2.7 Penelitian Terdahulu ... 25
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Dasar Pemikiran ... 27
3.2 Hipotesis ... 31
BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
4.2 Jenis dan Sumber Data ... 32
4.3 Metode dan Analisis Data ... 33
4.3.1 Analisis Kelayakan Finansial ... 33
4.3.1.1 Penerimaan dan Biaya dalam Analisis Kelayakan Finansial ... 34
4.3.1.2 Kriteria Kelayakan Finansial... 35
4.3.2 Analisis Sensitivitas ... 38
4.4 Asumsi Dasar ... 38
BAB V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Letak dan Kondisi Wilayah ... 40
5.2 Penggunaan Lahan di Kecamatan Gunung Raya ... 40
5.3 Sosial dan Kependudukan ... 41
BAB VI. KARAKTERISTIK USAHA PERKEBUNAN
6.1 Usaha Perkebunan Kayu Manis ... 49
6.1.1 Modal dan Tenaga Kerja ... 50
6.1.2 Penggunaan Sarana Produksi dan Produksi ... 52
6.2 Usaha Perkebunan Kakao... 55
6.2.1 Modal dan Tenaga Kerja ... 57
6.2.2 Penggunaan Sarana Produksi dan Produksi ... 58
6.3 Hubungan antara Konversi Tanaman Kayu Manis Menjadi Kakao dengan Kelestarian Wilayah Konservasi TNKS... 60
6.4 Aspek-Aspek Studi Kelayakan... 62
BAB VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL 7.1 Analisis Kelayakan Finansial ... 63
7.1.1 Arus Biaya ... 63
7.1.1.1 Biaya Investasi ... 63
7.1.1.2 Biaya Operasional ... 66
7.1.2 Arus Penerimaan ... 69
7.1.3 Kriteria Kelayakan Finansial... 70
7.2 Analisis Sensitivitas ... 72
BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan... 75
8.2 Saran ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 77
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Luas Areal Perkebunan Rakyat dan Produksi Kayu Manis
Indonesia Tahun 1994-1999 ...2
2. Produksi Kayu Manis di Beberapa Daerah di Indonesia Tahun 2000-2003 (Ton) ... 3
3. Luas Areal dan Produksi Tanaman Kayu Manis Di Kecamatan Gunung Raya 1999-2004 ...4
4. Harga Kulit Manis di Tingkat Pedagang Pengumpul di Kabupaten Kerinci ...6
5. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan
9. Luas Areal Tanam dan Jumlah Petani Tanaman Perkebunan Di Kecamatan Gunung Raya ...45
10. Kadar Tipe Kulit Manis dalam Satuan Batang Kayu Manis ...51
15. Rincian Biaya Opersional Tanaman Kakao ...68
16. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi antara Kayu Manis Dan Kakao ...72
17. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Perkebunan Kayu Manis ...73
18. Perbandingan Nilai Elastisitan NPV Kayu Manis Dan Kakao ...75
LAMPIRAN
1. Peta Kabupaten Kerinci ...80
2. Kuisioner Penelitian ...81
3. Karakteristik Reponden ...89
4. Ekspor Kayu Manis Periode Januari –November 2005 ...90
5. Penggunaan Tenaga Kerja Tanaman Kayu Manis Per Responden (orang) ...92
6. Data Jumlah Upah Tenaga Kerja Kulit Manis (Rp) ...93
7. Data Penggunaan Tenaga Kerja Pada Tanaman Sela ...94
8. Tenaga Kerja pada Tana man Pohon Pelindung (lamtoro) ...95
9. Data Upah Tenaga Kerja Tanaman Pohon Pelindung (lamtoro)...96
10. Data Tenaga Kerja Pada Tanaman Kakao...97
11. Data Upah Tenaga Kerja Kakao ...98
12. Data Pengeluaran Bibit dan Peralatan Kayu Manis ...99
13. Data Pengeluaran Peralatan dan Bangunan (Rp) ...100
14. Data Penggunaan Pupuk dan Obat-Obatan Kayu Manis ...101
15. Data Penggunaan Pupuk Kakao dan Tanaman Sela Kayu Manis (Kopi) ...102
16. Pemasukan Kayu Manis ...103
17. Data Hasil Panen Kakao Umur 3- 25 Tahun...104
18. Data Pemasukan Kakao Dari Hasil Penjualan Kakao ...105
19. Cashflow Tanaman Kayu Manis ...109
20. Analisis Sensitivitas Kayu Manis (Penurunan Harga Output sebesar 41,67 Persen)...114
21. Analisis Sensitivitas Kayu Manis (Penurunan Hasil Produksi sebesar 37,5 persen) ...118
22. Analisis Sensitivitas Kayu Manis (Peningkatan Harga Pupuk sebesar 8,33 persen) ...122
23 Cashflow Kakao ...125
24. Analisis Sensitivitas Tanaman Kakao (Penurunan Harga Output sebesar 41,67 persen) ...128
25. Analisis Sensitivitas Tanaman Kakao (Penurunan Hasil Produksi sebesar 37,50 Persen) ...131
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkebunan merupakan suatu sektor andalan Indonesia yang memiliki
prospek yang cerah untuk dikembangkan. Dalam perekonomian Indonesia, sektor
perkebunan memiliki posisi penopang yang cukup besar yaitu sebagai penghasil
devisa negara. Hal ini dikarenakan sektor perkebunan memiliki komoditas
unggulan yang dapat diterima di pasar Internasional. Komoditas unggulan yang
memiliki nilai ekspor diantaranya adalah karet, kakao, kelapa sawit dan kulit
manis.
Kayu Manis (Cinnamomum burmanii Bl) disebut juga dengan Cassiavera .
Kayu manis merupakan tanaman berumur panjang yang memproduksi kulit manis
yang sebagian besar diusahakan oleh perkebunan rakyat. Luas areal kayu manis di
Indonesia terus bertambah setiap tahunnya begitu pula dengan produksi kayu
manis. Namun pertambahan luas serta produksi kulit manis tidak begitu signifikan.
Pada tahun 1994 sampai dengan tahun 1997 luas areal perkebunan kayu manis
terus bertambah dari 93.300 ha sampai dengan 98.900 ha yang diikuti dengan
pertambahan produksi kulit manis. Pada tahun 1998 dan tahun 1999 luas areal
kayu manis cenderung tetap namun dari segi produksi mengalami peningkatan
karena perawatan, pengalaman petani dan teknologi yang digunakan untuk
meningkatkan produktivitas dari kayu manis tersebut. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 1. Luas Areal Perkebunan Rakyat dan Produksi Kayu Manis Indonesia Tahun 1994-1999
Tahun Luas Areal (ha) Produksi (ton)
1994 93.300 35.400
1995 98.900 37.300
1996 105.100 39.400
1997 114.200 37.200
1998 114.900 39.200
1999 114.900 41.200
2000 128.075 45.237
2001 135.572 40.635
2002 138.205 45.373
2003 138.205 57.179
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2006
Kayu manis merupakan salah satu komoditas ekspor dari Indonesia.
Ekspor kulit manis setiap tahunnya terus meningkat dengan meningkatnya jumlah
permintaan baik dari industri makanan, minuman maupun farmasi. Permintaan
yang meningkat baik domestik maupun Internasional membuat produksi kulit
manis yang harus terus meningkat pula. Ekspor kulit manis periode Januari
sampai dengan November 2005 tercatat ke 58 negara, ini membuktikan bahwa
kulit manis masih berpotensi untuk dikembangkan (lampiran 4).
Produksi terbesar kayu manis di Indonesia berasal dari Kabupaten Kerinci
Propinsi Jambi (Tabel 2). Kerinci merupakan kabupaten penghasil kulit manis
yang utama di Propinsi Jambi. Perkebunan kulit manis tersebut memiliki luas
lahan 50.439 ha pada tahun 2000 yang tersebar di beberapa kecamatan di
Kabupaten Kerinci dengan penduduk Kerinci 29,8 persen sebagai petani kayu
manis. Produksi kulit manis Kerinci sekitar 24.359 ton tiap tahun, pada tahun
2003 produksi kulit manis Kerinci mencapai 25.400 ton. Produksi kulit manis
dari total produksi nasional. Kecamatan yang memiliki lahan perkebunan kulit
manis adalah Kecamatan Gunung Raya dan Kecamatan Gunung Kerinci. Areal
kayu manis di Kecamatan Gunung Raya merupakan areal kayu manis terluas di
Kabupaten Kerinci.
Tabel 2. Produksi Kayu Manis di Beberapa Daerah di Indonesia 2000-2003 (Ton)
Nasional/ Propinsi
Tahun
2000 2001 2002 2003
Jambi 25.445 23.563 24.552 25.890
Sumatera Barat 18.093 17.174 21.375 25.084
Sumatera Utara 1.886 2.019 1.920 2.152
Jawa 885 423 522 788
Sumber: Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2006
Luas tanam kayu manis di Kabupaten Kerinci semakin menurun semenjak
beberapa tahun belakangan ini. Hal ini disebabkan oleh gejala konversi tanaman
kayu manis menjadi tanaman perkebunan lain khususnya kakao.pilihan tanaman
kakao sebagai pengganti tanaman kayu manis karena kakao baik dari segi harga
maupun budidaya lebih memberi keuntungan kepada petani. Salah satu kecamatan
yang melakukan budidaya tanaman kakao sebagai pengganti tanaman kayu manis
adalah Kecamatan Gunung Raya. Kegiatan budidaya kako tersebut menyebabkan
luas tanam kayu manis semakin menurun. Luas tanam tanaman kayu manis tahun
1999 yaitu 14.170 ha, pada tahun 2004 telah turun menjadi 11.226 ha. Produksi
kulit manis terus menurun sampai dengan tahun 2002, namun pada tahun 2003
sampai dengan tahun 2004 produksi kulit manis meningkat karena pada umumnya
petani kulit manis menunda masa panen sehingga umur kulit manis yang dipanen
pada tahun 2003 dan 2004 lebih tua yang menyebabkan kulit manis yang dipanen
tidak diiringi oleh tingginya harga sehingga petani melakukan konversi dari
tanaman kayu manis menjadi kakao.
Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Tanaman Kayu Manis di Kecamatan Gunung Raya Tahun 1999-2004
Tahun Luas Tanam (ha) Produksi (ton)
1999 14.170 5.203
2000 14.381 5.251
2001 14.435 4.926
2002 14.435 4.638
2003 14.403 10.617
2004 11.226 19.189
Sumber: Badan Pusat Statistik,2006
Konversi ini dilakukan karena rendahnya harga kayu manis yang
ditawarkan pasar. Hal ini dikarenakan banyaknya petani yang memaksakan
tanamannya untuk dipanen muda karena terdesak kebutuhan ekonomi sehingga
berpengaruh terhadap kualitas dari tanaman tersebut. Tanaman perkebunan kakao
belum pernah diusahakan di Kecamatan Gunung Raya sebelumnya. Hal ini
dikarenakan kurangnya pengetahuan petani tentang budidaya tanaman tersebut.
Kakao mulai dibudidayakan oleh masyarakat Gunung Raya pada tahun 2003 dan
akan melakukan panen perdana pada tahun 2007.
Indonesia merupakan produsen kakao ketiga dunia yang menyebabkan
lahan luas areal pertanaman kakao bertambah setiap tahunnya. Luas seluruh kebun
kakao nasional pada tahun 2003, Sulawesi masih yang terluas dengan 549.421
hektar (59,9 persen), disusul dengan Sumatera (15,9 persen), Maluku dan Papua
(7,5 persen), Jawa (6,5 persen), Nusa Tenggara (5,5 persen), dan Kalimantan (4,7
persen). Produksi biji kakao juga terus terjadi peningkatan. Produksi kakao
menjadi 572.640 ton. Produksinya bahkan telah mencapai 580.000 ton pada
tahun 2004.
Prospek kakao Indonesia semakin cerah dengan perkembangan kebutuhan
kakao yang semakin meningkat. Peningkatan permintaan atas kakao diikuti oleh
usaha- usaha peningkatan produksi dan kualitas, serta peningkatan luas
pertanaman sehingga Indonesia berpeluang besar untuk meningkatkan perannya
dalam produksi kakao dunia. Dengan melihat cerahnya prospek kakao dunia
menjadi salah satu alasan petani di Kabupaten Kerinci mulai mengkonversi lahan
yang awalnya ditanami dengan kulit manis menjadi kakao.
1.2 Perumusan Masalah
Kulit manis merupakan komoditas unggulan yang merupakan penggerak
perekonomian rakyat di Kabupaten Kerinci. Namun, semenjak krisis ekonomi
tahun 1997 melanda Indonesia harga kulit manis baik di pasar dalam negeri
maupun luar negeri mengalami gejolak yang tidak stabil. Harga yang ditawarkan
berkisar antara Rp 2.500 sampai dengan Rp 1.500 per kilogramnya untuk kulit
manis kering dan Rp 1.300 sampai dengan Rp 700 untuk kulit manis yang basah
pada tahun 2004. Harga ini merupakan harga terendah yang ditawarkan pasar
dibandingkan dengan harga kulit manis tahun 1998 yang sempat mencapai Rp
6.000 per kilogramnya1.
1
Pada bulan Februari 2006 harga kulit manis di tingkat pedagang
pengumpul berkisar Rp 3.800 untuk kulit manis tipe AA sampai dengan Rp 1.800
untuk kulit manis kering tipe KC (Tabel 4). Bervariasinya harga kulit manis ini
tergantung atas jenis dan kualitas dari kulit manis tersebut. Semakin bagus
kualitas yang ditawarkan oleh kulit manis maka semakin tinggi harga yang akan
diterima. Harga untuk kulit manis basah atau kualitas rendah setengah dari harga
kulit manis kering. Rendahnya harga ditingkat petani ini menyebabkan petani
kulit manis tidak termotivasi lagi untuk melaksanakan usaha pada tanaman
perkebunan ini. Hal ini dikarenakan biaya produksi yang dikeluarkan sampai
tanaman tersebut menghasilkan lebih besar dibandingkan keuntungan yang
diharapkan oleh petani.
Tabel 4. Harga Kulit Manis di Tingkat Pendagang Pengumpul di Kabupaten Kerinci Tahun 2006
Tipe Harga Kulit Manis
Kering Basah
A A 3.800 1.900
KM 3.400-3.700 1.700-1.850
KF 3.100-3.500 1.550-1.750
KS 3.000 1.500
KA 2.700 1.350
KTP 2.500 1.250
KB 2.000 1.000
KC 1.800 900
Sumber : Data Primer,2006
Keterangan : KM = Kulit Manis Murni KF = Kulit Manis Plus
KS = Kulit Manis Spesial KA = Kulit Manis A
KTP = Kulit Manis Kulit Tipis KB = Kulit Manis B
KC = Kulit Manis Cabang AA = Kualitas Terbaik
Dari segi budidaya, tanaman kayu manis merupakan tanaman yang
berumur panjang. Umur ekonomis dari kayu manis yaitu 10 sampai dengan 16
dipanen lebih dari satu kali. Berbeda halnya dengan kakao, tanaman kakao
memiliki umur ekonomis yang lebih lama yaitu 25 tahun dan pada umur empat
atau lima tahun kakao telah dapat menghasilkan buah. Sistem pemanenan yang
dapat dilakukan berulang-ulang membuat tanaman kakao memberikan keuntungan
yang berulang- ulang pula yang selanjutnya diperhitungkan sebagai keuntungan
tahunan yang akan diterima oleh petani.
Konversi tanaman dilakukan apabila tanaman perkebunan sebelumya
memberikan keuntungan yang semakin menurun. Sumberdaya modal yang
terbatas mendorong petani melakukan pemilihan terhadap tanaman mana yang
cocok untuk mengganti tanaman sebelumnya. Tanaman yang menjadi pengganti
adalah tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dari tanaman
sebelumnya yaitu tanaman yang dapat memberikan keuntungan lebih besar.
Tanaman perkebunan kakao merupakan tanaman perkebunan yang memiliki nilai
ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman perkebunan kayu manis.
Pergantian tanaman perkebunan kayu manis menjadi tanaman pekebunan
lain seperti kakao mendorong pemikiran lebih lanjut mengingat biaya investasi
yang dibutuhkan untuk proyek ini tidak sedikit dikarenakan proses
perencanaannya sangat menentukan stabilitas pendapatan petani. Analisis
kelayakan dilakukan untuk mengetahui tanaman perkebunan mana yang
sebaiknya dikembangkan dalam rangka meningkatkan pendapatan petani dengan
memberikan pilihan investasi yang tidak mengakibatkan pengorbanan yang terlalu
besar. Analisis kelayakan yang dilakukan adalah analisis kelayakan secara
Analisis proyek pada umumnya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang
banyak mengandung ketidakpastian atas apa yang terjadi di waktu yang akan
datang. Perubahan terhadap manfaat dan biaya di masa yang akan datang secara
tidak langsung mempengaruhi keberlanjutan proyek konversi tanaman perkebunan
tersebut. Oleh sebab itu, dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat apa yang
akan terjadi jika dalam pelaksanaan proyek terdapat suatu kesalahan atau
perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan manfaat.
1.3 Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah sebagai
berikut :
1 . Menganalisis kelayakan konversi tanaman perkebunan kayu manis menjadi
kakao dari segi finansial di lahan perkebunan Kecamatan Gunung Raya.
2 . Menganalisis tingkat sensitivitas akibat perubahan biaya dan manfaat selama
usaha perkebunan tersebut dilaksanakan.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kelayakan investasi pada perkebunan kakao menggantikan kayu manis yang
ditinjau dari aspek finansial, sehingga dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang
terkait dengan upaya pengembangan komoditas kakao. Penelitian ini juga
diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dalam menambah
1.5Batasan Penelitian
Penelitian dilakukan terhadap tanaman kayu manis dan kakao dengan
melakukan studi kelayakan yang meliputi:
1. Analisis kelayakan usaha perkebunan kayu manis dan kakao.
2. Analisis kelayakan finansial tanaman kayu manis menjadi kakao di
Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi yang bertujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis Kelayakan Proyek 2.1.1 Pengertian Proyek
Proyek menurut Gittinger (1986), suatu kegiatan yang mengeluarkan uang
atau biaya–biaya dengan harapan akan memperoleh hasil secara logika merupakan
wadah untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan
pelaksanaan dalam satu unit. Proyek merupakan elemen operasional yang paling
kecil yang dipersiapkan dan dilaksanakan sebagai suatu kesatuan yang terpisah
dalam perencanaan menyeluruh perusahaan, perencanaan nasional ataupun
pembangunan pertanian.
Menurut Pramudya et al. (1992) mendefinisikan proyek suatu rangkaian
kegiatan ya ng menggunakan sejumlah sumberdaya untuk memperoleh manfaat.
Kegiatan ini memerlukan biaya (cost) yang diharapkan dapat memberikan hasil
dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian diperlukan suatu perencanaan,
pembiayaan dan pelaksanaan, yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai.
Kadariah et al. (1999) mengemukakan pengertian proyek adalah suatu
keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan
kemanfaatan (benefit) atau suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan
harapan untuk mendapatkan hasil (return) di waktu yang akan datang dan yang
dapat direncanakan , dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit.
Proyek menurut Gray et al. (2002), proyek adalah kegiatan-kegiatan atau
seluruh aktivitas yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk
Kegiatan tersebut dapat berbentuk investasi baru yang diselenggarakan instansi
pemerintah, badan-badan swasta atau organisasi-organisasi sosial perorangan.
Analisis proyek merupakan suatu metode yang digunakan untuk
menentukan pilihan antara berbagai penggunaan kompetitif dari keseluruhan
sumberdaya dengan cara yang sederhana dan mudah dimengerti. Pada hakekatnya
analisis proyek menaksir manfaat dan biaya suatu proyek dan merumuskan
menjadi sebuah alat ukur yang berlaku umum.
Analisis proyek memberikan gambaran mengenai pengaruh-pengaruh
investasi yang diusulkan terhadap para peserta dalam suatu proyek apakah
perusahaan-perusahaan swasta, petani, perusahaan pemerintah atau masyarakat
luas. Analisis proyek bertujuan untuk memperbaiki pemilihan investasi karena
sumber-sumber yang tersedia untuk pembangunan ialah terbatas, maka perlu
sekali diadakan pemilihan antara berbagai macam proyek. Kesalahan dalam
memilih proyek dapat mengakibatkan pengorbanan terhadap sumber-sumber yang
langka ( Kadariah,1999)
Gray et al.(2002) mengatakan tujuan dari diadakannya analisis proyek
adalah :
a. Mengetahui tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi dalam
suatu proyek.
b. Menghindari pemborosan sumber-sumber yaitu dengan menghindari
pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan.
c. Mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga dapat
memilih alternatif proyek paling menguntungkan.
Pertimbangan terhadap banyak aspek yang bersama-sama menentukan
bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu
harus diperhatikan dalam mengetahui keefektifan dari suatu analisis proyek.
Aspek- aspek tersebut antara lain aspek teknis, aspek
institusional-organisasi-manajerial.
Aspek teknis, yaitu analisis secara teknis yang berhubungan dengan
penyediaan input proyek dan output (produksi) berupa barang dan jasa. Analisa
secara teknis akan dapat mengidentifikasi perbedaan-perbedaan yang terdapat
dalam informasi yang harus dipenuhi dalam menjalankan suatu proyek. Selain itu,
analisa secara teknis akan menguji hubungan-hubungan teknis yang mungkin
terjadi dalam suatu proyek pertanian yang akan dijalankan.
Aspek institusional-organisasi- manajerial, yaitu penetapan institusi/lembaga
proyek harus tepat, harus mempertimbangkan pola sosial, budaya dan lembaga
yang akan dilayani oleh proyek. Usulan organisasi proyek harus diteliti agar
poyek dapat diarahkan dan organisasi proyek harus mempertimbangkan kebiasaan
dan prosedur organisasi di suatu daerah atau negara. Dalam masalah manejerial
harus diteliti kesanggupan atau keahlian staf yang ada dalam menangani
kegiatan-kegiatan sektor publik yang berskala besar.
Aspek sosial, dalam analisis perlu mempertimbangkan pola
kebiasaan-kebiasaan sosial dari pihak yang akan dilayani oleh proyek. Proyek tersebut harus
tanggap pada keadaan sosial dan dampak lingkungan yang merugikan.
Aspek komersial, yaitu menyangkut perencanaan penyediaan input yang
dibutuhkan untuk kelangsungan proyek dan rencana pemasaran output yang
guna meyakinkan bahwa terdapat suatu permintaan yang efektif pada suatu harga
yang menguntungkan. Dari sudut pandang input, rencana-rencana yang cocok
harus dibuat bagi para petani guna meyakinkan tersedianya pupuk, pestisida, dan
benih unggul serta teknolgi baru dan pola penanaman baru.
Aspek finansial, menganalisis biaya-biaya yang diperlukan, hasil- hasil
proyek yang dapat menutupi biaya-biaya proyek dan upaya mempertahankan
keberlangsungan proyek. Aspek finansial dari persiapan dan analisa proyek
menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan
terhadap para peserta yang tergabung didalamnya. Aspek ini menyangkut masalah
pengeluaran dan penerimaan dari pelaksanaan proyek yang terkait pada
masalah-masalah kemampuan proyek dalam mengembalikan dana-dana proyek.
Aspek ekonomi, menganalisis apakah proyek memberikan kontribusi yang
nyata terhadap pembangunan perekonomian secara keseluruhan dan apakah
kontribusinya cukup besar dalam menentukan penggunaan sumberdaya yang
diperlukan.
Analisis manfaat biaya dilakukan berdasarkan dua pendekatan yaitu analisis
finansial dan analisis ekonomi, tergantung yang berkepentingan langsung dalam
kegiatan investasi. Pada penelitian ini aspek yang akan diteliti adalah aspek
finansial yang melihat proyek dari sudut badan-badan atau orang yang
menanamkan modal dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam
2.1.2 Kelayakan Proyek
Pelaksanaan suatu proyek biasanya dilakukan dengan dua macam analisis
(Gittinger, 1986) yaitu :
a. Analisis finansial, dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang
yang menanamkan modalnya dalam proyek atau berkepentingan langsung
dalam proyek.
b. Analisis ekonomi, dimana proyek dilihat dari sudut perekonomian secara
menyeluruh.
Analisis secara finansial yang perlu diperhatikan adalah hasil untuk modal
yang ditanam dalam proyek yaitu hasil yang diterima oleh petani, pengusaha,
perusahaan swasta, atau badan pemerintah atau siapa saja yang berkepentingan
dalam pembanguna n proyek. Hasil analisis finansial sering disebut juga
dengan ”private return”.
Penelitian ini menggunakan analisis finansial mengingat petani adalah
bagian masyarakat yang mengusahakan tanaman perkebunan yang memiliki dana
yang terbatas untuk pengelolaannya. Tingkat efisiensi dari proyek konversi
tersebut diukur berdasarkan keuntungan finansial yang diperoleh.
Penilaian suatu proyek apakah proyek yang akan tersebut layak atau tidak
layak dilaksanakan menggunakan beberapa metode penilaian atau disebut juga
dengan kriteria investasi. Metode penilaian ini melihat kelayakan proyek dari
aspek profitabilitas komersialnya. Kriteria investasi yang digunakan dalam
analisis kelayakan proyek antara lain adalah Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR), dan Net B/C Ratio. Penggunaan ketiga kriteria investasi ini
Kriteria investasi dengan menggunakan Net Present Value (NPV) atau
keuntungan bersih yaitu menghitung selisih antara nilai sekarang inve stasi dengan
nilai sekarang penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. Faktor- faktor
yang mempengaruhi NPV adalah tingkat bunga atau tingkat diskonto (discount
rate) yang digunakan (i), besarnya biaya investasi (I), pendapatan yang
ditentukan oleh produksi dan harga (R), biaya produksi (C) dan umur tanaman
hasil konversi (t). Kelebihan dari menggunakan metode NPV yaitu NPV
memasukkan faktor nilai waktu dari uang, mempertimbangkan semua aliran kas
proyek dan mengukur besaran absoulut dan bukan relatif.
Net Present Value memiliki tiga nilai dengan artian sebagai berikut:
1. NPV < 0 (negatif), mengartikan bahwa sampai pada t tahun investasi
masih merugi sehingga tidak layak dilaksanakan
2. NPV = 0, waktu tepat dimana biaya investasi dapat dikembalikan sehingga
perusahaan tidak mendapat keuntungan atau merugi.
3. NPV > 0 (positif), menunjukkan kondisi perusahaan menguntungkan,
dengan semakin besarnya NPV maka semakin besar pula keuntungan yang
akan dicapai.
Kriteria investasi yang menggunakan Internal Rate of Return (IRR)
menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk mengahasilkan pengembalian atau
tingkat keuntungan yang dapat dicapai yang dinyatakan dengan persen. IRR
1. IRR < i, maka nilai NPV akan lebih kecil sehingga proyek tidak layak
untuk dilaksanakan
2. IRR = 0, maka NPV dari proyek tersebut sama dengan nol sehingga
perusahaan tersebut tidak untung dan tidak pula rugi (impas)
3. IRR > i, maka NPV dari proyek tersebut akan lebih besar sehingga proyek
mengalami keuntungan yang menyebabkan proyek tersebut layak untuk
dilaksanakan.
Kriteria keputusan invesatasi yang terakhir adalah Gross Benefit Cost
Ratio (Gross B/C ratio) yang merupakan perbandingan antara jumlah Present
Value arus biaya bruto dijumlahkan dengan Present Value arus Benefit Bruto.
Apabila Gross B/C Ratio ≥ 1 , maka NPV ≥ 1 sehingga kegiatan konversi layak
untuk dilaksanakan. Sebaliknya apabila Gross B/C Ratio ≤ 1, maka NPV≤1
sehingga kegiatan konversi tanaman perkebunan tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan.
2.1.3 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat pengaruh yang akan dialami
perusahaan apabila terjadi perubahan biaya dan manfaat baik internal maupun
eksternal dari pelaksanaan proyek tersebut. Hal ini penting dilakukan mengingat
bahwa perencanaan proyek banyak menggunakan proyeksi-proyeksi yang pada
umumnya menghadapi masalah ketidakpastian terutama proyek jangka panjang.
Oleh sebab itu analisis sensitivitas digunakan untuk menghindari kegagalan dari
Pada umumnya proyek pertanian sensitif pada perubahan beberapa
variabel berikut antara lain adalah harga, keterlambatan pelaksanaan peroyek,
kenaikan biaya, penurunan hasil produksi. Analisis kepekaan harga output
berdasarkan fluktuasi harga yang terjadi, sedangkan kepekaan terhadap biaya
didasarkan terhadap kecenderungan kenaikan harga input terutama harga pupuk
atau obat-obatan dimasa yang akan datang. Keterlambatan pelaksanaan
mempengaruhi hampir seluruh proyek-proyek pertanian. Keterlambatan
pelaksanaan disebabkan oleh petani yang tidak mengikuti dan melakukan
teknik-teknik baru yang diajarkan. Analisis kepekaan diskonto didasarkan pada tingkat
diskonto yang umumnya digunakan dalam proyek pertanian.
2.2 Komoditas Kayu Manis
Kayu manis (Cinnamomum burmanii BL.) dikenal juga dengan nama
Cassiaverra merupakan tanaman berumur panjang penghasil kulit manis di
Indonesia. Kulit manis digunakan untuk meningkatkan cita rasa makanan karena
kayu manis selain tanaman perkebunan juga termasuk dalam kelompok rempah
khas Indonesia yang disebut dengan spices dan herbs. Tanaman kayu manis
Indonesia didatangkan dari Srilangka ke pulau Jawa yang kemudian menyebar ke
India Selatan, Madagaskar, hingga Brazil. Sebelum tahun 1800-an di Indonesia
sendiri sudah ada jenis kayu manis yang disebut Cinnamomum burmanii
merupakan tanaman kayu manis asli Indonesia yang ditanam dalam hutan
Sumatera.
Pada saat sekarang ini masih banyak pengusahaan kayu manis masih
pada umumnya tidak menggunakan teknologi peningkatan mutu sehingga sering
kali kualitas kulit manis perkebunan tersebut menjadi rendah seningga
berpengaruh pada harga jual dari kulit manis itu sendiri. Hingga saat ini belum
banyak pengelolaan kayu manis yang ditangani oleh perkebunan besar. Apabila
kayu manis dikelola oleh pihak perkebunan besar pengusahaannya lebih terarah
dan terdapat usaha peningkatan mutu dengan teknologi yang tinggi sehingga kayu
manis Indonesia dapat bersaing dengan kayu manis asal negara eksportir lain.
Budidaya kayu manis agar dapat berhasil dengan baik perlu diperhatikan
beberapa faktor seperti ketinggian tempat, iklim, tanah, dan topografi. Kayu manis
dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 2.000 m dpl sampai dengan 1.500 m
dpl. Curah hujan yang baik untuk kayu manis yaitu 2.000 sampai dengan 2.500
mm/tahun dengan kelembaban 70 sampai dengan 90 persen. Penanaman kayu
manis sebaiknya pada suhu rata-rata 250 C dengan batas atas maksimum 270 C
dan minimum pada 180 C. Semakin rendah suhu maka semakin menurun kualitas
kulit manis yang dihasilkan. Kayu manis pada umumnya tumbuh pada dataran
tinggi sehingga tanah pegunungan. Keasaman tanah untuk tanaman kayu manis
yaitu pada pH 5,0 sampai dengan 6,5.
Perbanyakan kayu manis pada umunya dilakukan melalui dua cara yaitu
secara generatif dan secara vegetatif. Perbanyakan secara generatif yaitu melalui
biji sedangkan perbanyakan secara vegetatif yaitu melalui tunas. Pada perkebunan
kayu manis di Kabupaten Kerinci petani pada umumnya menggunakan
perbanyakan melalui biji. Penaman kayu manis dapat dilakukan dengan dua
sistem penanaman yaitu dengan sistem monokultur dan dengan sistem tumpang
tanam yang digunakan yaitu 1,5 m Χ 1,5 m dengan jarak demikian tidak ada lagi
tanaman lain yang dapat ditanaman pada lahan yang sama. Dengan sistem
monokultur petani harus melakukan penjarangan pada umur tanaman enam dan
sepuluh tahun. Sistem penanaman tumpang sari dilakukan dengan menanam
tanaman lain selain kayu manis sambil menunggu tanaman kayu manis
menghasilkan. Jenis tanaman lain yang digunakan antara lain, palawija, sayur,
buah, kopi. Sistem tumpang sari menggunakan jarak tanam 2 m X 2 m, 2,5 m X
2,5 m, sampai dengan 5 m X 5 m. Penggunaan jarak tergantung pada jenis
tanaman yang ditanam.
Kegiatan pemeliharaan tanaman sangat penting dilakukan agar diperoleh
pertumbuhan yang optimal. Kegiatan pemeliharaan terdiri dari penyulaman,
pemupukan, penyiangan, dan penjarangan. Kayu manis juga tanaman yang tidak
luput dari serangan hama dan penyakit. Serangan hama dan penyakit ini akan
mengurangi standar mutu dari kayu manis tersebut. Adapun beberapa jenis hama
dan penyakit yang menyerang tanaman kayu manis antara lain ulat sikat, Ulat
kenari, Kutu perisai, Kanker baris dan cendawan daun.
Umur panen sangat mempengaruhi produksi kayu manis. Semakin tua
umur kayu manis semakin tebal hasil kulit manis dan total produksinya semakin
tinggi. Umur ideal untuk kayu manis berkisar antara enam sampai dengan
duapuluh tahun. Waktu terbaik untuk melakukan pemanenan ketika daun telah
bewarna hijau tua serta kulit mudah dikelupas. Waktu terbaik melakukan
pemanenan adalah pada saat menjelang musim hujan. Sistem pemanenan dapat
dilakukan dengan sistem tebang sekaligus, sistem situmbuk, dan sistem dipukuli
2.3 Perkembangan dan Tata Niaga Kayu Manis
Ekspor kayu manis mengalami peningkatan seiring dengan
berkembangnya industri makanan, minuman dan farmasi. Untuk memenuhi
permintaan kayu manis tersebut pemerintah telah menggalakkan upaya perluasan
areal baik melalui perkebunan rakyat maupun perkebunan besar. Pengusahaan
perkebunan kayu manis di Indonesia masih didominasi oleh perkebunan rakyat.
Belum banyak dijumpai pengelolaan yang dilakukan oleh perkebunan besar atau
swasta. Pada umumnya pengelolaan perkebunan yang dikelola oleh perusahaan
besar atau swasta kualitas kayu manis lebih bagus dan harga lebih tinggi. Hal ini
dikarenakan pengusahaan kayu manis dilakukan dengan menggunakan teknologi
yang tinggi.
Pengembangan kayu manis dapat dilakukan hampir seluruh wilayah
Indonesia karena kondisi wilayah Indonesia memiliki topografi yang
berbukit-bukit dan ketinggian ideal untuk tanaman kayu manis. Penggalakan tanaman kayu
manis selain untuk memenuhi permintaan pasar juga untuk penghijauan yang
pengusahaannya dikelola oleh perkebunan rakyat.
Jalur pemasaran kulit manis dari produsen ke eksportir memiliki banyak
pelaku pemasaran diantaranya pedagang, baik pedagang desa, kecamatan, maupun
kabupaten. Hal ini memperpanjang jalur tata niaga kayu manis sehingga
keuntungan yang diperoleh oleh petani ataupun produsen semakin kecil.
Penyebabnya adalah setiap pelaku pemasaran menginginkan keuntungan. Tujuan
pasar yang akan dicapai oleh pelaku pemasaran adalah pasar lokal dan pasar
ekspor. Pasar lokal untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sedangkan pasar
2.4 Komoditas Kakao
Kakao (Theobroma cacao L) berasal dari lembah- lembah sungai perairan di
hulu Sungai Amazone. Wilayah ini merupakan pusat primer dari aneka ragam
tanaman, suatu wilayah yang mempunyai banyak variasi dalam sifat-sifat
morfologi maupun fisiologis. Populasi asli dari Theobroma cacao L.
Disebarluaskan dari bagian tengah Amazone sampai dengan Guiana ke arah barat
dan utara sampai bagian selatan Mexico.
Tanaman kakao di Indonesia mulai dikenal pada tahun 1780 di Minahasa
Sulawesi Utara yang dibawa masuk oleh orang Spanyol dan Meksiko, kemudian
ditanam di Ambon pada tahun 1858. Kakao mulai ditanam di pulau Jawa pada
tahun 1920, kemudian tersebar ke seluruh perkebunan rakyat di pulau Jawa.
Perkebunan kakao di Indonesia dibagi menjadi dua kelompok yaitu
perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Pada perkebunan rakyat kakao ditanam
dengan teknologi yang masih sederhana. Pengusahaan tanaman kakao pada
pekebunan besar lebih banyak menggunakan input dan teknologi yang lebih
maju. Pengembangan luas areal tanaman kakao di Indonesia menunjukkan
peningkatan yang signifikan dengan berbagai upaya pemerintah untuk
pengembangan perkebunan.
Tanaman kakao dapat tumbuh subur dan berbuah banyak di daerah yang
memiliki ketinggian 1 sampai dengan 600 m dpl. Namun, kakao dapat juga
tumbuh pada ketinggian 800 m dpl. Curah hujan yang baik untuk tanaman kakao
berkisar antara 1600 sampai dengan 3000 mm/tahun atau dengan rata-rata curah
hujan 1500 mm/tahun yang terbagi merata sepanjang tahun. Curah hujan yang
sehari- hari antara 240-280 C dan kelembaban udaranya konstan dan tinggi
sepanjang tahun yaitu 80 persen baik untuk tanaman kakao. Tanah yang baik
untuk kakao adalah tanah yang memiliki tebal kurang lebih 90 cm, memgandung
banyak humus, kadar hara tinggi dan pH tanah 6 sampai dengan 7,5 dan
mengandung cukup udara dan air.
Tanaman kakao yang diambil bibitnya adalah tanaman yang memiliki
kondisi yang sehat, pertumbuhannya normal dan kokoh, menghasilkan produksi
tinggi, dan berumur antara 12 sampai dengan 18 tahun. Pengembangan tanaman
kakao dapat dilakukan dengan biji ataupun dengan stek dan cangkok.
Pengembangan secara generatif lebih efektif dikarenakan secara generatif lebih
banyak menghasilkan benih. Penanaman kakao dapat dilakukan secara
monokultur ataupun dengan cara tumpang sari. Tanaman kakao juga
membutuhkan pohon pelindung yang berfungsi untuk melindungi tanaman kakao
yang sudah produktif dari kerusakan yang disebabkan oleh sinar matahari dan
juga untuk menghambat kecepatan angin.
Pemeliharaan tanaman kakao dapat dilakukan dengan cara penyulaman,
pemangkasan, pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit. Penyulaman
dilakukan sampai tanaman tersebut berumur sepuluh tahun, sebab umur bongkar
tanaman kakao adalah 25 tahun. Dengan demikian sebelum tanaman tua
dibongkar maka tanaman sisipan sudah mulai berproduksi. Pemupukan dapat
dilakukan secara umum yaitu sebagai sumber N dapat menggunakan pupuk urea
atau ZA, sedangkan sebagai sumber P (Phosfor) dapat menggunakan pupuk TSP
dan sebagai sumber K dapat menggunakan pupuk KCl. Pupuk yang digunakan
hijau. Hama dan penyakit dapat menyebabkan penurunan kualitas serta kuantitas
dari tanaman kakao tersebut. Beberapa jenis hama dan penyakit kakao yaitu
penggerek cabang, kepik penghisap buah kakao, kutu putih, penyakit busuk buah
hitam dan kanker batang dan penyakit vascular steak dieback (VSD),
Pemungutan hasil adalah memetik buah kakao yang matang atau masak
dari pohon, kemudian memecah buah tersebut dan mengambil biji-bijinya yang
basah. Tanda-tanda buah kakao yang telah matang dapat diketahui dari perubahan
warna sepanjang alur kulit buah menjadi kuning, poros buah kakao terlihat kering
dan terbentuk rongga pada antara biji dan kulit buah. Proses pematangan buah
semenjak dari proses penyerbukan adalah 5,5 bulan. Pemungutan hasil dapat
dilakukan setiap tujuh hari sampai empatbelas hari. Pemungutan buah dapat
dilakukan menggunakan pisau atau sabit yang tajam. Tangkai buah dekat bantalan
buah dipotong secara hati-hati supaya tidak merusak bantalan buah.
2.5 Perkembangan Produksi Kakao Indonesia
Perkebunan kakao di Indonesia terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu
perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Pada perkebunan rakyat, kakao ditanam
dengan teknologi yang masih sederhana. Pada perkebunan besar, pengusahaan
tanaman kakao lebih banyak menggunakan input dan teknologi yang lebih maju.
Pengembangan kakao oleh perkebunan besar dilakukan melalui pola Perkebunan
Inti Rakyat (PIR) dan pola Unit Pelaksanaan Proyek (UPP). Pola PIR merupakan
pola pengembangan perkebunan yang bertujuan untuk meningkatkan peranan
perkebunan besar sebagai milik negara atau swasta sebagai pembina atau inti bagi
meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat melalui suatu pembinaan terpadu
yang meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan tanaman, pengolahan dan
pemasaran hasil serta pengembangan kelembagaan ekonomi (Rismanto, dalam
Junaidi 1998).
Pemerintah terus berusaha untuk mempercepat pengembangan tanaman
kakao dengan memperluas areal tanaman kakao dari seluas 213.612 pada tahun
1988 menjadi 917. 634 hektar pada tahun 2003. Pesatnya perluasan kebun kakao
tersebut karena gencarnya upaya penanaman kakao baik berupa rehabilitasi kebun
tua maupun perluasan tanaman baru. Pertambahan luas areal kakao juga
dikarenakan berbagai fasilitas dari pemerintah sehingga memikat swasta asing
maupun nasional untuk masuk kedalam bisnis perkakaoan. Harga yang terus
membaik di pasar dunia mendorong peningkatan luas areal pertanaman kakao.
Usaha pengembangan kakao memiliki arti penting dalam aspek sosial ekonomi
dikarenakan kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan penghasil devisa
negara dan penyedia lapangan kerja bagi petani di Indonesia.
Volume produksi kakao Indonesia semakin meningkat namun ekspor biji
kakao cenderung mengalami fluktuasi. Ekspor biji kakao pada tahun 1990
mencapai 335.300 ton mengalami peningkatan pada tahun 2003 yaitu 367.700 ton.
Pada tahun 2004, volume ekspor kakao menurun menjadi 277.000 ton. Hal ini
disebabkan oleh harga kakao di Indonesia di pasar dunia terus menurun sehingga
pengusaha kakao mengurangi ekspor ke luar negeri.
Indonesia mempunyai suatu lembaga atau wadah orang-orang untuk
pengembangan kakao yang dikenal dengan asosiasi kakao Indonesia (ASKINDO).
eksportir, pabrikan petani atau pengusaha kakao. Tujuan dari ASKINDO adalah
sebagai wadah komunikasi, konsultasi antar anggota, masyarakat dan pemerintah.
Tujuan lainnya yaitu dapat menjadi sarana hubungan kerjasama dan hubungan
internasional khusus nya masalah perkakaoan serta dapat tersebar informasi.
2.6 Konversi Tanaman Perkebunan
Penurunan produktivitas tanaman perkebunan dapat disebabkan oleh beberapa
hal yaitu umur tanaman, kondisi tanaman, kesuburan lahan, sistem pengelolaan
dan keadaan iklim. Kelangsungan produksi tanaman biasanya dilakukan berbagai
cara antara lain peremajaan tanaman dan konversi tanaman menjadi tanaman lain.
Konversi tanaman yaitu penanaman tanaman baru pada lahan yang sebelumnya
ditanami oleh tanaman lain.
Produktivitas tanaman yang rendah akan mengurangi keuntungan yang
diharapkan karena terjadi penurunan pendapatan petani. Konversi tanaman
menjadi tanaman baru akan membuat keuntungan yang diharapkan akan lebih
tinggi sehingga diharapkan petani akan memperoleh pendapatan yang semakin
besar.
2.7 Penelitian Terdahulu
Rismana (2002), melakukan penelitian tentang analisis kelayakan investasi
secara finansial dan ekonomi pada perkebunan kakao. Hasil penelitian
menyatakan bahwa secara finansial maupun ekonomi kakao layak diusahakan.
Hal ini dapat dilihat dari umur ekonomis tanaman tersebut yaitu 40 tahun. Kriteria
Net Benefit Cost (B/C) dan Discounted Payback Periode. Pada PT. RSA I
menghasilkan NPV positif yaitu +379.554.743, IRR sebesar 19,26 persen, Net
B/C sebesar 1,27. Masa pengembalian investasi mencapai 25 tahun.
Yunita (2005), melakukan penelitian tentang analisis manfaat biaya negatif
proyek konversi tanaman karet menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Bogor.
Penelitian yang dilakukan menghasilkan bahwa langkah perusahaan dalam
mengambil langkah untuk mengkonversi tanaman karet menjadi kelapa sawit
merupakan langkah yang baik. Hal ini dikarenakan konversi tanaman perkebunan
tersebut menguntungkan yang dilihat dari nilai NPV sebesar +670.872.667, IRR
sebesar 24 persen dan gross B/C 1,59, serta proyek konversi ini tetap layak
dilaksanakan apabila terjadi perubahan biaya dan manfaat sebesar 10 persen serta
discounted rate sebesar 17 persen.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu dapat disimpulkan alat analisis
yang digunakan dalam analisis kelayakan negatif proyek konversi tanaman
perkebunan maupun proyek pertanian lainnya adalah negatif NPV, IRR, dan Net
B/C. Kriteria ini digunakan karena mempunyai salah satu kesamaan yaitu
menggunakan aliran kas.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah perbedaan
waktu dan tempat. Perbedaan waktu dan tempat mempengaruhi komponen inflow
dan outflow. Hal ini dikarenakan waktu dan tempat yang berbeda akan
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Dasar Pemikiran
Kayu manis merupakan tanaman berumur panjang yang sebagian besar
diusahakan oleh perkebunan rakyat. Pengusahaan kayu manis secara tidak
langsung dapat memberikan pemasukan berupa devisa kepada negara melalui
ekspor yang dilakukan ke beberapa negara importir. Pada masa sebelum krisis
moneter tahun 1997 kesediaan rakyat menanam komoditas kayu manis masih
cukup besar. Hal ini didorong oleh harga kulit manis yang tinggi sehingga
keuntungan yang diperoleh oleh petani lebih besar. Namun, setelah krisis moneter
harga kayu manis semakin turun sampai pada harga paling rendah. Penurunan
harga kayu manis tersebut disebabkan oleh kualitas kayu manis yang semakin
menurun. Akibat dari penurunan harga ini petani kayu manis mengalami kerugian
karena biaya produksi kayu manis yang dikeluarkan tidak seimbang dengan
keuntungan yang diharapkan.
Keuntungan yang semakin menurun membuat petani kayu manis memilih
keputusan agar dapat meneruskan usaha perkebunan. Pilihan tersebut berupa
mempertahankan tanaman kayu manis atau mengganti tanaman kayu manis
tersebut dengan tanaman perkebunan lain. Pilihan keputusan yang akan diambil
oleh petani adalah pilihan yang dapat memberikan keuntungan yang diharapkan
lebih besar. Apabila keputusan yang diambil adalah mengkonversi tanaman kayu
manis menjadi komoditas lain seperti kakao maka diperlukan analisis terlebih
Proyek konversi tanaman perkebunan merupakan proyek yang menggunakan
biaya yang tidak sedikit sehingga memerlukan ketelitian dalam memilih dan
menggunakan sumber-sumber investasi yang terbatas sehingga tidak
menyebabkan resiko yang terlalu besar. Oleh sebab itu perlu dilakukan
penanganan yang ekonomis terhadap modal yang dimiliki guna memperoleh
manfaat yang optimal. Mengingat dalam investasi tanaman baru seperti kakao
memerlukan modal yang cukup besar, maka perlu dianalisis kelayakan investasi
dari usaha tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana kegiatan
konversi tanaman kakao tersebut menguntungkan untuk diusahakan, sehingga
dapat diketahui apakah kegiatan tersebut layak atau tidak untuk diusahakan.
Dalam menganalisis kelayakan investasi tersebut dapat dilakukan dari
berbagai aspek salah satunya adalah dari aspek finansial yang menggunakan
semua komponen biaya dan manfaat dinilai dengan menggunakan harga pasar
yang berlaku atau harga yang benar-benar terjadi di wilayah penelitian. Kriteria
investasi yang digunakan dalam aspek finansial ini adalah Net Present Value
(NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C ratio).
Karena analisa proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang
mengandung ketidakpastian tentang apa-apa yang akan terjadi pada masa akan
datang, maka pengkajian kelayakan kemudian dilanjutkan dengan analisis
kepekaan (sensitivity analysis). Analisis ini bertujuan untuk melihat apa yang akan
terjadi jika terdapat perubahan atau kesalahan dalam dasar-dasar perhitungan
biaya atau manfaat. Selanjutnya dilakukan pembahasan untuk mencari nilai- nilai
dari setiap alat analisis, kemudian disimpulkan apakah investasi tersebut layak
pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai kelangsungan proyek. Jika
hasil analisis tersebut layak maka proyek tersebut dilanjutkan dikarenakan proyek
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Mempertahankan
Perkebunan Kayu Manis
Konversi Tanaman Kayu Manis menjadi Kakao
Analisis Kelayakan Investasi
Analisis Kelayakan
Finansial
Analisis Sensitivitas
Kriteria Investasi :
Ø NPV
Ø IRR
Ø Net B/C
Asumsi-asumsi:
Ø Kenaikan Biaya
Ø Penurunan harga produksi
Ø Penurunan produksi
Hasil Analisis
Tidak Layak Layak
Peningkatan Pendapatan Petani dengan Pelaksanaan Proyek.
Proyek Tidak DapatDilanjutkan
3.2 Hipotesis
Usaha di bidang perkebunan merupakan suatu usaha sebagaimana dengan
usaha lainnya yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang semaksimal
mungkin. Faktor- faktor yang mempengaruhi pencapaian tujuan usaha sangat
kompleks salah satunya yaitu produktivitas tanaman perkebunan. Apabila
tanaman perkebunan tersebut tidak memiliki nilai ekonomi maka harus dipikirkan
untuk meningkatkan kembali produktivitas perkebunan tersebut. Cara
meningkatkan produktivitas perkebunan adalah dengan peremajaan tanaman atau
konversi tanaman menjadi tanaman lain yang lebih ekonomis.
Penurunan produktivitas akibat penurunan harga output tanaman kayu
manis di Kabupaten Kerinci membuat petani kayu manis mengambil keput usan
untuk mengganti tanaman kayu manis menjadi tanaman perkebunan kakao.
Hipotesis awal dalam penelitian ini adalah :
1. Net present value (NPV) kakao positif dan lebih besar dibandingkan dengan
NPV kayu manis , sehingga kakao layak untuk menggantikan tanaman kayu
manis.
2. Internal Rate of Return (IRR) kakao > tingkat diskonto dan lebih besar dari
kayu manis, sehingga kakao layak untuk menggantikan tanaman kayu manis.
3. Net B/C kakao ≥1 dan lebih besar dari kakao, sehingga kakao layak untuk
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli
2006, bertempat di perkebunan rakyat Kecamatan Gunung Raya Kabupaten
Kerinci Propinsi Jambi. Pemilihan daerah penelitian dilakukan secara sengaja
(Purposive) dengan alasan Kecamatan Gunung Raya merupakan kecamatan yang
memiliki lahan perkebunan kayu manis terbesar di Kabupaten Kerinci dan telah
terdapat konversi tanaman kayu manis menjadi kakao dan belum adanya
penelitian yang menganalisis tentang kelayakan finansial konversi tanaman kayu
manis menjadi kakao di Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi. Kegiatan penelitian
meliputi pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan penulisan laporan
dalam bentuk skripsi.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan
data sekunder. Data primer berupa pengamatan langsung ke lapangan dengan
metode wawancara langsung dengan responden. Jumlah responden pada
penelitian ini adalah 30 orang. Responden yang dipilih adalah petani yang
memiliki lahan perkebunan kayu manis yang telah dikonversi menjadi tanaman
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik
baik pusat maupun daerah, departemen pertanian dan perkebunan, departemen
perdagangan dan perindustrian serta pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan
penelitian.
4.3 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang dilakukan antara lain: tahap pemasukan data,
pemeriksaan data, pengolahan data dan pengelompokan data. Pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan alat bantu kalkulator dan program Microsoft
Excel. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kelayakan investasi
dan analisis sensitivitas. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengkaji kelayakan
usaha tanaman perkebunan kakao menggantikan tanaman kayu manis secara
finansial. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui faktor- faktor yang
mempengaruhi petani melakukan konversi tanaman kayu manis menjadi kakao di
Kecamatan Gunung Raya.
4.3.1 Analisis Kelayakan Finansial
Penelitian ini menggunakan analisis kelayakan finansial karena bertujuan
untuk melihat dampak dari adanya konversi tanaman kayu manis menjadi kakao
dari sisi pelaku usaha yaitu petani. Disamping itu, analisis kelayakan fianansial ini
sudah mampu untuk menjawab permasalahan yang ada di lapang. Analisis
kelayakan finansial yang dilakukan untuk melihat kelayakan konversi tanaman
saat kegiatan konversi dilakukan sampai dengan berakhir periode penilaian. Data
tersebut dibutuhkan untuk mengetahui pendapatan bersih pada saat kegiatan
konversi belum dilakukan dan dengan kegiatan konversi dilakukan. Sebelum
kegiatan konversi dilakukan yaitu pada saat petani tetap mempertahankan
tanaman perkebunan kayu manis dan dengan kegiatan konversi yaitu pada saat
petani mengganti tanaman perkebunan kulit manis menjadi kakao. Arus
penerimaan dan pengeluaran disajikan dalam bentuk cashflow.
4.3.1.1Penerimaan dan Biaya dalam Analisis Kelayakan Finansial a. Arus Penerimaan
Penerimaan pengusahaan perkebunan dihitung dari perkalian antara tingkat
produksi dengan harga jual masing- masing komoditas perkebunan. Komponen
penerimaan kebun lain adalah nilai sisa aktiva tetap perkebunan baik tanaman
maupun non tanaman.
Tingkat produksi adalah kemampuan suatu tanaman menghasilkan output.
Tingkat produksi yang digunakan adalah umur tanaman atau produktivitas
tanaman menurut umur. Semakin tinggi tinggi tingkat produksi tanaman tersebut
semakin berpotensi untuk dikembangkan. Tingkat produksi memberi pengaruh
terhadap penerimaan dalam usaha perkebunan.
b. Arus Biaya
Biaya adalah semua pengeluaran yang dikeluarkan selama proyek tersebut
dijalankan. Unsur pengeluaran yang terdapat dalam analisis kelayakan finansial
adalah pengeluaran tunai terdiri dari biaya investasi dan biaya produksi. Biaya