-
--r -KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN
KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI
Dl KECAMATAN PULO ACEH
KABUPATEN ACEH BESAR
M. MUNTADHAR
SEKOLAHPASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya rnenyatakan bahwa tesis yang berjudul:
Kajian Rehabilitasi Sumberdaya dan Pengembangan Kawasan Pesisir Pasca Tsunami di Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar
adalah karya saya sendiri yang diarahkan oleh Kornisi Pernbirnbing dan belurn pemah dipublikasikan oleh siapapun. Surnber data dan informasi yang dikutip dalam tesis ini telah disebutkan dalarn teks dan dicanturnkan dalarn Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Oleh karena itu, sernua isi tesis ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
ABSTRACT
Tsunami wave had damaged all the infrastructure and structure of Pulo Aceh's District Damage to natural resource of mangrove rise 100%. Damage of fisheries infrastructure rise 100%. Area setlement of residents were seriously affected by tsunami hit. This research aim to 1). analize natural resources potency of coastal area in Pulo Aceh District 2). determine suitablility area for fisheries and ecotourism. 3). serve strategy for rehabilitation and development of Pulo Aceh district for fisheries and ecotourism. Data analysis conducted by using Damage Resource Analysis. Economic Valuation Analysis, and SWOT Analysis. Strategies recommended for the development area are improvement of SDM quality, stipulating of conservation and rehabilitation area, make-up of promotion in ecotourism activities, invitate invenstor for the development of region, and develop fisheries facilities. The result on this research shown the condition of natural resources reside in a damaged condition in high catagori and the rehabilitation of mangrove tend to monospecies.
MUNTADHAR. Kajian Rehabilitasi Sumberdaya dan Pengembangan Kawasan Pesisir Pasca Tsunami di Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar. Dibimbing oleh FREDINAN YULIANDA dan GATOT YULIANTO.
Kecamatan Pulo Aceh m e ~ p a k a n salah satu kecamatan kepulauan yang berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Aceh Besar. Posisi geografis Kecamatan Pulo Aceh terletak pada ujung Barat Pulau Sumatera yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka dan Lautan Hindia. Posisi geografis yang merupakan kepulauan terluar yang berhadapan langsung dengan taut lepas menyebabkan kawasan ini sangat rentan terhadap p e n g a ~ h negatif berbagai kondisi oceanografi. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh adalah kebemdaannya yang sangat rentan terhadap bencana alam berupa tsunami. Kecamatan Pulo Aceh mengalami kerusakan terhadap struktur dan infrastruktur yang cukup parah akibat gelombang tsunami yang terjadi pada tanggal 26
Desember 2004. Kerusakan terhadap infrastuktur kelautan perikanan mencapai 100%. Kemsakan terhadap sumberdaya alam berupa kawasan hutan mangrove mencapai 100%. Kawasan permukiman penduduk yang pada umumnya bemda pada pinggiran pantai berdasarkan pengamatan lapangan juga mengalami kerusakan total.
Kerusakan terhadap sumberdaya alam akibat tsunami menyebabkan fungsi ekologis ekosistem pesisir terganggu. Akibatnya terjadi penurunan manfaat ekosistem bagi rnasyarakat dan lingkungan kepulauan karena fungsi ekologis tersebut tidak lagi berperan optimal. Penurunan manfaat ekosistem berdampak pada terjadinya penurunan kesejahteraan bagi masyarakat kepulauan yang berprofesi sebagai petani-nelayan yang sangat tergantung kepada keseimbangan ekosistem. Rehabilaasi lingkungan diupayakan untuk mengembalikan fungsi ekologis lingkungan. Rehabilitasi sumberdaya pesisir diarahkan pada kegiatan yang dapat memberikan manfaat bagi penduduk setempat.
Penelitian bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi dan menganalisis potensi sumberdaya alam pesisir di Kecamatan Pulo Aceh (2) Menentukan kelas kesesuaian kawasan untuk p e ~ n t u k a n pengembangan kegiatan perikanan dan ekowisata (3) Memberikan arahan strategi rehabilitasi dan pengernbangan kepulauan Kecamatan Pulo Aceh. Analiis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis kesesuaian lahan, analisis tingkat kerusakan sumberdaya, valuasi ekonomi, dan analisis SWOT.
dikembangkan sebagai tempat wisata. Analisis terhadap lokasi wisata katagori selam menunjukkan berada pada kondisi Sesuai Bersyarat. (5) Kawasan potensial budidaya perikanan Keramba Jaring Apung (KJA) terdapat pada kawasan Desa Lapeng. Desa Seurapong, dan Desa Lamteng dengan katagori Sangat Sesuai. Sedangkan untuk Desa Lampbyang berada dalam katagori Sesuai Bersyarat. (6) Nilai ekonomi terhadap manfaat eksistensi terumbu karang dan mangrove menunjukkan nilai yang sangat rendah. Diperlukan strategi rehabilitasi dengan penglibatan masyarakat sehingga dapat meningkatkan rasa memiliki terhadap ekosistem mangrove dan teiumbu karang. (7) Analisis SWOT menunjukkan bahwa faktor ekstemal dan faktor internal memberikan pengaruh yang sama besar terhadap strategi pengembangan kawasan. Strategi pengembangan yang menjadi prioritas adalah kegiatan dengan meminimalkan kelemahan sambil memanfaatkan peluang yang ada (W-0)
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian afau seluruh karya fulis ini fanpa mencanfumkan afau menyebuf somber
a. Pengutipan hanya unfuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan krifik atau tinjauan suafu masalah
b. Pengutipan tidak metugikan kepentingan yang wajar IPB
KAJIAN REHABlLlTASl SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN
KAWASAN PESlSlR PASCA TSUNAMI
Dl KECAMATAN PULO ACEH
KABUPATEN ACEH BESAR
M. MUNTADHAR
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Kajian Rehabilitasi Sumberdaya dan Pengembangan Kawasan Pesisir Pasca Tsunami di Kecamatan Pulo Aceh
Kabupaten Aceh Besar Nama : M. Muntadhar
NRP : C251030301
Disetujui:
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc Ketua
Ketua Program Studi *:ngelolaan Sumberdap
Pesisir dan Lautan
Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA
Tanggal Ujian: 01 Agustus 2008
Ir. Gatot Yulianto. M.Si Anggota
Diketahui
PRAKATA
Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas Karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis pada Program Studi llmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan.
Pengelolaan kawasan pesisir yang telah mengalami perubahan akibat bencana alam mengakibatkan perubahan terhadap ekosistem dan bentang alam. Perubahan yang terjadi membutuhkan penanganan agar fungsi ekosistem dapat berperan kembali dalam suatu kaitan ekologis. Upaya perbaikan lingkungan dan perbaikan ekosistem merupakan hubungan yang sinergis yang saling mendukung upaya rehabilitasi dan rekontruksi kembali kawasan yang tertimpa bencana.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Komisi Pembimbing Bapak Dr. Ir. H. Fredinan Yulianda, M.Sc. dan Bapak Ir. Gatot Yulianto, M.Si. yang memberikan bimbingan, saran, dukungan dan semangat kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih juga peneliti sampakan kepada teman-teman SPL angkatan X yang telah turut membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
Semoga penelitian ini dapat memberikan rnanfaat kepada pelaksana kegiatan pembangunan kawasan kepulauan Kecamatan Pulo Aceh.
Bogor, Agustus 2008
Penulis dilahirkan di Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Damssalarn pada tanggal 01 September 1974 dari Bapak M. Hasan Basry dan lbu Harnirnah. Pendidikan dasar dirnulai di TK FKIP Unsyiah, SDN 82 Banda Aceh. SMP Negeri 13 Banda Aceh, dan SMA Negeri 3 Banda Aceh, tarnat tahun 1993.
DAFTAR
IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
I . PENDAHULUAN I 1 . 1 Latar Belakang
...
I 1.2 Perumusan ... 31.3 Tujuan dan ... 4
...
...
1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian.
.
4... 1.5 Kerangka Pernecahan Masalah 5 II . TINJAUAN PUSTAKA 7
...
2.1 Rehabilitasi Sumberdaya Pesisir 7 ... 2.2 Pengelolaan Wilayah Pesisir 7 2.3 Potensi Sumberdaya Pesisir dan Lautan...
82.4 Tsunami ... I 0 2.5 Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Tsunami ... 11
2.6 Pengembangan Sektor Unggulan . .
...
142.6.1 Sektor Par~w~sata ... 15
2.6.2 Sektor Perikanan ... 16
Ill . METODE PENELlTlAN
. .
183.1 Lokasi Penelltlan
...
183.2 Pengumpulan Data ... 18
...
3.3 Analisis Data 19 3.3.1 Analisis Kesesuaian Lahan...
193.3.2 Analisis Tingkat Kerusakan
...
213.3.3 Valuasi Ekonomi . .
...
223.3.4 Anal~sis SWOT
...
23IV
.
HASlL DAN PEMBAHASAN 26 4.1 Administrasi dan Geografis...
264.2 Kondisi Fisik Kepulauan ... 28
4.3 Kondisi Fisik Kelautan . ... 4.3 Sosial Ekonomi ... 4.4 Sarana dan Prasarana 33 ... 4.5 Ekosistern 34 4.5.1 Ekosistem Terurnbu Karang ... 35
4.5.2 Ekosistem-Lamun 4.5.3 Ekosistem Mangrove 4.5.4 Ekosistem Pantai 4.6 Analisis Ti 4.7 Surnberday 4.8. Sumberday 4.1 0 Valuasi Surnberdaya Alam ... 68
...
4.10.1 lnvestasi Rehabilitasi Terumbu Karang 69
4.1 1 Rehabilitasi Fisik Kawasan Pesisir 72
4.12 Rehabilitasi Surnberdaya P 74
4.12.1 Rehabilitasi Perikana 74
4.12.2 Rehabilitasi Mangrove 74
4.12.3 Rehabilitasi Terurnb 80
4.13 Strategi Rehabilitasi dan P
Pulo Aceh Kabupaten Ace 84
4.14 Rekornendasi Strategi Rehabilitasi dan Pengernbangan Potensi Gugusan Kepulauan Kecarnatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
33 Faktor Strategi Internal (IFAS) ... 93
34 Faktor Strategi Eksternal (EFAS) ... 94
DAFTAR
GAMBAR
Halaman
1 Alur pikir kajian rehabilitasi sumberdaya Pesisir dan pengembangan kawasan Pasca Tsunami di Kecamatan Pulo Aceh
Kabupaten Aceh Besar ... 6
...
2 Wilayah Adrninistrasi Kecamatan Pulo Aceh 27
3 Batimetri Kecamatan Pulo Aceh ... 30
...
4 Sebaran terurnbu karang (spot 1-18 mengacu pada tabel 18) 36
5 Kondisi terumbu karang yang rusak di (a) Kareung Mane
(b) Kareung Maja (c) Kareung Pante Dernit (d) Kareung Maja ... 37 6 Koloni karang yang mulai tumbuh kembali di (a) Kareung Maja
(b) Kareung Peunateung (c) Kareung Mane (d) Kareung Maja
...
387 Kondisi hamparan karang di daerah intertidal (Desa Paloh) ... 38
8 Sebaran lamun
...
40...
...
9 Sebaran larnun plot 1 (Desa Seurapong)
.
.
41...
10 Sebaran lamun plot 2 (Desa Pasi Janeng) 42
...
11 Sebaran mangrove 44
12 Sebaran mangrove Plot 1 (Desa Ulee Paya dan Desa Blang Situngkoh) .. 45
...
13 Sebaran mangrove Plot 2 (Desa Lamteng) 46
...
14 Sebaran mangrove Plot 3 (Desa Alue Riyeung) 47
... 15 Kondisi kawasan ekosistem mangrove (Desa Ulee Paya) 48
...
16 Penghijauan pesisir (Desa Larnpuyang) 49
17 Forrnasi Baringfonia (Desa Alue Riyeung)
...
5018 Fonasi Pescaprae (Desa Ulee Paya)
...
51...
19 Stasiun pengamatan terumbu karang 53
...
...
20 lkan taman (Thryssa? sp.)
.
.
57... 21 Pengeringan gurita secara tradisional (Desa Lampuyang) 58
22 Kondisi lahan tarnbak (Desa Larnpuyang)
...
60...
23 Potensi wisata alam (Desa Gugob) 61
...
24 Kesesuaian lahan Keramba Jaring Apung (KJA) 63
25 Kesesuaian lahan wisata selam ... 65
26 Kesesuaian lahan rekreasi pantai
...
67...
27 Rehabilitasi perrnukiman di Pulo Breuh 72
...
28 Jalur evakuasi di Desa Ulee Paya 73
...
29 Prasarana transportasi 74
...
30 Peta kerusakan mangrove 78
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kawasan kepulauan terutarna pulau-pulau kecil rnerupakan kawasan yang
sangat rentan terhadap berbagai pengaruh oceanografi. Kondisi geografis yang
dikelilingi oleh laut rnenyebabkan pulau-pulau kecil sangat dipengaruhi oleh
ornbak, gelornbang, dan tsunami. Keberadaan ekosistern pesisir rnerupakan
benteng alarn yang dapat rnengurangi pengaruh oceanografi terhadap kawasan
pesisir dan penduduk yang rnendiarni wilayah pesisir. Kerusakan ekosistern
pesisir seperti terurnbu karang, padang larnun, mangrove, dan ekosistern pantai
akan berakibat terganggunya keseirnbangan alarn pada kawasan pesisir. Salah
satu kawasan yang ekosistern pesisirnya telah rnengalarni kerusakan adalah
Kecarnatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar.
Kecarnatan Pulo Aceh rnerupakan salah satu kecarnatan kepulauan yang
berada dalarn wilayah adrninistrasi Kabupaten Aceh Besar. Posisi geografis
Kecarnatan Pulo Aceh terletak pada ujung Barat Pulau Surnatera yang
berbatasan langsung dengan Selat Malaka dan Lautan Hindia. Posisi geografis
yang rnerupakan kepulauan terluar yang berhadapan langsung dengan laut lepas
rnenyebabkan kawasan ini sangat rentan terhadap pengaruh negatif berbagai
kondisi oceanografi. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh adalah
keberadaannya yang sangat rentan terhadap bencana alarn berupa tsunami.
Gugusan kepulauan Kecarnatan Pulo Aceh sebagairnana kawasan lainnya
yang berada dalam wilayah adrninistratif Nanggroe Aceh Darussalarn berada
pada pertemuan 2 lernpeng burni yaitu Lernpeng Eurasia dan Lernpeng Indo-
Australia. Lernpeng Eurasia (Asia Tenggara) dan Lernpeng lndo-Australia yang
bergerak 6 crn per tahun dibagian utara dan dibagian selatan bergerak 5,2 crn
per tahun rnerupakan ancarnan yang harus sangat diperhatikan dalarn
perencanaan pernbangunan kepulauan Kecarnatan Pulo Aceh. Gejala fisik yang
kelihatan secara kasat rnata tarnpak dari susunan bebatuan perbukitan disekitar
Kecarnatan Pulo Aceh yang berlapis miring rnengarah ke Tirnur Laut. Akibat dari
desakan kedua lernpeng ini secara terus rnenerus rnenyebabkan patahan yang
rnenirnbulkan gempa burni, sebagai salah satu pernicu terjadinya tsunami, seperti
yang terjadi pada tanggal 26 Desernber 2004 (Diposaptono & Budirnan 2005).
Kerusakan yang ditirnbulkan tsunami di Kabupaten Aceh Besar terhadap
infrastruktur kelautan dan perikanan diperkirakan rnencapai 90% dengan total
nilai mencapai Rp. 276.428.400,-. Estirnasi kerusakan terhadap kapal perikanan
dan alat tangkap di Kabupaten Aceh Besar rnencapai 100% dengan tingkat
kerugian diperkirakan rnencapai lebih dari Rp. 18,9 rnilyar (DKP 2005).
Kecarnatan Pulo Aceh sebagai kecarnatan kepulauan rnengalarni
kerusakan terhadap struktur dan infrastruktur yang cukup parah. Kerusakan
terhadap infrastuktur kelautan perikanan mencapai 100%. Kerusakan terhadap
surnberdaya alam berupa kawasan hutan mangrove mencapai 100%. Kawasan
permukirnan penduduk yang pada urnumnya berada pada pinggiran pantai
berdasarkan pengarnatan lapangan juga rnengalami kerusakan total.
Gelornbang tsunami juga rnenyebabkan perubahan terhadap kondisi
pantai. Perubahan ini menyebabkan pada beberapa kawasan tertirnbun oleh
patahan karang sehingga tidak lagi sesuai untuk ekosistem tertentu dan
peruntukan kawasan bagi permukirnan. Kegiatan Rehabilitasi dan rekontruksi
yang dilaksanakan oleh Badan Rehabilitasi dan Fiekontruksi Aceh-Nias (BRR)
pasca tsunami diupayakan untuk rnemperbaiki perekonornian rnasyarakat
dengan tetap rnenjaga kelestarian surnberdaya alarn di Pulo Aceh. Rehabilitasi
ekosistem pada kawasan yang telah rusak rnembutuhkan pengelolaan yang
terpadu rnengingat kondisi kawasan yang telah berubah dan belum tentu sesuai
dengan peruntukan kawasan sebelum tsunami. Rehabilitasi ekosistern tidak saja
ditujukan pada kegiatan rnenanarn pohon tetapi harus diartikan secara lebih luas
rnencakup menanam, rnenata, rnerawat, dan rnenurnbuhkan kesadaran
rnasyarakat terhadap pentingnya ekosistern pesisir sebagai penyangga
kehidupan.
Kondisi kawasan yang telah rusak tersebut rnernberikan arti bahwa
perencanaan pembangunan pada kawasan yang rawan bencana alarn
rnernbutuhkan rnanajernen perencanaan pernbangunan yang antisipatif terhadap
bencana.
Dengan pertirnbangan bahwa untuk dapat mengetahui tipe suatu gernpa
apakah dapat rnenirnbulkan tsunami atau tidak rnernbutuhkan waktu sekitar 1
jam, rnaka diperlukan suatu pendekatan terpadu dalam perencanaan
pernbangunan suatu wilayah yang rawan tsunami. Keterpaduan dilakukan secara
vertikal rnulai dari pernerintahan tingkat desa sampai nasional. Keterpaduan juga
dilakukan secara horizontal antara berbagai instansi terkait dalarn suatu wilayah
Kecarnatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar pada tahun 1998 rnelalui
Keputusan Presiden Nornor 171 tahun 1998 ditetapkan sebagai Kawasan
Pengembangan Ekonorni Terpadu (KAPET) Sabang, yang berpusat di Kota
Sabang. Kepres tersebut pada tanggal 21 Desernber ditingkatkan statusnya
rnenjadi Undang Undang Republik Indonesia Nornor 36 tahun 2000.
Keberadaan gugusan Pulo Aceh sebagai gugusan pulau-pulau kecil dalarn
kawasan KAPET Sabang selarna ini kurang rnendapat perhatian dalarn
pengelolaannya, terutarna pengelolaan yang terintegrasi (integrated
management planning). Peningkatan status sebagai kawasan pengembangan
ekonorni terpadu sarnpai saat ini belurn rnenjadikan kawasan ini sebagai
kawasan yang berkernbang.
Perencanaan pembangunan Kecarnatan Pulo Aceh sebagai bagian dari
kawasan KAPET yang didasarkan pada pengernbangan sektor unggulan harus
disesuaikan dengan kondisi biogeofisik lingkungan. Selain kondisi khusus berupa
lokasi yang rawan tsunami, kaedah pernanfaatan surnberdaya secara umurn
tetap harus diperhatikan. Pernanfaatan surnberdaya yang dapat pulih (renewable
resources), laju eksploitasinya tidak boleh rnelebihi kernarnpuannya untuk
rnernulihkan din pada suatu periode tertentu, sedangkan pernanfaatan
sumberdaya pesisir yang tak dapat pulih (non-renewable resoufces) harus
dilakukan dengan cerrnat sehingga efeknya tidak rnerusak lingkungan sekitarnya.
I .2 Perurnusan Nlasalah
Kecarnatan Pulo Aceh rnerupakan kecarnatan kepulauan yang rnasih
sangat tertinggal yang berada dalarn wilayah adrninistrasi Kabupaten Aceh
Besar. Secara geografis kecarnatan ini terletak di sebelah Barat Laut Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalarn. Keterisolasiannya dengan pulau induk sebagai
pusat pernerintahan dan keterbatasan sarana dan prasarana telah
rnengkondisikan kecarnatan ini sebagai kawasan yang tertinggal dalarn berbagai
sektor pernbangunan.
Kerusakan terhadap surnberdaya alarn akibat tsunami rnenyebabkan fungsi
ekologis ekosistem pesisir terganggu. Akibatnya terjadi penurunan rnanfaat
ekosistern bagi rnasyarakat dan lingkungan kepulauan karena fungsi ekologis
tersebut tidak lagi berperan optimal. Penurunan rnanfaat ekosistern berdarnpak
pada terjadinya penurunan kesejahteraan bagi rnasyarakat kepulauan yang
berprofesi sebagai petani-nelayan yang sangat tergantung kepada
mengernbalikan fungsi ekologis lingkungan. Rehabilitasi sumberdaya pesisir
diarahkan pada kegiatan yang dapat memberikan manfaat bagi penduduk
setempat sehingga tidak semata rnemberikan keuntungan bagi pendatang yang
rnenempatkan penduduk lokal sebagai penonton.
Dan latar belakang dan identifikasi permasalahan di atas dapat dirurnuskan
beberapa perrnasalahan sebagai berikut:
1 Potensi sumberdaya alarn yang terdapat pada gugusan Pulo Aceh Kecarnatan Aceh Besar terdegradasilrusak
2 Rusaknya sarana dan prasarana perikanan
3 Terjadinya perubahan bentang alam setelah tsunami
4 Belurn adanya pengelolaan pesisir pasca tsunami
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1 Mengidentiikasi dan menganalisis potensi surnberdaya alam pesisir di Kecarnatan Pulo Aceh
2 Menentukan kelas kesesuaian kawasan untuk peruntukan pengembangan kegiatan perikanan dan ekowisata.
3 Mernberikan arahan strategi rehabilitasi dan pengernbangan kepulauan Kecarnatan Pulo Aceh.
Kegunaan penelitian adalah untuk rnernberikan rnasukan-rnasukan dan
bahan pertimbangan khususnya bagi Pemda Aceh Besar dalam membuat
kebijakan pengelolaan kawasan Pulo Aceh pasca tsunami
1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Ruang lingkup dan batasan penelitian adalah:
a. Wilayah penelitian adalah gugusan kepulauan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar
b. Rehabilitasi yang dirnaksud dalarn penelitian ini adalah kegiatan untuk rnernulihkan, mernpertahankan, dan rneningkatkan fungsi ekologis sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalarn rnendukung sistem penyangga kehidupan terus berlangsung rneskipun berbeda dari kondisi sebelumnya.
c. Parameter yang dikaji adalah:
1 Potensi sumberdaya alarn pesisir dan sumberdaya manusia di Kecamatan Pulo Aceh
2 Kesesuaian kawasan untuk kegiatan perikanan dan ekowisata
4 Rencana strategi rehabilitasi dan pengelolaan sumberdaya kepulauan Kecarnatan Pulo Aceh
1.5 Kerangka Pernecahan Masalah
Gugus pulau Kecarnatan Pulo Aceh terrnasuk dalam wilayah adrninistrasi
Kabupaten Aceh Besar. Sebagai kawasan yang termasuk dalam kawasan
KAPET Sabang, potensi sumberdaya alam Pulo Aceh diharapkan dapat
dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan pemanfaatan dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan rnasyarakat seternpat. Pemanfaatan sumberdaya alam saat ini
semata rnasih menggunakan pola-pola pernanfaatan secara tradisional dengan
sedikit mengabaikan pola pemanfaatan secara berkelanjutan.
Dalarn upaya rehabilitasi dan rnengelola surnberdaya alarn ini diperlukan
suatu-kebijakan yang mengikat setiap stakeholder untuk merehabilitasi dan
melestarikan surnberdaya alam yang tersedia. Kebijakan yang akan diterapkan
dianalisis dengan memperhatikan pennasalahan kerusakan sumberdaya alarn
dan upaya rehabilitasi yang bisa dilakukan berdasarkan kondisi biofisik dan
sosial ekonomi bagi peruntukan kegiatan perikanan dan ekowisata.
Arahan kebijakan diambil secara objektif dan secara subjektif. Arahan
kebijakan secara objektif didasarkan pada analisis kesesuaian kawasan
berdasarkan kondisi biofisik lingkungan. Arahan kebijakan secara subjektif
dilakukan dengan rnelakukan wawancara dan pengisian kuesioner kepada
stakeholderatas dasar kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Penggabungan arah kebijakan objektif dan arah kebijakan subjektif yang
rnenggunakan analisis spasial dan SWOT diharapkan akan rnernberikan
alternatif pilihan terhadap rekomendasi pengembangan yang dapat
meminirnalkan potensi konflik penggunaan lahan untuk berbagai kepentingan.
Garnbar 1 merupakan alur pikir kajian rehabilitasi surnberdaya dan
pengembangan kawasan pesisir pasca tsunami di Kecarnatan Pulo Aceh
Sumberdaya Pesisir dan Laut Pasca Tsunami
Ekologi
9
It
t
Sosial Ekonomi
Analisis Surnberdaya Analisis Stakeholder
Strategi Rehabilitasi dan Pengembangan
Kawasan
I I
Kebijakan
PEMDA
Garnbar 1 Alur pikir kajian rehabilitasi surnberdaya Pesisir dan pengembangan kawasan Pasca Tsunami di Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar
Kebijakan KAPET
v
I I .
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Rehabilitasi Sumberdaya Pesisir
Ekosistem pesisir yang berperan sebagai ternpat dan media aktifitas
manusia sangat berpengaruh terhadap berbagai perubahan lingkungan.
Kerusakan terhadap ekosistem yang terjadi akibat bencana pesisir yang terjadi
berakibat pada tidak seimbangnya fungsi ekosistem dalarn sebagai penyangga
sistern kehidupan. Bencana Pesisir adalah kejadian karena peristiwa alam atau
karena perbuatan Orang yang menimbulkan perubahan sifat fisik danlatau hayati
pesisir dan mengakibatkan korban jiwa, harta, danlatau kerusakan di Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU RI No.27 Th 2007).
Bencana pesisir yang terjadi akibat tsunami d i ..Kecarnatan Pulo Aceh
menyebabkan kerusakan terhadap ekosistem pesisir terutama terurnbu karang,
padang lamun, ekosistem mangrove, dan ekosistem pantai. Upaya rehabilitasi
ditujukan untuk mengembalikan kembali fungsi ekosistern pada kawasan
Kecamatan Pulo Aceh sebagai penyangga sistem kehidupan. Rehabilitasi
sumberdaya pesisir adalah proses pernulihan dan perbaikan kondisi ekosistem
atau populasi yang telah rusak walaupun hasilnya berbeda dari kondisi semula
(UU RI No. 27 Th 2007).
Rehabilitasi kawasan pesisir akibat bencana pesisir tidak hanya ditujukan
untuk mernulihkan dan rnemperbaiki kondisi ekosistem yang telah rusak. Sifat
kawasan pesisir sebagai marine bioecoregion menyebabkan kerusakan pada
satu kawasan atau satu jenis ekosistem berakibat terhadap kawasan atau
ekosistem yang lain. Diposaptono dan Budiman (2005) menyebutkan bahwa
kejadian bencana di wilayah pesisir sekecil apapun akan rnenimbulkan dampak
budaya dan sosial ekonomi bagi masyarakat pesisir. Perbaikan kondisi
ekosistem dilakukan seiring dengan rehabilitasi ekonomi rnasyarakat.
Penglibatan rnasyarakat dalam kegiatan rehabilitasi ekosistem hams dilakukan
secara bersamaan dalam kaitan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu.
2.2 Pengelolaan Wilayah Pesisir
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah suatu pendekatan
pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistern,
sumberdaya, dan kegiatan pernanfaatan (pembangunan) secara terpadu
(infegrafed) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan
Sebagai kawasan peralihan antara pengaruh daratan dan lautan, wilayah
pesisir rnernbutuhkan pendekatan pernbangunan yang kornprehensif dan
terpadu. Menurut Dahuri et al. (1996) guna tercapainya pernbangunan pesisir
secara tepadu diperlukan inforrnasi tentang potensi pernbangunan yang dapat
dikernbangkan disuatu wilayah pesisir dan lautan serta perrnasalahan yang ada,
baik aktual rnaupun potensial. Secara urnurn, potensi pernbangunan yang
terdapat diwilayah pesisir dan lautan secara garis besar terdiri dari tiga
kelornpok: (1) surnberdaya dapat pulih (renewable resources) (2) surnberdaya
tidak dapat pulih (non-renewable resources), (3) jasa-jasa lingkungan
(environmental services).
Ekosistern pesisir pada prinsipnya rnernpunyai 4 fungsi pokok bagi
kehidupan rnanusia yaitu sebagai penyedia sumberdaya alarn, penerima lirnbah,
penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, dan penyedia jasa-jasa kenyarnanan.
Sebagai suatu ekosistem, wilayah pesisir dan laut rnenyediakan surnberdaya
alarn yang produktif baik yang dapat dikonsumsi langsung rnaupun tidak
langsung, seperti surnberdaya alarn hayati yang dapat pulih, diantaranya
surnberdaya perikanan, mangrove, terurnbu karang dan rurnput laut; dan
surnberdaya alarn nirhayati yang tidak dapat pulih, diantaranya surnberdaya
mineral, rninyak burni, dan gas alarn. Sebagai penyedia sumberdaya alarn yang
produktif, pernanfaatan surnberdaya wilayah pesisir dan laut yang dapat pulih
harus dilakukan dengan tepat agar tidak melebihi kemarnpuannya untuk
rnernulihkan diri pada periode waktu tertentu. Dernikianpula diperlukan
kecermatan pemanfaatan surnberdaya wilayah pesisir dan laut yang tidak dapat
pulih, sehingga efeknya tidak rnerusak lingkungan. Bengen (2000) menyebutkan
sebagai ternpat penarnpung lirnbah yang dihasilkan dari kegiatan rnanusia,
ekosistern ini rnemiliki kernarnpuan terbatas, yang sangat tergantung pada
volume dan jenis limbah yang rnasuk. Apabila lirnbah yang rnasuk rnelebihi
kernarnpuan asirnilasi wilayah pesisir dan laut, rnaka kerusakan ekosistem dalarn
bentuk pencemaran akan te rjadi.
2.3 Potensi Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Secara urnurn, sumberdaya alarn yang terdapat dikawasan pesisir dan
lautan serta pulau-pulau kecil di Nanggroe Aceh Darussalarn terdiri atas
surnberdaya dapat pulih (renewable resources) dan surnberdaya tidak dapat
pulih (non-renewable resources), dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan lautan
udang, rurnput laut, terrnasuk berbagai kegiatan budidaya pantai dan budidaya
laut (manculture). Surnberdaya tidak dapat pulih rneliputi mineral, bahan
tarnbanglgalian, minyak burni, dan gas. Sedangkan yang terrnasuk jasa-jasa
lingkungan pesisir dan lautan adalah pariwisata dan perhubungan laut (Dahuri
2000).
Suatu surnberdaya baru dapat dikatakan sebagai surnberdaya apabila
tersedia teknologi untuk rnernanfaatkannya dan adanya perrnintaan terhadap
surnberdaya tersebut. Pernanfaatan suatu surnberdaya yang tidak bijaksana
akan dapat rnenirnbulkan kerusakan atau terkurasnya suatu surnberdaya.
Kernarnpuan produksi suatu surnberdaya akan rnengalarni proses diminishing
return yang berakibat pada rnenurunnya standar hidup rnasyarakat. Dalarn
jangka panjang proses penurunan produksi dan penurunan standar hidup akan
berada pada posisi steady state (Fauzi 2004).
Ketersediaan surnberdaya pesisir dan lautan serta potensi surnberdaya
pulau-pulau kecil Nanggroe Aceh Darussalam selarna ini belurn tergarap secara
optimal. Sejalan dengan pernberlakuan UU No. 3212000 dan UU No. 2511999,
tentang Otonomi Daerah, rnernbuka peluang yang besar kepada pernerintah
daerah untuk mendulang Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat besar dari
pernanfaatan potensi pesisir dan lautan (WALHI Aceh 2002).
Pengukuran suatu surnberdaya didasarkan pada jenis surnberdaya
terperbaharui dan jenis surnberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Fauzi (2004)
rnenyebutkan pengukuran terhadap surnberdaya terperbaharui berdasarkan:
1 Surnberdaya hipotikal; konsep pengukuran deposit surnberdaya yang belurn
diketahui namun diharapkan ditemukan pada rnasa rnendatang berdasarkan
survei yang dilakukan pada saat ini.
2 Surnberdaya spekulatif; konsep yang digunakan untuk rnengukur deposit
yang rnungkin diternukan pada daerah yang belurn dieksplorasi, dirnana
kondisi geologi rnernungkinkan diternukan deposit.
3 Cadangan kondisional; deposit yang sudah diketahui narnun dengan kondisi
harga dan output pada saat ini belurn mernungkinkan secara ekonorni.
4 Cadangan terbukti; surnberdaya alarn yang telah diketahui dan secara
ekonornis dapat dirnanfaatkan pada saat ini.
Fauzi (2004) rnenjelaskan lebih lanjut bahwa surnberdaya yang dapat
1 Potensi rnaksirnurn sumberdaya; pengukuran dengan rnernpertirnbangkan
kernampuan biofisik alam untuk rnenghasilkan produksi secara berkelanjutan
dalam jangka waktu tertentu tanpa rnernpertimbangkan kendala sosial
ekonorni yang ada.
2 Kapasitas lestari; pengukuran didasarkan pada kernarnpuan surnberdaya
untuk dapat rnernpertahankan kelestariannya untuk generasi berikutnya.
Pernanfaatannya didasarkan pada potensi lestari surnberdaya tersebut.
3 Kapasitas penyerapan; didasarkan pada kernarnpuan surnberdaya untuk
dapat memulihkan diri akibat pernanfaatan oleh rnanusia. Pernanfaatan tidak
boleh melebihi kapasitas asirnilasi surnberdaya tersebut yang bervariasi
untuk berbagai sumberdaya dan kondisi lingkungan.
4 Daya dukung; didasarkan pada pernikiran bahwa lingkungan memiliki
ambang batas untuk dapat rnendukung pertumbuhan suatu organisme.
2.4 Tsunami
Secara alarniah posisi geografis lndonesia berada pada kawasan yang
rawan bencana tsunami. Sejak tahun 1961 lndonesia telah rnengalarni
setidaknya 20 kali bencana tsunami. Kawasan lndonesia merupakan daerah
perternuan tiga lernpeng benua yaitu Lempeng Eurasia, Sarnudra Pasifik, dan
Indo-Australia (Diposaptono & Budirnan 2005).
Secara geografis kawasan kepulauan Pulo Aceh berada dalarn kawasan
rawan tsunami di lndonesia. Kepulauan Pulo Aceh berada dalarn zona A
seisrnotektonik di lndonesia yang rneliputi busur sunda bagian barat yang terletak
dibagian barat laut selat sunda. Tsunami terjadi oleh adanya gernpa yang
berpusat di dasar laut dengan kekuatan minimal 6,s pada skala richter. Gernpa
dalarn skala besar dan berada pada kedalarnan yang relatif dangkal(60 krn dari
permukaan laut) menyebabkan pergerakan seluruh kolorn air dari perrnukaan
sarnpai dasar laut dan bergerak rnenuju daratan dengan sangat cepat.
Pergerakan air yang sangat cepat dan kuat akan menyapu seluruh daratan yang
terjangkau oleh air (Munir 2003).
Penyebab gernpa setidaknya ada tiga faktor:
1 Vulkanik, gempa yang disebabkan oleh adanya aktivitas gunung berapi baik di daratan maupun yang berada didalarn lautan.
2 Tektonik, gernpa yang terjadi akibat adanya pergeseran, pergerakan dan
turnbukan lernpeng burni. Aktivitas tektonik dapat rnenyebabkan patahan
3 Ulah manusia, berbagai aktivitas manusia yang menimbulkan getaran dan
kerusakan terhadap kulit bumi seperti percobaan nuklir bawah tanah dan
longsoran rongga tanah akibah kegiatan penambangan.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh tsunami sangat bergantung pada
kekuatan tsunami itu sendiri dan kondisi biofisik lingkungan lingkungan pesisir.
Kawasan pesisir yang merupakan benteng utama peredam energi tsunami
sangat mempengaruhi tingkat kerusakan. Kondisi pesisir yang masih rapat oleh
tumbuhan terutarna hutan mangrove akan mampu meredarn energi tsunami yang
dihernpaskan kedaratan. Pengelolaan kawasan rawan tsunami menjadi ha1
penting untuk rnengurangi dampak yang ditimbulkan. Mengingat saat ini belum
ada teknologi yang mampu memprediksi waktu terjadinya tsumani secara cepat
dan tepat, rnaka sangat dibutuhkan perencanaan pembangunan yang ramah
lingkungan. Pengelolaan kawasan pesisir secara alami seperti pelestarian hutan
mangrove dan terumbu karang secara teoritis akan dapat mengurangi energi
hempasan tsunami (Diposaptono & Budiman 2005)..
Sebagai kawasan yang rawan tsunami, hidup antisipatif terhadap tsunami
dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan dapat meminimalkan
kerusakan yang ditimbulkan. Penzonasian daerah rawan tsunami skala lokal dan
struktur bangunan yang tahan terhadap gernpa dan aliran air akibat tsunami akan
dapat rnernperkecil kerusakan akibat bencana yang tejadi.
2.5 Pengelolaan Sumberdaya Alam d a n Tsunami
Kawasan kepulauan Pulo Aceh dengan potensi sumberdaya alam yang
belum tergarap secara optimal menyediakan kesempatan usaha bagi berbagai
stakeholder untuk pemanfaatannya. Keberadaan kawasan tersebut pada daerah
yang rawan bencana tsunami rnengharuskan diterapkannya prinsip
pembangunan secara terpadu melalui pendekatan manajemen krisis dan
manajemen resiko. Diposaptono dan Budirnan (2005) menyebutkan pendekatan
secara terpadu (rnanajemen resiko dan manajemen krisis) pada hakikatnya
adalah menangani bencana dari sebelum, saat, hingga sesudah terjadinya
bencana.
Perlindungan terhadap sumberdaya alam dan manusia dilakukan melalui
pendekatan fisik dan nonfisik. Pendekatan secara fisik dilakukan melalui upaya
teknis baik alarni rnaupun buatan. Melalui upaya fisik secara alami dapat berupa
kegiatan pemeliharaan hutan pantai. Pantai dengan topografi landai berpasir
kawasan yang berlurnpur dan senantiasa dipengaruhi oleh pasang surut.
Vegetasi hutan pantai ini selain berfungsi rnelindungi pantai dari hernpasan angin
dan badai juga berguna bagi penyerapan dan perneliharaan air tanah,
keanekaragarnan hayati, dan keseirnbangan ekosistern. Vegetasi hutan yang
rapat dan subur rnernberikan keuntungan tarnbahan bagi rnasyarakat seternpat
terutarna sektor perikanan. Sistern perakaran mangrove yang kokoh dan rapat
rnernberikan ternpat berlindung bagi ikan untuk rnernijah (Diposaptono &
Budirnan 2005).
Kawasan Hutan pantai yang rapat sangat berguna pada saat bencana
tsunami rnenerjang. Hutan pantai menjadi benteng utarna yang berfungsi
meredam energi tsunami yang dihernpaskan kedaratan. Sirnulasi yang dilakukan
oleh peneliti tsunami asal Jepang terhadap efektifitas hutan pantai dalarn
rneredarn tsunami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan pantai dengan
ketebalan 200 rn, kerapatan pohon 30 batang perseratus meter persegi, dan
diameter batang 15
crn
dapat rneredarn lebih dari 50% energi gelornbangtsunami dengan ketinggian 3 meter (Tabel
1).
Tabel
1
Efektivitas hutan pantai dalarn rneredarn tsunamiTinggi Tsunami (m)
1
2 3Hutan Pantai (Shuto, 1985) Mitigasi kerusakan,
rnenghentikan benda yang hanyut, rneredarn tsunami
Jarak run-up Lebar hutan 50 rn 0,98 0,86 0,81
100 rn 0,83 0,80 0,71 200 rn 0.79 0.71 0.64 400
m
0;78 0165 0,57Tinggi genangan Lebar hutan 50 m 0,98 0,86 0,81
100 rn 0,83 0,80 0,71
400
m
0.78 0165 0,57Arus Lebar hutan 50 m 0,71 0.58 0.54
100 rn 0.57 0,47 0,44 200
m
0,56 0,39 0,34 400m
-
0,31 0,24Gaya hidrolis Lebar hutan 50 rn 0,53 0,48 0,39
100 m 0,33 0,32 0,17 200 m 0.01 0.13 0.08 400
m
-
0:02 0,OlSurnber: Harada-lmamura diacu dalarn Diposaptono & Budirnan 2005
Tabel 1 rnenunjukkan bahwa hutan pantai rnarnpu rneredarn energi
gelornbang yang ditimbulkan oleh tsunami. Semakin tebal hutan pantai rnaka
dilakukan Shuto diacu dalarn Diposaptono dan Budirnan (2005) rnenyebutkan
bahwa hutan pantai tidak lagi efektif untuk meredarn energi tsunami dengan
ketinggian lebih dari 8 meter.
Selain perlindungan secara alami dengan pemeliharaan hutan pantai, dapat
pula dilakukan perlindungan dengan pengelolaan fisik secara buatan.
Perlindungan dapat dilakukan dengan membangun pemecah ombak (break
wafer) dan tembok laut (sea wall) sejajar pantai, rnemperkuat desain bangunan,
rnenanam hutan buatan dari beton, serta pernbangunan infrastruktur lainnya
(Diposaptono & Budirnan 2005). Perlindungan secara fisik buatan rnembutuhkan
biaya yang besar terutarna jika ditinjau dari penernpatannya pada sebuah pulau
kecil yang saat ini merupakan daerah yang masih belurn berkembang.
Penge!olaan fisik buatan yang sangat rnungkin dilakukan adalah dengan
penguatan bangunan terutarna perumahan dengan model rurnah tradisonal Aceh
yang terbuat dari kayu pilihan dan berupa rurnah panggung. Rumah tradisiona!
yang terbuat dari kayu terbukti mampu bertahan terhadap goyangan gernpa
karena sifat fleksibilitasnya terhadap goyangan. Kontruksi rumah yang berupa
panggung mampu melewatkan air pada saat tsunami rnenerjang kawasan
pemukirnan.
Upaya nonfisik dalarn pengelolaan sumberdaya alarn terhadap bahaya
tsunami dilakukan dengan rnengatur kegiatan pernanfaatan kawasan. Kawasan
dengan skala kerawanan tsunami tinggi diupayakan sedapat mungkin dihindari
untuk kegiatan pernbangunan. Kawasan rawan bencana tsunami ditetapkan
dengan pernbuatan peta rawan tsunami dalam skala lokal. Dengan adanya peta
rawan tsunami dapat dipisahkan kegiatan-kegiatan yang bersinergis dan tidak
sinergis dalam suatu kawasan. Upaya nonfisik lainnya dilakukan dengan
kegiatan penyuluhan rnasyarakat terhadap sifat-sifat dan bahaya yang
ditimbulkan oleh tsunami.
Kegiatan pengelolaan sumberdaya alam dan rnanusia terhadap bencana
hanya dapat dilakukan rnelalui perencanaan dan pengelolaan kawasan secara
terpadu. Diposaptono dan Budiman (2005) menyebutkan bahwa pengelolaan
wilayah pesisir terpadu setidaknya memiliki 3 tujuan utarna, yaitu:
1 Melindungi integritas ekologi dari ekosistern pesisir
2 Mencegah kelebihan material yang sifatnya merusak dan mencegah
3 Mernbantu rnenentukan kelayakan kegiatan pembangunan dan pernanfaatan
wilayah dan surnberdaya pesisir dan laut bagi kepentingan rnanusia.
Pencapaian tujuan utarna pengelolaan secara terpadu tersebut hanya
dapat terjadi jika keterpaduan pernbangunan secara vertikal dan horizontal
dilakukan secara sinergis. Pulau-pulau kecil sebagai suatu kawasan yang relatif
kecil sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Kerusakan terhadap satu
ekosistern akan rnernberikan pengaruh yang cukup besar bagi ekosistem yang
lainnya. Aktivitas rnanusia yang tidak rarnah lingkungan akan rnernberikan
pengaruh negatif terhadap lingkungan dan masyarakat seternpat. Pernbangunan
sekecil apapun pada dasamya akan mernberikan pengaruh terhadap lingkungan.
Kesesuaian kegiatan pada suatu kawasan harus rnenjadi kajian utarna salarn
perencanaan pengelolaan wilayah pesisir. Kegiatan yang rnernberikan nilai
tarnbah dan sejalan dengan fungsi ekosistern perlu rnendapat rangsangan dan
rnernperoleh berbagai kernudahan oleh pernerintah dalarn pengumsan dan
pelaksanaannya, sedangkan terhadap kegiatan yang rnemberikan tekanan
lingkungan bagi keberadaan ekosistem perlu rnendapat pengawasan yang ketat
dalarn pelaksanaannya. Melalui keterpaduan pelaksanaan pernbangunan dan
pengawasan yang ketat akan rnernberikan darnpak positif bagi lingkungan,
stakeholder, dan rnasyarakat seternpat secara langsung dan untuk jangka
panjang.
2.6 Pengembangan
Sektor
UnggulanPerurnusan visi dan misi spesifik, unik, tepat, dan akurat akan rnendorong
suatu wilayah rneraih keunggulan daya saing yang berkelanjutan (sustainable
competitive advantage), perturnbuhan wilayah, serta rneningkatkan nilai tarnbah
(value added) rnelalui pengembangan produk-produk unggulan (Djajadiningrat &
Melia 2004). Kecarnatan Pulo Aceh yang berada diantara perternuan Selat
Malaka dan Sarnudera Hindia serta berada pada jalur pelayaran internasional
rnernpunyai berbagai keunggulan kornpetitif.
Sejalan dengan rencana pengernbangan Pulo Aceh serta berpedornan
kepada Rencana lnduk Pengernbangan Sektor Unggulan KAPET Sabang, rnaka prioritas pengernbangan Pulo Aceh adalah berdasarkan potensi keunggulan
yang dirniliki oleh Pulo Aceh seperti pariwisata, perikanan, perdagangan, dan
2.6.1 Sektor Pariwisata
Pariwisata rnerupakan segala kegiatan dalarn rnasyarakat yang
berhubungan dengan wisatawan (Sukadijo, 1997). Kegiatan pariwisata
berhubungan dengan berbagai sektor yang bertujuan untuk rnenjual suatu
potensi wilayah dengan segala upaya untuk rnendatangkan orang-orang untuk
berkunjung ke wilayah tersebut. Suatu kegiatan pariwisata dapat dikatakan
berhasil apabila telah mampu rnendatangkan wisatawan sebanyak mungkin
untuk rnengunjungi potensi yang dikernbangkan tersebut. Yang dimaksud
dengan wisatawan adalah orang yang rnengadakan perjalanan dari ternpat
kediarnannya tanpa rnenetap diternpat yang didatanginya atau hanya sernentara
waktu rnenetap diternpat yang didatanginya.
Pada urnurnnya pulau kecil rnerniliki panorama alarn dan lingkungan yang
indah, disamping itu kebudayaan rnasyarakat suatu pulau kecil bersifat unik dan
khas. Kondisi alarn dan budaya rnerupakan karakteristik khas pulau kecil.
Sukadijo (1997) rnenyebutkan bahwa suatu daerah atau ternpat hanya dapat
dijadikan rnenjadi tujuan wisata kalau kondisinya sedemikian rupa, sehingga ada
yang dapat dikernbangkan rnenjadi atraksi wisata. Modal atraksi wisata yang
dapat rnenarik kedatangan wisatawan itu ada 3 (tiga), yaitu:
1 alarn
2 budaya
3 rnanusia
Dari segi ekonorni, kunjungan wisatawan pada suatu daerah rnernberikan
darnpak positif terhadap masyarakat disekitarnya dan bagi pandapatan daerah.
Objek wisata yang rnenjadi daya tank bagi wisatawan rnerupakan surnber
parnasukan bagi penduduk sekitar. Pengeluaran yang dibelanjakan oleh
wisatawan secara langsung rnernberikan rnanfaat bagi penduduk setempat dari
berbagai' sektor baik perdagangan rnaupun transportasi dan jasa. Kegiatan
ekowisata yang rnenjual keindahan alarn seperti panorama pulau kecil dapat
dirnanfaatkan sebagai upaya untuk rnenjaga keiridahan alarn dari kerusakan
akibat carnpur tangan manusia. Pariwisata yang berorientasi ekologi sangat
rnendukung kegiatan konservasi dan dapat dilakukan secara bersamaan dan
saling rnenguntungkan.
Mclntosh diacu dalarn Sukaduo (1997) rnengklasifikasikan motif wisata
1 Motif fisik, berhubungan dengan kegiatan badaniah seperti olahraga,
istirahat, kesehatan, dan sebagainya.
2 Motif budaya, wisatawan bertujuan untuk rnenikrnati atraksi budaya baik
alam rnaupun rnanusia. Wisatawan dapat juga bertujuan untuk rnernpelajari
atau rnernaharni tatacara dan kebudayaan bangsa atau daerah lain.
3 Motif interpersonal, berhubungan dengan keinginan untuk berternu
keluarga, ternan, tetangga, atau berkenalan dengan orang-orang tertentu.
4 Motif status atau motif prestise, kunjungan kesuatu daerah atau kawasan
dianggap dapat rnernberikan prestise bagi orang yang pernah
dikunjunginya terutarna wisata ke daerah yang jauh, rnahal, dan juga keluar
negeri.
Motif-motif wisata yang diklasifikasikan oleh Mclntosh serta subklasifikasi-
subklasifikasi yang dikernbangkan berdasarkan potensi suatu wilayah dapat
dirnanfaatkan untuk rneningkatkan pandapatan daerah dengan tetap rnenjaga
budaya dan keindahan alarn suatu daerah. Kegiatan pariwisata dapat rnendorong
perturnbuhan ekonorni pada daerah nonindustri terutarna pariwisata alarn.
Pengernbangan kegiatan pariwisata diharapkan dapat rnenjaga lingkungan
agar tidak rnenjadi rusak akibat pemanfaatan oleh rnanusia. Pernbukaan suatu
kawasan wisata dilakukan dengan rnempertirnbangkan potensi surnberdaya dan
kesesuaian lahan untuk peruntukannya. Kesesuaian lahan untuk wisata dihitung
berdasarkan parameter utarna jenis wisata yang akan dikernbangkan.
Kesesuaian lahan wisata bahari katagori wisata selam rnernpertirnbangkan 6
parameter utama. Kesesuaian wisata pantai untuk katagori rekreasi ditentukan
dengan rnernpertimbangkan 10 parameter utarna berdasarkan kondisi
surnberdaya.
2.6.2 Sektor Perikanan
Ketersediaan surnberdaya perikanan sangat berkaitan erat dengan kondisi
pesisir suatu wilayah. Kerusakan wilayah pesisir sebagai ternpat rnernijah dan
ternpat berlindung ikan-ikan kecil akan berakibat pada rnenurunnya produksi ikan
secara keseluruhan. Surnberdaya perikanan yang rnerniliki potensi besar untuk
dikembangkan adalah surnberdaya perikanan laut. Kondisi geografis Kecarnatan
Pulo Aceh yang berada pada perternuan Selat Malaka dan Sarnudera Hindia
rnenyimpan potensi perikanan yang cukup besar yang belurn dikelola secara
Keterbatasan teknologi nelayan dalarn memanfaatkan potensi kelautan baik ikan pelagis kecil maupun ikan pelagis besar rneyebabkan hasil tangkapan yang
tidak optimal dan pengelolaan pasca penangkapan yang tidak tepat
menyebabkan kualitas produksi menjadi rnenurun. Ketidakmampuan menangani hasil tangkapan secara baik menyebabkan nilai jual rnenjadi menurun.
Sumberdaya perikanan Kabupaten Aceh Besar berada dalarn Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia (WPPI) I yaitu kawasan Selat Malaka antara
lain perairan Selat Malaka di bagian utara dan Lautan Hindia pada bagian barat.
Perairan Lautan Hindia pada bagian barat terdapat Palung Andaman dengan kedalam antara 1200- 2000 m. Pada kawasan ini banyak terdapat kawanan ikan
hiu yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Kawanan hiu ditangkap untuk diambil siripnya yang mengandung minyak dan memiliki harga yang cukup tinggi.
Djamil (2004) menyebutkan lkan hiu terutama hiu botol, disamping diambil siripnya juga dimanfaatkan untuk diarnbil minyak dari hati hiu yang dikenal dengan minyak squalene. Squalene berkhasiat untuk menjaga vitalitas dan
kesehatan.
Potensi perikanan tangkap yang berada pada perairan barat surnatera dimanfaatkan oleh nelayan Kabupaten Aceh Besar dengan menggunakan perahu motor. Armada yang digunakan antara lain kapal motor sebanyak 202
unit, motor tempel sebanyak 495 unit, dan perahu tanpa motor sebanyak 125 unit. Alat tangkap yang digunakan umumnya merupakan pukat kantong
Ill. METODE PENELlTlAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar Nanggroe Aceh Darussalam, dengan Desa Lampuyang sebagai ibukota
kecamatan. Kecamatan Pulo Aceh mempakan gugusan kepulauan yang terdiri dari 3 buah pulau utama yaitu Pulo Nasi, Pulo' Breuh, dan Pulo Teunom yang
berada disebelah Barat Laut Nanggroe Aceh Darussalam. Wilayah administrasi
Kecarnatan Pulo Aceh terdiri dari 3 kemukiman yang membawahi 17 desa. Kawasan ini dapat dijangkau dengan menggunakan perahu motor dengan jarak
tempuh sekitar 15 mil selama
+
1-2,5 jam. Pelayanan sarana transportasi laut ke wilayah ini hanya satu kali sehari dengan menggunakan 2 buah boat.3.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang dibutuhkan antara lain data biofisik kepulauan Pulo Aceh dan kondisi sosial ekonomi stakeholder yang
secara langsung bergantung pada kondisi biofisik Kecarnatan Pulo Aceh.
Data biofisik dan sosial ekonomi yang dibutuhkan dalarn penelitian ini
meliputi:
1 Komponen data fisik; kondisi pantai, substrat dasar perairan, kedalarnan
perairan, kecerahan, temperature, dan kecepatan arus.
2 Kornponen data biologi; sumberdaya perikanan, ekosistem mangrove, padang lamun, terurnbu karang, dan vegetasi pantai
3 Komponen data sosial ekonomi; sarana dan prasarana, perrnukiman, jurnlah
penduduk, dan mata pencaharian
Data tersebut diperoleh melalui survei lapangan dan dengan melakukan wawancara langsung dengan rnasyarakat serta pengisian kuesioner kepada
stakeholder.
Data sekunder diperoleh dari peta-peta yang berhubungan dengan lokasi
penelitian, hasil penelitian terdahulu, dan literatur penunjang lainnya Kantor
3.3 Analisis Data
3.3.1 Analisis Kesesuaian Lahan
Analisis terhadap kesesuaian lahan ditujukan untuk kegiatan ekowisata dan
perikanan. Berdasarkan data biofisik lahan disusun matriks kesesuaian untuk
peruntukan kegiatan ekowisata dan perikanan. Analisis kesesuaian lahan ini
didasarkan pada penggunaan lahan sebelum tsunami. Dari data penggunaan
kawasan sebelum tsunami yang didasarkan pada kondisi biofisik lingkungan saat
ini diperoleh arahan kebijakan pengembangan kegiatan secara objektif.
Analisis kesesuaian lahan untuk kegiatan perikanan Keramba Jaring Apung
(KJA) didasarkan pada kriteria berikut (Tabel 2).
Tabel 2 Kesesuaian lahan untuk zonasi kegiatan Keramba Jaring Apung (KJA)
No Parameter Bobot Kategori
(%) S I Skor SZ Skor N Skor
1 Ketedindungan 3 Sangat 4 Teriindung 3 Tidak 1
terlindung teriindung
2 Substrat dasar 3 Karang 4 Pasir 3 Beflumpur 1
Berpasir perairan
3 Kedalarnan (rn) 3 10-30 4 4-10 3 <4dan>30 1 4 Suhu erairan 2 24-29 4 29-30 3 -=24 dan 1
kc) >30
5 Kecerahan 2 Tinggi 4 Sedang 3 Rendah 1
Sumber : Modifikasi dari Bakosurtanal(l996)
Analisis kesesuaian lahan untuk kegiatan wisata adalah kegiatan ekowisata
bahari kaiagori selam dan ekowisaia pantai katagori rekreasi berdasarkan pada
Tabel 3 Kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari katagori selarn
Katagori dan Skor
No Parameter Bobot Kata- skor Kata- skor Kata- Skor Kata- Skor
gori g o r i gori gori
1 Kecerahan 5 ,80 4 > 50-80 3 20450 2 <20 1
perairan (%)
2 Tutupan 5 > 75 4 > 50-75 3 25-50 2 c25 1
kornunitas
karang (%)
3 Jenis life form 4 >I2 4 c7-12 3 4-7 2 c 4 1
4 Jenis ikan 4 >I00 4 =- 50-100 3 20-<50 2 c20 1
karang
5 Kecepatan arus 3 0-15 4 > 15-30 3 >30-50 2 >50 1
(crnldet)
6 Kedalamandasar 3 6-15 4 > 15-20 3 >20-30 2 >30c3 1
perairan (rn)
Surnber: Yulianda (2007)
Nilai Maksimum = 96
S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 80
-
100%- - S2 = Cukup sesuai, dengan nilai 60
-
~ 8 0 %S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 35
-
~ 6 0 % N=
Tidak sesuai, dengan nilai ~ 3 5 %Tabel 4 Kesesuaian lahan untuk ekowisata pantai katagori rekreasi
N o P a r a m e t e r 80- Katagori dan Skor
bot katagori Skor Katagori Skor Katagori Skor Katagori skor
1 Kedalarn dasar 5 0-3 4 > 3-6 3 >610 2 >I0 1
perairan (rn)
2 Xpe pantai 5 Pasir 4 Pasir 3 Pasir 2 Lurnpur. 1
putih putih h i m . berbatu.
sedikii berkaran terjal
karang g, sedikit
terjal
3 Lebar pantai (m) 5 >I5 4 10-1 5 3 3-4 0 2 <3 1
4 Material dasar 4 pasir 4 Karang 3 Pasir 2 lurnpur 1
~erairan bemasir - -. c~ ~ ~ berlurn~ur
5 ~ e c e ~ a t a n arus 4 0-0.17 4 > 0.17- 3 >0.35- 2 > 0.51 1
(mldet) 0.34 0.51
6 Kerniringan 4 4 0 4 10-25 3 >2545 2 >45 1
pantai f)
7 Kecerahan 3 >I 0 4 > 5-10 3 3-5 2 <2 1
perairan (rn)
8 Penutupan lapan 3 Kelapa, 4 Semak, 3 Belukar 2 Hutan 1
pantai lahan belukar tinggi bakau,
terbuka rendah, pernukhan,
savana pelabuhan
9 Biota berbahaya 3 Tidak 4 Bulu babi 3 BUIU 2 Bulu babi. 1
ada babi. ikan pari,
ikan pari lepu. hi"
10 Ketersediaan air 3 c 0.5 4 > 0.5-1 3 > 1-2 2 ,2 1
tawar (jaraWKm)
Surnber: Yulianda (2007)
Nilai Maksimum = 156
[image:35.547.51.496.65.742.2]3.3.2 Analisis Tingkat Kerusakan
Analisis tingkat kerusakan surnberdaya alarn dilakukan terhadap ekosistern
terurnbu karang, mangrove, dan lamun
Ekosistem Terumbu Karang
Tingkat kerusakan terhadap terurnbu karang dibagi menjadi 4 kriteria
berdasarkan berdasarkan persentase tutupan karang yang diacu dalarn
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2001
Tabei 5 Kriteria kerusakan terurnbu karang
Kriteria Kerusakan Luas Tutupan Terumbu Terumbu Karang Karang Hidup (%)
Rusak Buruk 0-24,9
Sedang 25-49,9
Baik Baik 50-74,9
Baik SekaE 75-100
Surnber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2001)
Tingkat kerusakan terhadap terurnbu karang yang diperoleh kernudian
dibagi dalarn 3 subtingkat kerusakan yaitu tinggi, sedang, dan rendah dengan
bobot persentase sebagai berikut:
Tabel 6 Katagori kerusakan terurnbu karang
PENUTUPAN (%) KERUSAKAN
0-14.9 Tinggi
15-34.9 sedang
35-49,s Rendah
Ekosistem Padang Lamun
Tingkat kerusakan terhadap ekosistem padang larnun diklasifikasikan
dalarn 3 kondisi berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nornor 200 tahun 2004.
Tabel 7 Kriieria kerusakan padang larnun
. LUAS AREA KERUSAKAN
KERUSAKAN (%) > 50
-
Tinggi30 - 49.9 Sedang
< 29,9 Rendah
Surnber: Kernenterian Negara Lingkungan Hidup (2004)
Tingkat kerusakan terhadap padang lamun yang diperoleh kernudian
dibagi dalam 3 subtingkat kerusakan yaitu tinggi, sedang, dan rendah dengan
Tabel 8 Katagon kerusakan padang larnun
LUAS AREA KERUSAKAN
(%)
75-1 00 Tinggi 55-74,9 Sedang
Ekosistem Mangrove
Tingkat kerusakan terhadap mangrove diklasifikasikan dalarn 3 kriteria
berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nornor 201 tahun
2004.
Tabel 9 Kriteria kerusakan mangrove
PENUTUPAN KRlTERlA KERAPATAN
(%) (pohonlHa)
> 75
-
Baik (sangat padat1
1500> 50
-
<75-
Baik (sedang)-
> 1000-
< 1500 < 50 Rusak (jarang) < 1500Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2004)
Tingkat kerusakan terhadap mangrove yang diperoleh kemudian dibagi dalam 3 subtingkat kerusakan yaitu tinggi, sedang, dan rendah dengan bobot
persentase sebagai berikut:
Tabel 10 Katagori kerusakan mangrove
PENUTUPAN KERUSAKAN
(%)
0-14,9 Tinggi 15-24,9 Sedang
3.3.3 Vaiuasi Ekonomi
Valuasi ekonomi merupakan suatu rnetode yang digunakan untuk
memberikan nilai suatu sumberdaya alarn kedalam bentuk uang terlepas dan ada
atau tidaknya pasar terhadap sumberdaya tersebut (Kusumastanto 2000). Dalam
peneliiian ini tidak dilakukan penilaian terhadap Manfaat Ekonorni Total (TEV).
Hal ini dikarenakan tidak diiemukannya data-data terdahulu tentang pemanfaatan
sumberdaya pesisir oleh masyarakat. Selain itu permasalahan yang dihadapi
adalah telah hilangnya hampir setengah dari penduduk yang mendiarni
Kecamatan Pulo Aceh akibat tsunami sehingga rnenyulitkan dalarn rnernperoleh
informasi dari pemanfaat kawasan pesisir.
Manfaat sumberdaya alam berupa ekosistem mangrove dan terumbu
value) ekosistern mangrove dan terurnbu karang dengan rnenggunakan teknik
Contingent Valuation Method (CVM). Melalui penggunaan teknik CVM
diharapkan masyarakat mengerti tentang rnanfaat ekosistern pesisir terhadap
perlindungan pantai akibat aktifitas kelautan serta manfaatnya bagi ekologi.
Teknik CVM merupakan teknik penilaian terhadap surnberdaya non pasar (non
market valuation) dengan melakukan wawancara langsung kepada masyarakat
tentang rnanfaat keberadaan (existence value) sumberdaya alarn (mangrove dan
terumbu karang) yang mereka rasakan. Responden mernberikan nilai kepada
sumberdaya dalarn bentuk keinginan untuk rnembayarlmenerirna (Willingness to
Pay-WTP dan Willingness to Accept-WJA) terhadap surnberdaya yang
dinyatakan dalarn bentuk uang.
Kusurnastanto (2000) menyebutkan teknik CVM dilakukan rnelalui wawancara
mendalarn dan dengan rnelakukan pengisian kuesioner dalarn bentuk:
1 Metode Pertanyaan Langsung (Direct Question Method)
Masyarakat diberikan pertanyaan langsung berapa harga yang sanggup
dibayarkan untuk memanfaatkan ekosistern mangrove dan terurnbu karang.
2 Metode Penawaran Bertingkat (Bidding Game Method)
Masyarakat diberikan suatu harga tertentu dalarn pernanfaatan surnberdaya.
Apabila responden menjawab "setuju" rnaka harga dinaikkan terus sarnpai
responden rnenjawab "tidak". Harga kesediaan membayar yang tertinggi
rnerupakan nilai VVTP tertinggi
3 Metode Kartu Pembayaran (Payment Card Method)
Responden diberikan daftar harga surnberdaya mangrove dan terumbu
karang rnulai dari harga terendah sampai dengan harga tertinggi. Responden
diharapkan rnenjawab dengan harga rnaksimum yang sanggup dibayar
terhadap surnberdaya tersebut.
4 Metode Setuju atau Tidak Setuju
Responden ditawari sebuah harga untuk sumberdaya mangrove dan terurnbu
karang dan cukup hanya rnenjawab setuju atau tidak setuju terhadap harga
yang ditawarkan.
3.3.4 Analisis
SWOT
Analisis SWOT adalah analisis berbagai faktor secara sisternatis yang
didasarkan pada logika yang dapat rnemaksimalkan kekuatan (strengths) dan
peluang (opportunities), narnun secara bersarnaan dapat rnerninirnalkan
rnernbandingkan antara faktor eksternal Peluang (opporfunities) dan Ancaman
(tinreats) dengan faktor internal Kekuatan (strengths) dan Kelemahan
(weaknesses) (Rangkuti 2004).
Dalam penelitian ini analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and
Threat) ditujukan untuk rnendapatkan arahan bagi pengernbangan dan
pernanfaatan gugus pulau Kecarnatan Pulo Aceh. Analisis dilakukan dengan
mernpertimbangkan hasil analisis berdasarkan kriteria kondisi biofisik potensi
surnberdaya lahan, analisis sfakeholder, dan kebdakan daerah.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT adalah:
1 Pengumpulan data dengan mengidentifikasikan berbagai kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancarnan yang ada. Data yang dikurnpulkan
diklasifikasikan berdasarkan faktor eksternal (peluang dan ancaman) dan
faktor internal (kekuatan dan kelemahan). Data diperoleh berdasarkan
pengamatan lapangan dan data sekunder hasil dari surnber-surnber hasil
analisis yang berkaitan dengan kondisi geografis dan adrninistratif kawasan
Kecamatan Pulo Aceh.
2 Menentukan data faktor internal (IFAS). Setiap unsur dalam faktor internal
diberikan bobot sesuai dengan tingkat kepentingannya dengan skala rnulai
dari 1,O (paling penting) sarnpai dengan 0,O (tidak penting) berdasarkan
pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis suatu kawasan.
Jumlah total dari sernua unsur tidak boleh melebihi skor satu. Setiap faktor
diberikan rating rnulai dari yang sangat berpengaruh (4) sampai dengan yang
tidak berpengaruh (1). Setiap bobot lalu dikalikan dengan rating untuk
memperoleh iaktor pemboboian. Hasii yang diperoieh rnenunjukkan ranking
Tabel 11 Analisis faktor internal
Faktor Strategi internal B o b o t Rating Bobot X Rating
Kekuatan (Strengths)
Kelemahan (Weaknesses)
---
Total
---
3 Menentukan data faktor Eksternal (EFAS). Data disusun berdasarkan tingkat kepentingannya dan diberi bobot rnulai dari 1,O (sangat penting) sarnpai
dengan 0,O (tidak penting), total penjurnlahan dari semua unsur eksternal berjumlah satu. Setiap unsur diberikan rating dengan skala dari 4 (sangat berpengaruh), 3 (berpengaruh), 2 (sedikit berpengaruh), dan 1 (tidak
berpengaruh) berdasarkan faktor tersebut terhadap pengaruhnya bagi
pengelolaan suatu kawasan. Setiap bobot lalu dikalikan dengan rating untuk memperoleh faktor pembobotan. Hasil yang diperoleh menunjukkan ranking dari unsur eksternal (Tabel 12).
Tabel 12 Analisis faktor eksternal
Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Bobot X Rating
Peluang (Opportunities)
--
Ancaman (Threats)
--
Total
---
--
4 Analisis SWOT. Faktor EFAS dan IFAS yang telah disusun dihubungkan keterkaitannya dengan matrik SWOT untuk menentukan arahan
pengembangan suatu kawasan. Arahan pengembangan berdasarkan
keadaan disirnbolkan dengan SO, ST, WO, dan WT.
Tabel 13 Matriks SWOT /FA S
STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W) EFAS
SO2 SO W02
wo
OPPORTUNITIES (0)
SO3 W03
Won
WT1
IV. HASlL DAN PEMBAHASAN
4.1 Adrninistrasi dan Geografis
Secara administratif Kecamatan Pulo Aceh terdiri dari 3 kemukiman
(kesatuan wilayah administasi yang berada antara kecamatan dan desa) dan 17
desa. Setiap rnukim dipimpin oleh seorang Kepala Mukim dan untuk tingkat desa
dipimpin oleh seorang Keuchik.
Tabel I4 Kemukiman dan Desa di Kecamatan Pulo Aceh
No Kernukiman Desa
Alue Riyeunq
-
Deudap1 Pulau Nasi ~ a b o Pasi ~ a n k n ~
Lamteng
Lampuyang Seurapong
2 Pulau Beras Selatan G U ~ O P Blang Situngkoh
Lhoh Paloh
Ulee Paya Teunom
Rhinon
3 Pulau Beras Utara Meulingge
Lapeng . -
Alue Raya
Secara geografis Kecamatan Pulo Aceh terletak diujung paling barat Pulau
Sumatera yang berada pada lintasan Samudera Hindia dan Selat Malaka yang
merupakan perairan internasional. Berdasarkan posisi geografis Kecamatan Pulo
Aceh terletak disebelah Barat Laut Nanggroe Aceh Darussalam dengan batasan
sebagai berikut:
-
Sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Hindia,-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Peukan Bada,-
Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka,-
Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.Gambar 2 berikut merupakan batas-batas administrasi desa di Kecamatan
4.2 Kondisi Fisik Kepulauan
Kecarnatan Pulo Aceh terdiri dari 7 buah gugus pulau kecil yang
berhadapan langsung dengan Samudera Hindia dan Selat Malaka. Gugus pulau
tersebut terdiri dari Pulau Beras, Pulau Nasi, Pulau Teunorn, Pulau Geupon,
Pulau Batee. Pulau Sidorn, dan Pulau Benggala. Pulau-pulau tersebut tidak
seluruhnya berpenghuni. Pulau yang berpenghuni hanya Pulau Nasi, Pulau
Beras dan Pulau Teunorn. Pulau lainnya berupa pulau sangat kecil belurn
dirnanfaatkan, beberapa diantaranya hanya dijadikan kebun, terutama kelapa,
oleh sebagian penduduk pulau terdekat.
Gugusan kepulauan Kecamatan Pulo Aceh berada pada koordinat 05'35'-
05'46' LU dan 95°00'-95012' BT. Berdasarkan posisi geografis tersebut
Kecamatan Pulo Aceh terletak disebelah Barat Laut Nanggroe Aceh Darussalarn.
Kecarnatan Pulo Aceh rnerupakan kecarnatan yang berbatasan dengan negara
India. Pulau terluar yang rnenjadi titik terluar Indonesia dengan negara India
adalah Pulau Benggala. Pulau ini berada pada posisi koordinat 05" 47' 34" LU dan
94" 58' 21" BT dengan titik dasar No. TD.176a. Pulau terluar ini rnerupakan pulau kosong yang tidak berpenghuni dan belurn dirnanfaatkan untuk kepentingan
ekonornis. Sangat disayangkan sebagai pulau terluar yang berbatasan dengan
negara tetangga sangat sedikit inforrnasi yang diperoleh rnengenai keadaan
pulau ini baik dari pihak pernerintah rnaupun dari rnasyarakat lokal. Hal yang
lebih ironisnya dalarn Buku Statistik Perikanan dan Kelautan Kabupaten Aceh
Besar Tahun 2004 bahkan Pulau Benggala tersebut luput disebutkan dalarn
daftar pulau-pulau kecil yang terdapat dalarn Kabupaten Aceh Besar.
Kegiatan rehabilitasi dan rekontruksi yang dilakukan pada kawasan saat
penelitian ini dilakukan rnasih terbatas terhadap rehabilitasi fisik kawasan berupa
pernbangunan kawasan pennukirnan dan perbaikan dennaga. Rehabilitasi
terhadap kondisi lingkungan terutarna lingkungan pesisir rnasih terbatas terhadap
penghijauan kawasan pantai dan belurn rnenyentuh kawasan laut berupa
perbaikan kondisi terumbu karang. .
4.3 Kondisi Fisik Kelautan
Kondisi oceanografi Kecarnatan Pulo Aceh secara dorninan dipengaruhi
oleh Lautan Hindia (Selat