PENGARUH JARAK TANAM DAN PEMBERIAN KOMPOS JERAMI PADI
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG SABRANG
(Eleutherine americana Merr.)
SKRIPSI
Oleh:
LILI TRI ANGGRAINI 090301167
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGARUH JARAK TANAM DAN PEMBERIAN KOMPOS JERAMI PADI
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG SABRANG
(Eleutherine americana Merr.)
SKRIPSI
Oleh:
LILI TRI ANGGRAINI
090301167/ AGROEKOTEKONOLOGI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Penelitian : Pengaruh Jarak Tanam dan Pemberian Kompos Jerami Padi Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Sabrang (Eleutherine americana Merr.)
Nama : Lili Tri Anggraini
Nim : 090301167
Program Studi : Agroekoteknologi
Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
Ir. Haryati, MP. Ir. T. Irmansyah, MP.
Ketua Anggota
Diketahui Oleh :
Ir. T Sabrina, M.Agr.Sc, Ph.D Ketua Departemen
ABSTRACT
LILI TRI ANGGRAINI: The Effect of Plant Spacing and Rice Straw Compost on
Growth and Yield of Bawang Sabrang (Eleutherine americana Merr.), supervised by
HARYATI and T. IRMANSYAH.
Using of mdical plant is growing rapidly at this time, one of the medical plants are being developed bawang sabrang. This research is proposed to find out the proper plant spacing and addition of rice straw compost of bawang sabrang. This research was conducted at Jalan Pasar 1 Tanjung Sari, Medan with altitude ± 25 m above sea level from May to September 2013, using factorial randomized block design with two factors. The factors were various plant spacing (20x15, 15x10, 10x15 cm) and addition of rice straw compost (0; 0,5; 1 kg/plot or 0, 10, 20 ton/ha) used three replications. Data were analyzed with ANOVA and continued with Duncan Multiple Range Test (DMRT). Parameters were observed sprouting age, height of plant, number of leaf, flowering age, number of sprouts, number of bulb, fresh bulb weight and total of chlorofil. The results showed that the plant spacing effected significantly on sproutig age, height of plant, and the number of bulb. Addition of rice straw compost not significantly on any parameters. The interaction of two factors not significantly on any parameters.
ABSTRAK
LILI TRI ANGGRAINI: Pengaruh Jarak Tanam dan Pemberian Kompos Jerami
Padi Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Sabrang (Eleutherine americana Merr.) dibimbing oleh HARYATI dan T. IRMANSYAH
Pemakaian obat tradisional semakin berkembang pesat akhir-akhir ini. Salah satu tanaman obat yang sudah dikembangkan adalah tanaman bawang sabrang (Eleutherine americana Merr.) Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jarak tanam dan pemberian kompos jerami yang tepat pada tanaman bawang sabrang. Penelitian dilaksanakan di Jln. Pasar 1 Tanjung Sari, Medan
dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut (dpl) pada Mei-September 2013, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan
dua faktor yaitu jarak tanam (20x15 cm, 15x15 cm, 10x15 cm) dan pemberian kompos jerami padi (0; 0,5; 1 kg/plot atau 0, 10, 20 ton/ha) diulang tiga kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji jarak duncan (DMRT). Parameter yang diamati adalah umur bertunas (hari), tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), umur berbunga (hari), jumlah anakan, jumlah umbi, bobot basah umbi (gram), klorofil daun. Hasil penelitian menunjukkan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap umur bertunas, tinggi tanaman, dan jumlah umbi. Pemberian kompos jerami padi berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap semua paramter pengamatan.
RIWAYAT HIDUP
Lili Tri Anggraini, lahir pada tanggal 25 Maret 1992 di Medan dari ibunda
Almh. Siti Deliani Lubis dan ayahanda Alm. Edy Suryadi. Penulis merupakan
anak ketiga dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah diperoleh penulis antara lain : tahun
1997-2003 menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 067952 Medan; tahun
2003-2006 menempuh pendidikan di SMP Negeri 28 Medan; tahun 2006-2009
menempuh pendidikan di SMA Negeri 13 Medan dan terdaftar sebagai mahasiswa
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada tahun 2009 melalui
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih minat Budidaya
Pertanian dan Perkebunan, Program Studi Agroekteknologi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek), sebagai anggota muda Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
(FP USU) , sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA Mbuah Page)
FP USU.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di
PT. PD Paya Pinang Group, Laut Tador, Tebing Tinggi dari tanggal 9 Juli sampai
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Judul dari skripsi ini adalah “Pengaruh Jarak Tanam dan Pemberian
Kompos Jerami Padi Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang
Sabrang (Eleutherine americana Merr.)”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Program Studi
Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
ibu Ir. Haryati, MP. selaku ketua komisi pembimbing dan
Bapak Ir. T. Irmansyah, MP. selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan dan masukan dan saran dalam penyelesaian
skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua (alm) dan
saudara kandung yang telah memberikan dukungan financial dan spiritual.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada seluruh staf pengajar, pegawai serta
semua rekan-rekan mahasiswa Agroekoteknologi-BPP 2009, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara yang telah berkontribusi dalam kelancaran studi dan
penyelesaian skripsi ini.
Semoga hasil skripsi ini bermanfaat bagi budidaya bawang sabrang serta
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Oktober 2013
DAFTAR ISI
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 12
Pemeliharaan Tanaman ... 16
Penyiraman ... 16
Penyulaman ... 16
Penyiangan ... 16
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 17
Panen ... 17
Pengamatan Parameter ... 17
Umur Bertunas (Hari) ... 17
Tinggi Tanaman (cm) ... 17
Jumlah Daun (helai) ... 18
Umur Berbunga (MST) ... 18
Jumlah Umbi per Sampel (Umbi) ... 18
Bobot Segar Umbi per Sampel (g) ... 18
Klorofil Daun ... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 19
Pembahasan ... 31
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37
Saran ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 38
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Umur bertunas bibit bawang sabrang (hari) pada perlakuan jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi ... 19
2. Tinggi tanaman bawang sabrang 5 dan 17 MST (cm) pada perlakuan jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi ... 21
3. Jumlah daun bawang sabrang 10 MST (helai) pada perlakuan jarak tanam ... 24
4. Klorofil daun bawang sabrang pada perlakuan jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi ... 22
5. Umur berbunga bawang sabrang (hari) pada perlakuan jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi ... 27
6. Jumlah anakan bawang sabrang pada perlakuan jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi ... 28
7. Jumlah umbi bawang sabrang pada perlakuan jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi ... 29
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Grafik hubungan umur bertunas bibit bawang sabrang pada perlakuan jarak tanam ... 20
2. Grafik tinggi tanaman bawang sabrang 5 MST pada perlakuan jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi ... 21
3. Grafik tinggi tanaman bawang sabrang 17 MST pada perlakuan jarak tanam ... 22
4. Grafik tinggi tanaman bawang sabrang 3-17 MST pada perlakuan jarak tanam. ... 23
5. Grafik tinggi tanaman bawang sabrang 3-17 MST pada perlakuan pemberian kompos jerami padi ... 23
6. Grafik jumlah daun bawang sabrang 10 MST pada perlakuan jarak tanam ... 25
7. Grafik jumlah daun bawang sabrang 3-17 MST pada perlakuan jarak tanam ... 25
8. Grafik jumlah daun bawang sabrang 3-17 MST pada perlakuan pemberian kompos jerami padi ... 26
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Bagan penanaman pada plot... 41
2. Bagan plot penelitian ... 42
3. Jadwal kegiatan pelaksanaan penelitian ... 43
4. Hasil analisis tanah ... 44
5. Data pengamatan umur bertunas (hari) ... 45
6. Sidik ragam umur bertunas (hari) ... 45
7. Data pengamatan tinggi tanaman 3 MST (cm) ... 46
8. Sidik ragam tinggi tanaman 3 MST ... 46
9. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm) ... 47
10. Sidik ragam tinggi tanaman 4 MST ... 47
11. Data pengamatan tinggi tanaman 5 MST (cm) ... 48
12. Sidik ragam tinggi tanaman 5 MST ... 48
13. Data pengamatan tinggi tanaman 6 MST (cm) ... 49
14. Sidik ragam tinggi tanaman 6 MST ... 49
15. Data pengamatan tinggi tanaman 7 MST (cm) ... 50
16. Sidik ragam tinggi tanaman 7 MST ... 50
17. Data pengamatan tinggi tanaman 8 MST (cm) ... 51
18. Sidik ragam tinggi tanaman 8 MST ... 51
19. Data pengamatan tinggi tanaman 9 MST (cm) ... 52
20. Sidik ragam tinggi tanaman 9 MST ... 52
21. Data pengamatan tinggi tanaman 10 MST (cm) ... 53
23. Data pengamatan tinggi tanaman 11 MST (cm) ... 54
24. Sidik ragam tinggi tanaman 11 MST ... 54
25. Data pengamatan tinggi tanaman 12 MST (cm) ... 55
26. Sidik ragam tinggi tanaman 12 MST ... 55
27. Data pengamatan tinggi tanaman 13 MST (cm) ... 56
28. Sidik ragam tinggi tanaman 13 MST ... 56
29. Data pengamatan tinggi tanaman 14 MST (cm) ... 57
30. Sidik ragam tinggi tanaman 14 MST ... 57
31. Data pengamatan tinggi tanaman 15 MST (cm) ... 58
32. Sidik ragam tinggi tanaman 15 MST ... 58
33. Data pengamatan tinggi tanaman 16 MST (cm) ... 59
34. Sidik ragam tinggi tanaman 16 MST ... 59
35. Data pengamatan tinggi tanaman 17 MST (cm) ... 60
36. Sidik ragam tinggi tanaman 17 MST ... 60
37. Data pengamatan jumlah daun 3 MST (cm) ... 61
38. Sidik ragam jumlah daun 3 MST ... 61
39. Data pengamatan jumlah daun 4 MST (cm) ... 62
40. Sidik ragam jumlah daun 4 MST ... 62
41. Data pengamatan jumlah daun 5 MST (cm) ... 63
42. Sidik ragam jumlah daun 5 MST ... 63
43. Data pengamatan jumlah daun 6 MST (cm) ... 64
44. Sidik ragam jumlah daun 6 MST ... 64
45. Data pengamatan jumlah daun 7 MST (cm) ... 65
47. Data pengamatan jumlah daun 8 MST (cm) ... 66
48. Sidik ragam jumlah daun 8 MST ... 66
49. Data pengamatan jumlah daun 9 MST (cm) ... 67
50. Sidik ragam jumlah daun 9 MST ... 67
51. Data pengamatan jumlah daun 10 MST (cm) ... 68
52. Sidik ragam jumlah daun 10 MST ... 68
53. Data pengamatan jumlah daun 11 MST (cm) ... 69
54. Sidik ragam jumlah daun 11 MST ... 69
55. Data pengamatan jumlah daun 12 MST (cm) ... 70
56. Sidik ragam jumlah daun 12 MST ... 70
57. Data pengamatan jumlah daun 13 MST (cm) ... 71
58. Sidik ragam jumlah daun 13 MST ... 71
59. Data pengamatan jumlah daun 14 MST (cm) ... 72
60. Sidik ragam jumlah daun 14 MST ... 72
61. Data pengamatan jumlah daun 15 MST (cm) ... 73
62. Sidik ragam jumlah daun 15 MST ... 73
63. Data pengamatan jumlah daun 16 MST (cm) ... 74
64. Sidik ragam jumlah daun 16 MST ... 74
65. Data pengamatan jumlah daun 17 MST (cm) ... 75
66. Sidik ragam jumlah daun 17 MST ... 75
67. Data pengamatan klorofil daun ... 76
68. Sidik ragam klorofil daun ... 76
69. Data pengamatan umur berbunga (hari) ... 77
71. Data pengamatan jumlah anakan ... 78
72. Sidik ragam jumlah anakan ... 78
73. Data pengamatan jumlah umbi... 79
74. Sidik ragam jumlah umbi ... 79
75. Data pengamatan bobot basah umbi (gram) ... 80
76. Sidik ragam bobot basah umbi ... 80
77. Hasil analisis kompos jerami padi... 81
78. Dokumentasi penelitian ... 82
ABSTRACT
LILI TRI ANGGRAINI: The Effect of Plant Spacing and Rice Straw Compost on
Growth and Yield of Bawang Sabrang (Eleutherine americana Merr.), supervised by
HARYATI and T. IRMANSYAH.
Using of mdical plant is growing rapidly at this time, one of the medical plants are being developed bawang sabrang. This research is proposed to find out the proper plant spacing and addition of rice straw compost of bawang sabrang. This research was conducted at Jalan Pasar 1 Tanjung Sari, Medan with altitude ± 25 m above sea level from May to September 2013, using factorial randomized block design with two factors. The factors were various plant spacing (20x15, 15x10, 10x15 cm) and addition of rice straw compost (0; 0,5; 1 kg/plot or 0, 10, 20 ton/ha) used three replications. Data were analyzed with ANOVA and continued with Duncan Multiple Range Test (DMRT). Parameters were observed sprouting age, height of plant, number of leaf, flowering age, number of sprouts, number of bulb, fresh bulb weight and total of chlorofil. The results showed that the plant spacing effected significantly on sproutig age, height of plant, and the number of bulb. Addition of rice straw compost not significantly on any parameters. The interaction of two factors not significantly on any parameters.
ABSTRAK
LILI TRI ANGGRAINI: Pengaruh Jarak Tanam dan Pemberian Kompos Jerami
Padi Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Sabrang (Eleutherine americana Merr.) dibimbing oleh HARYATI dan T. IRMANSYAH
Pemakaian obat tradisional semakin berkembang pesat akhir-akhir ini. Salah satu tanaman obat yang sudah dikembangkan adalah tanaman bawang sabrang (Eleutherine americana Merr.) Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jarak tanam dan pemberian kompos jerami yang tepat pada tanaman bawang sabrang. Penelitian dilaksanakan di Jln. Pasar 1 Tanjung Sari, Medan
dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut (dpl) pada Mei-September 2013, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan
dua faktor yaitu jarak tanam (20x15 cm, 15x15 cm, 10x15 cm) dan pemberian kompos jerami padi (0; 0,5; 1 kg/plot atau 0, 10, 20 ton/ha) diulang tiga kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji jarak duncan (DMRT). Parameter yang diamati adalah umur bertunas (hari), tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), umur berbunga (hari), jumlah anakan, jumlah umbi, bobot basah umbi (gram), klorofil daun. Hasil penelitian menunjukkan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap umur bertunas, tinggi tanaman, dan jumlah umbi. Pemberian kompos jerami padi berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap semua paramter pengamatan.
PENDAHULUAN
Latar BelakangBawang sabrang berasal dari Amerika Tropik tetapi di Indonesia sudah
lama ditanam. Semula dipelihara sebagai tanaman hias, kemudian berubah
menjadi tanaman liar. Banyak terdapat di daerah pegunungan antara 600 sampai
1500 m di atas permukaan laut, misalnya di perkebunan-perkebunan teh, kina dan
karet, serta di tepi-tepi jalan (LIPI, 1978).
Bawang sabrang memiliki beberapa nama daerah yaitu bawang dayak
(Palangkaraya, Samarinda); bawang hantu/kambe (Dayak); babawangan beureum,
bawang siyem (Sunda); brambang sabrang, luluwan sapi, teki sabrang (Jawa);
bawang sayup (Melayu); bawang tiwai dan bawang lubak.
Bulbus tanaman bawang sabrang dimanfaatkan sebagai obat kanker
payudara oleh masyarakat lokal Kalimantan. Selain itu juga dapat digunakan
mengatasi gangguan penyakit jantung, meningkatkan daya tahan tubuh, sebagai
anti inflamasi, anti tumor serta dapat menghentikan pendarahan
(Saptowaluyo, 2007).
Berdasarkan skrining fitokimia ekstrak etanol umbi bawang sabrang
mengandung triterpenoid dan kuinon. Beberapa penelitian terhadap tumbuhan
genus Eleutherine (E. bulbosa dan E. americana) mengandung senyawa fenolat golongan naftokuinon seperti elecanacin, eleutherin, isoeleutherin, eleutherol dan
eleutherinon. Senyawa fenolat telah diketahui memiliki efek antioksidan yang
sangat kuat (Kuntorini dan Astuti, 2010).
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman
tanaman terlalu rapat maka dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman,
karena perkembangan vegetatif dan hasil panen menurun akibat laju fotosintesis
dan perkembangan daun yang terhambat.
Tujuan pengaturan kerapatan tanaman atau jarak tanam pada dasarnya
adalah memberikan kemungkinan tanaman untuk tumbuh dengan baik tanpa
mengalami persaingan dalam hal pengambilan air, unsur hara, cahaya matahari,
dan memudahkan pemeliharaan tanaman. Penggunaan jarak tanam yang kurang
tepat dapat merangsang pertumbuhan gulma, sehingga dapat menurunkan hasil.
Secara umum hasil tanaman per satuan luas tertinggi diperoleh pada kerapatan
tanaman tinggi, akan tetapi bobot masing-masing umbi secara individu menurun
karena terjadinya persaingan antar tanaman (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Hasil penelitian Putra (2012) menunjukkan bahwa jarak tanam pada
tanaman bawang sabrang yang terbaik diperoleh pada jarak tanam terkecil yaitu
15x20 cm.
Selain pengaturan jarak tanam, faktor-faktor yang mendukung
pertumbuhan tanaman adalah penambahan unsur hara organik. Salah satu bentuk
masukan bahan organik yang umum digunakan adalah kompos jerami padi.
Umumnya petani-petani di Indonesia mempunyai kebiasaan membakar jerami
padi setelah panen. Alasannya adalah kegiatan pembakaran ini memudahkan
dalam penyiapan lahan untuk usaha tani berikutnya. Padahal jerami padi
mempunyai potensi yang menguntungkan jika kembali dimanfaatkan sebagai
salah satu sumber bahan organik.
Hasil penelitian Sintia (2012) yang menggunakan pupuk kompos jerami
bahwa dosis kompos jerami padi 15 ton/ha memberikan pengaruh yang terbaik
terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis.
Dari uraian diatas, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui
respons jarak tanam dan pemberian pupuk kompos jerami padi terhadap
pertumbuhan dan produksi bawang sabrang
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti jarak tanam dan pemberian kompos
jerami padi yang paling sesuai serta interaksi keduanya untuk meningkatkan
pertumbuhan dan produksi bawang sabrang.
Hipotesa Penelitian
Ada pengaruh jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi serta
interaksi antara keduanya terhadap pertumbuhan dan produksi bawang sabrang.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk data penyusunan skripsi yang merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang
TINJAUAN PUSTAKA
Botani TanamanBawang sabrang (Eleutherine americana Merr.) diklasifikasikan ke dalam
Kingdom Plantae dengan divisi Spermatophyta dan subdivisi Angiospermae.
Tanaman bawang sabrang termasuk ke dalam kelas Monocotyledonae, ordo
Liliales dengan family Iridaceae. Nama spesies dari tanaman ini
adalah Eleutherine americana Merr. dengan genus Eleutherine (Backer dan Bachuizen, 1968)
Bawang sabrang memiliki akar serabut, coklat muda. Habitus tanaman ini
herba, semusim, tinggi 30-40 cm. Batang bawang sabrang merupakan batang
semu, membentuk umbi berlapis bulat telur merah. Tanaman ini berdaun tunggal
bentuk pita ujung dan pangkal runcing, tepi rata, hijau. Bunga tanaman ini
majemuk, tumbuh di ujung batang, panjang tangkai ± 40 cm, bentuk silindris,
kelopak terdiri dari dua daun kelopak, hijau kekuningan, mahkota terdiri dari
empat daun mahkota, lepas, panjang ± 5 mm, putih, benang sari terdiri dari empat
kepala sari kuning, putik bentuk jarum, panjang ± 4 mm, putih kekuningan
(warintek.ristek.go.id, 2007).
Syarat Tumbuh
Tanaman bawang sabrang memiliki adaptasi yang baik, dapat tumbuh
dalam berbagai tipe iklim dan jenis tanah. Selain hal tersebut di atas tanaman ini
juga dapat diperbanyak dan di panen dalam waktu yang singkat, sehingga
tanaman ini dapat dengan mudah dikembangkan untuk skala industri
Tumbuhan ini menyukai tempat-tempat terbuka yang tanahnya kaya
dengan humus dan cukup lembab. Tumbuhan ini mudah dibudidayakan,
penanamannya tidak tergantung musim dan dalam waktu 2 hingga 3 bulan setelah
tanam sudah dapat dipanen (Saptowaluyo, 2007).
Hasil penelitian Yusuf (2009) menunjukkan bahwa tanaman bawang
sabrang menyukai cahaya penuh dan berproduksi lebih baik pada kondisi tersebut.
Tanaman bawang sabrang dengan penaungan (55%, 65%, dan 75%)
mengakibatkan penurunan produksi per sampel masing–masing 25.1%, 33.9%
dan 42.9% serta menurunkan produksi per plot masing-masing 24.5%, 22.7% dan
34.3% dibanding perlakuan tanpa naungan.
Bawang sabrang tidak membutuhkan banyak air, sebab jika berlebih, dapat
mempengaruhi bobot umbi per tanamannya. Hasil penelitian Haryati dkk (2010)
menunjukkan interval pemberian air 4 hari sekali cenderung menghasilkan bobot
umbi per tanaman lebih berat dibandingkan dengan interval pemberian air yang
lain (1 hari, 2 hari dan 3 hari sekali).
Hasil penelitian Yusuf (2009) menyatakan bahwa untuk menghasilkan
pertumbuhan yang baik (seperti jumlah anakan, jumlah umbi, bobot segar umbi
dan bobot segar umbi per plot) tanaman bawang sabrang tidak dipengaruhi oleh
kadar pasir yang tinggi pada tanah. Tekstur tanah yang terbaik pada penelitian
tersebut adalah lempung berliat namun berbeda tidak nyata dengan lempung liat
berdebu.
Jarak Tanam
Kerapatan/jarak tanam berhubungan erat dengan populasi tanaman per
hara, dan ruang, sehingga dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil
umbi (Brewster & Salter 1980 dalam Sumarni dkk, 2012).
Kerapatan tanaman mempengaruhi penampilan dan produksi tanaman,
terutama karena keefisienan penggunaan cahaya. Pada umumnya produksi tiap
satuan luas tinggi tercapai dengan populasi tinggi, karena tercapainya penggunaan
cahaya secara maksimum di awal pertumbuhan. Pada akhirnya, penampilan
masing-masing tanaman secara individu menurun karena persaingan untuk cahaya
dan faktor pertumbuhan lain. Tanaman memberikan respons dengan mengurangi
ukuran baik pada seluruh tanaman maupun pada bagian-bagian tertentu
(Harjadi, 1979).
Hasil penelitian Putra (2012) menyatakan bahwa jarak tanam tidak nyata
mempengaruhi bobot segar umbi per sampel. Jarak tanam paling rapat, 15x20 cm
menghasilkan bobot segar umbi per sampel tertinggi. Penggunaan jarak tanam
20x20 cm dan 25x20 cm mengakibatkan penurunan bobot umbi per sampel
masing-masing 6,97 % dan 7,23% bila dibandingkan dengan jarak tanam 15x20
cm, hal ini diduga karena jumlah daun pada perlakuan jarak tanam 15x20 cm
lebih banyak, sehingga asimilat yang dihasilkan juga lebih banyak dan
berpengaruh pada penambahan bobot pada umbi. Jarak tanam 15x20 cm (jarak
tanam paling rapat) memiliki jumlah daun terbanyak dibandingkan perlakuan
lainnya dengan jarak tanam yang lebih renggang. Jumlah daun tidak dipengaruhi
oleh faktor lingkungan, namun pertambahan jumlah daun cenderung dipengaruhi
Dalam budidaya bawang merah jarak tanam yang digunakan akan
menentukan kepadatan populasi persatuan luas. Jarak tanaman yang terlalu rapat
atau tingkat kepadatan populasi yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan antar tanaman dalam memperoleh air, unsur hara dan sinar matahari
(Afrida, 2005).
Jarak tanam yang lebih longgar dapat menghasilkan berat kering
brangkasan yang lebih besar daripada jarak tanam yang lebih rapat. Hal tersebut
mencerminkan bahwa pada jarak tanam rapat, terjadi kompetisi dalam
penggunaan cahaya yang mempengaruhi pula pengambilan unsur hara, air dan
udara. Kompetisi cahaya terjadi apabila suatu tanaman menaungi tanaman lainnya
atau suatu daun menaungi daun lainnya sehingga berpengaruh pada proses
fotosintesis (Mursito dan Kawiji, 2001).
Menurut Harjadi (1979), jarak tanam akan mempengaruhi efisiensi
penggunaan cahaya, kompetisi antara tanaman dalam penggunaan air dan unsur
hara yang dengan demikian akan mempengaruhi hasil. Jarak tanam yang optimum
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti iklim, kesuburan tanah, dan varietas yang
ditanam.
Hasil penelitian Mursito dan Kawiji (2001) menyatakan bahwa ternyata
jarak tanam yang lebih rapat mampu memberikan hasil umbi tiap petak yang
tinggi dari pada jarak tanam yang lebih renggang. Hal ini dapat diterangkan
bahwa dengan jarak tanam yang rapat berarti populasi tanaman tinggi, sementara
itu berat umbi per tanaman tidak berbeda nyata sehingga jumlah populasi tanaman
Keuntungan menggunakan jarak tanam rapat antara lain : (a) sebagai benih
yang tidak tumbuh atau tanaman muda yang mati dapat terkompensasi, sehingga
tanaman tidak terlalu jarang, (b) permukaan tanah dapat segera tertutup sehingga
pertumbuhan gulma dapat ditekan, dan (c) jumlah tanaman yang tinggi
diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi pula. Sebaliknya jarak tanam
yang terlalu rapat mempunyai beberapa kerugian yakni : (a) ruas batang tumbuh
lebih panjang sehingga tanaman kurang kokoh dan mudah roboh, (c) benih yang
dibutuhkan lebih banyak dan (d) penyiangan sukar dilakukan (Supriono, 2000).
Pengaturan populasi tanaman pada hakekatnya adalah pengaturan jarak
tanam yang berpengaruh pada persaingan dalam penyerapan hara, air dan cahaya
matahari, sehingga apabila tidak diatur dengan baik akan mempengaruhi hasil
tanaman. Jarak tanam rapat mengakibatkan terjadinya kompetisi intra spesies dan
antar spesies. Kompetisi yang terjadi utamanya adalah kompetisi dalam
memperoleh cahaya, unsur hara dan air. Beberapa penelitian tentang jarak tanam
menunjukkan bahwa semakin rapat jarak tanam, maka semakin tinggi tanaman
tersebut dan secara nyata berpengaruh pada jumlah cabang serta luas daun.
Tanaman yang diusahakan pada musim kering dengan jarak tanam rapat akan
berakibat pada pemanjangan ruas, oleh karena jumlah cahaya yang dapat
mengenai tubuh tanaman berkurang. Akibat lebih jauh terjadi peningkatan
aktifitas auksin sehingga sel-sel tumbuh memanjang (Budiastuti, 2000).
William dalam Djauhariya dan Sufiani (1999) mengemukan bahwa
produksi tanaman akan meningkat sampai tingkat populasi tertentu dan bila
populasi ditingkatkan lagi justu akan menurunkan produksi. Kondisi lingkungan
dilain pihak persaingan di antara tanaman tidak terlalu ketat, sehingga
produksinya paling tinggi dibanding perlakuan jarak tanam lainnya
Kompos Jerami Padi
Murbandono (1990) mengungkapkan bahwa pemupukan adalah
pemberian bahan-bahan pada tanah agar dapat menambah unsur-unsur atau zat
makanan yang diperlukan tanah secara langsung atau tidak langsung. Pemupukan
pada umumnya bertujuan untuk memelihara atau memperbaiki kesuburan tanah
sehingga tanaman dapat tumbuh lebih cepat, subur, dan sehat. Tanah sebagai
tempat tumbuh tanaman harus mempunyai kandungan hara yang cukup untuk
menunjang proses pertumbuhan tanaman sampai berproduksi, artinya tanah yang
digunakan harus subur. Ketersediaan hara dalam tanah sangat dipengaruhi oleh
adanya bahan organik (Sintia, 2012).
Jerami merupakan sumber bahan organik in situ yang murah untuk
memperbaiki mutu tanah. Jerami padi dapat diberikan dalam bentuk kompos.
Jerami padi yang diletakkan di pinggir petak persawahan dan digunakan pada
musim tanam berikutnya yang merupakan sistem pengomposan secara sederhana
ternyata mampu memperbaiki produktivitas tanaman dan memberikan emisi gas
rumah kaca seperti metana dan dinitrogen oksida lebih rendah daripada jerami
segar. Jerami yang diletakkan di pinggir petakan akan mengalami proses
dekomposisi oleh mikroba pengurai menjadi kompos (Harsanti, dkk, 2012).
Pengomposan jerami merupakan langkah yang menguntungkan, selain
terjadi konservasi hara juga mengurangi pencemaran lingkungan serta
melestarikan kesuburan baik fisik, kimia, dan biologi tanah. Dengan demikian
dapat mendukung keberlanjutan produksi tanaman (Ekawati, 2003).
Dobermann dan Fairhurst (2000) dalam Maratua (2012) menyatakan
bahwa potensi bahan organik jerami padi mengandung Si (4-7%), K (1,2 -1,7%),
N (0,5-0,8%) dan P (0,07-0,12).
Penggunaan jerami padi ke dalam tanah sawah dapat meningkatkan
kandungan C-organik tanah, meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan
pupuk anorganik. Bilamana jerami padi dikembalikan ke dalam tanah maka dapat
mengurangi kebutuhan pupuk K anorganik yang relatif banyak, dan ketersediaan
K akan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit tanaman
(Harsanti, dkk, 2012).
Hasil penelitian Anwar dkk (2006) menyatakan bahwa pemberian kompos
jerami mampu memperbaiki kualitas tanah berupa peningkatan pH dan kandungan
bahan organik serta penurunan Al-dd, juga meningkatkan kelarutan Fe2+ dan
SO42.
Pasokan hara dari pembenah organik seperti kompos jerami padi dengan
struktur tanah yang mampu mendukung pertumbuhan tanaman akan
meningkatkan produktivitas tanaman. Hasil penelitian Wihardjaka (1998),
pemberian kompos jerami padi 5 ton/ha meningkatkan hasil gabah padi sawah
tadah hujan sebesar 38,1- 50,5% dibandingkan tanpa pemberian bahan organik
(Harsanti, dkk, 2012).
Kalium diperlukan tanaman untuk berbagai fungsi fisiologis, termasuk di
dalamnya adalah metabolisme karbohidrat, aktivitas enzim, regulasi osmotik,
asimilat. Kalium juga mempunyai peranan dalam meningkatkan ketahanan
terhadap penyakit tanaman tertentu dan perbaikan kualitas hasil tanaman. Unsur
kalium pada tanaman bawang merah memperlancar proses fotosintesis, memacu
pertumbuhan tanaman pada tingkat permulaan, memperkuat batang, mengurangi
kecepatan pembusukan hasil dan menambah daya tahan terhadap penyakit. Selain
itu unsur kalium pada tanaman bawang merah memberikan hasil umbi yang lebih
baik, daya simpan umbi bawang merah yang lebih tinggi dan umbi tetap padat
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di lahan masyarakat Jalan Pasar 1 No. 89
Tanjung Sari Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, mulai bulan Mei
sampai dengan September 2013.
Bahan dan Alat
Bahan dalam penelitian ini adalah benih bawang sabrang sebagai objek
penelitian; MOD (Mikroorganisme Dekomposer), gula, dedak, jerami padi dan air
sebagai bahan pembuatan kompos jerami padi dan bahan-bahan lain yang
mendukung penelitian ini.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul untuk mengolah
media tanam, gembor untuk menyiram tanaman, meteran untuk mengukur tinggi
tanaman, timbangan untuk menimbang produksi tanaman, termometer untuk
mengukur suhu kompos jerami padi, pacak sampel untuk tanda dari tanaman yang
merupakan sampel, alat tulis dan alat-alat lain yang mendukung pelaksanaan
penelitian ini
Metode Penelitian
Penilitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial
dengan 2 faktor perlakuan yaitu :
Faktor I : Jarak Tanam (J)
J1 : 20 x 15 cm
J2 : 15 x 15 cm
Faktor II : Kompos Jerami (K)
K0 : Tanpa pemberian kompos jerami padi
K1 : 0,5 kg/plot (10 ton/ha)
K2 : 1 kg/plot (20 ton/ha)
Maka diperoleh 9 kombinasi perlakuan yaitu :
J1K0 J2K0 J3K0
J1K1 J2K1 J3K1
J1K2 J2K2 J3K2
Jumlah Ulangan : 3
Jumlah Plot : 27
Jumlah Tanaman Per Plot : 20 x 15 cm = 15 tanaman
15 x 15 cm = 18 tanaman
10 x 15 cm = 30 tanaman
Jumlah Tanaman Seluruhnya : 567 tanaman
Jumlah Sampel/plot : 3 tanaman
Jumlah Sampel Seluruhnya : 81 tanaman
Jarak Antar Blok : 50 cm
Jarak Antar Plot : 30 cm
Ukuran Plot : 100 x 50 cm
Luas Lahan : 7,5 x 5 m
Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linier sebagai berikut :
Dimana :
Yijk = Hasil pengamatan dari blok ke-i dengan perlakuan jarak tanam pada taraf ke-j dan pemberian kompos jerami pada taraf ke-k
µ = Nilai tengah
ρi = Efek dari blok ke-i
αj = Efek perlakuan jarak tanam pada taraf ke-j
�k = Efek perlakuan kopos jerami padi pada taraf ke-k
(α�)jk = Interaksi antara jarak tanam taraf ke-j dan pemberian kompos jerami padi taraf ke-k
Σijk = Efek galat pada blok i yang mendapat perlakuan jarak tanam taraf ke-j dan pemberian kompos ke-jerami padi taraf ke-k
Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan
dengan uji beda rata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian
ini adalah:
Pengomposan Jerami Padi
Pembuatan kompos jerami padi mulai dilakukan pada tanggal 5 Maret
2013 di Compost Center, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan yang dijadikan kompos terlebih dahulu di cincang agar halus, sesudah
halus lalu diberi MOD yang telah diaktifkan dengan gula selama 5 jam sesuai
dosis anjuran, lalu dicampurkan dengan dedak, kemudian ditutup dengan terpal.
Dimonitoring setiap harinya dan diukur suhunya guna untuk mengetahui apakah
dekomposer bekerja atau tidak. Sebelum digunakan diukur C/N kompos jerami,
bila C/N < 20 maka kompos jerami dapat digunakan sebagai pupuk organik.
Persiapan Lahan
Areal pertanaman yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan dari
gulma. Kemudian lahan diolah dan digemburkan menggunakan cangkul dengan
kedalaman kira-kira 20 cm. Kemudian dibuat plot-plot dengan ukuran 100 cm x
50 cm, jarak antar plot 30 cm, jarak antar blok 50 cm dan parit drainase sedalam
30 cm untuk menghindari genangan air.
Pengaplikasian Kompos Jerami Padi
Pengaplikasian kompos jerami dilakukan satu minggu sebelum penanaman
dengan dosis sesuai dengan perlakuan. Pengaplikasian kopos jerami dilakukan
dengan cara ditabur kemudian dicampurkan ke tanah dengan cara dicangkul
sampai kompos merata.
Bibit yang digunakan berasal dari Siantar, ukuran bibit relatif sama,
kemudian kulit yang paling luar yang telah mengering beserta akar yang masih
ada dibuang.
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanam yang ditugal pada
areal tanam, kemudian dimasukkan 1 umbi per lubang tanam lalu ditutup dengan
tanah.
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman terdiri dari:
a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi atau sore hari. Penyiraman
dilakukan dengan menggunakan gembor dan diusahakan agar tanahnya tidak
terlalu basah.
b. Penyulaman
Penyulaman dilakukan mulai awal pertumbuhan sampai umur 7 hari
setelah tanam (HST) dengan mengganti umbi busuk atau mati dengan umbi yang
sehat serta mengganti benih yang tidak tumbuh dengan tanaman transplanting.
c. Penyiangan
Penyiangan dilakukan untuk mengendalikan gulma sekaligus
menggemburkan tanah. Tumbuhan pengganggu perlu dikendalikan agar tidak
menjadi saingan bagi tanaman utama dalam hal penyerapan unsur hara serta untuk
mencegah serangan hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan secara manual
dengan mencabut gulma agar perakaran tanaman tidak terganggu.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan cara manual
dengan mencabut tanaman yang terkena penyakit dan diganti dengan tanaman
transpanting dari minggu ketiga sampai minggu kelima, sedangkan pada tanaman
yang terkena penyakit menjelang tanaman panen tidak diganti dengan tanaman
transplanting.
Panen
Panen dilakukan setelah tanaman berumur 4 bulan atau tanaman telah
berbunga 75% dan bunga mulai mengalami penguguran. Pemanenan dilakukan
dengan mencabut umbi beserta batangnya, dan dibersihkan dari tanah yang
menempel.
Pengamatan Parameter
Parameter yang diamati meliputi:
Umur Bertunas (Hari)
Umur bertunas dihitung per hari dengan melihat jumlah tunas bawang
sabrang yang tumbuh, dihitung apabila tunas muncul dan dihentikan jika semua
sampel telah tumbuh tunas sampai minggu ketiga.
Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap minggu mulai minggu ketiga
setelah tanam hingga menjelang waktu panen sampai dengan 17 minggu setelah
tanam (MST). Pengukuran dilakukan mulai dari pangkal tempat tumbuhnya daun
pada umbi hingga ujung daun terpanjang dengan menggunakan meteran.
Jumlah daun dihitung setiap minggu dimulai sejak minggu ketiga setelah
tanam hingga 17 MST. Daun yang dihitung adalah daun yang membuka
sempurna.
Umur Berbunga (Hari)
Umur berbunga dihitung sejak awal penanaman sampai muncul masing
masing satu bunga pada tanaman sampel.
Jumlah Anakan per Sampel (Anakan)
Jumlah anakan dihitung dengan melihat jumlah rumpun tunas yang telah
mencapai permukaan tanah dan dihitung saat panen.
Jumlah Umbi per Sampel (Umbi)
Jumlah umbi dihitung setelah tanaman dicabut dan plot dibongkar (pada
saat panen). Umbi yang dihitung adalah setiap umbi yang telah memisah yang
berasal dari satu rumpun tanaman sampel, baik yang berukuran besar maupun
kecil.
Bobot Segar Umbi per Sampel (g)
Umbi yang telah dicabut dan dibongkar dari plot lalu dibersihan dari sisa –
sisa tanah yang masih melekat pada umbi, kemudian dipotong daun dan akarnya,
kemudian dikeringanginkan.
Kehijauan Daun
Kehijauan daun dihitung saat panen dengan menggunakan alat klorofil
meter.
Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 5-78)
diketahui bahwa jarak tanam berpengaruh nyata terhadap parameter umur
bertunas (hari), tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), jumlah umbi.
Pemberian kompos jerami padi berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah
daun (helai). Interaksi antara jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 5 MST dan jumlah daun 3 MST.
Umur Bertunas
Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari umur bertunas dapat dilihat
pada Lampiran 5 dan 6. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jarak tanam
berpengaruh nyata terhadap umur bertunas, sedangkan pemberian kompos jerami
dan interaksi antara keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap umur bertunas.
Data rataan umur bertunas bibit bawang sabrang pada berbagai jarak
tanam dan pemberian kompos jerami padi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Umur bertunas bibit bawang sabrang (hari) pada perlakuan jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi
Jarak Tanam
(cm)
Kompos Jerami Padi (Kg/plot) Rataan
K0 (0) K1 (0,5) K2 (1)
J1 (20x15) 6,89 6,11 7,33 6,78a
J2 (15x15) 5,89 6,89 5,78 6,19a
J3 (10x15) 5,89 5,67 5,89 5,81b
Rataan 6,22 6,22 6,33
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada α = 0,05
Tabel 1 menunjukkan bahwa umur bertunas tertinggi terdapat pada jarak
tanam 20x15 cm (J1) yaitu 6,78 hari. Umur bertunas terendah terdapat pada jarak
tanam 10x15 cm (J3) yaitu 5,81 hari, berbeda nyata dengan jarak tanam 20x15 cm
Hubungan umur bertunas bibit bawang sabrang pada perlakuan jarak
tanam dapat dilihat pada Gambar 1.
.
Gambar 1. Grafik hubungan umur bertunas bibit bawang sabrang pada perlakuan jarak tanam
Tinggi Tanaman
Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari tinggi tanaman pada 3 - 17
MST dapat dilihat pada Lampiran 7 - 36. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
jarak tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kecuali pada 9 – 12 MST,
sedangkan pemberian kompos jerami padi berpengaruh tidak nyata terhadap
parameter tinggi tanaman. Interaksi antara jarak tanam dengan kompos jerami
padi berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 4 dan 5 MST.
Data rataan tinggi tanaman bawang sabrang pada perlakuan jarak tanam
dan pemberian kompos jerami padi 5 MST dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Tinggi tanaman bawang sabrang 5 dan 17 MST (cm) pada perlakuan jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi
MST Jarak
Tanam (cm)
Kompos Jerami Padi (kg/plot) Rataan
J1 (20x15) 15,17 cd 18,57 abc 14,31 d 16,01
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada α = 0,05
Tabel 2 menunjukkan bahwa tinggi tanaman 5 MST tertinggi terdapat
pada interaksi perlakuan jarak tanam 10x15 cm dan pemberian kompos jerami
1 kg/plot (J3K2) yaitu 20,51 cm. Tinggi tanaman terendah terdapat pada
perlakuan jarak tanam 20x15 dan pemberian kompos jerami padi 1 kg/plot (J1K2)
yaitu 14,31 cm. Perlakuan J3K2 berbeda nyata dengan J1K0, J1K2, dan J2K1,
tetapi berbeda tidak nyata dengan JIK1, J2K0, J2K2,J3K0, dan J3K1.
Hubungan tinggi tanaman bawang sabrang 5 MST pada perlakuan jarak
tanam dan pemberian kompos jerami padi dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik tinggi tanaman bawang sabrang 5 MST pada perlakuan jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi
Tabel 2 menunjukkan bahwa tinggi tanaman pada 17 MST tertinggi
terdapat pada jarak tanam 10x15 cm (J3) yaitu 51,02 cm. Tinggi tanaman terendah
pada jarak tanam 20x15 cm (J1) yaitu 46,40 cm. Jarak tanam 10x15 cm berbeda
nyata dengan jarak tanam 15x15 cm, dan berbeda tidak nyata pada jarak tanam
15x15 cm.
Hubungan tinggi tanaman bawang sabrang 17 MST pada perlakuan jarak
tanam dan pemberian kompos jerami padi dapat dilihat pada Gambar 3.
.
Gambar 3. Grafik tinggi tanaman bawang sabrang 17 MST pada perlakuan jarak tanam
Perkembangan tinggi tanaman bawang sabrang 3-17 MST pada perlakuan
Gambar 4. Grafik tinggi tanaman bawang sabrang 3-17 MST pada perlakuan jarak tanam
Gambar 5. Grafik tinggi tanaman bawang sabrang 3-17 MST pada perlakuan pemberian kompos jerami padi
Jumlah Daun
Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari tinggi tanaman pada 3 - 17
MST dapat dilihat pada Lampiran 37- 66. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
sedangkan pemberian kompos jerami berpengaruh nyata terhadap jumlah daun 4
dan 5 MST dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman 3 MST.
Data rataan jumlah daun bawang sabrang 10 MST pada berbagai jarak
tanam dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah daun bawang sabrang 10 MST (helai) pada perlakuan jarak tanam
Jarak Tanam (cm)
Kompos Jerami Padi (kg/plot) Rataan
K0 (0) K1 (0,5) K2 (1)
J1 (20x15) 16,44 22,00 14,22 17,56 b
J2 (15x15) 28,00 21,11 23,44 24,19 a
J3 (10x15) 28,00 21,44 25,44 24,96 a
Rataan 24,15 21,52 21,04
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada α = 0,05
Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah daun pada 10 MST tertinggi terdapat
pada jarak tanam 10x15 cm (J3) yaitu 24,69 helai. Jumlah daun terendah pada
jarak tanam 20x15 cm (J1) yaitu 17,56 helai. Jarak tanam 10x15 cm berbeda nyata
dengan jarak tanam 20x15 cm dan berbeda tidak nyata dengan jarak tanam
15x15 cm.
Perkembangan jumlah daun bawang sabrang 10 MST pada perlakuan jarak
Gambar 6. Grafik jumlah daun bawang sabrang 10 MST pada perlakuan jarak tanam
Hubungan jumlah daun bawang sabrang 3-17 MST pada perlakuan jarak
tanam dan pemberian kompos jerami padi dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.
Gambar 8. Grafik jumlah daun bawang sabrang 3-17 MST pada perlakuan pemberian kompos jerami padi
Klorofil Daun
Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari klorofil daun dapat dilihat
pada Lampiran 67 dan 68. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jarak tanam dan
pemberian kompos jerami padi, serta interaksi antara keduanya berpengaruh tidak
nyata terhadap klorofil daun
Data rataan klorofil daun pada perlakuan jarak tanam dan pemberian
kompos jerami padi pada bawang sabrang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Klorofil daun bawang sabrang pada perlakuan jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi
Jarak Tanam
(cm)
Kompos Jerami Padi (kg/plot) Rataan
Tabel 4 menunjukkan bahwa klorofil daun tertinggi terdapat pada jarak
tanam 15x15 (J2) yaitu 25,91 dan terendah pada jarak tanam 10x15 (J3) yaitu
25,31. Klorofil daun tertinggi terdapat pada pemberian kompos jerami padi 0,5
kg/plot (K1) yaitu 26,19 dan terendah pada pemberian kompos jerami padi 1
kg/plot (K2) 24,84 gram.
Umur Berbunga
Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari umur berbunga dapat dilihat
pada Lampiran 69 dan 70. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jarak tanam dan
pemberian kompos jerami padi, serta interaksi antara keduanya berpengaruh tidak
nyata terhadap umur berbunga.
Data rataan umur berbunga bawang sabrang pada berbagai jarak tanam
dan pemberian kompos jerami padi dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 . Umur berbunga bawang sabrang (hari) pada perlakuan jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi
Jarak Tanam
(cm)
Kompos Jerami Padi (Kg/plot) Rataan
K0 (0) K1 (0,5) K2 (1)
J1 (20x15) 63,11 63,67 68,56 65,11
J2 (15x15) 71,00 72,78 62,00 68,59
J3 (10x15) 56,78 63,33 69,11 63,07
Rataan 63,63 66,59 66,56
Tabel 5 menunjukkan bahwa umur berbunga tertinggi terdapat pada jarak
tanam 15x15 (J2) yaitu 68,59 hari dan terendah pada jarak tanam 10x15 (J3) yaitu
63,07 hari dan umur berbunga tertinggi terdapat pada pemberian kompos jerami
padi 0,5 kg/plot (K1) yaitu 66,59 hari dan terendah pada pemberian kompos
Jumlah Anakan
Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari jumlah anakan dapat dilihat
pada Lampiran 71 dan 72. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jarak tanam dan
pemberian kompos jerami padi, serta interaksi antara keduanya berpengaruh tidak
nyata terhadap jumlah anakan.
Data rataan jumlah anakan bawang sabrang pada jarak tanam dan
pemberian kompos jerami padi dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah anakan bawang sabrang pada perlakuan jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi
Jarak Tanam
(cm)
Kompos Jerami Padi (Kg/plot) Rataan
K0 (0) K1 (0,5) K2 (1)
J1 (20x15) 11,00 10,78 10,78 10,85
J2 (15x15) 12,56 9,00 11,33 10,96
J3 (10x15) 9,00 8,89 11,33 9,74
Rataan 10,85 9,56 11,15
Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah anakan tertinggi terdapat pada jarak
tanam 15x15 (J2) yaitu 10,96 dan terendah pada jarak tanam 10x15 (J3) yaitu 9,74
dan umur berbunga tertinggi terdapat pada pemberian kompos jerami padi 1
kg/plot (K2) yaitu 11,59 dan terendah pada pemberian kompos jerami padi 0,5
kg/plot (K1) yaitu 9,56.
Jumlah Umbi
Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari umur bertunas dapat dilihat
pada Lampiran 73 dan 74. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jarak tanam
berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi, sedangkan pemberian kompos jerami
Data rataan jumlah umbi bawang sabrang pada jarak tanam dan pemberian
kompos jerami padi dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah umbi bawang sabrang pada perlakuan jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi
Jarak Tanam
(cm)
Kompos Jerami Padi (Kg/plot) Rataan
K0 (0) K1 (0,5) K2 (1)
J1 (20x15) 8,00 9,78 8,33 8,70 b
J2 (15x15) 10,89 9,56 11,11 10,52a
J3 (10x15) 8,22 7,89 10,56 8,89 b
Rataan 9,04 9,07 10,00
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada α = 0,05
Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah umbi tertinggi terdapat pada jarak
tanam 15x15 cm (J2) yaitu 10,52 gram. Jumlah umbi terendah pada jarak tanam
20x15 cm (J1) yaitu 8,70 gram. Jarak tanam 15x15 berbeda nyata dengan jarak
tanam 10x15 dan jarak tanam 20x15.
Hubungan jumlah umbi pada jarak tanam pada bibit bawang sabarang
dapat dilihat pada Gambar 9.
.
Dari Gambar 9 dapat diketahui bahwa hubungan jarak tanam terhadap
jumlah umbi menunjukkan hubungan kuadratik. Pada grafik dapat dilihat bahwa
jarak tanam optimum adalah 15x15 cm dengan jumlah umbi maksimum 10,48.
Bobot Basah Umbi
Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari bobot basah umbi dapat
dilihat pada Lampiran 75 dan 76. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jarak
tanam dan pemberian kompos jerami padi, serta interaksi antara keduanya
berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah umbi.
Data rataan bobot basah umbi pada jarak tanam dan pemberian kompos
jerami padi pada bawang sabrang dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Bobot basah umbi bawang sabrang (gram) pada perlakuan jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi
Jarak Tanam
(cm)
Kompos Jerami Padi (Kg/plot) Rataan
K0 (0) K1 (0,5) K2 (1)
J1 (20x15) 39,78 42,43 31,20 37,80
J2 (15x15) 59,57 36,59 41,14 45,76
J3 (10x15) 33,70 36,23 43,56 37,83
Rataan 44,35 38,42 38,64
Tabel 7 menunjukkan bahwa bobot basah umbi tertinggi terdapat pada
jarak tanam 15x15 (J2) yaitu 45,76 gram dan terendah pada jarak tanam 10x15
(J3) yaitu 37,80 gram dan bobot basah umbi tertinggi terdapat pada pemberian
kompos jerami padi 0 kg/plot (K0) yaitu 44,35 gram dan terendah pada pemberian
Pembahasan
Pertumbuhan dan produksi bawang sabrang pada jarak tanam.
Berdasarkan hasil pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa jarak
tanam berpengaruh nyata terhadap umur bertunas, tinggi tanaman kecuali 9 – 12
MST, jumlah daun 5, 6, 7, 8 dan 10 MST, serta jumlah umbi.
Umur bertunas tercepat pada perlakuan 10x15 cm yaitu 5,81 hari yang
berbeda nyata dengan perlakuan 10x15 yaitu 6,78 hari dan jarak tanam 15x15 cm
yaitu 6,19 hari. Hal ini diduga terjadi karena jarak tanam dengan populasi yang
paling banyak mengakibatkan peningkatan suhu karena terjadinya respirasi
didalam tanah sehingga tanaman semakin cepat bertunas. Hal ini didukung oleh
Salisbury dan Ross (1995) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan tanaman
akan sangat rendah apabila tanaman dikondisikan di bawah suhu minimum dan
diatas suhu maksimum, sedangkan pada kisaran suhu optimum akan diperoleh
laju pertumbuhan tanaman yang tinggi. Gardner dkk (1991) menyatakan bahwa
suhu banyak mempengaruhi metabolisme tanaman seperti fotosintesis, respirasi,
dan fotorespirasi. Peningkatan suhu sampai tingkat tertentu akan meningkatkan
laju fotosintesis. Namun peningkatan ini akan segera menurun pada suhu yang
sangat tinggi.
Pada parameter tinggi tanaman (Tabel 2), jarak tanam berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman kecuali 9 – 12 MST, dimana rataan tinggi tanaman
tertinggi 17 MST adalah 51,02 cm yaitu pada jarak tanam 10x15 cm. Rataan
tinggi tanaman terendah 17 MST yaitu 46,40 cm pada jarak tanam 20x15 cm.
Dapat dilihat bahwa paramater tinggi tanaman dan umur bertunas mempunyai
tersebut, selain itu jarak tanam yang terlalu rapat atau kepadatan populasi yang
tinggi mengakibatkan terjadinya persaingan unsur hara, cahaya dan air yang
dibutuhkan bagi tanaman. Tanaman yang mempunyai jarak tanam yang rapat akan
mengakibatkan pemanjangan daun sehingga tanaman menjadi lebih tinggi. Hal ini
didukung oleh pernyataan Putra (2012) yang menyatakan bahwa daun lebih cepat
memanjang ketika menerima sedikit cahaya, karena adanya etiolasi. Semakin
rapat jarak tanam, maka cahaya yang diterima oleh tanaman semakin berkurang
karena adanya persaingan antar tanaman dalam mendapatkan cahaya matahari.
Hal ini sejalan dengan literatur dari Budiastuti (2000) yang menyatakan bahwa
beberapa penelitian tentang jarak tanam menunjukkan bahwa semakin rapat jarak
tanam, maka semakin tinggi tanaman tersebut. Tanaman yang diusahakan pada
musim kering dengan jarak tanam rapat akan berakibat pada pemanjangan ruas,
oleh karena jumlah cahaya yang dapat mengenai tubuh tanaman berkurang.
Akibat lebih jauh terjadi peningkatan aktifitas auksin sehingga sel-sel tumbuh
memanjang.
Pada parameter jumlah daun (Tabel 3), jarak tanam berpengaruh nyata
terhadap jumlah daun pada 5, 6, 7, 8 dan 10 MST, dimana rataan jumlah daun 10
MST tertinggi adalah 24,96 helai yaitu pada jarak tanam 10x15 cm dan rataan
jumlah daun terendah yaitu 17,56 helai pada jarak tanam 20x15 cm. Hasil
penelitian ini sama dengan penelitian Putra (2012) bahwa jarak tanam
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, dimana jarak tanam yang lebih rapat
mempunyai jumlah daun yang paling tinggi dibandingkan dengan jarak tanam
yang lebih renggang. Putra (2012) juga menyatakan bahwa jumlah daun tidak
dipengaruhi oleh faktor genetis tanaman hingga fase berbunga. Hal ini didukung
oleh pernyataan Rahayu dan Berlian (1999) dalam Fachni (2011) yang
menyatakan bahwa tanaman itu pada hakekatnya merupakan produk dari hasil
genetik dan lingkungan, oleh sifat yang dibawa dalam genetis tanaman telah
tertentu jumlahnya. Selain itu jumlah daun ditentukan oleh banyaknya umbi,
dimana semakin besar ukuran umbinya yang berarti semakin banyak lapisan
umbinya maka jumlah daunnya semakin banyak, karena setiap satu lapisan umbi
menghasilkan sebuah daun. Pada umur 17 MST jumlah daun tertinggi ialah 65,78
helai yaitu pada jarak tanam 15x15 cm (Gambar 7). Dapat dilihat bahwa
parameter jumlah daun berhubungan dengan parameter jumlah anakan, dimana
semakin banyak jumlah anakan maka jumlah daun juga akan semakin banyak.
Dapat dilihat pada Tabel 6 jumlah anakan tertinggi ialah pada jarak tanam 15x15
cm yaitu 10,96.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan parameter jumlah umbi (Tabel 7)
tertinggi terdapat pada jarak tanam 15x15 cm yaitu 10,52 umbi berbeda nyata
dengan jarak tanam 10x15 cm dan 20x15 cm. Parameter jumlah umbi cenderung
menurun pada jarak tanam 20x15 cm dan jarak tanam 10x15 cm. Mursito dan
Kawaji (2001) berpendapat pada jarak tanam rapat, terjadi kompetisi dalam
penggunaan cahaya yang mempengaruhi pula pengambilan unsur hara, air dan
udara. Kompetisi cahaya terjadi apabila suatu tanaman menaungi tanaman lainnya
atau suatu daun menaungi daun lainnya sehingga berpengaruh pada proses
fotosintesis sehingga terjadi penurunan produksi. Pada jarak tanam 15x15 jumlah
umbi mengalami peningkatan, tetapi bila lebih dirapatkan lagi yaitu pada jarak
dan Sufiani (1999) mengemukakan bahwa produksi tanaman akan meningkat
sampai tingkat populasi tertentu dan bila populasi ditingkatkan lagi justu akan
menurunkan produksi. Pada jarak tanam 15x15 cm mungkin merupakan kondisi
yang baik bagi pertumbuhan bawang sabrang, dengan tidak terlalu ketatnya
persaingan antar tanaman.
Jarak tanam berpengaruh tidak nyata terhadap parameter klorofil daun,
umur berbunga, jumlah anakan dan bobot basah umbi, namun ada kecenderungan
jarak tanam 15x15 memberikan hasil klorofil daun, jumlah anakan dan bobot
basah umbi tertinggi. Sedangkan jarak tanam 10x15 cm memberikan hasil
tercepat pada parameter umur berbunga.
Pertumbuhan dan produksi bawang sabrang pada pemberian kompos jerami padi
Berdasarkan hasil pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa
pemberian kompos jerami padi berpengaruh nyata pada parameter pengamatan
jumlah daun 4 dan 5 MST.
Pemberian kompos jerami padi 0 kg/plot atau tanpa pemberian kompos
jerami padi cenderung memberikan hasil tertinggi pada tinggi tanaman, bobot
basah umbi dan memberikan hasil tercepat pada umur berbunga. Pemberian
kompos jerami padi 0,5 kg/plot (10 ton/ha) cenderung memberikan hasil tercepat
pada umur bertunas, dan klorofil daun, sedangkan pemberian kompos jerami padi
1 kg/plot (20 ton/ha) cenderung mengalami peningkatan pada parameter jumlah
daun, jumlah anakan dan jumlah umbi. Pemberian kompos jerami padi dapat
memenuhi kebutuhan bahan organik bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur
akan melestarikan kesuburan baik fisik, kimia, dan biologi tanah. Dengan
demikian dapat mendukung keberlanjutan produksi tanaman. Pada kompos jerami
padi terkandung unsur K yang tinggi, pada tanaman bawang merah unsur K dapat
membantu dalam pembentukan umbi. Hal ini sejalan dengan literatur dari Gunadi
(2009) yang menyatakan bahwa unsur kalium pada tanaman bawang merah
memberikan hasil umbi yang lebih baik dan daya simpan umbi bawang merah
yang lebih tinggi serta umbi tetap padat meskipun sudah disimpan lama.
Pemberian kompos jerami padi tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh
parameter pengamatan. Hal ini disebabkan karena tanah pada lahan yang
digunakan sudah mempunyai tekstur yang baik seperti terlihat pada Lampiran 4.
Murbandono (1999) menyatakan bahwa pemupukan pada umumnya bertujuan
untuk memelihara atau memperbaiki kesuburan tanah sehingga tanaman dapat
tumbuh lebih cepat, subur, dan sehat. Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman
harus mempunyai kandungan hara yang cukup untuk menunjang proses
pertumbuhan tanaman sampai berproduksi, artinya tanah yang digunakan harus
subur.
Hasil produksi yang diharapkan pada tanaman bawang sabrang yaitu umbi
tanaman yang digunakan sebagai obat, pada pemberian kompos jerami padi
sebanyak 0 kg/plot atau tanpa pemberian kompos jerami padi memberikan hasil
terbaik pada bobot basah umbi.
Pertumbuhan dan produksi bawang sabrang pada jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi
Berdasarkan hasil pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa interaksi
parameter tinggi tanaman 4 dan 5 MST, serta jumlah daun 3 MST namun
berpengaruh tidak nyata terhadap parameter lainnya.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi yang terbaik terjadi pada
perlakuan jarak tanam 10x15 cm dengan pemberian kompos jerami padi sebanyak
1 kg/plot (20 ton/ha). Pada jarak tanam yang rapat, tanaman lebih berkompetisi
untuk mendapatkan cahaya matahari hal ini mengakibatkan pemanjangan daun
sehingga tanaman menjadi lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan literatur dari
Habibie dkk (2011) yang menyatakan bahwa cahaya matahari berpengaruh besar
terhadap pertumbuhan besar dan arah batang dan daun. Kekurangan energi
matahari akan menyebabkan tanaman mengalami etiolasi atau pemanjangan
batang yang diikuti daun guna mencari sumber cahaya matahari, tentu secara
penampilan tanaman akan lebih panjang daripada tanaman yang cukup cahaya.
Pada pemberian kompos jerami padi sebanyak 1 kg/plot (20 ton/ha) memberikan
hasil yang terbaik terhadap pertumbuhan tinggi tanaman 5 MST. Kompos jerami
padi dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman karena kompos jerami menjadi
salah satu sumber bahan organik bagi tanah. Hal ini sesuai dengan literatur dari
Harsanti, dkk (2012) yang menyatakan bahwa pasokan hara dari pembenah
organik seperti kompos jerami padi dengan struktur tanah yang mampu
mendukung pertumbuhan tanaman akan meningkatkan produktivitas tanaman.
Putra (2012) menyatakan bahwa hasil yang diharapkan pada tanaman ini
ialah bobot basah umbi yang tinggi, bukan jumlah umbi yang paling banyak,
sebab umbi yang dikonsumsi sebagai bahan obat, umumnya merupakan umbi
yang telah berukuran besar. Karena itu perlakuan J2K0 memberikan hasil yang
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan1. Jarak tanam berpengaruh nyata terhadap parameter umur bertunas, tinggi tanaman
kecuali 9-12 MST, jumlah daun 5, 6, 7, 8 dan 10 MST, dan jumlah umbi.
2. Pemberian kompos jerami padi berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun
4 dan 5 MST.
3. Interaksi jarak tanam dan pemberian kompos jerami padi berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman 4 dan 5 MST, serta jumlah daun 3 MST.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian jarak tanam 15x15 cm dapat memberikan
DAFTAR PUSTAKA
Afrida, E. 2005. Efektifitas Penggunaan Pupuk Organik A32 Dan Jarak Tanam
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum. L.) Varietas Brebes. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu
Pertanian Vol 2:43-47.
Anwar, K., S. Sabiham, B. Sumawinata, A. Sapei, dan T. Alihamsyah. 2006. Pengaruh Kompos Jerami terhadap Kualitas Tanah, Kelarutan Fe2+ dan SO42- serta Produksi Padi pada Tanah Sulfat Masam. Jurnal Tanah dan Iklim No. 24/2006.
Backer C.A., and R. C. Bachuizen van den brink. 1968. Flora Of Java (Spermatophytes only). Volume III Angiospermae, Famili 191-238, Addenda et Corrigen Da General Index To Volumes I-III, Wolter-Noordhoftt N.V, Groningen, The Netherlands.
Brewster, JL & Salter, PJ 1980, A Comparison of the effect of regular versus random within row spacing on the yield and uniformity of size of spring sown bulb onion, dalam Sumarni, N. , R. Rosliani, dan Suwandi. 2012. Optimasi Jarak Tanam dan Dosis Pupuk NPK untuk Produksi Bawang Merah dari Benih Umbi Mini di Dataran Tinggi. J. Hort. Vol 22:148-155. Budiastuti, S. 2000. Penggunaan Triakontanol dan Jarak Tanam Pada Tanaman
Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.). Agrosains, Vol 2:59-63.
Dobermann, A. dan T. Fairhurst. 2000. Rice : Nutrient Disorders & Nutrient Management, dalam Maratua, Z. 2012. Pemanfaatan Kompos Jerami dan Pupuk Nitrogen Untuk Meningkatkan Serapan N, Pertumbuhan dan Produksi Padi Pada Lahan Sawah. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Ekawati, I. 2003. Pengaruh Pemberian Inokulum Terhadap Kecepatan Pengomposan Jerami Padi. Tropika Vol 11:144-152.
Galingging, R.Y. 2007. Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia) Sebagai Tanaman Obat Multifungsi. BPTP Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah.
Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia (UI ) Press, Jakarta.
Gunadi, N. 2009. Kalium Sulfat dan Kalium Klorida Sebagai Sumber Pupuk Kalium pada Tanaman Bawang Merah J. Hort.Vol 19:174-185.
(Oryza sativa L.) Varietas Ciherang. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.
Harjadi, S.S., 1979. Pengantar Agronomi. Gramedia, Jakarta.
Harsanti, E.S., Indratin dan A. Wihardjaka. 2012. Multifungsi Kompos Jerami dalam Sistem Produksi Padi Berkelanjutan di Ekosistem Sawah Tadah Hujan. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Haryati, S. Morin dan Amelia Z. S. 2010. Pengaruh Interval Pemberian Air terhadap Produksi Bawang Sabrang (Eleutherine americana Merr.) Bermikoriza, Prosiding. Seminar Nasional Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Agustus 2010. Medan.
Kuntorini, E.M., dan M.D. Astuti. 2010. Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Bulbus Bawang Dayak (Eleutherine americana Merr.). Sains dan Terapan Kimia, Vol.4:15 – 22.
LIPI. 1978. Tumbuhan Obat. Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Bogor.
Maratua, Z. 2012. Pemanfaatan Kompos Jerami dan Pupuk Nitrogen Untuk Meningkatkan Serapan N, Pertumbuhan dan Produksi Padi Pada Lahan Sawah. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Mursito, D dan Kawiji. 2001. Pengaruh Kerapatan Tanam dan Kedalaman Olah Tanah Terhadap Hasil Umbi Lobak (Raphanus sativus L.). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Nurshanti, R. 2008. Pengaruh Umur Bibit dan Jarak Tanam Terhadap
Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Buru Hotong (Setaria italica (L.) Beauv.) Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Putra, R. Y. 2012. Respons Pertumbuhan dan Hasil Bawang Sabrang (Eleuthrine americana Merr.) Pada Berbagai Jarak Tanam dan Berbagai
Tingkat Pemotongan Umbi. J. Agroekoteknologi, Vol 1:159-171.
Rahayu, E dan N. Berlian. 1999. Pedoman Bertanam Bawang Merah. dalam Fachni, A.N. 2011. Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Terhadap Pupuk Kalium dan Pupuk Organik Cair. Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Sintia, M. 2012. Pengaruh Beberapa Dosis Kompos Jerami Padi dan Pupuk
Nitrogen Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.). J. Tan Pangan, pp: 1-7.
Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB Press. Bandung.
Saptowaluyo, C.A. 2007. Bawang Dayak, Tanaman Obat Kanker yang Belum Tergarap. http//www. kompas.com.
Sumarni, N dan A. Hidayat. 2005. Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.
Supriono. 2000. Pengaruh Dosis Urea Tablet dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai Kultivar Sindoro. Agrosains Vol 2:64-71. Warintek.ristek.go.id. 2007. Botani Bawang Sabrang (Eleutherine americana).
Diakses pada tanggal 07 Februari 2013.
Wiliams, W., R. Loomis. W. Duncan, A. Davord, F. Numez. 1968. Canopy Architecture at Various Population Densities on The Growth and Grain Field Corn dalam Djauhariya, E. dan Sufiani, S. 1998. Observasi Keragaan Tanaman Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) Pada Berbagai Jarak Tanam.Warta Tan. Obat Vol 7: 21-23.
Lampiran 5. Data pengamatan umur bertunas (hari)
Lampiran 6. Daftar sidik ragam umur bertunas
Lampiran 7. Data pengamatan tinggi tanaman 3 MST (cm)
Lampiran 8. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 3 MST
Lampiran 9. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm)
Lampiran 10. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 4 MST
Lampiran 11. Data pengamatan tinggi tanaman 5 MST (cm)
Lampiran 12. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 5 MST
Lampiran 13. Data pengamatan tinggi tanaman 6 MST (cm)
Lampiran 14. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 6 MST
Lampiran 15. Data pengamatan tinggi tanaman 7 MST (cm)
Lampiran 16. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 7 MST
Lampiran 17. Data pengamatan tinggi tanaman 8 MST (cm)
Lampiran 18. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 8 MST