• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkawinan satu suku dalam masyarakat Minangkabau menurut pandangan hukum islam : studi kasus di kec.Banuhampu Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perkawinan satu suku dalam masyarakat Minangkabau menurut pandangan hukum islam : studi kasus di kec.Banuhampu Sumatera Barat"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus Di Kecamatan Banuhampu Sumatera Barat)

Oleh:

RAHMAT HIDAYAT

103044128042

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

JURUSAN AHW AL SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

(Studi Kasus Di Kecamatan Banuhampu Sumatera Barat)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum untuk Memenuhi syarat-syarat mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam

Oleh:

RAHMAT HIDAY AT 103044128042

Prof. Dr. H. Mulfammad Amin Suma. SH., MA., MM NIP : 150 210 422

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

JURUSAN AHWAL SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDA YATULLAH

(3)

Menurut l'andangan llnlrnm Islam (Studi Kasu:; di Kccamatan Banuhampu Sumatcra Barat)". tclah diajukan dalam sicbng munaqa:;ah Fakultc1s Syari'ah clan l-Jukum Univcrsitas Islam Negcri (U!N) Syarif I-liclayatullah Jakarta pacla tanggal 7 .luni 2007. Skripsi ini tclah cliterirna sebagai salah satu syarat untuk rnemperoleh gclar Sarjana Hukurn Islam Program Strata I (S l) pacla .lurusan Ahwal Syakhshiyyah.

Kctua

Skretaris

Pembirnbing

Pcnguji I

Penguji 11

Jakarta, 7 .!uni 2007

])anitia Ujian Mt1naqasah ..

Drs.I-l.A. Basiq DjaliL SH .. MA 150 169102

Kamaruscliana. S.Ag .. MH 150 285 972

Prof. Dr. I-I. Muhammad Amin Suma. SH .. MA. Ml\_1-1-.-. -. ⦅NZ[LZセTセZNNNNMMNMM 150 210 422

Drs.1-1.A. Basig DjaliL SI-L MA 150 169 l 02

(4)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan taufik dan inayahnya. Sehingga dengan kekuatan dan ridhonya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Selama penyusunan skripsi ini, dan selama penulis belajar di program studi

Peradilan Agama Jurusan Ahwal Syakhsiyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis mendapat bantuan dan sumbangan motivasi dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, izinkanlah penulis untuk menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof . Dr. Muhammad Amin Suma. SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta.

2. Drs. I-I.A. Basig Djalil, SH., MA., dan Kama Rusdiana., MA., selaku Ketua

Jurusan dan Sekretaris Jurusan Ahwal Syakhsiyyah yang selalu memberikan

bimbingan, spirit kepada penulis, sehingga penulis mampu merampungkan skripsi ini

3. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak

Prof . Dr. Muhammad Amin Suma. SH. MA. MM. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan ilmunya selama penulis

(5)

berguna dunia dan akhirat semoga do' a dan didikannya dapat menuntun

penulis untuk memasuki kehidupan baru yang lebih baik.

5. Perpustakaan Pusat serta Perpustakaan Fakultas Syari'ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta yang juga telah memberikan bantuan

berupa bahan-bahan yang menjadi referensi dalam penulisan skripsi.

6. Para pegawai dan Staf Administrasi Fakultas Syari'ah dan Hukum yang telah

memberikan tenaga dan pelayanan yang terbaik bagi penulis ..

7. Secara khusus skripsi ini penulis persembahkan untuk ayahanda yang tercinta

Syafril dan ibunda Ermawati, yang senantiasa me11jaga dan mendorong serta

membimbing dengan tulus dan ikhlas mendoakan penulis setiap waktu.

8. Kakak clan adik-adik serta seluruh keluarga tercinta yang selalu memberikan

motivasi belajar pada penulis.

9. Sahabat-sahabat yang selalu menemani penulis dalam suka dan duka.

Akhirnya, kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt dan mudah-mudahan

semua yang telah penulis lakukan mendapat ridha Allah Swt, semoga skripsi ini

bermanfaat. Amin.

Jakarta: 31 Mei 2007 I-I 14 Jumaidil Awai 1428 H

(6)

KATA PENGANTAR ... . DAFT AR 181... m

BABI:

BAB II:

BAB III:

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... .

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Metodelogi Penelitian ... 10

E. Sistematika Penulisan... 12

TINJAUAN UMUM TENTANG LARANGAN PERKAWINAN DALAM HUKUM ISLAM A. Pengertian Perkawinan ... . .. . .. . .. . .. . .. ... .. . .. .. . . . ... .. . . ... .. ... . .. ... ... .... .. 14

B. Dasar Hukum Perkawinan ... 19

C. Rukun dan Syarat Perkawinan ... 23

D. Perkawinan yang Dilarang dalam Islam ... 33

(7)

BAB IV:

BABV:

D. Pendidikan... 56 E. Sosial Budaya dan Adat Istiadat ... 60

PERKA WINAN SATU SUKU DALAM MASYARAKAT ADAT

KECAMATANBANUHAMPUSUMATERABARAT

A. Perkawinan Satu Suku .... .. .... ... .. . .. .. . .. .. . .. .. ... .. ... ... ... ... 63 B. La tar Belakang adanya Larangan Perkawinan Satu Suku .. ... .. 66 C. Sanksi Adat terhadap Larangan Perkawinan Satu Suku ... 61

D. Analisa Hukum Islam terhadap Larangan

Perkawinan Satu Suku.. .. . . .. ... ... ... ... ... ... ... .. ... .. ... .. . .. ... ... . .. 68

PE NUT UP

A. Kesimpulan .. . . . ... ... .... ... .... ... ... . .. .. . .. ... ... .. . .. .. ... ... ... ... ... .. 77 B. Saran... 78

DAFT AR PUST AKA... 79

(8)

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan adalah salah satu kebutuhan dasar yang menyentuh bidang kehidupan manusia. Karena perkawinan merupakan suatu tahap awal akan lahirnya kehidupan barn dalam membangun cita-cita bersama yang disebut kehidupan rumah tangga. Dalam membangun kehidupan rumah tangga tersebut memerlukan kesepakatan dan tekad yang bulat bagi mereka yang berkeinginan melangsungkan akad perkawinan, sehingga, nantinya akan tercapai kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah sesuai dengan エQセェオ。QQ@ perkawinan itu sendiri yang telah disyari'atkan dalam Islam.

Selain itu juga pernikahan merupakan salah satu kebutuhan jasmani dan rohani yang sudah menjadi sunnatullah, bahwa dua manusia dengan jenis kelamin berlainan, seorang perempuan dan seorang laki-laki dengan saling mengenal satu sama lain untuk hidup bersama. Pernikahan di syari • atkan supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia dunia akhirat dan ridha ilahi.

(9)

seorang muslim untuk melangsungkan pernikahan.

Demikian ayat al-Quran yang memerintahkan kita untuk menikah. Nabi Muhammad Saw., juga menekankan perintah untuk menikah dalam hadits yang tercantum dalam literatur-literatur hadits. Di antaranya aclalah sebagai berikut :

'

Ali\

J

\:9

.:>

Y.:.::

Cr.

l\i

I

セセ@

if

'

,, 0 jl ,,.,.. ,,,-;-' ,, 0 / / 0 ' ,, ,,

セ|I@

セ@

,, ,,

セ|@

ZLsセ@

/

」IェIiセ@

[[セqi@

/

セ@

,,

t

セ|@

セ@

,,

セM\BGZ@

||セセ@

セ@ ,, /.,, ,, ,, ,, ,.. ....-o

1 .I ... , WI I

G,..

[L⦅ゥGセセ@ GNBMQ|エNLNNZwLGG「NセGGG|GB@ ';II

( 1 - J r..S_; . 0 )_;) Mセ@ · :

DJ:

ryv-'-'

セ@

,-

cMセBBャ@

r

ゥヲIセセ@

Artinya : Dari Abdullah bin masud r.a ia berkata : Rosullullah bersabda kepada

kami: " hai kawn pemuda, apabila diantara kaum kuasa untuk kawin,

hendaklah ia kawin, sebab kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan: dan barang siapa tidak kuasa hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa. arena puasa itu penjaga baginya. Mutafaqun Alaih (H. R Bukhari clan Muslim)

Hadits di atas sangat jelas untuk menyatakankan bahwa menikah itu wajib

hukumnya bagi seseorang yang telah mempunyai kemauan clan kemampuan, khususnya telah sanggup memberikan sanclang pangan dan papan untuk kelangsungan hidup rumah tangganya kelak. Pernikahan yang clilakukan clengan

niat untuk menjaclikan sebagai ibadah clan agar menclapatkan keluarga sakinah

mawaddah clan rahmah merupakan esensi dari penikahan yang clianjurkan clalam Islam. Dari sebuah pernikahan kita banyak belajar bagaimana kita menyayangi

wanita, memimpin keluarga, bagaimana kita bersikap bijak clalam menghaclapi persoalan keluarga.

1

Al Hatidh lbnu Hajar al-Asqalani, Bu/ugul Maram, terjemah H. Moh Rifai dan Al Quasasy

(10)

Secara fitrah, rnenikah akan mernberikan ketenangan bagi setiap rnanusia, asalkan pernikahannya dilakukan sesuai dengan aturan Allah Swt., Zat Yang mencurahkan cinta dan kasih-sayang kepada rnanusia.2

Harnpir setiap Mukmin mernpunym harapan yang sarna tentang keluarganya, yaitu ingin bahagia; sakinah mawaddah warahrnah. Narnun, sebagian orang rnenganggap bahwa menciptakan keluarga yang sakinah rnawaddah warahmah serta langgeng adalah hal yang ticlak garnpang. Fakta-fakta buruk kehidupan rurnahtangga yang te1jacli di masyarakat seolah makin rnengokohkan asumsi sulitnya rnenjalm1i kehiclupan rumahtm1gga. Bahkan, ticlak Jarang, sebagian orang menjacli enggan menikah atau menuncla-nuncla

pernikahannya.

Sesungguhnya menikah itu bukanlah sesuatu yang menakutkm1, hanya

mernerlukan perhitungan cermat dan persiapan matang saja, agar ticlak rnenimbulkan penyesalan. Sebagai risalah yang syamil (menyeluruh) clan kamil

(sempurna), Islam telah memberikan tuntunan tentang tujuan pernikahan yang

harus clipahami oleh kaum Muslim. Tujuannya aclalah agar pernikahan itu berkah dan bernilai ibaclah serta benar-benar rnernberikan ketenangan bagi suarni-istri.

Dengan itu akan terwujucl keluarga yang bahagia dan langgeng. Hal ini bisa diraih

jika pernikahan itu clibangun atas clasar pernahaman Islam yang benar.3

Menikah henclaknya cliniatkan untuk mengikuti sunnah Rasullullah Saw.,

2

Miftah Farid!, 150 Ma.rnlah Nikah dan Ke/uarga, (Jakarta: Gema lnsani Press, 1999), h. JO

3

(11)

melanjutkan keturunan, dan menjaga kehormatan. Menikah juga hendaknya ditujukan sebagai sarana dakwah, meneguhkan iman, clan menjaga kehormatan. Pernikahan merupakan sarana clakwah suami terhadap istri atau sebaliknya, juga dakwah terhaclap keluarga keduanya, karena pernikahan berarti pula mempertautkan hubungan dua keluarga. Dengan begitu, jaringan persaudaraan dan kekerabatan pun semakin luas. Ini berarti, sarana clakwah juga bertambah. Pacla skala yang lebih luas, pernikahan Islami yang sukses tentu akan menjadi

pilar penopang clan pengokoh pe1juangan dakwah Islam, sekaligus tempat bersemainya kader-kader pe1juangan dakwah masa depan.4

Islam menganjurkan umatnya untuk melangsungkan perkawinan sebagaimana yang telah dicontohkan nabi Muhammad Saw. Pensyari'atan

perkawinan itu penting karena melihat beberapa kebutuhan sebagai berikut : I. Sebagai salah satu bentuk pengabclian pada Allah yang berl\jung pada ridha

Allah clan perolehan pahala.

Dengan menikah dan menghasilkan keturunan, maka kedua orang tua yang mencliclik ketunmannya dengan baik akan memperoleh pahala dari kebaikan yang clilakukan oleh keturunannya, baik semasa orang tua hidup maupun setelah meninggal clunia. Jika kedua orang tua diberi umur panjang, akan menuai hasil pencliclikan yang baik clari keturunan mereka berdua. Anak cucu pasti akan berbakti dan berbuat baik pada kedua orang tua dan tak akan menelantarkan kedua orang tua. Anak akan merasa bahwa budi kedua orang

4

lbnu Mahalli Abdullah Umar, Menyonsong Kehidupan Baru Penuh Dengan Berkah,

(12)

tua padanya tak akan pernah terbalas. Belum lagi pahala yang menunggu di akherat sebagai hasil kebaikan anak yang diperbuat akibat didikan orang tua. Selain itu anak-anak yang terdidik clengan baik akan selalu mencloakan keclua orang tua, baik semasa hiclup maupun setelah meninggal clunia. Sebuah kesempatan untuk menambah pahala setelah meninggal clunia.

2. Sebagai penyaluran hasrat biologis manusia clalam rangka menclapatkan keturunan.

3. Menjaga stabilitas sosial masyarakat.

Dengan aclanya pernikahan maka masyarakat akan te1jaga clari bencana

yang acla akibat エ・セェ。」ャゥョケ。@ perzinaan. Karena jika ticlak acla penyaluran nafsu

biologis di jalan yang seharusnya maka yang terjacli aclalah perzinaan. Seclang

perzinaan akan mengakibatkan bencana yang luar biasa clahsyatnya bagi

kemanusiaan. Oleh karena itu Allah menetapkan bahwa berzina aclalah closa

besar yang ketiga, setelah syirik clan membunuh manusia tanpa acla alasan

syar'i. Jika kita perhatikan, menyebarnya perzinaan akan merusak pribacli

yang berakibat rusaknya tatanan sosial masyarakat.

4. Menclapatkan ketenangan bagi jiwa manusia, sebagaimana firman Allah QS.

Ar-Rum ayat 21. Dalam ayat ini jelas clisebutkan bahwa ketenangan akan

(13)

wanita yang menikah dengan seorang pria5. Tanpa pernikahan tak alcan pernah

ada ketenangan jiwa walaupun hasrat biologis terpenuhi. Ini sekali lagi

mernbuktikan bahwa tujuan pernikahan tidak hanya sekedar rnenyalurkan

hasrat biologis.

Perkawinan rnerupakan suatu kebutuhan yang tak dapat dipungkiri dan hak

bagi setiap orang, Islam sebagai sebuah agama yang diwahyukan Allah melalui

nabi Muhammad Saw, telah rnenetapkan batasan-batasan tertentu tentang sesuatu

yang boleh dike1jakan dan yang harus dihindarkan, khususnya dalam rnasalah

perkawinan6

Dalam tiap masyarakat dengan susunan kekerabatan bagaimanapun,

perkawinan rnemerlukan penyesuaian dalam banyak ha!. Perkawinan menimbulkan hubungan baru tidak saja antara kedua mempelai, tetapi juga antara

kedua keluarga. Latar belakang antara kedua keluarga bisa sangat berbeda baik

asal-usul, kebiasaan hidup, pendidikan, tingkat sosial, tatakrama, bahasa dan lain

sebagainya. Karena itu syarat utama yang harus dipenuhi dalam perkawinan, kesediaan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dari masing-masing pihak. Pengenalan dan pendekatan untuk dapat mengenal watal( masing-masing pribadi dan keluarganya penting sekali untuk rnemperoleh keserasian atau keharmonisan

dalam pergaulan antara keluarga kelak kemudian. Perkawinan juga menuntut

5

Departe1nen Pendidikan dan I<ebudayaan, Kan1us Besar Bahasa Indonesia, (Jaka1ia: Balai

Pustaka, 1988), Ce!. I, h. 703

" Aziz Bachtiar, Menikahlah, Maka Engkau Akan Bahagia, (Yogyakmia: Ar-Ruzz Media

(14)

suatu tanggungjawab, antaranya menyangkut nalkah lahir dan batin, jaminan hidup dan tanggungjawab pendidikan anak-anak yang akan dilahirkan.

Berhubungan antara adat dan agama Islam di Minangkabau membawa

konsekwensi sendiri. Baik ketentuan adat, maupun ketentuan agama dalam mengatur hidup dan kehidupan masyarakat Minangkabau, tidak dapat diabaikan khususnya dalam pelaksanaan perkawinan. Kedua aturan itu harus dipelajari dan dilaksanakan dengan cara serasi, seiring clan sejalan. Pelanggaran apalagi

penclobrakan terhadap salah satu ketentuan adat maupun ketentuan agama Islam clalam masalah perkawinan, akan membawa konsekwensi yang pahit sepanjang hayat dan bahkan berkelaqjutan dengan keturunan.

Di Minangkabau yang clikenal clengan Adat Basandi Syarak, Syarak

Basandi Kitabullah, dalam arti kata semua hukum aclat mengacu ke hukum agama

(Islam). Semua aturan adat akan cliselaraskan clengan ketetuan Allah sebagai pedoman utama dalam menajalankan adat. Berbicara masalah perkawinan Minangkabu menerapkan aturan-aturan tentang perkawinan salah satunya perkawinan satu suku yang clianggap tabu (menurut hukum aclat) di ranah minang.

Tetapi kalau kita mengacu ke ketentuan Allah, tidak semua yang tergolong satu

suku (yang dilarang adat) yang juga clilarang agama. Bagaimana dengan bagian satu suku yang diperbolehkan oleh Allah?

Dalam ha! ini apakah "adat melakukan pembangkangan terhadap syarak,

(15)

baik dibanding tetangganya karena azas hukum adat minang mengacu ke agama, sehingga terbentuklah pribadi-pribadi "buya" dalam setiap diri masayarakat

minang ( dulu). Lalu kenapa masih ada yang menjalankan hukum yang bertentangan dengan hukum Allah?

Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan kajian

tentang perkawinan dalam sebuah skripsi dengan judul: "Perkawinan Satu Suku dalam Masyarakat Minangkabau Menurut Pandangan Hukum Islam (Studi

Kasus di Kecamatan Banuhampu Sumatcra Barat)"

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Di dalam penulisan skripsi ini agar dapat dicermati secara saksama dan diharapakan nantinya dapat memberikan kontribusi pemahaman yang

mendalam-penulis lebih menitikberatkan analisa masalah terhaclap norma-norma atau aturan-aturan hukum adat masyarakat Minangkabau, yaitu larangan melangsungkan

perkawinan bagi mereka yang satu suku. Karena larangffi1 dan segala

permasalahan yang berkaitan clengan perkawinan menurut hukum Islam itu luas,

maka penulis memberi batasan penyusunan skripsi ini aclalah pacla hal-hal yang hanya berkaitan dengan larangan perkawianan satu suku dilihat dari segi hukum

Islam.

Maka rumusan masalah dalam penelitian ini aclalah bahwa adat

(16)

satu suku dengan ancaman sanksi adat, yang sesungguhnya tidak dipermasalahkan dalam hukum Islam.

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis merinci beberapa identifikasi masalah sebagai berikut :

I . Apa alasan yang mendasari larangan kawin satu suku dalam masyarakat adat

Kecarnatan Banuhampu - Sumatera Barat?

2. Dalam bentuk apa saja sanksi adat terhaclap pelanggaran ketentuan perkawinan satu suku di Kecamatan Banuhampu - Sumatera Barat ?

3. Pandangan hukum Islam terhadap pelarangan perkawinan satu suku clalam masyarakat adat Kecamatan Banuhampu - Sumatera Barnt?

C. Tujuan clan Manfaat Penelitian

I. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai clalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui faktor penyebab pelarangan perkawinan satu suku. b. Untuk mengetahui sanksi aclat terhadap pelanggaran ketentuan perkawinan

satu suku.

c. Untuk rnengetahui bagaimana panclangan hukum Islam tentang larangan

(17)

d. Untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum Islam ( SHI ) pada Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang mgm dicapai dalam penyusunan skripsi 1111

adalah sebagai berikut :

a. Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan ilmiah, khususnya hukum Adat yang tedapat di Kecamatan Banuhampu - Sumatera Barnt dan hukum Islam.

b. Agar hasil penelitian ini bermanfaat bagi peneliti lain yang berminat untuk

menelusuri atau melakukan penelitian lebih mendalam tentang adat

istiadat daerah Kecamatan - Banuhampu Sumatera Bara!.

c. Memberikan pengetahuan kepada seluruh masyarakat Islam ldmsusnya

masyarakat Islam Kecamatan Banuhampu - Sumatera Barat tentang

pandangan hukum Islam terhadap larangan perkawinan satu suku.

D. Mctode Pcnelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Langkah-langkah yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:

l . Pengumpulan Data

a. Data Primer yait11 data-data yang diperoleh dari hasil pengamatan penulis

(18)

(Field Research) yaitu dengan jalan mengaclakan riset lapangan (observasi) yang bertujuan menghimpun data tersebut penulis menggunakan alat data clengan pecloman wawancara langsung dengan pihak yang terkait dan berhubungan clengan skripsi. Pihak yang terkait dalarn penulisan skripsi ini antara lain :

I) Erwan Sutan Makmur sebagai tokoh adat 2) Buya Khatib Muzakir sebagai tokoh agama

3) Abdul Ghafar Ismael sebagai tokoh adat clan agama

b. Data Sekunder aclalah data yang diambil dari bahan-bahan pustaka yang menunjang data primer clalam ha! ini data sekuncler diperoleh dari buku-buku hukum, majalah, artikel, internet, yang berlmbungan clengan

permasalahan penelitian ini.

2. Pengolahan Data

Pada tahap ini, semua data yang telah terhimpun clianalisa secara

kualitatif, dengan menggunakan metocle penalaran deduktif dan incluktif. Dan

clengan mengkorelasikan antara data yang satu dengan yang lain untuk rnelihat titik temu dan hubungannya, sehingga tersusun menjadi laporan

clalam bentuk skripsi.

3. Tahap Akhir

Untuk mencapai basil diatas, maka kajian clalam skripsi 1111

(19)

Kebudayaan), dengan cara ini dapat mempermudah penulis untuk mendeskripsikan argument berdasarkan premis-premis rangkaian logika.

kemuclian merumuskan hasil penelitian dalam bentuk kesimpulan hukum kajian dengan metode sebagaimana yang telah diuraikan.

Adapun sebagai pecloman penulisan clalam skripsi ini, penulis berpecloman pacla Buku Pecloman Penulisan Skripsi Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press, T. 2005.

E. Sistematika Penulisan

Agar penulisan skripsi ini lebih terarah clan sistematis, penulis membagi

menjadi lima bab yang cliclahului clengan kata pengantar dalam daftar isi clan

cliakhiri clengan daftar pustaka. Adapun sistematika penulisan skripsi ini yang clibagi ke clalam lima (5) bab, perinciannya sebagai berikut:

BABI

BAB II

BAB III

Pendahuluan, yang berisi Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan clan Manfaat Penelitian, Metoclolegi

Penelitian, clan Sistematika Penulisan.

Membahas tentang Tinjauan Umum Tentang Larangan Perkawinan

dalam Hukum Islam, ym1g mencakup tentffilg Pengertian

Perkawinan, Dasar Hukum Perkawinan, Rukun clan Syarat Perkawinm1, serta perkawinan yang Terlarang dalmn Islam.

Membahas tentang Konclisi Objektif Kecamatan Banuhmnpu

(20)

BAB IV

BABY

Singkat, Geografis dan Demografis, Agama, Pendidikan, Sosial Budaya dan Adat Istiadat, dan Kecamatan Banuhampu sebagai

Sampel Penelitian.

Menjelaskan tentang Perkawinan Satu suku Dalam Masyarakat Adat Kecamatan Banuhampu Sumatera Barat, yang mencakup Perkawinan Satu suku, Latar Belakang adanya Larangan Perkawinan

Satu suku, Sanksi Adat terhadap Larangan Perkawinan Satu suku

dan Analisa Hukum Islam terhadap Larangan Perkawinan Satu suku.

(21)

A. Pengertian Perkmvinan

Perkawinan atau pernikahan, yaitu akad yang sangat lrnat atau mitsaqan gho/izhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah dan bertujuan untuk mewujudkan kedudukan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.1

Perkawinan dalam bahasa Arab disebut

(Ct.s.l.!i )

penge1iian perkawinan dalam hukum Islam ada dua macam, yaitu:

I. Pengertian perkawinan menurut bahasa, yaitu:

A1iinya: "Nikah (perkawinan) menurut bahasa adalah berkumpul dan bersatu ".

Pengertian di atas dapat dijelaskan dengan sebuah ungkapan bahasa Arab:

'"1'j\

セ@

:.

セG@

..

セセ@

Qェセ@

, , ,

1

Departen1en Aga1na, Ko111pilasi /-Juku111 !sla1n di Indonesia, (Jakarta: Dirjen Bimbaga Isla1n,

\ 992). h. 20.

2 Syarbaini Khatib, Mug/mi Al-Mukhtaj, (Mesir: Mustafa al-Baby al-Halaby, 1377H/1958) h.

87

3

Abdurrahrnan al-Jaziri, Kitab a/-Fiqh 'Ala Madzhab al-Arba'ah, Mesir, Daar al-Irsyad

(22)

Artinya: "tumbuh-tumbuhan itu kawin apabila telah cenderung (bersatu) dengan yang lainnya".

J elasnya pengertian perkawinan menurut arti kata dalam bahasa Arab adalah bersatu, berkumpul, clan berhubungan, yaitu merupakan suatu perbuatan yang clapat dilakukan oleh clua orang yakni suami dan isteri.

Seclangkan pengertian perkawinan menurut Mahmud Yunus yang

terclapat clalam kitab kanms bahasa Arab Indonesia adalah nikah berasal dari

kata "nakaha" HセI@ "yankihu" HセI@ "nikahan" (l...:..W) yang artinya

. • 4 inengaw111L

2. Pengertian perkawinan menurut syara', yaitu:

Beberapa Imam Mazhab memberikan pengertian tentang perkawinan,

sebagai berikut:

a. Imam Abu Hanifah:

Artinya: "Nikah adalah suatu akad dengan tiguan memiliki kesenangan

secara sengaja ".

" Mahmud Yunus, Kanrns Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Pene1jemah al-Quran, 1973), Cet. ke-1, h. 467.

5

(23)

b. Imam Maliki:

Artinya: "Nikah adalah suatu akad yang mengandung ketentuan hukum semata-mata untuk membolehkan watha ', bersenang-senang dan menikmati apa saja yang ada pada diri seorang perempuan yang boleh dinikahinya ".

c. Imam Syafi' i :

Artinya: "Nikah adalah suatu akad yang mengandung pemilikan "wathi" dengan menggunakan kata menikahkan atau mengawinkan atau kata lain yang menjadi sinonimnya ".

d. Imam Hambali:

Artinya: "Nikah adalah suatu akad dengan menggunakan lafadz-lafadz inkah a tau tazwij untuk manfaat (menikmati) kesenangan ".

6

Ibid., h. 2.

7

Ibid, h. 3

8

(24)

Dari beberapa pengertian yang diberikan oleh para Imam di atas, dapat disimpulkan bahwa nikah adalah akad antara pria dan pihak wanita untuk saling memiliki, bersenang-senang dalam pergaulan suami dan isteri untuk membentuk keluarga (rumah tangga) dengan menggunakan kata-kata cl.S.j\, i::;-.JJ.:i atau menggunakan kata lain yang semakna dengan dua

kata tersebut.

e. .Talaluddin al-Mahalli, menyatakan sebagai berikut:

Artinya: "Nikah menurut syara · adalah suatu akad yang mengandung bolehnya bersetubuh dengan menggunakan lafadz-lafadz "inkah

atau tazwij ".

f. Menurut Prof. Ibrahim 1-Iosen, "Menikah itu adalah akad yang telah diatur oleh agama untuk memberikan kepada pria hak memiliki penggunaan

terhadap faraj wanita dan seluruh tubuJmya untuk keuikmatan sebagai • • ,, I 0

tu.Juan pruner .

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa perkawinan

adalah suatu akad untuk menghalalkan hubungan pergaulan antara suami dan isteri menurut syara', serta bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah

9

Ja\a\uddin al-Mahalli, Minhaj at-Thalibin, (ak-Qahirah: Ihya Kutub al-Arabia, 1371 H/1950 M), Juz 3, h. 207

'0 Ibrahim Mosen, Fiqh Perbandingan da!am Masai ah Nikah, Thalak, Ruju' dan Hukum

(25)

tangga) bahagia yang diridhai oleh Allah SWT. Berdasarkan finnan Allah surat ar-Ruum ayat 21:

Artinya: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa ten/ram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramua rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu

benar-henar terdapal tanda-tanda bagi kaum yang be1jikir". ( Q.S.

Ar-Ruum/30: 21)

Oleh karena itu, secm·a luas perkawinan dalam Islam mempunyai arti:

a. Mernberikan alat untuk mernenuhi kebutuhan emosi dan seksual yang sah

dan benar.

b. Suatu mekanisme untuk mengurangi ketegangan.

c. Cara untuk memperoleh keturunan yang sah. d. Mempunyai fungsi sosial.

e. Mendekatkan hubungan antara keluarga dan solidaritas kelompok. f. Merupakan perbuatan ュ・ュセェオ@ taqwa.

g. Merupakan suatu bentuk ibadah, yaitu pengabdian kepada Allah dan

(26)

B. Dasar Hukum Perlrnwiuan

Pada dasarnya pernikahan itu diperintahkan atau dianjurkan oleh syara'. Sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah:

(fJ ,,. " / ,,. ,.-.J. " "' J ,,. ,,. ,,,

' ; / \ \"°"':

:--=o>-

\Iセ@

t

|NAセェ@

Pセj@

c.?

:W\

セ@

;...<J

y\.b

セ@ |セャェ@

セ@ ,... }

(1 : z./,.WI) ....

[[ZゥLNNN|セ@

i)..W

, ,

Artinya: " ... maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: duct, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,

maka (kawinilah) seorang saja ... " (QS. An-Nisa' /4: 3)

Di dalam hadits Rasulullah Saw, dapat juga ditemukan mengenai sari'at

atau hukum pernikahan:

Artinya : Dari Abdullah bin masud r.a ia berkata : Rosullullah bersabda kepada

kami: " hai kaum pemuda, apabila diantara !mum kuasa untuk kawin,

hendaklah ia kawin, sebab kawin itu lebih lcuasa untuk menjaga ma/a dan kemaluan: dan barang siapa tidak kuasa hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa, arena puasa itu penjaga baginya. Mutafaqun Alaih (H. R Bukhori dan Muslim).

Di dalam hukum Islam terdapat tingkatan atau penggolongan hukum,

yaitu wajib, sunnah, makruh, mubah dan haram. Dasar hukum perkawinan banyak

disebutkan di dalam Quran dan hadis, diataranya:

11

(27)

1. Wajib

Bila seseorang dilihat dari pertumbuhan jasmaniyahnya layak sekali

untuk kawin. nafsunnya sudah mendesak, takut te1jerumus dalam pezinaan dan mampu memberikan nafkah lahir dan batin, maka wajiblah ia kawin. Karena menjauhkan diri dari haram adalah wajib, sedangkan untuk itu dapat

dilakukan dengan baik, kecuali dengan jalan kawin.12 Karena Islam memperingatkan bahwa dengan kawin, Allah akan memberikan kepadanya kehidupan berkecukupan, menghilangkan kesukaran-kesukaran dan memberikan kekuatan, yang mampu mengatasi kemiskinan, sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya: "Hendaklah kamu kawini orang-orang yang meranda di antaramu dan orang-orang yang saZeh di antara hambamu yang Zaki-Zaki dan hambamu yang perempuan. Jika mereka itu orang miskin, Allah akan mengayakan mereka dengan karunia-Nya. Allah Zuas dan

(karunia-Nya) lagi maha mengetahui" (Q.S. an-Nuur/24: 32)

Untuk orang yang tidak dapat menahan hawa nafsunya harus banyak

berpuasa, sebagaimana hadis Rasulllullah saw:

;;:, \ / / / / / .l\, " ,..,.,,

セ@

セQ@

jセセオ@

jセ@

Zjセ@

セ@

セQ@ セセ@

::,;::.

J.

セQ@ セ@

:;.s:G-,, / / / / ....

/ / / 0 / ,,,.. 0 j. j!. ,.. / セ@ ,.. "

セセ@

ᄋ」IZヲI⦅セ@

ッセwi@

セ@

l

セi@

;,.

LケQ[セ[Ni|@

'_;; ::

t;.

ZセI@

セ@

Aili

,.. ,.. / ,,. /

12

(28)

Artinya: "Dari Abdullah bin Mas 'ud berkata: Rasulullah bersabda kepada kami. Wahai kaum pemuda, barang siapa yang sanggup di antara kalian memberikan nafkah maka kawinlah. Sesungguhnya dengan menikah akan menundukan pandangan, menjaga kehormatan dan barang siapa yang tidak menahan nafaunya maka berpuasalah, karena dengan berpuasa dapat mengendalikan nafau''. (Riwayat Bukhari-Muslim)

2. Sunnah

Adapun bagi orang yang nafsunya telah mendesak lagi mampu untuk

menikah, tetapi masih dapat menahan dirinya untuk melakukan zina, maka

baginya sunnah hukumnya.14 Namun jika ia sudah mampu untuk kawin dan

mempunyai pencaharian untuk biaya hidup bekeluarga, maka lebih baik cepat

kawin, karena Nabi saw suka pada orang yang kawin dan mempunyai

keturunan, agar beliau dapat membanggakan jumlah umatnya pada umat lain,

ha! ini sesuai dengan sabda Nabi saw :

13 Imam Abi Husaini Muslim Bin Hajj a;, Shahih Muslim, (Mesir: Daar al-Kutub al-Arabiyah,

1981), h. 1018-1019

14

Abd Rahman Ghazali, Op.Cit, h. 19

15

Al-Hafiz Bin Hajar al-Asqalani, Bu/ugh a!-Maram, Ar-Riyadh, al-Maa'rif, I 417H/I 996M,

(29)

Artinya "Dari Anas bin Malik ra berkata Rasullullah saw menyuruh kepada kami untuk menikah dan melarang keras untuk membujang, lalu bersabda: "Kawinlah kalian dengan wanita yang subur dan mempunyai kasih sayang Karena sesungguhnnya aku sangat bangga dengan umatku yang mempunyai keturunan yang banyak

pada hari kiamat nanti ". (Riwayat Ahmad bin Hambal)

3. Haram

Seseorang yang akan mengaw1111 dengan maksud menyakiti, menganiaya atau mempermainkannya, maka ia haram mengawini wanita itu.16 Apalagi tidak mampu menenuhi nafkah lahir dan batin isterinya serta nafsunya tidak mendesak maka haramlah ia kawin.17

4. Mubah

Menikah dimubahkan bagi seseorang atau laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan segera kawin atau karena alasan-alasan yang mengharamkan untuk kawin, maka hukunmya mubah.18

5. Makruh

Adapun menikah makruh hukumnya bagi laki-laki yang lemah

syahwatnya dan tidak mampu memberi nafkal1 kepada isterinya walaupun ia kaya dan tidak merugikan isterinya, ia lebih baik tidal' kawin dahulu karena

apabila ia kawin takut membawa kesengsaraan bagi isterinya. 19

16

Bakri A Rahman dan Ahmad Sukarja, Hukum Perkmvinan l!lam dan Hukum Perdatal BW,

(Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1998), h. 22

17 Abd Rahman Ghazali, Qp.Cit, h. 20

18

Ibid., h. 21

(30)

C. Rukun dan Syarat Pcrkawinan

34

Rukun dan syarat dalarn Islam merupakan dua ha! yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, karena kebanyakan dari setiap aktivitas

i badah yang ada cl al am agama Islam, senantiasa ada yang namanya rukun dan syarat, sehingga bisa dibedakan dari pengertian keduanya adalah syarat yang

merupakan suatu ha! yang harus ada dan terpenuhi sebelum melakukan suatu perbuatan, sedangkan rukun merupakan suatu ha! yang harus ada atau terpenuhi pada saat perbuataan dilaksanakan.

Kaitannya dalam bidang perkawinan adalah bahwa rukun perkawinan adalah merupakan sebagian dari hakikat perkawinan seperti harus adanya laki-laki

dan perempuan, wali, akad nikah dan saksi. Semua itu adalah sebagian dari hakikat perkawinan dan tidak dapat te1jadi suatu perkawinan kalau tidak ada salah

satu dari rukun perkawinan di atas. Maka yang clemikian itu clinamakan

l . 20

per rnwman.

Aclapun syarat merupakan suatu yang mesti ada clalam perkawinan tetapi

tidak termasuk sa!ah satu dari bagian hakikat perkawinan itu, misalnya saja syarat wali itu laki-laki, baligh, berakal, dan sebagainya. Lebih lanjut penulis akan

menjelaskan mengenai rukun dan syarat perkawinan, sebagai berikut: I. Rukun Perkawinan

.Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu tercliri clari :

(31)

a. Adanya calon suami isteri yang akan melangsungkan perkawinan.

Sudah rnenjadi sunnatullah bahwa makhluk dijadikan oleh Allah SWT di

muka bumi ini dengan berpasang-pasangan tennasuk manusia.

Sebagai makhluk sosial, manusia jelas rnembutuhkan teman hidup dalam

masyarakat yang diawali dengan membentuk kelurga sebagai unsur

masyarakat terkecil. Allah SWT, berfirman dalam surat Adz Dzariyat. 51 :

49 yang berbunyi :

Artinya : "Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah. " (Q.S Adz Dzariyat. 51 . 49)

b. Adanya wali dari pihak calon perempuan

Aqad nikah dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya

yang akan menikahkannya.

c. Adanya dua orang saksi

Pelaksanaan aqad nikah akan sah apabila ada dua orang yang

menyaksikan aqad nikah tersebut, sebagaimana hadits Rasulullah .S.A.W.

yang diriwayatkan oleh ad Daruquthny dari 'Aisyah, bahwa Rasulullah

S.A. W. bersabda :

21

(32)

Artinya : Tidak sah perkawinan kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil (HR. Daruquthny)

d. Sighat akad nikah, yaitu ijab qabul yang diucapkan oleh wali atau

wakilnya dari pihak wanita, clan dijawab oleh calon pengantin pria. Sedangkan rukun nikah yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam:

a. Calon suami b. Calon isteri c. Wali nikah d. Dua orang saksi

e. Akad nikah (ijab dan qabul)22

Lima rukun itulah yang selama ini dijadikan lanclasan hukum bagi

orang-orang Islam di Indonesia yang ingin melaksanakan perkawinan secara

resmi (tercatat) di Kantor Urusan Agama (KUA).

Sedangkan Maskawin (Mahar) dalam Islam merupakm1 salah satu upaya mengangkat harkat clan martabat wanita, walaupun mahar ticlak termasuk rukun clari nikah tetapi Islam mewajibkan seorang laki-laki ym1g

akan menj acli suaminya untuk memberikan mahar kepaclanya, yang tidak

pernah diterima sebelum Islam datang. Disamping sebagai suatu hak wajib

baginya, mahar juga merupakan penghormatan hak-hak wanita, klmsusnya

dalam masalah harta. Mahar ticlak dimaksudkan sebagai harga kehormatan cliri wanita yang membuatnya tunduk pada suami, km·ena masalah keharusan

22

(33)

taat dan melayani suami termasuk dalam hak dan kewajiban yang hams dilaksanakan oleh masing-masing suami istri. Karena itu, mahar tidak ada ketentuan besar dan banyaknya yang pasti, tetapi diserahkan pada kerelaan masing-masing.23 Sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nisa' ayat 24:

J / ,- ,;: / ,, J ,, ....

セ@

cb

llj

GセBA@

Z[セ[NMイ@

Z[⦅イセ@

, ,

r.iJo oJl.0..-0..-0\I''.

·...a...:...a 4.J ... Q .. •• セ@

U'\l,,. LLセi@

( \ t :

z

OセwiI@

.... •' ;,

1

)1

.k!

0--

セ@

;.

:.:>·I]

セ@

,,, ,, ,, ,,. ,,.,, ....

Artinya: " ... .lvfaka isteri-isteri yang telah kamu ni'mati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu . .... " (QS. an-Nisa' /4: 24).

Hukum Memberi Maskawin (Mahar)

Di masa jahiliyah seorang wanita tidak dapat memiliki suatu hak atas harta, hingga dalam ha! mahar yang merupakan pemberian dari calon suami.

Pada rnasa itu, orang tua atau wali si wanita sajalah yang dianggap berhalc atas mahar tersebut. Wanita yang akan menikah tidak pernah berhak mernperoleh

mahar, menentukan ataupun menetapkan kadarnya. Lebih tragis lagi, ha!

itupun disalahgunakan, seperti yang kita ketahui adanya praktik nikah yang

disebut dengan nikah sighar, Dalam nikah ini, malrnr tidalc berupa barang yang biasa pada umumnya, tetapi suatu barter rnanfaat yang dari segi syariat

kurang layak. Yaitu seorang wali mernbolehkan wanita yang ada dalam

perwaliannya untuk dinikahi dengan syarat wali itupun dibolehkan menikahi

" Tuntunan Keluarga Sakinah bagi Remaja Usia Nikah, (Departemen Agama RI: Ditjen

(34)

wanita yang dalam perwaliannya pula. Atau dalam perkataan lain, dua ayah saling memberikan anak gadisnya (tukar) untuk mereka kawini masing-masing dengan tanpa maskawin lagi.24

Di saat Islam datang tradisi buruk yang merendahkan martabat wanita

ini mulai diperbaiki, yaitu dengan jalan memberikan suatu hak dalam harta, yakni mahar. Seorang suami diwajibkan memberi mahar kepada istrinya sebagai penghormatan baginya, dan kepemilikannya itu melekat pada dirinya

bukan pada orang tua atau walinya, kecuali apabila wanita itu memberikan r

dan merelakannya. -' Adapun keharusan memberi mahar ini, sebagai dasar hukumnya adalah firman Allah Swt., :

Artinya: "Berikanlah maskawin (mahm) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. .. " (QS. an-Nisa'/4: 4).

Ayat ini menunjukkan kewajiban memberi mahar kepada istri.

Meskipun demikian si, istri boleh saja memberikan mahar itu kepada suami atau orang tuanya apabila benar-benar rela, tanpa paksaan, bukan karena malu

. 1·1 76

atau tipu mus

11at.-2

" Ibid, h. 123

25

Ibid., h. 124

(35)

136

Kadar Mahar

Dalam syariat Islam tidak ditentukan banyak atau sedikitnya mahar yang harus diberikan kepada calon istri, tetapi yang menjadi tolok ukurnya adalah bahwa mahar itu berupa barang atau manfaat yang bernilai tanpa melihat sedikit atau banyak, maka dibolehkan sebuah cincin dari besi, secangkir kurma atau berupa pengajaran Al-Quran dan sebagainya, asalkan kedua pihak (mempelai laki-laki dan wanita) sama-sama rela.27

Imam Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmizi meriwayatkan hadis dari Amir bin Rabi'ah yang menyatakan bahwa seorang perempuan Bani Fazarah dikawinkan dengan mahar sepasang sandal. Rasulullah SAW bertanya

kepada,wanita itu: "Apakah engkau rela dirimu dan milikmu dengan sepasang

sandal?" Jawab wanita itu: "Ya". Maka Rasulullah SAW membolehkannya.28 Inilah aj aran Islam ten tang mahar seorang wanita. N amun dewasa ini

masih terdapat masyarakat yang berpegang kepada adat jahiliyah dalam

pemberian mahar yang berlebih-lebihan (memberatkan) dan menolak untuk

mengawinkan pntrinya kecuali dengan mahar yang tinggi. Sebagai umat Islam yang menyukai keutamaan hendalmya memberikan mahar yang layak, dalam

arti tidak terlalu berlebihan dan tidak pula terlalu sedikit hingga tampak

27

Ibid, h. 127

(36)

kurang bermii, tetapi disesuaikan dengan kondisi keluarga pihak istri maupun pihak suami.

2. Syarat-syarat perkawinan

Dalam perkawinan selain adanya lima rukun nikah yang diuraikan o!eh penulis di alas, perkawinan juga mempunyai syarat yang hams dipenuhi

oleh kedua calon mempelai agar perkawinan itu sah dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Adapun syarat-syarat sah perkawinan: a. Syarat bagi mempelai laki-laki

I) Cal on isterinya ini bukan mahramnnya baik karena pertalian darah

(nasab) maupun karena sepersusuan dan kekeluargaan.

2) Tidak beristeri empat.

3) Tidak dipaksa ( dengan kemauannya sendiri)

4) Tertentu orangnya baik laki-laki ataupun yang perempuan

5) Jelas ia seorang !aki-laki (tidak banci) 6) Mengetahui siapa calon isterinya 7) Ia sedang tidak melaksanakan ihram

S I. 29

8) eorang mus 1111

b. Syarat bagi mempelai wanita

I) Calon suaminya itu bukan mahramnya baik karena sepetalian darah (nasab) maupun karena sepersusuan dan hubungan kekeluargaan

29

(37)

2) Tidak atau bukan isteri orang lain 3) Tidak dalam masa iddah dari suaminya 4) Tidak dipaksa (kemauan sendiri)

5) Seorang muslimah atau seorang ahli kitab (perempuan nasrani atau yahudi) ha! ini sesuai dengan hadis Nabi saw:

:;, ,,

"

(/; ,, / .\ ,... ,...

セ@

,,

セI@

セ@

,,

c.JJ1

:;.i1 ,;;-

Zセ@

c.JJ1

セI@

o;;

セイZZ[N@

,, ,,, ,,.. ,,

,... ,, Cl ,, ,... '}t 0

」ZNaNセ@

p u

セNNuェ@

4-Jc:..;Jj

lg

Zセ@

..

:.Jj

4-Jw :

Nセ@

'J

ol';JI

/ ,, /,,,, ,, ,, ,, ,... ,,.. ,,

セ@

,,..

'· (c>l.

_rll

o\JJ)

:!Jl:i.;'

G.;)

JJJI

, , Artinya: "Dari Abu Hurairah r.a Nabi bersabda: wanita itu dinikahi

karena 4 faktor: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah yang beragama mudah-mudahan engkau akan diberkati". (Riwayat Tirmidzi)

6) J elas ia seorang perempuan 7) Tertentu orangnya

8) Ia sedang tidak menge1:jakan ihram.31

c. Syarat bagi wali nikah

1) Baligh

2) Berakal (tidak gila)

3) Laki-laki

4) Seorang muslim

5) Ia tidak sedang ihram

'°Al-Hafiz Bin Hajar al-Asqalani, Op.Cit

(38)

6) Barus adi132

Wali adalah orang yang mengakadkan nikah menjadi sah, nikah tanpa wali adalah tidak sah. Wali adalah ayah dan seterusnya.

Wali dalam pernikahan rnerupakan suatu ha! yang harns dipenuhi bagi calon rnernpelai wanita yang hendak rnenikah atau memberi izin

pernikahannya. Wali dapat langsung melaksanakan akad nikah atau mewaki lkannnya kepada orang Iain. Yang be1iindak sebagai wali adalah

seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukurn agarna seperti yang telah disebutkan di atas sebagai syarat-syarat wali.33

Ada beberapa macam wali yang bertindak sebagai wali:

I) Wali mujbir, yaitu: Ayah, kakek dan seterusnya rnenurut patrilineal dari perempuan yang akan dinikahkan itu. Adapun wali mujbir adalah yang dapat memaksa anaknya nntuk menikah.

2) Wali nasab, yaitu orang laki-laki yang mempunyai lrnbungan keluarga dengan anak perempuan yang akan dinikahkan menurut garis patrilineal (saudara Jaki sebapak beserta keturunam1ya yang laki-laki dan paman ( kandung/sebapak) beserta keturunannya).

3) Wali hakim, yaitu orang yang ditunjuk dengan persetujuan kedua

belah pihak.

32

Ahmad Rafiq, Hukum ls/am di Indonesia, (Jakmta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), h. 71

(39)

d. Syarat syarat saksi:

1 ) Baligh

2) Seorang muslim

3) Laki-laki

4) Merdeka

5)

Adil

6) Tidak tuli

7) Tidak buta

8) Tidak bisu

9) Mengerti maksud ijab qabul I 0) Tidak ghafil (pikun)

11) Berakal baik (tidak gila)

12) Tidak ditentukanjadi wa!i34

Sayyid Sabiq mengatakan syarat untuk menjadi saksi harus berakal sehat, dewasa dan mendengarkan pembicaraan dari kedua belah pihak

yang berakad tersebut dan mengetahui bahwa ucapan-ucapan itu

maksudnya sebagai ijab qabul pernikahan. Jika yang menjadi saksi

anak-anak atau orang gila atau orang yang sedang mabuk, maka pernikahannya tidak sah, sebab mereka dipanclang ticlak acla.35 Allah swt berfirman:

,., Ahmad Rafiq, Op.Cit., h. 72

35

(40)

A1iinya: "Dan adakanlah dua orang ウ。ォセゥ@ dari saksi laki-laki kalanganmu, jika tidak ada dua orang laki-laki, maka cukup seorang laki-laki dan dua orang perempuan yang kamu sukai

untuk menjadi saksi ". (Q.S.Al-Baqaarah/2: 282)

D. Perkawinan yang Dilarang dalam Hukum Islam

Allah menganjurkan kepada kita untuk menikah, dan memberikan kepada kita berbagai anugerah berupa tempat tinggal, keharmonisan, anak, dan pahala

setiap kali seseorang "mendatangi" istrinya. Tetapi Allah tidak membiarkan untuk kita perkara ini menjadi sia-sia dan tanpa aturan. Bahkan Dia melarang kita dru·i berbagai jenis jenis pernikahan yang pernah ada di masa Jahiliyyah.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KI-II) dijelaskan tentang larang

perkawinan, terdapat pada pasal 39 yang berbunyi36:

Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang

wanita disebabkan:

1. Karena pe1ialian nasab:

a. Dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya;

b. Dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu; c. Dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya.

36

(41)

2. Karena pertalian kerabat semenda:

a. Dengan seorang wanita yang melahirkan isterinya atau bekas isterinya;

b. Dengan seorang wanita bekas isteri orang yang menunmkannya;

c. Dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan bekas isterinya itu qobla al dukhul;

d. Dengan seorang wanita bekas isteri keturunannya. 3. Karena pertalian sesusuan:

a. Dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas;

b. Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah;

c. Dengan seorang wanila saudara sesusuan, dan kemenakan sesusuan ke

bawah;

d. Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas; e. Dengan anak yang disusui oleh isterinya dan keturunannya

Sedangkan perkawinan yang terlarang menurut Islam, di antaranya adalah beberapa berikut ini:

1. Perkawinan dilarang karena Melanggar Tnjuan Penetapan/Ketentuan

Allah.

a. Nikah Syighar

(42)

"Alrn nikahkah anak perempuan aim dengan engkau dengan syarat engkau nikahkan pula anak perempuanmu denganku". Pernikahan yang semacam ini tidak sah karena maskawinnya tidak ada, sedangkan maskawin adalah bagi perempuan yang dinikahi. Dalam nikah syighar ini maskawinnya ialah perempuan yang dinikahi itu.37 Perkawinan semacam ini dilarang sebagaimana hadits Rasulullah saw:

1A(l£Jb:01 o\JJ)

jiセ@

1:

セGNA@ セI@

セ|@

, ,

Artinya: "Dari Ibnu Umar ra, bahwa Nabi saw. telah melarang Syighar dalam berakad, dan yang dimaksud dengan sighar ialah seseorang yang menikahkan anak perempuan dengan perjanjian dinikahinya pula anak perempuan dari laki-/aki yang menikahkan anaknya, dan tidak ada maskawin antara

keduanya" (H.R. Buhkari).

Berdasarkan hadits di atas, jumhur ulama berpendapat bahwa perkawinan tidak dibenarkan, karena itu hukumnya batal. Tetapi Abu Hanifah berpendapat bahwa kawin syighar itu sah, hanya saja bagi tiap-tiap perempuan yang bersangkutan wajib mendapatkan mahar yang sepadan dari masing-masing suaminya, karena kedua laki-laki yang menjadikan pertukaran anak perempuannya sebagai mahar tidaklah tepat, sebab wanita itu bukanlah sebagai barang yang dapat dipertukarkm1

37

H. lbnu Mas'ud, H. Zainal Abidin, S, Fiqhi Mazhab Syafi'i, (Bandung: Pustaka Selia,

2000), h.300.

38

Muhammad bin lsma'il Abu Abdullah Al-Buhkhari Al-Ju'fi, Shahih Al-Bukhari, (Beirut:

(43)

sesama mereka. Dalam perkawinan ini yang batal adalah dilihat dari segi maharnya, bukan pada akad nikahnya sebagaimana kalau suatu perkawinan dengan memberikan persyaratan memberikan rninuman khamar atau memakan babi, maka akad nikahnya disini tidak batal dan bagi perempuannya berhak atas rnahar mitsii.39

Sebab Lara11ga11 Kawin Syighar

Para ulama berbeda pendapat tentang sebab-sebab dilarangnya

kawin sernacam ini.

Ada yang berpendapat: karena sifatnya yang masih menggantung, umpamanya dikatakan begini: tidaklah saudara dapat ュ・Qセ。、ゥ@ suami

anakku sebelum anak saudara jadi istri saya. Tetapi ada pula yang

berpendapat bahwa sebabnya itu karena menjadikan kelamin sebagai hak

bersama, di mana kelamin masing-masing pihak dijadikan sebagai pembayaran mahar yang satu kepada yang lainnya.

Hal ini berarti mendzalimi kedua perempuan tersebut dan merampas hak mahar dari perkawinannya. Ibnu Qayyim mengatakan,

pendapat ini sesuai dengan asal arti kata Syighar itu.40

"M. Thalib, Op.Cit, h. 85-86.

(44)

b. Nikah Mut'ah

Nikah Mut'ah ialah nikah yang tujuannya semata-mata untuk melepaskan hawa nafsu belaka, untuk bersenang-senang dan diadakan

I I . 41

untu ( wa (tu yang tertentu sqia

Empat Imam Mazhab sepakat bahwa nikah mut'ah adalah batal, yang mana pernikahan itu adalah seorang laki-laki menikahi seorang perempuan selama batas waktu tertentu. Umpamanya, seseonmg

mengatakan"Aku nikahi kamu selama satu bulan atau dua bulan", dan

sejenisnya 42.

Nikah Mut'ah ini pernah dihalalkan oleh Rasulullah saw. pada zamannya, tetapi kemudian beliau mengharamkannya untuk selama-lamanya sampai hari kiamat.43 Rasulullah saw. bersabda:

jセセ@

セ@

0l5--

if

lゥセ@

セlAヲ@

01

セQ@

;::;,.. ;;

セIQ@

Zヲセ@

セ@

,,. ,, ,,. ,,. ,,, ,.,

,,. J ,,. "' ,,. J,,. ,,. ,.,,,. rJJ ,.,. " Ill \

8.)\

:.:_.:s-

Jj 'cl} LJI 1'-1

l5''

IS

:Jw

セャセ@

..

'J

..:u.

Aili

\'A

Aili

<..!" セ@ -

r-

..

lS"""'

,,.

..

,,. ,, ,.,

,.. '"\ "' ,;J J ,..

Jj

Aili

01)

セlャャ@

セ@

c._1;:.,'. ..

セQ@

セ@

ts:J

,, ,,. .... ,.., /

..

,.,.

41 [(a1nal Muchtar,

Asas-asas Hukun1 Jsla1n tentang Perkawinan, (Jaka1ia: Bulan Bintang,

1974), h.111.

·12 Syei<h Al-'Allamah Muhammad bin Abdurrahman Ad-Damasyqi, Fiqih Empat Mazhab, (Bandung: Hasyimi Press, 2004), h.35 J.

(45)

4,h.66

Artinya: "!Yfenceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Namir, Menceritakan kepada kami Bapakku, Menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Umar, Menceritakan kepada kami Rabi' bin Sibrah Al-Juhni, Bahwa Bapalmya menceritakan bahwa ia bersama Rasulullah saw., bersabda Rasulullah saw.

"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku telah

mengizinkan kamu berisitimta' (melakukan kawin mut 'ah) dengan wanita. Dan sesungguhnya Allah telah mengharamkan yang demikian sampai hari kiamat, maka barang siapa yang ada di sisinya (perempuan), maka laluilah jalannya dan janganlah kamu mengambil sesuatu yang telah kamu berikan

kepada mereka sedikitpun ". (H. R. Muslim)

Adapun sebab-sebab diharamkannya kawin mut' ah adalah sebagai b '] en mt: · 45

Pertama, perkawinan seperti ini tidak sesuai dengan perkawinan

yang dimaksudkan oleh Al-Qur'an dan perkawinan ini juga tidak sesuai dengan akibat hukum yang ditimbulkan dalam perkawinan yang dibenarkan seperti, adanya wajib iddah, rujuk, adanya hak mempusakai (waris), dan nasab, dan dalam masalah ini pun tidak ada !consensus ulama. Jadi, perkawinan semacam ini batil,46 sebagaimana bentuk perkawinan-perkawi11an lain yang dibatalkan Islam.

44

Abi Al-Husain Muslim Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisabury, Op. Cit., h. 1025

45

M. Thalib, Op.Cit., h.63.

46

(46)

Kedua, banyak hadits-hadits yang dengan tegas menyebutkan hararnnya.

Ketiga, Urnar bin Khattab ketika menjadi khalifah dengan

berpidato di atas rnimbar rnenghararnkan nikah mut'ah dan para sahabatpun menyetujuinya, padahal mereka tidak mau menyetujui

sesuatu yang salah, andaikata menghararnkan kawin mut'ah itu salah.

Keempat, Al-Khattabi berkata: Hararnnya kawin mut'ah itu sudah ijma', kecuali oleh beberapa golongan aliran Syi'ah.

Kelima, kawin mut'ah sekedar bertujuan pelampiasan syahwat, bukan untuk mendapatkan anak dan memelihara anak-anak, yang keduanya rnerupakan rnaksud pokok dari perkawinan.

Praktek nikah mut'ah hanya bertujuan untuk melampiaskan hawa nafsu saja, bukan untuk mendapatkan anak atau memelihara anak serta membangun mahligai rumah tangga yang adil, yang keduanya merupakan tujuan pokok dari perkawianan. Karena ini nikah mut'ah disamakan dengan zina, dilihat dari segi tujuannya untuk semata-mata bersenang-senang (mujarradul ladzat).

(47)

anak mendapatkan pemiliharaan, pendidikan dan nafkah dari rizki yang halal dan lainnya.

c. Nikah yang Kurang Salah Satu Syarat dan Rukunnya

Apabila suatu pernikahan clilaksanakan clalam keaclaan kurang salah satu syarat-syarat atau salah satu rukun-rukunnya, maka nikah itu clinyatakan batal, clan nikah itu clianggap ticlak pernah terjacli.47

d. Nikah Tahlil

Nikah tahlil adalah perkawinan untuk menghalalkan kembali hubungan isteri seseorang yang telah clitalak tiga kali.48 Berkenaan clengan nikah ini, Rasulullah Saw., bersabcla:

Artinya: "Dari Jbnu Mas 'ud r.a, ia berkata: Rasulullah saw. mengutuk

laki-laki yang menghalalkan dan yang dihalalkan ". (H.R.

Turmuclzi)

Berclasarkan haclits tersebut bahwa nikah tahlil merupakan suatu perbuatan (perkawinan) yang clilarang clalam hukum Islam, karena perkawinan yang clilakukan tersebut, bukan cliclasari atas cinta kasih yang bertujuan untuk membangun kehiclupan rumah tangga melainkan

47

Kamal Muchtar, Op.Cit., h.116.

48

H. lbnu Mas'ud, H. Zainal Abidin, S, Op.Cit., h.302.

"' Muhammad bin Jsya Abi Jsya At-Turnmdzi Al-Salmi, Sunan at-Turmudzi, (Beirut: Darr

(48)

perkawinan itn semata-mata hanya bertujuan untuk bisa kembalinya seorang perempuan yang ditalak tiga kepada bekas suaminya yang pertama setelah suami yang pertama menjatuhkan talak dan telah habis masa iddahnya dari suami yang pertama. Pernikahan yang seperti ini dinamakan nikah muhallil.

Biasanya perkawinan yang disebutkan itu dilakukan untuk semalam atau dua malam saja, maka perkawinan yang semacam ini hukumnya batal, karena maksud dari perkawinan yang disyari' atkan ialah perkawinan yang didasari atas cinta kasih untuk membina kehidupan rumah tangga, mendapatkan keturunan, dan segala sesuatu yang dimaksudkan dari tujuan perkawinan Islam. 0 !eh sebab itu, bi la perkawinan yang dilangsungkan hanya untuk semalam atau dua malam saja, tentu niat untuk membina kehidupan rumah tangga sakinah,

mawaddah, wa rahma dan mendapatkan keturunan dengan suami kedua

itu tidak akan dapat tercapai karena tujuannya hanya untuk menghalalkan suami yang pertama saja. Sebagaimana Sabda Nabi saw:

, - ; . , , (ii , J , , , , , . , . . . , , A . ...-o

セ@

,:\)\

セ@

,:\)\

jセI@

Jtj :Jtj

セ@

,:\)\

セI@

y"\$,

J.

セ[[N@

,, /

-

,... セLL@ ,,

,,, J"l:i 0 / J,,, 0 "" jJ ,.,,,.,,., (ii

:;.i

Lセ|@

セI@

'J!

Z|セ|ェ@

セIセ|@

uGセセ@

イウMセQ@

)}(

ZセI@

/ / /

; " ' ,,.. @ J. 0 ,.. <)! J 0 . \

" ( <1>.-L.

<.)!\

o\JJ)

:J

p1j p i

..Ji\

Artinya: "Dari Uqbah bin Amir r.a, ia berkata: Rasulullah saw. telah bersabda: Maukah aku ceritakan tentang kehormatan yang

50

(49)

dipinjamkan? Mereka menjawab: mau, dan itulah si lvfuhallil,

Allah telah mengutuk muhallil dan A1uhallala lah" (H.R.Ibnu

Maj ah)

Di dalmn Ensiklopedia Hukum Islam dijelaskan bahwa Nikah tahlil adalah nikah yang dilakukan seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang telah diceraikan oleh suaminya dengan talak tiga dengan niat agar

wanita itu halal (boleh) melakukan perkawinan kembali dengan bekas suaminya yang pertama, setelah habis masa iddahnya dari suaminya yang kedua. Adanya niat suami yang kedua untuk menghalalkan perkawinm1

antara suami yang pertama dengan bekas istrinya itulah yang menjadikan

perkawinan itu disebut dengan nikah tahlil. Di dalmn msyarakat Islam

Indonesia nikah tahlil biasa disebut dengan kawin Cina Buta (istilah hukum perdata/positifuntuk nikah tahlil).51

Di dalam kitab fiqhi, suami pertama disebut dengan Al-Muhallala lab

(yang dihalalkan kembali menikahi bekas istrinya), sedangkan suami yang

kedua disebut Al-Muhallil (yang menyebabkan pernikahan sumni ya11g

pertama dengan bekas istrinya menjadi hala!)52.

Nikah tahlil adalah termasuk dosa besar clan mungkar karena diharamkan oleh Allah serta diancam mendapat laknat. Hal ini didasarkan kepada Hadits Rasulullah Saw:

51

Abdul Aziz Dahlan, (ed.), Ensik/opedi Hukum [.,/am, (Jakarta: PT. lchtiar Baru Van

Hoeve, 1996), Ji lid 4, h. 1329.

52

(50)

/ _ . \ I f ; , J / / / / J i \ / 0

セ@

;:\)\

セ@

;:\)\

jZ[NNセ@

J!j :J!j

セ@

;:\)\

セセ@

J"\S-

J.

Z\ᄋセ@

セ@

J-,,. / / ,::. ,,. /

)\ ,,. J.'l! 0 ,,. """ 0 /. J. ,,.,.,,,. セ@

;:\)\ JJ

LセQ@

y,3

,Ji

:\jJ\j

セIセ|@

セセ@

イウセゥ@

セゥ@

Zセ

S@

, , ,

J ... .... If; J 0 ... \!! 0

or(<t>.-\..

J.\

o\JJ)

4J

セ|j@

セ|@

Artinya: Dari Uqbah bin Amir r.a, ia berkata: Rasulullah saw. telah bersabda: Maukah aku ceritakan tentang kehormatan yang dipinjamkan? Mereka menjawab: mau, dan itulah si Muhallil, Allah

telah mengutuk muhallil dan Muhallala !ah. (HR. Ibnu Maj ah)

Pada hadits di atas, dijelaskan bahwa Allah melaknat orang yang menjadi penghalal (Afuhallil) dan orang yang akan dihalalkan (Muhallala

!ah) untuk kembali kepada istrinya yang telah ditalak tiga. Kata laknat dalam

hadits di atas, memberikan penge1iian bahwa perbuatan tersebut adalah

termasuk dosa dan setiap sesuatu perbuatan yang melanggar dari tujuan

ketentuan agama Islam, maka hukumnya berdosa melakukannya.

2. Perkawinan di Larang Karena Adanya Hnbungan Terteutu

Larangan perkawinan dalam bahasa agama disebut dengan mahram.54 Wanita-wanita yang haram dikawini itu dapat dibagi menjadi dua bagian:55

53

Muhammad bin Yazid Abu Abdullah Al-Qazwini, Op.Cit

5

'1 Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), Cet.

Ke-3. h.122.

55

(51)

a. Wanita yang haram dinikahi (untuk selamanya) disebabkan: 1) Hubungan nasab

Keharaman ini didasarkan pada firman Allah dalam surat an-Nisa' ayat 23 yang berbunyi:

セug」I@

セセZL@

セQ[jZL@

セセZL@

セセイ@

セ@

セZ[N@

fao /O

(1\: i/,.Wl) ...

セエjQ@

qセI@

ttl1

qセI@

Artinya: Diharamkan alas kamu (mengawini) ibu-ibumu;

anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan. (QS. an-Nisa'/ 2: 23).

Berdasarkan ayat di atas, kalau diperinci ialah:

a) !bu; yaitu perempuan yang ada hubungan darah dalam garis lurus ke atas, yakni, ibu, nenek, baik dari pihak ayah maupun ibu dan seterusnya ke atas.

b) Anak perempuan; yaitu wanita yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke bawah, yakni anak perempuan, cucu perempun dari anak laki-laki maupun anak perempuan dan seterusnya ke bawah.

c) Saudara perempuan, baik seayah seibu, seayah saja, atau seibu

(52)

e) Kemenakan perempuan; yaitu anak perempuan saudara laki-laki

atau saudara perempuan dan seterusnya ke bawah. 2) Haram dinikahi karena ada hubungan susuan

Mengenai larangan kawin karena hubungan susuan didasarkan pada lanjutan surat an-Nisa' ayat 23 di atas:

Artinya: "(Diharamkan atas kamu) ibu-ibumu yang menyusukan

kamu, saudara perempuan sepersusuan ". (QS.

an-Nisa'/4:23)

Menurut riwayat Syafi'i, dari Imam Malik, dari Abdullah ibnu Abi Bakr, dari 'Amrah, dari Aisyah bahwa Rasulullah saw. Pernah

bersabda:

セ@ jセ@

ZXセ@

Xセ@

:;-

Lセセ@

:;-

Lセ@

セヲ@

J.1

ャャゥQセ@

:;-,,, / "" ,,. ,,.

) /. (ii ,,. " ' (ii \ J.

セ@

rr.

G

セwLスQ@

セ@

rr.

ZセI@

セ@

.0JI

セ@

セ|@ jZ[Nセ@

Artinya: "Dari Abdullah Jbn Abi Bakr, dari 'Amrah, dari Ai;yah ia berkata: Rasulullah telah berkata kepadaku: "Diharamkan karena saudara sepersusuan hal-hal yang diharamkan

karena saudara kelahiran (seketurunan)" (I-1.R. Muslim)

(53)

Kalau diperinci hubungan susuan yang diharamkan ialah: a) Ibu susuan, yakni ibu yang menyusui; maksudnya seorang wanita

yang pernah menyusui seorang anak, dipandang sebagai seorang ibu bagi anak yang disusui itu sehingga haram melakukan

perkawinan. Demikian seterusnya secara garis lurus keatas, yakni nenek (ibu dari ibu susuan dan ibu dari suami ibu sususan).

b) Anak perempuan susuan; yaitu anak perempuan yang menyusu kepada isteri seseorang, yakni anak perempuan susuan, anak perempuan dari anak laki-laki susuan maupun anak perempuan

dari anak perempuan susuan dan seterusnya kebawah.

c) Sauadara perempuan susuan, baik seayah seibu, seayah saja

maupun seibu saja.

d) Bibi susuan; yakni saudara perempuan ibu susuan maupun saudara suami ibu .susuan dan seterusnya keatas.

e) Kemenakan perempuan snsuan; yalrni anak perempuan dari

saudara perempuan susuan dan sauadara laki-laki susuan.

Sebagai tambahan penjelasan sekitar susuan ini, dapat

dikemukakan beberapa ha!:57

a) Yang dimaksud dengan susuan yang mengakibatkan keharaman perkawinan ialah susuan diberikan pada anak yang memang

masih mengkonsumsi air susu ibu.

57

(54)

b) Mengenai beberapa kali seseorang bayi menyusui pada seorang ibu yang menimbulkan keharaman perkawinan seperti keharaman

hubungan nasab seperti tersebut pada hadits diatas, melihat dalil yang lrnat ialah yang tidak dibatasi jumlahnya, asal seorang bayi telah menyusu dan kenyang pada seorang ibu menyebabkan keharaman perkawinan. Demikian pendapat Imam Hanafi dan Malik. Menurut pendapat Imam Syafi'i, Hambali, dan Imam Ahmad menurut sebagian riwayat, membatasi

sekurang-kurangnya 5 kali susuan dan mengenyangkan. Adapun pendapat Abu Tsaur, Abu Ubaid, Daud ibnu 'Ali Adh Dhahari dan ibnu

Muzakir, sedikitnya tiga kali susuan yang mengenyangkan.

3) Haram dinikahi karena ada hubungan mushaharah (semenda)

Keharaman itu disebutkan dalam lanjutan ayat 23 surat an-Nisa':

Artinya: (Diharamkan) ibu-ibu isterimu, anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri tetapi jika kamu belum mencampurinya maka tidak berdosa atas kamu mengawininya, dan isteri-isteri anak kandungmu.

(55)

Gambar

Luas Daerah dan Tabel I ,Jurnlah Pendnduk Kecarnatan Banuhampu
Tabel 4 Komposisi Jumlah Sarana Pendidikan Agama

Referensi

Dokumen terkait

Didapatkan penilaian dengan kategori baik terhadap semua butir penilaian yang meliputi kesesuaian ilustrasi yang dipilih dengan karakteristik siswa, ilustrasi isi

Dengan QIM sebuah watermark disisipkan dengan cara mengkuantisasi host data kesebuah nilai sesuai dengan quantizer yang diacu oleh watermark tersebut, dengan batasan nilai

Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui kinerja PT Tempo Scan Pacific Tbk, PT Kimia Farma Tbk, dan PT Kalbe Farma Tbk berdasarkan tingkat

(Chair of the Panel), The Evaluation of the Finnish National Innovation System – Policy Report, joint publication of Ministry of Educa-.. suuksiin toimeenpanna

Perusahaan akan melaporkan uang muka penjualan setelah diselesaikannya perikatan jual beli (AJB) dan pelanggan telah menyelesaikan pembayaran kewajiban Pajak Pertambahan Nilai

Persamaan dengan penelitian “Uji Pasar Terhadap Buah Pimento Di Bali “ adalah tujuan dari kedua penelitian ini yaitu ingin mengetahui kemampuan bersaing produk di

Setelah anda memasang Pemacu Produk SMART pada komputer, paparan papan putih interaktif SMART Board V280 akan bergerak balas kepada sentuhan jari ataupun sentuhan pen dari dulang