• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI DAMPAK PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN KAWASAN PRODUKSI DAERAH TERTINGGAL (P2KPDT) DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVALUASI DAMPAK PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN KAWASAN PRODUKSI DAERAH TERTINGGAL (P2KPDT) DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2009"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI DAMPAK PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN KAWASAN PRODUKSI DAERAH TERTINGGAL (P2KPDT)

DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2009

Oleh :

MERAH BANGSAWAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu untuk Mencapai Gelar

SARJANA ADMINISTRASI NEGARA

Pada

Jurusan Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

EVALUATION ON IMPACT OF ACCELERATION PROGRAM FOR DEVELOPMENT IN BACKWARD PRODUCTION AREA (P2KPDT)

In Kabupaten Lampung Barat Year 2009

By

MERAH BANGSAWAN

In order to achieve the national goals, national development must be implemented in all sectors of national life. Development sectors, among others, the political, economic, cultural sector, the legal sector, the sector of science and technology as well as security sector. In order to achieve all at the necessary role of the State in developing and implementing public policy in the field of welfare (public welfare).Is necesary national program which aims to intervene to tackle the problem of poverty is the Accelerated Program Development Backward Production Area (P2KP-DT) that published since 2007.

Kabupaten Lampung Barat is one of regencies in Lampung province that has people below the poverty line with a percentage of about 15% in 2007 and also is a target P2KP-DT courses. Evaluation of Accelerated Program Development Backward Production Area (P2KPDT) in West Lampung in 2009 also carried out starting from the planning, implementation, monitoring and evaluation, in accordance with the principles of the implementation of the program in coordinated and supervised by Kader Penggerak Pembangunan Satu Bangsa Produksi (KPPSB-UP) which was accompanied by Assistant Field Officer. P2KP-DT program in the Kabupaten Lampung Barat aims to achieve self-reliance and increase community participatory empowerment to alleviate themselves from poverty. Also expected later, participation in the program P2KP-DT in West Lampung is not only carried out or carried out by people who belong to the category of poor, but also by all elements of society, so that there is a complementary relationship in advancing the welfare of society as a collective together.

(3)

descriptive type (describe) with a qualitative approach.

In this study, researchers focused on the research problem has been the achievement of program outcomes that the Government of Kabupaten Lampung Barat and to find out what are the constraints of Kabupaten Lampung Barat government in evaluating the impact of regional development programs in disadvantaged areas of production in 2009

Achievement of Livestock program, directed towards cattle Ongole breed of race. The beneficiaries are the five groups of farmers in five districts in the West Lampung district Sekincau, Cane Garden, tenong Way, South Coast, and Building Surian. So the meat self-sufficiency targets that have been set by the Government of Kabupaten Lampung Barat can be achieved. While the achievement of Plantation Field, community development assistance from the Ministry PDT superior rubber. Help is held on an area of 180 hectares, involving about 140 families (KK) that farmers in the village Negeri Ratu Tenumbang, Pelita Jaya village, and in the Village Sukarame in Kecamatan Pesisir Selatan of Kabupaten Lampung Barat. It can be seen that where secondary forest contains a mixture of forest that had been controlled by the clan turn out to be superior to rubber plantations.

Socioeconomic impacts are expected to continue to grow with additional program Adaiah a good production of road construction funds sourced from the Kabupaten Lampung Barat government and sourced from self-sufficiency in agriculture and animal husbandry in the area. Thus it can be concluded that in general that the program P2KP-DT in Kabupaten Lampung Barat multiflier Effect has given a very large area in the development of production. As for the people of Kabupaten Lampung Barat particular beneficiary group P2KP-DT program can improve the welfare of her life for the better

(4)

ABSTRAK

EVALUASI DAMPAK PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN KAWASAN PRODUKSI DAERAH TERTINGGAL (P2KPDT)

DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2009

Oleh

MERAH BANGSAWAN

Untuk mencapai tujuan nasional, pembangunan nasional harus dilaksanakan di segala sektor kehidupan bangsa. Sektor-sektor pembangunan tersebut antara lain sektor politik, sektor ekonomi, sektor budaya, sektor hukum, sektor ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta sektor keamanan. Guna mencapai semuanya itu diperlukan peran Negara dalam membangun dan mengimplementasikan kebijakan publik di bidang kesejahteraan (publik welfare). Program yang berskala nasional yang bertujuan untuk melakukan intervensi bagi penanggulangan masalah kemiskinan adalah Program Percepatan Pembangunan Kawasan Produksi Daerah Teringgal (P2KP-DT) yang dluncurkan sejak tahun 2007.

Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Lampung yang memiliki masyarakat di bawah garis kemiskinan dengan presentase kurang lebih 15% pada tahun 2007 dan juga merupakan salah satu sasaran program Program P2KP-DT. Evaluasi Dampak Program Percepatan Pembangunan Kawasan Produksi Daerah Tertinggal (P2KPDT) di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2009 juga dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi, sesuai dengan prinsip-prinsip penerapan program yang di koordinir serta diawasi oleh Kader Penggerak Pembangunan Satu Bangsa Produksi (KPPSB-UP) yang didampingi Petugas Pendamping Lapangan. Program P2KP-DT di Kabupaten Lampung Barat tersebut bertujuan untuk mewujudkan keswadayaan masyarakat serta meningkatkan keberdayaan masyarakat secara partisipatif dalam mengentaskan dirinya dari kemiskinan. Di harapkan juga nantinya, partisipasi dalam program P2KP-DT di Kabupaten Lampung Barat ini bukan hanya dilaksanakan atau dilakukan oleh warga yang termasuk dalam kategori miskin saja, namun juga dilakukan oleh semua elemen masyarakat, sehingga terdapat suatu hubungan saling mengisi dalam memajukan kesejahteraan masyarakat secara bersama-sama.

(5)

berjalan secara optimal. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif (menggambarkan) dengan pendekatan kualitatif.

Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan masalah penelitian pada pencapaian hasil program yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Lampung Barat dan untuk mengetahui apa saja kendala-kendala Pemerintah Kabupaten Lampung Barat dalam mengevaluasi dampak program pembangunan kawasan produksi daerah tertinggal pada tahun 2009

Pencapaian hasil program Bidang Peternakan, diarahkan kepada ternak sapi potong dari ras peranakan ongole. Penerima bantuan tersebut adalah lima kelompok tani pada lima kecamatan yang ada di Lampung Barat yakni Kecamatan Sekincau, Kebun Tebu, Way Tenong, Pesisir Selatan, dan Gedung Surian. Sehingga target swasembada daging yang telah ditetapkan Pemerintah Kabupaten Lampung Barat dapat tercapai. Sedangkan pencapaian Bidang Perkebunan, masyarakat mendapatkan bantuan pengembangan karet unggul dari Kementerian PDT. Bantuan tersebut dilaksanakan pada areal seluas 180 Hektar dengan melibatkan sekitar 140 Kepala Keluarga (KK) petani yakni di Desa Negeri Ratu Tenumbang, Desa Pelita Jaya, dan di Desa Sukarame di Kecamatan Pesisir Selatan Kabupaten Lampung Barat. Hal ini dapat dilihat yang mana hutan sekunder berisikan hutan campuran yang selama ini dikuasai oleh marga berubah menjadi lahan perkebunan karet unggul.

Sedangkan dampak-dampak pelaksanaan program P2KPDT ini diharapkan dapat dirasakan masyarakat di Kabupaten Lampung Barat pada umumnya yaitu, Pertama adalah Perluasan Akses Masyarakat Miskin Atas Pelayanan Pendidikan dan Kesehatan, Pengembangan program (uji coba) subsidi langsung tunai bersyarat (SLTB), Selanjutnya adalah Perlindungan Sosial meliputi Peningkatan perlindungan kepada keluarga miskin, termasuk perempuan dan anak. Peningkatan perlindungan kepada komunitas miskin, penyandang masalah sosial dan korban bencana. Yang ketiga adalah Penanganan Masalah Gizi Kurang dan penyaluran beras bersubsidi. Yang ke empat adalah Perluasan Kesempatan Berusaha dan Peningkatan kapasitas masyarakat miskin melalui program penanggulangan kemiskinan pedesaan (P2KP)

(6)
(7)
(8)
(9)

DAFTAR ISI

2.1.2. Karakteristik Kebijakan Publik ... 13

2.1.3. Proses Kebijakan Publik ... 15

2.2. Evaluasi Kebijakan Publik ... 17

2.2.1. Pengertian Evaluasi Kebijakan Publik ... 17

2.2.2. Jenis Kebijakan Publik ... 17

2.2.3. Tujuan Evaluasi Kebijakan Publik ... 18

2.2.4. Proses Evaluasi Kebijakan Publik ... 19

2.3. Dampak Kebijakan Publik... 19

2.3.1. Pengertian Dampak Kebijakan Publik ... 19

2.3.2. Jenis-Jenis Dampak Kebijakan Publik ... 22

2.4. Pembangunan Daerah Tertinggal ... 25

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Tipe Penelitian ... 37

3.2. Fokus Penelitian ... 38

3.3. Lokasi Penelitian dan Unit Analisis ... 40

3.4. Jenis dan Sumber Data ... 42

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 44

3.6. Teknik Analisis Data ... 46

(10)

4.1. Gambaran Umum ... 53

4.1.1. Sejarah Kabupaten Lampung Barat ... 53

4.1.2. Struktur Organisasi Pemerintah Kabupaten Lampung Barat ... 54

4.1.3. Kondisi Geografis ... 58

4.1.4. Topografi Wilayah ... 60

4.1.5. Penduduk ... 61

4.1.6. Kondisi Sosial Budaya ... 62

4.1.7. Kondisi Ekonomi ... 63

4.2. Penyajian Data ... 74

4.2.1. Hasil-Hasil Pelaksanaan Program P2KP-DT di Kabupaten Lampung Barat ... 64

4.2.2. Dampak-Dampak Program P2KP-DT di Kabupaten Lampung Barat ... 77

4.3. Pembahasan ... 79

4.3.1. Hasil Pelaksanaan Program di Bidang Perkebunan ... 79

4.3.2. Pelaksanaan Program di Bidang Pertenakan ... 81

4.3.3. Dampak-Dampak Pelaksanaan Program P2KP-DT Di Kabupaten Lampung Barat ... 85

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 89

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Sebaran Rata-rata Bantuan P2KPDT Tahun 2007-2009 ... 4 Tabel 2. Pelaksanaan Kegiatan P2KPDT di Kabupaten Lampung Barat

Tahun 2008-2009 ... 6 Tabel 3. Instrumen Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal

Tahun 2008 ... 26 Tabel 4. Wilayah Administrasi Pemerintahan Kabupaten Lampung Barat

Tahun 2007 ... 57 Tabel 5. Wilayah Administrasi Pemerintahan Kabupaten Lampung Barat

Tahun 2007 (lanjutan) ... 58

Tabel 6. Kecamatan, Luas Wilayah, Jumlah Desa, dan Kelurahan di

Kabupaten Lampung Barat ... 59

Tabel 7. Jumlah dan Kepadatan PendudukTahun 2010 ... 61 Tabel 8. PDRB Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Lampung Barat

Tahun 2010 (dalam jutaan rupiah) ... 63 Tabel 9. Form Isian Kelompok Pelaksana Kegiatan P2KPDT

Tahun 2010 Di Kabupaten Lampung Barat ... 65 Tabel 10. Besaran Alokasi Masing-Masing Pekon ... 68

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif dan

Adaptasi ... 47

Gambar2. Ras Sapi Peranakan Ras Ongole ... 48

Gambar 3. Sapi Potong ... 48

Gambar 4. Bibit Pohon Karet ... 49

Gambar 5. Perkebunan Karet di Lampung Barat ... 49

Gambar 6. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Lampung Barat ... 54

Gambar 7. Struktur Organisasi Pemerintah Kabupaten Lampung Barat ... 57

Gambar 8. Bupati Lampung Barat, Drs. Hi. Mukhlis Basri, MM Saat PenyerahanSecara Simbolis Bantuan 108 Ekor Sapi ... 75

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini di Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan nasional di segala bidang, dimana pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pembangunan nasional merupakan upaya

yang berkesinambungan yang meliputi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tercantum

dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta melaksanakan ketertiban dunia

berdasar kedamaian abadi dan kesejahteraan sosial

Untuk mencapai tujuan nasional, pembangunan nasional harus dilaksanakan di segala bidang. Sektor-sektor pembangunan tersebut antara lain sektor politik,

sektor ekonomi, sektor budaya, sektor hukum, sektor ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta sektor keamanan. Guna mencapai semuanya itu diperlukan peran

negara dalam membangun dan mengimplementasikan kebijakan publik di bidang kesejahteraan (public welfare) pembangunan nasional dapat diwujudkan dengan upaya penanggulangan kemiskinan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

(14)

Schumacer dalam bukunya“Small Is Beautiful” telah mengingatkan bahwa persoalan

negara berkembang terletak pada dua juta desa yang miskin dan terbelakang. Menurut Schumacher “Selama beban hidup di pedesaan tidak dapat diringankan,

maka masalah kemiskinan di dunia tidak akan dapat diselesaikan, dan mau tidak mau pasti akan lebih memburuk”. Wasistiono dan Tahir, (2006: 42)

Oleh karena itu, akar pemberdayaan masyarakat miskin seharusnya memang dimulai

dari desa, dimana permasalahan tersebut pertama kali muncul dikarenakan kurang terbukanya pemikiran masyarakat pedesaan mengenai pentingnya pemberdayaan

di segala bidang untuk mengurangi dampak kemiskinan. Namun, berkaca dari pemikiran tersebut, meskipun saat ini Negara Indonesia masih merupakan negara

berkembang, namun persoalan yang seringkali muncul mengenai fenomena kemiskinan bukanlah hanya berasal dari pedesaan, bahkan cenderung mayoritas adalah dari perkotaan, hal ini mungkin juga disebabkan dari urbanisasi

besar-besaran oleh masyarakat pedesaan menuju ke perkotaan. Hal tersebut membuktikan bahwa persoalan pemberdayaan masyarakat miskin harus dilakukan dari berbagai arah secara bersama-sama, bukan hanya dari pedesaan saja tetapi

juga dari perkotaan.

Kemiskinan bukanlah suatu sosok yang amorphous (sesuatu yang bersifat abstrak)

tetapi merupakan fenomena yang bersifat komplek dan multimedimensional. Rendahnya tingkat taraf hidup yang sering kali dijadikan alat pengukur kemiskinan, pada hakekatnya hanyalah sejumlah faktor yang mewujudkan sindrom

kemiskinan. Dari segi politik-ekonomi, kemiskinan dipahami sebagai produksi dan hubungan kekuasaaan dalam masyarakat yang keseluruhannya menciptakan kondisi

(15)

yang telah mendorong konsentrasi kekayaan dan kekuasaan di suatu pihak dan

menumbuhkan masa pinggiran yang mempunyai posisi penawar yang lemah di lain pihak. Moeljarto Tjokrowinoto (1996:4)

Sehubungan dengan itu, pemerintah memandang perlu untuk membentuk suatu lembaga pemberdayaan yang mampu mengevaluasi program-program sebelumnya, terutama dalam menanggulangi persoalan kemiskinan struktural maupun yang

diakibatkan oleh krisis ekonomi. Kegiatan ini tidak hanya bersifat reaktif terhadap keadaan darurat yang kini kita alami, namun juga bersifat strategis karena dalam

kegiatan ini disiapkan landasan berupa intitusi masyarakat yang menguat bagi perkembangannya dimasa mendatang. Pada akhirnya upaya penanggulangan

kemiskinan dapat dijalankan sendiri oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan. (Kumaidi, PNPM Mandiri (http://fenditungkal. blogspot.com /2010/11/ Upaya Keluar Dari Kemiskinan, di akses 15 November 2012)

Harapan evaluasi terhadap program-program pengentasan kemiskinan yang sering kali mengalami kegagalan serta peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan muncul kembali seiring peluncuran Program Percepatan Pembangunan Kawasan

Produksi Daerah Tertinggal yang selanjutnya disingkat P2KPDT. Ditengah upaya pemerintah dalam mewujudkan pembangunan nasional, masih saja terdapat daerah

yang tergolong ke dalam daerah tertinggal. Berdasarkan keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal No : 001/KEP/M-PDT/I/2005 tentang Pembangunan Daerah Tetinggal, dinyatakan bahwa terdapat 199 daerah di Indonesia yang

tergolong tertinggal.

Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan nasional semestinya tidak ada

(16)

pembangunan dimaknai sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan

perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu negara bangsa dalam rangka pembinaan bangsa. Siagian (2000: 4)

Pembangunan untuk daerah tertinggal perlu mendapatkan perhatian yang lebih demi terciptanya pemerataan pembangunan dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional. Berdasarkan keputusan menteri pembangunan daerah

tertinggal nomor 001/KEP/M-PDT/I/2005 tentang Strategi Pembangunan Daerah Tertinggal, dinyatakan bahwa :

“Pada hakekatnya pembangunan nasional harus bersifat adil, demokrasi, terbuka, partisipatif, dan terintegrasi sehingga kesenjangan pembangunan daerah yang ada saat ini dapat diatasi, dengan demikian untuk mengatasi kesenjangan pembangunan di daerah maka diperlukan strategi nasional pembangunan daerah tertinggal sebagai landasan bagi semua pihak (Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat) dalam melaksanakan pembangunan daerah tertinggal, sehingga dalam pelaksanaan pembangunan dapat berjalan secara efektif dan efisien”.

Tabel 1. Sebaran Rata-rata Bantuan P2KPDT Tahun 2007 – 2009

(17)

10. Kepulauan Riau 1 996,00 2.965,94 615,99 (38,15)

11. Jawa Barat 2 723,70 1.422,01 773,15 6,83

12. Jawa Tengah 3 1.387,83 2.063,75 1.870,47 34,83

13. D.I. Yogyakarta 2 345,12 1.530,30 1.478,41 328,38

14. Jawa Timur 8 1.059,34 1.699,66 1.346,24 27,08

15. Banten 2 400,15 2.032,29 1.434,95 258,60

16. Bali 1 0 699,47 546,52 (21,87)

17. Nusa Tenggara Barat 7 1.809,65 1.533,21 1.309,53 (27,64)

18. Nusa Tenggara Timur 15 1.276,22 1.621,85 1.413,65 10,77

19. Kalimantan Barat 9 974,00 1.078,28 1.133,49 16,37

20. Kalimantan Tengah 7 816,15 1.309,08 1.160,28 42,17

21. Kalimantan Selatan 2 1.167,22 1.566,87 1.360,87 7,39

22. Kalimantan Timur 3 316,25 1.585,16 1.502,71 37,17

23. Sulawesi Utara 2 1.181,27 3.371,18 2.507,89 112,27

24. Sulawesi Tengah 9 1.055,81 1.385,98 1.403,51 33,03

25. Sulawesi Selatan 13 515,40 1.060,98 1.572,99 71,84

26. Sulawesi Tenggara 8 718,91 857,99 2.149,33 198,97

27. Gorontalo 4 983,83 1.747,71 1.799,37 82,91

28. Sulawesi Barat 5 982,98 1.393,61 1.980,64 101,49

29. Maluku 7 807,49 1.138,58 1.837,39 127,54

30. Maluku Utara 6 1.178,32 1.228,78 1.498,22 27,15

31. Papua Barat 7 1.009,70 988,85 981,37 (2,81)

32. Papua 19 1.092,02 1.086,57 973,51 (10,85)

INDONESIA 199 990,98 1.443,95 1.444,19 45,73

(18)

Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu wilayah yang ditetapkan

kedalam daerah tertinggal, berdasarkan keputusan menteri pembangunan daerah tertinggal nomor 001/KEP/M-PDT/I/2005 sehingga Kabupaten Lampung Barat

mendapatkan program dari kementerian pembangunan daerah tertinggal agar mampu sejajar atau bahkan melebihi daerah-daerah sekitarnya. Pada tahun 2009 Kabupaten Lampung Barat melaksanakan program P2KPDT yang lebih diarahkan

untuk memilih komoditas yang cepat menghasilkan seperti ternak, dalam pelaksanaan program P2KPDT ini Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat

mendapatkan bantuan hewan ternak dari kementerian pembangunan daerah tertinggal yakni bantuan 108 ekor sapi untuk lima kelompok tani di lima

kecamatan yaitu Kecamatan Sekincau, Kecamatan Kebun Tebu, Kecamatan Way Tenong, Kecamatan Pesisir Selatan, dan Kecamatan Gedung Surian.

Tabel 2. Pelaksanaan Kegiatan P2KPDT di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2009

No. Tahun Nama Kegiatan Wilayah Penerima Bantuan

1. 2009 Pengembangan karet unggul Sumber : Data Diolah, Tahun 2012

Akan tetapi dalam pelaksanaannya, program P2KPDT ini masih menuai kritik terutama kritik yang berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Poros

(19)

tersebut, setelah di lapangan dirasa tidak jelas keberadaannya dan jumlah antara

bantuan yang diserahkan pemerintah daerah tidak sesuai dengan yang ada dilapangan.(sumber:http://translampungku.com/index.php?option=com_content&

view=article&id=568:awasi–bantuan-ternak&catid=16:lampung-barat&Itemid=15) diakses pada tanggal 13 April 2012.

Dengan demikian peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang sejauhmana

dampak program P2KPDT di Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2009 berjalan, sehingga diharapkan dapat menjadi acuan untuk memperbaiki

pelaksanaan P2KPDT ini pada tahun yang akan datang.

1.2. Perumusan Masalah

Dengan melihat permasalahan pada uraian di atas, maka rumusan masalah yang kan diteliti dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah pencapaian program P2KPDT di kabupaten Lampung Barat pada tahun 2009?

2. Apa sajakah dampak program P2KPDT terhadap percepatan pembangunan di Kabupaten Lampung Barat?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pencapaian program P2KPDT di Kabupaten Lampung

Barat pada tahun 2009.

(20)

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan Ilmu Administrasi Publik

khususnya studi tentang Program Percepatan Pembangunan Kawasan Produksi Daerak Tertinggal (P2KP-DT)

2. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat :

a. Memberikan informasi dan partisipasi aktif masyarakat khususnya di Kabupaten Lampung Barat dalam setiap program P2KP-DT dan

banyaknya manfaat yang akan di dapat setelah mereka turut serta dalam mensukseskan program P2KP-DT tahun 2009

b. Memberikan informasi kepada masyarakat di Kabupaten Lampung Barat agar dapat lebih memaksimalkan motivasi untuk berpartisipasi dalam setiap Program P2KP-DT tahun 2009

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebijakan Publik

2.1.1. Pengertian Kebijakan Publik

Pengertian kebijakan publik dewasa ini begitu beragam, namun demikian tetap saja pengertian kebijakan publik berada dalam wilayah tentang apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan. Untuk

mempermudah memahami makna kebijakan publik, penulis menggabungkan beberapa pendapat para ahli diantaranya: Bridgman dan Davis (2004), Hogwood

dan Gunn (1990). Menurut Thomas R. Dye, kebijakaan publik tidak lebih dari pengertian mengenai “ Whatever government choose to do or not to do“. Menurut

Hogwood dan Gunn, kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah

yang didesain untuk mencapai hasil-hasil tertentu.

Carl Friedrich (1969) pada buku Leo Agustino yang berjudul Dasar- Dasar Kebijakan Publik (2008:7) yang mengatakan bahwa:

“Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakn tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud”.

(22)

Serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan”.

Sedangkan menurut para ahli kebijakan publik didefinikasikan sebagai berikut : A. Chandler dan Plano ( 1988 )

Kebijkan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Pengertian kebijakan publik menurut Chandler dan Plano dapat diklasifikasikan kebijakan sebagai intervensi pemerintah. Dalam hal ini pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen yang dimiliki untuk mengatasi persoalan publik. (Tangkilisan,, 2003: 1)

B. Thomas R. Dye ( 1981 )

(23)

C. Easton ( 1969 )

Kebijakan publik diartikan sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam hal ini hanya

pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah

yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Definisi kebijakan publik menurut Easton ini dapat diklasifikasikan sebagai suatu proses management, yang merupakan fase dari serangkaian kerja pejabat

publik. Dalam hal ini hanya pemerintah yang mempunyai andil untuk melakukan tindakan kepada masyarakat untuk menyelesaikan masalah publik,

sehingga definisi ini juga dapat diklasifikasikan dalam bentuk intervensi pemerintah. (Tangkilisan, 2003: 2)

D. Anderson ( 1975 )

Kebijakan publik adalah sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah :

1) Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan.

2) Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah.

3) Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan.

(24)

5) Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan

pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

Definisi kebijakan publik menurut Anderson dapat diklasifikasikan sebagai proses

management, dimana didalamnya terdapat fase serangkaian kerja pejabat publik ketika pemerintah benar-benar berindak untuk menyelesaikan persoalan di

masyarakat. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai decision making ketika kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif (tindakan pemerintah mengenai segal sesuatu masalah) atau negatif (keputusan pemerintah untuk tidak

melakukan sesuatu ). (Tangkilisan, 2003: 2) E. Amir Santoso

Pada dasarnya pandangan mengenai kebijakan publik dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu :

1) Pendapat ahli yang menyamakan kebijakan publik sebagai

tindakan-tindakan pemerintah.Semua tindakan-tindakan pemerintah dapat disebut sebagai kebijakan publik. Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai decision making dimana tindakan-tindakan pemerintah diartikan sebagai suatu

kebijakan.

2) Pendapat ahli yang memberikan perhatian khusus pada pelaksanaan

kebijakan. Kategori ini terbagi dalam dua kubu, yakni :

(25)

keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai decision making oleh pemerintah dan dapat juga diklasifikasikan sebagai interaksi negara dengan rakyatnya dalam mengatasi persoalan publik.

b. Kebijakan publik terdiri dari rangkaian keputusan dan tindakan.

Kebijakan publik sebagai suatu hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang bisa diramalkan ( Presman dan Wildvsky ). Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai decision making dimana terdapat wewenang pemerintah didalamnya untuk mengatasi suatu persoalan publik. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai intervensi antara negara terhadap rakyatnya ketika negara menerapkan kebijakan pada suatu masyarakat. (Winarno, 2002: 17)

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas maka kebijakan publik dapat disimpulkan kebijakan publik adalah suatu instrumen yang dibuat oleh pemerintah yang berbentuk aturan-aturan umum dan atau khusus baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang berisi pilihan-pilihan tindakan yang merupakan keharusan, larangan dan atau kebolehan yang dilakukan untuk mengatur seluruh warga masyarakat, pemerintah dan dunia usaha dengan tujuan tertentu.

2.1.2. Karakteristik Kebijakan Publik

Menurut Agustino (2008) ada beberapa karakrteristik utama dari suatu definisi kebijakan publik :

(26)

2. Kebijakan publik pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang

dilakukan oleh pejabat pemerintah dari pada keputusan yang terpisah-pisah,misalnya suatu kebijakan tidak hanya meliputi keputusan untuk

mengeluarkan peraturan tertentu tetapi juga keputusan berikutnya yang berkaitan dengan penerapan dan pelaksanaannya.

3. Kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya yang dikerjakan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol inflasi, atau menawarkan perumahan rakyat, bukan apa maksud yang dikerjakan atau yang

akan dikerjakan.jika legislatif mengeluarakan suatu regulasi yang mengharuskan para pengusaha membayar tidak kurang upah minimum yang

telah dikerjakan tapi tidak ada yang yang dikerjakan untuk melaksanakan hukum tersebut,maka akibatnya tidak terjadi perubahan pada perilaku ekonomi ,sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan publik dalam contoh ini

sungguh-sungguh merupakan suatu pengupahan yang tidak di atur perundang-undangan.ini artinya kebijakan publik pun memperhatikan apa yang kemudian akan atau dapat terjadi setelah kebijakan itu di implementasikan.

4. Kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun negatif. Secara positif, kebijakan melibatkan beberapa tindakan pemerintah yang jelas dalam

menangani suatu permasalahan; secara negatif, kebijakan publik dapat melibatkan suatu keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan suatu tindakan atau tidak mengerjakan apapun padahal dalam konteks tersebut

keterlibatan pemerintah amat diperlukan.

5. Kebijakan publik paling tidak secara positif didasarkan pada hukum dan

(27)

2.1.3. Proses Kebijakan Publik

Berdasarkan berbagai definisi para ahli kebijakan publik, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan

untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan.

Berkaitan dengan ini, Dunn (2000:1) mendefinisikan analisis kebijakan sebagai aktifitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan). Dalam perumusan kebijakan menurut Dunn (1990), ada beberapa tahap yang harus dilakukan, yaitu penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi/ legitimasi kebijakan, implementasi kebijakan, evaluasi kebijakan. Tahap-tahap ini dilakukan agar kebijakan yang dibuat dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

a. Penyusunan Agenda

(28)

atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Penyusunan agenda kebijakan harus dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder.

b. Formulasi Kebijakan

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

c. Adopsi Kebijakan

Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah.

d. Implementasi Kebijakan

Dalam tahap implementasi kebijakan akan menemukan dampak dan kinerja dari kebijakan tersebut. Disini akan ditemukan apakah kebijakan yang dibuat mencapai tujuan yang diharapkan atau tidak.

e. Evaluasi Kebijakan

(29)

melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

2.2. Evaluasi Kebijakan Publik

2.2.1. Pengertian Evaluasi Kebijakan Publik

Evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak (Anderson: 1975). Evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja melainkan kepada seluruh proses kebijakan.

Menurut Dunn, istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Evaluasi mencakup kesimpulan + klarifikasi + kritik + penyesuaian dan perumusan masalah kembali.

2.2.2. Jenis Evaluasi Kebijakan

James Anderson membagi evaluasi kebijakan ke dalam tiga tipe:

a. Evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional. Menyangkut prihal kepentingan (interest) dan ideologi dari kebijakan.

b. Evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu.

(30)

Menurut Lester dan Stewart, evaluasi kebijakan dapat dibedakan ke dalam dua

tugas yang berbeda :

a. Untuk menentukan konsekuensi-konsekuensi apa yang ditimbulkan oleh

suatu kebijakan dengan cara menggambarkan dampaknya.

b. Untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan

standard atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.2.3. Tujuan Evaluasi Kebijakan Publik

Evaluasi memiliki beberapa tujuan yang dapat dirinci sebagai berikut :

1. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat

diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran.

2. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat

diketahui berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.

3. Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. Salah satu tujuan

evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau output

dari kebijakan.

4. Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan

untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun

negatif.

5. Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan.

6. Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan

akair dari evaluasi adalah memberikan masukan bagi proses kebijakan ke

depan agar lebih baik.

7. Sebagai tolak ukur berhasil atau tidaknya program yang dilaksanakan

(31)

2.2.4. Proses Evaluasi Kebijakan Publik

Evaluasi dalam pelaksanaanya memiliki tahapan atau langkah-langkah yang dapat dilakukan agar dapat berjalan secara sistematis. Evaluasi dengan ilmiah merupakan evaluasi yang mempunyai kemampuan yang lebih baik untuk menjalankan evaluasi kebijakan dibandingkan dengan tipe evaluasi lain. Edward A. Suchman di sisi lain lebih masuk ke sisi praktis dengan mengemukakan enam langkah dalam evaluasi kebijakan yaitu :

1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi 2. Analisis terhadap masalah

3. Deskripsi dan Standarisasi kegiatan

4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi

5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain.

6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.

Langkah-langkah tersebut dibuat agar suatu evaluasi dapat efektif dengan berjalan secara sistematis. Pada pelaksanaanya sendiri, evaluasi tidak terlepas dari kemungkin timbulnya masalah atau kendala. Hal ini disebabkan evaluasi juga merupakan proses yang kompleks, sehingga kendala atau masalah tersebut dapat menghambat pelaksanaan evaluasi tersebut.

2.3. Dampak Kebijakan Publik

2.3.1. Pengertian Dampak Kebijakan Publik

(32)

simbolis atau efek nyata yang ditimbulkan. Efek kebijakan adalah berbagai hal yang dilakukan oleh pemerintah. Misalnya, pembangunan dan rehabilitasi jalan raya, pembayaran tunjangan kesejahteraan atau tunjangan profesi, penangkapan terhadap pelaku tindak kriminal, atau penyelenggaraan sekolah umum. Ukuran yang digunakan adalah pengeluaran “perkapita” untuk jalan raya, kesejahteraan, penanganan kriminal per 100.000 penduduk, persiswa sekolah umum, dan sebagainya. Anderson (1984: 136).

Kegiatan tersebut diukur dengan standar tertentu. Angka yang terlihat hanya memberikan sedikit informasi mengenai outcome atau dampak kebijakan publik, karena untuk menentukan outcome kebijakan publik perlu diperhatian perubahan yang terjadi dalam lingkungan atau sistem politik yang disebabkan oleh aksi politik. Pengetahuan mengenai jumlah dana perkapita yang digunakan untuk siswa dalam sistem persekolahan atau untuk kasus lainnya, tidak dapat memberikan informasi mengenai efek persekolahan terhadap kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotik siswa.

Sebuah kebijakan, mau tidak mau pastilah menimbulkan dampak, baik itu dampak positif maupun negatif. dampak positif dimaksudkan sebagai dampak yang memang diharapkan akan terjadi akibat sebuah kebijakan dan memberikan manfaat yang berguna bagi lingkungan kebijakan. sedangkan dampak negatif dimaksukan sebagai dampak yang tidak memberikan manfaat bagi lingkungan kebijakan dan tidak diharapkan terjadi.

Soemarwoto dalam Giroth (2004) menyatakan bahwa dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktifitas. selanjutnya Soemarwoto menjelaskan : “aktifitas tersebut bisa bersifat alamiah, berupa kimia, fisik maupun

(33)

pembangunan dan perencanaan. adapun dampak tersebut dapat bersifat biofisik, sosial, ekonomi dan budaya.” William Dunn menyebutkan setidaknya ada 3 hal

yang harus diperhatikan dalam menentukan alternatif terpilih, antara lain :

1. Effectiveness, yaitu apakah kebijakan tersebut dapat mencapai sasaran yang telah dirumuskan;

2. Efficiency, yaitu apakah kebijakan yang akan diambil itu seimbang dengan sumber daya yang tersedia, dan

3. Adequacy, yaitu apakah kebijakan itu sudah cukup memadai untuk memecahkan masalah yang ada.

Menurut Sofian Effendi (2001) bahwa kebijakan yang baik harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :

1. Technical feasibility, yaitu kriteria yang mengukur seberapa jauh suatu alternatif kebijakan mampu memecahkan masalah;

2. Economic and Financial Possibility, yaitu alternatif mana yang mungkin dibiayai dari dana yang dimiliki dan berapa besar finansial yang didapatkan; 3. Political Viability, yaitu bagaimana efek atau dampak politik yang akan

dihasilkan terhadap para pembuat keputusan, legislator, pejabat, dan kelompok politik lainnya dari masing-masing alternatif, dan

4. Administrative Capability, yaitu menyangkut kemampuan administrasi untuk mendukung kebijakan tersebut.

Secara teoritis, “dampak kebijakan” tidak sama dengan “output kebijakan.” Oleh

(34)

kebijakan publik sangat penting diperhatikan. Namun, dalam menilai dampak kebijakan publik, perlu ditemukan identitas dampak dalam lingkungan yang terkait dengan upaya mengukur aktivitas pemerintah tersebut.

Kegiatan analisis dampak ekonomi internal kebijakan yang disponsori oleh lembaga penyandang dana nasional dan internasional merupakan bukti nyata dan jawaban atas sikap skeptis tersebut. Oleh karena itu, segala macam efek yang merupakan konsekuensi dari suatu kebijakan, baik simbolis maupun material, terhadap satu atau beberapa kelompok sasaran merupakan esensi yang mencirikan dampak kebijakan publik. Hal ini sesuai dengan pendapat Anderson (1984: 151) bahwa evaluasi kebijakan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menilai manfaat kebijakan. Evaluasi kebijakan merupakan kegiatan yang menyangkut perkiraan atau estimasi dan penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi, dan dampaknya. (http://p2kpdt.webege.com )

2.3.2. Jenis-jenis Dampak Kebijakan Publik

Menurut sebagian pakar, seperti Dye (1981: 366) dan Anderson (1984: 136-139), terdapat sejumlah dampak (manfaat) kebijakan yang perlu diperhatikan di dalam evaluasi kebijakan, yakni:

(35)

implikasi kebijakan pengetasan kemiskinan (Inpres Desa Tertinggal/IDT) Program Pengembangan Kecamatan/PPK) dengan sasaran orang miskin di berbagai wilayah Indonesia merupakan salah satu bukti nyata. Implikasi kebijakannya terlihat misalnya melalui keberhasilan program tersebut dalam mengembangkan kegiatan ekonomi produktif masyarakat miskin, kemudahan akses masyarakat memperoleh pinjaman (modal bergulir), akses ke pasar, termasuk kemudahan akses memperoleh pelayanan publik dan adanya peningkatan kualitas hidup masyarakat paska-program dilaksanakan. Kualitas hidup masyarakat dapat dilihat dari fasilitas sosial, prasarana dan sarana, pendidikan, faktor lingkungan, perwakilan (hak) politik, dan kebutuhan lainnya.

2. Dampak kebijakan terhadap situasi atau kelompok lain selain situasi atau kelompok target. Hal ini disebut efek eksternalitas atau spillover, karena sejumlah outcome kebijakan publik sangat berarti dipahami dengan istilah eksternalitas. Faktanya ialah kebijakan IDT dan PPK sebagai contoh telah melibatkan (langsung dan tidak langsung) berbagai pihak, termasuk pemerintah, pengusaha, aparat pemerintah daerah, tokoh masyarakat, guru dan penyuluh kesehatan, kontraktor, dan lain-lain.

3. Dampak kebijakan terhadap kondisi sekarang dan kondisi masa depan. Faktanya ialah dampak kebijakan IDT dan PPK misalnya, telah menguatkan

fondasi ekonomi kerakyatan dan kemandirian masyarakat miskin khususnya dan masyarakat pada umumnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa dampak

(36)

UU Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 tentang

Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah).

4. Biaya langsung kebijakan, dalam bentuk sumber daya dan dana (uang) yang

telah digunakan dalam program. Faktanya ialah berbagai lembaga penyandang dana telah merealisasikan programnya. Hal ini logis dan sejalan dengan

program pengentasan kemiskinan yang dibiayai oleh berbagai pihak, termasuk Bank Dunia, United Nations Development Program (UNDP), pemerintah pusat dan pemerintah daerah setempat.

5. Biaya tidak langsung kebijakan, yang mencakup kehilangan peluang melakukan kegiatan-kegiatan lain. Biaya tersebut sering tidak diperhitungkan dalam

melakukan evaluasi kebijakan, karena sebagian tidak dapat dikuantifikasi. Faktanya ialah tidak bisa dipungkiri bahwa program yang dijalankan akan melibatkan berbagai pihak yang dengan keterlibatannya menghalangi

melakukan kegiatan lain, misalnya anak dan anggota keluarga dari masyarakat miskin yang dulunya turut membantu kegiatan orang tua, harus berada di bangku sekolah untuk belajar pada jam tertentu. Hal ini berarti

kesempatan membantu orang tuanya bekerja menjadi hilang atau berkurang. 6. Tentu saja, juga sulit mengukur manfaat tidak langsung dari kebijakan

terhadap komunitas yang dituju oleh suatu program kebijakan. Faktanya, hal ini sesungguhnya dapat dilihat dari dampak simbolis kebijakan, misalnya di bidang pendidikan terlihat dari perubahan sikap dan perilaku warga

masyarakat untuk menjadi sadar akan arti penting pendidikan atau di bidang kesehatan melalui sikap dan perilaku terdidik atau cerdas dan perilaku sehat

(37)

2.4. Pembangunan Daerah Tertinggal

Istilah pembangunan yang merupakan terjemahan dari kata development baru kita kenal setelah Perang Dunia ke kedua (Soedjono Hoemardani: 1981:1 dalam

Agus Hadiawan: 2006:4). Dalam pengertian pembangunan terkandung arti adanya suatu usaha untuk mengembangkan, memperbaharui , mengganti yang tidak atau

kurang baik dengan yang baik. Dalam pengertian pembangunan tersebut terkandung pula arti adanya suatu usaha agar benar-benar lebih maju terus dengan modernisasi dan pembaharuan (Agus Hadiawan: 2006:4).

Daerah Tertinggal adalah daerah Kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional.

penetapan kriteria daerah tertinggal dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan 6 kriteria dasar yaitu : (http://p2kpdt.webege.com) a. Perekonomian masyarakat, Yang diukur dengan indikator prosentase

penduduk miskin dan kedalaman kemiskinan.

b. Sumberdaya manusia yang diukur dengan variabel ketenagakerjaan, kesehatan, dan pendidikan yang diukur dengan indikator prosentase penduduk menganggur,

angka harapan hidup, angka melek huruf, angka partisipasi sekolah,

c. Ketersediaan infrastruktur, yang diukur dengan variabel keberadaan jalan,

prosentase rumah tanggan pengguna risftik, prosentase rumah tangga pengguna telepon, air bersih, dan jumlah bank

d. Aksesibilitas, yang diukur dengan variabel rata-rata jarak pusat desa ke ibu

kota kabupaten,

e. Kemampuan keuangan daerah, yang diukur dengan variabel celah kapasitas

(38)

f. Karakteristik daerah, yang diukur dengan variabel prosentase bencana alam dan konflik sosial-politik.

Adapun kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tertuang dalam kegiatan utama percepatan pembangunan daerah tertinggal tahun 2008 dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut :

Tabel 3 : Instrumen Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2008

No. KEGIATAN TUJUAN

1. Percepatan Pembangunan Kawasan Produksi Daerah Teringgal (P2KP DT) 62 Kabupaten

Memfasilitasi pengembangan kawasan produksi sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan industri pengolahan di daerah tertinggal

2. Percepatan Pembangunan Pusat Pertumbuhan Daerah Tertinggal (P4DT) 42 Kabupaten

Membangun pusat pertumbuhan sumber daya lokal di daerah tertinggal dan meningkatkan sinergi pembangunan antara daerah

3. Percepatan Pembangunan Infra struktur Perdesaan Daerah Tertinggal (P2IPDT) 148 Kabupaten

Penyediaan prasarana dan sarana sosial dasar di perdesaan

4. Percepatan Pembangunan Wilayah Perbatasan (P2WP) 26 Kabupaten

Mempercepat pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kapasitas masyarakat di wilayah perbatasan

5. Percepatan Pembangunan Sosial Ekonomi Daerah Tertinggal (P2SEDT) 148 Kabupaten

Penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya pembangunan

6. Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan khusus (P2DTK) 51 Kabupaten

Mempercepat proses pemulihan dan pertumbuhan sosial ekonomi daerah tertinggal dan khusus

Sumber : Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2008

Berdasarkan pendekatan tersebut telah ditetapkan kabupaten yang dikategorikan kabupaten tertinggal dalam RPJMN 2004-2009. Melalui kebijakan, strategi, program' dan kegiatan yang dilaksanakan selama RPJMN 2004-2009, telah dihasilkan kemajuan dalam mengurangi daerah tertinggal.

(39)

pemekaran daerah, saat ini terdapat 34 kabupaten Daerah otonom Baru hasil pemekaran dari daerah induk yang merupakan daerah tertinggal sehingga total daerah tertinggal pada tahun 2009 adalah sebanyak l83 kabupaten.

Pembangunan daerah tertinggal mendapatkan perhatian lebih dari pemerintahan RI periode 2010-2014. Hal ini sejalan dengan RPJMN 2010-2014, Buku 1, prioritas Nasional l0 yang berbunyi Daerah Tertinggal, Terdepan, dan

pasca-Konflik Perencanaan pembangunan daerah tertinggal dituangkan secara lebih mendalam dalam RPJMN 2010-2014 Buku 2 Bab l, wilayah dan Tata Ruang.

Arah kebijakan pembangunan daerah tertinggal adalah melakukan percepatan pembangunan daerah tertinggal dengan meningkatkan pengembangan perekonomian daerah dan kualitas sumberdaya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan

ketersediaan infrastruktur perekonomian dan perayanan dasar, sehingga daerah tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara leiih cepat guna dapat mengejar

ketertinggalan pembangunannya dari daerah lain yang sudah relatif lebih maju. Yang menjadi skala prioritas dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal adalah :

a. Pengembangan ekonomi lokal di daerah tertinggal;

b. Penguatan kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya lokal di daerah tertinggal;

c. Peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau di daerah tertinggal;

d. Peningkatan pelayanan pendidikan yang berkuaritas di daerah tertinggal; e. Peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur daerah tertinggal serta

(40)

Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) adalah kementerian yang memiliki peran strategis dalam membuat kebijakan dan melakukan koordinasi terhadap berbagai stakeholder terkait dalam pembangunan daerah tertinggal. KPDT melalui Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor: 001/KEP-M-PDT/II/2005 telah menetapkan Strategi Nasional Pembangunan Daerah Teringgal ( STRANAS PDT) yang merumuskan tugas pokok dan fungsi sebagai berikut:

1. Tugas : Menyelenggarakan urusan di bidang pembangunan daerah tertinggal dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

2. Fungsi:

a. Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang pembangunan daerah tertinggal;

b. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan daerah tertinggal;

c. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian pembangunan Daerah Tertinggal; dan

d. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.

(41)

Dalam perencanaan pembangunan (nasional dan daerah) terdapat rencana jangka

panjang, menengah, dan tahunan. Dalam konteks daerah tertinggal terdapat dokumen STRANAS (strategi Nasional), STRADA (strategi Daerah), RAN

(Rencana Aksi Nasional), dan RAD (Rencana Aksi Daerah) Percepatan pembangunan Daerah Tertinggal' Dokumen-dokumen ini terintegrasi dengan

dokumen perencanaan yang diatur dalam undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem perencanaan Pembangunan Nasional. Proses perencana pembangunan daerah tertinggal yang dikoordinasikan KPDT yang terdiri atas RAKORPUS

PPDT dan RAKORNAS PPDT terintegrasi dengan proses perencanaan pembangunan reguler.

RPJM Nasional Tahun 2004 - 2009 (Perpres Nomor 7 Tahun 2005) telah menetapkan 199 daerah yang dikategorikan tertinggal yang perlu mendapatkan percepatan di dalam pembangunannya, agar setara dengan daerah maju . KPDT

melalui Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor: 001/KEP-M-PDT/II/2005 telah menetapkan Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS PDT), yang merumuskan Visi, Misi, Tujuan,

Sasaran, Kebijakan, Strategi, dan Program Prioritas Pembangunan Daerah Tertinggal.

Perpres Nomor 90 Tahun 2006 telah mengamanatkan perlunya percepatan pembangunan daerah tertinggal secara koordinatif dan operasional, yang telah ditindaklanjuti dengan penerbitan Permen PDT No: 07/Per/M-PDT/III/2007,

tentang penyesuaian STRANAS PDT menjadi Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS PPDT).

(42)

suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial

ekonomi dan keterbatasan fisik, menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan

masyarakat Indonesia lainnya.

Dalam hal ruang lingkup pelaksanaan pembangunan, pembangunan daerah

tertinggal berbeda dengan penanggulangan kemiskinan karena dalam konteks ini selain aspek ekonomi dalam pembangunan dimaksud memasukkan pula aspek sosial, budaya, keamanan bahkan terkait dengan hubungan antar daerah tertinggal

dengan daerah maju.

Memperhatikan kondisi dan permasalahan pembangunan di daerah tertinggal,

maka pada tingkat kebijakan nasional disusun Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal (Stranas-PDT) yang mengarahkan fokus dan lokus percepatan pembangunan daerah tertinggal secara terpadu, tepat sasaran dan tepat kegiatan.

Selanjutnya, kerangka regulasi Stranas-PDT dimaksud diterapkan dalam bentuk Peraturan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal sehingga Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KNPDT) mempunyai kinerja dalam perumusan

kebijakan dan koordinasi pembangunan daerah tertinggal (kerangka regulasi), serta tindakan secara langsung (kerangka investasi) kepada pemerintah daerah dan

masyarakat dalam rangka percepatan pembangunan di daerah tertinggal.

(43)

Dalam makalah yang disampaikan oleh Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Repebublik Indonesia yang berjudul Kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Teringgal Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan disampaikan dalam rapat koordinasi Gubernur dan Bupati lokasi PNPM Mandiri perdesaan. Dalam makalah itu disebutkan Prasyarat percepatan pembangunan daerah tertinggal sebagai berikut :

1. Sikap afirmatif bagi daerah tertinggal dalam aspek kebijakan, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, koordinasi, dan pengendalian;

2. Keselarasan dan keterpaduan diatara 3 (tiga) level pemerintahan, yaitu pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten dalam penentuan agenda kegiatan, perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring serta evaluasi pembangunan daerah tertinggal;

3. Program dan instrumen pelaksanaan serta alokasi anggaran dari kementerian / lembaga yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pembangunan daerah tertinggal.

4. Skema pendanaan khusus bagi pembangunan daerah tertinggal;

Adanya inisiatif provinsi dan kabupaten dalam menangani ketertinggalan daerahnya sesuai potensi, masalah dan kewenangan yang dimiliki;

5. Adanya strategi yang memiliki legalitas yang kuat untuk diacu oleh Kementerian dan Lembaga terkait;

6. Adanya pengaturan kewenangan, tanggung jawab, alokasi anggaran, mekanisme kerja, dan hubungan kerja antar instansi;

(44)

Masyarakat di daerah tertinggal umumnya masih bertumpu pada sektor ekonomi

konvensional, baik dalam bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, industri dan sumber daya potensial lainnya yang belum dikelola secara optimal.

Terbatasnya infrastruktur yang ada, dan kurangnya memadainya ketersediaan fasilitas pelayanan umum menyebabkan aliran dan akumulasi investasi menjadi

rendah dan kapasitas kelembagaan sosial-ekonomi kurang memadai, yang dampak lebih jauh menjadikan komoditas dari daerah tertinggal kurang kompetitif di pasaran. Untuk itu, diperlukan upaya pengembangan ekonomi lokal yang bersifat

produktif dan produk berdaya saing guna menjaga kesinambungan pembangunan di daerah tertinggal melalui intervensi pemerintah secara berkelanjutan dalam

jangka menengah dan panjang.

Salah satu instrumen utama dalam upaya pengembangan ekonomi lokal di daerah tertinggal adalah kegiatan Percepatan Pembangunan Kawasan Produksi Daerah

Tertinggal (P2KPDT), yang bertujuan memfasilitasi peningkatan nilai tambah produksi komoditi unggulan daerah (bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan, pariwisata, industri pengolahan), melalui penyediaan

sistim manajemen untuk mobilisasi sumber daya (SDM, SDA, Investasi, Institusi) dalam proses produksi, pengolahan dan pemasaran. Keluaran utama yang

diharapkan dari kegiatan P2KPDT, adalah:

1. Meningkatnya aliran dan akumulasi kegiatan investasi, melalui penyiapan rencana investasi dan pengerahan sumber pendanaan;

(45)

3. Berkembangnya kawasan produksi, untuk menciptakan peluang usaha, kesempatan kerja, dan pendapatan masyarakat, serta pendapatan daerah.

Kegiatan P2KPDT telah diselenggarakan sejak tahun 2006 dengan lokasi 20 kabupaten daerah tertinggal, dilanjutkan tahun 2007 dengan lokasi 31 kabupaten, dan tahun 2008 dengan lokasi 62 kabupaten, serta tahun 2009 dengan lokasi 105 kabupaten yang tersebar di 28 provinsi.

Dalam rangka pengembangan kegiatan P2KPDT kedepan, maka KNPDT memerlukan dukungan teknis dan manajemen dari kalangan profesional atau Tim Konsultan (Konsultan Manajemen Nasional dan Tenaga Fasilitator Wilayah)

sebagai tim kerja terpadu untuk melakukan pendampingan pelaksanaan kegiatan P2KPDT. Tim Konsultan Manajemen dan Fasilitator dimaksud bertugas untuk

"Memberikan asistensi dan fasilitasi dalam proses persiapan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pengendalian pelaksanaan serta pengembangan kegiatan P2KPDT, baik aspek teknis kegiatan maupun

administrasi dan keuangan kegiatan P2KPDT".

Tim Konsultan Manajemen dan Fasilitator Kegiatan P2KPDT dirancang dalam

bentuk :

1. Konsultan Manajemen Nasional (KM-Nas) “ Pengendalian dan Pengembangan Kegiatan P2KPDT;

2. Konsultan Manajemen Regional (KM-Regional) “Pelaksana dan Pengembangan Kegiatan P2KP-DT.

(46)

Kerja (KAK) ini, dimaksudkan sebagai landasan paket pekerjaan KM-Nas

P2KPDT.

Dalam Pelaksanaan P2KPDT, dibentuk Tim Koordinasi Pusat dalam wadah

Sekretariat TK-P2KPDT Pusat, yang dipimpin oleh seorang Penanggungjawab P2KPDT. Untuk membantu pengendalian fungsional dalam pelaksanaan kegiatan

P2KPDT, guna terwujudnya tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, serta sesuai dengan arah kebijakan yang sudah ditetapkan dalam kegiatan P2KPDT, maka dipilih perusahaan konsultan yang berfungsi sebagai Konsultan Manajemen

Nasional (KM-Nas) yang memiliki pengalaman khusus dalam bidang pemberdayaan masyarakat dan pengembangan ekonomi lokal, serta memiliki

tenaga ahli yang profesional sesuai dengan kebutuhan kegiatan P2KPDT.

KM-Nasional, bersama-sama Sekretariat TK-P2KPDT Pusat mengelola pelaksanaan kegiatan P2KPDT, membantu dan memberikan masukan secara

profesional dalam merumuskan arah kebijakan kegiatan dan program secara Nasional, menyusun rekomendasi dan tindakan pelaksanaan kegiatan dan program, mempertajam pelaksanaan dan sosialisasi P2KPDT kepada pihak yang

terkait program maupun kepada masyarakat umum dan dunia usaha, memfasilitasi pelaksanaan 'peningkatan kapasitas' bagi para konsultan maupun aparat

pemerintah daerah melalui berbagai lokakarya dan pelatihan-pelatihan, memantau dan memfasilitasi penanganan masalah, serta mengevaluasi secara Nasional pelaksanaan P2KP-DT.

(47)

1. Manajemen pengelolaan kegiatan P2KPDT, agar sesuai dengan mekanisme,

prinsip dan agenda kegiatan yang telah ditetapkan;

2. Pemanfaatan dana kegiatan P2KP-DT, agar tercapai tujuan dan sasaran yang

telah ditetapkan

3. Penyelenggaraan aktifitas persiapan, sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan,

pemantauan, evaluasi, pelaporan, dan pengembangan kegiatan P2KP-DT.

Terlaksananya mekanisme pengelolaan kegiatan P2KPDT, yakni aktifitas: persiapan, perencanaan, penyaluran/pencairan dana, pelaksanaan dan pelaporan,

sesuai dengan prinsip-prinsip dan agenda yang telah ditetapkan di masing-masing wilayah, yang ditandai dengan indikator:

1. Perencanaan kegiatan P2KPDT yang semakin konsisten dengan sistem perencanaan pembangunan nasional (dokumen RPJPN, RPJM-Nasional, RKP, dokumen sektor/departemen terkait, serta dokumen perencanaan

pemerintah daerah), serta lebih tepat dalam penentuan jenis bantuan dan lokasi sasaran kegiatan di kabupaten daerah tertinggal.

2. Meningkatnya kapasitas pemerintah daerah dan SDM masyarakat

tani/nelayan, dalam optimalisasi pengelolaan usaha produktif (budidaya, pengolahan, dan pemasaran) sesuai komoditas unggulan yang dikembangkan

daerah.

3. Terdapatnya data dan informasi perkembangan serta pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan atau program, pencapaian sasaran fisik, pengembangan

(48)

4. Terfasilitasinya pengaduan masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas

pelaksanaan P2KPDT, sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang transparan, jujur, dan aman.

Terarahnya pemanfaatan dana sesuai tujuan dan sasaran kegiatan P2KPDT di masing-masing lokasi, ditandai dengan indikator:

1. Meningkatnya aliran dana dan akumulasi kegiatan investasi, yang didukung dengan rencana investasi dan teraksesnya sumber pendanaan.

2. Meningkatnya kegiatan dan program pengembangan ekonomi lokal, melalui pemberdayaan UMKM, dunia usaha, penguatan kelembagaan ekonomi, dan jaringan usaha kemitraan.

3. Meningkatnya pengembangan kawasan produksi, untuk menciptakan peluang usaha, kesempatan kerja, dan pendapatan masyarakat, serta pendapatan daerah.

Lingkup wilayah kegiatan ini meliputi lokasi kegiatan P2KPDT yang diselenggarakan sejak tahun Lingkup wilayah kegiatan ini meliputi lokasi

kegiatan P2KPDT yang diselenggarakan sejak tahun 2006 hingga 2009, termasuk lokasi kabupaten tahun 2006 - 2008 yang tidak melaksanakan P2KPDT tahun

2009 tetap dilakukan evaluasi pengembangan kegiatan P2KPDT. Pada tahun 2006 kegiatan P2KP-DT dilaksanakan di 20 kabupaten, 246 KMUP sasaran, 4.107 anggota KK, 83 desa dan 68 Kecamatan. Sedangkan tahun 2007 dilaksanakan di

31 Kabupaten, 326 KMUP sasaran, 5.795 anggota KK dan 156 desa. Tahun 2008 dilaksanakan di 62 kabupaten, 443 KPPSB-UP sasaran,8.661 anggota KK,260

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian studi

kasus. Menurut Smith dalam Emzir (2010 : 20), penelitian studi kasus yaitu suatu penelitian kualitatif yang berusaha menemukan makna, menyelidiki proses, dan memperoleh pengertian dan pemahaman yang mendalam dari individu, kelompok,

atau situasi. Studi kasus dapat menjadi berbeda dari bentuk-bentuk penelitian kualitatif lain oleh fakta bahwa studi ini berfokus pada satu “unit tunggal” atau “suatu sistem terbatas”. Sedangkan menurut Holloway dan Daymon (2008:162),

pada umumnya, studi kasus dihubungkan dengan sebuah lokasi. “Kasusnya” dapat berupa organisasi, sekumpulan orang seperti kelompok kerja atau kolompok

sosial, komunitas, peristiwa, proses, isu, maupun kampanye. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi kasus karena berusaha untuk mengetahui

dampak kebijakan pembangunan daerah tertinggal di Pemerintah Kabupaten Lampung Barat dalam menangani dampak dari program percepatan pembangunan kawasan produksi daerah tertinggal yang diindikasikan belum berjalan secara

optimal.

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif (menggambarkan) dengan

(50)

didasarkan karena penelitian ini menghasilkan data-data berupa kata-kata menurut

informan, apa adanya sesuai dengan pertanyaan penelitiannya, kemudian dianalisis pula dengan kata-kata yang melatarbelakangi responden berperilaku (berpikir,

berperasaan, dan bertindak), direduksi, ditriangulasi, di simpulkan (diberi makna oleh peneliti), dan diverifikasi, adapun tujuannya adalah untuk menggambarkan

secara tepat mengenai suatu keadaan, sifat-sifat individu atau gejala yang terjadi terhadap kelompok tertentu.

3.2. Fokus Penelitian

Menurut Moleong (2004:97), dalam penelitian kualitatif hal yang harus diperhatikan adalah masalah dan fokus penelitian. Fokus memberikan batasan

dalam studi dan batasan dalam pengumpulan data, sehingga dengan batasan ini peneliti akan fokus memahami masalah-masalah yang menjadi tujuan penelitian. Karena itu menurut Moleong, fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi

studi kualitatif, sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan mana data yng tidak relevan. Untuk dapat memahami secara lebih luas dan mendalam, maka diperlukan pemilihan fokus penelitian. Spradley dalam

Sugiyono (2006:234), mengemukakan ada empat Alternatif untuk menetapkan fokus yaitu :

1. Menetapkan fokus pada permasalahan yang disarankan oleh informan. 2. Menetapkan fokus berdasarkan domain-domain tertentu organisasi domain. 3. Menetapkan fokus yang memiliki nilai temuan untuk pengembangan iptek.

(51)

Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan masalah penelitian pada pencapaian

hasil program yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Lampung Barat dan untuk mengetahui apa saja kendala-kendala Pemerintah Kabupaten Lampung Barat

dalam mengevaluasi dampak program pembangunan kawasan produksi daerah tertinggal pada tahun 2009 yang diindikasikan belum berjalan optimal, yang

antara lain meliputi :

1. Pencapaian hasil program meliputi :

a. Bidang Peternakan, yaitu diarahkan untuk memilih komoditas yang cepat

menghasilkan seperti ternak, dan salah satu jenis yang potensial dikembangkan di daerah Lampung Barat adalah ternak sapi potong dan ras peranakan

ongole.

Penerima bantuan tersebut adalah lima kelompok tani pada lima kecamatan yang ada di Lampung Barat yakni Kecamatan Sekincau, Kebun Tebu, Way

Tenong, Pesisir Selatan, dan Gedung Surian.

b. Bidang Perkebunan, mendapatkan bantuan pengembangan karet unggul dari Kementerian PDT. Bantuan tersebut dilaksanakan pada areal seluas 180

Hektar dengan melibatkan sekitar 140 Kepala Keluarga (KK) petani.

Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal pada tahun 2008 telah

memberikan bantuan pengembangan karet unggul kepada pemerintah Kabupaten Lampung Barat melalui Program Percepatan Pembangunan Kawasan Produksi Daerah Tertinggal (P2KP-DT). Sebagai program baru,

pemerintah kabupaten berupaya mensukseskan dengan memberikan dukungan berupa kegiatan pendampingan dan fasilitasi program.

(52)

Kementerian PDT telah mengalokasikan dana untuk pengembangan

komoditas karet unggul di Kabupaten Lampung Barat. 2. Dampak Program

Output/Keluaran kegiatan P2KPDT di Kabupaten Lampung Barat antara lain : a. Diharapkan pemeliharaan sapi perah dapat dikelola dengan sebaik-baiknya

dalam upaya pemenuhan gizi serta untuk mendapatkan nilai tambah dari produk susu yang dihasilkan yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tersalurkannya sarana produksi dan dana

bantuan social kepada KPPS-UP sasaran dalam rangka pengembangan tanaman karet ungguldan peningkatan usaha ekonomi masyarakat local

b. Berkembangnya SDM Petani dam peternak melalui pengelolaan usaha tani karet unggul. Bidang peternakan diharapkan akan menjadi sektor unggulan di Lampung Barat, sehingga swasembada daging pada tahun 2014 dapat

tercapai.

Permasalahan utama dari ketertinggalan pembangunan adalah arah kebijakan pemerintah daerah yang cenderung berorientasi pada pembangunan wilayah yang

paling mudah dikembangkan manjadi daerah pusat-pusat pertumbuhan dan kecenderungan untuk mengesampingkan daerah yang miskin potensi, disamping

itu terjadi kesalahan pendekatan dan prioritas pembangunan, serta tidak dilibatkannya kelembagaan masyarakat.

3.3. Lokasi Penelitian dan Unit Analisis

Menurut Moleong (2005:128), lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian terutama dalam menangkap fenomena atau

Gambar

Tabel 1.  Sebaran Rata-rata Bantuan P2KPDT Tahun 2007-2009 ............
Tabel 1.  Sebaran Rata-rata Bantuan P2KPDT Tahun 2007 – 2009
Tabel 2. Pelaksanaan Kegiatan P2KPDT di Kabupaten Lampung Barat
Tabel 3 :  Instrumen Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2008
+4

Referensi

Dokumen terkait

Memberikan kuasa dan wewenang kepada Direksi Perseroan dengan hak substitusi untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan berhubungan dengan keputusan Mata

When buying a bar stool the main consideration is going to be the price, this is important for any bar owner or home bar stool

[r]

S— Sakal P—baamtaam

Remember those pre-child days when you would go out to a fancy restaurant or spend the weekend at a romantic get-away to celebrate Valentine´s Day.. That may not be an option this

, DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAKA... mV

Selain pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan, yang juga dipilih menjadi informan pada penelitian ini adalah pemustaka perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan

Menggali potensi ruang perairan darat dan laut di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha