• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI OPTIMASI POLA OPERASI IRIGASI DI DAERAH IRIGASI LAMBUNU PROPINSI SULAWESI TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI OPTIMASI POLA OPERASI IRIGASI DI DAERAH IRIGASI LAMBUNU PROPINSI SULAWESI TENGAH"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

OPTIMIZATION STUDY OFIRRIGATION OPERATIONAL PATTERN IN LAMBUNU IRRIGATION AREA – CENTRAL SULAWESI PROVINCE

By:

ASLINDA WARDANI

Lambunu Irrigation Area is administratively part of ParigiMoutong Regency, Central Sulawesi Province. This irrigation area is supplied by Lambunu River through its intake in Lambunu Weir and the irrigation water is supplied gravitationally. In the year 2014, planting pattern used in the area was paddy-paddy with 3,825 ha and 3,645 ha for planting schedule I and II, respectively.

Irrigation operational pattern in Lambunu varied due to the development in irrigation system, the decrease of function of irrigation structures, the change of cropping pattern, and the fluctuation of irrigation water availability. Today, Lambunu Irrigation Area captures 5,041 ha of potential areas. Due to the changes in irrigation system and water availability, it is necessary to do some optimization in irrigation operational patern in Lambunu in order to find optimum planting area and optimum farming production.

Of some alternatives irrigation operational patterns, carried out based on grouped and rotation system for paddy-paddy-secondary crops, the most optimum irrigation operational patterns has been found. It is irrigation operational patterns with ungrouped system and three planting schedules as follows:

 Paddy I is in December I to March II

 Paddy II is in April I to July II

 Secondary crops in August I to November II

Crop intensity for paddy and secondary crops in the area is 200% and 23%-28%, respectively. Grouped system will give the same result. However, it will reduce the maximum discharge of irrigation water demand.

(2)

ABSTRAK

STUDI OPTIMASI POLA OPERASI IRIGASI

DI DAERAH IRIGASI LAMBUNU PROPINSI SULAWESI TENGAH

Oleh

ASLINDA WARDANI

Daerah Irigasi Lambunu secara administratif berada di wilayah Kabupaten Parigi Moutong, Propinsi Sulawesi Tengah. Daerah irigasi ini memanfaatkan air Sungai Lambunu sebagai sumber air irigasinya yang diambil melalui bangunan pengambilan di Bendung Lambunu. Air irigasi dialirkan dengan sistem gravitasi untuk mengairi areal pertaniannya. Pada tahun 2014, pola tanam yang diterapkan adalah padi – padi dengan luas tanam/fungsional tahun 2014 pada masa tanam padi I seluas 3.825 Ha dan masa tanam padi II seluas 3.645 Ha.

Pola operasi Daerah Irigasi Lambunu mengalami banyak perubahan akibat dari pembangunan jaringan irigasi, penurunan fungsi jaringan irigasi dan perubahan tata guna lahan serta kondisi ketersediaan air irigasi. Pembangunan jaringan irigasi Daerah Irigasi Lambunu saat ini mempunyai luas potensial adalah 5.041 Ha. Dengan adanya perubahan – perubahan tersebut, terutama ketersediaan air maka dilakukan studi optimasi pola operasi irigasi untuk diperoleh luas tanam yang optimal sehingga produktivitas pertanian juga optimal.

Dari beberapa alternatif pola operasi irigasi yang direncanakan berdasarkan perbedaan awal tanam dan sistem pemberian air (tanpa golongan, 2 golongan dan 3 golongan) serta dengan menerapkan pola tanam padi – padi – palawija dalam 1 tahun periode tanam, maka diperoleh pola operasi irigasi optimal yaitu pola tanam dengan menerapkan sistem pemberian air secara serentak/tanpa golongan, dengan periode masa tanam padi I adalah Des I s/d Mar II, periode masa tanam padi II adalah Apr I s/d Jul II dan periode masa tanam palawija adalah Aug I s/d Nop II. Nilai intensitas tanam dalam 1 tahun periode tanam adalah 200% untuk tanam padi dan 23%-28% untuk tanaman palawija. Penerapan sistem golongan pada sistem pemberian air akan mengurangi debit puncak kebutuhan air irigasi.

(3)

STUDI OPTIMASI POLA OPERASI IRIGASI

DI DAERAH IRIGASI LAMBUNU

PROPINSI SULAWESI TENGAH

Oleh

ASLINDA WARDANI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER TEKNIK

Pada

Program Pascasarjana Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(4)

STUDI OPTIMASI POLA OPERASI IRIGASI

DI DAERAH IRIGASI LAMBUNU

PROPINSI SULAWESI TENGAH

(Tesis)

Oleh

ASLINDA WARDANI

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1. Peta Lokasi Kecamatan Bolano Lambunu ... 28 Gambar 3.2. Skema Jaringan Irigasi D.I. Lambunu A= 5041,07 Ha ... 32 Gambar 3.3. Debit Andalan Sungai Lambunu ... 34 Gambar 3.4. Bagan Alir Penelitian “Studi Optimasi Pola Operasi Irigasi

Daerah Irigasi Lambunu Propinsi Sulawesi Tengah” ... 38 Gambar 4.1. Grafik Debit Andalan Sungai Lambunu (Q80%) dan

Debit Kebutuhan Air Irigasi DI. Lambunu Pola Tanam 0 .... 47 Gambar 4.2. Grafik Debit Andalan Sungai Lambunu (Q80) dan

Debit Kebutuhan Air Irigasi DI. Lambunu Skenario TG ... 63 Gambar 4.3. Grafik Debit Andalan Sungai Lambunu (Q80) dan Debit

Kebutuhan Air Irigasi DI. Lambunu Skenario G2-A ... 77 Gambar 4.4. Grafik Debit Andalan Sungai Lambunu (Q80) dan Debit

Kebutuhan Air Irigasi DI. Lambunu Skenario G2-B ... 78 Gambar 4.5. Grafik Debit Andalan Sungai Lambunu (Q80) dan Debit

Kebutuhan Air Irigasi DI. Lambunu Skenario G2-C ... 79 Gambar 4.6. Grafik Debit Andalan Sungai Lambunu (Q80) dan Debit

Kebutuhan Air Irigasi DI. Lambunu Skenario G2-D ... 80 Gambar 4.7. Grafik Debit Andalan Sungai Lambunu (Q80) dan Debit

Kebutuhan Air Irigasi DI. Lambunu Skenario G2-E ... 81 Gambar 4.8. Grafik Debit Andalan Sungai Lambunu (Q80) dan Debit

Kebutuhan Air Irigasi DI. Lambunu Skenario G2-F ... 82 Gambar 4.9. Grafik Debit Andalan Sungai Lambunu (Q80) dan Debit

Kebutuhan Air Irigasi DI. Lambunu Skenario G3-A ... 87 Gambar 4.10. Grafik Debit Andalan Sungai Lambunu (Q80) dan Debit

Kebutuhan Air Irigasi DI. Lambunu Skenario G3-B ... 91 Gambar 4.11. Grafik Debit Andalan Sungai Lambunu (Q80) dan Debit

Kebutuhan Air Irigasi DI. Lambunu Skenario G3-C ... 95 Gambar 4.12. Grafik Debit Andalan Sungai Lambunu (Q80) dan Debit

(6)

DAFTAR ISI

2.5.1. Debit Andalan Berdasarkan Data Debit ... 13

2.5.2. Debit Andalan Berdasarkan Data Hujan ... 14

2.6. Kebutuhan Air di Sawah ... 19

2.6.1. Penyiapan Lahan ... 21

2.6.2. Kebutuhan Air untuk Konsumtif Tanaman ... 22

2.6.3. Koefisien Tanaman ... 22

2.6.4. Perkolasi dan Rembesan ... 23

2.6.5. Pergantian Lapisan Air (Water Layer Requirement) ... 24

(7)

ii

3.3. Curah Hujan Efektif ... 35

3.4. Evapotranspirasi Potensial ... 36

3.5. Pola Tanam Saat ini... 37

3.6. Prosedur Penelitian ... 37

3.6.1. Pengumpulan Data ... 39

3.6.2. Metode Analisa Data ... 40

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1. Debit Kebutuhan Air Irigasi dan Keseimbangan Air Saat Ini ... 43

4.1.1. Kebutuhan Air Irigasi Netto di Sawah (NFR) dengan Pola Tanam Saat Ini... 44

4.1.2. Debit Kebutuhan Air Irigasi dan Keseimbangan Air Saat Ini ... 46

4.2. Skenario Optimasi ... 48

4.2.1. Skenario TG ... 49

4.2.2. Skenario G2 ... 50

4.2.3. Skenario G3 ... 54

4.3. Kebutuhan Air Netto di Sawah (NFR) dengan Pola Tanam Optimasi ... 58

4.4. Debit Kebutuhan Air Irigasi dan Keseimbangan Air pada D.I. Lambunu dengan Pola Tanam Optimasi ... 61

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Nilai Exposed Surface (m) Berdasarkan Jenis Tutupan Lahan .. 17 Tabel 2.2. Harga – Harga Koefisien Tanaman Padi dan Palawija ... 23 Tabel 2.3. Nilai Efisiensi Irigasi ... 26 Tabel 3.1. Curah Hujan R80 dan Curah Hujan Efektif Re untuk

D.I. Lambunu ... 35 Tabel 3.2. Evaportranpirasi Potensial untuk DI. Lambunu ... 37 Tabel 4.1. Rekapitulasi Kebutuhan Air Irigasi Netto di Sawah (NFR)

untuk D.I. Lambunu (Pola Tanam 0) ... 45 Tabel 4.2. Debit Kebutuhan Irigasi D.I. Lambunu dan Keseimbangan Air

Pada Pola Tanam 0 ... 47 Tabel 4.3. Masa Tanam Masing-Masing Alternatif NFR ... 48 Tabel 4.4. Pola Tanam D.I. Lambunu pada Pada Skenario TG ... 49 Tabel 4.5. Tipe Pengelompokkan Petak Tersier pada D.I. Lambunu

dengan Sistem 2 Golongan ... 51 Tabel 4.6. Pola Tanam D.I. Lambunu pada Pada Skenario G2 ... 53 Tabel 4.7. Tipe Pengelompokkan Petak Tersier pada D.I. Lambunu

dengan Sistem 3 Golongan ... 56 Tabel 4.8. Kombinasi Pola Tanam D.I. Lambunu pada Skenario G3 ... 57 Tabel 4.9. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kebutuhan Air Netto di Sawah

D.I. Lambunu ... 60 Tabel 4.10. Debit Kebutuhan Irigasi D.I. Lambunu pada Skenario TG ... 61 Tabel 4.11. Luas Areal Maksimum yang dapat dicapai pada Skenario TG . 62 Tabel 4.12. Intensitas Tanam DI. Lambunu pada Skenario TG ... 62 Tabel 4.13. Rekapitulasi Debit Kebutuhan Air Irigasi D.I. Lambunu

Skenario G2-A ... 64 Tabel 4.14. Rekapitulasi Debit Kebutuhan Air Irigasi D.I. Lambunu

Skenario G2-B ... 66 Tabel 4.15. Rekapitulasi Debit Kebutuhan Air Irigasi D.I. Lambunu

Skenario G2-C ... 67 Tabel 4.16. Rekapitulasi Debit Kebutuhan Air Irigasi D.I. Lambunu

Skenario G2-D ... 69 Tabel 4.17. Rekapitulasi Debit Kebutuhan Air Irigasi D.I. Lambunu

(9)

iv

Halaman Tabel 4.18. Rekapitulasi Debit Kebutuhan Air Irigasi D.I. Lambunu

Skenario G2-F ... 72 Tabel 4.19. Luas Areal Maksimum yang dapat dicapai pada Skenario G2 .. 74 Tabel 4.20. Intensitas Tanam DI. Lambunu pada Skenario G2 ... 75 Tabel 4.21. Rekapitulasi Debit Kebutuhan Air Irigasi D.I. Lambunu

Skenario G3-A ... 84 Tabel 4.22. Rekapitulasi Debit Kebutuhan Air Irigasi D.I. Lambunu

Skenario G3-B ... 88 Tabel 4.23. Rekapitulasi Debit Kebutuhan Air Irigasi D.I. Lambunu

Skenario G3-C ... 92 Tabel 4.24. Rekapitulasi Debit Kebutuhan Air Irigasi D.I. Lambunu

Skenario G3-D ... 96 Tabel 4.25. Luas Areal Maksimum yang dapat dicapai dan Intensitas Tanam

(10)
(11)
(12)
(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, pada tanggal 21 Januari 1979, anak kedua dari enam bersaudara, dari Bapak Aliun, T dan Ibu Roslaini.

(14)

SANWACANA

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, ridho, dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis dengan judul “Studi Optimasi Pola Operasi Irigasi Di Daerah Irigasi Lambunu Propinsi Sulawesi Tengah” merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Teknik di Universitas Lampung.

Tesis ini dapat diselesaikan dengan bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari semua pihak dari proses perkuliahan sampai pada saat penulisan tesis ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M. Sc selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung;

2. Bapak Gatot Eko Susilo, S.T., M.Sc., Ph.D selaku Pembimbing Utama yang dengan bijaksana yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan kesempatan untuk mengarahkan penulis dalam menyelesaian tesis ini;

3. Ibu Dr. Dyah Indriana K, S.T., M.Sc. selaku Pembimbing Kedua dan Ketua Program Magister Teknik Sipil Universitas Lampung yang dengan bijaksana dan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, saran, kritik dan arahan dalam proses penyelesaian tesis ini;

4. Bapak Ir. Ahmad Zakaria, M.Sc., Ph.D selaku Penguji yang telah memberikan masukan dan saran-saran pada seminar proposal dan seminar hasil tesis terdahulu;

(15)

6. Staf administrasi dan karyawan Program Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung yang telah membantu dan melayani dalam kegiatan administrasi;

7. Fit Haryono, suamiku tercinta yang telah memberikan motivasi dan kasih sayang selama ini;

8. Alif Aditiya Nugroho, Ratna Aurellia Cetta Fitriyani dan Rayhan Aditiya Nugroho, anak-anakku tercinta

9. Bapak dan mamak serta seluruh keluarga besar yang senantiasa memberi doa restu dan kasih sayangnya;

10. Seluruh teman-teman Magister Teknik Sipil Universitas Lampung yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penulisan tesis ini;

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi khalayak secara umum dan mahasiswa jurusan Teknik Sipil pada khususnya.

Bandar Lampung, 30 Juni 2015 Penulis

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

(17)

2

Produktivitas padi/palawija tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi jaringan irigasi saja, namun juga dipengaruhi oleh ketersediaan air irigasi, pola operasi jaringan irigasi dan kualitas sumber daya manusia (petani). Jaringan irigasi (bangunan utama, bangunan dan saluran irigasi, bangunan dan saluran drainasi) yang mampu berfungsi dengan baik; ketersediaan air (sungai) mencukupi kebutuhan air irigasi di lahan irigasi, pola operasi jaringan irigasi yang baik dan sumber daya manusia (petani) berkualitas baik maka produktivitas pertanian dapat ditingkatkan pada tingkat yang cukup memuaskan.

(18)

3

yang terbatas ini (cenderung menurun) juga menjadi pertimbangan khusus dalam pengembangan areal irigasi. Untuk menangani permasalahan ini diperlukan manajemen/pengelolaan air.

Manajemen/pengelolaan air dapat berupa optimasi penggunaan air sungai adalah merupakan salah satu upaya yang dilakukan sehingga pemanfaatan air dapat dioptimalkan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Manajemen ini dapat berupa penentuan jadwal tanam, pola tata tanam, sistem pemberian air dan penggunaan teknologi intensifikasi pertanian.

1.2. Identifikasi Masalah

Provinsi Sulawesi Tengah sebagai salah satu provinsi di wilayah kesatuan Republik Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk menyumbang produktivitas hasil pertanian dalam rangka mendukung ketahanan nasional. Provinsi Sulawesi Tengah mempunyai target untuk mengkontribusi swasembada beras nasional 1,5 juta ton gabah kering giling. Untuk itu, pemerintah melaksanakan optimalisasi setiap potensi yang dapat mendukung program tersebut.

Provinsi Sulawesi Tengah memiliki beberapa daerah irigasi. Sebagian daerah irigasi tersebut, pengelolaan jaringan irigasinya dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Jenderal Sumber Air, Balai Wilayah Sungai Sulawesi III yaitu salah satu diantaranya Daerah Irigasi (D.I.) Lambunu.

(19)

4

dengan luas potensial 6.068 Ha. Pembangunan jaringan irigasi Lambunu melalui beberapa tahapan. Dalam proses pembangunannya mengalami beberapa hambatan sehingga jaringan irigasi belum dibangun seluruhnya. Jaringan irigasi yang belum dibangun hingga saat ini meliputi (1) saluran dan bangunan primer Lambunu (BL) dari BL.10 hingga BL.16 dan (2) saluran dan bangunan sekunder Tangsisipan (BTs) dari BTs.2 – BTs.6. Jaringan irigasi yang telah dibangun tersebut mempunyai luas areal irigasi 4.994 Ha.

Beberapa permasalahan D.I. Lambunu pada saat ini meliputi (1) penurunan ketersediaan/debit andalan Sungai Lambunu karena terganggunya catchment area akibat kegiatan masyarakat di daerah hulu sungai; (2) penurunan fungsi jaringan irigasi karena adanya sedimentasi dan kerusakan beberapa saluran dan bangunan irigasi; (3) alih fungsi lahan sawah menjadi peruntukan lahan lainnya; dan (4) terganggunya pola operasi jaringan irigasi karena ketidakpatuhan petani (pengambilan air secara liar) (BWS Sulawesi III, 2014).

(20)

5

baik dan produktivitas padi/palawija daerah ini mampu mendukung program ketahanan pangan nasional.

1.3. Rumusan Masalah

Analisa kondisi keseimbangan air dan optimasi operasi jaringan di suatu daerah irigasi memerlukan masukan data yang akurat terutama data hidrologi dan karakteristik daerah setempat. Kebutuhan air tanaman (Net Field Requirement, NFR) di D.I. Lambunu telah dihitung pada studi terdahulu. Namun ketersediaan air di daerah tersebut harus kembali dianalisa untuk memastikan operasi irigasi yang optimal. Berdasarkan hal tersebut maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah status keseimbangan air di D.I. Lambunu terhadap debit andalan Sungai Lambunu, luas areal irigasi 5.041 Ha dan pola tanam saat ini? b. Bagaimanakah usaha-usaha optimasi operasi irigasi berdasarkan status

keseimbangan air di D.I. Lambunu?

1.4. Maksud dan Tujuan

Maksud dari studi ini adalah untuk mencari pola operasi irigasi yang paling optimal di Daerah Irigasi Lambunu dengan konstrain kondisi keseimbangan air di daerah irigasi bersangkutan. Adapun tujuan dari studi ini adalah :

(21)

6

2. melakukan analisis keseimbangan air irigasi berdasarkan ketersediaan air di D.I. Lambunu dan kebutuhan air irigasi untuk D.I.Lambunu sesuai point (1), 3. melakukan analisis kebutuhan air irigasi untuk D.I. Lambunu berdasarkan

luas potensial 5.041 Ha dengan pola irigasi padi – padi – palawija, sistem pemberian air irigasi secara serentak/tanpa golongan,

4. melakukan analisis keseimbangan air irigasi berdasarkan ketersediaan air di Bendung Lambunu dan kebutuhan air irigasi untuk D.I.Lambunu sesuai point (3),

5. melakukan analisis kebutuhan air irigasi untuk D.I. Lambunu berdasarkan luas potensial 5.041 Ha dengan pola irigasi padi – padi – palawija, sistem pemberian air irigasi secara sistem 2 golongan dan 3 golongan,

6. melakukan analisis keseimbangan air irigasi berdasarkan ketersediaan air di Bendung Lambunu dan kebutuhan air irigasi untuk D.I.Lambunu sesuai point (5),

7. merekomendasikan pola tanam yang optimal berdasarkan status keseimbangan air di D.I. Lambunu.

1.5. Pembatasan Masalah

Untuk menajamkan fokus penelitian dan membatasi lingkup studi, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

(22)

7

2. Debit andalan dari data debit Sungai Lambunu per 15 harian dengan peluang keandalan 80% yang merupakan data publikasi Balai Wilayah Sungai Sulawesi III,

3. Curah hujan efektif dalam penelitian ini menggunakan data publikasi Balai Wilayah Sungai Sulawesi III,

4. Pola tanam dalam penelitian ini adalah pola tanam yang telah direkomendasikan dalam perencanaan pengembangan D.I. Lambunu saat ini yaitu padi–padi–palawija (jagung),

5. Masa pengolahan lahan dalam penelitian ini adalah masa pengolahan lahan yang telah direkomendasikan dalam perencanaan pengembangan D.I. Lambunu saat ini yaitu selama 30 hari,

6. Varietas padi dalam penelitian ini adalah varietas padi yang telah direkomendasikan dalam perencanaan pengembangan D.I. Lambunu saat ini yaitu varietas unggul (FAO),

7. Evaporasi Potensial dalam penelitian ini menggunakan data publikasi Balai Wilayah Sungai Sulawesi III,

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diiharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah :

a. Dapat menjadi masukan/rekomendasi untuk pihak yang berwenang dalam rangka meningkatkan produktivitas padi dan palawija,

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Irigasi

Irigasi merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk membawa air dari sumbernya (usaha penyediaan) dan kemudian diberikan pada tanaman (mengairi) di lahan pertanian dengan jumlah sesuai dengan kebutuhan tanaman (usaha pengelolaan). Irigasi berarti mengalirkan air secara buatan dari sumber air yang tersedia kepada sebidang lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Dengan demikian tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman pada saat persediaan lengas tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh secara normal.

Pemberian air irigasi yang efisien selain dipengaruhi oleh tata cara aplikasi, juga ditentukan oleh kebutuhan air guna mencapai kondisi air tersedia yang dibutuhkan tanaman. Jenis irigasi meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi rawa.

2.2. Sistim Pemberian Air Irigasi

Pemberian air irigasi ke petak sawah dapat dilakukan dengan 5 (lima) cara (Hansen dkk, 1992) yaitu:

(24)

9

(2). Menggunakan alur besar atau kecil;

(3). Menggunakan air di bawah permukaan tanah melalui sub irigasi; (4). Penyiraman (sprinkling);

(5). Menggunakan sistem cucuran (trickle).

Umumnya untuk tanaman padi, pemberian air (irigasi) dilakukan dengan penggenangan (flooding) dan alur (furrows) yang dialirkan secara terus menerus (continous flow) atau dengan cara berselang (intermitent flow ).

2.2.1. Sistem Genangan Terus Menerus (Stagnant Constant Head)

Metode pelayanan pembagian air secara kontinyu merupakan pemberian air irigasi secara terus menerus selama satu musim tanam sesuai dengan kebutuhan air untuk tanaman pada periode pengolahan tanah, pertumbuhan tanaman dari tanam sampai dengan panen (Svehlik, 1987 dalam Nurrochmad, 1997 dalam Huda, 2012), besarnya kebutuhan air yang dilepas di bangunan bagi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

--- (1)

Dimana,

Qi = debit air irigasi di pintu pengambilan pada periode ke-i (l/det, mm/hari) qi = debit air irigasi persatuan luas pada periode ke-i (l/det, mm/hari/ha) Ai = luas areal irigasi pada periode ke-i (ha)

2.2.2. Sistem Terputus-Putus (Intermittent Flow System)

(25)

10

ditetapkan terlebih dahulu sehingga diperoleh hasil yang optimal.

2.3. Pola Tanam

Guritno (2011) menjelaskan bahwa cropping system yaitu suatu usaha penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur pola tanam (cropping pattern) yang berinteraksi dengan sumber daya lahan serta teknologi budidaya tanaman yang dilakukan.

Sedangkan pola tanam (cropping pattern) adalah susunan tata letak dan tata urutan tanaman, pada sebidang lahan selama periode tertentu, termasuk pengolahan tanah dan bera.

Pola tata tanam adalah pola mengenai rencana tata tanam yang terdiri dari pengaturan jenis tanaman, waktu penanaman, tempat atau lokasi tanaman dan luas areal tanaman yang memperoleh hak atas air pada suatu daerah irigasi (Anonim, 2009 dalam Huda dkk 2012).

2.4. Cara Pembagian Air Irigasi

Ada 3 (tiga) cara pembagian air irigasi yaitu: sistem serentak, sistem golongan dan sistem rotasi. Penerapan ketiga cara tersebut tergantung pada jumlah air yang tersedia.

1. Pembagian Air Irigasi Secara Serentak

(26)

11

apabila jumlah air yang tersedia cukup banyak, atau jika nilai k lebih besar atau sama dengan 1.

Rumus untuk menghitung nilai k (Kunaifi,A.A. 2010 dalam Huda dkk, 2012) adalah:

--- (2)

2. Cara Golongan

Cara ini dilakukan bila jumlah air yang tersedia sangat terbatas, sementara kebutuhan air (terutama saat pengolahan tanah) sangat besar. Maka saat tanam dilakukan secara bertahap dari satu petak tersier ke petak lainnya. Kelompok-kelompok dalam petak tersier ini disebut sebagai golongan. Idealnya satu daerah irigasi dibagi dalam 3-5 (tiga sampai lima) golongan dengan jarak waktu tanam biasanya 2-3 (dua sampai tiga) minggu.

Dirjen Pengairan Departemen PU. KP. 01 (1986), menyatakan bahwa pemberian air dengan golongan atau dapat diistilahkan rotasi teknis berguna untuk mengurangi kebutuhan puncak air irigasi dan kebutuhan pengambilan bertambah secara berangsur–angsur pada awal waktu pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan), seiring dengan makin bertambahnya debit sungai; kebutuhan pengambilan puncak dapat ditunda. Tetapi metode ini akan menyebabkan eksploitasi yang lebih kompleks. Beberapa hal yang tidak menguntungkan dari metode ini adalah:

(1). Timbulnya konflik sosial; (2). Eksploitasi lebih rumit;

(27)

12

(3). Jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya lebih sedikit waktu tersedia untuk tanaman kedua;

(4). Daur/siklus gangguan serangga ; pemakaian insektisida

3. Cara Rotasi/Giliran

Jika kebutuhan air irigasinya besar sementara air yang tersedia kurang, maka perlu dilakukan pemberian air secara giliran antar petak tersier, atau antar petak sekunder. Idealnya periode giliran adalah 2-3 (dua sampai tiga) hari dan jangan lebih dari 1 (satu) minggu karena akan berpengaruh terhadap per tumbuhan tanaman (Hansen dkk, 1986; Pasandaran dkk, 1984 dalam Purba 2011)

2.5. Debit Andalan

(28)

13

dimiliki oleh setiap stasiun pencatat curah hujan pada DAS Sungai yang dimaksud.

2.5.1. Debit Andalan Berdasarkan Data Debit

Metode yang sering dipakai untuk analisis debit andalan adalah metode statistik rangking. Penetapan rangking dilakukan menggunakan analisis frekuensi atau probabilitas dengan rumus Weibull. Debit andalah dihitung berdasarkan probabilitas dari sejumlah data pengamatan debit. Perhitungan debit andalan mengunakan rumus dari Weibull:

--- (3)

Keterangan variabel yang digunakan:

P : probabilitas terjadinya kumpulan nilai (misalnya: debit) yang diharapkan selama periode pengamatan (%)

m : nomor urut kejadian, dengan urutan variasi dari besar ke kecil n : jumlah data pengamatan debit

(29)

14

2.5.2. Debit Andalan Berdasarkan Data Hujan

Perhitungan debit andalan dengan cara empiris dapat dilakukan bila data debit sungai tidak tersedia. Metode perhitungan yang umumnya digunakan di Indonesia antara lain metode F.J Mock dan NRECA. Analisis debit dari kedua metode tersebut direkomendasikan berdasarkan tingkat empiris, ketepatan hasil dan kemudahan perhitungan (Dirrjen ESDM, 2009).

1. Metode Mock

Metode Mock ditemukan dan dikembangkan oleh Dr.F.J.Mock. Dalam

makalahnya, “Land Capability Appraisal Indonesia & Water Availability Appraisal”, F.J Mock memperkenalkan model sederhana simulasi keseimbangan air (water balance) untuk menghitung aliran sungai dari data curah hujan, evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk memperkirakan ketersediaan air di sungai.

Pada prinsipnya, metode F.J Mock memperhitungkan volume air yang masuk, keluar dan yang disimpan di dalam tanah (soil storage). Volume air yang masuk adalah hujan, volume air yang keluar adalah infiltrasi, perkolasi dan yang paling dominan adalah evapotranspirasi. Secara keseluruhan, perhitungan debit andalan dengan Metode F.J Mock ini mengacu pada water balance, dimana volume air total yang ada di bumi adalah tetap, hanya sirkulasi dan distribusinya yang bervariasi (Yanuar, 2012).

(30)

15

hujan. Evapotranspirasi pada Metode F.J Mock adalah evapotranspirasi yang dipengaruhi oleh jenis vegetasi, permukaan tanah dan jumlah hari hujan. Infiltrasi pertama akan menjenuhkan top soil, kemudian menjadi perkolasi membentuk air bawah tanah (ground water) yang kemudian akan keluar ke sungai sebagai aliran dasar atau base flow (Kadir, 2010).

Perhitungan debit andalan F.J Mock dibagi ke dalam lima perhitungan utama yaitu perhitungan evapotranspirasi aktual, water balance atau keseimbangan air, run off dan air tanah, total volume tersimpan dan aliran permukaan. Kriteria perhitungan dan asumsi diurutkan sebagai berikut;

a. Data meteorologi

 Data curah hujan bulanan (R) untuk setiap tahun

 Data jumlah hari hujan bulanan (n) untuk setiap tahun b. Parameter yang digunakan dalam perhitungan debit andalan

 m = persentase lahan yang terbuka atau tidak ditumbuhi vegetasi, nilainya dapat ditaksir dengan peta tata guna lahan atau pengamatan di lapangan

 K = koefisien simpan tanah atau faktor resesi aliran tanah (Catchment Area Resession Factor). Nilai K ditentukan oleh kondisi geologi lapisan bawah. Batasan nilai K yaitu antara 0 – 1,0. Semakin besar K, semakin kecil air yang mampu keluar dari tanah

(31)

16

c. Evapotranspirasi

Menurut Setiawan dkk (2009), evapotranspirasi merupakan gabungan dari dua kata, evaporasi dan transpirasi. Evaporasi yaitu penguapan air dari permukaan air, tanah dan bentuk permukaan bukan vegetasi lainnya oleh proses fisika. Transpirasi adalah penguapan air dari daun dan cabang tanaman melalui pori -pori daun. Transpirasi umumnya terjadi pada siang hari karena pada malam hari stomata akan tertutup (Asdak, 1995).

Apabila evaporasi dan transpirasi digabungkan maka disebut evapotranspirasi. Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang berasal dari tanah, air, dan vegetasi yang diuapkan kembali ke atmosfer (Asdak, 1995). Perhitungan evapotranspirasi dapat menggunakan metode Penman Modifikasi.

(32)

17

Evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi pada kondisi air yang jumlahnya terbatas. Evaporasi aktual lebih dipengaruhi oleh faktor fisiologi tanaman dan unsur tanam (Asdak, 1995). Selain itu, evapotranspirasi aktual juga dipengaruhi oleh proporsi permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau (exposed surface) pada musim kemarau. Besarnya exposed surface (m) untuk tiap daerah berbeda-beda (Mock, 1973) mengklasifikasikan nilai m ke dalam tiga daerah. Nilai m tersebut tertera pada tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1.Nilai Exposed Surface (m) Berdasarkan Jenis Tutupan Lahan

M Daerah

0% Hutan primer, sekunder 10 - 40 % Daerah tererosi

30 - 50 % Daerah ladang pertanian (sumber: Bappenas, 2007 dalam Wirasembada, 2012)

Selain exposed surface, evapotranspirasi aktual juga dipengaruhi oleh jumlah hari hujan (n) dalam bulan yang bersangkutan. Menurut Mock (1973), rasio antara selisih evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi aktual dengan evapotranspirasi potensial dipengaruhi oleh exposed surface (m) dan jumlah hari hujan (n), dan dihitung dengan formulasi sebagai berikut.

--- (3)

Sehingga

(33)

18

Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi potensial yang memperhitungkan faktor exposed surface dan jumlah hari hujan dalam bulan yang bersangkutan. Sehingga evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi, dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

--- (5)

d. Water Balance

Kapasitas kelembapan tanah (Soil Moisture Capacity) yaitu perkiraan kapasitas kelembapan tanah awal. Nilai ini diperlukan pada saat dimulainya simulasi dan besarnya tergantung dari kondisi porositas lapisan tanah atas dari daerah pengaliran. Biasanya, nilai yang digunakan berkisar 50 – 250 mm, yaitu kapasitas kandungan air tanah dalam per m3. Jika porositas tanah lapisan atas tersebut makin besar, maka kapasitas kelembapan akan semakin besar pula (Bappenas 2007 dalam Wirasembada, 2012).

Persamaan-persamaan yang digunakan dalam menghitung water balance adalah sebagai berikut.

--- (6)

2. Metode NRECA

(34)

19

Persamaan dasar yang digunakan adalah persamaan keseimbangan air yaitu sebagai berikut;

H – E + PT = L --- (7) Keterangan variabel yang digunakan:

H : Hujan

E : Evapotranspirasi PT : Perubahan Tampungan L : Limpasan

Model NRECA strukturnya dibagi menjadi dua tampungan, yaitu tampungan kelengasan (moisture storage) dan tampungan air tanah (groundwater storage). Kandungan kelengasan di tentukan oleh hujan dan evapotranspirasi aktual. Kandungan air tanah ditentukan oleh jumlah kelebihan kelengasan (excess moisture).

2.6. Kebutuhan Air di Sawah

(35)

20

Kebutuhan air di sawah untuk padi ditentukan oleh faktor–faktor berikut (SPI KP 1: 1986 ) :

1 Penyiapan lahan 2 Penggunaan konsumtif 3 Perkolasi dan rembesan 4 Pergantian lapisan air 5 Curah hujan efektif

Kebutuhan total air di sawah ( Gross Field Requirement, GFR ) mencakup faktor 1 sampai 4 dan kebutuhan bersih air di sawah (Net Field Requirement, NFR) mencakup GFR dengan memperhitungkan curah hujan efektif (faktor 5). Dari kelima faktor tadi maka perkiraan kebutuhan air irigasi ialah sebagai berikut ( SPI bagian penunjang , 1986) :

1. Kebutuhan bersih air di sawah ( NFR )

NFR = Etc + P – Re + WLR --- (8) Dimana :

NFR = kebutuhan air di sawah untuk tanaman padi, mm/hari Etc = kebutuhan air untuk konsumtif tanaman, mm/hari P = perkolasi, mm/hari

Re = curah hujan efektif, mm/hari

WLR = pergantian lapisan air (water layer requirement), mm/hari

2. Kebutuhan air irigasi di pintu pengambilan

(36)

21

Dimana :

NFR = kebutuhan air di sawah untuk tanaman padi, mm/hari

= angka konversi satuan dari mm/hari ke lt/dt/ha

EI = efisiensi Irigasi secara total (%)

2.6.1. Penyiapan Lahan

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan ditentukan oleh lamanya waktu yang dibutuhkan dan jumlah air yang dibutuhkan untuk menyiapkan lahan. Waktu yang dibutuhkan dapat selama 30 hari atau 45 hari dan jumlah kebutuhan air selama penyiapan lahan dihitung dengan metode yang dikembangkan oleh van de Goor dan Zijlstra (1968) yaitu :

--- (10)

Dimana :

IR = kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan, mm/ hari

M = kebutuhan air untuk mengganti/mengkompensasi kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan M = Eo+ P, mm/ hari --- (11)

Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1, Eto selama penyiapan lahan, mm/ hari

P = Perkolasi

k = --- (12)

(37)

22

= tanaman padi : untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, mm yakni 200 + 50 = 250 mm; atau dapat diambil 250 + 50 = 300 mm untuk lahan telah dibiarkan beda selama jangka waktu yanglama (2,5 bulan atau lebih)

= tanaman ladang: untuk penjenuhan diperlukan jumlah air 50 sampai 100 mm

2.6.2. Kebutuhan Air untuk Konsumtif Tanaman

Kebutuhan air untuk konsumtif tanaman merupakan kedalaman air yang diperlukan untuk memenuhi evapotranspirasi tanaman yang bebas penyakit, tumbuh di areal pertanian pada kondisi cukup air dari kesuburan tanah dengan potensi pertumbuhan yang baik dan tingkat lingkungan pertumbuhan yang baik. Untuk menghitung kebutuhan air untuk konsumtif tanaman digunakan persamaan empiris sebagai berikut ::

--- (13)

Dimana

Etc = evapotranspirasi tanaman, mm/ hari Kc = koefisien tanaman

ETo = evapotransirasi tanaman acuan, mm/ hari

2.6.3. Koefisien Tanaman

(38)

23

Adapun harga koefisien tanaman padi dan palawija untuk periode ½ bulanan disajikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.2. Harga – Harga Koefisien1 Tanaman Padi Dan Palawija

Bulan

Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP – 01 : 1986 Catatan

1 : Harga – harga koefisien ini akan dipakai dengan rumus evapotranspirasi Penman yang sudah dimodifikasi, dengan menggunakan metode yang diperkenalkan oleh Nedeco/ Prosida atau FAO

2 : Varietas padi biasa adalah varietas padi yang masa tumbuhnya lama 3 : Varietas unggul adalah varietas padi yang jangka waktu tumbuhnya

pendek

4 : Selama setengah bulan terakhir pemberian air irigasi ke sawah

dihentikan; kemudian koefisien tanaman diambil “nol” dan padi akan

menjadi masak dengan air yang tersediatanaman padi

2.6.4. Perkolasi dan Rembesan

(39)

24

2.6.5. Pergantian Lapisan Air (Water Layer Requirement) Pergantian lapisan air pada lahan irigasi dilakukan;

a) Setelah pemupukan, usahakan untuk menjadwalkan dan mengganti lapisan air menurut kebutuhan.

b) Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, dilakukan penggantian sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm (atau 3,3 mm/hari selama ½ bulan ) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi.

2.6.6. Curah Hujan Efektif a. Curah hujan rata-rata

Curah hujan yang diperlukan untuk penggunaan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir ialah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut hujan wilayah dan dinyatakan dalam mm. Curah hujan daerah ini harus diperkirakan dari beberapa titik hujan. Metode perhitungan curah hujan rata-rata ini ialah dengan menggunakan rumus (1) rata-rata aljabar, (2) poligon thiessen dan (3) isohyet.

b. Curah hujan efektif

(40)

25

Besarnya curah hujan yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air, sehingga dapat memperkecil debit yang diperlukan dari pintu pengambilan. Mengingat bahwa jumlah curah hujan yang turun tersebut tidak semuanya dapat dipergunakan untuk tanaman dalam pertumbuhannya, maka disini perlu diperhitungkan dan dicari curah hujan efektifnya.

Curah hujan efektif (Reff) ditentukan besarnya R80 yang merupakan curah hujan yang besarnya dapat dilampaui sebanyak 80% atau dengan kata lain dilampauinya 8 kali kejadian dari 10 kali kejadian. Dengan kata lain bahwa besarnya curah hujan yang lebih kecil dari R80 mempunyai kemungkinan hanya 20%.

Harza Engineering Comp.Int menghitung besarnya curah hujan efektif berdasarkan R80 = Rainfall equal or exceeding in 8 years out of 10 years. Bila dinyatakan dengan rumus adalah sebagai berikut :

--- (14)

Dimana :

Reff = R80 = Curah hujan 80%

= Rangking curah hujan efektif dihitung curah hujan terkecil

n = jumlah data

(41)

26

(Curah hujan R80 ). Apabila data hujan yang digunakan 15 harian maka persamaannya menjadi (SPI KP 01: 1986 ) :

, mm/hari --- (15)

2.6.7. Efisiensi Irigasi

Efisiensi merupakan persentase perbandingan antara jumlah air yang dapat digunakan untuk pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang dikeluarkan dari pintu pengambilan. Air yang diambil dari sumber air yang dialirkan ke areal irigasi tidak semuanya dimanfaatkan oleh tanaman. Dalam praktek irigasi terjadi kehilangan air. Agar air yang sampai pada tanaman tepat jumlahnya seperti yang direncanakan, maka air yang dikeluarkan dari pintu pengambilan harus lebih besar dari kebutuhan. Biasanya Efisiensi Irigasi dipengaruhi oleh besarnya jumlah air yang hilang di perjalanannya dari saluran primer, sekunder hingga tersier.

Tabel 2.3. Nilai Efisiensi Irigasi

Jaringan Efisiensi Irigasi (%)

Primer 80

Sekunder 90

Tersier 90

Total 65

Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP – 01 : 1986

2.7. Keseimbangan Air (Neraca Air)

Imbangan air dihitung berdasarkan perbandingan debit aktual dan kebutuhan air irigasi dengan penentuan pola tanam dan jadwal tanam dapat dilihat berapa kebutuhan air irigasi pada suatu areal irigasi (Kriteria Perencanaan Irigasi 01 Dep. PU, 1986):

(42)

27

tersebut dengan rangkaian sistem yang saling berhubungan mulai dari hulu-tengah-hilir. Dari neraca air ini akan diperoleh hasil berupa faktor kegagalan, yang merupakan perbandingan antara ketersediaan air dan kebutuhan air dimana jika perbandingan tersebut kurang dari 0,70 (70%) maka sistem penyediaan air tersebut dianggap gagal.

2.8. Intensitas Tanam

(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Daerah Irigasi Lambunu

Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi swasembada beras nasional 1,5 juta ton gabah kering giling. D.I. Lambunu ini terletak di Desa Tirta Nagaya, Kota Nagaya, Desa Bolano, Desa Anutapura, Desa Siendeng, Desa Dako, Desa Petuna Sugi, Desa Margapura, Desa Wanamukti dan Desa Beringin Jaya di Kecamatan Bolano Lambunu, Kabupaten Parigi Moutong. Peta lokasi Kecamatan Bolano Lambunu disajikan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Peta Lokasi Kecamatan Bolano Lambunu

(44)

29

Sumber air irigasi berasal dari sungai Lambunu yang termasuk dalam Sistem Wilayah Sungai Lambunu-Buol. Wilayah Sungai Lambunu-Buol ini ditetapkan sebagai wilayah sungai lintas kabupaten/kota berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai. Pengelolaan Wilayah Sungai Lambunu-Buol menjadi kewenangan Balai Wilayah Sungai Sulawesi III, termasuk diantaranya kegiatan pemanfaatan sumber daya air (yaitu penyediaan air irigasi dengan luas potensial > 3.000 Ha).

Pembangunan jaringan irigasi D.I. Lambunu diawali dengan kegiatan perencanaan Jaringan Irigasi dan Bendung Lambunu dan Survey Penyelidikan Dan Perencanaan Untuk Proyek On-Going Irigasi Sub Proyek D.I. Lambunu pada tahun anggaran 1988/1989. Pekerjaan konstruksi mulai dilaksanakan pada tahun 1989 yaitu pembangunan Bendung Lambunu. Bendung Lambunu direncanakan akan dapat mengairi areal irigasi seluas 6.068 Ha. Jaringan irigasi primer dan sekunder dibangun pada tahap berikutnya pada periode tahun 1989 sampai dengan 1993. Namun demikian akibat adanya permasalahan pembebasan tanah, pembangunan jaringan D.I. Lambunu belum dapat dilaksanakan secara keseluruhan. Jaringan irigasi yang belum dibangun yaitu saluran dan bangunan primer dari BL.10 hingga BL.16 dan Saluran dan Bangunan Sekunder Tangsigupan dari BTS.2 hingga BTS.6. Sejak tahun 2014, trase saluran primer dan sekunder tersebut sudah dapat dilanjutkan karena pembebasan lahan telah disepakati.

(45)

30

merah dan fluktuasi debit sungai saat musim hujan dan musim kemarau yang semakin besar.

3.1.1. Bendung Lambunu

Bendung adalah bangunan pelimpah melintang sungai, yang berfungsi untuk meninggikan muka air minimum pada bangunan pengambilan untuk keperluan irigasi. Bendung Lambunu terletak melintang di Sungai Lambunu, Kecamatan Bolano Lambunu, dibangun pada tahun anggaran 1989. Bendung Lambunu merupakan bendung tetap (Fix Weir) yang konstruksinya dari pasangan batu. Mercu bendung berbentuk bulat dengan lebar 65,50 m. Bangunan pengambilan (intake) di sebelah kanan bendung dan terdiri dari 3 unit pintu dengan lebar masing masing 2,40 m. Bendung juga dilengkapi dengan bangunan pembilas dan kantong lumpur.

3.1.2. Jaringan Irigasi Lambunu

Jaringan irigasi terdiri dari saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. Jaringan irigasi D.I. Lambunu berfungsi untuk menyalurkan air irigasi yang diambil dari Sungai Lambunu menuju petak-petak tersier (sawah). Luas areal irigasi DI. Lambunu direncanakan seluas 6.068 Ha, namun jaringan irigasi yang telah dibangun hingga saat ini baru dapat mengalirkan air irigasi untuk areal seluas 3.774 Ha yang terdiri dari :

a. saluran primer (SP) sepanjang ± 7,0 km,

(46)

31

1) SS. Kotanagaya sepanjang ± 9,6 km, 2) SS. Wanamukti sepanjang ± 5,2 km, 3) SS. Kolano sepanjang ± 1,6 km, 4) SS. Petuna Sugih sepanjang ± 3,0 km, 5) SS. Bolano sepanjang ± 5,5 km, 6) SS. Transisipan sepanjang ± 6,3 km, 7) SS. Jeng sepanjang ± 1,7 km,

8) SS. Margapura sepanjang ± 2,1 km, c. bangunan bagi sadap sebanyak 10 unit d. bangunan sadap sebanyak 37 unit e. dan bangunan pelengkap lainnya

Perencanaan jaringan irigasi tahap II sebagai lanjutan dari tahap I telah dilaksanakan pada tahun 2014. Sesuai dengan kondisi perubahan tata guna lahan dan lainnya maka jaringan irigasi D.I. Lambunu tersebut direncanakan untuk mengairi areal irigasi seluas 5.041 Ha.

3.1.3. Petak Tersier

(47)

32

(48)

33

3.2. Debit Andalan

Sumber air irigasi D.I. Lambunu adalah air permukaan yaitu air Sungai Lambunu yang diambil melalui bangunan pengambilan (intake) pada Bendung Lambunu. Sungai Lambunu mempunyai aliran permanen (perenial) artinya sungai mempunyai aliran di sepanjang tahunnya. Luas DAS Lambunu di Bendung Lambunu adalah sebesar  284,02 Km2 (BWS Sulawesi III, 2013)

(49)

34

(50)

35

3.3. Curah Hujan Efektif

Hujan efektif didefinisikankan sebagai hujan yang dapat ditahan oleh zona akar tanaman sehingga dapat mengurangi kebutuhan air tanaman yang harus disuplai dari irigasi. Berdasarkan Kriteria Perencanaan Irigasi (KP) yang dikeluarkan oleh Direktorat Irigasi-I, Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, Tahun 1986, besarnya curah hujan efektif diambil sebesar 0,7 x curah hujan dengan kemungkinan terpenuhi 80% atau 0,7 x R80.

Pada Tabel 3.1 disajikan Curah Hujan Andalan (R80) pertengah bulanan dan Curah Hujan Efektif Re untuk D.I. Lambunu yang diperoleh berdasarkan publikasi BWS Sulawesi III tahun 2013.

Curah hujan andalan (R80) tersebut diperoleh dari pengolahan data curah hujan harian yang tercatat di Stasiun Hujan Lambunu sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2011. Hasil pengujian data curah hujan dengan metode Uji F dan RAPS menyimpulkan bahwa data dapat diterima.

Pengolahan data curah hujan menjadi curah hujan andalan (R80) dilaksanakan dengan cara menyusun data curah hujan pertengah secara berurutan dari kecil ke besar. Curah hujan andalan R80 ditentukan pada urutan probabilitas 80%

Tabel 3.1. Curah Hujan R80 dan Curah Hujan Efektif Re untuk D.I. Lambunu Bulan Periode Curah Hujan R80

(51)

36

Sumber : BWS Sulawesi III, 2013

3.4. Evapotranspirasi Potensial

Perhitungan evapotranspirasi potensial untuk D.I. Lambunu menggunakan data klimatologi yang diperoleh dari pencatatan Stasiun Klimatologi Margapura/Lambunu dengan data pengamatan dari tahun 2001 s/d tahun 2010. Metode perhitungan yang digunakan adalah Metode Pennman Modifikasi. Data terukur yang digunakan untuk menghitung evapotranspirasi potensial meliputi: a. temperatur/suhu bulanan rerata, T (°C)

b. kelembaban relatif bulanan rerata, RH (%) c. kecerahan matahari bulanan rerata, n/N (%) d. kecepatan angin bulanan rerata, U (m/det) e. letak lintang daerah yang ditinjau, LL dan f. angka koreksi Penman, C

(52)

37

Tabel 3.2. Evaportranpirasi Potensial untuk DI. Lambunu Periode Evapotranspirasi

Sumber : BWS Sulawesi III, 2014

3.5. Pola Tanam Saat ini

Pola tanam yang diterapkan pada D.I. Lambunu saat ini sesuai data publikasi BWS Sulawesi III tahun 2014 dalam 1 tahun adalah Padi I – Padi II – Bera dan sistem pemberian air irigasi dilaksanakan secara serentak, masa pengolahan lahan selama 30 hari, varietas padi yang digunakan adalah varietas unggul (FAO). Masa tanam padi I dimulai pada Januari II hingga Mei I dengan luas tanam/fungsional 3.825 Ha dan Masa tanam padi II dimulai pada Mei II hingga September II dengan luas tanam/fungsional 3.645 Ha.

3.6. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian “Studi Optimasi Pola Operasi Irigasi Di Daerah Irigasi

(53)

38

Gambar 3.4. Bagan Alir Penelitian “Studi Optimasi Pola Operasi Irigasi Daerah Irigasi Lambunu Propinsi Sulawesi Tengah”

Pengumpulan Data

1. Debit Andalan Sungai Lambunu 2. Skema jaringan irigasi DI. Lambunu 3. Pola Tanam D.I. Lambunu

4. Curah hujan efektif 5. Evapotranspirasi Potensial

Perhitungan NFR, Debit Kebutuhan Air Irigasi (Pola Tanam (pola tanam saat ini, luas areal

tanam/fungsional saat ini)

Perlu optimasi ?

Analisa Optimasi Pola Irigasi

Kesimpulan dan Saran Analisa Keseimbangan Air

Tidak

Perhitungan Debit Kebutuhan Air Irigasi dan Keseimbangan Irigasi sesuai skenario

MULAI

SELESAI Ya

Penyusunan Skenario Optimasi dengan variabel ( pola tanam dan sistem pemberian air)

(54)

39

3.6.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data-data yang akan digunakan dalam kajian optimasi pola irigasi D.I. Lambunu diperoleh dari data-data publikasi yang tersedia/publikasi oleh Balai Wilayah Sungai Sulawesi III yaitu;

1. data debit andalan (Q80%) Sungai Lambunu di Bendung Lambunu per15 harian;

2. skema jaringan irigasi D.I. Lambunu;

3. pola tanam yang diterapkan DI. Lambunu saat ini dalam satu tahun adalah padi-padi-bera dengan sistem pemberian air irigasi dilakukan secara serentak/tanpa golongan. Data pola tanam adalah sebagai berikut;

a. pola tanam padi I

 luas tanam/fungsional : 3.825 Ha

 masa tanam : Januari II s/d Mei I

 masa pengolahan lahan : 30 hari

 varietas padi : FAO, varietas unggul

b. pola tanam padi II

 luas tanam/fungsional : 3.645 Ha

 masa tanam : Mei II s/d September II

 masa pengolahan lahan : 30 hari

 varietas padi : FAO, varietas unggul

4. data curah hujan efektif (Re)

(55)

40

7. pola tanam yang direkomendasikan diterapkan D.I. Lambunu dalam satu tahun periode tanam adalah

 luas potensial D.I. Lambunu : 5.041 Ha

 padi I- padi II – palawija (jagung),

 masa pengolahan lahan : 30 hari

 varietas padi : FAO, varietas unggul

3.6.2. Metode Analisa Data

Analisis data yang akan dilakukan dalam studi optimasi pola irigasi D.I. Lambunu meliputi;

1. Debit kebutuhan air irigasi D.I. Lambunu saat ini (Pola Tanam 0).

Pola tanam 0 adalah pola tanam yang diterapkan D.I. Lambunu pada saat ini dengan luas areal tanam/fungsional yang ada. Debit kebutuhan air irigasi dihitung sesuai kriteria perencanaan jaringan irigasi (SPI KP 1 : 1986). 2. Analisis keseimbangan air irigasi dengan pola tanam pada point (1)

Keseimbangan air dianalisis dengan membandingkan ketersediaan air/debit andalan Sungai Lambunu dengan debit kebutuhan air irigasi yang diperoleh pada point (1),

(56)

41

4. Penyusunan skenario-skenario optimasi

Penyusunan beberapa skenario pola tanam diperlukan dalam rangka studi analisis optimasi pola tanam sehingga diperoleh pola tanam yang paling baik (menghasilkan produktivitas yang paling optimal) dengan memanfaatkan luas potensial daerah irigasi dan ketersediaan air irigasi di intake.

Variabel yang digunakan untuk menyusun kombinasi pola tanam tersebut adalah awal masa tanam dan sistem pemberian air irigasi. Awal masa tanam disusun dalan 7 alternatif NFR dan sistem pemberian air irigasi menggunakan 3 jenis yaitu (a) sistem serentak/tanpa golongan, (b) sistem 2 golongan dan (c) sistem 3 golongan),

5. Perhitungan kebutuhan air netto di sawah (NFR)

Perhitungan kebutuhan air netto di sawah (NFR) dihitung sesuai kriteria perencanaan jaringan irigasi( SPI KP 1 : 1986). Beberapa parameter yang digunakan dalam perhitungan ini adalah data publikasi BWS Sulawesi III yaitu curah hujan efektif, nilai perkolasi, evapotranspirasi potensial, 30 hari masa penyiapan lahan, varietas padi unggul (FAO) dan palawija (jagung). Perhitungan kebutuhan air netto di sawah (NFR) menghasilkan 7 alternatif yang berbeda sesuai awal masa tanamnya.

(57)

42

potensial) pada masing-masing skenario dimana status keseimbangan air masih menunjukkan nilai positif.

7. Analisis optimasi pola irigasi D.I. Lambunu

Analisis optimasi dilakukan untuk mencari pola tanam yang menghasilkan luas tanam dan nilai intensitas tanam yang paling besar di antara skenario pola tanam yang ada.

(58)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan, analisa dan pembahasan yang telah dilakukan pada Studi Optimasi Pola Operasi Irigasi Daerah Irigasi Lambunu Propinsi Sulawesi Tengah ini maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Pola tanam diterapkan dengan luas tanam saat ini pada D.I. Lambunu belum menghasikan produktivitas tanaman yang optimal, walaupun debit andalan yang tersedia masih dimungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai sumber air irigasi untuk lahan irigasi lainnya.

2. Hasil optimasi dengan kombinasi berdasarkan sistem pemberian air irigasi yaitu serentak / tanpa golongan, 2 golongan dan 3 golongan tidak menunjukkan nilai intensitas tanam yang signifikan / cenderung sama yaitu nilai intensitas tanam dalam 1 tahun periode tanam adalah 200% untuk tanam padi dan 23%-28% untuk tanaman palawija. Untuk kenyamanan pola operasi jaringan irigasi lebih menguntungkan menggunakan sistem pemberian air irigasi dengan serentak/tanpa golongan.

(59)

105

intensitas tanam yang hampir sama yaitu 200% untuk padi dan 28 % untuk palawija (jagung), debit kebutuhan air irigasi dengan sistem 3 golongan mempunyai debit puncak dengan nilai yang lebih kecil dibandingkan sistem 2 golongan dan serentak.

4. Pola tanam yang direkomendasikan untuk diterapkan D.I. Lambunu sehingga menghasilkan produktivitas tanaman yang optimal dan pola operasi yang lebih nyaman / baik adalah pola tanam dengan menerapkan sistem pemberian air secara serentak/tanpa golongan, dengan periode masa tanam padi I adalah Des I s/d Mar II, periode masa tanam padi II adalah Apr I s/d Jul II dan periode masa tanam palawija adalah Aug I s/d Nop II.

5.2. Saran

Berdasarkan pelaksanaan Studi Optimasi Pola Operasi Irigasi Daerah Irigasi Lambunu Propinsi Sulawesi Tengah dari tahap awal hingga akhir ini, penulis menyarankan :

1. Pemerintah sebagai pengelola daerah irigasi untuk selalu menjaga kualitas data-data terkait dengan pengelolaan daerah irigasi tersebut seperti data debit, data curah hujan, data klimatologi, data jaringan irigasi sehingga dapat menunjang kinerja jaringan irigasi untuk meningkatkan hasil/produktivitas tanaman,

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Laporan Kegiatan Alokasi Air DAS Amprong. Unit Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Bango Gedangan. Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur. Malang.

Asdak C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

BWS Sulawesi III. 2013. SID Rehabilitasi D.I. Lambunu Tahap I (3.774 Ha) Kabupaten Parigi Moutong. PT. VITRAHA CONSINDOTAMA. Palu. BWS Sulawesi III. 2014. SID Rehabilitasi D.I Lambunu Tahap II Kabupaten

Parigi Moutong (2.294 Ha). PT. Bina Buana Raya. Palu.

Badan Pusat Statistik. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta Dinas Pengairan Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Standar Perencanaan

Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP – 01. Jakarta. [Dirjen ESDM] Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen

Energi dan Sumber Daya Mineral. 2009. Pedoman Studi Kelayakan Hidrologi, Buku 2A. Jakarta: IMIDAP.

Guritno, B. 2011. Pola Tanam di Lahan Kering.Malang:UB Press.

Hansen, V.E., D.W. Israelsen., dan G.E. Stringham. 1992. Dasar-Dasar dan Praktek Irigasi. Jakarta: Erlangga.

Huda M.N., Harisuseno D., dan Priyantoro D. 2012. Kajian Sistem Pemberian Air Irigasi Sebagai Dasar Penyusunan Jadwal Rotasi pada Daerah Irigasi Tumpang Kabupaten Malang. Jurnal Teknik Pengairan, Volume 3, Nomor 2. Hal 221-229.

Kadir Ramli. 2010. Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Sungai Marimpa Kecamatan Pinembani. [skripsi]. Palu: Universitas Tadulako. Irigasi dan Drainase Berwawasan Lingkungan. Bogor: IPB Press.

Wirasembada Yanuar Chandra. 2012. Pendugaan Reliability Waduk Nadra Krenceng PT. Krakatau Tirta Industri, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 2.2. Harga – Harga Koefisien1 Tanaman Padi Dan Palawija
Tabel 2.3. Nilai Efisiensi Irigasi
Gambar 3.1. Peta Lokasi Kecamatan Bolano Lambunu
Gambar 3.2. Skema Jaringan Irigasi DI. Lambunu A= 5.041 Ha.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Analisa kebutuhan air irigasi dilakukan dengan membuat 24 alternatif awal masa tanam dalam satu tahun, agar dapat ditentukan awal masa tanam yang paling optimal.. Berdasarkan

Kinerja sistem jaringan irigasi tersebut diharapkan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan nilai aspek produktifitas tanam melalui optimasi pola tanam.. Hasil analisis

dan outflow irigasi dengan pemilihan awal pola tanam secara tepat. Untuk mendapatkan gambaran keseimbangan air di daerah irigasi terhadap optimasi irigasi, diperlukan beberapa

Tujuan penelitian ini adalah membandingkan kebutuhan air irigasi di DI Cisadane barat laut dengan menggunakan pola tanam serentak dan tidak serentak, serta

hanya pada daerah irigasi Namu Sira-sira sebelah kanan yang memiliki luas3654. Ha.Dalam perencanaan pola tanam jenis tanaman yang akan di tanam

Dari hasil perhitungan neraca air, pola tanam yang digunakan adalah sistim pola tanam tiga golongan dengan penambahan PGI (0%-10%) pada Musim Kemarau I, efisiensi irigasi

Optimasi pemberian air irigasi ini dimaksudkan untuk mengatur pola tata tanam yang sesuai dengan debit yang tersedia, sehingga diharapkan petani dapat memperoleh

Volume air dari hasil optimasi terhadap eksisting pola tata tanam yang terdapat di irigasi way mital baik sebelum dan sesudah perubahan iklim masih mencukupi kebutuhan air