• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi antara konformitas kelompok sebaya dengan hubungan interpersonal dalam keluarga pada remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Korelasi antara konformitas kelompok sebaya dengan hubungan interpersonal dalam keluarga pada remaja"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PADA REMAJA

Oleh:

SITI ROFl'AH

NIM. 102070026064

'

Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi '

FAKULTAS PSIKOLOGI

UN!VERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.)

Pembimbing I,

\hJ;t

Oleh:

SITI ROFl'AH NIM. 102070026064

Di Bawah Bimbingan

Liany Luzvinda, M. Si.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

HALAMANPENGESAHAN

Skripsi yang berjudul "KORELASI ANTARA KONFORMITAS KELOMPOK SEBAYA DENGAN HUBUNGAN INTERPERSONAL DALAM KELUARGA PADA REMAJA" telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakulfas

Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 November 2006. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperolel1 gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.).

Jakarta, 22 November 2006

50215938

Ora. H'. Nett rtati. M. Si. NIP. 150 5938

Pembimbing I,

\

'

t't.llt£.J-t

Sidang Munaqasyah

Anggota

M. Si.

Penguii 11,

MOセ^M

(4)

''Jrai orang-orang yang 6eriman, pefifiara(afi dirimu cfan

k,§(uargamu dari api nerak,a yang 6afian 6akg,rnya acfa(afi

manusia cf an 6atu"

QS. At-Tahriim (66) : 6

----"Tiacfa suatu pem6erian pun yang (e6ifi utama dari orang tua

k.§pacfa anak,nya, se(ain penclicfik,an yang 6aik,"

(5)

---7(}l<J(<Y"}I. I:NI

1(V<N/R,SP,<Jvl(]3Jl.'Kl(J1:N V:NTV1(

ill}l.<P}l.1(, IillV, SVJl.:MI

el,

Jl.:NJl.1.(J(V

.JI'TJl.S CI:Jfi'JI., 7(JlSIJ{ SJl.<Y"Jl.:N{j <DJl.:N<DV1(V:NqJl.:N

(6)

(A) Fakultas Psikologi (B) November 2006 (C) SITI ROFl'AH

ABSTRAK

(0) KORELASI ANTARA KONFORMITAS KELOMPOK SEBA YA DENGAN HUBUNGAN INTERPERSONAL DALAM KELUARGA PADA REMAJA

(E) xviii + 97 halaman

(F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara konformitas kefompok sebaya dengan hubungan interpersonal dalam keluarga pada remaja.

Konformitas adalah suatu perubahan tingkah laku atau keyakinan

sebagai hasil nyata dari tekanan yang diberikan oleh kelompok dan juga bertingkah laku dalam hal berusaha memenuhi harapan dari kelompok dengan sedikit ataupun tanpa tekanan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Hubungan interpersonal adalah hubungan yang terjalin antara

individu satu dengan individu lainnya, dengan menggunakan berbagai jenis pola interaksi.

lnstrumen pengumpul data yang digunakan adalah skala konformitas kelompok sebaya disusun berdasarkan aspek-aspek konformitas yang dikemukakan oleh Sears, dkk (1991) yaitu rasa takut terhadap

penyimpangan, kekompakkan, kesetiakawanan, kepercayaan, penilaian diri. Skala hubungan interpersonal disusun berdasarkan aspek-aspek hubungan interpersonal yang dikemukakan oleh h・ゥ、エセイ@ (dalam

Sarwono, 2002) dan Gunarsa (1980) yaitu kesamaan, kedekatan, keterbukaan, sikap mendukung, sikap menghargai.

Validitas skala konformitas kelompok sebaya berkisar antara 0.2042 -0.4390 dan koefisien reliabilitas alpha

=

0.791. Validitas skala hubungan interpersonal berkisar antara 0.2037 - 0.5640 dan koefisien reliabilitas alpha

=

0.8490.
(7)
(8)

Alhamdulillahirobbil 'aa/amiin, itulah kata-kata yang pertama kali terucap tatkala skripsi ini telah terselesaikan.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga skripsi yang berjudul "Korelasi Antara Konformitas Kelompok Sebaya. Dengan Hubungan Interpersonal Dalam Keluarga Pada Remaja", merupakan tugas akhir yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) dapat tersusun tepat pada waktu yang telah ditentukan. Shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. karena Beliaulah kita bisa terangkat pada derajat yang lebih tinggi.

Skripsi ini dilatarbelakangi adanya kecenderungan remaja rnelakukan konformitas dengan teman-teman sebaya sehingga remaja lebih sering bersarna teman-temannya dari pada dengan keluarganya clan remaja yang lebih konfrom dengan teman-teman sebayanya akan menyebabkan

hubungan interpersonal dalam keluarga menjadi renggang. Hubungan konformitas kelompok sebaya dengan hubungan interpersonal dalam

keluarga dari hasil penelitian ini rnenunjukkan hubungan yang negatif.

Dengan terselesaikannya skripsi ini merupakan langkah awal menuju langkah-langkah selanjutnya untuk kehidupan yang sesungguhnya, dimana pada dunia ini mernpakan tempat untuk mengaktualisasikan diri. Diuji dan menguji, menuntut dan dituntut kesabaran dalarn menjalankan kehidupan ini. Kepasrahan dalam menerima semua kehendak dan ketentuan Allah. Penulis ucapkan terirna kasih atas do'a dan dukungannya, semoga rahmat dan karunia Allah senantiasa melimpahi kita.

Kelancaran pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari arahan, bimbingan, dorongan, dan bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, dengan hati yang tulus penulis rnengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya khususnya kepada :

(9)

dekanat dan civitas akademika Psikologi yang tidak penulis sebutkan satu persatu.

4. Bapak Ors. Sulistiyono, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, ilmu, pengalaman dan semangat dalam memotivasi'penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 5. lbu liany Luzvinda, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, ilmu, dan semangat dalam memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini, semoga apa yang bapak dan ibu lakukan menjadi ·amal ibadah dihadapan Allah Swt.

6. Kepada teman-temanku yang berada di sekolah Madrasah Aliyah Negeri 4 Model Jakarta terima kasih atas kesediaannya untuk menjadi subyek dalam penelitian ini, dan sahabat-sahabatku yang terbaik dikelas 0.

Penulis menyadari masih terdapat kelemahan dan kekurangan dalam skripsi ini untuk itu mohon dimaklumi karena tak ada gading yang tak retak. Semoga hasil penelitian ini memberi manfaat yang sebanyak-banyaknya kepada para pembaca.

Jaka1ia, November 2006 Penulis

(10)

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

DEDIKASI ... v

ABSTRAK ... vi

KAT A PENGANT AR... viii

DAFT AR ISi ...

x

DAFT AR TAB EL .. セNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNNN@ xiv DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFT AR LAMPIRAN ... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 - 10 1.1. Latar Belakang Masalah .. . .. .. .... .. . .. .. .. .. ... ... .. . .. ... .. ... ... .. ... ... .. . .. . .. . 1

1.2. ldentifikasi Masalah ... 6

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

1.3.1. Pembatasan masalah ... 7

1.3.2. Perumusan masalah ... 8

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

(11)

BAB 2 KAJIAN PUST AKA... 11 -48

2.1. Remaja... .. . . .. .. . .. . . .. . .. ... .. . . .. . . .. . . .. . . . .. . . .. . .. . . 11

2.1.1. · Pengertian dan batasan usia remaja.... .. . . .. .. . . .. .. . . .. . .. . 11

2.1.2. Perkembangan masa remaja... 13

2.1.3. Kebutuhan Remaja ... 18

2.2. Kelompok Sebaya.. .. . .. . . ... .. . ... .. . . .. . . . .. . .. . . . ... .. . .. ... . . . .. . . 20

2.2.1. Pengertian kelompok sebaya.. .. . . ... . .. .. . .. .. .. .. .. .. . .. . . .. . .. 20

2.2.2. Fungsi kelompok sebaya ... 21

2.2.3. Struktur dalam kelompok sebaya... 23

2.2.4. Faktor-faktor yang menyebabkan remaja diterima dan ditolak dalam kelompok sebaya... 25

2.3. Konformitas... 27

2.3.1. Pengertian konformitas ... 27

2.3.2. Jenis konformitas... 30

2.3.3. Keadaan yang mendorong terjadinya konformitas ... 32

2.4. Hubungan Interpersonal ... ... 36

2.4.1. Pengertian hubungan interpersonal... 36

2.4.2. Keefektifan hubungan interpersonal... 37

(12)

2.5. Kerangka Berpikir ... 46

2.6. Hipotesis Penelitian .. .. ... ... 48

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 49- 67 3.1. Jen is Penelitian ... ... ... 49

3.1.1. Pendekatan penelitian ... ... 49

3.1.2. Metode penelitian ... 50

3.2. Variabel Penelitian ... ... 50

3.2.1. Definisi konseptual.. .... .. ... ... ... ... .. ... ... .. ... .. ... .... .. .. 51

3.2.2. Definisi operasional variabel ... 51

3.2.2.1. lndikator perilaku konformitas ... ... 52

3.2.2.2. lndikator hubungan interpersonal ... 53

3.3. Pengambilan Sampel... 54

3.3.1. Populasi dan sampel ... 54

3.3.2. Teknik pengambilan sampel ... 55

3.4. Teknik Pengumpulan Data... 56

3.5. lnstrumen Penelitian ... 57

3.5.1. Skala konformitas kelompok sebaya ... ... 57

(13)

3.7. Teknik Analisis Data... 64

3.8. Prosedur Penelitian... ... 65

BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISIS DATA ... 68-89 4.1. Gambaran Umum Subyek Penelitian... 68

4.2. Presentasi dan Analisis Data... 83

4.2.1. Uji instrumen penelitian ... 83

4.2.2. Uji persyaratan .. ... 84

4.2.3. Uji hipotesis ···'··· 88

4.2.4. Uji signifikansi ... ... ... ... ... 89

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 90 - 94 5.1. Kesimpulan ... ... ... 90

5.2. Diskusi ... ... ... 91

5.3. Saran ... ... ... .. ... 93

(14)

Tabel 3.2. Bobot nilai... 57

Tabel 3.3. Blue print skala konformitas kelompok sebaya... 58

Tabel 3.4. Blue print penelitian ska la konformitas kelompok sebaya ... .... 59

Tabel 3.5. Blue print skala hubungan interpersonal... 60

[image:14.595.67.511.136.630.2]

Tabel 3.6. Blue print penelitian skala hubungan interpersonal... 61

Tabel 4.1. Gambaran subyek berdasarkan usia dan jenis kelamin ... 68

Tabel 4.2. Gambaran subyek berdasarkan tingkatan kelas... 69

Tabel 4.3. Gambaran subyek berdasarkan urutan anak ... 69

Tabel 4.4. Gambaran subyek berdasarkan pekerjaan orang tua... 70

Tabel 4.5. Gambaran subyek berdasarkan jumlah teman kelompok... 70

Tabel 4.6. Gambaran subyek berdasarkan aktivitas bersama teman kelompok ... 71

Tabel 4.7. Statistik skor konformitas kelompok sebaya laki-laki ... 72

Tabel 4.8. lnterperetasi skor konformitas kelompok sebaya laki-laki... 72

Tabel 4.9. Kategorisasi konformitas kelompok sebaya laki-laki... 73

Tabel 4.10. Statistik skor konformitas kelompok sebaya perempuan... 73

Tabel 4.11. lnterpretasi skor konformitas kelompok sebaya perempuan ... 73

(15)

jenis kelamin ... 75

Tabel 4.15. Kategorisasi tingkat konformitas kelompok sebaya berdasarkan tingkatan kelas... 75

Tabel 4.16. Kategorisasi tingkat konformitas kelompok sebaya berdasarkan urutan anak... ... ... ... ... . 76

Tabel 4.17. Kategorisasi tingkat konformitas kelompok sebaya berdasarkan pekerjaan orang tua.. .. . . .. . .. . . .. . . .. . .. . . .. . . . .. . . .. . .. . .. . . 76

Tabel 4.18. Kategorisasi tingkat konformitas kelompok sebaya berdasarkan jumlah teman dalam kelompok... ... . .. . .. ... . .. .. . . .. . . .. . .. . . . .. .. . . . .. . . 77

Tabel 4.19. Statistik skor hubungan interpersonal laki-laki... ... ... ... ... .. 77

Tabel 4.20. lnterpretasi skor hubungan interpersonal laki-laki ... ... 78

Tabel 4.21. Kategorisasi hubungan interpersonal laki-laki ... 78

Tabel 4.22. Statistik skor hubungan interpersonal perempuan... 79

Tabel 4.23. lnterpretasi skor hubungan interpersonal perempuan ... 79

Tabel 4.24. Kategorisasi hubungan interpersonal perempuan ... · 80

Tabel 4.25. Kategorisasi tingkat hubungan interpersonal dengan keluarga berdasarkan usia ... ... ... 80

[image:15.595.50.522.156.646.2]
(16)

berdasarkan urutan anak... ... . . . .. . .. . .. ... . . .. . .. .. . .. ... .. . .. . . .. . 82

Tabel 4.29. Kategorisasi tingkat hubungan interpersonal dengan keluarga berdasarkan pekerjaan orang tua ... 82

Tabel 4.30. Kategorisasi tingkat hubungan interpersonal dengan keluarga berdasarkan jumlah teman dalam kelompok ... 83

Tabel 4.31. Hasil uji normalitas skala konformitas kelompok sebaya ... ,... 84

Tabel 4.32. Hasil uji normalitas skala hubungan interpersonal... 85

Tabel 4.33. Hasil uji homogenitas... 87

[image:16.595.53.516.161.599.2]
(17)
[image:17.595.52.489.167.614.2]
(18)

Lampiran 2. Petunjuk pengisian... .... .. .. .. .. ... .... .. .. .. ... ... .. .... .. .. 99

Lampiran 3. Skala konformitas kelompok sebaya ... 100

Lampiran 4. Skala hubungan interpersonal... 102

Lampiran 5 Hasil uji coba (try out) ska!a konformitas kelompok sebaya ... 104

Lampiran 6. Hasil uji coba (try out) skala hubungan interpersonal... 106

Lampiran 7. Data hasil try out skala konformitas kelompok sebaya ... 108

Lampiran 8. Data hasil try out skala hubungan interpersonal... 109

Lampiran 9. Validitas skala konformitas kelompok sebaya... 110

Lampiran 10. Validitas skala hubungan interpersonal... 112

Lampiran 11. Reliabilitas skala konformitas kelompok sebaya... 114

Lampiran 12. Reliabilitas skala hubungan interpersonal... 115

Lampiran 13. Kategorisasi skala konformitas kelompok sebaya ... 116

Lampiran 14. Kategorisasi skala hubungan interpersonal ... 118

Lampiran 15. Uji normalitas .... ... .. .. .. .. ... .. .. .. .. .. ... ... .... .. .... .. ... . .. . ... .... . .. .. . ... .. .. . 120

Lampiran 16. Uji homogenitas dan uji korelasi ... 121

(19)

1.1. Latar Belakang Masalah

Masa remaja ini merupakan masa peralihan dari masa yang sangat tergantung pada orang tua ke masa yang penuh tanggung jawab serta

keharusan untuk sanggup berdiri sendiri. Dalam memasuki masa ini seorang remaja mengalami perubahan-perubahan fisik dan psikis yang mendekati

keadaan fisik dan psikis orang dewasa. Semua perubahan

ini

mempengaruhi

penampilan, sikap serta tingkah laku mereka.

Karakteristik perkembangan remaja menurut Turner dan Helms (1995) dapat dilihat melalui tiga aspek perkembangan yaitu perkembangan fisik, mental serta perkembangan sosial dan kepribadian. Pada masa remaja

perkembangan sosial dan kepribadian sangat berarti, karena pada masa ini ada kebutuhan pada remaja untuk berbagi perasaan dan pengalaman, terutama dengan teman sebaya. Pada masa ini, remaja berusaha untuk

(20)

Remaja menurut Debesse (dalam Monks, 2002) sebetulnya menonjolkan apa

yang membedakan dirinya dari orang dewasa, yaitu originalitasnya. Originalitas merupakan sifat khas pengelompokkan anak-anak muda.

Meskipun usaha ke arah originalitas pada remaja tersebut satu pihak dapat dipandang sebagai suatu pernyataan emansipasi sosial, yaitu pada waktu remaja membentuk suatu kelompok dan melepaskan dirinya dari pengaruh orang dewasa, pada lain pihak hal ini tidak lepas dari adanya bahaya terutama bila mereka lalu bersatu membentuk kelompok. Dalam kelompok dengan keterikatan (kohesi) yang kuat berkembanglah suatu iklim kelornpok

dan norma-norma kelompok tertentu. Para remaja biasanya membentuk

suatu kelompok atau istilah populernya "geng". Kelompok sebaya (peer

group) adalah sekelompok rernaja yang memiliki kesamaan karakteristik yaitu usia, latar belakang, status sosial dalam masyarakat dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh remaja.

Hubungan dengan teman sebaya pada rnasa remaja rnerupakan awal dari

hubungan pada masa dewasa dalam hal hubungan sosial, pekerjaan dan interaksi dengan jenis kelarnin yang berbeda. Remaja juga lebih tergantung

(21)

mereka sendiri. Mereka lebih merasa menjadi diri mereka sendiri ketika

berada bersama dengan teman. Karena teman sebaya memegang peranan penting selama masa remaja, dorongan untuk memiliki kesamaan dalam nilai, kebiasaan, dan trend seperti, mode pakaian, gaya rambut, musik dan cara bertingkah laku menjadi begitu kuat sehingga remaja melakukan konformitas terhadap kelompok sebayanya. Dimana tingkah laku konformitas itu sendiri meningkat pada masa remaja awal. Begitu juga menurut Mappiare (1982) pada masa remaja awal kebutuhan akan konformitas dengan teman-teman

sebaya sangat besar, sehingga remaja berusaha bersikap sesuai dengan norma-norma kelompoknya.

Konformitas adalah suatu perubahan tingkah laku atau keyakinan sebagai hasil nyata dari エ・ォ。セ。ョ@ yang diberikan oleh kelompok dan juga bertingkah

laku dalam hal berusaha memenuhi harapan dari kelompok dengan sedikit ataupun tanpa tekanan untuk melakukan tingkah laku tertentu.

Remaja yang berada dalam sebuah kelompok sebaya tidak jarang akan mengalami tekanan-tekanan untuk melakukan konformitas terhadap norma-norma yang terdapat dalam kelompok tersebut. Biasanya tekanan tersebut berupa percobaan terhadap bentuk tingkah laku dan peran baru dalam

(22)

Fakta yang ada dalam surat kabar harian kompas (dalam www.kompas.com)

efek dari konformitas bergantung pada kelompok teman yang menjadi anggota dalam kelompok tersebut. Kalau teman yang berada dalam

kelompok memiliki sikap, pendapat, dan perilaku positif, maka anggota

kelompok cenderung akan berperilaku dan berpandangan positif. Efek positif

akan membuat kita punya kemampuan dan keterampilan yang positif juga. Sebaliknya, kalau teman yang berada dalam kelompok rnamiliki sikap, pendapat, dan perilaku negatif, maka anggota kelornpok cenderung berperilaku dan berpandangan negatif. Efek negatif konforrnitas adalah kenakalan remaja seperti penyalahgunaan narkoba, perkelahian remaja,

membolos, berjudi, kebut-kebutan, mencoret-coret, merusak benda milik umum, dan perilaku seksual yang tidak sehat. Remaja cenderung untuk

mengikuti norma-norma atau budaya-budaya kelompok agar remaja dapat

diterima di dalam kelompoknya.

Fenomena lainnya yang tak jarang dihadapi remaja dalam suatu kelompok yaitu, dimana kelompok menginginkan rernaja untuk merokok. Padahal sebelumnya rernaja tersebut tidak pernah merokok karena keluarganya tidak mengizinkannya untuk melakukan hal tersebut. Tetapi agar dapat lebih

diterirna dan tidak terlihat berbeda dari anggota kelompok yang lain akhirnya

(23)

Remaja yang cenderung konform terhadap kelompoknya menurut Hummel (dalam http:l/www.valdosta.edu/, 2006) akan menyebabkan hubungan interpersonal dengan keluarganya menjadi renggang, dikarenakan remaja lebih banyak menghabiskan waktu dengan kelompoknya daripada dengan keluarganya. Salah satu karakteristik dari hubungan interpersonal adalah

kemampuan menerima dan memberi dukungan. Jika seorang remaja yang merasa tidal< diterima dalam keluarganya cenderung akan memisahkan diri dari keluarga dan lebih konform terhadap kelompoknya karena ia

mendapatkan penerimaan dari kelompoknya. Hal tersebut dapat memberikan dampak dalam hubungan interpersonal khususnya dengan keluarga. Karena hubungan interpersonal menurut Chaplin (2001) adalah sesuatu yang

berlangsung antara dua pribadi, mencirikan proses-proses yang timbul

sebagai satu hasil dari interaksi individu dengan individu lain. Dalam hal seperti ini, maka diperlukan perhatian dan pengertian orang tua.

Gunarsa (1991) mengemukakan ketika suatu hubungan antara anak dan

(24)

diperhatikan, dihargai dan dicintai. Maka, dalam hal seperti ini dapat

mengakibatkan hubungan antara anak dengan orang tua menjadi tidak baik.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang ingin dikaji di dalam penelitian ini adalah apakah ada korelasi antara konformitas kelompok sebaya dengan hubungan interpersonal dalam keluarga pada remaja ?

1.2.

ldentifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang permasalahan di atas, maka penulis telah mengidentifikasikan permasalahan yang ada menjadi :

i. Apakah ada korelasi antara konformitas kelompok sebaya dengan hubungan interpersonal dalam keluarga pada remaja?

2. Apakah konformitas yang dilakukan remaja dapat menyebabkan hubungan interpersonal dalam keluarga menjadi renggang?

3. Apakah terdapat perbedaan tingkat konformitas berdasarkan jenis kelamin?

(25)

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.3.1. Pembatasan masalah

Masalah yang akan diteliti pada penelitian ini dibatasi pada : 1. Remaja adalah suatu masa peralihan dari masa kanak·-kanak

menuju masa dewasa. dimana individu mengalami pertumbuhan cepat di segala bidang dan meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa.

Dalam penelitian lni, penulis membatasi dari usia 15-1·1 tahun yang

termasuk dalam usia remaja awal (Hurlock, 1980), karena pada masa remaja awal penyesuaian diri dengan kelompok sebaya tetap merupakan

hal yang penting bagi anak laki-laki dan anak perempuan.

2. kelompok sebaya adalah sekelompok remaja yang memiliki kesamaan karakteristik yaitu usia, latar belakang, status sosial dalam masyarakat

dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh remaja.

3. Konformitas adalah suatu perubahan tingkah laku atau keyakinan sebagai

hasil nyata dari tekanan yang diberikan oleh kelompok dan juga

(26)

4. Hubungan interpersonal adalah hubungan yang terjalin antara individu

satu dengan individu lainnya, dengan menggunakan berbagai jenis pola interaksi.

1.3.2. Perumusan masalah

Berdasarkan pada pengidentifikasian permasalahan di alas, maka penulis merumuskan permasalahan tersebut sebagai berikut :

"Apakah ada korelasi antara konformitas kelompok sebaya dengan hubungan interpersonal dalam keluarga pada remaja?"

1.4.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara

konformitas kelompok sebaya dengan hubungan interpersonal dalam keluarga pada remaja.

1.4.2. Manfaat penelitian

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya

khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang psikologi sosial dan

(27)

.

untuk mengkaji variabel-variabel lain yang berkaitan dengan konformitas dan hubungan interpersonal.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

remaja yang berada dalam suatu kelompok sebaya, dapat memberikan

masukan bagi para remaja yang berada dalam suatu kelompok, dapat memberikan masukan bagi para orang tua yang memiliki anak remaja

serta dapat memberikan masukan pula bagi para pengajar atau pendidik.

1.5.

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini mengacu pada pedoman penulisan

standar APA (American Psychology Association) -Style dan pedoman

penyusunan dan penulisan skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan penelitian ini dibagi menjadi beberapa bahasan seperti yang akan dijabarkan berikut ini :

Bab 1 Pendahuluan

Pada bab pertama ini diulaskan secara jelas tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab 2 Kajian pustaka

(28)

remaja. Pengertian kelompok sebaya, fungsi kelornpok. sebaya,

struktur dalam kelompok sebaya, dan faktor-faktor yang menyebabkan remaja diterima dan ditolak dalam kelompok sebaya. Pengertian

konformitas, jenis konformitas dan keadaan yang mendorong

terjadinya konformitas. Pengertian hubungan interpersonal, keefektifan hubungan interpersonal, teori-teori hubungan interpersonal, tahap-tahap hubungan interpersonal, dan faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan interpersonal.

Bab 3 Metodologi penelitian

Pada bab tiga ini diulaskan secara jelas tentang jenis penelitian yang

meliputi pendekatan dan metode penelitian, definisi konseptual dan

operasional variabel. Pengambilan sampel yang meliputi populasi dan sampel pene1itian, tekhnik pengambilan sampel. Pengumpulan data

yang meliputi metode dan instrumen penelitian, tekhnik uji instrumen penelitian. Tekhnik analisa data.

Bab 4 Presentasi dan analisis data

Pada bab empat ini diulaskan secara jelas mengenai gambaran umum subyek penelitian, presentasi dan analisa data, dan pembahasan hasil pengujian hipotesis.

Bab 5 Kesimpulan, diskusi, saran

(29)

2.1. Remaja

2.1.1. Pengertian dan batasan usia remaja

Masa remaja merupakan masa yang penting dalam rentang kehidupan

manusia karena merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Hurlock (1980 : 206) mengatakan istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya, adolescentia artinya

remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Saat ini istilah remaja

mempunyai arti yang cukup luas, mencakup kematangan mental, emosional,

sosial dan fisik. Jadi secara teoritis, pada masa remaja terjadi perubahan baik

secara fisik maupun psikologis. Organ tubuh remaja mulai berkembang menuju kematangan dan dapat berfungsi sebagaimana orang dewasa.

Ada beberapa pengertian dan batasan usia remaja yang dikemukakan oleh

para tokoh.

(30)

18 hingga 22 tahun. Begitu juga pendapat yang dikernukakan oleh Papalia

&

Olds (1995 : 308) rnasa rernaja adalah rnasa perkernbangan transisi antara

rnasa kanak-kanak dan rnasa dewasa, rnasa rernaja biasanya ditandai dengan usia yang dirnulai antara 12 atau 13 tahun dan diakhiri pada usia

belasan tahun atau sebelurn 20 tahun. Berbeda dengan pendapat rnenurut Piaget (dalarn Hurlock, 1980: 206) bahwa: " ... masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak

tidak lagi merasa di bawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan

berada dalam tingkatan yang sama".

Begitu pula pendapat dari WHO 1974 (dalarn Sarwono, 2004: 9) rernaja

adalah suatu rnasa di rnana individu berkernbang dari saat pertarna kali ia

rnenunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sarnpai saatia rnencapai kernatangan seksual, individu rnengalarni perkernbangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak rnenjadi dewasa, dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonorni yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih rnandiri. Batasan usia rernaja rnenurut Hurlock (1980 : 206) awal rnasa

rernaja berlangsung kira-kira dari 13-16 atau 17 tahun, dan akhir rnasa

rernaja berrnula dari usia 16 atau 17 tahun sarnpai 18 tahun, yaitu usia

(31)

yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan seseorang. Remaja tidak termasuk golongan anak-anak, dan remaja tidak pula termasuk

golongan orang dewasa.

Jadi remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa,

dimana individu mengalami pertumbuhan cepat di segala bidang dan meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa

dewasa.

2.1.2. Perkembangan masa remaja

Santrock (2002) mer.iyatakan bahwa ada enam perkembangan pada masa

remaja, yaitu :

1. Perkembangan Fisik

Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja merupakan karakteristik utama yang terlihat pada perkembangan remaja. Pada periode ini ditandai

dengan perubahan yang sangat besar. Dimana, remaja mengalami tanda tanda seks primer dan sekunder. Menurut Monks (2002 : 269) tanda-tanda seks atau kelamin primer menunjukkan pada organ yang langsung berhubungan dengan persetubuhan (organ reproduksi) dan proses

(32)

proses reproduksi (perkembangan secara non-genital), namun

merupakan tanda-tanda yang khas perempuan dan khas laki-laki. Jika tanda-tanda seks primer dan sekunder seseorang suclah matang berarti ia

memiliki kemampuan untuk bereproduksi.

2. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (dalam Sarwono, 2004 : 81) perkembangan kognitif remaja beracla pada tahap operasional formal (formal operasional stage) yang merupakan'integrasi clari seluruh tahap sebelumnya. Pada tahap ini, remaja melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis. Remaja ュ・ョァセGュ「。ョァォ。ョ@

gambaran keadaan yang ideal. Mereka dapat berpikir tentang seperti apakah orang tua yang ideal clan membandingkan orang tua mereka dengan standard ideal ini.

Menurut dinas pendidikan menengah dan tinggi DK! Jakarta (dalam modul

pelayanan bimbingan dan konseling, 2003) Pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan pada usia 12-20 tahun. Secara fungsional perkembangan kognitif atau kemampuan berfikir remaja clapat digambarkan sebagai berikut:

a. Pada tahap ini secara intelektual remaja mulai clapat berfikir rasional dan akan terus berkembang saat dewasa sejalan dengan banyaknya kondisi-kondisi yang menuntut kemampuan problem solving.

(33)

c. Memikirkan masa depan, perencanaannya, dan mengeksplorasi alternatif untuk mencapainya.

Setiap individu mempunyai sistem pengaturan dari dalam pada sistem kognisinya. Sistem pengaturan ini terdapat sepanjang hidup seseorang dan berkembang sesuai tlengan perkembangan aspek-aspek kognitif yaitu : d. kematangan, yang merupakan perkembangan susunan syaraf sehingga

misalnya fungsi-fungsi indera menjadi lebih sempurna

e. Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik dengan lingkungannya f. Transmisi sosial, yaitu hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial

antara lain melalui pengasuhan dan pendidikan dari orang lain. g. Ekuilibrasi, yaitu sistem pengaturan dalam diri anak itu sendiri yang

mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

3. Perkembangan Emosi

Menurut Santrock (2002 : 7) perkembangan emosi remaja ditandai

dengan ketidakstabilan emosi atau mengalami puncak emosionalitas rnerupakan karakteristik remaja sebagai akibat perkernbangan fisik dan sosial selama masa pubertas. Remaja sering mengalami

perasaan-perasaan yang sifatnya kontradiktif.

Menurut dinas pendidikan menengah dan tinggi OKI Jakarta (dalam modul pelayanan bimbingan dan konseling, 2003) remaja yang berkembang

dilingkungan yang kurang kondusif, kematangan emosionalnya

(34)

melamun, ュ・ョァセッョウオュウゥ@ obat penenang, minuman keras atau obat terlarang). Remaja yang berkembang dilingkungan yang harmonis dan kondusif dapat membantu kematangan emosi remaja menjadi seperti : adekuasi atau ketepatan emosi (kasih sayang, cinta, simpati, ramah, sikap

hormat dan menghargai orang lain), mengendalikan emosi (tidak mudah tersinggung, tidak agresif, wajar, optimistik, menghadapi frustasi secara sehat dan bijak).

4. Perkembangan Moral

Remaja sudah mampu berperilaku yang tidak hanya mengejar kepuasan fisik saja, tetapi meningkat pada tataran psikologis (rasa diterima,

dihargai, dan penilaian positif dari orang lain). Menurut sarwono

(2004: 91) untuk remaja, moral merupakan suatu kebutuhan tersendiri

oleh karena mereka sedang dalam keadaan membutuhkan pedoman atau petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri. Pedoman atau petunjuk ini dibutuhkan juga untuk menumbuhkan identitas dirinya.

5. Perkembangan Sosial

(35)

dengan dirinya, misalnya kesamaan pada hobi, minat, sikap, dan

nilai-nilai.

Percepatan perkembangan dalam masa remaja yang berhubungan

dengan pemasakan seksualitas, juga mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial remaja. Dengan menjadi lebih matang dan memasuki masa remaja maka individu mulai membebaskan diri dari banyak ikatan dalam rumah dan menjadi lebih terikat dengan bermacam-macam kelompok sosial dan teman-teman di luar rumah.

Dalam masa ini individu menghadapi dunia yang lebih luas dan oleh karena itu pada masa ini individu juga harus memperluas kemampuan dan pandangan sosialnya. Salah satu wadah yang dapat menolong remaja untuk mendapatkan pengalaman yang berguna dalam mencapai tugas-tugas perkembangan pada masa ini adalah melalui kelompok sebaya atau teman sebaya. Adapun pendapat yang dikemukakan oleh Panuju (1999: 130) kelompok sebaya mempunyai peranan penting dalam

penyesuaian remaja, dan persiapan bagi kehidupannya di masa yang

akan datang dan juga berpengaruh terhadap perilaku dan pandangannya.

(36)

masa ini, ketergantungan anak pada keluarganya menjadi berkurang dan

kebutuhan akan rasa aman, dan diterima diperoleh dari teman-teman kelompok sebaya dengan kesamaan-kesamaannya.

6. Perkembangan Kepribadian

Erikson (dalam Gunarsa, 1997: 112) menyatakan bahwa remaja berada pada tahap ゥ、・ョエセエ。ウ@ dan kekaburan peran. Pada masa ini, remaja sedang dalam proses pembentukan identitas diri, dimana seorang individu

berharap dapat mengetahui siapa dirinya, mengetahui kapan dan

bagaimana harus melakukan perannya dalam masyarakat, dan apa yang dikehendakinya di masa mendatang. Tugas remaja pada masa ini adalah mengintegrasikan semua pengetahuan yang ia peroleh tentang dirinya ke dalam identitas diri.

2.1.3. Kebutuhan イセュ。ェ。@

Menurut Rice (1990 : 346) ada enam kebutuhan penting pada remaja yang harus diperhatikan untuk memenuhi tugas perkembangan dan hubungan sosial, yaitu :

1. Adanya kebutuhan untuk membangun hubungan yang penuh kasih

(37)

2. Kebutuhan untuk diterima, rasa memiliki, dikenali dan status dalam kelompok sosial merupakan hal yang dianggap ー・ョエゥョセQ@ pada masa

remaJa.

3. Kebutuhan remaja untuk memperluas hubungan pada masa kanak-kanak melalui perkenalan dengan orang-orang baru yang berbeda latar

belakang, pengalaman dan idenya, di mana hal ini berguna untuk

memperluas wawasan dan pengalaman mereka.

4. Kebutuhan untuk menjalin pertemanan dan perhatian sosial yang lebih heterogen sifatnya.

5. Remaja merasa perlu mengupayakan perkembangan pribadi dan sosial, memilih teman dan perkawinan yang sukses kelak.

6. kebutuhan untuk·menemukan peran jenis kelamin maskulin atau feminim

yang dapat diterima oleh masyarakat di mana mereka berada dan

(38)

2.2. Kelompok Sebaya

2.2.1. Pengertian kelompok sebaya

Beberapa pengertian kelompok sebaya menurut para tokoh,

diantaranya :

Menurut Conger (1991 : 592) kelompok sebaya (peer groups) merupakan individu-individu yang memiliki kesamaan dalam usia, tingkatan atau status

dalam kelompok masyarakat. Begitu juga pendapat yang dikemukakan oleh

Coleman, Newman, dkk (dalam Papalia & Olds, 1995: 395) bahwa kelompok sebaya (peer group) adalah bersumber dari kasih sayang, simpati, dan saling pengertian, sebuah wadah untuk melakukan sesuatu atau bereksperimen

dan mendorong keadaan untuk memperoleh kemandirian dan kebebasan dari orangtua. Kelompok sebaya juga merupakan wadah untuk membangun

hubungan yang lebih akrab dengan orang lain.

Berbeda lagi menurut Encyclopedia (dalam www.wikipedia.org) kelompok sebaya adalah kelompok dari individu-individu yang kurang lebih sama dalam usia, status sosial dan kepentingan. Muss (dalam Utami, 1990) memberi pengertian kelompok sebaya adalah kelompok individu-·individu dengan usia, latar belakang, dan sikap yang sama dalam memilih jenis kegiatan sekolah

(39)

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok sebaya pada masa remaja adalah sekelompok remaja yang memiliki kesamaan karakteristik yaitu usia,

latar belakang, status sosial dalam masyarakat dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh remaja.

2.2.2. Fungsi kelompok sebaya

Menurut Horrocks dan Benimoff (dalam Hurlock, 1980 : 2·14) fungsi kelompok sebaya merupakan dunia nyata kawula muda yang menyiapkan panggung di mana ia dapat menguji diri sendiri dan orang lain. Di dalam kelompok sebaya

ia merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya, di sinilah ia dinilai oleh

orang lain yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak dapat memaksakan sanksi-sanksi dunia dewasa yang justru ingin dihindari. Santrock (2002 : 268)

menyatakan bahwa salah satu fungsi kelompok teman sebaya yang paling penting ialah menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga.

Di samping itu menl'.rut Panuju (1999 : 130) kelompok sebaya (peer groups)

mempunyai peranan yang sangat penting dalam penyesuaian diri remaja, dan persiapan bagi kehidupannya dimasa yang akan datang dan juga

(40)

dan tidak tergantung pada orang tua. Akan tetapi pada waktu yang sama ia takut kehilangan rasa nyaman yang telah diperoleh pada rnasa

kanak-kanaknya. Ahmadi (2004: 193) menyatakan di dalam kelompok sebaya, remaja berusaha menemukan dirinya. kelompok sebaya menyediakan suatu lingkungan yaitu dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi dengan nilai yang berlaku, bukan dengan nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman seusianya. Kelompok sebaya juga memberikan

keuntungan psikologis bagi remaja, karena di dalamnya remaja belajar untuk memahami individu lainnya.

Remaja pada umumnya menjalin suatu hubungan persahabatan, yaitu hubungan yang lebih intim yang melibatkan keikhlasan untuk berbagi rasa tentang diri sendiri, untuk berbagi masalah, dan mendapatkan saran dari sahabatnya. Biasanya, persahabatan pada remaja terjadi di dalam struktur sosial yang lebih besar yaitu kelompok sebaya. Pada kelompok sebaya ini

setiap remaja mempunyai peran yang harus dimainkan dan biasanya mereka sadar akan statusnya dalam kelompok. Dalam persahabatan pribadi, remaja mencari dorongan dan rasa aman, membincangkan perasaan mereka secara

bebas, bertukar informasi, membentuk suatu keyakinan dan perasaan melalui

(41)

Menurut Heaven, 1994 (dalam www.sturf.flinders.edu.su) hubungan melalui kelompok sebaya dapat membentuk suatu kesempatan untuk

mengembangkan kemampuan sosial, emosional, identitas diri, dan

kemandirian.

2.2.3. Struktur dalam kelompok sebaya

Merujuk pada fungsinya bahwa kelompok sebaya merupakan wadah untuk melakukan proses sosialisasi, maka tidak jarang remaja juga membangun suatu hubungan yang lebih akrab seperti, persahabatan. Turner & Helms (1995) menjelaskan bahwa dalam kegiatan-kegiatan remaja dapat diamati

pula adanya proses sosialisasi seperti :

persahabatan yang merupakan tipe terkecil dari suatu kelompok sebaya dan membatasi hubungannya hanya pada dua individu yang sama watak dan

tempramennya. Biasanya persahabatan awal pada remaja didasarkan pada minat dan aktivitas yang sama. Persahabatan pada remaja akhir akan disertai dengan adanya suatu ikatan emosional dan komitmen psikologis yang kuat dan bersifat timbal balik. Begitu juga menurut Santrock (2002 : 349) persahabatan memiliki enam fungsi yaitu kawan, pendorong, dukungan

(42)

Kemudian Kelompok (crowd), Santrock (2002 : 46) menjelaskan bahwa

kelompok ialah kelompok-kelompok remaja yang terbesar dan kurang bersifat pribadi. Menurut Dusek (1996: 316) crowd memberi kesempatan pada

remaja untuk belajar berinteraksi, belajar memahami dan beradaptasi dengan orang lain yang memiliki nilai serta latar belakang yang berbeda. Adapun menurut Turner dan Helms (1995) karakteristik dari kelompok adalah

interaksi heteroseksual yang tidak personal sifatnya, tanpa ikatan yang kuat diantaranya, penekanan interaksi crowd adalah pada peristiwa-peristiwa sosial seperti kontes atletik, konser, dan tari. Crowd tidak mempunyai aktifitas yang direncanakan dan dapat ditemui di tempat-tempat umum. menurut Dusek (1996: 312) Biasanya jumlah dalam kelompok terdiri atas 15-30

anggota, dengan rata-rata sekitar 20 orang.

Selain persahabatan, kelompok ada juga yang disebut dengan Klik (cligues).

Santrock (2002 : 46) menjelaskan bahwa klik ialah kelompok-kelompok yang

lebih kecil, memiliki l<edekatan yang lebih besar di antara anggota-anggota dan lebih kohesif daripada kelompok. Klik sama seperti persahabatan, tetapi

jumlahnya lebih besar. Menurut B.B. Brown. Dunphy (dalam Dusek, 1996: 312) Klik biasanya terdiri dari tiga sampai sembilan anggota, dengan rata

jumlah anggota enam orang. Klik mempunyai dampak yang kuat pada

(43)

Mereka mempunyai keinginan umum dan kekuatan emosi yang kuat di antaranya, klik biasanya sangat ekslusif terdiri dari remaja yang latar belakang sosial ekonomi sama, di mana ada kesamaan minat, sikap dan

kepercayaan.

Menurut Turner dan Helms (1995) umumnya anggota dari klik itu ada dalam kontak sehari-hari, misalnya di sekolah atau lingkungan yang dekat. Fungsi klik adalah membicarakan dan merencanakan aktifitas yang terjadi dalam kelompok, informasi tentang kegiatan didalam kelompok serta membicarakan

kegiatan yang telah mereka lakukan.

2.2.4. Faktor-faktor yang rnenyebabkan remaja diterima dan ditolak

dalarn kelornpok sebaya

Hummel (dalam www.valdosta.edu, 2006) menyatakan bahwaremaja biasanya lebih banyak menghabiskan waktu dengan kelompok sebaya

mereka dibandingkan dengan anggota keluarganya. Karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh-pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada· pengaruh keluarga. Misalnya, sebagian besar remaja

(44)

pakaian anggota kel?mpok yang populer, maka kesempatan baginya untuk

diterima oleh kelompok menjadi lebih besar.

Kelompok sebaya biasanya memiliki ciri-ciri yang tegas pada tingkah laku yang ditampilkan oleh anggotanya, diantaranya mode pakaian, cara

bertingkah laku, gaya rambut, minat terhadap musik, sikap terhadap sekolah,

orangtua dan juga terhadap kelompok lainnya. Menurut Mappiare (1982 :

170) bahwa hal-hal pribadi yang membuat individu diterima dalam kelompok

sebaya menyarigkut.:

a. Penampilan (performance) dan perbuatan meliputi antara Jain ; tampang yang baik, atau paling tidak rapih serta aktif dalam urusan-urusan

kelompok

b. Kemampuan pikir antara lain meliputi ; mempunyai inisiatif, banyak memikirkan kelompok dan mengemukakan buah pikirnya.

c. Sikap, sifat, perasaan antara lain meliputi ; bersikap sopan,

memperhatikan orang lain, penyabar atau dapat menahan marah jika berada pada keadaan yang tidak menyenangkan dirinya, suka

menyumbangkan pengetahuannnya pada orang lain terutarna anggota kelompok yang bersangkutan.

d. Pribadi meliputi ; jujur dan dapat dipercaya, bertanggung jawab dan suka menjalankan pekerjaannya, mentaati peraturan-peraturan kelompok, mampu menyesuaikan diri secara tepat dalam berbagai situasi dan pergaulan sosial.

e. Aspek meliputi ; pemurah atau tidak pelit, suka bekerja sama dan membantu anggota kelompok.

(45)

a. Penampilan dan perbuatan antara lain; sering menantang, malu-malu dan senang menyendiri

b. Kemampuan pikir meliputi ; bodoh sekali.

c. Sikap, sifat meliputi ; suka melanggar norma dan nilai-nilai kelompok, suka menguasai anak lain, suka curiga dan melaksanakan kemauan sendiri.

2.3.

Konformitas

2.3.1. Pengertian konformitas

Pengertian konformitas yang dikemukakan oleh beberapa tokoh,

diantaranya :

Menurut Wills (dalar:i sarwono,2002: 211) konformitas adalah keselarasan dan gerak yang berkaitan dengan standar sosial yang objektif. Menurutnya

konformitas mengandung dua unsur yaitu, selaras dan gerak. Maksud

"selaras" ialah persetujuan atau kesamaan antara respon oleh individu dengan respon yang secara sosia.1 dianggap "benar". Jadi, keselarasan kurang lebih sama artinya dengan apa yang oleh pendapat umum disebut konformitas. Satu unsur lagi yaitu "gerak". Gerak adalah perbuatan respon dalam kaitannya dengan standar sosial. Jadi, konformitas harus tidak hanya mengandung unsur keselarasan, tetapi juga harus mengandung unsur gerak,

(46)

memperbolehkan satu tingkah laku seseorang dikuasai oleh sikap dan pendapat yang sudah berlaku, ciri pembawaan kepribadian yang cenderung membiarkan sikap dan pendapat orang lain untuk menguasai dirinya. Begitu

pula menurut sarwono (1999: 285) istilah konformitas yaitu perubahan perilaku seseorang dengan mengikuti tekanan-tekanan dari kelompok untuk dapat menerima norma-norma kelompok.

Berbeda pendapat yang dikemukakan oleh Kiesler & Kiesler (dalam Myers, 1996 : 233) bahwa konformitas adalah suatu perubahan tingkah Jaku atau kepercayaan akibat adanya tekanan dari suatu kelompok baik secara nyata

atau tidak. Begitu juga menurut Santrock (2001 : 186) konformitas terjadi

ketika individu-individu merubah sikap atau tingkah laku dari yang lain, karena merasakan tekanan nyata atau dalam imajinasinya sedangkan

menurut Soloman Asch (dalam Sears, dkk, 1985 : 380) konformitas hanya terjadi dalam situasi·yang ambigu, yaitu bila orang merasa amat tidak pasti mengenai apa standar perilaku yang benar. Bila seseorang mampu melihat suatu realitas dengan gamblang, dia akan mempercayai persepsinya sendiri dan tetap teguh pada pendiriannya meskipun anggota kelompok yang lain

menentangnya.

(47)

hasil nyata dari tekanan yang diberikan oleh kelompok dan juga bertingkah laku. dalam hal berusaha memenuhi harapan dari kelompok dengan sedil<it

ataupun tanpa tekanan untuk melakukan tingkah laku tersebut. Dalam

konfonnitas ada tekanan dari kelompok dimana individu dapat merasakan

baik secara nyata ataupun tidak nyata atau dalam imajinasinya. Oleh sebab itu, konformitas bukan hanya bertingkah laku seperti orang lain, tetapi terpengaruh pula dengan cara kelompok itu bertindak.

Mappiare (1982: 166) menyatakan bahwa pada masa remaja awal l<.ebutuhan akan konformitas dengan teman-teman sebaya sangat besar, sehingga remaja berusaha bersikap sesuai dengan norma-norma

kelompoknya. lndividu dalam pertumbuhan dan perkembangannya

dipengaruhi oleh lingkungannya. Pengaruh-pengaruh tersebut tidak hanya berasal dari lingkungan keluarga melainkan dapat berasal dari kelompoknya

atau lingkungan sosial, dan pada umumnya remaja mudah terpengaruh oleh kelompoknya. lndividu yang berada dalam sebuah kelompok sebaya tidak

jarang akan mengalami tekanan-tekanan untuk melakukan konformitas terhadap norma-norma yang terdapat dalam kelompok tersebut. Biasar.ya

(48)

Menurut Camarena, ddk (dalam Santrock, 2002: 44) umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk perilaku konformitas yang negatif, seperti : menggunal<an bahasa yang jorok, mencuri, merusak, dan mengolok-ngolok orangtua dan guru. Tetapi banyak sekali konformitas kelompok sebaya yang

tidal< negatif dan terdiri atas keinginan untuk dilibatkan di dalam dunia teman sebaya, seperti : mengumpulkan dana untuk kegiatan sosial, mengikuti kegiatan karang taruna, dll. Jalaluddin Rahmat (1993 : 154) menyatakan bahwa usia, jenis kelamin, stabilitas emosional, otoritarianisme, kecerdasan,

motivasi, dan harga diri erat kaitannya dengan konformitas. Pada umumnya,

makin tidak bergantung pada orang tua dan makin kurang kecenderungannya untuk konformitas. Wanita lebih cenderung melakukan konformitas daripacla pria.

2.3.2. Jenis konformitas

Jenis Konformitas menurut Myers (1996 : 233) ada dua jenis, yaitu :

1. Konformitas Compliance, adalah bentuk konformitas dimana individu bertingkah laku sesuai dengan tekanan yang diberikan oleh kelompok sementara secara pribadi ia tidak menyetujui perilaku tersebut.

Contoh : sehabis usai pelajaran di sekolah diingatkan oleh orangtuanya agar bergegas pulang ke rumah karena akan ada acara keluarga, tetapi

(49)

diajak untuk ikut oersama mereka. Kemudian remaja tersebut

kebingungan mau mengikuti yang mana. Kalau menolak ajakan teman kelompoknya, ia merasa takut kalau seterusnya tidak boleh ikut lagi dan teman sekelompoknya akan berkata yang menyakitkan, selain itu ia juga merasa tidak enak terhadap mereka. Akhirnya ia memutuskan untuk ikut saja ajakan teman-temannya dan mengorbankan niatnya semula.

2. Konformitas acceptance, adalah suatu bentuk konformitas dimana tingkah

laku maupun keyakinan individu sesuai dengan tekanan kelompok yang

diterimanya.

Contoh : Pada salah satu sekolah, ada siswa baru. Siswa baru ini tentu saja belum mengetahui kebiasaan apa saja yang dilakukan teman-temannya di sekolah tersebut. Dalam hal menyapa atau rnemanggil

teman-temannya. Maka, untuk beberapa waktu siswa baru tersebut, hanya memperhatikan dan mencoba mempelajari kebiasaan-kebiasaan

tersebut. Setelah tahu maka selanjutnya siswa baru terseb.ut mengikuti

perilaku kebiasaan tersebut.

Remaja melakukan konformitas sesuai dengan norma yang ada, di mana

(50)

orang lain memberikan informasi yang bermanfaat. Kedua ingin diterima secara sosial dan menghindari penolal<an atau ce/aan. Menurut Sears, dkk (1985: 81) bahwa tingkatan konformitas yang didasarkan pada informasi ditentukan oleh dua aspek situasi, yaitu sejauh mana mutu informasi yang diberikan orang lain adalah benar dan sejauh mana kepercayaan diri kita terhadap penilaian kita sendiri.

2.;3.3. Keadaan yang mendorong terjadinya konformitas

Menurut Sears, dkk (1991 : 82) keadaan yang mendorong terjadinya konformitas, diantaranya :

a.

Keadaan yang mendorang terjadinya konformitas compliance

1. Rasa takut terhadap Penyimpangan. Rasa takut dipandang

sebagai orang yang menyimpang merL1pakan faktor dasar hampir

dalam semua situasi sosial. lndiv1du ingin agar kelompok tempat

individu berada menyukai, rnenerima, dan memperlakukan kita dengan

baik. lndividu cenderung menyesuaikan diri dengan kelompoknya

untul< menghindari perselisihan paham. Rasa takut dipandang sebagai

orang yang menyimpang. lndividu yang tidal< mau mengikuti apa yang

berlaku di dalam kelompok akan menanggung resiko mengalami

(51)

terhadap pendapat sendiri dan rasa takut menjadi orang yang menyimpang membuat orang menyesuaikan diri.

2. Kekompakan Kelompok. Konformitas juga dipengaruhi oleh

eratnya hubungan antara individu dengan kelompoknya. Yang dimaksud dengan kekompakkan itu sendiri adalah jumlah total

kekuatan yang menyebabkan orang tertarik pada suatu kelompok dan

yang membuat mereka ingin tetap menjadi anggotanya. Kekompakkan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi. Alasan

utamanya bahwa bila seseorang merasa dekat dengan anggota kelompok yang lain, akan semakin menyenangkan bagi mereka untuk mengakuinya dan semakin menyakitkan bila kelompok mencelanya. Artinya, kemungkinan untuk menyesuail<an diri atau tidak

menyesuaikan diri akan semakin besar bila mempunyai keinginan

yang kuat untuk menjadi anggota kelompok tersebut.

f<onformitas akan semakin meningkat ketika melakukan sesuatu yang

berharga. Peningkatan konforrnitas ini terjadi karena 21nggotanya

enggan disebut sebagai orang yang menyimpang. Seperti yang telah dijelaskan di atas, penyimpangan menimbulkan resiko ditolak.

(52)

menyesuaikan pendapatnya. Namun, bila kelompok tidal< bersatu, akan tampak adanya penurunan tingkat konformitas. Penurunan konformitas yang drastis karena hancurnya kesepakatan disebabkan

oleh beberapa faktor pertama, tingkat kepercayaan terhadap

mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meskipun

orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota lain yang membentuk mayoritas. Kedua, bila

anggota kelompok yang lain mempunyai pendapat yang sama, keyakinan individu terhadap pendapatnya sendiri akan semakin kuat. keyakinan yang kuat akan menurunkan konforrnitas. Pertimbangan

yang ketiga, ri1enyangkut keengganan untuk menjadi orang yang menyimpang.

4. UkLm;in Kelompok. Beberapa eksperimen menunjukkan bahwa konformitas akan meningkat bila ukuran mayoritas yang sependapat juga meningkat. Di dalam eksperimen yang dilakukan oleh Asch,

1951

(Dalam Sears, dkk,

1985 : 88)

disimpulkan bahwa untuk menghasilkan

tingkat konformitas yang paling tinggi, ukuran kelc1mpok yang optimal

adalah tiga atau em;iat orang. \Nilder,

1977

(dalam Sears, dkk,

1985:

90) menyimpulkan bahwa pengaruh ukuran kelompok terhadap tingkat

(53)

Oleh karena itu, semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok. Bila individu berpendapat bahwa kelompol< selalu benar, individu akan mengikuti apapun yang dilakukan kelompok tanpa memperdulikan

pendapatnya sendiri. Demikian pula, bila kelompok mempunyai informasi penting yang belum dimiliki, konformitas akan semakin

meningkat. Salah satu faktor penentu kepercayaan terhadap kelompok

adalah tingkat keahlian anggotanya.

2. Kepercayaan yang /emah terhadap penilaian sendiri. Sesuatu yang

meningkatkan kepercayaan inclividu terhadap penilaiannya sendiri

akan menurunkan konformitas. salah satu faktor yang sangat

mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat

keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk

menampilkan suatu reaksi. Konformitas dapat diturunkan dengan cara membuat seseorang merasa lebih menguasai suatu persoalan. Salah

satu faktor yang mempengaruhi keyakinan individu terhadap

(54)

sulit penilaian tersebut, semakin rendah rasa percaya ケ。ョセ@ dimiliki individu dan semakin besar kemungkinan bahwa dia akan mengikuti penilaian orang lain.

2.4. Hubungan Interpersonal

2.4.1. Pengertian hubungan interpersonal

Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial. Di mana individu saling berhubungan dengan individu lainnya, yang saling membutuhkan satu dengan lainnya. Menurut Chaplin (2001 : 257) serbicara rnengenai

interpersonal berarti segala sesuatu yang berlangsung antara dua pribadi clan

mencirikan proses-proses yang timbul sebagai satu hasil dari interaksi inclividu cjengan inclividu lain. Interpersonal yang berkaitan dengan diri

sendiri, ticl<1k lepas dari adanya komponen potensial dalam cliri yang akan membangun hubungan melalui komunikasi, yaitu sumber, pesan, saluran

penerima clan balikan.

Begitu pula Menurut Mudjiran (1981) hubungan interpersonal adalail adanya

(55)

tingkatan dalam kerukukanan dan bagian, menyatakan secara tidak langsung

pendapat atau membuktikan dari dasar kebersamaan, dan mungkin menjadi pusat lingkaran dari bagian dalam kebersamaan sedangkan menurut

Sarwono (1999 : 193) hubungan interpersonal yaitu hubungan yang terjadi di dalam dua individu, melib<;itkan seluruh sikap dan perilaku masing-masing.

Hubungan dengan orang lain dimulai dari komunikasi yang efektif. Adapun pt;lndapat dari Middlebrook (1980) di dalam hubungan interpersonal

diperlukan kemampuan interpersonal, orang yang kompeten dalam hubungan interpersonal memungkinkan untuk menghadapi masalah-masalah hidup

yang menekan. Kekurangmampuan hubungan interpersonal dapat mengganggu kehidupan sosial seseorang.

Jadi, hubungan interpersonal adalah hubungan yang terjalin antara individu

satu dengan individu lainnya, dengan menggunakan berbagai jenis pola

interaksi.

2.4.2. Keefektifan tiubungan interpersonal

(56)

tertentu, menciptakan kesan-kesan tertentu atau menimbulkan reaksi-reaksi

perasaan tertentu dalam diri orang lain tersebut. Kadang-kadang kita berhasil mencapai semuanya itu, namun adakalanya kita gagal. Artinya, kadang-kadang orang memberikan reaksi terhadap tingkah laku dengan cara yang sangat berbeda dari yang kita harapkan. Menurut Sarwono (1999 : 200) keefektifan kita dalam hubungan interpersonal ditentukan oleh kemampuar.

kita untuk mengkomunikasikan secara jelas apa yang kita sampaikan,

menciptakan kesan yang kita inginkan atau mempengaruhi orang lain sesuai kehendak kita. Begitu juga menurut Supratiknya (1995) untuk meningkatkan keefektifan dalam hubungan interpersonal yaitu dengan cara berlatih

mengungkapkan maksud keinginan kita (membuka diri atau keterbukaan), menerima umpan balik tentang tingkah laku kita, dan memodifikasikan tingkah laku kita sampai orang lain mempersepsikannya sebagaimana kita

maksudkan. Artinya; sampai akibat-akibat yang ditimbulkan oleh tingkah laku

kita dalam diri orang lain itu seperti yang kita maksudkan.

2.4.3. Teori - teori hubungan interpersonal

(57)

1.

Model pertukaran sosial

Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley, dua orang pemuka utama dari model ini, menyimpulkan model pertukaran sosial sel:)agai berikut, "asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami

adalah bahwa setiap in::lividu seca;a sukarela memasuki dan tinggal

dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup

memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. "ganjaran, biaya, laba,

2. Model peranan .

Model peranan memandang hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Setiap 1ndividu harus memainkan perannya sesuai dengan

naskah yang telah dibuat masyarakat. Hubungan interpersonal

berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan ekspedisi peranan dan tuntutan peranan, memiliki keterampilan peranan, dan terhindar dari konflik peranan dan kerancuan peranan.

3. Model permainan

Dalam model ini, orang-orang berhubungan dengan bermacam-macam

permainan. Yang mendasari permainan ini adalah tiga bagian kepribadian

(58)

orang tua kita atau orang yang kita anggap orang tua kita. Orang dewasa adalah bagian kepribadian yang mengotah informasi secara rasional, sesuai dengan situasi, dan biasanya berkenaan dengan masalah-masalah penting yang memerlukan pengambilan keputusan secara sadar.

4. Model interaksional

Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat struktural, integratif, dan medan. Semua sistem terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan

bertindak bersama sebagai satu kesatuan. Untuk memahami sistem rnaka harus melihat sistem. Selanjutnya, semua sistem mempunyai

kecenderungan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan. Bila

keseimbangan sistem terganggu, segera akan diambil tindakannya.

Hubungan interpersonal oapat dipandang sebagai sistem dengan

sifat-sifatnya. Untuk melihatnya, maka harus melihat pada karakteristik individu-individu yang terlibat, sifat-sifat kelompok, dan sifat-sifat

(59)

2.4.4. Tahap-tahap hubungan interpersonal

Rakhmat (1993: 124) menyatakan bahwa ada tiga tahap dalam hubungan interpersonal, yaitu :

1. Tahap pembentukan hubungan interpersonal

Tahap ini disebut sebagai tahap perkenalan (acquaintance process).

Pada tahapan ini akan diuraikan prosesnya secara rinci dan fokus kita ialah pada proses penyampaian dan penerimaan informasi dalam

pembentukan hubungan. Dalam karyanya Steve Duck 1976 (dalam Rakhmat, 1993 :.125) menulis:

" ... acquaintance is a communication process whereby an individual

transsmits (consciously) or conveys (sometimes unitentionally) information about his personality structure and conten to potential friends, usiang subtly different means at different stages of the friendship's development."

(" ... Perkenalan adalah proses komunikasi di mana individu mengirimkan (secara sadar) atau menyampaikan (kadang-kadang tidak sengaja) informasi tentang struktur dan isi kepribadiannya kepada bakal

sahabatnya, dengan menggunakan cara-cara yang agak berbeda pada bermacam-macam tahap perkembangan persahabatan.")

Beberapa peneliti menemukan hal-hal yang menarik dari proses

perkenalan. Fase pertama, "fase kontak yang permu/aan", ditandai

dengan usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya

(60)

merasa berbeda, mereka akan berusaha menyembunyikan dirinya. dan hubungan interpersonal mungkin diakhiri. Menurut William Brooks dan Philip Emmert (dalam Rakhmat, 1993: 126) kesan pertama sangat menentukan, karena itu hal-hal yang pertama kelihatan menjadi sangat penting. Para psikologi sosial menemukan bahwa penampilan fisik, apa yang diucapkan pertama, apa yang dilakukan pertama menjadi penentu

yang penting terhadap pembentukan citra pertama tentang orang itu.

2. Tahap peneguhan hubungan interpersonal

Hubungan interpersonal iidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal diperlukan tindakan-tindakan untuk mengembalikan keseimbangan (equilibriuJTl). Ada empat faktor yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan yaitu a. Keal<raban, merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang.

Hubungan interpersonal akan terpelihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang keakraban yang diperlukan.

b. kontrol, merupakan kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa. Kontrol disini untuk menghindari terjacJinya konflik, karena pada umumnya masing-masing individu ingin berkuasa, atau tidak ada pihak yang mau mengalah.

c. respon yang tepat, atau ketepatan respons, artinya respon A harus diikuti oleh respon 8 yang sesuai. misalnya, dalam percakapan;

pertanyaan han;s disambut dengan jawaban, lelucon dengan tertawa. d. dan nada emosional yang tepat, a tau keserasian suasana emosional

(61)

3. Pemutusan Hubungan Interpersonal

Menurut R.D. Nye (dalam Rakhmat, 1993 : 129) ada lima ha/ yang menyebabkan hubungan interpersonal berakhir, yaitu dengan lima sumber konflik diantaranya :

a. Kompetisi, di mana salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu dengan mengorbankan orang lain, misalnya menunjukkan kelebihan da/am bidang tertentu dengan merendahkan orang lain.

b. Dominasi, di mana salah satu pihak berusaha mengendalikan pihak Jain sehingga orang itu merasakan hak-haknya dilanggar.

c. l<1Jgagalan, di mana masing-masing berusaha menyalahkan yang lain apaoila tujuan bersama tidak tercapai.

d. Perbedaan nilai, kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang mereka anut.

2.4.5. f。ォエッイMヲ。ォエッセ@ yang mempengaruhi hubungan interpersonal

Menurut Heider (dalam Sarwono, 2002: 241) faktor-faktor yang membentuk

hubungan interpersonal diantaranya adalah :

a. Kesamaan (similarity); pada umumnya, seseorang cenderung menyukai

orang yang sama dengan orang Jain dalam sikap, minat, nilai, Jatar belakang, dan kepribadian. Rubin (dalam Sears, dkk, 1985: 222)

menyatakan bahwa kesamaan biasanya mendatangkan ganjaran. Orang

yang mempunyai kesamaan dengan kita cenderung menyetujui gagasan

kita dan mendukung keyakinan kita tentang kebenaran pandangan kita.

Sebaliknya, akan tidak menyenangkan ketika menjumpai orang yang tidak

(62)

b. Kedekatan (proximity); ketika kedua pihak memiliki kesamaan, maka d(:!ngan berjalannya proses akan terjalin kedekatan dan keakraban yang akan menimbulkan rasa suka. Kedekatan sering berkaitan dengan kesamaan. Dengan kedekatan biasanya meningkatkan keakraban, dan

orang yang dekat secara fisik lebih mudah didapat dari pada orang yang jauh. Jadi, kita tidak dapat menyukai atau berteman dengan seseorang yang tidak kita kenal, kita memilih teman-teman kita dari orang yang kita

kenal.

c. Menghargai (complementary), sikap saling menghargai antara sesama

manusia sangat diperlukan untuk kelancaran suatu hubungan. Dengan menghormati pendapat yang dikemukakan orang lain atau lawan bicara

itu merupakan suatu sikap bahwa kita menghargainya, selain itu juga kita juga harus tetap konsisten dengan perilaku kita yaitu perilaku positif,

dengan demikian kita menghargai diri sendiri dan juga orang lain.

Adapun faktor yang melandasi terwujudnya sebuah hubungan interpersonal

menurut teori Fundamental Interpersonal Relations Orientation (FIRO) yang dikemukakan oleh Schutz (dalam Sarwono, 2002: 147) bahwa pada

dasarnya setiap orang mengorientasikan dirinya kepada orang lain dengan

cara. tertentu atau khas clan cara ini merupakan faktor utama yang

(63)

dengan baik ketika sebelumnya terdapat prinsip dasar dalam daya tari interpersonal, yaitu :

a. Penguatan; artinya kita menyukai orang yang dengan satu atau lain cara memberi ganjaran sebagai penguatan dari tindakan atau sikap kita. b. Pertukaran sosial; artinya bahwa rasa suka kita kepada orang lain

didasarkan pada penilaian kita terhadap kerugian dan keuntungan yang diberikan seseorang kepada kita.

c. Asosiasi; artinya kita menjadi suka pada orang yang diasosiasikan atau dihubungkan dengan pengalaman yang baik dan bagus dan tidak suka pada orang yang diasosiasikan dengan pengalaman buruk dan jelek.

Adapun untuk menumbuhkan dan meningkatkan hubungan interpersonal

menurL1t Gunarsa (1980 : 106) diperlukan peningkatan dalam kualitas komunikasi, dan faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal diantaranya :

1.

Diperlukan sikap·percaya, bila seseorang punya perasaan bahwa dirinya

tidak akan dirugikan, tidak akan dikhianati, maka orang itu pasti akan lebih

mudah membuka dirinya

2. Sikap mendukung, individu dapat rnemberikan dukungan emosional yang

salah satu bentuknya adalah empati. Dengan memiliki empati, individu

lebih mampu memahami orang lain dan lebih mudah melakukan

penyesuaian diri ketika berinteraksi dengan orang lain. Selain empati,

sikap hang at juga merupakan bentuk dukungan emosional. Sikap hangat dapat memberikan perasaan nyaman kepada orang lain dan akan sangat

(64)

3. Keterbukaan, individu dapat mengungkapkan informasi yang bersifat

pribadi mengenai dirinya dan memberikan perhatian kepada orang lain. Dengan adanya keterbukaan, kebutuhan kedua belah pihak dapat

terpenuhi, yaitLJ dari pihak pertama kebutuhan untuk bercerita dan berbagi rasa terpenuhi, dan di pihak kedua dapat muncul perasaan berharga dan istimewa karena dipercaya untuk mendengarkan cerita yang bersifat pribadi. Keterbukaan dalam suatu hubungan akan menguntungkan

masing-masing pihak, tetapi keterbukaan itu harus proposional artinya

disesuaikan dengan tingkat kedekatan dan tahap hubungan.

2.5.

Kerangka Berpikir

Menurut Berndt & Perry, dkk (dalam Turner & Helms, ·J 995) remaja umumnya

tidal< ingin dianggap berbeda dengan orang lainnya. Akibatnya, mereka

cenderung melakukan konformitas dengan kelompok sebaya dengan

menciptakan aturan-aturan bagi kelompok mereka sendiri. Dengan keinginan

yang sangat besar u'ntuk diterima secara sosial, remaja sangat

memperhatikan hal-hal yang sedang rnenjadi mode saat itu, seperti gaya

rambut, gaya pakaian, dan kegiatan-kegiatan yang populer.

(65)

Kadang-kadang remaja dihadapkan pada pilihan yang sangat berat, apakah ia mematuhi orang tuanya dan meninggalkan pergaulannya dengan teman-teman kelompoknya, ataukah hanyut dalam pergaulan yang menyenangkan dan meninggalkan orang tuanya. Tidak jarang pilihannya jatuh pad a teman-teman kelompoknya·jika hubungan dengan orang tua kurang serasi.

Remaja yang pilihannya jatuh pada teman-teman kelompoknya atau teman pergaulannya, ia akan berusaha menyesuaikan diri dengan teman-teman kelompoknya dan menyebabkan remaja mengikuti sikap, pendapat, dan

perilaku yang berlaku dalam ォ・ャッューッャセN@

Penyesuaian diri dengan kelompok terjadi karena individu takut dan tidak ma1,1 sendirian. penyesuaian dengan hal lain di luar individu namanya

konformitas. dan efek dari konformitas bergantung pada teman-teman yang

ada dalam kelompok tersebut. Konforrnitas mempunyai efek dalam hal

keyakinan, sikap dan tindakkan yang berakibat juga pada cara remaja tersebut berpakaian, b

Gambar

Tabel 4.28. Kategorisasi tingkat hubungan interpersonal dengan keluarga
Gambar 4.2. Scatterplot ska la hubungan interpersonal.....................................
Tabel 3.1.
Tabel 3.2.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara perilaku konsumtif dengan konformitas yang didasarkan pada pengaruh normatif dan informasional pada 73 orang

Didukung juga oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pratiwi tentang “Hubungan antara control diri dan konformitas dengan perilaku merokok pada remaja di Surakarta”

Dari uraian pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa konformitas merupakan perubahan perilaku remaja sebagai usaha untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok acuan baik

Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan perilaku konsumtif, ada hubungan negatif antara konsep diri dengan

Diterimanya hipotesa ketiga yang berbunyi ada korelasi positif antara kecerdasan emosional dan konformitas kelompok teman sebaya dengan konsep diri remaja menunjukkan bahwa

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Partisipan berdasarkan Tingkat Sikap terhadap Perilaku Seksual dan Tingkat Konformitas terhadap Teman Sebaya ……….. Tabel 4.12 Hubungan

Dari hasil ini disimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara konformitas kelompok dengan motivasi berprestasi pada remaja akhir, yang berarti bila

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara perilaku konsumtif dengan konformitas yang didasarkan pada pengaruh normatif dan informasional pada 73 orang