ABSTRACT
FLEXURAL BEHAVIOR OF REINFORCED CONCRETE BEAMS WITH OPENINGS IN THE MIDDLE OF SHEAR SPAN
By
Rio Anggoro
In a high rise building, utilities and pipelines network is usually placed above ceiling below the floor beams. With this channel pass through transverse holes in the floor beams will eliminate a significant amount of unused space, so resulting in a compact building design and economical. However, making an openings in the beam will give effect to the flexural behavior of beams. This research was conducted to determine the flexural behavior of reinforced concrete beams which are openings in the shear span with and without reinforcement bars around the openings, compared with solid beam.
This study used 3 specimens of beam, namely a solid beam (BU), a beam with openings that uses reinforcement bars (BB I) and one beam with openings without reinforcement bars (BB II) with sample size 150 mm x 270 mm x 3000 mm. Web openings is made horizontally and vertically symmetrical and located in the middle of shear span. Dimensions of the openings is 270 mm long and 90 mm high. Testing was conducted on a simply supported with the imposition of a third-point loading, which is done in stages.
The results show that BB II had decreased stiffness and its capacity is reduced 1.83% compared to BU, while the BB I had a little increase in stiffness and its capacity rises 9.23% against BU. Fracture patterns that occur in all beams is bending crack. The phenomenon of increased stiffness and load capacity on the BB I was due to additional reinforcement bars which resulted tension and modulus of elasticity of the beam increased, while decreasing stiffness in the BB II was due the moment of inertia of the beam around the openings decreased.
ABSTRAK
PERILAKU LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN
KEBERADAAN LUBANG PADA BENTANG GESER
Oleh
Rio Anggoro
Dalam gedung bertingkat, jaringan utilitas dan pemipaan biasanya ditempatkan di atas plafond di bawah balok lantai. Dengan melewatkan saluran ini melalui lubang melintang pada balok lantai akan mengeliminir sejumlah ruang tak terpakai, sehingga menghasilkan perencanaan gedung yang kompak dan ekonomis. Namun pembuatan lubang pada balok akan memberikan pengaruh terhadap perilaku lentur balok. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perilaku lentur balok beton bertulang yang diberi lubang pada bentang gesernya dengan dan tanpa adanya tulangan perkuatan di sekitar lubang, dibandingkan dengan balok utuh.
Dalam penelitian ini digunakan 3 buah benda uji balok yaitu satu balok utuh (BU), satu balok berlubang dengan tulangan perkuatan (BB I) dan satu balok berlubang tanpa tulangan perkuatan (BB II) dengan ukuran balok 150 mm x 270 mm x 3000 mm. Lubang dibuat simetris secara horizontal dan vertikal dan terletak di tengah-tengah bentang geser. Dimensi lubang adalah panjang 270 mm dan tinggi 90 mm. Pengujian balok dilakukan di atas tumpuan sederhana dengan pembebanan secara third-point loading yang dilakukan secara bertahap.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa BB II mengalami penurunan kekakuan dan kapasitasnya berkurang 1,83 % dibandingkan dengan BU, sedangkan BB I mengalami sedikit peningkatan kekakuan dan kapasitasnya naik 9,23 % terhadap BU. Pola retak yang terjadi pada ketiga balok adalah retak lentur. Fenomena meningkatnya kekakuan dan kapasitas beban pada BB I disebabkan karena adanya tulangan tambahan yang mengakibatkan tegangan tarik dan modulus elastisitas pada balok tersebut meningkat, sedangkan penurunan kekakuan pada BB II dikarenakan momen inersia balok menurun di daerah lubang.
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan
selain dari pada aspek keamanan. Untuk mempertahankan aspek tersebut
maka perlu adanya solusi yang terbaik tanpa mengurangi tingkat keamanan
dari struktur itu sendiri. Pada bangunan bertingkat, banyak dijumpai instalasi
untuk pemasangan pipa yang dibutuhkan untuk suplai air, pembuangan air
kotor, instalasi AC sentral, listrik, telepon, jaringan komputer dan sebagainya.
Peralatan-peralatan untuk instalasi tersebut biasanya ditempatkan di bawah
balok. Dengan demikian ketinggian plafond pun akan berkurang sehingga
dapat mengurangi tinggi efektif ruangan.
Untuk mengatasi hal ini maka balok harus diberi lubang (web opening) untuk tempat instalasi pipa-pipa tersebut. Dengan demikian pemasangan pipa dapat
menembus pada badan balok sehingga pengurangan ketinggian ruangan dapat
dihindari. Akan tetapi masalah yang timbul akibat adanya lubang pada beton
bertulang tersebut adalah bagaimana distribusi tegangan dan deformasi pada
balok berlubang akan berpengaruh terhadap kekuatannya, dimana pada badan
yang berlubang tersebut memikul gaya geser di samping gaya lentur dan torsi
SNI 03 – 2847 – 2002 menyatakan bahwa saluran, pipa dan selubung yang
menembus pelat, dinding atau balok tidak boleh menurunkan kekuatan
konstruksi secara berlebihan. Jika luasan dari penampang balok berkurang
akibat adanya lubang tersebut maka kapasitas balok dalam menahan beban
juga akan berkurang. Untuk itu, pengaruh lubang terhadap kekuatan balok
perlu diperhitungkan mengingat elemen struktur balok adalah penting dalam
struktur.
Lisantono dan Wigroho (2005) telah melakukan penelitian untuk mengetahui
kapasitas lentur dan geser balok beton bertulang dengan bukaan ganda pada
badan balok dengan tinjauan terhadap variasi lokasi bukaan. Selain itu,
Lisantono dan Wigroho (2007) juga telah melakukan penelitian untuk
mengetahui kapasitas lentur dan geser balok beton bertulang dengan bukaan
ganda pada badan balok dengan tinjauan terhadap variasi dimensi bukaan.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Lisantono dan Wigroho, keduanya
menggunakan tulangan tambahan di daerah sekitar lubang. Hal ini
mendorong peneliti untuk meneliti perilaku lentur dan kapasitas dari balok
yang diberi lubang di daerah geser dengan adanya tulangan tambahan dan
tanpa adanya tulangan tambahan di sekitar lubang dibandingkan dengan
perilaku lentur balok utuh akibat adanya beban vertikal.
B. Rumusan Masalah
Penerapan balok berlubang (web opening) pada bangunan yang digunakan untuk instalasi air, instalasi listrik dan sebagainya semakin banyak digunakan,
balok dalam menahan beban. Pada penelitian – penelitian terdahulu telah
dilakukan penelitian untuk mengetahui kapasitas lentur dan geser pada balok
beton bertulang yang diberi lubang bukaan ganda dengan tinjauan terhadap
variasi lokasi lubang dan variasi dimensi lubang dengan menggunakan
tulangan tambahan di sekitar lubang bukaan. Berdasarkan uraian di atas maka
dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti yaitu bagaimana perilaku lentur
balok beton bertulang dengan adanya lubang di bentang geser yang dibebani
dengan beban vertikal dengan tulangan tambahan dan tanpa tulangan
tambahan di sekitar lubang dibandingkan dengan balok utuh.
C. Batasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan penelitian beton, maka perlu adanya pembatasan
masalah. Adapun batasan masalah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Jumlah benda uji adalah tiga balok, yaitu satu balok utuh, satu balok yang
diberi lubang(web opening) dengan tulangan perkuatan dan satu balok berlubang tanpa tulangan perkuatan.
2. Benda uji yang digunakan adalah balok dengan penampang persegi.
3. Dimensi balok adalah b = 150 mm dan h = 270 mm dengan panjang
bentang 270 cm.
4. Tulangan tarik yang dipakai adalah tulangan baja ulir yaitu 2 D13 mm,
sedangkan untuk tulangan geser dipakai tulangan baja polos Ø6 – 150 mm.
5. Asumsi tumpuan pada balok adalah sendi - rol.
6. Mutu baja yang dipakai untuk sengkang adalah fy = 240 MPa, sedangkan
7. Mutu beton yang dipakai adalah f’c= 20 MPa.
8. Pengujian dilakukan pada saat beton berumur 28 hari.
9. Pembebanan vertikal secara third - point loading dengan besarnya beban masing-masing adalah ½ P.
10.Dimensi lubang adalah; tinggi ( t ) = 1/3 h dan panjang ( L ) = 3 t (tanpa tulangan perkuatan dan dengan tulangan perkuatan)
11.Letak lubang di antara tumpuan dan beban terpusat yaitu pada ruas balok
dengan gaya geser maksimum dan terletak di tengah secara vertikal.
12.Jumlah lubang pada masing – masing balok berlubang adalah dua, yaitu di
sisi kiri dan sisi kanan balok.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian perilaku lentur balok beton bertulang dengan keberadaan lubang
(web opening) di daerah geser ini mempunyai tujuan antara lain :
1. Mengetahui besarnya kapasitas beban maksimum pada balok berlubang
dengan tulangan perkuatan dan tanpa tulangan perkuatan dibandingkan
dengan besarnya kapasitas beban maksimum pada balok utuh.
2. Mengetahui kurva hubungan antara besarnya beban ( P ) dengan lendutan
( Δ ) yang terjadi pada balok beton bertulang.
3. Mengetahui grafik hubungan antara momen dan kurvatur dari balok
beton bertulang.
4. Mengetahui pola retak pada balok beton bertulang.
5. Membandingkan hasil pengujian dengan hasil perhitungan teoritis.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian perilaku lentur balok beton bertulang dengan keberadaan lubang
(web opening) di daerah geser ini diharapkan mempunyai manfaat antara lain : 1. Sebagai bahan pertimbangan bagi para engineer bidang teknik sipil dalam
pelaksanaan di lapangan untuk penerapan struktur balok beton bertulang
dengan lubang.
2. Memberikan informasi kepada kalangan akademisi dan sebagai bahan
masukan untuk penelitian – penelitian yang lebih lanjut.
F. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalahan, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan pustaka memberi penjelasan mengenai data, sifat mekanik dari beton bertulang dan memberi penjelasan mengenai landasan
teori yang berhubungan dengan penelitian tentang balok beton
bertulang.
Bab III Prosedur pengujian di laboratorium yang memberi penjelasan tentang objek penelitian, bahan dan peralatan yang digunakan serta
menjelaskan tentang prosedur percobaan yang akan dilakukan di
Bab IV Data, analisis dan diskusi membahas tentang kapasitas beban dari hasil penelitian dan kapasitas beban berdasar analisis teoritis.
Bab V Kesimpulan dan saran memberi kesimpulan dari hasil analisis penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang perlu untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Hasil Penelitian Tentang Balok Berlubang
Perancangan suatu balok di atas perletakan sederhana dengan bukaan yang
ditempatkan pada daerah yang dibebani kombinasi lentur dan geser telah
dilakukan para peneliti (Lorensten, 1962; Nasser et al., 1967; Ragan &
Wawuruk, 1967; Douglas & Gambrell, 1974; dan Barney et al., 1977).
Penelitian tersebut dilakukan terhadap beban terpusat dan bukaan ditempatkan
pada bagian balok yang tidak terkena beban secara langsung sehingga bukaan
terbebas dari beban luar.
Namun permasalahan yang ada adalah mengenai distribusi atau pembagiaan
total gaya geser yang dipikul oleh kedua chord atas dan bawah. Beberapa peneliti (Nasser et al., 1967; Ragan & Wawaruk, 1967) mengusulkan bahwa
jumlah gaya geser yang dipikul oleh masing-masing elemen chord dapat didistribusikan sesuai luas penampangnya. Sedangkan peneliti lainnya (Barney
et al., 1977) berpendapat bahwa distribusi gaya gesernya sesuai dengan
kekakuan lenturnya dan Mansur et al. (1984) mengusulkan bahwa jumlah gaya
Lisantono dan Wigroho (2005) telah melakukan penelitian untuk mengetahui
kapasitas lentur dan geser balok beton bertulang dengan bukaan ganda pada
badan balok dengan tinjauan terhadap variasi lokasi bukaan. Hasil penelitian
mereka menunjukkan bahwa balok dengan bukaan yang ditempatkan di daerah
lentur rendah – geser tinggi tidak menunjukkan adanya perbedaan yang cukup
signifikan dengan balok tanpa bukaan. Sedangkan balok dengan bukaan yang
ditempatkan di daerah lentur tinggi – geser tinggi menunjukkan adanya
penurunan kakakuan yang cukup signifikan setelah terjadi retak pertama.
Fenomena tersebut juga menunjukkan bahwa balok dengan bukaan yang
ditempatkan pada daerah lentur rendah – geser tinggi mempunyai kekakuan
yang lebih baik apabila dibandingkan dengan balok dengan bukaan yang
ditempatkan pada daerah lentur tinggi – geser tinggi. Hasil penelitian mereka
juga menunjukkan bahwa balok dengan bukaan yang ditempatkan di daerah
lentur tinggi – geser tinggi secara umum menunjukkan kecenderungan adanya
penurunan kapasitas beban apabila dibandingkan dengan balok dengan bukaan
yang ditempatkan di daerah lentur rendah – geser tinggi.
Lisantono dan Wigroho (2007) juga telah melakukan penelitian untuk
mengetahui kapasitas lentur dan geser balok beton bertulang dengan bukaan
ganda pada badan balok dengan tinjauan terhadap variasi dimensi bukaan.
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa kurva beban-defleksi balok
dengan bukaan paling pendek (BOD1) menunjukkan penurunan kapasitas
beban sebesar 6,25 % apabila dibanding dengan balok utuh (BSD). Sedangkan
balok dengan bukaan yang lebih lebar (BOD2) memberikan peningkatan
(BOD1) dan balok dengan bukaan paling lebar (BOD3) memberikan
peningkatan kapasitas beban sebesar 6,25 % dibandingkan dengan balok
dengan bukaan yang lebih pendek (BOD2).
Fenomena yang memperlihatkan bahwa kapasitas balok BOD3 yang lebih
besar dari balok BOD2 dan kapasitas balok BOD2 yang lebih besar dari balok
BOD1 disebabkan oleh tambahan tulangan masing-masing 2 D 13 mm di atas
dan bawah bukaan pada balok BOD3 lebih panjang apabila dibanding dengan
tulangan yang sama pada balok BOD2, demikian juga tambahan tulangan pada
balok BOD2 lebih panjang apabila dibanding dengan tulangan yang sama pada
balok BOD1.
B.Beton
Beton adalah suatu campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang
lain, agregat kasar, agregat halus dan air, dengan atau tanpa bahan campuran
tambahan yang membentuk masa padat. Beton normal adalah beton yang
mempunyai berat satuan 2200 - 2500 kg/m3 menggunakan agregat alam yang
dipecah atau tanpa dipecah yang tidak menggunakan bahan tambahan (SK SNI
03-2847-2002).
Untuk menghasilkan benda beton dengan mutu yang baik perlu dilakukan
pengujian sifat mekanik pada sampel beton. Sifat mekanik beton tersebut
1. Kuat Tekan Beton
Beton memiliki sifat utama yaitu kuat terhadap beban tekan, maka untuk
mengetahui mutu beton, pada umumnya ditinjau terhadap kuat tekan beton
tersebut. Mutu beton dibedakan dalam 3 (tiga) hal yaitu :
1. Beton dengan f’c kurang dari 10 MPa, digunakan untuk beton non
struktur.
2. Beton dengan f’c lebih dari sama dengan 10 MPa dan kurang dari 20
MPa, biasanya digunakan untuk beton struktur.
3. Khusus untuk struktur bangunan tahan gempa dipakai mutu beton dengan
f’c lebih dari 20 MPa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton yaitu : faktor air semen,
faktor-faktor sifat agregat, jenis semen, umur beton dan perbandingan
campuran beton.
Pengolahan beton merupakan faktor yang perlu diperhatikan, agar mutu
beton tersebut sesuai yang disyaratkan. Pengolahan beton ini meliputi :
pengadukan beton, pengangkutan beton, penuangan beton, pemadatan,
perataan dan perawatan beton. Kuat tekan beton akan menurun apabila
terjadi kerusakan pada beton.
Untuk mengetahui kuat tekan beton dapat dilakukan uji tekan beton
berdasarkan ASTM (American Society for Testing Materials) C-192. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan/mutu beton yang
dilakukan dengan menggunakan alat CTM (Compression Testing Machine). Kuat tekan beton dapat dicari dengan rumus :
f’c =
A P
... (1)
Keterangan :
f’c = kuat tekan beton (MPa)
P = beban tekan maksimum (N)
A = luas penampang tertekan ( mm2)
Sampel benda uji berbentuk silinder dan dapat dilihat pada gambar berikut :
D = 150 mm
t = 300 mm
Gambar 1. Bentuk dan ukuran benda uji silinder
2. Kuat Tarik lentur Beton
Pada beton yang akan digunakan sebagai elemen struktur berupa balok
maka perlu diketahui nilai kuat lentur bahan beton tersebut hal ini
diasumsikan sebagai berikut : Apabila suatu gelagar balok bentang
sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur,
akan terjadi deformasi (regangan) lentur di dalam balok tersebut. Pada
regangan tarik di bagian bawah dari penampang. Regangan-regangan
tersebut mengakibatkan timbulnya tegangan-tegangan yang harus ditahan
oleh balok, tegangan tekan di atas dan tegangan tarik di bagian bawah
(Istimawan D., 1999).
Nilai kuat tarik lentur beton didapat melalui tata-cara pengujian standar
ASTM C-78. Pengujian kuat tarik lentur beton ini dilakukan dengan menggunakan alat Loading Frame dibantu dengan Hidraulic Jack sebagai alat pemberi beban dan Proving Ring sebagai alat pengukur besarnya beban. Pengujian kuat tarik lentur dilakukan terhadap balok di atas dua perletakan
dan dibebani dengan dua beban terpusat yang simetris seperti pada gambar
berikut :
P
Gambar 2. Pengujian kuat tarik lentur balok beton
Pada serat bawah antara dua titik pembebanan akan terjadi kuat tarik
maksimum yang merata. Benda uji yang digunakan adalah balok dengan lebar
150 mm, tinggi 150 mm dan panjang 500 mm dan dibebani dengan kecepatan
50 cm
15 cm
45 cm 15 cm
pembebanan antara 0,0143 MPa/detik sampai 0,02 MPa/detik. Tegangan tarik
yang timbul dapat diperhitungkan sebagai berikut :
fct = I
c
M. ... (2)
SNI 2002 menyatakan bahwa besarnya kuat tarik lentur beton adalah :
fct = 0,7 x √f’c ... (3) Keterangan :
fct = Tegangan lentur (N/mm2)
M = Momen yang bekerja pada balok (N mm)
c = Jarak serat terluar terhadap garis netral, baik di daerah tekan maupun tarik (mm)
I = Momen inersia penampang balok terhadap garis netral (mm4)
f’c = Kuat tekan beton (N/mm2)
C.Beton Bertulang
Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan
yang tidak kurang dari nilai minimum, yang disyaratkan dengan atau tanpa
prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja
bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja (SK SNI 03-2847-2002).
Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya, dan
beton merupakan bahan bersifat getas. Nilai dari kuat tariknya hanya berkisar
9% - 15% saja dari kuat tekannya. (Dipohusodo, 1999).
Penggunaan beton sebagai komponen struktur bangunan, umumnya beton
dan membantu kelemahannya, terutama pada bagian yang menahan gaya tarik.
Dengan demikian tersusun pembagian tugas, dimana batang tulangan baja
bertugas memperkuat dan menahan gaya tarik, sedangkan beton hanya
diperhitungkan untuk menahan gaya tekan. Komponen struktur beton dengan
kerja sama seperti itu disebut sebagai beton bertulangan baja atau lazim disebut
beton bertulang saja (Dipohusodo, 1999).
Kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan hanya dapat terwujud dengan
didasarkan pada keadaan-keadaan; (1) lekatan sempurna antara batang tulangan
baja dengan beton keras yang membungkusnya sehingga tidak terjadi
penggelinciran antara keduanya; (2) beton yang mengelilingi batang tulangan
baja bersifat kedap sehingga mampu melindungi dan mencegah terjadinya
karat baja; (3) angka muai kedua bahan hampir sama, dimana untuk setiap
kenaikan suhu satu derajat celcius angka muai beton 0.000010 sampai
0.000013 sedangkan angka muai baja 0.000012, sehingga tegangan yang
timbul karena perbedaan nilai dapat diabaikan (Dipohusodo, 1999).
D.Perilaku Balok Beton Akibat Geser
Semua elemen struktur, baik struktur beton maupun baja, tidak terlepas dari
masalah gaya geser. Gaya geser umumnya tidak bekerja sendirian, tetapi
berkombinasi dengan lentur, torsi atau gaya normal. Oleh karena itu
pemahaman setiap interaksi antara gaya geser dengan gaya-gaya lainnya sangat
penting, terutama yang berkaitan dengan kekuatan elemen beton bertulang
Untuk komponen struktur beton bertulang, apabila gaya geser yang bekerja
sedemikian besar hingga diluar kemampuan beton untuk menahannya, perlu
memasang baja tulangan tambahan untuk menahan geser tersebut
(Dipohusodo, 1999).
Percobaan-percobaan yang telah dipublikasikan menunjukkan bahwa sifat
keruntuhan akibat gaya geser pada suatu elemen struktur beton bertulang
adalah getas (brittle), tidak daktail dan keruntuhannya terjadi secara tiba-tiba tanpa ada peringatan. Hal tersebut disebabkan kekuatan geser struktur beton
bertulang terutama tergantung pada kekuatan tarik dan tekan beton. Keadaan
ini sangat berbeda dengan tujuan perencanaan yang selalu menginginkan suatu
struktur yang daktail. Sehingga, meskipun prediksi keruntuhan geser cukup
sulit, seorang perencana harus berupaya agar jenis keruntuhan geser tidak
terjadi (Wahyudi & Rahim, 1999).
E.Balok Beton Bertulangan Tunggal
Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan
yang tidak kurang dari nilai minimum yang disyaratkan dengan atau tanpa
prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja
bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja (SNI 03-2874-2002).
Beton mempunyai kekuatan tarik yang sangat kecil, untuk menambah
kemampuan dan kapasitas dukung struktur balok beton diperlukan batang
penulangan beton tidak hanya dipasang pada daerah tegangan tarik (sistem
penulangan tunggal) saja.
Sistem tulangan tunggal hampir tidak pernah dimanfaatkan untuk balok, karena
pemasangan tulangan tambahan di daerah tekan. Misalnya: Pada bagian tepi
atas penampang tengah lapangan, akan mempermudah pengaitan sengkang
(stirrup). Secara struktur, tulangan tekan ini diperlukan antara lain untuk: 1. Meningkatkan momen ketahanan penampang karena dimensi penampang
yang terbatas.
2. Meningkatkan kapasitas rotasi penampang yang berkaitan dengan
peningkatan daktilitas penampang.
3. Meningkatkan kekakuan penampang, karena dapat mengurangi defleksi
struktur.
4. Dapat mencakup kemungkinan adanya momen yang berubah tanda. Gaya
luar yang bekerja pada suatu struktur tidaklah selalu tetap; sehingga, gaya
tersebut dapat menyebabkan momen-momen internal berubah tanda
(Wahyudi & Rahim, 1999).
Perencanaan penulangan lentur didasarkan pada asumsi bahwa tulangan baja
telah mencapai regangan leleh sebelum beton mencapai regangan maksimum
(c)
Gambar 3. Distribusi tegangan dan regangan pada penampang balok : (a) penampang melintang; (b) regangan; (c) blok regangan ekuivalen yang diasumsikan.
Berdasarkan bentuk empat persegi panjang pada balok beton, intensitas
tegangan beton rata-rata ditentukan sebesar 0,85 f’c dan dianggap bekerja
pada daerah tekan dari penampang balok selebar b dan sedalam a, yang mana besarnya ditentukan dengan rumus:
a = 1 c ... (4)
Jarak garis netral terhadap serat tepi tertekan pada kondisi berimbang:
c =
Syarat regangan baja tulangan tarik :
εs ≤ εy
Regangan leleh tulangan baja :
εy = y y
Persamaan keseimbangan horizontal gaya internal:
T
C ... (7) Daerah tekan beton :
C = 0.85 fc'ab ... (8) Daerah tarik baja tulangan :
T = Asfy ... (9) Rasio penulangan dapat dihitung dengan persamaan :
ρb =
Syarat rasio penulangan yang digunakan :
ρmin ≤ ρpakai ≤ ρmak
Syarat tebal selimut beton yang digunakan :
p ≥ 20 mm
Tinggi efektif balok beton :
d = h – p – sengk– ½ tul ... (11)
Luas tulangan yang diperlukan:
Syarat luas tulangan yang dipasang :
As pasang ≥ As perlu
Syarat jarak bersih antara tulangan yang selapis (dipilih yang terbesar) :
s ≥ tul
s ≥ 25 mm
Persamaan (8) dan Persamaan (9) disubtitusikan ke Persamaan (7) :
ab
εc = regangan batas maksimum beton (0,003)
εs = regangan tulangan tarik pada regangan batas maksimum beton
εy = regangan leleh baja tulangan
Es = modulus elastisitas baja tulangan (MPa)
fy = tegangan leleh baja tulangan (MPa)
c = jarak serat tekan terluar ke garis netral (mm)
d = tinggi efektif balok (mm)
s = jarak antar tulangan (mm)
As perlu = luas tulangan tarik yang diperlukan (mm2)
As pasang = luas tulangan tarik yang dipasang (mm2)
p = tebal selimut beton (mm)
sengk = diameter tulangan sengkang (mm)
tul = diameter tulangan lentur (mm)
ρ = rasio tulangan tarik non pratekan
ρb = rasio tulangan yang memberikan kondisi regangan yang
seimbang
F. Perencanaan Penulangan Geser pada Balok Beton
Perencanaan geser pada penelitian ini berdasarkan peraturan SK SNI
03-2847-2002). Perencanaan geser untuk komponen-komponen struktur terlentur
didasarkan pada anggapan bahwa beton menahan sebagian dari gaya geser,
sedangkan kelebihannya atau kekuatan di atas kemampuan beton untuk
menahannya dilimpahkan kepada tulangan baja. Cara yang sering dipakai
untuk penulangan geser ialah menggunakan sengkang vertikal, selain
pelaksanaannya lebih mudah juga menjamin ketepatan pemasangannya.
1. Kekuatan Geser dari Balok Yang Bertulangan Geser
Perencanaan kekuatan geser menurut peraturan (SK SNI 03-2847-2002)
adalah dengan jalan meninjau kekuatan geser nominal (Vn) sebagai jumlah
Vn = Vc Vs ... (14)
Vu ≤ Vn ... (15)
Vu ≤ Vc Vs
Untuk menentukan besar tegangan geser terfaktor menggunakan persamaan:
vu =
Gambar 4. Penampang balok beton bertulang
Persamaan (16) menunjukkan bahwa suku pertama (Vc/bd) adalah kapasitas
tegangan geser beton, sedangkan suku kedua (Vs/bd) sebagai kelebihan
tegangan geser di atas kapasitas beton yang harus didukung oleh tulangan
geser pada balok.
2. Kemampuan Beton Menahan Gaya Geser
Untuk metode yang disederhanakan dengan f’c dalam MPa, kapasitas
kemampuan beton (tanpa penulangan geser) untuk komponen-komponen
struktur yang menahan geser dan lentur saja adalah:
3. Sumbangan Kekuatan dari Penulangan Geser
Sumbangan dari penulangan geser jika digunakan sengkang vertikal adalah:
Vs =
Gambar 5. Penampang balok beton bertulang arah memanjang
Peraturan mensyaratkan luasnya tulangan geser minimum adalah:
Av =
Dalam perencanaan penulangan geser menurut SNI 2002 menyatakan
bahwa kuat geser Vs, tidak boleh diambil lebih dari 3 f'c bwd
2 .
4. Kategori dan Persyaratan Perencanaan Geser
a. Kategori 1 (Vu 12Vc)
Untuk kategori ini tidak diperlukan penguatan geser.
b. Kategori 2 ( 12Vc Vu Vc )
Untuk kategori ini diperlukan tulangan geser minimum kecuali untuk
unsur unsur lentur tipis yang menyerupai slab yang menurut pengalaman dapat berfungsi secara memuaskan tanpa penulangan geser. Unsur-unsur
tipis seperti slab yang dikecualikan ini termasuk; (a) pelat dan pondasi S
pelat; (b) konstruksi lantai joint (dengan balok lintang); (c) balok yang
tinggi totalnya tidak lebih dari 250 mm atau 2,5 kali tebal flens pada penampang yang berbentuk T atau setengah dari lebar badan balok,
diambil mana yang terbesar; (d) tempat di mana nilai Vu 12Vc.
Untuk kategori ini penguatan geser harus memenuhi Persamaan (21) dan
Persamaan (22), yaitu:
Untuk kategori ini semua unsur lentur termasuk yang dikecualikan dalam
kategori 2, harus diberikan penguatan geser yang memenuhi Persamaan
(21) dan Persamaan (22). Persamaan (23), Persamaan (18) dan Persamaan (22):
e. Kategori 5
(
Vc f'c bwd
Vu
Vc 3 f'c bwd
Persyaratan penguatan geser harus memenuhi Persamaan (23),
Persamaan (18) dan Persamaan (24) :
G. Perilaku Defleksi Pada Balok
Nawy (2008), menjelaskan di dalam bukunya bahwa hubungan
beban-defleksi balok beton bertulang pada dasarnya dapat diidealisasikan menjadi
bentuk trilinier seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Hubungan beban-defleksi pada balok
Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa hubungan beban-defleksi terdiri atas
tiga daerah sebelum terjadinya rupture, yaitu :
Daerah I (taraf praretak), dimana batang-batang strukturalnya bebas retak.
Daerah II (taraf pascaretak), dimana batang-batang struktural mengalami
retak-retak terkontrol yang masih dapat diterima, baik distribusinya
maupun lebarnya.
Daerah III (taraf pasca-serviceability), dimana tegangan pada tulangan
tarik sudah mencapai tegangan lelehnya. Beban
1. Taraf Praretak
Segmen praretak dari kurva beban-defleksi pada dasarnya berupa garis
lurus yang memperlihatkan perilaku elastis penuh. Tegangan tarik
maksimum pada balok dalam daerah ini lebih kecil daripada kekuatan
tariknya akibat lentur, atau lebih kecil dari modulus rupture (fr) beton.
Kekakuan lentur (EI) balok dapat diestimasi dengan menggunakan modulus elastisitas (Ec) dari beton dan momen inersia penampang beton
bertulang tak retak.
Besarnya Ec untuk beton normal diestimasikan dengan persamaan berikut :
√ ...(25)
Ec= modulus elastisitas beton (MPa)
fc’ = kuat tekan beton (MPa)
Estimasi akurat mengenai momen inersia (I) memerlukan peninjauan kontribusi luas tulangan (As). Hal ini dapat dilakukan dengan mengganti
luas tulangan baja dengan luas beton yaitu (Es/Ec)As, karena besarnya
modulus elastisitas Es dari tulangan baja lebih besar dari modulus
elastisitas beton Ec.
2. Taraf Beban Pascaretak
Daerah praretak diakhiri dengan mulainya retak pertama dan mulai
bergerak menuju daerah II pada kurva beban-defleksi seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 6. Hampir semua balok terletak pada daerah ini
keretakan di sepanjang bentangnya sesuai dengan taraf tegangan dan
defleksi pada masing-masing bagiannya. Dengan demikian, untuk suatu
balok di atas tumpuan sederhana, retak akan semakin lebar dan semakin
dalam pada lapangan, sedangkan pada tumpuan hanya terjadi retak minor
yang tidak lebar.
Apabila sudah terjadi retak lentur, kontribusi kekuatan tarik beton sudah
dapat dikatakan tidak ada lagi. Hal ini menunjukkan bahwa kekakuan
lentur penampangnya telah berkurang sehingga kurva beban-defleksi di
daerah ini akan semakin landai dibandingkan dengan pada saat tahap
praretak. Semakin besar retaknya maka akan semakin berkurang
kekakuannya hingga mencapai suatu harga yang berupa lower-bound
(batas bawah) sehubungan dengan momen inersia penampang retak.
3. Taraf Post-serviceability
Kurva beban-defleksi daerah III pada Gambar 6 di atas jauh lebih datar
dibandingkan dengan daerah-daerah sebelumnya. Hal ini diakibatkan oleh
hilangnya kekakuan penampang karena retak yang cukup banyak dan lebar
di sepanjang bentang. Jika beban terus menerus bertambah, maka regangan
tulangan (εs) pada sisi yang tertarik akan terus bertambah dan melebihi
regangan lelehnya (εy) tanpa adanya tegangan tambahan. Balok yang
tulangan tariknya mulai leleh dikatakan telah runtuh secara struktural
karena balok terus menerus mengalami defleksi tanpa adanya penambahan
beban dan retaknya semakin besar sehingga garis netralnya mendekati
skunder yang dapat mengakibatkan kehancuran total pada daerah momen
maksimum balok dan segera diikuti dengan terjadinya rupture.
Bertambahnya taraf beban dimulai dari leleh pertama tulangan tarik pada
balok sederhana sampai pada taraf beban rupture bervariasi, yaitu antara
4% sampai 10%. Akan tetapi besarnya defleksi sebelum rupture dapat
lebih besar beberapa kali dari defleksi pada saat beban yang menyebabkan
leleh pertama, tergantung pada perbandingan bentang-tinggi balok,
persentase tulangan dan jenis beban. Dari percobaan-percobaan yang
banyak dilakukan diperoleh bahwa besarnya defleksi maksimum berkisar
antara 8 sampai 12 kali defleksi pertama.
Keterangan :
Ec : Modulus elastisitas beton (MPa)
f’c : Kuat tekan beton (MPa)
Es : Modulus elastisitas baja (Mpa)
εs : Regangan tulangan tarik pada regangan batas maksimum beton
εy : Regangan leleh baja tulangan
As : Luas tulangan tarik baja tulangan (mm2)
I : Momen inersia penampang persegi (mm4)
fr : Modulus rupture beton (MPa)
φ
H. Hubungan Momen – Kurvatur Pada Balok
Park & Paulay (1975) memberi penjelasan di dalam bukunya tentang
hubungan antara momen-kurvatur pada balok beton bertulang. Kurvatur (φ)
adalah kelengkungan yang didapat dari hasil pembagian regangan pada serat
atas beton dengan jarak serat tekan terluar ke garis netral. Salah satu
parameter untuk mengetahui kedaktilan suatu elemen struktur yaitu
berdasarkan nilai kurvatur. Balok beton bertulang yang daktil adalah balok
beton bertulang yang mampu mempertahankan momen yang terjadi pada saat
tulangan baja mengalami leleh. Sebuah beton bertulang yang pada mulanya
lurus namun akibat adanya momen ujung dan gaya aksial maka balok menjadi
lengkung seperti yang diperlihatkan pada gambar dibawah ini :
(a) (b)
Gambar 7. Deformasi pada balok lentur (a) elemen balok (b) distribusi regangan
Jari-jari kurvatur (R), tinggi sumbu netral (kd), regangan beton pada serat
tekan terluar (εc) dan regangan baja (εs) akan berubah-ubah sepanjang bentang
pertimbangan hanya satu elemen panjang dx pada balok dan penggunaan
notasi pada gambar diatas, maka rotasi antara ujung-ujung elemen diberikan
oleh:
1/R adalah kelengkungan pada elemen (rotasi persatuan panjang balok) dan
diberi symbol φ. Dengan begitu kita mendapatkan persamaan berikut :
...(26)
jelas bahwa kurvatur φ adalah gradien regangan profil pada elemen, seperti
dalam Gambar 7.
Kurvatur selalu berubah-ubah sepanjang bentang karena adanya fluktuasi
ketinggian sumbu netral dan regangan antara setiap retak. Jika panjang
elemen memiliki retak, kurvatur didapat dari Persamaan (26), dengan εc dan
εs sebagai regangan pada bagian retak.
Jika regangan pada bagian kritis balok beton bertulang yang diukur atas jarak
ukur pendek sebagai momen lentur ditingkatkan untuk mencapai keruntuhan,
kurvatur dihitung dari Persamaan (26), maka hubungan momen-kurvatur
untuk bagian tersebut dapat diperoleh. Kedua kurva diperoleh pada
perhitungan balok bertulangan tunggal saat gagal tarik dan tekan seperti
antara momen (M) dan kurvatur (φ) diberi oleh persamaan elastis sebagai
Gambar 8. Hubungan momen kurvatur untuk balok beton bertulangan tunggal. (a) saat gagal tarik,ρ <ρb.(b) saat gagal tekan,ρ> ρb
Dengan meningkatnya momen maka retak yang timbul pada beton
mengurangi kekakuan lentur. Pengurangan kekakuan untuk potongan beton
dengan tulangan kecil lebih besar dibanding beton dengan tulangan besar.
Perilaku potongan setelah retak sangat bergantung pada mutu baja. Potongan
beton dengan tulangan kecil (Gambar 8.a) menghasilkan kurva linear M-φ
membengkok sampai ke titik leleh baja. Saat baja leleh, kurvatur meningkat
dengan pesat sedangkan momen lentur hampir konstan, momen meningkat
secara perlahan-lahan menuju maksimum dan kemudian menurun. Pada
potongan beton dengan tulangan besar (Gambar 8.b), kurva M-φ menjadi tidak linear ketika beton memasuki bagian inelastik hubungan
tegangan-regangan, dan keruntuhan dapat menjadi getas (brittle) kecuali jika beton dikekang oleh sengkang tertutup. Jika beton tidak dikekang, maka beton akan
Beton runtuh sebelum baja leleh
Retak pertama Leleh pertama baja
hancur pada kurvatur yang relatif kecil walaupun baja saat itu belum meleleh,
dan ini menyebabkan kapasitas daya dukung-momen turun dengan cepat.
M
Gambar 9. Kurva momen-kurvatur ideal untuk balok beton bertulangan tunggal yang gagal dalam tarik
Hubungan momen-kurvatur untuk balok praktis yang mana tegangan baja
leleh dapat diidealkan dengan hubungan trilinier yang diperlihatkan dalam
Gambar 9. Pertama munculnya retakan, kedua tegangan baja meleleh dan
ketiga batas kemampuan regangan beton tercapai.
Keterangan :
d : jarak pusat tulangan tarik ketepi ujung balok/tinggi efektif (mm)
kd : jarak garis netral ke tepi serat terluar beton yang tertekan (mm)
EI : kekakuan lentur balok (Nmm2)
φ : kurvatur (rad/mm)
φy : kurvatur saat pertama baja leleh (rad/mm)
φu : kurvatur saat beban ultimit (rad/mm)
εc : regangan tekan beton (mm)
Retak pertama Leleh pertama
φ
εs : regangan tarik baja (mm)
R : jari-jari kelengkungan balok (mm)
M : momen lentur (Nmm)
P : gaya aksial (N)
k : faktor jarak garis netral
III. METODE PENELITIAN
A.Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah balok dengan ukuran panjang 300 cm, tinggi
27 cm dan lebar 15 cm. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah
beton normal dengan kuat tekan (f’c) rencana 20 MPa. Tulangan tarik pada
balok adalah 2 D13 mm dengan mutu baja (fy) adalah 350 MPa dan tulangan
geser dipakai Ø6 - 150mm dengan fy 240 Mpa. Berdasarkan karakteristik
material dan penampang benda uji di atas, maka pada penelitian ini benda uji
didesain untuk hancur akibat lentur dan bukan hancur karena gaya geser.
A
Gambar 10. Penampang memanjang balok beton bertulang dengan bukaan
Gambar 11. Dimensi balok dan detail potongan A
2 D 13 Ø6 – 150
300 cm
27 cm
150
2 Ø10
Ø6 – 75
4 D11,2
2 D13
270
B.Material
Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Semen
Semen yang digunakan adalah semen portland tipe I (berat jenis 3,15
gr/cm3). Dalam penelitian ini digunakan semen Baturaja.
2. Air
Air yang digunakan adalah air yang bersih, tidak mengandung lumpur,
minyak dan benda-benda merusak lainnya yang dapat dilihat secara visual,
tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak
beton. Dalam penelitian ini digunakan air sumur yang tersedia di
Laboratorium Bahan Bangunan, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.
3. Agregat halus
Agregat halus yang digunakan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
terhadap analisis saringan, kadar air, berat volume, kadar lumpur,
kandungan zat organis, berat jenis dan penyerapan. Dalam penelitian ini
digunakan agregat halus yang berasal dari penambangan pasir Way
Sekampung, di daerah Gunung Sugih, Lampung Tengah.
4. Agregat kasar
Agregat kasar yang digunakan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
terhadap analisis saringan, kadar air, berat volume, berat jenis dan
penyerapan. Dalam penelitian ini agregat kasar yang digunakan berasal
5. Baja tulangan
Baja tulangan yang dipakai adalah baja tulangan polos untuk sengkang,
dengan Ø6 mm dan mutu baja (fy) 240 MPa, sedangkan untuk tulangan
tarik dipakai baja tulangan ulir D13 mm dengan mutu baja (fy) 350 MPa.
6. Multiplek, kasau, paku dan belerang
Multiplek, kasau dan paku dipakai untuk pembuatan bekisting balok uji,
sedangkan belerang dipakai untuk pembuatan capping layer.
7. Kawat bendrat
Kawat bendrat dipakai untuk mengikat tulangan sengkang dengan tulangan
tarik dalam proses perakitan tulangan balok.
C.Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Satu set saringan
Alat ini berguna untuk mengetahui gradasi agregat dan untuk menentukan
modulus kehalusan butir agregat kasar dan agregat halus. Untuk penelitian
ini gradasi agregat kasar dan agregat halus berdasarkan standar
ASTM C-33.
2. Oven
Alat ini digunakan untuk mengeringkan bahan campuran beton yang perlu
dikeringkan terlebih dahulu pada saat pemeriksaan atau pengujian kadar
air agregat, berat jenis dan penyerapan agregat dan kadar lumpur agregat
3. Keranjang besi
Keranjang ini digunakan dalam pengujian berat jenis dan penyerapan
agregat kasar.
4. Timbangan
Timbangan digunakan untuk seluruh pemeriksaan agregat dan untuk
menghitung komposisi campuran beton.
5. Piknometer
Alat ini digunakan untuk mengetahui berat jenis SSD (Saturated Surface Dry), berat jenis kering, berat jenis jenuh dan penyerapan agregat halus.
6. Kerucut Abrams
Kerucut Abrams digunakan beserta tilam pelat baja dan tongkat besi untuk
mengetahui kelecakan (workability) adukan dengan percobaan Slump test. Ukuran kerucut Abrams adalah diameter bawah 200 mm dan diameter
bagian atas 100 mm dengan tinggi 300 mm.
7. Cetakan beton silinder dan cetakan balok beton
Cetakan beton yang digunakan untuk mencetak benda uji kuat tekan beton
berbentuk silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm,
sedangkan cetakan beton untuk benda uji kuat tarik lentur beton berbentuk
balok dengan ukuran panjang 500 mm, lebar 150 mm dan tinggi 150 mm.
8. CTM (Compression Testing Machine )
Alat ini digunakan untuk menguji kuat tekan beton yang berbentuk silinder
dengan merk Wykeham Farrance Eng. dengan ketelitian 5 kN dan
kapasitas pembebanan maksimum sebesar 1500 kN.
9. Mesin pengaduk beton (concrete mixer)
Alat ini digunakan untuk mencampur adukan beton. Concrete mixer yang digunakan pada penelitian ini mempunyai merk MIC-109-0-02 dengan
kapasitas 0,125 m3.
10. Bekisting dan styrofoam untuk cetakan benda uji
Bekisting ini terbuat dari multiplek yang diperkuat dengan kasau yang
dipaku untuk membentuk cetakan balok sesuai dengan ukuran yang
diperlukan. Styrofoam digunakan untuk membuat cetakan lubang pada
balok uji.
11. Mesin getar dalam (internal vibrator)
Mesin getar dalam (internal Vibrator) digunakan untuk memadatkan adukan beton pada saat memasukkan adukan beton ke dalam cetakan.
Tujuannya untuk menghilangkan rongga-rongga udara dan untuk
mendapatkan kepadatan yang maksimal serta menjamin suatu perekatan
antara beton dan baja tulangan. Mesin getar dalam (internal vibrator) yang digunakan pada penelitian mempunyai merk Maruto.
12. Loading frame
Alat ini berupa profil baja yang cukup kuat dan kaku, dilengkapi dengan
model tumpuan sendi dan rol yang dapat diatur posisinya serta dilengkapi
13. Proving Ring
Proving ring adalah alat yang digunakan untuk mengukur besarnya pembebanan vertikal pada benda uji. Proving ring yang digunakan pada penelitian ini mempunyai merk Kobe dan mempunyai kapasitas 100 dial
tiap satu putaran.
14. Hidraulic jack
Alat ini digunakan untuk memberi beban vertikal pada benda uji. Pada
penelitian ini hydraulic jack yang digunakan mempunyai merk Enerpac P-84, mempunyai dial pembacaan maksimum 80 tonf dengan ketelitian 1
tonf.
15. Electrical strain gauge
Alat ini digunakan untuk mengukur besarnya regangan yang terjadi pada
tulangan dan pada beton balok uji untuk setiap tahapan pembebanan.
Ada dua jenis electrical strain gauge yang digunakan pada penelitian ini,
yaitu :
a. Electrical strain gauge tipe PL-60-11 untuk beton
b. Electrical strain gauge tipe FLA-6-11 untuk baja
16. Strain indicator
Alat ini digunakan untuk membaca regangan yang terjadi pada electrical
strain gauge. Pada penelitian ini digunakan strain indicator P-3500 produksi Vishay Group, selain itu alat ini juga dilengkapi dengan alat
tambahan yaitu Switch and Balance Unit SB-10 yang mampu membaca
17. Mikroskop retak (microcrack tester)
Alat ini digunakan untuk mengukur lebar retak pada beton. Pada penelitian
ini mikroskop retak yang digunakan mempunyai merk MaTest, alat ini
mempunyai ketelitian 0,02 mm (1 divisi) dan mampu mengukur lebar
retak hingga 4 mm (200 divisi).
18. Dial gauge
Alat ini digunakan untuk mengukur lendutan balok beton yang terjadi
untuk setiap tahap pembebanan. Pada penelitian ini dial gauge yang digunakan mempunyai merk Mitutoyo dengan kapasitas 30 mm dan
mempunyai ketelitian hingga 0,01 mm.
19. Peralatan lainnya
Peralatan yang digunakan dalam proses penelitian seperti meteran, sekop,
pembengkok tulangan, gergaji, solder, timah, lem, palu, amplas, lakban,
spidol dan peralatan penunjang lainnya.
D.Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan dan Konstruksi,
Fakultas Teknik, Universitas Lampung, Bandar Lampung.
1. Pengujian Bahan Campuran Beton
Pengujian dan pemeriksaan bahan campuran beton terdiri dari:
a. Analisis saringan agregat kasar dan agregat halus (ASTM C-33, C-136 ). b. Berat jenis dan penyerapan agregat halus dan agregat kasar (ASTM C-128
c. Kadar air agregat halus dan agregat kasar (ASTM C-566 & ASTM C-556). d. Berat volume agregat kasar dan agregat halus (ASTM C-29).
e. Kadar lumpur agregat halus (ASTM C-117).
Pemeriksaan material campuran beton dilakukan untuk mengetahui mutu
material tersebut. Data pemeriksaan material digunakan sebagai acuan
dalam mendisain campuran beton, sehingga kekuatan beton yang diperoleh
sesuai dengan yang direncanakan. Pemeriksaan material yang dilakukan
terhadap agregat halus, agregat kasar dan mortar didasarkan pada standar
ASTM.
Pemeriksaan agregat meliputi pemeriksaan gradasi saringan, modulus
kehalusan, kadar air, berat volume, berat jenis, persentase penyerapan, serta
pemeriksaan kadar lumpur dan kandungan zat organik pada agregat halus.
Hasil pemeriksaan agregat kasar dan agregat halus dapat dilihat pada Tabel
1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Hasil pemeriksaan agregat kasar.
No Pemeriksaan Hasil
Rata-rata
Standar ASTM
1. Gradasi saringan Baik Sesuai gradasi
2. Modulus kehalusan 6,79 6 – 8
3. Kadar air (%) 1,25 0 – 3
4. Berat jenis kondisi SSD 2,7 2,5 - 2,7
5. Berat volum padat (kg/m3) 1562 -
Tabel 2.Hasil pemeriksaan agregat halus.
No Pemeriksaan Hasil
Rata-rata
Standar ASTM
1. Gradasi saringan Baik sesuai gradasi
2. Modulus kehalusan 2,84 2,3 - 3,1 menunjukkan bahwa agregat halus dan kasar yang telah diuji tersebut, layak
untuk digunakan dalam pencampuran beton.
2. Pembuatan Benda Uji
Sampel uji silinder (diameter 150 mm dan tinggi 300 mm) dibuat tiga buah
untuk setiap satu benda uji balok yang digunakan untuk uji kuat tekan beton
dan tiga buah sampel uji berbentuk balok (panjang 500 mm, lebar 150 mm
dan tinggi 150 mm) untuk setiap satu benda uji balok yang dipakai untuk uji
kuat tarik lentur beton. Sampel uji silinder dan balok beton dibuat
bersamaan dengan pembuatan benda uji balok beton bertulang yaitu dengan
adukan yang sama.
Pembuatan benda uji balok diawali dengan proses pembuatan bekisting
berukuran 27 cm x 15 cm x 300 cm. Setelah proses pembuatan bekisting
selesai dilanjutkan dengan proses pencampuran material. Benda uji balok
buah balok dengan lubang bukaan, yaitu satu dengan tulangan perkuatan
dan satu tanpa tulangan perkuatan. Ukuran balok uji adalah panjang 300 cm,
lebar 15 cm dan tinggi 27 cm. Benda uji balok beton bertulang dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Kode sampel dan detail
Kode
Jum-Gambar 12, Jum-Gambar 13 dan Jum-Gambar 14.
Gambar 12. Detail Penulangan benda uji Balok B U
Potongan A-A
Tahapan pembuatan benda uji adalah sebagai berikut :
1. Perakitan tulangan serta pemasangan electrical strain gauge pada tulangan tarik, kemudian memasukkan ke dalam cetakan yang sudah
disiapkan.
2. Perencanaan campuran beton menggunakan metode ACI (American Concrete Institute) dengan kuat tekan rencana (f’c) 20 MPa.
3. Mencampur adukan beton dengan mesin pengaduk beton (concrete mixer).
4. Mengukur kelecakan (workability) beton dengan melakukan slump test.
5. Menuangkan campuran beton ke dalam cetakan benda uji silinder dan
cetakan benda uji balok serta menuangkan campuran beton ke dalam
cetakan balok beton bertulang yang sudah dipersiapkan.
6. Membuka cetakan benda uji pada umur 1 – 3 hari.
7. Benda uji silinder dirawat dengan cara pembasahan yaitu dengan cara
merendam dalam air selama 28 hari dan kemudian membiarkan dalam
ruangan terbuka. Benda uji balok dirawat dengan menjaga
kelembabannya yaitu menutup dengan karung goni yang dibasahi setiap
hari selama 28 hari.
8. Pemberian lapisan belerang pada permukaan tekan (capping) benda uji silinder untuk uji kuat tekan beton. Hal ini dilakukan untuk membuat
permukaan benda uji silinder rata.
9. Pengujian benda uji silinder untuk mendapatkan nilai kuat tekan beton,
pengujian benda uji balok untuk mencari nilai kuat tarik lentur beton
3. Pengujian Kuat Tekan Beton
Nilai kuat tekan beton didapat melalui tata-cara pengujian standar ASTM C-192, pengujian kuat tekan beton dilakukan dengan menggunakan alat
CTM (Compression Testing Machine) dengan cara meletakkan silinder beton (diameter 150 mm dan tinggi 300 mm) tegak lurus dan memberikan
beban tekan bertingkat dengan kecepatan 0,15 MPa/detik sampai 0,34
MPa/detik sampai benda uji hancur.
Sebelum melakukan pengujian, terlebih dahulu permukaan tekan benda uji
silinder harus diratakan agar tegangan terdistribusi secara merata pada
penampang benda uji. Dalam hal ini maka benda uji harus diberi lapisan
belerang (capping) setebal 1,5 mm sampai 3 mm pada permukaan tekan benda uji silinder. Dari hasil pengujian ini didapat beban maksimum yang
mampu ditahan oleh silinder beton sampai silinder beton tersebut hancur.
Selanjutnya kuat tekan beton dicari dengan membandingkan beban
maksimum dan luas permukaan silinder beton seperti pada Persamaan (1).
4. Pengujian Kuat Tarik Lentur Beton
Nilai kuat tarik lentur beton didapat melalui tata-cara pengujian standar
ASTM C-78, pengujian kuat tarik lentur beton ini dilakukan dengan menggunakan alat Loading Frame yang dilengkapi dengan Hidraulic Jack
sebagai pemberi beban, serta menggunakan Proving Ring sebagai alat pengukur besarnya beban. Pengujian dilakukan dengan menggunakan benda
Benda uji diletakkan di atas dua tumpuan yang kemudian di atasnya diberi
beban secara third-point loading dengan kecepatan pembebanan antara 0,0143 MPa/detik sampai 0,02 MPa/detik sampai benda uji beton retak.
Nilai kuat tarik lentur beton didapat dengan rumus Persamaan (2).
5. Pengujian Balok Beton Bertulang
Pengujian balok beton bertulang dilakukan dengan meletakkan balok pada
loading frame dengan tumpuan sendi dan rol. Pada bagian tepi bawah balok dipasang tiga buah dial gauge. Satu buah dial gauge dipasang pada bagian tengah bentang dan dial gauge yang lain dipasang tepat dibawah beban terpusat. Selanjutnya, balok beton bertulang diberi beban secara bertahap
dengan menggunakan hydraulic jack pada dua titik pembebanan.
Pengaturan perletakan balok beton bertulang pada saat pengujian dapat
dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Pengujian balok beton bertulang
Beban (P)
270
15 cm 15 cm
Untuk setiap tahapan pembebanan dibaca regangan yang timbul di tengah
bentang balok beton bertulang dengan menggunakan electrical strain gauge
yang dihubungkan dengan strain indicator. Selain itu juga dilakukan pembacaan besarnya lendutan yang terjadi pada balok beton bertulang
dengan menggunakan dial gauge serta melihat pola dan lebar retak yang terjadi dengan menggunakan mikroskop retak.
6. Analisis Hasil
Analisis hasil dalam penelitian ini dilakukan dengan perhitungan secara
manual dengan rumus-rumus yang telah disajikan oleh tinjauan pustaka.
Hasil dari penelitian ini akan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar yang
disertai dengan pembahasannya.
Analisis hasil pengujian diuraikan sebagai berikut:
a. Membuat tabel data hasil pengujian.
b. Membuat tabel perbandingan antara beban maksimum BU dengan
BB I dan BB II.
c. Membuat grafik hubungan antara beban dan lendutan di tengah
bentang untuk balok berlubang dengan tulangan perkuatan dan balok
berlubang tanpa tulangan perkuatan serta balok utuh.
d. Membuat grafik hubungan antara momen dan kurvatur untuk balok
berlubang dengan tulangan perkuatan dan balok berlubang tanpa
tulangan perkuatan serta balok utuh.
e. Menggambar pola retak dan menganalisis pola kehancuran yang
f. Membuat tabel hasil perhitungan secara teoritis tentang beban
maksimum dan beban retak pertama pada balok BU, BB I dan BB II.
g. Membandingkan data hasil penelitian dan perhitungan teoritis.
E.Bagan Alir Penelitian
Secara keseluruhan metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 16 dan
Gambar 17.
Gambar 16. Bagan alir penelitian
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4 Studi Pustaka
Persiapan Material
Pembuatan Sampel dan Benda Uji (lihat gambar 17)
Pengujian Sampel dan Benda uji
Analisis Hasil dan Perhitungan
Kesimpulan dan Saran Pembahasan
Mulai
Gambar 17. Bagan alir pembuatan benda uji
Mulai
Pemeriksaan Material -(ASTM C-136)
-(ASTM C-128 & ASTM C-127)
-(ASTM C-566 & ASTM C-556)
-(ASTM C-29) -(ASTM C-117)
Memenuhi Standar ASTM
Pembuatan Sampel Uji setiap 1 balok 3 Silinder (D = 15cm dan t = 30cm)
3 balok (50cm x 15cm x 15cm) Pembuatan 3 Benda Uji Balok
(300cm x 27cm x 15cm) Persiapan Material
Selesai Mix Design
Tidak
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu
pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis
hasil pengujian, perhitungan secara teoritis dan analisis hasil pengujian dengan
hasil perhitungan teoritis.
A. Pengujian Mekanik Beton
1. Pengujian Kuat Tekan Beton
Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 28 hari dari pengecoran.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kuat tekan beton
fc' , yaitudengan membandingkan antara beban maksimum pada saat beton hancur
terhadap luas penampang beton seperti pada Persamaan (1). Hasil dari
pengujian kuat tekan beton dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil pengujian kuat tekan beton.
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil pengujian kuat tekan beton rata-rata
untuk BU, BB I dan BB II masing-masing adalah 23,3 MPa, 21,9 MPa dan
22,7 MPa. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa besarnya nilai kuat
tekan beton untuk BU, BB I dan BB II lebih besar dari pada nilai kuat
tekan beton rencana yaitu 20 MPa. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa nilai kuat tekan beton untuk ketiga benda uji sesuai dengan
perencanaan kuat tekan beton.
2. Pengujian Kuat Tarik Lentur Beton
Pengujian kuat tarik lentur beton dilakukan pada umur 28 hari dari
pengecoran. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kuat tarik lentur
beton. Hasil pengujian kuat tarik lentur beton dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil pengujian kuat tarik lentur beton.
I 13038 300 100 100 3,91
II 13038 300 100 100 3,91
III 27218 450 150 150 3,63
I 9003 300 100 100 2,70
II 11020 300 100 100 3,31
III 20494 450 150 150 2,73
I 16400 300 100 100 4,92
II 11693 300 100 100 3,51
III 20494 450 150 150 2,73
Kuat Tarik
dapat dilihat bahwa nilai kuat tarik rata-rata berdasarkan hasil penelitian
BB II sebesar 3,72. Sedangkan besarnya kuat tarik rata-rata berdasarkan
teori untuk BU, BB I dan BB II masing-masing sebesar 3,38 MPa, 3,26
MPa dan 3,34 MPa. Besarnya nilai kuat tarik berdasarkan penelitian dan
berdasarkan teori hampir sama dan mempunyai selisih yang kecil. Selain
itu hasil nilai kuat tarik berdasarkan penelitian mempunyai kecenderungan
yang sama dengan hasil nilai kuat tarik berdasarkan teori, yaitu BU
memiliki nilai kuat tarik paling besar, BB I memiliki kuat tarik paling kecil
dan besarnya kuat tarik BB II terletak di antara kuat tarik BU dan BB I.
B. Pengujian Balok Beton Bertulang
Pengujian balok beton bertulang dilakukan dengan meletakkan balok uji pada
tumpuan sendi dan rol sejarak 2700 mm, dimana balok tersebut menerima dua
beban terpusat yang diberikan oleh hydraulic jack. Perletakan pengujian balok serta diagram momen dan gaya lintang dapat dilihat pada Gambar 18.
Besarnya momen maksimum yang terjadi pada ⅓ bagian tengah bentang yaitu
sebesar 1/6 P L, pada ⅓ bagian tengah bentang ini balok beton bertulang
hanya mengalami lentur murni tanpa adanya pengaruh dari gaya lintang.
Sedangkan pada daerah AC dari tumpuan, balok beton bertulang memikul
gaya lintang sebesar ½P dan mengalami lentur secara bersamaan.
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap lendutan yang terjadi di
tengah bentang dan di bawah beban terpusat dengan cara membaca dial gauge
yang dipasang di tengah bentang dan di bawah beban. Selain pengamatan
lendutan, penelitian ini juga mengamati nilai regangan yang terjadi pada
tulangan tarik dan serat atas balok beton. Pembacaan nilai regangan ini
menggunakan alat strain indicator. Selanjutnya melakukan pengamatan terhadap lebar dan pola retak pada balok uji dengan cara menggambar pola
retak pada setiap tahap pembebanan dan mengukur lebar retak pada saat beban
maksimum. Balok beton bertulang diberi beban oleh hydraulic jack dan besarnya beban diketahui dari pembacaan proving ring.
Berdasarkan hasil pengamatan pada pengujian balok beton bertulang,
didapatkan beban maksimum pada masing-masing balok, grafik hubungan
antara beban terhadap lendutan dan grafik hubungan antara momen dan
kurvatur. Berdasarkan pengujian tersebut juga akan diketahui besarnya beban
pada saat balok mulai retak, pola retak serta lebar retak awal dan
perkembangannya sampai mencapai beban maksimum. Hasil dari pengamatan
Tabel 6. Beban, defleksi, dan regangan dari hasil pengujian balok BU.
Dial Nilai (Kg) εc εs
1 0 0 0 0 0
2 2 221 -0,000001 0,000019 0,19
3 4 358 -0,000011 0,000025 0,36
4 6 495 -0,000029 0,000042 0,58
5 8 633 -0,000037 0,000049 0,71
6 10 770 -0,000050 0,000058 0,89
7 12 907 -0,000063 0,000073 1,09
8 14 1044 -0,000079 0,000094 1,38 1,5 divisiretak pertama terjadi
di daerah lentur
9 16 1181 -0,000096 0,000120 1,70
10 18 1318 -0,000139 0,000403 2,14
11 20 1455 -0,000174 0,000538 2,54
12 22 1592 -0,000206 0,000650 2,95
13 24 1729 -0,000227 0,000720 3,29
14 26 1866 -0,000244 0,000788 3,60
15 28 2004 -0,000266 0,000856 3,94
16 30 2141 -0,000290 0,000940 4,32
17 32 2278 -0,000311 0,001021 4,70
18 34 2415 -0,000332 0,001088 5,04
19 36 2552 -0,000359 0,001183 5,49
20 38 2689 -0,000380 0,001262 5,89
21 40 2826 -0,000406 0,001349 6,29
22 42 2963 -0,000414 0,001411 6,58
23 44 3100 -0,000446 0,001498 6,85
24 46 3237 -0,000470 0,001582 7,26
25 48 3374 -0,000489 0,001654 7,61
26 50 3512 -0,000514 0,001743 7,98
27 52 3649 -0,000543 0,001830 8,44
28 53 3717 error error 9,95 35 divisi retak maksimum
Tabel 7. Beban, defleksi, dan regangan dari hasil pengujian balok BB I.
Dial Nilai (Kg) εc εs
1 0 0 0 0 0
2 2 221 -0,000014 0,000014 0,19
3 4 358 -0,000022 0,000022 0,29
4 6 495 -0,000037 0,000034 0,41
5 8 633 -0,000054 0,000052 0,60
6 10 770 -0,000060 0,000058 0,67
7 12 907 -0,000076 0,000079 0,87
8 14 1044 -0,000097 0,000128 1,05
9 16 1181 -0,000120 0,000176 1,30 1 divisi Retak pertama terjadi
di daerah lentur
10 18 1318 -0,000160 0,000309 1,64
11 20 1455 -0,000194 0,000406 1,98
12 22 1592 -0,000220 0,000492 2,30
13 24 1729 -0,000249 0,000586 2,69
14 26 1866 -0,000277 0,000683 3,15
15 28 2004 -0,000296 0,000752 3,44
16 30 2141 -0,000317 0,000829 3,80
17 32 2278 -0,000343 0,000914 4,17
18 34 2415 -0,000369 0,001006 4,59
19 36 2552 -0,000389 0,001080 4,92
20 38 2689 -0,000409 0,001154 5,25
21 40 2826 -0,000435 0,001248 5,69
22 42 2963 -0,000456 0,001313 6,01
23 44 3100 -0,000479 0,001394 6,39
24 46 3237 -0,000498 0,001460 6,72
25 48 3374 -0,000521 0,001544 7,10
26 50 3512 -0,000546 0,001620 7,49
27 52 3649 -0,000569 0,001698 7,87
28 54 3786 -0,000588 0,001763 8,20
29 56 3923 -0,000598 0,001768 9,00
30 58 4060 -0,000620 0,001773 10,44 32 divisi Retak maksimum
Tabel 8. Beban, defleksi, dan regangan dari hasil pengujian balok BB II.
Dial Nilai (Kg) εc εs
1 0 0 0 0 0
2 2 221 -0,000021 0,000022 0,27
3 4 358 -0,000038 0,000035 0,41
4 6 495 -0,000047 0,000043 0,51
5 8 633 -0,000065 0,000062 0,68
6 10 770 -0,000089 0,000103 0,92
7 12 907 -0,000104 0,000136 1,10
8 14 1044 -0,000161 0,000318 1,71 3 divisi
Retak Pertama di daerah lentur dan di
daerah lubang
9 16 1181 -0,000197 0,000444 2,05
10 18 1318 -0,000239 0,000568 2,57
11 20 1455 -0,000277 0,000665 3,10
12 22 1592 -0,000307 0,000748 3,57
13 24 1729 -0,000341 0,000850 4,20
14 26 1866 -0,000371 0,000942 4,72
15 28 2004 -0,000398 0,001018 5,18
16 30 2141 -0,000435 0,001132 5,85
17 32 2278 -0,000472 0,001248 6,52
18 34 2415 -0,000505 0,001349 7,09
19 36 2552 -0,000530 0,001424 7,48
20 38 2689 -0,000576 0,001562 8,25
21 40 2826 -0,000603 0,001628 8,66
22 42 2963 -0,000625 0,001695 9,03
23 44 3100 -0,000652 0,001782 9,48
24 46 3237 -0,000673 0,001855 9,85
25 48 3374 -0,000695 0,001955 10,23
26 50 3512 -0,000727 0,002006 10,69
27 52 3649 -0,001057 error 12,00 25 divisi Retak maksimum