• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian rehabilitasi sumberdaya dan pengembangan kawasan pesisir pasca tsunami di Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian rehabilitasi sumberdaya dan pengembangan kawasan pesisir pasca tsunami di Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar"

Copied!
246
0
0

Teks penuh

(1)

-

--r -

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN

KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI

Dl KECAMATAN PULO ACEH

KABUPATEN ACEH BESAR

M. MUNTADHAR

SEKOLAHPASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya rnenyatakan bahwa tesis yang berjudul:

Kajian Rehabilitasi Sumberdaya dan Pengembangan Kawasan Pesisir Pasca Tsunami di Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar

adalah karya saya sendiri yang diarahkan oleh Kornisi Pernbirnbing dan belurn pemah dipublikasikan oleh siapapun. Surnber data dan informasi yang dikutip dalam tesis ini telah disebutkan dalarn teks dan dicanturnkan dalarn Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Oleh karena itu, sernua isi tesis ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

(3)

ABSTRACT

Tsunami wave had damaged all the infrastructure and structure of Pulo Aceh's District Damage to natural resource of mangrove rise 100%. Damage of fisheries infrastructure rise 100%. Area setlement of residents were seriously affected by tsunami hit. This research aim to 1). analize natural resources potency of coastal area in Pulo Aceh District 2). determine suitablility area for fisheries and ecotourism. 3). serve strategy for rehabilitation and development of Pulo Aceh district for fisheries and ecotourism. Data analysis conducted by using Damage Resource Analysis. Economic Valuation Analysis, and SWOT Analysis. Strategies recommended for the development area are improvement of SDM quality, stipulating of conservation and rehabilitation area, make-up of promotion in ecotourism activities, invitate invenstor for the development of region, and develop fisheries facilities. The result on this research shown the condition of natural resources reside in a damaged condition in high catagori and the rehabilitation of mangrove tend to monospecies.

(4)

MUNTADHAR. Kajian Rehabilitasi Sumberdaya dan Pengembangan Kawasan Pesisir Pasca Tsunami di Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar. Dibimbing oleh FREDINAN YULIANDA dan GATOT YULIANTO.

Kecamatan Pulo Aceh m e ~ p a k a n salah satu kecamatan kepulauan yang berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Aceh Besar. Posisi geografis Kecamatan Pulo Aceh terletak pada ujung Barat Pulau Sumatera yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka dan Lautan Hindia. Posisi geografis yang merupakan kepulauan terluar yang berhadapan langsung dengan taut lepas menyebabkan kawasan ini sangat rentan terhadap p e n g a ~ h negatif berbagai kondisi oceanografi. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh adalah kebemdaannya yang sangat rentan terhadap bencana alam berupa tsunami. Kecamatan Pulo Aceh mengalami kerusakan terhadap struktur dan infrastruktur yang cukup parah akibat gelombang tsunami yang terjadi pada tanggal 26

Desember 2004. Kerusakan terhadap infrastuktur kelautan perikanan mencapai 100%. Kemsakan terhadap sumberdaya alam berupa kawasan hutan mangrove mencapai 100%. Kawasan permukiman penduduk yang pada umumnya bemda pada pinggiran pantai berdasarkan pengamatan lapangan juga mengalami kerusakan total.

Kerusakan terhadap sumberdaya alam akibat tsunami menyebabkan fungsi ekologis ekosistem pesisir terganggu. Akibatnya terjadi penurunan manfaat ekosistem bagi rnasyarakat dan lingkungan kepulauan karena fungsi ekologis tersebut tidak lagi berperan optimal. Penurunan manfaat ekosistem berdampak pada terjadinya penurunan kesejahteraan bagi masyarakat kepulauan yang berprofesi sebagai petani-nelayan yang sangat tergantung kepada keseimbangan ekosistem. Rehabilaasi lingkungan diupayakan untuk mengembalikan fungsi ekologis lingkungan. Rehabilitasi sumberdaya pesisir diarahkan pada kegiatan yang dapat memberikan manfaat bagi penduduk setempat.

Penelitian bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi dan menganalisis potensi sumberdaya alam pesisir di Kecamatan Pulo Aceh (2) Menentukan kelas kesesuaian kawasan untuk p e ~ n t u k a n pengembangan kegiatan perikanan dan ekowisata (3) Memberikan arahan strategi rehabilitasi dan pengernbangan kepulauan Kecamatan Pulo Aceh. Analiis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis kesesuaian lahan, analisis tingkat kerusakan sumberdaya, valuasi ekonomi, dan analisis SWOT.

(5)

dikembangkan sebagai tempat wisata. Analisis terhadap lokasi wisata katagori selam menunjukkan berada pada kondisi Sesuai Bersyarat. (5) Kawasan potensial budidaya perikanan Keramba Jaring Apung (KJA) terdapat pada kawasan Desa Lapeng. Desa Seurapong, dan Desa Lamteng dengan katagori Sangat Sesuai. Sedangkan untuk Desa Lampbyang berada dalam katagori Sesuai Bersyarat. (6) Nilai ekonomi terhadap manfaat eksistensi terumbu karang dan mangrove menunjukkan nilai yang sangat rendah. Diperlukan strategi rehabilitasi dengan penglibatan masyarakat sehingga dapat meningkatkan rasa memiliki terhadap ekosistem mangrove dan teiumbu karang. (7) Analisis SWOT menunjukkan bahwa faktor ekstemal dan faktor internal memberikan pengaruh yang sama besar terhadap strategi pengembangan kawasan. Strategi pengembangan yang menjadi prioritas adalah kegiatan dengan meminimalkan kelemahan sambil memanfaatkan peluang yang ada (W-0)

(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian afau seluruh karya fulis ini fanpa mencanfumkan afau menyebuf somber

a. Pengutipan hanya unfuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan krifik atau tinjauan suafu masalah

b. Pengutipan tidak metugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

KAJIAN REHABlLlTASl SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN

KAWASAN PESlSlR PASCA TSUNAMI

Dl KECAMATAN PULO ACEH

KABUPATEN ACEH BESAR

M. MUNTADHAR

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Kajian Rehabilitasi Sumberdaya dan Pengembangan Kawasan Pesisir Pasca Tsunami di Kecamatan Pulo Aceh

Kabupaten Aceh Besar Nama : M. Muntadhar

NRP : C251030301

Disetujui:

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc Ketua

Ketua Program Studi *:ngelolaan Sumberdap

Pesisir dan Lautan

Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA

Tanggal Ujian: 01 Agustus 2008

Ir. Gatot Yulianto. M.Si Anggota

Diketahui

(9)

PRAKATA

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas Karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis pada Program Studi llmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan.

Pengelolaan kawasan pesisir yang telah mengalami perubahan akibat bencana alam mengakibatkan perubahan terhadap ekosistem dan bentang alam. Perubahan yang terjadi membutuhkan penanganan agar fungsi ekosistem dapat berperan kembali dalam suatu kaitan ekologis. Upaya perbaikan lingkungan dan perbaikan ekosistem merupakan hubungan yang sinergis yang saling mendukung upaya rehabilitasi dan rekontruksi kembali kawasan yang tertimpa bencana.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Komisi Pembimbing Bapak Dr. Ir. H. Fredinan Yulianda, M.Sc. dan Bapak Ir. Gatot Yulianto, M.Si. yang memberikan bimbingan, saran, dukungan dan semangat kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih juga peneliti sampakan kepada teman-teman SPL angkatan X yang telah turut membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

Semoga penelitian ini dapat memberikan rnanfaat kepada pelaksana kegiatan pembangunan kawasan kepulauan Kecamatan Pulo Aceh.

Bogor, Agustus 2008

(10)

Penulis dilahirkan di Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Damssalarn pada tanggal 01 September 1974 dari Bapak M. Hasan Basry dan lbu Harnirnah. Pendidikan dasar dirnulai di TK FKIP Unsyiah, SDN 82 Banda Aceh. SMP Negeri 13 Banda Aceh, dan SMA Negeri 3 Banda Aceh, tarnat tahun 1993.

(11)

DAFTAR

IS1

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I . PENDAHULUAN I 1 . 1 Latar Belakang

...

I 1.2 Perumusan ... 3

1.3 Tujuan dan ... 4

...

...

1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

.

.

4

... 1.5 Kerangka Pernecahan Masalah 5 II . TINJAUAN PUSTAKA 7

...

2.1 Rehabilitasi Sumberdaya Pesisir 7 ... 2.2 Pengelolaan Wilayah Pesisir 7 2.3 Potensi Sumberdaya Pesisir dan Lautan

...

8

2.4 Tsunami ... I 0 2.5 Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Tsunami ... 11

2.6 Pengembangan Sektor Unggulan . .

...

14

2.6.1 Sektor Par~w~sata ... 15

2.6.2 Sektor Perikanan ... 16

Ill . METODE PENELlTlAN

. .

18

3.1 Lokasi Penelltlan

...

18

3.2 Pengumpulan Data ... 18

...

3.3 Analisis Data 19 3.3.1 Analisis Kesesuaian Lahan

...

19

3.3.2 Analisis Tingkat Kerusakan

...

21

3.3.3 Valuasi Ekonomi . .

...

22

3.3.4 Anal~sis SWOT

...

23

IV

.

HASlL DAN PEMBAHASAN 26 4.1 Administrasi dan Geografis

...

26

4.2 Kondisi Fisik Kepulauan ... 28

4.3 Kondisi Fisik Kelautan . ... 4.3 Sosial Ekonomi ... 4.4 Sarana dan Prasarana 33 ... 4.5 Ekosistern 34 4.5.1 Ekosistem Terurnbu Karang ... 35

4.5.2 Ekosistem-Lamun 4.5.3 Ekosistem Mangrove 4.5.4 Ekosistem Pantai 4.6 Analisis Ti 4.7 Surnberday 4.8. Sumberday 4.1 0 Valuasi Surnberdaya Alam ... 68

...

4.10.1 lnvestasi Rehabilitasi Terumbu Karang 69

(12)

4.1 1 Rehabilitasi Fisik Kawasan Pesisir 72

4.12 Rehabilitasi Surnberdaya P 74

4.12.1 Rehabilitasi Perikana 74

4.12.2 Rehabilitasi Mangrove 74

4.12.3 Rehabilitasi Terurnb 80

4.13 Strategi Rehabilitasi dan P

Pulo Aceh Kabupaten Ace 84

4.14 Rekornendasi Strategi Rehabilitasi dan Pengernbangan Potensi Gugusan Kepulauan Kecarnatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

(13)
(14)

33 Faktor Strategi Internal (IFAS) ... 93

34 Faktor Strategi Eksternal (EFAS) ... 94

(15)

DAFTAR

GAMBAR

Halaman

1 Alur pikir kajian rehabilitasi sumberdaya Pesisir dan pengembangan kawasan Pasca Tsunami di Kecamatan Pulo Aceh

Kabupaten Aceh Besar ... 6

...

2 Wilayah Adrninistrasi Kecamatan Pulo Aceh 27

3 Batimetri Kecamatan Pulo Aceh ... 30

...

4 Sebaran terurnbu karang (spot 1-18 mengacu pada tabel 18) 36

5 Kondisi terumbu karang yang rusak di (a) Kareung Mane

(b) Kareung Maja (c) Kareung Pante Dernit (d) Kareung Maja ... 37 6 Koloni karang yang mulai tumbuh kembali di (a) Kareung Maja

(b) Kareung Peunateung (c) Kareung Mane (d) Kareung Maja

...

38

7 Kondisi hamparan karang di daerah intertidal (Desa Paloh) ... 38

8 Sebaran lamun

...

40

...

...

9 Sebaran larnun plot 1 (Desa Seurapong)

.

.

41

...

10 Sebaran lamun plot 2 (Desa Pasi Janeng) 42

...

11 Sebaran mangrove 44

12 Sebaran mangrove Plot 1 (Desa Ulee Paya dan Desa Blang Situngkoh) .. 45

...

13 Sebaran mangrove Plot 2 (Desa Lamteng) 46

...

14 Sebaran mangrove Plot 3 (Desa Alue Riyeung) 47

... 15 Kondisi kawasan ekosistem mangrove (Desa Ulee Paya) 48

...

16 Penghijauan pesisir (Desa Larnpuyang) 49

17 Forrnasi Baringfonia (Desa Alue Riyeung)

...

50

18 Fonasi Pescaprae (Desa Ulee Paya)

...

51

...

19 Stasiun pengamatan terumbu karang 53

...

...

20 lkan taman (Thryssa? sp.)

.

.

57

... 21 Pengeringan gurita secara tradisional (Desa Lampuyang) 58

22 Kondisi lahan tarnbak (Desa Larnpuyang)

...

60

...

23 Potensi wisata alam (Desa Gugob) 61

...

24 Kesesuaian lahan Keramba Jaring Apung (KJA) 63

25 Kesesuaian lahan wisata selam ... 65

26 Kesesuaian lahan rekreasi pantai

...

67

...

27 Rehabilitasi perrnukiman di Pulo Breuh 72

...

28 Jalur evakuasi di Desa Ulee Paya 73

...

29 Prasarana transportasi 74

...

30 Peta kerusakan mangrove 78

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan kepulauan terutarna pulau-pulau kecil rnerupakan kawasan yang

sangat rentan terhadap berbagai pengaruh oceanografi. Kondisi geografis yang

dikelilingi oleh laut rnenyebabkan pulau-pulau kecil sangat dipengaruhi oleh

ornbak, gelornbang, dan tsunami. Keberadaan ekosistern pesisir rnerupakan

benteng alarn yang dapat rnengurangi pengaruh oceanografi terhadap kawasan

pesisir dan penduduk yang rnendiarni wilayah pesisir. Kerusakan ekosistern

pesisir seperti terurnbu karang, padang larnun, mangrove, dan ekosistern pantai

akan berakibat terganggunya keseirnbangan alarn pada kawasan pesisir. Salah

satu kawasan yang ekosistern pesisirnya telah rnengalarni kerusakan adalah

Kecarnatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar.

Kecarnatan Pulo Aceh rnerupakan salah satu kecarnatan kepulauan yang

berada dalarn wilayah adrninistrasi Kabupaten Aceh Besar. Posisi geografis

Kecarnatan Pulo Aceh terletak pada ujung Barat Pulau Surnatera yang

berbatasan langsung dengan Selat Malaka dan Lautan Hindia. Posisi geografis

yang rnerupakan kepulauan terluar yang berhadapan langsung dengan laut lepas

rnenyebabkan kawasan ini sangat rentan terhadap pengaruh negatif berbagai

kondisi oceanografi. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh adalah

keberadaannya yang sangat rentan terhadap bencana alarn berupa tsunami.

Gugusan kepulauan Kecarnatan Pulo Aceh sebagairnana kawasan lainnya

yang berada dalam wilayah adrninistratif Nanggroe Aceh Darussalarn berada

pada pertemuan 2 lernpeng burni yaitu Lernpeng Eurasia dan Lernpeng Indo-

Australia. Lernpeng Eurasia (Asia Tenggara) dan Lernpeng lndo-Australia yang

bergerak 6 crn per tahun dibagian utara dan dibagian selatan bergerak 5,2 crn

per tahun rnerupakan ancarnan yang harus sangat diperhatikan dalarn

perencanaan pernbangunan kepulauan Kecarnatan Pulo Aceh. Gejala fisik yang

kelihatan secara kasat rnata tarnpak dari susunan bebatuan perbukitan disekitar

Kecarnatan Pulo Aceh yang berlapis miring rnengarah ke Tirnur Laut. Akibat dari

desakan kedua lernpeng ini secara terus rnenerus rnenyebabkan patahan yang

rnenirnbulkan gempa burni, sebagai salah satu pernicu terjadinya tsunami, seperti

yang terjadi pada tanggal 26 Desernber 2004 (Diposaptono & Budirnan 2005).

Kerusakan yang ditirnbulkan tsunami di Kabupaten Aceh Besar terhadap

infrastruktur kelautan dan perikanan diperkirakan rnencapai 90% dengan total

(17)

nilai mencapai Rp. 276.428.400,-. Estirnasi kerusakan terhadap kapal perikanan

dan alat tangkap di Kabupaten Aceh Besar rnencapai 100% dengan tingkat

kerugian diperkirakan rnencapai lebih dari Rp. 18,9 rnilyar (DKP 2005).

Kecarnatan Pulo Aceh sebagai kecarnatan kepulauan rnengalarni

kerusakan terhadap struktur dan infrastruktur yang cukup parah. Kerusakan

terhadap infrastuktur kelautan perikanan mencapai 100%. Kerusakan terhadap

surnberdaya alam berupa kawasan hutan mangrove mencapai 100%. Kawasan

permukirnan penduduk yang pada urnumnya berada pada pinggiran pantai

berdasarkan pengarnatan lapangan juga rnengalami kerusakan total.

Gelornbang tsunami juga rnenyebabkan perubahan terhadap kondisi

pantai. Perubahan ini menyebabkan pada beberapa kawasan tertirnbun oleh

patahan karang sehingga tidak lagi sesuai untuk ekosistem tertentu dan

peruntukan kawasan bagi permukirnan. Kegiatan Rehabilitasi dan rekontruksi

yang dilaksanakan oleh Badan Rehabilitasi dan Fiekontruksi Aceh-Nias (BRR)

pasca tsunami diupayakan untuk rnemperbaiki perekonornian rnasyarakat

dengan tetap rnenjaga kelestarian surnberdaya alarn di Pulo Aceh. Rehabilitasi

ekosistem pada kawasan yang telah rusak rnembutuhkan pengelolaan yang

terpadu rnengingat kondisi kawasan yang telah berubah dan belum tentu sesuai

dengan peruntukan kawasan sebelum tsunami. Rehabilitasi ekosistern tidak saja

ditujukan pada kegiatan rnenanarn pohon tetapi harus diartikan secara lebih luas

rnencakup menanam, rnenata, rnerawat, dan rnenurnbuhkan kesadaran

rnasyarakat terhadap pentingnya ekosistern pesisir sebagai penyangga

kehidupan.

Kondisi kawasan yang telah rusak tersebut rnernberikan arti bahwa

perencanaan pembangunan pada kawasan yang rawan bencana alarn

rnernbutuhkan rnanajernen perencanaan pernbangunan yang antisipatif terhadap

bencana.

Dengan pertirnbangan bahwa untuk dapat mengetahui tipe suatu gernpa

apakah dapat rnenirnbulkan tsunami atau tidak rnernbutuhkan waktu sekitar 1

jam, rnaka diperlukan suatu pendekatan terpadu dalam perencanaan

pernbangunan suatu wilayah yang rawan tsunami. Keterpaduan dilakukan secara

vertikal rnulai dari pernerintahan tingkat desa sampai nasional. Keterpaduan juga

dilakukan secara horizontal antara berbagai instansi terkait dalarn suatu wilayah

(18)

Kecarnatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar pada tahun 1998 rnelalui

Keputusan Presiden Nornor 171 tahun 1998 ditetapkan sebagai Kawasan

Pengembangan Ekonorni Terpadu (KAPET) Sabang, yang berpusat di Kota

Sabang. Kepres tersebut pada tanggal 21 Desernber ditingkatkan statusnya

rnenjadi Undang Undang Republik Indonesia Nornor 36 tahun 2000.

Keberadaan gugusan Pulo Aceh sebagai gugusan pulau-pulau kecil dalarn

kawasan KAPET Sabang selarna ini kurang rnendapat perhatian dalarn

pengelolaannya, terutarna pengelolaan yang terintegrasi (integrated

management planning). Peningkatan status sebagai kawasan pengembangan

ekonorni terpadu sarnpai saat ini belurn rnenjadikan kawasan ini sebagai

kawasan yang berkernbang.

Perencanaan pembangunan Kecarnatan Pulo Aceh sebagai bagian dari

kawasan KAPET yang didasarkan pada pengernbangan sektor unggulan harus

disesuaikan dengan kondisi biogeofisik lingkungan. Selain kondisi khusus berupa

lokasi yang rawan tsunami, kaedah pernanfaatan surnberdaya secara umurn

tetap harus diperhatikan. Pernanfaatan surnberdaya yang dapat pulih (renewable

resources), laju eksploitasinya tidak boleh rnelebihi kernarnpuannya untuk

rnernulihkan din pada suatu periode tertentu, sedangkan pernanfaatan

sumberdaya pesisir yang tak dapat pulih (non-renewable resoufces) harus

dilakukan dengan cerrnat sehingga efeknya tidak rnerusak lingkungan sekitarnya.

I .2 Perurnusan Nlasalah

Kecarnatan Pulo Aceh rnerupakan kecarnatan kepulauan yang rnasih

sangat tertinggal yang berada dalarn wilayah adrninistrasi Kabupaten Aceh

Besar. Secara geografis kecarnatan ini terletak di sebelah Barat Laut Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalarn. Keterisolasiannya dengan pulau induk sebagai

pusat pernerintahan dan keterbatasan sarana dan prasarana telah

rnengkondisikan kecarnatan ini sebagai kawasan yang tertinggal dalarn berbagai

sektor pernbangunan.

Kerusakan terhadap surnberdaya alarn akibat tsunami rnenyebabkan fungsi

ekologis ekosistem pesisir terganggu. Akibatnya terjadi penurunan rnanfaat

ekosistern bagi rnasyarakat dan lingkungan kepulauan karena fungsi ekologis

tersebut tidak lagi berperan optimal. Penurunan rnanfaat ekosistern berdarnpak

pada terjadinya penurunan kesejahteraan bagi rnasyarakat kepulauan yang

berprofesi sebagai petani-nelayan yang sangat tergantung kepada

(19)

mengernbalikan fungsi ekologis lingkungan. Rehabilitasi sumberdaya pesisir

diarahkan pada kegiatan yang dapat memberikan manfaat bagi penduduk

setempat sehingga tidak semata rnemberikan keuntungan bagi pendatang yang

rnenempatkan penduduk lokal sebagai penonton.

Dan latar belakang dan identifikasi permasalahan di atas dapat dirurnuskan

beberapa perrnasalahan sebagai berikut:

1 Potensi sumberdaya alarn yang terdapat pada gugusan Pulo Aceh Kecarnatan Aceh Besar terdegradasilrusak

2 Rusaknya sarana dan prasarana perikanan

3 Terjadinya perubahan bentang alam setelah tsunami

4 Belurn adanya pengelolaan pesisir pasca tsunami

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1 Mengidentiikasi dan menganalisis potensi surnberdaya alam pesisir di Kecarnatan Pulo Aceh

2 Menentukan kelas kesesuaian kawasan untuk peruntukan pengembangan kegiatan perikanan dan ekowisata.

3 Mernberikan arahan strategi rehabilitasi dan pengernbangan kepulauan Kecarnatan Pulo Aceh.

Kegunaan penelitian adalah untuk rnernberikan rnasukan-rnasukan dan

bahan pertimbangan khususnya bagi Pemda Aceh Besar dalam membuat

kebijakan pengelolaan kawasan Pulo Aceh pasca tsunami

1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Ruang lingkup dan batasan penelitian adalah:

a. Wilayah penelitian adalah gugusan kepulauan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar

b. Rehabilitasi yang dirnaksud dalarn penelitian ini adalah kegiatan untuk rnernulihkan, mernpertahankan, dan rneningkatkan fungsi ekologis sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalarn rnendukung sistem penyangga kehidupan terus berlangsung rneskipun berbeda dari kondisi sebelumnya.

c. Parameter yang dikaji adalah:

1 Potensi sumberdaya alarn pesisir dan sumberdaya manusia di Kecamatan Pulo Aceh

2 Kesesuaian kawasan untuk kegiatan perikanan dan ekowisata

(20)

4 Rencana strategi rehabilitasi dan pengelolaan sumberdaya kepulauan Kecarnatan Pulo Aceh

1.5 Kerangka Pernecahan Masalah

Gugus pulau Kecarnatan Pulo Aceh terrnasuk dalam wilayah adrninistrasi

Kabupaten Aceh Besar. Sebagai kawasan yang termasuk dalam kawasan

KAPET Sabang, potensi sumberdaya alam Pulo Aceh diharapkan dapat

dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan pemanfaatan dalam upaya meningkatkan

kesejahteraan rnasyarakat seternpat. Pemanfaatan sumberdaya alam saat ini

semata rnasih menggunakan pola-pola pernanfaatan secara tradisional dengan

sedikit mengabaikan pola pemanfaatan secara berkelanjutan.

Dalarn upaya rehabilitasi dan rnengelola surnberdaya alarn ini diperlukan

suatu-kebijakan yang mengikat setiap stakeholder untuk merehabilitasi dan

melestarikan surnberdaya alam yang tersedia. Kebijakan yang akan diterapkan

dianalisis dengan memperhatikan pennasalahan kerusakan sumberdaya alarn

dan upaya rehabilitasi yang bisa dilakukan berdasarkan kondisi biofisik dan

sosial ekonomi bagi peruntukan kegiatan perikanan dan ekowisata.

Arahan kebijakan diambil secara objektif dan secara subjektif. Arahan

kebijakan secara objektif didasarkan pada analisis kesesuaian kawasan

berdasarkan kondisi biofisik lingkungan. Arahan kebijakan secara subjektif

dilakukan dengan rnelakukan wawancara dan pengisian kuesioner kepada

stakeholderatas dasar kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Penggabungan arah kebijakan objektif dan arah kebijakan subjektif yang

rnenggunakan analisis spasial dan SWOT diharapkan akan rnernberikan

alternatif pilihan terhadap rekomendasi pengembangan yang dapat

meminirnalkan potensi konflik penggunaan lahan untuk berbagai kepentingan.

Garnbar 1 merupakan alur pikir kajian rehabilitasi surnberdaya dan

pengembangan kawasan pesisir pasca tsunami di Kecarnatan Pulo Aceh

(21)

Sumberdaya Pesisir dan Laut Pasca Tsunami

Ekologi

9

I

t

t

Sosial Ekonomi

Analisis Surnberdaya Analisis Stakeholder

Strategi Rehabilitasi dan Pengembangan

Kawasan

I I

Kebijakan

PEMDA

Garnbar 1 Alur pikir kajian rehabilitasi surnberdaya Pesisir dan pengembangan kawasan Pasca Tsunami di Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar

Kebijakan KAPET

v

(22)

I I .

TINJAUAN

PUSTAKA

2.1 Rehabilitasi Sumberdaya Pesisir

Ekosistem pesisir yang berperan sebagai ternpat dan media aktifitas

manusia sangat berpengaruh terhadap berbagai perubahan lingkungan.

Kerusakan terhadap ekosistem yang terjadi akibat bencana pesisir yang terjadi

berakibat pada tidak seimbangnya fungsi ekosistem dalarn sebagai penyangga

sistern kehidupan. Bencana Pesisir adalah kejadian karena peristiwa alam atau

karena perbuatan Orang yang menimbulkan perubahan sifat fisik danlatau hayati

pesisir dan mengakibatkan korban jiwa, harta, danlatau kerusakan di Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU RI No.27 Th 2007).

Bencana pesisir yang terjadi akibat tsunami d i ..Kecarnatan Pulo Aceh

menyebabkan kerusakan terhadap ekosistem pesisir terutama terurnbu karang,

padang lamun, ekosistem mangrove, dan ekosistem pantai. Upaya rehabilitasi

ditujukan untuk mengembalikan kembali fungsi ekosistern pada kawasan

Kecamatan Pulo Aceh sebagai penyangga sistem kehidupan. Rehabilitasi

sumberdaya pesisir adalah proses pernulihan dan perbaikan kondisi ekosistem

atau populasi yang telah rusak walaupun hasilnya berbeda dari kondisi semula

(UU RI No. 27 Th 2007).

Rehabilitasi kawasan pesisir akibat bencana pesisir tidak hanya ditujukan

untuk mernulihkan dan rnemperbaiki kondisi ekosistem yang telah rusak. Sifat

kawasan pesisir sebagai marine bioecoregion menyebabkan kerusakan pada

satu kawasan atau satu jenis ekosistem berakibat terhadap kawasan atau

ekosistem yang lain. Diposaptono dan Budiman (2005) menyebutkan bahwa

kejadian bencana di wilayah pesisir sekecil apapun akan rnenimbulkan dampak

budaya dan sosial ekonomi bagi masyarakat pesisir. Perbaikan kondisi

ekosistem dilakukan seiring dengan rehabilitasi ekonomi rnasyarakat.

Penglibatan rnasyarakat dalam kegiatan rehabilitasi ekosistem hams dilakukan

secara bersamaan dalam kaitan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu.

2.2 Pengelolaan Wilayah Pesisir

Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah suatu pendekatan

pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistern,

sumberdaya, dan kegiatan pernanfaatan (pembangunan) secara terpadu

(infegrafed) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan

(23)

Sebagai kawasan peralihan antara pengaruh daratan dan lautan, wilayah

pesisir rnernbutuhkan pendekatan pernbangunan yang kornprehensif dan

terpadu. Menurut Dahuri et al. (1996) guna tercapainya pernbangunan pesisir

secara tepadu diperlukan inforrnasi tentang potensi pernbangunan yang dapat

dikernbangkan disuatu wilayah pesisir dan lautan serta perrnasalahan yang ada,

baik aktual rnaupun potensial. Secara urnurn, potensi pernbangunan yang

terdapat diwilayah pesisir dan lautan secara garis besar terdiri dari tiga

kelornpok: (1) surnberdaya dapat pulih (renewable resources) (2) surnberdaya

tidak dapat pulih (non-renewable resources), (3) jasa-jasa lingkungan

(environmental services).

Ekosistern pesisir pada prinsipnya rnernpunyai 4 fungsi pokok bagi

kehidupan rnanusia yaitu sebagai penyedia sumberdaya alarn, penerima lirnbah,

penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, dan penyedia jasa-jasa kenyarnanan.

Sebagai suatu ekosistem, wilayah pesisir dan laut rnenyediakan surnberdaya

alarn yang produktif baik yang dapat dikonsumsi langsung rnaupun tidak

langsung, seperti surnberdaya alarn hayati yang dapat pulih, diantaranya

surnberdaya perikanan, mangrove, terurnbu karang dan rurnput laut; dan

surnberdaya alarn nirhayati yang tidak dapat pulih, diantaranya surnberdaya

mineral, rninyak burni, dan gas alarn. Sebagai penyedia sumberdaya alarn yang

produktif, pernanfaatan surnberdaya wilayah pesisir dan laut yang dapat pulih

harus dilakukan dengan tepat agar tidak melebihi kemarnpuannya untuk

rnernulihkan diri pada periode waktu tertentu. Dernikianpula diperlukan

kecermatan pemanfaatan surnberdaya wilayah pesisir dan laut yang tidak dapat

pulih, sehingga efeknya tidak rnerusak lingkungan. Bengen (2000) menyebutkan

sebagai ternpat penarnpung lirnbah yang dihasilkan dari kegiatan rnanusia,

ekosistern ini rnemiliki kernarnpuan terbatas, yang sangat tergantung pada

volume dan jenis limbah yang rnasuk. Apabila lirnbah yang rnasuk rnelebihi

kernarnpuan asirnilasi wilayah pesisir dan laut, rnaka kerusakan ekosistem dalarn

bentuk pencemaran akan te rjadi.

2.3 Potensi Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Secara urnurn, sumberdaya alarn yang terdapat dikawasan pesisir dan

lautan serta pulau-pulau kecil di Nanggroe Aceh Darussalarn terdiri atas

surnberdaya dapat pulih (renewable resources) dan surnberdaya tidak dapat

pulih (non-renewable resources), dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan lautan

(24)

udang, rurnput laut, terrnasuk berbagai kegiatan budidaya pantai dan budidaya

laut (manculture). Surnberdaya tidak dapat pulih rneliputi mineral, bahan

tarnbanglgalian, minyak burni, dan gas. Sedangkan yang terrnasuk jasa-jasa

lingkungan pesisir dan lautan adalah pariwisata dan perhubungan laut (Dahuri

2000).

Suatu surnberdaya baru dapat dikatakan sebagai surnberdaya apabila

tersedia teknologi untuk rnernanfaatkannya dan adanya perrnintaan terhadap

surnberdaya tersebut. Pernanfaatan suatu surnberdaya yang tidak bijaksana

akan dapat rnenirnbulkan kerusakan atau terkurasnya suatu surnberdaya.

Kernarnpuan produksi suatu surnberdaya akan rnengalarni proses diminishing

return yang berakibat pada rnenurunnya standar hidup rnasyarakat. Dalarn

jangka panjang proses penurunan produksi dan penurunan standar hidup akan

berada pada posisi steady state (Fauzi 2004).

Ketersediaan surnberdaya pesisir dan lautan serta potensi surnberdaya

pulau-pulau kecil Nanggroe Aceh Darussalam selarna ini belurn tergarap secara

optimal. Sejalan dengan pernberlakuan UU No. 3212000 dan UU No. 2511999,

tentang Otonomi Daerah, rnernbuka peluang yang besar kepada pernerintah

daerah untuk mendulang Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat besar dari

pernanfaatan potensi pesisir dan lautan (WALHI Aceh 2002).

Pengukuran suatu surnberdaya didasarkan pada jenis surnberdaya

terperbaharui dan jenis surnberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Fauzi (2004)

rnenyebutkan pengukuran terhadap surnberdaya terperbaharui berdasarkan:

1 Surnberdaya hipotikal; konsep pengukuran deposit surnberdaya yang belurn

diketahui namun diharapkan ditemukan pada rnasa rnendatang berdasarkan

survei yang dilakukan pada saat ini.

2 Surnberdaya spekulatif; konsep yang digunakan untuk rnengukur deposit

yang rnungkin diternukan pada daerah yang belurn dieksplorasi, dirnana

kondisi geologi rnernungkinkan diternukan deposit.

3 Cadangan kondisional; deposit yang sudah diketahui narnun dengan kondisi

harga dan output pada saat ini belurn mernungkinkan secara ekonorni.

4 Cadangan terbukti; surnberdaya alarn yang telah diketahui dan secara

ekonornis dapat dirnanfaatkan pada saat ini.

Fauzi (2004) rnenjelaskan lebih lanjut bahwa surnberdaya yang dapat

(25)

1 Potensi rnaksirnurn sumberdaya; pengukuran dengan rnernpertirnbangkan

kernampuan biofisik alam untuk rnenghasilkan produksi secara berkelanjutan

dalam jangka waktu tertentu tanpa rnernpertimbangkan kendala sosial

ekonorni yang ada.

2 Kapasitas lestari; pengukuran didasarkan pada kernarnpuan surnberdaya

untuk dapat rnernpertahankan kelestariannya untuk generasi berikutnya.

Pernanfaatannya didasarkan pada potensi lestari surnberdaya tersebut.

3 Kapasitas penyerapan; didasarkan pada kernarnpuan surnberdaya untuk

dapat memulihkan diri akibat pernanfaatan oleh rnanusia. Pernanfaatan tidak

boleh melebihi kapasitas asirnilasi surnberdaya tersebut yang bervariasi

untuk berbagai sumberdaya dan kondisi lingkungan.

4 Daya dukung; didasarkan pada pernikiran bahwa lingkungan memiliki

ambang batas untuk dapat rnendukung pertumbuhan suatu organisme.

2.4 Tsunami

Secara alarniah posisi geografis lndonesia berada pada kawasan yang

rawan bencana tsunami. Sejak tahun 1961 lndonesia telah rnengalarni

setidaknya 20 kali bencana tsunami. Kawasan lndonesia merupakan daerah

perternuan tiga lernpeng benua yaitu Lempeng Eurasia, Sarnudra Pasifik, dan

Indo-Australia (Diposaptono & Budirnan 2005).

Secara geografis kawasan kepulauan Pulo Aceh berada dalarn kawasan

rawan tsunami di lndonesia. Kepulauan Pulo Aceh berada dalarn zona A

seisrnotektonik di lndonesia yang rneliputi busur sunda bagian barat yang terletak

dibagian barat laut selat sunda. Tsunami terjadi oleh adanya gernpa yang

berpusat di dasar laut dengan kekuatan minimal 6,s pada skala richter. Gernpa

dalarn skala besar dan berada pada kedalarnan yang relatif dangkal(60 krn dari

permukaan laut) menyebabkan pergerakan seluruh kolorn air dari perrnukaan

sarnpai dasar laut dan bergerak rnenuju daratan dengan sangat cepat.

Pergerakan air yang sangat cepat dan kuat akan menyapu seluruh daratan yang

terjangkau oleh air (Munir 2003).

Penyebab gernpa setidaknya ada tiga faktor:

1 Vulkanik, gempa yang disebabkan oleh adanya aktivitas gunung berapi baik di daratan maupun yang berada didalarn lautan.

2 Tektonik, gernpa yang terjadi akibat adanya pergeseran, pergerakan dan

turnbukan lernpeng burni. Aktivitas tektonik dapat rnenyebabkan patahan

(26)

3 Ulah manusia, berbagai aktivitas manusia yang menimbulkan getaran dan

kerusakan terhadap kulit bumi seperti percobaan nuklir bawah tanah dan

longsoran rongga tanah akibah kegiatan penambangan.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh tsunami sangat bergantung pada

kekuatan tsunami itu sendiri dan kondisi biofisik lingkungan lingkungan pesisir.

Kawasan pesisir yang merupakan benteng utama peredam energi tsunami

sangat mempengaruhi tingkat kerusakan. Kondisi pesisir yang masih rapat oleh

tumbuhan terutarna hutan mangrove akan mampu meredarn energi tsunami yang

dihernpaskan kedaratan. Pengelolaan kawasan rawan tsunami menjadi ha1

penting untuk rnengurangi dampak yang ditimbulkan. Mengingat saat ini belum

ada teknologi yang mampu memprediksi waktu terjadinya tsumani secara cepat

dan tepat, rnaka sangat dibutuhkan perencanaan pembangunan yang ramah

lingkungan. Pengelolaan kawasan pesisir secara alami seperti pelestarian hutan

mangrove dan terumbu karang secara teoritis akan dapat mengurangi energi

hempasan tsunami (Diposaptono & Budiman 2005)..

Sebagai kawasan yang rawan tsunami, hidup antisipatif terhadap tsunami

dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan dapat meminimalkan

kerusakan yang ditimbulkan. Penzonasian daerah rawan tsunami skala lokal dan

struktur bangunan yang tahan terhadap gernpa dan aliran air akibat tsunami akan

dapat rnernperkecil kerusakan akibat bencana yang tejadi.

2.5 Pengelolaan Sumberdaya Alam d a n Tsunami

Kawasan kepulauan Pulo Aceh dengan potensi sumberdaya alam yang

belum tergarap secara optimal menyediakan kesempatan usaha bagi berbagai

stakeholder untuk pemanfaatannya. Keberadaan kawasan tersebut pada daerah

yang rawan bencana tsunami rnengharuskan diterapkannya prinsip

pembangunan secara terpadu melalui pendekatan manajemen krisis dan

manajemen resiko. Diposaptono dan Budirnan (2005) menyebutkan pendekatan

secara terpadu (rnanajemen resiko dan manajemen krisis) pada hakikatnya

adalah menangani bencana dari sebelum, saat, hingga sesudah terjadinya

bencana.

Perlindungan terhadap sumberdaya alam dan manusia dilakukan melalui

pendekatan fisik dan nonfisik. Pendekatan secara fisik dilakukan melalui upaya

teknis baik alarni rnaupun buatan. Melalui upaya fisik secara alami dapat berupa

kegiatan pemeliharaan hutan pantai. Pantai dengan topografi landai berpasir

(27)

kawasan yang berlurnpur dan senantiasa dipengaruhi oleh pasang surut.

Vegetasi hutan pantai ini selain berfungsi rnelindungi pantai dari hernpasan angin

dan badai juga berguna bagi penyerapan dan perneliharaan air tanah,

keanekaragarnan hayati, dan keseirnbangan ekosistern. Vegetasi hutan yang

rapat dan subur rnernberikan keuntungan tarnbahan bagi rnasyarakat seternpat

terutarna sektor perikanan. Sistern perakaran mangrove yang kokoh dan rapat

rnernberikan ternpat berlindung bagi ikan untuk rnernijah (Diposaptono &

Budirnan 2005).

Kawasan Hutan pantai yang rapat sangat berguna pada saat bencana

tsunami rnenerjang. Hutan pantai menjadi benteng utarna yang berfungsi

meredam energi tsunami yang dihernpaskan kedaratan. Sirnulasi yang dilakukan

oleh peneliti tsunami asal Jepang terhadap efektifitas hutan pantai dalarn

rneredarn tsunami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan pantai dengan

ketebalan 200 rn, kerapatan pohon 30 batang perseratus meter persegi, dan

diameter batang 15

crn

dapat rneredarn lebih dari 50% energi gelornbang

tsunami dengan ketinggian 3 meter (Tabel

1).

Tabel

1

Efektivitas hutan pantai dalarn rneredarn tsunami

Tinggi Tsunami (m)

1

2 3

Hutan Pantai (Shuto, 1985) Mitigasi kerusakan,

rnenghentikan benda yang hanyut, rneredarn tsunami

Jarak run-up Lebar hutan 50 rn 0,98 0,86 0,81

100 rn 0,83 0,80 0,71 200 rn 0.79 0.71 0.64 400

m

0;78 0165 0,57

Tinggi genangan Lebar hutan 50 m 0,98 0,86 0,81

100 rn 0,83 0,80 0,71

400

m

0.78 0165 0,57

Arus Lebar hutan 50 m 0,71 0.58 0.54

100 rn 0.57 0,47 0,44 200

m

0,56 0,39 0,34 400

m

-

0,31 0,24

Gaya hidrolis Lebar hutan 50 rn 0,53 0,48 0,39

100 m 0,33 0,32 0,17 200 m 0.01 0.13 0.08 400

m

-

0:02 0,Ol

Surnber: Harada-lmamura diacu dalarn Diposaptono & Budirnan 2005

Tabel 1 rnenunjukkan bahwa hutan pantai rnarnpu rneredarn energi

gelornbang yang ditimbulkan oleh tsunami. Semakin tebal hutan pantai rnaka

(28)

dilakukan Shuto diacu dalarn Diposaptono dan Budirnan (2005) rnenyebutkan

bahwa hutan pantai tidak lagi efektif untuk meredarn energi tsunami dengan

ketinggian lebih dari 8 meter.

Selain perlindungan secara alami dengan pemeliharaan hutan pantai, dapat

pula dilakukan perlindungan dengan pengelolaan fisik secara buatan.

Perlindungan dapat dilakukan dengan membangun pemecah ombak (break

wafer) dan tembok laut (sea wall) sejajar pantai, rnemperkuat desain bangunan,

rnenanam hutan buatan dari beton, serta pernbangunan infrastruktur lainnya

(Diposaptono & Budirnan 2005). Perlindungan secara fisik buatan rnembutuhkan

biaya yang besar terutarna jika ditinjau dari penernpatannya pada sebuah pulau

kecil yang saat ini merupakan daerah yang masih belurn berkembang.

Penge!olaan fisik buatan yang sangat rnungkin dilakukan adalah dengan

penguatan bangunan terutarna perumahan dengan model rurnah tradisonal Aceh

yang terbuat dari kayu pilihan dan berupa rurnah panggung. Rumah tradisiona!

yang terbuat dari kayu terbukti mampu bertahan terhadap goyangan gernpa

karena sifat fleksibilitasnya terhadap goyangan. Kontruksi rumah yang berupa

panggung mampu melewatkan air pada saat tsunami rnenerjang kawasan

pemukirnan.

Upaya nonfisik dalarn pengelolaan sumberdaya alarn terhadap bahaya

tsunami dilakukan dengan rnengatur kegiatan pernanfaatan kawasan. Kawasan

dengan skala kerawanan tsunami tinggi diupayakan sedapat mungkin dihindari

untuk kegiatan pernbangunan. Kawasan rawan bencana tsunami ditetapkan

dengan pernbuatan peta rawan tsunami dalam skala lokal. Dengan adanya peta

rawan tsunami dapat dipisahkan kegiatan-kegiatan yang bersinergis dan tidak

sinergis dalam suatu kawasan. Upaya nonfisik lainnya dilakukan dengan

kegiatan penyuluhan rnasyarakat terhadap sifat-sifat dan bahaya yang

ditimbulkan oleh tsunami.

Kegiatan pengelolaan sumberdaya alam dan rnanusia terhadap bencana

hanya dapat dilakukan rnelalui perencanaan dan pengelolaan kawasan secara

terpadu. Diposaptono dan Budiman (2005) menyebutkan bahwa pengelolaan

wilayah pesisir terpadu setidaknya memiliki 3 tujuan utarna, yaitu:

1 Melindungi integritas ekologi dari ekosistern pesisir

2 Mencegah kelebihan material yang sifatnya merusak dan mencegah

(29)

3 Mernbantu rnenentukan kelayakan kegiatan pembangunan dan pernanfaatan

wilayah dan surnberdaya pesisir dan laut bagi kepentingan rnanusia.

Pencapaian tujuan utarna pengelolaan secara terpadu tersebut hanya

dapat terjadi jika keterpaduan pernbangunan secara vertikal dan horizontal

dilakukan secara sinergis. Pulau-pulau kecil sebagai suatu kawasan yang relatif

kecil sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Kerusakan terhadap satu

ekosistern akan rnernberikan pengaruh yang cukup besar bagi ekosistem yang

lainnya. Aktivitas rnanusia yang tidak rarnah lingkungan akan rnernberikan

pengaruh negatif terhadap lingkungan dan masyarakat seternpat. Pernbangunan

sekecil apapun pada dasamya akan mernberikan pengaruh terhadap lingkungan.

Kesesuaian kegiatan pada suatu kawasan harus rnenjadi kajian utarna salarn

perencanaan pengelolaan wilayah pesisir. Kegiatan yang rnernberikan nilai

tarnbah dan sejalan dengan fungsi ekosistern perlu rnendapat rangsangan dan

rnernperoleh berbagai kernudahan oleh pernerintah dalarn pengumsan dan

pelaksanaannya, sedangkan terhadap kegiatan yang rnemberikan tekanan

lingkungan bagi keberadaan ekosistem perlu rnendapat pengawasan yang ketat

dalarn pelaksanaannya. Melalui keterpaduan pelaksanaan pernbangunan dan

pengawasan yang ketat akan rnernberikan darnpak positif bagi lingkungan,

stakeholder, dan rnasyarakat seternpat secara langsung dan untuk jangka

panjang.

2.6 Pengembangan

Sektor

Unggulan

Perurnusan visi dan misi spesifik, unik, tepat, dan akurat akan rnendorong

suatu wilayah rneraih keunggulan daya saing yang berkelanjutan (sustainable

competitive advantage), perturnbuhan wilayah, serta rneningkatkan nilai tarnbah

(value added) rnelalui pengembangan produk-produk unggulan (Djajadiningrat &

Melia 2004). Kecarnatan Pulo Aceh yang berada diantara perternuan Selat

Malaka dan Sarnudera Hindia serta berada pada jalur pelayaran internasional

rnernpunyai berbagai keunggulan kornpetitif.

Sejalan dengan rencana pengernbangan Pulo Aceh serta berpedornan

kepada Rencana lnduk Pengernbangan Sektor Unggulan KAPET Sabang, rnaka prioritas pengernbangan Pulo Aceh adalah berdasarkan potensi keunggulan

yang dirniliki oleh Pulo Aceh seperti pariwisata, perikanan, perdagangan, dan

(30)

2.6.1 Sektor Pariwisata

Pariwisata rnerupakan segala kegiatan dalarn rnasyarakat yang

berhubungan dengan wisatawan (Sukadijo, 1997). Kegiatan pariwisata

berhubungan dengan berbagai sektor yang bertujuan untuk rnenjual suatu

potensi wilayah dengan segala upaya untuk rnendatangkan orang-orang untuk

berkunjung ke wilayah tersebut. Suatu kegiatan pariwisata dapat dikatakan

berhasil apabila telah mampu rnendatangkan wisatawan sebanyak mungkin

untuk rnengunjungi potensi yang dikernbangkan tersebut. Yang dimaksud

dengan wisatawan adalah orang yang rnengadakan perjalanan dari ternpat

kediarnannya tanpa rnenetap diternpat yang didatanginya atau hanya sernentara

waktu rnenetap diternpat yang didatanginya.

Pada urnurnnya pulau kecil rnerniliki panorama alarn dan lingkungan yang

indah, disamping itu kebudayaan rnasyarakat suatu pulau kecil bersifat unik dan

khas. Kondisi alarn dan budaya rnerupakan karakteristik khas pulau kecil.

Sukadijo (1997) rnenyebutkan bahwa suatu daerah atau ternpat hanya dapat

dijadikan rnenjadi tujuan wisata kalau kondisinya sedemikian rupa, sehingga ada

yang dapat dikernbangkan rnenjadi atraksi wisata. Modal atraksi wisata yang

dapat rnenarik kedatangan wisatawan itu ada 3 (tiga), yaitu:

1 alarn

2 budaya

3 rnanusia

Dari segi ekonorni, kunjungan wisatawan pada suatu daerah rnernberikan

darnpak positif terhadap masyarakat disekitarnya dan bagi pandapatan daerah.

Objek wisata yang rnenjadi daya tank bagi wisatawan rnerupakan surnber

parnasukan bagi penduduk sekitar. Pengeluaran yang dibelanjakan oleh

wisatawan secara langsung rnernberikan rnanfaat bagi penduduk setempat dari

berbagai' sektor baik perdagangan rnaupun transportasi dan jasa. Kegiatan

ekowisata yang rnenjual keindahan alarn seperti panorama pulau kecil dapat

dirnanfaatkan sebagai upaya untuk rnenjaga keiridahan alarn dari kerusakan

akibat carnpur tangan manusia. Pariwisata yang berorientasi ekologi sangat

rnendukung kegiatan konservasi dan dapat dilakukan secara bersamaan dan

saling rnenguntungkan.

Mclntosh diacu dalarn Sukaduo (1997) rnengklasifikasikan motif wisata

(31)

1 Motif fisik, berhubungan dengan kegiatan badaniah seperti olahraga,

istirahat, kesehatan, dan sebagainya.

2 Motif budaya, wisatawan bertujuan untuk rnenikrnati atraksi budaya baik

alam rnaupun rnanusia. Wisatawan dapat juga bertujuan untuk rnernpelajari

atau rnernaharni tatacara dan kebudayaan bangsa atau daerah lain.

3 Motif interpersonal, berhubungan dengan keinginan untuk berternu

keluarga, ternan, tetangga, atau berkenalan dengan orang-orang tertentu.

4 Motif status atau motif prestise, kunjungan kesuatu daerah atau kawasan

dianggap dapat rnernberikan prestise bagi orang yang pernah

dikunjunginya terutarna wisata ke daerah yang jauh, rnahal, dan juga keluar

negeri.

Motif-motif wisata yang diklasifikasikan oleh Mclntosh serta subklasifikasi-

subklasifikasi yang dikernbangkan berdasarkan potensi suatu wilayah dapat

dirnanfaatkan untuk rneningkatkan pandapatan daerah dengan tetap rnenjaga

budaya dan keindahan alarn suatu daerah. Kegiatan pariwisata dapat rnendorong

perturnbuhan ekonorni pada daerah nonindustri terutarna pariwisata alarn.

Pengernbangan kegiatan pariwisata diharapkan dapat rnenjaga lingkungan

agar tidak rnenjadi rusak akibat pemanfaatan oleh rnanusia. Pernbukaan suatu

kawasan wisata dilakukan dengan rnempertirnbangkan potensi surnberdaya dan

kesesuaian lahan untuk peruntukannya. Kesesuaian lahan untuk wisata dihitung

berdasarkan parameter utarna jenis wisata yang akan dikernbangkan.

Kesesuaian lahan wisata bahari katagori wisata selam rnernpertirnbangkan 6

parameter utama. Kesesuaian wisata pantai untuk katagori rekreasi ditentukan

dengan rnernpertimbangkan 10 parameter utarna berdasarkan kondisi

surnberdaya.

2.6.2 Sektor Perikanan

Ketersediaan surnberdaya perikanan sangat berkaitan erat dengan kondisi

pesisir suatu wilayah. Kerusakan wilayah pesisir sebagai ternpat rnernijah dan

ternpat berlindung ikan-ikan kecil akan berakibat pada rnenurunnya produksi ikan

secara keseluruhan. Surnberdaya perikanan yang rnerniliki potensi besar untuk

dikembangkan adalah surnberdaya perikanan laut. Kondisi geografis Kecarnatan

Pulo Aceh yang berada pada perternuan Selat Malaka dan Sarnudera Hindia

rnenyimpan potensi perikanan yang cukup besar yang belurn dikelola secara

(32)

Keterbatasan teknologi nelayan dalarn memanfaatkan potensi kelautan baik ikan pelagis kecil maupun ikan pelagis besar rneyebabkan hasil tangkapan yang

tidak optimal dan pengelolaan pasca penangkapan yang tidak tepat

menyebabkan kualitas produksi menjadi rnenurun. Ketidakmampuan menangani hasil tangkapan secara baik menyebabkan nilai jual rnenjadi menurun.

Sumberdaya perikanan Kabupaten Aceh Besar berada dalarn Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia (WPPI) I yaitu kawasan Selat Malaka antara

lain perairan Selat Malaka di bagian utara dan Lautan Hindia pada bagian barat.

Perairan Lautan Hindia pada bagian barat terdapat Palung Andaman dengan kedalam antara 1200- 2000 m. Pada kawasan ini banyak terdapat kawanan ikan

hiu yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Kawanan hiu ditangkap untuk diambil siripnya yang mengandung minyak dan memiliki harga yang cukup tinggi.

Djamil (2004) menyebutkan lkan hiu terutama hiu botol, disamping diambil siripnya juga dimanfaatkan untuk diarnbil minyak dari hati hiu yang dikenal dengan minyak squalene. Squalene berkhasiat untuk menjaga vitalitas dan

kesehatan.

Potensi perikanan tangkap yang berada pada perairan barat surnatera dimanfaatkan oleh nelayan Kabupaten Aceh Besar dengan menggunakan perahu motor. Armada yang digunakan antara lain kapal motor sebanyak 202

unit, motor tempel sebanyak 495 unit, dan perahu tanpa motor sebanyak 125 unit. Alat tangkap yang digunakan umumnya merupakan pukat kantong

(33)

Ill. METODE PENELlTlAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar Nanggroe Aceh Darussalam, dengan Desa Lampuyang sebagai ibukota

kecamatan. Kecamatan Pulo Aceh mempakan gugusan kepulauan yang terdiri dari 3 buah pulau utama yaitu Pulo Nasi, Pulo' Breuh, dan Pulo Teunom yang

berada disebelah Barat Laut Nanggroe Aceh Darussalam. Wilayah administrasi

Kecarnatan Pulo Aceh terdiri dari 3 kemukiman yang membawahi 17 desa. Kawasan ini dapat dijangkau dengan menggunakan perahu motor dengan jarak

tempuh sekitar 15 mil selama

+

1-2,5 jam. Pelayanan sarana transportasi laut ke wilayah ini hanya satu kali sehari dengan menggunakan 2 buah boat.

3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang dibutuhkan antara lain data biofisik kepulauan Pulo Aceh dan kondisi sosial ekonomi stakeholder yang

secara langsung bergantung pada kondisi biofisik Kecarnatan Pulo Aceh.

Data biofisik dan sosial ekonomi yang dibutuhkan dalarn penelitian ini

meliputi:

1 Komponen data fisik; kondisi pantai, substrat dasar perairan, kedalarnan

perairan, kecerahan, temperature, dan kecepatan arus.

2 Kornponen data biologi; sumberdaya perikanan, ekosistem mangrove, padang lamun, terurnbu karang, dan vegetasi pantai

3 Komponen data sosial ekonomi; sarana dan prasarana, perrnukiman, jurnlah

penduduk, dan mata pencaharian

Data tersebut diperoleh melalui survei lapangan dan dengan melakukan wawancara langsung dengan rnasyarakat serta pengisian kuesioner kepada

stakeholder.

Data sekunder diperoleh dari peta-peta yang berhubungan dengan lokasi

penelitian, hasil penelitian terdahulu, dan literatur penunjang lainnya Kantor

(34)

3.3 Analisis Data

3.3.1 Analisis Kesesuaian Lahan

Analisis terhadap kesesuaian lahan ditujukan untuk kegiatan ekowisata dan

perikanan. Berdasarkan data biofisik lahan disusun matriks kesesuaian untuk

peruntukan kegiatan ekowisata dan perikanan. Analisis kesesuaian lahan ini

didasarkan pada penggunaan lahan sebelum tsunami. Dari data penggunaan

kawasan sebelum tsunami yang didasarkan pada kondisi biofisik lingkungan saat

ini diperoleh arahan kebijakan pengembangan kegiatan secara objektif.

Analisis kesesuaian lahan untuk kegiatan perikanan Keramba Jaring Apung

(KJA) didasarkan pada kriteria berikut (Tabel 2).

Tabel 2 Kesesuaian lahan untuk zonasi kegiatan Keramba Jaring Apung (KJA)

No Parameter Bobot Kategori

(%) S I Skor SZ Skor N Skor

1 Ketedindungan 3 Sangat 4 Teriindung 3 Tidak 1

terlindung teriindung

2 Substrat dasar 3 Karang 4 Pasir 3 Beflumpur 1

Berpasir perairan

3 Kedalarnan (rn) 3 10-30 4 4-10 3 <4dan>30 1 4 Suhu erairan 2 24-29 4 29-30 3 -=24 dan 1

kc) >30

5 Kecerahan 2 Tinggi 4 Sedang 3 Rendah 1

Sumber : Modifikasi dari Bakosurtanal(l996)

Analisis kesesuaian lahan untuk kegiatan wisata adalah kegiatan ekowisata

bahari kaiagori selam dan ekowisaia pantai katagori rekreasi berdasarkan pada

(35)

Tabel 3 Kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari katagori selarn

Katagori dan Skor

No Parameter Bobot Kata- skor Kata- skor Kata- Skor Kata- Skor

gori g o r i gori gori

1 Kecerahan 5 ,80 4 > 50-80 3 20450 2 <20 1

perairan (%)

2 Tutupan 5 > 75 4 > 50-75 3 25-50 2 c25 1

kornunitas

karang (%)

3 Jenis life form 4 >I2 4 c7-12 3 4-7 2 c 4 1

4 Jenis ikan 4 >I00 4 =- 50-100 3 20-<50 2 c20 1

karang

5 Kecepatan arus 3 0-15 4 > 15-30 3 >30-50 2 >50 1

(crnldet)

6 Kedalamandasar 3 6-15 4 > 15-20 3 >20-30 2 >30c3 1

perairan (rn)

Surnber: Yulianda (2007)

Nilai Maksimum = 96

S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 80

-

100%

- - S2 = Cukup sesuai, dengan nilai 60

-

~ 8 0 %

S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 35

-

~ 6 0 % N

=

Tidak sesuai, dengan nilai ~ 3 5 %

Tabel 4 Kesesuaian lahan untuk ekowisata pantai katagori rekreasi

N o P a r a m e t e r 80- Katagori dan Skor

bot katagori Skor Katagori Skor Katagori Skor Katagori skor

1 Kedalarn dasar 5 0-3 4 > 3-6 3 >610 2 >I0 1

perairan (rn)

2 Xpe pantai 5 Pasir 4 Pasir 3 Pasir 2 Lurnpur. 1

putih putih h i m . berbatu.

sedikii berkaran terjal

karang g, sedikit

terjal

3 Lebar pantai (m) 5 >I5 4 10-1 5 3 3-4 0 2 <3 1

4 Material dasar 4 pasir 4 Karang 3 Pasir 2 lurnpur 1

~erairan bemasir - -. c~ ~ ~ berlurn~ur

5 ~ e c e ~ a t a n arus 4 0-0.17 4 > 0.17- 3 >0.35- 2 > 0.51 1

(mldet) 0.34 0.51

6 Kerniringan 4 4 0 4 10-25 3 >2545 2 >45 1

pantai f)

7 Kecerahan 3 >I 0 4 > 5-10 3 3-5 2 <2 1

perairan (rn)

8 Penutupan lapan 3 Kelapa, 4 Semak, 3 Belukar 2 Hutan 1

pantai lahan belukar tinggi bakau,

terbuka rendah, pernukhan,

savana pelabuhan

9 Biota berbahaya 3 Tidak 4 Bulu babi 3 BUIU 2 Bulu babi. 1

ada babi. ikan pari,

ikan pari lepu. hi"

10 Ketersediaan air 3 c 0.5 4 > 0.5-1 3 > 1-2 2 ,2 1

tawar (jaraWKm)

Surnber: Yulianda (2007)

Nilai Maksimum = 156

[image:35.547.51.496.65.742.2]
(36)

3.3.2 Analisis Tingkat Kerusakan

Analisis tingkat kerusakan surnberdaya alarn dilakukan terhadap ekosistern

terurnbu karang, mangrove, dan lamun

Ekosistem Terumbu Karang

Tingkat kerusakan terhadap terurnbu karang dibagi menjadi 4 kriteria

berdasarkan berdasarkan persentase tutupan karang yang diacu dalarn

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2001

Tabei 5 Kriteria kerusakan terurnbu karang

Kriteria Kerusakan Luas Tutupan Terumbu Terumbu Karang Karang Hidup (%)

Rusak Buruk 0-24,9

Sedang 25-49,9

Baik Baik 50-74,9

Baik SekaE 75-100

Surnber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2001)

Tingkat kerusakan terhadap terurnbu karang yang diperoleh kernudian

dibagi dalarn 3 subtingkat kerusakan yaitu tinggi, sedang, dan rendah dengan

bobot persentase sebagai berikut:

Tabel 6 Katagori kerusakan terurnbu karang

PENUTUPAN (%) KERUSAKAN

0-14.9 Tinggi

15-34.9 sedang

35-49,s Rendah

Ekosistem Padang Lamun

Tingkat kerusakan terhadap ekosistem padang larnun diklasifikasikan

dalarn 3 kondisi berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Nornor 200 tahun 2004.

Tabel 7 Kriieria kerusakan padang larnun

. LUAS AREA KERUSAKAN

KERUSAKAN (%) > 50

-

Tinggi

30 - 49.9 Sedang

< 29,9 Rendah

Surnber: Kernenterian Negara Lingkungan Hidup (2004)

Tingkat kerusakan terhadap padang lamun yang diperoleh kernudian

dibagi dalam 3 subtingkat kerusakan yaitu tinggi, sedang, dan rendah dengan

(37)

Tabel 8 Katagon kerusakan padang larnun

LUAS AREA KERUSAKAN

(%)

75-1 00 Tinggi 55-74,9 Sedang

Ekosistem Mangrove

Tingkat kerusakan terhadap mangrove diklasifikasikan dalarn 3 kriteria

berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nornor 201 tahun

2004.

Tabel 9 Kriteria kerusakan mangrove

PENUTUPAN KRlTERlA KERAPATAN

(%) (pohonlHa)

> 75

-

Baik (sangat padat

1

1500

> 50

-

<75

-

Baik (sedang)

-

> 1000

-

< 1500 < 50 Rusak (jarang) < 1500

Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2004)

Tingkat kerusakan terhadap mangrove yang diperoleh kemudian dibagi dalam 3 subtingkat kerusakan yaitu tinggi, sedang, dan rendah dengan bobot

persentase sebagai berikut:

Tabel 10 Katagori kerusakan mangrove

PENUTUPAN KERUSAKAN

(%)

0-14,9 Tinggi 15-24,9 Sedang

3.3.3 Vaiuasi Ekonomi

Valuasi ekonomi merupakan suatu rnetode yang digunakan untuk

memberikan nilai suatu sumberdaya alarn kedalam bentuk uang terlepas dan ada

atau tidaknya pasar terhadap sumberdaya tersebut (Kusumastanto 2000). Dalam

peneliiian ini tidak dilakukan penilaian terhadap Manfaat Ekonorni Total (TEV).

Hal ini dikarenakan tidak diiemukannya data-data terdahulu tentang pemanfaatan

sumberdaya pesisir oleh masyarakat. Selain itu permasalahan yang dihadapi

adalah telah hilangnya hampir setengah dari penduduk yang mendiarni

Kecamatan Pulo Aceh akibat tsunami sehingga rnenyulitkan dalarn rnernperoleh

informasi dari pemanfaat kawasan pesisir.

Manfaat sumberdaya alam berupa ekosistem mangrove dan terumbu

(38)

value) ekosistern mangrove dan terurnbu karang dengan rnenggunakan teknik

Contingent Valuation Method (CVM). Melalui penggunaan teknik CVM

diharapkan masyarakat mengerti tentang rnanfaat ekosistern pesisir terhadap

perlindungan pantai akibat aktifitas kelautan serta manfaatnya bagi ekologi.

Teknik CVM merupakan teknik penilaian terhadap surnberdaya non pasar (non

market valuation) dengan melakukan wawancara langsung kepada masyarakat

tentang rnanfaat keberadaan (existence value) sumberdaya alarn (mangrove dan

terumbu karang) yang mereka rasakan. Responden mernberikan nilai kepada

sumberdaya dalarn bentuk keinginan untuk rnembayarlmenerirna (Willingness to

Pay-WTP dan Willingness to Accept-WJA) terhadap surnberdaya yang

dinyatakan dalarn bentuk uang.

Kusurnastanto (2000) menyebutkan teknik CVM dilakukan rnelalui wawancara

mendalarn dan dengan rnelakukan pengisian kuesioner dalarn bentuk:

1 Metode Pertanyaan Langsung (Direct Question Method)

Masyarakat diberikan pertanyaan langsung berapa harga yang sanggup

dibayarkan untuk memanfaatkan ekosistern mangrove dan terurnbu karang.

2 Metode Penawaran Bertingkat (Bidding Game Method)

Masyarakat diberikan suatu harga tertentu dalarn pernanfaatan surnberdaya.

Apabila responden menjawab "setuju" rnaka harga dinaikkan terus sarnpai

responden rnenjawab "tidak". Harga kesediaan membayar yang tertinggi

rnerupakan nilai VVTP tertinggi

3 Metode Kartu Pembayaran (Payment Card Method)

Responden diberikan daftar harga surnberdaya mangrove dan terumbu

karang rnulai dari harga terendah sampai dengan harga tertinggi. Responden

diharapkan rnenjawab dengan harga rnaksimum yang sanggup dibayar

terhadap surnberdaya tersebut.

4 Metode Setuju atau Tidak Setuju

Responden ditawari sebuah harga untuk sumberdaya mangrove dan terurnbu

karang dan cukup hanya rnenjawab setuju atau tidak setuju terhadap harga

yang ditawarkan.

3.3.4 Analisis

SWOT

Analisis SWOT adalah analisis berbagai faktor secara sisternatis yang

didasarkan pada logika yang dapat rnemaksimalkan kekuatan (strengths) dan

peluang (opportunities), narnun secara bersarnaan dapat rnerninirnalkan

(39)

rnernbandingkan antara faktor eksternal Peluang (opporfunities) dan Ancaman

(tinreats) dengan faktor internal Kekuatan (strengths) dan Kelemahan

(weaknesses) (Rangkuti 2004).

Dalam penelitian ini analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and

Threat) ditujukan untuk rnendapatkan arahan bagi pengernbangan dan

pernanfaatan gugus pulau Kecarnatan Pulo Aceh. Analisis dilakukan dengan

mernpertimbangkan hasil analisis berdasarkan kriteria kondisi biofisik potensi

surnberdaya lahan, analisis sfakeholder, dan kebdakan daerah.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT adalah:

1 Pengumpulan data dengan mengidentifikasikan berbagai kekuatan,

kelemahan, peluang, dan ancarnan yang ada. Data yang dikurnpulkan

diklasifikasikan berdasarkan faktor eksternal (peluang dan ancaman) dan

faktor internal (kekuatan dan kelemahan). Data diperoleh berdasarkan

pengamatan lapangan dan data sekunder hasil dari surnber-surnber hasil

analisis yang berkaitan dengan kondisi geografis dan adrninistratif kawasan

Kecamatan Pulo Aceh.

2 Menentukan data faktor internal (IFAS). Setiap unsur dalam faktor internal

diberikan bobot sesuai dengan tingkat kepentingannya dengan skala rnulai

dari 1,O (paling penting) sarnpai dengan 0,O (tidak penting) berdasarkan

pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis suatu kawasan.

Jumlah total dari sernua unsur tidak boleh melebihi skor satu. Setiap faktor

diberikan rating rnulai dari yang sangat berpengaruh (4) sampai dengan yang

tidak berpengaruh (1). Setiap bobot lalu dikalikan dengan rating untuk

memperoleh iaktor pemboboian. Hasii yang diperoieh rnenunjukkan ranking

(40)

Tabel 11 Analisis faktor internal

Faktor Strategi internal B o b o t Rating Bobot X Rating

Kekuatan (Strengths)

Kelemahan (Weaknesses)

---

Total

---

3 Menentukan data faktor Eksternal (EFAS). Data disusun berdasarkan tingkat kepentingannya dan diberi bobot rnulai dari 1,O (sangat penting) sarnpai

dengan 0,O (tidak penting), total penjurnlahan dari semua unsur eksternal berjumlah satu. Setiap unsur diberikan rating dengan skala dari 4 (sangat berpengaruh), 3 (berpengaruh), 2 (sedikit berpengaruh), dan 1 (tidak

berpengaruh) berdasarkan faktor tersebut terhadap pengaruhnya bagi

pengelolaan suatu kawasan. Setiap bobot lalu dikalikan dengan rating untuk memperoleh faktor pembobotan. Hasil yang diperoleh menunjukkan ranking dari unsur eksternal (Tabel 12).

Tabel 12 Analisis faktor eksternal

Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Bobot X Rating

Peluang (Opportunities)

--

Ancaman (Threats)

--

Total

---

--

4 Analisis SWOT. Faktor EFAS dan IFAS yang telah disusun dihubungkan keterkaitannya dengan matrik SWOT untuk menentukan arahan

pengembangan suatu kawasan. Arahan pengembangan berdasarkan

keadaan disirnbolkan dengan SO, ST, WO, dan WT.

Tabel 13 Matriks SWOT /FA S

STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W) EFAS

SO2 SO W02

wo

OPPORTUNITIES (0)

SO3 W03

Won

WT1

(41)

IV. HASlL DAN PEMBAHASAN

4.1 Adrninistrasi dan Geografis

Secara administratif Kecamatan Pulo Aceh terdiri dari 3 kemukiman

(kesatuan wilayah administasi yang berada antara kecamatan dan desa) dan 17

desa. Setiap rnukim dipimpin oleh seorang Kepala Mukim dan untuk tingkat desa

dipimpin oleh seorang Keuchik.

Tabel I4 Kemukiman dan Desa di Kecamatan Pulo Aceh

No Kernukiman Desa

Alue Riyeunq

-

Deudap

1 Pulau Nasi ~ a b o Pasi ~ a n k n ~

Lamteng

Lampuyang Seurapong

2 Pulau Beras Selatan G U ~ O P Blang Situngkoh

Lhoh Paloh

Ulee Paya Teunom

Rhinon

3 Pulau Beras Utara Meulingge

Lapeng . -

Alue Raya

Secara geografis Kecamatan Pulo Aceh terletak diujung paling barat Pulau

Sumatera yang berada pada lintasan Samudera Hindia dan Selat Malaka yang

merupakan perairan internasional. Berdasarkan posisi geografis Kecamatan Pulo

Aceh terletak disebelah Barat Laut Nanggroe Aceh Darussalam dengan batasan

sebagai berikut:

-

Sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Hindia,

-

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Peukan Bada,

-

Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka,

-

Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Gambar 2 berikut merupakan batas-batas administrasi desa di Kecamatan

(42)
[image:42.779.69.690.27.483.2]
(43)

4.2 Kondisi Fisik Kepulauan

Kecarnatan Pulo Aceh terdiri dari 7 buah gugus pulau kecil yang

berhadapan langsung dengan Samudera Hindia dan Selat Malaka. Gugus pulau

tersebut terdiri dari Pulau Beras, Pulau Nasi, Pulau Teunorn, Pulau Geupon,

Pulau Batee. Pulau Sidorn, dan Pulau Benggala. Pulau-pulau tersebut tidak

seluruhnya berpenghuni. Pulau yang berpenghuni hanya Pulau Nasi, Pulau

Beras dan Pulau Teunorn. Pulau lainnya berupa pulau sangat kecil belurn

dirnanfaatkan, beberapa diantaranya hanya dijadikan kebun, terutama kelapa,

oleh sebagian penduduk pulau terdekat.

Gugusan kepulauan Kecamatan Pulo Aceh berada pada koordinat 05'35'-

05'46' LU dan 95°00'-95012' BT. Berdasarkan posisi geografis tersebut

Kecamatan Pulo Aceh terletak disebelah Barat Laut Nanggroe Aceh Darussalarn.

Kecarnatan Pulo Aceh rnerupakan kecarnatan yang berbatasan dengan negara

India. Pulau terluar yang rnenjadi titik terluar Indonesia dengan negara India

adalah Pulau Benggala. Pulau ini berada pada posisi koordinat 05" 47' 34" LU dan

94" 58' 21" BT dengan titik dasar No. TD.176a. Pulau terluar ini rnerupakan pulau kosong yang tidak berpenghuni dan belurn dirnanfaatkan untuk kepentingan

ekonornis. Sangat disayangkan sebagai pulau terluar yang berbatasan dengan

negara tetangga sangat sedikit inforrnasi yang diperoleh rnengenai keadaan

pulau ini baik dari pihak pernerintah rnaupun dari rnasyarakat lokal. Hal yang

lebih ironisnya dalarn Buku Statistik Perikanan dan Kelautan Kabupaten Aceh

Besar Tahun 2004 bahkan Pulau Benggala tersebut luput disebutkan dalarn

daftar pulau-pulau kecil yang terdapat dalarn Kabupaten Aceh Besar.

Kegiatan rehabilitasi dan rekontruksi yang dilakukan pada kawasan saat

penelitian ini dilakukan rnasih terbatas terhadap rehabilitasi fisik kawasan berupa

pernbangunan kawasan pennukirnan dan perbaikan dennaga. Rehabilitasi

terhadap kondisi lingkungan terutarna lingkungan pesisir rnasih terbatas terhadap

penghijauan kawasan pantai dan belurn rnenyentuh kawasan laut berupa

perbaikan kondisi terumbu karang. .

4.3 Kondisi Fisik Kelautan

Kondisi oceanografi Kecarnatan Pulo Aceh secara dorninan dipengaruhi

oleh Lautan Hindia (Selat

Gambar

Tabel 3 Kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari katagori selarn
Gambar 2 Wilayah Administrasi Kecamatan Pulo Aceh
Gambar 3 Batimetri Kecamatan Pulo Aceh
Tabel 15 Komposisi penduduk Kecamatan Pulo Aceh pasca tsunami
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai proses terakhir di hari kedua pertemuan, peserta yang telah dibagi menjadi beberapa kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil evaluasi kegiatan yang

Sebagai pranata adat yang dipatuhi oleh masyarakat setempat, maka hubungan persaudaraan antar matarumah ini tidak hanya berlaku bagi setiap orang yang menetap atau tinggal di

Sedangkan yang terakhir, nonkontradiksi, yakni asas yang pada dasarnya ilmu hukum menolak kemungkinan pemaparan sistem hukum yang didalamnya orang dapat mengafirmasi

%HUNHPEDQJQ\D GHVD &amp;LPDKL VHEDJDL ORNDVL ]RQD LQGXVWUL WHODK GLNRPXQLNDVLNDQ ROHK &amp;DPDW .ODUL .HSDOD 'HVD &amp;LPDKL PHQLODL EDKZD KDO LQL DNDQ GDSDW PHPEDQWX

Pada ekstrak biji buah nipah pada fraksi n-heksan, etil asetat dan metanol memiliki nilai persen inhibisi yang rendah di bawah persen inhibisi standar antioksidan asam askorbat

Hal ini didukung pendapat Sujanto yang menyatakan bahwa “Perkembangan pribadi manusia dipengaruhi oleh diri manusia itu sendiri dan lingkungannya” dalam

Kondisi lingkungan PAUD Bunga Bangsa berdasarkan pengamatan yang kami lakukan adalah dalam tingkat kebersihannya sangat bersih karena mempunyai tukang kebun. Hal

Apabila tidak ada nama, dipilih nama kampung yang dianggap populer(terkenal), serta mempunyai aksesibilitas (sekolah dan fasilitas umum) terhadap mobilitas antarpermukiman.