• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Pengaruh Tahanan Rotor Tidak Seimbang Terhadap Torsi Dan Putaran Motor Induksi Rotor Belitan (Aplikasi Pada Laboratorium konversi Fakultas Teknik USU)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Pengaruh Tahanan Rotor Tidak Seimbang Terhadap Torsi Dan Putaran Motor Induksi Rotor Belitan (Aplikasi Pada Laboratorium konversi Fakultas Teknik USU)"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISA PENGARUH TAHANAN ROTOR TIDAK SEIMBANG TERHADAP TORSI DAN PUTARAN MOTOR INDUKSI

ROTOR BELITAN

(Aplikasi Pada Laboratorium konversi Fakultas Teknik USU) O

L E H

NIM: 060402091

M. Azhary Siregar

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSTAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

Motor induksi tiga fasa semakin banyak digunakan di perindustrian, hal ini dikarenakan penggunaan dan perawatan motor induksi tiga fasa lebih sederhana, pemasangannya tidak sulit, dan biayanya lebih murah dari pada motor sinkron. Untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi pada motor induksi tiga fasa, maka dirancanglah motor tersebut dengan memiliki tahanan rotor yang kecil. Tahanan yang kecil ini mengakibatkan torsi awal yang dihasilkan kecil dan arus awal yang besar pada faktor daya tertentu.

Pada motor induksi tiga fasa terkadang batangan yang rusak pada cangkang rotor dapat menyebabkan belitan motor yang tidak seimbang, dan juga belitan pada rotor dapat dilengkapi dengan resistansi eksternal 3 fasa yang mungkin belum seimbang. Hal ini memberikan pengaruh terhadap torsi dan putaran motor tersebut. Pada rotor jenis belitan dapat dirancang dengan menambahkan tahanan luar untuk mendapatkan tahanan rotor yang tidak seimbang.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia yang dilimpahkan sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Adapun Tugas Akhir ini dibuat untuk memenuhi syarat kesarjanaan di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Tugas akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu Ayahanda (Yunus Anis Siregar), dan Ibunda (Lismah), serta adik - adik tercinta (Rina, Ulan, Fahmi, Jainuddin) yang merupakan bagian hidup penulis yang senantiasa mendukung dan mendoakan dari sejak penulis lahir hingga sekarang. Dan juga kepada keluarga besar di Medan (Bang Piyan, Bang Usup dan Bang Madan sekeluarga).

Selama masa perkuliahan sampai masa penyelesaian tugas akhir ini, penulis banyak memperoleh bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan setulus hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Panusur SM. L Tobing, selaku dosen Pembimbing Tugas Akhir, atas segala bimbingan, pengarahan dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Drs. Hasdari Helmi R, MT selaku dosen Wali penulis, atas bimbingan dan arahannya dalam menyelesaikan perkuliahan.

(4)

4. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.si selaku Ketua Departemen Teknik Elektro FT-USU dan Bapak Ir. Rahmat Fauzi, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro FT-USU.

5. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Teknik Elektro USU dan Seluruh Karyawan di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Elektro USU.

6. Sahabat – sahabat terbaikku, Rudy, Martua, Taufik, Bang Faisal, Fauzi, Teguh, Ina, Liza, Muti, Rozi, Alfi, Bambang, Rahmuddin, Agung, Sanita, Salman, Bale, Angga, Denny, Iqbal, Kesih, Rozy, Nasir Andi Hakim, Supenson, semua teman – teman 06 yang belum disebutkan satu persatu. 7. Kepada anak – anak PB’s yang selalu memberi semangat dan motifasi,

Efandi, Royen, Rinaldo, Rudolf, Meshak, Juandri, Firmanto, Tian Silaen, Lucas.

8. Kepada Eka Noviyanti yang selalu memberi dukungan penuh dari awal sampai tugas akhir ini selesai.

9. Kepada Bang Aziz aal com dan keluarga yang senantiasa memberikan dukungan.

10. Asisten Laboratorium Konversi Energi Listrik dan Bang Roy yang telah banyak membantu penulis dalam proses pengambilan data.

(5)

Akhir kata, tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, masih banyak kesalahan dan kekurangan namun penulis tetap berharap semoga tugas akhir ini bisa bermanfaat dan memberikan inspirasi bagi pengembangan selanjutnya.

Medan, Maret 2011 Penulis

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ...viii

DAFTAR TABEL... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan mamfaat Penulisan ... 1

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Metode Penulisan ... 2

1.5 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA ... 5

2.1 Umum ... 5

2.2 Konstruksi Motor Induksi ... 6

2.3 Jenis Motor Induksi Tiga Fasa... 8

2.3.1 Motor Induksi Tiga Fasa Sangkar Tupai ... 8

2.3.2 Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan ...11

2.4 Medan Putar ...12

2.4.1 Analisa Medan Putar Secara vektor ...14

(7)

2.6 Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa ...17

2.7 Frekuensi Rotor ...20

2.8 Rangkaian Ekivalen ...21

2.9 Disain Motor Induksi Tiga Fasa ...27

2.10 Aliran Daya Motor Induksi ... 29

2.11 Efisiensi Motor Induksi Tiga Phasa ...31

2.12 Parameter Motor Induksi Tiga Fasa ...33

BAB III KOMPONEN SIMETRIS DAN TORSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA DENGAN TAHANAN ROTOR TIDAK SEIMBANG ...41

3.1. Komponen Simetris Tiga Fasa...41

3.2 Torsi Motor Induksi Tiga Fasa Dengan Tahanan Rotor yang Tidak Seimbang ...48

BAB IV PENGUJIAN MOTOR INDUKSI DENGAN BEBAN ROTOR YANG TIDAK SEIMBANG ...54

4.1 Umum ...54

4.2 Peralatan Yang Digunakan ...54

4.3 Percobaan Untuk Mendapatkan Parameter – Parameter Motor Induksi Tiga Fasa ...55

4.3.1 Percobaan Tahanan DC ...55

4.3.2 Percobaan Rotor Tertahan (Block Rotor) ...59

4.3.3 Percobaan Beban Nol ...61

(8)

BAB V PENUTUP ... 103

5.1 Kesimpulan ... 103

5.2 Saran ... 103

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penampang rotor dan stator motor induksi ... 6

Gambar 2.2 Menggambarkan komponen stator motor induksi tiga phasa ... 7

Gambar 2.2 (a) Lempengan inti ... 7

Gambar 2.2 (b) Tumpukan inti dengan kertas isolasi pada beberapa alurnya ... 7

Gambar 2.2 (c) Tumpukan inti dan kumparan dalam cangkang stator ... 7

Gambar 2.3(a) Tipikal Rotor Sangkar ... 8

Gambar 2.3(b) Bagian-bagian Rotor sangkar ... 9

Gambar 2.4(a) Konstruksi motor induksi rotor sangkar ukuran kecil...10

Gambar 2.4(b) Konstruksi motor induksi rotor sangkar ukuran besar ...10

Gambar 2.5 Cincin Slip...11

Gambar 2.6(a) Rotor Belitan ...12

Gambar 2.6(b) Konstruksi Motor Induksi Tiga Phasa Dengan Rotor Belitan ...12

Gambar 2.7(a) Diagram phasor fluksi tiga phasa ...13

Gambar 2.7(b) Arus tiga phasa setimbang ...13

Gambar 2.8 Medan putar pada motor induksi tiga phasa ...14

Gambar 2.9 Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar ...14

Gambar 2.10 Diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2, t3, t4 ...15

Gambar 2.11 Prinsip kerja motor induksi...17

Gambar 2.12 Rangkaian ekivalen stator motor induksi...21

Gambar 2.13 Rangkaian ekivalen pada rotor motor induksi. ...24

(10)

Gambar 2.15 Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator motor induksi ...25

Gambar 2.16 Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator motor induksi ...26

Gambar 2.17 Rangkaian ekivalen lain dari motor induksi...27

Gambar 2.18 Karakteristik torsi dan kecepatan motor induksi pada berbagai disain...28

Gambar 2.19 Diagram aliran daya motor induksi ...31

Gambar 2.20 Efisiensi pada motor induksi ...32

Gambar 2.21 Rangkaian Phasa Stator Saat Pengukuran DC hubungan Y ...34

Gambar 2.22 Rangkaian Phasa Stator Saat Pengukuran DC hubungan Delta..34

Gambar 2.23 Rangkaian pada Saat Beban Nol ...37

Gambar 2.24 Rangkaian Ekivalen pada Saat Beban Nol ...37

Gambar 2.25 Rangkaian pada Saat Rotor Tertahan (S = 1) ...39

Gambar 3.1 Tiga himpunan fasor seimbang yang merupakan komponen simetris dari tiga fasor tidak seimbang ...43

Gambar 3.2 Penjumlahan secara grafis komponen-komponen pada Gambar 3.1 Untuk mendapatkan tiga fasor tak seimbang...43

Gambar 3.3 Diagram fasor berbagai pangkat dari operator a ...45

Gambar 3.4 Motor induksi dengan belitan rotor tidak seimbang ...49

Gambar 3.5 Kurva torsi terhadap slip ...53

Gambar 4.1 Rangkaian Percobaan Tahanan DC Pada Stator ...55

Gambar 4.2 Rangkaian Percobaan Tahanan DC Pada Rotor ...57

Gambar 4.3 Rangkaian Percobaan Rotor Tertahan ...59

(11)

Gambar 4.5 Rangkaian Percobaan Pembebanan Motor Induks i Dengan Tahanan Luar yang Tidak Seimbang ...63 Gambar 4.6 Kurva Hasil Perhitungan Percobaan Pembebanan dengan

Tahanan Rotor Seimbang ...91 Gambar 4.7 Kurva Hasil Perhitungan Percobaan Pembebanan dengan

Tahanan Rotor tidak Seimbang Seimbang untuk Ra = 3,4 Ω ...92 Gambar 4.8 Kurva Hasil Perhitungan Percobaan Pembebanan dengan

Tahanan Rotor tidak Seimbang Seimbang untuk Ra = 4,4 Ω ...93 Gambar 4.9 Kurva Hasil Perhitungan Percobaan Pembebanan dengan

Tahanan Rotor tidak Seimbang Seimbang untuk Ra =5,4 Ω ...94 Gambar 4.10 Kurva Seluruh Perhitumgan Percobaan Pembebanan ...95 Gambar 4.11 Kurva Percobaan Pembebanan dengan Tahanan Rotor Seimbang

...97 Gambar 4.12 Kurva Percobaan Pembebanan dengan Tahanan Rotor Tidak

Seimbang untuk Ra = 3,4 ...98 Gambar 4.13 Kurva Percobaan Pembebanan dengan Tahanan Rotor Tidak

Seimbang untuk Ra = 4,4 ... 100 Gambar 4.14 Kurva Percobaan Pembebanan dengan Tahanan Rotor Tidak

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Distribusi Empiris dari Xbr ...40

Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Tahanan DC Pada Belitan Stator...56

Tabel 4.2 Data Hasil Percobaan Tahanan DC Pada Belitan Rotor ...58

Tabel 4.3 Data Hasil Percobaan Block Rotor ...60

Tabel 4.4 Data Hasil Percobaan Beban Nol ...62

Tabel 4.5 Data Hasil Percobaan Pembebanan Dengan Tahanan Rotor Seimbang...64

Tabel 4.6 Data Hasil Percobaan Pembebanan Dengan Tahanan Rotor Tidak Seimbang Ra = 3.,4 Ω ...65

Tabel 4.7 Data Hasil Percobaan Pembebanan Dengan Tahanan Rotor Tidak Seimbang Ra = 4.,4 Ω ...66

Tabel 4.8 Data Hasil Percobaan Pembebanan Dengan Tahanan Rotor Tidak Seimbang Ra = 5.,4 Ω ...66

Tabel 4.9 Data Hasil Perhitungan Pembebanan Dengan Tahanan Rotor Seimbang...89

Tabel 4.10 Data Hasil Perhitungan Pembebanan Dengan Tahanan Rotor Tidak Seimbang untuk Ra = 3,4 Ω ...90

Tabel 4.11 Data Hasil Perhitungan Pembebanan Dengan Tahanan Rotor Tidak Seimbang untuk Ra = 4,4 Ω ...90

(13)

ABSTRAK

Motor induksi tiga fasa semakin banyak digunakan di perindustrian, hal ini dikarenakan penggunaan dan perawatan motor induksi tiga fasa lebih sederhana, pemasangannya tidak sulit, dan biayanya lebih murah dari pada motor sinkron. Untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi pada motor induksi tiga fasa, maka dirancanglah motor tersebut dengan memiliki tahanan rotor yang kecil. Tahanan yang kecil ini mengakibatkan torsi awal yang dihasilkan kecil dan arus awal yang besar pada faktor daya tertentu.

Pada motor induksi tiga fasa terkadang batangan yang rusak pada cangkang rotor dapat menyebabkan belitan motor yang tidak seimbang, dan juga belitan pada rotor dapat dilengkapi dengan resistansi eksternal 3 fasa yang mungkin belum seimbang. Hal ini memberikan pengaruh terhadap torsi dan putaran motor tersebut. Pada rotor jenis belitan dapat dirancang dengan menambahkan tahanan luar untuk mendapatkan tahanan rotor yang tidak seimbang.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Motor induksi tiga fasa merupakan jenis motor yang paling banyak digunakan pada perindustrian, motor inilah yang akan digunakan untuk memutar beban yang ada diperindustrian. motor induksi tiga fasa keluaran besarannya berupa torsi untuk menggerakkan beban. Jika torsi beban yang dipikul motor induksi tiga fasa lebih besar, maka motor induksi tiga fasa tidak akan berputar. Dan jika torsi beban yang dipikul motor induksi tiga fasa terlalu kecil, maka ini dianggap suatu hal yang berlebihan.

Motor induksi tiga fasa yang mempunyai efisiensi tinggi biasanya memiliki tahanan rotor yang kecil. Akibatnya motor ini akan menghasilkan torsi awal yang kecil dan menarik arus awal yang besar. Namun terkadang batangan yang rusak pada cangkang rotor dapat menyebabkan belitan motor yang tidak seimbang, yang memberikan pengaruh terhadap torsi dan putarannya. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa pengaruh tahanan rotor yang tidak seimbang pada motor induksi tiga fasa jenis rotor belitan.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan

(15)

Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan pengertian dan penjelasan mengenai pengaruh tahanan rotor yang tidak seimbang terhadap torsi dan putarannya dan memberikan kesempatan bagi mahasiswa lain untuk mempelajari lebih lanjut.

1.3 Batasan Masalah

Untuk menjaga agar pembahasan materi dalam Tugas Akhir ini lebih terarah, maka penulis menetapkan beberapa batasan masalah sebagai berikut :

1. Motor induksi yang penulis ambil sebagai aplikasi adalah Motor Induksi Tiga Phasa Rotor Belitan pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT.USU.

2. Tidak membahas gangguan yang terjadi pada motor induksi tiga fasa. 3. Motor induksi tiga fasa beroperasi sendiri.

4. Tidak membahas tentang pengaturan.

5. Percobaan dilakukan dalam keadaan steady state. 6. Percobaan dilakukan pada saat berbeban.

1.4 Metode Penulisan

Untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini maka penulis menerapkan beberapa metode studi diantaranya :

(16)

2. Studi lapangan yaitu dengan melaksanakan percobaan di Laboratorium Konversi Energi Listrik FT USU.

3. Studi bimbingan yaitu dengan melakukan diskusi tentang topik tugas akhir ini dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak departemen Teknik Elektro USU, asisten Laboratorium Konversi Energi Listrik dan teman-teman sesama mahasiswa.

1.5 Sistematika Penulisan

Tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, tujuan dan manfaat penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

(17)

BAB III KOMPONEN SIMETRIS DAN TORSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA DENGAN TAHANAN ROTOR TIDAK SEIMBANG

Bab ini membahas mengenai komponen simetris dan torsi pada motor induksi tiga fasa dengan tahanan rotor yang tidak seimbang.

BAB IV PENGUJIAN MOTOR INDUKSI DENGAN BEBAN ROTOR YANG TIDAK SEIMBANG

Bab ini membahas tentang pengujian pengaruh tahanan rotor tidak seimbang terhadap torsi dan putaran motor induksi. Hasil yang diinginkan adalah parameter motor induksi tiga fasa untuk mendpatkan torsi dan putarannya.

BAB V PENUTUP

(18)

BAB II

MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

2.1 Umum

Motor induksi merupakan motor arus bolak – balik (AC) yang paling luas digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industri maupun rumah tangga. Penamaannya berasal dari kenyataan bahwa arus rotor motor ini bukan diperoleh dari sumber tertentu, tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai akibat adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic field) yang dihasilkan arus stator.

Motor ini memiliki konstruksi yang kuat, sederhana, handal serta berbiaya murah. Di samping itu motor ini juga memiliki effisiensi yang tinggi saat berbeban penuh dan tidak membutuhkan perawatan yang banyak.

Hampir semua motor ac yang digunakan adalah motor induksi, terutama motor induksi tiga fasa yang paling banyak dipakai di perindustrian. Motor induksi tiga fasa sangat banyak dipakai sebagai penggerak di perindustrian karena banyak memiliki keuntungan, tetapi ada juga kelemahannya.

Keuntungan motor induksi tiga fasa :

1. Motor induksi tiga fasa sangat sederhana dan kuat. 2. Bianya murah dan dapat diandalkan.

3. Motor induksi tiga fasa memiliki efisiensi yang tinggi pada kondisi kerja normal.

(19)

Kerugianya:

1. Kecepatannya tidak bisa bervariasi tanpa merubah efisiensi. 2. Kecepatannya tergantung beban.

3. Pada torsi start memiliki kekurangan.

2.2 Konstruksi Motor Induksi Tiga Phasa

Secara umum motor induksi terdiri dari rotor dan stator. Rotor merupakan bagian yang bergerak, sedangkan stator bagian yang diam. Diantara stator dengan rotor ada celah udara yang jaraknya sangat kecil. Konstruksi motor induksi dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Rotor

Stator

Gambar 2.1 Penampang rotor dan stator motor induksi

(20)

phasa dimana untuk motor tiga phasa, belitan tersebut terpisah secara listrik sebesar 120o. Kawat kumparan yang digunakan terbuat dari tembaga yang dilapis dengan isolasi tipis. Kemudian tumpukan inti dan belitan stator diletakkan dalam cangkang silindris (Gambar 2.2.(c)). Berikut ini contoh lempengan laminasi inti, lempengan inti yang telah disatukan, belitan stator yang telah dilekatkan pada cangkang luar untuk motor induksi tiga phasa.

(a)

(c)

Gambar 2.2 Menggambarkan komponen stator motor induksi tiga phasa. (a) Lempengan inti

(b) Tumpukan inti dengan kertas isolasi pada beberapa alurnya (c) Tumpukan inti dan kumparan dalam cangkang stator

Untuk rotor akan dibahas pada bagian berikutnya yaitu jenis – jenis motor induksi tiga fasa berdasarka jenis rotornya.

(21)

2.3 Jenis Motor Induksi Tiga Fasa

Ada dua jenis motor induksi tiga fasa berdasarkan rotornya yaitu : 1. Motor induksi tiga fasa sangkar tupai ( squirrel-cage motor). 2. Motor induksi tiga fasa rotor belitan ( wound-rotor motor ).

Kedua motor ini bekerja pada prinsip yang sama dan mempunyai konstruksi stator yang sama tetapi berbeda dalam konstruksi rotor.

2.3.1 Motor Induksi Tiga Fasa Sangkar Tupai ( Squirrel-cage Motor)

Penampang motor sangkar tupai memiliki konstruksi yang sederhana. Inti stator pada motor sangkar tupai tiga fasa terbuat dari lapisan – lapisan pelat baja beralur yang didukung dalam rangka stator yang terbuat dari besi tuang atau pelat baja yang dipabrikasi. Lilitan – lilitan kumparan stator diletakkan dalam alur stator yang terpisah 120 derajat listrik. Lilitan fasa ini dapat tersambung dalam hubungan delta ( Δ ) ataupun bintang ( Υ ).

Rotor jenis rotor sangkar ditunjukkan pada Gambar 2.3 di bawah ini.

(22)

Batang Poros

Kipas Laminasi Inti

Besi

Aluminium

Cincin Aluminium

Batang Poros Kipas

Gambar 2.3 Rotor sangkar, (a) Tipikal rotor sangkar

(b) Bagian-bagian rotor sangkar

Batang rotor dan cincin ujung motor sangkar tupai yang lebih kecil adalah coran tembaga atau aluminium dalam satu lempeng pada inti rotor. Dalam motor yang lebih besar, batang rotor tidak dicor melainkan dibenamkan ke dalam alur rotor dan kemudian dilas dengan kuat ke cincin ujung. Batang rotor motor sangkar tupai tidak selalu ditempatkan paralel terhadap poros motor tetapi kerapkali dimiringkan. Hal ini akan menghasilkan torsi yang lebih seragam dan juga mengurangi derau dengung magnetik sewaktu motor sedang berputar.

Pada ujung cincin penutup dilekatkan sirip yang berfungsi sebagai pendingin. Rotor jenis rotor sangkar standar tidak terisolasi, karena batangan membawa arus yang besar pada tegangan rendah. Motor induksi dengan rotor sangkar ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut.

(23)

Gambar 2.4 (a) Konstruksi motor induksi rotor sangkar ukuran kecil (b) Konstruksi motor induksi rotor sangkar ukuran besar

(a)

(24)

2.3.2 Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan ( wound-rotor motor )

Motor rotor belitan ( motor cincin slip ) berbeda dengan motor sangkar tupai dalam hal konstruksi rotornya. Seperti namanya, rotor dililit dengan lilitan terisolasi serupa dengan lilitan stator. Lilitan fasa rotor dihubungkan secara Υ dan

masing – masing fasa ujung terbuka yang dikeluarkan ke cincin slip yang terpasang pada poros rotor. Secara skematik dapat dilihat pada Gambar 2.5. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa cincin slip dan sikat semata – mata merupakan penghubung tahanan kendali variabel luar ke dalam rangkaian rotor.

Gambar 2.5 Cincin slip

(25)

dengan arus pengasutan yang lebih kecil dibanding dengan rotor sangkar. Konstruksi motor tiga fasa rotor belitan ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

(a)

(b)

Gambar 2.6 (a) Rotor belitan

(b) Konstruksi motor induksi tiga phasa dengan rotor belitan

2.4 Medan Putar

(26)

Misalkan kumparan a – a; b – b; c – c dihubungkan 3 fasa, dengan beda fasa masing – masing 1200 ( Gambar 2.7a ) dan dialiri arus sinusoid. Distribusi arus ia, ib, ic sebagai fungsi waktu adalah seperti Gambar 2.7b. Pada keadaan t1, t2,

t3, dan t4, fluks resultan yang ditimbulkan oleh kumparan tersebut masing –

masing adalah seperti Gambar 2.6c, d, e, dan f.

Pada t1 fluks resultan mempunyai arah sama dengan arah fluks yang dihasilkan oleh kumparan a – a; sedangkan pada t2, fluks resultannya mempunyai arah sama dengan arah fluks yang dihasilakan oleh kumparan c – c; dan untuk t3 fluks resultan mempunyai arah sama dengan fluks yang dihasilkan oleh kumparan

b – b. Untuk t4, fluks resultannya berlawanan arah dengan fluks resultan yang dihasilkan pada saat t1 keterangan ini akan lebih jelas pada analisa vektor.

(27)

Gambar 2.8 Medan putar pada motor induksi tiga phasa

Dari gambar c, d ,e, dan f tersebut terlihat fluks resultan ini akan berputar satu kali. Oleh karena itu untuk mesin dengan jumlah kutub lebih dari dua, kecepatan sinkron dapat diturunkan sebagai berikut :

ns =

p f

. 120

( rpm )

f = frekuensi ( Hz )

p = jumlah kutub

2.4.1 Analisis Secara Vektor

Analisis secara vektor didapatkan atas dasar :

1. Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar sesuai dengan perputaran sekrup (Gambar 2.9).

(28)

2. Kebesaran fluks yang ditimbulkan ini sebanding dengan arus yang mengalir.

Notasi yang dipakai untuk menyatakan positif atau negatifnya arus yang mengalir pada kumparan a – a, b – b, dan c – c pada Gambar 2.7a yaitu: harga positif, apabila tanda silang (x) terletak pada pangkal konduktor tersebut ( titik a,

b,c ), sedangkan negatif apabila tanda titik ( . ) terletak pada pangkal konduktor tersebut (Gambar 2.8 ). Maka diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2,

t3, t4, dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2, t3, t4

Dari semua diagram vektor di atas dapat pula dilihat bahwa fluks resultan berjalan (berputar).

2.5 Slip

(29)

mengalir pada rotor, dan karenanya tidak akan menghasilkan kopel. Kecepatan rotor sekalipun tanpa beban, harus lebih kecil sedikit dari kecepatan sinkron agar adanya tegangan induksi pada rotor, dan akan menghasilkan arus di rotor, arus induks i ini akan berinteraksi dengan fluks listrik sehingga menghasilkan kopel. Selisih antara kecepatan rotor dengan kecepatan sinkron disebut slip (s). Slip dapat dinyatakan dalam putaran setiap menit, tetapi lebih umum dinyatakan sebagai persen dari kecepatan sinkron.

Slip (s) = − ×100% s

r s

n n n

……….(2.1)

dimana: nr = kecepatan rotor

Persamaan (2.1) di atas memberikan imformasi yaitu :

1. saat s = 1 dimana nr= 0, ini berati rotor masih dalam keadaan diam atau akan berputar.

2. s = 0 menyatakan bahwa ns= nr, ini berarti rotor berputar sampai kecepatan sinkron. Hal ini dapat terjadi jika ada arus dc yang diinjeksikan ke belitan rotor, atau rotor digerakkan secara mekanik.

(30)

2.6 Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Phasa

Motor induksi adalah alat listrik yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Listrik yang diubah adalah listrik 3 phasa. Motor induksi sering juga disebut motor tidak serempak atau motor asinkron. Prinsip kerja motor induksi lihat Gambar 2.11 Ketika tegangan phasa U masuk ke belitan stator menjadikan kutub S (south = selatan), garis-garis gaya magnet mengalir melalui stator, sedangkan dua kutub lainnya adalah N(north = utara) untuk phasa V dan phasa W. Kompas akan saling tarik-menarik dengan kutub S.Berikutnya kutub S pindah ke phasa V, kompas berputar 120°, dilanjutkan kutub S pindah ke phasa W, sehingga pada belitan stator timbul medan magnet putar. Buktinya kompas akan memutar lagi menjadi 240°. Kejadian berlangsung silih berganti membentuk medan magnet putar sehingga kompas berputar dalam satu putaran penuh, proses ini berlangsung terus menerus. Dalam motor induksi kompas digantikan oleh rotor sangkar atau belitan yang akan berputar pada porosnya. Karena ada perbedaan putaran antara medan putar dengan putaran rotor, maka disebut motor induksi tidak serempak atau motor asinkron.

[image:30.596.235.390.529.697.2]
(31)

Untuk memperjelas prinsip kerja motor induksi tiga fasa, maka dapat dijabarkan dalam langkah – langkah berikut :

1. Pada keadaan beban nol Ketiga phasa stator yang dihubungkan dengan sumber tegangan tiga phasa yang setimbang menghasilkan arus pada tiap belitan phasa.

2. Arus pada tiap phasa menghasilkan fluksi bolak-balik yang berubah-ubah. 3. Amplitudo fluksi yang dihasilkan berubah secara sinusoidal dan arahnya tegak

lurus terhadap belitan phasa.

4. Akibat fluksi yang berputar timbul ggl pada stator motor yang besarnya adalah

e1 =

dt d

N Φ

1 ( Volt )

atau

E1 =4,44fN1Φ ( Volt )

5. Penjumlahan ketiga fluksi bolak-balik tersebut disebut medan putar yang berputar dengan kecepatan sinkron ns, besarnya nilai ns ditentukan oleh jumlah kutub p dan frekuensi stator f yang dirumuskan dengan

p f

ns =120× ( rpm )

6. Fluksi yang berputar tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor. Akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan induksi (ggl) sebesar E2 yang besarnya

(32)

dimana :

E2 = Tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam (Volt)

N2 = Jumlah lilitan kumparan rotor Фm = Fluksi maksimum(Wb)

7. Karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka ggl tersebut akan menghasilkan arus I2.

8. Adanya arus I2 di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya F pada rotor 9. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya F cukup besar untuk memikul

kopel beban, rotor akan berputar searah medan putar stator.

10. Perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekati kecepatan sinkron. Perbedaan kecepatan medan stator (ns) dan kecepatan rotor (nr) disebut slip (s) dan dinyatakan dengan

100% s

r s − × =

n n n s

11. Pada saat rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi pada kumparan rotor akan bervariasi tergantung besarnya slip. Tegangan induksi ini dinyatakan dengan E2s yang besarnya

E2s = 4,44sfN2Φm ( Volt )

dimana

E2s = tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar (Volt)

(33)

12. Bila ns = nr, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada kumparan rotor, karenanya tidak dihasilkan kopel. Kopel ditimbulkan jika

nr < ns.

2.7 Frekuensi Rotor

Ketika rotor masih dalam keadaan diam, dimana frekuensi arus pada rotor sama seperti frekuensi masukan ( sumber ). Tetapi ketika rotor akan berputar, maka frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar f '

yaitu,

r s n

n − =

P f'

120

, diketahui bahwa ns=

p f

120

Dengan membagikan dengan salah satu, maka didapatkan

s n

n n f f

s r

s − =

=

'

Maka f '= sf ( Hz )……….(2.2)

Telah diketahui bahwa arus rotor bergantung terhadap frekuensi rotor f '=

sf dan ketika arus ini mengalir pada masing – masing phasa di belitan rotor, akan memberikan reaksi medan magnet. Biasanya medan magnet pada rotor akan menghasilkan medan magnet yang berputar yang besarnya bergantung atau relatif terhadap putaran rotor sebesarsns.

(34)

yang konstan dan kecepatan medan putar ns yang konstan. Kedua Hal ini merupakan medan magnetik yang berputar secara sinkron. kenyataannya tidak seperti ini karena pada stator akan ada arus magnetisasi pada kumparannya.

2.8 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi

Untuk mempermudah analisis motor induksi, digunakan metoda rangkaian ekivalen per – fasa. Motor induksi dapat dianggap sebagai transformator dengan rangkaian sekunder berputar. Rangkaian ekivalen statornya dapat digambarkan sebagai berikut :

1

V

1

R

1

X

1

I

c

R Xm

0

I

c

I Im

2

I

1

E

Gambar 2.12 Rangkaian ekivalen stator motor induksi dimana :

V1 = tegangan terminal stator ( Volt )

E1 = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan ( Volt ) I1 = arus stator ( Ampere )

R1 = tahanan efektif stator ( Ohm ) X1 = reaktansi bocor stator ( Ohm )

Arah positif dapat dilihat pada rangkaian Gambar 2.12.

[image:34.596.229.431.344.457.2]
(35)

diperlukan untuk menghasilkan fluksi celah udara resultan, dan merupakan fungsi ggm E1.

Komponen arus penguat I0 terbagi atas komponen rugi – rugi inti IC yang sefasa dengan E1 dan komponen magnetisasi IM yang tertinggal 900 dari E1.

Hubungan antara tegangan yang diinduksikan pada rotor sebenarnya ( Erotor ) dan tegangan yang diinduksikan pada rotor ekivalen ( E2S ) adalah :

rotor S E E2 = 2 1 N N

= a

atau

E2S = a Erotor ………... ( 2.3 )

dimana a adalah jumlah lilitan efektif tiap fasa pada lilitan stator yang banyaknya a kali jumlah lilitan rotor.

Bila rotor – rotor diganti secara magnetik, lilitan – ampere masing – masing harus sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya Irotor dan arus I2S pada rotor ekivalen adalah :

I2S =

a Irotor

………. ( 2.4 )

sehingga hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip Z2S dari rotor ekivalen dan impedansi bocor frekuensi slip Zrotor dari rotor sebenarnya adalah :

Z2S = = S S I E 2 2 = rotor rotor I E a2 rotor Z

a2 …………( 2.5 )

(36)

Selanjutnya persamaan ( 2.5 ) dapat dituliskan : =

S S

I E

2 2

S

Z2 = R2+ jsX2 ………...( 2.6 )

dimana :

Z2S = impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap fasa dengan referensi ke stator ( Ohm).

R2 = tahanan efektif referensi ( Ohm )

sX2 = reaktansi bocor referensi pada frekuensi slip X2 didefinisikan sebagai harga reaktansi bocor rotor dengan referensi frekuensi stator ( Ohm ).

Reaktansi yang didapat pada persamaan (2.10) dinyatakan dalam cara yang demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi X2

didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan pada frekuensi stator.

Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron. Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi slip sebesar E2s dan ggl lawan stator E1. Bila bukan karena efek kecepatan, tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik dengan lilitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor adalah s kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator dan rotor adalah:

(37)

Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang dihasilkan komponen beban I2 dari arus stator, dan karenanya, untuk harga efektif

I2s= I2...(2.8) Dengan membagi persamaan (2.7) dengan persamaan (2.8) didapatkan:

= S S I E 2 2 2 1 I sE ………..(2.9)

Didapat hubungan antara persamaan (2.8) dengan persamaan (2.9), yaitu

= S S I E 2 2 2 1 I sE

= R2+ jsX2……...……....(2.10)

Dengan membagi persamaan (2.10) dengan s, maka didapat

2 1 I E = s R2

+ jX2……….………...……(2.11)

Dari persamaan (2.11) dapat dibuat rangkaian ekivalen untuk rotor.

Dari persamaan (2.6) , (2.7) dan (2.11) maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen pada rotor sebagai berikut :

s

E2 E1

2 R 2 sX 2 X s R2 2 R ) 1 1 ( 2 − s R 2

I I2

[image:37.596.159.541.522.604.2]

2 X 2 I 1 E

Gambar 2.13 Rangkaian ekivalen pada rotor motor induksi.

s R2 = s R2

+ R2- R2

s R2

= R2+ 2(1−1)

s

(38)

Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa pada masing – masing fasanya. Perhatikan gambar di bawah ini.

1

V

1 R 1 X 1 I c

R Xm

Φ

I

c

I

Im [image:38.596.150.493.171.293.2]

2 I 1 E 2 sX 2 I 2 R 2 sE

Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa

Untuk mempernudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada Gambar 2.14 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa akan dapat digambarkan sebagai berikut.

1

V

1

R X1

c R m X ' 2 X 1 E 1

I I0

c I m I 2 ' I s R2'

[image:38.596.185.489.453.597.2]
(39)

Atau seperti gambar berikut :

1

V

1

R X1

c R m X 2 ' R ' 2 X ) 1 1 ( ' 2 − s R 1 E 1

I I0

c I m I 2 ' I

Gambar 2.16 Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator motor induksi Dimana:

2 '

X = a2X2

2 '

R = a2R2

Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus peneralan yang sangat besar (30% sampai 40% dari arus beban penuh) dan karena reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen Rc

[image:39.596.184.480.114.244.2]
(40)

1

V

1

R X1

m X 2 ' R ' 2 X ) 1 1 ( ' 2 − s R 1 E 1

I I0

2 '

[image:40.596.151.477.87.232.2]

I

Gambar 2.17 Rangkaian ekivalen lain dari motor induksi

2.9 Disain Motor Induksi Tiga Fasa

Motor asinkron yang sering kita temukan sehari-hari misalnya adalah kipas angin, mesin pendingin, kereta api listrik gantung, dan lain sebagainya. Untuk itu perlu diketahui kelas-kelas dari motor tersebut untuk mengetahui unjuk kerja dari motor tersebut. Adapun kelas-kelas tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kelas A : Torsi start normal, arus start normal dan slip kecil

Tipe ini umumnya memiliki tahanan rotor sangkar yang rendah. Slip pada beban penuh kecil atau rendah namun efisiensinya tinggi. Torsi maksimum biasanya sekitar 21% dari torsi beban penuh dan slipnya kurang dari 21%. Motor kelas ini berkisar hingga 20 Hp.

2. Kelas B : Torsi start normal, arus start kecil dan slip rendah

(41)

3. Kelas C : Torsi start tinggi dan arus start kecil

Kelas ini memiliki resistansi rotor sangkar yang ganda yang lebih besar dibandingkan dengan kelas B. Oleh sebab itu dihasilkan torsi start yang lebih tinggi pada arus start yang rendah, namun bekerja pada efisisensi dan slip yang rendah dibandingkan kelas A dan B.

4. Kelas D : Tosi start tinggi, slip tinggi

Kelas ini biasanya memiliki resistansi rotor sangkar tunggal yang tinggi sehingga dihasilkan torsi start yang tinggi pada arus start yang rendah

[image:41.596.185.468.450.609.2]

Sebagai tambahan pada keempat kelas tersebut diatas, NEMA juga memperkenalkan disain kelas E dan F, yang sering disebut motor induksi soft-start, namun disain kelas ini sekarang sudah ditinggalkan.

(42)

2.10 Aliran Daya Motor Induksi

Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke rotor, sehingga daya yang melewati celah udara sama dengan daya yang diinputkan ke rotor. Daya total yang dimasukkan pada kumparan stator (Pin) dirumuskan dengan

θ cos 3 1 1

in V I

P = ( Watt )...( 2.13 )

dimana :

V1 = tegangan sumber (Volt)

I1 = arus masukan(Ampere)

θ = perbedaan sudut phasa antara arus masukan dengan tegangan sumber.

Daya listrik disuplai ke stator motor induksi diubah menjadi daya mekanik pada poros motor. Berbagai rugi – rugi yang timbul selama proses konversi energi listrik antara lain :

1. Rugi – rugi tetap ( fixed losses ), terdiri dari :

 rugi – rugi inti stator ( Pi )

Pi = C R

E12

. 3

( Watt ) ………..( 2.14 )

 rugi – rugi gesek dan angin 2. Rugi – rugi variabel, terdiri dari :

 rugi – rugi tembaga stator ( Pts )

(43)

 rugi – rugi tembaga rotor ( Ptr )

Ptr = 3. I22. R2 ( Watt ) ………..( 2.16 ) Daya pada celah udara ( Pcu ) dapat dirumuskan dengan :

Pcu = Pin – Pts – Pi ( Watt ) ………( 2.17 )

Jika dilihat pada rangkaian rotor, satu – satunya elemen pada rangkaian ekivalen yang mengkonsumsi daya pada celah udara adalah resistor R2 / s. Oleh karena itu daya pada celah udara dapat juga ditulis dengan :

Pcu = 3. I22. S

R2

( Watt ) ………..( 2.18 )

Apabila rugi – rugi tembaga dan rugi – rugi inti dikurangi dengan daya input motor, maka akan diperoleh besarnya daya listrik yang diubah menjadi daya mekanik.

Besarnya daya mekanik yang dibangkitkan motor adalah : Pmek = Pcu – Ptr ( Watt ) ………( 2.19 )

Pmek = 3. I22. S

R2

- 3. I22. R2

Pmek = 3. I22. R2. (

s s

1 )

Pmek = Ptr x (

s s

1

) ( Watt ) ………( 2.20 )

Dari persamaan ( 2.16 ) dan ( 2.18 ) dapat dinyatakan hubungan rugi – rugi tembaga dengan daya pada celah udara :

(44)

Karena daya mekanik yang dibangkitkan pada motor merupakan selisih dari daya pada celah udara dikurangi dengan rugi – rugi tembaga rotor, maka daya mekanik dapat juga ditulis dengan :

Pmek = Pcu x ( 1 – s ) ( Watt ) ………( 2.22 )

Daya output akan diperoleh apabila daya yang dikonversikan dalam bentuk daya mekanik dikurangi dengan rugi – rugi gesek dan angin, sehingga daya keluarannya :

Pout = Pmek – Pa&g – Pb ( Watt ) …………( 2.23 )

Secara umum, perbandingan komponen daya pada motor induksi dapat dijabarkan dalam bentuk slip yaitu :

Pcu : Ptr : Pmek = 1 : s : 1 – s.

Gambar 2.18 menunjukkan aliran daya pada motor induksi tiga phasa :

[image:44.596.160.459.443.607.2]

Energi listrik konversi Energi mekanik

Gambar 2.19 Diagram aliran daya motor induksi

2.11 Efisiensi Motor Induksi Tiga Phasa

(45)

yang dinyatakan sebagai perbandingan / rasio daya output ( keluaran ) dengan daya input ( masukan ), atau dapat juga dirumuskan dengan :

Loss out out in loss in in out % 100 % 100 (%) P P P x P P P x P P + = − = =

η ×100%. ……….( 2.24 )

[image:45.596.199.420.367.458.2]

Ploss = Pin + Pi + Ptr + Pa & g + Pb ……….( 2.25 ) Pin = 3 . V1. I1. Cos φ1 ………( 2.26 ) Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa efisiensi motor tergantung pada besarnya rugi – rugi. Pada dasarnya metode yang digunakan untuk menentukan efisiensi motor induksi bergantung pada dua hal apakah motor itu dapat dibebani secara penuh atau pembebanan simulasi yang harus digunakan.

Gambar 2.20 Efisiensi pada motor induksi dimana :

Pcu = daya yang diinputkan ke rotor ( Watt ) Ptr = rugi – rugi tembaga rotor ( Watt )

Pmek = daya mekanik dalam bentuk putaran ( Watt )

(46)

2.12. Parameter Motor Induksi Tiga Fasa

Parameter rangkaian ekivalen dapat dicari dengan melakukan pengukuran pada percobaan tahanan DC, percobaan beban nol, dan percobaan rotor tertahan (block- rotor). Dengan penyelidikan pada setiap rangkaian ekivalen, percobaan beban nol motor induksi dapat disimulasikan dengan memaksimalkan tahanan

rotor

s R'2

. Hal ini bisa terjadi pada keadaan normal jika slip dalam nilai yang

minimum. Slip yang mendekati nol terjadi ketika tidak ada beban mekanis, dan mesin dikatakan dalam keadaan berbeban ringan.

Pengukuran rotor tertahan dilakukan dengan menahan rotor tetap diam. Pada kondisi ini slip bernilai satu yang merupakan nilai slip tertinggi untuk

kondisi motor, jadi nilai

s R'2

bernilai minimum. Untuk menentukan bentuk

rangkaian ekivalen, pola fluksi dianggap sinusoidal, demikian juga rugi-rugi yang diukur proporsional terhadap fluksi utama, dan kejenuhan diabaikan.

2.12.1 Percobaan DC

(47)

1. Kumparan hubungan Wye (Y)

Gambar rangkaian ketika kumparan motor induksi tiga phasa terhubung Y, dan diberi suplai DC dapat dilihat pada Gambar 2.21 di bawah ini.

a

b

c

RDC

RDC

RDC

VDC

[image:47.596.192.426.176.324.2]

+ -IDC

Gambar 2.21 Rangkaian phasa stator saat pengukuran DC hubungan Y

Harga R1DC dapat dihitung, untuk kumparan dengan hubungan Y, adalah sebagai berikut :

DC DC DC

1

2 1

I V

R = ( Ohm )...(2.27)

2. Kumparan Hubungan Delta (∆)

[image:47.596.194.418.569.684.2]

Gambar rangkaian ketika kumparan motor induksi tiga phasa terhubung delta dan diberi suplai DC, dapat dilihat pada Gambar2.22 di bawah ini.

(48)
[image:48.596.112.469.163.473.2]

Diketahui bahwa tahanan pada kumparan pada masing – masing phasa adalah sama, maka RA =RB =RC =R. Jadi gambar diatas dapat disederhanakan menjadi gambar berikut.

A

R

R

P

D C

V

D C

I

A I

Dimana RP= RB +RC

Jadi RA= A DC I V Dimana P A P DC A R R R I I + × =

IA IDC

3 2

= , maka

RADC=

DC DC

I V

3

2 = DC

DC I V × 2 3

Harga R1 ini dinaikkan dengan faktor pengali 1,1-1,5 untuk operasi arus bolak-balik, karena pada operasi arus bolak-balik resistansi konduktor meningkat karena distribusi arus yang tidak merata akibat efek kulit dan medan magnet yang melintasi alur.

DC

ac k R

R1 = × 1 ( Ohm )...(2.28)

Dimana k =faktor pengali, besarnya 1,1 – 1,5

(49)

beberapa kali pengukuran dan mengambil besar rata-rata dari semua pengukuran yang dilakukan.

2.12.2 Percobaan Beban Nol

Motor induksi dalam keadaan beban nol dibuat dalam keadaan berputar tanpa memikul beban pada rating tegangan dan frekuensinya. Besar tegangan yang digunakan ke belitan stator perphasanya adalah V1( tegangan nominal), arus masukan sebesarI0 dan dayanya P0. Nilai ini semua didapat dengan melihat alat ukur pada saat percobaan beban nol.

Dalam percobaan beban nol, kecepatan motor induksi mendekati

kecepatan sinkronnya. Dimana besar s  0, sehingga

s R2'

 ~ sehingga besar

(50)
[image:50.596.158.475.86.405.2]

Gambar 2.23 Rangkaian pada Saat Beban Nol

Iφ

Zm

V1

I1 = Iφ

Im Ic Rc jX1 R1 Xm s R'2 2

'

[image:50.596.165.474.88.224.2]

X

Gambar 2.24 Rangkaian ekivalen pada saat beban nol

Dengan tidak adanya beban mekanis yang terhubung ke rotor dan tegangan normal diberikan ke terminal, dari Gambar 2.24 didapat besar sudut phasa antara arus antara I0 dan V0 adalah :

      = − 0 0 0 1 0 I V P Cos θ ...(2.29)

Dimana: P0 =Pnl =daya saat beban nol perphasa

1 0 V

V = = tegangan masukan saat beban nol

= =Inl

I0 arus beban nol

(51)

E1=V1∠0o(Iϕ∠θ0)(R1+ jX1) (Volt )...(2.30)

ro

n adalah kecepatan rotor pada saat beban nol. Daya yang didissipasikan oleh

Rc dinyatakan dengan :

2 1 0 0

c P I R

P = − ( Watt )...(2.31)

1

R didapat pada saat percobaan dengan tegangan DC. Harga Rc dapat ditentukan dengan

0 2 1 c P E

R = (Ohm )...(2.32)

Dalam keadaan yang sebenarnya R1 lebih kecil jika dibandingkan dengan Xm dan juga Rc jauh lebih besar dari Xm, sehingga impedansi yang didapat dari percobaan beban nol dianggap jX1 dan jXmyang diserikan.

nl Z = 3 1 nl I V

j(X1 +Xm) ( Ohm )...(2.33)

Sehingga didapat 1 1 3 X I V X nl

m = − ( ohm )...(2.34)

3.12.3Percobaan Rotor Tertahan

Pada pengukuran ini rotor dipaksa tidak berputar (nr = 0, sehingga s = 1)

dan kumparan stator dihubungkan dengan tegangan seimbang. Karena slip s = 1,

maka pada Gambar 3.2, harga '2 ' 2

R s R

= . Karena R2' + jX2' << Rc jXm maka

(52)

motor induksi dalam keadaan rotor tertahan atau hubung singkat seperti ditunjukkan pada Gambar 2.25.

jX1+jX’2 R1 + R’2

[image:52.596.234.399.145.248.2]

V1 I1

Gambar 2.25 Rangkaian ekivalen pada saat rotor tertahan (S = 1)

Impedansi perphasa pada saat rotor tertahan (ZBR) dapat dirumuskan sebagai berikut:

BR BR

' 2 1 '

2 1

BR R R j(X X ) R jX

Z = + + + = + ( Ohm )...(2.35)

Pengukuran ini dilakukan pada arus mendekati arus rating motor. Data hasil pengukuran ini meliputi : arus input (I1 =IBR), tegangan input (V1 = VBR) dan daya

input perphasa ( PBR = Pin ). Karena adanya distribusi arus yang tidak merata pada

batang rotor akibat efek kulit, harga R2' menjadi tergantung frekuensi. Maka umumnya dalam praktek, pengukuran rotor tertahan dilakukan dengan mengurangi frekuensi eksitasi menjadi fBR untuk mendapatkan harga R2' yang sesuai dengan frekuensi rotor pada saat slip rating. Dari data-data tersebut, harga

BR

R dan XBR dapat dihitung :

2 1 BR BR

I P

R = (Ohm )...(2.36)

' 2 1 R

R

(53)

BR BR BR

I V

Z = (Ohm )...(2.38)

2 BR 2

BR

BR Z R

X = − (Ohm )...(2.39)

[image:53.596.134.489.278.486.2]

Untuk menentukan harga X1 dan X2 digunakan metode empiris berdasarkan IEEE standar 112. hubungan X1 dan X2 terhadap Xbr dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Distribusi empiris dari Xbr

Disain Kelas Motor

X1 X'2

A 0,5 Xbr 0,5 Xbr

B 0,4 Xbr 0,6 Xbr

C 0,3 Xbr 0,7 Xbr

D 0,5 Xbr 0,5 Xbr

Rotor Belitan 0,5 Xbr 0,5 Xbr

Di sini besar XBR harus disesuaikan dahulu dengan frekuensi rating f.

BR BR

'

X f

f X

BR

= (Ohm )...(2.40)

2 ' 1 '

X X

(54)

BAB III

KOMPONEN SIMETRIS DAN TORSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA DENGAN TAHANAN ROTOR TIDAK SEIMBANG

3.1 Komponen Simetris Tiga Fasa

Pada tahun 1918 salah satu cara yang paling ampuh untuk menangani rangkaian fasamajemuk (poly-phase = berfasa banyak) tak seimbang telah dibahas C.L. Fortescue di hadapan suatu sidang American Institute of Electrical Engineers. Sejak saat itu, metode komponen simetris menjadi sangat penting dan merupakan pokok pembahasan berbagai artikel dan penyelidikan uji coba. Gangguan tak simetris pada sistem transmisi, yang dapat terjadi karena hubungan singkat, impedansi antar saluran, impedansi dari satu atau dua saluran ke tanah, atau penghantar yang terbuka, dipelajari dengan metode komponen simetris ini.

(55)

Himpunan seimbang komponen itu adalah :

1. Komponen urutan-positif (positive sequence components) yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya, terpisah satu dengan yang lain dalam fasa sebesar120°, dan mempunyai urutan fasa yang sama seperti fasor aslinya. 2. Komponen urutan-negatif yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya,

terpisah satu dengan yang lain dalam fasa sebesar 120°, dan mempunyai urutan fasa yang berlawanan dengan fasor aslinya.

3. Komponen urutan nol yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya dan dengan penggeseran fasa nol antara fasor yang satu dengan yang lain.

Telah menjadi kebiasaan umum, ketika memecahkan permasalahan dengan menggunakan komponen simetris bahwa ketiga fasa dari sistem dinyatakan sebagai a, b, dan c dengan cara yang demikian sehingga urutan fasa tegangan dan arus dalam sistem adalah abc. Jadi, urutan fasa komponen urutan positif dari fasor tak seimbang itu adalah abc, sedangkan urutan fasa dari komponen urutan negatifadalah acb. Jika fasor aslinya adalah tegangan, maka tegangan tersebut dapat dinyatakan dengan Va, Vb, dan Vc. Ketiga himpunan komponen simetris dinyatakan dengan subskrip tambahan 1 untuk komponen urutan-positif, 2 untuk komponen urutan negatif, dan 0 untuk komponen urutan nol. Komponen urutan positif dari Va,Vb dan Vc adalah Va1, Vb1, dan Vc1. Demikian pula, komponen urutan negatif adalah Va2, Vb2, dan Vc2, sedangkan komponen urutan nol adalah Va0, Vb0, dan Vc0.

(56)

Karena setiap fasor tak seimbang, yang asli adalah jumlah komponen, fasor asli yang dinyatakan dalam suku-suku komponennya adalah :

Va = Va1 + Va2 + Va0 ... ( Pers 3.1 ) Vb = Vb1 + Vb2 + Vb0 ... ( Pers 3.2 ) Vc = Vc1 + Vc2 + Vc0 ... ( Pers 3.3 )

[image:56.596.114.571.307.460.2]

Sintesis himpunan tiga fasor tak seimbang dari ketiga himpunan komponen simetris dalam Gambar 3.1. diperlihatkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.1 Tiga himpunan fasor seimbang yang merupakan komponen simetris dari tiga fasor tak-seimbang

Gambar 3.2 Penjumlahan secara grafis komponen-komponen pada Gambar 3.1 untuk mendapatkan tiga fasor tak seimbang

[image:56.596.226.400.522.634.2]
(57)

penulisan cepat untuk menunjukkan perputaran fasor dengan 120°. Hasil-kali dua buahbilangan kompleks adalah hasil-kali besarannya dan jumlah sudut fasanya. Jikabilangan kompleks yang menyatakan fasor dikalikan dengan bilangan kompleks yang besarnya satu dan sudutnya �, bilangan kompleks yang dihasilkan adalah fasor yang sama besar dengan fasor aslinya tetapi fasanya tergeser dengan sudut �.memutar fasor yang dikenakannya melalui sudut �.

Kita sudah kenal dengan operator j, yang menyebabkan perputaran sebesar 90°, danoperator -1, yang menyebabkan perputaran sebesar 180°. Penggunaan operator j sebanyak dua kali berturut-turut akan menyebabkan perputaran melalui 90° + 90°,yang membawa kita pada kesimpulan bahwa j x j menyebabkan perputaran sebesar180°, dan karena itu kita ingat kembali bahwa j2 adalah sama dengan -1. Pangkat - pangkat yang lain dari operator j dapat diperoleh dengan analisis yang serupa. Huruf a biasanya digunakan untuk menunjukkan operator yang menyebabkan perputaran sebesar 120° dalam arah yang berlawanan dengan arah jarum jam.Operator semacam ini adalah bilangan kompleks yang besarnya satu dan sudutnya120° dan didefinisikan sebagai :

a = 1

∠���

° =

−�

.

+

��

.

���

Jika operator a dikenakan pada fasor dua kali berturut-turut, maka fasor itu akan diputar dengan sudut sebesar 240°. Untuk pengenaan tiga kali berturut-turut fasor akan diputar dengan 360°. Jadi,

= 1

∠���

° =

−�

.

� − ��

.

���

(58)
[image:58.596.229.431.120.255.2]

Gambar 3.3 memperlihatkan fasor yang melukiskan berbagai pangkat dari a.

Gambar 3.3 Diagram fasor berbagai pangkat dari operator a

Telah kita lihat pada Gambar 3.2 sintesis tiga fasor tak simetris dari tiga himpunan fasor simetris. Sintesis itu telah dilakukan sesuai dengan Persamaan (3.1) sampai dengan (3.3). Sekarang marilah kita periksa persamaan tersebut untuk menentukan bagaimana menguraikan ketiga fasor tak simetris itu menjadi komponen simetrisnya. Mula-mula, kita perhatikan bahwa banyaknya kuantitas yang diketahui dapat dikurangi dengan menyatakan masing-masing komponen Vb dan Vc sebagai hasil kali fungsi operator a dan komponen Va. Dengan berpedoman pada Gambar 3.1,hubungan berikut dapat diperiksa kebenarannya:

Persamaan 3.4 :

��=��

��=��

��=����

��=�����

��=���

��=���
(59)

��=���+���+���...( Pers 3.5 ) ��=�����+����+���...( Pers 3.6 ) ��=����+�����+���...( Pers 3.7 )

Atau dalam bentuk matrix :

����� ��� = � � � � � �� � � ���� ��� ��� ��� �

Untuk mempermudah kita misalkan :

A =

� � �

� ��

� � ��� ... ( Pers 3.8)

�−� = � ��

� � �

� � ��

� �� ... ( Pers 3.9 )

dan dengan memprakalikan kedua sisi persamaan (3.8) dengan persamaan (3.9) diperoleh: ������� ��� �= � �� � � � � � �� � �� �� �� �� ���

... ( Pers 3.10 )

yang menunjukkan pada kita bagaimana menguraikan tiga fasor tak simetris menjadi komponen simetrisnya. Hubungan ini demikian pentingnya sehingga kita dapat menulis masing-masing persamaan itu dalam bentuk yang biasa. Dari Persamaan (3.10), kita peroleh:

(60)

Jika diperlukan, komponen Vb0, Vb1, Vb2, Vc0, Vc1, dan Vc2, dapat diperoleh persamaan (3.4).

Persamaan (3.11) menunjukkan bahwa tidak akan ada komponen urutan-nol jika jumlah fasor tak seimbang itu sama dengan urutan-nol. Karena jumlah fasor tegangan antar saluran pada sistem tiga-fasa selalu nol, maka komponen urutan-nol tidak pernah terdapat dalam tegangan saluran itu, tanpa memandang besarnya ketidak seimbangannya. Jumlah ketiga fasor tegangan saluran ke netral tidak selalu harus sama dengan nol, dan tegangan ke netral dapat mengandung komponen urutan-nol.

Persamaan yang terdahulu sebenarnya dapat pula ditulis untuk setiap himpunan fasor yang berhubungan, dan kita dapat pula menuliskannya untuk arus sebagai ganti tegangan. Persamaan tersebut dapat diselesaikan baik secara analitis maupun secara grafis. Karena beberapa persamaan yang terdahulu sangat mendasar, marilah kita tuliskan ringkasannya untuk arus-arus:

Ia = Ia1 + Ia2 + Ia0 ………...( Pers 3.14 ) Ib = Ib1 + Ib2 + Ib0 ………..( Pers 3.15 ) Ic = Ic1 + Ic2 + Ic0………...( Pers 3.16 )

��0 = 13 ( �� + �� + �� )...( Pers 3.17 )

��1 = 13 ( �� + ��� + �2�� ) ...( Pers 3.17 )

��2 = 13 ( �� + �2 �� + a�� ) ...( Pers 3.19 )

(61)

�� + ��+ ��= ��...( Pers 3.20 )

Dengan membandingkan Persamaan (3.17) dan (3.20) kita peroleh:

�� = 3 ��� ...( Pers 3.21 )

Jika tidak ada jalur yang melalui netral dari sistem tiga-fasa, In, adalah nol, dan arus saluran tidak mengandung komponen urutan-nol. Suatu beban dengan hubungan tidak menyediakan jalur ke netral, dan karena itu arus saluran yang mengalir ke beban yang dihubungkan △ tidak dapat mengandung komponen urutan-nol.

3.2 Torsi Motor Induksi Tiga Fasa Dengan Tahanan Rotor yang Tidak Seimbang

[image:61.596.218.430.538.700.2]

Belitan pada rotor dapat dilengkapi dengan resistansi eksternal 3 fasa yang mungkin belum seimbang. Dan juga, batangan yang rusak pada cangkang rotor dapat menyebabkan tahanan belitan motor yang tidak seimbang. Gambar 3.4 menunjukan sebuah kumparan rotor yang mempunyai tahanan belitan yang tidak seimbang.

(62)

Pada pokok bahasan sebelumnya telah di jelaskan bahwa jika ada suatu rangkaian tiga fasa yang mempunyai tahanan yang tidak seimbang maka akan timbul komponen simetris pada rangkaian itu. Maka akan ada komponen simetris pada rangkaian rotor diatas yang besarnya ditunjukan pada persamaan dibawah ini :

���0 = 13 ( ��� + ��� + ��� )...( Pers 3.22 ) ���1 = 13 ( ��� + a ��� + �2��� ) ...( Pers 3.23 ) ���2 = 13 ( ��� + �2 ��� + a��� ) = 0 ...( Pers 3.24 )

Dari persamaan di atas maka didapat besar arus di rotor (I2) untuk urutan positif (I21) dan urutan negatif (I22), dan juga di dapatkan tegangan di rotor (�2) sebesar :

��� = -������ ; ��� = -������ ; ��� = -������...( Pers 3.25 )

Pada pendekatan pertama, semua arus rotor mempunyai frekuensi f2=Sf1 pada keadaan steady (tetap). Gerak gaya magnet maju, dihasilkan oleh Iar1, Ibr1, Icr1, berinteraksi seperti biasa dengan belitan.

�21�2− �21 = −��1��21 ; �21= �2�21+ ���11...( Pers 3.26) �11�1− �11 = −��1�11 ; �11= �1�11+ ���21

11

=

−��1���11+��

�1+��1�1 ...( Pers 3.27 )

Komponen gaya gerak magnet yang mundur dari arus rotor yang berputar terhadap stator terdapat pada kecepatan �′. Adapun �′ adalah :

��′= n – S = ( 1 - 2S )

(63)

�22�2 − �22 = −��1��22 ; �22= �2�22+ ���12...(Pers 3.28)

121 = −��1(1−2�)�12 ; �12= �112+ �22

12

=

−��1(1−2�) ���22

�1+��1(1−2�)� ...( Pers 3.29)

Dimana :

�1= ��+ �� ; �2= ��+ ��

Dimana :

21 = Arus forward rotor (Amper)

�22 = Arus backward rotor (Amper) �11 = Arus forward stator (Amper) �12 = Arus backward stator (Amper)

2 = Tahanan rotor (Ω)

�1 = Tahanan stator (Ω)

�21= Tegangan fordward rotor (Volt)

22= Tegangan backward rotor (Volt) � = Tegangan sumber (Volt)

�1 = Induktansi mutual stator (H)

2= Induktansi mutual rotor (H)

�� = Induktansi rotor (H) �� = Induktansi stator (H)

= Induktansi magnetic (H)

1 = Kecepatan sudut frekuensi dari arus phasa (rad/s) ; �1= 2 ��1 Dimana �1 = Jumlah pasang kutub

(64)

22 = Fluks lingkage rotor urutan negatif (Wb) � = Slip

Diketahui torsi adalah : Te = ��

;

=

1

�1 (Rad/s)

=

3�1�2 2

2

1� ...(Pers 3.30) Dari pers 3.26, apabila rotor di hubung singkat maka tegangan di rotor (�2) = 0 , maka :

�21�2 =−��1��21 ...(Pers 3.31)

Dengan menambah kan �21∗ (�21 conjugate) ke persamaan 3.31 di atas maka :

�21∗�21�2 = −��1��21�21∗...(Pers 3.32)

Dengan menggabungkan bilangan real dan imaginer bilangan di atas didapat persamaan :

�21∗�21�2+��1��21�21∗...(Pers 3.33)

Maka � adalah :

Real = 3 (�21∗�212 )

Imaginer = 3 ��1��2121∗...(Pers 3.34)

Subsitusikan Persamaan (3.30) ke Persamaan (3.34), maka didapat :

(65)

Dengan menurunkan persamaan di atas maka didapat : Te = 3 �1 ���� [(�221+ �11)�21∗] = 3 �1 ���� (�1121∗)

= 3 �1 ����� (�1121∗) ...(Pers 3.36)

Persamaan di atas juga berlaku untuk Persamaan (3.28) yang menghasilkan torsi lawan.

Maka ekspresi torsi adalah :

��= 3 ����[����� (��� ��� ∗) + ����� (��� ��� ∗)] = ���+���...(Pers 3.37)

Dimana torsi adalah penjumlahan dari maju (��� ) dan torsi mundur (�� ). Untuk

��� menggunakan komponen simetris urutan “1” dan untuk ��� memakai

[image:65.596.186.456.468.690.2]

komponen simetris urutan “2”.

(66)
(67)

BAB IV

PENGUJIAN MOTOR INDUKSI DENGAN BEBAN ROTOR YANG TIDAK SEIMBANG

4.1 Umum

Sebelum melakukan pengujian motor induksi dengan beban rotor tidak seimbang, dibutuhkan beberapa parameter dari meotor induksi yang akan di gunakan. Untuk mendapatkan parameter dari motor induksi tiga fasa, maka dapat dihitung dari data yang didapat dari percobaan beban nol, rotor tertahan ( block rotor ), dan percobaan tahanan DC. Pada percobaan beban nol dimana tidak ada beban yang terhubung pada poros rotor sehingga putaran rotor dikatakan maksimum. Percobaan rotor tertahan ( block rotor ) harus dilakukan jauh dibawah keadaan nominal, karena dengan tegangan stator yang kecil sudah menghasilkan arus yang besar pada rotor. Dipercobaan rotor tertahan putaran rotor dikatakan dalam keadan minimum (nr= 0 ). Untuk percobaan tahanan DC dimana pada percobaan ini akan mengukur besarnya tahanan DC pada kumparan motor.

4.2 Peralatan Yang Digunakan

Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 1. Motor induksi tiga fasa

tipe : rotor belitan

(68)

- 1410 rpm, 50 Hz - isolasi B

2. Amper meter 3. Volt Meter 4. Tahanan Geser 5. Watt Meter 3φ

6. Sumber tegangan AC dan DC

4.3 Percobaan Untuk Mendapatkan Parameter – Parameter Motor Induksi Tiga Fasa

Untuk dapat menentukan parameter motor induksi tiga fasa jenis rotor belitan, maka dapat dilakukan dengan percobaan berikut ini :

4.3.1 Percobaan Tahanan DC

A. Percobaan Tahanan DC Pada Belitan Stator 1. Rangkaian Percobaan

A

V U

V

W +

-VDC Variabel

Ru

Rv

[image:68.596.119.484.483.658.2]

Rw

Gambar – 4.1

(69)

2. Prosedur Percobaan

1. Hubungan belitan stator dibuat hubungan Y. yang akan diukur adalah dua dari ketiga belitan stator.

2. Rangkaian belitan stator dihubungkan dengan suplai tegangan DC 3. Tegangan DC suplai dinaikkan sampai pada nilai tertentu.

4. Ketika tegangan menunjukkan pada besaran 15,4 Volt, penunjukan alat ukur voltmeter dan amperemeter dicatat

5. Jika telah selesai rangkaian dilepas. 3. Data Hasil Percobaan

Rdc =

I V

(Ω)

Phasa V (volt) I (Ampere)

U – V 12,89 4,2

Tabel 4.1 Data hasil percobaan tahanan dc pada belitan stator

4. Analisa Data

Untuk data di atas di peroleh : Rdc =

I V

= 12,89

4,2

= 3,07 Ω

(70)

Rdc = 3,07

2

=

1.535 Ω Rac = 1.2 x 1.535 = 1.842 Ω Maka tahanan stator adalah

Rs = 1.842 Ω

B. Percobaan Tahanan DC pada Belitan Rotor 1. Rangkaian Percobaan

Gambar 4.2 Gambar percobaan tahanan DC pada rotor

2. Prosedur Percobaan

1. Hubungan belitan rotor dibuat hubungan Y, yang akan diukur adalah dua dari ketiga belitan rotor.

2. Rangkaian belitan rotor dihubungkan dengan suplai tegangan DC

(71)

4. Ketika tegangan menunjukkan pada besaran 3,5 Volt, penunjukan alat ukur voltmeter dan amperemeter dicatat

5. Jika telah selesai Rangkaian dilepas. 3. Data Hasil Percobaan

Phasa V (volt) I (Ampere)

K – M 2,38 3,4

Tabel 4

Gambar

Gambar  2.1 Penampang rotor dan stator motor induksi
Gambar  2.2 Menggambarkan  komponen stator motor induksi tiga phasa.
Gambar 2.3 Rotor sangkar, (a) Tipikal rotor sangkar
Gambar 2.5 Cincin slip
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum melakukan pengujian motor induksi tiga fasa pada kondisi operasi satu fasa dengan penambahan kapasitor, dibutuhkan beberapa parameter dari motor induksi tiga fasa yang

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menganalisis pengaruh jatuh tegangan terhadap kinerja khususnya pada torsi, efisiensi, dan putaran motor induksi

“Analisis Pengaruh Beban Tidak Seimbang Terhadap Torsi dan Putaran Motor Induksi Tiga Fasa”.. Mesin Bolak-balik Yogyakarta:

Pengoperasian motor induksi tiga fasa biasanya menggunakan sistem tiga fasa, jika pengoperasian motor induksi tersebut dioperasikan pada kondisi satu fasa maka akan ada

Pengoperasian motor induksi tiga fasa pada kondisi satu fasa dapat dilakukan dengan cara membagi kumparan motor induksi tiga fasa menjadi kumparan bantu dan kumparan utama

PERANCANGAN PARAMETER PADA MOTOR INDUKSI TIGA FASA TIPE ROTOR BELITAN UNTUK PENINGKATAN UNJUK KERJA..

Jika pada belitan stator diberi tegangan tiga fasa, maka pada stator akan dihasilkan arus tiga fasa, arus ini menghasilkan medan magnetik yang berputar dengan kecepatan

Media pembelajaran ini menggunakan sistem pengasutan motor induksi tiga fasa rotor sangkar dengan menggunakan komponen tahanan asut, dengan media ini diharapkan