• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Variasi Komposisi Bahan Pembuat Briket Kotoran Sapi Dan Limbah Pertanian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Variasi Komposisi Bahan Pembuat Briket Kotoran Sapi Dan Limbah Pertanian"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

UJI VARIASI KOMPOSISI BAHAN PEMBUAT BRIKET

KOTORAN SAPI DAN LIMBAH PERTANIAN

HASRIL AMRI LUBIS 050308011

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

UJI VARIASI KOMPOSISI BAHAN PEMBUAT BRIKET

KOTORAN SAPI DAN LIMBAH PERTANIAN

SKRIPSI

Oleh:

HASRIL AMRI LUBIS 050308011

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

UJI VARIASI KOMPOSISI BAHAN PEMBUAT BRIKET

KOTORAN SAPI DAN LIMBAH PERTANIAN

SKRIPSI

Oleh:

HASRIL AMRI LUBIS 050308011

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Ainun Rohanah, STP, M.Si Ir. Edi Susanto, M.Si

Ketua Anggota

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

UJI VARIASI KOMPOSISI BAHAN PEMBUAT BRIKET

KOTORAN SAPI DAN LIMBAH PERTANIAN

SKRIPSI

Oleh:

HASRIL AMRI LUBIS 050308011

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul Skripsi : Uji Variasi Komposisi Bahan Pembuat Briket Kotoran Sapi Dan Limbah Pertanian

Nama : HASRRIL AMRI LUBIS

NIM : 050308011

Program Studi : Keteknikan Pertanian

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Mengetahui

Tanggal Lulus: Juni 2011

Ir. Edi Susanto, M. Si Anggota Ainun Rohanah, STP, M.Si.

Ketua

Ir. Edi Susanto, M.si

(6)

ABSTRAK

HASRIL AMRI LUBIS: “Uji Variasi Komposisi Bahan Penyusun Briket Kotoran Sapi Dan Limbah Pertanian”, dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan EDI SUSANTO.

Briket bioarang merupakan salah satu bahan bakar yang berasal dari biomassa. Biomassa yang digunakan dalam penelitian ini kotoran sapi dan limbah pertanian . Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan kotoran sapi dan limbah pertanian sebagai bahan bakar alternatif sesuai dengan standar mutu briket. Pengujian yang dilakukan adalah dengan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor yaitu konsentrasi kotoran sapi (20, 30 dan 40 %) dan jenis limbah pertanian (tempurung dan sekam). Parameter yang diamati adalah kadar air, kadar abu dan nilai kalor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kotoran sapi memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar air dan nilai kalor, tetapi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar abu. Limbah pertanian memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu dan nilai kalor. Interaksi perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar abu, dan memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar air dan nilai kalor. Hasil menunjukkan kadar air, kadar abu dan nilai kalor telah memenuhi mutu standar nasional Indonesia,

Kata kunci : Briket Bioarang, Biomassa, tempurung, sekam, Konsentrasi kotoran sapi, limbah pertanian,

ABSTRACT

HASRIL AMRI LUBIS “Ingredients Variation Test of Cow Manure And Compost Heap Briquettes” Supervised by AINUN ROHANAH and EDI SUSANTO.

Bio-Carbon Briquette is one of the fuels derived from biomass. Biomass used in this research are Cow Manure and compost heap. The aim of this research was to utilize waste biomass of cow manure and compost heap, as an alternative fuel briquettes in accordance to standard quality. A factorial completely randomized design was used with 2 factors. i.e. concentrating on cow manure (20, 30 and 40%) and kind of compost heap (piece of coconut shell and husk). Parameters observed were water content, ash content and calorific value,.

The results showed that the concentration of cow manure had no effect on the water content and calorific value, but had highly significantly affected the ash content. The compost heap had highly significantly affected the water content, ash content and calorific value. The interaction of treatment had highly significantly affected the ash content and had no effect on water content and calorific value. The results showed that water content, ash content and calorific value has fullfilled the National Standard Quality of Indonesia.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 20 November 1987 dari ayah alm. Hasmi Ali Lubis dan ibu Misnawaty Nasution. Penulis merupakan anak ke-dua dari enam bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 15, Medan dan pada tahun 2005 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMDK.

Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan

Mahasiswa Teknik Pertanian, sebagai anggota organisasi Agriculture Technology Moslem, Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi ekstrauniversitas di

Himpunan Mahasiswa Islam Sekretariat Fakultas Pertanian USU sebagai Pengurus Bidang Kepemudaan.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Pabrik Kelapa

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang

Maha Kuasa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Uji Kehalusan Bahan dan Konsentrasi Perekat Briket Biomassa Kulit Durian terhadap Karakteristik Mutu Briket”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada Ibu Ainun Rohanah, STP, M.Si dan Bapak Ir. Edi Susanto, M. Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan

judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf

pengajar dan pegawai di Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata,

penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, April 2011

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

RIWAYATHIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... 45

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ...

2

Kegunaan Penelitian ... 2

Pencetakan dan Pengempaan Briket ... 12

Pengeringan Briket ... 14

(10)

Tahap Pembuatan Briket ... 18

Tahap Pengujian Briket... 21

Kadar Air ... 16

Kadar Abu ... 22

Nilai Kalor ... 22

HASIL DAN PEMBAHASA Kadar Air ... 24

Hubungan Limbah Pertanian Terhadap Kadar Air ... 25

Kadar Abu ... 26

Hubungan Kotoran Sapi Terhadap Kadar Abu ... 28

Hubungan Limbah Pertanian Terhadap Kadar Abu ... 29

Hubungan kotoran sapi dengan kadar abu pada ... 30

pemberian berbagai jenis limbah pertanian... 30

Nilai Kalor ... 31

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi Kimia Sekam ... 6

2. Komposisi Kimia Jerami ... 7

3. Karakteristik Tempurung Kelapa ... 7

4. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa ... 7

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Grafik pengaruh kehalukotoran sapi terhadap nilai kalor (kal/gr)... 30

2. Grafik pengaruh limbah pertanian terhadap nilai kalor (kal/gr) ... 32

3. Grafik pengaruh kotoran sapi terhadap kadar air (%) ... 35

4. Grafik pengaruhlimbah pertanian terhadap kadar air (%) ... 36

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Flowchart Penelitian

2. Massa briket setelah diovenkan (gram) 3. Massa air yang telah diuapkan (gram) 4. Data Pengamatan Kadar Air

5. Massa abu (gram)

6. Data Pengamatan Kadar Abu 7. Data Pengamatan Nilai Kalor 8. Bahan Pembuat Briket

(14)

ABSTRAK

HASRIL AMRI LUBIS: “Uji Variasi Komposisi Bahan Penyusun Briket Kotoran Sapi Dan Limbah Pertanian”, dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan EDI SUSANTO.

Briket bioarang merupakan salah satu bahan bakar yang berasal dari biomassa. Biomassa yang digunakan dalam penelitian ini kotoran sapi dan limbah pertanian . Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan kotoran sapi dan limbah pertanian sebagai bahan bakar alternatif sesuai dengan standar mutu briket. Pengujian yang dilakukan adalah dengan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor yaitu konsentrasi kotoran sapi (20, 30 dan 40 %) dan jenis limbah pertanian (tempurung dan sekam). Parameter yang diamati adalah kadar air, kadar abu dan nilai kalor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kotoran sapi memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar air dan nilai kalor, tetapi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar abu. Limbah pertanian memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu dan nilai kalor. Interaksi perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar abu, dan memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar air dan nilai kalor. Hasil menunjukkan kadar air, kadar abu dan nilai kalor telah memenuhi mutu standar nasional Indonesia,

Kata kunci : Briket Bioarang, Biomassa, tempurung, sekam, Konsentrasi kotoran sapi, limbah pertanian,

ABSTRACT

HASRIL AMRI LUBIS “Ingredients Variation Test of Cow Manure And Compost Heap Briquettes” Supervised by AINUN ROHANAH and EDI SUSANTO.

Bio-Carbon Briquette is one of the fuels derived from biomass. Biomass used in this research are Cow Manure and compost heap. The aim of this research was to utilize waste biomass of cow manure and compost heap, as an alternative fuel briquettes in accordance to standard quality. A factorial completely randomized design was used with 2 factors. i.e. concentrating on cow manure (20, 30 and 40%) and kind of compost heap (piece of coconut shell and husk). Parameters observed were water content, ash content and calorific value,.

The results showed that the concentration of cow manure had no effect on the water content and calorific value, but had highly significantly affected the ash content. The compost heap had highly significantly affected the water content, ash content and calorific value. The interaction of treatment had highly significantly affected the ash content and had no effect on water content and calorific value. The results showed that water content, ash content and calorific value has fullfilled the National Standard Quality of Indonesia.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Energi fosil khususnya minyak bumi, merupakan sumber energi utama dan merupakan sumber devisa negara. Krisis BBM baru-baru ini menunjukkan

cadangan energi fosil yang dimiliki Indonesia terbatas jumlahnya. Fakta menunjukkan konsumsi energi terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Terbatasnya sumber energi fosil

menyebabkan perlunya pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi yang disebut pengembangan energi hijau. Yang dimaksud dengan energi

terbarukan di sini adalah energi non-fosil yang berasal dari alam dan dapat diperbaharui. Bila dikelola dengan baik, sumber daya itu tidak akan habis.

Di Indonesia pemanfaatan energi terbarukan dapat digolongkan dalam tiga

kategori, yang pertama adalah energi yang sudah dikembangkan secara komersial, seperti biomassa, panas bumi dan tenaga air, yang kedua, energi yang sudah

dikembangkan tetapi masih secara terbatas, yaitu energi surya dan energi angin, dan yang terakhir, energi yang sudah dikembangkan, tetapi baru sampai pada tahap penelitian, misalnya energi pasang surut. Salah satu sumber energi alternatif

adalah energi biomassa berasal dari bahan organik dan sangat beragam jenisnya. Sumber energi biomassa dapat berasal dari tanaman perkebunan atau pertanian,

hutan, peternakan atau bahkan sampah. Energi dari biomassa dapat digunakan untuk menghasilkan panas, membuat bahan bakar dan membangkitkan listrik. Teknologi pemanfaatan energi biomassa yang telah dikembangkan terdiri dari

(16)

Hasil konversi biomassa ini dapat berupa gas biomassa, bioetanol,

bioarang dan bahan bakar cair (Anonim, 2007).

Di Indonesia ternyata cukup banyak bahan bakar alternatif yang dapat dikembangkan, baik dengan penerapan teknologi tinggi maupun teknologi

sederhana. Dengan kondisi saat ini yang tidak menguntungkan, bahan bakar alternatif yang bisa dikembangkan dan ditawarkan kepada masyarakat harus

murah, mudah dibuat, mudah dicari sumber bahannya. Berdasarkan hal tersebut, dan superkarbon (briket) merupakan salah satu pilihan yang tepat saat ini sebagai alternatif pengganti BBM (Kurniawan dan Marsono, 2008).

Disamping itu, saat ini mulai banyaknya usaha dalam bidang peternakan, dapat mengakibatkan terakumulasinya limbah peternakan berupa feses (kotoran)

dan sisa pakan. Selama ini pemanfaatan dari feses dan sisa pakan untuk pupuk kandang atau campuran dalam pembuatan untuk menyuburkan tanaman. Namun bila ternyata jumlah limbah terlalu banyak dan tidak segera dimanfaatkan maka

akan dapat menimbulkan bau yang kurang sedap disamping dapat menimbulkan berbagai penyakit (Suryanta dan Widarto, 1995).

Kotoran sapi menghasilkan kalor sekitar 4000 kal/g dan gas metan (CH4)

yang cukup tinggi. Gas metan merupakan salah satu unsur penting dalam briket yang berfungsi sebagai penyulut, yaitu agar briket yang dihasilkan diharapkan

mudah terbakar. Limbah pertanian dapat menghasilkan energi kalor sekitar 6000 kal/g. Limbah pertanian yang terdiri dari sekam memiliki kadar karbon 1,33 %,

jerami mempunyai kadar karbon 2,71 %, dan tempurung kelapa memilik kadar karbon yang tinggi sebesar 18,80 % (Pancapalaga, 2008).

(17)

Untuk menguji pengaruh 3 taraf konsentrasi kotoran sapi dan jenis limbah pertanian terhadap karakteristik mutu briket.

Kegunaan Penelitian

- Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna bagi pihak- pihak yang berhubungan dengan teknologi tepat guna briket

bioarang.

Hipotesis Penelitian

- Diduga ada pengaruh konsentrasi kotoran sapi terhadap mutu briket yang dihasilkan.

- Diduga ada pengaruh jenis limbah pertanian terhadap mutu briket yang

dihasilkan.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Pertanian

Suprihatin (1999) danNisandi (2007) dalam Juhansa (2010), menyatakan bahwa berdasarkan asalnya limbah dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Limbah organik yaitu sampah yang terdiri dari bahan–bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam, atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lainnya. Limbah ini dengan mudah diuraikan

dalam proses alami.

2. Limbah anorganik yaitu sampah yang berasal dari sumber daya alam tidak

dapat diperbaharui seperti mineral dan minyak bumi atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam,

sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang lama.

Limbah pertanian merupakan bagian dari tanaman pertanian yang tersisa

setelah dipanen atau diambil hasil utamanya. Limbah pertanian dapat berbentuk bahan buangan tidak terpakai dan bahan sisa dari hasil pengolahan seperti

tempurung kelapa, serbuk gergaji, sekam padi, ampas tebu, dan jerami (Winarno et al., 1985).

Proses penghancuran limbah secara alami berlangsung lambat, sehingga

tumpukan limbah dapat mengganggu lingkungan sekitarnya dan berdampak

terhadap kesehatan manusia. Melalui pendekatan teknologi, limbah pertanian

dapat diolah lebih lanjut menjadi hasil samping yang berguna di samping produk

(19)

Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), di Indonesia banyak dijumpai

limbah organik sebagai hasil keluaran dari kegiatan industri dan pertanian. Semua bahan organik yang sudah berbentuk limbah yang telah mengalami perombakan dan masih memiliki sejumlah energi dapat diubah menjadi briket.

Briket (bioarang) merupakan smber energi biomassa yang ramah lingkungan dan biodegradable. Briket arang berfungsi sebagai pengganti bahan

bakar minyak, baik itu minyak tanah, maupun elpiji. Biomassa ini merupakan sumber energi masa depan yang tidak akan pernah habis, bahkan jumlahnya akan bertambah, sehingga sangat cocok sebagai sumber bahan bakar rumah tangga

(Basriyanta, 2007).

Sekam

Sekam padi merupakan lapisan keras yang membungkus butir gabah, terdiri atas dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan gabah, sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa

atau limbah penggilingan yang dapat memberi peluang usaha bila diolah lebih lanjut, pembuatan briket adalah salah satu pemanfaatannya. Dari proses

penggilingan gabah akan menghasilkan 16-28 % sekam

(Pancapalaga, 2008).

Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk

berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak, dan energi. Ditinjau

dari komposisi kimiawinya, sekam mengandung beberapa unsur penting seperti

terlihat pada Tabel 1. Komposisi kandungan kimia, sekam dapat dimanfaatkan

untuk: (1) bahan baku industri bahan bangunan, terutama kandungan silika (SiO2)

(20)

campuran pada industri bata merah, dan (2) sumber energi panas karena kadar

selulosanya cukup tinggi sehingga dapat memberikan pembakaran yang merata

dan stabil. Bahan baku sekam yang akan dipakai untuk produksi briket sebaiknya yang masih baru dan kering. Komposisi kimia sekam dapat dilihat di Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Sekam

Komponen Persentase (%)

Kadar Air 9,02

Sumber : Balai Penelitian Pascapanen Pertanian (2001) dalam Pancapalaga (2006)

Arang sekam memiliki kerapatan jenis (bulk density) 125 kg/m3, dengan nilai

kalori 3.300-3600 kal/g sekam. Pembakaran sekam akan menghasilkan rendemen arang 75,46 %, kadar air 7,35 %, dan kadar abu 1 % (Nugraha S. dan Setiawati J., 1999 dalam Pancapalaga, 2008).

Tempurung Kelapa

Tempurung kelapa merupakan bagian dari buah kelapa yang fungsinya

secara biologis adalah pelindung inti buah dan terletak di bagian sebelah dalam sabut dengan ketebalan berkisar antara 2-6 mm. Tempurung kelapa dikategorikan sebagai kayu keras tetapi mempunyai kadar lignin yang lebih tinggi dan kadar

selulosa lebih rendah dengan kadar air sekitar 6-9 % (Pranata, 2007) Karakteristik tempurung kelapa dapat dilihat di Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Kimia Tempurung Kelapa

Komponen Persentase (%)

Kadar Air 7,8

Kadar Abu 0,4

(21)

Sumber :Pranata (2007)

Tempurung kelapa yang termasuk kayu keras, secara kimiawi memiliki komposisi yang sama dengan kayu yaitu tersusun dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Komposisi kimia tempurung kelapa dapat dilihat di Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa

Komponen Persentase (%)

Lignin 36,51

Hemiselulosa 19,27

Selulosa 33,61

Sumber :Pranata (2007)

Kotoran Sapi

Limbah ternak adalah sisa buangan suatu kegiatan usaha peternakan

seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, dan pengolahan produk ternak. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, dan tanduk.

Berkembangnya usaha peternakan mengakibatkan banyaknya limbah yang dihasilkan, selain menghasilkan feses dan urine, dari proses pencernaan ternak

menghasilkan gas metan (CH4) yang cukup tinggi. Gas metan ini adalah salah satu

unsur yang diperlukan dalam pembuatan briket.

Menurut Lingaiah dan Rajasekaran (1986) dalam Pancapalaga (2008),

berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa kotoran sapi mengandung selulosa (22,59 %), hemiselulosa (18,32 %), lignin (10,20 %), total karbon organik (34,72

%), total nitrogen (1,26 %), ratio C:N (27,56:1), P (0,73 %), dan K (0,68 %). Perekat Tapioka

Perekat tepung tapioka umum digunakan sebagai bahan perekat pada

(22)

membuatnya mudah yaitu cukup mencampurkan tepung tapioka dengan air, lalu

didihkan. Selama pemanasan tepung diaduk terus agar tidak menggumpal. Warna tepung yang putih akan berubah menjadi transparan setelah beberapa menit dipanaskan dan terasa lengket di tangan.

Pemilihan perekat berdasarkan pada, perekat harus memiliki daya rekat yang baik, perekat harus mudah didapat dalam jumlah banyak dan harganya

murah, dan perekat tidak boleh beracun dan berbahaya (Subroto, 2006).

Menurut Sudrajat dan Soleh (1994) dalam Capah (2007), perekat tapioka dalam penggunaanya menimbulkan asap yang relatif sedikit dibandingkan bahan perekat

lainnya. Perekat tapioka akan menghasilkan briket yang nilainya rendah dalam hal kerapatan, keteguhan tekan, kadar abu dan zat mudah menguap, tetapi akan lebih

tinggi dalam hal kadar air, kadar karbon dan nilai kalor.

Penggunaan perekat tepung tapioka memiliki keuntungan antara lain menghasilkan kekuatan rekat kering yang tinggi. Namun perekat ini memiliki

kelemahan, antara lain ketahanan terhadap air rendah, mudah diserang jamur, bakteri dan binatang pemakan pati. Kandungan kimia tepung tapioka dapat dilihat

pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Tapioka

Komponen Persentase (%)

Kadar Air 8-9

Kadar Abu 0,1-0,8

Protein 0,3-1,0

Lemak 0,1-0,4

Serat Kasar 81-89

(23)

Karbonisasi

Karbonisasi atau pengarangan adalah proses mengubah bahan menjadi karbon berwarna hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup dengan udara yang terbatas atau seminimal mungkin. Proses pembakaran dikatakan sempurna

jika hasil pembakaran berupa abu dan seluruh energi di dalam bahan organik dibebaskan ke lingkungan dengan perlahan. Secara ringkas proses karbonisasi

dapat ditampilkan dalam bagan (Kurniawan dan Marsono 2008).

a. Pembakaran Sempurna

b. Pembakaran Tidak Sempurna

Menurut Hasani (1996) dalam Pancapalaga (2008), proses karbonisasi

merupakan salah satu tahap yang penting dalam pembuatan briket. Pada umumnya proses ini dilakukan pada temperatur 500–800 oC.

Karbonisasi merupakan suatu proses pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan organik dengan jumlah oksigen yang sangat terbatas, yang menghasilkan arang serta menyebabkan penguraian senyawa organik yang

menyusun struktur bahan berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin serta membentuk uap air, methanol, uap-uap asam asetat dan hidrokarbon. Dengan

adanya proses karbonisasi maka zat-zat terbang yang terkandung dalam briket diturunkan serendah mungkin sehingga produk akhirnya tidak berbau dan berasap.

Abu Energi

Bahan

Arang Energi

(24)

Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), pelaksanaan karbonisasi

meliputi teknik yang paling sederhana hingga yang paling canggih. Metode karbonisasi yang paling sederhana dilakukan adalah metode pengarangan di dalam drum. Arang yang dihasilkan lebih hitam jika dibandingkan dengan metode

pengarangan lainnya dan rendemen yang dicapai mendekati angka 50–60 % dari berat semula. Drum bekas aspal atau oli yang masih baik digunakan untuk

membuat arang. Bagian alas drum dilubangi kecil-kecil dengan paku atau bor besi dengan jarak 1 cm x 1 cm, selanjutnya bahan baku dimasukkan ke dalam drum, lalu api dinyalakan lewat bawah drum yang berlubang. Apabila asap mulai keluar,

berarti pembakaran bahan baku telah berlangsung.

Briket

Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), briket merupakan gumpalan arang yang terbuat dari bahan lunak yang dikeraskan. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket arang adalah berat jenis bahan atau berat jenis serbuk

arang, kehalusan serbuk, suhu karbonisasi, tekanan pengempaan, dan pencampuran formula bahan baku briket. Proses pembriketan adalah proses

pengolahan yang mengalami perlakuan penumbukan, pencampuran bahan baku, pencetakan dengan sistem hidrolik dan pengeringan pada kondisi tertentu, sehingga diperoleh briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia

tertentu.

(25)

tentunya harus mengacu pada segmen pasar agar dicapai nilai ekonomi, teknis dan

lingkungan yang optimal. Pembriketan bertujuan untuk memperoleh suatu bahan bakar yang berkualitas yang dapat digunakan untuk semua sektor sebagai sumber energi pengganti. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan di dalam pembuatan

briket antara lain (Himawanto, 2003) adalah :

1. Bahan Baku

Briket dapat dibuat dari bermacam-macam bahan baku, seperti ampas tebu, sekam padi, serbuk gergaji, dll. Bahan utama yang harus terdapat di dalam bahan

baku adalah selulosa. Semakin tinggi kandungan selulosa semakin baik kualitas briket, briket yang mengandung zat terbang yang terlalu tinggi

cenderung mengeluarkan asap dan bau tidak sedap. 2. Bahan Perekat

Untuk merekatkan partikel-partikel zat dalam bahan baku pada proses pembuatan

briket maka diperlukan zat perekat sehingga dihasilkan briket yang kompak. Teknologi pembriketan secara sederhana didefinisikan sebagai proses

densifikasi untuk memperbaiki karakteristik bahan baku. Sifat-sifat penting dari briket yang mempengaruhi kualitas bahan bakar adalah sifat fisik, kimia dan daya tahan briket, sebagai contoh adalah karakteristik densitas, ukuran briket,

kandungan air, dan kadar abu.

Energi yang terkandung dalam briket tergantung dari konsentrasi metana

(CH4). Semakin tinggi kandungan metana maka, semakin besar kandungan energi

(26)

Syarat briket yang baik adalah briket yang permukaannya halus dan tidak

meninggalkan bekas hitam di tangan. Selain itu, sebagai bahan bakar briket juga harus memenuhi kriteria : (1) mudah dinyalakan, (2) emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun, (3) kedap air dan tidak berjamur bila disimpan dalam

waktu yang lama, dan (4) menunjukkan upaya laju pembakaran yang baik.

Briket yang baik juga harus memenuhi standard yang telah ditentukan

Kualitas briket yang dihasilkan menurut standar mutu Inggris dan Jepang dapat dilihat pada tabel berikut. Sebagai data pembanding, sehingga dapat diketahui

kualitas briket yang dihasilkan dalam penelitian ini. Kualitas mutu briket dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kualitas Mutu Briket Arang

Jenis Analisa

Briket Arang

Inggris Jepang Amerika Indonesia

Kadar Air (%) 3,59 6 - 8 6,2 7,57

Kadar Abu (%) 5,9 3 – 6 8,3 5,51

Kerapatan (gr/cm3) 0,48 1 – 1,2 1 0,4407

Nilai Kalor (kal/gr) 7289 6000 – 7000 6230 6814,11 Sumber: Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1994) dalam Bahri, S (2007)

Pencetakan dan Pengempaan Briket

Pencetakan bertujuan memperoleh bentuk yang seragam dan memudahkan dalam pengemasan serta penggunaannya. Pencetakan briket akan memperbaiki penampilan dan menambah nilai ekonomisnya. Ada berbagai macam alat

pencetak yang dapat dipilih, tergantung tujuan penggunaannya. Setiap cetakan menghendaki kekerasan atau kekuatan pengempaan tertentu (Kurniawan dan

(27)

Pengempaan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas biomassa

sebagai sumber energi. Pengempaan briket bertujuan untuk meningkatkan kerapatan, memperbaiki sifat fisik briket, dan menurunkan masalah penanganan seperti penyimpanan dan pengangkutan.

Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), dipasaran bebas ditemukan berbagai bentuk briket yang spesifikasinya sesuai dengan jumlah industri atau usaha yang

ada, tergantung dari penggunaannya. Berbagai bentuk cetakan briket yaitu :

- Bentuk Silinder

Ciri-ciri: sisinya membentuk lingkaran, permukaan atas dan bawah rata, bagian tengah kadang ada yang berlubang, paling mudah dicetak, dan ukuran diameter bervariasi.

- Bentuk Kubus

Ciri-ciri: semua sisi sama panjang, sama lebar, dan sama tinggi, tidak ada lubang

ditengahnya, mudah dicetak, dan tepinya membentuk sudut. - Bentuk Persegi Panjang

Ciri-ciri: berbentuk segi empat menyerupai bata, bagian tengah kadang ada yang

berlubang, dan sisi yang satu lebih panjang dari yang lain. - Bentuk Heksagonal

Ciri-ciri: sisinya membentuk segi enam sama panjang, bagian tengah berlubang, dan biasanya diproduksi untuk ekspor.

(28)

Ciri-ciri: sisinya membentuk segi tiga, bagian atas meruncing dan bawah rata, dan

tidak ada lubang di setiap sisi.

Pengeringan Briket

Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), briket hasil cetakan masih memiliki kadar air yang sangat tinggi sehingga perlu dikeringkan. Pengeringan bertujuan mengurangi kadar air dan menggeraskan hingga aman dari gangguan

jamur dan benturan fisik. Berdasarkan caranya ada 2 metode pengeringan, yakni pengeringan alami dan pengeringan buatan.

1. Pengeringan Alami

Briket dapat dikeringkan dengan penggunaan sinar matahari atau penjemuran hasil cetakan disusun dalam tampah atau keranjang kawat yang berlubang,

lalu dihamparkan di tempat terbuka sehingga sinar matahari bebas masuk. Selama penjemuran, briket dibolak-balik agar panasnya merata.

2. Pengeringan Buatan

Salah satu sarana pengeringan buatan adalah dengan menggunakan oven. Pengeringan oven diterapkan untuk menurunkan kadar air karbon dengan cepat tanpa terhalang oleh faktor iklim dan cuaca. Oven menggunakan elemen

pemanas sebagai komponen utamanya.

Proses Pembuatan Briket

Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), proses produksi briket melalui beberapa tahap langkah. Adapun langkah-langkah pembuatan briket sebagai

berikut :

(29)

Bahan baku yang disiapkan dan dibersihkan dari material-material tidak

berguna, seperti batu. Usahakan bahan tersebut sudah dalam kondisi kering. tujuannya adalah agar proses pengarangan menjadi lebih cepat.

- Proses Karbonisasi

Pengarangan atau karbonisasi adalah suatu proses dimana bahan-bahan organik, dipanaskan dalam ruang tanpa kontak dengan udara selama proses

pembakaran berlangsung. Untuk mengarangkan bahan limbah dapat

menggunakan drum bekas yang telah bersih. Drum tersebut terlebih dahulu diberi lubang-lubang kecil dengan paku pada bagian dasar agar tetap ada udara

yang masuk ke dalam drum. - Pengecilan Ukuran Bahan

Pengecilan ukuran bahan baku hingga halus bertujuan untuk mendapatkan bahan briket yang bagus. Hasil pengecilan bahan diayak, pengayakan bermaksud untuk menghasilkan serbuk yang halus.

- Pencampuran

Bahan perekat dicampur dengan arang yang telah halus sampai membentuk

semacam adonan. Bahan perekat ini dimaksudkan agar briket tidak mudah pecah ketika dibakar.

- Pencetakan

Bahan-bahan yang telah tercampur secara merata dan saat arang bisa digumpalkan kemudian, dilakukan pencetakan adonan. Bentuk cetakan yang akan dibuat

bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Caranya adalah adonan dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian ditekan atau dikempa hingga mampat.

(30)

Briket yang telah dicetak langsung dikeringkan, agar briket cepat menyala dan

(31)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2011 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan dan Alat Bahan

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah limbah pertanian

yaitu sekam, jerami, dan tempurung kelapa. Selain itu diperlukan juga kotoran sapi, tepung tapioka, dan air.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah alat pengepres/ pencetak briket dengan cetakan berdiameter 2 cm dan tinggi 3 cm,

drum, ayakan 50 mesh dan 70 mesh, timbangan digital, stopwatch, cawan porselin, alat-alat tulis, komputer dan peralatan yang mendukung.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) Faktorial yang

terdiri-dari dua faktor yaitu : Konsentrasi kotoran sapi (K), dan Jenis Limbah Pertanian (L).

Faktor Kotoran sapi diberi simbol K, terdiri dari 3 taraf yaitu :

K1 = 20%

K2 = 30%

K3 = 40%

(32)

LT = Limbah Jenis Tempurung

LS = Limbah Jenis Sekam

Penelitian ini menggunakan 3 ulangan, hal ini dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

6 (n – 1) ≥ 15 6n ≥ 21

n ≥ 3,5

n ≈ 3 kali ulangan

Kombinasi perlakuan antara kotoran sapi (K) dan limbah Pertanian (L) adalah

sebanyak 6 perlakuan yaitu :

K1 LT K2LT K3LT

K1 LS K2LS K3LS

Prosedur Penelitian

Pembuatan Serbuk Arang

1. Dipersiapkan bahan Bahan baku yang disiapkan adalah kotoran sapi dan limbah pertanian berupa sekam, jerami, dan tempurung kelapa. Bahan

tersebut dikumpulkan dan dibersihkan dari material-material tidak berguna. Proses pengambilan kotoran sapi dilakukan dalam satu kali pengambilan dalam jumlah banyak hal ini dilakukan untuk menghindari heterogenitas

kotoran sapi yang digunakan dalam penelitian. Kemudian dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari. setelah cukup kering kotoran sapi

(33)

2. Dimasukkan bahan ke tungku pengarangan, bahan-bahan seperti sekam, jerami, dan tempurung kelapa, selanjutnya dikarbonisasi dengan menggunakan drum bekas yang bersih. Drum diberi lubang lubang kecil pada bagian dasar agar tetap ada udara yang masuk ke dalam drum. yang disulut

dengan api dibawahnya, bahan dimasukkan secara bertahap sehingga bahan menjadi arang.

3. Ditumbuk halus bahan yang telah menjadi bioarang untuk pengecilan ukuran bahan, dilakukan dengan menggunakan lesung. Hasil pengecilan bahan diayak dengan ayakan 50 mesh untuk sekam dan kotoran sapi, sedangkan 70

mesh untuk tempurung kelapa.

Pembuatan Perekat Kanji

1. Dipersiapkan campuran perekat (kanji) dengan konsentrasi perekat 10%, dari berat campuran bioarang yang akan dicetak 100 gr. Dilarutkan perekat dalam air dengan perbandingan 1 : 4 lalu dipanaskan hingga jadi perekat.

Pembuatan Briket Bioarang

1. Dilakukan pencampuran adonan perekat kanji dengan arang hasil ayakan bahan hingga lengket dan merata ke seluruh bahan untuk setiap perlakuan. 2. Dilakukan penimbangan serbuk arang dan perekat hingga berat 100 gr sesuai

perlakuan komposisi bahan lalu dilakukan pencetakan bahan dengan alat

pencetak yang tebuat dari besi dengan ukuran 4x5 cm dan kemudian dilakukan penekanan ke cetakan sehingga hasilnya padat dan kuat.

3. Dikeringkan briket dengan oven pada suhu 105o C selama ±24 jam

(34)

Tahap Pengujian Briket

Adapun parameter-parameter yang diuji adalah sebagai berikut:

Nilai Kalor (kal/gr)

Pengukuran kualitas nilai kalor dilakukan untuk setiap perlakuan pada

setiap kali ulangan. Kualitas nilai kalor dapat diukur dengan menggunakan alat bomb calorimeter (kal/gr).dengan langkah pengujian :

- Tabung bomb calorimeter dibersihkan.

- Ditimbang contoh uji briket arang sebanyak 0,15 g dan dimasukkan ke dalam cawan silika.

- Disiapkan kawat untuk penyala dengan menggulungnya, kedua ujungnya dihubungkan dengan batang-batang yang terdapat pada bom dan bagian

kawat spiral disentuhkan pada bagian briket arang yang akan diuji. - Ditutup rapat, bom diisi dengan oksigen perlahan-lahan sampai tekanan

30 atmosfer.

- Dimasukkan bom ke dalam kalorimeter yang telah diisi air sebanyak 1350 ml.

- Ditutup kalorimeter dengan penutupnya.

- Dihidupkan pengaduk air pendingin selama 5 menit sebelum penyala dilakukan, lalu dicatat temperatur air pendingin.

- Dinyalakan kawat dengan menekan tombol yang paling kanan.

- Diaduk terus air pendingin selama 5 menit setelah penyalaan berlangsung,

kemudian dicatat temperatur akhir pendingin.

(35)

- Dihitung nilai kalor dengan persamaan: (1)

HHV = {(T2-T1) – 0.05 x 5379} kal/gr...(1)

Dimana :

T1 = Temperatur sebelum pengeboman (0C)

T2 = Temperatur setelah pengeboman (0C)

1 Joule = 0.24 kal

HHV = Kualitas nilai kalor (kal/gr)

Panas jenis bomb calorimeter = 73529.6 (joule/g0C)

Kenaikan temperatur kawat penyala = 0.050C

Kadar Air

Analisa kadar air bahan dilakukan dengan cara menghitung berat kering oven. Sebelum bahan diovenkan, diambil sampel dari setiap perlakuan. Kemudian

ditimbang setiap 5 gram di cawan aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya. Dikeringkan di dalam oven selama 3 jam dengan suhu 105฀C. Lalu didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang.

Kadar air dihitung dengan persamaan (2)

% Kadar air = b – c x 100 % ………...(2) b

dengan :

b = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (g)

c = berat cawan + sampel setelah dikeringkan (g)

(36)

Penentuan kadar abu dilakukan untuk setiap perlakuan pada setiap kali

ulangan dengan langkah pengujian :

- Dipanaskan cawan ke dalam tungku bersuhu 550 0C, kemudian

didinginkan di dalam desikator dan ditimbang.

- Diletakkan 2 gram bahan ke dalam cawan dengan tutup terbuka kemudian dimasukkan ke dalam tanur pengabuan.

- Dibakar sampai didapat abu berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap : pertama pada suhu sekitar 400 0C

dan kedua pada suhu 550 0C.

- Didinginkan dalam desikator , kemudian ditimbang.

Besarnya kadar abu dihitung dengan persamaan (3) Perhitungan :

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Kotoran Sapi

Hasil penelitian uji pengaruh kotoran sapi terhadap nilai kalor, kadar air, dan kadar abu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 . Pengaruh konsentrasi kotoran sapi terhadap parameter yang diamati Konsentrasi Kotoran

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai kalor yang tertinggi diperoleh dari perlakuan K1 sebesar 8376,74 kal/gr sedangkan nilai kalor terendah diperoleh dari

perlakuan K3 sebesar 4217,17 kal/gr Kadar air yang tertinggi diperoleh dari

perlakuan K3 sebesar 4,81 %, sedangkan kadar air terendah diperoleh dari

perlakuan K1 sebesar 4,53 %, Kadar abu yang tertinggi diperoleh dari perlakuan

K3 sebesar 5,42 % sedangkan kadar abu terendah diperoleh dari perlakuan K1

sebesar 4,16 %.

Pengaruh Limbah Pertanian

Hasil penelitian uji pengaruh limbah pertanian terhadap nilai kalor, kadar air dan kadar abu dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 . Pengaruh Jenis Limbah Pertanian terhadap parameter yang diamati Jenis Limbah

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai kalor yang tertinggi diperoleh dari

(38)

perlakuan LS sebesar 3202,20 kal/gr. Kadar air yang tertinggi diperoleh dari

perlakuan LS sebesar 5,05 %, sedangkan kadar air terendah diperoleh dari

perlakuan LT sebesar 4,33 %. Kadar abu yang tertinggi diperoleh dari perlakuan

LS sebesar 5,91% sedangkan kadar abu terendah diperoleh dari perlakuan LT

sebesar 3,71 %.

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dari setiap perlakuan yang

diberikan terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada daftar analisa sidik ragam dari masing-masing parameter, yang selanjutnya diuji dengan uji least significant range (LSR).

1. Nilai Kalor

Pengaruh Kotoran Sapi

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 1 dapat dilihat bahwa perlakuan kotoran sapi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap nilai kalor, sehingga pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR)

tidak dilanjutkan.

Pengaruh Limbah Pertanian

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 1 dapat dilihat bahwa perlakuan limbah pertanian memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai kalor. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR)

menunjukkan pengaruh limbah pertanian terhadap nilai kalor untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7 .

Tabel 7. Uji LSR Efek jenis limbah pertanian terhadap nilai kalor (kal/gr)

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

p 0,05 0,01 0,05 0,01

(39)

2 1957,808 2746,016 LS 3202,20 b B

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan LT memberikan pengaruh

berbeda nyata terhadap LS. Nilai kalor tertinggi terdapat di perlakuan LT yaitu

sebesar 6111,70 kal/gr dan yang terendah pada perlakuan LS yaitu sebesar

3202,20 kal/gr.

Hubungan antara jenis limbah pertanian terhadap nilai kalor dapat dilihat

pada gambar

Gambar . Grafik pengaruh konsentrasi perekat terhadap nilai kalor (kal/gr)

Dari Gambar menunjukkan bahwa terlihat bahwa limbah pertanian jenis tempurung

memliki nilai kalor yang lebih tinggi daripada limbah pertanian jenis sekam. Hal ini sesuai

dengan literatur Hartoyo (1983), yang menyatakan bahwa kualitas nilai kalor briket yang

dihasilkan dipengaruhi oleh nilai kalor atau energi yang dimiliki oleh bahan

(40)

Berdasarkan kualitas mutu, nilai kalor briket arang yang dihasilkan

berkisar 3202,20- 6111,70 kal/gr. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai kalor ini telah mencapai standar kualitas nilai kalor briket arang buatan Jepang (6000 – 7000 kal/gr) namun belum mencapai standar kualitas nilai kalor briket arang

buatan Indonesia (6814,11 kal/gr) briket arang buatan Inggris (7289 kal/gr), dan briket arang buatan Amerika (6230 kal/g).

Pengaruh Interaksi Kotoran Sapi dan Limbah Pertanian

Pada analisa sidik ragam Lampiran 1 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan konsentrasi kotoran sapi dan limbah pertanian berpengaruh tidak nyata

terhadap nilai kalor sehingga pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) tidak dilanjutkan.

2. Kadar Air

Pengaruh Kotoran Sapi

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 2 dapat dilihat bahwa perlakuan

konsentrasi kotoran sapi memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kadar air sehingga pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR)

tidak dilanjutkan.

Pengaruh Limbah Pertanian

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 2 dapat dilihat bahwa perlakuan

limbah pertanian memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR)

menunjukkan pengaruh limbah pertanian terhadap nilai kalor untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.

(41)

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

p 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - LT 4,33 a A

2 0,435187 0,610392 LS 5,05 b B

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1% Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan LT memberikan pengaruh tidak

berbeda nyata terhadap LS. Nilai kadar air tertinggi terdapat di perlakuan LS yaitu

sebesar 5,05 % dan yang terendah pada perlakuan LS yaitu sebesar 4,33 %.

Hubungan antara limbah pertanian terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 2.

Pengaruh Interaksi Kotoran Sapi dan Limbah Pertanian

Pada analisa sidik ragam Lampiran 2 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan kotoran sapi dan limbah pertanian berpengaruh tidak nyata terhadap

kadar air sehingga pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) tidak dilanjutkan.

(42)

3. Kadar Abu

Pengaruh Kotoran Sapi

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 3 dapat dilihat bahwa perlakuan kotoran sapi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar abu.

Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh kehalusan bahan terhadap kadar abu untuk tiap-tiap

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 8. Uji LSR Efek kotoran sapi terhadap kadar abu (%) Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

p 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K1 4,16 a A

2 0,191 0,268 K2 4,85 b B

3 0,200 0,282 K3 5,42 c C

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 memberikan pengaruh

berbeda nyata terhadap K2 dan berbeda sangat nyata terhadap K3. Kadar abu

tertinggi terdapat di K3 yaitu 5,42 % dan yang terendah pada perlakuan K1 yaitu

4,16 %.

(43)

Gambar 3. Grafik pengaruh kotoran sapi terhadap kadar abu (%)

Dari Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin banyak konsentrasi kotoran sapi

diberikan maka semakin besar pula kadar abu, baik itu pada limbah pertanian berjenis

tempurung kelapa maupun pada sekam, Hal ini disebabkan karena pada kotoran sapi

memiliki jumlah pori-pori yang banyak, sehingga mengakibatkan kadar air masih banyak

terdapat pada kotoran sapi, hal ini sesuai dengan pernyataan Pancapalaga (2008),

tingginya kadar air pada serbuk kotoran sapi karena serbuk kotoran sapi memiliki jumlah

pori-pori yang banyak dan masih mengandung komponen-komponen kimia seperti

selulosa, lignin, dan hemiselulosa.

Jika pada suatu bahan masih banyak kadar airnya maka kadar abunya akan

semakin banyak juga. Hal ini sesuai pernyataan Sudarmadji, dkk (1989) menyatakan

kadar air tinggi, maka kadar abunya akan tinggi pula.

Berdasarkan kualitas mutu, nilai kadar abu briket arang yang dihasilkan

berkisar 4,16 – 5,42 %. Nilai ini sudah memenuhi standar kualitas kadar abu dari kualitas briket arang buatan Jepang (3 – 6 %), briket arang buatan Indonesia (5,51 %), briket arang buatan Inggris (5,9 %) dan briket arang buatan Amerika (8,3 %).

(44)

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 3 dapat dilihat bahwa perlakuan

limbah pertanian memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar abu. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh konsentrasi perekat terhadap kadar abu untuk tiap-tiap

perlakuan dapat dilihat pada Tabel .

Tabel 9. Uji LSR Efek jenis limbah pertanian terhadap kadar abu (%) Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

p 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - LT 3,71 a A

2 0,191 0,268 LS 5,91 b B

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan LT memberikan pengaruh

berbeda nyata terhadap LS. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan LS yaitu

5,91 % dan yang terendah pada perlakuan LT yaitu 3,71 %.

Hubungan antara jenis limbah pertanian terhadap kadar abu dapat dilihat

pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik pengaruh konsentrasi perekat terhadap kadar abu (%)

Dari Gambar 4 menunjukkan bahwa limbah pertanian jenis sekam

(45)

karena kandungan mineral yang tidak sama antara tempurung kelapa dengan

sekam. Hal ini sesuai dengan literatur Sudarmadji, dkk, (1989), menyatakan bahwa kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu juga ada hubungannya dengan mineral suatu bahan.

Bahan yang memiliki kadar air yang tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan terlebih dahulu, karena jika kadar air tinggi, maka kadar abunya akan tinggi pula.

Salah satu unsur utama abu menurut Hendra dan Darmawan (2000) adalah silika dan

pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor yang dihasilkan. Semakin rendah kadar

abu maka semakin baik kualitas briket yang dihasilkan.

Semua briket mempunyai kandungan zat anorganik yang dapat ditentukan jumlahnya sebagai berat yang tinggal apabila briket dibakar secara sempurna. Zat yang tinggal ini disebut abu. Abu briket berasal dari clay, pasir dan

bermacam-macam zat mineral lainnya. Briket dengan kandungan abu yang tinggi sangat tidak menguntungkan karena akan membentuk kerak. Selain itu, apabila briket

dimanfaatkan sebagai bahan bakar kontak langsung misalnya untuk membakar makanan, abu terbang akan menempel pada bagian luar makanan. Akibatnya rasa makanan akan kurang sedap. Hal ini juga akan berpengaruh kepada kesehatan

manusia yang ada disekitarnya.(Sukandarrumidi, 2006).

Berdasarkan kualitas mutu, nilai kadar abu briket arang yang dihasilkan berkisar 3,71 – 5,91 %. Nilai ini sudah memenuhi standar kualitas kadar abu dari

kualitas briket arang buatan Jepang (3 – 6 %), briket arang buatan Indonesia (5,51 %), briket arang buatan Inggris (5,9 %) dan briket arang buatan Amerika (8,3 %).

(46)

Pada analisa sidik ragam Lampiran 3 dapat dilihat bahwa interaksi

perlakuan kehalusan bahan dan konsentrasi perekat berpengaruh sangat nyata terhadap kadar abu.. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh interaksi kotoran sapi dan

limbah pertanian terhadap kadar abu untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 11. Uji LSR Efek Interaksi kotoran sapi dan limbah pertanian terhadap kadar abu (%)

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1% Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan K3LS yaitu sebesar 6,37 %dan yang terendah pada perlakuan K1LT yaitu sebesar

3,15 %. Pada perlakuan K1LT, semakin sedikit konsentrasi kotoran sapi diberikan

pada jenis limbah yang sama yaitu tempurung maka kadar abu yang dihasilkan akan semaikin kecil jika dibandingkan K3LT yang konsentrasi nya makin banyak

dan kadar abu juga akan semakin besar . Hal ini disebabkan karena adanya ukuran

bahan yang semakin halus dan seragam dengan jumlah konsentrasi perekat yang sedikit dari jumlah arang disertai tekanan pengempaan merapatkan dan

memadatkan partikel-partikel arang, saling mengisi ruang-ruang kosong dan berikatan satu sama lainnya sehingga menciptakan ikatan antar partikel arang

(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pengaruh kotoran sapi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap nilai kalor dan kadar air, dan memberikan pengaruh berbeda

sangat nyata terhadap kadar abu.

2. Pengaruh limbah pertanian memberikan pengaruh berbeda sangat nyata

terhadap nilai kalor, kadar air dan kadar abu.

3. Pengaruh interaksi kotoran sapi dan limbah pertanian memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap nilai kalor dan kadar air, dan

memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar abu.

4. Nilai rata-rata kalor, kadar air dan kadar abu dalam penelitian ini yaitu

4657, 00 kal/g, 4,69% dan 4,81 %.

5. Nilai kalor telah memenuhi standar mutu briket buatan jepang, Amerika, Inggris dan juga Indonesia, Kadar air dan kadar abu telah memenuhi

standar mutu briket buatan Jepang, Indonesia dan Amerika, namun kadar air belum memenuhi standar briket buatan Inggris.

6. Perlakuan yang terbaik adalah K1LT dan K1LS, dengan mempertimbangkan

(48)

Saran

1. Bahan yang akan dikarbonisasi harus dilakukan pengeringan hingga benar-benar kering, sehingga pada tahap karbonisasi tidak lama dan banyak asap. 2. Perlu dilakukan penelitian pemakaian tekanan yang baik untuk mencetak

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Majalah Listrik Energi : Pakai Bioetanol, Mengapa Tidak. Edisi Februari, tahun IX.

Basriyanta. 2007. Memanen Sampah. Kanisius. Yogyakarta

Capah, A. G. 2007. Pengaruh Kosentrasi Perekat dan Ukuran Serbuk terhadap

Kualitas Briket Arang dari Limbah Pembalakan Kayu Mangium (Acacia mangium Willd). [Skripsi]. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Djojonegoro, W. 1992. Pengembangan dan Penerapan Energi Baru dan Terbarukan.

Lokakarya “Bio Mature” (BMU) untuk Pengembangan Masyarakat Pedesaan, BPPT. Jakarta.

Hartoyo, J dan Roliandi, H. 1978. Percobaan Pembuatan Briket Arang Dari Lima Jenis Kayu. Indonesia. Laporan Penelitian Lembaga Hasil Hutan. Bogor.

Himawanto, D.A. 2003. Pengolahan Limbah Pertanian menjadi Biobriket Sebagai

Salah Satu Bahan Bakar Alternatif. Laporan Penelitian. UNS. Surakarta.

Juhansa, Roy. 2010. Pengembangan Alat Penghasi Asap Cair Skala Industri Kecil.

[Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Andalas. Padang.

Kurniawan, O. dan Marsono. 2008. Superkarbon, Bahan Bakar Alternatif Pengganti

Minyak Tanah dan Gas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Masturin, A. 2002. Sifat Fisik dan Kimia Briket Arang dari Campuran Arang Limbah

Gergajian Kayu. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Pancapalaga, Wehandako. 2008. Evaluasi Kotoran Sapi dan Limbah Pertanian (Kosap Plus) Sebagai Bahan Bakar Alternatif. http://esearch-

(50)

report fulltext.pdf. [23 Januari 2010].

Pranata, J. 2007. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa serta Cangkang Sawit

untuk Pembuatan Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan Alami. Teknik Kimia

Universitas Malikussaleh Lhokseumawe. Aceh.

Ringkuangan, T. Johni dan H. Pajow, 1993. Pengembangan Pembuatan Bahan Briket dari Arang Tempurung. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, Menado.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, 1989. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Penerbit Liberty Yogyakarta Bekerja Sama Dengan Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi Universitas Gajah Mada.

Yogyakarta.

Subroto. 2006. Karakteristik Pembakaran Briket Campuran Arang Kayu dan Jerami.

[Skripsi]. Fakultas Teknik. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Winarno, F.G., A.F.S. Boediman, T. Silitoga, dan B. Soewardi. 1985. Limbah Hasil

Pertanian. Kantor Mentri Urusan Peningkatan Pangan. Jakarta.

Yusuf, Andi Ardan. 2010. Kegunaan Briket Batubara. [Skripsi]. Fakultas Teknologi

(51)

Lampiran 1. Flowchart Penelitian

Tidak Ya Penyiapan bahan

baku

Proses Karbonisasi

Pembuatan Adonan Briket

Pencetakan

Pengeringan Pengecikan ukuran

Layak Mulai

Pengujian Pengambilan Data

(52)

Lampiran 2. Massa briket setelah diovenkan (gram)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

K1 LT 4.742 4.744 4.740 14.227 4.742

K1 LS 4.744 4.749 4.746 14.239 4.746

K2 LT 4.753 4.754 4.753 14.261 4.754

K2 LS 4.792 4.767 4.764 14.324 4.775

K3 LT 4.800 4.772 4.770 14.341 4.780

K3 LS 4.835 4.774 4.772 14.381 4.794

(53)

Lampiran 3. Massa air yang telah diuapkan (gram)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

K1 LT 0.2580 0.2557 0.2597 0.7734 0.2578

K1 LS 0.2557 0.2514 0.2537 0.7608 0.2536

K2 LT 0.2466 0.2458 0.2470 0.7394 0.2465

K2 LS 0.2080 0.2328 0.2357 0.6765 0.2255

K3 LT 0.1998 0.2284 0.2304 0.6586 0.2195

K3 LS 0.1648 0.2258 0.2285 0.6191 0.2064

(54)

Lampiran 4. Data Pengamatan Kadar Air

Perlakuan Ulangan Total Ratan

(55)

Lampiran 5. massa abu (gram)

Perlakuan

Ulangan (gram)

Total Rataan

I II III

K1 LT 0.121 0.132 0.125 0.378 0.126

K1 LS 0.151 0.145 0.127 0.423 0.141

K2 LT 0.181 0.177 0.178 0.536 0.179

K2 LS 0.204 0.210 0.207 0.621 0.207

K3 LT 0.250 0.244 0.247 0.740 0.247

K3 LS 0.251 0.260 0.254 0.765 0.255

(56)

Lampiran 6. Data Pengamatan Kadar Abu

Perlakuan Ulangan Total Ratan

(57)

Lampiran 7. Data Pengamatan Nilai Kalor

Perlakuan Ulangan Total Ratan

I II III

K1 LT 8611,0515 7908,108 8611,051456 25130,21139 8376,74 K1 LS 3690,4506 2811,772 2987,507648 9489,730176 3163,24 K2 LT 4393,3936 5447,808 4744,865088 14586,06675 4862,02 K2 LS 3338,9791 2987,508 2987,507648 9313,994432 3104,66 K3 LT 7556,637 1230,15 6502,222528 15289,00973 5096,34 K3 LS 1581,6217 4041,922 4393,3936 10016,93741 3338,98 Total 29172,134 24427,27 30226,54797 83825,94989

(58)

Lampiran .8 Bahan Pembuat Briket

(59)

Gambar

Tabel 2. Karakteristik Kimia Tempurung Kelapa
Tabel 3. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa
Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Tapioka
Tabel 5. Kualitas Mutu  Briket Arang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil percobaan dapat diambil kesimpulan, bahwa campuran jerami dan kotoran sapi dapat menghasilkan biogas dan berpengaruh terhadap jumlah biogas

Daftar analisa sidik ragam pada Lampiran- 2 menubjukkan bahwa interaksi suhu dan lama pengeringan memberi pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap rendemen tepung

Tujuan dari proyek akhir ini adalah supaya mahasiswa dapat merancang,membuat, dan menguji mesin rekayasa mixer pembuatan pupuk organik limbah kotoran sapi untuk

- -.. b) Limbah pucuk tebu dicincang kecil-kecil dan ditimbang sesuai perlakuan. c) Menimbang kotoran sapi sesuai tiap-tiap perlakuan. d) Setelah kedua bahan

Hasil analisa sidik ragam menunjukan bahwa terdapat sangat berbeda nyata pada perlakuan macam dosis biourine dan pupuk phonska terhadap Bobot bernas kacang tanah

Hasil analisa sidik ragam menunjukan bahwa terdapat sangat berbeda nyata pada perlakuan macam dosis biourine dan pupuk phonska terhadap Bobot bernas kacang tanah

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian limbah padat (sludge) kelapa sawit, POC urin sapi dan interaksi kedua perlakuan tersebut memberikan pengaruh

Interaksi Dari analisa sidik ragam terlihat bahwa interaksi perlakuan komposisi tepung terigu dan konsentrasi ragi berpengaruh berbeda tidak nyata P>0,05 terhadap nilai organoleptik