PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF
TEKNIK THE POWER OF TWO
TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
Oleh
IKA APRILIYANTI
NIM 105017000422
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
ABSTRAK
IKA APRILIYANTI (105017000422), ”Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif Teknik The Power of Two Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juli 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh strategi pembelajaran aktif teknik the power of two terhadap hasil belajar matematika siswa. Penelitian ini dilakukan di SMPI Al-Hikmah pada kelas VIII. Dengan teknik cluster random sampling diperoleh dua kelas sebagai sampel. Kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan strategi pembelajaran aktif teknik the power of two dan kelas kontrol pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian The Post-test Only Control Group Design. Instrumen penelitian ini berupa tes hasil belajar matematika siswa, berbentuk tes uraian. Dari nilai tes hasil belajar matematika siswa diperoleh kedua kelas berdistribusi normal dan homogen. Kemudian dari perhitungan uji hipotesis dengan menggunakan uji-t, diperoleh nilai thitung > ttabel (2,18 > 2,00). Maka hipotesis akhir atau H1 diterima, rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif teknik the power of two lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
Dengan demikian strategi pembelajaran aktif teknik the power of two berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.
ABSTRACT
IKA APRILIYANTI (105017000422), “The Influence of Strategy Active Learning Technique The Power of Two on Students Mathematics Learning Outcomes”. Skrip for Math Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, July 2010.
The purpose of this research is to determine the influence strategy active learning technique the power of two on students mathematics learning outcomes. The research was conducted at SMPI Al-Hikmah grade VIII. Sampel for this research are two class, which selected in cluster random sampling technique. They are experimental group who teach is strategy active learning technique the power of two and control group who teach is conventional. The method used in this research is quasi experimental method with The Post-test Only Control Group Design. The research instrument is mathematics outcomes with essay. From test scores of students mathematics learning outcomes, the conclude is two class nomal distribution and homogen. Than the measurement hypothesis test with t-test, the conclude is thitung > ttabel (2,18 > 2,00). So, the final hypothesis or H1, is
accepted. It’s mean that the students who taught with strategy active learning technique the power of two have mean score of students mathematics learning outcomes higher than who taught with convensional.
By way of the summary is strategy active learning technique the power of two have the influence on students mathematics learning outcomes.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan.
2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika. 3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan
Matematika.
4. Ibu Gelar Dwirahayu, M.Pd, selaku pembimbing I dan Bapak Firdausi, S.Si, M.Pd, selaku pembimbing II yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, motivasi dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini. 5. Ibu Muhlisrarini, M.Pd selaku penasihat akademik yang selalu memberikan
bimbingan dan nasihat kepada penulis selama proses perkuliahan. 6. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Pendidikan Matematika.
7. Bapak Dedi Supriyatna, S.Pd selaku kepala SMPI Al Hikmah yang telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.
8. Seluruh staf dan guru SMPI Al Hikmah, khususnya Bapak Dadang S.Si, dan Bapak Drs. Syahrullah, selaku guru pamong yang telah memberi dukungan moril dan ide kepada penulis selama proses penelitian.
9. Ayahanda dan ibunda tercinta yang senantiasa memberikan dukungan moril, dan materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10.Kakakku, adik-adikku tercinta dan yang senantiasa memberikan inspirasi, motivasi, dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11.Guru-guru sekolah menengah dan saudara-saudara penulis yang menjadi motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
12.Siswa dan siswi kelas VIII SMPI Al Hikmah, khususnya kelas VIII-5 dan VIII-6.
13.Temanku Ilmi, dan Ka Erna yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan informasi serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
14.Teman-temanku, mahasiswa dan mahasiswi jurusan pendidikan matematika angkatan 2005, yang telah membantu penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan-kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu pengetahuan. Amin.
Jakarta, Juli 2010
Penulis
Ika Apriliyanti
DAFTAR ISI
LEMBAR HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASAH ... iii
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT... vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Perumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II DESKRIPSI TEORITIK DAN HIPOTESIS PENELITIAN... 8
A. Deskripsi Teoritik ... 8
1. Hakikat Hasil Belajar Matematika ... 8
a. Pengertian Belajar ... 8
b. Pengertian Matematika... 12
c. Hasil Belajar Matematika... 17
d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar... 21
2 Hakikat Strategi Pembelajran Aktif... 23
a. Pengertian Strategi Pembelajaran... 23
b. Strategi Pembelajaran Aktif... 24
c. Urgensi Strategi Pembelajaran Aktif... 26
3. Hakikat Teknik The Power of Two... 28
a. Teknik The Power of Two... 28
b. Langkah-Langkah Teknik The Power of two... 29
c. Keuntungan Teknik The Power of two ... 32
4. Materi Bangun Ruang Sisi Datar... 32
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 39
C. Kerangka Berpikir... 39
D. Hipotesis Penelitian... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 43
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43
B. Metode dan Desain Penelitian... 43
C. Populasi dan Sampel ... 44
D. Teknik dan Pengumpulan Data ... 44
1. Instrumen Penelitian ... 45
2. Uji Instrumen Penelitian ... 47
a. Uji Validitas ... 47
b. Uji Reliabilitas ... 47
c. Taraf Kesukaran Butir Soal... 48
d. Daya Pembeda Butir Soal ... 49
E. Teknik Analisis Data... 50
1. Uji Normalitas... 50
2. Uji Homogenitas ... 51
3. Uji Hipotesis ... 51
F. Hipotesis Statistik ... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56
A. Deskripsi Data... 56
1. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelompok Eksperimen ... 56
2. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelompok Kontrol... 58
B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 60
1. Uji Normalitas... 60
a. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen... 60
b. Uji Normalitas Kelompok Kontrol... 60
2. Uji Homogenitas ... 61
C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan... 61
1. Pengujian Hipotesis... 61
2. Pembahasan... 62
D. Keterbatasan Penelitian... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 68
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 70
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Two Group Randomized Subject Post Tes Only... 43
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen... 46
Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas... 48
Tabel 3.4 Kriteria Indeks Kesukaran... 49
Tabel 3.5 Kriteria Daya Pembeda……...……… 50
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen... 57
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelompok Kontrol ... 59
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Hasil Penelitian……… 59
Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 60
Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 61
Tabel 4.6 Hasil Uji Perbedaan dengan Statistik Uji t... 62
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Perubahan Taksonomi Bloom ... 19 Gambar 4.1 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil
Belajar Matematika Kelompok Eksperimen ... 57 Gambar 4.2 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil
Belajar Matematika Kelompok Kontrol... 57
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 70
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen 86 Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa (LKS)... 102
Lampiran 4. Kisi-kisi Uji Coba Instrumen Tes ... 125
Lampiran 5. Uji Coba Instrumen Tes ... 126
Lampiran 6. Instrumen Tes... 129
Lampiran 7. Kunci Jawaban Instrumen Tes ... 131
Lampiran 8. Perhitungan Uji Validitas, Reliabilitas, Taraf Kesukaran dan Daya Pembeda... 137
Lampiran 9. Uji Validitas ... 139
Lampiran 10. Uji Reliabilitas ... 140
Lampiran 11. Uji Taraf Kesukaran... 141
Lampiran 12. Uji Daya Pembeda Butir Soal ... 142
Lampiran 13. Skor Hasil Belajar Matematika ... 143
Lampiran 14. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan, dan Kurtosis Kelompok Eksperimen... 144
Lampiran 15. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan, dan Kurtosis Kelompok Kontrol ... 148
Lampiran 16. Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen... 152
Lampiran 17. Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 154
Lampiran 18. Perhitungan Uji Homogenitas ... 156
Lampiran 19. Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 157
Lampiran 20. Temuan Penelitian... 159
Lampiran 21. Nilai Koefisien Korelasi ”r” Product Moment... 168
Lampiran 22. Luas Kurva Di Bawah Normal... 169
Lampiran 23. Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) ... 170
xv
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka menumbuhkan daya saing umat maka sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor penting yang ditumbuhkan melalui pendidikan. Pendidikan dapat mengembangkan potensi individu masing-masing. Selain itu, pendidikan juga dapat mengangkat derajat manusia, sebagaimana di jelaskan dalam firman Allah dalam surat Al-Mujaddalah ayat 11:
...
...
“... Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat ...“.
Ayat Al-Qur’an tersebut menjelaskan bahwa betapa pentingnya seseorang memiliki pendidikan, khususnya ilmu pengetahuan.
Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka serta pendekatan kreatif tanpa kehilangan identitas dirinya. Dalam UU RI1 tentang Sisdiknas Bab I pasal I dinyatakan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.
Pada saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan pengaruh besar terhadap dunia pendidikan. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, semakin terasa pula betapa pentingnya peningkatan mutu
1
Departemen Agama RI, Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : Depag RI, 2006), h. 34
2
pendidikan. Keberhasilan pendidikan tidak terlepas dari tujuannya yang tercantum dalam UU RI2 tentang Sisdiknas Bab II pasal 3 yang berbunyi:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab”.
Pendidikan merupakan proses yang bertahap dan berkesinambungan. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan melalui proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar dapat terjadi dalam lingkungan formal dan informal. Proses pembelajaran yang terjadi di lingkungan formal misalnya sekolah. Di sekolah terdapat guru sebagai pendidik, fasilitas, kurikulum dan materi-materi pelajaran yang harus dikuasai siswa, salah satunya adalah matematika.
Matematika yang diajarkan di jenjang sekolah merupakan bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan orientasi kepada kepentingan kependidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan menurut R. Soedjadi3 tujuan umum diberikannya matematika di jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah:
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Tujuan pembelajaran matematika yang ingin dicapai dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006 adalah meningkatkan kecakapan atau kemahiran matematika, yang meliputi pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah. Ketiga aspek kecakapan atau kemahiran matematika tersebut dikembangkan sebagai hasil belajar dalam KTSP.
2
Departemen Agama RI, Undang-Undang RI . . ., h. 35
3
Matematika sebagai model berpikir logis dan kritis, selain merupakan dasar dan pangkal tolak penemuan serta pengembangan cabang-cabang ilmu yang lain, juga merupakan landasan bagi pengembangan teknologi dalam usaha meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Mengingat akan tujuan dan manfaat matematika tersebut maka para siswa sejak tingkat pendidikan dasar dan menengah dituntut untuk menguasai matematika dengan baik dan dapat mengaplikasikan matematika dalam kehidupannya, sehingga pembelajaran matematika hendaknya bermakna.
Mengutip Hamzah B.Uno yang mengatakan bahwa pelajaran matematika harus bermakna yakni dengan mengaitkan konsep-konsep yang sudah ada, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap dengan baik.4 Belajar matematika dihadapkan pada masalah tertentu berdasarkan konstruksi pengetahuan yang diperolehnya ketika belajar dan siswa berusaha memecahkan masalah. Dengan demikian pembelajaran menjadi bermakna karena terjadi perpaduan antara pengetahuan yang telah dimiliki siswa dengan konsep-konsep yang akan dipelajari siswa.
Kenyataan di lapangan proses belajar mengajar matematika masih didominasi pembelajaran konvensional (teacher centered) dimana siswa-siswanya pasif. Siswa hanya mendengar dan mencatat apa yang diberikan gurunya. Ketika belajar secara pasif, siswa mengalami proses tanpa rasa ingin tahu, tanpa pertanyaan, dan tanpa daya tarik pada hasil. Hal ini karena kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk menghubungkan informasi baru dengan konsep-konsep yang telah dipelajarinya, sehingga tidak mengembangkan kreativitas dan proses berpikir siswa pada saat pembelajaran. Hal demikian dapat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa.
Sebagaimana hasil studi TIMMS (dalam Ina V.S5) tahun 2007 yang menempatkan siswa indonesia kelas VIII pada urutan ke-36 dari 49 negara, dengan nilai rata-rata untuk kemampuan matematika secara umum adalah 397.
4
Hamzah B.Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, (Jakarta:Rineka Cipta, 2003), h. 132
5
Ina V.S Mullis dkk, “TIMMS 2007 International mathematics Report”. Dari
4
Nilai tersebut masih jauh dari standar minimal nilai rata-rata kemampuan matematika yang ditetapkan TIMMS yaitu 500. Prestasi siswa Indonesia ini berada dibawah siswa malaysia dan Singapura. Siswa malaysia memperoleh nilai rata-rata 474 dan Singapura memperoleh nilai rata-rata 593. Selain itu juga skala matematika TIMMS Benchmark International (dalam Ina V.S6) juga menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada tingkat bawah, Malaysia pada tingkat tengah dan Singapura berada pada tingkat atas. Padahal jam pelajaran matematika Indonesia 136 jam untuk kelas VIII, lebih banyak dibanding Malaysia hanya 123 jam dan Singapura 124 jam.
Berdasarkan data tersebut hasil belajar matematika Indonesia masih jauh dari standar minimal yang ditetapkan. Padahal jam pelajaran matematika di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan jam pelajaran matematika di Malaysia dan Singapura yang peringkat hasil belajarnya lebih baik dari pada Indonesia. Dengan demikian hal yang harus diperbaiki dalam kasus ini adalah kegiatan pembelajaran dikelas. Terutama memperbaiki metode atau strategi pembelajaran yang digunakan guru di kelas, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa.
Guru harus dapat memilih strategi pembelajaran yang memperhatikan potensi siswa, keaktifan, dan menciptakan interaksi edukatif. Siswa harus melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar mendengarkan guru berbicara. Dengan kata lain, pemahaman konsep siswa terhadap materi pelajaran tergantung sepenuhnya kepada siswa. Sehingga siswa dituntut aktif dalam pembelajaran. Belajar aktif sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar matematika yang maksimal, karena dalam pembelajaran aktif menuntut keaktifan siswa dalam mengembangkan pengetahuannya. Selain itu juga adanya umpan balik secara kontinu dan melatih kemampuan kognitif siswa dalam memahami materi. Ketika peserta didik pasif dalam pembelajaran atau hanya menerima dari guru, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah dipelajari.
6
Diperlukan teknik pembelajaran yang tepat. Banyak teknik yang dapat digunakan diantaranya information search, the study group, card sort, learning tournament, the power of two, dan quiz team. Teknik yang digunakan sebaiknya tidak hanya melatih siswa berdiskusi dalam kelompok namun juga dapat melatih siswa berfikir mandiri dan menimbulkan interaksi antarsiswa. Karena belajar pengetahuan (kognitif) meliputi mendapatkan informasi dan konsep. Terutama pada materi bangun ruang, siswa diharapkan tidak hanya menghafal rumus-rumusnya saja, namun dapat mengaitkan informasi dengan konsep-konsep yang telah dipelajari kemudian menganalisanya. Sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa.
Salah satu alternatif teknik pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik tersebut adalah teknik the power of two. Teknik the power of two melibatkan siswa dalam tugas yang disediakan secara aktif. Sebelum belajar secara berpasangan siswa mengerjakan tugasnya secara mandiri terlebih dahulu. Diawali dengan guru memberikan pertanyaan, setiap siswa mencoba menganalisis dan menghubungkan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Sehingga setiap siswa merasakan proses pembelajaran, karena siswa membangun sendiri pengetahuannya. Kemudian dengan menempatkan siswa dalam kelompok kecilnya yaitu berpasang-pasangan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan idenya dalam memecahkan masalah. Pemahaman siswa akan lebih mendalam ketika siswa menyampaikan kepada kelompok pasangan lainnya dan membandingkannya.
Dilakukan kelompok kecil secara berpasangan ini agar muncul suatu sinergi yaitu berpikir berdua lebih baik daripada berpikir sendiri.7 Kelompok kecil ini merupakan suatu aktivitas yang dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa. Seperti yang dikemukakan oleh Sumarno, bahwa salah satu alternatif pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat bebas mengemukakan pendapatnya serta dapat berinteraksi dengan temannya dalam memperoleh pengetahuan baru atau menyelesaikan masalah adalah melalui pembelajaran
7
6
dengan kelompok kecil.8 Dengan demikian strategi pembelajaran aktif teknik the power of two diduga dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Sehingga penulis mengangkat judul skripsi ini, yaitu “PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TEKNIK THE POWER OF TWO TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATKA SISWA”.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah yang disebutkan dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagia berikut :
1. Pembelajaran matematika masih menggunakan pembelajaran konvensional. 2. Pembelajaran matematika kurang bermakna bagi siswa.
3. Hasil belajar matematika siswa masih rendah. 4. Dalam pembelajaran matematika siswa kurang aktif.
C. Pembatasan Masalah
Dari beberapa pertanyaan yang timbul dalam identifikasi masalah, maka penelitian ini dibatasi pada :
1. Objek penelitian adalah siswa-siswi SMPI Al Hikmah kelas VIII.
2. Materi pembahasannya adalah pokok bahasan bangun ruang sisi datar kubus dan balok.
3. Pembelajarannya menggunakan startegi pembelajaran aktif teknik The Power Of Two.
4. Hasil belajar matematika pada penelitian ini dibatasi hanya pada ranah kognitif tahap memahami (C2), menerapkan (C3) dan menganalisa (C4).
D. Perumusan Masalah
8
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah terdapat pengaruh strategi pembelajaran aktif teknik the power of two terhadap hasil belajar matematika siswa?
E. Tujuan penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah pengaruh strategi pembelajaran aktif teknik the power of two terhadap hasil belajar matematika siswa.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya:
1. Bagi siswa dapat mengaktifkan dan memberi kesempatan untuk ikut serta dalam proses belajar mengajar.
2. Bagi guru diharapkan teknik the power of two dapat dijadikan bahan pertimbangan sebagai salah satu alternatif teknik pembelajaran matematika yang dapat digunakan untuk memperbaiki hasil belajar matematika siswa. 3. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan dalam usaha menyempurnakan
pembelajaran matematika disekolah sehingga diharapkan kualitas pembelajaran matematika siswa menjadi lebih baik.
4. Bagi peneliti, untuk memperluas wawasan dan pengalaman peneliti tentang cara belajar matematika dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif teknik the power of two.
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kajian Teoritis
1. Hakikat Hasil Belajar Matematika
a. Pengertian Belajar
Belajar merupakan kewajiban bagi setiap muslim, sebagaimana tercantum
dalam hadist Rasulullah SAW, diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a berkata:
ةﺎ ْﺴ و
ْﺴ
ﱢ آ
ﻰ
ﺔﻀْﻳﺮﻓ
ْ ا
ﺐ ﻃ
“Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim”.Hadist diatas memberikan pernyataan bahwa menuntut ilmu atau belajar
merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan. Selain
merupakan kewajiban bagi setiap muslim, belajar merupakan cara yang sangat
efektif untuk memperoleh ilmu pengetauan. Belajar merupakan kegiatan yang ada
sejak manusia lahir sampai akhir hayat, berarti belajar dapat dipandang sebagai
proses karena berlangsung terus menerus.
Seperti yang dinyatakan oleh M. Sobry Sutikno dalam Pupuh.F bahwa
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamamnya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.1 Menurut Witherington (dalam Ngalim) belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri
sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepandaian, atau suatu pengertian.2
Diperkuat oleh Di Vesta dan Thompson (dalam Nana) yang menyatakan
bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil
dari pengalaman.3 Kemudian Reber (dalam Muhibbin) membatasi belajar dengan
1
Pupuh Fatturrohman, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Revika Aditama, 2007), h. 5
2
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2006), h. 84
3
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h.156
dua macam definisi. Pertama belajar adalah The process of acquiring knowladge
(proses memperoleh pengetahuan). Kedua, belajar adalah A relatively permanent
change in respons potentiality which occurs as a result of reinforced practice
(suatu kemampuan berinteraksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang
diperkuat).4
Agus Supriyono5 mengemukakan 3 prinsip belajar, yaitu:
1. Belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena di dorong kebutuhan dan
tujuan yang ingin dicapai.
2. Perubahan perilaku. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar memiliki
ciri-ciri:
a) Sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang
disadari.
b) Kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya.
c) Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup.
d) Positif atau berakumulasi.
e) Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan.
f) Permanen atau tetap.
g) Bertujuan dan terarah.
h) Mencakup keseluruhan potensi
3. Belajar merupakan pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari
interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya.
Sedangkan menurut Ausebel (dalam Marinis) bahwa belajar merupakan
proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat
dalam struktur kognitif seseorang.6 Belajar dalam teori kognitif berarti proses internal yakni aktivitas yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks.
Belajar pengetahuan (kognitif) meliputi mendapatkan informasi dan konsep. Hal
itu dilakukan tidak hanya dengan memahami pelajaran namun juga
4
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 66
5
Agus Suprijono, Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), Cet. I, h. 4
6
10
menganalisisnya. Diperkuat oleh Cobb dkk (dalam Erna dan Tiurlina)
menguraikan bahwa belajar dipandang oleh proses aktif dan konstruktif dimana
siswa mencoba untuk menyelesaikan masalah yang muncul sebagaimana mereka
berpartisipasi aktif dalam latihan matematika di kelas.7
Proses belajar menurut teori kognitif, Thomas H. Leahey dan Richard J.
Harris (dalam Mulyono) adalah sebagai proses pengolahan, penyimpanan, dan
pemanggilan kembali informasi untuk digunakan bila diperlukan.8 Proses belajar tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
Pengolahan atau Memasukkan Data (Encoding)
Awalnya informasi masuk kedalam tahapan iconic, yakni mengubah informasi
menjadi bentuk yang dapat diproses dan digunakan otak kita, misalnya dengan
kode-kode, contoh. Semakin unik suatu kode atau terperincinya suatu contoh,
maka semakin baik memori (ingatan) siswa dalam mengingat informasi.
Selain itu, siswa akan lebih memahami kata-kata sulit jika diberikan contoh.
Penyimpanan (Storage)
Setelah pengolahan, terjadi proses penyimpanan. Penyimpanan informasi
mempertahankan informasi selama mungkin. Terdapat 2 penyimpanan yang
berhubungan dengan dua kerangka waktu yang berbeda, yaitu: memori jangka
pendek (short term memory ) dan memori jangka panjang (long term memory).
Informasi dalam memori jangka pendek lebih cepat dilupakan dibandingkan
dengan informasi yang terolah dan terbentuk menjadi bagian dalam memori
jangka panjang. Melalui pengulangan informasi hanya berada pada memori
jangka pendek. Sedangkan melalui penyandian, informasi akan masuk ke
dalam memori jangka panjang.
Pemanggilan (Retrieval)
Dibantu dengan informasi yang berhubungan dengan apa yang tersimapan
dalam memori jangka panjang. Ketika informasi yang berada pada memori
7
Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press, 2006), Cet I, h. 115
8
jangka panjang dibutuhkan, maka akan melakukan proses pemanggilan atau
pencarian informasi yang dibutuhkan.
Menurut Bruner, terdapat tiga tahapan dalam proses belajar, yaitu: (1)
enactive, (2) iconic dan (3) symbolic. Tahap enactive adalah tahap belajar secara
langsung objek-objek berupa benda atau peristiwa konkret. Tahap iconic ditandai
oleh penggunaan perumpamaan. Sedangkan tahap symbolic ditandai oleh
penggunan simbol dalam proses belajar.
Ahmad Sobri memberikan pengertian perubahan, yaitu: perubahan
intensional, positif aktif, dan efektif fungsional.9 a. Perubahan Intensional
Yaitu perubahan yang terjadi karena pengalaman atau praktik yang dilakukan
dengan sengaja dan disadari dengan kata lain bukan kebetulan. Karakteristik
ini mengandung konotasi bahwa siswa menyadari akan adanya perubahan
yang dialami atau ia merasakan perubahan positif dalam dirinya. Seperti
penambahan pengetahuan, kebiasaan, sikap dan lain-lain.
b. Perubahan Positif Aktif
Yaitu perubahan yang terjadi karena proses belajar yang bersifat positif dan
aktif. Perubahan positif artinya perubahan yang baik, bermanfaat serta sesuai
dengan harapan. Adapun perubahan aktif artinya perubahan yang tidak terjadi
dengan sendirinya, tetapi karena adanya usaha yang dilakukan oleh siswa.
c. Perubahan Efektif Fungsional
Yaitu perubahan yang timbul karena proses belajar yang tepat dan bermanfaat.
Perubahan itu membawa dampak bagi siswa, bersifat dinamis dan mendorong
terjadinya perubahan positif lainnya.
Biggs (dalam Muhibbin.S) mendefinisikan belajar dalam tiga rumusan,
yaitu: rumusan kuantitatif, rumusan institusional dan rumusan kualitatif.10 Secara
kuanitatif belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan
kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Secara institusional belajar dipandang
sebagai proses validasi (pengabsahan) terhadap penguasaan siswa terhadap materi
9
Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, (Ciputat: Ciputat Press, 2010), Cet. III, h.35
10
12
yang telah dipelajari. Secara kualitatif belajar ialah memperoleh arti-arti dan
pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa.
Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan
yang berkualitas untuk memecahkan masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses yang dilakukan siswa sehingga terjadi perubahan pengetahuan
serta pemahaman. Proses perubahan pengetahuan tentunya dengan proses berfikir
yang kompleks, siswa mencoba, menganalisis, memecahkan masalah, serta
mengambil kesimpulan.
b Pengertian Matematika
Dikutip dari MKPBM istilah Mathematics (Inggris), Mathematik (Jerman),
mathematique (Prancis), Mathematiceski (Rusia), atau Mathematik (Belanda),
berasal dari bahasa Yunani Mathematike yang berhubungan erat dengan sebuah
kata yang mengandung arti belajar (berpikir).11 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia matematika berarti ilmu bilangan, hubungan antara bilangan,
prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai
bilangan.
R. Soedjadi mengemukakan beberapa definisi tentang matematika, yaitu: Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika dan berhubungan dengan bilangan. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logika. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.12
Matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasikan. Hal ini
karena matematika dimulai dari unsur-unsur yang tidak didefiniskan, kemudian
unsur yang didefinisikan dan konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis.
Matematika adalah ilmu tentang pola dan hubungan, karena pada matematika
sering dicari keseragaman, keterkaitan pola dari sekumpulan konsep-konsep
11
Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), h. 1
12
tertentu untuk membuat generalisasi. Matematika terdiri dari simbol-simbol yang
padat arti.
Matematika timbul karena fikiran-fikiran manusia yang berhubungan
dengan ide, proses dan penalaran. Matemtika terdiri dari empat wawasan yang
luas yaitu aritmatika, aljabar, geometri dan analisa (analyses). Selain itu
Mathematics is the queen of the sciences, matematika adalah ratunya ilmu.
Maksudnya ialah matematika sebagai alat dan pelayan ilmu lain.
Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan
gagasan dengan bahasa melalui model matematika. Model matematika dapat
berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik, atau tabel. Sehingga
mudah dipahami.
Russel (dalam Hamzah B. Uno) mendefinisikan bahwa matematika
sebagai suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat
dikenal menuju arah yang tidak dikenal. Arah yang tersusun baik (konstruktif)
secara bertahap menuju arah yang rumit (kompleks).13
Dienes (dalam Erna dan Tiurlina) mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep
atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan
dapat dipahami dengan baik. Perkembangan konsep matematika dapat dicapai
melalui pola berkelanjutan, yang setiap seri dalam rangkaian kegiatan belajar dari
kongkret ke simbolik.14 Selanjutnya menurut Lerner (dalam Mulyono) matematika selain sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang
memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide
mengenai elemen dan kuantitas.15
Diperkuat oleh pendapat Skemp (dalam Erna dan Tiurlina) menyatakan
bahwa dalam belajar matematika meskipun kita telah membuat semua konsep itu
menjadi baru dalam pikiran kita sendiri, kita hanya bisa melakukan semua ini
dengan menggunakan konsep yang kita capai sebelumnya.16 Berdasarkan hal tersebut dalam matematika terdapat topic atau konsep prasyarat sebagai dasar
13
Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, (Jakarta:Rineka Cipta, 2008), h. 129
14
Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model..., h. 94
15
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan..., h. 252
16
14
untuk memahami topik atau konsep selanjutnya. Dengan demikian dalam
mempelajari matematika, konsep sebelumnya harus benar-benar dikuasai agar
dapat memahami konsep-konsep selanjutnya.
Dikutip dari A. Saepul Hamdani karekteristik matematika terdiri dari:
memiliki objek kajian yang abstrak, bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir
deduktif, memiliki simbol yang kosong dari arti, memperhatikan semesta
pembicaraan dan konsisten dalam sistemnya.17 Karakteristik tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Matematika memiliki objek kajian yang abstrak. Objek dasar yang dipelajari matematika merupakan sesuatu yang abstrak, walaupun tidak semua
yang abstrak adalah matematika. Sementara beberapa matematikawan
menganggap objek matematika itu “konkret” dalam pikiran mereka, maka
matematika secara lebih tepat sebagai objek mental. Empat objek kajian
matematika, yaitu: fakta, konsep, operasi, dan prinsip.
2. Bertumpu pada kesepakatan. Simbol-simbol dan istilah-istilah dalam matematika merupakan kesepakan yang penting. Dengan simbol dan istilah
yang telah disepakati dalam matematika maka pembahasan selanjutnya akan
menjadi mudah dilakukan dan di komunikasikan.
3. Berpola pikir deduktif. Matematika merupakan pengetahuan yang berpola pikir deduktif maksudnya adalah suatu teori atau pernyataan dalam
matematika diterima kebenarannya bila telah dibuktikan secara deduktif.
Yakni pemikiran yang berpangkal dari hal yang besifat umum diterapkan dan
diarahkan kepada hal yang bersifat khusus.
4. Memiliki simbol yang kosong dari arti. Dalam matematika banyak sekali terdapat simbol baik yang berupa huruf latin, huruf yunani, maupun
simbol-simbol lainnya. Simbol-simbol-simbol tersebut membentuk kalimat dalam
matematika yang biasanya disebut dengan model matematika. Model
matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, maupun fungsi. Selain
itu ada pula yang beupa gambar seperti bangun-bangun geometri grafik
17
maupun diagram. Secara umum sesungguhnya simbol matematika kososng
dari arti. Simbol akan bermakana jika kita mengaitkannya dengan konteks
tertentu. Sehingga matematika bisa masuk pada berbagai macam bidang
kehidupan, mulai dari masalah teknis, ekonomi, hinggga psikologi.
5. Memperhatikan semesta pembicaraan. Sehubungan dengan pernyataan tentang kekosongan arti dalam simbol matematika, maka jika
menggunakannya harus memperhaitkan lingkup pembicaraannya. Lingkup
atau semesta pembicaraan tersebut bisa sempit dan luas. Bila kita berbicara
tentang bilangan-bilangan maka simbol-simbol tersebut menunjukkan
bilangan juga. Begitu pula jika kita berbicara tentang trnsformasi geometri
maka simbol-simbol matematikanya juga menunjukkan suatu transformasi
pula.
6. Konsisten dalam sistemnya. Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai keterkaitan satu sama lain ada pula yang saling lepas.
Misalnya antara sisstem-sitem aljabar dengan sistem-sistem geometri di
pandang saling lepas satu sama lain. Namun di dalam sistem aljabar terdapat
beberapa sistem yang lebih “kecil” yang terkait satu sama lain.
Mengutip Tim MKPBM matematika sekolah merupakan bagian
matematika yang diberikan untuk dipelajari oleh siswa sekolah (formal), yaitu SD,
SLTP, dan SLTA.18 Menurut R.Soedjadi matematika sekolah adalah bagian atau unsur dari matematika yang dipilih antara lain dengan pertimbangan atau
berorientasi pada pendidikan.19
Hal tersebut menunjukkan bahwa matematika sekolah tidaklah sepenuhnya
sama dengan matematika sebagai ilmu. Dikatakan tidak sepenuhnya sama karena
memiliki perbedaan antara lain dalam hal:
a. Penyajiannya. Penyajian matematika tidak harus diawali dengan teorema
maupun definisi, tetapi haruslah dissuaikan dengan perkembangan intelektual
siswa.
18
Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika, Strategi Pembelajaran . . ., h. 134
19
16
b. Pola pikirnya. Pembelajaran matematika dapat menggunakan pola pikir
deduktif maupun pola pikir induktif. Hal ini harus disesuaikan dengan topik
bahasan dan tingkat intelektual siswa.
c. Keterbatasan. Pembelajaran matematika disajikan sesuai tingkat intelektual
siswa
d. Tingkat keabstrakannya. Tingkat keabstrakan matematika juga harus
disesuaikan dengan tingkat intelektual siswa. Dimungkinkan
“mengkonkretkan” objek matematika agar siswa lebih memahami pelajaran.
Namun, semakin tinggi jenjang sekolah tingkat keabstrakan objek semakin
diperjelas.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matematika sekolah adalah
matematika yang telah disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa,
serta digunakan sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan
berpikir bagi para siswa.
Menurut Cobb (dalam Erna dan Tiurlina) mendefinisikan bahwa belajar
matematika merupakan proses di mana siswa secara aktif menkonstruksi
pengetahuan.20 Sedangkan menurut Schoenfeld (dalam Hamzah B.Uno) mendefinisikan bahwa belajar matematika berkaiatan dengan apa dan bagaimana
menggunakannya dalam membuat keputusan untuk memecahkan maslah
matematika.21
Erna Suwangsih dan Tiurlina menyebutkan sifat-sifat belajar matematika,
diantaranya adalah: belajar matematika merupakan suatu interaksi antara anak
dengan lingkungan, belajar matematika berarti berbuat, belajar matematika berarti
mengalami, belajar matematika memerlukan motivasi, belajar matematika
memerlukan kesiapan anak didik, belajar matematika harus menggunakan daya
pikir, belajar matematika melalui latihan (drill). 22
20
Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model..., h. 116
21
Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran (Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan efektif), (Jakarta:Rineka Cipta, 2008), h. 130
22
Tujuan pembelajaran matematika yang dikutip dari Nahwawi dan
Maulana23 adalah:
1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan,
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, dugaan.
3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan
grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
Dari tujuan diatas jelaslah bahwa matematika tidak sekedar dapat
menyelesaikan suatu soal melalui beberapa operasi hitung, tetapi lebih jauh dari
itu, seperti yang telah disebutkan dalam tujuan pembelajaran matematika.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar matematika adalah
suatu proses kognitif yang dilakukan secara hierarkis, yakni belajar dari tahap
yang lebih rendah (dasar) kemudian ke tahap yang lebih tinggi (kompleks).
Belajar matematika merupakan suatu aktivitas mental yang melibatkan observasi,
menguji hipotesis, mencari analogi dan akhirnya merumuskan teorema-teorema.
Dengan menggunakan simbol-simbol, mempermudah cara kerja berpikir untuk
mengkomunikasikan ide-ide matematika.
c Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar dapat
diketahui dari hasil tes (evaluasi) yang telah dilakukan. Evaluasi atau penilaian
hasil belajar merupakan usaha guru untuk mendapatkan informasi tentang siswa,
baik kemampuan penguasaan konsep, sikap maupun keterampilan. Maka evaluasi
digunakan sebagai umpan balik yang sangat diperlukan bagi guru dan siswa,
sehingga dapat memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar
siswa.
Menurut Woordworth (dalam forum UPI) hasil belajar merupakan
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga
23
18
mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara
langsung.24 Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai.
Sedangkan hasil belajar menurut Mulyono Abdurrahman adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan pembelajaran.25 Diperkuat pendapat Sugiarto (dalam Purwanto) yang mendefinisikan bahwa hasil
belajar adalah sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam
mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang
ditetapkan.26
Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dalam taksonomi Bloom tercakup
dalam tiga ranah sebagai berikut:
a. Kognitif. Yang terdiri dari enam tingkatan, yaitu: pengetahuan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sistesis, dan evaluasi.
b. Psikomotor. Yang terdiri dari lima tingkatan, yaitu: peniruan, penggunaan, ketepatan, perangkaian, dan naturalisasi.
c. Afektif. Yang terdiri dari lima tingkatan, yaitu: pengenalan, merespon,
penghargaan, pengorganisasian, dan pengamalan.
Taksonomi Bloom tersebut mengalami revisi pada tahun 2001 pada aspek
kognitif. Aspek kognitif terbagi menjadi dua dimensi (Hamzah B.Uno), yaitu:
dimensi proses dan dimensi isi atau pengetahuan.27
1. Dimensi proses, yang di dalamnya terdiri atas enam tingkatan, yaitu: mengingat (remembering), memahami (understanding), menerapkan
(applying), menganalisa (analyzing), mengevaluasi (evaluating) dan mencipta
(creating). Dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, pada kategori dari kata
benda menjadi kata kerja (dalam Prasetyo).28
24
Forum UPI, Http: //forum.upi.edu/V3/index.php?topic:15692.0 28 Januari 2010
25
Mulyono Abdurrahman, Pendidkan..., h. 37
26
Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), Cet. I, h. 46
27
Hamzah B.Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. III, h. 15
28
Gambar 2.1
Perubahan Taksonomi Bloom
a. Mengingat (remembering)
Pada tipe ini merupakan tipe yang paling rendah namun prasyarat untuk
menguasai dan mempelajari tipe yang paling tinggi. Pada tipe ini siswa hanya
mengambil informasi dan menuliskan secara apa adanya. Contoh
pengembangan dalam proses pembelajaran yaitu: mengenal, menyebutkan,
mengidentifikasi. Misalnya siswa dapat menyebutkan nama-nama bangun
ruang dan menyebutkan unsur-unsurnya.
b. Memahami (understanding)
Memahami lebih tinggi dari tingkat hafalan. Memahami memerlukan
kemampuan menangkap suatu konsep atau makna dan menjelaskannya.
Contoh pengembangan dalam proses pembelajaran yaitu: membedakan,
menafsirkan, memberi contoh. Misalnya siswa dapat memberikan contoh
diagonal bidang dan diagonal ruang dengan menunjuk sudut-sudut ruang
kelasnya serta dapat membedakannya.
c. Menerapkan (applying)
Menerapkan merupakan kesanggupan melaksanakan atau menjalankan suatu
konsep, ide, rumus untuk memecahakn masalah. Contoh pengembangan
dalam proses pembelajaran yaitu: merancang strategi, menghitung,
memecahkan masalah. Misalnya siswa dapat menghitung luas permukaan
20
d. Menganalisa (analyzing)
Menganalisa kemampuan menyusun atau menguraikan suatu informasi yang
luas menjadi bagian-bagian yang membentuknya. Contoh pengembangan
dalam proses pembelajaran yaitu: menata atau menyusun, membedakan,
menetapkan sifat atau ciri. Misalnya siswa diminta menentukan panjang, lebar
dan tinggi suatu balok jika hanya diketahui perbandingan panjang, lebar dan
tinggi dari balok tersebut serta jumlah panjang rusuknya saja. Sehingga
diperlukan informasi lain untuk memecahkan masalah tersebut.
e. Mengevaluasi (evaluating)
Dalam tingkat mengevaluasi ini, menggantikan tingkat sintesis pada
taksonomi Bloom 1948. Mengevaluasi merupakan jenjang yang kompleks dan
memanfaatkan unsur-unsur sebelumnya. Mengevaluasi yakni kesanggupan
memberikan keputusan atau menilai sesuatu. Contoh pengembangan dalam
proses pembelajaran yaitu: memeriksa, beradu argumentasi, mempertahankan
pendapat, memilih solisi yang lebih baik, dan memberi kesimpulan. Misalnya
siswa dapat menilai kekeliruan suatu ide atau hasil akhir, dan kemudian
menetapkan ide dan hasil akhir yang sesuai logika.
f. Mencipta (creating)
Mencipta merupakan jenjang yang paling tinggi dari hasil revisi taksonomi
Bloom. Mencipta merupakan memadukan unsur-unsur menjadi suatu bentuk
yang utuh, koheren dan baru, atau membuat sesuatu yang orisinil. Contoh
pengembangan dalam proses pembelajaran yaitu: memunculkan,
merencanakan, menghasilkan karya. Misalnya siswa dapat menemukan rumus
diagonal bidang, diagonal ruang, luas permukaan atau volume suatu bangun
ruang. Walaupun rumus-rumus tersebut sudah ada namun hal tersebut
merupakan hal yang baru bagi siswa.
2. Pada dimensi isi atau pengetahuan memuat objek ilmu yang disusun dari
pengetahuan faktual (factual knowlwdge), pengetahuan konseptual
(conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan
Menurut Liebeck (dalam Mulyono) ada dua macam hasil belajar
matematika yang harus dikuasai oleh siswa, yaitu perhitungan matematika
(mathematics calculation) dan penalaran matematika (mathemaitcs reasoning).29 Jadi hasil belajar matematika dalam penelitian ini adalah perubahan
kemampuan atau pengetahuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima
pengalaman belajarnya (menghubungkan, menganalisis, memecahkan masalah
serta mengkomunikasikan) secara bertahap dan menghasilkan perubahan yang
positif, dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti pada dimensi proses karena
berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai bahan pelajaran. Menurut
Syaiful Bahri.D dan Aswan Zein, ketercapaian hasil belajar dapat dikategorikan
menjadi beberapa kriteria30, yaitu:
a) Istimewa/maksimal: apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat
dikuasai oleh siswa.
b) Baik sekali/optimal: apabila sebagian besar (76% s.d. 99%) bahan pelajaran
yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.
c) Baik/minimal: apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% s.d. 75%
saja dikuasai oleh siswa.
d) Kurang: apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai
oleh siswa.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Usaha dan keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Dikutip
dari Nana Syaodih faktor-faktor tersebut bersumber dari dalam diri siswa dan dari
luar diri siswa (lingkungan).31
1) Faktor dari dalam diri siswa (faktor internal), menyangkut aspek jasmaniah
maupun rohaniah.
29
Mulyono Abdurrahman, Pendidkan...., h.253
30
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2006), Cet.III, h. 107
31
22
Aspek jasmaniah mencakup kondisi dan kesehatan jasmani siswa. Tiap
siswa memiliki kondisi fisik yang berbeda, ada yang tahan belajar selama lima
atau enam jam terus menerus, tetapi ada juga yang hanya tahan satu atau dua
jam saja. Selain itu kondisi fisik mencakup kelengkapan atau kesehatan panca
indera. Seseorang yang penglihatan atau pendengarannya kurang baik akan
berpengaruh kurang baik pula pada usaha dan hasil belajarnya.
Sedangkan Aspek rohaniah atau psikis menyangkut kemampuan
intelektual, sosial dan psikomotor. Kondisi intelektual mencakup tingkat
kecerdasan, bakat, keterampilan serta penguasaan siswa akan pengetahuan
atau pelajaran-pelajarannya yang lalu. Kondisi sosial menyangkut hubungan
siswa dengan orang lain, baik gurunya, teman, maupun orang tuanya. Kondisi
hubungan yang baik dan tentram akan mempengaruhi konsentrasi belajarnya.
Selain itu belajar juga perlu didukung oleh motivasi yang kuat dan konstant.
2) Faktor dari luar siswa atau lingkungan (faktor eksternal), baik faktor fisik
maupun sosial psikologis yang berada pada lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat.
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam pendidikan.
Faktor fisik dalam lingkungan keluarga meliputi keadaan dan suasana dalam
rumah, ruangan tempat belajar, sarana dan prasarana. Faktor sosial psikologis
dalam keluarga menyangkut keutuhan keluarga, hubungan antar keluarga.
Ketidakutuhan dalam keluarga atau kurang harmonisnya hubungan keluarga
akan menimbulkan kurangnya konsentrasi dalam belajar.
Lingkungan sekolah juga memegang peranan penting dalam pekembangan
belajar siswanya. Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik sekolah seperti
sumber belajar, media belajar, sarana dan prasarana belajar dsb., lingkungan
sosial menyangkut hubungan siswa dengan teman-temannya dan
guru-gurunya serta staf sekolah yang lainnya. Lingkungan sekolah juga
menyangkut lingkungan akademis, yaitu suasana dan pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar, berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan sebagainya.
Lingkungan masyarakat tempat siswa berada juga berpengaruh terhadap
latar belakang yang cukup, terdapat lembaga-lembaga pendidikan dan
sumber-sumber belajar di dalamnya akan memberikan pengaruh yang positif terhadap
semangat dan perkembangan belajar generasi mudanya.
2. Hakikat Strategi Pembelajaran Aktif
a Pengertian Strategi Pembelajaran
Keteraitan pemakaian strategi dalam belajar mengajar dimaksudkan
sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses mengajar. Maksudnya agar tujuan pengajaran
yang telah dirumuskan dapat tercapai. Hal ini senada dengan pendapat Wina
Sanjaya yang mengungkapkan bahwa strategi digunakan untuk memperoleh
kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan.32
Hal senada juga dikemukakan oleh J.R David (dalam Asep Herry) bahwa
strategi merupakan kesuksesan dan keberhasilan dalam mencapai tujuan.33 Didunia pendidikan strategi dapat diartikan sebagai a plan, method, or series of
activities design to achive a particular education goal. Strategi pembelajaran
dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tindakan termasuk penggunaan
metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam
pemebelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Nana
Sudjana yang dikutip dari Ahmad Sabri strategi mengajar merupakan tindakan
guru dalam melaksanakan rencana pembelajaran dengan menggunakan beberapa
variabel pengajaran seperti, tujuan, bahan, metode, dan alat evaluasi untuk
mempengaruhi siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan.34
Jamali Sahrodi mendefinisikan bahwa pembelajaran merupakan proses
atau aktivitas yang melibatkan peserta didik dan pendidik dalam waktu dan ruang
yang kondusif untuk terjadinya sebuah komunikasi dalam berbagai arah.35 Hal
32
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. VI, h. 126
33
Asep Herry, dkk., Belajar dan Pembelajaran Sekolah Dasar, (Bandung: UPI PRESS, 2007), h. 88
34
Ahmad Sabri, Strategi Belajar..., h. 2
35
24
tersebut diperkuat oleh Muhammad Surya dalam Asep Herry yang mendefinisikan
bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.36 Kemp (dalam Wina Sanjaya) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar
tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien. Dick dan Carey
menyatakana bahwa strategi pembelajaran adalah prosedur pembelajaran yang
digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar siswa.37
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, strategi pembelajaran adalah
rencana kegiatan belajar yang dirancang oleh guru dan dilakukan oleh siswa
dalam proses penambahan informasi atau pengetahuan baru demi ketercapaian
tujuan pembelajaran.
b. Strategi Pembelajaran Aktif
Aktif diartikan peserta didik mampu berinteraksi untuk menunjang
pembelajaran, memberikan tanggapan, mengungkapkan ide dan
mendemonstrasikan gagasan atau idenya. Guru aktif akan memantau kegiatan
belajar peserta didik, memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan menantang
dan mempertanyakan gagasan anak didik. Dengan memberikan kesempatan
peserta didik aktif dalam belajar maka akan mendorong kreativitas peserta didik
dalam memecahkan masalah.
Pembelajaran aktif sebenarnya mengacu kepada bagaimana memberikan
sesuatu yang berbeda kepada orang yang berbeda. Jadi pembelajaran aktif
sebenarnya mengakomodasi perbedaan yang ada diantara individu peserta didik.
Seperti diketahui setiap peserta didik bersifat unik. Peserta didik yang satu
berbeda dengan peserta didik yang lain dilihat dari berbagai sisi. Oleh karena itu
ada beberapa definisi mengenai pembelajaran aktif.
36
Asep Herry, dkk., Belajar..., h. 3
37
Paulson & Faust (dalam Junaedi dkk) mengungkapakan bahwa belajar
aktif secara sederhana merupakan segala sesuatu yang dilakukan peserta didik
selain hanya menjadi pendengar pasif ceramah dari guru.38 Hal ini meliputi segala sesuatu yang didengar, latihan menulis pendek dalam menanggapi materi dari
guru sampai dengan latihan kelompok yang kompleks untuk menerapkan materi
pembelajaran dalam situasi kehidupan nyata atau pada permasalahan yang baru.
Sedangkan belajar aktif menurut Mayers & Jones, meliputi pembelajaran
kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan diskusi yang penuh makna,
mendengar, menulis, membaca dan merefleksi materi, gagasan, isu dan materi
akademik. Pembelajaran aktif menurut Agus Suprijono adalah proses belajar yang
menumbuhkan dinamika belajar bagi peserta didik. Dinamika untuk
mengartikulasikan dunia idenya dan mengkonfrontir ide itu dengan dunia reliatas
yang dihadapinya.39
Pembelajaran aktif dalam Hisyam adalah suatu pembelajaran yang
mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif.40 Pembelajaran aktif dalam wikipedia menjelaskan bahwa “Active Learning is an umbrella term that refers to
several models of instruction that focus the responsibility of learning on
learners”.41 Yang artinya pembelajaran aktif berlindung pada syarat-syarat atau tingkatan-tingkatan yang mengarah kepada contoh-contoh pengajaran yang
berpusat kepada tanggung jawab siswa dalam belajar.
Berdasarkan pendapat para ahli, maka strategi pembelajaran aktif adalah
rencana pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
terlibat secara aktif, baik fisik maupun mentalnya selama proses belajar. Dengan
melakukan interaksi dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks atau
menerapkan materi pembelajaran dalam situasi kehidupan nyata, sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
38
Junaedi, dkk., Strategi Pembelajaran paket 12, (Bandung : UPI, 2006), h. 12-9
39
Agus Suprijono, Teori..., h. x
40
Hisyam Zaini, Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. xiv
41
26
Paham Confucius (dalam Mel Silberman) menyatakan tentang strategi
pembelajaran aktif adalah:42
What I hear, I forget
What I see, I remember
What I do, I understand
Jika dari paham itu belajar aktif tidaklah cukup hanya dengan
mendengarkan atau melihat sesuatu tetapi mengerjakan sesuatu.
Mel Silberman telah memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius
menjadi:
What I hear, see and ask question about our discuss
with someone else, I begin to understand and skill.
What I hear, see, discuss and I do, I acquire knowladge and skill.
What I teach to another, I master.
Berdasarkan paham Mel Silberman, pembelajaran aktif tidak hanya cukup
mendengar, melihat, mengerjakan tetapi juga mendiskusikannya dan
menjelaskannya kepada orang lain. Jika kita mendiskusikannya dan kemudian
mengajarkan kepada orang lain maka kita telah mengalami proses belajar yang
sempurna dan mendapatkan pemahaman yang lebih baik. Hal ini karena otak kita
tidak berfungsi sebagai kerja audio recorder atau tape recorder. Otak tidak
menerima informasi, tetapi juga meresponnya.
c. Urgensi Strategi Pembelajaran Aktif
Menurut Junaedi beberapa alasan perlunya menerapkan pembelajaran yang
aktif berikut ini:43
1. Riset kognitif meneunjukkan bahwa menggunakan teknik ceramah saja
bukanlah strategi pembelajaran yang efektif. Jika peserta didik memiliki
banyak kesempatan untuk membaca, mendengar, melihat, mempraktikkan,
42
Mel Silberman, Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif, terjemahan dari Active learning 101 Strategies To Teach Any Subject oleh Sarjuli dkk, (Yogyakarta: Pustaka Insan Mdani, 2002), h.xxv - xxvi
43
dan mendiskusikan materi pembelajaran, maka mereka akan lebih banyak
mengingatnya.
2. Kegiatan-kegiatan dalam pembelajaran aktif dapat mencegah terjadinya sesi
yang monoton sehingga peserta didik lebih banyak memberikan perhatian dan
lebih menikmati sesi pembelajaran.
3. Sesi pembelajaran aktif dapat mengintegrasikan bahan-bahan ataupun
pengetahuan baik yang lama maupun yang baru.
4. Dalam pemebelajaran aktif peserta didik diibaratkan dengan keterampilan
berfikir tingkat tinggi. Hal ini akan menyebabakan keterampilan berfikir
tingkat tinggi peserta didik semakin terasah.
5. Kegiatan-kegiatan mandiri memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk melibatkan gaya belajarnya sendiri dalam berbagai kegiatan.
6. Peserta didik akan lebih mampu untuk mengulang langkah-langkah penting
jika kegitan tersebut dilakukan sendiri.
7. Pembelajaran aktif memerlukan tanggung jawab individual dan sekaligus
tingkat kerjasama yang tinggi. Hal ini dapat meningkatkan kemnadirian dan
juga keterampilan sosial peserta didik.
8. Pembelajarn aktif mendorong interkasi peserta didik dengan peserta didik lain
dan juga dengan guru. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
peserta didik.
9. Keterlibatan peserta didik yang tinggi dalam pembelajaran menyebabakan
minat dan motivasi belajar peserta didik meningkat.
Strategi pembelajaran aktif merupakan strategi-strategi konkret yang
memungkinkan untuk diterapkan dalam pembelajaran. Menurut Mel Silberman
terdapat proses belajar yang terbagi menjadi tiga bagian dalam pembelajaran aktif,
diantaranya:44
1. Proses awal atau aktivitas pembuka sebagai pemecahan kebekuan untuk
berbagai macam kelas. Diantaranya: team building, on-the-spot, immediate
learning involvement.
44
28
2. Proses inti, pembelajaran yang dapat digunakan pada saat di tengah-tengah
pelajaran. Diantaranya: full-class learning, class discussion, question
prompting, collaborative learning, peer teaching, independent learning,
affective learning, skill development.
3. Proses akhir atau penutup untuk menyimpulkan dan menerapkan bagaimana
peserta didik menerapkannya dimasa yang akan datang. Diantaranya: review,
self-assesment, future planing, expression of final sentiments.
Berdasarkan proses-proses tersebut, terdapat teknik pembelajaran yang
dapat diterapkan dalam proses inti dengan belajar berkolaborasi (collaborative
learning) yang memiliki beberapa teknik belajar diantaranya information search,
the study group, card sort, learning tournament, the power of two, dan quiz team.
3. Hakikat Teknik The Power of Two a. Teknik The Power of Two
Salah satu hal yang menandai profesionalisme guru adalah komitmennya
untuk selalu memperbaharui dan meningkatkan kemampuannya dalam suatu
proses bertindak dan berefleksi dalam kegiatan belajar mengajar. Teknik the
power of two ini dirancang untuk menghindari pembelajaran berpusat pada guru
(teacher centered). Suatu jangkauan alternatif yang luas disediakan, kesemuanya
adalah yang mendorong para peserta didik memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan sikap secara aktif.
The power of two artinya kekuatan dua orang, yang dimaksud kekuatan
dua orang adalah menggabung pemikiran dua siswa. Siswa berkolaborasi dengan
pasangannya atau membentuk kelompok kecil. Dikutip dari Mel Silberman teknik
the power of two digunakan untuk mendorong pembelajaran kooperatif dan
memperkuat arti penting serta manfaat sinergi dua siswa. Teknik ini mempunyai
prinsip bahwa berpikir berdua lebih baik dari pada berpikir sendiri.45
45
Karakteristik utama teknik the power of two sebagai pembelajaran aktif
dalam Junaedi adalah:46
1. Pembelajaran tidak ditekankan pada penyampaian informasi oleh guru
melainkan pada eksplorasi informasi dan pengembangan konsep oleh peserta
didik.
2. Kondisi pembelajaran mendukung/kondusif mengembangkan keterbukaan dan
penghargaan terhadap semua gagasan peserta didik.
3. Peserta didik tidak hanya mendengarkan ceramah secara pasif melainkan
mengerjakan berbagai hal (membaca, melakukan eksperimen, dan berdiskusi)
yang berkaitan dengan materi pembelajaran.
4. Peserta didik dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan kooperatif yang
membutuhkan tanggung jawab individual sekaligus ketergantungan positif
antar kelompok.
5. Peserta didik dirangsang untuk menggunakan kemampuan berfikir kritis,
analisis, dan evaluatif.
6. Peserta didik terlibat dengan pemanfaatan berbagai sumber belajar baik di
dalam maupun di luar kelas.
7. Guru mendapatkan umpan balik yang lebih cepat tentang proses dan hasil
belajar.
Dalam teknik the power of two setiap pasangan kelompok dibentuk
berdasrkan heterogenitas, karena keanekaragaman pengetahuan yang dimiliki
siswa dapat saling melengkapi kekurangan masing-masing pasangan kelompok.
b. Langkah-Langkah Teknik The Power Of Two
Mengutip Marno dan M.Idris berikut ini langkah-langkah teknik the power
of two:47
1. Guru mengajukan satu atau dua pertanyaan (masalah terkait topik
pembelajaran) yang membutuhkan perenungan (reflection) dan pemikiran
(thinking).
46
Junaedi, dkk., Strategi…, h. 12-15
47
30
2. Siswa menjawab secara mandiri (individu).
3. Kelompokkan siswa secara berpasangan (dua-dua).
4. Siswa diminta menjelaskan dan mendiskusikan jawaban baru.
5. Brainstorming (panel), siswa membandingkan jawaban hasil diskusi
kelompok kecil antar kelompok.
6. Klarifikasi dan simpulkan agar seluruh siswa memperoleh kejelasan.
Penerapan teknik the power of two dalam pembelajaran matematika, atau
penelitian ini adalah proses pembelajaran yang lebih melibatkan siswa pada
kegiatan belajar secara aktif daripada hanya sekedar menghafal. Bertumpu pada
pendapat Dienes bahwa rangkaian kegiatan belajar dari kongkret ke simbolik.
Sebagai langkah awal guru mengaktifkan siswa dengan mengajukan
pertanyaan untuk setiap siswa. Pertanyaan yang diajukan dalam bentuk yang
sederhana (konkret/real), sesuai dengan tingkat berfikir siswa serta didasari
pandangan bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan atau pemahaman tentang
topik yang terkait dengan topik pembelajaran yang akan dipelajari. Dengan
demikian siswa dapat memahami dan menggunakan pengetahuan yang telah
dimilikinya. Hal ini dapat melatih penalaran siswa dalam menghubungkan dengan
materi yang tepat.
Berikut contoh yang sesuai dengan pemaparan diatas.
Yangmerupakan diagonal bidang dari kubus
ABCD.EFGH adalah . . . .
Jika kubus ABCD.EFGH di samping memiliki panjang
suk 4 cm. Berapakah: a) panjang EG ? ru
b) luas ACGE ?
A B C D
☺
E F
G H
4 cm
Jawab:
a) Lihat ∆EFG. Karena FE ⊥FG, maka ∆EFG merupakan segitiga siku-siku. Dengan sudut siku-siku di . . . , maka.
H
G
F E
EG2 = . . . + . . . EG = ... = . . . + . . . = . . . ... = . . . + . . .
b)
LACGE= . . .