• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI TUGAS DAN WEWENANG PENYIDIK TINDAK PIDANA ASAL, DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI TUGAS DAN WEWENANG PENYIDIK TINDAK PIDANA ASAL, DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING)"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI TUGAS DAN WEWENANG PENYIDIK TINDAK PIDANA ASAL, DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN

UANG(MONEY LAUNDERING)

Oleh

Yusni Febriansyah Efendi

Berdasarkan undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, pada Pasal 74 di tambahkan kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik dugaan tindak pidana Pencucian Uang, penyidik tindak pidana asal (Predicat Crime) bisa langsung melakukan penyidikan terhadap harta kekayaan yang patut diduga merupakan hasil dari tindak pidana asal, sehingga penyidikannya tidak perlu antar lembaga penegak hukum, tetapi cukup satu lembaga saja yang menyidik. Tidak seperti selama ini yang hanya terbatas pada Kepolisian saja, enam lembaga tersebut adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia, implementasi tentang kelima penyidik tindak pidana asal selain kepolisian belum dapat diketahui dan belum dapat dilihat apakah terjadi perbenturan kewenangan dalam menyidik, yang menjadi permasalahan adalah bagaimanakah implementasi tugas dan wewenang penyidik tindak pidana asal, dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang (money laundering) serta bagaimanakah tahapan dalam proses penyidikan tindak pidana Pencucian Uang yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal.

(2)

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pada dasarnya Implementasi tugas dan wewenang penyidik tindak pidana asal yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang menyidik tindak pidana pencucian uang Tugas dan wewenangnya adalah sama, yang menjadi pembeda di antara ke enam penyidik tersebut adalah objek penyidikannya yaitu sesuai dengan tindak pidana asal pada masing masing instansi. Kemudian Tahapan Proses penyidikannya dibagi menjadi 10 (sepuluh) tahap, yakni Penundaan Transaksi dan Pemblokiran Rekening, Pemintaan keterangan dari penyedia Jasa keuangan, Pemeriksaan surat penggeledahan dan penyitaan, penyadapan dan perekaman pembicaraan, penangkapan dan penahanan, melarang seseorang pergi ke luar negeri, pemeriksaan saksi tersangka alat bukti dilanjutkan dengan konfrontasi dan rekonstruksi, evaluasi hasil pemeriksaan, permintaan keterangan PPATK, dan prapenuntutan serta penyerahan berkas perkara.

(3)

A. Latar Belakang

Perkembangan dunia pada abad ini sangatlah cepat, termasuk perkembangan Teknologi, Komunikasi dan Informasi yang dewasa ini telah sampai pada suatu titik/keadaan dimana manusia dapat menyebarkan dan mendapatkan informasi dengan jangkauan yang sangat luas dan cepat, seolah-olah tidak di batasi oleh jarak, ruang dan waktu, apalagi setelah adanya penggabungan antara teknologi, komputer, telekomunikasi, dan internet. Bentangan jarak serta batas-batas geografis nasional seakan-akan tidak pernah ada.

Menurut Ohamae Kenichi, dunia seolah menjadi satu dalam sebuah tempat, sehingga menimbulkan istilah yang sering di sebut dengan dunia tanpa batas /the borderless word (FX. Budiyanto, 1991 : 194). Seiring dengan perkembangan tersebut, berkembang pula berbagai jenis tindak pidana yang mampu menembus batas-batas yurisdiksi suatu Negara, dengan intensitas yang semakin meningkat pada setiap waktunya. Salah satu tindak pidana yang berhubungan erat dengan perkembangan dunia saat ini adalah Tindak Pidana Pencucian Uang atau yang lebih sering di sebut dengan istilah Money Laundering. Pencucian uang atau

(4)

diperoleh dari sumber illegal yang dimasukkan kedalam sistem keuangan yang sah, dengan tujuan agar uang atau harta kekayaan itu tampak legal (Tri Andrisman, 2008 : 98).

Tindak pidana ini tentunya melibatkan dan menghasilkan uang dalam jumlah yang sangat besar, banyak sekali modus yang di lakukan oleh para pelaku tindak pidana pencucian uang tersebut untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan tersebut yang pastinya merupakan hasil dari suatu tindak pidana, salah satu modus yang paling banyak dilakukan adalah dengan memasukan hasil tindak pidana tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) yang sah.

Peluang Indonesia untuk menjadi salah satu negara yang dijadikan sasaran Pencucian Uang pun sangat besar, hal ini dikarenakan di Indonesia terdapat faktor-faktor yang menarik dan menguntungkan bagi pelaku Pencucian Uang yaitu adanya gabungan antara sistem devisa bebas, tidak diusutnya asal-usul di tanamkan dan berkembangnya pasar modal, perdagangan valuta asing dan jaringan perbankan yang meluas ke luar negeri (Nurmalawati, 2006 : 2).

(5)

Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang di cabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Berdasarkan undang-undang yang baru, terdapat beberapa hal yang di tambahkan, berikut adalah penjelasan resmi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang bagian Umum :

“Materi muatan yang terdapat dalam Undang-Undang ini, antara lain: 1. redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana Pencucian

Uang;

2. penyempurnaan kriminalisasi tindak pidana Pencucian Uang; 3. pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi

administratif;

4. pengukuhan penerapan prinsip mengenali Pengguna Jasa; 5. perluasan Pihak Pelapor;

6. penetapan mengenai jenis pelaporan oleh penyedia barang dan/atau jasa lainnya;

7. penataan mengenai Pengawasan Kepatuhan;

8. pemberian kewenangan kepada Pihak Pelapor untuk menunda Transaksi;

9. perluasan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar daerah pabean;

10. pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik dugaan tindak pidana Pencucian Uang;

11. perluasan instansi yang berhak menerima hasil analisis atau pemeriksaan PPATK;

12. penataan kembali kelembagaan PPATK;

13. penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan untuk menghentikan sementara Transaksi;

14. penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana Pencucian Uang; dan

15. pengaturan mengenai penyitaan Harta Kekayaan yang berasal dari tindak pidana.”

(6)

kekayaan yang patut diduga merupakan hasil dari tindak pidana asal sehingga penyidikannya tidak perlu antar lembaga penegak hukum, tetapi cukup satu lembaga saja yang menyidik, kemudian dalam penjelasan Pasal 74 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang disebutkan :

“Yang dimaksud dengan “penyidik tindak pidana asal” adalah pejabatdari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan tindak pidana Pencucian Uang apabila menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana Pencucian Uang saat melakukan penyidikan tindak pidana asal sesuai kewenangannya.”

Penjelasan pasal tersebut menyebutkan lembaga penegak hukum yang berwenang menyidik perkara tindak pidana pencucian uang, yaitu ada enam lembaga yang berwenang, jadi tidak seperti selama ini yang hanya terbatas pada Kepolisian saja.

(7)

undang-undang yang baru dengan penambahan kewenangan kepada enam lembaga negara yang dinilai sangat potensial dalam melakukan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, hal ini dianggap efektif jika proses penyidikan dua buah tindak pidana yang saling berkaitan di lakukan oleh satu penyidik saja mengingat Tindak Pidana Pencucian Uang ini merupakan Tindak Pidana Turunan dari Tindak Pidana Asalnya (Predicat Crime).

Pada sistem peradilan pidana (Ciminal Justice System), proses penyidikan menjadi sebuah titik awal untuk menentukan keberhasilan penuntutan di persidangan, berhasil atau tidaknya penuntutan seseorang di muka pengadilan tergantung dari proses penyidikannya. Berdasarkan hal tersebut penyidikan mendapat perhatian sangat penting di kalangan penegak dan pemerhati Hukum, semakin baik penyidikan maka semakin mudah beban pembuktian didalam persidangan karena bukti-bukti telah terkumpul. Dalam hal ini peran seorang penyidik sangat lah diperlukan, profesionalisme serta kecakapan dalam bertindak ketika menjalankan tugas harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengamanatkan tugas dan wewenang kepadanya, termasuk penyidik tindak pidana asal yang telah diberi tambahan kewenangan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, untuk menyidik tindak pidana pencucian uang.

(8)

Rupiah, pada saat ini kasus tersebut masih ditangani oleh penyidik kepolisian baik tindak pidana penggelapannya maupun tindak pidana pencucian uangnya, prosedurnya sudah sesuai dengan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (Radar Lampung, 2010 : 4)

Implementasi tentang kelima penyidik tindak pidana asal selain kepolisian, yang menyidik tindak pidana pencucian uang belum ada wujud nyatanya mengingat belum adanya kasus Pencucian Uang yang tindak pidana asalnya merupakan kewenangan dari Kejaksaan, KPK, BNN, Ditjen Pajak, dan Ditjen Bea dan Cukai. Sehingga belum dapat diketahui apakah dalam pelaksanaan nya para lembaga penyidik ini bertindak sendiri atau saling berkoordinasi dan belum dapat dilihat apakah terdapat perbenturan kewenangan dalam menyidik, belum lagi adanya peran serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai lembaga Independen yang mengelola data Transaksi Keuangan yang sangat di butuhkan oleh penyidik dalam Proses Penyidikan.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “Analisis Tugas dan Wewenang Penyidik Tindak Pidana Asal, dalam Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

(9)

1. Bagaimanakah Implementasi tugas dan wewenang penyidik tindak pidana asal, dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang (money laundering)? 2. Bagaimanakah tahapan dalam proses penyidikan tindak pidana Pencucian

Uang yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal ?

2. Ruang Lingkup

Berdasarkan pada permasalahan di atas, maka ruang lingkup hukum pidana dalam pembahasan skripsi ini berkenaan dengan Implementasi Tugas dan Kewenangan Penyidik Tindak Pidana Asal yang meliputi Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia, dalam penyidikan tindak pidana Pencucian Uang dengan ketentuan yang ada di dalam peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum dan pendapat pakar hukum yang berhubungan tentang Kewenangan Penyidik Tindak Pidana Asal, dalam penyidikan tindak pidana Pencucian Uang.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pertanyaan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk :

a. Mengetahui Implementasi tugas dan wewenang penyidik tindak pidana asal, dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang (money laundering)

(10)

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu :

a. Kegunaan Teoritis

Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan di kalangan akademisi serta kalangan yang menggeluti bidang hukum terutama Pencucian Uang dan memberikan masukan kepada lembaga penyidik tindak pidana asal yang telah diberikan kewenangan untuk menyidik tindak pidana Pencucian Uang berdasarkan peraturan perundang-undangan.

b. Kegunaan Praktis

Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak terkait dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang agar lebih profesional dalam menegakan hukum di negara ini.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya berguna untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. (Soerjono Soekanto, 1986 : 124)

(11)

pidana maka sumber hukum nya adalah Undang undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang dicantumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209 (TB. Irman. S, 2006 : 119). Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjalankan tugas dan wewenang penyidikan adalah seorang Penyidik yaitu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 2 :

“Penyidik adalah pejabat polisi negara republik indonesia atau pejabat

pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang undang untuk melakukan penyidikan”

Jika di perhatikan kalimat terakhir, KUHAP memang memberikan celah kewenangan yang secara tidak langsung kepada undang lain atau undang-undang selanjutnya, untuk menunjuk penyidik selain pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Hal tersebutlah yang saat ini dipenuhi oleh salah satu undang-undang kita, yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang memberikan kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal dalam melakukan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang.

(12)

berkelanjutan antara suatu instansi dengan instansi yang lain, sampai ke taraf proses pelaksanaan penuntutan oleh lembaga yang berwenang menyidik tindak pidana, yang akan menciptakan suatu mekanisme saling ceking di antara sesama aparat penegak hukum dalam suatu rangkaian integrated criminal justice system

(Yahya Harahap, 2002 : 47).

Kemudian dikenal adanya prinsip saling koordinasi, KUHAP sendiri memuat ketentuan yang menentukan bahwa instansi-instansi penegak hukum dalam suatu hubungan kerjasama, yang dititik beratkan bukan hanya untuk menjernihkan tugas, wewenang dan efesiensi kerja tetapi, juga diarahkan untuk terbina suatu tim aparat penegak hukum yang dibebani tugas tanggung jawab saling mengawasi dalam “sistem ceking”antara sesama mereka (Yahya Harahap, 2002 : 49). Sistem koordinasi ini lah yang dibutuhkan oleh ke-enam penyidik tindak pidana asal dalam melaksanakan penyidikan pencucian uang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin atau akan di teliti (Soerjono Soekanto, 1986 : 132).

Definisi yang berkaitan dengan judul penulisan ini dapat diartikan sebagai berikut, diantara nya adalah :

(13)

b. Tugas adalah Sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang di tentukan untuk di lakukan (Muhammad Ali, 1997 : 571).

c. Wewenang adalah suatu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu (Muhammad Ali, 1997 : 620).

d. Penyidik Tindak Pidana Asal adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana Pencucian Uang, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan tindak pidana Pencucian Uang apabila menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana Pencucian Uang saat melakukan penyidikan tindak pidana asal sesuai kewenangannya (Penjelasan Pasal 74 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang).

e. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 angka 2 Undang undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana).

(14)

bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut (Moeljatno, 2008 : 59).

g. Pencucian Uang adalah perbuatan pemutihan uang hasil kejahatan yang bertujuan untuk menyembunyikan, menghilangkan atau menyamarkan asal usul uang tersebut sehingga seolah-olah uang tersebut menjadi sah (Nurmalawati, 2006 : 13).

h. Tindak Pidana Asal adalah Tindak pidana yang memicu terjadinya tindak pidana pencucian uang, yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung yang digunakan untuk memperoleh hasil tindak pidana berupa harta kekayaan (Sebastian Pompe, 2011 : 97).

E. Sistematika Penulisan

Sistematika ini memuat uraian keseluruhan yang akan disajikan dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap skripsi ini secara keseluruhan, maka disajikan sistematika sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Merupakan bab yang menguraikan latar belakang masalah dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan bab pengantar yang menguraikan tentang pengertian-pengertian umum dari pokok bahasan yang memuat tinjauan mengenai Pencucian Uang,

(15)

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang membahas tentang metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yang meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data yang di dapat.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Merupakan penjelasan dan pembahasan yang mengemukakan hasil penelitian mengenai tugas dan kewenangan penyidik tindak pidana asal, dalam penyidikan tindak pidana Pencucian Uang dan tahapan dalam proses penyidikan tindak pidana Pencucian Uang yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal.

V. PENUTUP

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Mengenai Pencucian Uang 1. Pengertian Pencucian Uang

Kegiatan pencucian uang secara universal telah digolongkan sebagai suatu tindak pidana. Bahkan, karena modus operandinya yang umum bersifat lintas batas maka pencucian uang telah dianggap sebagai tindak pidana Internasional.

Istilah didalam Bahasa Indonesia, Money Laundering ini sering diterjemahkan dengan istilah pemutihan uang atau pencucian uang. Hal ini adalah terjemahan yang wajar mengingat kata launder dalam bahasa Indonesia di artikan mencuci, karena itu sehari-hari dikenal dengan kata Laundry yang berarti cucian. Uang yang diputihkan atau dicuci tersebut adalah hasil dari kejahatan misalnya uang hasil dari jual beli narkotika atau hasil dari korupsi, sehingga diharapkan setelah pemutihan atau pencucian tersebut uang tadi tidak terdeteksi lagi sebagai uang hasil dari tindak pidana dan telah menjadi uang seperti uang-uang bersih lainya (Munir Fuady, 2004 : 147).

(17)

ketentuan dalam undang-undang ini, kemudian yang dimaksud dengan unsur-unsur tindak pidana dalam undangundang ini dijabarkan dalam Bab II yang terdiri dari 7 Pasal yaitu Pasal 3-10 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Jika diuraikan satu persatu unsur-unsur yang dimaksud diatas, maka tindakan yang tergolong kedalam tindak pidana pencucian uang adalah sebagai berikut:

1. Menempatkan kekayaan hasil tindak pidana 2. Mentransfer kekayaan hasil tindak pidana 3. Mengalihkan kekayaan hasil tindak pidana 4. Membelanjakan kekayaan hasil tindak pidana 5. Membayarkan kekayaan hasil tindak pidana 6. Menghibahkan kekayaan hasil tindak pidana 7. Menitipkan kekayaan hasil tindak pidana

8. Membawa keluar negeri kekayaan hasil tindak pidana 9. Mengubah bentuk kekayaan hasil tindak pidana

10. Menukarkan dengan mata uang atau surat berharga lain terhadap kekayaan hasil tindak pidana

11. Menyembunyikan atau menyamarkan asal usul kekayaan hasil tindak pidana

12. Menyembunyikan atau menyamarkan sumber kekayaan hasil tindak pidana

13. Menyembunyikan atau menyamarkan lokasi kekayaan hasil tindak pidana 14. Menyembunyikan atau menyamarkan peruntukan kekayaan hasil tindak

pidana

15. Menyembunyikan atau menyamarkan pengalihan hak-hak kekayaan hasil tindak pidana

16. Menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan yang sebenarnya kekayaan hasil tindak pidana.

2. Sejarah Pencucian Uang

(18)

dihasilkan dari kegiatanillegalatau hasil kejahatan. (TB. Irman. S, 2006 : 39)

Pendapat lain mengatakan bahwa Money Laundering sebagai istilah sebenarnya belum lama dipakai. Billy Steel mengemukakan, istilah Money Laundering

pertama kali digunakan pada surat kabar di Amerika Serikat sehubungan dengan pemberitaan skandal Watergate pada tahun 1973 di Amerika Serikat. Sedangkan penggunaanya dalam konteks pengadilan atau hukum muncul pertama kali pada tahun 1982. Sejak itulah IstilahMoney Laundering diterima dan digunakan secara luas di seluruh dunia.

Pada saat Convention Againts Illicit Tranfic in Narcotic Drug and Psychotropic Subtance (Vienna Convention, PBB) Pada Tahun 1988, negara Indonesia sebetulnya terlambat dalam menyusun undang-undang anti pencucian uang, sebab konvensi ini pada saat itu mewajibkan negara yang sudah menandatangani untuk segera meratifikasi dan membuat undang undang anti pencucian uang dinegaranya masing-masing (Yenti Ganarsih dalam Wardoyo, 18 Juli 2005).

(19)

sesuai (Bambang Setiono dan Yunus Husein, 2005 : 2).

Indonesia meratifikasi konvensi tersebut pada tahun 1997, sehingga secara moral Indonesia mestinya sudah membuat undang-undang pencucian uang sejak saat itu. Awal pemikiran agar Indonesia memiliki undang undang tentang pencucian uang sudah muncul dari sejak zaman orde baru mulai berkuasa. Namun pada waktu itu terdapat pendapat yang kuat dari kalangan pemerintah, terutama dari para menteri ekonomi, seperti Widjojo Nitisasro dan kawan kawan, yang menentang keras diberlakukannya undang-undang peraturan anti pencucian uang, dengan alasan bahwa Indonesia masih sangat membutuhkan dana dari luar negeri untuk pembangunan, dikhawatirkan apabila undang-undang anti pencucian uang ini diberlakukan maka penanaman modal asing akan terhambat masuk ke Indonesia (Tri Andrisman, 2008 : 91).

(20)

Transaksi Keuangan (yang selanjutnya disebut PPATK) sebagai lembaga yang independent dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Akan tetapi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 ini dinilai oleh masyarakat internasioanal, khususnya FATF belum memenuhi standar internasional sebagaimana yang dimaksud dalam The Forty Recommendation dari FATF. Sehingga Indonesia masih dianggap sebagai negara tidak kooperatif dalam membasmi tindak pidana pencucian uang. Indonesia pada saat itu seharusnya sudah dikenakan sanksi counter-measures (tindakan balasan) oleh FATF. Namun berkat negosiasi dari Departemen Luar negeri serta bantuan dan arahan dari negara tetangga, seperti Jepang dan Australia, dalam pertemuan paripurna FATF, 18-20 Juni di Berlin Jerman sanksi tersebut tidak dikenakan kepada negara Indonesia (Tiur Santi, 7 Agustus 2003). Hal ini juga ditandai dengan dikirimnya surat tanggal 3 juli 2002 oleh Presiden FATF, Joehen Sanio kepada Menteri Kehakiman dan HAM, Yusril Ihza Mahendra. Isi surat tersebut meminta agar pemerintah Indonesia mengamandemen Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 yang dinilai masih banyak kelemahan, artinya Indonesia masih diberi kesempatan untuk menunjukan perbaikan yang signifikan.

Menanggapi desakan untuk mengamandemen Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tersebut, akhirnya Departemen Kehakiman dan HAM membentuk tim yang ditugasi untuk menyusun rancangan undang tentang perubahan Undang-undang tersebut sehingga terbentuklah Undang-Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Tri Andrisman, 2008 : 93).

(21)

peraturan perundang-undangan yang ada ternyata masih memberikan ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, adanya celah hukum, kurang tepatnya pemberian sanksi, belum dimanfaatkannya pergeseran beban pembuktian, keterbatasan akses informasi, sempitnya cakupan pelapor dan jenis laporannya, serta kurang jelasnya tugas dan kewenangan dari para pelaksana Undang-Undang ini. Berdasarkan pada hal tersebut maka Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 dirasakan perlu disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan penegakan hukum, praktik, dan standar internasional sehingga perlu diganti dengan undang-undang baru, maka pada tanggal 22 Oktober 2010 di undangkanlah Undang-undang pencucian uang yang baru yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang serta menyatakan Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi setelah undang-undang yang baru tersebut di undangkan.

Praktik pencucian uang tidak mudah pemberantasanya, ada beberapa faktor yang menjadi pendorong kegiatan pencucian uang. Menurut Sutan Remy Sjahdeini di dalam Jurnal Bisnis Volume 22, melihat paling sedikitnya ada 9 faktor pendorong maraknya pencucian uang, yaitu:

(22)

berkembang kejahatan kejahatan baru.

2. Sangat cepatnya kemajuan teknologi, salah satunya dibidang informasi yaitu munculnya internet dan yang memperlihatkan perkembangan kemajuan yang luar biasa. Dengan kemajuan teknologi informasi tersebut, batas-batas negara menjadi tidak berarti. Dunia menjadi satu kesatuan tanpa batas. Sehingga kejahatan terorganisasi menjadi mudah dilakukan secara lintas batas, misalnya saja dengan ATM (Automated Teller Machines) yang memungkinkan para pelaku kejahatan untuk memindahkan dana hasil kejahatan.

3. Ketentuan rahasia Bank.

4. Kemungkinan oleh ketentuan perbankan tersebut menggunakan nama samaran (anonim) bagi penyimpan dana.

5. Munculnya jenis uang baru yang disebut electronic money atau E-money

yaitu sehubungan dengan maraknyaelectronic commercemelalui internet. 6. Layering (pelapisan), pihak yang menyimpan dana di bank (nasabah

menyimpan dana atau deposan bank) bukan lah pemilik dana itu.

7. Karena berlakunya ketentuan hukum berkenaan dengan kerahasiaan hubunganLawyerdan kliennya, dan antara akuntan dan kliennya.

8. Pemerintah yang tidak bersungguh sungguh untuk memberantas praktik pencucian uang.

9. Karena tidak dikriminalisasikannya perbuatan pencucian uang.

Dalam keputusan kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) No.2/1/Kep.PPATK/2003 tentang Pedoman Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Bagi Penyedia Jasa Keuangan. Tahap-tahap dari aktivitas pencucian uang sekalipun terdapat berbagai macam modus operandi pencucian uang, namun pada dasarnya proses pencucian uang dapat dikelompokan kedalam tiga tahap kegiatan, yaitu:

1. Placement adalah upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu kegiataan tindak pidana kedalam sistem keuangan. Bentuk kegiatan ini antara lain:

a. Menempatkan dana pada Bank, kadang kadang kegiatan ini di ikuti dengan pengajuan kredit/pembiayaan.

b. Menyetorkan uang pada penyedia jasa keuangan sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkanaudit trail.

c. Menyelundupkan uang tunai dari suatu negara ke negara lain. d. Membiayai suatu usaha yang seolah-olah sah atau terkait dengan

usaha yang sah berupa kredit/pembiayaan, sehungga mengubah kas menjadi kredit/pembiayaan.

(23)

dilakukan melalui penyedia jasa keuangan.

2. Layering adalah memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya yaitu tindak pidananya melalui beberapa tahap transaksi keuangan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul dana. Dalam kegiatan ini terdapat proses pemidanaan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lain melalui serangkaian transaksi yang kompleks dan didesain untuk menyamarkan dan menghilangkan jejak sumber dana tersebut. Bentuk kegiatan ini antara lain:

a. Transfer dana dari satu bank ke bank lain dan atau antar wilayah/negara.

b. Penggunaan simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung transaksi yang sah.

c. Memindahkan uang tunai lintas batas negara melalui jaringan kegiatan usaha yang sah maupunshell company.

Integration adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, di investasikan kedalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana. Dalam melakukan pencucian uang, pelaku tidak terlalu mempertimbangkan hasil yang akan diperoleh, dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan, karena tujuan utamanya adalah untuk menyamarkan atau menghilangkan asal-usul uang sehingga hasil ahirnya dapat dinikmati secara aman.

3. Kriminalisasi Pencucian Uang

(24)

disamping itu dana-dana banyak yang kurang dimanfaatkan secara optimal. Hal ini terjadi karena uang hasil tindak pidana terutama di investasikan pada Negara-negara yang dirasa aman untuk mencuci uangnya, walaupun hasilnya lebih rendah. Uang hasil tindak pidana ini dapat saja beralih dari suatu negara yang perekonomiannya baik ke negara yang perekonomiannya kurang baik. Karena pengaruh negatifnya pada pasar finansial dan dampaknya dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem keuangan internasional, praktik pencucian uang dapat mengakibatkan ketidak stabilan pada perekonomian internasioanal, dan kejahatan terorganisir yang melakukan pencucian uang dapat juga membuat ketidak stabilan pada ekonomi nasional. Fluktuasi yang tajam pada nilai tukar dan suku bunga mungkin juga merupakan akibat negative dari praktik pencucian uang. Dengan berbagai dampak negatif itu diyakini bahwa praktik pencucian uang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia.

Kedua, dengan ditetapkannya pencucian uang sebagai tindak pidana akan lebih memudahkan bagi aparat penegak hukum untuk menyita hasil tindak pidana yang kadangkala sulit untuk di sita, misalnya aset yang susah dilacak atau sudah dipindahtangankan kepada pihak ketiga. Dengan pendekatan follow the money,

(25)

Ketiga, dengan dinyatakan praktik pencucian uang sebagai tindak pidana dan dengan adanya kewajiban pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan bagi penyedia jasa keuangan, maka hal ini akan lebih memudahkan bagi para penegak hukum untuk meyelidiki kasus tindak pidana pencucian uang sampai kepada tokoh-tokoh yang ada dibelakangnya. Tokoh-tokoh ini sulit dilacak dan ditangkap karena pada umumnya mereka tidak kelihatan pada pelaksanaan suatu tindak pidana, tetapi banyak menikmati hasil-hasil tindak pidana.

B. Tinjauan Umum Mengenai Tindak Pidana Asal 1. Pengertian Tindak Pidana Asal

Tindak Pidana Asal atau yang lebih sering disebut dengan istilah asing yaitu

Predicate Crimemerupakan suatu istilah yang digunakan untuk merujuk ke tindak pidana asal, baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung yang digunakan untuk memperoleh hasil tindak pidana berupa harta kekayaan, tindak pidana asal juga memicu terjadinya tindak pidana pencucian uang (Sebastian Pompe, 2011 : 97).

(26)

Telah kita ketahui bahwa harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana yang telah di jelaskan dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan objek tindak pidana pencucian uang, tetapi ada hal yang perlu diketahui yaitu dalam hal tindak pidana terorisme, ada sebuah upaya yang dilakukan oleh pembentuk undang-undang untuk memperluas harta kekayaan didalam pencucian uang, disini tidak hanya harta kekayaan hasil tindak pidana terorisme saja tetapi juga harta kekayaan yang memang pada awalnya bersih dan legal kemudian digunakan untuk pendanaan kegiatan terorisme, dan dalam Pasal 2 ayat (2) untuk hal ini uang yang bersih tadi disamakan statusnya sebagai hasil dari tindak pidana terorisme, berikut ini ketentuan yang ada di dalam pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang :

Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.

2. Jenis-jenis Tindak Pidana Asal

(27)

Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang telah menjelaskan jenis-jenis tindak pidana asal dengan merumuskan sebagai harta kekayaan yang di peroleh dari tindak pidana dibawah ini :

a. korupsi;

y. di bidang kelautan dan perikanan; atau

z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

(28)

C. Penyidikan

Telah di sebutkan secara jelas dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur didalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Leden Marpaung, 2009 : 11).

Untuk tugas utama tersebut, penyidik diberi kewenangan-kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 KUHAP, yang bunyinya sebagai berikut : (1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena

kewajibannya mempunyai wewenang :

a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;

b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ;

d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

i. mengadakan penghentian penyidikan;

j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Dalam rangka penegakan hukum sesuai Sistem Peradilan Pidana Terpadu, Polri bertugas melakukan penyidikan tindak pidana yang dilaksanakan oleh penyidik/penyidik pembantu pada fungsi reserse kriminal polri maupun fungsi operasional polri lainya yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan serta melakuakan koordinasi dan pengawasan terhadap PPNS.

(29)

umum atau lebih dikenal dengan nama SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) sesuai dengan Pasal 109 ayat (1) KUHAP. Setelah bukti-bukti dikumpulkan dan yang diduga tersangka telah ditemukan, maka penyidik menilai dengan cermat apakah cukup bukti untuk dilimpahkan kepada penuntut umum.

Penyidikan tindak pidana dilakukan dalam 3 (tiga) tahapan kegiatan, yaitu: (1) Penyelidikan; (2) penindakan dan pemeriksaan; (3) penyelesaian dan penyerahan berkas perkara, hal ini merupakan criminal justice system yang harus dilakukan oleh lembaga penyidikan tindak pidana, khususnya tindak pidana pencucian uang.

Penyidikan tindak pidana pencucian uang sangat mendapat perhatian di masyarakat karena tujuan dari pemberantasan pencucian uang adalah menyelamatkan harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana dari pencucian, karena itu butuh gerak cepat dari aparat penegak hukum untuk menangani tindak pidana pencucian uang dalam hal ini penyidiklah yang pertama kali menangani tindak pidana ini, maka dari itu untuk dapat dilakukan nya penyidikan tindak pidana pencucian uang penyidik tidak wajib membuktikan terlebih dahulu apakah tindak pidana asalnya terbukti atau tidak, mengigat tindak pidana pencucian uang ini merupakan tindak pidana yang dipicu dari tindak pidana lain (asal).

(30)

D. Penyidik Tindak Pidana Asal

Lima lembaga negara kini telah mendampingi Polri dalam proses penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan demikian, Polri yang selama ini menjadi penyidik tunggal akan bekerjasama dengan lima institusi dalam upaya penegakan hukum Tindak Pidana Pencucian Uang. Kelima lembaga yang berwenang dalam penyidikan pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang selain Polri adalah Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Hal tersebut telah sesuai seperti apa yang ada di dalam Pasal 74 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan bahwa :

Penyidikan tindak pidana Pencucian Uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang ini.

Kemudian didalam Penjelasan resmi Pasal 74 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menjelaskan bahwa :

(31)

tindak pidana Pencucian Uang saat melakukan penyidikan tindak pidana asal sesuai kewenangannya.

Keenam lembaga tersebut nantinya bisa saling memberikan pemaparan dalam setiap penyidikan, Masing-masing keenam penyidik tindak pidana asal dalam Pasal 74 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang memiliki kewenangan sama dalam melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang.

1. Penyidik Kepolisian

Kewenangan Kepolisan Republik Indonesia sebagai penyidik telah dijelaskan di dalam KUHAP dan Pasal 16 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang Berbunyi :

(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk :

a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki Tempat Kejadian Perkara untuk kepentingan penyidikan;

c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;

d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan surat memeriksa tanda pengenal diri;

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

h. mengadakan penghentian penyidikan;

i. menyerahkan Berkas Perkara kepada penuntut umum;

j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan Tindak Pidana;

k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil serta menerima hasil penyidikan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan

(32)

(2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yangg dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut :

a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;

c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan e. menghormati HAM.

2. Penyidik Kejaksaan Republik Indonesia

Tugas dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia dalam penyidikan perkara pidana sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 30 ayat (1) yang isinya sebagai berikut : (1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :

a. melakukan penuntutan;

b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap;

c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;

d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang Undang;

e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

(33)

3. Penyidik Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Untuk perkara tindak pidana Korupsi bisa dikenakan pidana korupsi dan pencucian uang, Penanganannya dilakukan oleh institusi yang sama, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tidak terjadi pemborosan, sebelumnya KPK belum mempunyai kewenangan penyidikan tindak pidana pencucian uang karena KPK hanya menangani kasus korupsinya saja, padahal KPK bisa menjerat tersangka dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. banyak kasus pencucian uang yang ditemukan di dalam kasus korupsi yang ditangani KPK. Untuk kewenangan KPK sendiri di dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi belum mengatur tentang kewenangan untuk menyidik tindak pidana pencucian uang, KPK hanya berwenang untuk menyidik perkara Tindak pidana korupsi, hal inilah yang nantinya akan diperbaiki oleh pemerintah dengan merevisi undang-undang tersebut dan menambah kewenangannya agar tidak terjadi benturan dengan Undang-undang tindak pidana pencucian uang.

4. Penyidik Badan Narkotika Nasional

Penyidikan tindak pidana narkotika dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional, maka BNN juga punya kewenangan melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang yang berkaitan dengan narkotika. Sehingga tindak pidana pencucian uangnya tidak perlu dipisahkan ke kepolisian.

(34)

35 Tahun 2009 tentang Narkotika, selanjutnya dasar hukum untuk melaksanakan penyidikan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana narkotika yang penyidikannya ditangani oleh BNN merujuk pada Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan selebihnya mengacu pada KUHAP.

5. Penyidik Direktorat Jenderal Pajak

Untuk penyidikan pada Ditjen Pajak, penyidik dapat meyidik tindak pidana pencucian uang jika ditemukan bukti permulaan adanya praktik pencucian uang dalam pajak yang dikenakan seseorang ataupun suatu korporasi bahkan didalam lembaga perpajakan itu sendiri, tentunya tetap berkoordinasi dengan PPATK.

Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Direkrorat Jenderal pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan Pasal 44 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

6. Penyidik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia

(35)

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Kemudian berdasarkan Pasal 63 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, memberikan wewenang khusus kepada Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Direktorat Jenderal bea dan Cukai sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan dibidang cukai dan juga Pasal 112 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

E. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

Untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dengan ketentuan undang-undang tindak pidana pencucian uang dibentuklah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (yang selanjutnya disebut PPATK), yaitu sebuah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang sesuai dengan ketentuan Pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan PPATK betanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia seperti yang tercantum dalam Pasal 37 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

(36)

Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Adapun Tentang tugas, fungsi dan wewenang dari PPATK diatur dalam Pasal 39-46 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Pengangkatan dan pemberhentian kepala dan wakil kepala PPATK dilkukan oleh presiden atas usul menteri keuangan dengan masa jabatan 5 tahun dan dapat di angkat kembali hanya 1 kali masa jabatan berikutnya (ketentuan Pasal 53 dan 55 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang).

Karena undang-undang yang membentuk PPATK terdahulu yaitu Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, maka diberlakukan ketentuan peralihan dalam undang-undang yang baru tersebut untuk menjaga legalitas PPATK.

Ketentuan peralihan yang ada didalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah sebagai berikut :

a. PPATK yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, ditetapkan sebagai PPATK berdasarkan Undang-Undang ini.

(37)

dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang tetap menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya berdasarkan Undang-Undang ini.

c. Susunan organisasi PPATK yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang tetap berlaku sampai terbentuknya susunan organisasi PPATK yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

d. Kepala dan Wakil Kepala PPATK yang diangkat berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang tetap menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya sampai dengan diangkatnya Kepala dan Wakil Kepala PPATK yang baru paling lambat 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.

Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2004 tetap menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya sampai dibentuk Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang berdasarkan Undang-Undang ini.

(38)

asal yang diatur dalam Pasal 74 Undang Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Kedua, penataan kembali lembaga PPATK salah satunya adalah penambahan masa jabatan ketua dan wakil ketua PPATK yang tadinya menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, masa jabatanya selama 4 tahun dan berhak dipilih kembali 1 kali pada masa jabatan berikutnya, sekarang menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Masa jabatannya di tambahkan menjadi 5 tahun dan dapat dipilih kembali 1 kali masa jabatan.

(39)

A. Pendekatan Masalah

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya (Soerjono Soekanto, 1986:43).

Pendekatan masalah yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan bersifat yuridis normatif dan pendekatan bersifat yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama atau mempergunakan data sekunder yang diantaranya ialah dengan mempelajari dan menelaah perundang-undangan, asas-asas, mempelajari kaedah hukum, teori-teori, doktrin-doktrin hukum, pandangan dan konsep-konsep yang berhubungan dengan analisis tugas dan wewenang penyidik tindak pidana asal, dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang. Pendekatan ini dikenal dengan nama pendekatan kepustakaan atau studi dokumentasi, yakni dengan mempelajari buku-buku, peraturan-peraturan, surat keputusan serta dokumen resmi yang berhubungan dengan penelitian ini.

(40)

dengan pendekatan yang dilakukan dengan cara melihat hukum dalam kenyataannya melalui sikap, perilaku, pendapat para pihak mengenai tugas dan wewenang penyidik tindak pidana asal, dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang.

B. Sumber dan Jenis Data

Jenis data dapat dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka (Soerjono Soekanto, 1986:11). Adapun dalam mendapatkan data atau jawaban yang tepat dalam membahas skripsi ini, serta sesuai dengan pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini maka jenis data yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi di lapangan melalui wawancara dengan berbagai pihak yang mengetahui tugas dan wewenang penyidik tindak pidana asal, dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan bahan-bahan hukum. Jenis data sekunder yang dipergunakan dalam penulisan ini terdiri dari : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum

yang mengikat, terdapat dalam peraturan perundang-undangan : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

(41)

3. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana yang telah diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

5. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

6. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

7. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

8. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

9. undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

10. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. 11. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu dalam menganalisa serta memahami bahan hukum primer, seperti literatur dan norma norma hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

(42)

artikel, makalah, naskah, paper, jurnal, internet yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas atau diteliti dalam skripsi ini.

C. Penetuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang sama (Soerjono Soekanto, 1986 : 172). Dalam skripsi ini yang dijadikan populasi adalah pihak-pihak yang berkaitan dengan tugas dan wewenang penyidik tindak pidana asal, dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang.

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah orang-orang yang berhubungan langsung dengan Penyidikan tindak pidana pencucian uang seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Kepolisisan Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Prosedur sampling dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling, yaitu suatu metode pengambilan sampling yang dalam penentuan dan pengambilan anggota sample berdasarkan atas pertimbangan dan tujuan penulisan yang telah ditetapkan (Burhan Ashshofa, 1966 : 91).

Responden dalam penelitian ini sebanyak 3 (Tiga) orang, yaitu:

Analisis Hukum Senior di PPATK = 1 orang

Penyidik Pencucian Uang di Diteksus Bareskrim Mabes Polri = 1 orang Dosen Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Lampung = 1 orang +

(43)

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan dua cara sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan penulis dengan maksud untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mencatat, dam mengutip dari berbagai literatur, peraturan perundang-undangan, buku-buku, media massa, dan bahan tertulis lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.

b. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara (Interview) yaitu sebagai usaha mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan, maupun dengan menggunakan pedoman pertanyaan secara tertulis.

2. Pengolahan Data

Data yang diperoleh baik dari hasil studi kepustakaan dan wawancara selanjutnya diolah dengan menggunakan metode :

a. Editing, yaitu data yang diperoleh diperiksa apakah masih terdapat kekurangan serta apakah data tersebut sesuai dengan permasalahan.

(44)

c. Sistemasi data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap pokok bahasan secara sistemasi sehingga memudahkan pembahasan.

E. Analisis Data

(45)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

(46)

2. Tahapan dalam Proses Penyidikan Pencucian Uang yang dilakukan oleh Penyidik Tindak Pidana Asal Prosedurnya masih mengacu pada tata cara penyidikan yang dilakukan oleh Polri selaku penyidik tindak pidana pencucian uang yang pertama kali, ada 10 bagian/tahap dari penyidikan pencucian uang yaitu Penundaan Transaksi danPemblokiran Rekening, Pemintaan keterangan dari penyedia Jasa keuangan, Pemeriksaan surat penggeledahan dan penyitaan, penyadapan dan perekaman pembicaraan, penangkapan dan penahanan, melarang seseorang pergi ke luar negeri, pemeriksaan saksi tersangka alat bukti dilanjutkan dengan konfrontasi dan rekonstruksi, evaluasi hasil pemeriksaan permintaan keterangan PPATK, dan prapenuntutan serta penyerahan berkas perkara yang menggunakan aturan pada tata cara penyidikan di instansi masing-masing, serta sesuai dengan KUHAP.

B. Saran

Penulis memberikan beberapa saran atau masukan yang mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi Penyidik Tindak Pidana Asal yang Menyidik Tindak Pidana Pencucian Uang dalam proses penpenyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang. Saran tersebut berupa :

(47)

pengaturannya, karena memang Polri sebagai lembaga penyidik utama, kelima penyidik lainnya pengaturannya belum jelas, yang dijadikan dasar hanya ketentuan pasal 74 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menyebutkan bahwa “Penyidik Tindak Pidana Pencucian Uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan Perundang-undangan kecuali ditentukan lain menurut undang-undang ini”.

(48)

(Skripsi)

Oleh

YUSNI FEBRIANSYAH EFENDI

BAGIAN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(49)

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 8

E. Sistematika Penulisan ... 12

DAFTAR PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Pencucian Uang... 14

1. Pengertian Pencucian Uang ... 14

2. Sejarah Pencucian Uang... 15

3. Kriminalisasi Pencucian Uang... 21

B. Tinjauan Umum Mengenai Tindak Pidana Asal... . 23

1. Pengertian Tindak Pidana Asal... 23

2. Jenis-jenis Tindak Pidana Asal... 24

C. Penyidikan ... 26

D. Penyidik Tindak Pidana Asal... 28

1. Penyidik Kepolisian... 29

2. Penyidik Kejaksaan Republik Indonesia... 30

3. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi... 31

4. Penyidik Badan Narkotika Nasional... 31

5. Penyidik Direktorat Jenderal Pajak... 32

6. Penyidik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia... 32

(50)

B. Sumber dan Jenis Data... 38

C. Penentuan Populasi dan Sampel ... 40

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 41

E. Analisis Data ... 42

DAFTAR PUSTAKA IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 43

B. Implementasi Tugas dan Wewenang Penyidik Tindak Pidana Asal Dalam Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang(Money laundering)... 44

C. Tahapan Dalam Proses Penyidikan Pencucian Uang yang dilakukan Oleh Penyidik Tindak Pidana Asal... 56

1. Penundaan Transaksi dan Pemblokiran Rekening yang diduga Terkait Tindak Pidana Pencucian Uang ... 58

2. Pemintaan keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan ... 60

3. Pemeriksaan Surat-surat, Penggeledahan, dan Penyitaan ... 61

4. Penyadapan dan Merekam Pembicaraan ... 62

5. Penangkapan dan Penahanan ... 63

6. Melarang Seseorang Bepergian ke Luar Negeri ... 64

7. Pemeriksaan Saksi, Tersangka, Alat Bukti, Konfrontasi, dan Rekonstruksi ... 64

8. Evaluasi Hasil pemeriksaan ... 65

9. Permintaan keterangan kepada PPATK (berdasarkan informasi PPATK maupun hasil penyidikan) ... 67

10. Prapenuntutan serta Penyerahan Berkas Perkara ... 68

a. Penyerahan berkas Perkara Tahap Pertama ... 68

(51)
(52)

Andrisman, Tri. 2008.Tindak Pidana Khusus Di Luar KUHP. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Harahap, M Yahya. 2002.Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan.Sinar Grafika. Jakarta.

Kenichi, Ohamae. 1991.The Borderless Word Alih Bahasa FX. Budiyanto. Bina rupa Aksara. Jakarta.

Moeljatno. 2008.Asas-asas Hukum Pidana (Edisi Revisi). Rineka Cipta. Jakarta. Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Cita Aditya

Bakti. Bandung.

Pompe, Sebastian. 2011.Ikhtisar Ketentuan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.NLRP. Jakarta

Soekanto, Soerjono. 1986.Pengantar Penelitian Hukum. UI-Press. Jakarta. TB, Irman S. 2006.Hukum Pembuktian Pencucian Uang. MQS Publishing.

Bandung.

Universitas Lampung. 2008.Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung . Bandar Lampung

Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Undang undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

(53)

Andrisman, Tri. 2008.Tindak Pidana Khusus Di Luar KUHP. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Fuady, Munir. 2004.Hukum Perbankan Modern.Citra Aditya Bakti. Bandung. Marpaung, Leden. 2009.Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan &

Penyidikan).Sinar Grafika. Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Cita Aditya Bakti. Bandung.

Pompe, Sebastian. 2011.Ikhtisar Ketentuan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.NLRP. Jakarta

TB, Irman S. 2006.Hukum Pembuktian Pencucian Uang. MQS Publishing. Bandung.

Universitas Lampung. 2008.Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung . Bandar Lampung

Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Undang undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

(54)

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.

Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor 2 / 1 KEP. PPATK / 2003 Tentang Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Jurnal Hukum Bisnis Vol.22No.3.2003.

Artikel,Doktor Pencucian Uang Pertama.18 Juli 2005.

(55)

Ashshofa, Burhan. 1996.Metodologi Penelitian Hukum.Bhinneka Cipta. Jakarta. Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Cita Aditya

Bakti. Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1986.Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. Universitas Lampung. 2008.Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas

Lampung . Bandar Lampung.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan.

(56)

Hamzah, Andi. 2008.Hukuk Acara Pidana Indonesia.Sinar Grafika. Jakarta. Pompe, Sebastian. 2011.Ikhtisar Ketentuan Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang.NLRP. Jakarta

Universitas Lampung. 2008.Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung . Bandar Lampung

Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Undang undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.

(57)

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-272/PJ/2002 tentang KEP 272/PJ/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengamatan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. SKEP Kabareskrim Nomor SKEP/82/ XII/ 2006/ BARESKRIM tentang Pedoman

Penyidikan

Peraturan Kepala PPATK Nomor PER-09/1.02.1/11/2009 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi

Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor 2 / 1 KEP. PPATK / 2003 Tentang Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

(58)

1. Tim Penguji

Ketua : Diah Gustiniati M, S.H.,MH………

Sekretaris : Gunawan Jatmiko S.H., M.H ...………

Anggota : Firganeffi S.H., M.H. ...………

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP 196211091987031003

(59)

(MONEY LAUNDERING)

Nama Mahasiswa : Yusni Febriansyah Efendi Nomor Pokok Mahasiswa : 0812011087

Program Studi : Ilmu Hukum

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Diah Gustiniati M, S.H., M.H Gunawan Jatmiko S.H., M.H

NIP 19620817198702003 NIP 196004061989031003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(60)

Oleh

YUSNI FEBRIANSYAH EFENDI

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(61)

Kebenaran Itu Adalah Dari Tuhanmu,

Sebab Itu Jangan Sekali-Kali Kamu

Termasuk Orang Yang Ragu

(Qs : Al Baqarah : 147)

Seorang Ksatria harus berani mengangkat

pedang kebenaran dan memegang

timbangan keadilan terkadang dengan

mata tertutup, melihat bukan dengan mata

(62)

Kupersembahkan Karya Sederhana ini

Kepada Allah SWT dan Junjungan Besar Nabi Muhammad SAW,

Atas Berkat dan Rahmad-Nya sehingga skripsi ini dapat selesai.

Kepada kedua orang tuaku, Papa dan Mama yang selalu

menyayangiku, menasihatiku, dan tak henti-hentinya mendoakan

keberhasilanku dalam setiap sujudnya.

Kakak-kakak ku tercinta dan adikku yang Kusayangi yang senantiasa

membuatku tersenyum dikala aku sedih dan tidak henti

hentinya

memberikan dukungan kepadaku.

Keluarga besarku yang senantiasa mendoakan keberhasilanku,

(63)

Penulis dilahirkan di Branti, Lampung Selatan pada tanggal 18 Februari 1990. Penulis merupakan anak Pertama dari dua bersaudara yang merupakan buah cinta kasih dari pasangan Bapak M Yusuf Effendi dengan Ibu Sumarni

Penulis mengenyam jenjang pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Branti yang selesai pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Natar yang diselesaikan pada tahun 2005 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gunung Sugih yang diselesaikan pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB) dan untuk lebih mematangkan ilmu hukum yang diperoleh, penulis mengkonsentrasikan diri pada bagian Hukum Pidana dengan minat Praktisi Hukum.

(64)
(65)

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirobbil’alamin, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,

karena atas Berkat dan Rahmat yang dilimpahkan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Universitas Lampung dengan Judul : Impementasi Tugas dan Wewenang Penyidik Tindak Pidana Asal, dalam Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang(Money Laundering).

Referensi

Dokumen terkait

Peminat kesenian Reog di Kabupaten Ponorogo saat ini sudah mulai berkurang yang ditunjukkan dengan adanya beberapa sanggar Reog yang masih bertahan sampai sekarang, seperti

Kemampuan berpikir kritis ini adalah interpretasi dari kemampuan membaca kritis yang terdiri atas menentukan gagasan dan mengurutkan unsur urutan yang termasuk indikator

Berbeda dengan pengetahuan teoritis yang dapat diperoleh mahasiswa melalui bangku kuliah, pengetahuan yang bersifat praktis serta sesuai dengan perkembangan zaman

Persentase saldo pemanfaatan airtanah di CAT Menoreh tahun 2021 dominan tinggi di Kecamatan Nanggulan Pengasih, dan Lendah (tergolong memiliki cadangan yang sangat

Kegiatan pembelajaran secara daring ini pada dasarnya sangat beragam, antara lain dapat dilaksanakan melalui google classroom, zoom, tv edukasi, belajar

terdapat hubungan yang signifikan antara stres dan gangguan insomnia pada peserta didik terhadap hasil belajar Mata Pelajaran Fisika MTs Negeri Model Makassar, sehingga dapat

Kegiatan akhir pembelajaran guru memberikan tindak lanjut dengan memeberikan pertanyaan kepada siswa contoh-contoh sumber daya alam hayati, non hayati, dapat

Bedasarkan tabel 5.18 dapat dilihat bahwa nilai