• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT ADAT LAMPUNG ABUNG SIWO MEGO DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT ADAT LAMPUNG ABUNG SIWO MEGO DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bergulirnya era reformasi di Indonesia berdampak pada sistem

ketatanegaraan, yaitu terjadi pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan

yang bercorak sentralistik di pemerintah pusat ke arah sistem pemerintahan

yang desentralistik (local democracy) yang bertumpu pada pemerintahan

daerah. Otonomi daerah memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan

prinsip-prinsip demokrasi, peran serta, prakarsa dan aspirasi masyarakat

sendiri atas dasar pemerataan dan keadilan, serta sesuai dengan kondisi,

potensi dan keragaman daerah.

Salah satu perubahan pada sistem ketatanegaraan yang terjadi pada era

otonomi daerah adalah penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah secara

langsung oleh masyarakat. Pemilihan Kepala Daerah Langsung merupakan

proses perekrutan pejabat politik daerah sebagai pemimpin daerah yang

bersangkutan dan dipilih langsung oleh rakyat secara demokratis tanpa melalui

(2)

Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 56 Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 Tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dan wakil kepala daerah

dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis

berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Pemilihan Kepala Daerah sebagai wujud Pemilu menjadi sarana yang tersedia

bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam menentukan pemimpinnya untuk

menjalankan kedaulatan rakyat. Pemilu juga merupakan kesempatan bagi

warga negara untuk memilih pejabat-pejabat pemerintahan dan memutuskan

apa yang mereka inginkan untuk dikerjakan pemerintah dan dalam membuat

keputusan itu para warga negara menentukan apakah yang sebenarnya mereka

inginkan untuk dimiliki.

Masyarakat pada dasarnya berharap bahwa pelaksanaan kepala daerah akan

terlaksana secara demokratis sebab mereka akan melaksanakan hak dan

kewajiban sebagai warga negara. Hal ini merupakan implementasi sistem

pemerintahan negara demokrasi yang menjadikan rakyat sebagai titik sentral

tata pemerintahan dan kenegaraan, sebab hakikatnya demokrasi adalah

pemerintahan yang dilaksanakan dari, oleh dan untuk rakyat.

Pemilihan kepala daerah merupakan kesempatan bagi masyarakat untuk

memilih pejabat pemerintahan daerah. Keikutsertaan warga negara dalam

pemilihan kepala daerah merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan

dalam bentuk perilaku memilih, yakni memberikan suara dalam pemilihan

(3)

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang sangat beranekaragam,

mulai dari segi suku, agama, sosial, dan budaya. Kondisi ini membutuhkan

pemimpin yang pandai dan pintar serta memiliki jiwa kepemimpinan yang

tinggi untuk mengaturnya. Salah satu kelompok masyarakat yang juga

berperan dalam proses demokratisasi lokal dengan turut berpartisipasi dalam

Pemilihan Kepala Daerah adalah masyarakat adat. Masyarakat adat adalah

suatu kesatuan hidup manusia yang terikat dalam suatu kebudayaan yang

dianggap sama dan berinteraksi menurut adat istiadat yang sama yang

ditunjukkan oleh adanya suatu identitas bersama.

Masyarakat adat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat adat

Lampung. Secara garis besar masyarakat Lampung terdiri dari dua kelompok

masyarakat adat, yaitu masyarakat adat Pepadun dan masyarakat adat Pesisir.

Masyarakat beradat Pepadun kebanyakan bermukim di daerah pedalaman,

sedangkan yang beradat Pesisir bermukim di daerah pesisir atau di daerah

yang tidak termasuk daerah lingkungan pepadun. Termasuk dalam lingkungan

beradat pepadun adalah orang-orang Abung, Tulangbawang (Menggala),

Waykanan Sungkai, Pubiyan. Sedangkan dalam lingkungan beradat Pesisir

adalah orang-orang Pesisir Teluk, Pesisir Semangka, Pesisir Krui, dan dataran

tinggi Belalau di daerah Provinsi Lampung.

Terkait dengan konteks Pemilihan Kepala Daerah, perilaku memilih

masyarakat tidak dapat dilepaskan dari berbagai faktor yang

mempengaruhinya, di antaranya adalah pendekatan sosiologis yaitu

(4)

dipengaruhi oleh beberapa hal seperti tempat tinggal, keluarga, teman

sepermainan, pekerjaan, dan keyakinan yang dianut. Pendekatan sosiologis

pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan

sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan

perilaku memilih seseorang.

Pengelompokan sosial seperti umur (tua-muda), jenis kelamin

(laki-perempuan) agama dan semacamnya dianggap mempunyai peranan yang

cukup menentukan dalam membentuk pengelompokkan sosial baik secara

formal seperti keanggotaan seseorang dalam organisasi-organisasi keagamaan,

organisasi-organisasi profesi, dan sebagainya, maupun kelompok informal

seperti keluarga, pertemanan, ataupun kelompok kecil lainnya. Kelompok ini

merupakan sesuatu yang sangat vital dalam memahami perilaku memilih

seseorang, karena kelompok inilah yang mempunyai peranan yang besar

dalam menentukan sikap, persepsi dan orientasi seseorang terhadap politik.

Perilaku memilih masyarakat juga dapat ditentukan oleh pendekatan

rasionalitas yang mereka miliki, seperti menentukan pilihan karena

berorientasi pada kandidat atau mereka memilih karena telah mengetahui

calon dan program dari kandidat yang akan mereka pilih baik itu melalui

sosialisasi langsung dari calon atau partai peserta pemilu ataupun melalui

media massa. Pendekatan ini digunakan dengan harapan bahwa dengan

pendekatan ini dapat memberikan pandangan mengenai ketertarikan seseorang

untuk memilih yang didasari atas kemampuan untuk menilai figur kandidat,

(5)

tetapi tetap tidak melupakan untuk menjatuhkan pilihan pada kandidat yang

bisa mendatangkan keuntungan dan menekan kerugian yang sekecil-kecilnya.

Oleh karena itu, disinilah posisi media cukup berperan untuk menyampaikan

isu-isu/program politik yang diusung oleh kandidat serta memperkenalkan

calon-calon kandidat tersebut kepada khalayak ramai.

Selanjutnya adalah pendekatan identifikasi partai, menurut pendekatan ini

pemilih menentukan pilihannya karena pengaruh kekuatan psikologis yang

berkembang dalam dirinya, seperti kandidat yang dirasakan cukup dekat

dengannya pasti dia akan memilih kandidat tersebut atau seorang tokoh yang

sangat disegani pasti akan menjadi pedoman baginya untuk memilih. Tokoh

dalam hal ini yaitu pemimpin-pemimpin partai atau tokoh-tokoh nasional yang

relatif dikenal luas secara nasional. Konsep ini relatif independen untuk

menarik massa agar memilih partai, di mana seorang calon tersebut merupakan

tokoh di partai tertentu. Masyarakat memilih partai tidak hanya karena daya

tarik partai itu sendiri, tetapi lebih karena ada tokoh pimpinan partai politik.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis akan melakukan penelitian untuk

mengetahui pengaruh pendekatan sosiologis terhadap perilaku memilih

Masyarakat Adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan

Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur dalam Pemilihan

Kepala Daerah Lampung Timur 2010.

Alasan pemilihan Desa Labuhan Ratu sebagai lokasi penelitian ini didasarkan

pada hasil prariset yang penulis lakukan pada tanggal 25 Mei 2010. Data

(6)

Daftar Pemilih Tetap (DPT) adalah 8.738 pemilih. Pada Pemilu Legislatif

tercatat 8223 (94,11%) pemilih yang memberikan hak suaranya dan pada

Presiden tercatat 8327 (95,30%) pemilih yang memberikan hak suaranya. Data

tersebut menunjukkan bahwa masyarakat di Desa Labuhan Ratu Kecamatan

Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur memiliki tingkat partisipasi politik

yang tinggi, karena pemilih yang memberikan hak suara mereka mencapai

persentase di atas 90% pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden.

Pemilihan masyarakat etnis Lampung Abung didasarkan pada pertimbangan

bahwa di antara masyarakat adat yang kelompok Lampung Pepadun, etnis

Lampung Abung memiliki marga yang lebih banyak dibandingkan dengan

marga masyarakat adat Lampung lainnya. Menurut Hilman Hadikusuma (1999:

14), bahwa masyarakat adat Lampung Abung memiliki sembilan marga

(Abung Siwo Megou), sementara itu etnis lainnya seperti masyarakat adat

Tulangbawang/Menggala hanya memiliki empat marga (Meggou Pak Tulang

bawang), Masyarakat adat Lampung Waykanan/Sungkai memiliki lima marga

(Buay Lima) dan masyarakat adat Pubian hanya memiliki tiga marga (Pubian

Telu Suku). Dengan beragamnya marga yang dimiliki masyarakat Lampung

Abung maka perilaku memilih masyarakat juga cenderung lebih beragam dan

komplek dibandingkan dengan masyarakat Adat Lampung lainnya.

Sembilan marga dalam masyarakat adat Abung Siwo Megou terdiri dari Buay

Unyi, Buay Unyai, Buay Uban, Buay Subing, Buay Beliuk, Buay Kunang,

Buay Selagai, Buay Anak Tuha dan Nyerupa. (Fachruddin, dkk, 1992: 24).

(7)

Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur, mayoritas masyarakat

Abung Siwo Megou adalah yang berasal dari Buay Subing.

Adapun teori yang melandasi penelitian ini dikemukakan oleh J. Kristiadi

(1994), bahwa variabel sosial budaya (socio cultural) secara kuantitatif

memiliki pengaruh yang kuat terhadap kecenderungan perilaku memilih

masyarakat di pedesaan. Dengan kata lain, pengaruh panutan bersifat kuat

terhadap kecenderungan perilaku memilih masyarakat, sehingga orientasi

perilaku memilih masyarakat masih paternalistis.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Seberapa besarkah pengaruh etnisitas, agama, organisasi masyarakat adat, keluarga dan pertemanan

terhadap perilaku memilih Masyarakat Adat Lampung Abung Siwo Mego

Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu dalam

Pemilihan Kepala Daerah Lampung Timur Tahun 2010?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh etnisitas,

agama, organisasi masyarakat adat, keluarga dan pertemanan terhadap

perilaku memilih Masyarakat Adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing

di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu dalam Pemilihan Kepala

(8)

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan penulis di bidang ilmu politik serta mengembangkannya

dalam penelitian ilmiah, dengan kajian mengenai pengaruh etnisitas,

agama, organisasi masyarakat adat, keluarga dan pertemanan terhadap

perilaku memilih masyarakat Adat Lampung Abung Siwo Mego Buay

Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu dalam Pemilihan

Kepala Daerah Lampung Timur Tahun 2010.

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi lembaga-lembaga politik dan masyarakat

dalam mengidentifikasi dn mengetahui perilaku memilih masyarakat adat

dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Lampung Timur Tahun

(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku memilih

1. Pengertian Perilaku memilih

MenurutAbdul Munir Mulkan dalam Mahendra (2005: 71), perilaku memilih

adalah fungsi dari kondisi sosial dan ekonomi serta kepentingan, maka

perilaku memilih sebagian di antaranya adalah produk dari perilaku sosial

ekonomi dan kepentingan suatu masyarakat atau golongan dalam masyarakat

tersebut.

Menurut Sudiono Sastroatmodjo(1995) dalam Mahendra (2005: 72), perilaku

memilih berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan untuk

mencapai tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu

otoritas untuk mengatur kehidupan bermasyarakat kearah pencapaian tujuan.

Menurut Ramlan Surbakti (1992), perilaku memilih dapat dibagi menjadi

dibagi dua, yaitu perilaku memilih lembaga-lembaga atau para pejabat

pemerintah dan perilaku memilih warga negara biasa (baik individu maupun

kelompok). Perilaku memilih pada lembaga-lembaga dan para pejabat

pemerintah yang ada di dalamnya bertanggungjawab membuat, melaksanakan,

(10)

berwenang seperti yang pertama, tetapi berhak mempengaruhi pihak pertama

dalam melaksanakan fungsinya, karena yang dilakukan pihak pertama

menyangkut kehidupan pihak kedua. Kegiatan politik pihak kedua ini disebut

partisipasi politik.

Menurut Mahendra (2005: 75), perilaku memilih adalah tindakan seseorang

ikut serta dalam memilih orang, partai politik, atau isu publik tertentu.

Perilaku memilih merupakan tindakan seseorang dalam memberikan pilihan

pada calon elit politik, partai politik atau isu politik tertentu.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka perilaku memilih adalah buah

dari pikiran dan tindakan seseorang maupun masyarakat yang berkenaan

dengan kepentingan atau tujuan dalam mempengaruhi proses pembuatan dan

melaksanakan keputusan politik.

2. Pendekatan Perilaku memilih

Menurut Surbakti (1992: 145), terdapat beberapa pendekatan untuk

mengetahui perilaku memilih masyarakat, yaitu sebagai berikut:

a. Pendekatan struktural

Pendekatan struktural melihat kegiatan memilih sebagai produk dari

konteks struktur yang lebih luas, seperti struktur sosial, sistem partai,

sistem pemilihan umum, permasalahan, dan program yang ditonjolkan

oleh setiap partai. Struktur sosial yang menjadi sumber kemajemukan

politik dapat berupa kelas sosial atau perbedaan antara majikan dan

(11)

b. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan sosiologis cenderung menempatkan kegiatan memilih dalam

kaitan dengan konteks sosial. Kongkretnya, pilihan seseorang dalam

pemilihan umum dipengaruhi latar belakang demografi dan sosial

ekonomi, seperti etnis, jenis kelamin, tempat tinggal (kota-desa),

pekerjaan, pendidikan, kelas, pendapatan, dan agama.

c. Pendekatan Ekologis

Pendekatan ekologis hanya relevan apabila dalam suatu daerah pemilihan

terdapat perbedaan karakteristik pemilih berdasarkan unit teritorial, seperti

desa, kelurahan, kecamatan, dan kabupaten. Jika di Amerika Serikat

terdapat distrik, precinct, dan ward. Kelompok masyarakat, seperti tipe

penganut agama tertentu, buruh, kelas menengah, mahasiswa, subkultur

tertentu, dan profesi tertentu bertempat tinggal pada unit teritorial sehingga

perubahan komposisi penduduk yang tinggal diunit teritorial dapat

dijadikan sebagai penjelasan atas perubahan hasil pemilihan umum.

d. Pendekatan Psikologi Sosial

Pendekatan psikologi sosial sama dengan penjelasan yang diberikan dalam

pendekatan perilaku memilih. Salah satu konsep psikologi sosial yang

digunakan untuk menjelaskan perilaku untuk memilih pada pemilihan

umum berupa identifikasi partai. Konsep ini merujuk pada persepsi

pemilih atas partai-partai yang ada atau keterikatan emosional pemilih

terhadap partai tertentu. Kongkretnya, partai yang secara emosional

dirasakan sangat dekat dengannya merupakan partai yang selalu dipilih

(12)

e. Pendekatan Pilihan Rasional

Pendekatan pilihan rasional melihat kegiatan memilih sebagai produk

kalkulasi untung dan rugi, yang dipertimbangkan tidak hanya ”ongkos”

memilih dan kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi hasil yang

diharapkan, tetapi juga perbedaan dari alternatif berupa pilihan yang ada.

Pertimbangan ini digunakan pemilih dan kandidat yang hendak

mencalonkan diri untuk terpilih sebagai wakil rakyat atau pejabat

pemerintah. Bagi pemilih pertimbangan untung dan rugi digunakan untuk

membuat keputusan apakah ikut memilih atau tidak.

Sedangkan menurut Heywood (1997: 224), perilaku memilih dapat

diidentifikasi dengan beberapa pendekatan yaitu:

a. Pendekatan Identifikasi Partai

Teori paling awal dari perilaku memilih adalah pendekatan indentifikasi

partai yang merupakan bagian dalam faktor psikologis, ini didasarkan pada

pengaruh psikologis dari orang-orang yang menjadi anggota partai.

Pemilih melihat orang yang dipilih dengan mengidentifikasi dari partai

yang diikuti, hal ini termasuk dukungan dalam jangka panjang untuk

menghormati partai mereka sendiri. Pemungutan suara merupakan suatu

penjelmaan sikap berat sebelah, bukan produk kalkulasi yang dipengaruhi

faktor kebijakan, kepribadian, kampanye dan pemberitaan media.

b. Pendekatan Sosiologis

Hubungan antara pendekatan sosiologis dengan perilaku memilih terhadap

minat pada suatu grup didukung oleh tujuan pemilih untuk mengadopsi

(13)

mana mereka tergabung. Lebih dari itu pengembangan faktor psikologis

yang mempengaruhi partai yang berasal dari pengaruh keluarga. Sorotan

utama dari pendekatan ini adalah kepentingan dari perjanjian sosial,

mencerminkan tekanan didalam kemasyarakatan. Hal yang paling penting

untuk bagian ini adalah kelas, gender, etnisitas, agama, dan wilayah.

c. Pendekatan Pilihan Rasional

Pendekatan pilihan rasional lebih memperhatikan pendapat individu dan

jauh dari sosialisasi dan perilaku kelompok sosial. Di sini pemungutan

suara dilihat sebagai sikap yang rasional, pemilih individu percaya untuk

memilih partai dan mereka lebih memilih kepada seseorang yang diminati.

Telah menjadi suatu kebiasaan ada suatu manifestasi pengaruh dan

kesetiaan dalam pemungutan suara yang dianggap sebagai alat penting.

Pemilihan dalam hal ini merupakan pola pikir masa lalu dalam kekuasaan

partai dan bagaimana penampilannya mempengaruhi pilihan masyarakat.

d. Pendekatan Ideologi Dominan

Radikal teori dalam pemilihan suara menuju kepada fokus utama dari

tingkat pilihan individu yang dibentuk oleh proses dari manipulasi ideologi

dan kontrol. Di beberapa anggapan seperti beberapa perubahan teori dalam

pendekatan sosiologi, pemungutan suara disebut sebagai kedudukan

seseorang dalam hierarki sosial di mana teori ini berbeda dengan

pendekatan sosiologi, meskipun begitu bagaimana individu

menginpretasikan posisi mereka bergantung pada bagaimana mereka

(14)

Sementara itu menurut Afan Gaffar (1992: 27), beberapa pendekatan perilaku

memilih adalah sebagai berikut:

a. Pendekatan sosiologis

Pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan

pengelompokan-pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup

signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Pengelompokan sosial

seperti umur (tua-muda), jenis kelamin (laki-perempuan), agama dan

semacamnya, dianggap mempunyai peranan yang cukup menentukan

dalam membentuk perilaku pemilih. Untuk itu, pemahaman terhadap

pengelompokan sosial baik secara formal seperti keanggotaan seseorang

dalam organisasi-organisasi keagamaan, organisasi-organisasi profesi,

kelompok-kelompok okupasi dan sebagainya, maupun

pengelompokan-pengelompokan informal seperti keluarga, pertemanan, ataupun

kelompok-kelompok kecil lainnya merupakan sesuatu yang sangat vital

dalam memahami perilaku memilih, karena kelompok ini mempunyai

peranan besar dalam membentuk sikap, persepsi dan orientasi seseorang.

b. Pendekatan psikologis

Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi

terutama konsep sikap dan sosialisasi, untuk menjelaskan perilaku pemilih.

Menurut pendekatan ini pemilih menentukan pilihannya karena pengaruh

kekuatan psikologis yang berkembang dalam dirinya sebagai produk dari

proses sosialisasi. Melalui proses sosialisasi, berkembang ikatan psikologis

yang kuat antara seseorang dengan organisasi kemasyarakatan atau partai

(15)

dan pola tingkah laku politik serta merupakan sarana bagi generasi untuk

mewariskan patokan dan keyakinan politik pada generasi sesudahnya.

c. Pendekatan politis rasional

Pada pendekatan ini isu-isu politik menjadi pertimbangan penting. Para

pemilih akan menentukan pilihan berdasarkan penilaiannya terhadap

isu-isu politik dan kandidat yang diajukan. Artinya para pemilih dapat

menentukan pilihan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional.

Berdasarkan uraian di atas maka kajian dalam penelitian ini dibatasi pada

pendekatan sosiologis sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku

memilih. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Afan Gaffar (1992: 27),

bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan-pengelompokan sosial

mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku

pemilih. Pengelompokan sosial tersebut terdiri dari kelompok umur, jenis

kelamin , etnisitas maupun agama.Pengelompokan sosial dapat bersifat formal

seperti organisasi dan perkumpulan, maupun pengelompokan informal seperti

keluarga, pertemanan, ataupun kelompok-kelompok kecil lainnya.

3. Studi Tentang Perilaku Pemilih di Indonesia

Kajian mengenai perilaku pemilih telah banyak dijelaskan oleh para ahli seperti

Afan Gaffar dan Kristiadi, dan hingga sekarang konsep tersebut masih

dikumandangkan oleh para-para ahli penerusnya. Hingga saat ini, paling tidak

terdapat enam studi penting mengenai perilaku pemilih di Indonesia. Semua

studi ini melihat pemilih pada titik sentral dan menjelaskan faktor dan alasan

(16)

perilaku pemilih, kemungkinan banyak studi lain dalam penelitian di kampus

(skripsi, thesis ataupun disertasi). Meski demikian, enam studi inilah yang

hingga saat ini kerap disebut dan banyak dikutip untuk menjelaskan perilaku

pemilih di Indonesia, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1. Studi Perilaku Pemilih Yang Pernah Dilakukan.

STUDI OBJEK PEMILU METODE

Gaffar (1992) 1987 Survei

Mallarangeng (1997) 1977, 1982, 1987, 1992 Data agregat Ananta (et.al, 2004) 1999 Data agregat

King (2003) 1999 Data agregat

Liddle dan Mujani (2000) 1999 Survei Liddle dan Mujani (2007) 2004 Survei Sumber: www.lsi.co.id/media/. Diakses Tanggal 13 Juni 2010.

Penelitian Gaffar (1992) tentang Javanese Voters yang menelaah pendekatan

struktural Geertz dan traditional authority dari Jackson. Gaffar berupaya

menjelaskan mengenai perilaku memilih di kalangan masyarakat Jawa.

Mengapa masyarakat memilih partai politik tertentu dalam Pemilu Orde Baru.

Faktor apa yang menyebabkan seseorang memilih Golkar, Partai Persatuan

Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Dalam studinya,

Afan Gaffar menjelaskan empat variabel yang digunakan yaitu the

socio-religious beliefs (abangan dan santri), party identification, the pattern of

leadership, and class or social status.

Studi J. Kristiadi (1994), dengan variabel socio cultural menemukan bahwa

secara kuantitatif, pengaruh panutan masih kuat bagi kecenderungan perilaku

politik memilih masyarakat sehingga orientasi perilaku memilih masyarakat

masih paternalistis. Secara umum, penelitian pada akhir era orde baru (1992

(17)

menunjukkan partisipasi yang semakin baik. Sebenarnya studi Gaffar dan

Kristiadi berbeda, studi Gaffar mengambil sampel kelompok masyarakat yang

relatif homogen (masyarakat desa), sementara itu studi Kristiadi mengambil

sampel masyarakat desa dan kota untuk lebih memperoleh kejelasan tentang

pola perilaku pemilih dari dua jenis masyarakat yang berbeda karakternya.

(Sumber: http://www.scribd.com/, diakses pada tanggal 13 Juni 2010).

Studi selanjutnya dilakukan oleh Mallarangeng (1997) yang menjelaskan

faktor yang mempengaruhi pilihan seseorang pada partai politik di masa Orde

Baru Pemilu 1977, 1982, 1987, dan 1992. Pasca tumbangnya Orde Baru studi

mengenai perilaku pemilih mulai marak dilakukan. Pemilu 1999 adalah pemilu

pertama setelah pemilu 1955 yang dilakukan secara demokratis, pemilih

mempunyai otonomi untuk menentukan partai apa yang didukung. Studi

mengenai perilaku pemilih menjadi relevan untuk dilakukan

(Sumber: www.lsi.co.id/media/. Diakses Tanggal 13 Juni 2010).

Studi King (2003), Ananta (et.al, 2004) dan Liddle dan Mujani (2000) adalah

salah satu contoh dari penelitian mengenai perilaku pemilih yang

menggunakan objek Pemilu tahun 1999. King (2003) berusaha melihat apakah

ada persamaan pilihan antara pemilih tahun 1955 dengan pemilih pada Pemilu

2004. Fakta-fakta empiris yang diajukan oleh King ini menunjukkan adanya

suatu kontinuitas, korelasi signifikan antara daerah-daerah pendukung

partai-partai tertentu pada tahun 1955 dan daerah-daerah pendukung partai-partai-partai-partai

tertentu pada 1999. King berusaha untuk menjelaskan faktor-faktor apa saja

(18)

ini didasarkan pada hasil Pemilu 1999. King mengembangkan suatu model

yang disebut sebagai konteks sosioekonomik. Dengan kata lain, King ingin

menguji apakah konteks sosial ekonomi punya pengaruh terhadap pilihan

seseorang terhadap partai politik. Ananta (et.al, 2004) mengembangkan lebih

lanjut studi dan temuan King (2003).

(Sumber: www.lsi.co.id/media/. Diakses Tanggal 13 Juni 2010).

Ananta menggunakan data-data yang lebih baru, sedangkan studi ekstensif

mengenai perilaku pemilih dilakukan oleh Liddle dan Mujani (2000, 2007).

Studi ini menggunakan konsep mutakhir mengenai perilaku pemilih yang

biasa dilakukan di Amerika. Studi ini juga menggunakan metode survei

dengan populasi nasional, sehingga hasilnya representatif dan bisa mewakili

pendapat dari seluruh masyarakat Indonesia

(Sumber: www.lsi.co.id/media/. Diakses Tanggal 13 Juni 2010).

Menurut Nursal (2004), perkembangan politik yang semakin maju kini

membawa perubahan untuk mengkaji perilaku pemilih lebih jauh lagi, ini

didukung dengan munculnya pendekatan baru dalam mengkaji perilaku

memilih yaitu pendekatan Political Marketing. Sebagai kajian keilmuan baru

yang masih dalam tataran embrionik, marketing politik yang pertama kali

dimulai di Amerika Serikat terus mengalami perkembangan definisi yang

beragam dan berubah. Political marketing merupakan serangkaian aktivitas

terencana, strategis tapi juga taktis, berdimensi jangka panjang dan jangka

(19)

marketing bertujuan membentuk dan menanamkan harapan, sikap, keyakinan,

orientasi dan perilaku pemilih.

Bambang Ary Wibowo (2005) menyamakan rasionalitas dengan politik

marketing, dimana dalam merebut peluang sebagai seorang kandidat

sebenarnya sama halnya dengan bagaimana memahami politik marketing,

dimana setiap produsen mempunyai kesempatan yang sama dalam

memasarkan produk (kandidat) sesuai dengan keinginannya. Kandidat yang

mampu bersaing dan memenangkan peperangan adalah kandidat yang

mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan, memenuhi keinginan pasar

serta memenuhi harapan dari pasar. Artinya, dalam pendekatan ini kandidat

diibaratkan sebagai sebuah produk yang akan dipasarkan kepada rakyat, untuk

itu agar kandidat dapat diterima oleh pasar serta mendapat dukungan dari

pasar (rakyat) maka kandidat haruslah seseorang yang berkualitas yang dapat

menarik simpati rakyat untuk turut serta mendukung kandidat tersebut.

(Sumber: www.fisip.uns.ac.id. Diakses Tanggal 13 Juni 2010).

Selanjutnya Bambang Ary Wibowo (2005), menjelaskan beberapa hal yang

perlu diperhatikan dalam pendekatan marketing terutama bagi partai politik

untuk mengajukan seorang kandidat :

a. Isu dan kebijakan politik, merupakan presensi dari kebijakan atau program

yang akan dilaksanakan oleh para kandidat nanti. Dengan demikian

pemilih akan tahu apa yang akan dikerjakan kandidat tersebut, misalnya

seberapa besar keberanian kandidat mengikuti debat publik untuk

(20)

b. Citra sosial, menunjukkan citra kandidat dalam menarik pemilih dengan

menciptakan asosiasi tertentu sehingga akan terjadi segmentasi pemilih di

mana kandidat dapat diterima. Misalnya calon yang berasal dari kalangan

intrepreneur, tentu akan lebih mudah diterima kelompok usahawan. Partai

yang berbasis agama tidak akan mudah menerima calon dari non agama.

c. Perasaan emosional, merupakan platform yang ditawarkan oleh kandidat

kepada pemilih. Misalnya kandidat calon Walikota Surakarta yang akan

membenahi pedagang kaki lima, tentu akan memunculkan perasaan

emosional dari setiap pemilih. Ada yang simpati dan ada yang antipati.

d. Citra kandidat, merupakan konsistensi citra diri seorang kandidat.

Ketegasan, emosional yang stabil, energik, jujur dan sebagainya akan

menjadi acuan bagi pemilih nanti. Misalnya bagi kandidat yang berasal

dari bekas pejabat yang pada saat berkuasa terlibat korupsi, akan menjadi

catatan bagi para pemilihnya.

e. Rasionalitas pemilih. Adanya perubahan perilaku pemilih yang menjadi

lebih rasional menjadi pertimbangan penting bagi para kandidat dalam

mempersiapkan dirinya dan tim suksesnya.

(Sumber: www.fisip.uns.ac.id. Diakses Tanggal 13 Juni 2010).

Berdasarkan beberapa pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa penelitian tentang perilaku pemilih sebenarnya sudah lama dilakukan

oleh para ahli-ahli sebelumnya. Meskipun ada perbedaan pendapat dari para

ahli-ahli tersebut justru melahirkan berbagai macam bentuk pendekatan atau

konsep baru yang dapat digunakan untuk menelaah perilaku pemilih dan

(21)

B. Masyarakat Adat Lampung

1. Pengertian Masyarakat

Menurut Koentjaraningrat (1999: 147), masyarakat adalah kesatuan hidup

manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang

bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

Masyarakat merupakan sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan

terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.

Menurut Seorjono Soekanto (2002: 148), masyarakat adalah kesatuan hidup

manusia yang melakukan ineraksi berdasarkan hubungan-hubungan tersebut

serta pola-polanya sesuai dengan kepentingan manusia dan kelompoknya yang

terlihat dari adanya suatu identitas bersama.

Menurut Weber dalam Soekanto (2002: 24):

Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem dari kebiasaan atau tata cara dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebebasan manusia, keseluruhan yang selalu berubah ini dinamakan masyarakat, masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan masyarakat selalu berubah. Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia itu hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu sistem yang terbentuk karena hubungan dari anggotanya. Dengan kata lain bahwa masyarakat adalah sistem yang terwujud dari kehidupan bersama, yang lazim disebut kemasyarakatan.

Selanjutnya Ralp Linton dalam Soekanto (2002: 27), berpendapat bahwa

masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja

(22)

menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang

dirumuskan dengan jelas.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian masyarakat

adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dan menempati suatu

wilayah tertentu dan menjalankan hubungan diantaranya dengan menjalankan

suatu fungsi-fungsi tertentu yang saling menentukan satu sama lain.

2. Ciri-Ciri Masyarakat

Masyarakat merupakan suatu kelompok manusia yang secara nyata ada

maupun fiktif bertempat di wilayah tertentu, di mana anggota-anggotanya

memiliki kepentingan tertentu, mempunyai suatu kesamaan perasaan bahwa

hanya dengan hidup demikianlah maka kebutuhan-kebutuhan pokok untuk

kelangsungan hidupnya dapat terpenuhi. Masyarakat juga dapat dimaknai

sebagai hubungan antar manusia bersifat pribadi, kenal mengenal dengan

akrab, sepahit-semanis, seduka-sesuka, disertai saling percaya mempercayai

yang berakar pada kesatuan keturunan dan kesatuan keluarga, mempunyai

kesatuan adat dan kepercayaan, sebagai bagian yang tidak terpisahkan.

Menurut Seokanto (2002: 150-151), ada beberapa unsur yang dapat dijadikan

ciri suatu kelompok masyarakat, yaitu:

a. Seperasaan

Unsur perasaan akibat seseorang berusaha untuk mengidentifikasikan

dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut,

(23)

b. Sepenanggungan

Setiap individu sadar akan perannya dengan kelompok dan masyarakat

sendiri memungkinkan perannya, dalam kelompok dijalankan, sehingga

dia mempunyai kedudukan yang pasti dalam darah dagingnya sendiri.

c. Saling memerlukan

Individu yang tergabung dalam masyarakat setempat merasakan dirinya

tergantung pada komunitasnya yang meliputi kebutuhan fisik maupun

kebutuhan psikologis.

Sementara itu menurut Koentjaraningrat (1998: 192), masyarakat merupakan

sekelompok manusia yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu sebagai satu

kesatuan hukum, terorganisir, memiliki lembaga baik formal maupun non

formal, dan berkaitan dengan hukum dan pemerintahan, memiliki wewenang

untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya dalam rangka memenuhi

kebutuhannya. Ada empat ciri penting dalam suatu kelompok yang bisa

membentuk suatu masyarakat, yaitu sebagai berikut:

a. Interaksi

Interaksi dalam suatu kelompok merupakan faktor yang penting, karena

melalui interaksi, individu dapat melihat perbedaan antara kelompok atau

dengan istilah coact. Coact adalah orang yang secara serentak terikat

dalam aktivitas yang sama namun tanpa komunikasi dengan lainnya.

(24)

Sekumpulan orang yang berinteraksi dalam jangka waktu yang singkat dan

tidak dapat digolongkan sebagai kelompok mempersyaratkan adanya

interaksi dalam jangka waktu yang panjang, karena dengan ini ia akan

memiliki karakteristik atau cirri ang tidak dimiliki oleh kumpulan

sementara.

c. Ukuran atau jumlah partisipan dalam kelompok

Dalam hal ini tidak ada ukuran yang pasti mengenai jumlah anggota dalam

suatu kelompok.

d. Tujuan

Mengandung pengertian bahwa keanggotaan dalam suatu kelompok akan

membantu individu menjadi anggota kelompok tersebut dapat

mewujudkan satu atau lebih tujuannnya.

3. Pengertian Adat

Menurut Hilman Hadikusuma (1999: 139), adat merupakan

kebiasaan-kebiasaan perilaku manusia didalam masyarakat yang merupakan bagian

kebudayaan. Menurut Zubaidi dan Zainal Abidin (1991: 1), adat adalah suatu

pengungkapan tata nilai sosial budaya serta pedoman dalam berperilaku bagi

masyarakat pemangkunya.

Berdasarkan kedua pengertian di atas, maka adat adalah kebiasaan yang terjadi

berulang-ulang dalam suatu masyarakat, di mana kebiasaan-kebiasaan tersebut

merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat itu sendiri, yang memiliki

norma-norma yang berlaku dimasyarakat dalam melakukan interaksi antar

(25)

Berdasarkan definisi masyarakat tersebut, yang dimaksud masyarakat

Lampung dalam penelitian ini adalah suatu kesatuan hidup manusia yang

terikat dalam budaya Lampung dan berinteraksi menurut adat istiadat dan

budaya Lampung.

4. Kondisi Sosiologis Masyarakat Lampung

Menurut Hilman Hadikusuma (1999: 10), asal-usul penduduk Lampung, erat

hubungannya dengan asal-usul istilah Lampung itu sendiri yakni kata

To-Lang-Po-Hwang yang dapat dieja atas kata to yang berarti orang dalam bahasa

Toraja, sedang kata Lang-po-hwang adalah kepanjangan dari kata Lampung.

Jadi To-Lang-po-hwang berarti orang Lampung, sehingga erat hubungannya

antara dua kata tersebut terhadap asal-usul orang Lampung.

Selanjutnya dalam Kitab Koentjara Rajaniti (Pegangan Raja dalam

Pemerintahan) dalam Hilman Hadikusuma (1999: 12) dikemukakan bahwa

ada nama-nama poyang yang banyaknya ada lima yang kesemuanya itu

berasal dari Pagaruyung dan kemudian menjadi poyangnya Suku Lampung

yang ada sekarang ini yaitu:

a. Indragadjah gelar Umpu Bejalan berkedudukan di Puncak dan

menurunkan Suku Lampung Abung

b. Paklang gelar Umpu Pernong berkedudukan di Hanibung dan menurunkan

(26)

c. Sikin gelar Umpu Nyerupa berkedudukan di Sukau dan menurunkan Suku

Lampung Jelma Daya

d. Belunguh gelar Umpu Belunguh berkedudukan di Kenali dan menurunkan

Suku Lampung Peminggir

e. Indarwati gelar Putri Bulan berkedudukan di Canggiling menurunkan

Suku Lampung Tulangbawang

Masyarakat Lampung terdiri dari dua kelompok besar masyarakat adat yaitu:

1) Masyarakat yang beradat Pepadun, yang terdiri dari:

a. Masyarakat adat Abung (Abung Siwo Megou) yang terdiri dari 9

marga geneologis

b. Masyarakat adat Tulangbawang/Menggala (Meggou Pak

Tulangbawang) terdiri dari 4 marga geneologis

c. Masyarakat adat Buay Lima (Waykanan/Sungkai) terdiri dari 5 marga

geneologis

d. Masyarakat adat Pubian (Pubian Telu Suku) terdiri dari 3 marga

geneologis

2) Masyarakat adat Saibatin atau Peminggir/Pesisir terdiri dari:

a. Masyarakat adat Peminggir Melinting Rajabasa lokasinya meliputi

Labuhan Maringgai, Rajabasa, dan Kalianda

b. Masyarakat Peminggir Teluk lokasinya sekitar Telukbetung

c. Masyarakat adat Peminggir Semangka lokasi daerahnya di Kecamatan

Cukuh Balak, Talang Padang, Kota Agung, dan Wonosobo

d. Masyarakat adat Peminggir Sekalaberak lokasi daerahnya meliputi

(27)

e. Masyarakat Komering lokasi daerahnya meliputi Komering Ulu dan

Komering Ilir

5. Unsur-Unsur Kebudayaan Masyarakat Adat Lampung

Menurut Hilman Hadikusuma (1999: 101-112), bahwa masalah kebudayaan

Lampung dalam kaitannya dengan kebudayaan nasional dan pembangunan

dalam batas ruang lingkup uraian tentang budaya nilai, budaya adat, budaya

bahasa, dan budaya seni dan peralatannya.

a. Budaya Nilai

Para ahli kebudayaan menempatkan budaya nilai ini dari adat istiadat yang

menagtur kehidupan masyarakat. Hidup manusia itu mengejar nilai dan

nilai yang dikejar tersebut dipengaruhi oleh pandangan hidup atau cita

hidup. Pandangan hidup itu adalah sistem pedoman tentang apa yang baik

dan apa yang tidak baik dalam cita-cita hidup orang atau masyarakat

tertentu. Pandangan hidup orang Lampung selain di jiwai oleh nilai-nilai

ajaran Islam, juga dipengaruhi rasa harga diri yang disebut dengan Pi’il

Pesenggiri, yang terdiri dari:

2) Sakai Sembayan meliputi pengertian yang luas termasuk di dalamnya

gotong royong, tolong menolong, bahu-membahu dan saling memberi

segala sesuatu yang diperlukan bagi pihak lain, bukan hanya bersifat

materi saja tetapi juga dalam arti moril dan pemikiran

3) Nemui Nyimah yang berarti bermurah hati, ramah-tamah terhadap

(28)

4) Nengah Nyappur berarti keharusan ikut bergaul di tengah masyarakat

dengan ikut serta berpartisipasi dalam segala hal yang baik

5) Bejuluk Beadek didasarkan pada Kitey Gemetey yang diwarisi

turun-temurun menghendaki agar seseorang di samping mempunyai nama,

juga diberi gelar sebagai panggilan untuknya. Ini berarti perjuangan

dalam meningkatkan derajat kehidupan dalam masyarakat

b. Budaya Adat

Tidak semua cara berfikir dan berbuat yang mewujudkan adat istiadat,

yang berasal dari struktur masyarakat feodal desa itu buruk. Yang jelas,

tanpa adanya kebiasaan perilaku dan adat istiadat berarti tiada hukum.

Tidak sedikit wujud budaya adat tradisional dan unsur-unsurnya yang

berasal dari zaman feodalisme yang baik dan merupakan kepribadian

nasional. Misalnya saja, sebagaimana telah dikemukakan di atas tentang

Pi’il Pesenggiri, rasa harga diri dengan kepribadian ingin bernilai baik

dalam kehidupan masyarakat, suka nemui nyimah, nengah nyappur dan

sakai sambayan, hal demikian itu perlu dipertahankan karena merupakan

kebudayaan Timur dan kepribadian nasional. Hanya saja untuk

mendukung kegiatan pembangunan perlu pembinaan dan pengarahan yang

sesuai dengan konsep pandangan hidup Pancasila dan tujuan

pembangunan nasional. Dengan demikian maka apa yang menjadi masalah

bagi kita dewasa ini adalah bagaiman menghadapi budaya adat yang lapuk

dan bagaimana membinan budaya adat yang ideal.

(29)

Bahasa Lampung adalah bahasa daerah yang hanya dipakai oleh sekitar

satu juta orang yang mendiami daerah Propinsi Lampung dan sebagian

daerah Propinsi Sumatera Selatan di sepanjang Sungai Komering dan

Danau Ranau sampai Kayuagung. Bahasa Lampung terdiri dari bahasa

lisan dan bahasa tulisan yang disebut dengan aksara Lampung. Pada

akhir-akhir ini sudah banyak orang tua-tua atau cendikiawan yang mengaku

orang Lampung tidak lagi bisa menggunakan aksara Lampung dan sudah

banyak juga angkatan muda Lampung yang kaku dan tidak lancar lagi

menggunakan Bahasa Lampung. Walaupun bahasa Lampung terdiri dari

terdiri dari dua dialek bahasa yang agak berbeda, yang satu berdialek A

(Pemanggilan) sedangkan yang satu berdialek O (Abung), namun di antara

kedua dialek itu bukan banyak perbedaan arti, melainkan berbeda dalam

pengucapan. Sesungguhnya antara kedua dialek tersebut dapat dipakai

secara bersama-sama sebagai bahasa sehari-hari oleh orang-orang

Lampung, sebagaimana dalam musyawarah adat yang dilakukan oleh

pemuka-pemuka adat.

d. Budaya Seni dan Peralatannya

Berbagai macam kesenian yang hidup di kalangan orang Lampung, adalah

seni suara, seni sastra, seni musik dan seni tari, sedangkan seni lukis tidak

banyak, apalagi seni patung tidak ada sama sekali. Seni suara orang

Lampung kebanyakan dalam bentuk pantun yang disebut “pattun”, “syaer”, “pisk’an”, “ringget”, “bandung”, “adi-adi”, “segata”, “wayak” di

berbagai daerah dilagukan perseorangan atau beramai-ramai dengan atau

(30)

Dahulu pantun itu diperdengarkan pada waktu pesta adat, tetapi sekarang

sudah banyak muda-mudi yang tidak lagi pandai melagukannya, karena

kebanyakan lebih tertarik pada lagu-lagu modern. Sedangkan seni tari

Lampung dapat dibedakan antara seni adat dan seni tari gembira. Kedua

macam seni tari itu sebenarnya bersifat hiburan, hanya saja seni tari adat

dilakukan pada upacara adat menurut tata tertib adat dan oleh

pelaku-pelaku pria wanita menurut adat dan oleh pelaku-pelaku-pelaku-pelaku pria dan wanita

menurut adat, begitu pula para pelakunya bebas dari ketentuan adat.

Sedangkan Seni tari gembira adalah tarian yang digelar dipesta keramaian

yang bukan upacara adat, Bentuk seni tari gembira banyak dipengaruhi

unsur-unsur tarian dari daerah lain, seperti tari kipas, bedana, tari serai

serumpun, dan tari penerimaan tamu dengan tepak sirih.

C. Masyarakat Adat Lampung Siwo Mego

Menurut Hilman Hadikusuma (1999: 158), masyarakat adat Lampung Siwo

Mego merupakan bagian dari masyarakat Lampung yang beradat Pepadun.

Secara bahasa Siwo berarti Sembilan dan Mego berarti marga, dengan

demikian Siwo Mego berarti masyarakat Lampung Abung yang memiliki

sembilan marga geneologis, yaitu sebagai berikut:

1. Buay Unyi

2. Buay Unyai

3. Buay Uban

4. Buay Subing

(31)

6. Buay Kunang

7. Buay Selagai

8. Buay Anak Tuha

9. Buay Nyerupa

Masyarakat adat Lampung Siwo Mego menempati wilayah tanah yang ada di

sekitar Way Rarem, Way Terusan, Wai Pengubuwan dan Way Seputih.

Bahasa yang digunakan adalah bahasa Lampung berdialek “o” atau nyow.

Masyarakat Lampung Abung Siwo Migo berasal dari keturunan Ratu

Dipuncak. Ratu Dipuncak pada mulanya bermukim di daerah Sekala Beghak

ini keturunan Ratu Dipuncak menyebar ke masing-masing daerah, ada yang ke

Utara dan ada yang ke Selatan diantaranya ke daerah Komering dan Kayu

Agung Sumatera Selatan dan lain sebagainya. Sedangkan yang lain lagi untuk

pertama kali ke daerah Way Abung Lampung Utara. Di Way Abung ini

keturunan Ratu Dipuncak mengadakan kata sepakat tentang adat mereka yaitu

adat Lampung Abung Siwo Migo.

Pembentukan kesatuan Abung Siwo Migo (Abung Sembilan Marga), diawali

pertemuan di suatu tempat di pinggir Way Abung, di sinilah pertemuan dan

perundingan pada Siwo Migo yang pertama dengan keputusan delapan orang

saudara Nunyai mendapat hak adat ngejukngakuk, tetapi belum mendapat adat

kebumian. Besarnya pengakuk untuk Nunyai tetap 600 (enam ratus)

sedangkan bagi yang lain baru 400 (empat ratus). Mereka yang menjadi saksi

(32)

mendapatkan hak keadatan, dan dari sinilah lahir istilah Abung Siwo Migo

atau Pak Sumbai. (Soebing, 1998: 19)

Masa Abung Siwo Migo (Abung Sembilan Marga) sekitar abad ke-18. Suatu

sistem keterbukaan adat telah diberlakukan sejak zaman Minak Trio Diso,

yakni adanya sistem Mewari (adopsi) untuk menjadi anggota adat Abung bagi

orang-orang dari luar, di mana orang-orang yang diadopsi ini menjadi sama

hak dan kewajibannya di dalam kemasyarakatan dan adat, dan mereka pun

menjadi pimpinan (penyimbang) pula pada buwai masing –masing. Disamping itu ada pula di antara penyimbang-penyimbang tersebut yang melakukan

“Seba” ke Banten. Penyimbang-penyimbang yang telah seba dan para

penyimbang yang atas persepakatan yang disahkan oleh perwatin, lalu

membentuk persekutuan bersama, yakni sebanyak sembilan migo termasuk

keturunan dari Minak Trio Diso sebagai penyimbang inti. (Chaidar, 1992: 51)

D. Pemilihan Kepala Daerah Langsung

Menurut Pasal 56 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam

satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Pasal 58 menyebutkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah

warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat:

(33)

b. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar

Negara Republik lndonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus

1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah;

c. Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau

sederajat;

d. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;

e. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan

menyeluruh dari tim dokter;

f. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana

yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau

lebih;

g. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

h. Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya;

i. Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;

j. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau

secara badan hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang merugikan

keuangan negara.

k. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;

l. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela;

m. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum

(34)

n. Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain

riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri;

o. Belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah

selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama; dan

p. Tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah.

Menurut Amirudin (2003: 184-186), kelebihan sistem Pemilihan Kepala

Daerah langsung adalah sebagai berikut:

a. Konkritisasi Demokrasi, dengan memberikan perspektif baru bahwa

proses Pemilihan Kepala Daerah akan memenuhi kaidah proses demokrasi

di dua level struktural dan kultural. Di level struktural, proes Pemilihan

Kepala Daerah diduga akan lebih beradab karena melibatkan unsur

Partisipasi publik yang makin meluas dari bawah sesuai aspirasi

masyarakat lokal. Di level kultural, Proses Pilkada memberi keleluasaan

bagi merembesnya nilai-nilai transparansi, independensi dan kejujuran.

b. Adanya kemungkinan kekerasan terhadap proses dan kekerasan terhadap

data, sedikit terkurangi.

c. Berkurangnya praktek premanisme politik uang. Jika Pilkada dilakukan

secara langsung, kemungkinan politik uang dapat diminimalisasi

E. Kerangka Pikir

Pemilihan Kepala Daerah sebagai wujud Pemilu menjadi sarana yang tersedia

bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam menentukan pemimpinnya untuk

menjalankan kedaulatan rakyat. Pemilihan Kepala Daerah merupakan

(35)

pemerintahan yang akan menjadi pemimpin seluruh masyarakat, termasuk

masyarakat adat.

Masyarakat adat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat adat

Lampung. Secara garis besar nasyarakat Lampung terdiri dari dua kelompok

masyarakat adat, yaitu masyarakat adat Pepadun dan masyarakat adat Pesisir.

Masyarakat beradat Pepadun kebanyakan bermukim di daerah pedalaman,

sedangkan yang beradat Pesisir bermukim di daerah pesisir atau di daerah

yang tidak termasuk daerah lingkungan pepadun. Termasuk dalam lingkungan

beradat pepadun adalah orang-orang Abung, Tulangbawang (Menggala),

Waykanan Sungkai, Pubiyan.

Perilaku memilih masyarakat dalam penelitian ini dibatasi pada pendekatan

sosisologis, dengan pertimbangan bahwa karakteristik sosial dan

pengelompokan sosial secara teoritis mempunyai pengaruh yang cukup

signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Pengelompokan sosial tersebut

terdiri dari etnisitas, agama, organisasi masyarakat adat, keluarga dan

pertemanan.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh etnisitas, agama,

organisasi masyarakat adat, keluarga dan pertemanan terhadap perilaku

memilih Masyarakat Adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa

Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu dalam Pemilihan Kepala Daerah

Lampung Timur Tahun 2010. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan

(36)

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

F. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak Ada pengaruh etnisitas, agama, organisasi masyarakat adat,

keluarga dan pertemanan terhadap perilaku memilih Masyarakat Adat

Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu

Kecamatan Labuhan Ratu dalam Pemilihan Kepala Daerah Lampung

Timur Tahun 2010

Ha : Ada pengaruh etnisitas, agama, organisasi masyarakat adat, keluarga dan

pertemanan terhadap perilaku memilih Masyarakat Adat Lampung Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan

Labuhan Ratu Lampung Timur (Variabel Y)

(37)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan

pendekatan kuantitatif. Menurut Arikunto (2000: 126), penelitian deskriptif

adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau melukiskan

keadaan subyek atau obyek penelitian (masyarakat adat, lembaga,masyarakat,

dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau

sebagaimana adanya. Pendekatan kuantitatif adalah penyajian analisis

fenomena yang disusun dengan data kuantitatif serta membuat ketetapan

pengukurannya menggunakan teknik analisis statistik.

B. Definisi Konsep

Menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (2001: 121), definisi konsep

adalah pemaknaan dari konsep yang digunakan, sehingga memudahkan

peneliti untuk mengoperasikan konsep tersebut di lapangan. Berdasarkan

definisi tersebut maka definisi konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan sosiologis adalah salah satu faktor yang mempengaruhi

(38)

karakteristik sosial atau pengelompokan sosial yang meliputi etnisitas,

agama, organisasi masyarakat adat, keluarga dan pertemanan.

2. Perilaku Memilih Masyarakat Adat

Perilaku memilih Masyarakat Adat Lampung Abung Siwo Mego Buay

Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu dalam Pemilihan

Kepala Daerah Lampung Timur Tahun 2010 adalah tindakan yang

dilakukan oleh masyarakat dalam memberikan atau menjatuhkan

pilihannya pada calon Kepala Daerah yang didasarkan pada pemahaman

terhadap Pilkada, kecenderungan untuk memilih, pertimbangan dalam

memilih, kesadaran untuk memilih dan memberikan pilihan pada Pilkada

C. Definisi Operasional

Menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (2001: 123), definisi

operasional adalah petunjuk bagaimana variabel diukur, dengan membaca

definisi operasional maka diketahui baik buruknya variabel tersebut.

Berdasarkan definisi di atas, definisi operasional sebagai fokus dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Sosiologis

Indikator-indikatornya adalah sebagai berikut:

a. Etnisitas, diukur dari adanya pertimbangan etnisitas oleh masyarakat

dalam memberikan pilihan pada Pilkada.

b. Agama, diukur dari adanya pertimbangan agama oleh masyarakat

(39)

c. Organisasi masyarakat adat, diukur dari adanya pertimbangan

organisasi masyarakat adat dalam memberikan pilihan pada Pilkada.

d. Keluarga, diukur dari adanya pertimbangan keluarga oleh masyarakat

dalam memberikan pilihan pada Pilkada.

e. Pertemanan, diukur dari adanya pertimbangan pertemanan oleh

masyarakat dalam memberikan pilihan pada Pilkada.

2. Perilaku Memilih Masyarakat Adat

Indikator-indikatornya adalah sebagai berikut:

a. Pemahaman terhadap Pilkada, diukur dari adanya pemahaman

masyarakat adat terhadap tujuan pelaksanaan Pilkada.

b. Kecenderungan untuk memilih, diukur dari adanya kecenderungan

masyarakat adat untuk memilih salah satu calon dalam Pilkada.

c. Pertimbangan dalam memilih, diukur dari adanya pertimbangan

sosiologis oleh masyarakat adat untuk memilih salah satu calon dalam

Pilkada.

d. Kesadaran untuk memilih, diukur dari adanya kesadaran masyarakat

adat untuk memilih salah satu calon dalam Pilkada.

e. Memberikan pilihan pada Pilkada, diukur dari adanya perilaku

memilih masyarakat terhadap salah satu calon dalam Pilkada.

D. Populasi

Menurut Singarimbun dan Effendi (2001: 108), populasi adalah jumlah

keseluruhan unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Berdasarkan definisi

(40)

Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan

Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang telah memiliki hak pilih dan

terdaftar dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap) dengan jumlah yaitu 1.070 orang.

(Sumber: Monografi Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur Tahun 2010)

E. Sampel

Menurut Singarimbun dan Effendy (2001: 82), sampel adalah sebagai dari

populasi yang memiliki sifat-sifat utama dari populasi dan dijadikan sebagai

perwakilan atau represtasi dalam penelitian. Penentuan besarnya sampel

penelitian dihitung dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

1

1 = bilangan konstan (Sugiono, 2005)

Berdasarkan rumus di atas maka besarnya sampel adalah :

1

Dengan demikian maka sampel penelitian berjumlah 91 orang.

F. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan:

1. Kuisioner, yaitu dengan memberikan daftar pertanyaan atau angket tertulis

(41)

2. Dokumentasi, mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber atau

referensi yang terkait dengan penelitian, seperti buku, majalah, atau

literatur lainnya.

G. Teknik Pengolahan Data

Setelah data yang diperoleh dari lapangan terkumpul, maka tahap selanjutnya

adalah dengan mengolah data yang ada tersebut. Adapun teknik yang

digunakan dalam pengolahan data pada penelitian ini adalah:

1. Editing. Data yang telah diperoleh dilapangan, diedit atau diperiksa untuk

angka kebenarannya. Pemeriksaan tersebut didasarkan pada

ukuran-ukuran yang ditetapkan sebelumnya.

2. Koding. Dilakukan untuk mempermudah pengolahan data yang telah

masuk dan memberi kode-kode tertentu pada jawaban responden.

3. Tabulasi, yaitu mengelompokan jawaban-jawaban yang serupa dan teratur

secara sistematis, kemudian memasukan data-data kedalam tabel agar

dapat dibaca dan diinterpretasikan secara deskriptif analitik.

H. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh pendekatan sosiologis terhadap perilaku memilih

Masyarakat Adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan

Ratu Kecamatan Labuhan Ratu dalam Pemilihan Kepala Daerah Lampung

Timur Tahun 2010, digunakan analisis statistik rumus Koefisien Penentu.

Nilai korelasi yang didapat kemudian diinterpretasikan dalam kriteria

(42)

Nilai r Interpretasi nilai r 0,800 sampai dengan 1,000 Korelasi sangat kuat 0,600 sampai dengan 0,799 Korelasi kuat

0,400 sampai dengan 0,599 Korelasi cukup kuat 0,200 sampai dengan 0,399 Korelasi rendah

0,001 sampai dengan 0,199 Korelasi sangat tidak rendah

Rumus Koefisien Penentu adalah sebagai berikut:

KP = r2 x 100%

nilai t hitung (Student Test), dengan rumus sebagai berikut:

2

Selanjutnya dilakukan perbandingan nilai t hitung dengan nilai t tabel pada taraf

signifikan 95%, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Jika t hitung > t tabel pada taraf signifikan 95% maka Ho ditolak, Ha diterima.

Berarti ada pengaruh pendekatan sosiologis terhadap perilaku memilih

Masyarakat Adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing dalam

Pemilihan Kepala Daerah Lampung Timur Tahun 2010

b. Jika t hitung < t tabel pada taraf signifikan 95% maka Ho diterima, Ha ditolak.

Berarti tidak ada pengaruh pendekatan sosiologis terhadap perilaku

memilih Masyarakat Adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing

(43)

I. Uji Validitas dan Reliabilitas

Pengujian validitas instrumen penelitian dilakukan dengan menggunakan

rumus Korelasi Product Moment, sebagai berikut:

2 2



2 2

(Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, 2001: 137).

Ketentuannya adalah jika nilai r hitung > r tabel maka pertanyaan valid dan

jika r hitung < r tabel maka pertanyaan tersebut tidak valid

Untuk mencari reliabilitas keseluruhan item adalah dengan mengoreksi angka

korelasi yang diperoleh menggunakan rumus Koefisien Alfa (CronBach):

 = Nilai varians masing-masing item 2

t

 = Varians total

Ketentuannya adalah jika nilai nilai alfa > r tabel maka pertanyaan reliabel dan

jika nilai alfa < r tabel maka pertanyaan tersebut tidak reliabel.

(44)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Responden

Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten

Lampung Timur yang telah memiliki hak pilih dan terdaftar dalam DPT

(Daftar Pemilih Tetap) dengan jumlah 91 orang. Berikut akan dideskripsikan

identitas responden menurut kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan

terakhir dan pekerjaan.

1. Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin

Menurut jenis kelamin maka responden penelitian ini terdiri dari jenis kelamin

laki-laki dan perempuan. Untuk mengetahui Identitas Responden menurut

jenis kelamin, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6. Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

1 Laki-laki 67 73,63

2 Perempuan 24 26,37

Jumlah 91 100

(45)

Berdasarkan data pada tabel di atas diketahui bahwa dari 91 responden,

sebanyak 67 (73,63%) responden berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 24

(26,37%) responden berjenis kelamin perempuan. Dengan demikian maka

sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki.

2. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur

Untuk mengetahui Identitas Responden menurut kelompok umur, dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 7. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur

No Kelompok Umur Frekuensi Persentase

1 47 Tahun ke atas 8 8,79

2 37 – 46 Tahun 24 26,37

3 27 – 36 Tahun 37 40,66

4 17 – 26 Tahun 22 24,18

Jumlah 91 100

Sumber: Pengolahan Data Penelitian Tahun 2010

Berdasarkan data pada tabel di atas diketahui bahwa dari 91 responden,

sebanyak 8 (8,79%) responden berusia 47 tahun ke atas, sebanyak 24

(26,37%) responden berusia 37-46 tahun, sebanyak 37 (40,66%) responden

berusia 27-36 tahun dan sebanyak 22 (24,18%) responden berusia 17-26

tahun. Dengan demikian maka sebagian besar responden berusia 27–36 tahun.

3. Identitas Responden Menurut Pendidikan Terakhir

Untuk mengetahui identitas responden menurut pendidikan terakhir, dapat

(46)

Tabel 8. Identitas Responden Menurut Pendidikan Terakhir

No Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase

1 Perguruan Tinggi 7 7,69

2 SMA/Sederajat 42 46,15

3 SMP/Sederajat 29 31,87

4 SD/Sederajat 13 14,29

Jumlah 91 100

Sumber: Pengolahan Data Penelitian Tahun 2010

Berdasarkan data pada tabel di atas diketahui bahwa dari 91 responden,

sebanyak 7 (7,69%) responden adalah lulusan perguruan tinggi, sebanyak 42

(46,15%) responden adalah lulusan SMA/Sederajat, sebanyak 29 (31,87%)

responden adalah lulusan SMP/Sederajat dan sebanyak 13 (14,29%)

responden adalah lulusan SD/Sederajat. Dengan demikian maka sebagian

besar responden adalah lulusan SMA/Sederajat atau telah menyelesaikan

jenjang pendidikan tingkat menengah.

4. Identitas Responden Menurut Pekerjaan

Untuk mengetahui identitas responden menurut pendidikan terakhir, dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9. Identitas Responden Menurut Pekerjaan

No Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase

1 Petani 47 51,65

(47)

Berdasarkan data pada tabel di atas diketahui bahwa dari 91 responden,

sebanyak 47 (51,65%) responden bekerja sebagai petani, sebanyak 15

(16,48%) responden bekerja sebagai wiraswasta, sebanyak 3 (3,30%)

responden bekerja sebagai PNS, sebanyak 12 (13,19%) responden bekerja

sebagai pedagang dan sebanyak 14 (15,38%) responden bekerja sebagai ibu

rumah tangga. Dengan demikian maka sebagian besar responden penelitian

bekerja sebagai petani sesuai dengan karakteristik masyarakat di daerah

pedesaan yang bekerja mengolah lahan pertanian atau menjadi petani.

B. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan sosiologis adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku

memilih seseorang atau masyarakat dengan didasarkan pada karakteristik

sosial atau pengelompokan sosial yang meliputi etnisitas, agama, organisasi

masyarakat adat, keluarga dan pertemanan.

1. Etnis atas Suku Sebagai Pertimbangan dalam Memberikan Pilihan Terhadap Calon Bupati

Untuk mengetahui bahwa etnis atas suku sebagai pertimbangan dalam

memberikan pilihan terhadap calon bupati, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 10. Pertimbangan Etnisitas dalam Pemilihan Calon Bupati

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1 Menjadi Pertimbangan 70 76,92

2 Cukup Menjadi Pertimbangan 16 17,58

3 Tidak Menjadi Pertimbangan 5 5,49

Jumlah 91 100

(48)

Berdasarkan data pada tabel di atas diketahui bahwa dari 91 responden,

sebanyak 70 (76,92%) responden menyatakan bahwa etnis atau suku menjadi

pertimbangan dalam memberikan pilihan terhadap pasangan calon bupati dan

wakil bupati, sebanyak 16 (17,58%) responden menyatakan bahwa etnis atau

suku cukup menjadi pertimbangan dalam memberikan pilihan terhadap

pasangan calon bupati dan wakil bupati dan sebanyak 5 (5,49%) responden

menyatakan menyatakan bahwa etnis atau suku menjadi pertimbangan dalam

memberikan pilihan terhadap pasangan calon bupati dan wakil bupati.

Sebaran data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden

menyatakan bahwa etnis atau suku cukup menjadi pertimbangan dalam

memberikan pilihan terhadap pasangan calon bupati dan wakil bupati

Lampung Timur tahun 2010. Maknanya adalah dalam memberikan pilihan

masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan

Ratu Kecamatan Labuhan Ratu mempertimbangkan latar belakang etnis calon

bupati yang akan dipilih. Hal ini sesuai dengan pendapat Surbakti (1992: 145),

bahwa pendekatan sosiologis cenderung menempatkan kegiatan memilih

dalam kaitan dengan konteks sosial. Kongkretnya, pilihan seseorang dalam

Pilkada dipengaruhi latar belakang demografi dan sosial ekonomi, seperti

etnis, jenis kelamin, tempat tinggal (kota-desa), pekerjaan, pendidikan, kelas,

pendapatan, dan agama.

2. Tanggapan Terhadap Sikap Calon Bupati Terhadap Masalah Etnisitas Untuk mengetahui tanggapan responden terhadap sikap calon bupati yang

Gambar

Tabel 1. Studi Perilaku Pemilih Yang Pernah Dilakukan.
Tabel 6. Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin
Tabel 7. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur
Tabel 8. Identitas Responden Menurut Pendidikan Terakhir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil perolehan skor partisipasi model tutorial Jigsaw II pada Pokjar Banyubiru, Salatiga, dan Kajen sebagaimana tampak pada Tabel 5 di bawah ini.. 28 Pada tabel di atas

Satu hal yang selalu hadir dalam keragaman lingkungan karst Jawa Timur bagian selatan adalah bentukan gua (cave) dan ceruk (rock shelter) yang menyimpan bukti-bukti kehadiran

Seiring perkembangan teknologi dalam ilmu kesehatan diagnosis demam tifoid dapat dilakukan untuk mendeteksi infeksi melalui pemeriksaan antibodi IgM dan IgG, dimana

Pemasok Barang PemesananPemasok Penjualan Pelanggan ReturPenjualan Karyawan Pengiriman Divisi Pembatalan Ditangani Penerimaan Merek Kendaraan Pemesanan Kurir Penawaran

Proses rekrutmen di LBKK SMK Negeri 1 Kalianda Lampung Selatan dalam pengadaan tenaga kerja adalah: (1) perencanaan tenaga kerja dan permintaan tenaga kerja

Pasien mengharapkan bahwa dokter dapat respek, penuh perhatian dan terbuka untuk menerima atau mendengarkan apa yang dirasakan pasien, dari segi provider , diperlukannya

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semua jenis bakteri asam laktat yang diuji mempunyai ketahanan pada kondisi asam dan mempunyai sifat antagonis terhadap bakteri patogen

Ancak, kesin olarak bildiğimiz bir şey var ise, o da şudur; ebter tohumlardan elde edilen mahsulleri (ürünleri) tükettiğimiz takdirde, hastalıklara karşı önleyici ve