• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Tingkat Depresi pada Lansia di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Tingkat Depresi pada Lansia di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

F

UNI

SKRIPSI

Oleh

Rahmayani

111101006

FAKULTAS KEPERAWATAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

(2)
(3)
(4)

serta shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Gambaran tingkat depresi pada lansia di Desa Ulunuwih

Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah”. Skirpsi ini disusun dalam rangka

memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan.

Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan yang dihadapi

penulis, namun dengan berkat dan karunia dari Allah SWT, disertai usaha dan

kemauan penulis, serta bimbingan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak,

sehingga kesulitan dapat diatasi.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapakan terimakasih yang

setulus-tulusnya kepada berbagai pihak, yaitu:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Erniyati SKp, MNS selaku pembantu Dekan I

3. Ibu Evi Karota Bukit, SKp, MNS selaku pembantu Dekan II, dosen

pembimbing akademik penulis, dan sebagai dosen penguji II yang telah

membantu mengarahkan dalam penulisan skripsi

4. Bapak Ihksanuddin Harahap, S.Kp, MNS selaku pembantu Dekan III.

5. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing yang telah

(5)

dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan proposal

8. Penghargaan dan terimakasih yang sangat mendalam kepada ayahanda

(M.Nur) dan ibunda (Salian) tercinta yang telah memberikan dukungan

moril maupun materi, do’a dan senyumannya yang tiada henti selama

penulis menjalani pendidikan

9. Kakanda (Supiati dan Syukurdi) yang telah memberikan dukungan, do’a

dan moril serta membantu dalam hal materi kepada penulis.

10.Adinda (M. Husaini dan Ruhama) yang telah memberikan dukungan, do’a

dan moril kepada penulis.

11. Teman-teman seperjuangan di HTI yang telah memberikan dukungan,

do’a dan moril kepada penulis.

12. Teman-teman S1 Keperawatan Reguler Stambuk 2011 yang tidak tersebut

satu persatu terimakasih atas dukungannya.

Medan , 30 Juni 2015

Penulis

(6)

Halaman Pernyataan Orisinalitas ...ii

Bab 2. Tinjauan Pustaka ...7

2.1 Konsep Lansia... 7

2.1.1 Defenisi Lansia ... 7

2.1.2 Batasan-Batasan Lansia ... 8

2.1.3 Teori-Teori Proses Menua... 8

2.1.4 Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia ... 10

2.1.5 Program Kesehatan Pada Lansia ... 15

2.2 Konsep Depresi ... 17

2.2.6 Penatalaksanaan Depresi pada Lansia... 24

2.2.7Geriatric depression Scale... 26

Bab 3. Kerangka Penelitian... 30

3.1 Kerangka Konseptual ... 30

3.2 Defenisi Konseptual dan Operasional ... 31

Bab 4. Metodotologi Penelitian ...32

4.1 Desain Penelitian... 32

4.2 Populasi, Sampel, dan Tehnik Sampel ... 32

4.2.1 Populasi ... 32

4.2.2 Sampel dan tehnik sampel... 32

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

(7)

4.7 Pengolahan Data dan analisis Data ... 37

4.7.1 Pengolahan data ... 37

4.7.2 Analisis data ... 37

Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 39

5.1 Hasil Penelitian... 39.

5.1.1 Data Demografi Responden... 39

5.1.2 Distribusi Tingkat Depresi pada Lansia ... 41

5.2 Pembahasan ... 42

5.2.1 Tingkat Depresi pada Lansia ... 42

Bab 6. Kesimpulan... 47

6.1 Kesimpulan ... 47

6.1.1 Data Demografi Responden... 47

6.1.2 Tingkat Depresi Pada Lansia ... 47

6.2 Saran ... 48

Daftar Pustaka ... 50 Lampiran-lampiran:

Lampiran 1. Penjelasan Penelitian

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3. Instrumen Penelitian

Lampiran 4. Hasil Penelitian Lampiran 5 Master Tabel Lampiran 6. Jadwal Tentativ

Lampiran 7. Surat Izin Survei Awal Penelitian Lampiran 8. Komisi Etik Penelitian

Lampiran 9. Surat Izin Pengambilan Data Lampiran 10. Surat Selesai Penelitian Lampiran 11. Taksasi Dana

(8)
(9)
(10)

Tahun Akademik : 2015

ABSTRAK

Lanjut usia (lansia) sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia sering menimbulkan permasalahan yang dapat memicu terjadinya depresi. Depresi adalah gangguan kejiwaan yang paling umum dan prevalensinya cukup tinggi pada lansia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat depresi pada lansia di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen kabupaten Aceh Tengah.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Jumlah sampel sebanyak 77 orang lansia yang berusia 55 tahun keatas. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total sampling. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah, dimulai dari tanggal 7 sampai 28 Februari 2015. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah Geriatric Depression Scale (GDS) 30-item. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa angka kejadian depresi pada lansia di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah adalah 45 (58%) dari 77 responden mengalami depresi dalam kategori ringan, karena pada penelitian ini lansianya kebanyakan masih tergolong dalam keadaan sehat dan masih mempunyai pasangan hidup. Adapun yang mengalami depresi dalam penelitian ini kebanyakan disebabkan oleh faktor penyakit, pendidikan dan kehilangan pasangan yang sebagian dialami oleh lansia di Desa Ulunuwih tersebut. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan terutama tingkat depresi pada lansia dengan penyakit tertentu.

(11)

Department : S1 (Undergraduate) Nursing

Academic Year : 2015

ABSTRACT

Old people as the last stage of human life cycle usually get problems which cause depression. Depression is the most general mental disorder, and its prevalence is high in old people. The objective of the research was to find out the description of the level of depression in old people at Ulunuwih village, Bebesan Subdistrict, Aceh Tengah District. The research used descriptive method. The samples were 77 old people who were above 55 years old, taken by using total sampling technique. The research was conducted at Ulunuwih village, Bebesan Subdistrict, Aceh Tengah District from February 7 to February 28, 2015.The instrument of the research was 30 items of Geriatric Depression Scale (GDS). The result of the research showed that 45 respondents (58%) underwent mild depression since most of them were still healthy and has spouses. In this research, it was found that depression was mostly caused by diseases, education, and loss of spouses at Ulunuwuh village. It is recommended that the next researches carry on the same topic with more levels of depression in old people with different illnesses.

(12)

Penduduk lansia diseluruh dunia tumbuh dengan sangat cepat bahkan tercepat dibanding kelompok usia lainnya, hasil prediksi menunjukkan bahwa persentase penduduk lanjut usia mencapai 9,77% dari total penduduk pada tahun

2010 dan akan menjadi 11,34% pada tahun 2020 (BPS, 2007). Di negara maju,

pertambahan populasi/penduduk lanjut usia telah di antisipasi sejak awal abad

ke-20. Tidak heran bila masyarakat di negara maju sudah lebih siap menghadapi

pertambahan populasi lanjut usia dengan aneka tantangannya. Namun saat ini,

negara berkembang pun mulai menghadapi masalah yang sama. Fenomena ini

jelas mendatangkan sejumlah konsekuensi, antara lain timbulnya masalah fisik,

mental, sosial, serta kebutuhan pelayanan kesehatan dan keperawatan, terutama

kelainan degeneratif. Sering kali keberadaan lanjut usia dipersepsikan secara

negatif, dianggap sebagai beban keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kenyataan

ini mendorong semakin berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua itu identik

dengan semakin banyaknya masalah kesehatan yang dialami oleh lanjut usia

(Nugroho, 2008).

Berdasarkan data yang ada menunjukkan jumlah penduduk lansia (usia 60

tahun keatas) tahun 2003 sebanyak 16,1 juta jiwa dan pada tahun 2004 sebanyak

17,7 juta dan diestimasikan pada 2020 jumlah lansia Indonesia sekitar 35 juta

jiwa. Dari 17,7 juta jiwa penduduk lansia saat ini, sekitar 3 juta orang diantaranya

(13)

masih memiliki keluarga (Darmojo, 2006). Badan Pusat Statistik (BPS) juga

memperkirakan, tahun 2020 lanjut usia di Indonesia akan berjumlah 28,8 juta atau

11,34% dari jumlah penduduk Indonesia (Kemensos, 2012).

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak

hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi di mulainya sejak permulaan

kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah

melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini

berbeda, baik secara biologis maupun psikologis (Nugroho, 2008). Proses menua

yang dialami oleh lansia menyebabkan mereka mengalami berbagai macam

perasaan seperti sedih, cemas, kesepian, dan mudah tersinggung. Perasaan

tersebut merupakan masalah gangguan kesehatan jiwa mulai dialami oleh

golongan lansia pada saat mereka mulai merasakan adanya tanda-tanda terjadinya

proses penuaan pada dirinya. Ada beberapa faktor resiko yang mendukung

terjadinya masalah kesehatan jiwa pada lansia yaitu keadaan fisik yang buruk,

perpisahan dengan pasangan, pemahaman dan transportasi yang tidak memadai,

sumber finansi berkurang, dukungan sosial berkurang dan lain sebagainya

(Maryam, 2008).

Perubahan-perubahan secara fisik maupun mental banyak terjadi saat

seseorang memasuki usia senja. Hal ini akan memberikan pengaruh pada seluruh

aspek kehidupan, termasuk kesehatannya. Penyakit-penyakit mental akibat

penuaan seperti depresi, demensia, delirium, ansietas, paranoid dan sebagainya.

(14)

(Wirakusumah, 2000). Prevalensi kejadian depresi cukup tinggi hampir lebih dari

350 juta penduduk dunia mengalami depresi dan merupakan penyakit dengan

peringkatke-4 di dunia (WHO, 2013 ). Data berbagai penelitian ahli psikiatri di

luar negeri menunjukkan, prevalensi umum yang mencakup semua kelompok

depresi baik ringan maupun berat adalah 24% pada wanita dan 15% pada pria

(Pranowo, 2004). Umumnya angka depresi terjadi dua kali lebih tinggi di

kalangan lansia daripada orang dewasa (Alexopoulus, Bruce Hull, Sirey &

Kakuma, 1998). Penelitian menunjukkan bahwa tingkat depresi meningkat pada

usia lanjut, 15% orang-orang di atas usia 60 tahun menderita depresi. Ada

hubungan antara depresi pada orang-orang yang lebih tua dan orang-orang yang

tinggal sendirian. Dalam Gallo dan Gonzales (2001) disebutkan bahwa angka

depresi pada pasien lansia dengan penyakit medis serius adalah lebih tinggi.

Depresi dialami oleh sekitar 40% pasien dengan stroke, 35% pasien dengan

kanker, 25% pasien dengan penyakit Parkinson, 20% pasien dengan penyakit

kardiovaskular, dan 10% pasien dengan diabetes.

Depresi merupakan suatu pengalaman yang menyakitkan, suatu perasaaan

tidak ada harapan lagi. Depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang

biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh, mulai dari

perasaan murung sampai pada keadaan tak berdaya (Pranowo, 2004). Depresi

merupakan masalah kesehatan jiwa yang utama dewasa ini. Hal ini amat penting

karena orang dengan depresi produktivitasnya akan menurun dan ini amat buruk

akibatnya bagi suatu masyarakat, bangsa dan negara yang sedang membangun.

(15)

penyebab utama tindakan bunuh diri, dan tindakan ini menduduki urutan ke-6 dari

penyebab kematian utama di Amerika Serikat (Hawari, 2013).

Pada lansia yang mengalami depresi yang berkelanjutan akan mengalami

krisis mental, bilamana tidak teratasi maka individu yang bersangkutan akan jatuh

dalam keadaan yang lebih buruk lagi (bunuh diri) (Maramis, 2004). Oleh karena

itu, kesehatan manusia usia lanjut perlu mendapatkan perhatian khusus dengan

tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara

produktif sesuai dengan kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif

dalam pembangunan (UU kesehatan No. 23 tahun 1992, pasal 19 ayat 1),

(Fatimah, 2010).

Berdasarkan survei awal yang diperoleh penulis bahwa di desa Ulunuwih

jumlah penduduk yang lanjut usia berjumlah 77 orang dari 419 jiwa penduduk.

Penduduk lansia tersebut banyak mengalami perubahan disebabkan karena faktor

psikososial seperti kehilangan peran sosial akibat pensiun, kehilangan mata

pencaharian, kehilangan teman-teman dan orang-orang yang dicintai seperti

kehilangan anak, atau yang lebih sering kehilangan pasangan, ketidakmampuan

fisik akibat penyakit kronis yang dapat menyebabkan keterbatasan untuk

melakukan aktivitas sosial atau aktivitas di waktu luang (leisure activities) yang

bermakna, isolasi, dan berkurangnya kualitas dukungan sosial. Dengan keadaan

yang demikian, akan dapat menimbulkan tanda-tanda depresi pada lansia di Desa

Ulunuwih tersebut. Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk

(16)

Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah untuk mengetahui gambaran tingkat

depresi pada lansia tersebut.

1.2 Tujuan Penelitian

Mengetahui gambaran tingkat depresi pada lansia di Desa Ulunuwih

Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran tingkat depresi pada lansia di Desa Ulunuwih

Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah?

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Pendidikan Keperawatan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi

perkembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan khususnya tentang

tingkat depresi pada lansia

1.4.2 Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi tenaga

perawat professional sebagai salah satu wacana dalam memberikan konseling

tentang perawatan gerontik, khususnya tentang tingkat depresi pada lansia yang

(17)

1.4.3 Penelitian Keperawatan

Dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi

tambahan yang berhubungan dengan depresi pada lansia

1.4.4 Lanjut Usia

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan menambah

(18)

2.1.1 Definisi Lansia

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak

hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi di mulainya sejak permulaan

kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah

melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini

berbeda, baik secara biologis maupun psikologis (Nugroho, 2008). Sedangkan

menurut Hurlock (1999), lansia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam

rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah ”beranjak

jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu

yang penuh manfaat.

Menurut UU Kesehatan No. 23 tahun 1992, pasal 19 ayat 1 “Manusia

lanjut usia (Growing old) adalah seseorang yang karena usianya mengalami

perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini akan memberikan

pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya” (Fatimah,

2010).

Usia lanjut dapat dikatakan usia emas, karena tidak semua orang dapat

mencapai usia tersebut, maka orang yang berusia lanjut memerlukan tindakan

keperawatan, baik yang bersifat promotif maupun preventif, agar ia dapat

(19)

Pada usia lanjut proses penuaan terjadi secara alamiah seiiring dengan

penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula

dengan keakuratan dan keadaan fungsional yang efektif (Maryam, 2008).

2.1.2 Batasan-Batasan Lansia

Umur yang di jadikan patokan sebagai lanjut usia berbeda-beda, umumnya

berkisar antara 60 sampai 65 tahun. Menurut WHO ada empat tahap batasan

umur yaitu usia pertengahan (middle age) antara 45 sampai 59 tahun, usia lanjut

(elderly) antara 60 sampai 74 tahun, dan usia lanjut usia (old) antara 75 sampai

90 tahun, serta usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Nugroho, 2008).

Di indonesia, batasan lanjut usia adalah 60 tahun ke atas. Hal ini di

pertegas dalam Undang-Undang No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut

usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho, 2008).

Menurut pendapat Nugroho (2008), dinyatakan bahwa seseorang dapat

dinyatakan sebagai seorang lanjut usia atau jompo setelah yang bersangkutan

umur 55 tahun. Depkes RI (2003, dalam Pangastuti, 2008) menggolongkan lansia

dalam tiga kategori, yaitu: lansia dini (55-64 tahun), lansia (65-70 tahun), dan

lansia resiko tinggi (lebih dari 70 tahun).

2.1.3 Teori-Teori Proses Menua

2.1.3.1 Teori“Genetic clock”

Menurut teori ini menua telah terprogram secara spesifik untuk

spesies-spesies tertentu. Tiap spesies-spesies mempunyai didalam nuclei (inti selnya) suatu jam

genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan

(20)

menurut konsep ini bila jam kita itu berhenti akan meningagl dunia, meskipun

tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal

(Darmojo, 2006).

Konsep “genetic clock” didukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan

cara menerangkan mengapa pada beberapa spesies terlihat adanya perbedaan

harapan hidup yang nyata.

2.1.3.2 Mutasi somatik (teoriError Catastrople)

Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis

faktor-faktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor-faktor lingkungan yang

menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa

radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur, sebaliknya menghindari

terkenanya radiasi atau terkena zat kimia yang bersifat karsinogenik atau toksik,

dapat memperpanjang umur.

Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik,

akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.

2.1.3.3 Rusaknya sistem imun tubuh

Mutasi yang berulang atau berubahnya protein pascatranslasi, dapat

menyebabnya bekurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya

sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan

pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh

menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan

menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa

(21)

Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen/antibodi yang luas mengenai

jaringan-jaringan beraneka ragam, efek menua jadi akan menyebabkan reaksi

histoinkontabilitas pada banyak jaringan.

2.1.3.4 Teori menua akibat metabolisme

Pengurangan ”intake” kalori pada rodentia mud akan menghambat

pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena penururan

jumlah kalori tersebut, antara lain disebabkan karena penurunan jumlah kalori

tersebut, antara lain disebabakan karena menurunnya salah satu atau beberapa

proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang merangsang

proliferasi sel, misalnya insulin, dan hormon pertumbuhan.

2.1.3.5 Kerusakan akibat radikal bebas

Radikal bebas (RB) dapat terbentuk di alam bebas, dan didalam tubuh jika

fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan didalam rantai pernafasan didalam

mitokondria (Oen, 1993). Tidak stabilnya radikal bebas atau kelompok atom

mengakibatkan oksidasi oksigen bahan bahan organik seperti karbohidrat dan

protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak bisa regenerasi.

2.1.4 Perubahan-Perubahan yang terjadi pada Lansia

Contantinides (1994), mengatakan bahwa proses menua adalah suatu

proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga

tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita

(22)

2.1.4.1 Perubahan perubahan fisik

1. Perubahan sel

Sel menjadi lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya, berkurangnya

jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler, menurunnya proporsi

protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, jumlah sel otak menurun,

terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10% (Nugroho, 2008).

2. Sistem persarafan

Terjadi penurunan berat otak sebesar 10-20%, cepatnya menurun

hubungan persarafan, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya

stres, mengecilnya saraf panca indera, serta kurang sensitifnya tehadap sentuhan.

Pada sistem pendengran terjadi presbiakusis (gangguan dalam pendengaran)

hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap

bunyi-bunyi atau nada-nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata,

otoklerosisakibat atrofi membran timpani, serta biasanya pendengaran bertambah

menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stres (Nugroho,

2008).

3. Sistem penglihatan

Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih

berbentuk sferis (bola), kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak,

meningkatnya ambang, pengalaman sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih

(23)

menurunnya lapangan pandang, serta menurunnya daya membedakan warna biru

atau hijau.

4. Sistem kardiovaskuler

Terjadi penurunan elastisitas aorta, katup jantung menebal dan menjadi

kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun, kurangnya elastisitas

pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,

perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan

tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing mendadak, serta meningginya

tekanan darah akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah dan perifer.

5. Sistem pengaturan

Temperatur tubuh terjadi hipotermi secara fisiologis akibat metabolisme yang menurun, keterbatasan reflex menggigil dan tidak dapat memproduksi panas

akibatnya aktivitas otot menurun.

6. Sistem respirasi

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya

aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat,

kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun,

ukuran alveoli melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang, kemampuan untuk

batuk berkurang, serta kemampuan kekuatan otot pernafasan menurun.

7. Sistem gastrointestinal

Terjadi kehilangan gigi akibat periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf

(24)

rasa lapar menurun, asam lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya

timbul konstipasi, serta melemahnya daya absorbs.

8. Sistem reproduksi

Terjadi penciutan ovary dan uterus, penurunan lendir vagina, serta atrofi

payudara, sedangkan pada laki-laki, testis masih dapat memproduksi spermatozoa

meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur, kehidupan seksual dapat

diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan baik.

9. Sistem perkemihan

Terjadiatrofi nefrondan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%,

otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.

10. Sistem endokrin

Terjadi semua penurunan produksi hormon, mencakup penurunan aktivitas

tiroid, BMR, daya pertukaran zat, produksi aldosteron, progesterone, estrogen,

dantestosteron.

11. Sistem integumen

Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan

kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses kreatinisasi, serta perubahan

ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis, rambut menipis berwarna kelabu, rambut

dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya

cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras

dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya, serta kelenjar keringat yang berkurang

(25)

12. Sistem muskuluskeletal

Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis, pergerakan

pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas, persendian membesar dan menjadi kaku,

tendon mengerut dan mengalamisclerosis, sertaatrofiserabut otot.

2.1.4.2. Perubahan mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu, pertama-tama

perubahan fisik khususnya organ perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan,

keturunan (hereditas dan lingkungan).

2.1.4.3 Perubahan psikososial

1) Pensiun nilai seseorang sering di ukur oleh produktivitasnya, dikaitkan

dengan peran dalam pekerjaanya, 2) Merasakan atau sadar akan kematian, 3)

Perubahan dalam cara hidup yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih

sempit, 4) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan, 5) Penyakit kronis dan

ketidakmampuan, 6) Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial sehingga

timbul depresi, 7) Gangguan saraf panca indera timbul kebutaan dan ketulian, 8)

Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan, 9) Rangkaian dari kehilangan yaitu

kehilangan hubungan dengan teman-teman dan keluarga.

(26)

Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya, dan

lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam berfikir

dan bertindak dalam sehari-hari.

2.1.5 Program Kesehatan Pada Lansia

Pada umunya para lanjut usia (lansia) yang berumur 71 ke atas mudah

terkena depresi. Oleh karena itu, program pembinaan kesahatan lanjut usia

merupakan upaya kesehatan pengembangan dapat dilakukan dengan berbagai cara

(Pujiyono, 2007), sebagai berikut:

a. Upaya Promotif

Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun

masyarakat di sekitarnya, antara lain berupa penyuluhan tentang perilaku hidup

sehat, gizi untuk lanjut usia, proses degeneratif seperti katarak, presbikusis dan

lain-lain. Upaya peningkatan kebugaran jasmani, pemeliharaan kemandirian serta

produktivitas masyarakat lanjut usia.

1) Perilaku Hidup Sehat

Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekan atas

dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau

keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif

dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. Menurut Winslow (2010), PHBS

erat kaitanya dengan pemberdayaan masyarakat karena bidang garapanya adalah

membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada pemeliharaan, perubahan,

atau peningkatan perilaku positif dalam bidang kesehatan. Perilaku hidup bersih

(27)

masing-masing tatanan. Gaya hidup sehat untuk lansia yang terpenting seperti

tidak merokok, melakukan aktivitas 30 menit sehari, personal higiene, mengatur

kesehatan lingkungan seperti rumah sehat dan membuang kotoran pada

tempatnya.

2) Gizi untuk Lanjut Usia

Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi lanjut

usia untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit kekurangan gizi,

yang seyogyanya telah dilakukan sejak muda dengan tujuan agar tercapai kondisi

kesehatan yang prima dan tetap produktif di hari tua. Hidangan gizi seimbang

adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.

b. Upaya Preventif

Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyakit

dan komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa deteksi dini dan

pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di kelompok lanjut usia

(posyandu lansia) atau Puskesmas dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat

(KMS) lanjut usia.

c. Upaya Kuratif

Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila dimungkinkan

dapat di lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu lansia. Pengobatan lebih

lanjut ataupun perawatan bagi lanjut usia yang sakit dapat dilakukan di fasilitas

pelayanan seperti Puskesmas Pembantu, Puskesmas ataupun di Pos Kesehatan

Desa. Bila sakit yang diderita lanjut usia membutuhkan penanganan dengan

(28)

d. Upaya Rehabilitatif

Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif

maupun upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin mengembalikan

kemampuan fungsional dan kepercayaan diri lanjut usia.

2.2 Konsep Depresi

2.2.1 Definisi Depresi

Depresi merupakan suatu gangguanmood. Mood adalah suasana perasaan yang meresap dan menetap yang dialami secara internal dan yang mempengaruhi

perilaku seseorang dan persepsinya terhadap dunia (Sadock & Sadock, 2007).

Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif),

mood yang ditandai kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan gairah hidup,

tidak ada semangat, dan merasa tidak berdaya, perasaan bersalah atau berdosa,

tidak berguna dan putus asa (Yosep, 2007).

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa depresi adalah suatu pengalaman

yang menyakitkan, suatu perasaan tidak ada harapan lagi. DR Jonatan Trisna

menyimpulkan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang

biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh. Mulai dari

perasaan murung sedikit sampai pada keadaan tak berdaya (Pranowo, 2004).

Depresi juga merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai

dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan yang tidak berarti dan bersalah,

(29)

seksual tidak ada, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa

dilakukan (Jhon Wiley, 2004).

2.2.2 Gejala-Gejala Depresi

Gejala-gejala depresi dalam buku David (2004), adalah sebagai berikut:

a). Gambaran emosi berupa: Mood depresi, sedih atau murung, iritabilitas,

ansietas, anhedonia, kehilangan minat, kehilangan semangat, ikatan emosi

berkurang, menarik diri dari hubungan interpersonal, preokupulasi dengan

kematian.

b). Gambaran kognitif berupa: Mengkritik diri sendiri, perasaan tidak berharga,

rasa bersalah, pesimis, tidak ada harapan, putus asa, perhatiannya mudah teralih,

konsentrasi buruk, tidak pasti dan ragu-ragu berbagai obsesi, keluhan somatik

(terutama pada orang tua), gangguan memori, waham dan halusinasi.

c). Gambaran vegetatif berupa: Lesu, tidak ada tenaga, insomnia atau

hipersomnia, anoreksia atau hipereksia, penurunan berat badan atau penambahan

berat badan, retardasi psikomotor, agitasi psikomotor, libido terganggu, variasi

durnal yang sering.

Adapun gejala klinis depresi dalam buku Hawari (2013), disebutkan

bahwa:

1) Afek disforik, yaitu perasaan murung, sedih, gairah hidup menurun, tidak

semangat, merasa tidak berdaya, perasaan bersalah, berdosa menyesalan, 2) Nafsu

makan menurun, 3) Berat badan menurun, 4) Konsentrasi dan daya ingat

menurun, 5) Gangguan tidur: insomnia (sukar/tidak dapat tidur) atau sebaiknya

(30)

mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan, misalnuya mimpi orang yang telah

meninggal, 6) Agitasi atau retardasi psikomotor (gaduh, gelisah, atau lemah tak

berdaya), 7) Hilangnya rasa senang, semangat dan minat, tidak suka lagi

melakukan hobi, kreativitas menurun, produktivitas juga menurun, 8) Gangguan

seksual (libido menurun), 9) Pikiran-pikiran tentang kematian, bunuh diri.

2.2.3 Penyebab Depresi

Untuk menemukan penyebab depresi kadang-kadang sulit sekali karena

ada sejumlah penyebab dan mungkin beberapa diantaranya bekerja pada saat yang

sama. Namun dari sekian banyak penyebab dapatlah dirangkumkan sebagai

berikut:

a. Karena kehilangan

Kehilangan merupakan faktor utama yang mendasari depresi. Archibald

menyebut empat macam kehilangan: pertama, kehilangan abstrak: kehilangan

harga diri, kasih sayang, harapan atau ambisi. Kedua, kehilangan sesuatu yang

kongkrit: rumah, mobil, protet, orang atau bahkan binatang kesayangan. Ketiga,

kehilangan hal yang bersifat khayal: tanpa fakta mungkin tapi ia merasa tidak

disukai atau dipergunjingkan orang. Keempat, kehilangan sesuatu yang belum

tentu hilang: menunggu hasil tes kesehatan, menunggu hasil ujian,dll

b. Reaksi terhadap stres

Delapan puluh lima persen depresi ditimbulkaan oleh stres dalam hidup.

c. Terlalu lelah atau capek

(31)

d. Gangguan atau serangan dari kuasa kegelapan.

e. Reaksi terhadap obat

Beberapa ahli juga memberikan penjelasan mengenai penyebab depresi.

Faktor-faktor penyebabnya terdiri dari faktor biologi, faktor genetik dan faktor

psikososial. Dimana ketiga faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu

dengan yang lainnya (Tarigan, 2009).

a. Faktor Biologi

Dalam penelitian biopsikologi, norepinefrin dan serotonin merupakan dua

neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood.

Beberapa peneliti juga menemukan bahwa gangguan mood melibatkan patologik

dan sistem limbiks serta ganglia basalis dan hypothalamus.

b. Faktor Genetik

Data genetik menyatakan bahwa faktor yang signifikan dalam

perkembangan gangguan mood adalah genetik. Pada penelitian anak kembar

terhadap gangguan depresi berat, pada anak kembar monozigot adalah 50 %,

sedangkan dizigot 1–25%.

c. Faktor Psikososial

Mungkin faktor inilah yang banyak diteliti oleh ahli psikologi. Faktor

psikososial yang menyebabkan terjadinya depresi antara lain: 1) Peristiwa

kehidupan dan stres lingkungan: suatu pengamatan klinik menyatakan bahwa

peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh ketegangan sering

mendahului episode gangguan mood. 2) Faktor kepribadian Premorbid: Tidak ada

(32)

terhadap depresi. Semua orang dengan ciri kepribadian manapun dapat mengalami

depresi, walaupun tipe-tipe kepribadian seperti oral dependen, obsesi kompulsif,

histerik mempunyai risiko yang besar mengalami depresi dibandingkan dengan

lainnya.

3) Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik: Freud menyatakan suatu hubungan

antara kehilangan objek dan melankoli. Ia menyatakan bahwa kemarahan pasien

depresi diarahkan kepada diri sendiri karena mengidentifikasikan terhadap objek

yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi merupakan suatu cara ego untuk

melepaskan diri terhadap objek yang hilang. Depresi sebagai suatu efek yang

dapat melakukan sesuatu terhadap agresi yang diarahkan kedalam dirinya.

Apabila pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan yang

dicita-citakannya, akan mengakibatkan mereka putus asa.

4) Ketidakberdayaan yang dipelajari: Di dalam percobaan, di mana binatang

secara berulang-ulang dihadapkan dengan kejutan listrik yang tidak dapat

dihindarinya, binatang tersebut akhirnya menyerah dan tidak mencoba sama sekali

untuk menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar bahwa mereka tidak

berdaya.

5) Teori Kognitif: Beck menunjukkan perhatian gangguan kognitif pada depresi

Asikal H.S. dalam Tarigan (2008) Dia mengidentifikasikan 3 pola kognitif utama

pada depresi yang disebut sebagai triad kognitif, yaitu: a) Pandangan negatif

terhadap masa depan, b) Pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu

menganggap dirinya tak mampu, bodoh, pemalas, tidak berharga, c) Pandangan

(33)

2.2.4 Tingkatan Depresi

Ada beberapa tingkatan depresi menurut Kusumanto (2010), diantaranya:

a. Depresi Ringan

Sementara, alamiah, adanya rasa pedih perubahan proses fikir komunikasi sosial

dan rasa tidak nyaman.

b. Depresi Sedang

1) Afek: murung, cemas, kesal, marah, menangis. 2) Proses fikir: perasaan

sempit, berfikir lambat, kurang komunikasi verbal, komunikasi non verbal

meningkat. 3) Pola komunikasi: bicara lambat, kurang komunikasi verbal,

komunikasi non verbal meningkat. 4) Partisipasi sosial: menarik diri tidak mau

melakukan kegiatan, mudah tersinggung.

c. Depresi Berat

1) Gangguan afek: pandangan kosong, perasaan hampa, murung, inisiatif

berkurang, 2) Gangguan proses fikir, 3) Sensasi somatik dan aktivitas motorik:

diam dalam waktu lama, tiba-tiba hiperaktif, kurang merawat diri, tidak mau

makan dan minum, menarik diri, tidak peduli dengan lingkungan.

Pada umumnya, yang rentang terkena depresi adalah orang cacat dan

lanjut usia (lansia), dengan tingkat depresi rata-rata depresi berat. Hal ini

disebabkan karena mereka menganggap bahwa perasaan tidak berdaya dan

kehilangan harapan yang disertai perasaan sedih, kehilangan minat dan

kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya keadaan

(34)

2.2.5 Dampak Depresi

Pada usia lanjut depresi yang berdiri sendiri maupun yang bersamaan

dengan penyakit lain hendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh karena bila

tidak diobati dapat memperburuk perjalanan penyakit dan memperburuk

prognosis.

Pada depresi dapat dijumpai hal-hal seperti di bawah ini (Mudjaddid, 2003):

a. Depresi dapat meningkatkan angka kematian pada pasien dengan penyakit

kardiovaskuler

b. Pada depresi timbul ketidakseimbangan hormonal yang dapat

memperburuk penyakit kardiovaskular. (Misal: peningkatan hormon

adrenokortikotropin akan meningkatkan kadar kortisol).

c. Metabolisme serotonin yang terganggu pada depresi akan menimbulkan

efek trombogenesis.

d. Perubahan suasana hati (mood) berhubungan dengan gangguan respons

imunitas termasuk perubahan fungsi limfosit dan penurunan jumlah

limfosit.

e. Pada depresi berat terdapat penurunan aktivitas selnatural killer.

f. Pasien depresi menunjukkan kepatuhan yang buruk pada program

pengobatan maupun rehabilitasi.

Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapat berlangsung

(35)

morbiditas dan mortalitas akibat bunuh diri dan penyebab lainnya (Unutzer,

2007). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi pada lansia menyebabkan

peningkatan penggunaan rumah sakit dan outpatient medical services (Blazer, 2003).

Depresi mayor pada lansia setelah masa follow-up yang lebih lama menunjukkan perjalanan yang kronik pada beberapa penelitian (Blazer, 2003).

Penelitian-penelitan menunjukkan bahwa orang-orang yang pernah memiliki

suatu episode depresi mayor cenderung memiliki episode tambahan. Lansia

mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pulih dari depresi dan

memiliki waktu untukrelapseyang lebih singkat daripada orang-orang yang lebih muda (Gallo & Gonzales, 2001).

2.2.6 Penatalaksanaan Depresi Pada Lansia

Penatalaksanaan yang adekuat menggunakan kombinasi terapi psikologis

dan farmakologis disertai pendekatan multidisiplin yang menyeluruh. Terapi

diberikan dengan memperhatikan aspek individual harapan-harapan pasien,

martabat (dignity) dan otonomi/kemandirian pasien. Problem fisik yang ada

bersama-sama dengan penyakit mental harus diobati.

1) Terapi fisik

a. Obat (Farmakologis)

Secara umum semua jenis obat antidepresan sama efektivitasnya.

Pengobatan dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan

(36)

Trisiklik, SSRI'S (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors), MAOI's (Monoamine

Oxidase Inhibitors) dan Lithium.

b. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)

2) Terapi Psikologik

a. Psikoterapi: Psikoterapi Individu dan kelompok paling efektif dilakukan

bersama-sama dengan pemberian anti depresan. Perlu diperhatikan teknik

psikoterapi dan Kecocokan antara pasien dengan terapis sehingga pasien merasa

lebih nyaman, lebih percaya diri dan lebih mampu mengatasi persoalannya

sendiri.

b. Terapi Kognitif: bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif

(persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mapu, dsb) ke arah pola

pikir yang netral atau yang positif.

c. Terapi Keluarga: problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan

penyakit depresi, sehingga dukungan/supportterhadap pasien sangat penting.

Proses penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominasi

menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan dari terapi terhadap keluarga

pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan frustrasi dan putus asa,

mengubah dan memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang menghambat

proses penyembuhan pasien.

d. Penanganan ansietas: teknik yang umum dipakai adalah program relaksasi

progresif baik secara langsung dengan infra struktur (psikolog atau terapis

okupasional) atau melalui tape recorder. Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek

(37)

3) Komorbiditas

Komorbiditas didefinisikan sebagai adanya dua atau lebih gangguan

psikiatrik atau gangguan psikiatrik dengan penyakit fisik lain pada seorang pasien

pada waktu yang sama. Komorbiditas mempunyai implikasi terhadap diagnosis,

terapi, dan prognosis. Contoh sakit kepala, putus asa, retardasi psikomotor agak

sulit untuk dikaitkan apakah ini suatu problem organik atau mungkin suatu

keadaan depresi? Kapan dan bagaimana memulai terapi antidepresan pada pasien

dengan penyakit fisik berat? Jelas bahwa kondisi komorbiditas akan

memperburuk kualitas hidup dan menghambat penyembuhan pasien. Menurut

Katona dalam Depkes RI (2001), menyatakan kejadian depresi berat meningkat

pada pasien dengan penyakit medik/fisik. Sementara depresi akan memperkuat

gejala fisik. Kemorbiditas juga meningkatkan hendaya fungsional/disabilitas.

Kondisi-kondisi Kemorbiditas yang sering dijumpai Menurut Depkes RI

(2009), adalah: a) Gangguan depresi dan stroke, b) Gangguan depresi dan diabetes

mellitus, c) Gangguan depresi dan infark miokard/penyakit jantung koroner, d)

Gangguan depresi dan penyakit parkinson, e) Gangguan depresi dan penyakit lain

(Alzheimer, Huntington, dll).

2.2.7 Geriatric Deprssion Scale(GDS)

Pentingnya mendeteksi depresi semakin disadari apalagi depresi yang

terjadi pada lansia sulit diketahui. Untuk itu, alat pendeteksi depresi dibuat untuk

memudahkan professional kesehatan mendeteksi gejala depresi. Nama

instrument pendeteksi ini adalah Geriatri Depresion Scale (GDS). Alat skrining

(38)

menjawab dengan jawaban Ya atau Tidak pada setiap pertanyaan yang diajukan

yang terdiri dari pertanyaan positif dan pertanyaan negatif. Kemudian digunakan

untuk mengetahui tingkat depresi yang dibedakan menjadi: depresi ringan

dengan jumlah total skornya adalah 1-10, depresi menengah atau sedang dengan

jumlah total skor 11-20, dan depresi berat dengan jumlah total skor 21-30.

Namun apabila tidak terdapat satu gejala depresi pun maka dikatakan normal

atau tidak ada gejala depresi. GDS ini dibuat oleh Brink dan Yesavage pada

tahun 1982 dan telah diadopsi dan dibakukan oleh Dep.Kes.RI (2000) dan sudah

dilakukan uji reliabilitas di beberapa tempat di Indonesia. Dalam penelitian

Christine 2010, reliabiitas untuk koesioner depresi pada lansia yang telah

dilakukan pada lansia di Kelurahan Padang Budan Kecamatan Medan Baru

adalah (r=0,819). Dalam penelitian Ericha 2013, uji reliabilitas tingkat depresi

pada lansia di komunitas masyarakat di JEMBER didapatkan hasil (r=0,746).

Instrumen ini telah diuji reliabilitasnya dengan hasil yang tinggi, baik antar

psikiater dengan psikiater (r = 0,95) maupun antar psikiater dan dokter non

psikiater di indonesia (r = 0,94). Uji sensitifitas alat ukur ini cukup tinggi yaitu

97,4% dan spesifitas sebesar 87,5% (Iskandar & Setyonegoro dalam Marchira,

2004). GDS juga bisa digunakan untuk mengkaji tingkat depresi lansia yang

berada di institusi. Hal ini sudah diuji oleh Parmelee et al, 1989 pada lansia di

panti dan kompleks rumah khusus lansia yang berjumlah 806 bahwa nilai pada

tiap pernyataan yang jumlahnya 30, semuanya valid dan reliabel.

Geriatri Depresion Scale (GDS) dapat digunakan pada lansia dengan

(39)

Lopez, Quan dan Carvazal tahun 2010 bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan

bagi penderita gangguan kognitif ataupun tidak dalam penggunaan GDS ini. Pada

penelitian Cornett tahun 2009 GDS dipakai untuk membedakan tingkat kerusakan

kognitif pada lansia mulai dari lansia dengan tanpa gangguan kognitif, lansia

dengan perubahan kognitif sedang, demensia tipe alzeimer dan demensia vascular.

Walaupun hasilnya menyatakan bahwa GDS baik yang terdiri dari 30 pertanyaan

maupun 15 pertanyaan secara umum tidak dapat membedakan jenis demensia,

namun peneliti ini menggunakan GDS pada responden lansia dengan berbagai

tingkat demensia. Hal ini membuktikan bahwa GDS dapat digunakan untuk lansia

tanpa gangguan kognitif dan dengan gangguan kognitif.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Adam et al tahun 2004, mereka

mengelompokkan setiap pernyataan di GDS menjadi 5 klasifikasi besar.

Klasifikasinya yaitu perasaan depresi (dysporia), cemas, gangguan

kognitif/memori, agitasi (gejolak emosi), dan tiga serangkai (dimensi) menarik

diri, apatis dan semangat (MAS). Klasifikasi dysporia punya subklasifikasi lagi yang dikelompokkan ke dalam putus asa. Pengelompokan ini dibuat agar

pengukuran lebih akurat dan jelas. Hal ini memudahkan para peneliti dalam

menggali gejala mana yang lebih dominan (Adam, et al 2004) sehingga bisa

memilih pengobatan yang sesuai dengan gejala yang ada.

Pernyataan yang termasuk kedalam klasifikasi dysporiaadalah pernyataan nomor 1, 3, 4, 5, 16, 21, 23, 25 dan 29, klasifikasi dysporia secara umum menggambarkan perasaan sedih, tertekan (depresi), putus asa, dan kosong.

(40)

10, 17, dan 22. Secara umum klasifikasi ini menggambarkan keputusasaan,

ketidakberdayaan, dan perasaan tidak berharga. Ide untuk bunuh diri merupakan

tujuan akhir setelah menjalani hidup yang tidak bergairah dan tidak bersemangat

dari orang depresi dengan keputusasaan dan ketidakberdayaan (Adam, et al,

2004). Sehingga orang depresi yang berusaha untuk bunuh diri memiliki

gejala-gejala yang dominan pada klasifikasi ini. Lalu pernyataan nomor 13, 18 dan 27

termasuk ke dalam klasifikasi cemas. Selanjutnya yang termasuk klasifikasi

gangguan kognitif memori adalah nomor 9, 14, 19, 26 dan 30. Lalu klasifikasi

yang termasuk dalam gejala agitasi yaitu nomor 8, 11 dan 24. Dan yang termasuk

klasifikasi terakhir yaitu MAS adalah nomor 7, 6, 12, 15, 20, dan 28. Di dalam

MAS ini secara umum digambarkan pengalaman dan prilaku yang dipengaruhi

(41)

Kerangka konseptual adalah merupakan justifikasi ilmiah terhadap

penelitian yang dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih

sesuai dengan identifikasi masalahnya (Hidayat, 2010). Kerangka konsep dalam

penelitian ini menunjukkan bahwa adanya kategori tingkat depresi yang

dihasilkan dalam mengidentifikasi hasil depresi pada lansia di Desa Ulunuwih

Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah, dengan hasil ukur yang didapatkan

yaitu tidak ada tanda dan gejala depresi, tingkat depresi ringan, depresi sedang,

dan depresi berat.

Berdasarkan uraian pada bab 2, maka dapat digambarkan kerangka konsep

penelitian sebagai berikut:

Skema 1. Gambaran tingkat deresi pada lansia di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah

Kategori tingkat depresi:

 Tidak ada tanda dan gejala depresi  Ringan  Sedang  Berat Depresi pada lansia di Desa

(42)

3.2 Definisi Konseptual dan Operasional

3.2.1. Definisi Konseptual

Salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif), mood yang

ditandai kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan gairah hidup, tidak ada

semangat, dan merasa tidak berdaya, perasaan bersalah atau berdosa, tidak

berguna dan putus asa.

3.2.2 Definisi Operasional

Depresi merupakan permasalahan pada gangguan perasaan berupa

kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas-aktivitas yang dialami oleh

para lansia yang berumur 55 tahun keatas yang berdomisili atau tinggal di Desa

Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh tengah.

Tingkat depresi dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan

kuesioner tingkat depresi pada lansia yaitu GDS (Geriatric Depression Scale)

dalam bentuk Skala Guttman dengan menggunakan skala ukur interval dengan

hasil tidak ada tanda dan gejala depresi, depresi ringan, depresi sedang, dan

(43)

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Notoatmodjo (2012)

memaparkan bahwa penelitian deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang

mendeskripsikan atau menggambarkan suatu keadaan yang terjadi di dalam

masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat depresi

pada lansia yang tinggal di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh

Tengah.

4.2 Popolasi, Sampel dan Tehnik Sampling

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2012). Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah semua

lanjut usia yang berusia 55 tahun keatas yang berdomisili di Desa Ulunuwih

Kecamatan Bebesen kabupaten Aceh tengah dengan jumlah populasi sebanyak 77

orang.

4.2.2 Sampel dan Tehnik Sampling

Menurut Arikunto (2010), untuk pengambilan sampel jika subjeknya

kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua populasi. Jumlah sampel pada

penelitian ini adalah 77 orang. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel

penelitian ini adalah secara total sampling, yaitu semua jumlah populasi dijadikan

(44)

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten

Aceh Tengah dengan pertimbangan bahwa di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen

Kabupaten Aceh Tengah tersebut terdapat lanjut usia dengan usia 55 tahun keatas,

selain itu belum pernah dilakukan penelitian tentang tingkat depresi pada lansia.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015.

4.4 Pertimbangan Etik

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak institusi dengan mengajukan permohonan izin kepada

instansi tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah dilakukannya

penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian (Hidayat, 2007) meliputi:

a.Anonimity(Tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan

kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

b.Beneficience(Asas kemanfaatan)

Penelitian sangat mempertimbangkan manfaat dan resiko yang mungkin

terjadi. Jika manfaat yang diperoleh lebih besar dari pada resiko maka penelitian

boleh dilaksanakan. Selain itu, penelitian yang dilakukan tidak boleh

(45)

c.Informed consent

Subjek dalam penelitian ini harus menyatakan kesediaannya mengikuti

penelitian dengan mengisi informed consent. Hal ini juga merupakan bentuk kesukarelaan dari subjek penelitian untuk ikut serta dalam penelitian.

d.Confidentiality(Aspek kerahasiaan)

Data yang diperoleh dari responden akan dijamin kerahasiaannya, dan

penggunaan data tersebut hanya untuk kepentingan bagi penelitian saja.

e.Otonomy

Penelitian memberikan kebebasan kepada responden untuk menentukan

apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian.

f.Veracity

Penelitian yang dilakukan harus dijelaskan secara jujur tentang manfaat,

efek dan apa yang didapatkan jika responden terlibat dalam penelitian.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih

baik (cermat, lengkap dan sistematis) sehingga lebih mudah diolah (Saryono,

2011). Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

angket berupa kuesioner yang dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama yaitu

kuesioner berisi pertanyaan yang berkaitan dengan data demografi responden

yang meliputi: usia, jenis kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan, status

(46)

kuesioner tingkat depresi pada lansia. Pengukuran tingkat depresi pada lanjut usia

digunakan instrument skala Geriatri Depresion Scale (GDS) yang dikemukakan

oleh Brink dan Yesavage (1982) dan telah diadopsi dan dibakukan oleh

Dep.Kes.RI (2000).

Geriatri Depresion Scale (GDS) yang telah diadopsi ini terdiri dari 30

pertanyaan dengan pilihan jawaban “ya” atau “tidak”, yang terdiri dari pertanyaan

positif dan pertanyaan negatif dan untuk setiap pertanyaan positif apabila pilihan

jawabannya “tidak” dan pertanyaan negatif apabila pilihan jawabannya “iya”

maka diberi skor 1, sedangkan setiap pertanyaan positif apabila pilihan

jawabannya “iya” dan pertanyaan negatif pilihan jawabannya “tidak” maka

skornya 0, untuk kemudian setiap skor yang terkumpul dijumlahkan untuk

mengetahui adanya depresi pada lanjut usia. Skor yang didapatkan kemudian

digunakan untuk mengetahui tingkat depresi yang dibedakan menjadi: Tidak ada

tanda dan gejala depresi dengan skor 0, yang kedua depresi ringan dengan jumlah

total skornya adalah 1-10, yang ketiga depresi menengah atau sedang dengan

jumlah total skor 11-20, dan yang keempat yaitu depresi berat dengan jumlah total

skor 21-30. Adapun skala ukur yang digunakan yaitu skala ukur interval.

4.6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

4.6.1. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-tingkatan

kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat

(47)

kuesioner dalam instrument penelitian ini telah dilakukan oleh ahli dalam

penelitian ini yaitu divalidasi oleh Brink dan Yesavage (1982) dan telah diadopsi

dan dibakukan oleh Dep.Kes.RI (2000).

4.6.2 Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah alat ukur yang

digunakan memiliki suatu kesamaan, apabila pengukuran dilaksanakan oleh

orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda (Setiadi, 2007). Uji reliabilitas

instrumen bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat alat ukur dapat

mengukur secara konsisten objek yang akan diukur. Pada beberapa penelitian

telah dilakukan uji reliabilitas, diantaranya oleh Dep.Kes.RI (2000), Christine

2010, Ericha 2013, semua hasilnya reliable (r=0,819).

4.7 Pengumpulan Data

Setelah proposal penelitian disetujui, peneliti mengajukan surat ke bagian

komisi etik keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

untuk mendapatkan ethical clearance. Kemudian mendapatkan permohonan izin

pelaksanaan penelitian diajukan kepada institusi penelitian perogram Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Sumatra Utara. Selanjutnya peneliti mendatangi kantor

Kepala Desa Ulunuwih untuk mendapatkan data atau jumlah populasi lansia yang

ada di Desa tersebut, serta untuk mendapatkan izin mengumpulkan data. Setelah

mendapatkan izin selanjutnya peneliti akan mendatangi responden untuk

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, apabila respoden tidak bersedia untuk

(48)

lembar informed consent untuk dibaca dan ditandatangani. Responden yang bersedia untuk diteliti dan sudah mendandatangani informed consent akan

diberikan kuesioner oleh peneliti untuk diisi oleh responden tersebut.

4.8 Pengolahan dan Analisis Data

4.8.1 Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, peneliti melakukan

pengolahan data yang terdiri dari beberapa tahap yaitu Editing dilakukan untuk

memeriksa atau mengoreksi data yang telah dikumpulkan, dapat dilakukan pada

tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Coding adalah

mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden kedalam kategori,

biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda/kode berbentuk angka

pada masing-masing jawaban. Data yang sudah dilakukan coding mempermudah

peneliti dalam melakukan analisa data dan mempercepat pemasukan data

penelitian. Selanjutnya dilakukan kegiatan pengolahan data dengan menggunakan

program komputer. Setelah melalui proses editing dan coding, data hasil editing dimasukkan ke komputer dengan program windows Statistik Program for Social Sciences (SPSS) 16,0. Setelah data hasil penelitian yang sudah melalui proses

editing, coding dan telah ddimasukkan ke komputer (processing), maka peneliti harus mengecek kembali kelengkapan data yang sudah dimasukkan ke dalam

komputer.

4.8.2 Analisis Data

Setelah dilakukan pengolahan data, untuk menganalisa data

(49)

karakteristik responden dari kuesioner data demografi (usia, jenis kelamin, agama,

suku, tingkat pendidikan, status pernikahan, sumber keuangan dan kondisi

kesehatan) dan tingkat depresi pada lansia yang disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi dan persentase. Pada penelitian ini variabel yang digunakan

adalah tingkat depresi pada lansia, sampel yang digunankan dalam penelitian ini

(50)

5.1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian mengenai tingkat depresi pada

lanjut usia yang tinggal di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh

Tengah melalui proses pengumpulan data yang telah dilakukan dari tanggal 7

Februari sampai 28 Februari 2015 terhadap 77 lanjut usia. Penyajian data hasil

penelitian meliputi deskriptif karakteristik responden dan kategori tingkat depresi

pada lanjut usia yang terdiri dari tidak ada tanda dan gejala depresi, ringan, sedang

dan berat.

5.1.1 Data Demografi Responden

Responden dalam penelitian ini adalah lanjut usia dengan umur 55 tahun

keatas, dan tinggal di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh

Tengah. Jumlah seluruh responden dalam penelitian ini adalah 77 orang lanjut

usia. Adapun distribusi responden pada penelitian ini mencakup usia, jenis

kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan, status pernikahan, sumber

keuangan, dan kondisi kesehatan.

Dari tabel 5.1 penelitian menujukkan mayoritas responden berada pada

kelompok umur 55-70 tahun sebanyak 67 orang (87%), mean umur lansia di Desa

Ulunuwih yaitu 64 dan SD 8,159, dengan umur terendah 55 tahun serta umur

(51)

orang (52%) berjenis kelamin perempuan. Secara keseluruhan agama yang dianut

responden adalah islam yaitu 77 orang (100%), responden lebih banyak bersuku

Gayo 51 orang (66%), untuk tingkat pendidikan lebih banyak SD sebanyak 22

orang (26%), Lansia lebih banyak masih mempunyai pasangan hidup yaitu 47

orang (61%). Berdasarkan sumber keuangan para lansia, sebagian besar lansia

masih bekerja sendiri untuk mendapatkan sumber keuangan yaitu sebanyak 44

orang (57%), dan dari 77 orang lansia sebanyak 41 (53%) orang masih tergolong

dalam keadaan sehat , dan 36 orang (47%) tergolong sakit.

Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Responden pada Lansia di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah, Februari 2015 (n=77)

(52)

Lanjutan Tabel 5.1

5.1.2 Distribusi Tingkat Depresi pada Lansia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah lansia di Desa Ulunuwih

mengalami depresi ringan sebanyak 45 orang (58%), depresi sedang 26 orang

(34%), depresi berat 3 orang (4%), sementara lansia yang tidak ada tanda dan

(53)

Tabel 5.2. Distribusi Tingkat Depresi pada Lansia di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah, Februari 2015 (n=77)

Tingkat Depresi Frekuensi n) Persentase (%) Tidak ada tanda dan

gejala depresi (0) 3 4

Ringan (1-10) 45 58

Sedang (11-20) 26 34

Berat (21-30) 3 4

5.2 Pembahasan

Dari hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk

menjawab pertanyaan penelitian tentang tingkat depresi pada lansia di Desa

Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.

5.2.1 Tingkat Depresi pada Lansia

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat depresi

yang dialami lansia di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh

Tengah berada pada kategori tingkat ringan (58%). Berdasarkan hasil dari data

demografi yang didapatkan lebih dari setengah lansia masih mempunyai pasangan

hidup yaitu 47 orang (61%), disamping itu kebanyakan lansia masih bekerja

sendiri 44 orang (57%) 0untuk mendapatkan sumber keuangan untuk kebutuhan

sehari harinya. Begitu juga terdapat 53% lansia tergolong dalam kategori sehat,

hanya beberapa lansia dengan penyakit kronis. Dengan demikian hal ini bukan

menjadi faktor penyebab timbulnya depresi. Oleh karena itu lansia di Desa

Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah masih tergolong dalam

(54)

Lansia rentan untuk mengalami depresi karena pada tahap ini terjadi

berbagai kemunduran pada fisik, mental dan psikososial. Lansia dengan penyakit

fisik yang serius dan kronis dapat menyebabkan depresi (Fiske, 2009). Mohd dkk

(2005) dalam penelitiannya pada lansia di Malaysia menunjukkan adanya

hubungan signifikan antara penyakit kronis yang diderita lansia dengan kejadian

depresi.

Depresi pada lansia dapat dipengaruhi oleh penurunan status kesehatan.

Banyak penelitian yang menunjjukkan bahwa masalah kesehatan pada lansia bisa

menimbulkan depresi (Miller, 2004). Penyakit fisik bisa mengakibatkan

menurunnya kemampuan fungsional seseorang, menghambat seseorang untuk bisa

melakukan kegiatan yang menyenangkan dari keterbatasan ini mendorong

terjadinya depresi (Kathryn, 2009). Pada penelitian ini hanya sebagian lansia yaitu

36 orang (47%) di Desa Ulunuwih memiliki penyakit kronik yang memang sering

diderita oleh usia lansia. Hal ini terjadi akibat kemunduran-kemunduran fisik yang

dialami oleh setiap orang yang memasuki usia lansia. Penyakit yang bersifat

kronik dan bersifat nyeri sangat berpotensi menjadi stressor. Begitu juga dengan

ketidakmampuan fisik yang menimbulkan ketergantungan pada orang lain dan

menjadi tidak berdaya. Hai ini lebih memperbesar resiko depresi pada lansia.

Dari segi usia, paling banyak tingkat depresi terjadi pada usia 55-70 tahun.

Rata rata usia lansia di Desa Ulunuwih juga berkisar antara 55-70 tahun. Usia ini

adalah usia awal dari lansia dimana lansia secara umum mulai mengalami

kemunduran dari berbagai segi, yaitu fisik, psikologis, ekonomi, dan sosial. Masa

(55)

Lansia mulai menghadapi berbagai perubahan yang tidak bisa dihindari, progresif,

dan tidak bisa diubah (Miller, 2004). Salah satu dampak negatif pada psikologis

lansia tersebut adalah depresi.

Proses menua yang dialami oleh lansia menyebabkan mereka mengalami

berbagai macam perasaan seperti sedih, cemas, kesepian, dan mudah tersinggung.

Perasaan tersebut merupakan masalah gangguan kesehatan jiwa mulai dialami

oleh golongan lansia pada saat mereka mulai merasakan adanya tanda-tanda

terjadinya proses penuaan pada dirinya (Maryam, 2004).

Penelitian oleh Fitri (2011) di Panti Werdha Pucang Gading Semarang

menunjukkan bahwa usia tidak berhubungan dengan kejadian depresi pada lansia.

Pada penelitian ini didapatkan hasil yang menyatakan bahwa kejadian depresi

lebih banyak ditemukan pada lansia dengan rentang usia 55-70 tahun dapat

disebabkan oleh distribusi kelompok rentang usia yang tidak merata di Desa

Ulunuwih Kecamatan Bebesen. Jumlah lansia yang menjadi subyek penelitian ini

pada rentang usia 55-70 tahun sebanyak 67 orang, sedangkan lansia dengan

rentang usia lebih dari 70 tahun hanya berjumlah 10 orang.

Angka kejadian depresi pada lansia yang berjenis kelamin perempuan

lebih tinggi yaitu sebesar 49% dibandingkan dengan lansia yang berjenis kelamin

laki-laki yaitu 47%. Hal ini bisa karena jumlah lansia pada penelitian ini

perempuan lebih banyak daripada laki-laki.

Angka kejadian depresi yang lebih tinggi pada lansia yang berjenis

kelamin perempuan dapat dikaitkan dengan berbagai faktor antara lain faktor

(56)

berperan adalah perubahan hormonal, dimana pada tahap ini lansia perempuan

sudah mengalami menopause dan terjadi penurunan produksi hormon estrogen

dan progesteron. Penurunan produksi kedua hormon ini dapat menimbulkan

berbagai keluhan, contohnya perubahan mood, hot flashes, turunnya gairah

seksual dan lain sebagainya, keluhan-keluhan ini dapat membuat lansia

perempuan merasa tidak menarik, tidak produktif dan kurang percaya diri

sehingga hal-hal ini yang dapat memicu terjadinya depresi (Donna , 2008).

Data berbagai penelitian ahli psikiatri di luar negeri menunjukkan,

prevalensi umum yang mencakup semua kelompok depresi baik ringan maupun

berat adalah 24% pada wanita dan 15% pada pria (Pranowo, 2004).

Salah satu stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset

suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan (Sadock, 2007). Reza dkk

(2011) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa angka kejadian depresi tiga kali

lebih sering pada lansia yang tidak memiliki pasangan hidup dibandingkan dengan

lansia yang memliki pasangan hidup.

Faktor psikologis dan sosial ekonomi dipengaruhi oleh berbagai peristiwa

dalam kehidupan antara lain lansia perempuan lebih sering kehilangan pasangan

hidup dimasa tuanya, kehilangan sumber penghasilan dan mengalami perubahan

lingkungan hidup setelah menjadi janda. Seperti halnya pada penelitian ini

sebagian lansia sudah janda yaitu 23 orang (30%). Mereka sudah tidak punya

pasangan hidupnya lagi baik karena kematian pasangan maupun berpisah karena

perceraian. Menjadi sendiri lagi setelah kematian pasangan di usia senja akan

Gambar

Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Responden pada Lansia di Desa UlunuwihKecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah, Februari 2015 (n=77)
Tabel 5.2. Distribusi Tingkat Depresi pada Lansia di Desa Ulunuwih KecamatanBebesen Kabupaten Aceh Tengah, Februari 2015 (n=77)
Tabel Frekuensi Data Demografi Lansia
Table Frekuensi Tingkat Depresi Pada Lansia

Referensi

Dokumen terkait

After a delegation took part in the Africa Regional Seminar on Participatory Budgeting organised in Durban by MDP-ESA, UN HABITAT, the World Bank Institute and the

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan dukungan suami dengan pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta,

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat dipahami bahwa Inokulasi adalah kegiatan memindahkan bakteri dari medium yang lama ke medium yang baru dengan

Anak muda, kalian semua adalah Generasi Z, generasi yang sangat adaptif terhadap perkembangan teknologi dan sosial media. Seperti yang dikatakan oleh Steve Jobs dalam kutipan di

Data Hasil Proses Elektrolisis dengan voltase 15 volt ( 11.5 Ampere ) No... Data Hasil Proses Elektrolisis dengan voltase 11 volt ( 2 Ampere )

Dilihat dari tingkat pendidikan terakhir, menunjukkan sebagian besar responden Bakso Kota Cakman Bogor memiliki tingkat pendidikan terakhir SLTA yaitu sebanyak 48,33 persen pada

Kelompok Kerja III Unit Layanan Pengadaan di Lingkungan Kantor Pusat Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan akan melaksanakan Pelelangan Sederhana dengan

Untuk menguji coba Receiver RF Circuit Training System GRF-3300, digunakan beberapa alat yaitu Spectrum Analyzer, Oscilloscope, Distortion Meter dan Function