• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS BUDAYA JAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS BUDAYA JAWA"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

``KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH

UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA

SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA

MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA

BERBASIS BUDAYA JAWA

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh

Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh :

BRESTIARA GANINDYA

E. 0005120

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH

UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA

SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA

UNTUK MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS

BUDAYA JAWA

Oleh

Brestiara Ganindya

E.0005120

Disetujui untuk dipertahankan di depan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 8 Februari 2011

Pius Triwahyudi, S.H.,M.Si.

(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan hukum (Skripsi)

KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH

UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA

SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA

UNTUK MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS

BUDAYA JAWA

Oleh

Brestiara Ganindya

NIM. E 0005120

Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 24 Maret 2011

DEWAN PENGUJI

1. Purwono Sungkowo R., S.H. : ... Ketua

2. Lego Karjoko, S.H.,M.H. :... Sekretaris

3.Pius Triwahyudi, S.H.,M.Si. :... Anggota

Mengetahui

Dekan,

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Brestiara Ganindya

NIM : E0005120

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

Kajian Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT)

Pemerintah Kota Surakarta Untuk Bangunan Apartemen Sebagai Upaya Untuk

Mewujudkan Penataan Bangunan Kota Berbasis Budaya Jawa adalah betul-betul karya

sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini

diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi

akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya

peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 8 Februari 2011

Yang membuat pernyataan

Brestiara Ganindya

(5)

commit to user

v ABSTRAK

BRESTIARA GANINDYA. E 0005120, KAJIAN PENERBITAN IZIN

MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN

TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK

BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA UNTUK MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS BUDAYA JAWA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2011.

Tujuan penelitian ini berfungsi untuk mengetahui persyaratan dan prosedur izin mendirikan bangunan apartemen di Kota Surakarta, selain itu juga bertujuan untuk mengetahui harmonisasi peraturan perundang-undangan mengenai izin mendirikan bangunan apartemen..

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif dengan pendekatan perundang-undangan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diklasifikasikan menjadi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier atau penunjang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari data sekunder. Analisis data yang dipergunakan adalah silogisme deduksi dengan metode intepretasi gramatikal. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian ini diperoleh simpulan bahwa persyaratan dan prosedur penerbitan izin mendirikan bangunan apartemen di Kota Surakarta telah sesuai dengan perundang-undangan yang ada akan tetapi jika ditinjau dari segi sosial-budaya dan kaidah tata ruang, penerbitan izin mendirikan bangunan apartemen kurang sesuai. Prosedur dan persyaratan izin mendirikan bangunan terdapat dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan Gedung sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang bangunan pada tingkat daerah. Untuk bangunan khusus seperti bangunan apartemen ada beberapa persyaratan tambahan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun. Selain itu pendirian bangunan apartemen wajib memperhatikan rencana umum tata ruang kota. Setiap peraturan perundangan yang mengatur suatu hal tidak boleh bertentangan dengan undang-undang lain yang mengatur hal yang sama pula. Dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang izin mendirikan bangunan apartemen telah harmonis, meskipun demikian terdapat beberapa kekurangan pengaturannya di tingkat daerah sehingga kekuatan hukumnya kurang maksimal. Implikasi teoritis penelitian ini adalah memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum khususnya dalam menelaah setiap peraturan mengenai izin mendirikan bangunan khususnya bangunan apartemen, selain itu diharapkan dengan penulisan ini pemohon IMB yang akan mengajukan permohonan IMB berpedoman pada peraturan yang berlaku.

(6)

commit to user

vi ABSTRACT

BRESTIARA GANINDYA. E 0005120, STUDY PUBLISHING BUILDING PERMITS (IMB) BY UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) SURAKARTA CITY GOVERNMENT FOR THE APARTMENT BUILDING AS EFFORTS TO REALIZE `THE CITY BUILDING JAVA-BASED CULTURE. Faculty of Law University of Surakarta Eleven March. Legal Writing (Thesis). 2011

The purpose of this study to observe the requirements and procedures for apartment building permits in Surakarta, but it also aims to determine the harmonization of legislation on apartment building permits.

This research is a normative law is prescriptive regulatory approach. The type of data used are secondary data that are classified into primary legal materials, legal materials, secondary and tertiary legal materials or auxiliary. Data collection techniques used in this research is literature study of data collection techniques by studying the secondary data. Analysis of the data that was used is deductive syllogism with grammatical interpretation method. Based on the discussion of the research results obtained the conclusion that the requirements and procedures for the issuance of building permits has an apartment in the city of Surakarta in accordance with existing legislation, but if in terms of socio-cultural and spatial rules, issuance of building permits is less suitable apartment. The procedures and requirements for building permits contained in Perda Surakarta Number. 8 Year 1988 on Building Construction for the implementation of the Law building at the local level. For special buildings such as apartment buildings there are some additional requirements in accordance with Law No. 16 of 1985 on the Flats. In addition, the establishment of an apartment building shall take into account the general plan layout of the city. Any legislation that regulates a thing must not conflict with other laws governing the same thing too. In this case the legislation that regulates the apartment building permits have been harmonious, nevertheless there are some shortcomings so that its settings at the local level less than the maximum legal power. Theoretical implications of this research is to contribute ideas for the development of legal science, especially in reviewing each of the rules set forth in a company, other than that expected by the Company in writing to make a regulation should be based on existing regulations.

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Syukur kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

atas pertolongan dan kebaikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya

Penulisan Hukum (Skripsi) dengan judul “Kajian Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pemerintah Kota Surakarta Untuk Bangunan Apartemen Sebagai Upaya Untuk Mewujudkan Penataan Bangunan Kota Berbasis Budaya Jawa”.

Penulisan Hukum ini membahas mengenai izin mendirikan bangunan

apartemen yang ditelaah berdasarkan aspek hukum, sosial-budaya, dan tata ruang

kota. Dalam penulisan hukum ini juga membahas mengenai harmonisasi peraturan

prundang-undangan yang mengatur izin mendirikan bangunan apartemen.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu, membimbing, memotivasi dan mendoakan sehingga penulisan hukum

ini dapat selesai, yaitu kepada :

1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Penulisan

Hukum (Skripsi) yang telah memberikan bantuan, bimbingan, masukan

dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi)

ini.

3. Ibu Dr. Igusti Ayu Ketut R.H., S.H., M.M., selaku ketua Bagian Hukum

Administrasi Negara yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

menyelesaikan penulisan hukum.

4. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta, atas bantuan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis

selama masa perkuliahan.

5. Bapak Alqaf Hudaya, Ibu Netty Isdiyah antaryani, Bapak Purwito, Ibu

Sularmi, dan Ratna Nurajayanti yang tak pernah lelah memberikan doa,

(8)

commit to user

viii

6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam

penulisan hukum (Skripsi) ini.

Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini tidak sempurna, oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Saya berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan orang lain.

Surakarta, 8 Februari 2011

(9)

commit to user

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... .... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah ... 1

B Rumusan Masalah ... 4

C Tujuan Penelitian ... 4

D Manfaat Penelitian... 5

E Metode Penelitian ... 6

F Sistematika Penulisan Hukum ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Kerangka Teori ... 12

1. Tinjauan Tentang Izin Mendirikan Bangunan ... 12

a. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan ... 12

b. Tujuan dan Fungsi Izin dan Izin Mendirikan Bangunan . 12

2. Tinjauan Umum Tentang Perundang-Undangan ... 16

a. Pengertian Peraturan ... 16

b. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ... 16

c. Tata Urutan Perundang-undangan ... 18

(10)

commit to user

x

4. Tinjauan Unit Pelayanan Terpadu... 22

a. Pengertian Unit Pelayanan Terpadu ... 22

b. Tugas dan kewenangan Unit Pelayanan Terpadu (UPT). 22

c. Pertanggungjawaban Unit Pelayanan Terpadu (UPT) ... 23

5. Tinjauan Tentang Bangunan Rumah Susun atau Apartemen ... 24

a. Pengertian Bangunan Rumah susun atau Apartemen ... 24

b. Tujuan Pembangunan Rumah Susun ... 24

c. Syarat Pembangunan Rumah Susun ... 25

6. Tinjauan Tentang Tata Ruang ... 26

a. Pengertian Tata Ruang ... 26

b. Tujuan Penataan Ruang ... 27

c. Pelaksanaan Tata Ruang ... 27

7. Tinjauan Tentang Peraturan Perundang-undangan Mengenai Izin Mendirikan Bangunan ... 32

a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ... 32

b. Undang-Undang Bangunan Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung ... 33

c. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Bangunan Gedung ... 34

d. Peratuan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun ... 35

e. Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan Gedung ... 36

f. Perda Kota Surakata Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota ... 37

8. Tinjauan Tentang Kebudayaan ... 39

a. Pengertian Kebudayaan ... 39

b. Unsur-Unsur Kebudayaan ... 39

(11)

commit to user

xi

d. Keraton Surakarta ... 41

e. Arsitektur bangunan jawa……… 42

B Kerangka Pemikiran ... 43

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A Kajian Penerbitan IMB Bangunan Apartemen Terhadap

Kaidah-Kaidah Hukum, Sosial Budaya, dan Kaidah Tata Ruang

di Surakarta ... 46

1.IMB ditinjau dari Aturan-Aturan Hukum ... 46

2.IMB ditinjau dari Kaidah-Kaidah Sosial Budaya yang

Berlaku Dalam Masyarakat... 60

3.IMB ditinjau dari Kaidah-Kaidah Tata Ruang Kota ... 70

B Harmonisasi Perundang-Undangan Mengenai Izin

Mendirikan Bangunan Apartemen ... 90

BAB IV PENUTUP

A Simpulan ... 101

B Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA

(12)

commit to user

xii

DAFTAR GAMBAR

(13)

commit to user

xiii

(14)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awalnya, manusia mendiami atau tinggal di atas permukaan tanah

untuk bercocok tanam dan mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal bagi

dirinya sendiri maupun keluarganya. Akan tetapi sejalan dengan membaiknya

tingkat kesehatan pertumbuhan ekonomi negara yang semakin mantap, maka

peningkatan laju pertumbuhan penduduk semakin pesat. Dilain pihak, tanah

atau lahan yang tersedia relatif terbatas atau tetap. Apalagi pembangunan

perumahan secara horisontal menyebabkan semakin sempitnya lahan tanah

yang ada. Tidak jarang perebutan lahan tempat bercocok tanam maupun

bermukim menimbulkan berbagai sengketa, terutama sekali di kota-kota besar.

Maka kemudian orang memikirkan adanya bangunan vertikal dengan sistem

satuan baik untuk hunian seperti rumah susun, apartemen, kondominium, dan

sistem satuan untuk nonhunian seperti mall, bangunan kantor bertingkat yang

bergedung pencakar langit. Diharapkan dengan berdirinya bangunan

bertingkat baik hunian maupun nonhunian.dapat memaksimalkan penggunaan

lahan tanah menjadi lebih efisien.

Apartemen merupakan salah satu bentuk bangunan vertikal. Pengertian

apartemen itu sendiri dalam undang-undang sebenarnya adalah rumah susun,

dimana yang dimaksud rumah susun adalah :

“ Ba nguna n gedung bertingkat yang dibangun da la m suatu lingkungan, yang terbagi da la m ba gia n-ba gia n yang distrukturka n secara fungsiona l da la m a rah horizonta l ma upun vertica l dan merupa ka n satua n-satuan ya ng masing-ma sing da pat dimiliki dan diguna ka n seca ra terpisah, teruta masing-ma untuk tempat hunian, ya ng dilengka pi denga n ba gia n-bersa ma , benda -bersa ma dan ta nah bersa ma ”

(Ayat 1 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah

Susun).

Apartemen atau rumah susun diharapkan mampu mengatasi

permasalahan hunian di Indonesia termasuk di Surakarta. Para pekerja yang

(15)

commit to user

bertempat tinggal di pinggir kota sedangkan pekerjaan mereka berada di pusat

kota dapat memanfaatkan bangunan rumah susun untuk tempat tinggal

sementara sehingga tidak memakan banyak biaya dan waktu mereka.

The effect of distance from the city centre on selling price, ta x a ssessment a nd gross income is investigated for income property in proximity to the city centre (Christian Ja nssen : 2001)

Akan tetapi dalam pembangunannya, apartemen-apartemen di Surakarta

ternyata menuai banyak kontroversi. Beberapa golongan mengaku tidak setuju

terhadap pembangunan aprtemen tersebut karena ada beberapa hal yang telah

dilanggar mulai dari perizinan, gangguan terhadap lingkungan hidup, sampai

pelanggaran niai-nilai kebudayaan masyarakat kota Surakarta yang berbasis

budaya jawa. Masyarakatpun mengajukan beberapa keberatan hingga usulan

untuk menghentikan proyek pembangunan apartemen yang sedang berjalan.

Pembangunan ketiga apartemen di Kota Surakarta menjadi sebuah

kontroversi tersendiri, pasalnya baru pertama kali ini didirikan dan masyarakat

belum bisa menerima. Perangkat hukum yang ada belum bisa menjadi dasar

hukum yang kuat untuk pembangunan apartemen itu sendiri.

IMB (Izin Mendirikan Bangunan) merupakan otonomi masing-masing

daerah untuk melaksanakannya. IMB dituangkan dalam perda masing-masing

daerah. Di kota Surakarta sendiri, dalam pembagunan sebuah bangunan

berdasar pada Perda Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan Dan Perda

Nomor 16 Tahun 1991 Tentang Bangunan Bertingkat.. Untuk bangunan yang

mempunyai dampak penting harus memperhatikan rencana umum tata ruang

kota yang dituangkan dalam Perda. Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana

Umum Tata Ruang Kota.

Kewenangan mengeluarkan IMB ini merupakan taggung jawab Walikota

Surakarta melalui UPT (Unit Pelayanan Terpadu) yang terdapat di kantor

balaikota Surakarta. UPT merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah kota

surakarta yang berwenang mengurusi segala masalah perizinan, jadi tidak

sekedar IMB, seperti misalnya izin penggunaan, izin lokasi, izin usaha

(16)

commit to user

Pemerintah Kota Surakarta yang dirasa sangat mudah memberikan Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan tinggi dan modern di kota

Surakarta mendapat tanggapan dari aktivis Dewan Kesenian Surakarta (DKS)

dan Forum Penegak Keadilan dan Kebenaran (FPKK). Menurut mereka,

pembangunan gedung-gedung tinggi tersebut akan mempertebal rasa

kekalahan orang Jawa. Orang Jawa menggunakan Keraton Kasunan sebagai

panutan sekarang malah sudah tertutup dengan adanya gedung-gedung tinggi

tersebut. Gedung tinggi yang sedang berada dalam proses pembangunan

adalah Solo Paragon, Solo Center Point dan Kusuma Mulia Tower.

Bangunan itu tingginya lebih dari 20 lantai, padahal di Surakarta masih ada

Keraton dan juga Mangkunegaran. Jika dilihat dari estetika dan peraturan yang

ada ini bisa tidak tepat, FPKK meminta walikota mengkaji ulang IMB tiga

apartemen tersebut untuk izin peruntukannya dan ketinggian bangunan

(http://assyita.blogspot.com/2009/09/solo-belum-butuh-paragon.html).

Dalam pendirian bangunan khususnya apartemen tidak terlepas dari

kendala masalah perizinan dan persetujuan dari masyarakat setempat.

Perizinan yang dimaksud adalah izin mendirikan bangunan yang dikeluarkan

oleh Pemerintah Kota Surakarta yang seharusnya bisa menjadi dasar hukum

yang kuat bagi pendirian bangunan apartemen dan memperhatikan nilai-nilai

budaya masyarakat kota surakarta yang sudah dipegang teguh sejak lama.

Berdasarkan wacana di atas, peneliti membuat penulisan hukum dalam

bentuk skripsi dengan judul : “KAJIAN PENERBITAN IZIN

MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN

TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK

BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA UNTUK

MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS

(17)

commit to user

B. Rumusan masalah

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan adanya perumusan masalah

untuk mengidentifikasikan persoalan yang akan diteliti dan mengarahkan

peneliti sesuai tujuan penelitian. Berdasarkan latar belakang di atas, maka

penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan

apartemen oleh unit pelayanan terpadu (UPT) Pemerintah Kota Surakarta

sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sosial

budaya, dan kaidah tata ruang Kota Surakarta?

2. Apakah sudah ada harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait

penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan apartemen

baik di tingkat pusat maupun daerah?

C. Tujuan penelitian

Dalam suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas dan pasti.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi arah dalam melangkah sesuai

dengan maksud penelitian.

Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif :

Tujuan Obyektif merupakan tujuan untuk memperoleh data dalam

rangka mengetahui jawaban permasalahan. Sedangkan tujuan dari

penelitian ini sendiri adalah :

a. Untuk mengetahui apakah penerbitan Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) oleh unit pelayanan terpadu (UPT) Pemerintah Kota Surakarta

untuk bangunan apartemen sudah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, sosial-budaya, dan kaidah tata ruang di Kota

(18)

commit to user

b. Untuk Untuk mengetahui apakah sudah ada harmonisasi

perundang-undangan tentang penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk

bangunan apartemen baik di tingkat pusat maupun daerah.

2. Tujuan Subyektif :

Tujuan Subyektif merupakan motif subyektif penyusunan penelitian.

Tujuan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut :

a. Untuk memperoleh data-data sebagai bahan penulisan hukum guna

memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan dalam

bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

b. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis dalam bidang

Hukum Administrasi Negara khususnya dalam bidang Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan apartemen.

c. Untuk meningkatkan pemahaman tentang berbagai teori yang

diperoleh penulis selama kuliah.

D. Manfaat Penelitian

Tiap penelitian harus diyakini kegunaannya bagi pemecahan masalah

yang diselidiki baik untuk diri penulis maupun bagi orang lain. Adapun

manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis :

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya bagi pengembangan

Hukum Administrasi Negara mengenai penerbitan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) bangunan apartemen.

b. Sebagai bahan masukan untuk pengkajian dan penulisan karya ilmiah

(19)

commit to user

2. Manfaat Praktis :

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan

serta tambahan pengetahuan mengenai penerbitan Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) bangunan apartemen;

b. Sebagai bahan masukan informasi pada instansi terkait dan

pihak-pihak yang membutuhkan informasi tentang Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) bangunan apartemen yang diharapkan dapat

memberikan sumbangan pemikiran untuk lebih menyempurnakan

dalam proses penerbitan (IMB) bangunan apartemen apabila terjadi

kesalahan yang merugikan lingkungan sekitar dan masyarakat kota

Surakarta yang kental akan budaya jawa;

c. Dapat meberikan masukan bagi Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kota

Surakarta untuk menata dan megambil kebijaksanaan dalam proses

penyelesaian terhadap hambatan hambatan yang timbul dalam

penerbitan (IMB) bangunan apartemen yang tidak bertentangan dengan

budaya jawa atau hukum adat setempat.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan

konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu;

sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak

adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu (Soerjono

Soekanto, 2006:42). Metodologi pada hakikatnya memberikan pedoman

tentang cara-cara seseorang ilmuan mempelajari, menganalisis, dan

memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya.

Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini

(20)

commit to user

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif atau penelitian

hukum kepustakaan. Disebut penelitian hukum normatif karena penelitian

ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis

atau bahan-bahan hukum yang lain. Sedangkan disebut sebagai penelitian

kepustakaan disebabkan penelitian dalam penelitian ini lebih banyak

dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian dalam penulisan hukum ini adalah Preskriptif dimana

memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya merupakan hal

yang esensial dari penelitian hukum. Hal ini baik untuk keperluan praktek

maupun untuk penulisan akademis, preskripsi yang diberikan menentukan

nilai penelitian tersebut, maka langkah terakhir dari suatu penelitian yaitu

memberikan preskripsi berupa rekomendasi yang didasarkan pada

kesimpulan yang telah diambil. Berpegang pada karakteristik Ilmu Hukum

sebagai ilmu terapan, preskripsi yang diberikan di dalam kegiatan

penelitian hukum harus dapat atau setidaknya mungkin untuk diterapkan.

3. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dimana

dengan pendekatan tersebut peneliti akan mendapat informasi dari

berbagai aspek mengenai isu hukum yang sedang dicoba untuk dicari

jawabannya. Pada penelitian ini digunakan pendekatan undang-undang

(statute approach), dengan menelaah dengan semua legislasi dan regulasi

yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang diteliti. Sehingga

dalam metode pendekatan perundang-undangan ini diperlukan pemahaman

(21)

commit to user

4. Jenis Data

Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Karena penelitian

yang dilakukan penulis termasuk penelitian hukum normatif atau

penelitian hukum kepustakaan, maka data yang dipergunakan adalah data

sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung

dari sumber pertama, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi,

buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan

sebagainya.

5. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan data yang

bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan

hukum tersier.

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai

kekuatan mengikat antara lain: Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia baik sebelum perubahan maupun sesudah

perubahan, Undang-Undang Negara Republik Indonesia, Peraturan

Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Walikota.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang menjelaskan

bahan hukum primer seperti buku-buku, artikel majalah dan koran,

hasil-hasil penelitian, pendapat pakar hukum maupun

makalah-makalah yang berhubungan dengan topik penulisan ini.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang

memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder seperti kamus hukum, kamus bahasa dan ilmu hukum yang

(22)

commit to user

6. Teknik Pengumpulan Data

Karena penelitian ini adalah penelitian normatif, maka dalam

pengumpulan datanya dilakukan dengan studi kepustakaan atau studi

dokumen. Teknik ini merupakan cara pengumpulan data dengan membaca,

mempelajari, mengkaji dan menganalisis serta membuat catatan dari

peraturan perundan-undangan, buku literatur, dokumen dan hal-hal lain

yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

7. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan logika

deduktif. Menurut Jhony Ibrahim yang mengutip pendapatnya Benard

Arief Shiharta, logika deduktif merupakan suatu teknik utuk menarik

kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat

individual (Jhony Ibrahim, 2006;249). Sedangkan Prof. Peter Mahmud

Marzuki yang mengutip pendapatnya Philiphus M. Hadjon menjelaskan

metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles,

penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis major

(pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat

khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau

Conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2007; 47). Jadi yang dimaksud dengan pengolahan bahan hukum dengan cara deduktif adalah

menjelaskan sesuatu dari hal-hal yang sifatnya umum, selanjutnya menarik

kesimpulan dari hal itu yang sifatnya lebih khusus.

Dalam penelitian ini data yang diperoleh dengan melakukan

inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian studi kepustakaan, aturan

perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang dapat membantu

menafsirkan norma tersebut dalam mengumpulkan data, kemudian data itu

diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap

terakhir adalah menarik kesimpulan dari data yang telah diolah, sehingga

(23)

commit to user

Bangunan (IMB) oleh Unit Pelayanan Terpadu Pemerintah kota Surakarta

untuk bangunan apartemen sudah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, sosial budaya, dan kaidah tata ruang Kota

Surakarta, serta dapat mengetahui apakah sudah ada harmonisasi peraturan

perundang-undangan tentang pendirian bangunan apartemen baik di

tingkat pusat maupun daerah.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh dari penulisan

hukum yang disusun, maka penulis menyusun suatu sistematika penulisan

hukum sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan mengenai pendahuluan dari penelitian

ini yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, dan kerangka penelitian hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada Bab II ini, penulis membagi menjadi dua kategori, yaitu

kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori

berisi: Tinjauan umum tentang Izin Mendirikan Bangunan,

Tinjauan Umum Tentang Legalitas Peraturan

Perundang-undangan, Tinjauan Umum Tentang Kaedah Hukum dan

Asas Hukum, Tinjauan Umum Tentang Unit Pelayanan

Terpadu (UPT), Tinjauan Umum Tentang Bangunan

Apartemen, Tinjauan Umum Tentang Tata Ruang, Tinjauan

Umum Tentang Peraturan Perundang-undangan Mengenai

Izin Mendirikan Bangunan, Tinjauan Umum Tentang

Kebudayaan. Kerangka pemikiran berisi : kerangka atau

(24)

commit to user

BAB III : PEMBAHASAN

Dalam bab III ini penulis akan menguraikan tentang

penerbitan Izin Mendirikan Bangunan yang diterbitkan oleh

Unit Pelayanan Terpadu kota Surakarta untuk bangunan

apartemen ditinjau dari peraturan perundang-undangan,m

sosial-budaya, tata ruang Kota Surakarta serta meneliti

harmonisasi peraturan perundang-undangan mengenai izin

mendirikan bangunan apartemen baik di tingkat pusat

maupun daerah.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab IV sebagai penutup penulis akan menyajikan

kesimpulan berdasarkan analisis data sebagai jawaban

permasalahan yang telah dirumuskan serta saran-saran yang

dapat peneliti berikan atas permasalahan yang peneliti teliti.

DAFTAR PUSTAKA

(25)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Izin Mendirikan Bangunan

a. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan.

Hukum perizinan adalah merupakan bagian dari Hukum

Administrasi Negara. Adapun yang dimaksud dengan perizinan adalah:

melakukan perbuatan atau usaha yang sifatnya sepihak yang berada di

bidang Hukum Publik yang berdasarkan wewenang tertentu yang

berupa penetapan dari permohonan seseorang maupun Badan Hukum

terhadap masalah yang dimohonkan.

Izin adalah perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu

yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan

persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketetuan

peraturan perundang-undangan (Sjachran basah, 1995 : 3).

Menurut Prajudi Atmosudirdjo (1981), perizinan merupakan

perbuatan hukum yang bersifat administrasi negara yang diberikan

oleh pejabat atau instansi pemerintah yang berwenang dan diberikan

dalam bentuk suatu penetapan (beschikking). Suatu izin atau persetujuan atas sesuatu yang pada umumnya dilarang. Perizinan ini

merupakan penetapan atau keputusan yang bersifat positif (pengabulan

daripada permohonan seluruhnya atau sebagian) dan tergolong pada

penetapan positif yang memberikan keuntungan kepada suatu instansi,

badan, perusahaan, atau perorangan. Perizinan ini timbul dari strategi

dan teknik yang dipergunakan oleh Pemerintah untuk menguasai atau

mengendalikan berbagai keadaan, yakni dengan melarang tanpa izin

tertulis untuk melakukan kegiatan-kegiatan apapun yang hendak diatur

atau dikendalikan oleh Pemerintah. .

(26)

commit to user

Secara umum pengertian bangunan adalah sesuatu yang

memakan tempat. Menurut Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8

Tahun 1988 tentang Bangunan pengertian bangunan adalah

bangunan-bangunan yang membentuk ruangan tertutup seluruhnya atau sebagian

beserta bangunan-bangunan lain yang berhubungan dengan bangunan

itu (ayat 6 Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun

1988 tentang Bangunan).

Sedangkan pengertian mendirikan bangunan sebagaimana yang

diatur dalam Perda ini adalah : pekerjaan mengadakan bangunan

seluruhnya atau sebagian termasuk pekerjaan menggali menimbun

atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan

mengadakan bangunan itu. Jadi izin mendirikan bangunan yang

selanjutnya disingkat IMB adalah izin mendirikan/ merubah/

merobohkan bengunan yang dikeluarkan oleh walikotamadya kepala

daerah (ayat 14 Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8

Tahun 1988 Tentang Bangunan).

Mengenai pengaturan dari izin mendirikan bangunan diatur

oleh Perda setempat dimana bangunan itu akan didirikan. Namun pada

dasarnya tidak terlepas dari ketentuan atau undang-undang yang secara

garis besar/ umum dan menjadi dasar pembentukan peraturan di

Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dimana dalam Pasal 18

Undang-Undang Dasar 1945. Dari bunyi Pasal 18 Undang-Undang

Dasar 1945 dapat disimpulkan bahwa daerah Indonesia di bagi dalam

daerah provinsi. Provinsi dibagi lagi dalam daerah yang lebih kecil,

dan setiap daerah tersebut diberi kebebasan untuk mengurus dan

menyelenggarakan pemerintahan di daerahnya baik berupa Daerah

(27)

commit to user

b. Tujuan dan Fungsi Izin dan Izin Mendirikan Bangunan

Secara umum tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk

pengendalian dari pada aktifitas pemerintah dalam hal-hal tertentu

dimana ketentuannya berisi pedoman-pedoman yag harus dilaksanakan

oleh baik yang berkepentingan ataupun oleh penjabat yang berwenang.

Selain itu tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu:

1). Dari sisi pemerintah tujuan pemberian izin itu adalah :

a). Untuk melaksanakan peraturan apakah ketentuan-ketentuan

yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan

dalam prakteknya atau tidak dan sekaligus untuk mngatur

ketertiban.

b). Sebagai sumber pendapatan daerah karena dengan adanya

permintaan permohonan izin maka secara langsung pendapatan

pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan

pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu. Semakin

banyak pula pendapatan dibidang retribusi tujuan akhirnya

yaitu untuk membiayai pembangunan.

2). Dari Sisi Masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah:

a). Untuk adanya kepastian hukum;

b). Untuk adanya kepastian hak;

c). Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas.

Bila bangunan yang didirikan telah mempunyai izin akan lebih

mudah mendapat fasilitas. Ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh

pemerintah mempunyai fungsi masing-masing. Begitu pula halnya

dengan ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi yaitu :

1). Sebagai fungsi penertib

Fungsi penertib dimaksudkan agar izin atau setiap izin atau

tempat-tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat lainnya

tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban dalam setiap

(28)

commit to user

2). Sebagai fungsi pengatur

Fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat

dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya, sehingga terdapat

penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain, fungsi

pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh

pemerintah.

Tujuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah untuk

melindungi kepentingan baik kepentingan pemerintah maupun

kepentingan masyarakat yang dutujukan atas kepentingan hak atas

tanah. Sedangkan fungsi dari Izin Mendirikan Bangunan ini dapat

dilihat dalam beberapa hal :

1). Segi Teknis Perkotaan

Pemberian Izin Mendirikan Bangunan sangat penting

artinya bagi Pemerintah Daerah guna mengatur, menetapkan dan

merencanakan pembangunan perumahan di wilayahnya sesuai

dengan potensial dan prioritas kota yang dituangkan dalam Master Pla n Kota. Untuk mendapatkan pola pembangunan kota yang terencana dan terkontrol tersebut, maka untuk pelaksanaan sutau

pembangunan di atas wilayah suatu kota diwajibkan memiliki Izin

Mendirikan Bangunan (IMB).

Dengan adanya pengaturan pembangunan perumahan

melalui izin ini, maka pemerintah didarah dapat merencanakan

pelaksanaan pembangunan berbagai sarana serta unsur kota dengan

berbagai instansi yang berkepentingan. Hal ini penting artinya agar

wajah perkotaan dapat ditata dengan rapi serta menjamin

keterpaduan pelaksanaan pekerjaan pembengunan perkotaan.

(29)

commit to user

2). Segi Kepastian Hukum

Izin Mendirikan Bangunan penting artinya sebagai

pengawasan dan pengendalian bagi pemerintah dalam hal

pembangunan perumahan. Mendirikan bangunan dapat menjadi

acuan atau titik tolak dalam pengaturan perumahan selanjutnya.

Bagi masyarakat pentingnya Izin Mendirikan Bangunan ini adalah

untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap hak bangunan yang

dilakukan sehingga tidak adanya gangguan atau hal-hal yang

merugikan pihak lain dan akan memungkinkan untuk mendapatkan

keamanan dan ketentraman dalam pelaksanaan usaha atau

pekerjaan, selain itu Izin Mendirikan Bangunan tersebut bagi

pemilknya dapat berfungsi sebagai :

a). Bukti milik bangunan yang sah.

b). Kekuatan hukum terhadap tuntutan ganti rugi dalam hal :

(1). Terjadinya hak milik untuk keperluan pembangunan

yang bersifat untuk kepentingan hukum.

(2). Bentuk-bentuk kerugian yang diderita pemilik bangunan

lainya yang berasal dari kebijaksanaan dan kegiatan yang

dilakukan oleh Pemerintah.

2. Tinjauan Umum Tentang Legalitas Peraturan Perundang-undangan.

a. Pengertian Peraturan

Menurut pasal (1) angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun

2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan

Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh

lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara

umum.

b. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus

berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan

(30)

commit to user

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, asas

pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik meliputi:

1). Kejelasan tujuan

Yang dimaksud dengan “kejelasan tujuan” berdasarkan

penjelasan Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004

adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

2). Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat

Berdasarkan penjelasan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2004 yang dimaksud dengan asas “kelembagaan atau organ

pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan

Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat

Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenag.

Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal

demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak

berwenang.

3). Kesesuaian antara jenis dan materi muatan

Yang dimaksud dengan asas “kesesuaian antara jenis dan

materi muatan” adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi

muatan yang tepat dengan jenis Peraturan

Perundang-undangannya.

4). Dapat dilaksanakan

Yang dimaksud dengan asas “dapat dilaksanakan” adalah

bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus

memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan

tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun

sosiologis.

5). Kedayagunaan dan kehasilgunaan

Yang dimaksud dengan asas “kedayagunaan dan

(31)

Perundang-commit to user

undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan

bermanfaat dalam mengatur kehidupan masyarakat, berbangsa, dan

bernegara.

6). Kejelasan rumusan

Yang dimaksud dengan asas “kejelasan rumusan” adalah

bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi

persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan,

sistematika, dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa

hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak

menimbulkan berbagai macam interprestasi dalam pelaksanaannya.

7). Keterbukaan

Yang dimaksud dengan asas “keterbukaan” adalah bahwa

dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai

dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat

transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan

masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk

memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan

Perundang-Undangan.

c. Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan

Dalam menilik legalitas dari suatu ketentuan atau peraturan

perundang-undangan salah satu teori yang dapat digunakan untuk

menganalisis apakah suatu ketentuan perundang-undangan tersebut

legal atau tidak adalah teori Stufenba u Des Rechts yang dikemukakan oleh Hans Kelsen. Menurut teori Stufenba u Des Rechts, legalitas suatu peraturan perundang-undangan tersebut, yang artinya teori ini

menghendaki adanya tingkatan dalam peraturan perundang-undangan.

Hierarki atau tata urutan perundang-undangan merupakan

pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya. Jenis dan

hierarki Peraturan Perundang-undangan berdasarkan ketentuan Pasal 7

ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

(32)

commit to user

1). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2). Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,

yang dimaksud Undang-Undang disini adalah sebagaimana

dijelaskan pada Pasal (1) angka 3 Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2004 yakni Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk

oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama

Presiden. Sementara Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang sebagaimana diatur dalam Pasal (1) angka 4

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 adalah Peraturan

Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal

kegentingan yang memaksa;

3). Peraturan Pemerintah, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal (1)

angka 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan

Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk

menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya;

4). Peraturan Presiden, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal (1)

angka 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan

Perundang-undangan yang dibuat Presiden;

5). Peraturan Daerah, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal (1) angka

7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan

Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah,

meliputi :

a). Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan Perwakilan

Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur;

b). Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan

Perwakilan Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota;

c). Peraturan Desa Peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan

Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama Kepala Desa atau

(33)

commit to user

Hal yang menjadi dasar hierarki tersebut adalah adanya asas

yang menyatakan bahwa peraturan yang kedudukannya lebih rendah

dari pada suatu kedudukan peraturan lain, tidak boleh bertentangan

dengan peraturan yang memiliki kedudukan di atasnya, di mana

Perundang-undangan suatu negara adalah merupakan suatu sistem

yang tidak menghendaki, membenarkan atau membiarkan adanya

pertentangan di dalamnya. Jika pertentangan antar peraturan

perundang-undangan itu terjadi, maka peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi akan melumpuhkan peraturan perundang-undangan

yamg lebih rendah kedudukannya. Ini merupakan asas yang dikenal

dengan adagium yang berbunyi Lex Superior Derograt Legi Inferiori.

3. Tinjauan Umum Tentang Kaedah Hukum dan Asas Hukum

Agar suatu peraturan perundang-undangan dapat berlaku efektif,

maka secara substansial harus memperhatikan beberapa asas yaitu :

a. Undang-undang tidak berlaku surut; artinya suatu hanya boleh

diterapkan terhadap peristiwa yang disebut dalam undang-undang

tersebut serta terjadi setelah undang-undang itu dinyatakan berlaku;

b. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi

mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula (Lex Superior Derograt Lex Impriori);

c. Undang-undang yang bersifat khusus mengenyampingkan

undang-undang yang bersifat umum (Lex Specia lis Derograt Lex Genera l), apabila pembuatnya sama; artinya terhadap peristiwa-peristiwa khusus

wajib diberlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa

tersebut, walaupun bagi peristiwa khusus tersebut dapat pula

diberlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa yang lebih

luas ataupun yang lebih umum, yang juga dapat mencakup peristiwa

khusus tersebut;

d. Undang-undang yang baru baru mengalahkan undang-undang yang

(34)

commit to user

yang lebih dahulu berlaku dan mengatur hal mengenai suatu hal

tertentu, tidak berlaku lagi apabila telah ada undang-undang baru yang

berlaku belakangan dan mengatur hal tertentu tersebut, akan tetapi

makna dan tujuannya berlainan atau berlawanan dengan

undang-undang yang lama tersebut;

e. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat; artinya adalah

undang-undang hanya dapat dicabut dan atau diubah oleh lembaga yang

membuatnya. Di Indonesia, Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan

yang salah satunya adalah menguji undang-undang terhadap

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 10 ayat

(1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi), sedangkan Mahkamah Agung diberikan wewenang

untukmenguji secara materiil hanya terhadap peraturan

perundang-undangan di bawah undang-undang saja (pasal 31 ayat (1)

Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).

Kewenangan tersebut memberikan makna bahwa Mahkamah Agung

dapat menyatakan bahwa suatu peraturan tertentu di bawah

undang-undang tidak mempunyai kekuatan hukum (harus ditinjau kembali)

karena bertentangan dengan peraturan di atasnya;

f. Undang-undang merupakan sarana untuk mencapai kesejahteraan

spiritual dan material bagi masyarakat maupun pribadi melalui

pelestarian maupun pembaharuan (inovasi)

Agar suatu peraturan perundang-undangan tidak hanya sebagai

suatu huruf mati, maka perlu dipenuhi persyaratan-persyaratan tertentu

yaitu :

a. Keterbukaan dalam pembuatannya;

b. Memberikan hak kepada anggota masyarakat untuk mengajukan

usulan-usulan dengan cara mengundang masyarakat yang berminat

(35)

commit to user

mengundang organisasi tertentu yang terkait untuk memberikan

masukan terhadap rancangan undang-undang yang disusun.

4. Tinjauan Umum Tentang Unit Pelayanan Terpadu (UPT)

a. Pengertian Unit Pelayanan Terpadu (UPT)

Dalam Pasal (2) Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13

Tahun 2005 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota

Pada Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta

Menyebutkan bahwa pengertian UPT adalah unit pelayanan bagi

masyarakat yang memerlukan perijinan dan pelayanan dipimpin oleh

seorang koordinator (Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun

2005 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Pada

Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta).

b. Tugas dan kewenangan Unit Pelayanan Terpadu (UPT)

Dalam pelaksanaan tugasnya koordinator menerima

pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah dari walikota Surakarta.

Menurut Pasal 4 Peraturan walikota di atas pengertian sebagian

pelimpahan kewenangan adalah meliputi bidang penyelenggaraan

pelayanan publik, baik perijinan maupun non perijinan. Sebagian

kewenangan walikota yang dilimpahkan kepada UPT antara lain:

1). Pemberian informasi pelayanan publik;

2). Penerimaan dan validasi berkas permohonan;

3). Penelitian atau pemeriksaan lapangan;

4). Penandatanganan pelayanan atau perijinan;

5). Penerimaan dan penyetoran biaya pelayanan publik;

6). Percetakan dokumen pelayanan publik;

7). Penyimpanan arsip elektronik.

Dalam Pasal 5 Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun

2005 Jenis perijinan yang diterbitkan oleh Unit Pelayanan Terpadu

(UPT) meliputi :

(36)

commit to user

2). Ijin Penggunaan Bangunan;

3). Advice Planning;

4). Ijin Lokasi;

5). Rekomendasi Lokasi;

6). Ijin Usaha Perdagangan (IUP);

7). Ijin Usaha Industri (IUI);

8). Tanda Daftar Gudang (TDG);

9). Tanda Daftar Perusahaan (TDP);

10). Ijin Gangguan;

11). Ijin Pemasangan Reklame.

c. Pertanggungjawaban Unit Pelayanan Terpadu (UPT)

Pertanggungjawaban Koordinator Unit Pelayanan Terpadu

(UPT) adalah bertanggung jawab atas sebagian kewenangan yang

dilimpahkan, dimana pelimpahan sebagian kewenangan tersebut

disertai dengan dukungan personil, peralatan atau perlengkapan,

pembiayaan dan dokumentasi. Pertanggungjawaban tersebut

disampaikan oleh koordinator Unit Pelayanan Terpadu (UPT) kepada

Walikota melalui Sekretaris Daerah Kota Surakarta.

Penarikan kewenangan yang dilimpahkan kepada koordinator

Unit Pelayanan Terpadu (UPT) dapat dilakukan oleh Walikota baik

sebagian maupun seluruhnya apabila (Pasal (7) Peraturan Waliota

Surakarta Nomor 13 Tahun 2005) :

1). Kewenangan yang dilimpahkan tidak dapat dilanjutkan karena

Pemerintah Daerah mengubah kebijakan;

2). Koordinator Unit Pelayanan Terpadu (UPT) mengusulkan untuk

(37)

commit to user

5. Tinjauan Umum Tentang Bangunan Apartemen

a. Pengertian Bangunan Apartemen.

Apartemen atau kondominium merupakan istilah yang dikenal

dalam sistem hukum Negara Italia. Kondominium terdiri atas dua suku

kata yaitu con yang berarti bersama-sama dan dominium yang berarti

pemilikan (Arie Sukanti, (a) 1994 :15). Di Negara Inggris dan amerika

menggunakan istilah Joint Property sedangkan Negara singapura dan Australia mempergunakan Strata Title. Banyaknya istilah yang dipergunakan kalangan masyarakat Indonesia seperti apartemen, flat,

kondominium, rumah susun (rusun) akan semakin membingunkan

awam.

Sebenarnya kalau dikembalikan kepada undang-undangnya,

yakni Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun,

maka kerancuan tidaklah perlu timbul, karena istilah yang

dipergunakan oleh undang-undang tersebut telah jelas dan tegas yakni

rumah susun. Adapun definisi rumah susun menurut undang-undang

tersebut adalah :

“ Ba nguna n gedung bertingkat yang dibangun da la m suatu lingkunga n, ya ng terba gi da la m bagian-ba gia n ya ng distrukturkan seca ra fungsiona l da la m a rah horizonta l ma upun vertica l dan merupa ka n satua n-satua n ya ng ma sing-ma sing da pat dimiliki dan diperguna ka n seca ra terpisa , teruta ma untuk tempat hunian, yang dilengka pi dengan bagian bersa ma , benda bersa ma da n ta nah bersa ma ” .

b. Tujuan Pembangunan Rumah Susun

Tujuan dari pembangunan rumah susun menurut Pasal 3

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun antara

lain adalah :

1). Ayat 1 huruf a : Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak

bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan

(38)

commit to user

2). Ayat 1 huruf b : Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di

daerah pekotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya

alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap,

serasi, dan seimbang;

3). Ayat 2 : Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang

berguna bagi kehidupan masyarakat.

c. Syarat Pembangunan Rumah Susun

Sistem bangunan yang berwujud kondominium berbeda dengan

sistem bangunan konvensional (sistem bangunan horizontal). Baik

struktur, kelengkapan, prasarana, dan fasilitas, lingkungan maupun

komunitas penghuninya.

Oleh karenanya dalam rangka pendirian bangunan yang

berbentuk kondominium mutlak diperlukan berbagai persyaratan yang

harus dipenuhi oleh suatu perusahaan pengembang. Adapun tujuan

dari persyaratan tersebut adalah untuk menjamin keselamatan,

keamanan, ketentraman, dan ketertiban penghunian serta keserasian

dengan lingkungan di sekitarnya.

Secara garis besar persyaratan-persyaratan dapat dibagi

menjadi dua sebagai berikut :

1). Persyaratan teknis selalu tertuang dalam rancang bangun yang

meliputi :

a). Ruang;

b). Struktur, komponen, dan bahan bangunan;

c). Kelengkapan bangunan kondominium;

d). Satuan rumah susun;

e). Bagian dan benda bersama;

f). Kepadatan dan tata letak bangunan;

(39)

commit to user

2). Persyaratan administrasi yang berupa izin antara lain mencakup:

a). Ijin lokasi (SP3L dan SIPPT);

b). Advice planning;

c). IMB (Ijin Mendirikan Bangunan);

d). ILH (Ijin Layak Huni);

e). Sertifikat tanah.

Ketentuan-ketentuan pokok mengenai persyaratan teknis dan

administratif pendirian rumah susun di atas, dijelaskan lebih lanjut

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah

Susun pasal 8 sampai dengan pasal 37.

6. Tinjauan Umum Tentang Tata Ruang

a. Pengertian Tata Ruang

Keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat

yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga

diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif,

dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif,

dan berkelanjutan.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 merupakan UU yang

mnengatur mengenai penataan ruang sebagai pembaharuan dari UU

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang yang

sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang. Di

dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan secara rinci berbagai

konsep mengenai penataan ruang. Adapun dalam tinjauan umum ini

hanya beberapa konsep dalam Undang-Udang tersebut yang akan coba

dipaparkan tentunya yang berkaitan dengan penelitian.

1). Pasal 1 ayat (1)

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan

(40)

commit to user

wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan

kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

2). Pasal 1 ayat 2

Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

3). Pasal 1 ayat 5

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

4). Pasal 1 ayat 6

Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi

pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan

ruang.

b. Tujuan penataan ruang

Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

disebutkan bahwa Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk

mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,nyaman, produktif,

dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan

Nasional dengan:

1). Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan

lingkungan buatan;

2). Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam

dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya

manusia; dan

3). Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak

negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

c. Pelaksanaan tata ruang

Dalam undang-Undang Tata Ruang Pelaksanaan tata ruang

meliputi :

1). Perencanaan tata ruang (pasal 14)

a). Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan :

(41)

commit to user

(2). Rencana rinci tata ruang.

b). Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a secara berhierarki terdiri atas:

(1). Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

(2). Rencana tata ruang wilayah provinsi; dan

(3). Rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata

ruang wilayah kota.

c). Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b terdiri atas:

(1). Rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata

ruang kawasan strategis nasional;

(2). Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan

(3). Rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata

ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

d). Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b disusun sebagai perangkat operasional rencana umum

tata ruang.

e). Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

huruf a dan huruf b disusun apabila:

(1). Rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar

dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian

pemanfaatan ruang; dan/atau

(2). Rencana umum tata ruang mencakup wilayah

perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana

umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum

dioperasionalkan.

f). Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

huruf c dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.

g). Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana

(42)

commit to user

2). Pemanfaatan Ruang

a). Pasal 32

(1). Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan

program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya.

(2). Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang, baik

pemanfaatan ruang secara vertikal maupun pemanfaatan

ruang di dalam bumi.

(3). Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk jabaran

dari indikasi program utama yang termuat di dalam

rencana tata ruang wilayah.

(4). Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap

sesuai dengan jangka waktu indikasi program utama

pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata

ruang.

(5). Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) disinkronisasikan dengan

pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah administratif

sekitarnya.

(6). Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan dengan memperhatikan standar pelayanan

minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana.

b). Pasal 33

(1). Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang

ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan

mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air,

penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam

(43)

commit to user

(2). Dalam rangka pengembangan penatagunaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan kegiatan

penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah,

neraca penatagunaan sumber daya air, neraca

penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber

daya alam lain.

(3). Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk

pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan

umum memberikan hak prioritas pertama bagi

Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima

pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah.

(4). Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi

lindung, diberikan prioritas pertama bagi Pemerintah dan

pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas

tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang

bersangkutan akan melepaskan haknya.

(5). Ketentuan lebih lanjut mengenai penatagunaan tanah,

penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan

sumber daya alam lainnya sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.

3). Pengendalian Pemanfaatan Ruang

a). Pasal 35

Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan

peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif,

serta pengenaan sanksi.

b). Pasal 36

(1). Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35

disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan

(44)

commit to user

(2). Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata

ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.

(3). Peraturan zonasi ditetapkan dengan:

(a) Peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi

sistem nasional;

(b)Peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan

zonasi sistem provinsi; dan

(c) Peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan

zonasi.

c). Pasal 37

(1). Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

35 diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut

kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(2). Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana

tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan

pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3). Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau

diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal

demi hukum.

(4). Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur

yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan

rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah

dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

(5). Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan

izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat

dimintakan penggantian yang layak kepada instansi

(45)

commit to user

(6). Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat

adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat

dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah

dengan memberikan ganti kerugian yang layak.

(7). Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan

izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang

tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

(8). Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin

dan tata cara penggantian yang layak sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan

peraturan pemerintah.

7. Tinjauan Umum Tentang Peraturan Perundang-undangan Mengenai Izin

Mendirikan Bangunan (bangunan bertingkat rumah susun/apartemen)

a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945

Pengaturan mengenai izin mendirikan bangunan secara umum

terdapat dalam:

1). Pasal 28 D

a). Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,

dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama

dihadapan hukum;

b). Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan

perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

2). Pasal 33

a). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas

asas kekeluargaan.

b). Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas

demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi

berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,

kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan

Gambar

Gambar :  Kerangka pemikiran ..........................................................................
gambar rencana struktur beserta perhitungannya;  gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian
Gambar denah bangunan dan bangunan pelengkapnya;
Gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan potongan

Referensi

Dokumen terkait

milling adalah metode yang lebih baik dari pada dry milling untuk mendapatkan. produk yang lebih halus karena molekul pelarut yang teradsorpsi

Dari hasil analisis pada kelompok perlakuan dapat diketahui responden yang mengalami peningkatan sebanyak 29 orang dan sebanyak 1 orang yang tidak mengalami pe- rubahaan

Hasil observasi yang telah dilakukan pada ruangan, timbang terima telah dilakukan sesui dengan alur, dimana pelaksanaan timbang terima dimulai

Penelitian ini penting untuk dilakukan karena potensi produksi Eucheuma cottonii yang cukup tinggi, sehingga perlu adanya metode yang sederhana untuk

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan proses sains antara model pembelajaran langsung dan

Elashri (2013) The Effect of the Genre-Based Approach to Teaching Writing on the EF L Al-Azhr Secondary Students' Writing Skills and their attitudes towards

Suzuki Indomobil Motor

Kawasan Industri Lampung (KAIL) yang menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar, serta kegiatan-kegiatan baru di Tanjung Bintang antara lain adanya