SKRIPSI
KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PADA APBD DI PEMERINTAHAN KOTA DI SUMATERA UTARA
OLEH
OKTO ARBINCAN 100522021
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Kontribusi Pajak Daerah Dan
Retribusi Daerah Pada APBD di Pemerintahan Kota di Sumatera Utara” adalah
benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna
menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga,
dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau
dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam
skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, 25 Juli 2012
Okto Arbincan
ABSTRAK
KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PADA APBD DI PEMERINTAHAN KOTA DI SUMATERA UTARA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberikan kontribusi signifikan positif pada APBD kota di Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 8 kota setiap tahunnya yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2008-2010. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh melalui situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (www.djpk.depkeu.go.id) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
ABSTRACT
CONTRIBUTION LOCAL TAX AND LOCAL RETRIBUTION IN REGENCY/CITY AT NORTH SUMATERA PROVINCE
The purpose of this research is to examine the significant impact of Local Tax and Local Retribution in regency/ city at North Sumatera Province. The method of this minithesis is a causal research design with 8 city as a sample for every year at North Sumatera Province. This research is done for 2008-2010 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from the website Financial Department of the Republic Indonesia (www.djpk.depkeu.go.id) and Badan Pusat Statistik (BPS) of North Sumatera Province. The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense and the realitation region budget of Revenue and Expense .
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena hanya berkat rahmat dan karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan
skripsi dengan judul “Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Pada APBD
Di Pemerintahan Kota Di Sumatera Utara”. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.
Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan berupa
pengarahan, bimbingan, bantuan dan kerja sama semua pihak yang telah turut
membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terimakasih kepada berbagai pihak.
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr.Syafruddin Ginting Sugihen,MAFIS,Ak Selaku Ketua Departemen
Akuntansi Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs.Hotmal Jafar, MM, Ak
Selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak,
selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Rasdianto, M.Si, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktu, pikiran dan tenaga sehingga penulis dapat menyelesaikan
5. Ibu Prof. Erlina, M.Si, P.hd, Ak selaku Pembaca Penilai yang telah
memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi.
6. Kepada Mama, kakak ( alm papa : smoga anak-Mu ini sukses ) dan keluarga
besar saya yang telah memberikan kasih sayang, didikan, perhatian, doa, serta
dukungan moril dan materil kepada penulis, serta terima kasih kepada
teman-teman saya yang telah membantu mulai dari pemilihan judul hingga selesai.
7. Kepada Meichan (Beib Q) makasi banyak atas perhatiannya selama ini loph u.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
skripsi ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang
membacanya.
Medan, 25 Juli 2012
Penulis,
Okto Arbincan
DAFTAR ISI
PERNYATAAN... ... ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ...viii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 APBD ... 7
2.1.1 Pengertian APBD ... 7
2.1.2 Struktur APBD ... 8
2.2 Pendapatan Daerah ... 9
2.3 Pendapatan Asli Daerah ... 10
2.4 Pajak Daerah ... 11
2.5 Retribusi Daerah ... 34
2.6 Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ... 51
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 52
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 52
3.3 Jenis dan Sumber Data ... 53
3.4 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 54
3.5 Metode Analisis Data ... 54
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN 4.1 Data Penelitian ... 55
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 62
5.2 Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
Tabel 2.1 Tarif Pajak Daerah ... 33
Tabel 2.2 Presentase Bagi Hasil Penerimaan Pajak Daerah ... 34
Tabel 3.1 Daftar Sampel Kota ... 53
Tabel 4.1 Data Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ... 57
Tabel 4.2 Data Pajak Daerah ... 58
Tabel 4.3 Data Retribusi Daerah ... 59
Tabel 4.4 Kontribusi Pajak Daerah pada APBD ... 60
ABSTRAK
KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PADA APBD DI PEMERINTAHAN KOTA DI SUMATERA UTARA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberikan kontribusi signifikan positif pada APBD kota di Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 8 kota setiap tahunnya yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2008-2010. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh melalui situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (www.djpk.depkeu.go.id) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
ABSTRACT
CONTRIBUTION LOCAL TAX AND LOCAL RETRIBUTION IN REGENCY/CITY AT NORTH SUMATERA PROVINCE
The purpose of this research is to examine the significant impact of Local Tax and Local Retribution in regency/ city at North Sumatera Province. The method of this minithesis is a causal research design with 8 city as a sample for every year at North Sumatera Province. This research is done for 2008-2010 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from the website Financial Department of the Republic Indonesia (www.djpk.depkeu.go.id) and Badan Pusat Statistik (BPS) of North Sumatera Province. The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense and the realitation region budget of Revenue and Expense .
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Otonomi daerah yang sedang dilaksanakan dewasa ini menjadikan salah
satu bentuk fenomena yang sangat menarik untuk dikaji oleh berbagai
kalangan. Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk reformasi dari
penyelenggaraan pemerintah daerah propinsi/ kota dan atau kabupaten yang
dilakukan oleh pemerintah pusat sebagai jawaban terhadap masyarakat dan
mahasiswa.
Daerah otonom merupakan kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pelaksanaan otonomi daerah yang sudah berlangsung sejak Januari
2001, merupakan proses untuk memperkuat perekonomian domestik dan
mendorong pemulihan ekonomi. Dengan kemandirian mengelola
perekonomian daerah sendiri, pemda/pemko mempunyai kesempatan tidak
hanya mensejahterakan rakyatnya secara langsung tetapi mensejahterakan
masyarakat sekelilingnya secara tidak langsung.
Dengan berlakunya Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, maka
penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan dengan memberikan
wewenang untuk mengolah keuangan yang lebih luas, nyata dan
bertanggungjawab kepada daerah.
Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut dan sesuai
dengan semangat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004,tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Maka Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah bersumber dari pendapatan asli daerah dan
penerimaan berupa dana perimbangan yang bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara.
Pendapatan asli daerah yang antara lain berupa pajak daerah, retribusi
daerah, diharapkan menjadi salah satu sumber penerimaan pemerintah daerah
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD ).
Hal ini juga didukung dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000,
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagai salah satu upaya untuk
mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab
sekaligus memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi daerah dalam
pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi yang juga menetapkan
pengaturan untuk menjamin penerapan prosedur umum perpajakan dan
Pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah
telah dipungut di Indonesia sejak awal kemerdekaan Indonesia. Sumber
penerimaan ini terus dipertahankan sampai dengan era otonomi daerah
dewasa ini. Penetapan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber
penerimaan daerah ditetapkan dengan dasar hukum yang kuat, yaitu dengan
Undang-Undang khususnya Undang-Undang tentang pemerintahan daerah
maupun tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan
yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah
kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan
mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah ( APBD ), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat
antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan kewenangan
tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber
sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli
Daerah .
Bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah, dipandang perlu
menekankan prinsi-prinsip demokrasi , peran serta masyarakat, pemerataan
dan keadilan, dan akuntabilitas serta memperhatikan potensi dan
keanekaragaman daerah, sehingga pajak daerah dan retribusi daerah
membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah
untuk menetapkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab.
Usaha peningkatan penerimaan daerah dalam hal ini PAD dari
pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah menemui banyak kendala
diantaranya keadaan krisis ekonomi yang berkepanjangan dan gejolak sosial
politik yang tidak stabil. Tentu saja hal seperti ini dapat menghambat dan
mengurangi penerimaan PAD.
Tuntutan penerimaan PAD semakin besar seiring dengan semakin
banyaknya kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah
disertai Pengalihan personil, Peralatan, Pembiayaan dan Dokumentasi (P3D)
ke daerah dalam jumlah besar.
Sementara, sejauh ini dana perimbangan yang merupakan transfer
keuangan oleh pusat kepada daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan
otonomi daerah, meskipun jumlahnya relatif memadai yakni sekurang
kurangnya sebesar 25 persen dari penerimaan dalam negeri dalam APBN,
namun, daerah harus lebih kreatif dalam meningkatkan PAD-nya untuk
meningkatkan akuntabilitas dan keleluasaan dalam pembelanjaan APBD-nya.
Sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara
maksimal, namun tentu saja di dalam koridor peraturan perundang-undangan
yang berlaku, termasuk diantaranya adalah pajak daerah dan retribusi daerah
Menurut Riduansyah ( 2003 ) dalam jurnalnya “Kontribusi
penerimanaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan PAD dan
APBD guna mendukung pelaksanaan otonomi daerah pada Pemerintahan
Kota Bogor ”. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah
terhadap total perolehan penerimaan Pemda Bogor tercermin dalam
APBD-nya, dikaitkan dengan kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah
terlihat cukup baik.
Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis tertarik untuk mengambil
judul ”Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada APBD di
Pemerintahan Kota di Sumatera Utara”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah
penelitian yang akan dibahas adalah bagaimana Tingkat kontribusi Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah pada APBD di Pemerintahan Kota Propinsi
Sumatera Utara ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah : untuk mengetahui tingkat
kontribusi daerah dan retribusi daerah pada APBD di Pemerintahan Kota
Propinsi Sumatera Utara ( Kota Medan, Kota Binjai, Kota Gunung Sitoli, Kota
Padang Sidempuan, Kota Pematang Siantar, Kota Sibolga, Kota Tanjung Balai
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Peneliti, penelitian ini untuk menambah wawasan tentang kontribusi
pajak daerah dan retribusi daerah pada APBD di Pemerintahan Kota di
Sumatera Utara.
2. Bagi Pemerintah, hasil penelitian ini sebagai salah satu bahan
pengambilan keputusan dalam hal penilaian keberhasilan implementasi
otonomi Daerah pada Pemerintah Kota di Sumatera Utara dibandingkan
dengan daerah lain.
3. Bagi Calon Peneliti, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai salah satu referensi untuk penelitian lebih lanjut, terutama
mahasiswa yang melakukan penelitian yang berkaitan dengan kontribusi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 APBD
2.1.1 Pengertian APBD
Menurut Halim dan Nasir ( 2006 : 44 ) Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah adalah “rencana keuangan tahunan Pemerintah
Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan
Peraturan Daerah”.
Menurut Saragih ( 2003 : 127 ) APBD merupakan suatu
gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam
meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika
perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan
berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan daerah ( PAD )
khususnya penerimaan pajak pajak daerah.
Berkembangnya perekonomian daerah di berbagai sektor juga
akan memberikan pengaruh positip pada penciptaan lapangan kerja
baru bagi masyarakat daerah. Unsur unsur APBD adalah sebagai
berikut :
a. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.
b. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk
adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran
pengeluaran yang akan dilaksanakan.
c. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.
d. Periode anggaran yang biasanya 1 ( satu ) tahun.
2.1.2 Struktur APBD
Keputusan dan susunan APBD yang didasarkan pada
Keputusan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006, dimana APBD
terdiri atas 3 bagian, yaitu :
1) Pendapatan
2) Belanja, dan
3) Pembiayaan.
Pendapatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu Pendapatan Asli
Daerah, Dana Perimbangan, dan lain-lain Pendapatan Daerah yang
sah. Belanja digolongkan menjadi 4 yakni : Belanja Aparatur Daerah,
Belanja Pelayanan Publik, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan,
dan Belanja tak Tersangka. Belanja Aparatur Daerah diklasifikasikan
menjadi 3 kategori yaitu Belanja Administrasi Umum, Belanja
Operasi dan Pemeliharaan, dan Belanja Modal/Pembangunan..
Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah adalah : sisa lebih
anggaran tahun buku, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil
penjualan aset daerah yang dipisahkan dan transfer dari dana
cadangan. Sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri
modal transfer ke dana cadangan dan sisa lebih anggaran tahun
sekarang ( Halim,2004:18 ).
2.2 Pendapatan Daerah
Pengaturan kewenangan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya
nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan dengan
prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas. Sumber-sumber
pendapatan untuk membiayai pelaksanaan desentralisasi berdasarkan
ketentuan perundangan namun sejauh ini baru PAD dan Dana Perimbangan
yang memberikan kontribusi anggaran sedangkan lainnya masih belum dapat
dilaksanakan.
Namun demikian, perkembangan pendapatan suatu daerah dipengaruhi
oleh beberapa aspek dan indikator antara lain pertumbuhan ekonomi,
kemampuan dan kapasitas daya beli dari masyarakat, tingkat pendapatan dan
tingkat konsumsi masyarakat, bukan faktor rentan terhadap pengaruh moneter
dan ekonomi makro.
Dalam mengurus dan menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah
propinsi/kota/kabupaten yang meliputi tugas pemerintahan umum,
pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan menggunakan sumber-sumber
pembiayaan yang didapat dari pemerintah daerah. Berdasarkan Undang
undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 157 menyebutkan bahwa “sumber
pendapatan daerah terdiri atas : Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan,
2.3Pendapatan Asli Daerah
Menurut Mardiasmo ( 2002:132), “ Pendapatan Asli Daerah adalah
penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah hasil
perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
Yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan
yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : Pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah
dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang
pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian
laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah /BUMD, dan
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/
BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta
atau kelompok usaha masyarakat.
Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk
menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah,
retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas
tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi,potongan ataupun bentuk
lain sebagai akibat dari penjualan dan /atau pengadaan barang dan /atau jasa
oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan
pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan
hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial
dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan, pendapatan dari angsuran/ cicilan penjualan.
Di dalam undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan
bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi
Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari :
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah
3. Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan
4. Lain-lain PAD yang sah.
2.4 Pajak Daerah
2.4.1 Pengertian Pajak Daerah
Menurut P.Siahaan ( 2005 : 7 ) menyatakan bahwa
hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Pajak Daerah merupakan Pajak yang diterima dan dikelola oleh
Pemerintah Daerah, baik Propinsi maupun Kabupaten / Kota yang
berguna untuk menunjang penerimaan Pendapatan Asli Daerah dan
hasil penerimaan tersebut masuk kedalam APBD. Pajak Daerah yang
bersumber dari Pendapatan Asli Daerah adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan kepada Daerah tanpa
imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
perundang undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan Pembangunan Daerah.
Dasar hukum Pajak Daerah yaitu Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah.
Dalam pemungutan Pajak Daerah memerlukan suatu sistem agar
pengelolaaan Pajak Daerah tersebut dapat berjalan dengan baik.
Maka diperlukan suatu sistem pemungutan yang baik pula. Sistem
Pemungutan Pajak daerah sama dengan Pajak pusat daerah yaitu :
1. Official Assesment System.
2. Self Assesment System
3. Witholding System.
Sedangkan menurut UU No.34 tahun 2000 tentang perubahan
Daerah yang dimaksud pajak daerah adalah : Pajak daerah adalah
iuran wajib yang dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan kepada
daerah tanpa imbalan imbalan langsung yang seimbang, yang
dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah.
Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat
diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang
daerah yang diatur dalam undang-undang tentang pokok-pokok
Pemerintahan Daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan
rumah tangga daerah itu sendiri.
Jenis pajak daerah terbagi 2 yaitu :
a. Pajak Propinsi
b. Pajak Kabupaten / Kota
2.4.2 Jenis - Jenis Pajak Kota
2.4.2.1 Pajak hotel
Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel, yaitu bangunan
yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap atau
istirahat, memperoleh pelayanan, dan/ atau yang fasilitas lainnya
dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu,
dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan
Pengenaan pajak hotel tidak mutlak ada pada seluruh daerah
kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan
kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota
untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak
kabupaten/kota.
Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah
kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan
peraturan daerah tentang Pajak Hotel. Peraturan ini akan menjadi
landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan
pemungutan Pajak Hotel di daerah kabupaten atau kota yang
bersangkutan.
Dalam pemungutan pajak hotel terdapat beberapa terminologi
yang perlu diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat berikut ini :
1. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk
dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau
fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran termasuk bangunan
lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang
sama, kecuali oleh pertokoan dan perkantoran.
2. Rumah penginapan adalah penginapan dalam bentuk dan
klasifikasi apa pun beserta fasilitasnya yang digunakan untuk
3. Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk
apa pun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya
melakukan usaha di bidang jasa penginapan.
4. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima
sebagai imbalan atas penyerahan barang atau pelayanan sebagai
pembayaran kepada pemilik hotel.
5. Bon penjualan ( bill ) adalah bukti pembayaran yang sekaligus
sebagai bukti pungutan pajak, yang dibuat oleh wajib pajak pada
saat mengajukan pembayaran atas jasa pemakaian kamar atau
tempat penginapan beserta fasilitas penunjang lainnya kepada
subyek pajak.
Tarif pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh
persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan
kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang
dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah
kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota
diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang
mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya asalkan tidak lebih
dari sepuluh persen.
2.4.2.2 Pajak Restoran
Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan
untuk menyantap makanan dan minuman dengan dipungut bayaran
termasuk kedai nasi, kedai mie, kedai kopi, warung tempat jual
makanan/ minuman, tempat karaoke, usaha jasa katering dan usaha
jasa boga.
Pengenaan pajak Restoran tidak mutlak ada pada seluruh daerah
kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan
kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota
untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak
kabupaten/kota.
Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah
kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan
peraturan daerah tentang pajak Hotel. Peraturan ini akan menjadi
landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan
pemungutan Pajak Restoran di daerah kabupaten atau kota yang
bersangkutan.
Dalam pemungutan Pajak Restoran terdapat beberapa
terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat
berikut ini :
1. Restoran adalah tempat menyantap makanan adan atau minuman
yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha
2. Pengusaha restoran adalah Orang Pribadi atau Badan dalam
bentuk apapun, yang dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaannya melakukan usaha di bidang rumah makan.
3. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima
sebagai imbalan atas penyerahan barang atau pelayanan, sebagai
pembayaran kepada pemilik rumah makan.
4. Bon penjualan adalah ( bill ) adalah bukti pembayaran yang
sekaligus sebagai bukti pungutan pajak yang dibuat oleh wajib
pajak pada saat mengajukan pembayaran atas pembelian makanan
dan atas minuman kepada subyek pajak.
Tarif pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh
persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan
kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang
dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah
kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota
diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang
mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya asalkan tidak lebih
dari sepuluh persen.
2.4.2.3 Pajak Hiburan
Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan, yaitu
semua jenis pertunjukkan, permainan, permainan ketangkasan, dan/
dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran tidak termasuk
penggunaan fasilitas untuk berolahraga.
Mengingat kondisi kabupaten dan kota di Indonesia tidak sama,
termasuk dalam hal jenis hiburan yang diselenggarakan, maka untuk
dapat diterapkan pada suatu daerah kabupaten atau kota pemerintah
daerah setempat harus mengeluarkan peraturan daerah tentang Pajak
Hiburan yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis
pelaksanaan pengenaan dan pungutan pajak hiburan di daerah
kabupaten atau kota yang bersangkutan.
Dalam pemungutan Pajak Hiburan terdapat beberapa
terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat
berikut ini :
1. Hiburan adalah sebuah jenis pertunjukkan, permainan,
permainan ketangkasan, dan atau keramaian dengan nama dan
bentuk apa pun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang
dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas
untuk berolahraga.
2. Penyelenggara hiburan adalah Orang Pribadi atau Badan yang
bertindak baik untuk atas namanya sendiri atau untuk dan atas
nama pihak lain yang menjadi tanggugannya dalam
menyelenggarakan suatu hiburan.
3. Penonton atau pengunjung adalah setiap orang menghadiri suatu
atau menggunakan fasilitas yang disediakan oleh penyelenggara
hiburan kecuali penyelenggara, karyawan, artis, dan petugas
yang menghadiri untuk melakukan tugas pengawasan.
4. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya
diterima dalam bentuk apa pun untuk harga pengganti yang
diminta atau seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukar
atas pemakaian dan atau pembelian jasa hiburan serta fasilitas
penunjangnya termasuk pula semua tambahan dengan nama apa
pun juga yang dilakukan oleh wajib pajak yang berkaitan
langsung dengan penyelenggaraan hiburan. Termasuk dalam
pengertian pembayaran adalah jumlah yang diterima atau
seharusnya diterima, termasuk yang akan diterima antara lain
pembayaran yang dilakukan tidak secara tunai.
5. Tanda masuk adalah semua tanda atau alat atau cara yang sah
dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dapat digunakan
untuk menonton, menggunakan fasilitas, atau menikmati hiburan.
Tanda atau cara yang sah adalah berupa tanda masuk yang
dilegalisasi oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/ Kota.
Termasuk tanda masuk disini adalah tanda masuk dalam bentuk
dan dengan nama apa pun misalnya karcis, tiket undangan, kartu
6. Harga tanda masuk yang selanjutnya disingkat HTM adalah nilai
uang yang tercamtum pada tanda masuk yang harus dibayar oleh
penonton atau pengunjung.
Tarif pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar tiga puluh
lima persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota
yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan
tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing
daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah
kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif
pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya asalkan
tidak lebih dari tiga puluh lima persen. Untuk mendukung
pengembangan kesenian tradisional, hiburan berupa kesenian
tradisional umumnya dikenakan tarif pajak yang lebih rendah dari
hiburan lainnya.
Oleh karena obyek Pajak Hiburan meliputi berbagai jenis
hiburan, pemerintah kabupaten/ kota juga harus menetapkan tarif
pajak untuk masing-masing jenis hiburan yang biasanya berbeda
antar jenis hiburan. Misalnya suatu pemerintah daerah kota
menetapkan besarnya tarif Pajak Hiburan untuk setiap jenis hiburan
a. Tarif pajak untuk pertunjukkan film di bioskop ditetapkan :
1) Golongan A.II Utama sebesar 15%
2) Golongan A.II sebesar 12,5%
3) Golongan A.I sebesar 12,5%
4) Golongan B.II sebesar 10%
5) Golongan B.I sebesar 10%
6) Golongan C sebesar 7,5%
7) Golongan D sebesar 7,5% dan
8) Jenis keliling sebesar 5%
b. Tarif pajak untuk pertunjukkan kesenian antara lain kesenian
tradisional , pameran busana, kontes kecantikan ditetapkan
sebesar 10%.
c. Tarif pajak untuk pertunjukkan/pagelaran musik dan tari
ditetapkan sebesar 25%.
d. Tarif pajak untuk diskotik, bar dan pub ditetapkan sebesar 30%.
e. Tarif pajak untuk karaoke, music hidup, ruang musik, balai gita
dan sejenisnya ditetapkan sebesar 30%.
f. Tarif pajak untuk klub malam ditetapkan sebesar 30%.
g. Tarif pajak untuk permainan biliar ditetapkan sebesar 10%
h. Tarif pajak untuk permainan ketangkasan dan sejenisnya untuk
dewasa ditetapkan sebesar 25% dan untuk anak-anak ditetapkan
sebesar 10%.
j. Tarif pajak untuk mandi uap dan sejenisnya ditetapkan 25%.
k. Tarif pajak untuk pertandingan olahraga ditetapkan 12,5%.
l. Tarif pajak untuk untuk permainan bowling ditetapkan 15%.
m. Tarif pajak untuk tempat wisata,rekreasi termasuk di dalamnya
kolam renang, kolam pemancingan, pasar malam, pertunjukkan
sirkus, komedi putar, kereta pesiar, dan sejenisnya ditetapkan
sebesar 10%.
n. Tarif pajak untuk penyelenggaraan hiburan incidental ditetapkan
sebesar 15%.
o. Tarif pajak untuk penyelenggaraan hiburan yang seharusnya
menggunakan tanda masuk, tetapi tidak menggunakan tanda
masuk atau tidak mencantumkan harga tanda masuk ditetapkan
sebesar 15%.
2.4.2.4 Pajak Reklame
Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame yaitu
benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan jenis
ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan,
menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang ataupun
untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang
ditempatkan atau yang dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu
tempat umum kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah.
Untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota,
tentang Pajak Reklame yang akan menjadi landasan hukum operasional
dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Reklame di
daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.
Dalam pemungutan Pajak Reklame terdapat beberapa terminologi
yang perlu diketahui. Terminologi tersebut adalah sebagaimana di bawah
ini :
1. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut
bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, digunakan
untuk memperkenalkan, menganjurkan, atau memujikan suatu
barang, jasa atau orang ataupun untuk menarik perhatian umum
kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang
dapat dilihat, dibaca dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum
kecuali yang dilakukan oleh pemerintah.
2. Penyelenggara Reklame adalah orang atau badan yang
menyelenggarakan reklame baik untuk dan atas namanya sendiri
atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya.
3. Perusahaan jasa periklanan/biro reklame adalah badan yang
bergerak di bidang periklanan yang memenuhi persyaratan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
4. Panggung reklame adalah suatu sarana atau tempat pemasangan
5. Jalan umum adalah suatu sarana perhubungan darat dalam bentuk
apa pun meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap
dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.
6. Izin adalah izin penyelenggaraan reklame yang terdiri dari izin tetap
dan izin terbatas.
7. Surat Permohonan Penyelenggaraan Reklame yang selanjutnya
disingkat SPPR adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk
mengajukan permohonan penyelenggaraan reklame dan
mendaftarkan identitas pemilik data reklame sebagai dasar
perhitungan pajak yang terutang.
8. Surat Kuasa Untuk Menyetor yang selanjutnya disingkat SKUM
adalah perhitungan besarnya Pajak Reklame yang harus dibayar
oleh wajib pajak yang berfungsi sebagai ketetapan pajak.
2.4.2.5 Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik
dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan
jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Penerangan
jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan umum
yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.
Pajak penerangan jalan tidak mutlak ada pada seluruh daerah
kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan
kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota
kabupaten/kota. Untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau
kota maka pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan
Peraturan Daerah tentang Pajak Penerangan Jalan yang akan menjadi
landasan hukum operasional dalam pelaksanaan pengenaan dan
pemungutan Pajak Penerangan Jalan di daerah kabupaten atau kota yang
bersangkutan.
Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar
sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota
yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan
kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang
dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota.
Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan
untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan
kabupaten/kota lainnya asalkan tidak lebih dari sepuluh persen.
2.4.2.6 Pajak pengambilan bahan galian golongan C
Pajak Pengambilan bahan galian golongan C adalah pajak atas
kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Bahan galian golongan adalah
bahan galian golongan C sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bahan-bahan galian dibagi atas dua golongan, yaitu :
a. Golongan bahan galian strategis
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 1980 bahan galian terbagi atas tiga golongan, yaitu :
1. Golongan bahan galian yang strategis disebut pula sebagai bahan
galian A yang terdiri dari :
a. Minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam.
b. Bitumen padat, aspal.
c. Antrasit, batu bara, batu bara muda.
d. Uranium, radium, thorium, dan bahan-bahan galian radioaktif
lainnya.
e. Nikel, kobalt, dan
f. Timah.
2. Golongan bahan galian yang vital disebut pula sebagai bahan galian
golongan B terdiri dari :
a. Besi, mangan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan.
b. Bauksit, tembaga, timbal, seng.
c. Emas, platina, perak, air raksa, intan.
d. Arsin, antimon, bismut.
e. Rhutenium, cerium dan logam-logam langka lainnya.
f. Berillium, korundum, zirkon, kristal kwarsa.
g. Kriolit, fluorpar, barit dan
h. Yodium, brom, khlor, belerang.
3. Golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan a atau b
a. Nitrat-nitrat, fosfat, garam batu ( halite ).
b. Asbes, talk, mika, grafit, magnesit.
c. Yarosit, leusit, tawas ( alum ), oker.
d. Batu permata, batu setengah permata.
e. Pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit.
f. Batu apung, tras, obsidian, perlit, tanah diatome, tanah serap.
g. Marmer, batu tulis.
h. Batu kapur, dolomit, kalsit.
i. Granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, dan pasir sepanjang
tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan a maupun
golongan b dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi
ekonomi pertambangan.
Tarif Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C ditetapkan
paling tinggi sebesar dua puluh persen dan ditetapkan dengan
peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah
kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai
dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan
demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk
menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan
2.4.2.7 Pajak Parkir
Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas
penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang
pribadi atau badan , baik yang disediakan berkaitan dengan pokok
usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha.
Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat
diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang
daerah yang diatur dalam undang undang tentang pokok-pokok
pemerintahan daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan
rumah tangga daerah itu sendiri.
Pengenaan pajak parkir tidak mutlak ada pada seluruh
daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini
berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah
kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan
suatu jenis pajak kabupaten/kota. Untuk dapat dipungut pada
suatu daerah kabupaten atau kota, pemerintah daerah harus
terlebih dahulu menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pajak
Parkir yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam
teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak parkir di
daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.
Dalam pemungutan Pajak Parkir terdapat beberapa
terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut dapat
1. Tempat parkir adalah tempat parkir di luar badan jalan yang
disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan
berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai
suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan
bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
2. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima
sebagai imbalan atas penyerahan barang atau jasa pembayaran
kepada penyelenggara tempat parkir.
3. Pengusaha parkir adalah orang pribadi atau badan hukum yang
menyelenggarakan usaha parkir atau jenis lainnya pada gedung,
pelataran milik pemerintah/swasta orang pribadi atau badan yang
dijadikan tempat parkir untuk dan atas namanya sendiri atau untuk
dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya.
4. Gedung parkir adalah tempat parkir kendaraan, tempat menyimpan
kendaraan dan atau tempat memamerkan kendaraan yang berupa
gedung milik pemerintah/swasta, orang pribadi, atau badan yang
dikelola sebagai tempat parkir kendaraan.
5. Pelataran parkir adalah pelataran milik pemerintah/swasta, orang
pribadi, badan di luar badan jalan atau yang dikelola sebagai
tempat parkir secara terbuka.
6. Garasi adalah bangunan atau ruang rumah yang dipakai untuk
7. Tempat penitipan kendaraan adalah suatu ruang, bidang yang
dipakai untuk menyimpan, menaruh, mengumpulkan,
memamerkan, memajang kendaraan untuk jangka waktu tertentu
dan atau untuk diperjuabelikan.
8. Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan
oleh peralatan yang ada pada kendaraan itu dan dipergunakan
untuk pengangkutan orang dan atau barang di jalan.
2.4.3 Subyek Pajak dan Wajib Pajak Kabupaten / Kota
a. Subyek Pajak Hotel adalah orang atau badan yang melakukan
pembayaran atas pelayanan. Wajib pajaknya adalah pengusaha
hotel
b. Subyek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pembayaran atas pelayanan restoran. Wajib pajaknya
adalah pengusaha restoran.
c. Subyek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang
menonton dan atau menikmati hiburan. Wajib pajaknya adalah
orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.
d. Subyek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan atau memesan reklame. Wajib pajaknya adalah
orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame.
e. Subyek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan
bukan PLN. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang
menjadi pelanggan lisrik dan atau pengguna tenaga listrik.
f. Subyek Pajak pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah
orang pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan
C. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan pengambilan galian golongan C.
g. Subyek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan melakukan
pembayaran atas tempat parkir. Wajib pajaknya adalah orang
pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir.
2.4.4 Obyek Pajak Kabupaten / Kota
a. Obyek Pajak Hotel adalah pembayaran yang disediakan hotel
dengan pembayaran termasuk :
a) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal Jangka Panjang
b) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas
penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya
memberikan kemudahan dan kenyamanan.
c) Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk
tamu hotel, bukan untuk umum dan
b. Obyek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran
dengan pembayaran.
c. Obyek Pajak Hiburan yakni penyelenggaraan hiburan yang
dipungut bayaran.
e. Obyek Pajak Penerangan Jalan yakni penggunaan tenaga listrik di
wilayah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar
oleh pemerintah daerah.
f. Obyek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yakni
kegiatan pengambilan bahan golongan C
g. Obyek Pajak Parkir yakni penyelenggaraan tempat parkir diluar
badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha
maupun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan
tempat penitipan kendaraan bermotor.
2.4.5 Tarif Pajak Kabupaten / Kota
Menurut pasal 3 UU 34 tahun 2000, tarif untuk tiap jenis pajak
daerah ditetapkan paling tinggi sebesar :
a. Pajak Hotel 10%
b. Pajak Restoran 10%
c. Pajak Hiburan 35%
d. Pajak Reklame 25%
e. Pajak Penerangan Jalan 10%
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C sebesar 20%
g. Pajak Parkir 20%
Tarif tersebut merupakan tarif tertinggi atau tarif maksimal yang
dapat ditetapkan oleh pemerintah maupun kabupaten atau kota dalam
melakukan pemungutan pajak daerah untuk kabupaten / kota di
Dilihat dari wewenang Pemungutan Pajak Daerah atas Objek Pajak
Daerah dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu : Pajak daerah yang dipungut oleh
Propinsi, dan Pajak Daerah yang dipungut oleh Kota.
Tabel 2.1 Tarif Pajak Daerah
Sumber : Berdasarkan Undang-Undang PBB tahun 1984
DESKRIPSI TARIF
1. Pajak Propinsi :
a. PKB & Kendaraan di Atas Air
b. BBNKB & Kendaraan Di Atas Air
c. PBBKB
2. Pajak Kabupaten/ Kota :
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
Tabel 2.2
Presentase Bagi Hasil Penerimaan Pajak Daerah
NO JENIS PAJAK DAERAH
PROVINSI KOTA
1 PKB 70 % 30 %
2 BBN-KB 70 % 30 %
3 Pajak Pengambilan
Dan Pemanfaatan Air
5 Pajak Penerangan
Jalan
90 % 10 %
6 Pajak Pengambilan
Bahan Galian
Golongan C
90 % 10 %
7 Pajak Parkir 90 % 10 %
Sumber : Suku Dinas Rencana dan Pengembangan Dinas pendapatan Daerah.
2.5 Retribusi Daerah
2.5.1 Pengertian Retribusi Daerah
Definisi retribusi daerah menurut Panca Kurniawan ( 2005:5 )
2000 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu “ Retribusi daerah
adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
izin tertentu yang khusus disediakan dan/ atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.”
Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada
Undang Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 mengatur beberapa istilah yang umum
digunakan, yaitu :
a. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas batas daerah tertentu,
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah
otonom lainnya sebagai badan eksekutif daerah.
c. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati
bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.
d. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang
retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
e. Peraturan daerah adalah peraturan yang ditetapkan oleh kepaa
f. Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
g. Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah
dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan
yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian
dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan
sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu
guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan.
h. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut
peraturan perundang-undangan retribusi daerah diwajibkan untuk
melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungut atau
pemotong retribusi tertentu.
i. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan
batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan
perizinan tertentu dari pemerintah daerah yang bersangkutan.
j. Jasa usaha adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah
dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya
2.5.2 Jenis - jenis Retribusi Daerah
Sesuai dengan Undang - undang Nomor 34 tahun 2000 pasal 18
ayat 2 retribusi daerah dibagi atas 3 golongan, yakni :
a. Retribusi Jasa Umum.
b. Retribusi Jasa Usaha.
c. Retribusi Perizinan Tertentu.
Jadi, dipungut apabila orang atau badan tersebut tidak
menggunakan atau tidak memanfaatkan fasilitas atau jasa yang
disediakan maka orang tersebut tidak dipungut retribusi.
2.5.3 Subyek Retribusi Daerah dan Wajib Retribusi Daerah
a. Subyek retribusi umum adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/ menikmati pelayanan jasa umum yang
bersangkutan. Subyek retribusi jasa umum ini dapat merupakan
wajib retribusi jasa umum.
b. Subyek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/ menikmati pelayanan jasa usaha yang
bersangkutan. Subyek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa
usaha.
c. Subyek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau
badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah.
2.5.4 Obyek Retribusi daerah
Obyek retribusi daerah berbagai jenis jasa tertentu yang
disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua yang diberikan oleh
pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis
jasa-jasa tertentu yang menurut pertimbangan social ekonomi layak
dijadikan sebagai obyek retribusi. Jasa tertentu tersebut
dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu Jasa Umum, Jasa
Usaha, dan Perizinan tertentu.
2.5.4.1 Retribusi Jasa Umum
Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang
disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Obyek retribusi jasa
umum adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah
daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
Jenis-jenis retribusi jasa umum diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Pasal 2 ayat 2,
a) Retribusi Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah Pelayanan kesehatan di
Puskesmas, Balai Pengobatan dan Rumah Sakit Umum
Daerah. Dalam retribusi pelayanan kesehatan ini tidak
termasuk pelayanan pendaftaran.
b) Retribusi Pelayanan Persampahan / Kebersihan
Pelayanan persampahan/ kebersihan meliputi
pengambilan, pengangkutan, dan pembuangan serta
penyediaan lokasi pembuangan/pemusnaan sampah
rumah tangga dan perdagangan, tidak termasuk
pelayanan kebersihan jalan umum dan taman.
c) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda
Penduduk dan Akte Catatan Sipil
Akte catatan sipil meliputi akte kelahiran, akte
perkawinan, akte perceraian, akte pengesahan dan
pengakuan anak, akte ganti nama bagi warga negara
asing, dan akte kematian.
d) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat
Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat meliputi
pelayanan penguburan/ pemakaman termasuk
penggalian dan pengurungan, pembakaran/pengabuan
pembakaran/pengabuan mayat yang dimiliki atau
dikelola pemerintah daerah.
e) Retribusi Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan Umum
Pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan
pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan
oleh pemerintah daerah.
f) Retribusi Pelayanan Pasar
Pelayanan pasar adalah fasilitas pasar tradisional atau
sederhana berupa pelataran yang dikelola pemerintah
daerah dan khuhus disediakan pedagang, tidak
termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.
g) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
Pelayanan pengujian kendaraan bermotor adalah
pelayanan pengujian kendaraan bermotor sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
h) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran
Pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran
adalah pelayanan pemeriksaan dan/atau perizinan oleh
pemerintah daerah terhadap alat-alat pemadam
kebakaran yang dimiliki dan/ atau dipergunakan oleh
i) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
Peta adalah peta yang dibuat oleh pemerintah daerah
seperti peta dasar ( garis), peta foto, peta digital, peta
tematik dan peta teknis (struktur ).
j) Retribusi Pengujian Kapal Perikanan
Pelayanan pengujian kapal perikanan adalah pengujian
terhadap kapal penangkap ikan yang menjadi
kewenangan daerah.
2.5.4.2 Retribusi Jasa Usaha
Retribusi jasa usaha adalah atas jasa yang disediakan
oleh pemerintah daerah yang menganut prinsip komersial
karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
Obyek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan
oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial.
Pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah menganut
prinsip komersial meliputi :
a. Pelayanan dengan menggunakan / memanfaatkan kekayaan
daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal.
b. Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum
Jenis- jenis retribusi jasa usaha :
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
Pelayanan pemakaian kekayaan daerah antara lain
pemakaian tanah dan bangunan, pemakaian ruangan untuk
pesta, pemakaian kendaraan/alat-alat berat/alat-alat besar
milik daerah. Tidak termasuk dalam pengertian pelayanan
pemakaian kekayaan daerah adalah penggunaan tanah yang
tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut seperti
pemancangan tiang listrik/ telepon maupun penanaman/
pembentangan kabel listrik/ telepon di tepi jalan umum.
b. Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan
Pasar grosir dan atau pertokoan adalah pasar grosir berbagai
jenis barang dan fasilitas pertokoan yang dikontrakkan,
yang disediakan/diselenggarakan oleh Pemerintah daerah,
tidak termasuk yang disediakan oleh Badan Usaha Milik
Daerah dan Pihak Swasta.
c. Retribusi Tempat Pelelangan
Tempat pelelangan adalah tempat yang secara khusus
disediakan oleh pemerintah daerah untuk melakukan
pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan
termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang
disediakan di tempat pelelangan. Termasuk dalam
dikontrakkan oleh pemerintah daerah dari pihak lain untuk
dijadikan sebagai tempat pelelangan.
d. Retribusi Terminal
Pelayanan terminal adalah tempat pelayanan penyediaan
tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum,
tempat kegiatan usaha dan fasilitas lainnya di lingkungan
terminal, yang dimiliki dan/ atau dikelola oleh pemerintah
daerah.
e. Retribusi Tempat Khusus Parkir
Pelayanan tempat khusus parkir adalah pelayanan
penyediaan tempat parkir yang khusus disediakan, dimiliki
dan/ atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk
yang disediakan dan dikelola oleh Badan Usaha Milik
Daerah dan Pihak Swasta.
f. Retribusi Tempat Penginapan / Pesanggrahan/ Villa
Pelayanan tempat penginapan/ pesanggrahan/ villa yang
dimiliki dan/ atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak
termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan
Pihak Swasta.
g. Retribusi Penyedotan Kakus
Pelayanan penyedotan kakus adalah pelayanan penyedotan
termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan
Pihak Swasta.
h. Retribusi Rumah Potong Hewan
Pelayanan rumah potong hewan adalah pelayanan
penyediaan fasilitas rumah potong hewan ternak termasuk
pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan
sesudah dipotong yang dimiliki dan/atau dikelola oleh
Pemerintah Daerah.
i. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal
Pelayanan pelabuhan kapal adalah pelayanan pada
pelabuhan kapal perikanan dan/atau bukan kapal perikanan,
termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan kapal
yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah,
tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.
j. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga
Pelayanan tempat rekreasi dan olahraga adalah tempat
rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang dimiliki dan/atau
dikelola oleh pemerintah daerah.
k. Retribusi Penyeberangan di atas air
Pelayanan penyeberangan di atas air adalah pelayanan
penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan
pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh
Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan
Pihak Swasta.
l. Retribusi Pengolahan Limbah Cair
Pelayanan pengolahan limbah cair adalah pelayanan
pengolahan limbah cair rumah tangga, perkantoran, industri
yang dikelola dan/atau dimiliki oleh pemerintah daerah,
tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik
Daerah dan Pihak Swasta.
m. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah
Penjualan produksi usaha daerah adalah penjualan hasil
produksi usaha pemerintah daerah antara lain bibit/benih
tanaman, bibit ternak dan bibit/benih ikan, tidak termasuk
penjualan produksi usaha Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.
2.5.4.3 Retribusi Perizinan Tertentu
Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan
tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada
orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan,
pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan
Jenis-jenis retribusi perizinan
a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ) adalah pemberian izin
untuk mendirikan suatu bangunan, termasuk dalam
pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan
pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai
dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang
yang berlaku, dengan tetap memperhatikan Koefisien Luas
Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB),
dan pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi
pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat
keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut.
b) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
Izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah
pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman
beralkohol di suatu tempat tertentu.
c) Retribusi Izin Gangguan
Izin gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/ kegiatan
kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang
dapat menimbulkan bahaya, kerugian atau gangguan, tidak
termasuk tempat usaha/ kegiatan yang telah ditentukan oleh
d) Retribusi Izin Trayek
Izin trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau
badan usaha untuk menyediakan pelayanan angkutan
penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu.
Pemberian izin oleh pemerintah daerah dilaksanakan sesuai
dengan kewenangan masing-masing daerah, tidak termasuk
tempat usaha/ kegiatan yang telah ditentukan oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
2.5.5 Besarnya Retribusi Yang Terutang dan Tarif Retribusi Daerah
Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara
mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum
didasarkan pada kebijaksaan derah dengan memperhatikan biaya
penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan
aspek keadilan. Dengan demikian, daerah mempunyai kewenangan
untuk menetapkan prinsip dan sasaran yang akan dicapai dalam
menetapkan tarif retribusi jasa umum, seperti untuk menutup sebagian
atau sama dengan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dan
membantu golongan masyarakat kurang mampu sesuai dengan jenis
Jadi, prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi jasa umum
dapat berbeda menurut jenis pelayanan dalam jasa yang bersangkutan
dan golongan pengguna jasa. Sebagai contoh :
1. Tarif retribusi persampahan untuk golongan masyarakat yang
mampu dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat menutup
biaya pengumpulan, transportasi dan pembuangan sampah
sedangkan untuk golongan masyarakat kurang mampu ditetapkan
tarif lebih rendah.
2. Tarif rawat inap kelas tinggi bagi retribusi pelayanan rumah sakit
umum daerah dapat ditetapkan lebih besar daripada biaya
pelayanannya, sehingga memungkinkan adanya subsidi silang bagi
tarif rawat inap kelas yang lebih rendah.
3. Tarif retribusi parkir di tepi jalan umum yang rawan kemacetan
dapat ditetapkan lebih tinggi daripada di tepi jalan umum yang
kurang rawan kemacetan dengan sasaran mengendalikan tingkat
penggunaan jasa parkir sehingga tidak menghalangi kelancaran
lalu lintas.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa usaha
didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak
sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta
sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan
tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau
seluruhnya biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
Biaya penyelenggaraan izin ini meliputi penertiban dokumen izin,
pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya
dampak negatif dari pemberian izin tersebut. Tarif retribusi di atas
ditinjau paling lama 5 tahun sekali.
Secara umum, upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah
daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui
optimalisasi intensifikasi pemungutan pajak daerah dan retribusi
daerah antara lain dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Memperluas basis penerimaan tindakan yang dilakukan untuk
memperluas basis penerimaan yang dapat dipungut oleh daerah,
yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial, antara lain
yaitu mengidentifikasi pembayar pajak baru/potensial dan jumlah
pembayar pajak, memperbaiki basis data objek, memperbaiki
penilaian, menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis
pungutan.
2. Memperkuat proses pemungutan upaya yang dilakukan dalam
memperkuat proses pemungutan, yaitu antara lain mempercepat
penyusunan perda, mengubah tarif, khususnya tarif retribusi dan
3. Meningkatkan pengawasan, hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara
lain dengan meelakukan pemeriksaan secara dadakan dan
berskala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi
terhadap penunggak pajak dan sanksi terhadap pihak fiskus serta
meningkatkan pembayaran pajak dan pelayanan yang diberikan
oleh daerah.
4. Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya
pemungutan, tindakan yang dilakukan oleh daerah yaitu antara
lain memperbaiki prosedur administrasi pajak melalui
penyederhanaan administrasi pajak, meningkatkan efisiensi
pemungutan dari setiap jenis pemungutan.
5. Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang
lebih baik, hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan
koordinasi dengan instansi terkait di daerah.
Selanjutnya,ektensifikasi perpajakan juga dapat dilakukan yaitu
melalui kebijaksanaan pemerintah untuk memberikan kewenangan
perpajakan yang lebih besar kepada daerah pada masa mendatang.
Untuk itu, perlu adanya perubahan dalam sistem perpajakan Indonesia
sendiri melalui sistem pembagian langsung atau beberapa basis pajak