F
UNI
SKRIPSI
Oleh
Rahmayani111101006
FAKULTAS KEPERAWATAN
NIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
serta shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Gambaran tingkat depresi pada lansia di Desa Ulunuwih
Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah”. Skirpsi ini disusun dalam rangka
memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan.
Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan yang dihadapi
penulis, namun dengan berkat dan karunia dari Allah SWT, disertai usaha dan
kemauan penulis, serta bimbingan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak,
sehingga kesulitan dapat diatasi.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapakan terimakasih yang
setulus-tulusnya kepada berbagai pihak, yaitu:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
2. Ibu Erniyati SKp, MNS selaku pembantu Dekan I
3. Ibu Evi Karota Bukit, SKp, MNS selaku pembantu Dekan II, dosen
pembimbing akademik penulis, dan sebagai dosen penguji II yang telah
membantu mengarahkan dalam penulisan skripsi
4. Bapak Ihksanuddin Harahap, S.Kp, MNS selaku pembantu Dekan III.
5. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing yang telah
dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan proposal
8. Penghargaan dan terimakasih yang sangat mendalam kepada ayahanda
(M.Nur) dan ibunda (Salian) tercinta yang telah memberikan dukungan
moril maupun materi, do’a dan senyumannya yang tiada henti selama
penulis menjalani pendidikan
9. Kakanda (Supiati dan Syukurdi) yang telah memberikan dukungan, do’a
dan moril serta membantu dalam hal materi kepada penulis.
10.Adinda (M. Husaini dan Ruhama) yang telah memberikan dukungan, do’a
dan moril kepada penulis.
11. Teman-teman seperjuangan di HTI yang telah memberikan dukungan,
do’a dan moril kepada penulis.
12. Teman-teman S1 Keperawatan Reguler Stambuk 2011 yang tidak tersebut
satu persatu terimakasih atas dukungannya.
Medan , 30 Juni 2015
Penulis
Halaman Pernyataan Orisinalitas ...ii
Bab 2. Tinjauan Pustaka ...7
2.1 Konsep Lansia... 7
2.1.1 Defenisi Lansia ... 7
2.1.2 Batasan-Batasan Lansia ... 8
2.1.3 Teori-Teori Proses Menua... 8
2.1.4 Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia ... 10
2.1.5 Program Kesehatan Pada Lansia ... 15
2.2 Konsep Depresi ... 17
2.2.6 Penatalaksanaan Depresi pada Lansia... 24
2.2.7Geriatric depression Scale... 26
Bab 3. Kerangka Penelitian... 30
3.1 Kerangka Konseptual ... 30
3.2 Defenisi Konseptual dan Operasional ... 31
Bab 4. Metodotologi Penelitian ...32
4.1 Desain Penelitian... 32
4.2 Populasi, Sampel, dan Tehnik Sampel ... 32
4.2.1 Populasi ... 32
4.2.2 Sampel dan tehnik sampel... 32
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33
4.7 Pengolahan Data dan analisis Data ... 37
4.7.1 Pengolahan data ... 37
4.7.2 Analisis data ... 37
Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 39
5.1 Hasil Penelitian... 39.
5.1.1 Data Demografi Responden... 39
5.1.2 Distribusi Tingkat Depresi pada Lansia ... 41
5.2 Pembahasan ... 42
5.2.1 Tingkat Depresi pada Lansia ... 42
Bab 6. Kesimpulan... 47
6.1 Kesimpulan ... 47
6.1.1 Data Demografi Responden... 47
6.1.2 Tingkat Depresi Pada Lansia ... 47
6.2 Saran ... 48
Daftar Pustaka ... 50 Lampiran-lampiran:
Lampiran 1. Penjelasan Penelitian
Lampiran 2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3. Instrumen Penelitian
Lampiran 4. Hasil Penelitian Lampiran 5 Master Tabel Lampiran 6. Jadwal Tentativ
Lampiran 7. Surat Izin Survei Awal Penelitian Lampiran 8. Komisi Etik Penelitian
Lampiran 9. Surat Izin Pengambilan Data Lampiran 10. Surat Selesai Penelitian Lampiran 11. Taksasi Dana
Tahun Akademik : 2015
ABSTRAK
Lanjut usia (lansia) sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia sering menimbulkan permasalahan yang dapat memicu terjadinya depresi. Depresi adalah gangguan kejiwaan yang paling umum dan prevalensinya cukup tinggi pada lansia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat depresi pada lansia di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen kabupaten Aceh Tengah.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Jumlah sampel sebanyak 77 orang lansia yang berusia 55 tahun keatas. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total sampling. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah, dimulai dari tanggal 7 sampai 28 Februari 2015. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah Geriatric Depression Scale (GDS) 30-item. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa angka kejadian depresi pada lansia di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah adalah 45 (58%) dari 77 responden mengalami depresi dalam kategori ringan, karena pada penelitian ini lansianya kebanyakan masih tergolong dalam keadaan sehat dan masih mempunyai pasangan hidup. Adapun yang mengalami depresi dalam penelitian ini kebanyakan disebabkan oleh faktor penyakit, pendidikan dan kehilangan pasangan yang sebagian dialami oleh lansia di Desa Ulunuwih tersebut. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan terutama tingkat depresi pada lansia dengan penyakit tertentu.
Department : S1 (Undergraduate) Nursing
Academic Year : 2015
ABSTRACT
Old people as the last stage of human life cycle usually get problems which cause depression. Depression is the most general mental disorder, and its prevalence is high in old people. The objective of the research was to find out the description of the level of depression in old people at Ulunuwih village, Bebesan Subdistrict, Aceh Tengah District. The research used descriptive method. The samples were 77 old people who were above 55 years old, taken by using total sampling technique. The research was conducted at Ulunuwih village, Bebesan Subdistrict, Aceh Tengah District from February 7 to February 28, 2015.The instrument of the research was 30 items of Geriatric Depression Scale (GDS). The result of the research showed that 45 respondents (58%) underwent mild depression since most of them were still healthy and has spouses. In this research, it was found that depression was mostly caused by diseases, education, and loss of spouses at Ulunuwuh village. It is recommended that the next researches carry on the same topic with more levels of depression in old people with different illnesses.
Penduduk lansia diseluruh dunia tumbuh dengan sangat cepat bahkan tercepat dibanding kelompok usia lainnya, hasil prediksi menunjukkan bahwa persentase penduduk lanjut usia mencapai 9,77% dari total penduduk pada tahun
2010 dan akan menjadi 11,34% pada tahun 2020 (BPS, 2007). Di negara maju,
pertambahan populasi/penduduk lanjut usia telah di antisipasi sejak awal abad
ke-20. Tidak heran bila masyarakat di negara maju sudah lebih siap menghadapi
pertambahan populasi lanjut usia dengan aneka tantangannya. Namun saat ini,
negara berkembang pun mulai menghadapi masalah yang sama. Fenomena ini
jelas mendatangkan sejumlah konsekuensi, antara lain timbulnya masalah fisik,
mental, sosial, serta kebutuhan pelayanan kesehatan dan keperawatan, terutama
kelainan degeneratif. Sering kali keberadaan lanjut usia dipersepsikan secara
negatif, dianggap sebagai beban keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kenyataan
ini mendorong semakin berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua itu identik
dengan semakin banyaknya masalah kesehatan yang dialami oleh lanjut usia
(Nugroho, 2008).
Berdasarkan data yang ada menunjukkan jumlah penduduk lansia (usia 60
tahun keatas) tahun 2003 sebanyak 16,1 juta jiwa dan pada tahun 2004 sebanyak
17,7 juta dan diestimasikan pada 2020 jumlah lansia Indonesia sekitar 35 juta
jiwa. Dari 17,7 juta jiwa penduduk lansia saat ini, sekitar 3 juta orang diantaranya
masih memiliki keluarga (Darmojo, 2006). Badan Pusat Statistik (BPS) juga
memperkirakan, tahun 2020 lanjut usia di Indonesia akan berjumlah 28,8 juta atau
11,34% dari jumlah penduduk Indonesia (Kemensos, 2012).
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi di mulainya sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini
berbeda, baik secara biologis maupun psikologis (Nugroho, 2008). Proses menua
yang dialami oleh lansia menyebabkan mereka mengalami berbagai macam
perasaan seperti sedih, cemas, kesepian, dan mudah tersinggung. Perasaan
tersebut merupakan masalah gangguan kesehatan jiwa mulai dialami oleh
golongan lansia pada saat mereka mulai merasakan adanya tanda-tanda terjadinya
proses penuaan pada dirinya. Ada beberapa faktor resiko yang mendukung
terjadinya masalah kesehatan jiwa pada lansia yaitu keadaan fisik yang buruk,
perpisahan dengan pasangan, pemahaman dan transportasi yang tidak memadai,
sumber finansi berkurang, dukungan sosial berkurang dan lain sebagainya
(Maryam, 2008).
Perubahan-perubahan secara fisik maupun mental banyak terjadi saat
seseorang memasuki usia senja. Hal ini akan memberikan pengaruh pada seluruh
aspek kehidupan, termasuk kesehatannya. Penyakit-penyakit mental akibat
penuaan seperti depresi, demensia, delirium, ansietas, paranoid dan sebagainya.
(Wirakusumah, 2000). Prevalensi kejadian depresi cukup tinggi hampir lebih dari
350 juta penduduk dunia mengalami depresi dan merupakan penyakit dengan
peringkatke-4 di dunia (WHO, 2013 ). Data berbagai penelitian ahli psikiatri di
luar negeri menunjukkan, prevalensi umum yang mencakup semua kelompok
depresi baik ringan maupun berat adalah 24% pada wanita dan 15% pada pria
(Pranowo, 2004). Umumnya angka depresi terjadi dua kali lebih tinggi di
kalangan lansia daripada orang dewasa (Alexopoulus, Bruce Hull, Sirey &
Kakuma, 1998). Penelitian menunjukkan bahwa tingkat depresi meningkat pada
usia lanjut, 15% orang-orang di atas usia 60 tahun menderita depresi. Ada
hubungan antara depresi pada orang-orang yang lebih tua dan orang-orang yang
tinggal sendirian. Dalam Gallo dan Gonzales (2001) disebutkan bahwa angka
depresi pada pasien lansia dengan penyakit medis serius adalah lebih tinggi.
Depresi dialami oleh sekitar 40% pasien dengan stroke, 35% pasien dengan
kanker, 25% pasien dengan penyakit Parkinson, 20% pasien dengan penyakit
kardiovaskular, dan 10% pasien dengan diabetes.
Depresi merupakan suatu pengalaman yang menyakitkan, suatu perasaaan
tidak ada harapan lagi. Depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang
biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh, mulai dari
perasaan murung sampai pada keadaan tak berdaya (Pranowo, 2004). Depresi
merupakan masalah kesehatan jiwa yang utama dewasa ini. Hal ini amat penting
karena orang dengan depresi produktivitasnya akan menurun dan ini amat buruk
akibatnya bagi suatu masyarakat, bangsa dan negara yang sedang membangun.
penyebab utama tindakan bunuh diri, dan tindakan ini menduduki urutan ke-6 dari
penyebab kematian utama di Amerika Serikat (Hawari, 2013).
Pada lansia yang mengalami depresi yang berkelanjutan akan mengalami
krisis mental, bilamana tidak teratasi maka individu yang bersangkutan akan jatuh
dalam keadaan yang lebih buruk lagi (bunuh diri) (Maramis, 2004). Oleh karena
itu, kesehatan manusia usia lanjut perlu mendapatkan perhatian khusus dengan
tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara
produktif sesuai dengan kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif
dalam pembangunan (UU kesehatan No. 23 tahun 1992, pasal 19 ayat 1),
(Fatimah, 2010).
Berdasarkan survei awal yang diperoleh penulis bahwa di desa Ulunuwih
jumlah penduduk yang lanjut usia berjumlah 77 orang dari 419 jiwa penduduk.
Penduduk lansia tersebut banyak mengalami perubahan disebabkan karena faktor
psikososial seperti kehilangan peran sosial akibat pensiun, kehilangan mata
pencaharian, kehilangan teman-teman dan orang-orang yang dicintai seperti
kehilangan anak, atau yang lebih sering kehilangan pasangan, ketidakmampuan
fisik akibat penyakit kronis yang dapat menyebabkan keterbatasan untuk
melakukan aktivitas sosial atau aktivitas di waktu luang (leisure activities) yang
bermakna, isolasi, dan berkurangnya kualitas dukungan sosial. Dengan keadaan
yang demikian, akan dapat menimbulkan tanda-tanda depresi pada lansia di Desa
Ulunuwih tersebut. Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk
Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah untuk mengetahui gambaran tingkat
depresi pada lansia tersebut.
1.2 Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran tingkat depresi pada lansia di Desa Ulunuwih
Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah
1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran tingkat depresi pada lansia di Desa Ulunuwih
Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah?
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Pendidikan Keperawatan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan khususnya tentang
tingkat depresi pada lansia
1.4.2 Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi tenaga
perawat professional sebagai salah satu wacana dalam memberikan konseling
tentang perawatan gerontik, khususnya tentang tingkat depresi pada lansia yang
1.4.3 Penelitian Keperawatan
Dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi
tambahan yang berhubungan dengan depresi pada lansia
1.4.4 Lanjut Usia
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan menambah
2.1.1 Definisi Lansia
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi di mulainya sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini
berbeda, baik secara biologis maupun psikologis (Nugroho, 2008). Sedangkan
menurut Hurlock (1999), lansia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam
rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah ”beranjak
jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu
yang penuh manfaat.
Menurut UU Kesehatan No. 23 tahun 1992, pasal 19 ayat 1 “Manusia
lanjut usia (Growing old) adalah seseorang yang karena usianya mengalami
perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini akan memberikan
pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya” (Fatimah,
2010).
Usia lanjut dapat dikatakan usia emas, karena tidak semua orang dapat
mencapai usia tersebut, maka orang yang berusia lanjut memerlukan tindakan
keperawatan, baik yang bersifat promotif maupun preventif, agar ia dapat
Pada usia lanjut proses penuaan terjadi secara alamiah seiiring dengan
penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula
dengan keakuratan dan keadaan fungsional yang efektif (Maryam, 2008).
2.1.2 Batasan-Batasan Lansia
Umur yang di jadikan patokan sebagai lanjut usia berbeda-beda, umumnya
berkisar antara 60 sampai 65 tahun. Menurut WHO ada empat tahap batasan
umur yaitu usia pertengahan (middle age) antara 45 sampai 59 tahun, usia lanjut
(elderly) antara 60 sampai 74 tahun, dan usia lanjut usia (old) antara 75 sampai
90 tahun, serta usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Nugroho, 2008).
Di indonesia, batasan lanjut usia adalah 60 tahun ke atas. Hal ini di
pertegas dalam Undang-Undang No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho, 2008).
Menurut pendapat Nugroho (2008), dinyatakan bahwa seseorang dapat
dinyatakan sebagai seorang lanjut usia atau jompo setelah yang bersangkutan
umur 55 tahun. Depkes RI (2003, dalam Pangastuti, 2008) menggolongkan lansia
dalam tiga kategori, yaitu: lansia dini (55-64 tahun), lansia (65-70 tahun), dan
lansia resiko tinggi (lebih dari 70 tahun).
2.1.3 Teori-Teori Proses Menua
2.1.3.1 Teori“Genetic clock”
Menurut teori ini menua telah terprogram secara spesifik untuk
spesies-spesies tertentu. Tiap spesies-spesies mempunyai didalam nuclei (inti selnya) suatu jam
genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan
menurut konsep ini bila jam kita itu berhenti akan meningagl dunia, meskipun
tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal
(Darmojo, 2006).
Konsep “genetic clock” didukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan
cara menerangkan mengapa pada beberapa spesies terlihat adanya perbedaan
harapan hidup yang nyata.
2.1.3.2 Mutasi somatik (teoriError Catastrople)
Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis
faktor-faktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor-faktor lingkungan yang
menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa
radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur, sebaliknya menghindari
terkenanya radiasi atau terkena zat kimia yang bersifat karsinogenik atau toksik,
dapat memperpanjang umur.
Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik,
akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
2.1.3.3 Rusaknya sistem imun tubuh
Mutasi yang berulang atau berubahnya protein pascatranslasi, dapat
menyebabnya bekurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya
sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan
pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh
menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa
Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen/antibodi yang luas mengenai
jaringan-jaringan beraneka ragam, efek menua jadi akan menyebabkan reaksi
histoinkontabilitas pada banyak jaringan.
2.1.3.4 Teori menua akibat metabolisme
Pengurangan ”intake” kalori pada rodentia mud akan menghambat
pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena penururan
jumlah kalori tersebut, antara lain disebabkan karena penurunan jumlah kalori
tersebut, antara lain disebabakan karena menurunnya salah satu atau beberapa
proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang merangsang
proliferasi sel, misalnya insulin, dan hormon pertumbuhan.
2.1.3.5 Kerusakan akibat radikal bebas
Radikal bebas (RB) dapat terbentuk di alam bebas, dan didalam tubuh jika
fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan didalam rantai pernafasan didalam
mitokondria (Oen, 1993). Tidak stabilnya radikal bebas atau kelompok atom
mengakibatkan oksidasi oksigen bahan bahan organik seperti karbohidrat dan
protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak bisa regenerasi.
2.1.4 Perubahan-Perubahan yang terjadi pada Lansia
Contantinides (1994), mengatakan bahwa proses menua adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
2.1.4.1 Perubahan perubahan fisik
1. Perubahan sel
Sel menjadi lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya, berkurangnya
jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler, menurunnya proporsi
protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, jumlah sel otak menurun,
terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10% (Nugroho, 2008).
2. Sistem persarafan
Terjadi penurunan berat otak sebesar 10-20%, cepatnya menurun
hubungan persarafan, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya
stres, mengecilnya saraf panca indera, serta kurang sensitifnya tehadap sentuhan.
Pada sistem pendengran terjadi presbiakusis (gangguan dalam pendengaran)
hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap
bunyi-bunyi atau nada-nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata,
otoklerosisakibat atrofi membran timpani, serta biasanya pendengaran bertambah
menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stres (Nugroho,
2008).
3. Sistem penglihatan
Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih
berbentuk sferis (bola), kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak,
meningkatnya ambang, pengalaman sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih
menurunnya lapangan pandang, serta menurunnya daya membedakan warna biru
atau hijau.
4. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan elastisitas aorta, katup jantung menebal dan menjadi
kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun, kurangnya elastisitas
pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,
perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan
tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing mendadak, serta meningginya
tekanan darah akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah dan perifer.
5. Sistem pengaturan
Temperatur tubuh terjadi hipotermi secara fisiologis akibat metabolisme yang menurun, keterbatasan reflex menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
akibatnya aktivitas otot menurun.
6. Sistem respirasi
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat,
kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun,
ukuran alveoli melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang, kemampuan untuk
batuk berkurang, serta kemampuan kekuatan otot pernafasan menurun.
7. Sistem gastrointestinal
Terjadi kehilangan gigi akibat periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf
rasa lapar menurun, asam lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya
timbul konstipasi, serta melemahnya daya absorbs.
8. Sistem reproduksi
Terjadi penciutan ovary dan uterus, penurunan lendir vagina, serta atrofi
payudara, sedangkan pada laki-laki, testis masih dapat memproduksi spermatozoa
meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur, kehidupan seksual dapat
diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan baik.
9. Sistem perkemihan
Terjadiatrofi nefrondan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%,
otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.
10. Sistem endokrin
Terjadi semua penurunan produksi hormon, mencakup penurunan aktivitas
tiroid, BMR, daya pertukaran zat, produksi aldosteron, progesterone, estrogen,
dantestosteron.
11. Sistem integumen
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan
kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses kreatinisasi, serta perubahan
ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis, rambut menipis berwarna kelabu, rambut
dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya
cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras
dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya, serta kelenjar keringat yang berkurang
12. Sistem muskuluskeletal
Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis, pergerakan
pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas, persendian membesar dan menjadi kaku,
tendon mengerut dan mengalamisclerosis, sertaatrofiserabut otot.
2.1.4.2. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu, pertama-tama
perubahan fisik khususnya organ perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan,
keturunan (hereditas dan lingkungan).
2.1.4.3 Perubahan psikososial
1) Pensiun nilai seseorang sering di ukur oleh produktivitasnya, dikaitkan
dengan peran dalam pekerjaanya, 2) Merasakan atau sadar akan kematian, 3)
Perubahan dalam cara hidup yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih
sempit, 4) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan, 5) Penyakit kronis dan
ketidakmampuan, 6) Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial sehingga
timbul depresi, 7) Gangguan saraf panca indera timbul kebutaan dan ketulian, 8)
Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan, 9) Rangkaian dari kehilangan yaitu
kehilangan hubungan dengan teman-teman dan keluarga.
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya, dan
lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam berfikir
dan bertindak dalam sehari-hari.
2.1.5 Program Kesehatan Pada Lansia
Pada umunya para lanjut usia (lansia) yang berumur 71 ke atas mudah
terkena depresi. Oleh karena itu, program pembinaan kesahatan lanjut usia
merupakan upaya kesehatan pengembangan dapat dilakukan dengan berbagai cara
(Pujiyono, 2007), sebagai berikut:
a. Upaya Promotif
Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun
masyarakat di sekitarnya, antara lain berupa penyuluhan tentang perilaku hidup
sehat, gizi untuk lanjut usia, proses degeneratif seperti katarak, presbikusis dan
lain-lain. Upaya peningkatan kebugaran jasmani, pemeliharaan kemandirian serta
produktivitas masyarakat lanjut usia.
1) Perilaku Hidup Sehat
Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekan atas
dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau
keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif
dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. Menurut Winslow (2010), PHBS
erat kaitanya dengan pemberdayaan masyarakat karena bidang garapanya adalah
membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada pemeliharaan, perubahan,
atau peningkatan perilaku positif dalam bidang kesehatan. Perilaku hidup bersih
masing-masing tatanan. Gaya hidup sehat untuk lansia yang terpenting seperti
tidak merokok, melakukan aktivitas 30 menit sehari, personal higiene, mengatur
kesehatan lingkungan seperti rumah sehat dan membuang kotoran pada
tempatnya.
2) Gizi untuk Lanjut Usia
Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi lanjut
usia untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit kekurangan gizi,
yang seyogyanya telah dilakukan sejak muda dengan tujuan agar tercapai kondisi
kesehatan yang prima dan tetap produktif di hari tua. Hidangan gizi seimbang
adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
b. Upaya Preventif
Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyakit
dan komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa deteksi dini dan
pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di kelompok lanjut usia
(posyandu lansia) atau Puskesmas dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat
(KMS) lanjut usia.
c. Upaya Kuratif
Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila dimungkinkan
dapat di lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu lansia. Pengobatan lebih
lanjut ataupun perawatan bagi lanjut usia yang sakit dapat dilakukan di fasilitas
pelayanan seperti Puskesmas Pembantu, Puskesmas ataupun di Pos Kesehatan
Desa. Bila sakit yang diderita lanjut usia membutuhkan penanganan dengan
d. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif
maupun upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin mengembalikan
kemampuan fungsional dan kepercayaan diri lanjut usia.
2.2 Konsep Depresi
2.2.1 Definisi Depresi
Depresi merupakan suatu gangguanmood. Mood adalah suasana perasaan yang meresap dan menetap yang dialami secara internal dan yang mempengaruhi
perilaku seseorang dan persepsinya terhadap dunia (Sadock & Sadock, 2007).
Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif),
mood yang ditandai kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan gairah hidup,
tidak ada semangat, dan merasa tidak berdaya, perasaan bersalah atau berdosa,
tidak berguna dan putus asa (Yosep, 2007).
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa depresi adalah suatu pengalaman
yang menyakitkan, suatu perasaan tidak ada harapan lagi. DR Jonatan Trisna
menyimpulkan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang
biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh. Mulai dari
perasaan murung sedikit sampai pada keadaan tak berdaya (Pranowo, 2004).
Depresi juga merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai
dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan yang tidak berarti dan bersalah,
seksual tidak ada, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa
dilakukan (Jhon Wiley, 2004).
2.2.2 Gejala-Gejala Depresi
Gejala-gejala depresi dalam buku David (2004), adalah sebagai berikut:
a). Gambaran emosi berupa: Mood depresi, sedih atau murung, iritabilitas,
ansietas, anhedonia, kehilangan minat, kehilangan semangat, ikatan emosi
berkurang, menarik diri dari hubungan interpersonal, preokupulasi dengan
kematian.
b). Gambaran kognitif berupa: Mengkritik diri sendiri, perasaan tidak berharga,
rasa bersalah, pesimis, tidak ada harapan, putus asa, perhatiannya mudah teralih,
konsentrasi buruk, tidak pasti dan ragu-ragu berbagai obsesi, keluhan somatik
(terutama pada orang tua), gangguan memori, waham dan halusinasi.
c). Gambaran vegetatif berupa: Lesu, tidak ada tenaga, insomnia atau
hipersomnia, anoreksia atau hipereksia, penurunan berat badan atau penambahan
berat badan, retardasi psikomotor, agitasi psikomotor, libido terganggu, variasi
durnal yang sering.
Adapun gejala klinis depresi dalam buku Hawari (2013), disebutkan
bahwa:
1) Afek disforik, yaitu perasaan murung, sedih, gairah hidup menurun, tidak
semangat, merasa tidak berdaya, perasaan bersalah, berdosa menyesalan, 2) Nafsu
makan menurun, 3) Berat badan menurun, 4) Konsentrasi dan daya ingat
menurun, 5) Gangguan tidur: insomnia (sukar/tidak dapat tidur) atau sebaiknya
mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan, misalnuya mimpi orang yang telah
meninggal, 6) Agitasi atau retardasi psikomotor (gaduh, gelisah, atau lemah tak
berdaya), 7) Hilangnya rasa senang, semangat dan minat, tidak suka lagi
melakukan hobi, kreativitas menurun, produktivitas juga menurun, 8) Gangguan
seksual (libido menurun), 9) Pikiran-pikiran tentang kematian, bunuh diri.
2.2.3 Penyebab Depresi
Untuk menemukan penyebab depresi kadang-kadang sulit sekali karena
ada sejumlah penyebab dan mungkin beberapa diantaranya bekerja pada saat yang
sama. Namun dari sekian banyak penyebab dapatlah dirangkumkan sebagai
berikut:
a. Karena kehilangan
Kehilangan merupakan faktor utama yang mendasari depresi. Archibald
menyebut empat macam kehilangan: pertama, kehilangan abstrak: kehilangan
harga diri, kasih sayang, harapan atau ambisi. Kedua, kehilangan sesuatu yang
kongkrit: rumah, mobil, protet, orang atau bahkan binatang kesayangan. Ketiga,
kehilangan hal yang bersifat khayal: tanpa fakta mungkin tapi ia merasa tidak
disukai atau dipergunjingkan orang. Keempat, kehilangan sesuatu yang belum
tentu hilang: menunggu hasil tes kesehatan, menunggu hasil ujian,dll
b. Reaksi terhadap stres
Delapan puluh lima persen depresi ditimbulkaan oleh stres dalam hidup.
c. Terlalu lelah atau capek
d. Gangguan atau serangan dari kuasa kegelapan.
e. Reaksi terhadap obat
Beberapa ahli juga memberikan penjelasan mengenai penyebab depresi.
Faktor-faktor penyebabnya terdiri dari faktor biologi, faktor genetik dan faktor
psikososial. Dimana ketiga faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu
dengan yang lainnya (Tarigan, 2009).
a. Faktor Biologi
Dalam penelitian biopsikologi, norepinefrin dan serotonin merupakan dua
neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood.
Beberapa peneliti juga menemukan bahwa gangguan mood melibatkan patologik
dan sistem limbiks serta ganglia basalis dan hypothalamus.
b. Faktor Genetik
Data genetik menyatakan bahwa faktor yang signifikan dalam
perkembangan gangguan mood adalah genetik. Pada penelitian anak kembar
terhadap gangguan depresi berat, pada anak kembar monozigot adalah 50 %,
sedangkan dizigot 1–25%.
c. Faktor Psikososial
Mungkin faktor inilah yang banyak diteliti oleh ahli psikologi. Faktor
psikososial yang menyebabkan terjadinya depresi antara lain: 1) Peristiwa
kehidupan dan stres lingkungan: suatu pengamatan klinik menyatakan bahwa
peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh ketegangan sering
mendahului episode gangguan mood. 2) Faktor kepribadian Premorbid: Tidak ada
terhadap depresi. Semua orang dengan ciri kepribadian manapun dapat mengalami
depresi, walaupun tipe-tipe kepribadian seperti oral dependen, obsesi kompulsif,
histerik mempunyai risiko yang besar mengalami depresi dibandingkan dengan
lainnya.
3) Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik: Freud menyatakan suatu hubungan
antara kehilangan objek dan melankoli. Ia menyatakan bahwa kemarahan pasien
depresi diarahkan kepada diri sendiri karena mengidentifikasikan terhadap objek
yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi merupakan suatu cara ego untuk
melepaskan diri terhadap objek yang hilang. Depresi sebagai suatu efek yang
dapat melakukan sesuatu terhadap agresi yang diarahkan kedalam dirinya.
Apabila pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan yang
dicita-citakannya, akan mengakibatkan mereka putus asa.
4) Ketidakberdayaan yang dipelajari: Di dalam percobaan, di mana binatang
secara berulang-ulang dihadapkan dengan kejutan listrik yang tidak dapat
dihindarinya, binatang tersebut akhirnya menyerah dan tidak mencoba sama sekali
untuk menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar bahwa mereka tidak
berdaya.
5) Teori Kognitif: Beck menunjukkan perhatian gangguan kognitif pada depresi
Asikal H.S. dalam Tarigan (2008) Dia mengidentifikasikan 3 pola kognitif utama
pada depresi yang disebut sebagai triad kognitif, yaitu: a) Pandangan negatif
terhadap masa depan, b) Pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu
menganggap dirinya tak mampu, bodoh, pemalas, tidak berharga, c) Pandangan
2.2.4 Tingkatan Depresi
Ada beberapa tingkatan depresi menurut Kusumanto (2010), diantaranya:
a. Depresi Ringan
Sementara, alamiah, adanya rasa pedih perubahan proses fikir komunikasi sosial
dan rasa tidak nyaman.
b. Depresi Sedang
1) Afek: murung, cemas, kesal, marah, menangis. 2) Proses fikir: perasaan
sempit, berfikir lambat, kurang komunikasi verbal, komunikasi non verbal
meningkat. 3) Pola komunikasi: bicara lambat, kurang komunikasi verbal,
komunikasi non verbal meningkat. 4) Partisipasi sosial: menarik diri tidak mau
melakukan kegiatan, mudah tersinggung.
c. Depresi Berat
1) Gangguan afek: pandangan kosong, perasaan hampa, murung, inisiatif
berkurang, 2) Gangguan proses fikir, 3) Sensasi somatik dan aktivitas motorik:
diam dalam waktu lama, tiba-tiba hiperaktif, kurang merawat diri, tidak mau
makan dan minum, menarik diri, tidak peduli dengan lingkungan.
Pada umumnya, yang rentang terkena depresi adalah orang cacat dan
lanjut usia (lansia), dengan tingkat depresi rata-rata depresi berat. Hal ini
disebabkan karena mereka menganggap bahwa perasaan tidak berdaya dan
kehilangan harapan yang disertai perasaan sedih, kehilangan minat dan
kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya keadaan
2.2.5 Dampak Depresi
Pada usia lanjut depresi yang berdiri sendiri maupun yang bersamaan
dengan penyakit lain hendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh karena bila
tidak diobati dapat memperburuk perjalanan penyakit dan memperburuk
prognosis.
Pada depresi dapat dijumpai hal-hal seperti di bawah ini (Mudjaddid, 2003):
a. Depresi dapat meningkatkan angka kematian pada pasien dengan penyakit
kardiovaskuler
b. Pada depresi timbul ketidakseimbangan hormonal yang dapat
memperburuk penyakit kardiovaskular. (Misal: peningkatan hormon
adrenokortikotropin akan meningkatkan kadar kortisol).
c. Metabolisme serotonin yang terganggu pada depresi akan menimbulkan
efek trombogenesis.
d. Perubahan suasana hati (mood) berhubungan dengan gangguan respons
imunitas termasuk perubahan fungsi limfosit dan penurunan jumlah
limfosit.
e. Pada depresi berat terdapat penurunan aktivitas selnatural killer.
f. Pasien depresi menunjukkan kepatuhan yang buruk pada program
pengobatan maupun rehabilitasi.
Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapat berlangsung
morbiditas dan mortalitas akibat bunuh diri dan penyebab lainnya (Unutzer,
2007). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi pada lansia menyebabkan
peningkatan penggunaan rumah sakit dan outpatient medical services (Blazer, 2003).
Depresi mayor pada lansia setelah masa follow-up yang lebih lama menunjukkan perjalanan yang kronik pada beberapa penelitian (Blazer, 2003).
Penelitian-penelitan menunjukkan bahwa orang-orang yang pernah memiliki
suatu episode depresi mayor cenderung memiliki episode tambahan. Lansia
mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pulih dari depresi dan
memiliki waktu untukrelapseyang lebih singkat daripada orang-orang yang lebih muda (Gallo & Gonzales, 2001).
2.2.6 Penatalaksanaan Depresi Pada Lansia
Penatalaksanaan yang adekuat menggunakan kombinasi terapi psikologis
dan farmakologis disertai pendekatan multidisiplin yang menyeluruh. Terapi
diberikan dengan memperhatikan aspek individual harapan-harapan pasien,
martabat (dignity) dan otonomi/kemandirian pasien. Problem fisik yang ada
bersama-sama dengan penyakit mental harus diobati.
1) Terapi fisik
a. Obat (Farmakologis)
Secara umum semua jenis obat antidepresan sama efektivitasnya.
Pengobatan dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan
Trisiklik, SSRI'S (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors), MAOI's (Monoamine
Oxidase Inhibitors) dan Lithium.
b. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
2) Terapi Psikologik
a. Psikoterapi: Psikoterapi Individu dan kelompok paling efektif dilakukan
bersama-sama dengan pemberian anti depresan. Perlu diperhatikan teknik
psikoterapi dan Kecocokan antara pasien dengan terapis sehingga pasien merasa
lebih nyaman, lebih percaya diri dan lebih mampu mengatasi persoalannya
sendiri.
b. Terapi Kognitif: bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif
(persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mapu, dsb) ke arah pola
pikir yang netral atau yang positif.
c. Terapi Keluarga: problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan
penyakit depresi, sehingga dukungan/supportterhadap pasien sangat penting.
Proses penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominasi
menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan dari terapi terhadap keluarga
pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan frustrasi dan putus asa,
mengubah dan memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang menghambat
proses penyembuhan pasien.
d. Penanganan ansietas: teknik yang umum dipakai adalah program relaksasi
progresif baik secara langsung dengan infra struktur (psikolog atau terapis
okupasional) atau melalui tape recorder. Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek
3) Komorbiditas
Komorbiditas didefinisikan sebagai adanya dua atau lebih gangguan
psikiatrik atau gangguan psikiatrik dengan penyakit fisik lain pada seorang pasien
pada waktu yang sama. Komorbiditas mempunyai implikasi terhadap diagnosis,
terapi, dan prognosis. Contoh sakit kepala, putus asa, retardasi psikomotor agak
sulit untuk dikaitkan apakah ini suatu problem organik atau mungkin suatu
keadaan depresi? Kapan dan bagaimana memulai terapi antidepresan pada pasien
dengan penyakit fisik berat? Jelas bahwa kondisi komorbiditas akan
memperburuk kualitas hidup dan menghambat penyembuhan pasien. Menurut
Katona dalam Depkes RI (2001), menyatakan kejadian depresi berat meningkat
pada pasien dengan penyakit medik/fisik. Sementara depresi akan memperkuat
gejala fisik. Kemorbiditas juga meningkatkan hendaya fungsional/disabilitas.
Kondisi-kondisi Kemorbiditas yang sering dijumpai Menurut Depkes RI
(2009), adalah: a) Gangguan depresi dan stroke, b) Gangguan depresi dan diabetes
mellitus, c) Gangguan depresi dan infark miokard/penyakit jantung koroner, d)
Gangguan depresi dan penyakit parkinson, e) Gangguan depresi dan penyakit lain
(Alzheimer, Huntington, dll).
2.2.7 Geriatric Deprssion Scale(GDS)
Pentingnya mendeteksi depresi semakin disadari apalagi depresi yang
terjadi pada lansia sulit diketahui. Untuk itu, alat pendeteksi depresi dibuat untuk
memudahkan professional kesehatan mendeteksi gejala depresi. Nama
instrument pendeteksi ini adalah Geriatri Depresion Scale (GDS). Alat skrining
menjawab dengan jawaban Ya atau Tidak pada setiap pertanyaan yang diajukan
yang terdiri dari pertanyaan positif dan pertanyaan negatif. Kemudian digunakan
untuk mengetahui tingkat depresi yang dibedakan menjadi: depresi ringan
dengan jumlah total skornya adalah 1-10, depresi menengah atau sedang dengan
jumlah total skor 11-20, dan depresi berat dengan jumlah total skor 21-30.
Namun apabila tidak terdapat satu gejala depresi pun maka dikatakan normal
atau tidak ada gejala depresi. GDS ini dibuat oleh Brink dan Yesavage pada
tahun 1982 dan telah diadopsi dan dibakukan oleh Dep.Kes.RI (2000) dan sudah
dilakukan uji reliabilitas di beberapa tempat di Indonesia. Dalam penelitian
Christine 2010, reliabiitas untuk koesioner depresi pada lansia yang telah
dilakukan pada lansia di Kelurahan Padang Budan Kecamatan Medan Baru
adalah (r=0,819). Dalam penelitian Ericha 2013, uji reliabilitas tingkat depresi
pada lansia di komunitas masyarakat di JEMBER didapatkan hasil (r=0,746).
Instrumen ini telah diuji reliabilitasnya dengan hasil yang tinggi, baik antar
psikiater dengan psikiater (r = 0,95) maupun antar psikiater dan dokter non
psikiater di indonesia (r = 0,94). Uji sensitifitas alat ukur ini cukup tinggi yaitu
97,4% dan spesifitas sebesar 87,5% (Iskandar & Setyonegoro dalam Marchira,
2004). GDS juga bisa digunakan untuk mengkaji tingkat depresi lansia yang
berada di institusi. Hal ini sudah diuji oleh Parmelee et al, 1989 pada lansia di
panti dan kompleks rumah khusus lansia yang berjumlah 806 bahwa nilai pada
tiap pernyataan yang jumlahnya 30, semuanya valid dan reliabel.
Geriatri Depresion Scale (GDS) dapat digunakan pada lansia dengan
Lopez, Quan dan Carvazal tahun 2010 bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
bagi penderita gangguan kognitif ataupun tidak dalam penggunaan GDS ini. Pada
penelitian Cornett tahun 2009 GDS dipakai untuk membedakan tingkat kerusakan
kognitif pada lansia mulai dari lansia dengan tanpa gangguan kognitif, lansia
dengan perubahan kognitif sedang, demensia tipe alzeimer dan demensia vascular.
Walaupun hasilnya menyatakan bahwa GDS baik yang terdiri dari 30 pertanyaan
maupun 15 pertanyaan secara umum tidak dapat membedakan jenis demensia,
namun peneliti ini menggunakan GDS pada responden lansia dengan berbagai
tingkat demensia. Hal ini membuktikan bahwa GDS dapat digunakan untuk lansia
tanpa gangguan kognitif dan dengan gangguan kognitif.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Adam et al tahun 2004, mereka
mengelompokkan setiap pernyataan di GDS menjadi 5 klasifikasi besar.
Klasifikasinya yaitu perasaan depresi (dysporia), cemas, gangguan
kognitif/memori, agitasi (gejolak emosi), dan tiga serangkai (dimensi) menarik
diri, apatis dan semangat (MAS). Klasifikasi dysporia punya subklasifikasi lagi yang dikelompokkan ke dalam putus asa. Pengelompokan ini dibuat agar
pengukuran lebih akurat dan jelas. Hal ini memudahkan para peneliti dalam
menggali gejala mana yang lebih dominan (Adam, et al 2004) sehingga bisa
memilih pengobatan yang sesuai dengan gejala yang ada.
Pernyataan yang termasuk kedalam klasifikasi dysporiaadalah pernyataan nomor 1, 3, 4, 5, 16, 21, 23, 25 dan 29, klasifikasi dysporia secara umum menggambarkan perasaan sedih, tertekan (depresi), putus asa, dan kosong.
10, 17, dan 22. Secara umum klasifikasi ini menggambarkan keputusasaan,
ketidakberdayaan, dan perasaan tidak berharga. Ide untuk bunuh diri merupakan
tujuan akhir setelah menjalani hidup yang tidak bergairah dan tidak bersemangat
dari orang depresi dengan keputusasaan dan ketidakberdayaan (Adam, et al,
2004). Sehingga orang depresi yang berusaha untuk bunuh diri memiliki
gejala-gejala yang dominan pada klasifikasi ini. Lalu pernyataan nomor 13, 18 dan 27
termasuk ke dalam klasifikasi cemas. Selanjutnya yang termasuk klasifikasi
gangguan kognitif memori adalah nomor 9, 14, 19, 26 dan 30. Lalu klasifikasi
yang termasuk dalam gejala agitasi yaitu nomor 8, 11 dan 24. Dan yang termasuk
klasifikasi terakhir yaitu MAS adalah nomor 7, 6, 12, 15, 20, dan 28. Di dalam
MAS ini secara umum digambarkan pengalaman dan prilaku yang dipengaruhi
Kerangka konseptual adalah merupakan justifikasi ilmiah terhadap
penelitian yang dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih
sesuai dengan identifikasi masalahnya (Hidayat, 2010). Kerangka konsep dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa adanya kategori tingkat depresi yang
dihasilkan dalam mengidentifikasi hasil depresi pada lansia di Desa Ulunuwih
Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah, dengan hasil ukur yang didapatkan
yaitu tidak ada tanda dan gejala depresi, tingkat depresi ringan, depresi sedang,
dan depresi berat.
Berdasarkan uraian pada bab 2, maka dapat digambarkan kerangka konsep
penelitian sebagai berikut:
Skema 1. Gambaran tingkat deresi pada lansia di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah
Kategori tingkat depresi:
Tidak ada tanda dan gejala depresi Ringan Sedang Berat Depresi pada lansia di Desa
3.2 Definisi Konseptual dan Operasional
3.2.1. Definisi Konseptual
Salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif), mood yang
ditandai kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan gairah hidup, tidak ada
semangat, dan merasa tidak berdaya, perasaan bersalah atau berdosa, tidak
berguna dan putus asa.
3.2.2 Definisi Operasional
Depresi merupakan permasalahan pada gangguan perasaan berupa
kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas-aktivitas yang dialami oleh
para lansia yang berumur 55 tahun keatas yang berdomisili atau tinggal di Desa
Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh tengah.
Tingkat depresi dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
kuesioner tingkat depresi pada lansia yaitu GDS (Geriatric Depression Scale)
dalam bentuk Skala Guttman dengan menggunakan skala ukur interval dengan
hasil tidak ada tanda dan gejala depresi, depresi ringan, depresi sedang, dan
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Notoatmodjo (2012)
memaparkan bahwa penelitian deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang
mendeskripsikan atau menggambarkan suatu keadaan yang terjadi di dalam
masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat depresi
pada lansia yang tinggal di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh
Tengah.
4.2 Popolasi, Sampel dan Tehnik Sampling
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2012). Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah semua
lanjut usia yang berusia 55 tahun keatas yang berdomisili di Desa Ulunuwih
Kecamatan Bebesen kabupaten Aceh tengah dengan jumlah populasi sebanyak 77
orang.
4.2.2 Sampel dan Tehnik Sampling
Menurut Arikunto (2010), untuk pengambilan sampel jika subjeknya
kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua populasi. Jumlah sampel pada
penelitian ini adalah 77 orang. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel
penelitian ini adalah secara total sampling, yaitu semua jumlah populasi dijadikan
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten
Aceh Tengah dengan pertimbangan bahwa di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen
Kabupaten Aceh Tengah tersebut terdapat lanjut usia dengan usia 55 tahun keatas,
selain itu belum pernah dilakukan penelitian tentang tingkat depresi pada lansia.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015.
4.4 Pertimbangan Etik
Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya
rekomendasi dari pihak institusi dengan mengajukan permohonan izin kepada
instansi tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah dilakukannya
penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian (Hidayat, 2007) meliputi:
a.Anonimity(Tanpa nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan
kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
b.Beneficience(Asas kemanfaatan)
Penelitian sangat mempertimbangkan manfaat dan resiko yang mungkin
terjadi. Jika manfaat yang diperoleh lebih besar dari pada resiko maka penelitian
boleh dilaksanakan. Selain itu, penelitian yang dilakukan tidak boleh
c.Informed consent
Subjek dalam penelitian ini harus menyatakan kesediaannya mengikuti
penelitian dengan mengisi informed consent. Hal ini juga merupakan bentuk kesukarelaan dari subjek penelitian untuk ikut serta dalam penelitian.
d.Confidentiality(Aspek kerahasiaan)
Data yang diperoleh dari responden akan dijamin kerahasiaannya, dan
penggunaan data tersebut hanya untuk kepentingan bagi penelitian saja.
e.Otonomy
Penelitian memberikan kebebasan kepada responden untuk menentukan
apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian.
f.Veracity
Penelitian yang dilakukan harus dijelaskan secara jujur tentang manfaat,
efek dan apa yang didapatkan jika responden terlibat dalam penelitian.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih
baik (cermat, lengkap dan sistematis) sehingga lebih mudah diolah (Saryono,
2011). Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
angket berupa kuesioner yang dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama yaitu
kuesioner berisi pertanyaan yang berkaitan dengan data demografi responden
yang meliputi: usia, jenis kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan, status
kuesioner tingkat depresi pada lansia. Pengukuran tingkat depresi pada lanjut usia
digunakan instrument skala Geriatri Depresion Scale (GDS) yang dikemukakan
oleh Brink dan Yesavage (1982) dan telah diadopsi dan dibakukan oleh
Dep.Kes.RI (2000).
Geriatri Depresion Scale (GDS) yang telah diadopsi ini terdiri dari 30
pertanyaan dengan pilihan jawaban “ya” atau “tidak”, yang terdiri dari pertanyaan
positif dan pertanyaan negatif dan untuk setiap pertanyaan positif apabila pilihan
jawabannya “tidak” dan pertanyaan negatif apabila pilihan jawabannya “iya”
maka diberi skor 1, sedangkan setiap pertanyaan positif apabila pilihan
jawabannya “iya” dan pertanyaan negatif pilihan jawabannya “tidak” maka
skornya 0, untuk kemudian setiap skor yang terkumpul dijumlahkan untuk
mengetahui adanya depresi pada lanjut usia. Skor yang didapatkan kemudian
digunakan untuk mengetahui tingkat depresi yang dibedakan menjadi: Tidak ada
tanda dan gejala depresi dengan skor 0, yang kedua depresi ringan dengan jumlah
total skornya adalah 1-10, yang ketiga depresi menengah atau sedang dengan
jumlah total skor 11-20, dan yang keempat yaitu depresi berat dengan jumlah total
skor 21-30. Adapun skala ukur yang digunakan yaitu skala ukur interval.
4.6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
4.6.1. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-tingkatan
kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat
kuesioner dalam instrument penelitian ini telah dilakukan oleh ahli dalam
penelitian ini yaitu divalidasi oleh Brink dan Yesavage (1982) dan telah diadopsi
dan dibakukan oleh Dep.Kes.RI (2000).
4.6.2 Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah alat ukur yang
digunakan memiliki suatu kesamaan, apabila pengukuran dilaksanakan oleh
orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda (Setiadi, 2007). Uji reliabilitas
instrumen bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat alat ukur dapat
mengukur secara konsisten objek yang akan diukur. Pada beberapa penelitian
telah dilakukan uji reliabilitas, diantaranya oleh Dep.Kes.RI (2000), Christine
2010, Ericha 2013, semua hasilnya reliable (r=0,819).
4.7 Pengumpulan Data
Setelah proposal penelitian disetujui, peneliti mengajukan surat ke bagian
komisi etik keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
untuk mendapatkan ethical clearance. Kemudian mendapatkan permohonan izin
pelaksanaan penelitian diajukan kepada institusi penelitian perogram Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Sumatra Utara. Selanjutnya peneliti mendatangi kantor
Kepala Desa Ulunuwih untuk mendapatkan data atau jumlah populasi lansia yang
ada di Desa tersebut, serta untuk mendapatkan izin mengumpulkan data. Setelah
mendapatkan izin selanjutnya peneliti akan mendatangi responden untuk
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, apabila respoden tidak bersedia untuk
lembar informed consent untuk dibaca dan ditandatangani. Responden yang bersedia untuk diteliti dan sudah mendandatangani informed consent akan
diberikan kuesioner oleh peneliti untuk diisi oleh responden tersebut.
4.8 Pengolahan dan Analisis Data
4.8.1 Pengolahan Data
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, peneliti melakukan
pengolahan data yang terdiri dari beberapa tahap yaitu Editing dilakukan untuk
memeriksa atau mengoreksi data yang telah dikumpulkan, dapat dilakukan pada
tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Coding adalah
mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden kedalam kategori,
biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda/kode berbentuk angka
pada masing-masing jawaban. Data yang sudah dilakukan coding mempermudah
peneliti dalam melakukan analisa data dan mempercepat pemasukan data
penelitian. Selanjutnya dilakukan kegiatan pengolahan data dengan menggunakan
program komputer. Setelah melalui proses editing dan coding, data hasil editing dimasukkan ke komputer dengan program windows Statistik Program for Social Sciences (SPSS) 16,0. Setelah data hasil penelitian yang sudah melalui proses
editing, coding dan telah ddimasukkan ke komputer (processing), maka peneliti harus mengecek kembali kelengkapan data yang sudah dimasukkan ke dalam
komputer.
4.8.2 Analisis Data
Setelah dilakukan pengolahan data, untuk menganalisa data
karakteristik responden dari kuesioner data demografi (usia, jenis kelamin, agama,
suku, tingkat pendidikan, status pernikahan, sumber keuangan dan kondisi
kesehatan) dan tingkat depresi pada lansia yang disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan persentase. Pada penelitian ini variabel yang digunakan
adalah tingkat depresi pada lansia, sampel yang digunankan dalam penelitian ini
5.1. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian mengenai tingkat depresi pada
lanjut usia yang tinggal di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh
Tengah melalui proses pengumpulan data yang telah dilakukan dari tanggal 7
Februari sampai 28 Februari 2015 terhadap 77 lanjut usia. Penyajian data hasil
penelitian meliputi deskriptif karakteristik responden dan kategori tingkat depresi
pada lanjut usia yang terdiri dari tidak ada tanda dan gejala depresi, ringan, sedang
dan berat.
5.1.1 Data Demografi Responden
Responden dalam penelitian ini adalah lanjut usia dengan umur 55 tahun
keatas, dan tinggal di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh
Tengah. Jumlah seluruh responden dalam penelitian ini adalah 77 orang lanjut
usia. Adapun distribusi responden pada penelitian ini mencakup usia, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan, status pernikahan, sumber
keuangan, dan kondisi kesehatan.
Dari tabel 5.1 penelitian menujukkan mayoritas responden berada pada
kelompok umur 55-70 tahun sebanyak 67 orang (87%), mean umur lansia di Desa
Ulunuwih yaitu 64 dan SD 8,159, dengan umur terendah 55 tahun serta umur
orang (52%) berjenis kelamin perempuan. Secara keseluruhan agama yang dianut
responden adalah islam yaitu 77 orang (100%), responden lebih banyak bersuku
Gayo 51 orang (66%), untuk tingkat pendidikan lebih banyak SD sebanyak 22
orang (26%), Lansia lebih banyak masih mempunyai pasangan hidup yaitu 47
orang (61%). Berdasarkan sumber keuangan para lansia, sebagian besar lansia
masih bekerja sendiri untuk mendapatkan sumber keuangan yaitu sebanyak 44
orang (57%), dan dari 77 orang lansia sebanyak 41 (53%) orang masih tergolong
dalam keadaan sehat , dan 36 orang (47%) tergolong sakit.
Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Responden pada Lansia di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah, Februari 2015 (n=77)
Lanjutan Tabel 5.1
5.1.2 Distribusi Tingkat Depresi pada Lansia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah lansia di Desa Ulunuwih
mengalami depresi ringan sebanyak 45 orang (58%), depresi sedang 26 orang
(34%), depresi berat 3 orang (4%), sementara lansia yang tidak ada tanda dan
Tabel 5.2. Distribusi Tingkat Depresi pada Lansia di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah, Februari 2015 (n=77)
Tingkat Depresi Frekuensi n) Persentase (%) Tidak ada tanda dan
gejala depresi (0) 3 4
Ringan (1-10) 45 58
Sedang (11-20) 26 34
Berat (21-30) 3 4
5.2 Pembahasan
Dari hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk
menjawab pertanyaan penelitian tentang tingkat depresi pada lansia di Desa
Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.
5.2.1 Tingkat Depresi pada Lansia
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat depresi
yang dialami lansia di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh
Tengah berada pada kategori tingkat ringan (58%). Berdasarkan hasil dari data
demografi yang didapatkan lebih dari setengah lansia masih mempunyai pasangan
hidup yaitu 47 orang (61%), disamping itu kebanyakan lansia masih bekerja
sendiri 44 orang (57%) 0untuk mendapatkan sumber keuangan untuk kebutuhan
sehari harinya. Begitu juga terdapat 53% lansia tergolong dalam kategori sehat,
hanya beberapa lansia dengan penyakit kronis. Dengan demikian hal ini bukan
menjadi faktor penyebab timbulnya depresi. Oleh karena itu lansia di Desa
Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah masih tergolong dalam
Lansia rentan untuk mengalami depresi karena pada tahap ini terjadi
berbagai kemunduran pada fisik, mental dan psikososial. Lansia dengan penyakit
fisik yang serius dan kronis dapat menyebabkan depresi (Fiske, 2009). Mohd dkk
(2005) dalam penelitiannya pada lansia di Malaysia menunjukkan adanya
hubungan signifikan antara penyakit kronis yang diderita lansia dengan kejadian
depresi.
Depresi pada lansia dapat dipengaruhi oleh penurunan status kesehatan.
Banyak penelitian yang menunjjukkan bahwa masalah kesehatan pada lansia bisa
menimbulkan depresi (Miller, 2004). Penyakit fisik bisa mengakibatkan
menurunnya kemampuan fungsional seseorang, menghambat seseorang untuk bisa
melakukan kegiatan yang menyenangkan dari keterbatasan ini mendorong
terjadinya depresi (Kathryn, 2009). Pada penelitian ini hanya sebagian lansia yaitu
36 orang (47%) di Desa Ulunuwih memiliki penyakit kronik yang memang sering
diderita oleh usia lansia. Hal ini terjadi akibat kemunduran-kemunduran fisik yang
dialami oleh setiap orang yang memasuki usia lansia. Penyakit yang bersifat
kronik dan bersifat nyeri sangat berpotensi menjadi stressor. Begitu juga dengan
ketidakmampuan fisik yang menimbulkan ketergantungan pada orang lain dan
menjadi tidak berdaya. Hai ini lebih memperbesar resiko depresi pada lansia.
Dari segi usia, paling banyak tingkat depresi terjadi pada usia 55-70 tahun.
Rata rata usia lansia di Desa Ulunuwih juga berkisar antara 55-70 tahun. Usia ini
adalah usia awal dari lansia dimana lansia secara umum mulai mengalami
kemunduran dari berbagai segi, yaitu fisik, psikologis, ekonomi, dan sosial. Masa
Lansia mulai menghadapi berbagai perubahan yang tidak bisa dihindari, progresif,
dan tidak bisa diubah (Miller, 2004). Salah satu dampak negatif pada psikologis
lansia tersebut adalah depresi.
Proses menua yang dialami oleh lansia menyebabkan mereka mengalami
berbagai macam perasaan seperti sedih, cemas, kesepian, dan mudah tersinggung.
Perasaan tersebut merupakan masalah gangguan kesehatan jiwa mulai dialami
oleh golongan lansia pada saat mereka mulai merasakan adanya tanda-tanda
terjadinya proses penuaan pada dirinya (Maryam, 2004).
Penelitian oleh Fitri (2011) di Panti Werdha Pucang Gading Semarang
menunjukkan bahwa usia tidak berhubungan dengan kejadian depresi pada lansia.
Pada penelitian ini didapatkan hasil yang menyatakan bahwa kejadian depresi
lebih banyak ditemukan pada lansia dengan rentang usia 55-70 tahun dapat
disebabkan oleh distribusi kelompok rentang usia yang tidak merata di Desa
Ulunuwih Kecamatan Bebesen. Jumlah lansia yang menjadi subyek penelitian ini
pada rentang usia 55-70 tahun sebanyak 67 orang, sedangkan lansia dengan
rentang usia lebih dari 70 tahun hanya berjumlah 10 orang.
Angka kejadian depresi pada lansia yang berjenis kelamin perempuan
lebih tinggi yaitu sebesar 49% dibandingkan dengan lansia yang berjenis kelamin
laki-laki yaitu 47%. Hal ini bisa karena jumlah lansia pada penelitian ini
perempuan lebih banyak daripada laki-laki.
Angka kejadian depresi yang lebih tinggi pada lansia yang berjenis
kelamin perempuan dapat dikaitkan dengan berbagai faktor antara lain faktor
berperan adalah perubahan hormonal, dimana pada tahap ini lansia perempuan
sudah mengalami menopause dan terjadi penurunan produksi hormon estrogen
dan progesteron. Penurunan produksi kedua hormon ini dapat menimbulkan
berbagai keluhan, contohnya perubahan mood, hot flashes, turunnya gairah
seksual dan lain sebagainya, keluhan-keluhan ini dapat membuat lansia
perempuan merasa tidak menarik, tidak produktif dan kurang percaya diri
sehingga hal-hal ini yang dapat memicu terjadinya depresi (Donna , 2008).
Data berbagai penelitian ahli psikiatri di luar negeri menunjukkan,
prevalensi umum yang mencakup semua kelompok depresi baik ringan maupun
berat adalah 24% pada wanita dan 15% pada pria (Pranowo, 2004).
Salah satu stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset
suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan (Sadock, 2007). Reza dkk
(2011) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa angka kejadian depresi tiga kali
lebih sering pada lansia yang tidak memiliki pasangan hidup dibandingkan dengan
lansia yang memliki pasangan hidup.
Faktor psikologis dan sosial ekonomi dipengaruhi oleh berbagai peristiwa
dalam kehidupan antara lain lansia perempuan lebih sering kehilangan pasangan
hidup dimasa tuanya, kehilangan sumber penghasilan dan mengalami perubahan
lingkungan hidup setelah menjadi janda. Seperti halnya pada penelitian ini
sebagian lansia sudah janda yaitu 23 orang (30%). Mereka sudah tidak punya
pasangan hidupnya lagi baik karena kematian pasangan maupun berpisah karena
perceraian. Menjadi sendiri lagi setelah kematian pasangan di usia senja akan