BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Lembaga Pemasyarakan Anak Blitar merupakan satu-satunya LP Anak di
provinsi Jawa Timur. Itu berarti semua anak-anak dan remaja di Jawa Timur yang
melakukan tindakan melanggar hukum di tempatkan di LP Anak Blitar. Berdasarkan
hasil wawancara antara peneliti dan petugas LP Anak pada saat survey awal
penelitian, peneliti mendapatkan informasi bahwa jumlah seluruh narapidana yang
terdapat di LP Anak Blitar 253, terdiri dari 250 narapidana laki-laki dan 3
narapidana perempuan. Setiap hari hampir bisa dipastikan ada penghuni baru. Kasus-kasus yang ada pun beraneka macam, mulai dari pencurian, asusila, narkoba, sampai pada pembunuhan. Kasus yang paling banyak terjadi adalah kasus asusila, misalnya membawa pergi anak perempuan tanpa mendapat izin dari kedua orang tuanya.
Pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi narapidana remaja yang masih
sekolah dapat terlaksana di LP Anak Blitar karena di lingkungan LP Anak Blitar juga
terdapat sarana pendidikan seperti sekolah. Bagi narapidana yang memiliki
keterampilan, seperti mengoperasikan komputer atau menyelesaikan pekerjaan
kantor lainnya juga diberdayakan di bagian tata usaha LP Anak. Hanya saja untuk
hubungan sesama narapidana remaja, berdasarkan sepenggal cerita dari salah satu
narapidana remaja, peneliti mendapatkan informasi bahwa jika sebagai penghuni
baru di LP Anak tidak memiliki mental yang kuat maka akan dipermainkan oleh
narapidana senior yang ada, misalnya sering disuruh-suruh dan lain-lain.
Perlakuan petugas LP Anak juga beraneka ragam, ada yang ramah dan ada
juga yang tidak ramah. Ketika ditanya lebih dalam lagi oleh peneliti apa yang
dimaksud tidak ramah, salah satu narapidana remaja tersebut tidak mau
menceritakan. Petugas LP Anak memiliki peranan yang sangat penting bagi
kelangsungan hidup narapidana remaja selama mendapatkan pembinaan. Gultom
(2008) mengatakan bahwa hambatan dalam melakukan pembinaan narapidana adalah
kurangnya sumber daya manusia yang profesional, dan hasil penelitian menyebutkan
petugas LP Anak lebih dominan berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas,
seperti lulusan SMPS, SMA, SMK, dan lain-lain yang setingkat, sedangkan yang
2
berpendidikan sarjana muda dan sarjana, hanya beberapa orang. Pendidikan yang
diemban petugas LP Anak berpengaruh dalam pemahaman penting atau tidak
perlindungan anak. Sementara peran dari LP Anak itu sendiri menurut Gultom
(2008) ialah untuk membina narapidana, yang memperlakukan narapidana agar
menjadi baik. Maksud dari membina yaitu membina pribadi narapidana,
membangkitkan rasa harga diri dan mengembangkan rasa tanggung jawab untuk
menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tenteram dan sejahtera dalam masyarakat,
sehingga potensial menjadi manusia yang berpribadi dan bermoral tinggi.
Gultom (2008) menyebutkan dalam pembinaan narapidana dikenal 10
(sepuluh) prinsip pemasyarakatan, yaitu: 1) Ayomi dan berikan bekal agar mereka
dapat menjalankan peranan sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna; 2)
Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam oleh negara; 3) Berikan bimbingan
bukan penyiksaan, supaya mereka bertobat; 4) Negara tidak berhak membuat mereka
menjadi lebih buruk atau lebih jahat dari pada sebelum dijatuhi pidana; 5) Selama
kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan dengan dan tidak
boleh diasingkan dari masyarakat; 6) Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana
tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu, juga tidak boleh diberikan pekerjaan
untuk memenuhi kebutuhan jawatan atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja,
pekerjaan di masyarakat dan menunjang usaha peningkatan produksi; 7) Bimbingan
dan didikan yang diberikan kepada narapidana harus berdasarkan pancasila; 8)
Narapidana sebagai orang tersesat adalah manusia dan mereka harus diperlakukan
sebagai manusia, martabat dan harkatnya sebagai manusia harus dihormati; 9)
Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai satu-satunya derita
yang dapat dialami; 10) disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat
mendukung fungsi rehabilitatif, korektif, dan edukatif sistem pemasyarakatan.
Remaja merupakan bagian dari lingkungan keluarga dan bagian dari
lingkungan masyarakat. Di lingkungan keluarga remaja memiliki peran sebagai anak,
kakak, atau adik, sedangkan pada lingkungan masyarakat remaja berperan dan
bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat. Remaja memiliki kecemasan
menghadapi hukuman, ancaman, dan tidak adanya kasih sayang dari orang lain,
sehingga itulah yang menyebabkan remaja mau mengikuti yang dituntut oleh
3
hidup secara normal di lingkungannya, namun bila tidak berbagai peran sebagai
penanda remaja masih termasuk bagian dari lingkungannya terpaksa harus dilepas
dan berarti pula remaja harus meninggalkan lingkungannya. Salah satu penyebab
remaja harus sampai meninggalkan lingkungannya adalah melakukan tindak
kejahatan yang melanggar norma masyarakat dan norma hukum. Apabila remaja
melakukan tindak kejahatan sebagai ganjarannya remaja akan mendapatkan
hukuman berupa menjalani proses pembinaan di LP Anak sebagai suatu wadah
dalam proses peradilan di Indonesia.
Dengan berpindahnya remaja pelaku kejahatan dari lingkungan asalnya ke
lembaga pemasyarakatan anak sama juga artinya dengan remaja harus meninggalkan
kehidupan bebasnya dan berusaha keras menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
baru yang tentunya tidak terpikirkan serta sangat jauh berbeda dibandingkan dengan
kehidupan di lingkungan tempat tinggalnya. Lebih dari sekedar itu, remaja yang baru
menjalani proses rehabilitasi akan mendapatkan stigma negatif dari masyarakat
tentang penjahat, seperti yang tertuang dalam Panjaitan dan Simorangkir (1995):
“Pemberian sanksi pidana selalu direalisasikan dengan membina mereka di Lembaga Pemasyarakatan (LP). Ada anggapan yang mengatakan bahwa: pelanggar hukum hanya dapat dibina kalau diasingkan dari lingkungan sosialnya. Adanya pemahaman seperti itu oleh kenyataan dan kehendak masyarakat itu sendiri (stigma). Pembalasan tidak selalu dalam bentuk-bentuk penyiksaan fisik, tetapi bisa juga bersifat penekanan psikologis”.
Hari demi hari menjalani sampai pada akhirnya akan mengakhiri masa
rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan Anak (LP Anak) remaja akan menghabiskan
waktunya atau menjalani aktivitas sehari-hari di LP Anak, tetapi persoalannya tidak
sesederhana itu karena remaja harus berupaya melawan stigma negatif dari
masyarakat dan menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya di Lembaga
Pemasyarakatan Anak, yang di dalamnya terdapat berbagai macam unsur yang
sangat jauh berbeda dengan kehidupan di lingkungan asalnya. Di LP remaja
melakukan interaksi dengan sesama narapidana, petugas LP atau sipir dan
orang-orang lainnya yang kesehariannya selalu beririsan dengan LP. Berdasarkan observasi
awal peneliti, salah satu narapidana remaja bercerita kepada peneliti bahwa di
4
yang memperlakukan dirinya seperti seorang anak buah atau orang yang bisa
kapanpun dipermainkan. Narapidana itu juga menceritakan bahwa ada sipir LP yang
memperlakukan dirinya dengan kurang sopan, yang penjelasan detilnya tidak bisa
didapatkan oleh peneliti karena narapidana tersebut merasa tidak etis untuk
diceritakan.
Dengan situasi yang dialami oleh remaja seperti yang telah disebutkan di atas
sangat memungkinkan membuat remaja yang berstatus sebagai narapidana menjadi
tertekan sampai akhirnya depresi, seperti yang disebutkan dalam Lewinsohn dkk.;
Kovacs (seperti yang disebut Nevid, Rathus, & Greene, 2005):
“Seperti orang dewasa yang depresi, anak-anak dan remaja ini memiliki perasaan tidak berdaya, pola berpikir yang lebih terdistorsi, kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri sehubungan dengan kejadian-kejadian negatif, serta self esteem, self confidence, dan persepsi akan kompetensi yang lebih rendah dibandingkan teman-teman sebayanya yang tidak depresi.”
Ini bukan merupakan situasi yang mudah dilalui remaja apabila remaja belum
siap secara mental. Kondisi harus melakukan penyesuaian diri dengan cepat dan
mendapatkan stigma negatif dari masyarakat memang sangat dekat dengan pemicu
depresi. Hal penting yang tidak dapat dihindarkan lainnya ialah apabila sudah
menyandang status napi, tentunya pilihan-pilihan untuk mengatasi depresi sangat
terbatas. Narapidana remaja tidak mungkin melarikan diri. Berbagai aktivitas yang
dijalani di LP tentunya sudah diatur sedemikian rupa sehingga waktu bersantai bagi
remaja tidak sebanyak ketika sebelum di LP. Beck (dalam Davison, Neale, & Kring,
2004) mengemukakan bahwa orang-orang yang depresi memiliki perasaan sedih
yang berlebihan karena pemikiran mereka menyimpang dalam bentuk interpretasi
negatif.
Hasil penelitian dalam Tesis yang ditulis oleh Lubis (2008), Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, dengan judul, “Sindrom Depresif
pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan” menunjukkan bahwa dari
274 narapidana 54 diantaranya mengalami sindrom depresi, dan disebutkan juga
5
“Penjara tidak hanya sebuah hal yang menakutkan untuk tinggal di dalamnya tetapi juga sebuah stigma yang akan tetap melekat pada seseorang apabila dirinya telah keluar dari penjara sebagaimana sering dilakukan masyarakat”.
Bahaya narapidana remaja mengalami depresi ialah remaja akan menjalani
hari-harinya dengan penuh kesulitan mengingat masa hukuman yang masih harus
dilewati, dan hal tersebut berarti pula remaja tidak akan optimal dalam menjalani
berbagai aktivitas yang terdapat di LP Anak sehingga pengembangan dirinya pun
menjadi terhambat, dan jika hal ini terus berkelanjutan tidak menutup kemungkinan
adanya percobaan bunuh diri serta tidak akan tangguh dalam menghadapi tantangan
hidup saat narapidana remaja bebas. Kenyataan tersebut diperkuat oleh pendapat
yang dikemukakan oleh Garber, Weiss, & Shanley (seperti yang terdapat dalam
Nevid, Rathus, & Greene, 2005), yaitu, sama seperti orang dewasa, anak-anak dan
remaja yang depresi cenderung mengadopsi gaya kognitif yang ditandai oleh sikap
negatif terhadap diri sendiri dan masa depan.
Peneliti merasa penting untuk melakukan penelitian ini, melihat masalah
yang ada bahwa dengan masuknya remaja pelaku kejahatan ke Lembaga
Pemasyarakatan (LP) berarti pula berbagai hal yang menjadi pemicu depresi akan
dialami oleh remaja, sampai akhirnya muncul pertanyaan, yaitu apakah narapidana
remaja depresi atau tidak? Jika depresi, kemudian disusul oleh pertanyaan lanjutan,
bagaimanakah tingkat depresi yang dialami narapidana remaja? Tentunya dengan
adanya data tingkat depresi narapidana remaja akan sangat membantu pihak
Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA) dalam memberikan gambaran tentang situasi
narapidana remaja sehingga berbagai penanganan dalam upaya mencapai tujuan
pembinaan akan tepat sasaran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah, “Bagaimana Tingkat Depresi Pada Narapidana Remaja di LP Anak
Blitar?”
6
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat depresi
pada remaja sebagai penghuni LP Anak Blitar.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat di antaranya:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini akan memperkaya kajian keilmuan psikologi khususnya
bidang psikologi klinis.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini akan membantu pihak Lembaga Pemasyarakatan Anak
(LPA) dalam memberikan gambaran tentang situasi narapidana remaja sehingga
berbagai penanganan dalam upaya mencapai tujuan pembinaan akan tepat
TINGKAT DEPRESI PADA NARAPIDANA REMAJA
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK
BLITAR
SKRIPSI
Disusun oleh : HENDRA ADI PUTRA
06810216
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012
TINGKAT DEPRESI PADA NARAPIDANA REMAJA
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK
BLITAR
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi
Disusun oleh : HENDRA ADI PUTRA
06810216
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Tingkat Depresi pada Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar”, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.
Shalawat serta salam tidak lupa penulis kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW, karena atas tuntunan dan ajaran dari beliau penulis merasa tetap memiliki semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
2. Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si. dan Zainul Anwar, M.Psi. selaku dosen pembimbing I dan pembimbing II yang telah membimbing penulis dari awal sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. M. Salis Yuniardi, S.Psi, M.Psi. selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
4. Diana Savitri Hidayati, S.Psi, M.Psi. selaku dosen wali penulis.
5. Bapak kepala lembaga pemasyarakatan anak Blitar yang telah memberikan izin serta memfasilitasi penulis untuk melakukan penelitian.
6. Para narapidana remaja di LP Anak Blitar yang telah bersedia menjadi subjek penelitian.
7. Agus (Anggota BINADIK di LPA) yang telah bersedia menjadi pembimbing lapangan selama peneliti melakukan penelitian.
8. Mursyid Jemain, Erlinawati, Sri Yuli Murniati dan Novi Christiana yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 9. Novi, Fritza, Teguh, Dini, Lia, Uci, Nita yang telah membantu peneliti dalam melakukan penelitian.
v
10. Seluruh teman-teman penulis di Diva, yang selalu memberikan dukungannya dan perhatiannya untuk penulis.
11. Teguh Iman Santosa dan Nash Azfa Manik yang sering memberikan wawasan baru serta wawasan pembanding kepada penulis sehingga sangat membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
12. Keluarga Besar HMI Komisariat Psikologi UMM yang telah memfasilitasi penulis untuk belajar banyak hal di masa awal perkuliahan yang bermanfaat sampai penulis menyelesaikan skripsi ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak memberikan bantuan serta dukungan kepada penulis.
Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran untuk perbaikan skripsi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi peneliti maupun bagi pembaca.
Malang, 7 November 2011 Penulis
vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Depresi ... 7
1. Pengertian depresi... 7
2. Kriteria diagnosis depresi berdasarkan DSM IV-TR ... 7
3. Perspektif teoritis penyebab depresi ... 9
4. Tingkatan depresi ... 14
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 25
B. Variabel penelitian ... 25
C. Definisi operasional variabel penelitian ... 25
D. Populasi dan sampel ... 25
E. Jenis data dan instrumen penelitian ... 26
1. Jenis data... 26
2. Instrumen penelitian ... 26
F. Teknik analisis data ... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian ... 29
1. Deskripsi subjek ... 29
vii
3. Analisis data penelitian ... 32
B. Pembahasan ... 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 36
B. Saran ... 36
1. Bagi narapidana remaja ... 36
2. Bagi pihak LP Anak Blitar ... 36
3. Bagi calon peneliti lain ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 38
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Halaman
Lampiran 1 : Tabel identitas subjek 39
Lampiran 2 : Tabel hasil BDI 41
Lampiran 3 : Skala BDI 43
ix
DAFTAR PUSTAKA
Agung, I. G. N. (1992). Metode penelitian sosial; Pengertian dan pemakaian praktis. Jakarta: Gramedia pustaka utama.
American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and statistical manual of mental disorder (Ed. Keempat). Washington, DC: Penulis.
Davison, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. M. (2006). Psikologi abnormal. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Fakultas Psikologi UMM. (2010). Pedoman penulisan skripsi. Malang: Penulis. Gultom, M. (2008). Perlindungan hukum terhadap anak (Dalam sistem peradilan
pidana anak di Indonesia). Bandung: Refika Aditama. Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Lam, R. W., Michalak, E. E., & Swinson, R. P. (2005). Assessment scales in depression, mania and anxiety. United Kingdom: Taylor & Francis.
Lubis, A. (2008). Sindrom depresif pada narapidana lembaga pemasyarakatan anak medan (Tesis, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara medan, Sumatera Utara).
Lubis, N. L. (2009). Depresi; Tinjauan psikologis. Jakarta: Kencana.
Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2005). Psikologi abnormal (Jilid 2). Jakarta: Erlangga.
Panjaitan, P. I., & Simorangkir, P. (1995). Lembaga pemasyarakatan; Dalam perspektif sistem peradilan pidana. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Sarwono, S. W. (2010). Psikologi remaja (Edisi Revisi). Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Sugiyono. (2009). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.