1
EFIKASI HERBISIDA CAMPURAN ATRAZIN DAN MESOTRION
UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA BUDIDAYA TANAMAN
JAGUNG (Zea mays L.)
(Skripsi)
Oleh
DERA FUNGKY ELLEZANDI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
Dera Fungky Ellezandi
ABSTRAK
EFIKASI HERBISIDA CAMPURAN ATRAZIN DAN MESOTRION
UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA BUDIDAYA TANAMAN
JAGUNG (Zea mays L.)
Oleh
DERA FUNGKY ELLEZANDI
Dera Fungky Ellezandi
perbedaan nilai tengah diuji dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5
%. Hasil penelitian menunjukan bahwa : (1) Herbisida atrazin dan mesotrion
pada dosis (500+50) g/ha hingga (1500+150) g/ha dapat mengendalikan
pertumbuhan gulma total, gulma golongan teki, Cyperus rotundus,dan Celosia
argenthea pada 3 Minggu Setelah Aplikasi (MSA), sedangkan pada 6 MSA tidak
dapat mengendalikan gulma, (2) Herbisida atrazin dan mesotrion pada dosis
(500+50) g/ha hingga (1500+150) g/ha mampu mengendalikan gulma golongan
daun lebar, Richardia brasiliensis dan Commelina benghalensis hingga 6 MSA,
(3) Herbisida atrazin dan mesotrion pada dosis (500+50) g/ha hingga (1500+150)
g/ha tidak mampu mengendalikan gulma golongan rumput, dan Rottboellia
exaltata hingga 6 MSA dan (4) Herbisida atrazin dan mesotrion pada dosis
(500+50) g/ha hingga (1500+150) g/ha tidak mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman jagung (Zea mays L.)
EFIKASI HERBISIDA CAMPURAN ATRAZIN DAN MESOTRION
UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA BUDIDAYA TANAMAN
JAGUNG (Zea mays L.)
Oleh
DERA FUNGKY ELLEZANDI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Way Kekah Kecamatan Terbanggi Besar, Lampung
Tengah pada 26 Desember 1993, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara
pasangan Bapak Asral Hadi dan Ibu Siti Juahir. Penulis menyelesaikan
pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 06 Terbanggi Besar, Lampung Tengah
pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan ke jenjang sekolah menengah di SMP
Negeri 01 Terbanggi Besar, Lampung Tengah dan lulus pada tahun 2008.
Pendidikan menengah atas ditempuh di SMA Negeri 01 Terbanggi Besar,
Lampung Tengah dan lulus pada tahun 2011.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa reguler Jurusan Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2011 melalui jalur SMPTN Undangan.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan akademik dan organisasi.
Penulis pernah terdaftar sebagai anggota muda di Perhimpunan Mahasiswa
Bismillahhirrohmanirrohim,,
Dengan penuh rasa syukur dan bangga,
ku persembahkan karya kecilku ini kepada :
Papa dan Mama tersayang,
Dandy dan Dhavin,
Serta seluruh Keluarga Besarku
Sebagai tanda bakti dan terima kasihku atas doa yang selalu
terucap untuk kesuksesanku dan semua pengorbanan yang telah
diberikan kepadaku selama ini
KEGAGALAN HANYA TERJADI BILA KITA MENYERAH
(LESSING)
KELUARGA ADALAH ALASANMU UNTUK BEKERJA KERAS,
MAKA JANGANLAH ENGKAU MENELANTARKAN MEREKA
KARENA KERJA KERASMU (ANONIM)
xiii
SANWACANA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah serta nikmat sehat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
proses penelitian dan penulisan skripsi ini dengan lancar tanpa terhalang suatu
apapun. Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih
kepada :
1.
Bapak Ir. Dad R.J. Sembodo, M. S., selaku pembimbing utama yang telah
memberikan kesempatan dan dengan sabarnya memberikan dorongan,
pengarahan, bimbingan selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini.
2.
Ibu Ir. Herawati Hamim, M. S., selaku pembimbing kedua dan pembimbing
akademik yang telah memberikan arahan, pengetahuan, bimbingan,
kesabaran, dan saran selama menyelesaikan skripsi ini.
3.
Ibu Prof. Dr. Ir. Nanik Sriyani, M.Sc., selaku pembahas atas saran, nasehat,
bimbingan, serta kritik yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
4.
Bapak Prof. Dr. Ir.Wan Abbas Zakaria, M. S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
xiv
6.
Kedua orangtua tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril dan
materil serta do’a yang selalu terucap demi kelancaran dan keberhasilan
penulis dalam proses perkuliahan.
7.
Adik-adikku, Dandy dan Dhavin yang telah memberikan dukungan semangat
dan moril bagi penulis selama ini.
8.
Teman Hatiku Rico Pradana Rosady atas kasih sayang, semangat dan
kehadirannya sampai tercetaknya skripsi ini.
9.
Teman-teman seperjuangan : Chintya, Dita, Eka, Dwi Haryati, Risa, Ria,
Deasy, Agatha, dan Tio yang telah bersedia membantu penulis selama
melakukan Penelitian. Kak Nico, dan Kak Mustajab atas bimbingan nya.
10.
Teman terbaikku, Lena, Derta, Desna, Defika, Nesya, Putri, Khanif, Yoga,
Feri dan Nico untuk dukungan dan semangatnya.
11.
Teman-teman agroteknologi kelas B dan agroteknologi 2011 yang telah
mengisi hari-hari selama penulis berada di kampus.
12.
Para tenaga kebun : Mas Khoiri, Mas Yono, Mas Gono, Mas Wat, Mas
Kirno, Dayat, Mas Dulloh.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis akan menerima saran dan kritik yang bersifat membangun agar skripsi ini
dapat menjadi lebih baik dan dapat lebih bermanfaat bagi semua pihak.
Bandar Lampung, April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
...
vi
DAFTAR GAMBAR
....
………
...
xii
I.
PENDAHULUAN
…
....
………
...
1
1.1
Latar Belakang dan Masalah ...
1
1.2
Tujuan Penelitian ...
4
1.3
Landasan Teori ...
4
1.4
Kerangka Pemikiran ...
6
1.5
Hipotesis ...
8
II.
TINJAUAN PUSTAKA
...
9
2.1
Informasi Umum Tanaman Jagung ...
9
2.1.1
Syarat Tumbuh Tanaman Jagung ...
10
2.2
Gulma dan Pengelolaan Gulma ...
11
2.3
Herbisida ...
13
III.
BAHAN DAN METODE
...
16
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian ...
16
3.3
Metode Penelitian ...
16
3.4
Pelaksanaan Penelitian ...
17
3.4.1
Penentuan Petak Perlakuan ...
17
3.4.2
Penanaman ...
18
3.4.3
Aplikasi Herbisida ...
19
3.4.4
Pengambilan Sampel Gulma ...
19
3.5
Pengamatan ...
21
3.5.1
Pengamatan Gulma ...
21
3.5.2
Pengamatan Tanaman ...
22
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
...
25
4.1
Bobot Kering Gulma Total ...
25
4.2
Bobot Kering Gulma Pergolongan ...
27
4.2.1. Bobot Kering Gulma Golongan Daun Lebar ...
27
4.2.2 Bobot Kering Gulma Golongan Rumpu ...
29
4.2.3 Bobot kering Gulma Golongan Teki ...
31
4.3 Bobot Kering Gulma Dominan ...
33
4.3.1 Bobot Kering Gulma Cyperus rotundus ...
34
4.3.2 Bobot Kering Gulma Richardia brasiliensis ...
36
4.3.3 Bobot kering Gulma Commelina benghalensis ...
38
4.3.4 Bobot Kering Gulma Celosia argentea ...
41
4.3.5 Bobot Kering Gulma Roetbellia exaltata ...
43
4.4 Tingkat dan Jenis Dominansi Gulma ...
46
4.5 Pertumbuhan dan Produki Tanaman Jagung
(Zea mays L) ...
50
4.5.1 Persentase Perkecambahan Tanaman Jagung
(Zea mays L.) ...
50
4.5.2 Tinggi Tanaman Jagung (Zea mays L.) ...
50
4.5.3 Bobot Pipilan Kering Jagung (Zea mays L.)
pada Kadar Air 14% ...
51
V. KESIMPULAN DAN SARAN
...
54
5.1 Kesimpulan ...
54
5.2 Saran ...
55
PUSTAKA ACUAN
...
56
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Bobot kering gulma total akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
2.
Bobot kering gulma daun lebar akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
28
3.
Bobot kering gulma rumput akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion.
…
...
………...
...
Bobot kering gulma teki akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
30
5.
Bobot kering gulma Cyperus rotundus akibat perlakuan
herbisida atrazin+mesotrion. ...
35
6.
Bobot kering gulma Richardia brasiliensis akibat
perlakuan herbisida atrazin+mesotrion
. …………
...
37
7.
Bobot kering gulma Commelina benghalensis akibat
perlakuan herbisida atrazin+mesotrion.
………
...
40
8.
Bobot kering gulma Celosia argentea akibat perlakuan
herbisida atrazin+mesotrion. ...
42
9.
Bobot kering gulma Roetbelia exaltata akibat perlakuan
herbisida atrazin+mesotrion. ...
44
10. Jenis dan Tingkat Dominansi Gulma pada 3 MSA. ...
47
11. Jenis dan Tingkat Dominansi Gulma pada 6 MSA. ...
49
12. Persentase Perkecambahan Jagung (Zea Mays L.)
Akibat Perlakuan Herbisida atrazin+mesotrion
. …...………
...
4. [image:14.595.113.500.240.719.2]13. Tinggi Tanaman Jagung (Zea mays L.) akibat perlakuan
herbisida atrazin+mesotrion. ...
51
14. Bobot Pipilan Jagung pada Kadar Air 14%. ...
52
15. Bobot kering gulma total pada 3 MSA akibat perlakuan
herbisida atrazin+mesotrion. ...
60
16.
Transformasi √(x+0,5) bobot kering gulma total pada
3 MSA akibat perlakuan herbisida atrazin+mesotrion. ...
60
17. Analisis ragam bobot kering gulma total pada
3 MSA akibat perlakuan herbisida atrazin+mesotrion. ...
60
18. Bobot kering gulma total pada 6 MSA akibat perlakuan
herbisida atrazin+mesotrion. ...
61
19.
Transformasi √(x+0,5) bobot kering gulma total pada
6 MSA akibat perlakuan herbisida atrazin+mesotrion. ...
61
20. Analisis ragam bobot kering gulma total pada
6 MSA akibat perlakuan herbisida atrazin+mesotrion.
…...
61
21. Bobot kering gulma golongan daun lebar pada
3 MSA akibat perlakuan herbisida atrazin+mesotrion. ...
62
22.
Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma
golongan daun lebar pada 3 MSA akibat perlakuan
herbisida atrazin+mesotrion. ...
62
23. Analisis ragam bobot kering gulma daun lebar pada
3 MSA akibat perlakuan herbisida atrazin+mesotrion.
...…
...
62
24. Bobot kering gulma golongan daun lebar pada
6 MSA akibat perlakuan herbisida atrazin+mesotrion. ...
63
25.
Transformasi √√(x+0,5) bobot kering gulma
golongan daun lebar pada 6 MSA akibat perlakuan
herbisida atrazin+mesotrion.
…..
...
63
26. Analisis ragam bobot kering gulma golongan
daun lebar pada 6 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
63
27. Bobot kering gulma golongan rumput pada 3 MSA akibat
28.
Transformasi √(x+0,5) bobot kering gulma
golongan rumput pada 3 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
64
29. Analisis ragam bobot kering gulma golongan
rumput pada 3 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
……...
64
30. Bobot kering gulma golongan rumput pada 6 MSA akibat
perlakuan herbisida atrazin+mesotrion. ...
65
31.
Transformasi √(x+0,5) bobot kering gulma golongan
rumput pada 6 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
65
32. Analisis ragam bobot kering gulma golongan
rumput pada 6 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
………....
...
65
33. Bobot kering gulma golongan teki pada 3 MSA akibat
perlakuan herbisida atrazin+mesotrion.
………
...
66
34.
Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma
golongan teki pada 3 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
66
35. Analisis ragam bobot kering gulma golongan teki
pada 3 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion...…
...
66
36. Bobot kering gulma golongan teki pada 6 MSA
akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
67
37.
Transformasi √√(x+0,5) bobot kering gulma golongan
teki pada 6 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion...
67
38. Analisis ragam bobot kering gulma golongan
teki pada 6 MSA akibat perlakuan herrbisida
atrsazin+mesotrion...
67
39. Bobot kering gulma Cyperus rotundus pada 3 MSA
akibat perlakuan herbisida atrazin+mesotrion. ...
68
40.
Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma
Cyperus rotundus pada 3 MSA akibat perlakuan
41. Analisis ragam bobot kering gulma
Cyperus rotundus pada 3 MSA akibat perlakuan
herbisida atrazin+mesotrion. ...
Bobot kering gulma Cyperus rotundus pada
6 MSA akibat perlakuan atrazin+mesotrion. ...
Transformasi √(x+0,5) bobot kering gulma
Cyperus rotundus pada 6 MSA akibat perlakuan
herbisida atrazin+mesotrion. ...
68
69
69
44. Analisis ragam bobot kering gulma Cyperus rotundus
pada 6 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
69
45. Bobot kering gulma Richardia brasiliensis pada
3 MSA akibat perlakuan herbisida atrazin+mesotrion. ...
70
46.
Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma
Richardia
brasiliensis pada 3 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
70
47. Analisis ragam bobot kering gulma Richardia
brasiliensis pada 3 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ..
………...
...
70
48. Bobot kering gulma Richardia brasiliensis pada
6 MSA akibat perlakuan herbisida atrazin+mesotrion.
……
...
71
49.
Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma
Richardia
brasiliensis pada 6 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
50. Analisis ragam bobot kering gulma Richardia
brasiliensis pada 6 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion.
….
...
71
51. Bobot kering gulma Commelina benghalensis pada
3 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
72
52.
Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma
Commelina
benghalensis pada 3 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
72
53. Analisis ragam bobot kering gulma Commelina
benghalensis pada 3 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
72
42.43.
54. Bobot kering gulma Commelina benghalensis pada
6 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
73
55.
Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma
Commelina
benghalensis pada 6 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
73
56. Analisis ragam bobot kering gulma Commelina
benghalensis pada 6 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
73
57. Bobot kering gulma Celosia argentea pada 3 MSA akibat
perlakuan herbisida atrazin+mesotrion. ...
74
58.
Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma
Celosia argentea pada 3 MSA akibat perlakuan
herbisida atrazin+mesotrion. ...
74
59. Analisis ragam bobot kering gulma Celosia argentea
pada 3 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
74
60. Bobot kering gulma Celosia argentea pada
6 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion.
….
...
75
61.
Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma
Celosia
argentea pada 6 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
75
62. Analisis ragam bobot kering gulma Celosia
argentea pada 6 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion.
…………..
...
75
63. Bobot kering gulma Roetbelia exaltata pada 3
MSA akibat perlakuan herbisida atrazin+mesotrion.
…...
76
64.
Transformasi √(x+0,5) bobot kering gulma
Roetbelia exaltata pada 3 MSA akibat perlakuan
herbisida atrazin+mesotrion. ...
76
65. Analisis ragam bobot kering gulma Roetbelia exaltata
pada 3 MSA akibat perlakuan herbisida
66. Bobot kering gulma Roetbelia exaltata pada
6 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion.
…….
...
77
67.
Transformasi √(x+0,5) bobot kering gulma
Roetbelia exaltata
pada 6 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
77
68. Analisis ragam bobot kering gulma Roetbelia exaltata
pada 6 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion.
….……
...
77
69. Persen perkecambahan tanaman jagung pada
1 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
78
70. Analisis ragam persen perkecambahan tanaman jagung
pada 1 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion.
….……
...
78
71. Persen perkecambahan tanaman jagung pada
2 MSA akibat perlakuan herbisida atrazin+mesotrion.
….
...
78
72. Analisis ragam persen perkecambahan tanaman jagung
pada 2 MSA akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
79
73. Tinggi tanaman jagung pada 3 MSA akibat perlakuan
herbisida atrazin+mesotrion. ...
79
74. Analisis ragam tinggi tanaman pada 3 MSA akibat
perlakuan herbisida atrazin+mesotrion. ...
79
75. Tinggi tanaman jagung pada 6 MSA akibat perlakuan
herbisida atrazin+mesotrion. ...
80
76. Analisis ragam tinggi tanaman pada 6 MSA akibat
perlakuan herbisida atrazin+mesotrion.
….
...
80
77. Hasil bobot pipilan jagung kering 11,2 m
2pada
KA 14% akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion. ...
80
78. Analisis ragam hasil bobot pipilan jagung kering
11,2 m
2pada KA 14% akibat perlakuan herbisida
79. Hasil bobot pipilan jagung kering pada KA 14%
akibat perlakuan herbisida atrazin+mesotrion. ...
81
80. Analisis ragam hasil bobot pipilan jagung kering
pada KA 14% akibat perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion.
…...
...
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Struktur molekul atrazin. ..
………...
...
15
2.
Struktur molekul mesotrion. ...
15
3.
Tata Letak Percobaan. ...
18
4.
Bagan pengambilan contoh gulma. ...
20
5.
Tingkat penekanan herbisida atrazin+mesotrion
terhadap gulma total. ...
………
...
27
6.
Tingkat penekanan herbisida atrazin+mesotrion
terhadap gulma daun lebar. ...
29
7.
Tingkat penekanan herbisida atrazin+mesotrion
terhadap gulma rumput.
…...
...
31
8.
Tingkat penekanan herbisida atrazin+mesotrion
terhadap gulma teki. ...
33
9.
Gulma Cyperus rotundus. ...
34
10.
Tingkat penekanan herbisida atrazin+mesotrion
terhadap gulma Cyperus rotundus. ...
36
11.
Gulma Richardia brasiliensis. ...
37
12.
Tingkat penekanan herbisida atrazin+mesotrion
terhadap gulma Richardia brasiliensis.
………
38
13.
Gulma Commelina benghalensis.
………
...
39
15.
Gulma Celosia argenthea.
……….………...……
42
16.
Tingkat penekanan herbisida atrazin+mesotrion
terhadap gulma Celosia argenthea. ...
43
17.
Gulma Roetbelia exaltata.
………
...
44
18.
Tingkat penekanan herbisidaa atrazin+mesotrion
terhadap gulma Rottboelia exaltata. ...
45
19.
Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion dosis (500+50) g/ha pada 3 MSA. ...
82
20.
Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion dosis (750+75) g/ha pada 3 MSA. ...
82
21.
Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion dosis (1000+100) g/ha pada 3 MSA. ...
83
22.
Kondisi gulma dan tanaman perlakuan herbisida
atrazin+mesotrion dosis (1250+125) g/ha pada 3 MSA. ...
83
23.
Kondisi gulma dan tanaman perlakuan perlakuan
herbisida atrazin+mesotrion dosis
(1500+150) g/ha pada 3 MSA. ...
84
24.
Kondisi gulma dan tanaman perlakuan mekanis
pada 3 MSA. ...
84
25.
Kondisi gulma dan tanaman perlakuan kontrol
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Jagung (
Zea mays
L.) adalah salah satu tanaman pangan penghasil karbohidrat
yang terpenting di dunia, selain gandum dan padi. Bagi penduduk Amerika
Tengah dan Selatan, bulir jagung adalah pangan pokok, sebagaimana bagi
sebagian penduduk Afrika dan beberapa daerah di Indonesia (Krisnamurthi,
2010). Di masa kini, jagung menjadi komponen penting pakan ternak.
Penggunaan lainnya adalah sebagai sumber minyak pangan dan bahan dasar
tepung maizena. Berbagai produk turunan hasil jagung menjadi bahan baku
berbagai produk industri, seperti bioenergi, industri kimia, kosmetika, dan farmasi
(Solfiyani dkk., 2013).
Produksi jagung di Indonesia mengalami peningkatan, pada tahun 2012 sebesar
19,37 ton, sedangkan pada tahun sebelumnya hanya sebesar 17,64 juta ton.
Tingginya kebutuhan jagung di Indonesia menyebabkan Indonesia masih
melakukan Impor dari luar negeri menurut Badan Pusat statistik (2013) dalam
Mustajab dkk.,( 2015).
Keberadaan gulma di sekitar tanaman budidaya dapat menyebakan kerugian yang
besar walaupun berlangsung secara perlahan gulma dapat bersaing untuk
2
2001). Moenandir (2010) menyatakan bahwa beberapa gulma penting pada
tanaman jagung
yaitu
Cynodon dactylon, Alathenanthera phyloxeraides,
Echinochloa colona, Comellina sp, Cyperus rotundus, Marselia crenata,
Amaranthus spinosus, Ageratum conyzoides, Eleusine indica, dan Protulaca
oleraceae.
Keberadaan gulma kini menjadi ancaman khusus yang perlu dikendalikan
sesegera mungkin. Selain menggunakan pengendalian secara fisik, kini tidak
sedikit petani yang menggunakan herbisida. Di samping mudah, penggunaan
herbisida juga lebih cepat dalam memberantas gulma. Bila ditinjau dari biaya
maupun tenaga kerja tentu saja penggunaan herbisida lebih murah, selain itu
herbisida juga mampu mengendalikan gulma sampai ke akar-akarnya.
Sembodo (2010), menyatakan terdapat beberapa bahan aktif terdaftar yang
diperbolehkan digunakan untuk mengendalikan gulma pada tanaman jagung yaitu
kalium MCPA : 400 g/l, isopropilamina glofosat : 120 g/l, 2,4 D isopropilamina :
575 g/l, atrazin 75 %, ametrin 490 g/l, paraquat diklorida 276 g/l, imazapir 17,5 %
dan imazetapir 52,5 %, paraquat diklorida 248,4 g/l, metolaklor 500 g/l,
tiobenkarb, dan ametrin 78,4 %.
Pengendalian dengan menggunakan herbisida diperlukan pengetahuan dasar
tentang teknik penggunaannya. Termasuk di antaranya penentuan jenis herbisida,
cara pemakaian, ketepatan dosis, dan waktu aplikasi. Tingkat dosis aplikasi
menentukan efektivitas penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma,
sekaligus mempengaruhi mempengaruhi efisiensi pengendalian secara ekonomi
3
(2013), terlihat bahwa semakin besar dosis herbisida yang diberikan, maka
semakin besar pula persentase pengendalian gulma. Herbisida yang diberikan
sebesar 0,5-1,0 l/ha mampu mengendalikan gulma sebesar 33-39%, sedangkan
pada dosis herbisida 1,5-2,5 l/ha mampu mengendalikan gulma sebesar 61-77% .
Herbisida atrazin merupakan herbisida pra tumbuh yang bersifat selektif untuk
tanaman jagung sehingga dapat digunakan tanpa meracuni tanaman. Herbisida
atrazin merupakan salah satu herbisida dalam kelompok triazin. Herbisida jenis
ini akan masuk melalui akar dan diserap oleh xilem bersama dengan air, untuk
kemudian bekerja dengan cara menghambat aliran elektron pada fotosistem II.
Gulma yang teracuni oleh atrazin akan mengalami klorosis yang dimulai dari
tepian daun hingga mengalami kematian, sedangkan herbisida mesotrion
menghambat fungsi dari enzim HPPD (
p-hidroksi-fenil-piruvat dehidrogenase)
yang menyebabkan pigmen karotenoid tidak terbentuk, sehingga mengganggu
fotosintesis pada tumbuhan yang pada akhirnya akan menimbulkan gejala
bleaching
kemudian mati ((Ismail & Kalithasan, 1999; Hess, 2000; Martin, 2000;
Read & Cobb, 2000; Vencill dkk.,
2002) dalam Hasanudin, 2013).
Penggunaan herbisida yang secara terus menerus akan mengakibatkan banyak
spesies gulma yang resisten terhadap herbisida tertentu. Salah satu cara yang
dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan
melakukan pencampuran herbisida. Pencampuran herbisida dilakukan dengan
mencampurkan dua atau lebih bahan aktif dalam kelompok yang berbeda dengan
sifat yang tidak saling bertentangan. Contoh pencampuran herbisida tersebut
4
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka penelitian dilakukan
untuk mendapatkan jawaban dari rumusan masalah berikut ini :
1.
Pada dosis berapa herbisida campuran atrazin dan mesotrion mampu
mengendalikan gulma pada budidaya jagung?
2.
Apakah ada pengaruh herbisida campuran atrazin dan mesotrion terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.
1.2
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui dosis herbisida campuran atrazin dan mesotrion yang
efektif dalam mengendalikan gulma pada budidaya jagung (
Zea mays
L.).
2.
Untuk mengetahui pengaruh herbisida campuran atrazin dan mesotrion pada
tanaman jagung (
Zea mays
L.).
1.3
Landasan Teori
Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat kasar yang cukup memadai sebagai
bahan makanan pokok pengganti beras. Selain itu, jagung juga merupakan bahan
baku pakan ternak. Kebutuhan akan konsumsi jagung di Indonesia terus
meningkat. Hal ini didasarkan pada semakin meningkatnya tingkat konsumsi per
kapita per tahun dan semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Jagung
merupakan bahan dasar atau bahan olahan untuk minyak goreng, tepung maizena,
ethanol, asam organik, makanan kecil, dan industri pakan ternak (Rukmana,
5
Salah satu yang menyebabkan rendahnya produktivitas jagung saat ini adalah
keberadan organisme pengganggu tanaman yang dapat menurunkan produktivitas
jagung. Salah satu organisme yang terus ada dan dapat menurunkan produktivitas
tanaman jagung salah satunya adalah gulma. Gulma merupakan tumbuhan yang
tumbuh tidak pada waktu dan tempat yang tepat (Sembodo, 2010).
Menurut Sembodo
(2010), herbisida digunakan untuk mengendalikan gulma
karena dapat mengendalikan gulma sejak dini, efisien dalam waktu, tenaga kerja,
dan biaya, dapat mengendalikan gulma yang sulit untuk dikendalikan, dan
mencegah erosi serta mendukung konsep olah tanah konvensional (OTK).
Kekurangan dalam penggunaan herbisida yaitu perlu kecakapan khusus (teknik
aplikasi, pemilihan jenis herbisida, penentuan dosis, penanganan herbisida, dan
keamanan), investasi alat aplikasi, dan kelestarian serta kualitas lingkungan.
Keberhasilan aplikasi herbisida ditentukan oleh banyak hal, antara lain gulma
sasaran , herbisida yang digunakan, dan cara pengaplikasiannya. Syarat
pengaplikasian herbisida yang baik dirangkum dalam 4 tepat, yaitu tepat jenis,
tepat cara, tepat dosis, dan tepat waktu.
Berdasarkan selektivitasnya herbisida di bagi menjadi 2 yaitu, selektif dan
nonselektif. Herbisida selektif mempunyai spektrum pengendalian yang lebih
sempit, sedangkan herbisida nonselektif mempunyai spektrum pengendalian yang
lebih luas. Saat ini, banyak petani yang menggabungkan herbisida untuk
memperluas spektrum pengendalian gulma ( Djojosumarto, 2000 dalam
6
Penggunaan herbisida secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya
resistensi. Salah satu cara untuk mengatasi resistensi yaitu dilakukan dengan
mengubah formulasi dari herbisida tersebut atau dengan cara melakukan
pencampuran herbisida. Mesotrion adalah jenis herbisida baru dalam kelompok
triketon dan efektif terhadap spesies yang resisten terhadap herbisida triazin dan
herbisida penghambat ALS (Acetolactate synthase). Secara umum mesotrion
bertindak sebagai penghambat pigmen Hanh and Paul, (2002) dalam Wati dkk.,
(2015).
Aplikasi atrazin pada dosis yang tepat tidak akan meracuni tanaman jagung karena
atrazin bersifat selektif. Hal ini karena tanaman jagung mampu memetabolisme
atrazine menjadi hidroksiatrazine dan dikonjugasi oleh asam amino. Herbisida
jenis ini akan masuk melalui akar dan di serap oleh xilem bersama dengan air,
untuk kemudian bekerja dengan cara menghambat aliran elektron pada fotosystem
II. Pencampuran herbisida atrazin dan mesotrion diharapkan dapat meningkatkan
keefektifan dari masing-masing bahan aktif tersebut dalam mengendalikan gulma.
1.4
Kerangka Pemikiran
Produksi tanaman jagung dipengaruhi oleh berbagai hal yaitu perluasan areal
tanam, penggunaan pupuk berimbang, benih bermutu, sistem pengairan yang baik,
perlindungan tanaman, keadaan lingkungan tanam, dan sistem pola tanam.
Namun, teknik budidaya di lahan tidak selalu tepat. Oleh karena itu, perlu
dilakukan perbaikan teknik budidaya. Salah satu kegiatan dalam teknik budidaya
7
Kehadiran gulma pada lahan budidaya dapat menurunkan hasil produksi,
sedangkan jagung merupakan tanaman pangan penting sehingga kehadirannya
perlu dikendalikan, agar produksi yang didapat akan maksimal. Untuk mengatasi
masalah tersebut maka diperlukan suatu tindakan sehingga tidak menyebabkan
penurunan hasil. Ada banyak teknik untuk mengatasi masalah tersebut, antara
lain pengendalian secara kultur teknis, preventif, genetis, kimiawi, hayati, dan
terpadu. Dari berbagai teknik tersebut, metode pengendalian gulma secara
kimiawi menjadi pilihan utama para petani dalam mengatasi gulma. Metode
pengendalian gulma secara kimiawi lebih mudah dan lebih baik dalam
mengendalikan gulma karena dapat mengendalikan gulma sejak dini, efisien
dalam waktu, tenaga kerja, dan biaya, dapat mengendalikan gulma yang sulit
untuk dikendalikan, dan mencegah erosi serta mendukung konsep olah tanah
konvensional (OTK).
Kehadiran gulma di lahan budidaya pada awal pertumbuhan tanaman akan
mengakibatkan pertumbuhan tanaman budidaya menjadi tidak maksimal, karena
terjadi persaingan unsur hara antara tanaman budidaya dan gulma. Pada awal
pertumbuhan tanaman unsur hara merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi
tanaman, sehingga sejak awal telah dilakukan pengendalian gulma agar kebutuhan
nutrisi tanaman budidaya dapat tersedia dengan baik. Teknik pengendalian gulma
secara kimiawi merupakan teknik yang dipilih petani untuk mengendalikan gulma
8
Penggunaan satu jenis herbisida secara terus menerus dalam waktu yang lama
akan mengakibatkan timbulnya resistensi gulma terhadap herbisida tersebut.
Dalam hal ini, untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya yaitu melakukan
pencampuran herbisida dengan bahan aktif lain yang bukan dalam satu golongan
namun dengan mekanisme kerja yang tidak saling bertentangan. Penggunaan
herbisida campuran atrazin dan mesotrion dinilai tidak akan meracuni tanaman
jagung karena herbisida campuran ini bersifat selektif. Mekanisme kerja herbisida
atrazin yaitu menghambat aliran elektron pada fotosistem II, sedangkan
mekanisme kerja herbisida mesotrion yaitu menghambat fungsi enzim HPPD
yang menyebabkan pigmen karotenoid tidak terbentuk. Ketika herbisida atrazin
dan mesotrion dicampur dan diaplikasikan pada tumbuhan, maka pertumbuhan
gulma akan terhambat atau bahkan mati dikarenakan sistem fotosistesis
terganggu. Pencampuran herbisida diharapkan dapat memperluas spektrum
pengendalian gulma, dapat memperbaiki konsistensi pengendalian, meningkatkan
selektivitas terhadap tanaman pada dosis yang rendah, dan mengurangi biaya yang
akan digunakan untuk membeli herbisida.
1.5
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah disusun, hipotesis yang dapat disusun
adalah :
1.
Herbisida campuran atrazin dan mesotrion
dengan dosis ≥ 1,5 l/ha
mampu
mengendalikan gulma pada pertanaman jagung (
Zea mays
L.).
2.
Pencampuran herbisida dengan bahan aktif atrazin dan mesotrion tidak
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Informasi Umum Tanaman Jagung
Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Di
Indonesia, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah
padi. Berdasarkan urutan bahan makanan pokok di dunia, jagung menduduki
urutan ke 3 setelah gandum dan padi. Di daerah Madura, jagung banyak
dimanfaatkan sebagai makanan pokok. Akhir-akhir ini tanaman jagung semakin
meningkat penggunaannya. Tanaman jagung banyak sekali gunanya, antara lain,
pakan ternak , pupuk hijau atau kompos, dan pulp (bahan kertas) (Krisnamurthi,
2010).
Rendahnya produksi jagung di tingkat petani dapat mempengaruhi produksi
secara Nasional. Hal ini dimungkinkan ada kaitannya dengan pengunaan varietas,
pengolahan tanah dan kepadatan tanaman persatuan luas yang tidak sesuai untuk
pertumbuhan tanaman jagung, dan keragaman produktivitas tersebut diduga
disebabkan adanya perbedaan penggunaan benih bersertifikat, teknologi budidaya
kurang memadai, pola tanam yang tidak sesuai, ketidaktersediaan air dan kondisi
10
Saat ini tidak sedikit petani yang memilih menggunakan benih jagung hibrida.
Kelebihan jagung hibrida yaitu tahan terhadap penyakit bulai yang disebabkan
oleh
Sclerospora maydis
, umur panen yang sedang yaitu 90 sampai 120 hari, dan
kualitas dan kuantitas produksi lebih baik. Tetapi jagung hibrida mempunyai
beberapa kelemahan dibandingkan varietas bersari bebas yaitu harga benihnya
yang lebih mahal dan hanya dapatdigunakan maksimal 2 kali turunan dan tersedia
dalam jumlah terbatas.
2.1.1 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung (
Zea mays
L.)
Tanaman jagung berasal dari daerah tropis yang dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan di luar daerah tersebut. Jagung tidak menuntut persyaratan lingkungan
yang terlalu ketat, dapat tumbuh pada berbagai macam tanah bahkan pada kondisi
tanah yang agak kering. Tetapi untuk pertumbuhan optimalnya, jagung
menghendaki beberapa persyaratan.
a)
Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah
beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang basah.
Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50 derajat LU
hingga 0-40 derajat LS.
b)
Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan
curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase
pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup
air. Sebaiknya jagung ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim
11
c)
Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari.
Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/
merana, dan memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat
membentuk buah.
d)
Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34O C, akan tetapi bagi
pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara
23-27O C. Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang
cocok sekitar 30O C.
e)
Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik
daripada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji
dan pengeringan hasil (Tim Karya Mandiri, 2010).
1.2
Gulma dan Pengelolaan Gulma
Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu dan merugikan kepentingan
manusia sehingga manusia berusaha mengendalikannya (Sembodo, 2010).
Sastrautomo (1998) dalam Palijama dkk., (2012) menyatakan bahwa gulma dapat
merugikan pertumbuhan dan hasil tanaman karena bersaing dalam mendapatkan
unsur hara, air, cahaya, dan sarana tumbuh lainnya.
Kerugian yang ditimbulkan oleh gulma diantaranya adalah dapat menurunkan
kualitas dan kuantitas hasil pertanian tergantung jenis tanaman, iklim, jenis
gulma, dan praktek pertanian (Sihombing dkk., 2012).
Sembodo (2010) menyatakan bahwa gulma dalam agroekosistem menimbulkan
12
daya, mempersulit pemeliharaan tanaman, sebagai inang hama dan penyakit
menurunkan kualitas dan kuantitas hasil tanaman, sehingga mengakibatkan
kerugian financial. Karena itulah, sejak diketahui bahwa keberadaan gulma dalam
agroekosistem dapat menyebabkan menurunkan hasil tanaman, maka manusia
berusaha untuk mengendalikannya.
Fadhly dan Tabrani (2004) menyatakan bahwa gulma menyaingi tanaman
terutama dalam memperoleh air, hara, dan cahaya. Beberapa jenis gulma tumbuh
lebih cepat dan lebih tinggi selama stadia pertumbuhan awal jagung, sehingga
tanaman jagung kekurangan cahaya untuk fotosintesis. Gulma yang melilit dan
memanjat tanaman jagung dapat menaungi dan menghalangi cahaya pada
permukaan daun, sehingga proses fotosintesis terhambat yang pada akhirnya
menurunkan hasil.
Teknik pengendalian gulma yang digunakan tergantung pada tingkat usaha tani,
kultur teknis, kemampuan teknologi , dan status ekonomi petani. Pengendalian
gulma pada tanaman jagung dapat dilakukan secara manual (penyiangan mekanis)
dan secara kimiawi (menggunakan herbisida). Pengendalian gulma di Indonesia
masih banyak dilakukan dengan tenaga manusia. Meskipun demikian,
penggunaan herbisida menunjukkan peningkatan (Abadi dkk., 2013).
Sembodo (2010) menyatakan bahwa metode pengendalian gulma dapat dilakukan
secara non kimia (preventif, manual, mekanis, kultur teknis, dan hayati) dan
kimia. Menurut Purwono (2008), gulma dapat menurunkan hasil jagung, oleh
karena itu, sebaiknya pertanaman jagung bebas gulma saat tanam hingga sepertiga
13
1.2
Herbisida
Moenandir (2010), herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada
lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan
penurunan hasil. Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis
tanaman pertanian. Namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan
tersebut karena kompetisi dalam mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya
matahari, dan atau keluarnya substansi alelopati, tumbuhan lain ini tidak
diinginkan keberadaannya.
Berbagai keunggulan yang dimiliki herbisida membuat para petani lebih memilih
mengunakan herbisida untuk mengendalikan gulma dibandingkan dengan
menggunakan teknik pengendalian lainnya. Ketika petani telah menemukan
herbisida yang tepat untuk mengendalikan gulma, maka herbsisda tersebut akan
digunakan dalam waktu yang lama.
Pengendalian gulma selama ini terbatas pada penggunaan herbisida tunggal
dengan satu jenis bahan aktif dan spesifik. Jenis herbisida selektif hanya mampu
mengendalikan satu jenis gulma, dimana apabila salah satu gulma dikendalikan,
maka gulma jenis lain yang lebih tahan akan menjadi dominan pada lahan, dan
dapat menimbulkan masalah baru (Umiyati, 2005) dalam Guntoro dan Fitri
(2013).
Penggunaan satu jenis herbisida yang digunakan secara berkelanjutan dalam
waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya resistensi. Resistensi herbisida
14
besar dari yang biasa digunakan. Untuk mengatasi adanya resistensi tersebut
dilakukan pencampuran herbisida. Pencampuran herbisida diharapkan dapat
memperluas spektrum pengendalian gulma, dapat memperbaiki konsistensi
pengendalian, meningkatkan selektivitas terhadap tanaman pada dosis yang
rendah, dan mengurangi biaya yang akan digunakan untuk membeli herbisida.
Ketika dilakukan pencampuran bahan aktif herbisida, hasil campuran tersebut
dapat berupa interaksi yang bersifat sinergis, aditif, atau antagonis, dengan
demikian, pencampuran herbisida akan sangat mempengaruhi toksisitas dari
masing-masing komponen bahan aktif herbisida. Apabila campuran herbisida
menimbulkan efek normal atau bahkan meningkatan pengaruh herbisida, maka
interaksi pencampuran tersebut dikatakan sinergis. Namun jika campuran
herbisida menurunkan pengaruh terhadap gulma sasaran, maka pencampuran
tersebut dikatakan antagonis (Wati dkk., 2015).
Herbisisda atrazin merupakan herbisida pra tumbuh yang bersifat selektif untuk
tanaman jagung sehingga dapat digunakan tanpa meracuni tanaman. Herbisida
atrazin merupakan salah satu herbisida dalam kelompok triazin. Herbisida jenis
ini akan masuk melalui akar dan diserap oleh xilem bersama dengan air, untuk
kemudian bekerja dengan cara menghambat aliran elektron pada fotosistem II.
Gulma yang teracuni oleh atrazin akan mengalami klorosis yang dimulai dari
tepian daun hingga mengalami kematian ((Ismail & Kalithasan, 1999; Hess, 2000;
15
Rumus molekul herbisida atrazin adalah C8H14ClN5 dengan rumus bangun seperti
pada Gambar 1 (Tomlin, 2004).
Rumus Molekul (C8H14ClN5 )
Gambar 1. Struktur molekul Atrazin
Mesotrion merupakan anggota dari famili yang disebut triketon. Herbisida dalam
famili triketon bekerja dengan menghambat fungsi dari enzim HPPD (
p-hidroksi-fenil-piruvat dehidrogenase)
yang menyebabkan pigmen karotenoid tidak
terbentuk, sehingga mengganggu fotosintesis pada tumbuhan yang pada akhirnya
akan menimbulkan gejala
bleaching
kemudian mati ((Ismail & Kalithasan, 1999;
Hess, 2000; Martin, 2000; Read & Cobb, 2000; Vencill dkk.,
2002) dalam
Hasanudin, 2013).
Rumus molekul herbisida mesotrion adalah C14H13NO7S dengan rumus bangun
seperti pada Gambar 2 (Syngenta, 2010).
Rumus Molekul (C14H13NO7S)
16
III. BAHAN DAN METODE
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Haji Mena, Kecamatan Natar,
Kabupaten Lampung Selatan dengan jenis tanah ultisol dan di Laboratorium
Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Desember 2014
hingga April 2015.
3.2
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih jagung hibrida pioneer 27, pupuk NPK
(Phonska), dan herbisida dengan merk dagang Lares 550 SC yang berbahan aktif
ganda (
premix
) dengan kandungan atrazin 500 g/l dan mesotrion 50 g/l.
Sedangkan alat yang digunakan adalah timbangan ohaus, gelas ukur,
knapsack
sprayer
, ember plastik, pipet
ruber bulb
, oven , arit atau sabit,
moisture tester
,
kantong plastik, patok bambu, meteran, cangkul, dan amplop kertas.
3.3
Metode Penelitian
Untuk menjawab pertanyaaan dalam rumusan masalah dan untuk menguji
hipotesis yang ada, perlakuan diterapkan pada petak percobaan dalam penelitian
ini menggunakan percobaan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 7
17
mesotrion dengan dosis (500+50) g/ha ; (750+75) g/ha ; (1000+100) g/ha ;
(1250+125) g/ha ; (1500+150) g/ha serta penyiangan mekanis, dan kontrol.
Herbisida yang di uji adalah herbisida campuran atrazin dan mesotrion dan
sebagai pembanding untuk melihat pengaruh herbisida terhadap tanaman jagung,
digunakan perlakuan penyiangan secara manual pada 3 dan 6 minggu Setelah
Aplikasi (MSA), dan untuk menilai pengaruh herbisida terhadap pertumbuhan
gulma, maka digunakan kontrol (tanpa pengendalian gulma). Untuk menguji
homogenitas ragam digunakan uji Bartlett dan additifitas data diuji dengan
menggunakan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi, maka data akan dianalisis dengan
sidik ragam dan uji perbedaan nilai tengah perlakuan akan di uji dengan uji Beda
Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5 %.
3.4
Pelaksanakan Penelitian
3.4.1
Penentuan Petak Perlakuan
Lahan percobaan yang akan diaplikasi herbisida campuran atrazin dan mesotrion
dengan berbagai taraf dosis disiapkan dengan melakukan pembajakan sebanyak
dua kali. Kemudian dibuat petak-petak percobaan sebanyak 32 petak perlakuan.
18
Di bawah ini merupakan skema tata letak percobaan yang dilakukan :
I
II
III
IV
Keterangan :
P1: Atrazin + mesotrion (500+50) g/ha
P2: Atrazin + mesotrion (750+75) g/ha
P3: Atrazin + mesotrion (1000+100) g/ha
P4: Atrazin + mesotrion (1250+125) g/ha
P5 : Atrazin + mesotrion (1500+150) g/ha
P6: Penyiangan mekanis
P7: Kontrol
Gambar 3. Tata Letak Percobaan
3.4.2
Penanaman
Penanaman benih jagung dilakukan setelah dilakukan olah tanah yang kedua dan
setelah dilakukan pengeplotan. Jarak tanam yang digunakan adalah 20 cm x 80
cm. Penanaman dilakukan dengan cara ditugal dan diberi satu benih per lubang.
Kegiatan pemupukan dilakukan pada umur 15 dan 30 Hari Setelah Tanam (HST)
dengan menggunakan pupuk NPK Phonska dengan Dosis 300 kg/ha dan urea 100
kg/ha.
P1
P2
P3
P3
P5
P7
P3
P4
P5
P6
P8
P1
P6
P7
P8
P2
P3
P5
P8
P7
P6
P5
P3
P2
19
3.4.3
Aplikasi Herbisida Campuran Atrazin dan Mesotrion
Aplikasi herbisida dilakukan pada plot-plot yang ada sesuai dengan dosis yang
telah ditetapkan sebelumnya. Sebelum melakukan apliaksi, dilakukan kalibrasi
untuk mengetahui volume semprot yang dibutuhkan dan untuk melakukan
pengecekan apakah terjadi kerusakan pada sprayer yang akan digunakan.
Herbisida diaplikasikan 10 hari setelah penanaman benih jagung dengan
menggunakan
knapsack sprayer
bernosel biru, volume semprot yang digunakan
sebanyak 500 l/ha. Penyemprotan herbisida dilakukan pada pagi hari dengan
mempertahankan nosel pada ketinggian 40-50 cm di atas permukaan tanah
sehingga menghasilkan lebar bidang semprot 1,5 m, dilakukan sebanyak tiga kali
jalan.
3.4.4
Pengambilan Sampel Gulma
Pengambilan sampel gulma dilakukan 2 kali yaitu pada 3 Minggu Setelah
Aplikasi (MSA) dan pada 6 MSA. Petak pengambilan sampel gulma seperti pada
20
Berikut merupakan bagan pengambilan gulma dari masing-masing petak contoh
seluas 0,5 m x 0,5 m dan petak panen pada tanaman tengah.
Keterangan :
Gulma pada petak contoh yang diambil 3 MSA
Gulma pada petak contoh yang diambil 6 MSA
Petak panen
Gambar 4. Bagan petak pengambilan gulma
12
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
x x x x x
2 1
1 2
x x x
x
x
x
x x x
x x x
x x x
x x x
x x x
x x x
x x x
4 m 1 m
21
3.5
Pengamatan
Untuk menguji kerangka pemikiran dan hipotesis, maka dilakukan pengamatan
pada beberapa variabel seperti berikut ini :
3.5.1
Gulma
1.
Bobot Kering Gulma
Pengamatan bobot kering gulma dilakukan dengan cara gulma di potong tepat
setinggi permukaan tanah pada petak contoh seluas 0,5 m x 0,5 m, kemudian
gulma dipilih sesuai jenisnya. Selanjutnya gulma dikeringkan dengan mengoven
selama 48 jam dengan suhu konstan 80°C hingga mencapai bobot yang konstan
dan kemudian ditimbang.
Bobot kering ini kemudian akan dianalisis secara statistika, dan dari hasil
pengolahan data tersebut akan diperoleh kesimpulan mengenai keberhasilan
efikasi herbisida yang digunakan. Bobot kering gulma yang diamati adalah bobot
gulma total, bobot gulma per golongan, dan bobot gulma dominan.
2.
Summed Dominance Ratio (SDR)
Nilai SDR ini selanjutnya akan digunakan untuk menetukan jenis dan urutan
gulma dominan yang ada di lahan pertanaman jagung. Nilai SDR dapat dicari
setelah didapat nilai bobot kering gulma, nilai SDR untuk masing-masing spesies
gulma pada petak percobaan dicari dengan rumus, sebagai berikut :
a.
Dominan Mutlak (DM)
22
b.
Dominansi Nisbi
Dominansi Nisbi =
� � ��� � � ��
�
%
c.
Frekuensi Mutlak (FM)
Jumlah Kemunculan gulma tertentu pada setiap ulangan.
d.
Frekuensi Nisbi (FN)
Frekuensi Nisbi (FN) =
� � � �� � �
�
%
e.
Nilai Penting
Jumlah Nilai peubah Nisbi yang digunakan (DN + FN)
f.
Summed Dominance Ratio (SDR)
SDR =
� � �� � �ℎ � � �� ℎ
=
�
3.5.2
Tanaman
Variabel yang diamati pada tanaman jagung adalah :
1.
Perkecambahan
Pengamatan perkecambahan benih jagung dilakukan pada minggu pertama dan
kedua setelah tanam. Pengamatan dilakukan secara visual dengan menghitung
semua tanaman yang tumbuh. Persentase daya perkecambahan benih merupakan
perbandingan antara benih yang tumbuh dan benih yang ditanam atau dapat ditulis
sebagai berikut :
23
2.
Fitotoksisitas
Menurut Kementerian Pertanian (2012), tingkat keracunan dinilai secara visual
terhadap populasi tanaman dalam petak percobaan, diamati pada 1, 2, dan 3
minggu setelah aplikasi herbisida.
Skoring keracunan sebagai berikut :
0 = Tidak ada keracunan, 0
–
5% bentuk atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman tidak normal.
1 = Keracunan ringan, >5 - 20% bentuk atau warna daun dan atau pertumbuhan
tanaman tidak normal.
2 = keracunan sedang, >20 - 50% bentuk atau warna daun dan atau pertumbuhan
tanaman tidak normal.
3 = Keracunan berat, >50 - 75% bentuk atau warna daun dan atau pertumbuhan
tanaman tidak normal.
4 = keracunan sangat berat, >75% bentuk atau warna daun dan atau pertumbuhan
tanaman tidak normal sampai tanaman mati.
Sistem skoring ini untuk membandingkan pertumbuhan tanaman jagung pada
petak yang di aplikasi dengan tanaman yang sehat dari petak yang diberi
perlakuan penyiangan manual 1, 2 dan 3 MSA.
3.
Tinggi Tanaman
Diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung daun teratas.
Pengamatan dilakukan terhadap 10 contoh tanaman yang diambil secara
24
4.
Hasil Pipilan Kering
Pengamatan hasil pipilan kering jagung dilakukan terhadap petak perlakuan yang
berada di tengan dengan ukuran 4,0 m x 2,4 m. Pengukuran dilakukan pada saat
panen. Bobot jagung pipilan kering panen dikonversikan pada bobot jagung
pipilan kering kadar air 14 % dengan rumus :
KA 14 % -=
− � �55
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan seperti
berikut :
1. Herbisida atrazin dan mesotrion pada dosis (500+50) g/ha hingga (1500+150)
g/ha dapat mengendalikan pertumbuhan gulma total, gulma golongan teki,
Cyperus rotundus,
dan
Celosia argenthea
pada 3 Minggu Setelah Tanam
(MSA), sedangkan pada 6 MSA tidak dapat mengendalikan gulma.
2. Herbisida atrazin dan mesotrion pada dosis (500+50) g/ha hingga (1500+150)
g/ha dapat mengendalikan gulma golongan daun lebar,
Richardia brasiliensis
dan
Commelina benghalensis
hingga 6 MSA.
3. Herbisida atrazin dan mesotrion pada dosis (500+50) g/ha hingga (1500+150)
g/ha tidak dapat mengendalikan gulma golongan rumput, dan
Rottboellia
exaltata
hingga 6 MSA.
4. Herbisida atrazin dan mesotrion pada dosis (500+50) g/ha hingga (1500+150)
g/ha tidak mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman jagung (
Zea
55
5.2
Saran
Perlu dilakukan penelitian serupa dengan meningkatkan dosis herbisida
atrazin+mesotrion yang digunakan untuk meningkatkan efektivitas dalam
56
PUSTAKA ACUAN
Abadi I.J., H.T. Sebayang, & E. Widaryanto.2013. Pengaruh Jarak Tanam dan
Teknik Pengendalian Gulma pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Ubi
Jalar (
Ipoema batatas
L).
Jurnal Produksi Tanaman. 1 (2).
Bilman, W.S. 2001. Pergeseran Komposisi Gulma pada Beberapa Jarak Tanam
Jagung dan Pengolahan Tanah.
Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia
. 3
(1): 25-30.
Cristoporus & Sulaeman. 2009. Analisis Produksi dan Pemasaran Jagung di Desa
Labuan Toposo Kecamatan Tawaeli Kabupaten Donggala.
Jurnal Agroland.
16 (2) ; 141-147
Fadhly, A. F. dan F. Tabrani. 2004. Pengendalian Gulma pada Pertanaman
Jagung.
Seminar Mingguan Balai Penelitian Tanaman Serealia
. Maros
Girsang, W. 2005. Pengaruh Tingkat Dosisi Herbisida Isopropilamina Glifosat
dan Selang Waktu Terjadinya Pencucian Setelah Aplikasi terhadap
Efektivitas Pengendalian Gulma pada Perkebunan Karet (Hevea
brasiliensis) TBM.
Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian
. 3( 2) 2005:
31-36.
Guntoro D, T.Y. Fitri. 2013. Aktivitas Herbisida Campuran Bahan Aktif
Cyhalofop-Butyl dan Penoxsulam terhadap Beberapa Jenis Gulma Padi
Sawah.
Jurnal Bul Agrohorti
. 1 (1) : 140-148
Hasanudin. 2013. Aplikasi Beberapa Dosis Herbisida Campuran Atrazin dan
Mesotrion pada Tanaman Jagung: Karakteristik Gulma.
Jurnal Agrista
. 17 ( 1).
Jamilah. 2013. Pengaruh Penyiangan Gulma dan Sistem Tanam terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Sawah (
Oriza sativa
L).
Jurnal
Agrista
. 17 (1).
57
Kementrian Pertanian. 2012.
Metode
Standar Pengujian Efikasi Herbisida
Tahun 2012
. Departemen Pertanian. Jakarta. 257 hlm.
Kimball, dan W.Jhon . 1987.
Biologi Edisi kelima Jilid 2. Erlangga. Jakarta
Krisnamurti B. 2010. Manfaat Jagung dan Peran Produk Bioteknologi Serealia
dalam Menghadapi Krisis Pangan, Pakan dan Energi di Indonesia.
Prosiding Pekan Serealia Nasional
Marpaung I.S, Y. Parto, E. Sodikin. 2013. Evaluasi Kerapatan Tanam dan Metode
Pengendalian Gulma pada Budidaya Padi Tanam Benih Langsung di Lahan
Sawah Pasang Surut.
Jurnal Lahan Suboptimal. 2 (1) : 93-99
Moenandir J . 2010.
Ilmu Gulma
. 2010. Universitas Brawijaya Press. Malang.
162 hlm
Mustajab, D.R.J. Sembodo, & H. Hamim.2015. Efikasi Herbisida Atrazin
terhadap Gulma Umum pada Lahan Budidaya Tanaman Jagung (
Zea mays
L.).
Jurnal Penelitian Pertanian Terapan
. 15 (1): 8-14
Palijawa W., J. Riry, & A.Y. Wattimena. 2012. Komunitas Gulma pada
Pertanaman Pala (
Myristica fragrans
H) Belum Menghasilkan dan
Menghasilkan di Desa Hutumuri Kota Ambon.
Jurnal Agrologia. 1 (2):
134-142
Pranasari, R.A, T. Nurhidayati, dan K.I Purwani,. 2012. Persaingan Tanaman
Jagung
(Zea mays)
dan Rumput Teki
(Cyperus rotundus)
pada Pengaruh
Cekaman Garam (NaCl
). Jurnal Sains dan Seni
ITS. 1 (1) ISSN:
2301-928X
Purwono, dan R. Hartono . 2008.
Bertanam Jagung Unggul
. Penebar Swadaya.
Jakarta. 68 hlm
Rukmana, R. 1997.
Usaha Tanaman Jagung
. Kanisius. Yogyakarta. 109 hlm
Sembodo, D. R. J. 2010
. Gulma dan Pengelolaannya
. Graha Ilmu. Yogyakarta.
166 hlm.
Sihombing A, S. Fatonah, & F. Silviana. 2012. Pengaruh Alelopati
Calopogonium
mucunoides
Desv. terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Anakan
Gulma
Asystasia gangetica
(L.) T. Anderson.
Jurnal Biospecies.
5 (2) :
5-11.
58
Syngenta. 2010. Calaris. Product use. Available on : www.
Syngenta-crop.co.uk/pdfs/product/ Calaris_uk_label. Pdf. (Diakses tanggal 16 Juli
21015)
Tampubolon 1 . 2010. Uji Efektivitas Herbisida Tunggal Maupun Campuran
dalam Pengendalian
Stenochlaena palustris
di Gawangan Kelapa Sawiit.
(Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Sumatra Utara
Tomlin, C. D. S. 2004.
The e-Pesticides Manual version 3.0 (thriteenth edition)
.
British Crop Protection Council.
Tim Karya Tani Mandiri. 2010.
Pedoman Bertanam Jagung.
Nuansa Aulia.
Bandung. 208 hlm