• Tidak ada hasil yang ditemukan

Demam Berdarah Dengue Derajat II Pada Bayi Usia 9 Bulan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Demam Berdarah Dengue Derajat II Pada Bayi Usia 9 Bulan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

DEMAM BERDARAH DENGUE DERAJAT II PADA BAYI USIA 9 BULAN Subaiki B 1)

1)

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Abstrak

Latar Belakang. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue serta memenuhi kriteria World Health Organization (WHO) untuk DBD. Saat ini, di Kawasan Asia Tenggara jumlah kasus masih tetap tinggi, rerata 10- 25 kasus per 100.000 penduduk, yang terbanyak terjadi antara umur 4 - 10 tahun. Akan tetapi angka kematian akibat DBD masih < 2%. Faktor ± faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol vector nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan peningkatan sarana transportasi. Terapi utama pada DBD yaitu suportif berupa rehidrasi cairan. Kasus. Bayi A usia 9 bulan mengeluh demam 5 hari sebelum masuk Ruma Sakit (RS), buang air besar (BAB) hitam dan muncul bintik kemerahan pada 1 hari sebelum masuk RS. Nadi 112 x/menit, respirasi 38 x/menit, suhu 36,8

o

C, dan status gizi baik. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan petechiae pada kulit. Hemoglobin 11,5 g/dl, hematokrit 34%, trombosit 66.000 /ul. Terapi rehidrasi cairan dengan

Ringer Lactat Intravena 6 ml /kg Simpulan. Berdasarkan kriteria WHO tahun 1997, pada

bayi ini dapat ditegakkan diagnosis DBD derajat II dan sudah mendapatkan penatalaksanaan yang sesuai. [Medula Unila.2013;1(4):35-44]

Kata Kunci: demam berdarah dengue, petechiae ,virus dengue.

GRADE II DENGUE HEMORRHAGIC FEVER IN NINE MONTHS OLD BABY Subaiki B 1)

1)

Student of Faculty of Medicine University of Lampung

Abstract

Background. Dengue Hemorrhagic fever (DHF) is an acute fever caused by dengue virus and meet the criteria of WHO to DHF. Currently, in the Southeast Asia, the number of cases remained high, 10-25 cases average per 100,000 populations, the largest occurring between 4-10 years old. However, mortality due to DHF is < 2%. Factors that affect the increase and spread of dengue cases are very complex, namely high population growth, unplanned and uncontrolled urbanization, lack of effective mosquito vector control in endemic areas, and Improved of transportation. Primary therapy for DHF is rehydration. Case. A nine month old baby complained of fever 5 days before admission, passage of dark stools stained and reddish spots appear at 1 day before admission. Pulse 112 x/min, respiratory rate 38 x/min, temperature 36.8 ° C, nutritional status: good. From the results of physical examination found petechiae on the skin. Hemoglobin 11.5 g/dl, hematocrit 34 %, platelets 66.000 /ul. The therapy is Ringer Lactate Intravena 6 ml/kg. Conclusion. Based on the 1997 WHO criteria,

(2)

the diagnosis of this baby can be enforced DHF grade II and already got the appropriate treatment. [Medula Unila.2013;1(4):35-44]

Key words: dengue hemorrhagic fever, dengue virus, petechiae.

Pendahuluan

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Artropod Borne Virus (Arboviruses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan mempunyai 4

jenis serotype, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 (Back A.T., 2013). Infeksi

virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke ± 18, seperti yang dilaporkan oleh

David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda (Depkes RI, 2005).

Pada saat ini DBD di banyak negara di kawasan Asia Tenggara merupakan penyebab utama perawatan anak di rumah sakit. Saat ini, jumlah kasus masih tetap tinggi, rerata 10-25 kasus per 100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna menjadi < 2%. Yang terbanyak terkena infeksi dengue adalah

kelompok umur 4±10 tahun.Dengue pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun

1968 di Jakarta dan Surabaya. Hingga kini, demam berdarah menimpa 33 provinsi di Indonesia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat setiap tahun sementara wabah

besar periodik terjadi seperti tahun 1998 dan 2004 (Corwin A.L. et al, 2001). Hampir

60% penduduk Indonesia tinggal di pulau Jawa di mana sebagian besar dari mereka tinggal di daerah perkotaan di mana demam berdarah adalah masalah. Namun, telah dilaporkan bahwa penyakit ini juga telah mempengaruhi masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan yang mungkin karena perpindahan masyarakat ke kota (Corwin AL

et al., 2001).

Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan dari berbagai Negara bervariasi dan disebabkan oleh beberapa factor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vector, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotype virus dengue

dan kondisi meteorologist (Hadinegoro dkk., 2004 ; WHO, 2005). Faktor ± faktor

(3)

pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol vector nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan

peningkatan sarana transportasi. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vector dari

penyakit DBD (Gandahusada dkk., 2004).

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium menurut WHO pada tahun 1997 berupa kriteria klinis, demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, hampir tidak bereaksi terhadap pemberian antipiretik, terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan melena, dan hepatomegali. Kriteria laboratorium, trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml), hemokonsentrasi dilihat dari peningkatan hematokrit > 20% menurut standar umur dan jenis kelamin atau penurunan > 20% setelah rehidrasi atau tanda-tanda seperti efusi pleura, ascites. Dua kriteria klinis pertama disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi, serta dikonfirmasi secara uji serologis hemaglutinasi (Behrman KA, 2000 ; WHO, 2005).

Klasifikasi derajat keparahan DBD menurut WHO (1997) adalah derajat 1 dijumpai demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet positif. Derajat 2 gejala seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain. Derajat 3 didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, anak tampak gelisah. Derajat 4 ditemukan syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Tidak ada terapi yang spesifik untuk DD dan DBD, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah

(4)

dehidrasi dan hemokonsentrasi. Pemberian cairan yang diberikan sesuai dengan ketentuan WHO berdasarkan grade DBD yang dialami (Depkes RI, 2005; Hadinegoro dkk., 2004).

Kasus

Pasien datang di antar oleh ibunya dengan keluhan demam sejak kurang lebih 5 hari yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS), timbul mendadak bersifat terus menerus, tidak disertai menggigil, keringat malam, kejang ataupun penurunan kesadaran. Keluhan demam disertai mual dan muntah berisi cairan, tidak menyemprot dan tidak berwarna hitam, berlangsung 2x banyaknya + 2 sendok makan, serta nafsu makan menurun namun hingga sekarang tidak dirasakan adanya penurunan berat badan yang berarti. Pada hari ke tiga demam, ibu pasien mengeluh anaknya buang air besar berwarna hitam dan agak lembek sedangkan buang air kecil berwarna kuning seperti biasanya. Pada hari ke empat demam muncul bintik-bintik merah di seluruh tubuh pasien disertai dengan gusi berdarah. Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Di keluarga maupun lingkungan pasien tidak ada yang menderita penyakit serupa.

Pada pemeriksaan fisik tanggal 4 februari 2013 didapatkan pasien dalam kesadaran kompos mentis, keadaan umum tampak sakit sedang, status gizi baik (berdasarkan Z score < 2 Standar Deviasi (SD)), nadi 112 x/menit, regular, isi dan

tegangan cukup, respirasi: 38 x/menit, dengan temperature aksila 36,8 oC. pada

pemeriksaan umum pada kulit ditemukan petekie terutama di tangan, badan, dan muka. Pemeriksaan mata pada konjungtiva palpebra tidak pucat, sklera tidak kuning, tidak ada edema palpebra, pada pemeriksaan Telinga Hidung Tenggorokan, hidung terdapat sekret di kedua mukosa hidung. Pemeriksaan thoraks tampak simetris, suara

nafas vesikuler, ronkhi tidak ada, suara mengi (wheezing) tidak ada. Suara jantung S1

(5)

distensi, bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba. Pemeriksaan ekstremitas akral hangat, tidak ditemukan edema dan sianosis. Dari pemeriksaan laboratorium tanggal 4 februari didapatkan kadar hemoglobin 11,5g/dl, hematokrit 34%, trombosit 66.000/ul. Kesan trombositopenia. Penatalaksanaan pasien berupa pemberian cairan infus Ringer Lactat (RL) 13 tts/menit makro, diet bubur dianjurkan pemberian cairan per oral (air putih, jus buah, sirup dan susu), Paracetamol sirup 3 x 90 mg serta pemantauan tanda vital dan perdarahan setiap 12-24 jam. Pasien pulang setelah dirawat 6 hari dengan persetujuan yang didapat dari dokter. Dengan anjuran, makan makanan yang bergizi dan minum yang banyak, istirahat yang cukup.

Pembahasan

Bayi usia 9 bulan dan BB 9,1 kg didiagnosis dengan demam berdarah dengue grade II berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD. DBD adalah salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi virus dengue (Behrman KA, 2000 ; Depkes RI, 2005).

Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah demam tidak terdiferensiasi, demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan) yaitu demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif), leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam dengue, dan DBD (dengan atau tanpa renjatan).

Pasien ini datang dengan keluhan demam sejak kurang lebih 5 hari SMRS. timbul mendadak bersifat terus menerus, tidak disertai menggigil, keringat malam, kejang ataupun penurunan kesadaran. Keluhan demam disertai mual, dan muntah

(6)

berisi cairan, tidak menyemprot dan tidak berwarna hitam. Pasien juga mengeluhkan BAB hitam 3 hari SMRS, gusi berdarah sejak 1 hari SMRS. Ditemukan bintik-bintik merah pada kulit. Selama demam, nafsu makan dan minum berkurang, BAK dalam batas normal.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan uji rumple leed positif disertai petekia terutama pada daerah perut dan muka, tidak ditemukan pembesaran hati. Pada pasien ini tidak ditemukan tanda-tanda syok seperti nadi cepat dan lemah, akral dingin, atau pasien tampak gelisah. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kenaikan nilai hematokrit lebih dari 20%, yaitu sebesar 78%. Nilai trombosit didapatkan 66.000/ul, menunjukkan terjadinya trombositopenia. Pada pemeriksaan serologis didapatkan Imunoglobulin (Ig) M anti dengue positif.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang tersebut dapat memenuhi kriteri penegakkan diagnosis DBD berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (Hadinegoro dkk., 2004 ; WHO, 2005).

Sedangkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO tahun 2009, berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD ditegakkan dengan melihat fase penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan), menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta apakah pasien memerlukan rawat. Menurut kriteria diagnosis WHO 2009, diagnosis DBD dapat ditegakkan dengan kriteria demam yang mendadak 2-7 hari disertai dua dari gejala-gejala berikut mual, muntah, rash, uji torniquet posotif, leukopenia dan

dikonfirmasi dengan ditemukannya virus dengue (laboratoy confirmed dengue).

Pada pasien ini terdapat dua kriteria klinis DBD yaitu demam tinggi yang muncul tiba-tiba selama 5 hari (2-7 hari), disertai manifestasi perdarahan berupa uji bendung tourniquet positif, petekia, melena dan gusi berdarah. Serta memenuhi dua

(7)

kriteria laboratories berupa trombositopenia (66.000/ul) dan hemokonsentrasi berupa peningkatan hematokrit lebih dari 20% yaitu sebesar 78%.

Penegakkan diagnosis DBD semakin diperkuat dengan ditemukannya Ig M anti dengue yang positif pada pemeriksaan serologis dengue blot. Sehingga diagnosis Demam berdarah dengue dapat ditegakkan karena sesuai dengan kriteria diagnosis WHO baik tahun 1997 maupun 2009. Pasien ini digolongkan ke DBD derajat II karena didapatkan tanda-tanda perdarahan yaitu perdarahan spontan di kulit dan perdarahan pada saluran cerna berupa melena, serta perdarahan di mukosa yaitu perdarahan pada gusi (Behrman KA, 2000 ; WHO, 2005).

Tidak ada terapi yang spesifik untuk DD dan DBD, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi (Depkes RI, 2005; Hadinegoro dkk., 2000).

Pada pasien ini diberikan tatalaksana sebagai berikut, pemberian IVFD RL 13 tetes per menit (6 ml/Kg) untuk mengoreksi peningkatan hematokrit > 20%, selanjutnya tetesan dikurangi sesuai kondisi pasien sampai 3 ml/KgBB selanjutnya distop ketika tanda vital stabil dalam 24-48 jam hal ini telah sesuai dengan anjuran WHO (1997) tantang tatalaksana DBD grade II. Akan tetapi berdasarkan pada guideline WHO tahun 2009 tentang penatalaksanaan DBD grade II kebutuhan cairan pada pasien ini mencapai 1635 ml/hari atau 21 tetes makro/menit 8 jam pertama kemudian untuk 16 jam selanjutnya diberikan 10 tetes permenit. Kriteria WHO 1997 masih menjadi pilihan utama baik dalam menegakkan diagnosis maupun terapi DBD karena dipakai di sebagian besar rumah sakit, sedangkan kriteria WHO 2009 lebih

(8)

Pemberian paracetamol dilakukan apabila pasien mengalami demam. Dosis parasetamol adalah 10-15 mg/KgBB diberikan 3-4 kali perhari. sehingga diberikan 90 mg atau ¾ cth. Diberikan hanya bila demam. Pemberian furosemid (lasix) sebanyak 9 mg/12 jam pada hari kedua perawatan sudah tepat, karena pada saat itu didapatkan

edema pada pasien terutama pada kedua tungkai yang menunjukkan tanda overload

cairan sehingga dibutuhkan diuretik untuk mengurangi kelebihan cairan pada ruang

interstitial tersebut. Sehingga digunakan lasix yang merupakan loop diuretic dengan

dosis 1-2 mg/ hari (Katzung, 2010).

Infeksi virus dengue dapat dibedakan menjadi dua yaitu, infeksi primer dan sekunder. Infeksi dengue primer terjadi pada pasien tanpa riwayat terkena infeksi dengue sebelumnya. Pada pasien ini dapat dideteksi Ig M muncul secara lambat dengan titer yang rendah. Ig M mulai terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ketiga, menghilang setelah 60-90 hari. Ig G mulai terdeteksi pada hari ke- 14. Infeksi dengue sekunder pada pasien dengan riwayat paparan virus dengue sebelumnya. Kekebalan terhadap virus dengue yang sama atau homolog muncul seumur hidup. Setelah beberapa waktu bias terjadi infeksi dengan virus dengue yang berbeda. Pada awalnya akan muncul antibodi Ig G, sering pada masa demam yaitu pada hari kedua, yang merupakan respon memori dari sel imun. Dan disusul dengan dengan antibody Ig M terhadap infeksi virus dengue yang baru. Pada pasien ini muncul didapatkan antibody Ig M yang positif pada pemeriksaan dengue blot pada hari ke delapan. Hal ini dapat memberikan kesan infeksi primer yang terjadi pada

pasien ini (IDAI, 2010 ; Shah et al., 2006).

Telah ditegakkan diagnosis DBD grade II pada bayi A, 9 bulan atas dasar (allo)anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Penatalaksanaan yang diberikan telah sesuai dengan pedoman WHO 1997 tentang pentalaksanaan DBD. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD. DBD adalah salah satu

(9)

aegypti, gejala klinis yang muncul dapat berupa demam yang terjadi mendadak, sakit kepala, nyeri otot, perdarahan bawah kulit sampai perdarahan yang lebih hebat seperti epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis ataupun melena. Prinsip utama penatalaksanaan DBD berupa rehidrasi cairan, karena pada pasien DBD terjadi kebocoran plasma yang dapat mengakibatkan syok pada pasien yang terkena. Rehidrasi dimulai dengan cairan kristaloid sampai koloid dan apabila diperlukan dapat diberikan tranfusi komponen darah sesuai indikasi (Willis BA, 2006).

Daftar Pustaka

Back A.T., Lundkvist A,. 2013. Dengue viruses ± an overview. Infection Ecology and Epidemiology Journal.2013 30(3) : 1-14.

Behrman K A. 2000. Dengue Fever, dalam : Nelson Ilmu kesehatan Anak, edisi 15, volume 2. Jakarta: EGC: 1266-1268

Corwin AL, Larasati RP, Bangs MJ, Wuryadi S, Arjoso S,. 2001. Epidemic dengue transmission in southern Sumatra, Indonesia. Transactions of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene Oxford Journal vol 95: 257±265

Depkes RI. 2005. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.

Gandahusada,S; Ilahude,H dan Pribadi,W. 2004. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: FK UI: 236-237

Gan V.C., David C.L., Tun L.T., Frederico D., Adriana S., Yee S.L., 2013. Implications of Discordance in World Health Organization 1997 and 2009 Dengue Classifications in Adult Dengue. Public Library of Science One Journal vol. 8(4): 1-6

Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. 2004. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.

Ikatan Dokter Anak Indonesia.2010 Buku Ajar Ilmu Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta : IDAI: 152-160

Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Jakarta : Salemba Medika Glance: 256-258

(10)

Shah GG., Islam S., Das B.K., 2006. Clinical and laboratory profile of dengue infection in children. Kathmandu Univ Med J (KUMJ). 2006 Jan - Mar;4(13):40-43.

WHO. 2009. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. Geneva : WHO Press.

WHO. 2005. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta : EGC.

Willis BA. 2006: Volume replacement in dengue shock syndrome. Dengue Bulletin. 2006; 25: 50-4.

Referensi

Dokumen terkait

A Statement From the Ad Hoc Committee on Guidelines for the Management of Transient Ischemic Attacks, Stroke Council, American Heart Association.. National

Konsep gitar akustik rotan ini adalah dengan mengaplikasikan papan rotan laminasi yang merupakan produk hasil riset Pak Dodi Mulyadi di PIRNAS (Pusat Inovasi

Apabila surat peringatan ini tidak diindahkan dalam 3 (tiga) kali berturut-turut masing-masing selama 7 (tujuh) hari kerja, maka akan dikenakan sanksi penertiban berupa

Penelitian ini menggunakan model persamaan regresi linier berganda untuk mengetahui hubungan antara ukuran dewan komisaris (DK), komisaris independen (KI), opini

Kebutuhan alumina PT Inalum saat ini sebanyak 500.000 ton (setara 775.000 ton) per tahun, sementara kemampuan produksi bijih bauksit per tahun di Kalimantan Barat sebesar

Sebelum melaksanakan suatu perkawinan, pertama-tama yang harus dilakukan adalah pelamaran ( madduta) pada saat inilah pihak perempuan mengajukan jumlah Uang Panaik

Kemampuan dasar keilmuan dan humanitas berdasar keimanan tentunya merupakan landasan bagi setiap kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah berwujud sensitifitas dan

Dengan ridha Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dengan judul: Konstruksi Pendidikan Karakter Moral Pada Film Catatan Akhir Sekolah dalam Perspektif