• Tidak ada hasil yang ditemukan

Puslitbang tekmira Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung 40211

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Puslitbang tekmira Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung 40211"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

Puslitbang

tek

MIRA

Jl. Jend. Sudirman No. 623

Bandung 40211

Telp : 022-6030483 Fax : 022-6003373

E-mail :Info@tekmira.esdm.go.id

LAPORAN AKHIR

Kelompok Pelaksana Litbang Teknologi Eksploitasi Tambang dan Pengelolaan Sumber Daya

KAJIAN KEBIJAKAN PEMENUHAN BIJIH ATAU KONSENTRAT DALAM

RANGKA KERJA SAMA PEMBANGUNAN PABRIK

PENGOLAHAN/PEMURNIAN MINERAL

(1912.007.003)

Oleh :

Jafril

Yudo Supriantono

Kusnawan

Darsa Permana

Siti Rochani

Nuryadi Saleh

Ridwan Saleh

Triswan Suseno

Ijang Suherman

Endang Mulyani

Usep Sabur

PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA

(PUSLITBANG tekMIRA)

Tahun 2014

(2)

KATA PENGANTAR

Peraturan Menteri ESDM No 7 Tahun 2012 diterbitkan dalam rangka untuk mengamankan terlaksananya amanat Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, khususnya terkait dengan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Dalam kenyataannya terdapat beberapa permasalahan yang muncul, yaitu perlunya dukungan energi dan jaminan bahan baku (bijih/ konsentrat). Bagi investor, perencanaan

pembangunan smelter tidak terlepas dari jumlah dan jaminan ketersediaan bijih/konsentrat

untuk jangka waktu minimal sama dengan umur proyek smelter tersebut. Selain itu, pola

kerja sama antara pemasok (pemilik IUP) dengan pemilik smelter harus melalui aturan yang

jelas, sehingga kedua belah pihak memperoleh jaminan, baik dari sisi jumlah kewajiban memasok dari masing-masing IUP maupun jumlah bijih/konsentrat yang harus diterima oleh

pemilik smelter.

Dalam rangka mendukung upaya peningkatan nilai tambah, Puslitbang Teknologi Mineral

dan Batubara (tekMIRA) telah melakukan kajian Kebijakan Pemenuhan Bijih atau Konsentrat

Dalam Rangka Kerja Sama Pembangunan Pabrik Pengolahan/Pemurnian Mineral yang dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2014 ini. Sasaran yang ingin dicapai adalah Tersusunnya masukan kebijakan terkait pola pemenuhan bijih atau konsentrat dalam rangka pengolahan/ pemurnian Mineral. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam menerapkan kebijakan dan regulasi peningkatan nilai tambah mineral.

Bandung, Desember 2014 Tertanda

Kepala Puslibang. tekMIRA

Ir. Dede Ida Suhendra, MSc. NIP 19571226 198703 1 001

(3)

Sari

Perencanaan pembangunan smelter tidak terlepas dari jumlah dan jaminan ketersediaan

bijih/konsentrat untuk jangka waktu minimal sama dengan umur proyek smelter tersebut.

Selain itu, pola kerjasama antara pemasok (pemilik IUP) dengan pemilik smelter harus melalui

aturan yang jelas, sehingga kedua belah pihak memperoleh jaminan baik dari sisi jumlah kewajiban memasok dari masing-masing IUP maupun jumlah bijih/konsentrat yang harus

diterima oleh pemilik smelter. Pola kerjasama ini dimaksudkan untuk mensinkronkan antara

pemilik smelter yang memerlukan jaminan pasokan dan IUP sebagai pemasok

bijih/konsentrat memerlukan jaminan jumlah yang dipasok ke smelter.

Metode yang digunakan dalam pelaksanaan kajian ini adalah secara bertahap, dengan setiap

proses saling berkesinambungan sampai menghasilkan kajian pembangunan smelter yang

terpadu dengan kemampuan pasok bijih mineral dan jumlah cadangannya .

Pola pemenuhan biji nikel ke 20 smelter yang direncanakan di Sulawesi Tenggara dapat

dipenuhi dari IUP-IUP nikel baik dari grup maupun dari IUP-IUP sekitar di luar grup, dengan rencana serapan bijih sebesar 16.821.000 ton per tahun dan rata-rata produksi bijih sebesar 24.083.004 ton per tahun maka Sulawesi Tenggara masih memiliki bijih Nikel yang tidak

terserap smelter sebesar 7.262.004 ton per tahun.

Untuk mineral mangan di Nusa Tenggara Timur, dari 6 perusahaan yang akan merencanakan

membangun smelter baik di Pulau Flores maupun Pulau Timor akan memerlukan umpan bijih

mangan sebesar 851.000 ton per tahun sedangkan jumlah produksi rata-rata per tahun sebesar 61.050 ton sehingga potensi kekurangan pasokan bijih sebesar 789.950 ton per tahun, rendahnya kemampuan pasok bijih mangan disebabkan oleh ketidak jelasan sumber

daya/cadangan membawa dampak keraguan dari pihak investor membangun smelter

mangan terutama masalah jaminan pasokan bijih.

Kalimantan Barat memiliki jumlah sumberdaya Bauksit sebesar 3.268.533.344 ton dan cadangan sebesar 1.129.154.090 ton dengan jumlah IUP sebanyak 96 perusahaan. Dua perusahaan besar PT Aneka Tambang dan PT. Harita Prima Abadi telah membangun pabrik pengolahan Bauksit, empat perusahaan lagi dalam tarap perencanaan. Dengan total kebutuhan umpan bijih sebanyak 24.168.000 ton per tahun diharapkan umur pabrik bisa mencapai 48 tahun, sedangkan pola pemenuhan bijihnya akan di jamin pasokannya oleh IUP-IUP grup dan non grup yang ada disekitar pabrik.

Dengan kebutuhan pasokan bijih besi primer maupun bijih besi laterit sebesar 10 juta ton per tahun untuk 5 pabrik pengolahannya Kalimantan selatan tidak akan kekurangan bahan baku bijih dengan total sumber daya sebesar 570.809.545 ton. Permasalahan spesifikasi

umpan tidak sesuai dengan spesikasi yang dibutuhkan smelter menjadi kendala tersendiri

(4)

iii

DAFTAR ISI

Bab Halaman

KATA PENGANTAR ... I

SARI ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Ruang Lingkup Kegiatan ... 2

1.3 Tujuan ... 2

1.4 Sasaran ... 2

1.5 Lokasi Kegiatan ... 2

II METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA ... 3

III TINJAUAN PUSTAKA, HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

3.1 Provinsi Sulawesi Tenggara 3.1.1 Tinjauan Pustaka ………. 5

... 5

3.1.1.1 Geografis ... 5

3.1.1.2 Nikel Indonesia... 7

3.1.1.3 Aspek Teknologi ... ... 8

3.1.1.4 Pertambangan Nikel di Sulawesi Tenggara………… 10

3.1.1.5 Pembangunan Smelter di Sulawesi Tenggara…….. . 15

3.1.2 Hasil dan Pembahasan……… 22

3.1.2.1 Pola Pemenuhan Bijih Nikel………... .. 26

3.2 Provinsi Nusa Tenggara Timur………. 29

(5)

3.2.1.1 Geografis……….. 29

3.2.1.2 Pertambangan……… 29

3.2.1.3 Infrastruktur ……….. 36

3.2.1.4 Teknologi Pemrosesan Bijih Mangan……….. 41

3.2.2 Hasil dan Pembahasan……… 43

3.2.2.1 Rencana Pembangunan Smelter……….... 47

3.2.2.2 Pola Pemenuhan Bijih Mangan……….. 52

3.3 Provinsi Kalimantan Barat……….. 53

3.3.1. Tinjauan Pustaka……… 53

3.3.1.1. Geografis……… 53

3.3.1.2. Sebaran Bauksit ………. 53

3.3.1.3. Pemanfaatan Bauksit……… 57

3.3.1.4. Teknologi Pengolahan Bauksit……….. 58

3.3.1.5. Infrastruktur……… 63

3.3.2. Hasil dan Pembahasan………... 65

3.3.2.1. Rencana Pembangunan Smelter Bauksit ……… 66

3.3.2.2. Pola Pemenuhan Bijih Bauksit……… 68

3.4. Provinsi Kalimantan Selatan……… 71

3.4.1 Tinjauan Pustaka………. 71

3.4.1.1 Letak Geografis………. 71

3.4.1.2. Geologi……… 72

3.4.1.3. Keterdapatan Bijih Besi Di Kalimantan Selatan…….. 74

3.4.1.4. Aspek Teknologi………. 78

3.4.1.5. Industri Smelter Kalimantan Selatan………... 80

(6)

v

3.4.1.7. Infrastruktur……….. 87

3.4.2. Hasil dan Pembahasan………. 91

3.4.2.1. Kebutuhan Bijih Besi Untuk Smelter di Kalimantan Selatan 91 3.4.2.2. Pola Pemenuhan Bijih Besi………. 92

IV. ASPEK REGULASI………. 94

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………. 98

5.1. Kesimpulan……….. 98

5.2. Rekomendasi……… 99

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Metodologi Kegiatan ... 4

3.1.1 Peta Administrasi Provinsi Sulawesi Tenggara ... 6

3.1.2 Sumberdaya Laterit Nikel Dunia ... 7

3.1.3 Sebaran Sumberdaya Dan Cadangan Nikel Di Indonesia, Tahun 2010 ... 8

3.1.4. Peta Potensi Sebaran Mineral Provinsi Sulawesi Tenggara ... . 14

3.1.5 Smelter Pengolahan Nikel PT. Cahaya Modern Metal Industri……….. 19

3.1.6. Pengerjaan Fondasi Pabrik PT. Kembar Emas Sultra ... . 20

3.1.7. Pembersihan Lahan Pembangunan Smelter PT. Cinta Jaya ... 21

3.1.8. Jumlah IUP Nikel Operasi Produksi di Sulawesi Tenggara ... 23

3.1.9. Status IUP Nikel Sulawesi Tenggara ... . 24

3.2.1. Peta administrasi Nusa Tenggara Timur ... 30

3.2.2. Potensi endapan mineral NTT ... 31

3.2.3. Komposisi IUP di Provinsi NTT ... 32

3.2.4. Komposisi perusahaan tambang Kabupaten TTU ... 32

3.2.5. Komposisi perusahaan tambang Kabupaten Belu ... 32

3.2.6. Komposisi perusahaan tambang Kabupaten Kupang ... 33

3.2.7. Komposisi perusahaan tambang Kabupaten Ende ... 33

3.2.8. Komposisi perusahaan tambang Kabupaten Manggarai ... 33

3.2.9. Komposisi perusahaan tambang Kabupaten Rote Ndao ... 34

3.2.10. Komposisi perusahaan tambang Kabupaten Manggarai Timur ... 34

3.2.11. Komposisi perusahaan tambang Kabupaten Manggarai ... 34

3.2.12. Komposisi perusahaan tambang Kabupaten TTS ... 35

3.2.15. Volume Ekspor Propinsi Nusa Tenggara Timur ... 45

3.2.13. Penggalian mangan secara tradisional di Timor Tengah Selatan ... 36

3.2.14. Bagan alir pengolahan mangan sampai pada industri hilir ... 42

3.2.16. Produksi Mangan per Kabupaten Di Provinsi NTT Periode 2009-2014 ... 45

3.2.17. Kegiatan Penambangan Mangan di Kecamatan Kuatnana ... 46

3.2.18. Zonasi pengembangan smelter mangan NTT ... 47

3.2.19. Sebaran mineral logam Zona 1 ... 48

3.2.20. Kondisi pertambangan mangan saat Ini ... 49

3.2.21. IUP Operasi Produksi Mangan di Zona 1 ... 49

3.3.1. Peta Administrasi Kalimantan Barat ... 54

3.3.2. Gambar Peta Sebaran Mineral Logam Bauksit Provinsi Kalimantan Barat ... 56

3.3.3. Peta IUP Mineral Logam Bauksit Provinsi Kalimantan Barat ... 56

3.3.4. Bauksit (Al2O3.nH2O)……… 58

3.3.5. Pembuatan aluminium dengan proses Hall-Heroult ... 62

3.3.6. Material balance ekstraksi bauksit menjadi alumina ... 62

3.4.1. Peta Administrasi Provinsi Kalimantan Selatan ... 73

(8)

vii

3.4.3. Peta Lokasi Singkapan Bijih Besi Di Provinsi Kalimantan Selatan ... 77

3.4.4. Teknologi SL/RN Dalam Pengolahan Bijih Besi ... 80

3.4.5. Pembangunan Smelter PT. SILO di Pulau Sebuku ... 81

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1.1. Cadangan Nikel di Sulawesi Tenggara ... 11

3.1.2. Daftar Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Nikel Yang Aktif Melaksanakan Kegiatan ... 12

3.1.3. Rencana Pembangunan Smelter Nikel di Sulawesi Tenggara ... 15

3.1.4. Perusahaan yang telah Menandatangani Pakta Integritas Membangun Smelter ... 17

3.1.5. Status IUP Nikel per Kabupaten Di Provinsi Sulawesi Tenggara ... 23

3.1.6. Penjualan Bijih Nikel per kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara ... . 24

3.1.7. Produksi dan Konsumsi Bijih Nikel Dalam Rangka Pembangunan Smelter ... . 28

3.1.8. Distribusikan Potensi Kosumsi Bijih Nikel Untuk Smelter ... 28

3.2.1. Kabupaten, luas wilayah, jumlah kecamatan dan jumlah desa/kelurahan di Nusa Tenggara Timur ... 30

3.2.2. Pelabuhan Laut Nusa Tenggara Timur pada 2008 ... 39

3.2.3. Panjang Jalan (KM) Menurut Status di NTT ... 39

3.2.4. Kondisi Jalan Menurut Status ... 40

3.2.5. Penyebaran Pelabuhan Udara di NTT ... 40

3.2.6 Volume dan nilai ekspor mangan NTT, 2009 – 2010……….. 45

3.2.7 Produksi Mangan per Kabupaten Di Provinsi NTT Periode 2009-2014…… 45

3.3.1. Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat ... 54

3.3.2. Potensi Sumber Daya Listrik yang Dapat Dikembangkan ... 65

3.3.3. Rencana Pengolahan dan Pemurnian Bauksit di Kalimantan Barat ... 68

3.3.4. Perusahaan Yang Tidak Masuk Sebagai Pemasok Smelter Bauksit Di Kalimantan Barat ... 71

3.4.1. Data Sumber Daya dan Cadangan Besi Primer di Kalimantan Selatan ... 77

3.4.2. Daftar IUP Mineral di Kabupaten Balangan ... 82

3.4.3. Daftar IUP Mineral Kabupaten Kotabaru ... 83

3.4.4. Daftar IUP Mineral Kabupaten Tanah Bumbu ... 84

3.4.5. Daftar IUP Mineral Kabupaten Tabalong ... 84

3.4.6. Tabel IUP Mineral Kabupaten Tanah Laut ... 85

3.4.7. Tabel IUP Mineral Kabupaten Tapin ... 86

3.4.8 Rekapitulasi Izin Usaha Bahan Galian Mineral di Provinsi Kalimantan Selatan ... 86

(10)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peraturan Menteri ESDM No 1 Tahun 2014 (Permen ESDM No.1/2014) tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Di Dalam Negeri diterbitkan dalam rangka mengamankan terlaksananya amanat Undang-undang No 4 Tahun 2009 (UU No.4/2009) tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, khususnya terkait dengan kewajiban pemurnian mineral di dalam negeri paling lambat tanggal 12 Januari 2017. Salah satu ketentuan Permen ESDM No.1/2014 ini adalah kegiatan pembangunan

fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) dapat dilaksanakan dalam bentuk kerja sama di

antara pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Kementerian ESDM secara terus-menerus melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk menindaklanjuti pelaksanaan dari Permen ESDM No.1/2014. Namun dalam kenyataannya, untuk melaksanakan ketentuan tersebut terdapat beberapa permasalahan, yaitu perlunya dukungan energi dan jaminan bahan baku (bijih/ konsentrat).

Bagi investor, perencanaan pembangunan smelter tidak terlepas dari jumlah dan jaminan

ketersediaan bijih/konsentrat untuk jangka waktu minimal sama dengan umur proyek

smelter tersebut. Selain itu, pola kerja sama antara pemasok (pemilik IUP) dengan pemilik

smelter harus melalui aturan yang jelas, sehingga kedua belah pihak memperoleh jaminan, baik dari sisi jumlah kewajiban memasok dari masing-masing IUP maupun jumlah

bijih/konsentrat yang harus diterima oleh pemilik smelter. Pola kerja sama ini dimaksudkan

untuk mensinkronkan antara pemilik smelter yang memerlukan jaminan pasokan dan IUP

sebagai pemasok bijih/konsentrat memerlukan jaminan jumlah yang dipasok ke smelter.

Khusus IUP sedang dan kecil yang dibatasi oleh kemampuan modal dan diperkirakan tidak mampu untuk melakukan proses pengolahan/pemurnian. IUP-IUP ini sangat mengharapkan adanya investor lain yang dapat menampung komoditinya untuk diproses lebih lanjut, sehingga pada saat larangan ekspor dalam bentuk bijih/konsentrat diberlakukan, para pemilik IUP ini masih dapat melakukan kegiatannya, di lain pihak minat investor untuk

(11)

mendukung pola kerjasama tersebut perlu dilakukan kajian kebijakan pemenuhan bijih atau konsentrat dalam rangka pemurnian mineral.

1.2 Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup Kajian Kebijakan Pemenuhan Bijih atau Konsentrat dalam Rangka Kerja Sama Pembangunan Pabrik Pengolahan/Pemurnian mangan, bauksit, nikel, dan besi meliputi:

a. identifikasi produksi (IUP), kebutuhan, spesifikasi bijih dan konsentrat;

b. identifikasi pabrik pengolahan dan pemurnian;

c. identifikasi kebutuhan bijih atau konsentrat serta spesifikasi yang dibutuhkan oleh

pabrik pengolahan/pemurnian;

d. pola pasokan dan kebutuhan

e. pola kerjasama (kemitraan).

1.3 Tujuan

Merumusan pola pemenuhan bijih atau konsentrat dalam rangka pengolahan

dan/atau pemurnian mineral.

1.4 Sasaran

Tersusunnya masukan kebijakan terkait pola pemenuhan bijih atau konsentrat dalam

rangka pengolahan dan/ pemurnian Mineral.

1.5 Lokasi/Tempat Pelaksanaan Kegiatan

Tekmira dan instansi terkait di Jakarta, serta survei lapangan ke Provinsi Sulawesi

Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Jawa

Timur.

(12)

3

BAB 2

METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA

Dalam kajian ini digunakan metode penelitian survei pemercontohan secara langsung ke lapangan di Provinsi : Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, dan

Kalimantan Selatan, serta kunjungan ke daerah yang merencanakan pembangunan smelter di

Jawa Timur. Kegiatan ini ditunjang dengan melakukan koordinasi dan pendataan ke instansi terkait seperti Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kota/Kabupaten), Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, dan lainnya. Di samping itu, digunakan metode penelitian non-survei, yang dilakukan di studio meliputi penelusuran referensi, pengolahan dan analisis serta penyusunan laporan. Pengumpulan data

menggunakan teknik observasi dan wawancara berpanduan (interview guide). Model

pengolahan dan teknik analisis menggunakan pendekatan model analisis potensi.

Kegiatan ini dilaksanakan melalui studi literatur, koordinasi dengan instansi terkait

dalam rangka pengumpulan data sekunder, diskusi interaktif dan kunjungan

lapangan untuk memperoleh data primer. Pelaksanaan pekerjaan dilakukan secara

bertahap dengan setiap proses saling berkesinambungan sampai menghasilkan

Kajian Kebijakan Pemenuhan Bijih atau Konsentrat Dalam Rangka Pemurnian Mineral.

Semua kegiatan dari awal sampai akhir melalui proses perencanaan terstruktur dan

kontrol kegiatan (Gambar 2.1).

Berbagai kebijakan terkait, seperti UU, PP, Kepres, Permen, dan lain-lain akan dijabarkan apakah ada peraturan yang menimbulkan kontradiksi, baik di level yang sama maupun pada tingkatan yang berbeda. Perhatian akan diberikan pada kebijakan-kebijakan yang menimbulkan kendala dan permasalahan demi tercapainya upaya peningkatan nilai tambah mineral melalui pola pemenuhan bijih di masing-masing wilayah. Di samping itu, berdasarkan potensi wilayah, kebijakan-kebijakan yang ada perlu diarahkan untuk membangkitkan potensi tersebut agar dapat dimanfaatkan secara optimal.

Kendala dan permasalahan di lapangan yang berhasil diidentifikasi akan menjadi pertimbangan dalam pembuatan rekomendasi yang diharapkan dapat mengeliminasi hambatan tersebut demi terwujudnya industri mineral yang terpadu.

(13)

• • • • • • •

Gambar 2.1 Metodologi kegiatan

Gambar 2.1 Metodologi Kegiatan

Inventarisasi Kondisi IUP

Mineral Logam Kondisi Smelter saat ini dan

rencana

Studi literatur Data dan informasi Kegiatan lapangan

Kajian Pola Pemenuhan Bijih/Konsentrat Dalam Rangka Pemurnian Mineral Tantangan dan hambatan Kebijakan terkait Kondisi Infrastruktur Rekomendasi kebijakan

(14)

5

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA, HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Provinsi Sulawesi Tenggara

3.1.1 Tinjauan Pustaka 3.1.1.1 Geografis

Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di bagian Selatan Garis Khatulistiwa yang memanjang

dari Utara ke Selatan di antara 30 sampai 60 derajat Lintang Selatan dan melebar dari Barat ke

Timur diantara 1200 0” 45’ sampai 1240

• di sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi selatan dan Provinsi Sulawesi

Tengah;

0” 60’ Bujur Timur. Secara geografis, wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai batas-batas sebagai berikut (Gambar 3.1.1):

• di sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores;

• di sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda dan;

• di sebelah Barat Berbatasan dengan Teluk Bone.

Provinsi Sulawesi Tenggara yang mencakup wilayah daratan dan kepulauan memiliki wilayah

seluas kurang lebih 38.140 km2. Sedangkan wilayah perairan (laut) diperkirakan seluas kurang

lebih 114.876 km2. Secara administrasi, Sulawesi Tenggara dibagi menjadi sepuluh wilayah

kabupaten dan dua wilayah kota, yaitu Kabupaten Buton, Buton Utara, Konawe, Konawe Utara, Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka Utara, Muna, Bombana dan Wakatobi serta 2 wilayah kota yaitu Kendari dan Bau-Bau. Kolaka merupakan wilayah terlu as (18,14% dari luas Sulwesi Tenggara), sedangkan daerah dengan luas terkecil adalah Kota Kendari (0,78%).

(15)
(16)

7

3.1.1.2 Nikel Indonesia

Indonesia mempunyai cadangan nikel laterit terindetifikasi sekitar 576,9 juta ton dengan total kandungan nikel sebanyak 13,2 juta ton. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai sumber nikel laterit terbesar ketiga dunia setelah Kaledonia Baru dan Filipina (Gambar 3.1.2.) Distribusi deposit laterit nikel Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.1.3.

Potensi bijih nikel antara lain berada di Sulawesi (Pomala, Naniang, Tapunopoka, Mandiodo, Buhubulu, Soroako dan Bahudopi), di sekitar Ternate (P. Gee, P. Gebe, P. Gag, Malamala), Kalimantan (Gunung Nuih), dan Papua (Tablasufa, Tanah Merah, Amaybu).

(17)

Gambar 3.1.3 Sebaran Sumber Daya dan Cadangan Nikel di Indonesia, Tahun 2010 Hingga kini terdapat dua perusahaan pertambangan nikel berskala besar yang beroperasi di Indonesia yaitu PT Aneka Tambang (Antam) di Pomalaa dan Maniang, Sulawesi Tenggara dan di Buli, Maluku Utara, sedangkan PT. Vale beroperasi di Sorowako, Sulawesi Selatan. Selain kedua perusahaan itu, terdapat ratusan perusahaan tambang nikel yang beroperasi terutama di Sulawesi Tenggara.

PT Antam sendiri memproduksi dua jenis nikel, yaitu bijih nikel (nickel ore) dan feronikel,

sedangkan PT Inco memproduksi converter matte dan Ni+Co in matte. Sebagian besar

produksi nikel Indonesia diekspor antara lain ke Jepang, Australia, dan Belanda. Sedangkan perusahaan tambang-tambang kecil mengekspor bijih nikel ke China.

3.1.1.3 Aspek Teknologi

Bijih nikel laterit dapat diolah secara pirometalurgi dan hidrometalurgi tergantung dari lapisan endapan bijih nikel laterit yang akan diolah. Lapisan endapan bijih nikel terdiri atas:

1. Tudung besi (iron cap) dengan kandungan nikel yang rendah < 0,5% Ni dan Fe sekitar

40%.

2. Lapisan limonit yang didominasi oleh mineral gutit (FeOOH) dengan kandungan nikel

(18)

9

3. Lapisan saprolit yang sering kali disertai dengan keberadaan pengotor batuan basal.

Lapisan saprolit ditandai dengan kandungan Mg yang kaya (10—20%) dan besi yang bersubstitusi dengan dengan magnesium dalam mineral serpentin (Mg3Si2O5(OH)4), dan gutit dengan total Fe 10-25%.

4. Lapisan garnerit.

5. Lapisan bed rock yang mengalami proses pelapukan.

Untuk mengolah bijih nikel laterit baik proses hidro maupun pirometalurgi sudah komersil.

Proses pirometalurgi umumnya menghasilkan ferronickel dan matte nikel sulfida yang

diproses lebih lanjut menjadi nikel logam. Proses pirometalurgi lebih cederung diterapkan untuk bijih nikel saprolit yang terdiri dari tahapan proses pengeringan, kalsinasi/reduksi kemudian dilebur dalam tungku listrik. Pada kapasitas yang rendah, energi yang dibutuhkan 33-76 MW.

Kelemahan teknologi pirometalurgi adalah energi yang besar dan kandungan nikel yang tinggi di atas 1,8% dan perolehan kobal yang rendah. Namun demikian di Jepang, Nippon Yakin terdapat perkembangan teknologi pirometalurgi yang membuat sponge/luppen/ nugget Fe-Ni dalam tungku putar tidak melibatkan tungku listrik, kandungan nikel dalam nugget/luppen sekitar 15-23% Ni. Teknologi ini merupakan modifikasi dari proses Krupp Renn. Rangkaian prosesnya terdiri atas proses pengeringan, kalsinasi/reduksi, penggilingan dan pemisahan dengan separator magnetic,serta membutuhkan energi yang relatif rendah. Teknologi hidrometalurgi diterapkan untuk bijih limonitik, namun demikian bijih nikel saprolit dengan kandungan nikel di atas 3% dan dengan kandungan magnesium tinggi dapat diolah dengan proses hidrometalurgi. Proses hidrometalurgi yang sudah komersial adalah:

1. Caron process, sangat mengkunsumsi energi, merupakan kombinasi

piro/hidrometalurgi, perolehan nikel dan kobal rendah.

2. HPAL, high-pressure acid leaching, menghasilkan perolehan nikel dan kobal tinggi

>90%. Berlangsung pada persen solid 20% dengan konsumsi asam 200-500 kg/t bijih,

tekanan 33-55 atm, suhu 270o

3. Atmosferik leaching, untuk memperbaiki proses HPAL yang membtuhkan konsumsi

asam yang tinggi maka dikembangkan teknologi pelarutan pada kondisi atmosferik C dengan menggunakan otoklaf titanium.

(19)

dengan penambahan penambahan bahan pereduksi untuk meningkatkan kelarutan kobal.

4. Pelarutan onggok, heap leaching diterapkan untuk bijih limonit dengan kandungan nikel

yang rendah, bijih nikel di tumpuk di atas pad kemudian dispray dengan laturan asam untuk melarutkan nikel dan kobal. Proses pelarutan berlangsung lama sekitar 3-6 bulan. Biaya investasi untuk pendirian smelter nikel adalah US$ 12-15/lb Ni diluar dari biaya pembangunan pembangkit listrik, kandungan Ni 1,8-2,5% dan biaya operasi US$ 1,5-2,4 / lb Ni. Sedangkan proses hidrometalurgi nilai investasi sekitar US$ 12-18/lb Ni dengan kandungan Ni minimum 1,4% Ni dan biaya operasi 1,00-2,10/lb Ni.

3.1.1.4 Pertambangan Nikel di Sulawesi Tenggara

Berdasarkan batuan pembawanya (batuan ultrabasa) bahan galian ini memiliki penyebaran yang sangat luas, meliputi beberapa kabupaten, yaitu Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton dan Kota Bau-Bau, dengan luas penyebaran 480.032,13 Ha dengan status kawasan 283.561,84 Ha (59%) masuk kawasan Areal Penggunaan Lain (APL), 170.300 Ha (35%) kawasan Hutan Lindung (Hl) dan Hutan Konservasi (HK) 26.170, 28 Ha (5%).

Potensi nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara, menyebar pada beberapa Kabupaten/Kota. Berdasarkan penyebaran batuan pembawanya, menunjukkan bahwa potensi nikel sebagai bahan galian di Sulawesi Tenggara mempunyai cadangan pada 7 (tujuh) kabupaten dapat dilihat dalam Tabel 3.1.1.

Dalam upaya pengembangan Sulawesi Tenggara sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dimana sektor pertambangan sebagai salah satu sektor strategis dalam konsep KEK tersebut, maka empat dari tujuh kabupaten yang menjadi alternatif untuk pembangunan industri pertambangan adalah:

1. Kabupaten Konawe Selatan

2. Konawe Utara

3. Kolaka Utara

(20)

11 Tabel 3.1.1 Cadangan Nikel di Sulawesi Tenggara (Ton)

No. Kabupaten Cadangan (Ton)

1 Bombana 28.200.014.080

2 Kolaka 12.819.244.028

3 Buton / Bau – Bau 1.676.332.000

4 Kolaka Utara 2.763.796.196

5 Konawe 1.585.927.190

6 Konawe Selatan 4.348.838.160

7 Konawe Utara 46.007.440.652

Jumlah 97.401.592.306

Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Tenggara (2011).

Pembangunan industri pertambangan ini berdasarkan jumlah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan oleh kabupaten maupun provinsi di Sulawesi Tenggara yang sebagian besar berada di empat kabupaten tersebut. Jumlah IUP operasi produksi nikel yang terdaftar di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Tenggara sampai dengan Oktober 2013 adalah sebanyak 173 IUP, namun yang aktif melakukan kegiatan hanya sebanyak 69 IUP (operasi produksi) dengan total luas 118,186 ha atau 7,9% dari luas Sulawesi Tenggara (Tabel 3.1.2 dan Gambar 3.1.4).

Dari jumlah IUP operasi produksi aktif dan telah menandatangani pakta integritas membangun pabrik pengolahan dan pemurnian bijih nikel ada tujuh perusahaan ( Tabel

3.1.3). Tiga perusahaan yang telah mempunyai kemajuan pembangunan pabrik pengolahan

dan pemurnian bijih nikel per 30 september 2013, yaitu PT. Cahaya Modern Metal Industri, PT. Kembar Mas, dan PT. Cinta Jaya.

(21)

Tabel 3.1.2. Daftar Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Nikel Yang Aktif Melaksanakan K egiatan

No Nama Perusahaan Masa Masa Luas (Ha) Lokasi

Berlaku IUP Berakhir IUP

1 2 4 5 6 7

Kab. Buton

1 Arga Morini Indah, PT 31 Des 2009 30 Des 2029 1,000.00 Wulu, Talaga Raya 2 Arga Morini Indah, PT 31 Des 2009 30 Des 2029 990.50 Blok II Wulu, Talaga Raya 3 Arga Morini Indah, PT 31 Des 2009 30 Des 2029 867.00 Kokoe, Talaga Raya 4 Arga Morini Indah, PT 18 Feb 2010 17 Feb 2031 1,026.00 Wulu, Talaga Raya 5 Bumi Buton Delta Megah, PT 4 Sept 2009 3 Sept 2029 675.00 Lambusango, Kapontori

Jumlah 4,558.50

Kab. Bombana

1 Billy Indonesia, PT 26 Feb 2007 25 Feb 2014 194.00 Kabaena Timur 2 Timah Eksplomin, PT 29 Nov 2007 28 Nov 2014 300.00 Kabaena 3 Tekonindo, PT 22 Aprl 2010 21 Aprl 2020 576.00 Kabaena Barat

4 Trias Jaya Agung, PT 17 Juni 2011 17 Juni 2021 512.00 Rahampuu - Teomokole

Jumlah 1,582.00

Kab. Konawe

1 Citra Arya Sentosa Hutama, PT 12 Juni 2008 12 Juni 2028 420.00 Puriala 2 Sulemandara Konawe, PT 25 Maret 2008 25 Maret 2028 100.00 Pondidaha 3 Sinar Jaya Sultra Utama, PT 28 Aprl 2011 17 Aprl 2030 732.20 Pondidaha

Jumlah 1,252.20

Kab. Konawe Utara

1 Antam Tbk, PT 11 Jan 2010 11 Des 2027 6,213.00 Lasolo Tapunopaka 2 Antam Tbk, PT 29 April 2010 29 April 2030 16,920.00 Mandiodo

3 Bososi Pratama, PT 06 Juni 2011 06 Juni 2031 1,850.00 Langgikima 4 Bumi Konawe Abadi, PT 22 Des 2009 22 Des 2027 438.60 Sawa

5 Bumi Konawe Minerina, PT 22 Des 2009 22 Des 2027 622.00 Mandiodo, Molawe

6 Cinta Jaya, PT 22 Des 2009 22 Des 2027 312.00 Tapunggaya dan Mandiodo, Molawe 7 Cipta Djaya Surya, PT 7 Juni 2010 7 Juni 2030 195.70 Molore Kec.Langgikima

8 Dwimitra Multiguna Sejahtera, PT 14 Juli 2010 14 Juli 2010 130.00 Lasolo 9 Karyatama Konawe Utara, PT 14 Des 2009 13 Des 2029 3,119.00 Asera 10 Konutara Sejati, PT 22 Des 2009 22 Des 2029 1,923.00 Langgikima

11 Konawe Nikel Nusantara, PT 19 Agust 2010 19 Agust 2026 373.70 Langgikima & Lasolo 12 Kabaena Kromit Prathama, PT 14 Juli 2010 14 Juli 2030 163.00 Mandiodo Kec.Molawe 13 Konutara Prima, PT 28 Okt 2010 28 Okt 2015 2,827.00 Langgikima & Wiwirano 14 Pertambangan Bumi Indo, PT 22 Des 2009 22 Des 2029 5,923.00 Ds.Tambakua,Paka Indah, 15 Stargate Pasific Resources, PT 22 Des 2009 22 Des 2028 360.50 Langgikima

16 Stargate Pasific Resources, PT 22 Des 2009 22 Des 2029 852.70 Langgikima 17 Sriwijaya Raya, PT 22 Des 2009 22 Des 2029 218.00 Molawe

Jumlah 42,441.20

Kab. Konawe Selatan

1 Generasi Agung Perkasa, PT 8 Nov 2011 8 Nov 2018 660.00 Ds. Parasi Kec. Palangga Selatan 2 Integra Mining Nusantara, PT 11 Jan 2010 10 Jan 2029 100.00 Desa Wonua Kongga Kec. Laeya 3 Ifishdeco, PT 8 Sept 2010 8 Sept 2028 800.00 Ds. Ngapaaha & Sekitarnya

(22)

13

Kec. Tinanggea

4 Kembar Emas Sultra, PT 26 Juli 2011 25 Juli 2011 251.50 Ds. Waturapa Kec. Palangga Selatan 5 Macika Mada Madana, PT 27 Okt 2011 27 Okt 2031 705.00 Ds. Waturapa dan Sekitarnya

Kec. Palangga

6 Putra Inti Sultra Perkasa, PT 27 Okt 2011 27 Okt 2021 626.00 Desa Ululakara dan Sekitarnya

Kec. Palangga Selatan

7 Sambas Mineral Mining, PT 15 Feb 2010 14 Feb 2020 1,008.00 Ds. Waturapa Kec. Palangga Selatan 8 Wijaya Inti Nusantara, PT 25 Agust 2010 7 April 2020 2,000.00 Torobulu Kec. Laeya

Jumlah 6,150.50

Kab. Kolaka

1 Antam Tbk, PT 25 Juni 2010 25 Juni 2020 1,954.00 Pomalaa 2 Antam Tbk, PT 25 Juni 2010 25 Juni 2020 878.20 Pomalaa 3 Antam Tbk, PT 25 Juni 2010 25 Juni 2020 584.30 Pomalaa

4 Antam Tbk, PT 28 Feb 2008 28 Feb 2013 195.00 Blok I & Blok II Pulau Maniang,

Wundulako

5 Antam Tbk, PT 16 Mart 2009 16 Mart 2013 2,712.00 Pomalaa 6 Aneka Usaha Kolaka, PD 31 Mart 2008 30 Mart 2018 340.00 Pomalaa

7 Akar Mas International, PT 7 Sept 2009 7 Sept 2019 225.00 Hakatutobu,Pomalaa 8 Bola Dunia Mandiri, PT 27 Agust 2007 27 Agust 2017 260.00 Pomalaa

9 Cinta Jaya, PT 28 Juni 2007 28 Juni 2017 38.00 Wundulako 10 Duta Indonusa, PT 27 Aprl 2010 27 Aprl 2020 72.50 Wolo 11 Dharma Rosadi Internasional, PT 6 Juli 2007 6 Juli 2017 760.00 Pomalaa 14 Pernick Sultra, PT 25 Juli 2008 25 Juli 2028 108.00 Tanggetada 15 Putra Mekongga Sejahtera, PT 21 Mei 2007 21 Mei 2017 388.00 Pomalaa 16 Sumber Setia Budi, PT 15 April 2010 15 Aprl 2020 192.70 Tanggetada 17 Tambang Rejeki Kolaka, PT 25 Juli 2008 25 Juli 2018 47.00 Pomalaa

18 Wijaya Nikel Nusantara, PT 17 Mart 2010 20 Mei 2027 110.00 Sopura, Kec. Pomalaa

8,864.70

Kab. Kolaka Utara

1 Celebessi Mulia Utama, PT 3 Feb 2012 2 Feb 2022 61.00 Ds. Patikala Kec. Tolala 2 Citra Silika Mallawa, PT 11 Feb 2011 126.00 Ds. Sulaho Kec.Lasusua 3 Kasmar Tiar Raya, PT 21 Juni 2011 20 Juni 2021 955.00 Ds.Latou,Mosiku Batuputih 5 Kurnia Mining Resources, PT 12 Aprl 2011 11 Aprl 2021 210.00 Musiku & Lelewawo, Batuputih 6 Palaurusa Tamita, PT 11 Jan 2010 1Agust. 2013 60.00 Olo-Oloho, Pakue

7 Pandu Citra Mulia, PT 8 Nov 2010 8 Des 2030 1,040.00 Latou, Musiku, Lelewawo Batuputih 8 Putra Dermawan Pratama, PT 07 April 2011 06 April 2026 100.00 Sulaho, Lasusua

9 Putra Dermawan Pratama, PT 14 Mart 2011 14 Mart 2026 850.00 Ds. Sulaho,Waitombo Kec. Lasusua 10 Rekayasa Utama Interland, PT 10 Jan 2011 9 Jan 2016 250.00 Lawaki Jaya, Tolala

11 Tambang Mineral Maju, PT 16 Agust 2011 15 Agust 2026 738.00 Ds.Musiku dan Lelewawo

Kec.Batuputih

4,390.00

(23)

Gambar 3.1.4 Peta Sebaran Mineral Provinsi Sulawesi Tenggara

Kota Bau-bau

1 Bumi Inti Sulawesi, PT 23 Mei 2009 23 Mei 2029 1,796.00 Kaisabu Baru, Sorawolio

Lintas Kabupaten

1 Anugrah Harisma Barakah, PT 20 Sept 2010 20 Sept 2010 3,084.00 Lintas Kabaena Sel Kab.Bombana -

Talaga, Kab. Buton

Lintas Propinsi

1 Sulawesi Cahaya Mineral, PT 13 Des 2012 24 Feb 2018 44,067.00 Kab. Konawe Kec. Rauta

Jumlah luas IUP 118,186.10

(24)

15

3.1.1.5 Pembangunan Smelter di Sulawesi Tenggara

Terkait dengan peraturan larangan ekspor bijih mineral dalam rangka pengendalian produksi tambang mineral, maka di Provinsi Sulawesi Tenggara ada 20 perusahaan yang akan

membangun smelter nikel (Tabel 3.1.3). Diantara keduapuluh perusahaan tersebut ada 6

perusahaan dengan tingkat kemajuan pembangunan smelternya mencapai di atas 30%, yaitu

PT. Jilin Metal, PT. Bintang Smelter Indonesia di Konawe Selatan; PT. Cahaya Modern Metal

Industri di Konawe; PT. Kembar Emas Sultra, PT. Karyatama Konawe Utara di Konawe Utara; PT. Bhinneka Sekarsa Adidaya di Kolaka Utara. Selain itu, ada 7 perusahaan yang telah

menandatangani pakta integritas membangun smelter per tanggal 26 april 2013. Ketujuh

perusahaan tersebut tersebar di tiga kabupaten, yaitu Konawe Utara 5 perusahaan, Konawe 1 perusahaan, dan Bombana 1 perusahaan (Tabel 3.1.4).

Tabel 3.1.3 Rencana Pembangunan Smelter Nikel di Sulawesi Tenggara

No Perusahaan Nama

Lokasi Cadangan Pembangunan Rencana

Smelter Input Output

Kab/ Kota Jumlah (juta ton) Kadar Bangun Sendiri Kerjasama Kapasitas (000

ton)/tahun Kadar Supplier Kapasitas

Jenis

Produk Kadar (Ni)

1 PT. Wijaya Inti Nusantara (Jilin Metal)

Konawe

Selatan 31 Ni: 1,5% ya - 2,000 Ni: 1,6% 21,500 FeNi 15%

2 PT. Bintang

Smelter

Indonesia (PT. Ifishdeco)

Konawe

Selatan 39 Ni: 1,5% - 1,000 Ni: 1,5% PT. Ifishdeco dan PT. Tekindo Energi 50,000 NPI 9-11% 3 PT. Cahaya Modern Metal Industri Konawe 40 Ni: 1,8% - PT MCM da PT. ST Nikel 850 Ni: 1,8% PT Modern Cahaya Mining, PT IMP 75,000 NPI 10-12% 4 PT. Elit kharisma utama Konawe

Utara 70 Ni: 1,1% - Konawe PT. Nikel Nusantara 850 Ni > 1,8% dan Fe antara 15-20% Tambang sendiri dan PT. KNN 75,000 NPI 10-12% 5 PT. Kembar

Emas Sultra Konawe Utara 18,2 Ni: 1,6 – 2,2 % ya - 200 Ni 1,4 – 1,8% Tambang Sendiri 3,500 NPI 7-14% 6 PT. Cinta Jaya Konawe

Utara 18,4 Ni: 2,2-1,85% ya - 150 Ni> 1,65% dan Fe: 23-25% Tambang Sendiri 1,620 NPI 4-6% 7 PT. Karyatama

Konawe Utara Konawe Utara 80 1,6% Ni ya - 550 - PT. Karyatama Konawe Utara 5,000 NPI 10% Ni 8 PT. Bhinika Skarsa Adidaya Kolaka

Utara 28 1,7 % up Ni ya - 1,000 1,7 % up Ni PT. Mulia Makmur Perkasa

(25)

9 PT. Bososi

Pratama Konawe Utara 106 1,1 - 1,8 % Ni

ya - 450 1,1 - 1,8

% Ni PT. Bososi Pratama 52,000 Sponge Ni 6 -10% Ni 10 PT. Cipta

Djaya Surya Konawe Utara 40 1,6 - 2,0 % Ni ya - - - - 11 PT. Dharma Rosadi Internasional Kolaka 30 1,6% Ni ya - 3,500 1,20 - 1,80% PT Dharma Rosadi Internatio nal 40,000 FeNi 20 - 40% 12 PT. Pulau Rusa

tamita Kolaka Utara 24 Ni 1,8% - ya 400 Ni 1,8% tambang sendiri 20,000 NPI 7% - 11% 13 PT. Tristaco Mineral Makmur Konawe Utara 12 1,8% Ni - ya 240 1,8% Ni tambang sendiri 20,160 NPI 10,1% 14 PT. Macika Mineral Industri Konawe

Selatan 17 Ni 1,83 ya - 503 Ni 1,86% PT Macika Mada

Madana FeNi 10-12% 15 PT. Putra Mekongga Sejahtera Kolaka

Utara 15 Ni > 1,5% ya - 500 Ni 1,5-1,6% PT Putra Mekongga Sejahtera

75,000 Sponge Nikel 5%

16 PT. Jilin Metal Bombana 84 1.10% - ya 2,000 Ni 1,6% PT.

anugerah harisma barakah, PT. sultra sarana bumi, PT. wijaya inti nusantara 21,500 FeNi 15% PT. Sambas Mineral Mining Konawe

Selatan 60 Ni: 1,8% ya - 168 Ni: 1,8% Tambang sendiri 1,320 FeNi 10-12%

18 PT. Stargate Pacific Resources

Konawe

Utara 104 Ni: 1,2% ya - 1,400 Ni: 1,8% Tambang sendiri 2,000 FeNi (12%)

dan SS Seri 300 12% 19 PT. Bintang Smelter Indonesia Konawe

Selatan 40 Ni: 1,9% - Pan China

Group, Tekindo Group, Ifishdeco 1,000 1.9% Ni, 23%-24% Fe PT Ifishdeco, PT Tekindo Group 100,000 NPI 9%-11% Ni 20 PT. Surya Saga Utama Bombana 17 Ni 1.5% , Fe 22% - - 60 Nikel 1.5% , Fe 22% tambang

(26)

17

Tabel 3.1.4 Perusahaan yang telah Menandatangani Pakta Integritas Membangun Smelter

PERUSAHAAN INVESTASI MINERAL KABUPATEN

PT. Cahaya Modern Metal Industri Smelter Nikel Konawe

PT. Kembar Mas Smelter Nikel Konawe Utara

PT. BMS Group Smelter Nikel Konawe Utara

PT. Jilin Smelting Indonesia Smelter Nikel Bombana

PT. Jian Metal Indonesia Smelter Nikel Konawe Utara

PT. Elit Kharisma Utama Smelter Nikel Konawe Utara

PT. Cinta Jaya Smelter Nikel Konawe Utara

PT. CAHAYA MODERN METAL INDUSTRI

Luas pabrik seluas 50 ha berada di Kecamatan Puriala Kabupaten Konawe dengan investasi

Rp. 100.000.000.000 (Gambar 3.1.5). Proses pengolahan adalah teknologi Blast Furnace

menggunakan Kokas dengan konstruksi 4 buah tungku, 4 buah mesin generator, 4 buah

gudang, dan 3 kolam/bak air. Produk yang dihasilkan Nickel Pig Iron (NPI) kadar NI 10%-12%

dengan kapasitas 7.500 ton per bulan ( 90.000 ton/tahun). Bijih nikel yang diperlukan 850.000 ton dengan kadar 1,8% Ni dipenuhi dari Daerah Kab. Konawe dan sekitarnya (Grup Modern), PT. Modern Cahaya Makmur, PT. Indomining Pratama, dan PT. Modern Sinar Energi. Jumlah cadangan bijih nikel dari grup modern sebanyak 40.000.000 ton.

Saat ini pembangkit listrik yang dimilki sekitar 2.100 KVA yaitu : 500 + 800 + 800 KVA. Proses

smelter direncanan menggunakan 4 tungku yang sementara ini baru dipakai 1 tungku dan gensetnyapun masih belum optimal, sehingga hasil produksi masih dibawah rencana.

Cara kerja pembuatan produk NPI :

Raw material + gamping + kokas + floride dicampur jadi satu lalu dibakar dan setelah matang bergumpal gumpal. Dalam proses pembakaran susut sekitar 30 – 40%, kemudian didinginkan dan digerus/dipecah memakai jaw crusher untuk mendapatkan ukuran 8 cm. Pembuatan NPI :

(27)

nikel pig iron bak penampung Campurannya : 1. Floride 2. Gamping 3. Ore ½ jadi 4. Ore ½ jadi 5. Batubara 6. Batubara

Mesin mencampur sendiri diantara ke 6 tabung langsung masuk ke dalam bak penampungan lalu ditarik ke atas dan sampai terbentuk lempengan-lempengan nikel. Berat dari lempengan nikel antara 20 – 40 kg, dan kadarnyapun berbeda-beda al :

- Kadar 08.01 – 08.50 - Kadar 09.51 – 10.00 - Kadar 13.01 – 13.50. - Kadar 14.01 – 14.50 - Kadar 14.51 – 15.00 - Kadar 15.51 – 16.00 - Kadar 16.01 – 16.50 - Kadar 17.01 – 17.50

Target 10 ton/hari tetapi saat ini baru mencapai 6 – 7 ton/hari untuk 1 tungku dan kadar nikel dari tambang hanya 1.1 %.

Tenaga kerja untuk 1 tungku 11 orang dengan 3 sift, dan produknya akan diekspor ke Cina dan Jepang.

Saat ini perusahaan hanya menerima bijih dari IUP lain yaitu PT Sulemandara yang jaraknya sekitar 40 km, dan kadarnya bisa mencapai 2.0 %.

(28)

19

Gambar 3.1.5 Smelter Pengolahan Nikel PT. Cahaya Modern Metal Industri

PT. KEMBAR EMAS SULTRA

Lokasi : Kab. Konawe Utara

Investasi : Rp. 150.000.000.000 ( US $ 15 Juta )

Teknologi : Blast Furnace menggunakan Kokas

Pengolahan : Bijih Nikel Laterit

Output : Nickel Pig Iron

Produksi : 35.000 metrik ton NPI dengan kadar NI 7-14%

Kebutuhan bijih sebesar 200.000 ton/tahun dengan kadar 1,4-1,8% Ni dipenuhi dari tambang sendiri.

Cadangan bijih nikel : 18.200.000 ton

Progress Kemajuan Pembangunan Smelter :

Konstruksi : Fasilitas bangunan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel atau smelter

meliputi pembangunan pabrik sintering, pabrik peleburan, kantor dan gudang, keamanan, laboratorium, bangunan ruang kontrol, ruang penimbangan, air sumur/tower dan asrama (Gambar 3.1.6).

(29)

Gambar 3.1.6 Pengerjaan Fondasi Pabrik PT. Kembar Emas Sultra

PT. CINTA JAYA

Lokasi : Kab. Konawe Utara

Investasi : Rp. 250.000.000.000

Pengolahan : Bijih Nikel Laterit

Output : NPI

(30)

21 Kebutuhan bijih sebesar 150.000 ton/tahun dengan kadar 1,65% Ni dipenuhi dari tambang sendiri.

Cadangan bijih nikel : 18.400.000 ton

Power Supply : 2,5 Mega Watt

Progress Kemajuan Pembangunan Smelter : pematangan lahan (Gambar 3.1.7)

geoteknik : geolistrik soil tes

Konstruksi : TAHUN 2014

Gambar 3.1.7 Pembersihan Lahan Pembangunan Smelter PT. Cinta Jaya

Tiga perusahaan dalam proses perizinan dan pembebasan lahan dan izin prinsip dan konstruksi dimulai awal tahun 2014 adalah PT. Jilin Smelting Indonesia di Bombana, PT. Konutara Sejati dan PT. Elit kharisma Utama di Konawe Utara.

PT. Jilin Smelting Indonesia

Lokasi Pabrik Wilayah Malaupulu Kec. Kabaena Selatan Kab. Bombana

Luas Pabrik & Kantor 17,3 Ha

Nilai Investasi Tahap I : 1,448,800,000 USD

Tahap II : 2,585,800,000 USD

(31)

Sumber bijih Daerah Sulawesi dan sekitarnya

Kapasitas Input 1,900,000 ton per tahun dengan kadar Ni : 1,8%, Fe : 15,54% Co : 0,06%, SiO2:40%

Kapasitas Output 24000 ton/tahun (160.000 ton nikel matte kadar Ni 15%) Umur pabrik 20 tahun

PT. Konutara Sejati

Lokasi Pabrik wilayah wiwirano kec. Langgikima, Kabupaten Konawe Utara

Luas Pabrik & Kantor 17,3 Ha

Nilai Investasi Tahap : 250,000,000 USD

Sumber bijih Daerah Kabupaten Konawe Utara dan Sekitarnya (Group BMS) Kapasitas Input 60.000 ton/Th

Jenis Output Nickel Pig Iron 10 - 12%

Ukuran blok NPI 200×100×50 mm, berat 8 Kg/blok Umur pabrik 20 tahun

PT. Elit Kharisma Utama

Lokasi Pabrik Kecamatan Langgikima Kab. Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara. Luas Lahan 400 ha

Sumber Bahan Galian Daerah kabupaten Konawe Utara dan sekitarnya (Grup Modern) Kapasitas Input 150.000 ton/bulan (1.800.000 ton/tahun)dengan kadar Ni > 0,9% Teknologi Blast furnance

Kapasitas Output 100 ton/hari (36.000 ton/tahun) NPI Energi 30 MW

Pemasaran ke China Tenaga kerja 10000 orang

3.1.2 Hasil dan Pembahasan

Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Indonesia memiliki sumberdaya nikel yang cukup besar. Jumlah ijin usaha pertambangan (IUP) yang dikeluarkan masing-masing kabupaten/Provinsi sebanyak 528 IUP, 350 IUP (66%) adalah IUP nikel. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara didominasi oleh kegiatan usaha nikel (Tabel 3.1.5, Gambar 3.1.8 dan 3.1.9). Jumlah IUP nikel yang secara aktif

(32)

23 melakukan kegiatan produksi per Oktober 2013 hanya 61 IUP (17%), status operasi produksi 166 IUP (47%), dan eksplorasi 184 IUP (52%). Ada enam daerah yang banyak memiliki IUP nikel yaitu Kabupaten Konawe Utara 157 IUP, Kolaka Utara 50 IUP, Kabupaten Konawe 46 IUP, Kabupaten Kolaka 31 IUP, Kabupaten Konawe Selatan 29 IUP, dan Bombana 19 IUP. Berdasarkan data dari Dinas pertambangan dan energi Sulawesi Tenggara tahun 2013, luas wilayah IUP nikel yang aktif melakukan kegiatan produksi mencapai 118.186 Ha (atau 118

Km2

Gambar 3.1.8 Jumlah IUP Nikel Operasi Produksi di Sulawesi Tenggara

Tabel 3.1.5. Status IUP Nikel per Kabupaten Di Provinsi Sulawesi Tenggara

), berarti hanya 0,3% dari luas daratan Sulawesi Tenggara (38.140 km2). Daerah yang paling luas digunakan untuk kegiatan penambangan adalah Konawe Utara (42.441Ha) dan Kolaka (8.864 Ha).

No

Kabupaten

/Daerah Jumlah IUP

IUP Nikel

Operasi Produksi

Operasi

Produksi Aktif Eksplorasi

1 Buton 78 11 5 5 6 2 Bombana 86 19 11 4 8 3 Butur 14 1 1 4 Muna 3 1 1 5 Konawe 54 46 12 3 34 6 Konawe Utara 159 157 71 14 86 7 Konawe Selatan 31 29 12 8 17 8 Kolaka 35 31 27 16 4 9 Kolaka Utara 60 50 26 10 24 10 Bau bau 3 2 1 1 11 Lintas Kabupaten 3 1 1 1 0 12 Lintas Provinsi 1 1 1 13 Kontrak karya 1 1 1 Jumlah 528 350 166 61 184 Kab. Buton Kab. Bombana Kab. Konawe Kab. Konawe Utara Kab. Konawe Selatan Kab. Kolaka

Kab. Kolaka Utara Kota Bau-bau 5 4 3 17 8 18 11

(33)

Gambar 3.1.9 Status IUP Nikel di Sulawesi Tenggara

Apabila diasumsikan bahwa penjualan bijih nikel identik dengan jumlah yang diproduksi, maka jumlah produksi nikel selama periode 2012-2013 atau sampai sebelum diberlakukan larangan ekspor bijih nikel bulan januari 2014 dapat dilihat pada Tabel 3.1.6. Pada tabel tersebut menunjukkan tingkat penjualan bijih nikel pada tahun 2012 sebesar 18,678,250 ton dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan yang mencapai 29,431,002 ton atau mengalami peningkatan sebesar 58%. Secara nominal kenaikan produksi paling tinggi adalah di Kabupaten Konawe Selatan dan Konawe Utara yang masing-masing mengalami kenaikan 4,898,505 ton dan 3,448,050 ton.

Tabel 3.1.6 Penjualan Bijih Nikel per kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara

No Kabupaten Tahun Kenaikan

2012 2013 Nominal % 1 Konawe Utara 5,707,841 9,155,891 3,448,050 60 2 Buton 842,014 1,252,714 410,700 49 3 Kolaka Utara 3,043,410 4,239,776 1,196,366 39 4 Bombana 562,382 1,094,568 532,186 95 5 Konawe Selatan 2,618,297 7,516,802 4,898,505 187 6 Konawe 56,758 -56,758 -100 7 Kolaka 3,458,715 3,547,825 89,110 3 8 Prov. Sultra 2,388,833 2,623,426 234,593 10 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 Jumlah IUP IUP Nikel Operasi Produksi

(34)

25 Sumber daya nikel yang cukup melimpah di Sulawesi Tenggara sebagian sudah diolah oleh PT. Aneka Tambang di Kolaka yang menghasilkan Fe Ni dan satu perusahaan di Konawe

yang menghasilkan nickel pig iron (NPI). Sebagian besar produksi bijih nikel yang diproduksi

tersebut diekspor ke Tiongkok dan Jepang. Ironisnya, untuk memenuhi kebutuhan nikel dalam negeri, Indonesia harus mengimpor kembali nikel yang sudah diolah di Jepang.

Pengembangan industri pengolahan pemurnian nikel, seperti antara lain melalui proses dapat meningkatkan nilai tambah kekayaan nikel bagi perkekonomian daerah dan nasional. Ada beberapa teknologi proses pengolahan dan pemurnian nikel selain menggunakan

proses mond, seperti pengolahan biji nikel laterit dan peningkatan perolehan total nikel dan

kobal pada proses leaching bijih nikel laterit.

Pada saat ini sudah ada teknologi pengolahan dan pemurnian untuk nikel berkadar rendah yang dapat menjadi peluang untuk mengolah bijih nikel. Bijih nikel laterit merupakan salah satu sumber bahan logam nikel yang banyak terdapat di Sulawesi Tenggara dengan kandungan nikelnya lebih kecil dari 2% dan belum termanfaatkan dengan baik.

Proses pengolahan bijih nikel laterit kadar rendah pada bijih nikel laterit jenis limonit dan jenis saprolit telah berhasil dilakukan. Selain itu, telah ditemukan cara untuk memperbaiki

kinerja proses leaching dengan AAC (Ammonia Ammonium Carbonate) terhadap bijih nikel

laterit kadar rendah yang kandungan magnesiumnya sampai 15% yaitu dengan penambahan bahan aditif baru seperti kokas dan garam NaCl yang digabungkan dengan aditif konvensional sulfur ke dalam pellet.

Dengan mengolah bijih nikel menjadi ferronickel, harganya dapat meningkat dari USD 55 per

ton menjadi USD 232 per ton, atau meningkatkan nilai komoditi sekitar 400%. Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya nikel sampai ke proses pengolahannya harus memperhatikan berbagai faktor, yaitu pasokan bijih nikel, pasokan energi, dan kemudahan-kemudahan utama lainnya yang diperlukan oleh investor maupun calon investor yang akan membangun

smelter. Jika smelter berdiri, maka akan ada tambahan pemasukan bagi negara sebesar

300%, ketimbang nikel hasil tambang diekspor dalam bentuk bijih. Smelter yang akan

dibangun juga bakal menyerap banyak tenaga kerja. Selain itu, produksi tambang juga lebih terkendali, memacu industri hilir karena ketersediaan bahan baku dalam negeri, serta

(35)

mengurangi kerusakan lingkungan karena mineral yang tidak dimanfaatkan dapat

dikembalikan. Smelter yang akan dibangun juga akan memberikan efek berantai yang positif

di sektor perekonomian, dengan adanya pemasok dan industri-industri ikutannya, dan pastinya meningkatkan lapangan kerja. Selain itu, akan terjadi pemerataan perekonomian, karena industri tidak hanya terpusat di Jawa tapi juga di daerah-daerah lain.

Bijih nikel baru sebagian kecil yang diolah menjadi ferronikel dan nikel matte, sedangkan sebagian besar masih diekspor dalam bentuk bijih sebelum diberlakukan larangan ekspor

bijih mineral. Perlu adanya investasi untuk pengembangan industri smelter ferro nikel atau

produk olahan lainnya, misalnya minimal untuk pemrosesan crude ferro nickel (5-10% Ni),

yang selanjutnya dapat diproses menjadi ferro nickel seperti yang dilakukan PT Aneka

Tambang.

Berdasarkan kuesioner dan wawancara dengan pemilik IUP nikel di Sulawesi Tenggara

diperoleh informasi bahwa sebagian besar IUP kecil tidak akan membangun smelter dan

mereka mengharapkan ada investor untuk membangun smelter yang kebutuhan bijih

nikelnya dipasok dari IUP-IUP kecil tersebut. Permasalahan yang dihadapi para pemegang

IUP kecil adalah keterbatasan kemampuan finansial untuk membangun smelter, jumlah

cadangan dan teknologi.

3.1.2.1 Pola Pemenuhan Bijih Nikel

Pola pemenuhan bijih nikel untuk smelter di Sulawesi Tenggara berdasarkan pada rencana

pembangunan smelter dan kebutuhan bijih, jumlah IUP produksi bijih, dan jumlah cadangan.

Jumlah perusahaan yang sudah dan merencanakan membangun smelter nikel adalah

sebanyak 20 perusahaan dan jumlah IUP aktif produksi sebelum diberlakukan larangan

ekspor bijih adalah tersebar di Konawe Selatan 5 smelter 8 IUP, Konawe Utara 8 smelter 14

IUP, Kolaka Utara 3 smelter 10 IUP, Bombana 2 smelter 4 IUP, Kolaka 1 smelter 16 IUP, dan

Konawe 1 Smelter 3 IUP. Jumlah serapan bijih nikel dari rencana smelter tersebut di atas

adalah sebanyak 16.821.000 ton per tahun dengan kadar Ni berkisar antara 1,1 – 1,9%.. Disisi lain jumlah rata-rata produksi nikel per tahun di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 24.083.004 ton, maka jumlah bijih nikel yang tidak terserap per tahun sebanyak 7.262.004

ton. Apabila dirinci sesuai dengan rencana pembangunan smelter, maka serapan bijih untuk

(36)

27 Konawe 850.000. Apabila dikaitkan dengan jumlah IUP yang aktif melakukan kegiatan

produksi (60 IUP) dan tingkat konsumsi bijih nikel pada smelter di masing-masing daerah

menunjukan adanya potensi kelebihan pasokan sebesar 7.262.004 ton/tahun(Tabel 3.1.7). Kelebihan pasokan ini hanya memperhatikan jumlah IUP yang aktif melakukan kegiatan produksi dan belum termasuk potensi pasokan bijih nikel dari IUP produksi tidak aktif yang jumlahnya mencapai 164 IUP dan 184 IUP eksplorasi.

Kelebihan pasokan bijih nikel mengindikasikan ada beberapa IUP aktif produksi tidak

melakukan kegiatan penambangan karena perusahaan smelter pada umumnya bekerjasama

dengan IUP-IUP besar (grup) dan belum menyentuh pada IUP-IUP kecil. Untuk mengatasi permasalahan ini ada tiga skenario, yaitu :

a. Mendistribusikan keseluruhan potensi kosumsi bijih nikel untuk smelter kepada

seluruh IUP aktif produksi secara merata untuk masing-masing wilayah (Tabel 3..1.8 )

b. Membangun smelter pada wilayah-wilayah yang kelebihan pasokan bijih

c. Memasok bijih nikel di suatu daerah ke wilayah-wilayah yang kekurangan pasokan

Untuk skenario a, distribusi bijih nikel pada umumnya dapat dipenuhi oleh daerah setempat, kecuali daerah Bombana dan Konawe yang kekurangan pasokan maka pemenuhan bijihnya dapat dipenuhi dari IUP dari luar daerah atau dari IUP Produksi (pasif) daerah setempat. Sedangkan di daerah Buton ada 5 IUP produksi aktif, 4 diantaranya dimiliki oleh PT. Arga Morini Indah (4 IUP) dengan luas lahanya mencapai 3.883 cukup potensial membangun

smelter atau kerjasama dengan investor lain, sehingga produksi bijih nikel dari IUP di wilayah

ini dapat dapat ditampung oleh smelter tersebut.

Skenario b dapat dicapai melalui konsorsium antara para pemilik IUP produksi aktif/pasif

skala kecil atau para pemilik IUP kecil dengan calon investor (custom plant). Konsorsium

pembangunan smelter dapat dilakukan melalui pengumpulan modal dari masing-masing

pemilik IUP dan setiap IUP dapat memasok bijih nikel yang disesuaikan dengan rasio

kontribusi modal yang diserahkan untuk membangun smelter tersebut.

Skenario c dapat dilakukan dengan memasok bijih nikel dari suatu daerah ke daerah yang mempunyai kekurangan pasokan, seperti Kabupaten Bombana yang memiliki 4 IUP aktif produksi dengan kemampuan memasok bijih nikel hanya 828.475 ton/tahun tetapi potensi konsumsinya mencapai 2.060.000 ton/tahun. Demikian juga dengan Kabupaten Konawe

(37)

yang memiliki 3 IUP aktif produksi dengan kemampuan memasok bijih nikel hanya 56.758ton/tahun tetapi potensi konsumsinya mencapai 850.000ton/tahun.

Tabel 3.1.7 Produksi dan Konsumsi Bijih Nikel Dalam Rangka Pembangunan Smelter

Kabupaten Jumlah IUP Kemampuan

Memasok (ton) Potensi konsumsi (ton) Kelebihan pasokan (ton) Produksi

tidak aktif Produksi Aktif

Konawe Utara 71 14 7.431.866 3.840.000 3.591.866 Buton 5 5 1.047.364 0 1.047.364 Kolaka Utara 26 10 3.641.593 1.900.000 1.741.593 Bombana 11 4 828.475 2.060.000 (1.231.525) Konawe Selatan 12 8 5.067.549 4.671.000 396.549 Konawe 12 3 56.758 850.000 (793.242) Kolaka 27 16 3.503.270 3.500.000 3.270 Prov. Sultra 2.506. 129 0 2.506.129 Jumlah 164 60 24.083.004 16.821.000 7.262.004

Tabel 3.1.8 Distribusi Pasokan Bijih Nikel per Kabupaten

Kabupaten Jumlah IUP

Produksi Aktif Potensi konsumsi (ton) Bagian Pasokan per IUP (ton) Konawe Utara 14 3.840.000 274.285 Buton 5 0 0 Kolaka Utara 10 1.900.000 190.000 Bombana 4 2.060.000 515.000 Konawe Selatan 8 4.671.000 583.875 Konawe 3 850.000 283.333 Kolaka 16 3.500.000 218.750 Prov. Sultra 0 0 Jumlah 60 16.821.000 2.065.243

(38)

29

3.2.1 Tinjauan Pustaka

3.2.1.1 Geografis

Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terdiri atas 15 (lima belas) kabupaten dan 1 (satu) kota, merupakan wilayah kepulauan yang jumlahnya mencapai 599 pulau. Terdapat empat pulau besar, yaitu Flores, Sumba, Timor dan Alor (FLOBAMORA), selebihnya adalah pulau-pulau kecil yang letaknya tersebar. Luas wilayah Nusa Tenggara Timur, yaitu untuk daratan

seluruhnya 4.734.991 Ha (47.349,9 Km2

3.2.1.2 Pertambangan

) atau 2,50% dari luas Indonesia, dan perairan 18.311.539 Ha. Wilayah ini memiliki 29 sungai dengan panjang antara 30 – 100 km. Topografi NTT berbukit-bukit dengan dataran tersebar secara sporadis pada gugusan yang sempit dengan dominan permukaan berbukit – bergunung.

Dilihat dari letak dan geografisnya, sebagian wilayah NTT berbatasan dengan Timor Leste, seperti Belu, Timor Tengah Utara, Kupang dan Alor yang hanya dipisahkan oleh laut Sawu. Selain hal tersebut, wilayah ini dikelilingi oleh lautan yang tentunya terdapat wilayah-wilayah pesisir dengan karakteristik yang berlainan. Secara fisik batas wilayah propinsi ini adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Flores;

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Samudera Indonesia;

Sebelah Timur

: berbatasan dengan Negara Timor Leste dan Laut Timor;

Sebelah Barat : berbatasan dengan Selat Sape (Propinsi Nusa Tenggara Barat).

Kondisi geografi wilayah NTT dapat dilihat pada Gambar 3.2.1 dan Tabel 3.2.1.

Potensi pertambangan di NTT sangat banyak dan tersebar (Gambar 3.2.2). Mineral

bukan logam banyak terdapat di Kupang, yakni 7.360.562 m

3

, batu gamping di

Manggarai 5.558.771.299 m

3

, Sumba Barat 4.708.606.782 m

3

dan Kupang sebanyak

3.575.260.000 m

3

. Batu warna/hias, cadangan terbesarnya ada di Kupang, yakni

10.359.750 m

3

, Alor 26.000.000 m

3

, Ende 270.000 m

3

, dan TTS 5.967.360 m

3

. Gipsum

banyak terdapat di Kupang 11.214.800 m

3

dan Rote Ndao 750.000.000 m

3

.

(39)

Batas Kecamatan Batas Kabupaten Batas Propinsi Batas Negara Jalan Garis Pantai Ibukota Propinsi Ibukota Kabupaten Keterangan : 1:2000000 N NUSA TENGGARA TI MUR 195 8

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

( B A P P E D A )

REVIEW RTRW PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

TAHUN 2004 PROP. NTB KABUPATEN T T S KABUPATEN KUPANG KABUPATEN T T U KABU PATE N BELU Negara Timor Leste Negara Timor Leste KABUPATEN ALOR KABUPATEN LEMBATA KABUPATEN FLORES TIMUR KABUPATEN SIKKA KABUPATEN ENDE KABUPATEN NGADA KABUPATEN MANGGARAI KABUPATEN MANGGARAI BARAT KABUPATEN SUMBA BARAT KABUPATEN SUMBA TIMUR KABUPATEN ROTE NDAO Labuan Bajo Ruteng Bajawa Ende Maumere Larantuka Lewoleba Kalabahi Waikabubak Waingapu Baa Soe Kefamenanu Atambua KUPANG L A U T F L O R E S S A M U D E R A H I D I A L A U T S A W U SELAT SUMBA SELAT OMBAI L A U T T I M O R Index/Petunjuk Peta PETA ADMINISTRASI NUSA TENGGARA TIMUR

125 00'o 124 00'o 119 00'o 120 00'o 121 00'o 122 00'o 123 00'o 1 0 0 0 'o 1 1 0 0 'o 8 0 0 ' o o 9 0 0 ' Gambar : 2.1 II - 4

Gambar 3.2.1 Peta administrasi Nusa Tenggara Timur

Tabel 3.2.1 Kabupaten, luas wilayah, jumlah kecamatan dan jumlah desa/ kelurahan di NTT

No Kabupaten /Kota Luas Wilayah

(Km2) Kecamatan KelurahanDesa/

1 2 3 4 5

1. Sumba Barat 4.051,92 15 192

2. Sumba Timur 7.000,50 15 139

3. Kupang 5.898,26 22 186

4. Timor Tengah Selatan 3.947,00 21 215

5. Timor Tengah Utara 2.669,66 9 163

6. Belu 2.445,57 17 168 7. Alor 2.864,60 9 175 8. Lembata 1.266,38 8 128 9. Flores Timur 1.812,85 13 213 10. Sikka 1.731,92 11 160 11. Ende 2.046,62 16 173 12. Ngada 3.037,88 14 173 13. Manggarai 4.553,42 12 254 14. Manggarai Barat 2.582,98 5 121 15. Rote Ndao 1.280,00 6 80 16. Kota Kupang 160,34 4 45 47.349,90 197 2.585 TOTAL

(40)

31

Gambar 3.2.2 Potensi endapan mineral NTT

Berdasarkan data dari Dinas Pertambangan Provinsi NTT, terdapat 295 pemegang IUP, baik IUP Eksplorasi maupun Operasi Produksi yang beroperasi di seluruh wilayah NTT. Hampir seluruh pemegang IUP mengusahakan bahan tambang mangan, selain bahan tambang lainnya dalam jumlah yang relatif sangat sedikit. Khusus untuk pertambangan mangan, dari 243 IUP yang ada, sebanyak 207 IUP (85%) berstatus IUP Eksplorasi, dan hanya 36 buah (15%) berstatus IUP Operasi Produksi (Gambar 3.20). Usaha tambang terkonsentrasi di Timor Tengah Utara, Belu, Kupang, Ende, Manggarai, Rote Ndao, Alor dan Timor Tengah Selatan. Dalam jumlah kecil, pengusahaan juga terdapat di Kabupaten Nagekeo, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, dan Kabupaten Sebu Raijua (Gambar 3.2.3 – 3.2.12).

NTT yang dilabeli sebagai daerah gersang/kering, kurang pangan dan air (daerah serba kekurangan), ternyata menyimpan banyak potensi mineral yang menarik para investor dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Sejauh ini potensi tersebut belum dikelola secara maksimal guna dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat karena terhambat SDM dan infrastruktur.

(41)

Komposisi IUP Menurut Jenis Komoditi Perbandingan IUP Eksplorasi dan IUP OP Mangan

Gambar 3.2.4 Komposisi perusahaan tambang Kabupaten TTU

Gambar 3.2.3 Komposisi IUP di Provinsi NTT

Gambar 3.2.5 Komposisi perusahaan tambang Kabupaten Belu

243 10 7 7 6 5 4 4 42 2 1 1113 mangan sirtu batu hitam 36 192 operasi produksi eksplorasi 0 20 40 60 80

Mangan Mineral Lain

68 1 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Mangan Tembaga Krom

88

(42)

33

Gambar 3.2.6 Komposisi perusahaan tambang Kabupaten Kupang

Gambar 3.2.7 Komposisi perusahaan tambang Kabupaten Ende

Gambar 3.2.8 Komposisi perusahaan tambang Kabupaten Manggarai

0 5 10 15 20 25 30

Mangan Nikel Tembaga Sirtu

28 1 1 24 0 1 2 3 4 5 6 7

Mangan Pasir Besi Galena Zeolit Batu 2 4 1 1 7 5 0 5 10 15 20 25 Mangan Sirtu 21 1

(43)

Gambar 3.2.9. Komposisi perusahaan tambang Kabupaten Rote Ndao

Gambar 3.2.10 Komposisi perusahaan tambang Kabupaten Manggarai Timur

Gambar 3.2.11 Komposisi perusahaan tambang Kabupaten Manggarai

0 2 4 6 8 Mangan Sirtu 7 7 0 2 4 6 8 10 Mangan Sirtu 10 1 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Mangan Emas Timah Hitam

4 4

(44)

35

Gambar 3.2.12 Komposisi perusahaan tambang Kabupaten TTS

Setelah diketahui NTT memiliki banyak potensi mineral, para ahli geologi berdatangan ke Pulau Timor. Pada awal

Pilihan ruang aktivitas menambang disesuaikan dengan kapasitas yang dimiliki dan diminati masyarakat (Gambar 3.2.13). Ada yang harus setiap hari dan bahkan berminggu-minggu berada di lokasi penambangan untuk menggali; ada penimbun atau penampung mangan yang akan mengambil

2000-an, para ahli tersebut menjelaskan kepada masyarakat bahwa di dalam perut bumi pulau Timor banyak mengandung mineral mangan yang sangat berharga. Informasi ini disambut gembira oleh masyarakat setempat yang kebanyakan petani lahan kering yang sangat tergantung kepada cuaca, sekaligus menjadi jawaban atas krisis pangan di saat tidak ada pilihan lain dalam menghadapi keterdesakan ekonomi. Kapasitas mereka umumnya sangat terbatas akibat kemiskinan, baik miskin secara ekonomi maupun pendidikan. Tanpa mengerti apa itu mangan dan dampak negatif yang timbul akibat penambangan/penggalian yang dilakukan, mereka beralih profesi dari petani menjadi penambang. Alih profesi ini tidak saja menimpa para petani, tetapi juga mereka yang berprofesi sopir, tukang, honorer, dan buruh bangunan di kota. Kehadiran para penampung (pemodal) di tengah mereka menambah motivasi mereka, karena perdagangan mangan dilakukan secara tunai.

fee dari hasil penjualan kepada pengusaha; ada pelobi antarwarga

dengan pengusaha (calo mangan) dan penguasa tambang dan izin resmi (Petir). Di Soe Kabupaten TTS ada kelompok yang dikenal dengan sebutan Obama (ojek bawa mangan) yaitu kelompok yang muncul di daerah Supul, Kabupaten TTS. Kelompok ini

0 10 20 30 40 50 60

Mangan Batu Hitam Sirtu

10

51

(45)

mendistribusikan mangan ke Kabupaten TTU (Kefamenanu) dengan menggunakan motor ojek.

3.2.1.3 Infrastruktur

Gambar 3.2.13 Penggalian mangan secara tradisional di Timor Tengah Selatan

A. Pelabuhan Laut

Sebagai wilayah kepulauan peranan transportasi laut sangat penting dan cukup

potensial untuk dikembangkan. Di NTT terdapat lebih dari 42 pulau yang terpencil

yang memerlukan sarana dan prasarana angkutan/perhubungan laut yang memadai.

Terdapat 5 Pelabuhan yang dikelola oleh PT. Pelindo III yaitu : Tenau, Kalabahi,

Maumere, Ende dan Waingapu, sedangkan yang lainnya dikelola oleh kepala kantor

pelabuhan yang merupakan UPT Dirjen. Perhubungan Laut. Terdapat 1 pelabuhan

utama, 9 pelabuhan pengumpul dan 42 pelabuhan pengumpan yang tersebar di

sejumlah Kabupaten/ Kota di Provinsi NTT.

Pelabuhan Laut Yang Terbuka Bagi Perdagangan Luar Negeri :

Terminal Khusus.

Sampai saat ini belum terdapat terminal khusus yang terbuka bagi

perdagangan luar negeri beroperasi di NTT.

(46)

37

Pelabuhan Umum.

Berdasarkan SK Bersama Menteri Perdagangan, Menteri Perhubungan dan

Menteri Keuangan Tahun 1985 terdapat 6 (enam) pelabuhan yang terbuka

bagi perdagangan luar negeri di NTT yaitu :

1.

Atapupu di Belu.

2.

Ende/ Ippi di Ende

3.

Re’o di Manggarai.

4.

Maumere di Sikka.

5.

Kalabahi di Alor.

6.

Waingapu di Sumba Timur.

Berdasarkan kondisi riil di NTT, terdapat 4 pelabuhan laut di NTT yang selama ini

berfungsi sebagai pintu gerbang keluarnya mineral mangan, yaitu:

a)

Tenau di Kupang.

b)

Atapupu di Belu.

c)

Wini di TTU.

d)

Re’o di Manggarai.

Pelabuhan Wini terletak di pantai Utara Timor berdekatan dengan perbatasan

republik Timor Leste, distrik Ambeno yang berjarak sekitar 2 km. Kemampuan sandar

Pelabuhan Wini saat ini sebesar 6.000 ton, panjang dermaga 140 m dengan

kedalaman

draft

7 m dan kedalaman laut pada saat pasang 12 meter dan pada saat

surut 9 meter. Saat ini sedang dibangun pelabuhan kontainer untuk bisa

mengekspor dengan ukuran 20”,40”. Tujuan ekspor ke Cina dengan kapal

motherboard

ukuran 6.000 ton dan dengan kapal lebih kecil ukuran 1.500 ton ke

Surabaya dan Thailand. Pada 2010 telah dikapalkan melalui pelabuhan Wini sebesar

36 ribu ton. Pada 2011 kegiatan ekspor melalui Wini terhenti akibat lesunya

permintaan mangan dan para perusahaan ekspor mangan harus punya KIP ( kartu

identitas kepabeanan ) yang harus diurus di Kementrian Keuangan Jakarta.

Gambar

Gambar 3.1.2 Sumber Daya Laterit Nikel Dunia
Tabel 3.1.2.  Daftar Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Nikel Yang Aktif Melaksanakan K egiatan
Tabel 3.1.3  Rencana Pembangunan Smelter Nikel di Sulawesi Tenggara
Gambar 3.1.6 Pengerjaan Fondasi Pabrik PT. Kembar Emas Sultra   PT. CINTA JAYA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 sebagaimana

Daerah Provinsi Riau Nomor 9 tahun 2008 tanggal 5 Desember 2008. Sesuai Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 9 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah

Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran teknologi metalurgi yang menstimulasi mahasiswa untuk lebih mandiri sehingga dapat mengembangkan potensi diri dan membentuk

Membuat rancangan alat RDS kapasitas 50 ton/jam guna mempermudah pencarian mitra untuk bekerjasama dalam penerapannya ke skala yang lebih besar disertai dengan pengujian

Jekan Raya, Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah NOMOR PESERTA... Lokasi: Gedung CAT Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kalimantan

Berdasarkan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 sebagaimana telah

Artinya, perancangan dan pembuatan alat harus memenuhi persyaratan standar teknis, operasional, dan faktor keselamatan dan lingkungan, agar dapat menjaga kelancaran