• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon Tahun 2013"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA

CILEGON TAHUN 2013

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Fuad Hariyanto

1110103000046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan inayah-Nya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan judul “Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Pasien Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Cilegon ”

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit untuk menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini kami ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter.

3. dr.Yanti Susianti, SpA dan dr. M. Djauhari Widjajakusumah, AIF, PFK selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan kami dalam penyusunan penelitian ini.

4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku penanggung jawab riset mahasiswa PSPD 2010.

5. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon dr. H. Zainoel Arifin, M.Kes yang telah mengizinkan kami untuk melakukan penelitian ini.

6. Kemenag RI yang telah memberikan beasiswa sehingga penulis diberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(6)

vi

8. Kelompok riset prematur, Adhya Aji Pratama, Amaliah Harumi Karim, Maizan Khairun Nissa, dan Nida Najibah Hanum yang selalu bekerja sama dalam suka maupun duka untuk menyelesaikan penelitian ini.

9. Teman dari Program Studi Kesehatan Masyarakat, Tri Bayu Purnama yang selalu memberikan arahan mengenai statistik dalam penelitian ini 10.Kepada Erwanda Desire Budiman yang selalu memberikan dukungan

untuk menyelesaikan penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.

11.Teman-teman Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2010, dan semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

Saya sadari penyusunan laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi kesempurnaan penelitian ini.

Akhir kata Wallahul muwaffiq ila aqwamit thoriq Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

(7)

vii

ABSTRAK

Fuad Hariyanto. Program Studi Pendidikan Dokter. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan

Kadar Gula Darah Puasa Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Cilegon Tahun 2013

Aktivitas fisik merupakan satu dari empat pilar program penatalaksanaan pada pasien

diabetes melitus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan aktivtas fisik

dengan kadar gula darah puasa pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Cilegon. Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian deskriptif

analitik dengan pendekatan potong lintang yang menggunakan sampel sebanyak 20

pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Cilegon. Hasil penelitian didapatkan dari 18 pasien yang memiliki gula darah puasa

(GDP) tidak normal terdapat 8 pasien memiliki aktivitas ringan dan 10 pasien memiliki

aktivitas sedang, sedangkan 2 orang pasien yang memiliki kadar GDP normal memiliki

aktivitas sedang. Penelitian ini tidak menunjukkan hubungan antara aktivitas fisik dengan

kadar gula darah puasa pada pasien diabetes melitus tipe 2. (p = 0,495)

Kata kunci : aktivitas fisik, kadar gula darah puasa

ABSTRACT

Fuad Hariyanto. Medical Study. Correlation between Physical Activity and Fasting Blood

Glucose Level of Diabetes Mellitus Type 2 in Cilegon General Hospital 2013

Physical activity is one of four main management for diabetes mellitus patients. This

research aims to determine the relation between physical activity with fasting blood

glucose level from patients with diabetes mellitus type 2 in Cilegon General Hospital.

The method of this research is analytic descriptive with cross sectional approach that

took 20 diabetes mellitus type 2 patients from Outpatient Polyclinic of Cilegon General

Hospital as research samples. The results are from 18 patients who had abnormal fasting

blood glucose level there are 8 patients have mild activity and 10 patients have medium

activity. Whereas 2 patients who had normal fasting blood glucose level have medium

activity. This research showed no relation between physical activity with fasting blood

glucose level in patients with diabetes mellitus type 2. ( p = 0,495)

(8)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... Error! Bookmark not defined. PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... v

1.4. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Hipotesis ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Diabetes Melitus ... 5

2.2. Klasifikasi Diabetes Melitus ... 5

2.3. Penegakan Diagnosis DM didasarkan Gula Darah Puasa ... 6

2.4. Perjalanan Diabetes Melitus ... 9

2.5. Program Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe 2 ... 12

2.6. Aktivitas Fisik ... 18

2.7. Aktivitas Fisik Sebagai Terapi DM Tipe 2 ... 19

2.8. Manfaat Aktivitas Fisik Sebagai Terapi DM Tipe 2 ... 20

2.9. Aspek molekuler Pengaruh Aktivitas fisik Sebagai Terapi D4M Tipe 2 .... 20

2.10.Kerangka Teori ... 22

2.11.Kerangka Konsep ... 23

2.12. Definisi Operasional ... 24

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 25

3.1. Desain Penelitian ... 25

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

(9)

ix

3.4. Jumlah Sampel ... 25

3.5. Kriteria Sampel ... 26

3.6. Alat dan Bahan ... 26

3.7. Cara Kerja ... 26

3.8. Variabel yang Diteliti ... 27

3.9. Teknik Sampling ... 27

3.10. Managemen Data ... 27

3.10.1. Pengolahan Data ... 27

3.10.2. Analisa Data ... 27

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1. Analisis Univariat ... 29

4.1.1. Gambaran Jenis Kelamin Pasien DM Tipe 2 ... 29

4.1.2.Gambaran Usia Pasien DM Tipe 2 ... 30

4.1.3. Gambaran Kadar Gula Darah Puasa Pasien DM Tipe 2 ... 30

4.1.2. Gambaran Aktivitas Fisik Pasien DM Tipe 2 ... 31

4.1.3. Gambaran Proporsi Kadar Gula Darah Puasa Dan Aktivitas Fisik Pada Pasien DM Tipe 2 ... 32

4.2 Analisis Bivariat ... 32

4.2.1. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pasien DM Tipe 2 ... 32

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 34

BAB 5 PENUTUP ... 35

5.1. Simpulan ... 35

5.2. Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Klasifikasi Etiologi Diabetes Mellitus (ADA 2005) ... 6

Tabel 2. 2. Kriteria Diagnosis diabetes melitus ... 7

Tabel 2. 3. Kadar Gula Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Penyaring Diagnosis DM ... 8

Tabel 2. 4. Aktivitas Sehari-hari . ... 16

Tabel 2. 5. Target Pengendalian DM ... 17

Tabel 4.1. Gambaran Jenis Kelamin Pasien DM Tipe 2 ... 29

Tabel 4.2. Gambaran Usia Pasien DM Tipe 2 ... 30

Tabel 4. 3. Gambaran Kadar Gula Darah Puasa Pasien DM Tipe 2 ... 30

Tabel 4. 2. Gambaran Aktivitas Fisik Pasien DM Tipe 2 ... 31

Tabel 4. 3. Gambaran Proporsi Kadar Gula Darah Puasa dan Aktivitas Fisik Pada Pasien DM Tipe 2 ... 32

Tabel 4. 4. Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Kadar Gula Darah Puasa Pasien DM Tipe 2 ... 32

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Langkah-langkah Diagnostik Diabetes Melitus dan Toleransi Glukosa Terganggu ... 9

Gambar 2. Pelepasan Insulin dari Sel Beta Pankreas ... 10

Gambar 3. Jalur Transduksi Sinyal Insulin pada Otot Rangka ... 11

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah lebih dari nilai normal (≥ 200 mg/dL)1 . Apabila dibiarkan tak terkendali, penyakit ini akan menimbulkan penyakit–penyakit yang dapat berakibat fatal seperti penyakit jantung, ginjal, kebutaan, dan amputasi. Data World Health Organization (WHO) sampai September 2012 menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalens DM tipe 2 yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. Diperkirakan penderita DM di seluruh dunia mencapai 347 juta orang dan lebih dari 80% kasus ini terjadi di negara yang mempunyai pendapatan perkapita yang tergolong rendah dan sedang termasuk Indonesia. 2

WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, juga memprediksi kenaikan jumlah penderita DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka kejadian, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penderita DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.3 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Kekerapan DM di Indonesia berkisar antara 1,4 sampai 1,6% kecuali di dua tempat yaitu di daerah Pekajangan 2,3% dan di Manado 6%.4

(12)

empat pilar utama yang berupa edukasi, perencanaan makanan, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis.5

Terkait hal tersebut, peneliti ingin mengetahui salah satu dari keempat pilar tersebut yang mudah dilakukan oleh penderita DM tipe 2 yaitu mengenai pengaruh riwayat aktivitas fisik para penderita DM tipe 2 terhadap kadar gula darah. Kadar gula darah inilah yang sangat berperan terhadap timbulnya komplikasi dari penyakit ini. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Rachmawati, dkk di Makassar tahun 2011 menunjukkan bahwa penderita DM Tipe 2 yang memiliki aktivitas fisik ringan kemungkinan 7,15 kali lebih besar mempunyai risiko kadar gula darah tidak terkontrol daripada penderita dengan aktivitas fisik sedang.6 Sedangkan penelitian yang lain oleh A. Yoga, dkk di Semarang tahun 2011, menyatakan bahwa responden yang melakukan olahraga secara teratur dan baik memiliki hubungan yang signifikan terhadap keberhasilan pengelolaan DM tipe 2 p=0,002.5

Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh aktivitas fisik dengan terhadap gula darah puasa. Besar harapan penelitian ini dapat berguna untuk menunjang dibuatnya inovasi baru dalam mengurangi dampak komplikasi diabetes melitus tipe 2 dengan hal-hal yang sederhana berupa perubahan aktivitas sehari hari.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah puasa pada pasien DM tipe 2 di RSUD Cilegon.

1.3 Tujuan

1.3.1 Umum

(13)

1.3.2 Khusus

1. Mengetahui gambaran demografi pasien DM tipe 2 di RSUD Cilegon.

2. Mengetahui gambaran kadar gula darah puasa pasien DM tipe 2 di RSUD Cilegon.

3. Mengetahui gambaran aktivitas fisik pasien DM tipe 2.

4. Mengetahui gambaran proporsi kadar gula darah puasa penderita DM tipe 2 yang melakukan aktivitas fisik.

5. Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik terhadap kadar gula darah puasa pasien DM tipe 2 di RSUD Cilegon.

1.4 Hipotesis

Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah puasa pasien DM tipe 2 di RSUD Cilegon.

1.5 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:  Bagi responden:

Memberikan informasi tentang hubungan antara kebiasaan aktivitas fisik dengan kadar gula darah puasa sehingga dapat dijadikan acuan program pemantauan kadar gula darah puasa pasien.

 Bagi institusi

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan menjadi bahan referensi bagi peneliti berikutnya.

 Bagi masyarakat

(14)

 Bagi peneliti

(15)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. WHO sebelumnya telah merumuskan bahwa DM dikatakan sebagai suatu kumpulan problem anatomi dan kimiawi akibat gangguan berbagai faktor yang mengakibatkan defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.7

Perubahan dalam diagnosis dan klasifikasi DM terus-menerus terjadi baik oleh WHO maupun ADA. Para pakar di Indonesia pun bersepakat melalui Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) pada tahun 1993 untuk membicarakan standar pengelolaan DM, yang kemudian direvisi tahun 1998 dan 2002.7

Secara epidemiologic, DM seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset DM adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan. Morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain menyatakan bahwa dengan dengan adanya urbanisasi, populasi DM tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor risiko yang berubah secara epidemiologi diperkirakan adalah : bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas, kurangnya aktivitas jasmani, dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya diabetes melitus tipe 2.7

2.2Klasifikasi Diabetes Melitus

(16)

glukosa. Klasifikasi ini telah disahkan oleh WHO dan telah dipakai di seluruh dunia. Klasifikasi tersebut sesuai dengan tabel di bawah ini :

Tabel 2. 1 Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus (ADA 2005) 3

Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin

absolut

 Auotoimun

 Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai

defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Tipe lain  Defek genetik fungsi sel beta

 Defek genetik kerja insulin

 Penyakit eksokrin pankreas

 Endokrinopati

 Karena obat atau zat kimia

 Infeksi

 Sebab imunologi yang jarang

 Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

Diabetes melitus

gestasional

2.3Penegakan Diagnosis Diabetes Melitus Didasarkan Gula Darah Puasa

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti tercantum di bawah ini.

(17)

 Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, penglihatan kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulva pada wanita.

Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara, seperti tercantum pada tabel di bawah ini

Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis DM 3

Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L) glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir

Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L) puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

Selain pemeriksaan kadar gula darah sewaktu, puasa, dan TTGO. Pemeriksaan HbA1c ( ≥ 6,5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandarisasi dengan baik.

(18)

Tabel 2.3 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan

Plasma vena <100 100-199 ≥200 Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar glukosa

darah puasa

(mg/dL)

Plasma vena <100 100-125 ≥126 Darah kapiler <100 90-99 ≥100

Prosedur yang dilakukan untuk melakukan tes gula darah puasa yaitu : mengambil darah vena 5 sampai 10 ml dan memasukkan ke dalam tabung bertutup. Darah diambil setelah pasien puasa makan dan minum 12 jam sebelum pemeriksaan. Hasil pemeriksaan dari gula darah puasa ini memiliki makna klinis jika lebih besar dari 125 mg/dL dapat digunakan sebagai indikasi diabetes, dan untuk mengkonfirmasi diagnosis bila gula darah puasa rata–rata atau sedikit lebih tinggi.9

Hasil pemeriksaan gula darah puasa ini dapat digunakan untuk mengetahui masalah masalah klinis yang terdapat pada pasien. Penurunan kadar gula darah puasa disebabkan oleh reaksi hipoglikemik syok insulin, kanker abdomen, hepar, dan paru paru, hipofungsi kelenjar adrenal, malnutrisi, alkoholisme, sirosis hepatis, hiperinsulinemia, dan latihan yang berat. Peningkatan kadar seperti pada orang DM disebabkan oleh diabetik asidosis, hipofungsi kelenjar adrenal (syndrom cushing’s), stres, luka bakar, latihan fisik, infeksi, akut miokard infark (AMI), pankreatitis akut, pembedaan yang lama, akromegali, dan gangguan ginjal kronik. 9

(19)

Gambar 1 Langkah - Langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa Sumber : Perkeni 2011

2.4Perjalanan Diabetes Melitus

(20)

pankreas tersebut. Timbulah gejala klinis DM yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi kriteria DM.i

Insulin dihasilkan oleh sel beta pankreas dan akan disekresikan dalam darah sesuai kebutuhan. Secara fisiologis, insulin mengatur glukosa darah bersama glukagon yang diproduksi oleh sel alfa pankreas. Insulin disintesis dalam bentuk preproinsulin (prekursor insulin) pada retikulum endoplasma sel beta, yang akan dipecah menjadi proinsulin oleh bantuan enzim peptidase dan akan dikemas dalam secretory vesicle dalam sel tersebut. Selanjutnya proinsulin akan diurai menjadi insulin dan peptida-C oleh enzim peptidase, dan siap untuk disekresikan bersama melalui membran sel.

Gambar 2 Pelepasan insulin dari sel beta pankreas10 Sumber : Endocrine Physiology Third Edition

(21)

terdapat dalam membran sel beta pankeras. Selanjutnya glukosa di dalam sel akan mengalami glikolisis dan fosforilasi yang kemudian akan membebaskan molekul ATP. ATP tersebut akan berperan dalam penutupan kanal K+ sehingga terjadi hambatan dalam pengeluaran ion K+ yang menyebabkan depolarisasi membran. Keadaan ini menyebabkan pembukaan kanal Ca2+ sehingga terjadi peningkatan kadar Ca2+ intrasel. Keadaaan ini yang akan memicu sekresi insulin ke dalam sirkulasi.11

Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan reseptor pada membran sel tersebut. Ikatan ini akan menghasilkan sinyal yang akan meregulasi glukosa dalam sel dengan cara peningkatan 4 dan mendorong penempatannya pada membran sel. Melalui GLUT-4 inilah glukosa dimasukkan ke dalam sel dan selanjutnya akan mengalami proses metabolisme.11

Gambar 3 Jalur transduksi sinyal insulin pada otot rangka. 11 Sumber : Harrison’s Principles Of Internal Medicine 18th

Meskipun kasus DM tipe 2 sering ditemukan, namun patogenesisnya secara pasti belum banyak diketahui. DM tipe 2 ditandai dengan dua defek metabolik, yaitu gangguan sekresi insulin pada sel beta serta ketidakmampuan jaringan perifer dalam merespons insulin.11

(22)

sebagai respons terhadap glukosa. Awal DM tipe 2 terjadi hiperinsulinemia karena resistensi insulin, terjadi pula peningkatan produksi amilin, yang kemudian akan mengendap di sel islet sebagai amiloid. Amiloid ini akan menyebabkan refrakter pada sel beta dalam menerima sinyal dari glukosa. Selain itu amiloid bersifat toksik pada sel beta, sehingga dari keadaan inilah hal yang mendasari kerusakan sel beta yang menyebabkan gangguan sekresi insulin pada pasien DM tipe 2.11

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, faktor utama dalam timbulnya DM tipe 2 adalah resistensi insulin. Pada dasarnya hal ini dapat terjadi baik pada reseptor insulin maupun pada salah satu tahap proses transduksi sinyal yang diinduksi oleh ikatan insulin dan reseptornya. Resistensi insulin berkaitan erat dengan obesitas karena jaringan lemak juga merupakan jaringan “endokrin” yang dapat berkomunikasi dengan otot dan hati melalui mediator yang dihasilkan sel lemak. Sel lemak dapat menghasilkan TNF, asam lemak, leptin, dan resistin.12

Pada orang dengan obesitas, terjadi ekspresi berlebihan dari faktor faktor tersebut, sehingga TNF dapat mempengaruhi transduksi sinyal pasca reseptor yang memicu resistensi insulin. Kadar leptin yang menurun dan peningkatan resistin pada berbagai hewan percobaan obesitas juga berkontribusi terhadap terjadinya resistensi insulin. Namun mekanisme peningkatan asam lemak pada obesitas memicu resistensi insulin belum sepenuhnya diketahui.12

Jadi dapat disimpulkan bahwa kondisi hiperglikemia pada DM tipe 2 tidak hanya disebabkan oleh terganggunya sekresi insulin, namun juga dibarengi dengan resistensi insulin pada jaringan-jaringan tubuh. Progresivitas penyakit ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan seperti gaya hidup dikarenakan dapat berlanjut pada gangguan metabolisme lemak, protein, serta menyebabkan kerusakan berbagai organ dalam tubuh.11

2.5Program Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe 2

(23)

sangat bergantung pada fase mana diagnosis diabetes ditegakkan yaitu sesuai dengan kelainana dasar yang terjadi. Berupa (1) resistensi insulin pada jaringan lemak, otot, dan hati. (2) Kenaikan produksi glukosa oleh hati dan (3) Kekurangan sekresi oleh pankreas.8

Penatalaksanaan DM dimulai dengan melakukan pendekatan non farmakologi yang berupa edukasi, perencanaan makan untuk terapi nutrisi medik, penurunan berat badan bila obesitas, dan kegiatan jasmani. Bila penatalaksanaan non farmakologis ini belum dapat mengendalikan kadar glukosa darah, maka diberikan tambahan terapi farmalogis. 3

Terapi gizi medis pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Keuntungan yang bisa didapatkan dari terapi gizi ini: dapat menurunkan kadar gula darah, memperbaiki profil lipid, dan meningkatkan sensitivitas reseptor insulin.8

Jenis bahan makanan yang dianjurkan pada pasien diabetes melitus secara garis besar meliputi 55-65% karbohidrat, 10-15% protein, dan lemak.8 Sedangkan komposisi secara lebih rinci sebagai berikut:

A. Karbohidrat

 Karbohidrat yang disarankan adalah 45–65% total asupan energi  Tidak disarankan pembatasan karbohidrat total130 g/hari  Karbohidrat yang berserat tinggi diutamakan

 Diperbolehkan menggunakan gula dalam bumbu

 Sukrosa lebih dari 5% total asupan energi tidak boleh dikonsumsi  Pemanis aternatif bisa digunakan asal tidak melebihi batas aman

konsumsi harian (accepted daily intake)

 Untuk mendistribusikan karbohidrat, dianjurkan makan tiga kali sehari. Dapat juga diberikan selingan buah atau makanan lain. B. Lemak

 Anjuran kebutuhan lemak adalah sebesar 20-25%, dan tidak boleh lebih 30% dari kebutuhan kalori.

(24)

 Lemak tidak jenuh ganda <10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.

 Bahan makanan yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans seperti daging berlemak dan whole milk perlu dibatasi.  Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.

C. Protein

 Kebutuhannya adalah sebesar 10-20% total asupan energi.

 Seafood (ikan, udang, cumi, dan lain lain), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe adalah sumber protein yang baik.

 Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg bb/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

D. Natrium

 Asupan natrium yang dianjurkan untuk penyandang DM sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.  Pasien dengan hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg

garam dapur.

 Garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit adalah sumber natrium.

E. Serat

 Sama seperti masyarakat umum penyandang DM disarankan mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.  Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.

F. Pemanis alternatif

 Pemanis terdiri dari pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori. Contoh pemanis yang berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.  Contoh gula alkohol adalah isomalt, lactitol, maltitol, mannitol,

(25)

 Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

 Fruktosa tidak dianjurkan pada penderita DM karena efek samping pada lemak darah.

 Aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame adalah pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan.

 Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake / ADI).3

(26)

Tabel 2.5 Aktivitas Sehari hari 3

Kurangi Aktivitas

Hindari aktivitas sedenter

Misalnya, menonton televisi, menggunakan internet, main game computer

Persering aktivitas

Mengikuti olahraga rekreasi dan beraktivitas fisik tinggi pada waktu liburan

Misalnya, jalan cepat, golf, olah otot, bersepeda, sepak bola

Aktivitas harian

Kebiasaan bergaya hidup sehat

Misalnya, berjalan kaki ke pasar ( tidak menggunakan mobil), menggunakan tangga, menemui rekan kerja (tidak hanya melalui telepon internal), jalan dari tempat parker

Anjuran untuk melakukan aktivitas fisik bagi penderita DM telah dilakukan sejak seabad lalu oleh seorang dokter dari dinasti Sui di China, dan manfaat kegiatan ini masih terus diteliti oleh para ahli hingga kini.8

Ambilan glukosa oleh jaringan otot pada keadaan istirahat membutuhkan insulin, sehingga disebut sebagai jaringan insulin independen. Sedangkan pada otot aktif, walau terjadi peningkatan kebutuhan glukosa, tapi kadar insulin tak meningkat. Mungkin hal ini yang disebabkan karena peningkatan kepekaan reseptor insulin otot dan penambahan jumlah insulin otot pada saat melakukan latihan jasmani. Hingga jaringan otot aktif disebut juga sebagai jaringan non-insulin dependent. Kepekaan ini akan berlangsung lama, bahkan hingga latihan telah berakhir. Pada latihan jasmani akan terjadi peningkatan aliran darah, menyebabkan lebih banyak jala-jala kapiler terbuka hingga lebih banyak tersedia reseptor insulin dan reseptor menjadi lebih aktif.8

(27)

sedikit menurunkan glukosa darah daripada intensitas sedang.16 Hal ini disebabkan peningkatan jumlah hormon katekolamin dan growth hormone yang lebih besar pada intensitas berat, dapat meningkatkan gula darah. 17

Untuk menilai keberhasilan terapi yang diberikan kepada pasien DM, diperlukan indikator yang jelas. Oleh karena itu konsensus 2011 mengeluarkan tabel kriteria pengendalian DM sebagai berikut :

Tabel 2.6 Target Pengendalian DM 3

Parameter

Risiko KV (-)

Risiko KV (+)

IMT ( kg/m2) 18,5 - <23 18,5 - < 23 Tekanan darah sistolik (mmHg) < 130 < 130 Tekanan darah diastolik (mmHg) < 80 < 80 Glukosa darah puasa (mg/dL) < 100 < 100 Glukosa darah 2 jam PP (mg/dL) < 140 < 140

HbA1c (%) < 7 < 7

Kolesterol LDL (mg/dL) < 100 < 70 Kolesterol HDL (mg/dL) Pria > 40

Wanita > 50

Pria >40 Wanita > 50 Trigliserid (mg/dL) < 150 < 150

Jika terapi non farmakologis tidak berhasil mencapai target pengendalian, maka diberikan terapi farmakologis yang diberikan bersamaan dengan terapi non farmakologis. Terapi farmakologis tersebut terdiri dari obat yang berbentuk oral ataupun suntikan.

a. Obat glikemik oral

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:

1. Pemicu sekresi insulin ( insulin secretagogue) : sulfonilurea dan glinid 2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin : metformin dan tiazolidindion 3. Penghambat glukoneogenesis : metformin

(28)

b. Obat hipoglikemik suntikan Insulin

Agonis glucagon-like peptide-1(GLP-1) 3

2.6Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan mengeluarkan tenaga atau energi. Aktivitas fisik berperan dalam mengontrol gula darah tubuh dengan cara mengubah glukosa menjadi energi.18 Selain itu, ada juga yang mendefinisikan aktivitas fisik adalah semua gerakan tubuh yang membakar kalori, misalnya menyapu, naik turun tangga, menyetrika, berkebun, dan berolahraga. Olahraga aerobik yang mengikuti serangkaian gerakan berurutan. Sedangkan menurut Baecke et al 1982 bahwa aktivitas fisik merupakan aktivitas sehari-hari yang meliputi kegiatan waktu belajar, kegiatan berolahraga dan kegiatan waktu luang yang diukur dengan skor yang telah ditetapkan.

Terdapat beberapa cara penggolongan aktivitas fisik, salah satunya menggunakan metode Baecke et al 1982, yang dikategorikan menjadi 3, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Pengkategorian ini dilakukan berdasarkan nilai indeks aktivitas yang dihitung dari hasil akumulasi semua pertanyaan yang diberikan dalam kuesioner Baecke et al 1982. 19 Indeks aktivitas fisik baecke et al 1982, yaitu :

1. Aktivitas ringan, dengan indeks ≤ 6,5 2. Aktivitas sedang, dengan indeks 6,6 – 9,5 3. Aktivitas berat, dengan indeks > 9, 5 24

Tidak semua individu akan melakukan kadar latihan fisik yang sama, sehingga latihan fisik pun dibagi sesuai intensitasnya. Intensitas latihan fisik didasarkan besar energi yang digunakan dalam latihan tersebut.19 Berbagai macam pengukuran dilakukan untuk menilai apakah intensitas yang dilakukan seseorang tergolong dalam kategori ringan, sedang, atau berat. Pengukuran intensitas latihan dilakukan dengan beberapa macam cara yaitu skala Metabolic equivalents (METS), maximum heart rate (HRmax), heart rate

(29)

METs menjadi parameter untuk menentukan aktifitas mulai dari sedentary seperti duduk atau istirahat yang setara dengan 1 MET atau 3,5 ml O2/kgBB/min sampai aktifitas ekstrim yang berintensitas tinggi seperti pada

atlet yang mencapai 9 sampai 20 MET.20 Sedangkan untuk energi yang dikeluarkan pada aktifitas bisa diketahui dengan oksigen yang digunakan (O2/kgBB/min) dikali 3,5.21

Frekuensi nadi maksimum dinilai dengan cara 220–usia20. Frekuensi nadi HRmax dilakukan tepat setelah individu melakukan latihan fisik. Misalnya

pada seorang yang berusia 20 tahun, HRmax nya adalah 200 kali per menit.

Untuk menghitung HRR, harus dihitung dulu nadi pasien ntuk mengetahui resting HR. Penghitungan HRR dengan cara HRR = HRmax –

resting HR. Misalnya pada seorang yang berusia 21 tahun dengan HRmax 199

kali per menit, dan resting HR nya adalah 85 kali per menit, HRRnya adalah 114.20

VO2max menggambarkan jumlah oxigen yang digunakan seseorang untuk

menghasilkan ATP dalam satu menit. VO2max hasil dari integrasi sistem

respirasi, kardiovaskular, dan neuromuskular.22

2.7Aktivitas Fisik Sebagai Terapi Diabetes Melitus Tipe 2

Aktivitas fisik merupakan intervensi yang baik untuk meningkatkan aksi insulin pada homeostasis glukosa pada individu sehat dan individu yang memiliki resistensi insulin seperti pasien DM melitus tipe 2. Efek aktivitas fisik yang menguntungkan ini disebabkan oleh adanya peningkatan aksi insulin dalam ambilan glukosa di otot rangka sehingga dapat menyebabkan penurunan kadar glukosa plasma. 25

(30)

Aktivitas fisik siklus pendek dapat meningkatkan insulin-stimulated phosphatidylinositol 3-kinase (PI3-K) activity.23

2.8Manfaat Aktivitas Fisik Sebagai Terapi Diabetes Melitus Tipe 2

Manfaat dari aktivitas fisik yang dimediasi oleh (AMP-dependent protein kinase) AMPK adalah yang menghasilkan peningkatan penyerapan glukosa dan glukosa transporter translokasi. AMPK dianggap sebagai sensor pusat energi intraseluler yang diaktifkan oleh peningkatan AMP intraselular. Sebuah AMP analog yang stabil 5-amino-4-imidazol karboksamida ribotide (ZMP) dapat dihasilkan secara intraseluler dari 5-aminoimidazole-4-carboxamide ribonucleoside (AICAR) yang mengaktifkan AMPK dalam sel sehingga menyebabkan peningkatan fosforilasi substrat yang diketahui untuk AMPK beserta 3-hydroxy-3-methylglutaryl CoA, asil-CoA karboksilase dan creatine kinase.26

Manfaat yang kedua dari aktivitas fisik adalah peningkatan besar dalam sensitivitas transpor glukosa akibat stimulasi insulin. Efek ini disebabkan translokasi berlebih transporter glukosa GLUT-4 ke permukaan sel untuk setiap dosis tertentu insulin. Namun mekanisme seluler yang dapat menyebabkan hal ini masih belum diketahui secara pasti. Oleh sebab itu beberapa studi memaparkan tahapan pengaktifan sinyal aktivasi insulin disebabkan teraktivasinya PI3-K. Hal ini didukung tidak adanya perubahan insulin dalam mengikat reseptor, namun adanya insulin stimulasi reseptor aktivitas tyrosine kinase, peningkatan insulin-dirangsang fosforilasi tirosin dari IRS1, atau PI activity 3-kinase terkait dengan IRS1.26

2.9Aspek Molekuler Pengaruh Aktivitas Fisik Sebagai Terapi Diabetes

Melitus Tipe 2

(31)

jam jika tidak dibarengi dengan aktivitas lain. Namun, pada aktivitas dalam jangka waktu lama dapat menginduksi peningkatan sensitivitas insulin otot ditunjukkan oleh peningkatan ekspresi atau aktivitas sinyal-sinyal protein yang mempengaruhi regulasi ambilan glukosa otot rangka. Hal ini mungkin disebabkan aktivitas pada orang sehat dan resistensi insulin otot rangka dapat meningkatkan ekspresi protein GLUT-4.27

Gambar 4 Upregulation Insulin Oleh Sinyal Sinyal Protein

(32)

2.10 Kerangka Teori

Pilar Program

Tatalaksana Hiperglikemik Keluhan Klasik (poliuria,

polidipsia, polifagia).

Terapi gizi medis Aktivitas fisik

Karbohidrat 55 – 65%

Sulfonylurea Metformin

(33)

2.11 Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel terikat

Aktivitas Fisik

Kadar Gula Darah Puasa DM tipe 2

Edukasi

Terapi Nutrisi

Terai Farmakologi

(34)
(35)

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang analitik. Desain penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan gula darah pada pasien DM tipe 2 di RSUD Cilegon dalam waktu yang bersamaan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada periode Januari sampai Mei 2013. Sampel diambil dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilegon.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yang dijadikan objek penelitian adalah pasien rawat jalan yang berada di poliklinik penyakit dalam RSUD Kota Cilegon yang memenuhi kriteria inklusi.

3.4 Jumlah sampel

Peneliti menggunakan rumus besar sampel rumus analitik kategorik tidak berpasangan 29

√ √

Jika Z-alpha 5 % dan Z-beta 90 % nilai proporsi orang yang DM dengan aktivitas fisik rendah sebesar 51,1% dan nilai P2 sebesar 77% 30 maka perhitungan besar sampel responden adalah 70 sampel. Maka:

√ √

(36)

3. 5 Kriteria Sampel

a. Kriteria Inklusi

 Pasien DM tipe 2 yang menjalani rawat jalan  Bersedia menjadi responden

 Responden berada di tempat ketika pengambilan data b. Kriteria eksklusi

 Penderita DM tipe 1

 Penderita diabetes gestasional  Pasien dengan indeks aktivitas berat

3.6 Alat dan Bahan

1. Alat

 Kuesioner Baecke et al 1982 2. Bahan

 Pasien DM tipe 2

3.7 Cara Kerja

Perizinan kepada Direktur RSUD Kota Cilegon

Diseleksi berdasarkan kriteria

inklusi dan eksklusi (82 pasien)

Diberikan Kuesioner

Dihomogenkan dengan faktor

perancu ( 20 pasien )

Analisis Data

Diambil data dari Rekam Medik : Data Gula Darah Puasa (GDP)

Aktivitas Ringan Aktivitas Sedang

(37)

3.8 Variabel

Variabel bebas  Aktivitas fisik Variabel terikat

 Kadar gula darah puasa pada pasien DM tipe 2

Penelitian ini menggunakan metode variabel bivariat yang terdiri dari aktivitas fisik sebagai variabel terikat dan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 sebagai variabel independen.

3.9 Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan peneliti dengan menggunakan metode consecutive sampling untuk menentukan sampel dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sampai jumlah yang diinginkan terpenuhi yaitu 70 pasien. Namun apabila sampai tenggang waktu penelitian yang telah ditetapkan peneliti yaitu dari bulan Januari sampai Mei 2013 belum memenuhi sampel, maka menggunakan sampel yang didapatkan sampai bulan Mei 2013. Kriteria yang dimaksud adalah pasien DM tipe 2 yang berobat di poliklinik penyakit dalam RSUD Kota Cilegon.

3.10 Managemen Data

Pengolahan data

Pengolahan data penelitian menggunakan SPSS, yaitu melakukan pemeriksaan seluruh data yang terkumpul (editing), memberi angka-angka atau kode-kode tertentu yang telah disepakati terhadap data rekam medis maupun kuesioner (coding), kemudian memasukkan data rekam medis dan kuesioner sesuai kode yang telah ditentukan untuk masing-masing variabel sehingga menjadi suatu data dasar (entry) dan menggolongkan, mengurutkan, serta menyederhanakan data, sehingga mudah dibaca dan diinterpretasi (cleaning).

Analisis data

(38)
(39)

29 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dengan memberikan kuesioner Baecke et al 1982 pada pasien DM tipe 2 yang berobat ke poliklinik Penyakit Dalam RSUD Kota Cilegon sejak bulan Januari 2013 sampai dengan bulan Mei 2013 dan melihat rekam mediknya untuk mencari data nilai kadar gulah darah puasa (GDP) . Penelitian dilakukan dengan metode consequtive sampling. Total sampel yang diambil berdasarkan rumus besar hitung sampel sebanyak 70 sampel disertai penambahan 10% untuk menanggulangi bila ada yang dieksklusi. Selama penelitian sudah didapatkan 82 sampel, namun setelah dieksklusi yang memenuhi kriteria hanya 20 sampel.

4.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi pada variabel independen dan variabel dependen yang diteliti. Selanjutnya hasil analisis univariat akan dijelaskan pada sub-bab berikut ini:

4.1.1 Gambaran Jenis Kelamin Pasien DM Tipe 2

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki-laki 9 45 %

Perempuan 11 55 %

Total 20 100 %

(40)

4.1.2 Gambaran Usia Pasien DM Tipe 2

Usia Jumlah Persentase (%)

20-44 5 25 %

45-64 12 60 %

> 65 3 15 %

Total 82 100 %

Pada tabel 4.1.2 bisa kita lihat bahwa pasien yang berusia 20-44 tahun berjumlah 5 pasien (25%), dengan usia 45 – 64 tahun berjumlah 12 pasien (60%), dan usia > 65 tahun berjumlah 3 pasien (15%). Hal ini sesuai dengan pernyataan dari global prevalence of diabetes bahwa pada negara berkembang prevalensi tertinggi DM tipe 2 terjadi pada rentan usia 45-64 tahun.32

4.1.3 Gambaran Kadar Gula Darah Puasa Pasien DM Tipe 2

Variabel Jumlah Persentase (%)

Kadar gula darah puasa

Tidak normal 18 90

Normal 2 10

Jumlah 20 100

(41)

4.1.4 Gambaran Aktivitas Fisik Pasien DM Tipe 2

Variabel

Aktivitas fisik

Jumlah Persentase (%)

Ringan 8 40

Sedang 12 60

Jumlah 20 100

Aktivitas fisik merupakan salah satu tatalaksana terapi DM dari segi non farmakologis yang dianjurkan 3,8. Berdasarkan tabel 4.1.4 menunjukkan bahwa dari total 20 sampel yang telah mengisi kuesioner untuk dinilai aktivitas fisiknya. Mendapatkan jumlah pasien yang termasuk dalam kategori aktivitas fisik ringan sebanyak 8 pasien (40%) dari 20 pasien, sedangkan yang termasuk dalam kategori aktivitas fisik sedang sebanyak 12 pasien (60 %) dari 20 pasien. Hasil ini sesuuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani tahun 2012 mengenai aktivitas fisik masyarakat di kecamatan Pulo Merak, Kota Cilegon mendapatkan hasil dari 500 responden, terdapat 369 (73,8%) memiliki aktivitas sedang, dan 107 (21,4%) responden memiliki aktivitas ringan. 33

Hal ini menunjukkan pengelolaan tata laksana dari segi non-farmakologis terutama aktivitas fisik pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kota Cilegon masih perlu ditingkatkan guna mencapai target pengendalian DM 3. Hal ini telah dilaksanaakan sejak seabad yang lalu oleh dokter dari Dinasti Sui di China .8

(42)

4.1.5 Gambaran Proporsi Kadar Gula Darah Puasa Dan Aktivitas Fisik

Pada Pasien DM Tipe 2

Kategori aktivitas fisik GDP Total

Tidak normal

Proporsi orang yang melakukan aktivitas fisik ringan dengan GDP tidak normal sebesar 100%, dan orang yang melakukan aktivitas ringan dengan GDP normal sebesar 0%. Sedangkan untuk orang yang melakukan aktivitas fisik kategori sedang, yang GDPnya dalam kategori tidak normal memiliki nilai proporsi 83,3%, dan sebesar 16,7% untuk yang GDP-nya normal.

Kadar gulah darah puasa (GDP) Total

(43)

uji antara aktivitas fisik (ringan dan sedang) dengan kontrol gula darah puasa (GDP) menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p (0,495), yang berarti nilai p lebih dari 0,05. Sehingga menurut diagnosis statistik dapat disimpulkan bahwa aktivitas fisik tidak berhubungan terhadap kadar gula darah puasa (GDP) pasien DM tipe 2 yang berada di RSUD Kota Cilegon. Meskipun bila dilihat lebih teliti lagi pada tabel 4.2.1, berdasarkan diagnosis klinis terdapat hubungan antara aktivitas fisik terhadap kadar gula darah puasa oleh adanya 2 pasien dengan aktivitas sedang yang GDP nya masuk dalam kategori normal.

Dalam penelitian ini, peneliti telah berusaha meminimalisir faktor-faktor yang menjadi perancu dalam penelitian ini dengan cara menghomogenkan terapi farmakologis serta diet seluruh pasien, sehingga hanya aktivitas fisik yang menjadi variabel bebasnya. Namun, hal ini belum menunjukkan hasil yang bermakna. Mungkin disebabkan juga penatalaksanaan DM yang telah dilakukan di RSUD Kota Cilegon yang tergolong kategori sangat kurang. Dikarenakan berdasar tabel 4.1.3, menggambarkan hanya terdapat 2 pasien DM tipe 2 dari 20 pasien yang peneliti dapatkan di RSUD Kota Cilegon yang GDP nya dalam kategori normal. Serta jumlah pasien yang peneliti dapatkan terlalu sedikit sehingga menyebabkan data yang didapatkan kurang variatif.

Hasil ini juga tidak sesuai dengan dasar teori yang menyatakan selama aktivitas fisik terjadi peningkatan masukan glukosa ke otot dikarenakan adanya insulin independent yang mempengaruhi terjadinya peningkatan jumlah transporter GLUT-4 pada membran sel. Dan terjadi selama beberapa jam setelah aktivitas atau lebih panjang lagi disertai peningkatan sensitivitas insulin dengan aktivitas yang tetap.34 penelitian ini bertentangan dengan William yang menerangkan bahwa aktivitas fisik dengan dimediasi oleh AMP-dependent protein kinase (AMPK) menghasilkan peningkatan penyerapan glukosa serta peningkatan sensitivitas transpor glukosa yang disebabkan oleh translokasi berlebih transporter GLUT-4 ke membran sel untuk setiap dosis tertentu insulin

26

(44)

4.3 Keterbatasan penelitian

1. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang yang hanya menggambarkan variabel yang diteliti, baik independen maupun dependen pada waktu yang sama sehingga tidak bisa melihat adanya hubungan sebab akibat.

2. Penelitian ini menggunakan indikator GDP untuk menilai kadar gula darah pasien DM, yang sebenarnya untuk kontrol Gula Darah yang lebih baik menggunakan kadar HBA1c dikarenakan dapat menggambarkan kadar gula darah pasien dengan rentang waktu lebih lama.35

3. Peneliti menggunakan cara pengambilan sampel consequtive sampel yang dibatasi oleh waktu penelitian selama bulan Januari sampai Mei 2013. Meskipun telah didapatkan 80 pasien sesuai dengan besar sampel penelitian, namun hanya terdapat 20 pasien yang memenuhi kriteria. Sehingga jumlah sampel hanya 20 orang.

(45)

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa :

a) Dari total 20 pasien DM tipe 2 di RSUD Kota Cilegon, didapatkan pasien yang dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 9 pasien (45%) dan yang perempuan berjumlah 11 pasien (55 %).

b) Dari total 20 pasien DM tipe 2 di RSUD Kota Cilegon, didapatkan pasien yang berusia 20-44 tahun berjumlah 5 pasien (25%), usia 45–64 tahun berjumlah 12 pasien (60%), dan usia > 65 tahun berjumlah 3 pasien (15%). c) Dari total 20 pasien DM tipe 2 di RSUD Kota Cilegon, didapatkan 18 orang pasien yang pengendalian gula darah puasanya tidak normal (≥ 100 mg/dL) dan 2 orang pasien yang normal (< 100 mg/dL).

d) Dari total 20 pasien DM tipe 2 di RSUD Kota Cilegon, didapatkan sebanyak 8 orang pasien (40 %) aktivitas fisiknya tergolong dalam kategori ringan, dan sebanyak 12 orang pasien (60 %) tergolong kategori sedang.

e) Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah puasa, disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah puasa pasien DM tipe 2 di RSUD Kota Cilegon (p=0,495). Namun terlihat adanya pengaruh aktivitas fisik terhadap GDP yang dinyatakan adanya 2 pasien dengan aktivitas sedang mempunyai GDP dalam kategori normal.

5.2 Saran

a) Masyarakat Umum

(46)

b) Rumah Sakit

Memperhatikan target pengelolaan terapi DM, sehingga pasien yang beobat ke rumah sakit dapat memenuhi kriteria pengelolaan berdasarkan target yang telah dicanangkan oleh PERKENI dalam konsensus 2011. Dari data yang didapatkan mencapai 90% pasien DM tipe 2 tidak terkontrol, seyogyanya dilakukan evaluasi ulang terhadap terapi baik itu farmakologis dan non farmakologis yang telah dilaksanakan guna mencapai target pengendalian DM yang tertuang dalam konsensus 2011.

c) Peneliti

(47)

Daftar Pustaka

1. Purnamasari Dyah. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam . Jilid III. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009. hal. 1882.

2. Diunduh dari WHO http:/ /www.who.int/ mediacentre/ factsheets/ fs312/ en/ index.html pada tanggal 17 Desember 2012.

3. PERKENI. Buku Pedoman Konsensus Pengelolahan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. PERKENI: Indonesia. 2011.

4. Suyono S. Diabetes mlelitus di Indonesia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2009. hal. 1873.

5. Yoga A, Utomo S. Hubungan Antara 4 Pilar Pengelolaan Diabetes Melitus Dengan Keberhsilan Pengelolaan Diabetes melitus Tipe 2. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro tahun 2011 Diunduh Tanggal 18 Februari 2013.

6. Rachmawati, Syam Aminuddin, Kidayati Healty. Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSUP Dr WAHIDIN SUDIROHUSODO Makassar. Media Gizi Masyarakat Indonesia. Vol 1. Agustus 2011 : hal. 52-58.

7. Gustaviani Reno. Nefropati Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2009. hal. 1943.

8. Yunir E, Soebardi S. Terapi Non Farmakologis Pada Diabetes Melitus dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2009. hal. 1891.

9. Kee, Joyce Le Fever. Glukosa : Gula Darah Puasa (FBS) ; Gula Darah Postprandial (PPBS) Dalam Buku Pemeriksaan Laboratorium & Diagnosistik Dengan Implikasi Keperawatan. Ed 2. Jakarta . EGC. 1997. hal. 106.

(48)

11.Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, et al. Diabetes Mellitus Dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. USA : Mc Graw Hill Company. 2012 Chapter 334.

12.Salzler Michael J C, Crowford James M, Kumar V. Pankreas Dalam Robbins Buku Ajar Patologi. Vol 2. Edisi 7. Jakarta : EGC. 2007. hal. 718.

13.Fathoni. Penurunan Glukosa Darah Postprandial Pada Latihan Fisik Intensitas Ringan Durasi 30 Menit Dan Intensitas Sedang Durasi 10 Menit Pada Penderita Diabetes Melitus. Surabaya : Airlangga UniversityLibrary. 2008.

14.Cooper DM, Bartow TJ, Lee WN, Bersgner R. 1989. Blood Glucose Turnover Durung Hight And Low Intensity Exercise. Am J Physiol Endocrinol Metab 257:E405-E412, American Physiological Society.

15.Henriksen EJ. Exercice Effect Of Molecule Insulin Signalling And Action Invited Review : Effect Of Acut Exercise And Exercuse Training On Insulin Resistance. J Appl physiology 93:788-796. 2002 department of physiology,University of Arizona College of Medicine.

16.Guelfi KJ, ratnam N, Smythe GA, Jones TW, Fournier PA, 2007. Effect Of Intermittent High-Intensity Compared With Continous Moderate Exercise On Glucose Production And Utilization In Individuals With Type 1 Diabetes. AM J Physiol Endocrinol Metab 292: E865-E870, 2007.

17.Molina, Patricia E. Adrenal Gland Dalam Buku Endocrine Physiology. Third Edition. Louisiana USA : Mc-Graw-hill Companies. 2010. Chapter 6.

18.Direktorat pengendalian penyakit tidak menular. Direktorat jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan ( DITJEN PP & PL) Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Resiko Diabetes Melitus. 2008.

19.The President’s Council on Physical Fitness and Sports – Publications. President’s Council on Fitness, Sports & Nutrition. Diunduh 14 September 2013, dari http://www.fitness.gov/fitness .html

(49)

21.Jette M, Sidney K, Blumchen G. . Clinical CardiologyMetabolic equivalents (METS) in Exercise Testing, Exercise Prescription, and Evaluation of Functional Capacity 1990; 13(8): 555-65.

22.Victor LK., William D McArdle., Frank IK.,Measuring and Evaluating Human Energy-Generating Capacities During Exercise in Essentials of Exercise Physiology. Fourth edition. 2011. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins. 23.Frosig, C. Dkk. Effect Of Endurance Exercise Training On Insulin Signaling In

Human Skeletal Muscle. Diabetes. Vol 56. Agustus 2007.

24.Rira. Wahdani M. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Lebih Pada Polisi Di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010. Jakarta : FKIK UIN Jakarta. 2010.

25.Bawono, MN. Kontrol Hormon Insulin Dan Glukagon Dalam Perubahan Metabolisme Selama Latihan di unduh Tanggal 25 Mei 2013.

26.Hansen PA, Nolte LA, Chen MM, Holloszy JO: Increased GLUT-4 Translocation Mediates Enchanced Insulin Sensitivity Of Muscle Glucose Transport After Exercise. J Appl Physiol 1998;85:1218.

27.John A Hawley, Juleen R Zierath. Physical Activity And Type 2 Diabetes: Therapeutic Effect And Mechanisms Of Action. 2008. hal.204.

28. Schteingart, David E. Pancreas : Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus dalam Buku Patofisiologi : Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. Jilid 2. Ed 6. Jakarta : EGC. 2003 hal. 1260.

29.Dahlan MS. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan. Ed 2. Jakarta: Salemba Medika: 2009. hal. 43. 30.Ni Komang W. Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dan Kejadian Diabetes

Melitus ( DM) Tipe 2. Jurnal Husada. Vol 6 No. 1 2009:59-64.

31.Fitriyani. Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Kecamatan Citangkil Dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak Kota Cilegon. FKM UI . 2012 32.Ganong William F, Review of medical Physiology, 22nd edition, United state of

America, The Mcgraw-Hill companies : 2005.

(50)

RSUD DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Medical Journal Of Lampung University. Vol 2. No 4 Februari. 2013.

34.Awad N, Langi A Y, Pandelaki K. Gambaran Faktor Resiko Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Poliklinik Endokrin Bagian / SMF FK-UNSRAT RSU Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO Periode Mei 2011 – Oktober 2011. Journal e-Biomedik ( eBM). Vol 1. No 1. Maret 2013. hal 45.

(51)

Lampiran Hasil Perhitungan SPSS 16.0 for window

Uji Chi Square

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

kat_GDP * kat_aktfis 20 100.0% 0 .0% 20 100.0%

kat_GDP * kat_aktfis Crosstabulation

kat_aktfis

Total ringan sedang

kat_GDP Normal Count 0 2 2

Expected Count .8 1.2 2.0

% within kat_GDP .0% 100.0% 100.0%

tidak normal Count 8 10 18

Expected Count 7.2 10.8 18.0

% within kat_GDP 44.4% 55.6% 100.0%

Total Count 8 12 20

Expected Count 8.0 12.0 20.0

(52)

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square 1.481a 1 .224

Continuity Correctionb .208 1 .648

Likelihood Ratio 2.190 1 .139

Fisher's Exact Test .495 .347

Linear-by-Linear Association 1.407 1 .235

N of Valid Casesb 20

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,80.

b. Computed only for a 2x2 table

Tabel Kadar Gula Darah Puasa

Frequencies

kat_GDP

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Normal 2 10.0 10.0 10.0

tidak normal 18 90.0 90.0 100.0

(53)

Tabel Aktivitas fisik Frequencies

kat_aktfis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ringan 8 40.0 40.0 40.0

Sedang 12 60.0 60.0 100.0

(54)

Lembar Kuesioner

Kuesioner Aktivitas Fisik Pada Pasien DM Tipe 2 di RSUD Cilegon

Nama Pasien :

No. Pertanyaan Respon Penilaian (V)

1 Apa pekerjaan utama anda Menulis, mengemudi, panjang toko, mengajar, belajar, ibu rumah tangga, praktisi kesehatan

(55)

anda mengangkat benda 6 Setelah bekerja, apakah anda

(56)

kadang

Termasuk apakah olahraga tersering yang anda

(57)

apakah anda bersepeda? Jarang

Kadang – kadang Sering

Sangat sering 20 Berapa menit anda

berjalan/bersepeda per hari ke dan dari bekerja, sekolah, berbelanja?

(58)

Lampiran Daftar Pasien

No Nama Usia Jenis Kelamin GDP

Aktivitas

Fisik Kriteria

1 Tt 55 Laki laki 143 8 Sedang

2 Mr 40 Perempuan 460 6 Ringan

3 Kr 50 Perempuan 402 6 Ringan

4 Jf 34 Laki laki 160 6,25 Ringan

5 Rg 54 Perempuan 83 7 Sedang

6 Mt 65 Laki laki 122 7 Sedang

7 Sh 53 Laki laki 178 8 Sedang

8 Mh 40 Perempuan 169 6 Ringan

9 Bd 70 Laki laki 388 6,5 Ringan

10 Kt 50 Perempuan 245 7,5 Sedang

11 Iy 52 Perempuan 161 7,5 Sedang

12 Jp 34 Perempuan 159 5,25 Ringan

13 Am 45 Laki laki 154 8,75 Sedang

14 Jy 47 Perempuan 241 6,5 Ringan

15 Ss 49 Laki laki 146 7 Sedang

16 Jg 65 Laki laki 110 7,5 Sedang

17 Sn 43 Laki laki 90 7 Sedang

18 Mh 45 Perempuan 175 7 Sedang

19 Sn 56 Perempuan 226 6 Ringan

(59)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

PERSONAL DATA

Nama : Fuad Hariyanto

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tempat Tanggal Lahir: Banyuwangi, 27 Oktober 1992

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : RT/RW 06/01, Dsn. Sumberjo, Ds. Parijatah Wetan, Kec. Srono, Banyuwangi, Jawa Timur.

Nomor Telepon/HP : 085648360735

Email : fuadhariyanto@gmail.com RIWAYAT PENDIDIKAN

1996 – 1998 : Taman Kanak-Kanak Khodijah 55, Parijatah Wetan 1998 – 2004 : SDN 2 Singojuruh, Banyuwangi

2004 – 2007 : SMPN 1 Genteng, Banyuwangi

2007 – 2010 : SMA Darul Ulum 2 BPPT-RSBI, Jombang 2010 – Sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter,

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar

Tabel 2. 1 Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus (ADA 2005) 3
Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis DM 3
Tabel 2.3 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan
Gambar 1 Langkah - Langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa Sumber : Perkeni 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Target 4.5 Pada tahun 2030, menghilangkan disparitas gender dalam pendidikan, dan menjamin akses yang sama untuk semua tingkat pendidikan dan pelatihan kejuruan, bagi

Revitalisasi dan Fasilitasi Agroindustri Peternakan (susu dan daging) di Jawa Barat. Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan mutu dan produk yang dihasilkan oleh

Nanti ada taksi blue bird tidak terbeli dengan alasan utama tidak punya uang he he he he he he he he he he he he he he he terima kasih banyak mas widodo, sedikit atau naik dari

Hampir setiap produk multimedia profesional yang ditemukan oleh Penulis di berbagai negara, termasuk di Indonesia, menggunakan Macromedia Director dalam bentuk-bentuk yang

Kebudayaan-kebudayaan tersebut berasal dari propinsi DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

Apakah individu dewasa madya yang matang emosinya dapat menerima perubahan-perubahan yang berkaitan dengan proses menua yang terjadi pada dirinya secara lebih baik dibandingkan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengembangan silabus matematika kelas X SMA Islam Terpadu Nurhidayah Surakarta yang meliputi kesiapan dan dukungan

Hasil dari penelitian faktor pendukung kelancaran pembelajaran renang pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bungoro yaitu dalam pembagian 5 faktor yang trtinggi