DETEKSI MIGRASI
POLYMORPHONUCLEAR NEUTROPHIL
(PMN)
AKIBAT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
PADA CAIRAN SULKUS GINGIVA
DAN
WHOLE SALIVA
SKRIPSI
Oleh
RIANE ARIYANTI
NIM 071610101065
BAGIAN MIKROBIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
i
DETEKSI MIGRASI
POLYMORPHONUCLEAR NEUTROPHIL
(PMN)
AKIBAT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
PADA CAIRAN SULKUS GINGIVA
DAN
WHOLE SALIVA
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Studi Kedokteran Gigi (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh
RIANE ARIYANTI
NIM 071610101065
BAGIAN MIKROBIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
ii
k
rip
si in
i s
y
p
rs
m
bahkan untuk
:
1. Ibunda Apong Sunayah tersayang dan Ayahanda Heri Heriyanto, yang telah
memberikan segala hal terbaik dalam hidup ini;
2. adik – adik saya Ririn riyanti dan Tiara asyfah ;
3. guru-guru saya sejak taman kanak-kanak sampai dengan Perguruan Tinggi yang
terhormat, yang telah memberikan ilmu dan membimbing dengan penuh
ketulusan dan kesabaran;
iii
d
n
Dia menghilangkan kemarah an hati mereka (orang mukmin). dan Allah
menerima tobat orang yang Dia kehendaki. Allah Maha Mengetahui, Maha bijaksana.
(Terjemahan Surat At-Taubah Ayat 15)
*)
Keindahan yang sesungguhnya adalah keindahan akhlaq, kecantikan yang
sesungguhnya adalah kecantikan etika dan kebaikan yang sesungguhnya adalah
kebaikan akal.
**
)
*)
Departemen Agama Republik Indonesia. 1998.
Al-Quran dan Terjemahannya.
Semarang: PT Sygma Examedia Arkanleema.
**)
iv
Saya yang bertanda-tangan di bawah ini:
nama : Riane Ariyanti
NIM
: 071610101065
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul
“Deteksi Migrasi
olymorphonuclear Neutrophil (PMN)
akibat Demam Berdarah
Dengue (DBD) pada Cairan Sulkus Gingiva dan
Whole Saliva
” adalah benar-benar
hasil karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya,
dan belum pernah diajukan pada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya
bertanggung jawab atas kesalahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah
yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan
dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, 26 Januari 2012
Yang Menyatakan,
v
!"
POLYMORPHONUCLEAR NEUTROPHIL
(
#)
"$ " " $ " "%#!&
(
$)
" "'" "# &(& ! #!)"
"#
WHOLE SALIVA
Oleh
"#" *"#
#
0
+1
,101010
,-Pembimbing:
v
i
5 6 7 89 : 8 ; <7=
u
>u
?“
@<t
< 6:8 A8B7 C: 8 DE F GHE I J K E L M NF OP I Q OM R IE J K SF(PMN) Akibat
Demam Berdarah Dengue (DBD) Pada Cairan Sulkus Gingiva dan
TKE F OU P FSVP” telah
diuji dan disahkan pada:
hari, tanggal
: Kamis, 26 Januari 2012
tempat
: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.
Tim Penguji:
Ketua,
drg. H. Achmad Gunadi, M.S., Ph.D
NIP 195606121983031002
Anggota I,
Anggota II,
Dr. drg. Didin Erma Indahyani, M.Kes.
drg. Niken Probosari, M.Kes.
NIP196903031997022001
NIP 196702201999032001
Mengesahkan
Dekan,
v
ii
RINGKASAN
Deteksi Migrasi
Polymorphonuclear Neutrophil
(PMN) Akibat Demam Berdarah
Dengue (DBD) Pada Cairan Sulkus Gingiva dan
Whole Saliva
; Riane Ariyanti;
071610101065; 2012; 48 halaman; Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember.
Demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan bukan
hanya di Indonesia tetapi juga di negara lain di Asia Tenggara (Dharma, dkk., 2006).
Indonesia menduduki peringkat kedua, penyakit DBD setelah Thailand. Jawa Timur
dinyatakan sebagai daerah endemis demam berdarah. Penyebaran kasus DBD di Jawa
Timur terdapat di 38 kabupaten/kota, dan juga menyebar di beberapa kecamatan atau
desa yang ada di wilayah perkotaan maupun di pedesaan. Jumlah kasus dan kematian
DBD di Jawa Timur selama 4 tahun (tahun 2001 sampai 2004) menunjukan angka
yang fluktuatif, namun cenderung meningkat. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Jember, tahun 2004 terjadi 247 kasus, tahun 2005 terjadi 1077 kasus, dan tahun 2006
terjadi 1050 kasus. Hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Jember terjangkit
penyakit DBD di tahun 2005 dan 2006 (Wahjudi, dkk., 2007).
Infeksi dengue diakibatkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk
WXY X
s aegypti
dan
Aedes albocpitus
(Chen, dkk., 2009). Vektor DBD yang utama
adalah nyamuk
Aedes aegypti
. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang
merupakan anggota genus
Flavivirus
dari family
Flaviviridae
. Oleh karena ditularkan
melalui gigitan artropoda maka virus dengue termasuk
arbovirus
(Dharma, dkk.,
2006).
Diagnosa lebih awal sangat dibutuhkan agar penanganannya lebih cepat dan
sesuai. Rongga mulut dan cairan yang ada didalamnya merupakan salah satu yang
v
iii
rongga mulut terdapat cairan rongga mulut yang terdiri dari cairan sulkus gingiva dan
whole saliva,
secara normal mengandung molekul-molekul kecil seperti halnya
beberapa plasma protein memiliki suatu komposisi yang mirip dengan cairan limfa
yang bisa dianggap sebagai transudat. Mediator-mediator radang atau
marker
kerusakan jaringan lain di dalam tubuh dengan cepat tersebar dalam cairan krevikular
gingiva yang akan tersekresi dalam jumlah tertentu di rongga mulut akan membantu
menegakkan diagnosa (Ratnaningsih, 2005). Neutrofil merupakan salah satu
komponen dari sistem imun tubuh non spesifik yang terdepan dalam mencegah
infeksi oleh berbagai mikroba seperti: bakteri, jamur, protozoa, virus dan sel-sel yang
terinfeksi oleh virus (Miller, 2005). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
adanya migrasi
Polymorphonuclear Neutrophil
(PMN) dari cairan sulkus gingiva dan
whole saliva
serta mengetahui bahwa cairan sulkus gingiva dan
whole saliva
dapat
digunakan sebagai dasar untuk deteksi dini pasien DBD.
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2011. Penelitian
ini menggunakan sampel
whole saliva
dan cairan sulkus gingiva yang didapatkan dari
volunter
penderita DBD dan
volunter
normal atau yang tidak terdiagnosa DBD.
Untuk kelompok kontrol yakni
volunter
normal didapatkan 10 sampel untuk
masing-masing
whole saliva
dan cairan sulkus gingiva, sedangkan kelompok kedua yang
terdiagnosa DBD didapatkan 10 sampel untuk masing-masing
whole saliva
dan
cairan sulkus gingiva. Kedua kelompok dilakukan perlakuan yang sama yakni
pembuatan preparat hapusan serta diamati jumlah PMN di bawah mikroskop.
Analisa statistik untuk melihat adanya migrasi sel PMN pada
whole saliva
dan
sulkus gingiva pada DBD adalah menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov
untuk uji
normalitas data. Kemudian untuk mengetahui adanya perbedaan antar dua kelompok
digunakan uji
Independent T-test
dengan tingkat kemaknaan 95% (α=0,05). Hasil uji
i
x
PMN
whole saliva
DBD, dimana jumlah PMN pada
whole saliva
DBD lebih banyak
dibandingkan jumlah PMN pada sampel normal. Hasil uji
Independent T-test
untuk
PMN sulkus gingiva adalah P= 0,000 yang artinya Ho ditolak, jadi terdapat
perbedaan jumlah PMN sulkus gingiva normal dengan jumlah PMN sulkus gingival
DBD, dimana jumlah PMN pada sulkus gingiva DBD lebih banyak dibandingkan
jumlah PMN pada sampel normal.
PMN yang ditemukan dalam penelitian ini mengalami peningkatan dalam
whole saliva
dan cairan sulkus gingivanya, ini karena kerusakan sel-sel endotel dalam
rongga mulut yang akan memacu terjadinya proses inflamasi yang akan mengaktifkan
neutrofil sebagai salah satu penandanya. Karena itulah salah satu manifestasi yang
ditimbulkan dari keadaan inflamasi adalah meningkatnya persentase kadar neutrofil,
sesuai dengan pendapat Jufrie
et al.
(2000). Sulkus gingiva dan
whole saliva
berisi
cairan yang jumlahnya meningkat bila terdapat keradangan, dimana pada cairan
sulkus gingiva yang meradang jumlah neutrofil, makrofag, limfosit, monosit, ion
elektrolit, protein plasma, dan endotoksin bakteri bertambah banyak (Vindani, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa, terdapat
perubahan migrasi sel PMN pada cairan
whole saliva
dan sulkus gingiva pada sampel
DBD dibandingkan dengan sampel normal yang tidak terdiagnosa DBD, yang artinya
terdapat lebih banyak sel PMN pada cairan
whole saliva
dan sulkus gingiva pada
penderita DBD.
x
_
u
`asy
u
bu
r
b c d ef ar
et
ghhed i jk,
et
es s
cle her
ed met
f en b eru
na e o py
es
cd anl le q cn
u
h as
f e qet
mcnchcy
s
eab e ns
br
aqs
a en ly
rcr
`fu
u
h“
sct
cbs
a t alr
es
a uv w xyv z{ |v } ~ w z ~ zv {|w(
_ tp)
gb ar et
s cm em cr
f er
ed scn lu
c(
s s)
q ef eear
e n iu
hbu
s
anl av
e f e n |v w w ”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember.
Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak,
oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1.
drg. Hj. Herniyati, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Jember
yang
telah
memberikan
kesempatan
bagi
penulis
hingga
terselesaikannya skripsi ini;
2.
drg. H. Achmad Gunadi, M.S., Ph.D selaku Dosen Pembimbing Utama dan
Dr. drg. Didin Erma Indahyani, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing Anggota
yang dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan moral yang
tak terhingga dalam penulisan skripsi ini;
3.
drg. Niken Probosari, M.Kes. selaku sekretaris penguji yang telah banyak
memberikan masukan dalam menyempurnakan penulisan skripsi ini;
4.
drg. Pujiana Endah L, M.Kes. selaku dosen wali yang telah menjadi seorang ibu
dan memberikan motivasi selama menempuh studi di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember;
5.
RSUD dr Soebandi dan RS Bina Sehat Jember yang telah membantu
pelaksanaan pengumpulan sampel serta pasien yang bersedia menjadi
sukarelawan dalam penelitian saya;
6.
Lembaga Penelitian Universitas Jember atas bantuan dana DIPA, sehingga
x
u
u
y
y
r
r
y
t
,
s
y
r
s
t
r
st
u
, t
r
s
y
t
t
r
r
s
r
s
s
y
, t
r
s
y
r
s
u
y
u
y
s
u
u
tu
s s
u
y
u
y
r
u
tu
u
s
s
u
y
s
u
s
t,
s
u
u
r
t
¡ ¢£ ¤¥
r
sy
, t
r
s
t
s s
t,
s
s
y
,
,
t
r
u
r
s
rt
s
¦§ ¨
t
s
r
u
s
r
s
©¥t
r
ª , t
r
s
t
s
tu
r
s
y
t
t
t
r
¦« ¬
u
y
r
,
s
t
,
s
t
r
s
y
t
t
r
t
s
t
v
s
tu
y
s
y
u
su
s
r
s
¦« «
t
¨ s
t
u
¤ y
,
® ¨¯ ,
© y
,
©s
t
,
s
° °¤,
ª ,
±u
s
t
,
²tr
,
s
rt
t
¨t
y
y
tu
u
r
s
r
²°³ ´¬ ¬ , t
r
s
t
s s
y
y
t
u
t
u
s
u
tu
u
t
u
r
rs
s
¦ « ´ s
µ r
t
r
u
r
st
² u
t
s
° t
r
³ ¶
v
rs
t
s
· r,
¸y
u ,
r
,
¹ y
t
y
tu
t
¦« º ¨
t
s
rt
s
r
r
s
s
, s
rt
s
u
y
t
t
s
u
t
s
tu
rs
tu
r
s
t
s
s
u
u
,
r
u
u
t
r
y
t
r
¹
u
s
u
r
s
r
t
s
r
r
s
u
s
u
r
s
r
s
r
y
u
s
r
r
, s
s
r
s
t
r
£t
·
r,
·u
r
´¬ « ´ ¹u
s
¾¿
FTAR ISI
ÀÁÂÁÃÁÄ
HALAMAN JUDUL
ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅŽHALAMAN PERSEMBAHAN
ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅŽ½HALAMAN MOTTO ...
½½ ½HALAMAN PERNYATAAN
ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅŽÆHALAMAN PEMBIMBINGAN
ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÆHALAMAN PENGESAHAN
ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÆ ½RINGKASAN
ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÆ ½½PRAKATA
ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅżDAFTAR ISI
ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅż ½ ½DAFTAR TABEL
ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅż ½ ÆDAFTAR SKEMA
ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅż ÆDAFTAR GAMBAR
ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅż Æ ½DAFTAR LAMPIRAN
ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅż Æ ½½BAB 1. PENDAHULUAN
ÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÇ1.1 Latar Belakang
ÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÇ1.2 Rumusan Masalah
ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÈ
1.3 Tujuan Penelitian
ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÈ1.4 Manfaat Penelitian
ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÉBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÊ2.1 Demam Berdarah Dengue
ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÊËÅÇÅÇ
ÌÍÎ ½Ä ½Ï½Ì Íà ÁÃÐ ÍÑÒ Á ÑÁ ÓÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÊ ËÅÇÅË ÔÁÄ ½Î ÍÏ ÕÁÏ ½Ö½Ã × ÕØ ÃÁ Õ½ÙÚÄ Î ÍÙ Ï½Û ½ÑÜ ÏÌÍÄÝÜ Í
ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ Þ ËÅÇÅß àÁ ÕØ ÝÍÄÍϽÏÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÞ ËÅÇÅÈ ÔÁÄ ½Î ÍÏ ÕÁÏ ½á ½Ä ½ÏÌÐÌÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅ ÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅÅâ ËÅÇÅÉ Ì½Á ÝÄ Ø Ï ½Ï
2.2 Nyamuk
Aedes aegypti
ééééééééééééééééééééééééééééééééééééééé éééééééééééééééééééééééééééê ëì éì éêíîï ð ñ ò ñ óèòôîóõïö÷ø ÷ùú ÷û üý þ ÿééééééééééééééé ééééééééééééééééééééééééééê
2.3 Saliva
ééééééééééééééééééééé éééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééé ééééééééééééééééééééééééééééê2.4 Cairan Sulkus Gingiva
ééééééééééééééééééééééééééééééééééééééé éééééééééééééééééééééééééééê2.5 Inflamasi
éééééééééééééé éééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééé éééééééééééééééééééééééééê2.6 Neutrofil polimorfonuklear (PMN)
éééééééééééééééééééé ééééééééééééééééééééééééééìì é éêèò è ð èééééééé ééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééé éééééééééééééééééééééééééì ì é éìñ ññèééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééé éééééééééééééééééééééééééééì ì é éèî îîò îò éééééééééééééééééééééééééééééééé ééééééééééééééééééééééééééééì ê
2.7 Hipotesis
ééééééééééééééééé ééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééé éééééééééééééééééééééééééééì ëBAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
éééééééééééééééééééééééééééééééé éééééééééééééééééééééééééééì3.1 Jenis Penelitian
ééé ééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééé éééééééééééééééééééééééééì3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
éééééééééééééééééééééééééééééé ééééééééééééééééééééééééì3.3 Variabel Penelitian
ééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééé ééééééééééééééééééééééééééì3.4 Definisi Operasional
éééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééé éééééééééééééééééééééééééééì3.5 Sampel Penelitian
ééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééé ééééééééééééééééééééééééééì3.6 Alat dan Bahan
ééé ééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééé éééééééééééééééééééééééééì3.7 Prosedur Penelitian
éééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééé éééééééééééééééééééééééééééìééê ñ ððòîóèîòîóñ ó îîòééééééééééééééééééééééì
ééì ñ ðõ ï ð è îîîè îò ÷ù úÿúîò
ð õï õðèòèîééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééé ééééééééééééééééééééééééééì
3.8 Alur Penelitian
éééé ééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééé éééééééééééééééééééééééééê3.9 Analisis Data
ééééééé ééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééé éééééééééééééééééééééééééìBAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
éééééééééééééééééééééééééééééééééé éééééééééééééééééééééééééééé4.1 Hasil Penelitian
ééé ééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééé ééééééééééééééééééééééééé4.2 Analisis Data ... 35
4.3 Pembahasan
ééééééééé éééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééééé ééééééééééééééééééééééééé
)*+*,*-. /0 1 23*4*56 2-7*8 5191/////// /////////////////////////////////////////////////// /////////////////////////0 0
: /0 ;<,+*=> ? @7*-AB *,*56*B*,*C -A D, *C -A6 3 26*3*5////////////////////////////E E
: /. F4 @G3, * +5*C> ? @H I J K L M NK O PN- G3, *+B*-> ? @HI J KL
M NKOPN1 2,*,Q23B*3*=C 235*> ? @C<+8 < C
A -A *- G3,* +B 2-A*-> ? @ C<+8 < CA-A *1 2,*,Q23B*3*=////////////////////////////////////////// ///////////////////////////E R
: /EF4 =G ,GA 2-5*C > ? @ HI J KL M NKOPN - G3, *+ B 2-A*- > ? @ H I J K L MNK O PN
1 91 C 235* > ? @ C<+8 <C A -A * - G3,* + B2-A*- >?@ C<+8 < C A -A *
1 91//////////////////////////////////// /////////////////////////////////////////////////// /////////////////////////E R
: /:F4 =G , GA 2-5*C <-5< 8 > ? @ H I J K L M NKOPN - G3, *+ B*- > ? @ HI J K L
M NKOPN1 917*-AB*5*-7*5 2+*=B 5 3*-CSG3, *C//////////////////// //////////////////////////E T
: /RF4 O U V LW LU V LUX YZXLMX <-5 < 8 >?@ HI J K L M NKO PN - G3,* + B 2-A*- >?@
HI J K LM NK O PN 1 2,*,9 23B*3*= C2 35**-5*3* >? @ C<+8 < C A -A *- G3, * +
ghihjhk
l mnop qr s t ujrivkvwvkx qr w v] v t u wy qkzuqmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm{
¡¡ ¢
£¤ ¥¦ ¡ § §¢ ¢
¿ÀÁ ÀÂ ÀÃ
ÄÅ
¿ ÀÆ ´ÁÇ ÈÉÊ ´ËÌÃÍÀÃÎ ÌÂ ÁÀÊ
1
äå äæçèéêëå ì íî íå ê
æçæîïðïñäòóïô ï õ ö
÷øù úù ûø
r
ü úr
úý üø þ ÿu
ø(
÷ ÷) t
ø úý ù ø þ úü ùú ú úý øøýút
úþ û ú þý úþú
y
ü þüþøút
øt
ú ÿú ü þøÿúr
ú úþ ü ú ø þ ÿÿúr
ú øúùút
ÿúúù ú ù ú
t
úý þt
ør
úýr
ù úý úsu
s
÷ ÷t
ø úý ù øþþÿ út
øýþ ÿÿú úø þÿÿú
r
ú ùø þúüw
úy
úý ý øø þüøùr
s (
÷ýúr
ù ú,
ü)
þüþø úùø þü ü ø
r
þÿút
øü ú øþúy
t
÷ ÷s
øt
øúý ý úúþü úw
ú ùu
r
ü þ
y
út
úúþ øû ú ÿú ü úør
úý ø þüøùs
üøù úù ûøüúr
r
úý ø þøû úy
r
úþ úsu
s
÷ ÷ üú
w
ú ùu
r t
ør
ü ú út
ü úû út
ø þ ú,
ü ú þ ÿú ù ø þy
ø û úr
ü ûøûør
ú úøúù ú
t
úþ út
úu
üø úy
ú þ ÿúü úüw
úy
úý ør
ú úþ ù ú þü øü ø úúþù úýú
su
s
ü úþ øùút
úþ ÷ ÷ ü úúw
ùu
r
ø úùút
úý þ(t
úý þ úù ú)
ùø þþ úþ úþ ÿ úy
úþ ÿ út
,
þúù þ øþü ør
þ ÿ ù øþþÿ út
ø
r
üú úr
úþ ü út
ú ü úr
÷þús
ø øý út
úþ øùûør, t
úý þt
ør
úü úsu
s,
t
úý þ
t
ør
úü úsu
s,
ü úþúý þt
t
ør
úü úúùr
øu
r
ýøúù ú
t
úþüúû út
ø þøù ûør t
øúþÿr
t
ø þy
út
÷ ÷üt
úý þü úþ
(
úý ü,
ü)
!ø úú ø þú
y
t
÷ ÷t
ü úý ús
ü úþt
üüøt
ø øúüþ! ø ú úúw
úû úúþú
y
ùr
p
üø þ ÿúþ ÿøú úu
,
øýþ ÿÿús
ør
þ ÿ üü ÿúu
, s
ø ørt
ù ø þü úü úüøùúù
t
þÿÿ(
úþ ús t
þÿÿ)
ø úùú" ý ú
r
,
üs
ørt
ú út
ø úú,
ù ú,
ù þ úýú
t
øru
t,
û út
ør
þ ÿþ ÿúþs
út
ü úþ ø ú þúú ! øú ú ú þþy
úu
,
ù út
úùø
r
úýút
úüúü úør
úý øt
úr
ù úút
, s
út
úü út
úþÿû ø ú úþ ÿ, s
út
üøu
r
ýø
r
ø þü úþ ü úþ,
ù ù úþ ÿ ûøü úr
úýr
ûþ "ûþ ùør
úý üt
út
úu
øþü ú
r
úýúþ þúþüt (
ûþ "û þt
ør
øû ú úu
üt
øúþt
ü úù úu
ý úþÿ,
y
ú
tu
üø þ ÿúþ ù ø þ ÿ út t
ú øúst
úü ú ø þ ÿúþ ø þüør
t
ú øúù ú ùú ù øþt,
û þ "û þ ú úþ
t
úù ú øû ý øús)
! øú ú ûø þr
y
ú ør
þÿ ùø þ ÿøu
ý út
u
ý út
üørt
ú ÿøúý(
üøp
r
ø)
ü úþ û úþy
ú ø úr
ør
þÿút
t
út t
ør
ú ú2
#$
r
%&' ($ ('r, p
$ )*'r
'+ ') *'r
, + , *%)-,
-u
s
,,
( %). '+ *'r
'+/ 0 %-'t
$r
0'*,&$)-$1%'
r
')*'
r
'+*'r
,* %# %2
(t
, )0'1$ (#$3 *')
3$+ ,
t
'( '))
45'1'(
# $#$
r
' &' + 'r
,36 )*,7,
($ )0'*,
1$# ,+
p
'
r
'+ *')s
$r
,)-($ ),(# %13') 3$ ('
t
, ')
(
8'+ 0%*,,
*33 4/
9::;
)
4<$3.62 *$ ( '( #$
r
* 'r
'+ *$ )-u
$y
' )-u
t
'(' '*'1'+ )y
'(%3A
=>=?@=ABCDE 4 F$ )'3,
y
t
,), *,7 $# '#3') 61$+ G,ru
s
*$)-%$y
')- ($r
%&'3') ')--6.'-$ )%7 HI@JE
v
EK L? *'r
,M' (,1y
HI@JEv
EKE>@= 4N1$+ 3'r
$ )'*,t
%1'r
3') ( $1'1u
, -,-,t
')'6 &6 *'
rtr
('3'G,s
ru
*$ )-%$t
$( '7%3r
@KOPJEKL?(
5+ 'r
( ',
*33 4/9::Q)
4F$ )*$
r
,t
' 5 R5 %(%()'y
($ )-'1'( ,tr
6 (#6 7,t
6 &$ ), ',
($ ), )-3't
)y
'&$
r
($'# ,1,t
's
3'&,1$r,
*')t
$* '&'r
t
- ')--%') ,).$-r
,t
's
7 $1 $ )*6. $14 8'1'%&%)G,
ru
s
*$ )-%$t
, *'3 *,t
$ (%3') &'*' 7 $1 $)*6. $1 &$ )*$r
,t
' 5R5, t
$t
'p
,t
$1'+t
$# %3.,
r
# '+S's
$1 T7 $1 (6 )67 ,t y
')-t
$1'+ $t
r
,)M$37, G,ru
s
* $) - %$ '3')($1$ &'73') M '3
t
62TM '3t
62y
')- ' )-y
*'p
't
($ )- '3. ,G'7, 3%1tu
r
7 $1 $ )*6.$1, y
',tu
UVD=KI=LWEV
–
1
β
(
XYTZβ ),
Interleukin–6
(
XYTQ)
*')Tumor Necrosis Factor
(
[\ ])
4]'3. 62
–
M'3t
62 ,tu
*'p
't
($ )$ # '#3')y
$ M$3t
$r
+ '*'p
$ )*6. $1, y
',tu
( $ )$3')'3.,G,
t
's
'). ,36 '-%1')/ ( $ ( '^u
p
r
636 '-%'1 '),
*') ($), )-3't
3') &$r
( $'# , 1,t
's
G'73%1'
r
4 F'*' &$ )*$r
,t
' 5 R5,
0$ 0's
&'*' $ )*6.$1t
$r
0 '*, '3,# 't
&$ (# $ ). %3')36 (&1$37 , (%) *') '3.,
v
,t
's
36 ( &1$ ($ ) 4 < ,ru
s
*$ )-%$ * '&'t
($ )-, )M$37 , 7 $1$)*6. $1
7 $ ^ '
r
'in vitro
*') ($ )y
$#'#3')
p
$ )-$1u
'
r
') 7 ,t
63,)*')
3$ (63, )/
7$ &$
rt
,XY TQ/XYT_*')Regulated Activation And Secretion
(
`a\ [b c)
4c$1$ )*6.$1y
' )-
t
$r
,)M$37, G,ru
s
*$ )-$u
*'p
't
($)y
$#'#3') '3. ,G'7, 36 ( &1$ ( $) *')$37&2$7 ,
Intercellular Adhesion Molecule-1
(
Xda eTZ)
y
' ) - #$
r
7 '('–
7 '( '*$)- ') `a\ [b c ($ ), )-3'
t
3')t
$,3'r
t
)y
' 7 $1 &61, (62M6 )%3 1$ 'r
*')(6 )6 )%3 1$
u
s
&'*'$ )*6. $1y
')- ($ )y
$ # '#3') &$), )-3't
') &$r
($ '# ,1,t
's
3'&,1$r
*') *,1$&'73'))'
y
tr
6(#6 (6 *%1,) ')-y
($r
%&'3') &$rt
')* ' 3$ru
s
'3') 7$1$)*6. $1
(
f'rt
'). 6/ 9::g)
4e$ )%2
u
t
h%Mr
,$et al
4(
9:::) t
$r
, )M$37, )y
' (6 )67,t
61$+ 3'$ )'r
G,ru
s
*$( '(#$
r
* 'r
'+ ( $ )$ # '#3')y
&$ )- '3.,M') #$r
#'- ', M'3. 62(
($ *, 't
62 , ) M1'('7 ,),
y
' )- ($ )- ' 3,# '
t
3')ru
'(,
shock, dan hemorrhages
4 5, ').'r
' ($ *,'t
62y
')-t
3
ijkl mnkno
),
pqo r st
ji so qo ty
knkq soiqop
nr
qo l nou sot pq mqk lqt
j tnonrss
sovni rsws
ru
s
p nkqkxn
r
p qr
qy z
{ sqtoj r q m nxsy
q
w
qms
qo tqt
p sx|u|yiqo
q tq
r
l no qotqoqooy
q mnxsy} nlq
t
pqo rnr|q sz~jottq k| m
u
t
pqo}qsr
qo q o ty
qpqpspq mqk oqy
k nr
|lqiqo rqmqyrqtu
y
q o t kno}nk soiqo
r
t
nr
qp soqy
r
qo ti q sqo l nr
|xqyqo sk|oj mjtsiy
q o t ij kl m ni rz{q mqk
r
jo ttq k | mu
t t
nr
pqlqt
} q sr
qor
jo ttq k| mu
t y
q ott
nr
p sr
s pqr
s}q sq or
r| mi| rtso tswq pqo
whole saliva,
s
n}qr
q ojr
kq m k no tqop|o t kj m ni| m–
k j mni| m i n}s mrnl n
rt
s yq moqy
xnxnr
qlq l mq rkqp
r
ju nso k nk s msi s r|qtu
ijk lj rs rsy
qo t k sr
sp
p notqo }q s
r
qo mskvqy
q ot xs rq p sqo t tqp
r nxq tqstr
qo r|pqt
z np sqt
j–
k np sqt
jr
qpqo t q
t
qu
kqr
i nr
–
kqr
i nr
i n| rqiqor
qr
sotqo mq so p spq mqkt
|x|y p no tq o } nlqt
t
n
r
r nx qr
p q mqk }q sr
qo ir
nwsi| mqr
tsotsv
qy
qot qiqot
nr
r nir
nrs pq mqk |kmqyt
n
rt
nouu
p sr
jo ttqk | mu
t (
~qt
oqo sotrsy)
z| mi| rtsotswqxn
r
sr s}q sqor
q oty
|k mqyoqy
qiqo kno sotiqt
xs mqt
npqr
p
qt
i nqpqo tqoz
r
q sr
qo tso t swq so s k notqop|o t r nm r nm nl st
nmy
qot mnp
qs,
m n|ij r st
Polymorphonuclear Neutrophil
(
),
mskvj r st,
k joj rst,
xnr
xqtq s sjo k so nq mr
(
q,
,
pqo m),
xnxq tq sr
p
r
j u nso sk |oj tmjx| m so r nrt
q ijkljo no ijk l mnk noqmx|k so pqo vsx sojt noz nmq so s
tu
p st
nk |iqo |tq qs
qk mqiuqt, u
r
nq,
yspji rsq
p
qt
st,
q rqkr| mvqt,
q rqkvj rvqt (
qr
sp,
pi i.
,
)
z nqpqotqo
r
k nm sp
u
t
s i nr
| rqiqoksijwq ri| mn
r,
k no sotiq
t
oy
ql nknqxs ms
r
t
qs
wq ri| m nr
p qo k str
qr s m n|ij r st
i n qr
sotqor
qpqot(
qw
m nr,
pii.,
)
z r nrt
q k qijvq t xnr
kstq r sr
i n } q sr
qo r| mi| r tsotswq i nt
si q rnm r nmt
n
r
r nx|ukno sottq miqo
l nkx| m|y pq
r
qy
iql s mn
r
p no tq o xnr
kst
r
q rs k nmnqw
t
sp sop sot
(
p sqp
np nr ss,
nkstr
q r s)
z pqo kqijvqtt
nr
r nx|u pqlqt t
nr
msyqt
pq mqk|k mqyxqo
y
q ilqp qqr
sotqosiqt,
epithelial junction
,
pqor| mi| rtsotsv
qrnysottqni r|pq
t
pqr
s}qsr
qor| mi| rtsot sv
qpqoju nsop
r
r nr
|kni rtr
qwq ri| mqr
qi qot
qklqirnpqo tiqo k stq r s pqo kqijvqt i n
whole saliva
xnr
q rq m pqr
st
jo r smq pqoi nm no q
r
m skvq lqpq xq tsqo xnm qiqo t mspqy(
|o| nsr
q,
piiz )
z q m sv
qk notqop|o t l| mq r nm m n|ij r s
t (
rnm kqijvq t,
kjoj rst,
pqo mskvj rst
k qu
l|o r nm
y
qo txnqr
s
qmpqr
smspqyqq|l|ot
}q sr
qotso t swq(
qr
sppiiz)
z{ sqtoj r q p so s ws
ru
s
p not| n sovni r s qpq mqy l not
sot |ou |i l not nopq msqow
4
r
r
y
¡ ¢st
y
¡ y
t
r
¡ t
y
¢ £ ¤
w
s
t
¥u
r p
y
¦¢
t
(
§t
¨©ªª«)
£¬
p
s
¡ ¢ t
t
¥ t
¡ r
olymorphonuclear Neutrophil
(
®¬¯)
¢ ¦r
° whole
saliva
¢ ¢ r
t
¤¡ ¡ ±r
r
¤ (
¤± ¤)
,
r
¢ ¢t
¡¡¥
u
¦ r
p
p
¤±¤£²³´µ¶·¶ ¸ ¹º»¹¸¹¼ ¹½
±
r
r
t
r
t
s,
¡ t
¡ ¢r
¡ y
¢t
r
¡ r
¥¾¿ £ À¢
t
r
Á ¢r
¡ r
®¬¯r
¦r
°whole
saliva
¢¢ ¤ ±¤Â©£ À¢ ¡ à ®¬¯
r
¦r
° whole saliva
¢t
r
¥ t
¢ ¤±¤Â²³ÄŶƶ¹ºÇÈºÈ¼É Êɹº
À¢ ¥ Á
r
¢ t
r
¥ ¾¿ £ Ë¥
¡
t
y
¢r
¡r
®¬¯
r
¦ r
°
whole saliva
¢¢ ¤± ¤£©£ Ë¥
¡
t
Ì ¢r
¡r
®¬¯
r
¦r
°
whole saliva
¢t
s
r
¥
t
p
5
ÍÎÏÐÑÒ Ó ÑÑÔÕÖ ÒÖ× Ø ÔØ ÑÒ
ÙÚÛÜÚÚ
t p
Ý ÛÝÞßt
ß ÚÛß ÛßÚà ÚÞ ÚáâÝ ãÚ äÚßãÝß åæçèr
éê ëÝ Û äÚÛ àßåÝ
t
Úá æßÛy
Ú ì ßär
Úâ ß í Ùîp
Úà Ú ï Úßr
ÚÛ â æÞ åæâ äßÛ äß ðÚ à ÚÛwhole
saliva
,
ì ÚåÚ àÝt
Ý åâ ß ì ßär
Úâ ß í Ùî à ÚñÚt
àß äæÛÚ åÚÛ â Ý ãÚ äÚß ÚÞt
Ýr
ÛÚt
ß Ü à Úâ Úr
àß ÚäÛòâß
s
ëóëâ Ý ïÚr
ÚàßÛßê6
ö÷ ö
2.
øù úû÷ü ÷ úýüþø÷ÿ÷2.1
ör
r
u
t
s
t
y
t
t
r
r
!
"
t
t
t
r
r
su
s
t
t
r
w
y
r
s
r
#! # $%%&!'y
t
y
t
r
tr
s
r
#t
#r
z
#r
t
r
su
u
r
#(u
t
t
)t
t
t
r
*%% %t
r
t
s
r
r
u
t
+rt
, #$%%- !$!*!* .
r
r
y
t
,y
/ru
s
u
rt
0t
r
1 + 2 , !s
tu
.st
,
t
r
.v
ru
s
#/ru
s
r
y
t
,y
t
r
tr
#y
r
r
.s y
r
r
+
rt
, # $%%-! 'y
t
/ru
s
u
y
r
,u
s
3 //ru
s
r
. 3 //r
#t
r
t
4r
,/
ru
s
u
y
,u
3v
r
5ru
s
EN-1, DEN-2, DEN-3 dan
DEN-4). Demam Berdarah ditularkan melalui gigitan artropoda maka virus
dengue termasuk
6789:iru
;<Vektor DBD yang utama adalah nyamuk
=>?>s
6>@A
p
t
B. DBD merupakan bentuk berat dari infeksi dengue yang ditandai dengan
demam akut, trombositopenia, neutropenia dan perdarahan. Permeabilitas
vaskular meningkat yang ditandai dengan kebocoran plasma ke jaringan
interstitial mengakibatkan hemokonsentrasi, efusi pleura, hipoalbuminemia dan
7
2.1.2 Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai berikut:
a. Demam tidak terdiferensiasi
b. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7
hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri
retroorbital, mialgia/atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie
atau uji bendung positif, leukopenia) dan pemeriksaan serologi dengue
positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam
dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama.
c. DBD (dengan atau tanpa renjatan)
(Chen, dkk., 2009).
Spektrum klinis infeksi virus dengue terdapat pada gambar 2.1:
Infeksi virus dengue
Tanpa gejala Dengan gejala
Demam tak Sindrom demam
Demam berdarah
terdiferensiasi dengue dengue
Tanpa Dengan
Tanpa syok sindrom syok
Perdarahan Perdarahan dengue
Demam dengue
Demam
berdarah dengue
Skema 2. 1. Spektrum klinis infeksi virus dengue (Chen, dkk., 2009).
2.1.3
Patogenesis
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD)
disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda
yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa
renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma
yang diduga karena proses imunologi (Soegijanto, 2010).
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi
dengue adalah hipotesis infeksi sekunder
Ds
E FGHIJKL MEt
E KGN GO GPQ R HSE Ft
Ro
n
t
8
virus dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang dikatakan melibatkan
faktor genetik, yaitu kerentanan yang diwariskan (Soegijanto, 2010).
a. Hipotesis infeksi sekunder
Gambar 2.2 Hipotesis infeksi sekunder (Chen, Khie, 2009)
Skema 2.2 Hipotesis infeksi sekunder (Chen, dkk., 2009).
Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte (1977)
(skema 2.2), sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda,
respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan
transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi immunoglobulin G (IgG)
antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan
tingginya angka replikasi virus dengue, mengakibatkan terbentuknya kompleks
virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan
komplemen menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar
hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa
9
b. Hipotesis
im
m
u
n
e e
VWXV YZ[Zn
t
Menyatakan secara tidak langsung bahwa mereka yang terkena infeksi
kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk
menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali
virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan
dengan faktor reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai
tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang
kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Chen, dkk., 2009).
2.1.4
Manifestasi klinis demam dengue
Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan
ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul
gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas, makrofag akan segera
bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya. Makrofag sendiri
merupakan
\V]^_Zn
`aZbZn
t
^V_ cZd d(APC). Antigen yang menempel di
makrofag ini akan mengaktifasi sel
e fg ZdhZr
dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus.
efgZdhZr
akan mengaktifasi sel T-sitotoksik
yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan
sel B yang akan melepas antibodi. Ada 2 jenis antibodi yang telah dikenali
yaitu:
1. antibodi netralisasi
2. antibodi hemaglutinasi
3. antibodi fiksasi komplemen.
Proses di atas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot,
malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifestasi perdarahan karena
terjadi agregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi
10
Monosit dan makrofag lebih mudah terinfeksi dan teraktivasi dengan
adanya infeksi virus yang kedua dengan mengeluarkan
in
t
jk lju
mnn
op(IL-1),
i
n
t
jk ljqm nn
or(IL-6)
dan
s qt
o
r
uj vkwxn
s
yz v
to
r
(TNF), dan
{lz|jlj
t
o}v
t
nv
z|n~ yzvt o
r
(PAF). Mediator-mediator tersebut akan mempengaruhi
endotel yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan (Soegijanto,
2010).
2.1.5
Diagnosis
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD, menurut kriteria
wkljzlt
k z~n z|n
o
n
(1997) yaitu:
1.
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
2.
Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan peredaran
lain.
3.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
4.
Derajat 4: Syok berat
Diagnosa menurut WHO tahun 1999, terdiri dari klinis dan laboratoris,
11
Tabel 2.1 Derajat penyakit DBD
Klinis
Derajat Penyakit
Panas tinggi mendadak
Perdarahan (uji bendung (+),
ptekiae, epistaksis).
Hepatomegali
Syok : Nadi kecil dan cepat
tekanan
nadi
<20
mmHg,
hipotensi, disertai gelisah dan
akral (kaki) dingin.
I.Demam dengan Uji bendung (+)
II.Derajat I dengan perdarahan spontan
III.Nadi cepat dan kecil, tekanan nadi
<20 mmHg hipotensi, akral (kaki)
dingin
IV. Syok berat, nadi tak teraba, tekanan
darah tak terukur
a) Trombositopenia (≤ 100.000/mm
3
)
b) Hemokonsentrasi; dapat dilihat dari kenaikan hematokrit 20% atau
lebih menurut standar umur dan jenis kelamin (Ht > 20% dari normal
atau turun 20% setelah mendapat terapi cairan).
Sumber : Ratnaningsih (2005).
Diagnosa pasti DBD ditegakkan melalui pemeriksaan serologi dan isolasi
virus. Diantara beberapa uji serologi, pemeriksaan
u
t
o
n
t
o
n
(HI) adalah uji yang paling lazim digunakan sebagai
¡¢ ¢£st
. Namun uji
¤¥ ¦§ ¨¢
un
o
so
£ n
t
© ¦(ELISA) saat ini merupakan metode pilihan,
karena praktis, cepat, sederhana, dan cukup memerlukan satu spesimen darah, dan
12
2.1.6
Kriteria Laboratoris
a. Trombositopenia (≤ 100.000/mm
3
)
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari kenaikan hematokrit 20% atau
lebih menurut standar umur dan jenis kelamin (Ht > 20% dari normal
atau turun 20% setelah mendapat terapi cairan).
Diagnosa pasti DBD ditegakkan melalui pemeriksaan serologi dan isolasi
virus. Diantara beberapa uji serologi, pemeriksaan HI adalah uji yang paling lazim
digunakan sebagai
g
ª«¬st
®¬¯ °. Namun uji ELISA saat ini merupakan metode
pilihan, karena praktis, cepat, sederhana, dan cukup memerlukan satu spesimen
darah, dan memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi (Ratnaningsih, 2005).
2.1.7
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit,
jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif
disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia
umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi
dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam. Pada DBD yang disertai manifestasi
perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan
pemeriksaan hemostasis misalnya
±¯ª°²¯ ª³´µn
¶ µ ³·(PT),
¸¹t
µv
°·¬ ±¯ °µ «¶ ²¯ ª³´ ªº«»°µ
n
¶ µ³·(APTT), Fibrinogen, D-Dimer atau
¼µ ´¯µn
½·¾¯¬ °µo
n
±¯ ª¬ ¿¹
t
(FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin,
À·¯ ¿³Á«
u
t
³ °·Â
x
¹ «ª¹ ·
t
° ¶ ¯ ®» ³µ®»·(SGOT)/
À·¯¿³ Á«u
t
³ °· ±yru
v
°·¶ ¯®» ³µ ®»·
(SGPT), ureum/kreatinin. Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat
dilakukan beberapa uji antara lain:
1. Uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus.
Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai standar baku
adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga
laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta
13
dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik
virus.
2.
ÃÄv
Ä ÅÆÄt
Å ÇÈÆÉ ÅÊp
t
Êo
n
ËÌÍy
ÎÄ Å ÇÆÄ ÉÏÇÊn
r
Ä ÇÉt
Êo
n
(RT-PCR).
Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih
cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga
relatif mahal serta mudah mengalami
kontaminasi yang dapat
menyebabkan timbulnya hasil positif semu.
3. Pemeriksaan serologi.
Dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM
terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan
menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi
pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai
hari ke 2.
4. Pemeriksaan antigen
n
o
n
st
ÅÐÉÐ ÅÇÍt
p
ro
t
Ä Ên
1 (NS1).
Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus
Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai
berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah
kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat
terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12
demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi
sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga
dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan
100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan
pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan
primer. Pemeriksaan radiologis dapat dilakukan untuk melihat ada
tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitorak kanan dan pada keadaan
perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitorak.
Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
ÑÍt
Å ÇÆÌ ÈÌ ÒÅ ÇÓ Ê14
2.2
ÔÕÖ×Ø ÙAedes aegypti
ÚÛ
s
d
e
ÜÛÝÞp
t
ßmerupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus
àÛáÝâÛ
penyebab penyakit demam berdarah. Selain
ãÛáÝâÛ,
Úä ÜÛ ÝÞp
t
ßjuga
merupakan pembawa virus demam kuning (
y
Ûå åo
w
æÛv
Ûr
) dan
çèßéu
n
ÝâáÞÜ äPenyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh
dunia. Sebagai pembawa virus
ãÛáÝâÛê Ú.
ÜÛÝÞp
t
ßmerupakan pembawa utama
(
ëìßíÜìÞ Ûîv
to
r
) dan bersama
ÚÛãÛs
Ü åïð ëßîtu
s
menciptakan siklus persebaran
ãÛáÝâÛ
di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit demam berdarah,
masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan
jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah
(Womack, 1993).
Nyamuk
ÚÛãÛs
ÜÛÝÞp
t
ßdewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh
berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan
garis-garis putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis-garis
melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini.
Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas
sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna
nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan
dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan
betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya
lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk
15
2.2.1 Taksonomi nyamuk
ñòd
e
s
ó òôõyp
t
sebagai berikut:
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Diptera
Famili
: Culicidae
Genus
öñò÷òs
Upagegenus
öøù òôúû
y
õóSpesies
öñò÷òs
ó òôõyp
t
üõýòNama binomial
:
ñò÷òs
ó òô þp
t
õ(Womack, 1993).
2.3
ÿSaliva adalah suatu cairan mulut yang kompleks, tidak berwarna, yang
disekresikan dari kelenjar saliva mayor dan minor untuk mempertahankan
homeostasis dalam rongga mulut. Pada orang dewasa yang sehat, diproduksi
saliva lebih kurang 1,5 liter dalam waktu 24 jam. Sekresi saliva dikendalikan oleh
sistem persarafan, terutama sekali oleh reseptor kolinergik. Rangsang utama untuk
peningkatan sekresi saliva adalah melalui rangsang mekanik (Amerongan dalam
Hasibuan, 2002).
ú ò ó õó
v
merupakan barier sistem imun mukosa yang berfungsi
mempertahankan homeostasis dalam rongga mulut. Kelenjar saliva meliputi
kelenjar saliva besar dan kelenjar-kelenjar kecil yang berada disekitar rongga
mulut yang tidak mempunyai saluran keluar yang jelas serta jumlahnya banyak
sekali. Barier protektif mukosa mulut terlihat berlapis-lapis terdiri atas air liur
pada permukaannya, lapisan keratin, lapisan granular, membran basal, dan
komponen seluler serta humoral yang berasal dari pembuluh darah. Jaringan lunak
di rongga mulut yang terdapat kelenjar saliva minor yang tersebar di bawah
mukosa mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstraoral dan agregasi limfoid
intraoral. Suatu jaringan halus kapiler limfatik yang terdapat pada permukaan
mukosa lidah, dasar mulut, palatum, pipi, bibir yang berasal dari gusi.
16
pembuluh limfatik yang berasal dari bagian di dalam otot lidah dan struktur
lainnya. Antigen mikrobial yang dapat menembus epitel masuk ke lamina propria,
dan difagositosis oleh sel-sel Langerhans yang banyak ditemukan pada mukosa
mulut. Kelenjar saliva ini ditemukan berbagai komponen selular dan humoral,
seperti PMN, makrofag, limfosit dan sel plasma yang penting dalam respon imun
terhadap bakteri (Rifai, 2011).
Saliva mempunyai beberapa fungsi penting di dalam rongga mulut,
diantaranya sebagai pelumas, aksi pembersihan, pelarutan, pengunyahan dan
penelanan makanan, proses bicara, sistem buffer dan yang paling penting adalah
fungsi sebagai pelindung dalam melawan karies gigi. Kelenjar saliva dan saliva
juga merupakan bagian dari sistem imun mukosa. Sel-sel plasma dalam kelenjar
saliva menghasilkan antibodi, terutama sekali
imunoglobulin A
yang
ditransportasikan ke dalam saliva. Selain itu, beberapa jenis enzim antimikrobial
terkandung dalam saliva seperti lisozim, laktoferin dan peroksidase (Amerongan
dalam Hasibuan, 2002).
Saliva terdiri atas tiga kelenjar saliva mayor yaitu parotis, sumandibularis,
dan sublingualis sementara yang termasuk kelenjar saliva minor adalah kelenjar
ludah kecil yang terdapat dalam mukosa pipi, bibir, palatum, dan glosopalatal.
Saliva mengandung enzim maupun bahan-bahan non enzim (protein, kalsium,
fosfor, sodium, dan garam-garam mineral lainnya) juga gas-gas yang terlarut
seperti nitrogen, oksigen, karbon dioksida serta sel-sel (Barid, dkk
2007).
Kelenjar saliva diperlukan untuk menghasilkan saliva yang berfungsi
untuk membantu pengunyahan dan membasahi membran mukosa rongga mulut
serta bibir. Kelenjar saliva meliputi kelenjar saliva besar dan kelenjar–kelenjar
kecil yang berada disekitar rongga mulut yang tidak mempunyai saluran keluar
yang jelas serta jumlahnya banyak sekali (Herniyati, dkk
2008).
Kelenjar saliva dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Kelenjar saliva minor (intrinsik)
Kelenjar ini terletak tersebar pada mukosa dan submukosa rongga mulut,
17
menerus, sekretnya mempunyai sifat mukous, serous, seromukous. Kelenjar
ini terdiri kelenjar labialis, kelenjar bukalis, dan kelenjar palatal.
2. Kelenjar saliva mayor (ektrinsik)
Merupakan kelenjar ekstrinsik yang mengeluarkan sekretnya kedalam rongga
mulut, yang terdiri dari 3 pasang kelenjar yang besar yaitu kelenjar parotis,
kelenjar sublingualis, kelenjar submandibularis, sublingualis (Herniyati, dkk
2008).
2.4
Komponen darah humoral dan seluler dapat mencapai permukaan gigi dan
epitel dalam rongga mulut melalui aliran, cairan menembus epitel perlekatan
gingival. Struktur dan fungsi epitel perlekatan adalah dalam pengertian hubungan
biologi antara komponen vaskuler dan struktur periodontal. Epitel perlekatan
membentuk perlekatan organis pada gigi dan berdampingan dengan epitel sulkus
yang berlanjut ketepi gingiva. Epitel perlekatan berbeda dengan epitel lainnya
terdiri dari dua lamina besar, satu melekat pada jaringan ikat dan lainnya pada
gigi. Epitel hanya mempunyai sedikit jalur yang bercabang dan mempunyai ruang
interseluler yang lebih lebar (Barid, dkk.
2007).
Cairan sulkus gingiva (CSG) adalah suatu produk filtrasi fisiologis dari
pembuluh darah yang termodifikasi. Cairan sulkus gingiva dapat berasal dari
jaringan gingiva yang sehat. Cairan sulkus gingiva berasal dari serum darah yang
terdapat dalam sulkus gingiva baik gingiva dalam keadaan sehat maupun
meradang. Pada CSG dari gingiva yang meradang jumlah PMN, makrofag,
limfosit, monosit, ion elektrolit, protein plasma dan endotoksin bakteri bertambah
banyak, sedangkan jumlah urea menurun. Komponen seluler dan humoral dari
darah dapat melewati epitel perlekatan yang terdapat pada celah gusi dalam
bentuk CSG. Pada keadaan normal, CSG yang banyak mengandung leukosit ini
akan melewati epitel perlekatan menuju ke permukaan gigi. Aliran cairan ini akan
meningkat bila terjadi gingivitis atau periodontitis. Cairan sulkus gingiva bersifat
18
sementum yang halus. Keadaan ini menunjang netralisasi asam yang dapat
ditemukan dalam proses karies di area tepi gingiva. Cairan sulkus gingiva juga
dapat digunakan sebagai indikator untuk menilai keadaan jaringan periodontal
secara objektif sebab aliran CSG sudah lebih banyak sebelum terlihatnya
perubahan klinis radang gingiva bila dibandingkan dengan keadaan normal
(Vindani, 2008).
Fungsi cairan krevikuler gingiva atau CSG menurut Manson & Eley
(1993) adalah sebagai berikut:
1. Mencuci daerah leher gingiva, mengeluarkan sel-sel epitelial yang
terlepas, leukosit, bakteri, dan kotoran lainnya.
2. Protein plasma dapat mempengaruhi perlekatan epitelial ke gigi.
3. Mengandung agen antimikrobial misalnya lisosim.
4. Membawa leukosit PMN dan makrofag yang dapat membunuh bakteri,
juga menghantarkan IgG, IgA, IgM dan faktor-faktor lain dari sistem
imun.
5. Jumlah cairan gingiva dapat diukur dan digunakan sebagai indeks dari
inflamasi gingival.
2.5
Inflamasi adalah respon biologis kompleks dari jaringan vaskuler atas
adanya bahaya, seperti patogen, kerusakan sel, atau iritasi. Ini adalah suatu usaha
perlindungan diri organisme untuk menghilangkan rangsangan penyebab luka dan
inisiasi proses penyembuhan jaringan. Inflamasi yang tidak terkontrol juga dapat
menyebabkan penyakit, sepert demam,
!" #h
er i
$ %& 'ro
$(s
, dan
" )'u
*! #)+( ,!" # )#" (
t
(s
(Gard, 2001).
Fenomena inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya
permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Selama proses
inflamasi terjadi banyak mediator kimia yang dilepaskan secara local antara lain
histamin. Inflamasi merupakan respon protektif normal terhadap luka jaringan
yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat
19
dibagian tubuh manapun tetapi ciri dasarnya selalu sama apapun penyebab dan
dimanapun tempatnya (Lawler, dkk
-.2002).
Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh
cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau
mengurung (
/ 012 0st
0r
) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu.
Bantuk akutnya ditandai oleh tanda klasik yaitu nyeri (
345o
r
), panas (
165o
r
),
kemerahan (
72 847), bengkak (
t
2 9o
r
), dan hilangnya fungsi (
:2 ;</ =450/6). Secara
histologis, menyangkut rangkaian kejadian yang rumit, mencakup dilatasi arteriol,
kapiler, dan venula, disertai peningkatan permeabilitas dan aliran darah; eksudasi
cairan; termasuk protein plasma; dan migrasi leukositik ke dalam fokus
peradangan (Dorland, 1996).
Perubahan vaskular mengakibatkan peningkatan aliran darah (vasodilatasi)
dan perubahan struktural yang memungkinkan protein plasma untuk
meninggalkan sirkulasi (pe