• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kelayakan finanasial konversi tanaman kayu manis menjadi kakao di Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kelayakan finanasial konversi tanaman kayu manis menjadi kakao di Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI

TANAMAN KAYU MANIS

MENJADI KAKAO

DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI

PROVINSI JAMBI

OLEH

SUCI NOLA ASHARI A14302009

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA

KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

Oleh :

SUCI NOLA ASHARI A14302009

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(3)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, Agustus 2006

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi pada tanggal

2 Juli 1984. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan

Drs. Ashari dan Alseswita.

Pendidikan formal dimulai dari TK Barunawati Padang pada tahun 1989.

Penulis melanjutkan pendidikan di SD Baiturrahmah Padang pada tahun 1990 dan

lulus pada tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di

SLTP Negeri 3 Sungai Penuh Kerinci sampai pada tahun 1999. Pada Tahun 1999

penulis melanjutkan pendidikan menengah atas pada SMU Negeri 2 Sungai Penuh

Kerinci dan lulus pada tahun 2002. Pada pertengahan 2002 penulis diterima di

Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu- Ilmu

Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB)

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh

pendidikan di IPB penulis aktif diberbagai kepanitian kegiatan kemahasiswaan

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan Rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul Analisis

Kelayakan Finansial Konversi Tanaman Kayu Manis Menjadi Kakao di Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan sarjana dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis kelayakan konversi

tanaman kayu manis menjadi kakao menggunakan analisis finansial serta

menganalisis tingkat kepekaan usaha perkebunan selama usaha perkebunan

tersebut dilaksanakan.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan,

oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan guna

perbaikan dimasa yang akan datang. Besar harapan penulis agar skripsi ini di

berkati oleh Allah SWT serta bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Agustus 2006

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat diselasikan tanpa adanya

do’a, bantuan, motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang tulus kepada

pihak-pihak yang telah membantu penulis selama penyelesaian skripsi ini yaitu

kepada :

1. Kedua orang tuaku tercinta, ayahanda Drs. Ashari dan Ibunda Alseswita

dengan do’a, materi, motivasi yang tak pernah henti, Adik-adiku tersayang

dan seluruh keluarga besar penulis yang tak dapat disebutkan satu persatu.

2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec sebagai dosen pembimbing skripsi atas

masukan, arahan, pengertian serta perhatian dalam membimbing penulis

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Tanti Novianti, SP,MSi sebagai dosen penguji utama atas saran dan kritik

yang menyempurnakan skripsi ini.

4. A. Faroby Falatehan, SP, ME sebagai dosen penguji Wakil Komisi

Pendidikan atas koreksi dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci atas masukan serta bantuan selama

penelitian, serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu yang sangat membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini

(7)

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 5

1.3 Tujuan Penelitian... 8

1.4 Kegunaan Penelitian... 8

1.5 Batasan Penelitian ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kelayakan Proyek ... 10

2.1.1 Pengertian Proyek ... 10

2.1.2 Kelayakan Proyek ... 14

2.1.3 Analisis Sensitivitas ... 16

2.2 Komoditas Kayu Manis... 17

2.3 Perkembangan dan Tata Niaga Kayu Manis ... 20

2.4 Komoditas Kakao ... 21

2.5 Perkembangan Produksi Kakao Indonesia ... 23

2.6 Konversi Tanaman Perkebunan ... 25

2.7 Penelitian Terdahulu ... 25

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Dasar Pemikiran ... 27

3.2 Hipotesis ... 31

BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 32

4.3 Metode dan Analisis Data ... 33

4.3.1 Analisis Kelayakan Finansial ... 33

4.3.1.1 Penerimaan dan Biaya dalam Analisis Kelayakan Finansial ... 34

4.3.1.2 Kriteria Kelayakan Finansial... 35

4.3.2 Analisis Sensitivitas ... 38

4.4 Asumsi Dasar ... 38

BAB V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Letak dan Kondisi Wilayah ... 40

5.2 Penggunaan Lahan di Kecamatan Gunung Raya ... 40

5.3 Sosial dan Kependudukan ... 41

(8)

BAB VI. KARAKTERISTIK USAHA PERKEBUNAN

6.1 Usaha Perkebunan Kayu Manis ... 49

6.1.1 Modal dan Tenaga Kerja ... 50

6.1.2 Penggunaan Sarana Produksi dan Produksi ... 52

6.2 Usaha Perkebunan Kakao... 55

6.2.1 Modal dan Tenaga Kerja ... 57

6.2.2 Penggunaan Sarana Produksi dan Produksi ... 58

6.3 Hubungan antara Konversi Tanaman Kayu Manis Menjadi Kakao dengan Kelestarian Wilayah Konservasi TNKS... 60

6.4 Aspek-Aspek Studi Kelayakan... 62

BAB VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL 7.1 Analisis Kelayakan Finansial ... 63

7.1.1 Arus Biaya ... 63

7.1.1.1 Biaya Investasi ... 63

7.1.1.2 Biaya Operasional ... 66

7.1.2 Arus Penerimaan ... 69

7.1.3 Kriteria Kelayakan Finansial... 70

7.2 Analisis Sensitivitas ... 72

BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan... 75

8.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Luas Areal Perkebunan Rakyat dan Produksi Kayu Manis

Indonesia Tahun 1994-1999 ...2

2. Produksi Kayu Manis di Beberapa Daerah di Indonesia Tahun 2000-2003 (Ton) ... 3

3. Luas Areal dan Produksi Tanaman Kayu Manis Di Kecamatan Gunung Raya 1999-2004 ...4

4. Harga Kulit Manis di Tingkat Pedagang Pengumpul di Kabupaten Kerinci ...6

5. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan

9. Luas Areal Tanam dan Jumlah Petani Tanaman Perkebunan Di Kecamatan Gunung Raya ...45

10. Kadar Tipe Kulit Manis dalam Satuan Batang Kayu Manis ...51

15. Rincian Biaya Opersional Tanaman Kakao ...68

16. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi antara Kayu Manis Dan Kakao ...72

17. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Perkebunan Kayu Manis ...73

18. Perbandingan Nilai Elastisitan NPV Kayu Manis Dan Kakao ...75

(10)

LAMPIRAN

1. Peta Kabupaten Kerinci ...80

2. Kuisioner Penelitian ...81

3. Karakteristik Reponden ...89

4. Ekspor Kayu Manis Periode Januari –November 2005 ...90

5. Penggunaan Tenaga Kerja Tanaman Kayu Manis Per Responden (orang) ...92

6. Data Jumlah Upah Tenaga Kerja Kulit Manis (Rp) ...93

7. Data Penggunaan Tenaga Kerja Pada Tanaman Sela ...94

8. Tenaga Kerja pada Tana man Pohon Pelindung (lamtoro) ...95

9. Data Upah Tenaga Kerja Tanaman Pohon Pelindung (lamtoro)...96

10. Data Tenaga Kerja Pada Tanaman Kakao...97

11. Data Upah Tenaga Kerja Kakao ...98

12. Data Pengeluaran Bibit dan Peralatan Kayu Manis ...99

13. Data Pengeluaran Peralatan dan Bangunan (Rp) ...100

14. Data Penggunaan Pupuk dan Obat-Obatan Kayu Manis ...101

15. Data Penggunaan Pupuk Kakao dan Tanaman Sela Kayu Manis (Kopi) ...102

16. Pemasukan Kayu Manis ...103

17. Data Hasil Panen Kakao Umur 3- 25 Tahun...104

18. Data Pemasukan Kakao Dari Hasil Penjualan Kakao ...105

19. Cashflow Tanaman Kayu Manis ...109

20. Analisis Sensitivitas Kayu Manis (Penurunan Harga Output sebesar 41,67 Persen)...114

21. Analisis Sensitivitas Kayu Manis (Penurunan Hasil Produksi sebesar 37,5 persen) ...118

22. Analisis Sensitivitas Kayu Manis (Peningkatan Harga Pupuk sebesar 8,33 persen) ...122

23 Cashflow Kakao ...125

24. Analisis Sensitivitas Tanaman Kakao (Penurunan Harga Output sebesar 41,67 persen) ...128

25. Analisis Sensitivitas Tanaman Kakao (Penurunan Hasil Produksi sebesar 37,50 Persen) ...131

(11)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI

TANAMAN KAYU MANIS

MENJADI KAKAO

DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI

PROVINSI JAMBI

OLEH

SUCI NOLA ASHARI A14302009

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(12)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA

KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

Oleh :

SUCI NOLA ASHARI A14302009

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

(13)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI

BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, Agustus 2006

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi pada tanggal

2 Juli 1984. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan

Drs. Ashari dan Alseswita.

Pendidikan formal dimulai dari TK Barunawati Padang pada tahun 1989.

Penulis melanjutkan pendidikan di SD Baiturrahmah Padang pada tahun 1990 dan

lulus pada tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di

SLTP Negeri 3 Sungai Penuh Kerinci sampai pada tahun 1999. Pada Tahun 1999

penulis melanjutkan pendidikan menengah atas pada SMU Negeri 2 Sungai Penuh

Kerinci dan lulus pada tahun 2002. Pada pertengahan 2002 penulis diterima di

Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu- Ilmu

Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB)

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh

pendidikan di IPB penulis aktif diberbagai kepanitian kegiatan kemahasiswaan

(15)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan Rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul Analisis

Kelayakan Finansial Konversi Tanaman Kayu Manis Menjadi Kakao di Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan sarjana dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis kelayakan konversi

tanaman kayu manis menjadi kakao menggunakan analisis finansial serta

menganalisis tingkat kepekaan usaha perkebunan selama usaha perkebunan

tersebut dilaksanakan.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan,

oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan guna

perbaikan dimasa yang akan datang. Besar harapan penulis agar skripsi ini di

berkati oleh Allah SWT serta bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Agustus 2006

(16)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat diselasikan tanpa adanya

do’a, bantuan, motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang tulus kepada

pihak-pihak yang telah membantu penulis selama penyelesaian skripsi ini yaitu

kepada :

1. Kedua orang tuaku tercinta, ayahanda Drs. Ashari dan Ibunda Alseswita

dengan do’a, materi, motivasi yang tak pernah henti, Adik-adiku tersayang

dan seluruh keluarga besar penulis yang tak dapat disebutkan satu persatu.

2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec sebagai dosen pembimbing skripsi atas

masukan, arahan, pengertian serta perhatian dalam membimbing penulis

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Tanti Novianti, SP,MSi sebagai dosen penguji utama atas saran dan kritik

yang menyempurnakan skripsi ini.

4. A. Faroby Falatehan, SP, ME sebagai dosen penguji Wakil Komisi

Pendidikan atas koreksi dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci atas masukan serta bantuan selama

penelitian, serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu yang sangat membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini

(17)

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 5

1.3 Tujuan Penelitian... 8

1.4 Kegunaan Penelitian... 8

1.5 Batasan Penelitian ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kelayakan Proyek ... 10

2.1.1 Pengertian Proyek ... 10

2.1.2 Kelayakan Proyek ... 14

2.1.3 Analisis Sensitivitas ... 16

2.2 Komoditas Kayu Manis... 17

2.3 Perkembangan dan Tata Niaga Kayu Manis ... 20

2.4 Komoditas Kakao ... 21

2.5 Perkembangan Produksi Kakao Indonesia ... 23

2.6 Konversi Tanaman Perkebunan ... 25

2.7 Penelitian Terdahulu ... 25

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Dasar Pemikiran ... 27

3.2 Hipotesis ... 31

BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 32

4.3 Metode dan Analisis Data ... 33

4.3.1 Analisis Kelayakan Finansial ... 33

4.3.1.1 Penerimaan dan Biaya dalam Analisis Kelayakan Finansial ... 34

4.3.1.2 Kriteria Kelayakan Finansial... 35

4.3.2 Analisis Sensitivitas ... 38

4.4 Asumsi Dasar ... 38

BAB V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Letak dan Kondisi Wilayah ... 40

5.2 Penggunaan Lahan di Kecamatan Gunung Raya ... 40

5.3 Sosial dan Kependudukan ... 41

(18)

BAB VI. KARAKTERISTIK USAHA PERKEBUNAN

6.1 Usaha Perkebunan Kayu Manis ... 49

6.1.1 Modal dan Tenaga Kerja ... 50

6.1.2 Penggunaan Sarana Produksi dan Produksi ... 52

6.2 Usaha Perkebunan Kakao... 55

6.2.1 Modal dan Tenaga Kerja ... 57

6.2.2 Penggunaan Sarana Produksi dan Produksi ... 58

6.3 Hubungan antara Konversi Tanaman Kayu Manis Menjadi Kakao dengan Kelestarian Wilayah Konservasi TNKS... 60

6.4 Aspek-Aspek Studi Kelayakan... 62

BAB VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL 7.1 Analisis Kelayakan Finansial ... 63

7.1.1 Arus Biaya ... 63

7.1.1.1 Biaya Investasi ... 63

7.1.1.2 Biaya Operasional ... 66

7.1.2 Arus Penerimaan ... 69

7.1.3 Kriteria Kelayakan Finansial... 70

7.2 Analisis Sensitivitas ... 72

BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan... 75

8.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(19)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Luas Areal Perkebunan Rakyat dan Produksi Kayu Manis

Indonesia Tahun 1994-1999 ...2

2. Produksi Kayu Manis di Beberapa Daerah di Indonesia Tahun 2000-2003 (Ton) ... 3

3. Luas Areal dan Produksi Tanaman Kayu Manis Di Kecamatan Gunung Raya 1999-2004 ...4

4. Harga Kulit Manis di Tingkat Pedagang Pengumpul di Kabupaten Kerinci ...6

5. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan

9. Luas Areal Tanam dan Jumlah Petani Tanaman Perkebunan Di Kecamatan Gunung Raya ...45

10. Kadar Tipe Kulit Manis dalam Satuan Batang Kayu Manis ...51

15. Rincian Biaya Opersional Tanaman Kakao ...68

16. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi antara Kayu Manis Dan Kakao ...72

17. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Perkebunan Kayu Manis ...73

18. Perbandingan Nilai Elastisitan NPV Kayu Manis Dan Kakao ...75

(20)

LAMPIRAN

1. Peta Kabupaten Kerinci ...80

2. Kuisioner Penelitian ...81

3. Karakteristik Reponden ...89

4. Ekspor Kayu Manis Periode Januari –November 2005 ...90

5. Penggunaan Tenaga Kerja Tanaman Kayu Manis Per Responden (orang) ...92

6. Data Jumlah Upah Tenaga Kerja Kulit Manis (Rp) ...93

7. Data Penggunaan Tenaga Kerja Pada Tanaman Sela ...94

8. Tenaga Kerja pada Tana man Pohon Pelindung (lamtoro) ...95

9. Data Upah Tenaga Kerja Tanaman Pohon Pelindung (lamtoro)...96

10. Data Tenaga Kerja Pada Tanaman Kakao...97

11. Data Upah Tenaga Kerja Kakao ...98

12. Data Pengeluaran Bibit dan Peralatan Kayu Manis ...99

13. Data Pengeluaran Peralatan dan Bangunan (Rp) ...100

14. Data Penggunaan Pupuk dan Obat-Obatan Kayu Manis ...101

15. Data Penggunaan Pupuk Kakao dan Tanaman Sela Kayu Manis (Kopi) ...102

16. Pemasukan Kayu Manis ...103

17. Data Hasil Panen Kakao Umur 3- 25 Tahun...104

18. Data Pemasukan Kakao Dari Hasil Penjualan Kakao ...105

19. Cashflow Tanaman Kayu Manis ...109

20. Analisis Sensitivitas Kayu Manis (Penurunan Harga Output sebesar 41,67 Persen)...114

21. Analisis Sensitivitas Kayu Manis (Penurunan Hasil Produksi sebesar 37,5 persen) ...118

22. Analisis Sensitivitas Kayu Manis (Peningkatan Harga Pupuk sebesar 8,33 persen) ...122

23 Cashflow Kakao ...125

24. Analisis Sensitivitas Tanaman Kakao (Penurunan Harga Output sebesar 41,67 persen) ...128

25. Analisis Sensitivitas Tanaman Kakao (Penurunan Hasil Produksi sebesar 37,50 Persen) ...131

(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkebunan merupakan suatu sektor andalan Indonesia yang memiliki

prospek yang cerah untuk dikembangkan. Dalam perekonomian Indonesia, sektor

perkebunan memiliki posisi penopang yang cukup besar yaitu sebagai penghasil

devisa negara. Hal ini dikarenakan sektor perkebunan memiliki komoditas

unggulan yang dapat diterima di pasar Internasional. Komoditas unggulan yang

memiliki nilai ekspor diantaranya adalah karet, kakao, kelapa sawit dan kulit

manis.

Kayu Manis (Cinnamomum burmanii Bl) disebut juga dengan Cassiavera .

Kayu manis merupakan tanaman berumur panjang yang memproduksi kulit manis

yang sebagian besar diusahakan oleh perkebunan rakyat. Luas areal kayu manis di

Indonesia terus bertambah setiap tahunnya begitu pula dengan produksi kayu

manis. Namun pertambahan luas serta produksi kulit manis tidak begitu signifikan.

Pada tahun 1994 sampai dengan tahun 1997 luas areal perkebunan kayu manis

terus bertambah dari 93.300 ha sampai dengan 98.900 ha yang diikuti dengan

pertambahan produksi kulit manis. Pada tahun 1998 dan tahun 1999 luas areal

kayu manis cenderung tetap namun dari segi produksi mengalami peningkatan

karena perawatan, pengalaman petani dan teknologi yang digunakan untuk

meningkatkan produktivitas dari kayu manis tersebut. Hal ini dapat dilihat pada

(23)

Tabel 1. Luas Areal Perkebunan Rakyat dan Produksi Kayu Manis Indonesia Tahun 1994-1999

Tahun Luas Areal (ha) Produksi (ton)

1994 93.300 35.400

1995 98.900 37.300

1996 105.100 39.400

1997 114.200 37.200

1998 114.900 39.200

1999 114.900 41.200

2000 128.075 45.237

2001 135.572 40.635

2002 138.205 45.373

2003 138.205 57.179

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2006

Kayu manis merupakan salah satu komoditas ekspor dari Indonesia.

Ekspor kulit manis setiap tahunnya terus meningkat dengan meningkatnya jumlah

permintaan baik dari industri makanan, minuman maupun farmasi. Permintaan

yang meningkat baik domestik maupun Internasional membuat produksi kulit

manis yang harus terus meningkat pula. Ekspor kulit manis periode Januari

sampai dengan November 2005 tercatat ke 58 negara, ini membuktikan bahwa

kulit manis masih berpotensi untuk dikembangkan (lampiran 4).

Produksi terbesar kayu manis di Indonesia berasal dari Kabupaten Kerinci

Propinsi Jambi (Tabel 2). Kerinci merupakan kabupaten penghasil kulit manis

yang utama di Propinsi Jambi. Perkebunan kulit manis tersebut memiliki luas

lahan 50.439 ha pada tahun 2000 yang tersebar di beberapa kecamatan di

Kabupaten Kerinci dengan penduduk Kerinci 29,8 persen sebagai petani kayu

manis. Produksi kulit manis Kerinci sekitar 24.359 ton tiap tahun, pada tahun

2003 produksi kulit manis Kerinci mencapai 25.400 ton. Produksi kulit manis

(24)

dari total produksi nasional. Kecamatan yang memiliki lahan perkebunan kulit

manis adalah Kecamatan Gunung Raya dan Kecamatan Gunung Kerinci. Areal

kayu manis di Kecamatan Gunung Raya merupakan areal kayu manis terluas di

Kabupaten Kerinci.

Tabel 2. Produksi Kayu Manis di Beberapa Daerah di Indonesia 2000-2003 (Ton)

Nasional/ Propinsi

Tahun

2000 2001 2002 2003

Jambi 25.445 23.563 24.552 25.890

Sumatera Barat 18.093 17.174 21.375 25.084

Sumatera Utara 1.886 2.019 1.920 2.152

Jawa 885 423 522 788

Sumber: Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2006

Luas tanam kayu manis di Kabupaten Kerinci semakin menurun semenjak

beberapa tahun belakangan ini. Hal ini disebabkan oleh gejala konversi tanaman

kayu manis menjadi tanaman perkebunan lain khususnya kakao.pilihan tanaman

kakao sebagai pengganti tanaman kayu manis karena kakao baik dari segi harga

maupun budidaya lebih memberi keuntungan kepada petani. Salah satu kecamatan

yang melakukan budidaya tanaman kakao sebagai pengganti tanaman kayu manis

adalah Kecamatan Gunung Raya. Kegiatan budidaya kako tersebut menyebabkan

luas tanam kayu manis semakin menurun. Luas tanam tanaman kayu manis tahun

1999 yaitu 14.170 ha, pada tahun 2004 telah turun menjadi 11.226 ha. Produksi

kulit manis terus menurun sampai dengan tahun 2002, namun pada tahun 2003

sampai dengan tahun 2004 produksi kulit manis meningkat karena pada umumnya

petani kulit manis menunda masa panen sehingga umur kulit manis yang dipanen

pada tahun 2003 dan 2004 lebih tua yang menyebabkan kulit manis yang dipanen

(25)

tidak diiringi oleh tingginya harga sehingga petani melakukan konversi dari

tanaman kayu manis menjadi kakao.

Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Tanaman Kayu Manis di Kecamatan Gunung Raya Tahun 1999-2004

Tahun Luas Tanam (ha) Produksi (ton)

1999 14.170 5.203

2000 14.381 5.251

2001 14.435 4.926

2002 14.435 4.638

2003 14.403 10.617

2004 11.226 19.189

Sumber: Badan Pusat Statistik,2006

Konversi ini dilakukan karena rendahnya harga kayu manis yang

ditawarkan pasar. Hal ini dikarenakan banyaknya petani yang memaksakan

tanamannya untuk dipanen muda karena terdesak kebutuhan ekonomi sehingga

berpengaruh terhadap kualitas dari tanaman tersebut. Tanaman perkebunan kakao

belum pernah diusahakan di Kecamatan Gunung Raya sebelumnya. Hal ini

dikarenakan kurangnya pengetahuan petani tentang budidaya tanaman tersebut.

Kakao mulai dibudidayakan oleh masyarakat Gunung Raya pada tahun 2003 dan

akan melakukan panen perdana pada tahun 2007.

Indonesia merupakan produsen kakao ketiga dunia yang menyebabkan

lahan luas areal pertanaman kakao bertambah setiap tahunnya. Luas seluruh kebun

kakao nasional pada tahun 2003, Sulawesi masih yang terluas dengan 549.421

hektar (59,9 persen), disusul dengan Sumatera (15,9 persen), Maluku dan Papua

(7,5 persen), Jawa (6,5 persen), Nusa Tenggara (5,5 persen), dan Kalimantan (4,7

persen). Produksi biji kakao juga terus terjadi peningkatan. Produksi kakao

(26)

menjadi 572.640 ton. Produksinya bahkan telah mencapai 580.000 ton pada

tahun 2004.

Prospek kakao Indonesia semakin cerah dengan perkembangan kebutuhan

kakao yang semakin meningkat. Peningkatan permintaan atas kakao diikuti oleh

usaha- usaha peningkatan produksi dan kualitas, serta peningkatan luas

pertanaman sehingga Indonesia berpeluang besar untuk meningkatkan perannya

dalam produksi kakao dunia. Dengan melihat cerahnya prospek kakao dunia

menjadi salah satu alasan petani di Kabupaten Kerinci mulai mengkonversi lahan

yang awalnya ditanami dengan kulit manis menjadi kakao.

1.2 Perumusan Masalah

Kulit manis merupakan komoditas unggulan yang merupakan penggerak

perekonomian rakyat di Kabupaten Kerinci. Namun, semenjak krisis ekonomi

tahun 1997 melanda Indonesia harga kulit manis baik di pasar dalam negeri

maupun luar negeri mengalami gejolak yang tidak stabil. Harga yang ditawarkan

berkisar antara Rp 2.500 sampai dengan Rp 1.500 per kilogramnya untuk kulit

manis kering dan Rp 1.300 sampai dengan Rp 700 untuk kulit manis yang basah

pada tahun 2004. Harga ini merupakan harga terendah yang ditawarkan pasar

dibandingkan dengan harga kulit manis tahun 1998 yang sempat mencapai Rp

6.000 per kilogramnya1.

1

(27)

Pada bulan Februari 2006 harga kulit manis di tingkat pedagang

pengumpul berkisar Rp 3.800 untuk kulit manis tipe AA sampai dengan Rp 1.800

untuk kulit manis kering tipe KC (Tabel 4). Bervariasinya harga kulit manis ini

tergantung atas jenis dan kualitas dari kulit manis tersebut. Semakin bagus

kualitas yang ditawarkan oleh kulit manis maka semakin tinggi harga yang akan

diterima. Harga untuk kulit manis basah atau kualitas rendah setengah dari harga

kulit manis kering. Rendahnya harga ditingkat petani ini menyebabkan petani

kulit manis tidak termotivasi lagi untuk melaksanakan usaha pada tanaman

perkebunan ini. Hal ini dikarenakan biaya produksi yang dikeluarkan sampai

tanaman tersebut menghasilkan lebih besar dibandingkan keuntungan yang

diharapkan oleh petani.

Tabel 4. Harga Kulit Manis di Tingkat Pendagang Pengumpul di Kabupaten Kerinci Tahun 2006

Tipe Harga Kulit Manis

Kering Basah

A A 3.800 1.900

KM 3.400-3.700 1.700-1.850

KF 3.100-3.500 1.550-1.750

KS 3.000 1.500

KA 2.700 1.350

KTP 2.500 1.250

KB 2.000 1.000

KC 1.800 900

Sumber : Data Primer,2006

Keterangan : KM = Kulit Manis Murni KF = Kulit Manis Plus

KS = Kulit Manis Spesial KA = Kulit Manis A

KTP = Kulit Manis Kulit Tipis KB = Kulit Manis B

KC = Kulit Manis Cabang AA = Kualitas Terbaik

Dari segi budidaya, tanaman kayu manis merupakan tanaman yang

berumur panjang. Umur ekonomis dari kayu manis yaitu 10 sampai dengan 16

(28)

dipanen lebih dari satu kali. Berbeda halnya dengan kakao, tanaman kakao

memiliki umur ekonomis yang lebih lama yaitu 25 tahun dan pada umur empat

atau lima tahun kakao telah dapat menghasilkan buah. Sistem pemanenan yang

dapat dilakukan berulang-ulang membuat tanaman kakao memberikan keuntungan

yang berulang- ulang pula yang selanjutnya diperhitungkan sebagai keuntungan

tahunan yang akan diterima oleh petani.

Konversi tanaman dilakukan apabila tanaman perkebunan sebelumya

memberikan keuntungan yang semakin menurun. Sumberdaya modal yang

terbatas mendorong petani melakukan pemilihan terhadap tanaman mana yang

cocok untuk mengganti tanaman sebelumnya. Tanaman yang menjadi pengganti

adalah tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dari tanaman

sebelumnya yaitu tanaman yang dapat memberikan keuntungan lebih besar.

Tanaman perkebunan kakao merupakan tanaman perkebunan yang memiliki nilai

ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman perkebunan kayu manis.

Pergantian tanaman perkebunan kayu manis menjadi tanaman pekebunan

lain seperti kakao mendorong pemikiran lebih lanjut mengingat biaya investasi

yang dibutuhkan untuk proyek ini tidak sedikit dikarenakan proses

perencanaannya sangat menentukan stabilitas pendapatan petani. Analisis

kelayakan dilakukan untuk mengetahui tanaman perkebunan mana yang

sebaiknya dikembangkan dalam rangka meningkatkan pendapatan petani dengan

memberikan pilihan investasi yang tidak mengakibatkan pengorbanan yang terlalu

besar. Analisis kelayakan yang dilakukan adalah analisis kelayakan secara

(29)

Analisis proyek pada umumnya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang

banyak mengandung ketidakpastian atas apa yang terjadi di waktu yang akan

datang. Perubahan terhadap manfaat dan biaya di masa yang akan datang secara

tidak langsung mempengaruhi keberlanjutan proyek konversi tanaman perkebunan

tersebut. Oleh sebab itu, dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat apa yang

akan terjadi jika dalam pelaksanaan proyek terdapat suatu kesalahan atau

perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan manfaat.

1.3 Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah sebagai

berikut :

1 . Menganalisis kelayakan konversi tanaman perkebunan kayu manis menjadi

kakao dari segi finansial di lahan perkebunan Kecamatan Gunung Raya.

2 . Menganalisis tingkat sensitivitas akibat perubahan biaya dan manfaat selama

usaha perkebunan tersebut dilaksanakan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kelayakan investasi pada perkebunan kakao menggantikan kayu manis yang

ditinjau dari aspek finansial, sehingga dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang

terkait dengan upaya pengembangan komoditas kakao. Penelitian ini juga

diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dalam menambah

(30)

1.5Batasan Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap tanaman kayu manis dan kakao dengan

melakukan studi kelayakan yang meliputi:

1. Analisis kelayakan usaha perkebunan kayu manis dan kakao.

2. Analisis kelayakan finansial tanaman kayu manis menjadi kakao di

Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi yang bertujuan

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Kelayakan Proyek 2.1.1 Pengertian Proyek

Proyek menurut Gittinger (1986), suatu kegiatan yang mengeluarkan uang

atau biaya–biaya dengan harapan akan memperoleh hasil secara logika merupakan

wadah untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan

pelaksanaan dalam satu unit. Proyek merupakan elemen operasional yang paling

kecil yang dipersiapkan dan dilaksanakan sebagai suatu kesatuan yang terpisah

dalam perencanaan menyeluruh perusahaan, perencanaan nasional ataupun

pembangunan pertanian.

Menurut Pramudya et al. (1992) mendefinisikan proyek suatu rangkaian

kegiatan ya ng menggunakan sejumlah sumberdaya untuk memperoleh manfaat.

Kegiatan ini memerlukan biaya (cost) yang diharapkan dapat memberikan hasil

dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian diperlukan suatu perencanaan,

pembiayaan dan pelaksanaan, yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai.

Kadariah et al. (1999) mengemukakan pengertian proyek adalah suatu

keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

kemanfaatan (benefit) atau suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan

harapan untuk mendapatkan hasil (return) di waktu yang akan datang dan yang

dapat direncanakan , dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit.

Proyek menurut Gray et al. (2002), proyek adalah kegiatan-kegiatan atau

seluruh aktivitas yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk

(32)

Kegiatan tersebut dapat berbentuk investasi baru yang diselenggarakan instansi

pemerintah, badan-badan swasta atau organisasi-organisasi sosial perorangan.

Analisis proyek merupakan suatu metode yang digunakan untuk

menentukan pilihan antara berbagai penggunaan kompetitif dari keseluruhan

sumberdaya dengan cara yang sederhana dan mudah dimengerti. Pada hakekatnya

analisis proyek menaksir manfaat dan biaya suatu proyek dan merumuskan

menjadi sebuah alat ukur yang berlaku umum.

Analisis proyek memberikan gambaran mengenai pengaruh-pengaruh

investasi yang diusulkan terhadap para peserta dalam suatu proyek apakah

perusahaan-perusahaan swasta, petani, perusahaan pemerintah atau masyarakat

luas. Analisis proyek bertujuan untuk memperbaiki pemilihan investasi karena

sumber-sumber yang tersedia untuk pembangunan ialah terbatas, maka perlu

sekali diadakan pemilihan antara berbagai macam proyek. Kesalahan dalam

memilih proyek dapat mengakibatkan pengorbanan terhadap sumber-sumber yang

langka ( Kadariah,1999)

Gray et al.(2002) mengatakan tujuan dari diadakannya analisis proyek

adalah :

a. Mengetahui tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi dalam

suatu proyek.

b. Menghindari pemborosan sumber-sumber yaitu dengan menghindari

pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan.

c. Mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga dapat

memilih alternatif proyek paling menguntungkan.

(33)

Pertimbangan terhadap banyak aspek yang bersama-sama menentukan

bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu

harus diperhatikan dalam mengetahui keefektifan dari suatu analisis proyek.

Aspek- aspek tersebut antara lain aspek teknis, aspek

institusional-organisasi-manajerial.

Aspek teknis, yaitu analisis secara teknis yang berhubungan dengan

penyediaan input proyek dan output (produksi) berupa barang dan jasa. Analisa

secara teknis akan dapat mengidentifikasi perbedaan-perbedaan yang terdapat

dalam informasi yang harus dipenuhi dalam menjalankan suatu proyek. Selain itu,

analisa secara teknis akan menguji hubungan-hubungan teknis yang mungkin

terjadi dalam suatu proyek pertanian yang akan dijalankan.

Aspek institusional-organisasi- manajerial, yaitu penetapan institusi/lembaga

proyek harus tepat, harus mempertimbangkan pola sosial, budaya dan lembaga

yang akan dilayani oleh proyek. Usulan organisasi proyek harus diteliti agar

poyek dapat diarahkan dan organisasi proyek harus mempertimbangkan kebiasaan

dan prosedur organisasi di suatu daerah atau negara. Dalam masalah manejerial

harus diteliti kesanggupan atau keahlian staf yang ada dalam menangani

kegiatan-kegiatan sektor publik yang berskala besar.

Aspek sosial, dalam analisis perlu mempertimbangkan pola

kebiasaan-kebiasaan sosial dari pihak yang akan dilayani oleh proyek. Proyek tersebut harus

tanggap pada keadaan sosial dan dampak lingkungan yang merugikan.

Aspek komersial, yaitu menyangkut perencanaan penyediaan input yang

dibutuhkan untuk kelangsungan proyek dan rencana pemasaran output yang

(34)

guna meyakinkan bahwa terdapat suatu permintaan yang efektif pada suatu harga

yang menguntungkan. Dari sudut pandang input, rencana-rencana yang cocok

harus dibuat bagi para petani guna meyakinkan tersedianya pupuk, pestisida, dan

benih unggul serta teknolgi baru dan pola penanaman baru.

Aspek finansial, menganalisis biaya-biaya yang diperlukan, hasil- hasil

proyek yang dapat menutupi biaya-biaya proyek dan upaya mempertahankan

keberlangsungan proyek. Aspek finansial dari persiapan dan analisa proyek

menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan

terhadap para peserta yang tergabung didalamnya. Aspek ini menyangkut masalah

pengeluaran dan penerimaan dari pelaksanaan proyek yang terkait pada

masalah-masalah kemampuan proyek dalam mengembalikan dana-dana proyek.

Aspek ekonomi, menganalisis apakah proyek memberikan kontribusi yang

nyata terhadap pembangunan perekonomian secara keseluruhan dan apakah

kontribusinya cukup besar dalam menentukan penggunaan sumberdaya yang

diperlukan.

Analisis manfaat biaya dilakukan berdasarkan dua pendekatan yaitu analisis

finansial dan analisis ekonomi, tergantung yang berkepentingan langsung dalam

kegiatan investasi. Pada penelitian ini aspek yang akan diteliti adalah aspek

finansial yang melihat proyek dari sudut badan-badan atau orang yang

menanamkan modal dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam

(35)

2.1.2 Kelayakan Proyek

Pelaksanaan suatu proyek biasanya dilakukan dengan dua macam analisis

(Gittinger, 1986) yaitu :

a. Analisis finansial, dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang

yang menanamkan modalnya dalam proyek atau berkepentingan langsung

dalam proyek.

b. Analisis ekonomi, dimana proyek dilihat dari sudut perekonomian secara

menyeluruh.

Analisis secara finansial yang perlu diperhatikan adalah hasil untuk modal

yang ditanam dalam proyek yaitu hasil yang diterima oleh petani, pengusaha,

perusahaan swasta, atau badan pemerintah atau siapa saja yang berkepentingan

dalam pembanguna n proyek. Hasil analisis finansial sering disebut juga

dengan ”private return”.

Penelitian ini menggunakan analisis finansial mengingat petani adalah

bagian masyarakat yang mengusahakan tanaman perkebunan yang memiliki dana

yang terbatas untuk pengelolaannya. Tingkat efisiensi dari proyek konversi

tersebut diukur berdasarkan keuntungan finansial yang diperoleh.

Penilaian suatu proyek apakah proyek yang akan tersebut layak atau tidak

layak dilaksanakan menggunakan beberapa metode penilaian atau disebut juga

dengan kriteria investasi. Metode penilaian ini melihat kelayakan proyek dari

aspek profitabilitas komersialnya. Kriteria investasi yang digunakan dalam

analisis kelayakan proyek antara lain adalah Net Present Value (NPV), Internal

Rate of Return (IRR), dan Net B/C Ratio. Penggunaan ketiga kriteria investasi ini

(36)

Kriteria investasi dengan menggunakan Net Present Value (NPV) atau

keuntungan bersih yaitu menghitung selisih antara nilai sekarang inve stasi dengan

nilai sekarang penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. Faktor- faktor

yang mempengaruhi NPV adalah tingkat bunga atau tingkat diskonto (discount

rate) yang digunakan (i), besarnya biaya investasi (I), pendapatan yang

ditentukan oleh produksi dan harga (R), biaya produksi (C) dan umur tanaman

hasil konversi (t). Kelebihan dari menggunakan metode NPV yaitu NPV

memasukkan faktor nilai waktu dari uang, mempertimbangkan semua aliran kas

proyek dan mengukur besaran absoulut dan bukan relatif.

Net Present Value memiliki tiga nilai dengan artian sebagai berikut:

1. NPV < 0 (negatif), mengartikan bahwa sampai pada t tahun investasi

masih merugi sehingga tidak layak dilaksanakan

2. NPV = 0, waktu tepat dimana biaya investasi dapat dikembalikan sehingga

perusahaan tidak mendapat keuntungan atau merugi.

3. NPV > 0 (positif), menunjukkan kondisi perusahaan menguntungkan,

dengan semakin besarnya NPV maka semakin besar pula keuntungan yang

akan dicapai.

Kriteria investasi yang menggunakan Internal Rate of Return (IRR)

menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk mengahasilkan pengembalian atau

tingkat keuntungan yang dapat dicapai yang dinyatakan dengan persen. IRR

(37)

1. IRR < i, maka nilai NPV akan lebih kecil sehingga proyek tidak layak

untuk dilaksanakan

2. IRR = 0, maka NPV dari proyek tersebut sama dengan nol sehingga

perusahaan tersebut tidak untung dan tidak pula rugi (impas)

3. IRR > i, maka NPV dari proyek tersebut akan lebih besar sehingga proyek

mengalami keuntungan yang menyebabkan proyek tersebut layak untuk

dilaksanakan.

Kriteria keputusan invesatasi yang terakhir adalah Gross Benefit Cost

Ratio (Gross B/C ratio) yang merupakan perbandingan antara jumlah Present

Value arus biaya bruto dijumlahkan dengan Present Value arus Benefit Bruto.

Apabila Gross B/C Ratio ≥ 1 , maka NPV ≥ 1 sehingga kegiatan konversi layak

untuk dilaksanakan. Sebaliknya apabila Gross B/C Ratio ≤ 1, maka NPV≤1

sehingga kegiatan konversi tanaman perkebunan tersebut tidak layak untuk

dilaksanakan.

2.1.3 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat pengaruh yang akan dialami

perusahaan apabila terjadi perubahan biaya dan manfaat baik internal maupun

eksternal dari pelaksanaan proyek tersebut. Hal ini penting dilakukan mengingat

bahwa perencanaan proyek banyak menggunakan proyeksi-proyeksi yang pada

umumnya menghadapi masalah ketidakpastian terutama proyek jangka panjang.

Oleh sebab itu analisis sensitivitas digunakan untuk menghindari kegagalan dari

(38)

Pada umumnya proyek pertanian sensitif pada perubahan beberapa

variabel berikut antara lain adalah harga, keterlambatan pelaksanaan peroyek,

kenaikan biaya, penurunan hasil produksi. Analisis kepekaan harga output

berdasarkan fluktuasi harga yang terjadi, sedangkan kepekaan terhadap biaya

didasarkan terhadap kecenderungan kenaikan harga input terutama harga pupuk

atau obat-obatan dimasa yang akan datang. Keterlambatan pelaksanaan

mempengaruhi hampir seluruh proyek-proyek pertanian. Keterlambatan

pelaksanaan disebabkan oleh petani yang tidak mengikuti dan melakukan

teknik-teknik baru yang diajarkan. Analisis kepekaan diskonto didasarkan pada tingkat

diskonto yang umumnya digunakan dalam proyek pertanian.

2.2 Komoditas Kayu Manis

Kayu manis (Cinnamomum burmanii BL.) dikenal juga dengan nama

Cassiaverra merupakan tanaman berumur panjang penghasil kulit manis di

Indonesia. Kulit manis digunakan untuk meningkatkan cita rasa makanan karena

kayu manis selain tanaman perkebunan juga termasuk dalam kelompok rempah

khas Indonesia yang disebut dengan spices dan herbs. Tanaman kayu manis

Indonesia didatangkan dari Srilangka ke pulau Jawa yang kemudian menyebar ke

India Selatan, Madagaskar, hingga Brazil. Sebelum tahun 1800-an di Indonesia

sendiri sudah ada jenis kayu manis yang disebut Cinnamomum burmanii

merupakan tanaman kayu manis asli Indonesia yang ditanam dalam hutan

Sumatera.

Pada saat sekarang ini masih banyak pengusahaan kayu manis masih

(39)

pada umumnya tidak menggunakan teknologi peningkatan mutu sehingga sering

kali kualitas kulit manis perkebunan tersebut menjadi rendah seningga

berpengaruh pada harga jual dari kulit manis itu sendiri. Hingga saat ini belum

banyak pengelolaan kayu manis yang ditangani oleh perkebunan besar. Apabila

kayu manis dikelola oleh pihak perkebunan besar pengusahaannya lebih terarah

dan terdapat usaha peningkatan mutu dengan teknologi yang tinggi sehingga kayu

manis Indonesia dapat bersaing dengan kayu manis asal negara eksportir lain.

Budidaya kayu manis agar dapat berhasil dengan baik perlu diperhatikan

beberapa faktor seperti ketinggian tempat, iklim, tanah, dan topografi. Kayu manis

dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 2.000 m dpl sampai dengan 1.500 m

dpl. Curah hujan yang baik untuk kayu manis yaitu 2.000 sampai dengan 2.500

mm/tahun dengan kelembaban 70 sampai dengan 90 persen. Penanaman kayu

manis sebaiknya pada suhu rata-rata 250 C dengan batas atas maksimum 270 C

dan minimum pada 180 C. Semakin rendah suhu maka semakin menurun kualitas

kulit manis yang dihasilkan. Kayu manis pada umumnya tumbuh pada dataran

tinggi sehingga tanah pegunungan. Keasaman tanah untuk tanaman kayu manis

yaitu pada pH 5,0 sampai dengan 6,5.

Perbanyakan kayu manis pada umunya dilakukan melalui dua cara yaitu

secara generatif dan secara vegetatif. Perbanyakan secara generatif yaitu melalui

biji sedangkan perbanyakan secara vegetatif yaitu melalui tunas. Pada perkebunan

kayu manis di Kabupaten Kerinci petani pada umumnya menggunakan

perbanyakan melalui biji. Penaman kayu manis dapat dilakukan dengan dua

sistem penanaman yaitu dengan sistem monokultur dan dengan sistem tumpang

(40)

tanam yang digunakan yaitu 1,5 m Χ 1,5 m dengan jarak demikian tidak ada lagi

tanaman lain yang dapat ditanaman pada lahan yang sama. Dengan sistem

monokultur petani harus melakukan penjarangan pada umur tanaman enam dan

sepuluh tahun. Sistem penanaman tumpang sari dilakukan dengan menanam

tanaman lain selain kayu manis sambil menunggu tanaman kayu manis

menghasilkan. Jenis tanaman lain yang digunakan antara lain, palawija, sayur,

buah, kopi. Sistem tumpang sari menggunakan jarak tanam 2 m X 2 m, 2,5 m X

2,5 m, sampai dengan 5 m X 5 m. Penggunaan jarak tergantung pada jenis

tanaman yang ditanam.

Kegiatan pemeliharaan tanaman sangat penting dilakukan agar diperoleh

pertumbuhan yang optimal. Kegiatan pemeliharaan terdiri dari penyulaman,

pemupukan, penyiangan, dan penjarangan. Kayu manis juga tanaman yang tidak

luput dari serangan hama dan penyakit. Serangan hama dan penyakit ini akan

mengurangi standar mutu dari kayu manis tersebut. Adapun beberapa jenis hama

dan penyakit yang menyerang tanaman kayu manis antara lain ulat sikat, Ulat

kenari, Kutu perisai, Kanker baris dan cendawan daun.

Umur panen sangat mempengaruhi produksi kayu manis. Semakin tua

umur kayu manis semakin tebal hasil kulit manis dan total produksinya semakin

tinggi. Umur ideal untuk kayu manis berkisar antara enam sampai dengan

duapuluh tahun. Waktu terbaik untuk melakukan pemanenan ketika daun telah

bewarna hijau tua serta kulit mudah dikelupas. Waktu terbaik melakukan

pemanenan adalah pada saat menjelang musim hujan. Sistem pemanenan dapat

dilakukan dengan sistem tebang sekaligus, sistem situmbuk, dan sistem dipukuli

(41)

2.3 Perkembangan dan Tata Niaga Kayu Manis

Ekspor kayu manis mengalami peningkatan seiring dengan

berkembangnya industri makanan, minuman dan farmasi. Untuk memenuhi

permintaan kayu manis tersebut pemerintah telah menggalakkan upaya perluasan

areal baik melalui perkebunan rakyat maupun perkebunan besar. Pengusahaan

perkebunan kayu manis di Indonesia masih didominasi oleh perkebunan rakyat.

Belum banyak dijumpai pengelolaan yang dilakukan oleh perkebunan besar atau

swasta. Pada umumnya pengelolaan perkebunan yang dikelola oleh perusahaan

besar atau swasta kualitas kayu manis lebih bagus dan harga lebih tinggi. Hal ini

dikarenakan pengusahaan kayu manis dilakukan dengan menggunakan teknologi

yang tinggi.

Pengembangan kayu manis dapat dilakukan hampir seluruh wilayah

Indonesia karena kondisi wilayah Indonesia memiliki topografi yang

berbukit-bukit dan ketinggian ideal untuk tanaman kayu manis. Penggalakan tanaman kayu

manis selain untuk memenuhi permintaan pasar juga untuk penghijauan yang

pengusahaannya dikelola oleh perkebunan rakyat.

Jalur pemasaran kulit manis dari produsen ke eksportir memiliki banyak

pelaku pemasaran diantaranya pedagang, baik pedagang desa, kecamatan, maupun

kabupaten. Hal ini memperpanjang jalur tata niaga kayu manis sehingga

keuntungan yang diperoleh oleh petani ataupun produsen semakin kecil.

Penyebabnya adalah setiap pelaku pemasaran menginginkan keuntungan. Tujuan

pasar yang akan dicapai oleh pelaku pemasaran adalah pasar lokal dan pasar

ekspor. Pasar lokal untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sedangkan pasar

(42)

2.4 Komoditas Kakao

Kakao (Theobroma cacao L) berasal dari lembah- lembah sungai perairan di

hulu Sungai Amazone. Wilayah ini merupakan pusat primer dari aneka ragam

tanaman, suatu wilayah yang mempunyai banyak variasi dalam sifat-sifat

morfologi maupun fisiologis. Populasi asli dari Theobroma cacao L.

Disebarluaskan dari bagian tengah Amazone sampai dengan Guiana ke arah barat

dan utara sampai bagian selatan Mexico.

Tanaman kakao di Indonesia mulai dikenal pada tahun 1780 di Minahasa

Sulawesi Utara yang dibawa masuk oleh orang Spanyol dan Meksiko, kemudian

ditanam di Ambon pada tahun 1858. Kakao mulai ditanam di pulau Jawa pada

tahun 1920, kemudian tersebar ke seluruh perkebunan rakyat di pulau Jawa.

Perkebunan kakao di Indonesia dibagi menjadi dua kelompok yaitu

perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Pada perkebunan rakyat kakao ditanam

dengan teknologi yang masih sederhana. Pengusahaan tanaman kakao pada

pekebunan besar lebih banyak menggunakan input dan teknologi yang lebih

maju. Pengembangan luas areal tanaman kakao di Indonesia menunjukkan

peningkatan yang signifikan dengan berbagai upaya pemerintah untuk

pengembangan perkebunan.

Tanaman kakao dapat tumbuh subur dan berbuah banyak di daerah yang

memiliki ketinggian 1 sampai dengan 600 m dpl. Namun, kakao dapat juga

tumbuh pada ketinggian 800 m dpl. Curah hujan yang baik untuk tanaman kakao

berkisar antara 1600 sampai dengan 3000 mm/tahun atau dengan rata-rata curah

hujan 1500 mm/tahun yang terbagi merata sepanjang tahun. Curah hujan yang

(43)

sehari- hari antara 240-280 C dan kelembaban udaranya konstan dan tinggi

sepanjang tahun yaitu 80 persen baik untuk tanaman kakao. Tanah yang baik

untuk kakao adalah tanah yang memiliki tebal kurang lebih 90 cm, memgandung

banyak humus, kadar hara tinggi dan pH tanah 6 sampai dengan 7,5 dan

mengandung cukup udara dan air.

Tanaman kakao yang diambil bibitnya adalah tanaman yang memiliki

kondisi yang sehat, pertumbuhannya normal dan kokoh, menghasilkan produksi

tinggi, dan berumur antara 12 sampai dengan 18 tahun. Pengembangan tanaman

kakao dapat dilakukan dengan biji ataupun dengan stek dan cangkok.

Pengembangan secara generatif lebih efektif dikarenakan secara generatif lebih

banyak menghasilkan benih. Penanaman kakao dapat dilakukan secara

monokultur ataupun dengan cara tumpang sari. Tanaman kakao juga

membutuhkan pohon pelindung yang berfungsi untuk melindungi tanaman kakao

yang sudah produktif dari kerusakan yang disebabkan oleh sinar matahari dan

juga untuk menghambat kecepatan angin.

Pemeliharaan tanaman kakao dapat dilakukan dengan cara penyulaman,

pemangkasan, pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit. Penyulaman

dilakukan sampai tanaman tersebut berumur sepuluh tahun, sebab umur bongkar

tanaman kakao adalah 25 tahun. Dengan demikian sebelum tanaman tua

dibongkar maka tanaman sisipan sudah mulai berproduksi. Pemupukan dapat

dilakukan secara umum yaitu sebagai sumber N dapat menggunakan pupuk urea

atau ZA, sedangkan sebagai sumber P (Phosfor) dapat menggunakan pupuk TSP

dan sebagai sumber K dapat menggunakan pupuk KCl. Pupuk yang digunakan

(44)

hijau. Hama dan penyakit dapat menyebabkan penurunan kualitas serta kuantitas

dari tanaman kakao tersebut. Beberapa jenis hama dan penyakit kakao yaitu

penggerek cabang, kepik penghisap buah kakao, kutu putih, penyakit busuk buah

hitam dan kanker batang dan penyakit vascular steak dieback (VSD),

Pemungutan hasil adalah memetik buah kakao yang matang atau masak

dari pohon, kemudian memecah buah tersebut dan mengambil biji-bijinya yang

basah. Tanda-tanda buah kakao yang telah matang dapat diketahui dari perubahan

warna sepanjang alur kulit buah menjadi kuning, poros buah kakao terlihat kering

dan terbentuk rongga pada antara biji dan kulit buah. Proses pematangan buah

semenjak dari proses penyerbukan adalah 5,5 bulan. Pemungutan hasil dapat

dilakukan setiap tujuh hari sampai empatbelas hari. Pemungutan buah dapat

dilakukan menggunakan pisau atau sabit yang tajam. Tangkai buah dekat bantalan

buah dipotong secara hati-hati supaya tidak merusak bantalan buah.

2.5 Perkembangan Produksi Kakao Indonesia

Perkebunan kakao di Indonesia terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu

perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Pada perkebunan rakyat, kakao ditanam

dengan teknologi yang masih sederhana. Pada perkebunan besar, pengusahaan

tanaman kakao lebih banyak menggunakan input dan teknologi yang lebih maju.

Pengembangan kakao oleh perkebunan besar dilakukan melalui pola Perkebunan

Inti Rakyat (PIR) dan pola Unit Pelaksanaan Proyek (UPP). Pola PIR merupakan

pola pengembangan perkebunan yang bertujuan untuk meningkatkan peranan

perkebunan besar sebagai milik negara atau swasta sebagai pembina atau inti bagi

(45)

meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat melalui suatu pembinaan terpadu

yang meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan tanaman, pengolahan dan

pemasaran hasil serta pengembangan kelembagaan ekonomi (Rismanto, dalam

Junaidi 1998).

Pemerintah terus berusaha untuk mempercepat pengembangan tanaman

kakao dengan memperluas areal tanaman kakao dari seluas 213.612 pada tahun

1988 menjadi 917. 634 hektar pada tahun 2003. Pesatnya perluasan kebun kakao

tersebut karena gencarnya upaya penanaman kakao baik berupa rehabilitasi kebun

tua maupun perluasan tanaman baru. Pertambahan luas areal kakao juga

dikarenakan berbagai fasilitas dari pemerintah sehingga memikat swasta asing

maupun nasional untuk masuk kedalam bisnis perkakaoan. Harga yang terus

membaik di pasar dunia mendorong peningkatan luas areal pertanaman kakao.

Usaha pengembangan kakao memiliki arti penting dalam aspek sosial ekonomi

dikarenakan kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan penghasil devisa

negara dan penyedia lapangan kerja bagi petani di Indonesia.

Volume produksi kakao Indonesia semakin meningkat namun ekspor biji

kakao cenderung mengalami fluktuasi. Ekspor biji kakao pada tahun 1990

mencapai 335.300 ton mengalami peningkatan pada tahun 2003 yaitu 367.700 ton.

Pada tahun 2004, volume ekspor kakao menurun menjadi 277.000 ton. Hal ini

disebabkan oleh harga kakao di Indonesia di pasar dunia terus menurun sehingga

pengusaha kakao mengurangi ekspor ke luar negeri.

Indonesia mempunyai suatu lembaga atau wadah orang-orang untuk

pengembangan kakao yang dikenal dengan asosiasi kakao Indonesia (ASKINDO).

(46)

eksportir, pabrikan petani atau pengusaha kakao. Tujuan dari ASKINDO adalah

sebagai wadah komunikasi, konsultasi antar anggota, masyarakat dan pemerintah.

Tujuan lainnya yaitu dapat menjadi sarana hubungan kerjasama dan hubungan

internasional khusus nya masalah perkakaoan serta dapat tersebar informasi.

2.6 Konversi Tanaman Perkebunan

Penurunan produktivitas tanaman perkebunan dapat disebabkan oleh beberapa

hal yaitu umur tanaman, kondisi tanaman, kesuburan lahan, sistem pengelolaan

dan keadaan iklim. Kelangsungan produksi tanaman biasanya dilakukan berbagai

cara antara lain peremajaan tanaman dan konversi tanaman menjadi tanaman lain.

Konversi tanaman yaitu penanaman tanaman baru pada lahan yang sebelumnya

ditanami oleh tanaman lain.

Produktivitas tanaman yang rendah akan mengurangi keuntungan yang

diharapkan karena terjadi penurunan pendapatan petani. Konversi tanaman

menjadi tanaman baru akan membuat keuntungan yang diharapkan akan lebih

tinggi sehingga diharapkan petani akan memperoleh pendapatan yang semakin

besar.

2.7 Penelitian Terdahulu

Rismana (2002), melakukan penelitian tentang analisis kelayakan investasi

secara finansial dan ekonomi pada perkebunan kakao. Hasil penelitian

menyatakan bahwa secara finansial maupun ekonomi kakao layak diusahakan.

Hal ini dapat dilihat dari umur ekonomis tanaman tersebut yaitu 40 tahun. Kriteria

(47)

Net Benefit Cost (B/C) dan Discounted Payback Periode. Pada PT. RSA I

menghasilkan NPV positif yaitu +379.554.743, IRR sebesar 19,26 persen, Net

B/C sebesar 1,27. Masa pengembalian investasi mencapai 25 tahun.

Yunita (2005), melakukan penelitian tentang analisis manfaat biaya negatif

proyek konversi tanaman karet menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Bogor.

Penelitian yang dilakukan menghasilkan bahwa langkah perusahaan dalam

mengambil langkah untuk mengkonversi tanaman karet menjadi kelapa sawit

merupakan langkah yang baik. Hal ini dikarenakan konversi tanaman perkebunan

tersebut menguntungkan yang dilihat dari nilai NPV sebesar +670.872.667, IRR

sebesar 24 persen dan gross B/C 1,59, serta proyek konversi ini tetap layak

dilaksanakan apabila terjadi perubahan biaya dan manfaat sebesar 10 persen serta

discounted rate sebesar 17 persen.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu dapat disimpulkan alat analisis

yang digunakan dalam analisis kelayakan negatif proyek konversi tanaman

perkebunan maupun proyek pertanian lainnya adalah negatif NPV, IRR, dan Net

B/C. Kriteria ini digunakan karena mempunyai salah satu kesamaan yaitu

menggunakan aliran kas.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah perbedaan

waktu dan tempat. Perbedaan waktu dan tempat mempengaruhi komponen inflow

dan outflow. Hal ini dikarenakan waktu dan tempat yang berbeda akan

(48)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Dasar Pemikiran

Kayu manis merupakan tanaman berumur panjang yang sebagian besar

diusahakan oleh perkebunan rakyat. Pengusahaan kayu manis secara tidak

langsung dapat memberikan pemasukan berupa devisa kepada negara melalui

ekspor yang dilakukan ke beberapa negara importir. Pada masa sebelum krisis

moneter tahun 1997 kesediaan rakyat menanam komoditas kayu manis masih

cukup besar. Hal ini didorong oleh harga kulit manis yang tinggi sehingga

keuntungan yang diperoleh oleh petani lebih besar. Namun, setelah krisis moneter

harga kayu manis semakin turun sampai pada harga paling rendah. Penurunan

harga kayu manis tersebut disebabkan oleh kualitas kayu manis yang semakin

menurun. Akibat dari penurunan harga ini petani kayu manis mengalami kerugian

karena biaya produksi kayu manis yang dikeluarkan tidak seimbang dengan

keuntungan yang diharapkan.

Keuntungan yang semakin menurun membuat petani kayu manis memilih

keputusan agar dapat meneruskan usaha perkebunan. Pilihan tersebut berupa

mempertahankan tanaman kayu manis atau mengganti tanaman kayu manis

tersebut dengan tanaman perkebunan lain. Pilihan keputusan yang akan diambil

oleh petani adalah pilihan yang dapat memberikan keuntungan yang diharapkan

lebih besar. Apabila keputusan yang diambil adalah mengkonversi tanaman kayu

manis menjadi komoditas lain seperti kakao maka diperlukan analisis terlebih

(49)

Proyek konversi tanaman perkebunan merupakan proyek yang menggunakan

biaya yang tidak sedikit sehingga memerlukan ketelitian dalam memilih dan

menggunakan sumber-sumber investasi yang terbatas sehingga tidak

menyebabkan resiko yang terlalu besar. Oleh sebab itu perlu dilakukan

penanganan yang ekonomis terhadap modal yang dimiliki guna memperoleh

manfaat yang optimal. Mengingat dalam investasi tanaman baru seperti kakao

memerlukan modal yang cukup besar, maka perlu dianalisis kelayakan investasi

dari usaha tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana kegiatan

konversi tanaman kakao tersebut menguntungkan untuk diusahakan, sehingga

dapat diketahui apakah kegiatan tersebut layak atau tidak untuk diusahakan.

Dalam menganalisis kelayakan investasi tersebut dapat dilakukan dari

berbagai aspek salah satunya adalah dari aspek finansial yang menggunakan

semua komponen biaya dan manfaat dinilai dengan menggunakan harga pasar

yang berlaku atau harga yang benar-benar terjadi di wilayah penelitian. Kriteria

investasi yang digunakan dalam aspek finansial ini adalah Net Present Value

(NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C ratio).

Karena analisa proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang

mengandung ketidakpastian tentang apa-apa yang akan terjadi pada masa akan

datang, maka pengkajian kelayakan kemudian dilanjutkan dengan analisis

kepekaan (sensitivity analysis). Analisis ini bertujuan untuk melihat apa yang akan

terjadi jika terdapat perubahan atau kesalahan dalam dasar-dasar perhitungan

biaya atau manfaat. Selanjutnya dilakukan pembahasan untuk mencari nilai- nilai

dari setiap alat analisis, kemudian disimpulkan apakah investasi tersebut layak

(50)

pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai kelangsungan proyek. Jika

hasil analisis tersebut layak maka proyek tersebut dilanjutkan dikarenakan proyek

(51)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Mempertahankan

Perkebunan Kayu Manis

Konversi Tanaman Kayu Manis menjadi Kakao

Analisis Kelayakan Investasi

Analisis Kelayakan

Finansial

Analisis Sensitivitas

Kriteria Investasi :

Ø NPV

Ø IRR

Ø Net B/C

Asumsi-asumsi:

Ø Kenaikan Biaya

Ø Penurunan harga produksi

Ø Penurunan produksi

Hasil Analisis

Tidak Layak Layak

Peningkatan Pendapatan Petani dengan Pelaksanaan Proyek.

Proyek Tidak DapatDilanjutkan

(52)

3.2 Hipotesis

Usaha di bidang perkebunan merupakan suatu usaha sebagaimana dengan

usaha lainnya yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang semaksimal

mungkin. Faktor- faktor yang mempengaruhi pencapaian tujuan usaha sangat

kompleks salah satunya yaitu produktivitas tanaman perkebunan. Apabila

tanaman perkebunan tersebut tidak memiliki nilai ekonomi maka harus dipikirkan

untuk meningkatkan kembali produktivitas perkebunan tersebut. Cara

meningkatkan produktivitas perkebunan adalah dengan peremajaan tanaman atau

konversi tanaman menjadi tanaman lain yang lebih ekonomis.

Penurunan produktivitas akibat penurunan harga output tanaman kayu

manis di Kabupaten Kerinci membuat petani kayu manis mengambil keput usan

untuk mengganti tanaman kayu manis menjadi tanaman perkebunan kakao.

Hipotesis awal dalam penelitian ini adalah :

1. Net present value (NPV) kakao positif dan lebih besar dibandingkan dengan

NPV kayu manis , sehingga kakao layak untuk menggantikan tanaman kayu

manis.

2. Internal Rate of Return (IRR) kakao > tingkat diskonto dan lebih besar dari

kayu manis, sehingga kakao layak untuk menggantikan tanaman kayu manis.

3. Net B/C kakao ≥1 dan lebih besar dari kakao, sehingga kakao layak untuk

(53)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli

2006, bertempat di perkebunan rakyat Kecamatan Gunung Raya Kabupaten

Kerinci Propinsi Jambi. Pemilihan daerah penelitian dilakukan secara sengaja

(Purposive) dengan alasan Kecamatan Gunung Raya merupakan kecamatan yang

memiliki lahan perkebunan kayu manis terbesar di Kabupaten Kerinci dan telah

terdapat konversi tanaman kayu manis menjadi kakao dan belum adanya

penelitian yang menganalisis tentang kelayakan finansial konversi tanaman kayu

manis menjadi kakao di Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi. Kegiatan penelitian

meliputi pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan penulisan laporan

dalam bentuk skripsi.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan

data sekunder. Data primer berupa pengamatan langsung ke lapangan dengan

metode wawancara langsung dengan responden. Jumlah responden pada

penelitian ini adalah 30 orang. Responden yang dipilih adalah petani yang

memiliki lahan perkebunan kayu manis yang telah dikonversi menjadi tanaman

(54)

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik

baik pusat maupun daerah, departemen pertanian dan perkebunan, departemen

perdagangan dan perindustrian serta pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan

penelitian.

4.3 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang dilakukan antara lain: tahap pemasukan data,

pemeriksaan data, pengolahan data dan pengelompokan data. Pengolahan data

dilakukan dengan menggunakan alat bantu kalkulator dan program Microsoft

Excel. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kelayakan investasi

dan analisis sensitivitas. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengkaji kelayakan

usaha tanaman perkebunan kakao menggantikan tanaman kayu manis secara

finansial. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui faktor- faktor yang

mempengaruhi petani melakukan konversi tanaman kayu manis menjadi kakao di

Kecamatan Gunung Raya.

4.3.1 Analisis Kelayakan Finansial

Penelitian ini menggunakan analisis kelayakan finansial karena bertujuan

untuk melihat dampak dari adanya konversi tanaman kayu manis menjadi kakao

dari sisi pelaku usaha yaitu petani. Disamping itu, analisis kelayakan fianansial ini

sudah mampu untuk menjawab permasalahan yang ada di lapang. Analisis

kelayakan finansial yang dilakukan untuk melihat kelayakan konversi tanaman

(55)

saat kegiatan konversi dilakukan sampai dengan berakhir periode penilaian. Data

tersebut dibutuhkan untuk mengetahui pendapatan bersih pada saat kegiatan

konversi belum dilakukan dan dengan kegiatan konversi dilakukan. Sebelum

kegiatan konversi dilakukan yaitu pada saat petani tetap mempertahankan

tanaman perkebunan kayu manis dan dengan kegiatan konversi yaitu pada saat

petani mengganti tanaman perkebunan kulit manis menjadi kakao. Arus

penerimaan dan pengeluaran disajikan dalam bentuk cashflow.

4.3.1.1Penerimaan dan Biaya dalam Analisis Kelayakan Finansial a. Arus Penerimaan

Penerimaan pengusahaan perkebunan dihitung dari perkalian antara tingkat

produksi dengan harga jual masing- masing komoditas perkebunan. Komponen

penerimaan kebun lain adalah nilai sisa aktiva tetap perkebunan baik tanaman

maupun non tanaman.

Tingkat produksi adalah kemampuan suatu tanaman menghasilkan output.

Tingkat produksi yang digunakan adalah umur tanaman atau produktivitas

tanaman menurut umur. Semakin tinggi tinggi tingkat produksi tanaman tersebut

semakin berpotensi untuk dikembangkan. Tingkat produksi memberi pengaruh

terhadap penerimaan dalam usaha perkebunan.

b. Arus Biaya

Biaya adalah semua pengeluaran yang dikeluarkan selama proyek tersebut

dijalankan. Unsur pengeluaran yang terdapat dalam analisis kelayakan finansial

adalah pengeluaran tunai terdiri dari biaya investasi dan biaya produksi. Biaya

Gambar

Tabel 1. Luas Areal Perkebunan Rakyat dan Produksi Kayu Manis       Indonesia  Tahun 1994-1999
Tabel 2. Produksi Kayu Manis di Beberapa Daerah di Indonesia    2000-2003
Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Tanaman Kayu Manis di Kecamatan
Tabel 4. Harga Kulit Manis di Tingkat Pendagang Pengumpul di Kabupaten Kerinci Tahun 2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemandirian petani dalam melakukan usaha agroforestri adalah umur, pengalaman berusaha agroforestri, luas lahan garapan, ketersediaan

Penelitian ini dibingkai dalam topik besar implementasi metode tematik pada anak tunagrahita yang secara khusus melihat praktek pendidikan di sekolah menengah pertama

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dianalisis bahwa pengawasan yang dilakukan oleh Komisi II DPRD Kota Metro di bidang pendidikan dilaksanakan melalui

Kajian sebegini juga menjadi tumpuan khusus dalam mengenal pasti kawasan yang mempunyai aras dos sinaran latarbelakang dan keradioaktifan yang tinggi (Alencar

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa target populasi pada penanggulangan ISPA adalah penduduk kelompok umur ≤ 5 tahun.. Ini sesuai dengan kebijakan P2 ISPA bahwa

Seorang dokter kebangsaan Inggris bernama Edward Jenner banyak merawat pasien-pasien cacar, Ketika itu mereka hanya mempunyai teknik yang disebut Variolasi, dimana

Dengan demikian hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa jenis rotan yang berada di Kawasan Hutan Lindung Wilayah Kecamatan Dampelas Sojol Kabupaten Donggala adalah

Adapun pembeda alat kontrol pintu ini dibandingkan dengan alat kontrol pintu yang lain adalah pengaman pintu yang bisa diakses secara nirkabel saat ini diterapkan