• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Sediaan Gel Antioksidan Ekstrak Etanol Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) Berbasis HPMC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Formulasi Sediaan Gel Antioksidan Ekstrak Etanol Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) Berbasis HPMC"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

FORMULASI SEDIAAN GEL ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL BAWANG SABRANG (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.)

BERBASIS HPMC

OLEH:

AHMAD GAZALI SOFWAN NIM 071501014

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

FORMULASI SEDIAAN GEL ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL BAWANG SABRANG (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.)

BERBASIS HPMC

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

AHMAD GAZALI SOFWAN NIM 071501014

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT atas segala

limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada

Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan cinta dan kasih sayang,

pengorbanan baik materi maupun motivasi serta doa tulus yang tidak pernah

berhenti, juga kepada abang dan kakak tersayang, serta keluarga besar atas semua

doa, kasih sayang, dan semangat yang telah diberikan.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Gindo Haro, M.Sc., Ph.D, Apt., selaku penasihat akademik serta

seluruh Staf Pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membimbing

dan mendidik penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.

3. Ibu Dr. Julia Reveny, M.Si.,Apt., dan Bapak Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt.,

selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, nasehat

selama penelitian hingga selsainya skripsi ini.

4. Ibu Dra. Saodah, M.Sc, Apt., Bapak Drs. Suryanto, M.Si, Apt., dan Ibu Dra.

Aswita Hafni Lubis, M.Si, Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan

saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam penyelesainan skripsi

(4)

5. Ibu dan Bapak Kepala Laboratorium Farmasetika Dasar dan Laboratorium

Penelitian yang telah memberi petunjuk dan membantu selama penelitian.

6. Sahabat-sahabat terbaikku di Farmasi Klinis dan Komunitas 2007 terima kasih

atas segala perhatian dan kebersamaan selama ini.

7. Teman-teman seperjuangan Farmasi 2007, kakak, abang senior dan adik-adik

junoir Farmasi serta semua pihak yang telah banyak membantu selama masa

perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan karunia dan kesehatan kepada semua

pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna.

Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga

skripsi ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi ilmu oengetahuan

khususnya bidang farmasi.

Medan, Februari 2011

Penulis,

(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan pengujian aktivitas antioksidan terhadap ekstrak etanol dari umbi tumbuhan bawang sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr) menggunakan metode peredaman radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhyrazil) dalam formulasi sediaan gel berbasis HPMC

Serbuk simplisia umbi bawang sabrang dimaserasi menggunakan pelarut etanol 80% selama 5 hari, kemudian dipisahkan dan ampas dimaserasi kembali. Seluruh maserat digabung, diserkai dan dienap tuangkan. Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan bantuan rotary evaporator dan di freeze dryer (-400C). Terhadap ekstrak etanol yang diperoleh dilakukan uji aktivitas antioksidan menggunakan DPPH untuk meredam 50% aktivitas radikal bebas DPPH (IC50

Hasil uji aktivitas aktioksidan dari ekstrak umbi bawang sabrang (Eleutherine bulbus) dapat meredam radikal bebas DPPH dengan nilai (IC

) dengan mengukur absorbansi secara spektrofotometri Visibel. Selanjutnya ekstrak etanol umbi bawang sabrang diformulasi menjadi sediaan gel menggunaan HPMC dengan atau tanpa propilen glikol, kemudian dilakukan pengamatan secara visual, organoleptis dan pengukuran pH selama penyimpanan.

50) pada

menit ke 45, 50 dan 55 masing-masing sebesar 137,77, 137,62 dan 138,19 ppm, secara statistik dengan analisis ANAVA tidak terjadi perbedaan penurunan aktivitas yang bermakna. Hasil formulasi sediaan gel antioksidan menggunakan HPMC dengan atau tanpa propilen glikol memberikan warna, bau, dan konsistensi yang secara fisik tidak mengalami perubahan dan pH memenuhi persyaratan (5,0-6,0). Sediaan gel antioksidan dengan propilen glikol lebih stabil dibandingkan dengan gel tanpa propilen glikol namun masih dalam kisaran yang diperbolehkan.

(6)

ABSTRACT

The examination of antioxidant activity from ethanolic extract of bawang sabrang bulb (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) by DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) free radical scavenger method in gel formulation with HPMC has been carried out.

The powder of simplex from bawang sabrang bulb was macerated using ethanol 80% for 5 days, then separated and the pulp remaceration. Collecting all of the macerat, separated and wait for moment then pour it. The macerat was evaporated using rotary evaporator and freeze dryer (-40°C). The activity antioxidant of ethanol extract using DPPH for scavengering 50% of free radical activity of DPPH (IC50

The result of antioxidant activity from bawang sabrang bulb (Eleutherine bulb.) can be free radical scavenge of DPPH with value (IC

) with absorbance by visible spectrophotometry. The ethanol extract of bawang sabrang bulb was formulated become gel formulation using HPMC with or without propylen glycol, then visualization observation, organoleptics and pH measurement during storing.

50) at minute 45, 50

and 55 respectively at 137,77; 137,62 and 138,19 ppm, statistically with ANAVA analyses no differences decrease significantly in activity.

Key words: Gel, bawang sabrang, antioxidant, DPPH, , HPMC.

(7)

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Gel ... 6

2.1.1 Hidroksi propil metilselulose (HPMC) ... 8

2.1.2 Propilen glikol ... 9

2.1.3 Metil Paraben ... 10

2.2 Kulit ... 11

(8)

2.2.2 pH kulit ... 13

2.3 Pemberian Obat Melalui Kulit ... 14

2.4 Proses Penuaan Kulit ... 15

2.5 Radikal Bebas ... 16

2.6 Antioksidan ... 16

2.7 Uraian Tumbuhan ... 18

2.7.1 Habitat ... 18

2.7.2 Sistematika tumbuhan ... 18

2.7.3 Nama daerah ... 19

2.7.4 Kandungan kimia ... 19

2.7.5 Khasiat dan kegunaan ... 19

2.8 Flavonoid ... 19

2.9 Ekstraksi ... 20

2.10 Spektroforometri UV-Visibel ... 22

2.11 Metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) ... 22

2.11.1 Pelarut ... 24

2.11.2 Pengukuran absorbansi – panjang gelombang ... 25

2.11.3 Waktu pengukuran ... 25

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 26

3.1 Alat ... 26

3.2 Bahan ... 26

3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan ... 26

(9)

3.3.2 Identifikasi tumbuhan ... 27

3.3.3 Pengelolahan sampel ... 27

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 27

3.4.1 Etanol 80% ... 27

3.4.2 Larutan pereaksi DPPH 0,5 mM ... 28

3.5 Pembuatan Ekstrak ... 28

3.6 Pengujian Kemampuan Antioksidan dengan Spektrofotometer Visibel ... 28

3.6.1 Prinsip metode penangkapan radikal bebas DPPH ... 28

3.6.2 Pembuatan larutan blanko ... 29

3.6.3 Penentuan panjang gelombang Absorbansi maksimum DPPH dalam metanol ... 29

3.6.4 Penentuan operating time larutan DPPH dalam metanol ... 29

3.6.5 Pembuatan larutan induk sampel uji ... 29

3.6.6 Pembuatan larutan Uji ... 30

3.6.7 Penentuan persen peredaman ... 30

3.6.8 Penentuan IC50 3.7 Formula Dasar Gel ... 31

... 30

3.8 Formula Sediaan ... 32

3.9 Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 32

3.9.1 Uji organoleptis ... 32

3.9.2 Uji homogenitas ... 32

(10)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 34

4.2 Hasil Ekstraksi Serbuk Umbi Bawang Sabrang ... 34

4.2.1 Hasil penentuan panjang gelombang absorbansi maksimum DPHH ... 34

4.2.2 Hasil penentuan operating time larutan DPPH dalam metanol ... 35

4.3 Hasil Analisis Peredaman Radikal bebas DPPH oleh Sampel Uji ... 36

4.4 Analisis Nilai IC50 4.5 Hasil Penetapan Konsentrasi Formula Sediaan ... 42

(Inhibitory Concentration) Sampel Uji ... 39

4.6 Hasil Pengamatan Pembuatan Sediaan Gel Antioksidan ... 42

4.6.1 Hasil pengamatan secara visual ... 42

4.6.2 Hasil pengamatan secara organoleptis ... 43

4.6.3 Hasil pengamatan pH ... 45

BAB V. KESIMPULAN ... 48

5.1 Kesimpulan ... 48

5.2 Saran ... 48

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Penggunaan propilen glikol dalam sediaan farmasi ... 10

2. Rancangan formula dasar gel ... 31

3. Rancangan formula sediaan gel antioksidan ekstrak bawang

sabrang ... 32

4. Hasil analisis peredaman radikal bebas oleh ekstrak etanol bawang sabrang ... 37

5. Hasil persamaan regresi linier yang diperoleh untuk ekstrak etanol bawang sabrang ... 40 6. Nilai IC50 ekstrak etanol umbi bawang sabrang ... 41

7. Hasil pengamatan sediaan gel secara visual... 43

8. Hasil pengamatan perubahan konsistensi, warna, dan bau sediaan gel ... 44

(12)

DAFTAR GAMBAR

7. Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari antioksidan ... 25

8. Kurva absorbansi maksimum larutan DPPH 40 ppm dalam metanol secara spektrofotometri visibel ... 35

9. Kurva absorbansi operating time larutan DPPH dalam metanol ... 36

10. Hasil analisis aktivitas antioksidan sampel ekstrak etanol umbi bawang sabrang menit ke- 45 ... 38

11. Hasil analisis aktivitas antioksidan sampel ekstrak etanol umbi bawang sabrang menit ke- 50 ... 38

12. Hasil analisis aktivitas antioksidan sampel ekstrak etanol umbi bawang sabrang menit ke- 55 ... 39

13. Hasil regresi IC50 menit ke- 45 ... 40

ekstrak etanol umbi bawang sabrang 14. Hasil regresi IC50 menit ke- 50 ... 41

ekstrak etanol umbi bawang sabrang 15. Hasil regresi IC50 menit ke- 55 ... 41

ekstrak etanol umbi bawang sabrang 16. Hasil pengamatan pH penyimpanan sediaan gel dengan propilen glikol selama 28 hari ... 46

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil identifikasi tumbuhan ... 53

2. Gambar tumbuhan dan umbi bawang sabrang ... 54

3. Gambar Spektrofotometer ... 55

4. Bagan ekstraksi simplisia bawang sabrang secara maserasi ... 56

5. Data absorbansi Operating Time DPPH dalam metanol ... 57

6. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak umbi bawang sabrang ... 58

7. Data analisis Duncan ... 61

7. Perhitungan nilai IC50 8. Perhitungan Penentuan Dosis Pembuatan Gel ... 65

... 62

(14)

ABSTRAK

Telah dilakukan pengujian aktivitas antioksidan terhadap ekstrak etanol dari umbi tumbuhan bawang sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr) menggunakan metode peredaman radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhyrazil) dalam formulasi sediaan gel berbasis HPMC

Serbuk simplisia umbi bawang sabrang dimaserasi menggunakan pelarut etanol 80% selama 5 hari, kemudian dipisahkan dan ampas dimaserasi kembali. Seluruh maserat digabung, diserkai dan dienap tuangkan. Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan bantuan rotary evaporator dan di freeze dryer (-400C). Terhadap ekstrak etanol yang diperoleh dilakukan uji aktivitas antioksidan menggunakan DPPH untuk meredam 50% aktivitas radikal bebas DPPH (IC50

Hasil uji aktivitas aktioksidan dari ekstrak umbi bawang sabrang (Eleutherine bulbus) dapat meredam radikal bebas DPPH dengan nilai (IC

) dengan mengukur absorbansi secara spektrofotometri Visibel. Selanjutnya ekstrak etanol umbi bawang sabrang diformulasi menjadi sediaan gel menggunaan HPMC dengan atau tanpa propilen glikol, kemudian dilakukan pengamatan secara visual, organoleptis dan pengukuran pH selama penyimpanan.

50) pada

menit ke 45, 50 dan 55 masing-masing sebesar 137,77, 137,62 dan 138,19 ppm, secara statistik dengan analisis ANAVA tidak terjadi perbedaan penurunan aktivitas yang bermakna. Hasil formulasi sediaan gel antioksidan menggunakan HPMC dengan atau tanpa propilen glikol memberikan warna, bau, dan konsistensi yang secara fisik tidak mengalami perubahan dan pH memenuhi persyaratan (5,0-6,0). Sediaan gel antioksidan dengan propilen glikol lebih stabil dibandingkan dengan gel tanpa propilen glikol namun masih dalam kisaran yang diperbolehkan.

(15)

ABSTRACT

The examination of antioxidant activity from ethanolic extract of bawang sabrang bulb (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) by DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) free radical scavenger method in gel formulation with HPMC has been carried out.

The powder of simplex from bawang sabrang bulb was macerated using ethanol 80% for 5 days, then separated and the pulp remaceration. Collecting all of the macerat, separated and wait for moment then pour it. The macerat was evaporated using rotary evaporator and freeze dryer (-40°C). The activity antioxidant of ethanol extract using DPPH for scavengering 50% of free radical activity of DPPH (IC50

The result of antioxidant activity from bawang sabrang bulb (Eleutherine bulb.) can be free radical scavenge of DPPH with value (IC

) with absorbance by visible spectrophotometry. The ethanol extract of bawang sabrang bulb was formulated become gel formulation using HPMC with or without propylen glycol, then visualization observation, organoleptics and pH measurement during storing.

50) at minute 45, 50

and 55 respectively at 137,77; 137,62 and 138,19 ppm, statistically with ANAVA analyses no differences decrease significantly in activity.

Key words: Gel, bawang sabrang, antioxidant, DPPH, , HPMC.

(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Obat-obat sediaan topikal selain mengandung bahan berkhasiat juga

bahan tambahan (pembawa) yang berfungsi sebagai pelunak kulit, pembalut

pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan

pembawa yang biasa digunakan dalam sediaan topikal adalah gel yang dibuat dari

partikel anorganik maupun molekul organik (Ditjen POM, 1995).

Sediaan dalam bentuk gel banyak digunakan karena mudah mengering dan

membentuk lapisan film sehingga mudah dicuci. Bahan pembentuk gel yang biasa

digunakan adalah turunan selulosa seperti metil selulosa (CMC), karbomel dan

hidroksi propil metil selulosa (HPMC). HPMC dapat menghasilkan gel yang

netral, jernih, tidak berwarna dan tidak berasa, stabil pada pH 3 hingga 11,

mempunyai resistensi yang baik terhadap serangan mikroba serta memberikan

kekuatan film yang baik bila mengering pada kulit (Suardi, dkk., 2008)

Gel mempunyai beberapa keuntungan diantaranya tidak lengket,

mempunyai aliran tiksotropik dan pseudoplastik yaitu gel berbentuk padat apabila

disimpan dan akan segera mencair bila dikocok. Konsentrasi bahan untuk

membentuk massa gel yang baik dibutuhkan hanya sedikit, disamping itu

viskositas gel tidak mengalami perubahan yang berarti pada suhu penyimpanan

(Sihombing, dkk., 2009). Sediaan semipadat biasanya digunakan pada kulit dan

umumnya sediaan tersebut digunakan sebagai pelindung dari sinar ultraviolet

(17)

atau premature aging. Saat ini berbagai sediaan kosmetika perawatan kulit banyak

mengandung senyawa antioksidan. Disamping itu antioksidan diperlukan untuk

melindungi kulit dari pengaruh negatif akibat adanya radikal bebas (Rusdiana,

dkk., 2007).

Ciri utama dari antioksidan adalah kemampuannya untuk meredam radikal

bebas yang dapat bersifat destruktif, sangat reaktif dan mampu bereaksi dengan

makromolekul sel. Senyawa kimia yang digunakan untuk mencegah atau

memperlambat kerusakan akibat radikal bebas adalah senyawa antioksidan yang

memiliki peran sangat penting dalam kesehatan. Sumber antioksidan alami dapat

diperoleh dari biji-bijian, buah-buahan dan sayuran

Salah satu tumbuhan yang banyak digunakan oleh masyarakat khususnya

masyarakat Kalimantan Tengah sebagai obat adalah bawang sabrang (Eleutherine

palmifolia (L.) Merr), termasuk familia Iridaceae dan bagian yang digunakan

adalah umbinya. Tanaman ini sudah digunakan secara turun temurun oleh

masyarakat Dayak sebagai tanaman obat yang memiliki umbi berwarna merah.

Pada umbi bawang sabrang terkandung senyawa metabolit sekunder yakni

alkaloid, glikosida, flavanoid, steroid dan tanin yang merupakan sumber

biofarmaka yang berpotensial untuk dikembangkan sebagai tanaman obat modern

dalam kehidupan manusia. (Galingging, 2009; Purba, 2010; Banjarnahor, 2010). sedang yang termasuk

antioksidan sintetis antara lain adalah butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi

(18)

Senyawa flavonoid memiliki sifat antioksidan sebagai penangkap radikal

bebas karena mengandung gugus hidroksil yang bersifat sebagai reduktor dan

dapat bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas. Senyawa ini

banyak terdapat didalam berbagai jenis tumbuhan terutama sayur-sayuran dan

buah-buahan sehingga dapat menurunkan resiko terserang penyakit kanker dan

jantung koroner (Silalahi, 2006).

Pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan beberapa

metode di antaranya CUPRAC, DPPH, dan FRAP. Metode DPPH menggunakan

1,1-difenil-2-pikrilhidrazil sebagai sumber radikal bebas. Prinsip adalah reaksi

penangkapan hidrogen oleh DPPH dari zat antioksidan (Widyaastuti, 2010).

HPMC atau nama lainnya adalah hypromellose, methocel, hydroxy propil

methil cellulose, pharmacoat sering digunakan sebagai basis gel. Secara luas

HPMC digunakan sebagai suatu eksipien di dalam formulasi sediaan topikal dan

oral, juga dapat sebagai pengemulsi, agen pensuspensi, agen penstabil di dalam

sediaan salep dan gel (Wardani, 2009; Rowe., dkk, 2005)

Propilen glikol adalah salah satu bahan pembantu dalam formulasi sediaan

semi padat yang berfungsi sebagai pengawet, antimikroba, disinfektan, humektan,

solven, stabilizer untuk vitamin dan untuk kosolven bercampur dengan air.

Propilen glikol yang digunakan sebagai penahan lembab dalam konsentrasi dari

10-20% (Voight, 1994; Rowe., dkk, 2005).

Berdasarkan hal di atas maka peneliti ingin menguji aktifitas dari ekstrak

etanol umbi bawang sabrang ((Eleutherine palmifolia (L.) Merr) sebagai

(19)

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah ekstrak dari umbi bawang sabrang dapat bertindak sebagai antioksidan

dengan menentukan kadarnya secara spektrofotometri sinar tampak?

2. Apakah ada pengaruh waktu peredaman terhadap kemampuan ekstrak umbi

bawang sabrang bertindak sebagai antioksidan.

3. Apakah ekstrak dari umbi bawang sabrang dapat diformulasikan dalam bentuk

sediaan gel?

4. Apakah ada perbedaan formulasi sediaan gel menggunakan propilen glikol dan

tanpa propilen glikol?

1.3 Hipotesis

1. Ekstrak umbi bawang sabrang dapat bertindak sebagai antioksidan.

2. Ada pengaruh perbedaan waktu peredaman terhadap kemampuan ekstrak umbi

bawang sabrang sebagai antioksidan.

3. Penggunaan basis gel dan cara formulasi yang tepat, maka ekstrak dari umbi

bawang sabrang diformulasi dalam bentuk sediaan gel.

4. Formulasi sediaan gel menggunakan propilen glikol dan tanpa propilen glikol

(20)

1.4 Tujuan

1. Untuk mengetahui ekstrak umbi bawang sabrang dapat bertindak sebagai

antioksidan.

2. Untuk mengetahui pengaruh waktu peredaman terhadap kemampuan ekstrak

umbi bawang sabrang.

3. Untuk membuat formula sediaan gel antioksidan ekstrak umbi bawang

sabrang dengan basis HPMC.

4. Untuk membandingkan sediaan gel ekstrak umbi bawang sabrang dengan atau

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gel

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus

cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai

kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase

terdispersi (Ansel, 1989). Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat

dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral

dan sebagai basis supositoria. Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada

produk obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses industri.

Pada kosmetik yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan

pewangi dan pasta gigi (Herdiana, 2007).

Makromolekul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan sampai tidak

terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika masa gel terdiri

dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda, maka gel ini

dikelompokkan dalam sistem dua fase (Ansel, 1989). Polimer-polimer yang biasa

digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin,

karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti

metil selulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan karbopol yang

merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel

dibuat dengan proses peleburan, atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan

(22)

Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.

1. Dasar gel hidrofobik

Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila

ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara

kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara

spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel,

1989).

2. Dasar gel hidrofilik

Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang

besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi.

Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik pada

pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik

dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat

dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umummnya

mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet

(Voigt, 1994).

Keuntungan sediaan gel :

Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994) adalah sebagai berikut:

- kemampuan penyebarannya baik pada kulit

- efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit

- tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis

- kemudahan pencuciannya dengan air yang baik

(23)

Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya

kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan

bahan pengawet. Untuk upaya stabilisasi dari segi mikrobial di samping

penggunaan bahan-bahan pengawet seperti dalam balsam, khususnya untuk basis

ini sangat cocok pemakaian metil dan propil paraben yang umumnya disatukan

dalam bentuk larutan pengawet. Upaya lain yang diperlukan adalah perlindungan

terhadap penguapan yaitu untuk menghindari masalah pengeringan. Oleh karena

itu untuk menyimpannya lebih baik menggunakan tube. Pengisian ke dalam botol,

meskipun telah tertutup baik tetap tidak menjamin perlindungan yang memuaskan

(Voigt, 1994).

2.1.1 Hidroksi propil metilselulose (HPMC)

HPMC merupakan turunan dari metilselulosa yang memiliki ciri-ciri

serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam

eter, etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera

menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga penguapan air sehingga

secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi

lainnya (Anonim, 2006; Rowe., dkk, 2005).

(24)

HPMC digunakan sebagai agen pengemulsi, agen pengsuspensi, dan

sebagai agen penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan salep. Sebagai koloid

pelindung yaitu dapat mencegah tetesan air dan partikel dari penggabungan atau

aglomerasi, sehingga menghambat pembentukan sedimen (Rowe., dkk, 2005).

HPMC melarut sangat lambat dan sulit, metode yang disarankan sebagai

berikut (Anonim, 2006):

1) Sediakan air panas

2) Tambahkan air panas lebih dari 80oC sebanyak 1/3 atau 2/3 kali dari jumlah

HPMC, sebab HPMC mudah larut dalam air panas dan HPMC di sebar merata

pada permukaan air panas. Tambahkan sisa air dingin, aduk dan dinginkan

campuran.

2.1.2. Propilen glikol

3) Tambahkan pelarut organik seperti etanol, propilen glikol atau minya sebagai

peningkat kelarutan, lalu tambahkan air dapat menyebabkan HPMC

benar-benar larut.

Propilen glikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam

pembuatan sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang yang

tidak stabil atau tidak dapat larut dalam air. Propilen gilkol adalah cairan bening,

tidak berwarna, kental, dan hampir tidak berbau. Memiliki rasa manis sedikit

tajam menyerupai gliserol. Dalam kondisi biasa, propilen glikol stabil dalam

wadah yang tertutup baik dan juga merupakan suatu zat kimia yang stabil bila

(25)

sebagai penghambat pertumbuhan jamur. Data klinis telah menunjukkan reaksi

iritasi kulit pada pemakaian propilen glikol dibawah 10% dan dermatitis dibawah

2% (Lodėn, 2009).

Gambar 2. Rumus Bangun Propilen glikol (Rowe., dkk, 2005).

Propilen glikol telah banyak digunakan sebagai pelarut dan pengawet

dalam berbagai formulasi parenteral dan nonparenteral. Propilen glikol secara

umum merupakan pelarut yang lebih baik dari gliserin dan dapat melarutkan

berbagai bahan, seperti kortikosteroid, fenol, obat-obatan sulfa, barbiturat, vitamin

A dan D, alkaloid, dan banyak

Tabel 1. Penggunaan propilen glikol dalam sediaan farmasi.

anestesi lokal (Tabel 1) (Rowe., dkk, 2005).

Penggunaan Bentuk sediaan Konsentrasi %

Humektan Topikal ≈ 15

Pengawet Larutan, Semisolid 15-30

Pelarut Aerosol 10-30

Larutan oral 10-25

Parenteral 10-60

Topikal 5-80

2.1.3. Metil paraben

Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih,

hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikiuti

(26)

Gambar 3. Rumus Bangun Metil Paraben (Rowe., dkk, 2005).

Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam

kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri

atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba lain. Pada

kosmetik, metil paraben adalah pengawet antimikroba yang paling sering

digunakan. Jenis paraben lainnya efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki

aktivitas antimikroba yang kuat. Metil paraben meningkatkan aktivitas

antimikroba dengan panjangnya rantai alkil, namun dapat menurunkan kelarutan

terhadap air, sehingga paraben sering dicampur dengan bahan tambahan yang

berfungsi meningkatkan kelarutan. Kemampuan pengawet metil paraben

ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol (Rowe., dkk, 2005).

2.2. Kulit

Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, menutupi permukaan lebih dari 20.000 cm2 yang mempunyai bermacam-macam fungsi dan

kegunaan. Merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, melindungi

seluruh permukaan tubuh dan mempunyai berat 5% dari total berat badan. Secara

(27)

dibagi dalam tiga lapisan jaringan yaitu: epidermis, dermis dan hipodermis

(Lachman., dkk, 1994).

Gambar 4. Penampang Kulit (Tortora, 1986).

Lapisan Eidermis

Epidermis merupakan bagian terluar yang dibentuk oleh epitelium dan

terdiri dari sejumlah lapisan sel yang disusun atas dua lapisan yang jelas tampak,

yaitu selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Pada epidermis tidak

ditemukan pembuluh darah, sehingga nutrisi diperoleh dari transudasi cairan pada

dermis karena banyaknya jaringan kapiler pada papila (Lachman., dkk, 1994;

(28)

Lapisan Dermis

Dermis atau korium tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastik.

Pada permukaan dermis tersusun papila-papila kecil yang berisi pembuluh darah

kapiler. Tebal lapisan dermis kira-kira 0,3-1,0 mm. Dermis merupakan jaringan

penyangga berserat yang berperan sebagai pemberi nutrisi pada epidermis

(Lachman., dkk, 1994; Junqueira dan Kelley, 1997).

Hipodermis

Hipodermis yaitu bukan merupakan bagian dari kulit, tetapi batasnya tidak

jelas. Kedalaman dari hipodermis akan mengatur kerutan-kerutan dari kulit

(Lachman., dkk, 1994; Junqueira dan Kelley, 1997).

2.2.1. Fungsi kulit

Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh dan bersambung dengan

selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit

mempunyai banyak fungsi yaitu di dalamnya terdapat ujung saraf peraba,

embantu mengatur suhu dan mengendalikan hilangnya air dari tubuh, juga

mempunyai sedikit kemampuan ekstori, sekretori dan absorbsi (Pearce, 2004).

2.2.2 pH kulit

Kulit merupakan organ terbesar yang meliputi bagian luar dari seluruh

tubuh dan juga membentuk pelindung tubuh terhadap lingkungan. Bagian luar

yang kuat dan kering menandakan sifat fisik kulit. Morfologi dan ketebalan kulit

berbeda pada setiap bagian tubuh. Kulit mempertahankan karakterisasi

fisikokimia seperti struktur, suhu, pH dan keseimbangan oksigen dan

(29)

tahun 1982 dan kemudian disahkan oleh Schade dan Marchionini pada tahun

1928, yang dianggap bahwa keasaman digunakan sebagai pelindung dan

menyebutnya sebagai “pelindung asam“ dan beberapa literatur saat ini

menyatakan bahwa pH permukaan kulit sebagian besar asam antara 5,4 dan 5,9.

Sebuah variasi permukaan pH kulit terjadi pada setiap orang karena tidak

semua permukaan kulit orang terkena kondisi yang sama seperti perbedaan cuaca.

Banyak penelitian menyatakan bahwa pH kulit alami adalah pada rata-rata 4,7 dan

sering dilaporkan bahwa pH kulit antara 5,0 dan 6,8. pH permukaan kulit tidak

hanya bervariasi di lokasi yang berbeda, tetapi juga dapat mempengaruhi profil

pH di stratum korneum (Ansari., dkk, 2009).

2.3 Pemberian Obat Melalui Kulit

Tujuan umum penggunaan obat pada terapi dermatologi adalah untuk

menghasilkan efek terapetik pada tempat-tempat spesifik di jaringan epidrrmis.

Absorbsi perkutan didefinisikan sebagai absorbsi yang dapat menembus lapisan

stratum korneum (lapisan tanduk) dan berlanjut menembus lapisan di bawahnya

dan akhirnya masuk ke sirkulasi darah (Lachman., dkk, 1994).

Absorbsi perkutan suatu obat umumnya disebabkan oleh penetrasi obat

melalui stratum korneum yang terdiri dari kurang lebih 40% protein (pada

umumnya keratin) dan 40% air dengan lemak berupa trigliserida, asam lemak

bebas, kolesterol dan fosfat lemak. Stratum korneum sebagai jaringan keratin akan

berlaku sebagai membran buatan yang semi permiabel, dan molekul obat

mempenetrasi dengan cara difusi pasif, jadi jumlah obat yang pindah menyebrangi

(30)

mempunyai sifat larut dalam keduanya, minyak dan air, merupakan bahan yang

baik untuk difusi melalui stratum korneum seperti juga melalui epidermis dan

lapisan-lapisan kulit (Ansel, 1989)

Prinsip absorbsi obat melalui kulit adalah difusi pasif yaitu proses dimana

suatu substansi bergerak dari daerah suatu sistem ke daerah lain dan terjadi

penurunan kadar gradien yang diikuti bergeraknya molekul. Difusi pasif

merupakan bagian terbesar dari proses trans-membran bagi umumnya obat. Daya

dorong untuk difusi pasif ini adalah perbedaan konsentrasi obat pada kedua sisi

membran sel. Difusi obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat, koefisien

difusi, viskositas dan ketebalan membran. Disamping itu difusi pasif dipengaruhi

oleh koefisien pasrtisi, yaitu semakin besar koefisien pastisi maka semakin cepat

difusi obat (Martin., dkk, 1993).

2.4 Proses Penuaan Kulit

Sejumlah penelitian telah dilakukan dalam upaya untuk menjelaskan

biokimia dan mekanisme molekuler penuaan. Proses biokimia yang mendasari

proses penuaan pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1956 dengan teori

penuaan radikal bebas. Teori ini menyatakan bahwa kerusakan oksidatif pada

DNA dan komponen sel lain adalah faktor utama terjadinya penuaan. Penelitian

terbaru menyatakan bahwa mitokondria adalah sumber utama spesies reaktif

oksigen (ROS) yang menyebabkan kerusakan oksidatif. Gagasan bahwa

mitokondria rusak dengan berjalannya waktu bertanggungjawab atas penuaan

fenotipe melalui terganggunya produksi energi dan produksi ROS yang berlebihan

(31)

2.5 Radikal Bebas

Pada proses metabolisme normal, tubuh memproduksi partikel kecil

dengan tenaga besar disebut sebagai radikal bebas. Atom atau molekul dengan

elektron bebas ini dapat digunakan untuk menghasilkan tenaga dan beberapa

fungsi fisiologis seperti kemampuan untuk membunuh virus dan bakteri. Namun

oleh karena mempunyai tenaga yang sangat tinggi, zat ini juga dapat merusak

jaringan normal apabila jumlahnya terlalu banyak. Radikal bebas dapat

mengganggu produksi DNA, lapisan lipid pada dinding sel, mempengaruhi

pembuluh darah, dan produksi prostaglandin. Radikal bebas juga dijumpai pada

lingkungan, beberapa logam (misalnya besi, tembaga), asap rokok, polusi udara,

obat, bahan beracun, makanan dalam kemasan, bahan aditif, dan sinar ultraviolet

dari matahari maupun radiasi (Putra, 2008).

2.6 Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang dapat menetralkan radikal bebas sehingga

atom dengan elektron yang tidak berpasangan mendapat pasangan elektron.

Antioksidan berfungsi mengatasi atau menetralkan radikal bebas dan melindungi

tubuh dari beragam penyakit termasuk penyakit degeneratif pada usia lanjut

seperti arteriosklerosis. Senyawa yang bersifat antioksidan banyak terdapat dalam

sayur mayur, buah-buahan segar dan rempah-rempah. Hasil penelitian ilmiah

menunjukan bahwa buah-buahan, sayuran, biji-bijian merupakan sumber

antioksidan yang baik dan dapat mencegah reaksi berantai radikal bebas dan

tubuh. Sayur mayur banyak mengandung antioksidan karena adanya vitamin C,

(32)

Di bidang dermatologi, antioksidan adalah bahan yang banyak digunakan

dan inovatif dalam sediaan topikal. Antioksidan yang paling penting adalah

vitamin E, vitamin C, tiol dan flavonoid. Tubuh terus terkena radikal bebas yang

berasal dari sumber endogen sebagai akibat dari jalur metabolisme normal.

Radikal bebas yang berasal dari sumber eksogen timbul dari polusi

lingkingan seperti asap, kabut asap, radiasi UV dan diet. Efek dari antioksidan

sistemik yaitu menghancurkan spesies oksigen reaktif, mencegah kerusakan

makromolekul seperti lipid, DNA dan protein. Biasanya ada keseimbangan ketat

antara radikal bebas dan produksi antioksidan, namun dalam kondisi tertentu

keseimbangan bisa berpihak pada radikal bebas dan dikenal dengan “stres

oksidatif”. Stress oksidatif dapat disebabkan oleh peningkatan jumlah radikal

bebas, misalnya akibat dari merokok, radiasi UV, atau karena kekurangan

antioksidan penting (Weber., dkk, 2009)

Menurut (Anies, 2009), antioksidan tubuh dikelompokkan menjadi 3

yakni:

(1). Antioksidan primer, bekerja untuk mencegah pembentuk senyawa radikal

baru menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas

ini sempat bereaksi. Contohnya: enzim SOD yang berfungsi sebagai pelindung

hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena radikal

bebas. Enzim SOD sebenarnya sudah ada dalam tubuh kita, namun kerjanya

membutuhkan zat-zat gizi mineral seperti mangan, seng, tembaga dan selenium

(33)

penyakit degeneratif, mineral-mineral tersebut hendaknya tersedia cukup dalam

makanan yang dikonsumsi setiap hari.

(2) Antioksidan sekunder, berfungsi menangkap senyawa serta mencegah

terjadinya reaksi berantai. Contoh: vitamin E, vitamin C, betakaroten, asam urat,

bilirubin, dan albumin.

(3) Antioksidan tersier, memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang

disebabkan radikal bebas. Contoh: enzim metionin sulfoksidan reduktase untuk

memperbaiki DNA pada inti sel.

2.7 Uraian Tumbuhan 2.7.1 Habitat

Bawang sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr ) merupakan tumbuhan

yang berasal dari pulau Kalimantan Tengah (Galingging, 2009). Bawang ini

banyak terdapat pada lahan yang kaya akan belerang pada ketinggian 600–2000

meter dari permukaan laut (Stewart, 2011).

2.7.2 Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan bawang sabrang (Tjitrosoepomo, 2007) adalah

sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Bangsa : Liliales

Suku : Iridaceae

(34)

Jenis : Eleutherine palmifolia

Sinonim : Eleutherine americana

2.7.3 Nama daerah

Nama daerah dari tumbuhan bawang sabrang adalah sebagai berikut :

bawang dayak, bawang hantu (Kalimantan Tengah) (Galingging, 2009), bawang

kapal (Sumatera), brambang sabrang, luluwan sapi, teki sabrang, bebawangan

beureum, bawang siem (Jawa) (Depkes, 1985).

2.7.4 Kandungan kimia

Bawang sabrang mengandung senyawa-senyawa yang meliputi alkaloid,

glikosida, flavonoid, fenolik, steroid, triterpenoid dan tanin (Galingging, 2009).

2.7.5 Khasiat dan kegunaan

Secara empiris bawang dayak sudah dipergunakan masyarakat lokal

sebagai obat berbagai jenis penyakit seperti kanker payudara, obat penurun darah

tinggi (hipertensi), penyakit kencing manis (diabetes melitus), menurunkan

kolesterol, obat bisul, kanker usus dan mencegah stroke (Galingging, 2009).

2.8 Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa kimia yang tersebar luas diseluruh bagian

tumbuhan seperti pada korteks, akar, daun, bunga dan buah-buahan. Selain

berperan sebagai fotoproteksi juga sebagai kontribusi warna tanaman.

(35)

Flavonoid telah digunakan dalam pengobatan tradisional selama beberapa

abad dan diakui sebagai polifenol tanaman yang bersifat sebagai antioksidan yang

sangat kuat. Mengingat struktur polifenolnya, kemampuan menyumbangkan

elektron dan hidrogen terhadap radikal bebas adalah fitur utama dari sifat

antioksidan (Weber., dkk, 2009).

Efek flavonoid terhadap macam-macam organisme sangat banyak

macamnya dan dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung

flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional. Aktivitas antioksidan flavonoid

tertentu merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional

untuk mengatasi gangguan fungsi hati. Flavonoid tertentu dalam makanan

tampaknya menurunkan agregasi platelet dan dengan demikian mengurangi

pembekuan darah, tetapi jika dipakai pada kulit, flavonoid menghambat

pendarahan (Robinson, 1995).

2.9 Ekstraksi

Ekstrasi adalah kegiatan penarikan kandungan senyawa kimia yang dapat

larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair

(Depkes, 2000).

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu: (Depkes, 2000)

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang

(36)

yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan

terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian semplisia dengan pelarut yang selalu

baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada

temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaban bahan, tahap

perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak)

terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

3. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada

temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan

pada temperatur 40-50⁰C.

5. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang

selalu baru, dilakuakan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi

kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin baik.

6. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

(37)

7. Dekok

Dekok adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90⁰C selama 30 menit.

2.10 Spektroforometri UV-Visibel

Spektrofotometri merupakan langkah lanjut pemeriksaan visual, yaitu

dengan menggunakan alat untuk mengukur absorbansi energi radiasi

bermacam-macam zat kimia dan memungkinkan dilakukan dengan pengukuran kualitatif dan

kuantitatif dari suatu zat dengan ketelitian yang lebih besar (Day, dkk., 1986).

Spektrofotometer UV-Vis sangat berguna dalam usaha melengkapai data

untuk elusidasi struktur menjadi lebih mudah, namun karena informasi penting

yang diperoleh kebanyakn hanya senyawa kromofornya tinggi seperti sistem

polikromatik dan heterosiklik, maka hanya pada senyawa-senyawa tertentu saja

digunakan spektrofotometer UV-Vis (Silverstein., dkk, 1991)

Spektrofotometer serapan adalah pengukuran serapan radiasi

elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit, mendekati

monokromatik, yang diserap zat. Spektrofotometri ultraviolet dengan panjang

gelombang 190-380 nm dan visibel (cahaya tampak) dengan panjang gelombang

380-780 (Depkes, 1979)

2.11 Metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl)

Pada beberapa tahun belakangan ini, pengujian absorbansi oksigen radikal

telah digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan pada makanan, serum

dan cairan biologis lain. Metode analisa ini mengukur aktivitas dari antioksidan

(38)

aktivitas dari antioksidan dalam melawan radikal bebas seperti

1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) radikal, anion superoksida radikal (O2

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering

digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau

ekstrak bahan alam. DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen akan

membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH

baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan

radikal bebas dari DPPH dan membentuk DPPH tereduksi. Jika semua elektron

pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari

ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm

akan hilang. Perubahan ini dapat diukur sesuai dengan jumlah elektron atau atom

hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat antioksidan

(Prior, dkk., 1998; Prakash, 2001; Gurav, dkk., 2007).

), hidroksi radikal

(ROO). Bermacam-macam metode yang digunakan untuk mengukur aktivitas

antioksidan dari produk makanan dapat memberikan hasil yang beragam

tergantung pada spesifitas dari radukal bebas yang digunakan sebagai reaktan

(Prakash, 2001; Ionita, 2005).

Molyneux (2004) menyatakan bahwa suatu zat mempunyai sifat

antioksidan bila nilai IC50 kurang dari 200 ppm. Bila nilai IC50 yang diperoleh

berkisar antara 200-1000 ppm, maka zat tersebut kurang aktif namun masih

(39)

Bentuk radikal DPPH Bentuk nonradikal (DPPH-H)

Gambar 6. Rumus Bangun DPPH (Prakash, 2001)

Aktivitas antioksidan merupakan kemampuan suatu senyawa atau ekstrak

untuk menghambat reaksi oksidasi yang dapat dinyatakan dengan persen

penghambatan. Senyawa antioksidan mempunyai sifat yang relatif stabil dalam

bentuk radikalnya (Brand-Williams, dkk., 1995).

Parameter yang dipakai untuk menunujukkan aktivitas antioksidan adalah

harga konsentrasi efisien atau efficient concentration (EC50) atau Inhibitiory

Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat

menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat

antioksidan yang memberikan % penghambatan 50%. Zat yang mempunyai

aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC50 atau IC50

2.11.1 Pelarut

yang rendah

(Brand-Williams, dkk., 1995; Molyneux, 2004; Sihombing, dkk., 2009).

Metode ini akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut metanol atau

etanol dan kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antar sampel uji

sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004;

(40)

Panjang gelombang maksimum (λmaks

2.11.3 Waktu pengukuran

) yang digunakan dalam pengukuran

sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang

maksimum untuk DPPH antara lain 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm, 519 nm,

520 nm. Bagaimanapun dalam praktiknya hasil pengukuran yang memberikan

peak maksimum itulah panjang gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang

yang disebutkan diatas (Molyneux, 2004).

Lamanya pengukuran menurut beberapa literatur, yang direkomendasikan

adalah selama 30 menit dan ini telah dilakukan dalam beberapa penelitian

khususnya belakangan ini, waktu pengerjaan terpendek yaitu 5 menit atau 10

menit. Waktu pengukuran digunakan sebagai parameter untuk mengevaluasi

aktivitas antioksidan sampel sebagai rujukan untuk digunakan dalam

penelitian-penelitian berikutnya (Schwarz, 2001).

Berikut ini dapat dilihat resonansi DPPH dan reaksi DPPH dengan atom H

netral yang berasal dari senyawa-senyawa yang bersifat antioksidan (Prakash,

2001) :

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan secara eksperimental.

3.1 Alat-alat yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas

laboratorium, spektrofotometer visible (Hitachi U-2900), rotary evaporator

(Heidolph VV 2000), freeze dryer (Modulyo/Edwards), neraca analitis (Vibra AJ),

penangas air (Yenako), desikator, lemari pengering, oven (Memmert), pH meter

(001 ATC).

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah umbi bawang sabrang

(Eleutherine bulbus) dan bahan kimia yang digunakan yaitu

1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), metanol (E Merck), metil paraben, propilen glikol,

larutan dapar pH 4 dan pH 7, etanol teknis (hasil destilasi), dan air suling

(Laboratorium Kuantitatif).

3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan

Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengambilan bahan tumbuhan,

identifikasi tumbuhan dan pengolahan bahan tumbuhan.

3.3.1 Pengambilan bahan tumbuhan

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa

(42)

digunakan adalah umbi bawang sabrang (Eleutherine bulbus) segar, diambil dari

jalan Bunga Rampe V kelurahan Simalingkar B kecamatan Medan Tuntungan.

3.3.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia-Pusat Penelitian Biologi, Bogor. Hasil identifikasi dapat dilihat pada lampiran 1

halaman 53.

3.3.3 Pengolahan sampel

Umbi bawang sabrang (Eleutherine bulbus) segar dibersihkan dari kotoran

dengan cara mencucinya dengan air bersih, ditiriskan, lalu diiris tipis, ditimbang,

kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan diudara terbuka yang

terlindung dari sinar matahari langsung. Sampel dianggap kering bila sudah rapuh

(diremas menjadi hancur), lalu sampel kering diserbuk dengan menggunakan

blender dan ditimbang berat serbuk keringnya.

3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Etanol 80%

Diencerkan 842 ml etanol (95%) dengan air suling secukupnya hingga

1000 ml.

3.4.2 Pembuatan larutan DPPH 40 ppm (0,5 mM)

Sebanyak 19,7 mg DPPH ditimbang, kemudian dilarutkan dalam metanol

hingga volume 100 ml (Zuhra, dkk.,2008).

3.5 Pembuatan ekstrak

Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol.

(43)

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut

etanol 80%. Sebanyak 500 g serbuk kering umbi bawang sabrang dimasukkan

dalam wadah kaca berwarna gelap kemudian dimaserasi dengan pelarut etanol

80% sampai seluruh serbuk terendam, ditutup dan disimpan pada suhu kamar

selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, kemudian pisahkan

sehingga didapat maserat. Ampas dimaserasi kembali dengan etanol 80% selama

2 hari menggunakan prosedur yang sama. Seluruh maserat digabung, diserkai dan

dienap tuangkan. Dipekatkan dengan bantuan alat rotary evaporator pada

temperature tidak lebih dari 50o

3.6 Pengujian Kemampuan Antioksidan dengan Spektrofotometri Visibel 3.6.1 Prinsip metode penangkapan radikal bebas DPPH

C sampai diperoleh ekstrak kental, kemudian

dikeringkan dengan freeze dryer -40ºC (Depkes, 1979)

Kemampuan sampel uji dalam meredam oksidasi DPPH

(1-1-diphenyl-2-picryl-hidrazyl) sebagai radikal bebas dalam larutan metanol (sehingga terjadi

peredaman warna ungu DPPH) dengan nilai IC50

3.6.2 Pembuatan larutan blanko

(konsentrasi sampel uji yang

mampu meredam radikal bebas sebesar 50% ) digunakan sebagai parameter untuk

menentukan aktivitas antioksidan sampel uji tersebut (Sihombing, 2009).

Larutan DPPH 0,5 mM dipipet sebanyak 5ml, kemudian dimasukkan ke

dalam labu tentukur 25 ml, dicukupkan volumenya dengan metanol sampai garis

tanda (konsentrasi 40 ppm).

(44)

Larutan DPPH konsentrasi 40 ppm dihomogenkan dan diukur

absorbansinya pada panjang gelombang 515 - 520 nm (Marxen, 2007). Gambar

spektofotometer dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 55.

3.6.4 Penentuan operation time larutan DPPH dalam metanol

Laturan DPPH 0,5 mM dipipet sebanyak 5 ml, kemudian dimasukkan ke

dalam labu tentukur 25 ml, dicukupkan volumenya dengan metanol sampai garis

tanda (konsentrasi 40 ppm), lalu diukur untuk menentukan operating time larutan

DPPH dalam metanol sampai menit ke-60 (selama 1 jam) pada panjang

gelombang absorbansi maksimumyang telah diperoleh.

3.6.5 Pembuatan larutan induk sampel uji

Sebanyak 25 mg sampel uji ditimbang kemudian dilarutkan dalam labu

tentukur 25 ml dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan metanol

sampai garis tanda (konsentrasi 1000 ppm).

3.6.6 Pembuatan larutan uji

Larutan induk dipipet sebanyak 0,4 ml; 0,6 ml; 0,8 ml; 1,0 ml, kemudian

dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml (untuk mendapatkan konsentrasi 40,

60, 80 dan 100 ppm), ke dalam masing-masing labu tentukur ditambahkan 2 ml

larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 40 ppm) lalu volume dicukupkan dengan

metanol sampai garis tanda.

3.6.7 Penentuan persen peredaman

Kemampuan antioksidan diukur sebagai penurunan absorbansi larutan

(45)

Nilai absorbansi larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan larutan uji

tersebut dihitung sebagai persen peredaman.

% Peredaman = x 100%

Keterangan : Akontrol

A

= Absorbansi tidak mengandung sampel

sampel

3.6.8 Penentuan nilai IC

= Absorbansi mengandung sampel

Nilai IC

50

50

Secara spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat

jika nilai IC

merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi sampel uji

(µg/ml) yang memberikan peredaman DPPH sebesar 50% (mampu menghambat/

meredam proses oksidasi sebsar 50%). Nilai 0% berarti tidak mempunyai aktivitas

antioksidan, sedangkan nilai 100% berarti peredaman total dan pengujian perlu

dilanjutkan dengan pengenceran larutan uji untuk melihat batas konsentrasi

aktivitasnya. Hasil perhitungan dimasukkan ke dalam persamaan regresi dengan

konsentrasi ekstrak (µg/ml) sebagai absis (sumbu X) dan nilai % peredaman

(antioksidan) sebagai ordinatnya (sumbu Y). Hasil pengujian dapat dilihat pada

lampiran 8 halaman 62.

50 kurang dari 50 µg/ml, kuat untuk IC50 bernilai 50-100 µg/ml,

sedang jika IC50 bernilai 100-150 µg/ml, dan lemah jika IC50

3.7 Formula Dasar Gel

bernilai 151-200

µg/ml (Mardawati, 2008).

Tabel 2. Rancangan formula dasar gel

Formula I (g) Formula II (g)

HPMC 3,5 3,5

Propilen glikol 15 -

Metil Paraben 0,18 0,18

(46)

Cara Pembuatan :

Air suling sebanyak 20 kali berat HPMC dipanaskan hingga mendidih,

kemudian diangkat dan HPMC dikembangkan di dalamnya selama 15 menit,

setelah kembang ditambahkan metil paraben. Ditambahkan dengan atau tanpa

propilen glikol sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, lalu

dicukupkan dengan air suling hingga 100 g (Suardi, dkk., 2008).

3.8 Formula Sediaan

Tabel 3. Rancangan formula sediaan gel antioksidan ekstrak umbi bawang sabrang

Ekstrak umbi bawang sabrang 30 mg

Ekstrak umbi bawang sabrang 60 mg

Ekstrak umbi bawang sabrang 180 mg

Ekstrak umbi bawang sabrang 0,030%, 0,060% dan 0,180% digerus

sedikit demi sedikit dengan masing-masing dasar gel sampai homogen, lalu

dipindahkan ke dalam beker gelas, terakhir dicukupkan dengan dasar gel hingga

100 g dan diaduk hingga homogen.

3.9 Penentuan Mutu Fisik Sediaan

Penentuan mutu fisik sediaan gel umbi bawang sabrang dilakukan

terhadap uji organoleptis, homogenitas dan penentuan pH sediaan yang dilakukan

(47)

3.9.1 Uji organoleptis

Meliputi bentuk, warna dan bau yang diamati secara visual. 3.9.2 Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek gelas. Cara :

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan

transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen

dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Depkes, 1979).

3.9.3 Penentuan pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Cara:

Alat pH meter dikalibrasi menggunakan larutan dapar pH 4 dan pH 7. Satu

gram sediaan yang akan diperiksa diencerkan dengan air suling hingga 10 mL.

Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam larutan yang diperiksa, pH meter

dibiarkan bergerak sampai menunjukkan posisi tetap, angka yang ditunjukkan pH

meter dicatat (Suardi, dkk., 2008).

BAB IV

(48)

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan

Biologi, LIPI, Bogor, disebutkan bahwa tumbuhan yang digunakan adalah

bawang sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) suku Iridaceae (Sinaga,

2010). Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini diambil pada tempat yang

sama yaitu kelurahan Simalingkar B kecamatan Medan Tuntungan, sehingga

tidak dilakukan identifikasi kembali. Gambar tumbuhan dan umbi bawang

sabrang dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 53.

4.2 Hasil Ekstraksi Serbuk Umbi Bawang Sabrang

Hasil maserasi dari 500 g serbuk umbi bawang sabrang dengan pelarut

etanol diperoleh 66,5 (13,3%) g ekstrak setelah di freeze dryer.

4.2.1. Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum DPPH

Penentuan panjang gelombang serapan maksimum larutan DPPH

dilakukan pada konsentrasi 40 ppm dalam metanol, karena larutan DPPH telah

stabil menjadi radikal bebas dan sangat lambat berubah dengan menggunakan

spektrofotometer Visibel pada panjang gelombang 515-520 nm (Marxen, dkk.,

2007). Hasil pengukuran larutan DPPH dalam metanol menunjukkan serapan

maksimum pada panjang gelombang 515,5 nm, ini termasuk dalam kisaran

panjang gelombang sinar tampak (400-750 nm). Pengujian selanjutnya untuk

aktivitas antioksidan digunakan pengukuran pada panjang gelombang 515,5 nm,

yang dilakukan dengan peredaman warna radikal bebas DPPH oleh ekstrak untuk

meredam aktivitas radikal bebas DPPH (IC50) menggunakan spektrofotometer

UV-Vis. Hasil pengukuran larutan DPPH dalam metanol dapat dilihat pada

(49)

Gambar 8. Kurva absorbansi maksimum larutan DPPH 40 ppm dalam metanol secara spektrofotometri visibel.

4.2.2 Hasil penentuan operating time larutan dpph dalam metanol

Penentuan operating time bertujuan untuk mengetahui waktu pengukuran

yang stabil dan ditentukan dengan cara mengamati hubungan antara waktu

pengukuran dengan absorbansi larutan. Penentuan operating time larutan DPPH

40 ppm dalam metanol dilakukan dengan waktu preparasi selama 13 menit

(sehingga data nomor 1 merupakan data pada menit ke-14), dan diperoleh waktu

kerja terbaik pada menit ke-26 sampai menit ke-59 setelah penambahan pelarut

metanol. Kurva serapan untuk operating time larutan DPPH dalam metanol dapat

dilihat pada Gambar 9 berikut, dan data selengkapnya pada Lampiran 5 halaman

(50)

Gambar 9. Kurva absorbansi operating time larutan DPPH dalam metanol

Berdasarkan gambar di atas maka untuk pengujian aktivitas antioksidan

dari ekstrak etanol umbi bawang sabrang dilakukan pada menit ke-45, 50 dan 55

dalam range kerja terbaik.

4.3 Hasil Analisis Peredaman Radikal bebas DPPH oleh Sampel Uji

Kemampuan antioksidan diukur pada menit ke-45, 50, dan 55 sebagai

penurunan serapan larutan DPPH (peredaman warna ungu DPPH) akibat adanya

penambahan larutan uji. Nilai serapan larutan DPPH sebelum dan sesudah

penambahan larutan uji tersebut dihitung sebagai persen peredaman. Dari analisis

yang telah dilakukan, diperoleh nilai persen peredaman pada setiap kenaikan

konsentrasi sampel uji seperti yang terlihat pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Hasil analisis peredaman radikal bebas oleh ekstrak etanol bawang sabrang.

Menit

(51)

45

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak

semakin meningkat aktivitas antioksidan untuk meredam DPPH dengan

bertambahnya waktu.

Penambahan larutan DPPH pada ekstrak etanol konsentrasi 40, 60, 80,

dan 100 ppm yang dibandingkan dengan kontrol DPPH (tanpa penambahan

larutan uji), menunjukkan hubungan antara absorbansi DPPH dengan

penambahan ekstrak umbi bawang sabrang dalam menganalisis aktivitas

(52)

Gambar 10. Hasil analisis aktivitas antioksidan sampel ekstrak etanol umbi bawang sabrang menit ke- 45

(53)

Gambar 12. Hasil analisis aktivitas antioksidan sampel ekstrak etanol umbi bawang sabrang menit ke- 55

Gambar di atas menunjukkan hasil analisis aktivitas antioksidan dari

ekstrak etanol umbi bawang sabrang pada menit ke-45, 50 dan 55, terlihat

adanya penurunan nilai absorbansi DPPH yang diberi larutan ekstrak

dibandingkan kontrol pada setiap kenaikan konsentrasi. Penurunan absorbansi

ini menunjukkan telah terjadi peredaman radikal bebas DPPH oleh larutan

ekstrak, ini berarti adanya aktivitas antioksidan dari ekstrak umbi bawang

sabrang. Hasil uji ANAVA yang dilakukan terhadap perbedaan waktu dan

absorbansi dari ekstrak umbi bawang sabrang ternyata tidak terlihat adanya

perbedaan yang bermakna pada waktu 45, 50 dan 55 menit Hasilnya terlihat pada

Lampiran 7 halaman 61.

4.4 Analisis Nilai IC50

Parameter yang digunakan untuk aktivitas antioksidan dengan uji

penangkapan radikal DPPH ini adalah IC

(Inhibitory Concentration) Sampel Uji

50 yaitu konsentrasi bahan uji yang

dibutuhkan untuk menangkap radikal DPPH sebesar 50%, dimana konsentrasi

larutan uji (ppm) sebagai absis dan nilai persen peredaman sebagi ordinat. Hasil

persamaan regresi linier yang diperoleh, dapat dilihat pada Tabel 5 dan hasil

regresi IC50

Tabel 5. Hasil persamaan regresi linier yang diperoleh untuk ekstrak etanol bawang sabrang

pada Gambar 13,14 dan 15. Data perhitungan dapat dilihat pada

lampiran 8 halaman 62.

Larutan Uji Persamaan Regresi

Menit ke- 45 Menit ke- 50 Menit ke- 55 Ekstrak etanol

umbi Bawang Sabrang

(54)

Gambar 13. Hasil regresi IC50 ekstrak etanol umbi bawang sabrang menit ke- 45

Gambar 14. Hasil regresi IC50 ekstrak etanol umbi bawang sabrang menit ke- 50

Gambar 15. Hasil regresi IC50

Hasil analisis nilai IC

ekstrak etanol umbi bawang sabrang menit ke- 55

(55)

Tabel 6. Nilai IC50

Sampel Uji

ekstrak etanol umbi bawang sabrang

Nilai IC50

Tabel di atas menunjukkan bahwa ekstrak etanol umbi bawang sabrang

memiliki aktifitas antioksidan yang sedang (100-150 µg/ml) (Mardawati, 2008).

Ekstrak umbi bawang sabrang mempunyai aktivitas antioksidan karena

mengandung senyawa flavonoid (Galingging, 2009). Senyawa flavonoid adalah

salah satu kelompok metabolit sekunder pada tumbuhan tingkat tinggi yang

digunakan sebagai obat atau suplemen diet karena flavonoid memiliki sifat

antioksidan yang kuat (Kitamura, 2006)

4.5 Hasil Penetapan Konsentrasi Formula Sediaan

. Aktivitas antioksidan senyawa flavonoid

dikaitkan dengan adanya gugus hidroksil fenolik yang menempel pada struktur

kerangkanya, dan flavonoid terbukti dapat meredam radikal bebas

1,1-.diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) (Sihombing, dkk., 2009) Hasil aktivitas antioksidan

yang sedang ini, dapat disebabkan ekstrak etanol masih bercampur dengan

senyawa-senyawa metabolit sekunder yang lain.

Penetapan konsentrasi formula sedian gel antioksidan ekstrak etanol umbi

bawang sabrang dapat ditentukan dengan cara perhitungan dari IC50

4.6 Hasil Pengamatan Sediaan Gel Antioksidan

dengan

membuat variasi konsentrasi untuk formula sediaan gel, yaitu 30, 60 dan 180mg

dalam 100 g sediaan atau 0,030, 0,060 dan 0,18% (Sihombing, dkk., 2009). Data

(56)

4.6.1. Hasil pengamatan secara visual

Hasil uji homogenitas yang diamati secara visual memperlihatkan bahwa

semua sediaan homogen. Hasil formula sediaan gel dari ekstrak etanol umbi

bawang sabrang dilakukan terhadap sediaan yang baru dibuat, yang diamati secara

visual, dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7. Hasil pengamatan sediaan gel secara visual

Formula Warna Bau Konsistensi

1 bening khas HPMC Kental

2 kuning muda khas ekstrak bawang sabrang Kental

3 kuning khas ekstrak bawang sabrang Kental

4 kuning kecoklatan khas ekstrak bawang sabrang+ Kental

5 bening khas HPMC Kental

6 kuning muda khas ekstrak bawang sabrang Kental

7 kuning khas ekstrak bawang sabrang Kental

8 kuning kecoklatan khas ekstrak bawang sabrang + Kental

Keterangan : + : bau kuat

1. Formula dengan propilen glikol tanpa ekstrak umbi bawang sabrang

2. Formula dengan propilen glikol dan ekstrak umbi bawang sabrang 0,030 % 3. Formula dengan propilen glikol dan ekstrak umbi bawang sabrang 0,060 % 4. Formula dengan propilen glikol dan ekstrak umbi bawang sabrang 0,180 % 5. Formula tanpa propilen glikol tanpa ekstrak umbi bawang sabrang 6. Formula tanpa propilen glikol dengan ekstrak umbi bawang sabrang 0,030% 7. Formula tanpa propilen glikol dengan ekstrak umbi bawang sabrang 0,060% 8. Formula tanpa propilen glikol dengan ekstrak umbi bawang sabrang 0,180%

Gel tanpa penambahan ekstrak etanol umbi bawang sabrang berwarna

bening sedangkan dengan penambahan ekstrak dihasilkan sediaan gel berwarna

kuning sampai kuning kecoklatan karena ekstrak yang ditambahkan pada gel

berwarna coklat muda. Intensitas warna gel bertambah dengan meningkatnya

konsentrasi ekstrak yang ditambahkan. Bau khas ekstrak bawang sabrang juga

(57)

formula yang dibuat menghasilkan sediaan gel yang kental. Gambar hasil sediaan

gel dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 66.

4.6.2. Hasil pengamatan secara organoleptis

Hasil pengamatan dari perubahan stabilitas sediaan gel yang dilakukan

secara organoleptis meliputi konsistensi, warna, dan bau dari masing-masing

formula sediaan gel pada penyimpanan selama 28 hari. Hasilnya dapat dilihat

pada Tabel 8 berikut :

Tabel 8. Hasil pengamatan perubahan konsistensi, warna, dan bau sediaan gel Pengamatan Formula Waktu Penyimpanan (Hari)

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28

(58)

4 : Formula dengan propilen glikol dan ekstrak umbi bawang sabrang 0,180 % 5 : Formula tanpa propilen glikol tanpa ekstrak umbi bawang sabrang 6 : Formula tanpa propilen glikol dengan ekstrak umbi bawang sabrang 0,030 % 7 : Formula tanpa propilen glikol dengan ekstrak umbi bawang sabrang 0,060 % 8 : Formula tanpa propilen glikol dengan ekstrak umbi bawang sabrang 0,180 %

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap sediaan gel,

diketahui bahwa formula sediaan gel antioksidan dengan ataupun tanpa

menggunakan propilen glikol dan penambahan ekstrak etanol umbi bawang

sabrang dengan konsentrasi 0,030 %, 0,060 % dan 0,180 % tidak mengalami

perubahan konsistensi, warna maupun bau. Artinya bahwa sediaan gel yang dibuat

stabil secara fisik.

4.6.3 Hasil pengukuran pH

Stabilitas gel juga dapat dilihat dari pH sediaan selama penyimpanan.

Hasil pengukuran pH sediaan gel ekstrak etanol bawang sabrang dapat dilihat

pada Tabel 9 dan hasil pengamatan pH sediaan gel selama penyimpanan 28 hari,

pada Gambar 16 dan 17.

Tabel 9. Hasil pengukuran pH sediaan gel selama penyimpanan Formula Waktu Penyimpanan (Hari)

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28

(59)

7 : Formula tanpa propilen glikol dengan ekstrak umbi bawang sabrang 0,060 % 8 : Formula tanpa propilen glikol dengan ekstrak umbi bawang sabrang 0,180 %

Gambar 16. Hasil pengamatan pH penyimpanan sediaan gel dengan propilen glikol selama 28 hari.

Keterangan :

Formula dengan propilen glikol tanpa ekstrak umbi bawang sabrang

Formula dengan propilen glikol dan ekstrak umbi bawang sabrang 0,030 % Formula dengan propilen glikol dan ekstrak umbi bawang sabrang 0,060 % Formula dengan propilen glikol dan ekstrak umbi bawang sabrang 0,180 %

Gambar 17. Hasil pengamatan pH penyimpanan sediaan gel tanpa propilen glikol selama 28 hari.

Keterangan :

Formula tanpa propilen glikol tanpa ekstrak umbi bawang sabrang

(60)

Formula tanpa propilen glikol dan ekstrak umbi bawang sabrang 0,180 %

Berdasarkan pengukuran pH dari masing-masing formula selama

pengamatan terjadi penurunan pH dan secara keseluruhan terlihat bahwa pH dari

sediaan gel ekstrak etanol umbi bawang sabrang menurun dengan bertambahnya

waktu penyimpanan. Sediaan gel untuk blanko tanpa penambahan ekstrak etanol

umbi bawang sabrang juga mengalami penurunan pH. Hasil uji stabilitas terhadap

pH sediaan gel baik blanko maupun sediaan gel antioksidan dari ekstrak etanol

umbi bawang sabrang menunjukkan pH sediaan tetap stabil pada penyimpanan

karena masih berada dalam range pH normal kulit yaitu 5,0-6,0 (Ansari., dkk,

Gambar

Tabel
Gambar tumbuhan dan umbi bawang sabrang .................................. 54
Gambar 1. Rumus Bangun HPMC (Rowe., dkk, 2005).
Tabel 1. Penggunaan propilen glikol dalam sediaan farmasi.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan: Air perasan umbi bawang dayak ( Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) memiliki efek antimikroba terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus namun tidak sepoten

Khasiat bawang dayak ( Eleutherine palmifolia ) sebagai antibakteri telah dibuktikan oleh Mierza (2011), bahwa ekstrak bawang dayak dengan pelarut etanol menggunakan

Pengaruh Ekstrak Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia (L.)Merr.) Terhadap Persentase Kerusakan Pulau Langerhans Pankreas Tikus (Rattus norvegicus strain wistar)

Analisis Probit Log Fraksi Etanol Umbi Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia L.) Terhadap Sel Kanker Payudara MCF-7 .... Analisis Probit Log Fraksi Etanol Umbi Bawang Dayak

Penelitian yang dilakukan mengenai daya hambat pertumbuhan jamur menggunakan sampel ekstrak umbi bawang hutan (eleutherine palmifolia (L.) merr) yang berasal dari daerah

Kerangka konsep yang akan dilakukan penelitian tentang efektivitas ekstrak umbi bawang dayak ( Eleutherine palmifolia merr.) sebagai penghambat jamur Pityrosporum ovale

Penelitian yang dilakukan mengenai daya hambat pertumbuhan jamur menggunakan sampel ekstrak umbi bawang hutan (eleutherine palmifolia (L.) merr) yang berasal dari daerah

Hasil analisis prosentase p53 mutan pada sel T47D pada pemberian fraksi etanolik dan fraksi petroleum eter ekstrak umbi bawang dayak (Eleutherine palmifolia (L), Merr)