• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Asfiksia Neonatorum Pada Ibu yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Medan Tahun 2010 -2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Asfiksia Neonatorum Pada Ibu yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Medan Tahun 2010 -2012"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ASFIKSIA NEONATORUM PADA IBU YANG MENGALAMI KETUBAN PECAH DINI

DI RUMAH SAKITUMUM DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2010-2012

NUR AZIZAH 125102066

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Asfiksia Neonatorum Pada Ibu yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi

Medan Tahun 2010 -2012

ABSTRAK Nur Azizah

Latar belakang : Menurut (WHO), setiap tahunnya dari 120 juta bayi yang lahir didunia secara global, empat juta diantaranya (3,3%) bayi lahir mati (stillbirth) dan empat juta lainnya meninggal dalam usia 30 hari (neonatal lanjut).Kira-kira Sebanyak 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi lahir tersebut mengalami asphyxia

neonatorum dan hampir satu juta (27,78%) bayi ini meninggal. Sebanyak 98% dari

kematian bayi terjadi di negara-negara. Asfiksia neonatorum diperberat jika ibu hamil mengalami ketuban pecah dini.

Tujuan penelitiaan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asfiksia neonatorum pada ibu yang mengalami ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum dr. Pringadi Medan Tahun 2010-2012.

Metodelogi : Desain penelitian ini bersifat deskriftif dengan pendekatan cross

sectional. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 41 orang. Pengambilan sampel

dilakukan dengan menggunakan total sampling. Penelitian ini dilakukan di Ruang Rekam Medik RSU Dr.Pirngadi Medan. Analisa data dilakukan secara univariat. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas bayi dari ibu dengan KPD tidak mengalami asfiksia neonatorum (65,9%). Hal ini mayoritas terjadi pada ibu dengan usia kehamilan aterm (71,4%) dengan KPD kurang dari 12 jam (75%) dan bersalin secara spontan (77,8%). Adapun bayi yang mengalami asfiksia neonatorum mayoritas terjadi pada ibu dengan usia kehamilan preterm (46,2%) dengan KPD lebih dari atau sama dengan 12 jam (40,0%) dan ibu yang bersalin secara seksio sesarea (37,5%).

Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini bahwa mayoritas bayi yang mengalami asfiksia neonatorum terjadi pada ibu dengan usia kehamilan preterm dengan KPD lebih dari atau sama dengan 12 jam dan ibu yang bersalin secara seksio sesarea. Jadi, diharapkan kepada ibu hamil apabila mengalami tanda-tanda pecahnya ketuban segera mencari pertolongan agar tidak terjadi KPD yang terlalu lama.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan kasih karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asfiksia neonatorum pada ibu yang mengalami ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum dr. Pringadi Medan periode Januari 2010 - Desember 2012.

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat bagi peneliti untuk menyelesaikan program pendidikan D-IV Bidan Pendidik di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Penyusunan karya tulis ilmiah ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Ketua Program D-IV Bidan Pendidik dan selaku penguji I

3. dr.Christofel L. Tobing, SpoG (K) selaku dosen pembimbing karya tulis ilmiah ini yang dengan penuh keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, serta ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. 4. dr. M. Fachdy, Sp.OG,Msc selaku penguji II

(5)

7. Kedua oarng tua dan keluarga yang tak henti-hentinya memberikan semangat, dorongan, serta dukungan moril dan material.

8. Kepada seluruh teman - teman D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberi banyak bantuan dan semangat.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masi jauh dari kesempurnaan. Oleh karna itu, penulis berharap kritik dan saran yang mmbangun dari pembaca demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga semua bantuan, kritik dan saran yang telah diberikan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Medan, Juni 2013

Peneliti

(Nur Azizah)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR SKEMA ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.. ... 1

B. Rumusan Masala. ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan Umum ... 5

2. Tujuan Khusus ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

1. Bagi Peneliti . ... 6

2. Bagi Rumah Sakit ... 6

3. Bagi wanita Hamil ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ketuban Pecah Dini... 7

1. Pengertian ... 7

2. Penyebab KPD ... 7

3. Diagnosis KPD ... 9

4. Pengaruh KPD Terhadap Ibu dan Janin ... 10

(7)

B. Asfiksia Neonatorum ... 14

1. Pengertian ... 14

2. Faktor Resiko Asfiksia Neonatorum ... 14

3. Penilaian Asfiksia Neonatorum... 19

4. Pembagian Asfiksia Neonatorum ... 21

5. Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum ... 22

BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep ... 24

B. Defenisi Operasiosional ... 25

BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 27

B. Populasi dan Sampel ... 27

C. Tempat Penelitian ... 27

D. Waktu Penelitian ... 27

E. Etika Penelitian ... 28

F. Instrument Penelitian ... 29

G. Validitas dan Realibilitas ... 29

H. Prosedur Pengumpulan Data ... 29

I. Analisis Data ... 29

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 32

B. Pembahasan ... 35

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 39

B. Saran ... 39 DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-201………32

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Ketuban Pecah Dini di

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2012……….33

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Persalinan di Rumah Sakit

Umum dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2012………33

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Asfiksia Neonatorum di Rumah Sakit

Umum dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2012………...34

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Afiksia Neonatorum Berdasarkan Karakteristik Responden di Rumah SakitUmum dr. Pirngadi Medan Tahun

2010-2012………...34

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Afiksia Neonatorum Berdasarkan Lama KPD

di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2012…………35

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Afiksia Neonatorum Berdasarkan Jenis Persalinan

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Observasi Penelitian

Lampiran 2 Lembar konsultasi Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 3 Master data penelitian

Lampiran 4 Balasan surat izin penelitian

(11)

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Asfiksia Neonatorum Pada Ibu yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi

Medan Tahun 2010 -2012

ABSTRAK Nur Azizah

Latar belakang : Menurut (WHO), setiap tahunnya dari 120 juta bayi yang lahir didunia secara global, empat juta diantaranya (3,3%) bayi lahir mati (stillbirth) dan empat juta lainnya meninggal dalam usia 30 hari (neonatal lanjut).Kira-kira Sebanyak 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi lahir tersebut mengalami asphyxia

neonatorum dan hampir satu juta (27,78%) bayi ini meninggal. Sebanyak 98% dari

kematian bayi terjadi di negara-negara. Asfiksia neonatorum diperberat jika ibu hamil mengalami ketuban pecah dini.

Tujuan penelitiaan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asfiksia neonatorum pada ibu yang mengalami ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum dr. Pringadi Medan Tahun 2010-2012.

Metodelogi : Desain penelitian ini bersifat deskriftif dengan pendekatan cross

sectional. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 41 orang. Pengambilan sampel

dilakukan dengan menggunakan total sampling. Penelitian ini dilakukan di Ruang Rekam Medik RSU Dr.Pirngadi Medan. Analisa data dilakukan secara univariat. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas bayi dari ibu dengan KPD tidak mengalami asfiksia neonatorum (65,9%). Hal ini mayoritas terjadi pada ibu dengan usia kehamilan aterm (71,4%) dengan KPD kurang dari 12 jam (75%) dan bersalin secara spontan (77,8%). Adapun bayi yang mengalami asfiksia neonatorum mayoritas terjadi pada ibu dengan usia kehamilan preterm (46,2%) dengan KPD lebih dari atau sama dengan 12 jam (40,0%) dan ibu yang bersalin secara seksio sesarea (37,5%).

Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini bahwa mayoritas bayi yang mengalami asfiksia neonatorum terjadi pada ibu dengan usia kehamilan preterm dengan KPD lebih dari atau sama dengan 12 jam dan ibu yang bersalin secara seksio sesarea. Jadi, diharapkan kepada ibu hamil apabila mengalami tanda-tanda pecahnya ketuban segera mencari pertolongan agar tidak terjadi KPD yang terlalu lama.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelahiran dan kematian merupakan suatu siklus kehidupan yang silih berganti, dimana kelahiran bayi adalah suatu kejadian yang membahagiakan, akan tetapi lain halnya dengan kematian yang merupakan suatu kejadian yang sangat memprihatinkan, yang dikenal dengan fenomena 2/3. Fenomena itu terdiri dari : 2/3 kematian bayi (berusia 0-1 tahun) terjadi pada umur kurang dari satu bulan (Neonatal), 2/3 kematian neonatal terjadi kurang dari seminggu (neonatal dini), dan 2/3 kematian pada masa neonatal dini terjadi pada hari pertama kelahiran (Kokom.K, 2003). Penurunan angka kematian perinatal berlangsung lebih lamban, sebabnya ialah karena kesehatan serta keselamatan janin dalam uterus sangat tergantung dari keadaan dan kesempurnaan bekerjanya sistem dalam tubuh ibu yang mempunyai fungsi untuk menumbuhkan hasil konsepsi ari mudigah menjadi janin cukup bulan (Prawirohardjo, 2008.hal.10).

Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa setiap tahunnya dari 120 juta bayi yang lahir didunia secara global , empat juta diantaranya (3,3%) bayi lahir mati (stillbirth) dan empat juta lainnya meninggal dalam usia 30 hari (neonatal lanjut). Kira-kira Sebanyak 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi lahir tersebut mengalami asphyxia neonatorum dan hampir satu juta (27,78%) bayi ini meninggal. Sebanyak 98% dari kematian bayi terjadi di Negara-negara berkembang (Kosim, MS, 2005)

(13)

sebesar 34 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi ini sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal. Adapun kematian bayi baru lahir di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah asfiksia yaitu sebesar 27% (Depkes. RI, 2008:145)

Angka kematian bayi di Indonesia berbeda-beda di setiap provinsi. Di Jawa Timur angka kematian bayi mencapai 33 per 1.000 kelahiran hidup yang sebagian besar disebabkan oleh asfiksia sebesar 28% (Badan Pusat Statistik, 2008 dalam. Di provinsi sumatera utara kematian bayi sangat tinggi yaitu mencapa > 49 per 1.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Indonesia, 2008).

Insiden asfiksia neonatorum di negara berkembang lebih tinggi dari pada di negara maju. Berdasarkan klasifikasi asfiksia di negara berkembang lebih kurang 4 juta bayi baru lahir menderita asfiksia sedang dan berat, dari jumlah tersebut 20% diantaranya meninggal. Di Indonesia angka kejadian asfiksia kurang lebih 40 per 1.000 kelahiran hidup. Secara keseluruhan 110 neonatus meninggal setiap tahun karena asfiksia (Cunningham, leveno, bloom, et al, 2005).

Kematian bayi baru lahir masih tinggi hal ini mungkin erat kaitannya dengan komplikasi obstetric dan status kesehatan ibu yang rendah selama kehamilan dan persalinan, sebab kematian neonatal utama pada asphyxia neonatorum sebanyak 2,7 % setelah BBLR sebanyak 29 % (Depkes RI, 2005).

Asfiksia neonatorum ini sebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor –faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna.

(14)

hi terjadinya asfiksia neonatorum akibat terjadinya prolapsus funiculli yaitu tali pusat tertekan diantara kepala bayi dan panggul sehingga terjadi kompresi yang menyebabkan ancaman penghentian pefusi fetoplasenta. Infeksi, atonia uteri, perdarahan post partum, asfiksia dan Intra Uterine Fetal Dead (IUFD) merupakan ancaman apabila ketuban pecah dini tidak segera ditangani (Depkes RI, 2003.hal.108).

Insidensi ketuban pecah dini mendekati 10% dari semua persalinan. Pada kehamilan kurang dari 37 minggu sebanyak 2-4%, sedangkan pada kehamilan Aterm 8-10%, maka sebahagian besar ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan Aterm (Rukiyah dan yulianti, 2010.hal 232) .

Di Rumah Sakit Umum Swadana Sumedang angka morbiditas ibu dengan ketuban pecah dini mengalami peningkatan pada tiap tahunnya. Insidensi ketuban pecah dini berkisar 4,5% sampai dengan 7,6% dari seluruh kehamilan (Setiana, A. 2009). Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan dalam rahim sehingga memudahkan terjadinya infeksi, hal ini tentu akan meningkatkan kejadian infeksi maternal dan infeksi neonatal yang akan berujung menjadi asfiksia neonatorum (Manuaba, 2007.hal.230).

(15)

Fase laten pada KPD merupakan lamanya waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi proses persalinan. Semakin panjang fase laten, semakin besar kemungkinan terjadinya infeksi yang berasal dari traktus urogenital bawah (Manuaba, 2007 hal 118). Semakin panjangnya fase laten juga akan mengakibatkan terjadinya hipoksia hingga fetal distress dan berlanjut menjadi asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir (Manuaba, 2011). KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih 12 jam sebelum waktunya melahirkan, yang mempunyai peranan penting terhadap timbulnya infeksi yang akan berujung menjadi asfiksia neonatorum (Rukiyah dan Yulianti, 2010.hal.230).

Untuk pengelolaan KPD masih merupakan masalah yang kontroversial dalam kebidanan. KPD dengan usia kehamilan cukup bulan akan berhadapan dengan dua masalah, yaitu segera mengakhiri persalinan dengan menaikkan proporsi seksio sesarea dalam proses persalianan yang akan menaikkan terjadinya infeksi. Sedangkan KPD yang kehamilan kurang bulan kehamillannya akan segera diakhiri harus dapat dipastikan bahwa bayi yang akan lahir akan mampu mengatasi masalah-masalah yang akan terjadi pada kehidupan di luar rahim (Mochtar, 1998). Pada penelitian ini akan diselidiki faktor- faktor yang mempengaruhi kejadian afiksia neo natorum yang nantinya ditentukan dengan nilai APGAR pada ibu yang mengalami ketuban pecah dini.

Nilai Apgar adalah salah satu cara untuk menilai kondisi post natal. Patokan klinis untuk menilai keadaan bayi baru lahir 1, 5, dan 10 menit yang meliputi beberapa aspek penilaian yaitu frekuensi jantung, usaha bernafas, tonus otot, refleks dan warna kulit (Mochtar, 2011).

(16)

ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum dr. Pringadi medan periode januari 2010-desember 2012

B. Perumusan Masalah

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Asfiksia Neonatorum Pada Ibu Yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Medan Periode Januari 2010-Desember 2012

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asfiksia neonatorum pada ibu yang mengalami ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum dr. Pringadi Medan Tahun januari 2010-desember 2012

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi frekuensi kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir dari ibu dengan ketuban pecah dini di RSU dr. Pringadi Medan

b. Mengidentifikasi frekuensi kejadian usia kehamilan pada ibu yang mengalami ketuban pecah dini terhadap asfiksia neonatorum di RSU dr. Pirngadi Medan.

c. Mengidentifikasi frekuensi kejadian lamanya ketuban pecah dini terhadap asfiksia neonatorum di RSU dr.Pringadi Medan.

(17)

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang ketuban pecah dini dan asfiksia sekaligus dapat mengaplikasikan teori yang sudah di dapat di bangku kuliah khususnya metodologi penelitian.

2. Manfaat bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bukti empirik bahwa terdapat hubungan antara lamanya ketuban pecah dini dengan komplikasi terhadap bayi baru lahir yang mungkin terjadi, sehingga hasil penelitian diharapkan bisa digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam penanganan penderita ketuban pecah dini secara tepat, untuk mencegah dan meminimalkan komplikasi ketuban pecah ini terhadap ibu dan neonatus. Selain itu dapat diketahui waktu untuk timbulnya komplikasi ketuban pecah dini terhadap bayi.

3. Manfaat bagi wanita hamil

(18)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Ketuban Pecah Dini

1. Pengertian Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD yang memanjang adalah yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan (Yatini, Mufdlilah dan Hidayat(2009,hal.13).

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi in partu. Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu, sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak. Ketuban pecah dini merupakan kontroversi obstetri Manuaba IBG (2008, hal. 119).

2. Penyebab ketuban pecah dini

Penyebab dari premature rupture of the membrane (PROM) tidak atau belum jelas, maka preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi. Menurut Manuaba.IBG (2008, hal.119) penyebab ketuban pecah dini sebagai berikut:

a. Servik inkompeten b. Overdistensi uterus

(19)

d. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban (infeksi genitalia, meningkatnya enzim proteolitik).

e. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase

laten. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi. Dan

makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin, sehingga komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat.

Penyebab umum ketuban pecah dini adalah grandemulti, over distensi (hidramnion, kehamilan ganda), disproporsi sefalopelvik, kehamilan letak lintang, sungsang, atau pendular abdomen.

Mekanisme ketuban pecah dini menurut Prawirohardjo,S (2011,hal. 678) ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degrasi ekstraselular matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktifitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Faktor resiko untuk ketuban pecah dini yaitu:

• Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen

• Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan

struktur abnormal antara lain merokok.

(20)

janin. Aktivitas degedrasi preteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP, hal ini cenderung terjadi ketuban pecah dini. Pada kehamilan muda, selaput ketuban sangat kuat, pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah.

3. Diagnosis Ketuban Pecah Dini

Diagnosis KPD secara tepat sangat penting untuk menentukan penanganan selanjutnya, oleh karna itu usaha untuk menegakkan diagnosis KPD harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Cara-cara yang dipakai untuk menegakkan diagnosis menurut Fadlun dan feryanto (2011) adalah:

a. Secara klinik

1) Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak putih), rambut lanugo (bulu-bulu halus) di mana bila terinfeksi akan tercium bau.

2) Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah atau terdapat cairan ketuban pada forniks posterior.

3) USG: volume cairan amnion berkurang/ oligohidramnion. 4) Terdapat infeksi genital (sistemik)

5) Gejala chorioamnionitis b. Maternal

Demam (takikardi), uterine tenderness, cairan amnion yang keruh dan berbau,leukositosis (peningkatan sel darah putih), leukosit esterase (LEA) meningkat, kultur darah/urine.

c. Fetal

(21)

d. Cairan amnion

Tes cairan amnion, di antaranya dengan kultur/ gram stain, fetal fibronection, glukosa, leukosit esterase (LEA), dan sitokin. Jika terjadi chorioamnionitis, maka angka mortalitas neonatal empat kali lebih besar, angka distres pernapasan, sepsis neonatal, dan pendarahan intraventrikular tiga kali lebih besar.

1) Dilakukan tes valsava, tes nitrazin, dan tes fren

Nilai normal PH cairan vagina adalah 4,5-5,5 dan normal PH cairan amnion 7,0-7,5

2) Dilakukan uji kertas lakmus/tes nitrazize. a) Jadi biru (basa): air ketuban.

b) Jadi merah (asam): urine. 4. Pengaruh KPD terhadap Ibu dan Janin

Pengaruh ketuban pecah dini menurut Mochtar, R( 2011,hal.178)terhadap ibu dan janin adalah meningkatnya mortalitas dan morbiditas perinatal. Pengaruh KPD terhadap janin dan ibu yaitu:

1. Terhadap ibu

(22)

2. Terhadap janin

Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi. Karena infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan.komplikasi yang sering dialami oleh janin adalah Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi). Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry

labour/partus lama, skor APGAR rendah, ensefalopati, cerebral palsy,

perdarahan intrakranial,gagal ginjal, distress pernapasan.sehingga meningkatkan Morbiditas dan mortalitas perinatal.

Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi asenden. Dan semakin lama periode laten, makin besar kemungkinan infeksi sehingga meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin dalam rahim (Yulaikhah, 2008, Hal .116). Tanda adanya infeksi bila suhu ibu > 38C, air ketuban keruh dan bau, leukosit darah > 15.000/mm, perlunakan uterus dan takikardia janin (>180 kali/menit) Prawihardjo,S (2008, hal. 680).

5. Penatalaksanaa KPD

(23)

Penatalaksanaan ketuban pecah dini menurut Prawirohardjo,S (2008,hal. 680) dibagi menjadi konservatif dan aktif.

a. Konservatif

Rawat di Rumah Sakit, berikan antibiotik (ampisillin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau air ketuban sampai tidak keluar lagi. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu dan tidak ada tanda-tanda infeksi tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamila 32-37 minggu, ada infeksi beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterine). Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksa metason I.M 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

b. Aktif

(24)

• Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks,

kemudian di induksi, bila tidak berhasil akhiri dengan seksio sesarea

• Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan

c. Penatalaksanaan Agresif menurut Morgan dan Hamilton (2003,hal. 393) adalah

1) Jel prostaglandin atau Misoprostol (meskipun tidak disetujui penggunaannya) dapat diberikan setelah konsultasi dengan dokter

2) Mungkin dibutuhkan rangkain induksi Pitocin bila serviks tidak berespon.

3) Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan. Bila tidak ada tanda, mulai pemberian pitocin.

4) Berikan cairan per IV, pantau janin

5) Peningkatan risiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif 6) Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks

untuk diinduksi, kaji nilai Bishop setelah pemeriksaan speculum. Bila diputuskan untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi pemeriksaan yang dilakukan, baik manupulasi dengan tangan maupun spekulum, sampai persalinan dimulai atau induksi dimulai

(25)

8) Lakukan NST setelah ketuban pecah; waspada adanya takikardia janin yang merupakan salah satu tanda infeksi

9) Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila: a) Suhu tubuh ibu meningkat signifikan b) Terjadi takikardia janin

c) Lokia tampak keruh

d) Iritabilitas atau nyeri tekan uterus yang signifikan e) Kultur vagina menunjukkan kenaikan sel darah putih 10) Menurut Manuaba IBG (2003,hal. 72) Induksi oxytocin/prostagl

andin persalinan dapat dilakukan dengan waktu yaitu: a) Setelah 6 jam PRM.

b) Setelah 12 jam PRM. c) Setelah 24 jam PRM. B. Asfiksia Neonatorum

1. Pengertian

Asfiksia neonatorum merupakan suatu kondisi di mana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur setelah dan teratur segera setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah lahir (Aminullah,A, 2005).

(26)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadi Asfiksia Neonatorum

Pengembangan paru-paru neonatus terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernapasan teratur, bila terjadi gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.

Penyebab asfiksia neonatorum menurut Toweil (1996, dalam Ilyas,Mulyati dan Nurlinas, 1994) yang terdiri dari:

a. Faktor ibu 1) Hipoksia ibu

Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.

2) Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

Umur ibu tidak secara langsung berpengaruh terhadap kejadian asfiksia neonatorum, namun demikian lama diketahui bahwa umur berpengaruh terhadap proses reproduksi. Umur ibu dianggap optimal untuk kehamilan adalah antara 20 sampai 30 tahun. Sedangkan dibawah atau diatas usia tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan maupun persalinan (Martaadisoebrata, 1992), sementara itu toweil menjelaskan penyebab asfiksia neonatorum pada bayi yang tergolong faktor ibu antara usia kurang dari 20 tahun dan usia lebih dari 35 tahun (Ilyas, Mulyati, dan Nurlinas, 1994).

3) Paritas

(27)

meningkat. Grande multi para adalah istilah yang digunakan untuk wanita dengan kehamilan kelima atau lebih. Kehamilan pada kelompok ini sering disertai penyulit, seperti kelainan letak, perdarahan ante partum, pendarahan post partum, dan lain-lain (Martaadisoebrata,1992). Primipara perlu disangsikan, bahwa kekakuan jaringan panggul yang belum pernah menghadapi kehamilan akan banyak menentukan kelancaran proses kehamilan.

Hasil penelitian Ahmad di RSUD Dr. Adjidarmo Rangkasbitung 2000 (dikutip oleh Evi) menemukan kejadian asfiksia neonatorum 1.480 kali pada ibu yang melahirkan dengan paritas primipara dan grandemultipara dari pada ibu dengan multipara

4) Penyakit yang diderita ibu

Penyakit pembuluh darah ibu yang menggangu pertukaran gas janin; hipertensi, hipotensi, gannguan kontraksi uterus dan lain-lain (Wiknjosastro H, 2005).

Hipertensi adalah tekanan darah lebih tinggi dari tekanan darah normal yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama Hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan fetus.

Hipertensi dalam kehamilan dapat menimbulkan berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin (Mochtar, 2004).

(28)

terjadi gangguan pertumbuhan janin karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeclampsia dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap rangsang, sehingga terjadi partus prematurus dan

asphysia neonatorum (Tanjung M,T, 2004).

b. Faktor plasenta

Plasenta merupakan akar janin untuk mengisap nutrisi dari ibu dalam bentuk �2 asam amino, vitamin, mineral, dan zat lainnya ke janin dan membuang sisa metabolisme janin dan ��2.

Gangguan pertukaran gas di plasenta yang akan menyebabkan asfiksia janin. Pertukaran gas antara ibu dan janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta (plasenta previa), solusio plasenta dsb (Manuaba, IBG, 2002).

a) Plasenta previa

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebahagian atau seluruh ostium uteri internum. 70 persen pasien dengan plasenta previa mengalami perdarahan pervaginam yang tidak nyeri dalam trimester ketiga, 20 persen mengalami kontraksi yang disertai dengan perdarahan, dan 10 persen memiliki diagnosa plasenta previa yang dilakukan tidak sengaja dengan ultrasonografi atau pemeriksaan saat janin telah cukup bulan. Penyulit pada ibu menimbulkan anemia sampai syok sedabgkan pada janin dapat menimbulkan asfiksia neonatorum sampai kematian janin dalam rahim (Manuaba, IBG, 2002).

b) Solusio plasenta

(29)

menimbulkan gangguan pada ibu dan janin. Penyulit pada janin tergantung luasnya plasenta yang lepas dapat menimbulkan asfiksia neonatorum ringan sampai kematian janin dalam rahim (Manuaba.IBG, 2002).

c. Faktor neonatus

Meliputi tali pusat menumbung akibat ketuban telah pecah, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gamelli,IUGR, premature, kelainan congenital pada neonatus

d. Faktor persalinan

persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kaandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan/kekuatan sendiri. Bentuk persalinan yang dapat menimbulkan asfiksia neonatorum adalah

a) Persalinan buatan/ persalinan anjuran

Persalinan dengan tindakan dapat menimbulkan asfiksia neonatorum yang disebabkan oleh tekanan langsung pada kepala, menekan pusat-pusat vital pada medulla oblongata, aspirasi air ketuban, mekonium, cairan lambung dan perdarahan atau oedema jaringan pusat saraf pusat (Manuaba, IBG, 1989).

Persalinan anjuran dengan menggunakan prostaglandin akan menimbulkan kontraksi otot rahim yang berlebihan menggangu sirkulasi darah sehingga menimbulkan asfiksia neonatorum

b) Partus lama

(30)

c) Lamanya Ketuban Pecah Dini

ketuban pecah lama adalah jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam yang mempunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentitis dan amnionitis (yatini, Mufdilah dan Hidayat, 2009). Semakin panjang fase laten semakin besar kemungkinan terjadinya infeksi (Manuaba,IBG, 2008). Ketuban pech dini dapat menyebabkan asfiksia. Terjadinya asfiksia seringkali diawali infeksi yang terjadi pada bayi aterm dan prematur, infeksi janin langsung berhubungan dengan lamanya ketuban pecah selaput ketuban atau lamanya periode laten (yatini, Mufdillah dan Hidayat, 2009.hal.13).

Semakin lama periode laten, semakin lama pula kala satu persalinan dan semakin besar insidensi infeksi. Janin bila terinfeksi sekalipun tidak terlihat tanda-tanda sepsis pada ibu. Tempat paling sering mengalami infeksi adalah traktus respiratorius. Kebanyakan pneumonia terjadi dalam 2 minggu pertama kehidupan berasal dari dalam rahim (oxorn, 2003). Setelah terjadi persalinan dan ditemukan tanda infeksi biasanya bayi memiliki nilai Apgar dibawah 7 dan dapat mengalami hipotermia. Disisi lain bayi dapat memiliki nilai Apgar yang tinggi lalu turun pada 10-25 menit setelah lahir. Pengamatan terus secara hati-hati pada bayi selama jam pertama setelah persalinan adalah penting (Midwifery, 2004).

3. Penilaian Asfiksia Neonatorum

Sesaat setelah bayi lahir, penolong persalinan biasanya langsung melakukan penilaian terhadap bayi tersebut. Perangkat yang digunakan untuk menilai dinamakan Skor APGAR (Saifuddin,A.B, 2010).

(31)

(pernapasan). Dimana kelima hal tersebut merupakan faktor yang dinilai ketika bayi lahir. Sejak itu sistem ini dipergunakan secara luas untuk menilai keadaan klinik bayi baru lahir. Skor Apgar merupakan metode praktis yang secara sistematis digunakan untuk membantu mengindentifikasibayi yang memerlukan resusitasi akibat asidosis hipoksi.. Cara ini dianggap yang paling ideal dan telah banyak digunakan dimana-mana. Nilai Apgar skor pada menit-1 mengisyaratkan perlunya tindakan resusitasi segera. Skor menit-5,-10,-15, dan -20 menunjukkan keberhasilan dalam melakukan resusitasi bayi. Skor Apgar 0-3 pada menit -20 meramalkan tingginya mortalitas dan morbiditas (Nelson,et al 2000).

Patokan klinis yang dinilai adalah menghitung frekuensi jantung, melihat usaha bernafas, menilai tonus otot, menilai reflek rangsangan, memperhatikan warna kulit. Setiap kriteria diberi angka tertentu, nilai Apgar biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap selanjutnya dilakukan 5 menit berikutnya karena hal ini mempunyai korelasi yang erat dengan mortalitas dan morbiditas neonatal. Nilai Apgar 1 menit menunjukkan toleransi bayi terhadap proses kelahirannya, nilai Apgar 5 menit menunjukkan adaptasi bayi terhadap lingkungan barunya. Di bawah ini adalah tabel Apgar Score untuk menentukan derajat asfiksia.

Tabel 2.1 SKOR APGAR

Tanda Nilai : 0 Nilai : 1 Nilai : 2

Appearance (warna kulit)

Pucat/biru seluruh tubuh

Tubuh merah, ekstremitas biru

(32)

Pulse

(denyut jantung)

Tidak ada <100 >100

Grimace (tonus otot)

Tidak ada Ekstremitas sedikit fleksi

Gerakan aktif

Activity (aktifitas)

Tidak ada Sedikit gerak Langsung menangis Respiration

(pernafasan)

Tidak ada Lemah/tidak teratur Menangis

Sumber: Mochtar,R, (2011,hal.292 )

4. Pembagian serta tanda dan gejala asfiksia sesuai nilai Apgar menurut Mochtar,R (2011,hal.293) adalah

a. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)

Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pada asfiksia berat adalah: Frekuensi jantung kecil yaitu < 40 kali/menit. Tidak ada usaha bernafas, Tonus otot lemah bahkan tidak ada, Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberi rangsangan, Bayi tampak pucat bahkan berwarna kelabu, Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.

b. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)

(33)

c. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-9)

Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah:

Takipnea dengan nafas lebih dari 60 kali/menit, bayi tampak sianosis, adanya retraksi sela iga, bayi merintih (grunting), adanya pernafasan cuping hidung, dayi kurang aktifitas, dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales

dan wheezing positif

d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

5. Penatalaksanaan asfiksia neonatorum sesuai dengan APGAR Skor menurut Hidayah, A.Z (2008,hal. 128) adalah sebagai berikut:

a. Asfiksia Ringan APGAR Skor (7-9) Cara mengatasinya adalah :

1) Bayi di bungkus dengan kain hangat

2) Bersihkan jalan napas dengan mengisap lendir pada hidung kemudian mulut.

3) Bersihkan badan dan tali pusat

4) Lakukan observasi tanda vital, pantau APGAR skor, dan masukan kedalam inkubator.

b. Asfiksia sedang APGAR Skor (4-6) Cara mengatasinya dengan cara:

1) Bersihkan jalan napas

2) Berikan oksigen dua liter per menit

(34)

4) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Dekstrosa 40% sebanyak 4 cc disuntikan melalui vena umbilicus secara perlahan-lahan untuk mencegah tekanan intrakranial meningkat.

c. Asfiksia Berat APGAR Skor (0-3) Cara mengatasinya dengan cara:

1) Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui amubag. 2) Berikan oksigen 4-5 liter per menit

3) Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT (endotracheal tube) 4) Bersihkan jalan napas melalui ETT

(35)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asfiksia neonatorum pada ibu dengan KPD yang terdiri dari usia kehamilan, lamanya ketuban pecah dini dan jenis persalinan Kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Skema 3.1 kerangka konsep penelitian

(36)

spontan, vacum setelah lahir pada

(37)

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Desain penelitian ini bersifat deskriftif dengan pendekatan cross

sectional dimana akan mengidentifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi

terjadinya asfiksia neonatorum pada ibu yang mengalami ketuban pecah dini di RSU dr.Pirngadi Medan tahun 2010-2012.

B. POPULASI DAN SAMPEL 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua laporan rekam medis kasus seluruh ibu yang mengalami ketuban pecah dini beserta bayinya yang berada di RSU dr.Pirngadi Medan pada periode januari 2010- desember 2012 adalah 41 orang.

2. Sampel

Teknik pngambilan sampel yang digunakan adalah total sampling yaitu seluruh populasi dijadikan sampel. Sampel yang diambil adalah semua ibu yang mengalami ketuban pecah dini beserta bayinya yang berada di RSU dr.Pirngadi Medan pada periode januari 2010- desember 2012

C. Lokasi Dan Waktu Penelitian 1. Lokasi

(38)

2. Waktu

Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penelitian ini adalah di mulai pada bulan Maret- April 2013

D. PERTIMBANGAN ETIK PENELITIAN

Dalam melakukan penelitian, Peneliti mendapatkan rekomendasi dari ketua program D IV- Bidan Pendidik USU, dan permintaan izin dari Pimpinan RSU dr.Pirngadi Medan. Dan setelah itu proses penelitian dapat dilaksanakan.

Anonimity ( tanpa nama ) yaitu Pada lembar pengumpulan data tidak

diberikan atau mencantumkan nama responden (anonymity) dan hanya menuliskan kode pada hasil penelitian yang disajikan.

Kerahasiaan (confidentiality) yaitu Masalah ini merupakan masalah etika dan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah – masalah lainnya. Semua informasi yang akan dikumpul dijamin kerahasiaan oleh peneliti,

E. INSTRUMENT PENELITIAN

Data yang dikumpulkan menggunakan data skunder, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang sesuai dengan data rekam medis berkaitan dengan faktor- faktor asfiksia neonatorum pada ibu KPD yaitu Usia kehamilan,lama ketuban pecah dini dan jenis persalinan pada ibu yang mengalami ketuban pecah dini dengan bayinya yang berada di RSU dr.Pirngadi Medan.

F. UJI VALIDITAS DAN REABILITAS

(39)

G. PENGUMPULAN DATA

Data yang dikumpulkan terdiri dari data skunder yang diperoleh dari rekam medis yang mengalami KPD di RSU.dr.Pirngadi Medan dalam periode januari 2010-desember 2012 dimulai dari bulan 28 Maret sampai 26 April 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan rekam medik yang berisi dengan data rekam medis, dengan metode checklist.

H. ANALISA DATA

Analisis data dilakukan secara univariat dengan melihat presentasi data dan distribusi frekuensi. Melakukan pengelolaan data dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Proses editing ( pemeriksaan data)

Dilakukan pegecekan kelenkapan data yang telah terkumpul. Bila terdapat kekurangn dalam pengumpulan data akan diperbaiki dengan baik. 2. Proses coding ( pengkodean data )

Kode atau angka tertentu pada lembar observasi untuk mempermudah saat mengadakan tabulasi dan analisa.

3. Proses tabulating ( penyusunan data )

(40)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Usia Kehamilan Pada Ibu KPD

Tabel 5.1

Distribusi Responden Berdasarkan Usia Kehamilan di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi MedanTahun 2010-2012(n=41)

Variabel Frekuensi Persentase (%)

Aterm 28 68,3

Preterm 13 27,1

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diperoleh bahwa ibu yang mengalami KPD di RSU dr.Pirngadi Medan tahun 2010-2012, sebagian besar memiliki usia kehamilan aterm 28 orang (68,3%).

2. Lama Ketuban Pecah Dini

Tabel 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Lama Ketuban Pecah Dinidi Rumah SakitUmum Dr. Pirngadi MedanTahun 2010-2012 (n=41)

Variabel Frekuensi Persentase (%)

Kurang dari 12 jam 16 39

Lebih dari atau sama dengan 12 jam

25 61

(41)

3. Jenis Persalinan Pada Ibu KPD Tabel 5.3

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Persalinandi Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi MedanTahun 2010-2012(n=41)

Variabel Frekuensi Persentase (%)

Spontan 9 22

Seksio sesarea 32 78

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diperoleh bahwa ibu yang mengalami KPD di RSU dr.Pirngadi Medan tahun 2010-2012, sebagian besar bersalin dengan cara seksio sesarea yaitu sebanyak 32 orang (78%).

4. Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir dengan ibu KPD Tabel 5.4

Distribusi Responden Berdasarkan Afiksia Neonatorumdi Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi MedanTahun 2010-2012 (n= 41)

Variabel Frekuensi Persentase (%)

Tidak Asfiksia 27 65,9

Asfiksia 14 34,1

(42)

5. Asfiksia Neonatorum Berdasarkan Usia Kehamilan Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Afiksia NeonatorumBerdasarkan Karakteristik Responden di Rumah SakitUmum dr. Pirngadi MedanTahun 2010-2012 (n= 41)

Usia Kehamilan

Asfiksia Neonatorum

Tidak Asfiksia Asfiksia Total

F % F % F %

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa berdasarkan usia kehamilan bayi yang mengalami asfiksia sebagian besar terjadi pada kehamilan preterm yaitu 6 orang (46,2%) dan bayi yang tidak mengalami asfiksia sebagian besar terjadi pada kehamilan aterm yaitu 20 orang (71,4%).

6. Asfiksia Neonatorum berdasarkan Lama Ketuban Pecah Dini Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Afiksia NeonatorumBerdasarkan Lama KPD di Rumah SakitUmum dr. Pirngadi MedanTahun 2010-2012 (n= 41)

Lama ketuban pecah dini

Asfiksia Neonatorum

Tidak Asfiksia Asfiksia Total

F % f % f %

Kurang dari 12 jam

Lebih dari atau sama dengan 12 jam

(43)

7. Asfiksia Neonatorum Berdasarkan Jenis Persalinan Tabel 5.7

Distribusi Frekuensi Afiksia NeonatorumBerdasarkan Jenis Persalinan di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi MedanTahun 2010-2012 (n= 41)

Jenis Persalinan

Asfiksia Neonatorum

Tidak Asfiksia Asfiksia Total

F % f % f %

Berdasarkan pada tabel 5.7 dapat dilihat bahwa bayi yang mengalami asfiksia sebagian besar terjadi pada ibu yang bersalin secara seksio sesaria12 orang (37,5%) dan bayi yang tidak mengalami asfiksia sebagian besar terjadi pada ibu yang bersalin secara spontan7 orang (77,8%).

B. PEMBAHASAN

1. Asfiksia Neonatorum Berdasarkan Karakteristik Responden

Berdasarkan usia kehamilan bayi yang mengalami asfiksia sebagian besar terjadi pada kehamilan preterm yaitu 6 orang (46,2%) dan bayi yang tidak mengalami asfiksia sebagian besar terjadi pada kehamilan aterm yaitu 20 orang (71,4%). Menurut penelitian yang dilakukan WHO, ibu yang hamil di usia kurang dari 20 tahun, kemungkinan besar untuk mengalami preterm. Sebab kondisi ibu belum matang, baik dalam sisi pengetahuan, psikologi, dan organ.

(44)

2. Asfiksia Neonatorum Pada Ibu Yang Mengalami KPD

Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar bayi yang lahir dari ibu dengan ketuban pecah dini di RSU dr.Pirngadi Medan tahun 2010-2012 tidak mengalami asfiksia yaitu sebanyak 27 orang (65,9%). Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Muntari (2009) di RSUD Dr.R.Koesma Tuban, diketahui ibu bersalin dengan lama KPD didapatkan bayi tidak mengalami asfiksia (81,25%).

Akan tetapi hasil penelitian ini tidak sesuaidengan penelitian yang dilakukan Halimah,S.N, Chandra, dan Wisnubroto, A.P (2008) mengatakan bahwa sebagian besar bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami KPD menderita asfiksia berat (39,47%). Begitu juga menurut Depkes RI (2003) yang menyatakan bahwa ketuban pecah dini mempengaruhi terjadinya asfiksia neonatorum akibat terjadinya prolapsus funiculli. Hal ini kemungkinan dikarenakan adanya faktor lain yang dapat menyebabkan asfiksia neonatorum antara lain partus lama, pre eklampsi dan eklamsi, kehamilan lewat waktu, pendarahan abnormal dan lain-lain.

Menurut prawirohardjo, S.(2002) bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu yang mengalami KPD, harus memerlukan tindakan penanganan segera. Hal ini berarti penanganan secara cepat dan tepat pada kasus ketuban pecah dini dapat mempengaruhi keadaan skor APGAR pada janin.

3. Asfiksia Neonatorum berdasarkan Lama Ketuban Pecah Dini

(45)

yang tidak mengalami asfiksia sebagian besar terjadi pada ibu yang mengalami KPD kurang dari 12 jam yaitu 12 orang (75%).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Setianna. A (2008) di Rumah Sakit Daerah Cepu yang menunjukkan bahwa bayi yang mengalami ketuban pecah dini yang lebih dari 12 jam (25,86%) memiliki APGAR buruk. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Manuaba (1989) dalam bukunya juga menyatakan bahwa lamanya periode laten pada ketuban pecah dini maka makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim sehingga memudahkan terjadinya infeksi, hal ini tentu akan meningkatkan kejadian infeksi maternal dan infeksi neonatal yang akan berujung menjadi asfiksia neonatorum. Hasil penelitian ini berarti bahwa semakin cepat penanganan terhadap kasus KPD maka akan smakin sedikit kejadian asfiksia neonatorum.

4. Asfiksia Neonatorum Berdasarkan Jenis persalinan Ibu KPD

Berdasarkan pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa bayi yang mengalami asfiksia sebagian besar terjadi pada ibu yang bersalin secara seksio sesaria 12 orang (37,5%) dan bayi yang tidak mengalami asfiksia sebagian besar terjadi pada ibu yang bersalin secara spontan 7 orang (77,8%).

(46)
(47)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan

1. Sebagian besar bayi yang lahir dari ibu dengan ketuban pecah dini di RSU dr.Pirngadi Medan tahun 2010-2012 tidak mengalami asfiksia yaitu sebanyak 27 orang (65,9%). Hal ini sebagian besar terjadi pada ibu dengan usia kehamilan aterm (71,4%) dengan KPD kurang dari 12 jam (75%) dan pada ibu yang bersalin secara spontan 7 orang (77,8%).

2. Bayi yang mengalami asfiksia sebagian besar terjadi pada ibu dengan usia kehamilan preterm (46,2%) dengan KPD lebih dari atau sama dengan 12 jam yaitu (40%) dan pada ibu yang bersalin secara seksio sesaria (37,5%). B. SARAN

1. Bagi Wanita Hamil

Disarankan bagi ibu hamil apabila mengalami tanda-tanda pecahnya ketuban segera mencari pertologan supaya tidak terjadi KPD yang terlalu lama.

2. Bagi petugas kesehatan

Disarankan bagi petugas kesehatan yang menolong persalinan harus selalu siaga terhadap kondisi yang dapat membahayakan ibu maupun bayi, utamanya ibu yang mengalami lama KPD, dan terdeteksi lahir prematur.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Aminullah, A. (2005).Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Cuningham,G, Norman, F, Kenneth, J,Larry C,John, C, Kathrine, D. (2006).Obstetri

Wiliams. Edisi ke 21(vol.1).Jakarta: EGC

Depkes RI. (2008). Asuhan Persalinan Perinatal, Jakarta: EGC _________.(2003). Asuhan Persalinan Normal, Jakarta : Jnpk-KR

_________.(2005).Program Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak. HSP-Health

Service Program. Jakarta: Depkes RI

Evi, D.(2007).Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Asfiksia Neonatorum

Pada Bayi Baru Lahir di RSU dr.Pirngadi Medan (Thesis). Di akses pada

tanggal 20 juni 2013. From

Fahrudin. (2003). Analisis beberapa fator risiko kejadian asfiksia neonatorum di

kabupaten purworejo.(tesis) fakultas keokteran diponegoro. Semarang. Di

akses 10 juni 2013 from:http

Halimah, S, Chandra,D, Wisnubroto, P. Hubungan Kejadian Ketuban Pecah Dini

Pada Saat Persalinan dengan Kejadian Asfiksia Bayi Baru Lahir. Di akses 18

juni 2010 di dapat dari:

//eprints, undip.ac.id/14393/1/2003.pdf

Hidayat, A.A.(2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan, Jakarta: EGC

Kokom.K.(2003).Setiap Jam Delapan Bayi Meninggal. Diakses 23 desember 2012

Kosim, M.S.(2005). Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir untuk Bidan. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara Sub Dinas Kesehatan Keluarga Ilyas. J,Mulyati,S.(1994). Asuhan Persalinan Perinatal, Jakarta: EGC

Manuaba.I.B.G.(2001). Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetric Ginekologi

dan Kb, Jakarta: EGC

____________.(2003). Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric Dan Ginekologi, Jakarta: EGC

____________.(2007). Pengantar Kuliah Obstetri, Jakarta:EGC

(49)

Martadisoebrata, D.(1992). Obstetri sosial Bagian dan Ginekologi Fakultas

Kedokteran padjajaran, Bandung.

Mochtar, R. (1998), Synopsis Obtetri Fisiologi, Jakarta: RGC Mochtar, R.(2011). Sinopsis obstetric Edisi 3. Jakarta: EGC

Morgan, G dan Hamilton,S.(2003). Obstetri & Ginekologi. Jakarta: EGC

Muntari.(2009). Hubungan Antara Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia

Pada Bayi Baru Lahir Di RSUD Dr.R.Koesma Tuban . Di akses 18 juni 2013

Midwifery, V.(2004). Ilmu Kebidanan, Bandung: Penerbit Sekolah Pubhliser

Nelson, Behman, Kliegman, Arvin.(2000). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol 1.E/15, Jakarta :EGC

Notoatmodjo, S.(2010). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT Rineka Cipta Prawirohardjo, S. (2008). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

Prawirohardjo, S. (2007). Ilmu kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Rukiyah, S.Si.T, Yulianti, Am.Keb,MKM.(2010). Asuhan Kebidanan IV

(Patologi).Jakarta.Trans Info Media

Saifuddin, A.B. (2010). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Setiyana, A.(2009). Hubungan Antara Lama Ketuban Pecah Dini Terhadap Nilai

Apgar Pada Kehamilan Aterm di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu (Thesis).

Universitas Muhammadiyah Surakarta.Diakses Pada Tanggal 7 Oktober 2012. From

Sunarto, Dwi ,U, Nurhalis,S.(2008). Hubungan antara Kejadian Ketuban Pecah Dini

dengan Kejadian Sepsis Neonatorum di Rumah Sakit Daerah Kabupaten

Madiun periode 2004-2007. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Tanjung, M.T.(2004). Preeklampsi studi tentang hubungannya dengan faktor

fibrinolisis ibu dan gas darah tali pusat.Jakarta: Pustaka Bangsa Press Tahir, Rismayanti, dan Ansar .(2012). Labor Risk With Asphysia Neonatorum in

sawerigading Hospital Palopo City. Deparatement of epidemiology school of

(50)

Wiknjosastro, H.(2005). Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Wiradharma, Khardana, dan Artana (2013). Risiko Asfiksia Pada Ketuban Pecah

Dini di RSUP Sanglah. SMF/ Bagian Ilmu Kesehatan Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana RSUP Sanglah, Denpasar: Seri Pediatri

Yatini,S, Mufdillah, dan Ari, H. (2008). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo Ed 4. Jakarta: Bina Pustaka

Yudha, K, Subekti,N.B.(2009).Obstetri Wiliams.Jakarta: EGC

---,(2002). Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan

(51)
(52)
(53)
(54)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nur Azizah

DATA PRIBADI

Tempat/ Tgl Lahir : Medan, 04 September 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Kedudukan Di Keluarga : Anak ketujuh dari 7 bersaudara Alamat : Jl. Garu II B Gg. Rambe No.9-L

Nama Ayah : H.Ridhuwan Lubis DATA ORANG TUA

Pekerjaan : Pensiun

Nama Ibu : Mariana Baayesh Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Garu II B Gg.Rambe No.9-L

1. Tahun 1996 - 2002 : SDN 0609055 Medan RIWAYAT PENDIDIKAN

2. Tahun 2002 - 2005 : SMPN 34 Medan 3. Tahun 2005 - 2007 : SMAN 21 Medan

4. Tahun 2008 - 2011 : D-III Akademi Kebidanan Sempena Negeri Pekanbaru 5. Tahun 2012 – 2013 : D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas

Gambar

Tabel 3.2 Definisi Operasional
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan  Usia Kehamilan di Rumah Sakit
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan  Afiksia Neonatorumdi Rumah Sakit
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi  Afiksia NeonatorumBerdasarkan Lama KPD

Referensi

Dokumen terkait

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Simpulan dari penelitian pe- ngembangan ini adalah: 1) dihasilkan sebuah produk berupa modul in- teraktif dengan program LCDS pada materi pokok cahaya dan alat optik

(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Walikota atau Kepala Dinas tidak memberikan keputusan atas permohonan pengurangan, keringanan

• Pengikatan ke muka adalah suatu metode pengukuran data dari dua buah titik di lapangan tempat berdiri alat untuk memperoleh suatu titik lain di lapangan tempat berdiri

Allah telah berfirman dalam QS Al Baqarah 2:123, “Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikit pun dan tidak

7XMXDQ GDUL WDKDS LQL XQWXN PHPSHUROHK GDWD QLODL GDUL 5 SHQWDQDKDQ 'DWD 5 SHQWDQDKDQ GLSHUROHK GHQJDQ PHQJJXQDNDQ DODW XNXU \DQJ WHODK GLWHQWXNDQ VHEHOXPQ\D 0HQJXNXU WDKDQDQ

Uji Minimum Inhibitory Concentration (MIC) Ekstrak Rumput Laut ( Eucheuma Cottonii ) Sebagai Antibakteri Terhadap Streptococcus mutans Kandidat Skripsi Program Studi

Pasar sebagai sistem maksudnya adalah pasar yang mempunyai suatu kesatuan dari komponen-komponen yang mempunyai fungsi untuk mendukung fungsi secara keseluruhan,