• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Media Informasi Grup Tari Sintren Sinar Harapan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Media Informasi Grup Tari Sintren Sinar Harapan"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

SURAT KETERANGAN PENYERAHAN HAK EKSKLUSIF

Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini, penulis bersedia :

“Bahwa hasil penelitian dapat dionlinekan sesuai dengan peraturan yang berlaku, untuk kepentingan riset dan pendidikan”.

Bandung, 6 September 2012

Penulis,

(2)
(3)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN MEDIA INFORMASI GRUP TARI

SINTREN SINAR HARAPAN

DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2011-2012

Oleh:

Yoki Hermansyah 51906025

Program Studio Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(4)

PERANCANGAN MEDIA INFORMASI GRUP TARI

SINTREN SINAR HARAPAN

DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2011-2012

Oleh:

Yoki Hermansyah 51906025

Program Studio Desain Komunikasi Visual

Disahkan Oleh Dosen Pembimbing

Wantoro, S.Ds NIP. 4127 32 06 020

Koordinator Tugas Akhir

(5)
(6)

ABSTRAK

Oleh :

Yoki hermansyah 51906025

Program Studi Desain Komunikasi Visual

Grup tari sintren Sinar Harapan merupakan grup sintren yang masih mempertahankan nilai-nilai kesenian, orisinalitas dari segi pertunjukannya sampai saat ini. Grup Sinar Harapan ini makin kurang dikenal oleh masyarakat dimana adanya grup-grup yang saling bersaing, bila grup ini tidak melakukan kegiatan promosi dengan tepat sesuai dengan khalayak sasaran.

Perancangan media informasi dilakukan untuk bisa lebih mengenalkan kesenian tari sintren terutama grup Sinar Harapan. Dan juga mengenalkan kembali kepada masyarakat kesenian tari sintren Sinar Harapan yang masih memiliki orisinalitas dari segi pertunjukannya agar tidak kalah saing dengan grup-grup sintren lainnya.

Dengan adanya memberikan media informasi tersebut, akan dilakukan dengan cara menginformasikan, didalam informasi tersebut berisikan sebuah penyebaran media informasi dari media – media yang bertemakan Grup Sinar Harapan. Sehingga perlu suatu rancangan media informasi untuk menginformasikan grup tari sintren Sinar Harapan.

Media informasi yang akan digunakan yaitu terdiri dari media utama berupa buku, serta media pendukung berupa poster, baligho, x-banner, flyer, dan media gimmick berupa stiker, gantungan kunci, handbook, kipas, toot bag, kartu nama. Semua media informasi tersebut, akan berisikan mengenai semua informasi yang berhubungan dengan adanya penyebaran media yang diselenggarakan, dan juga mengenai kesenian grup tari sintren Sinar Harapan. Disertai rancangan desain yang informatif dan menarik.

(7)

ABSTRACT

By :

Yoki Hermansyah 51906025

Study Programme Visual Communication Design

Media design information can be made to introduce the art of dance

group, especially sintren Sinar Harapan. And also introduced the art of dance

back to the community sintren Sinar Harapan, which still has originality in terms

of the show so as not to lose competitiveness with other sintren groups.

With the media providing such information, will be done by way of

informing, the information contained in a media dissemination of information

from the media – media themed group Sinar Harapan. So we need a bill of

information to inform the media of dance group sintren Sinar Harapan.

Media information will be used which consist of the major media in the

form of books, as well as supporting media in the form of posters, baligho,

x-banners, flyers, and media gimmick in the form of stickers, key chains, handbook,

fan, Toot bag, a business card. All of the information media, will contain all the

information related to the spread of organized media, and also about the art of

dance group sintren Sinar Harapan. Design with an informative and attractive

design.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan nikmat yang paling besar yaitu nikmat iman dan Islam serta shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW. Sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir dengan judul

“Perancangan Media Informasi Grup Sintren Sinar Harapan”.

Laporan tugas akhir ini disusun melalui suatu proses kerja yang cukup panjang serta mengalami berbagai rintangan, tantangan dan hambatan. Namun penulis akhirnya dapat melalui itu semua, sehingga dapat menyelesaikannya. Ini semua dapat dilakukan berkat bantuan, bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekuranganya baik dari segi materi serta visual yang ditampilkan, untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada pembaca jika sudi kiranya memberikan kritik serta saran atas Laporan Tugas Akhir ini.

Bandung, Juli 2012

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ……….….…..…... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ………...……... 1

1.2. Identifikasi Masalah ………..…... 2

1.3. Fokus Permasalahan ………..……... 3

1.4. Tujuan Perancangan ... 3

BAB II PERANCANGAN MEDIA INFORMASI GRUP TARI SINTREN SINAR HARAPAN ... 4

2.1. Kesenian Sintren ... 4

2.1.1 Definisi ... 7

2.1.2 Asal Usul Sintren ... 8

2.1.3 Peranan Sintren ... 10

2.1.4 Penyajian Tari Sintren ... 11

2.1.5 Tempat Pergelaran Tari Sintren ... 11

2.1.6 Syair Lagu Sintren ... 11

2.1.7 Busana Sintren ... 13

(10)

2.1.9 Ranggap ... 17

BAB III STRATEGI PERANCANGAN ... 32

3.1. Pendekatan Komunikasi ... 32

3.1.1 Pendekatan Bahasa ... 33

4.1 Mekanisme Produksi Media ... 41

(11)

1. Stiker ... 45

2. Gantungan Kunci ... 46

3. Handbook ... 46

4. Kipas ... 47

5. Toot bag ... 47

6. Kartu nama ... 48

DAFTAR PUSTAKA ………... 49

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Sintren merupakan kesenian tradisional rakyat di pesisir pulau Jawa bagian utara. Kesenian rakyat ini populer di kalangan masyarakat, karena sintren mempunyai keistimewaan yaitu menari dalam keadaan kesurupan (trance). Prilaku trance yang terjadi pada sintren merupakan ciri khas dari kesenian ini. Popularitas kesenian ini mulai dari Majalengka, Kuningan, Indramayu, Cirebon. Bahkan sudah berkembang lebih jauh lagi sampai Serang, Pekalongan, dan Pemalang.

Keberadaan sintren menimbulkan berbagai praduga tentang asal usul dan perkembangannya. Muncul dugaan di kalangan masyarakat bahwa kesenian sintren merupakan sisa-sisa peninggalan masa pra Hindu di pulau Jawa. Ada pula dugaan bahwa sudah ada ketika pendudukan kolonial di pulau Jawa. Bagi masyarakat pesisir yang sebagian besar mata pencahariannya dari hasil menangkap udang, pertunjukan sintren merupakan salah satu hiburan tatkala pulang dari melaut. Kesenian ini memiliki keunikan, karena mengandung unsur-unsur kekuatan yang diluar nalar manusia biasa atau magis di dalam pertunjukannya sehingga menjadi daya tarik utama dan mampu bertahan hingga kini.

Kesenian sintren pada masa lampau bertujuan untuk sarana ritual yang bersifat sakral. Selain sebagai sarana ritual, sintren juga dimanfaatkan sebagai hiburan seperti upacara besar dan pernikahan. Berbeda dengan masa lampau, yaitu masa kesenian sebagai sarana pemujaan kepada roh-roh gaib atau untuk kepentingan ritual, perkembangan sintren masa kini sudah mengarah pada kebutuhan komersial dan menjadi seni tontonan. Walaupun kondisi kesenian

tradisi kerakyatan Cirebon sekarang ini telah „dikepung‟ oleh kesenian modern,

(13)

tahun 2000-an yang memunculkan persaingan antara grup satu dengan grup yang lain. Persaingan ini muncul karena memperebutkan tanggapan dari penanggap tari sintren dan membesarkan nama grupnya sendiri tanpa mementingkan sejarah atau segi pertunjukannya. Kondisi saat ini berdampaknya pada perubahan dari cara pementasan grup – grup tari sintren yang baru. Perubahan ini terdapat dari segi pertunjukan dan alat musik yang dimainkan oleh grup tari sintren yang baru, yaitu alat musik memakai alat organ atau alat musik dangdutan dan segi pertunjukan lebih meminimkan pemainnya. Akibatnya, orisinalitas dari pertunjukan grup tari sintren pun sedikit demi sedikit menghilang.

Nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian sintren yaitu nilai estetis, nilai sosial, dan nilai ekonomi masih dipertahankan oleh salah satu grup sintren yang bernama Sinar Harapan. Grup sintren yang berdiri pada tahun 1983 ini masih tetap mempertahankan tradisinya, baik secara bentuk pertunjukannya maupun laku spiritualnya. Adanya persaingan antara grup - grup tari sintren yang membuat grup Sinar Harapan tersisihkan oleh grup lainnya.

Oleh karena itu, kegiatan memperkenalkan kembali melalui strategi media yang menampilkan grup sintren Sinar Harapan sebagai grup yang masih mempertahankan orisinalitas dari segi pertunjukannya dan eksis sampai saat ini, dapat menjadi solusi dari permasalahan yang ada. Dengan demikian grup sintren Sinar Harapan sebagai grup sintren yang masih mewarisi tradisi tari sintren dapat dikenal oleh khalayak luas sehingga dapat bertahan dan berkembang kembali di daerah Jawa Barat khususnya kota Cirebon.

I.2. Identifikasi Masalah

Dilihat dari hal-hal yang terkait dengan latar belakang yang telah diuraikan diatas, beberapa identifikasi permasalahan pada tari sintren dapat paparkan sebagai berikut:

(14)

- Bermunculannya grup-grup sintren yang baru yaitu grup Sinar Bahari, grup Sinar Surya, grup Sinar Fajar memunculkan persaingan antara grup – grup tari sintren. Persaingan ini muncul mulai dari memperebutkan tanggapan dan membesarkan nama grupnya sendiri tanpa mementingkan sejarah atau segi pertunjukannya. Dan hanya grup Sinar Harapan sebagai grup yang masih mempertahankan orisinalitas dari segi pertunjukannya dan eksis sampai saat ini.

I. 3. Fokus Permasalahan

Grup tari sintren Sinar Harapan merupakan grup sintren yang masih mempertahankan nilai-nilai kesenian, orisinalitas dari segi pertunjukannya sampai saat ini. Grup Sinar Harapan ini akan makin kurang dikenal oleh masyarakat dimana adanya grup-grup yang saling bersaing, bila grup ini tidak melakukan kegiatan promosi dengan tepat sesuai dengan khalayak sasaran.

Fokus permasalahan yang ada adalah munculnya grup – grup sintren baru yang membuat persaingan dengan grup lainnya, dan adanya perubahan dari segi pertunjukannya. Oleh karena itu dengan mengenalkan kembali grup sintren Sinar Harapan, akan menjadi solusi dalam permasalahan yang ada. Mengingat belum adanya strategi yang dilakukan oleh grup sintren Sinar Harapan sebagai grup yang menerapkan tradisinya, maka kegiatan memperkenalkan kembali tari sintren ini merupakan sebuah peluang bagi grup tari sintren Sinar Harapan.

I.4. Tujuan Perancangan

(15)

BAB II

PERANCANGAN MEDIA INFORMASI GRUP TARI SINTREN SINAR HARAPAN

II.1. Kesenian Sintren

Seni sintren merupakan salah satu jenis seni pertunjukan rakyat di Cirebon yang mempunyai daya tarik sendiri, karena di dalamnya ada unsur permainan magis yang bersifat mistis. Keistimewaannya terletak pada kesurupan (trance) pada sintren sambil melakukan gerak tari. Selain sintren, di Cirebon ada pula jenis tari yang sama yang disebut Lais. Perbedaan keduanya hanya terletak pada pelakunya. Sintren dibawakan oleh wanita, sedangkan Lais dibawakan oleh laki-laki. Lais juga menunjuk pada seni akrobat yang dilakukan di atas seutas tali yang terbentang.

Gambar II.1 Tari Sintren

(Foto : Dokumentasi Pribadi, 2012)

(16)

dianggap mempunyai keunikan, maka selanjutnya seni sintren ditetapkan sebagai

seni pertunjukan yang „ditanggap‟ untuk kepentingan hajatan.

Praduga seperti di atas secara ilmiah memang tidak bisa di pertanggungjawabkan, namun sebagai upaya untuk menelusuri keberadaan suatu bentuk kesenian praduga bisa dijadikan pijakan. Dalam kaitannya dengan sintren Cirebon, pemeran utamanya adalah seorang anak gadis yang belum akil balig. Walaupun kesenian tradisi bukan merupakan sarana pokok dalam menjalankan ibadah bagi kaum muslim, namun kesenian tradisi selalu menyertakan unsur keagamaan dalam pelaksanaannya.

Nama sintren sendiri tidak jelas berasal dari mana, namun yang jelas sintren adalah nama penari yang masih gadis yang manjadi pemeran utama dalam pertunjukan ini. Pemberian nama satu bentuk kesenian adakalanya menunjuk pada properti yang dipakai, dan ada juga yang mengambil dari makna atau nilai historis yang terkandung di dalamnya. Untuk kesenian sintren, ada beberapa sumber yang menyatakan bahwa sintren berkaitan dengan sesuatu yang pernah terjadi pada masa lampau, yaitu masa pemujaan kepada roh-roh gaib.

Sumber tertulis menyebutkan bahwa sintren diadaptasi dari bahasa Cirebon dan merupakan perkembangan dari sintiran atau santrian. Dalam kehidupan sehari-hari sintiran juga berarti komedi putar yang biasanya dimainkan di tanah lapang dalam acara pasar malam. Diduga bahwa pada acara pasar malam tersebut dipertunjukan pula kesenian sintren sebagai penutup acaranya. Oleh sebab itu kata sintren dikaitkan dengan sintiran.

(17)

Keterangan lain menyatakan bahwa sintren menunjuk pula pada penari perempuan yang belum nikah, dan merupakan lambang kesucian suatu kehidupan, yang dijadikan sebagai perantara oleh seorang walikan. Sintren di Cirebon diduga juga berasal dari kosa kata Belanda yaitu sin dan tren. Dalam kamus Belanda-Indonesia ditemukan kata zijn yang merupakan kata ganti dia atau nya dan kata trens yang artinya jerat. Dugaan ini bisa saja terjadi mengingat semua bangsa,

khususnya Belanda, bisa masuk ke Cirebon dan budayanya mempengaruhi budaya setempat. Selain itu pada kenyataannya sintren, pemeran utama selalu diikat terlebih dahulu sebelum dimasukan kedalam kurungan.

Gambar II.2 Penari Sintren Diikat

(Foto : Dokumentasi Pribadi, 2012)

Gambar II.3 Penari Sintren Masuk Ranggap

(18)

Selain yang telah disebutkan di atas ada juga sumber tertulis yang menyatakaan bahwa sintren berasal dari kata sintruan yang menyatakan bahwa

melakukan sesuatu dikala senggang. Kata “sintruan”, yang seharusnya beralih

fonem menjadi sintron dirasakan cara mengucapkan kata tersebut kurang pas bagi lidah kebanyakan, dan lama kelamaan berubah menjadi sintren. Memang ada praduga bahwa permainan sintren dilaksanakan waktu senggang, seperti habis panen di laut, mereka memukul-mukul alat yang ada dalam perahu yang kondisinya sudah kosong.

II.1.1. Definisi

Sintren adalah semacam teater trances, yang terdiri dari seorang gadis penari, seorang bodor, seorang dukun, serta beberapa orang gadis penari rampak sekar dilengkapi dengan sebuah kurungan ayam (ranggap). Kesenian sintren kini menjadi sebuah pertunjukan yang menarik dan dinikmati kapan saja. Seni pertunjukan sintren, mempunyai beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh pendukungnya. Misalnya, penari diutamakan bagi gadis yang masih suci atau belum mengalami menstruasi. Selain itu dia harus mampu menjalankan tirakat/puasa Senin-Kamis selama 40 hari, mandi dan keramas pada malam jumat dengan air tujuh sumur keramat yang diisi kembang sebanyak 40 kali.

Perlakuan ini bertujuan agar pemeran sintren mempunyai kekuatan batin dan mampu menyesuaikan diri dengan kekuatan gaib. Selain itu, dipercaya pula roh bidadari (dewi yang suci) mudah merasuki jiwa sintren apabila kondisinya

sedang „kosong‟. Tarian sintren banyak mengandung hal yang unik, seperti seorang gadis yang diikat dan dimasukan ke dalam kurungan, dan setelah dibuka berganti pakaian bagaikan seorang putri.

(19)

II.1.2. Asal usul Sintren

Di atas telah disebutkan bahwa istilah sintren tidak bisa dipastikan sumbernya. Keberadaannya hanya bisa diterka, diambil dari salah satu unsur yang ada dalam kesenian. Besar kemungkinan bahwa kesenian rakyat sintren muncul pada zaman ketika pemerintah kolonial mulai mengambil alih kekuasaan di pesisir pantai Utara Jawa. Berdasarkan keterangan berbagai sumber, baik dari kalangan seniman tradisi Cirebon, maupun sumber tertulis, sintren mulai dikenal pada awal tahun 1940-an.

Sumber dari Cirebon menyatakan bahwa asal mula lahirnya sintren adalah kebiasaan kaum ibu dan putra-putrinya yang tengah menunggu suami atau ayahnya mereka pulang dari mencari ikan di laut. Ungkapan seperti ini merupakan kesimpulan Ambiah, ketika kanak-kanak mendengar ucapan kakeknya

ketimbang turu sore-sore, mbari ngenteni wong luru iwak teka, mending gawe dolanan sing bagus, ambir wong pada seneng”. (Dari pada tidur sore-sore, sambil menunggu kaum nelayan datang dari menangkap ikan, lebuh baik membuat permainan yang menarik). Permainan yang dimaksud adalah sintren, dan itu dilakukan setiap sore secara terus menerus, sehingga hampir menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Lama-kelamaan sintren berubah menjadi sebuah permainan dalam menunggu para nelayan pulang. Hingga kini sintren menjadi sebuah warisan budaya yang luhur yang perlu dilestarikan.

Gambar II.4 Foto Pertunjukan Sintren Ider - Ideran

(20)

Pada masa lampau meminta petunjuk untuk mengatasi kondisi alam selalu mempergunakan kekuatan supranatural. Kaitannya memanggil roh melalui sintren karena kesulitan yang dialami masyarakat tidak bisa dipecahkan melalui logikanya. Misalnya pada saat itu para nelayan mengalami kesulitan untuk melaut, maka diselenggarakan pertunjukan sintren untuk memberikan petunjuk.

Pada perkembangan selanjutnya, sintren dipentaskan oleh para nelayan berkeliling kampung atau ngamen untuk mengadakan pertunjukan. Dalam pertunjukan tersebut, mereka menyelenggarakan pementasan di tempat keramaian. Pada tempat tersebut, mereka tidak mengajukan persyaratan dengan ketentuan tempat harus suci, yang penting bersih dan ada ruang untuk pentas. Dari hasil pentas keliling tersebut mereka mendapatkan uang saweran yang cukup lumayan. Dari semula hanya untuk menambah uang dapur, sintren kemudian dijadikan obyek untuk mencari nafkah hidup.

Bila sedang menari dilempari uang penari sintren langsung terkulai lemas. Tarian yang mengalami kesurupan pada masa pra Islam mempunyai peran yang sangat penting, karena dipercaya dapat memberikan petunjuk untuk mengatasi kekuatan roh jahat.

Kesenian yang unik ini patut pula dipertanyakan bagaimana latar belakang keberadaannya. Beberapa sumber yang mengungkapkan asal keberadaan sintren di tengah-tengah masyarakat. Sumber-sumber ini kebanyakan berupa cerita-cerita rakyat yang di tuangkan secara oral (dari mulut ke mulut) kemudian di sesuaikan dengan kenyataan. Rupa-rupanya budaya untuk menuliskan sesuatu, khususnya kesenian, pada masa lalu bukanlah kebiasaan rakyat kebanyakan.

(21)

hasil tangkapan cukup memuaskan, maka mereka memukul-mukul buyung tersebut sebagai ungkapan kegembiraan.

Selain di hubungkan dengan instrumen iringan, juga dikaitkan dengan kondisi Cirebon jaman penjajahan. Adanya pertunjukan sintren bermula dari ungkapan perasaan yang terkekang dan gambaran untuk membebaskan daerahnya dari penjajah. Perasaan terkekang di gambarkan dengan sintren diikat dan di masukan ke dalam kurungan. Kemudian arah gerak yang selalu melingkar menggambarkan ketatnya pengawasan penjajah di Cirebon, terutama daerah pesisir.

Kesenian sintren merupakan warisan tradisi rakyat pesisir yang harus di pelihara, mengingat nilai-nilai budaya yang kuat terkandung di dalamnya. Terlepas dari apakah ada pengaruh magis di dalamnya atau tidak. Sintren menambah daftar panjang kekayaan khasanah budaya sebagai warisan tradisi nenek moyang.

II.1.3. Peranan Sintren

Dalam kehidupan masyarakat, sintren berperan sebagai salah satu menambah penghasilan bagi penduduknya. Pada kondisi sekarang ini, sintren tidak lagi sebagai kesenian untuk kepentingan ritual, akan tetapi sudah melangkah pada seni komersil. Hal ini diungkapkan oleh pawang sintren bahwa pementasan tidak lagi berdasarkan ritual daerah setempat, akan tetapi diselenggarakan atas dasar pemesanan.

Penghasilan yang didapat oleh pelaku kesenian tersebut tidak hanya dari

“uang kontrak”, akan tetapi juga dari hasil saweran. Saweran tidak hanya

(22)

II.1.4. Penyajian Tari Sintren

Waktu penyajian pegelaran Sintren pada mulanya disajikan pada waktu sunyi dalam malam bulan purnama dan menurut kepercayaan masyarakat lebih utama lagi kalau dipentaskan pada malam kliwon, dikarena bahwa Sintren sangat berkaitan dengan kepercayaan adanya roh halus yang menjelma menyatu dengan penari Sintren.

II.1.5. Tempat Pergelaran Tari Sintren

Tempat yang digunakan untuk pertunjukan kesenian Sintren adalah disuatu halaman atau arena lapangan terbuka. Maksudnya berupa arena pertunjukan yang tidak terlihat batas antara penonton dengan penari Sintren maupun pendukungnya. Hal ini agar lebih komunikatif dengan dibuktikan pada saat acara balangan dan temohan, dimana antara penonton dan penari Sintren terlihat menyatu dalam satu pertunjukan dengan ikut menari setelah penonton melakukan balangan pada penari sintren.

II.1.6. Syair Lagu Sintren

Secara umum syair lagu sintren adalah sebagai berikut. 1. Kembang terate

Oli tuku ning....

Sintren dirante

Kang rante arane...

2. Solasih-solasih soliandra soliandra

Ana menyan ngundang dewa

Ana dewa saking sukma

Widadari temurunan

3. Simbar pati

Aja lawas ning konjara ya metua

Ana dadap karo tana

Pipi kuning sangkan nana

(23)

4. Gulung-gulung klasa

6. Ari padang padang wulan

Sing padang bentang raine

Widadari temurunan

Putri cantik jaluk dibuka

7. Waru doyong pinggir kali

Ngeloyong bari ngulati

9. Tuku kinang langka gambire

Gambire kari ning warung

Wong lanang langka pikire

Pikire kudu sarungan

10.Kembang jahe, kembang laos

Lempuyang kembang kunir

Arep balik kangelos

(24)

II.1.7. Busana Sintren

Peran sintren mengenakan dua jenis busana yaitu sebelum “disahkan” sebagai sintren dan busana saat menjadi sintren. Sebelum menjadi sintren busananya terdiri dari baju kebaya tangan pendek dan celana sontog.

Gambar II.5 Pakaian Penari Sebelum Diikat

(Foto : Dokumentasi Pribadi, 2012)

Dan setelah menjadi sintren busananya terdiri dari: 1. Siger atau iket

2. Mangle

3. Kacamata hitam 4. Kace

5. Kebaya lengan pendek 6. Benten atau Beubeur 7. Kewer

8. Soder atau Sampur 9. Sinjang

(25)

Busana pengapit terdiri dari: 1. Sinjang

2. Baju kutung 3. Beubeur 4. Sampur 5. Siger

Gambar II.6 Pakaian Sintren dan Pengapit

(Foto : Dokumentasi Pribadi, 2012)

Busana nayaga terdiri dari: 1. Baju takwa 2. Iket

Gambar II.7 Pakaian Nayaga

(26)

Busana dalang terdiri dari: 1. Kampret hitam 2. Pangsi hitam 3. Iket

Gambar II.8 Pakaian Dalang

(Foto : Dokumentasi Pribadi, 2012)

Busana pesinden

Busana pesinden, apabila dibawakan oleh anak-anak, hampir sama dengan busana pengapit, hanya saja tidak mempergunakan sampur. Apabila dibawakan oleh orang dewasa, mereka mengenakan kain dan kebaya.

Gambar II.9 Pakaian Sinden

(Foto : Dokumentasi Pribadi, 2012)

II.1.8. Alat Musik Sintren

(27)

suara lodong (yang terbuat dari ruas bambu). Walaupun tanpa nada layaknya suara gamelan, akan tetapi buyung menghasilkan suara yang harmonis dan mampu mengantarkan penonton pada situasi yang mencekam. Adapun alat-alat atau instrumen pokok yang ada pada sintren adalah buyung, lodong (alat untuk mengambil air dari batang bambu yang besar), tingtung (dua ruas bambu), sepotong karet, dan kecrek. Untuk menghasilkan suara yang diinginkan, di dalam buyung diisi dengan sedikit air, dan saat dibunyikan tangan kiri dimasukan ke dalam buyung kemudian dipukul dengan karet.

Gambar II.10 Bass

(Foto : Dokumentasi Pribadi, 2012)

Gambar II.11 Buyung

(28)

Gambar II.12 Kecrek (Foto : Dokumentasi Pribadi, 2012)

Gambar II.13 Tingtung

(Foto : Dokumentasi Pribadi, 2012)

II.1.9. Ranggap

(29)

Gambar II.14 Ranggap (Foto : Dokumentasi Pribadi, 2012)

Posisi ranggap selalu ditempatkan pada kiri belakang panggung atau kiri depan para pesinden, sedangkan parukuyan setelah dipergunakan disimpan di pinggir panggung yang mudah dijangkau pawang. Yang menyangkut aspek non seni adalah tempat dan sesajen. Walaupun sintren bisa dipentaskan dimana saja, tetapi tetap memerlukan ruang yang bisa menampung semua perlengkapan dan arena untuk atraksinya minimal 4 x 4 m2. Benda lain yang menyangkut perlengkapan non seni adalah sesajen yang meliputi: 7 macam penganan dan 7 rupa buah-buahan, kembang (bunga) 7 warna, rokok dan cerutu, air putih, teh, kopi, 7 buah tumpeng kecil, perlengkapan untung menginang, gula batu, dan kelapa muda berkulit hijau.

Adanya sesajen ini merupakan peninggalan pada zaman Hindu dan dihubungkan pula dengan mitos yang akhirnya membentuk tradisi upacara selamatan. Sesajen ini diperlukan bukan semata-mata sebagai persembahan kepada roh, namun lebih berfungsi sebagai lambang atau media dari dunia manusia dengan dunia roh. Pada kondisi sekarang, sesajen ini bukan dimaksudkan untuk persembahan kepada roh, namun fungsi sebenarnya adalah makanan bagi para pelaku.

(30)

keharusan. Apabila pertunjukannya untuk kepentingan tontonan biasa, tanpa sesajen tidak mempengaruhi jalannya pertunjukan. Berbeda dengan pertunjukan sintren untuk kepentingan ritual, sarana dan prasarana diusahakan selengkap mungkin sesuai dengan kepercayaan masyarakat.

II.2. Sintren Sinar Harapan

Prilaku berkesenian khususnya seni sintren banyak terdapat di wilayah pesisir Utara Cirebon, khususnya Kecamatan Lemah Wungkuk. Di Kecamatan Lemah Wungkuk ini, tepatnya desa Cangkol Tengah, terdapat grup sintren yang masih mempertahankan tradisinya, yaitu grup Sinar Harapan. Lokasinya tepat berada di pendaratan perahu nelayan yang terletak di Jalan Deli Raya, gang Deli III, RW. 05, dan bau anyir ikan sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. Pada saat air laut pasang atau musim penghujan, desa Cangkol Tengah selalu kedatangan banjir. Walaupun keadaan lingkungan seperti itu, kehadiran grup sintren Sinar Harapan di wilayah ini tetap ditunggu-tunggu masyarakat sebagai salah satu sarana hiburan di kala senggang.

Pada grup Sinar Harapan mengartikan suci bagi pemeran sintren adalah pada saat kondisi pemeran sintren dalam keadaan tidak sedang menstruasi. Pergantian pemeran sintren tidak tetap, sewaktu-waktu bisa diganti. Pergantian ini dilakukan apabila status gadis sudah mulai berubah atau sudah menikah, karena pada saat seperti itu gadis tersebut sudah tidak bisa berkonsentrasi.

Pemeran sintren pada grup Sinar Harapan pada dasarnya berumur 27 tahun dan sudah memiliki dua orang anak. Hal ini masih tetap dianggap suci, karena pada saat pertunjukan berlangsung pemeran sintren tidak menstruasi, dan tidak sedang hamil. Itulah sebabnya, grup ini telah mempunyai generasi penerus yang berumur 18 tahun. Pemeran sintren ini dilatih sejak masih usia remaja 15 tahun dan baru dilibatkan dalam pementasan sejak usia 17 tahun. Itulah sebabnya mengapa sintren tetap memiliki makna suci.

(31)

kali pergantian anggota. Pergantian tersebut meliputi sembilan kali pergantian penari sintren, tujuh kali pergantian penari pengapit, dua kali pergantian pawang, dan tiga kali pergantian sinden.

Grup sintren Sinar Harapan bukanlah kelompok yang beranggotakan garis keturunan atau keluarga, tetapi merupakan gabungan dari beberapa anggota masyarakat yang berdomisili di desa Cangkol Tengah. Organisasi ini dikelola dengan sangat sederhana, jauh dari pengelolaan organisasi yang profesional. Oleh sebab itu sampai saat ini grup tersebut tidak mempunyai dana simpanan sebagai pengikat anggota. Satu-satunya pengikat adalah komitmen bersama yang

diucapkan saat terbentuknya grup kesenian ini, yaitu “baik-buruk, berat-ringan

harus dipikul bersama”.

Kata-kata ini mempunyai makna yang sangat dalam dan luas bagi seluruh anggota kelompok. Sampai sekarang komitmen tersebut tetap dipegang dan dijalankan. Bagi mereka bebas melakukan aktivitas untuk mencari penghidupan, termasuk boleh membantu grup sintren di mana saja, asalkan apabila grup Sinar Harapan memerlukan, mereka siap bertugas sesuai dengan bidangnya.

Perlengakapan yang dimiliki oleh grup ini masih sederhana pula dan berkesan apa adanya. Seperti misalnya, kecerek hanya terbuat dari tumpukan seng dan tingtung yang terbuat dari potongan bambu yang dibawahnya sudah „mekar‟ akibat terlalu sering dipukulkan keatas batu. Bambu ini diketukkan diatas batu yang mereka temukan sejak tahun 90-an. Alasan mereka mengapa batu tersebut masih dipertahankan sampai sekarang, karena dapat menghasilkan suara yang diinginkan (nyaring). Alat-alat atau perlengkapan untuk pertunjukan sintren tersimpan dengan rapi di satu ruangan di rumah Ambiah.

(32)

1. Pemusik, sebanyak tujuh orang; 2. Pesinden, enam orang;

3. Penari pengapit dua orang; 4. Sintren satu orang;

5. Pawang satu orang;

6. Seorang pimpinan grup (merangkap pesinden); 7. Dan pembantu umum dua orang.

Dalam periode ini (1983 – 2010) banyak perubahan yang dialami oleh grup Sinar Harapan, terutama pada manajemen. Pimpinan grup yang sekarang tidak bertalian keluarga dengan Warsih, namun saat itu merupakan anggota yang cukup dewasa dan lebih siap secara materi.

Para pemusik yang ada sekarang adalah mereka yang dilatih sejak tahun 1989, dan kebetulan saat itu mereka masih muda (rata-rata berumur 11 tahunan). Kondisi seperti ini berarti pemusik yang ada sekarang merupakan generasi kedua setelah awal berdirinya, tahun 1983. Pemain musik ini terdiri dari pemukul kendang (5 buah buyung) lima orang, dan pemain tingtung satu orang. Eksistensinya selama ini bukan tidak mendapatkan tantangan, namun mereka tetap berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankan kesenian yang satu ini.

Di awal kemunculan (tahun 1983) grup sintren “Sinar Harapan”

menyelenggarakan pementasan dengan cara bebarang/ngamen atau pertunjukan keliling. Pada saat ngamen ini perlengkapan pendukungnya sangat sederhana, seperti misalnya, penerangannya hanyalah sebuah oncor yang terbuat dari bambu, buyungnya hanya dua buah, dan yang berfungsi sebagai „gong‟ adalah lodong (terbuat dari dua ruas bambu). Penghasilan pun tidak tentu, karena didapatkan hanya dari hasil saweran.

(33)

II.3. Kecirebonan

Cirebon sebagai kota yang terletak dipantai utara janah Jawa, merupakan jalur perlintasan transportasi kendaraan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah yang sibuk dan strategis. Selain itu, Cirebon juga dikenal memiliki keragaman budaya dan tradisi yang kuat bernuansa religi.

Cirebon bagian utara merupakan dataran rendah, sedangkan bagian barat daya berupa Lereng Gunung Ciremai. Pada awalnya Cirebon merupakan sebuah Dukuh kecil yang lama-kelamaan berkembang menjadi sebuah Desa yang ramai yang diberi nama Desa Caruban (campuran), karena disana bercampur para pendatang dari berbagai macam suku Bangsa, Agama, Bahasa, Adat istiadat, dan mata pencaharian yang berbeda-beda untuk bertempat tinggal dan berdagang.

Gambar II.15 Depan Keraton Kesepuhan

(http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.)

Mengingat pada awalnya sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah sebagai nelayan, maka berkembanglah pencaharian menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai serta pembuatan terasi (balendrang) dari

udang rebon inilah berkembang nama Cirebon yang berasal dari kata cai rebon (air rebon). Dengan dukungan pelabuhan yang ramai dan sumber daya manusia Cirebon kemudian menjadi sebuah kota besar dan menjadi sebuah pelabuhan yang sangat penting di pesisir utara Jawa. Baik dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan dikepulauan Nusantara maupun bagian dunia lainnya, selain itu Cirebon menjadi cikal-bakal pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.

(34)

dalam lingkungan mereka, selain itu Cirebon juga dikenal memiliki keragaman budaya, tradisi yang kuat bernuansa religi dan kaya akan kesenian tradisionalnya, seperti Tari Topeng, Burok, Tarling, Rudat, Mapag Sri, Sintren dan banyak lagi yang lainnya. Kesenian-kesenian tersebut banyak diantaranya yang berkaitan dan mengacu kepada nilai-nilai budaya, dan mempunyai fungsi-fungsi yang berbeda-beda.

Awalnya di Cirebon hanya ada terdapat sebuah keraton yang bernama Keraton Pakungwati yang didirikan oleh Pangeran Cakrabuana dan tampil sebagai Raja Cirebon pertama yang memerintah di Keraton Pakungwati dan aktif menyebarkan Agama Islam kepada penduduk Cirebon. Pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada Kesultanan Cirebon dimulailah oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati kemudian diyakini sebagai pendiri dinasti Raja-raja Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten serta penyebaran Agama Islam di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten. Beberapa tahun kemudian tahta Kerajaan jatuh kepada cucu Sunan Gunung Jati yaitu Pangeran Emas yang bergelar Panembahan Ratu I (1570-1649) dan memerintah Cirebon selama 79 tahun.

Setelah Panembahan Ratu I meninggal dunia pada tahun 1649, pemerintahan Kesultanan Cirebon dilanjutkan oleh Rasmi atau Pangeran Karim yang kemudian dikenal dengan sebutan Panembahan Ratu II atau Panembahan Girilaya. Pada masa pemerintahannya terjadi diantara dua kekuatan kekuasaan, yaitu kekuasaan Kesultanan Banten dan Kesultanan Mataram. Banten merasa curiga sebab Cirebon dianggap lebih mendekat ke Mataram karena Amangkurat I merupakan mertua Panembahan Girilaya. Mataram dilain pihak merasa curiga bahwa Cirebon tidak sungguh-sungguh mendekatkan diri, karena Panembahan girilaya dan Sultan Ageng Tirtayasa di Banten adalah sama-sama keturunan Padjajaran. Kondisi ini memuncak dengan meninggalnya Panembahan Girilaya di Kartasura dan ditahannya Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya di Mataram.

(35)

bagi keraton di Cirebon, dimana kesultanan terpecah menjadi tiga masing-masing berkuasa dan menurunkan pada Sultan berikutnya. Dengan demikian, para penguasa Kesultanan Cirebon berikutnya adalah:

a. Sultan Keraton Kesepuhan, Pangeran Martawijaya, dengan gelar Sultan Sepuh Abil Makarimi Muhammad Badrudin (1677-1703).

b. Sultan Keraton Kanoman, Pangeran Kartawijaya, dengan Gelar Sultan Anom Abil Makarimi Muhammad Badrudin (1677-1723).

c. Pangeran Wangsakerta, sebagai Panembahan Cirebon dengan gelar Pangeran Abdul Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati (1677-1713).

Gambar II.16 Keraton Kesepuhan

(http://warisanindonesia.com/2011/08/keraton-kasepuhan-cirebon)

(36)

II.4. Media Informasi

Media Informasi adalah suatu instrumen perantara informasi. Pada jaman sekarang media informasi sangat berkembang. Berkembangnya media informasi dikarenakan adanya pengaruh pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat ditambah dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya informasi. Masyarakat mulai berperan aktif dalam mendapatkan, mencari, dan menyebarkan informasi lewat media informasi. Bahkan sekarang media informasi telah menjadi salah satu instrumen penting dalam membangun kekuatan baik itu kekuatan ekonomi suatu wilayah atau negara, kekuatan politik, hingga kekuatan militer. Sehingga media informasi bisa dikategorikan suatu instrumen yang memiliki dampak kepada seluruh hajat hidup masyarakat banyak (http://arifdjuwarno.wordpress.com/).

Salah satu media informasi yang masih digunakan oleh orang banyak adalah sebuah buku. Buku adalah salah satu media informasi yang memiliki peran sangat penting. Meski sekarang jaman sudah berkembang kian pesatnya dimana teknologi sekarang sudah mendominasi, akan tetapi buku sebagai sumber pegetahuan belum bisa tergantikan. Selain media yang mudah untuk dijangkau dan memiliki sifat mobilitas yang tinggi, buku dapat dibaca kapan saja dan dimana saja.. Sedangkan media informasi yang ditujukan untuk orang banyak disebut Media massa. Media massa saat ini dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain:

- Media Massa Cetak (Printed Media).

(37)

- Media Massa Elektronik (Electronic Media).

Jenis media massa yang isinya disebarluaskan melalui suara atau gambar dan suara dengan menggunakan teknologi elektro, seperti radio, televisi, dan film. Media massa elektronik khususnya televisi saat ini merupakan media massa yang cukup diminati. Karena mempunyai unsur audio dan visual, maka media ini menjadi pilihan sebagai hiburan dan informasi bagi masyarakat.

- Media Online (Cybermedia).

Media massa yang dapat kita temukan di internet (situs web). Saat ini media online (cybermedia) dimasyarakat sudah menjadi lebih dari sekedar media informasi, namun bagi beberapa orang temasuk gaya hidup. Karena dari segi jangkauan media ini memiliki area yang paling luas dari semuanya.

- Merupakan pelopor atau pendahulu grup sintren yang masih aktif - Mempunyai komitmen mewarisi tari sintren

- Grup “Sinar Harapan” masih memiliki anggota yang aktif Weakness

- Kalah pamor dengan grup sintren yang lainnya - Minimnya peralatan anggota grup “Sinar Harapan” - Relatif lebih murah biaya sekali tampil

(38)

b. Eksternal

Opportunities

- Mempunyai nilai sejarah yang tinggi sebagai kesenian tari sintren di Cirebon

- Grup yang masih mewarisi tradisi turun temurun

- Grup “Sinar Harapan” yang masih mempelopori sintren di Cirebon - Masyarakat Cirebon masih banyak peminat pada kesenian tradisi

walau banyak juga bermunculan kesenian modern

Threats

- Kurang adanya loyalitas dan kebanggaan masyarakat Cirebon terhadap tari sintren

- Masyarakat hanya cenderung mengenal lebih jenis kesenian modern - Pesatnya perkembangan kesenian modern yang muncul

(39)
(40)
(41)

- Grup “Sinar Harapan” merupakan grup sintren yang memiliki ciri khas yang berbeda dari grup – grup sintren yang lainnya, yaitu memiliki tradisi magis turun menurun yang masih dipertahankan. Hal ini bisa menjadi kekuatan dalam membangun sebuah tindakan, apalagi masi dalam kawasan daerah Cirebon saja. (Strategi SO)

- Grup “Sinar Harapan” sendiri masih kalah pamor dari grup – grup yang lain, sehingga di perlukan upaya untuk meningkatkan pamor grups sintren

“Sinar Harapan” khususnya di Cirebon. (Strategi WO)

- Kurangnya loyalitas dan kebanggaan masyarakat Cirebon terhadap kesenian tari sintren merupakan ancaman besar yang di hadapi grup sintren ini, sehingga perlunya diadakan sebuah tindakan untuk menumbuhkan kembali rasa cinta dan bangga akan kesenian tari sintren yang merupakan kesenian dari daerah Cirebon sendiri. Apalagi grup sintren ini sendiri memiliki tradisi yang dipertahankan dan tidak di miliki oleh grup sintren lainnya. (Strategi ST)

- Kurangnya loyalitas serta kebanggaan dan kalah pamor dari grup sintren

yang lain merupakan kendala besar yang dihadapi grup sintren “Sinar Harapan”, disaat bersamaan juga perkembangan kesenian modern menjadi

ancaman tersendiri bagi grup sintren ini. (Strategi WT)

- Berdasarkan hasil keseluruhan maka diambil kesimpulan, yaitu diperlukannya suatu tindakan untuk meningkatkan kembali rasa bangga dan loyalitas masyarakat Cirebon terhadap kesenian tari sintren, dengan meminimalkan ancaman yang datang serta memanfaatkan peluang yang ada sebagai kekuatan tersendiri. Di lihat dari realita dan hasil data tindakan yang dirasa tepat adalah media informasi.

II.6. Target Sasaran

(42)

a. Demografis

- Masyarakat, mulai dari anak muda sampai dewasa - Target Primer: ( 20 tahun - 30 tahun).

Di pilih karena pada saat usia 20-30 tahun adalah usia produktif yang dimana masyarakat sangat banyak melakukan kegiatan aktif untuk mengetahui perkembangan dunia luar. Pada usia tersebut pula di anggap sudah memahami pentingnya kebudayaan.

- Target Sekunder: (17 tahun - 20 tahun).

Di pilih sebagai target sekunder di karenakan pada usia tersebut tingkah dan pola hidup mereka masih kurang konsisten dalam pendiriannya. Khususnya buat anak umur 17 tahun, kehidupan mereka lebih bersifat keingin tahuan dan mengenal, sehingga sering mengabaikan tentang informasi itu sendiri. Cirebon terutama daerah perkotaan, seperti lokasi tempat sekolahan, sekitar tempat pendidikan kampus dan tempat wisata. Tentunya juga akan membantu memperkenalkan kesenian tari sintren terutama grup Sinar Harapan pada masyarakat.

c. Psikografis

- Masyarakat yang menyukai atau ketertarikan untuk membaca buku terutama buku bergambar.

- Masyarakat yang memiliki rasa keingintahuan atau mengenal kesenian tradisi.

(43)

BAB III

STRATEGI PERANCANGAN III.1. Pendekatan Komunikasi

Pendekatan komunikasi dalam perancangan media informasi grup sintren Sinar Harapan di kota Cirebon. Di buat agar pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat dapat dimengerti dan diterima dengan baik, yakni tentang informasi mengenai grup sintren Sinar Harapan itu sendiri.

Pada media informasi ini menggunakan metode 5W+1H sebagai strategi komunikasi untuk menentukan bagaimana pesan dapat tersampaikan. Sehingga dapat disimpulkan tujuan komunikasi, pesan utama, serta materi pesan.

5W+1H

What

Sebuah media informasi untuk memperkenalkan dan menumbuhkan kembali rasa bangga terhadap tari sintren.

Why

Kecintaan atau rasa melestarikan kesenian tari sintren. When

Pada masa promosi selama 1 sampai 2 bulan, dari bulan September sampai bulan Oktober 2012.

Where

Khususnya wilayah kota Cirebon. Who

Seluruh masyarakat berusia 17 – 30 tahun. How

Memberikan informasi tentang grup tari sintren “Sinar Harapan” sebagai salah

(44)

III.1.1. Pendekatan Bahasa

Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang baku, sederhana dan mudah dimengerti oleh masyarakat, serta tidak menggunakan bahasa ilmiah dan bahasa asing. Hal tersebut bertujuan agar pesan yang ingin disampaikan dari promosi ini lebih mudah dimengerti oleh target audien.

A. Pendekatan Visual

Pendekatan visual adalah cara bagaimana menyampaikan media informasi kepada target sasaran akan menggunakan bahasa visual. Dan pada informasi ini adalah menggunakan fotografi untuk memperlihatkan pertunjukan grup tari sintren Sinar Harapan dari segi pagelaran tari, dan tentu saja foto – foto yang menggambarkan tentang pagelaran tari sintren mulai dari awal hingga akhir pementasan.

B. Tujuan Komunikasi

Tujuan dari media informasi grup sintren “Sinar Harapan” adalah:

- Mengajak masyarakat secara persuasif (bujukan) agar dapat memunculkan rasa ingin mengetahui dan mengenal kesenian tari sintren.

- Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesenian tari sintren sebagai kesenian tradisi yang dapat dipertahankan.

- Melestarikan kesenian tari sintren. C. Materi Pesan

Dalam penyampaiannya, perancangan ini memerlukan materi yang akan disampaikan sebagai pesan dalam kegiatan informasi. Adapun materi yang akan di sampaikan adalah:

- Menginformasikan kembali tari sitren kepada masyarakat dan generasi penerus.

- Informasi tentang tari sintren grup “Sinar Harapan “ sebagai kesenian yang memiliki nilai tradisi.

(45)

III.1.2. Strategi Kreatif

Media informasi ini menggunakan strategi informasi yang bersifat persuasif dengan menggunakan informasi – informasi tentang kesenian tradisi tari sintren dan proses tari sintren terutama grup Sinar Harapan, diharapkan masyarakat Cirebon lebih memahami tentang kesenian tari sintren ini serta menghargai sebagai kesenian yang bernilai tinggi.

III.1.3. Strategi Media

Media adalah alat – alat komunikasi yang sangat berfungsi untuk menginformasikan, memperkenalkan atau menghimbau sesuatu kepada masyarakat. Setiap media mempunyai karakter masing – masing yang memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri dalam menyampaikan informasi kepada setiap target sasaran. Pemilihan media yang tepat dapat memberikan pengaruh yang besar pula pada target yang dituju sehingga dapat pula mengefesienkan waktu dan tenaga yang dibutuhkan. Strategi media dibagi 2 yaitu media utama dan media pendukung.

Berikut rincian media yang akan digunakan: a. Media Utama

- Buku Foto Esai

Foto Esai merupakan media yang menceritakan sesuatu dengan beberapa foto serta esai yang memiliki ikatan antar foto. Ikatan antar foto haruslah sangat kuat, sehingga alur cerita esai foto itu tetap fokus dan tidak melebar kemana-mana.

b. Media Pendukung - Poster

(46)

- Baligho

Baligo merupakan media yang cukup besar dan memuat informasi lebih banyak maka efektitiasnya akan besar, terlebih lagi ketika media ini diletakan di tempat yang dekat dengan tempat target audien beraktifitas. - X-Banner

Konsep yang digunakan hampir sama dengan poster, hanya yang membedakan adalah teknis ukuran dan penempatan. Penempatan X-Banner adalah pada tempat – tempat keramaian, seperti mall, tempat wisata dan lain – lain.

- Flyer

Flyer adalah media selebaran berupa kertas yang berisi sebuah informasi.

Flyer disebar pada tempat keramaian.

- Media Gimmick

Media Gimmick merupakan media yang dapat dibawa dan digunakan,

media ini juga dapat memperkuat informasi yang disampaikan. Gimmick disini merupakan pengaplikasian dari lay-out visual yang berisikan pesan informasi. Media Gimmick di aplikasikan melalui media–media kipas, gantungan kunci, toot bag, kartu nama, hand book dan sticker.

III.1.4. Strategi Distribusi

Pendistribusian dilakukan melalui salah satu organisasi kesenian tradisional kota Cirebon yakni grup sintren Sinar Harapan. Disebarkan ke tempat yang strategis di Cirebon terutama daerah perkotaan, seperti lokasi tempat sekolahan, sekitar tempat pendidikan seperti kampus dan tempat wisata yang ada di Cirebon. Dan penyebaran media informasi akan dilakukan mulai pada tanggal 01 September – 31 Oktober 2012, terutama di hari libur, dan penyebaran media akan dilakukan sesuai dengan perencanaan berikut ini.

(47)

Sekunder CSB

Tabel III.1 Jadwal penyebaran media promosi tahun 2012

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012)

III.2. Konsep Visual

Dalam perancangan konsep visual didalamnya terdapat beberapa poin seperti format desain, tata letak (layout), tipografi, ilustrasi, dan warna yang saling berkaitan agar dapat mendukung perancangan media informasi sesuai dengan tujuan komunikasi yang ingin dicapai.

III.2.1. Format Desain

(48)

A. Buku

Buku akan diaplikasikan pada kertas Art Paper dengan ukuran (20 X 25 cm) dengan orientasi potrait.

B. Poster

Poster akan diaplikasikan pada kertas Art Paper dengan ukuran A4 (21 X 29,7 cm) dengan orientasi potrait.

C. Baligho

Baligho akan diaplikasikan pada bahan baligho pada umumnya dengan ukuran 5 X 10 meter dengan orientasi potrait atau landscape, tergantung dengan baligho yang tersedia.

D. X-Banner

Media x-banner akan diaplikasikan kepada media banner dengan ukuran 60x160 cm dengan orientasi potrait.

D. Flyer

Flyer akan diaplikasikan pada kertas Art paper dengan ukuran A4 (15 X 21 cm) yang terbagi atas tiga kolom dengan orientasi landscape E. Media Gimmick

1. Stiker

Stiker akan diaplikasikan pada bahan Glossy Stiker dengan ukuran

(5 X 7 cm) dengan orientasi landscape. 2. Gantungan Kunci

Gantungan Kunci akan diaplikasikan pada bahan Acrylic dengan ukuran (5 X 5cm) dengan orientasi landscape dan teknis produksi menggunakan cutting print laser.

3. Handbook

Handbook akan diaplikasikan pada kertas Art Paper dengan ukuran

(10,5 X 14,8 cm) dengan orientasi potrait. 4. Kipas

Kipas akan diaplikasikan pada bahan plastik dengan ukuran (15 X 20cm) dengan orientasi landscape.

5. Toot bag

Toot bag diaplikasikan pada bahan Kanvas dan disablon dengan

(49)

6. Kartu Nama

Kartu nama diaplikasikan pada kertas Art Paper dengan ukuran (5 X 8 cm) dengan orientasi landscape.

III.2.2. Tata Letak (Layout)

Dalam perancangan media informasi yang direncanakan, media informasi yang ada akan menggunakan desain klasik pada layout dan format desain batik pada background. Agar kedua konsep ini terlihat dinamis dan saling melengkapi. Buku berbentuk portrait, dengan ukuran 20 x 25 cm. Ciri klasik pada layout dalam gaya desain tradisional yakni mengandung unsur kedaerahan dengan bentuk yang serupa dengan ciri khas kota Cirebon yaitu Mega Mendung.

Gambar III.1 Format ukuran buku

(50)

III.2.3. Tipografi

Jenis huruf yang digunakan dalam promosi ini adalah huruf yang memiliki kesan kuat berikut contoh font atau huruf yang digunakan:

Centabel Book

Phosphorus Selenide-Reguler

Font diatas dipilih karena dianggap dapat mewakili kesan klasik yang menjadi unsur utama dalam promosi ini juga dirasa sebagai gaya seni tradisional pedoman grup sintren Sinar Harapan.

III.2.4. Warna

Sebagai bagian dari elemen tata rupa, warna memegang peran sebagai sarana untuk lebih mempertegas dan memperkuat kesan atau tujuan dari sebuah karya desain. Didalam perancangan media informasi yang ada, warna yang digunakan adalah warna berbasis CMYK (Cyan, Magenta, Yellow, Black) untuk media cetak. Warna yang digunakan dalam promosi sintren Sinar Harapan adalah:

Alasan Penggunaan :

(51)

Alasan Penggunaan :

Warna Merah yang memiliki sifat agresif dan kekuatan. Warna ini juga sebagai warna photo background.

Alasan Penggunaan :

Warna Putih mewakilkan positif, cerah, tegas, dan mengalah (Sadjiman, 2009). Warna putih digunakan sebagai warna pelengkap dalam komponen layout.

Alasan Penggunaan :

Warna Coklat Muda memiliki arti daya tahan dan rasa nyaman serta tanah atau bumi. Warna Coklat Muda digunakan sebagai warna Frame Cover.

(52)

BAB IV

TEKNIS PRODUKSI MEDIA IV.1 Mekanisme Produksi Media

Dalam penyampaian informasi diperlukan media sebagai sarana, media- media yang di pakai berdasarkan pada fungsi yang sesuai agar informasi yang di sampaikan tepat sasaran. Pembuatan semua media dilakukan secara efektif, dan sesuai dengan tujuan utamanya yaitu menarik minat target sasaran.

IV.2 Teknis Produksi

Teknis pembuatan media pada informasi ini, menggunakan teknik digital, atau menggunakan beberapa software didalam komputer dengan menggunakan software desain keluaran Adobe sesuai dengan fungsi masing masing dari software tersebut.

Adobe InDesign CS3 digunakan sebagai software yang berfungsi untuk mengatur tata letak atau layout dari tampilan visual pada media informasi yang dibuat dan digunakan sebagai program untuk proses pengolahan atau edit foto yang bertujuan memperindah dan memperbaiki kualitas foto yang ada.

IV.2.1. Media Utama Buku

Buku sebagai media utama yang berisi lembaran yang cukup banyak dan tebal dengan fungsi media informasi yang lengkap dan jelas.

(53)

Gambar IV.2 Media Buku isi Sumber: Dokumen Pribadi

Teknis Produksi :

Format / bentuk : Potrait

Ukuran : 20 x 25 cm

Material : Art Paper

Teknis Produksi : Cetak Offset

IV.2.2. Media Poster

Poster adalah media selembaran kertas berukuran A3 atau lebih dan memiliki unsur informasi yang lengkap, sehingga di harapkan para target sasaran bisa lebih mudah mencerna informasi dalam media informasi ini.

(54)

Teknis Produksi:

Format / bentuk : Potrait

Ukuran : 21 x 29,7 cm

Material : Art Paper

Teknis Produksi : Cetak Offset

IV.2.3. Media Baligho

Baligho adalah jenis reklame media luar ruang (outdoor) dengan ukuran yang besar yang terpasang di pusat-pusat kota agar target sasaran mudah mengingat promosi yang akan di sampaikan. Media ini juga di pasang secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu sehingga perlu cetakan tahan terhadap hujan dan panas karena media berada diluar ruangan.

Gambar IV.4 Media Baligho Sumber: Dokumen Pribadi Teknis Produksi :

Format / bentuk : Potrait

Ukuran : 5 x 10 meter

Material : Fronlite

(55)

IV.2.4. Media X-Banner

Konten berisikan hal yang sama dengan poster, hanya yang membedakan adalah ukuran dan penempatan. Penempatan X-Banner adalah pada tempat-tempat keramaian, seperti mall, tempat wisata dan lain-lain.

Gambar IV.5 Media X- Banner Sumber: Dokumen Pribadi Teknis Produksi :

Format / bentuk : Potrait Ukuran : 60 x 160 cm

Material : Fronlite

Teknis Produksi : Cetak Digital Printing

IV.2.5. Media Flyers

Flyers adalah media selebaran berupa kertas sebagai media yang murah

untuk publisitas yang berisi sebuah informasi. Disebarkan di tempat-tempat hiburan seperti mall, cafe atau pada saat pameran.

(56)

Teknis Produksi :

Format / bentuk : Potrait

Ukuran : 15 x 21 cm

Material : Art Paper

Teknis Produksi : Cetak Offset IV.2.6. Media Gimmick

Media Gimmick merupakan media yang dapat dibawa dan digunakan, media ini juga dapat memperkuat informasi yang disampaikan. Gimmick disini merupakan pengaplikasian dari layout visual yang berisikan informasi.

1. Stiker

Stiker dipilih karena media ini mudah di bagikan dan diaplikasikan di mana

saja.

Gambar IV.7 Media Stiker Sumber: Dokumen Pribadi Teknis Produksi :

Format / bentuk : Cutting

Ukuran : 5,5x 7 cm

Material : Vinyl Duratec

(57)

2. Gantungan Kunci

Gantungan Kunci sebagai media gimmick yang diharapkan mampu memperkuat informasi.

Gambar IV.8 Media Gantunngan Kunci Sumber: Dokumen Pribadi Teknis Produksi :

Format / bentuk : Bulat

Ukuran : Diameter 5 cm

Material : Mika

Teknis Produksi : Cetak Digital Printing

3. Handbook

Handbook ini dipakai sebagai media gimmick karena bertujuan untuk menggugah masyarakat agar mengetahui tentang promosi sintren Sinar Harapan.

Gambar IV.9 Media Handbook Sumber: Dokumen Pribadi Teknis Produksi :

Format / bentuk : Potrait

Ukuran : 15,5 x 21,5 cm

(58)

4. Kipas

Kipas ini dipakai sebagai media gimmick karena bertujuan untuk mampu memperkuat informasi.

Gambar IV.10 Media Kipas Sumber: Dokumen Pribadi Teknis Produksi :

Format / bentuk : Landscape

Ukuran : 15 x 20 cm

Material : Bahan plastik

Teknis Produksi : Cetak Digital Printing

5. Toot bag

Toot bag ini dipakai sebagai media pendukung yang lainnya untuk

penyimpanan buku dan lain-lain.

Gambar IV.11 Media Toot bag Sumber: Dokumen Pribadi Teknis Produksi :

Format / bentuk : Persegi

Ukuran : 36 x 36 cm

(59)

6. Kartu nama

Kartu nama ini dipakai sebagai media informasi

Gambar IV.12 Media kartu nama Sumber: Dokumen Pribadi Teknis Produksi :

Format / bentuk : Landscape

Ukuran : 5 x 8 cm

Material : Art paper

(60)

DAFTAR PUSTAKA - Buku

Abdi, Yuyung. (2011). Photography From My Eyes. Jakarta: PT Elex Media Koputindo.

Caturwati, E. (2002). Gender dan Seni Pertunjukan di Jawa Barat. Bandung: Aksara Indonesia.

Palupi, Hasto, Dyah., Pambudi, Sri, Teguh. (2007). Advertising That Sells. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rustan, Surianto, S. (2009). Layout Dasar & Penerapannya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rustan, Surianto, S. (2010). Hurufontipografi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Soepandi, Atik,S., Sokanda, Enip,P., Kubarsah, Ubun, R. (1994). Ragam Cipta. Jawa Barat: CV. Sampurna.

Triadi, Darwis. (2011). Secret Lighting. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Widya, Yudhistira, Dianing. (2007). Sintren. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

- Web

Syamsul A. (2005). Media-massa-makna-karakter-jenis-dan-fungsi, tersedia di http://www.romeltea.com [ 6 April 2012 ]

(61)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yoki Hermansyah

TTL : Garut, 26 Maret 1988

Alamat : Jln.Sukamulya indah gg.anugerah no.1 Bandung 42091

Umur : 24th

Email : Yokihermansyah@ymail.com / Yokihermansyah@gmail.com No telp : 085724937774/085351316262

Agama : Islam

Ukuran baju : L Ukuran celana : 31 Ukuran sepatu : 41 Tinggi badan : 170cm Berat badan : 57kg

Kemampuan : Komputer Photoshop, Adobe ilustrator, CorelDraw, Fotografi, Pendidikan : SDN Merapi Cirebon Tahun 1997-2002

SMP 6 Cirebon Tahun 2002-2004 SMA 9 Cirebon Tahun 2004-2006

Unikom jurusan Desain Komunikasi Visual Tahun 2006

Gambar

Gambar II.1 Tari Sintren
Gambar II.3 Penari Sintren Masuk Ranggap (Foto : Dokumentasi Pribadi, 2012)
Gambar II.4 Foto Pertunjukan Sintren Ider - Ideran (http://www.suaramerdeka.com/harian/0207/04/bud1.htm)
Gambar II.5 Pakaian Penari Sebelum Diikat
+7

Referensi

Dokumen terkait