DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2016
AYI SITI ALFALAH
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Evaluasi Penggunaan Kombinasi Eksrak Jahe dan Otak Ikan Patin terhadap Respons Reproduksi Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp.”adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Ayi Siti Alfalah
ABSTRAK
AYI SITI ALFALAH. Evaluasi Penggunaan Kombinasi Ekstrak Jahe dan Otak Ikan Patin terhadap Respons Reproduksi Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp. Dibimbing oleh M. ZAIRIN JUNIOR dan ALIMUDDIN.
Ikan lele memiliki potensi usaha yang besar dalam dunia perikanan, baik dilihat dari harga maupun permintaan pasar. Ketersediaan benih berkualitas secara kontinu diperoleh dengan melakukan pemijahan secara buatan yang diikuti dengan pembuahan buatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kombinasi ekstrak jahe gajah dan ekstrak otak ikan patin dengan dosis yang berbeda terhadap respons reproduksi induk ikan lele Sangkuriang. Penelitian terdiri atas lima perlakuan dan tiga ulangan menggunakan rancangan acak lengkap. Perlakuan pada penelitian ini, yaitu P0 (1 ml/kg jahe); P1 (100 mg/kg otak + 1 ml/kg jahe); P2
(200 mg/kg otak + 1 ml/kg jahe); P3 (300 mg/kg otak + 1 ml/kg jahe); dan P4
(ovaprim 0,2 ml/kg). Hasil terbaik yang didapatkan adalah perlakuan P2 (kombinasi 200 mg/kg ekstrak otak ikan patin + 1 ml/kg ekstrak jahe) dengan nilai fekunditas 33791 butir/kg induk; derajat pembuahan 47,64 %; dan derajat penetasan 89,74 %.
Kata kunci: Ikan lele, jahe, otak ikan patin, pemijahan buatan.
ABSTRACT
AYI SITI ALFALAH. Evaluation of ginger extract and Thai catfish brain extract combination on reproductive responses of Clarias sp. Supervised by M. ZAIRIN JUNIOR and ALIMUDDIN.
Catfish has a huge business potential in the world of fisheries, especially in term of price and market demand. Availability of good catfish seeds are continuously obtained by artificial spawning and fertilization. The purpose of this research was to evaluate ginger (Zingiber officinale Rosc.) extract and Thai catfish (Pangasianodon hypophthalmus) brain extract combination with different dose on the response of reproductive in catfish broodstock. The research consisted of five treatments and three replications using complete randomized design method. The treatment consisted of P0 (1 ml/kg of ginger), P1 (100 mg/kg of brain
+ 1 ml/kg of ginger), P2 (200 mg/kg of brain + 1 ml/kg of ginger), P3 (300 mg/kg
of brain + 1 ml/kg of ginger), and P4 (ovaprim 0.2 ml/kg,). The best result was
obtained in P2 treatment (a dose of 200 mg/kg of brain extracts of Thai catfish + 1
ml/kg of ginger extract) with fecundity was 33791 eggs/kg broodstock, fertilization rate 47.64 %, and hatching rate 89.74 %.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan
AYI SITI ALFALAH
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2016
PRAKATA
Segala puji hanya milik Allah SWT. Rasa syukur penulis panjatkan kehadirat-Nya atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul “Evaluasi Penggunaan Kombinasi Ekstrak Jahe dan Otak Ikan Patin terhadap Respons Reproduksi Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp.” berhasil diselesaikan.
Karya ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana di Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi selama bulan April – Juni 2015.
Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya karya ilmiah ini, terutama kepada
1. Bapak Prof Dr Ir M. Zairin Junior, MSc selaku Pembimbing 1, Bapak Dr Alimuddin, SPi, MSc selaku Pembimbing 2, Bapak Prof Dr Ir Enang Harris, MS selaku Pembimbing Akademik, serta Bapak Ucu Cahyadi, SPi selaku Pembimbing lapangan yang selalu memberikan motivasi, dorongan, dan bantuan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
2. Seluruh Dosen dan Staf BDP FPIK IPB yang telah memberikan ilmu serta bantuan akademik selama ini.
3. Kedua orang tua tersayang Bapak Unin Sjamsunin dan Ibu Enggoy Gomariah, Adung Abdu Zikrillah, serta Komunitas Orangers atas segala doa terbaik, dukungan, dan semangat.
4. Sahabat-sahabat Carroutsel, Balio 36, dan BDP 48, khususnya Uswatun Khasanah dan Hesti Irissanti atas segala bantuan, semangat, pertemanan, doa, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Maret 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... v
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 2
Biologi Reproduksi Ikan Lele Sangkuriang ... 2
Ekstrak Jahe ... 3
Kandungan Otak Ikan Patin ... 5
Ovulasi dan Pemijahan Ikan Lele ... 6
METODE ... 7
Rancangan Penelitian ... 7
Prosedur Kerja ... 8
Parameter Penelitian ... 10
Analisis Data ... 12
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12
Hasil ... 12
Pembahasan ... 19
KESIMPULAN DAN SARAN ... 22
Kesimpulan ... 22
Saran ... 22
DAFTAR PUSTAKA ... 23
LAMPIRAN ... 26
RIWAYAT HIDUP ... 33
DAFTAR TABEL
1 Komposisi kimia jahe gajah segar per 100 gram bobot basah ... 42 Efek (±)-(6)-gingerol terhadap induksi eikosanoid pada vena mesenterik tikus ... 5
3 Bagian-bagian pada otak vertebrata ... 6
4 Jumlah dan ukuran induk ikan lele Sangkuriang betina yang digunakan pada penelitian Tahap I ... 8
5 Jumlah dan ukuran induk ikan lele Sangkuriang betina yang digunakan pada penelitian Tahap II ... 9
6 Kisaran suhu, pH, DO, dan amonia selama pemeliharaan telur ... 12
7 Waktu ovulasi ikan lele Sangkuriang Clarias sp. ... 15
DAFTAR GAMBAR
1 Induk ikan lele Sangkuriang Clarias sp. yang telah matang gonad ... 33 Persentase GVBD (%) ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada jam ke-0, 12, dan 24 ... 13 4 Diameter telur (mm) ikan lele Sangkuriang Clarias sp. sebelum dan
setelah penyuntikan ... 14 5 Persentase GVBD (%) ikan lele Sangkuriang Clarias sp. sebelum dan
setelah penyuntikan ... 15 6 Bobot telur total ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada jam ke-12
setelah penyuntikan ... 16 7 Bobot telur per satuan bobot induk ikan lele Sangkuriang Clarias sp.
pada jam ke-12 setelah penyuntikan ... 17 8 Fekunditas ikan lele Sangkuriang Clarias sp. ... 17 9 Persentase FR (%) ikan lele Sangkuriang Clarias sp. empat jam setelah
penebaran ... 18 10 Persentase HR (%) ikan lele Sangkuriang Clarias sp. 30 jam setelah
penebaran telur ... 19
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan lele Sangkuriang, Clarias sp. merupakan strain hasil perbaikan genetika dari ikan lele dumbo, melalui silang-balik antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6). Ikan tersebut memiliki pertumbuhan bobot dan panjang tubuh benih dua kali lebih cepat bila dibandingkan dengan benih lele dumbo, selain itu produktivitasnya pun lebih tinggi (Sunarma 2004).
Ikan lele memiliki potensi usaha yang besar dalam dunia perikanan, baik dilihat dari harga maupun permintaan pasar. Dalam upaya peningkatan produksi, ketersediaan benih berkualitas baik secara kontinu mutlak diperlukan. Salah satu cara untuk memperoleh benih adalah dengan melakukan pemijahan secara buatan (artificial spawning) yang diikuti dengan pembuahan buatan (artificial fertilization). Beberapa alternatif bahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas pemijahan buatan, yaitu ovaprim, mammalian luteinizing hormone releasing hormone analogue (LHRHa), pregnant mare serum gonadotropin (PMSG), carp pituitary extract (CPE), dan human chorionic gonadotropin (HCG). Akan tetapi alternatif tersebut terbilang cukup mahal untuk para pembenih.
Adapun yang perlu dicoba untuk merangsang pemijahan ikan lele Sangkuriang adalah menggunakan ekstrak jahe. Jahe merupakan salah satu bahan rempah penting dan penggunaannya telah mendunia. Rimpang jahe yang diekstrak mengandung beberapa komponen kimia seperti air, karbohidrat, protein, minyak atsiri, oleoresin (gingerol, shogaol), abu dan serat kasar, vitamin, mineral, dan lain-lain (Ravindran dan Nirmal 2004).
Komponen [10]-shogaol adalah komponen yang tidak pedas pada jahe namun meningkatkan sekresi adrenalin dengan mengaktivasi transient receptor potential vanilloid subtype 1 (TRPV1). Senyawa shogaol bertanggung jawab terhadap khasiat jahe yang dapat meningkatkan suhu tubuh. Shogaol juga meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler (Iwasaki et al. 2006). Gingerol adalah penyusun aktif dari jahe segar yang memberi rasa pedas pada jahe. Gingerol dapat mengalami transformasi selama penyimpannya menjadi shogaol, paradol (dari hidrogenasi shogaol), dan zingeron (Ravindran dan Nirmal 2004). Senyawa (±)-(6)-gingerol berpotensi untuk menginduksi prostaglandin F2
(PGF2) (Kimura et al. 1989b), prostaglandin E2 (PGE2) dan prostaglandin I2
(PGI2) (Kimura et al. 1989a).
PGF2 dapat mempercepat proses ovulasi dengan meningkatkan aktivasi
enzim proteolitik yang berfungsi untuk pemecahan dinding folikel (Berndtson et al. 1989). Yustikasari (2004) telah mencoba menggunakan ekstrak jahe untuk menginduksi pemijahan ikan lele dan mendapatkan bahwa penggunaan ekstrak jahe 0,5 ml/kg; 1 ml/kg; dan 1,5 ml/kg dapat mempengaruhi perkembangan diameter telur dan perubahan posisi inti telur namun belum mampu mendorong ovulasi pada induk lele.
2
otak ikan patin yang sudah matang gonad. Selama ini, otak ikan hanya menjadi limbah, karena yang diambil untuk merangsang ovulasi dan pemijahan hanya bagian hipofisanya.
Bagian-bagian otak ikan seperti serebelum, optik tektum, medula oblongata dan lainnya ternyata masih mengandung gonadotropin releasing hormone (GnRH). Mananos et al. (2008) mengemukakan bahwa kandungan GnRH setiap bagian otak ikan berbeda-beda. Selain itu saat ini sudah dikenal ada beberapa jenis GnRH, yaitu mammalia (mGnRH), chicken-I (cGnRH-I), chicken-II (cGnRH-II),
salmon (sGnRH), catfish (cfGnRH), seabream GnRH (sbGnRH), herring
(hgGnRH), medaka (mdGnRH), whitefish (whGnRH), dogfish (dfGnRH),
lamprey-I (lGnRH-I), dan lamprey-III (lGnRH-III). Otak ikan patin mengandung
catfish GnRH (cfGnRH) yang juga ditemukan pada ikan lele. Subhan (2011) telah mencoba menggunakan otak ikan patin untuk menginduksi pemijahan ikan lele dan mendapatkan bahwa dosis terendah 200 mg/kg bobot badan resipien, ekstrak otak ikan patin berpengaruh terhadap keberhasilan pemijahan ikan lele. Akan tetapi, pemijahan tersebut dilakukan secara semi-alami dan tanpa stripping. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan kombinasi ekstrak otak ikan patin dan ekstrak jahe terhadap respons reproduksi ikan lele Sangkuriang, sehingga dapat dilakukan pemijahan secara buatan pada ikan lele Sangkuriang.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek kombinasi ekstrak otak ikan patin dan ekstrak jahe dengan dosis yang berbeda terhadap respons reproduksi induk ikan lele Sangkuriang.
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Reproduksi Ikan Lele Sangkuriang
Ikan lele Sangkuriang, Clarias sp. merupakan strain hasil perbaikan genetika dari ikan lele dumbo Clarias gariepinus, melalui silang-balik antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6). Ikan tersebut memiliki pertumbuhan bobot dan panjang tubuh benih dua kali lebih cepat bila dibandingkan dengan benih lele dumbo, selain itu produktivitasnya pun lebih tinggi (Sunarma 2004).
3 Ovarium terdiri dari oogonia dan jaringan penunjang atau stroma. Pada keadaan matang, ovarium bisa mencapai 70% dari bobot tubuh induk (Burhanuddin 2014).
Berdasarkan perkembangan oositnya terdapat tiga tipe ovari pada ikan, yakni tipe sinkronisasi total yaitu oosit berkembang pada stadia yang sama; tipe sinkronisasi kelompok yaitu terdapat oosit besar yang matang dan oosit yang sangat kecil tanpa kuning telur; serta tipe asinkronisasi yaitu ovarium terdiri dari berbagai tingkat stadia oosit (Kapoor dan Khanna 2004). Ikan lele termasuk kedalam tipe sinkronisasi kelompok.
Ikan lele Sangkuriang mulai matang gonad pada umur 8 – 9 bulan dengan fekunditas 40.000 – 60.000 butir/kg induk. Induk betina (Gambar 1a) yang siap memijah dicirikan dengan perut yang relatif lebih besar dan terasa lembek serta lubang genitalnya berbentuk bulat dan berwarna merah, sedangkan induk jantan (Gambar 1b) dicirikan dengan alat kelamin (papilla) meruncing melebihi pangkal sirip anus dan ujung papilla tersebut berwarna kemerahan (Sunarma 2004).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fungsi reproduksi pada spesies ikan terdiri dari faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi suhu, sinar matahari, kedalaman air, jenis substrat, dan salinitas. Faktor internal meliputi kondisi tubuh ikan dan adanya hormon reproduksi seperti hormon steroid dan gonadotropin (David 1993).
a b
Gambar 1. Induk ikan lele Sangkuriang yang telah matang gonad a) Induk ikan lele jantan; b) Induk ikan lele betina
Ekstrak Jahe
Rimpang jahe terdiri dari dua komponen, yakni komponen volatil yang bertanggung jawab dalam aroma jahe dan komponen nonvolatil yang bertanggung jawab dalam memberi rasa pedas jahe. Komponen volatil pada rimpang jahe adalah (-)-zingiberene, (+)-ar-curcumene, (-)--sesquiphelandrene, -bisabolene,
-pinene, bornyl acetate, borneol, camphene, -cymene, cineol, citral, cumene, -elemene, farnesene, -phelandrene, geraniol, limonene, linalol, myrcene, -pinene, dan sabinene. Komponen nonvolatil pada rimpang jahe adalah gingerol, shogaol, gingediol, gingediasetat, gingerdion, dan gingerenon (Martin et al.
4
Selain komponen volatil dan nonvolatil, ekstrak rimpang jahe juga mengandung komposisi lain seperti air, minyak atsiri, pati, serat kasar, abu, vitamin, dan mineral. Komposisi kimia jahe gajah segar per 100 gram bobot basah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia jahe gajah segar per 100 gram bobot basah
Komponen Jumlah Pustaka
Minyak atsiri 1,62 – 2,29 % Yuliani (2012) penyimpanan dapat terdehidrasi menjadi shogaol, paradol (dari hidrogenasi
shogaol), dan zingeron (Ravindran dan Nirmal 2004). Menurut Kimura et al. (1989b), senyawa (±)-(6)-gingerol berpotensi untuk menginduksi prostaglandin F2 (PGF2). Namun demikian, senyawa shogaol justru menghambat induksi
PGF2, sedangkan (6)-dehydrogingerdione (DHG) dan S-(+)-(6)-gingerdiacetate
(GDA) tidak berpengaruh apapun. Senyawa (±)-(6)-gingerol juga berpotensi dalam menginduksi prostaglandin E2 (PGE2) dan prostaglandin I2 (PGI2), namun
menghambat induksi kontraksi leukotrien (LT), tromboksan A (TXA), dan prostaglandin D2 (PGD2) (Kimura et al. 1989a).
Prostaglandin merupakan derivat asam lemak tak jenuh dengan jumlah karbon 20 dan berasal dari kelenjar prostat. Prostaglandin awalnya ditemukan pada plasma seminal, namun sekarang dapat ditemukan di setiap jaringan tubuh mamalia dan memiliki peran penting dalam aktivitas fisik maupun farmatologi. Beberapa jenis prostaglandin berperan dalam proses reproduksi diantaranya PGE2
dan PGF2. PGE2 dapat menduplikat kemampuan adrenocorticotropic hormone
(ACTH) untuk meningkatkan proses steroidogenesis (Martin et al 1981). PGF2
meningkatkan aktifasi enzim proteolitik yang berfungsi untuk pemecahan dinding folikel (Berndtson et al. 1989) dan merangsang kontraksi dinding folikel (Gusrina 2014).
5 2013). Efek (±)-(6)-gingerol terhadap induksi Eikosanoid dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Efek (±)-(6)-gingerol terhadap induksi eikosanoid pada vena mesenterik tikus
Aksi Komponen (mM) Induksi oleh (±)-(6)-Gingerol (%)
0,03 0,1 0,3
Sumber: Kimura et al. (1989a)
Keterangan : Perlakuan tanpa gingerol diambil sebagai kontrol dengan persentase induksi terhadap setiap komponen adalah sebesar 100 %. Perbedaan yang signifikan antara perlakuan dengan kontrol diketahui melalui uji t pada *p < 0,05 dan **p < 0,01.
Penelitian lainnya menunjukkan bahwa gingerol dapat menghambat asam arakidonat dalam menginduksi pengeluaran dan pengumpulannya melalui aktivitas enzim siklooksigenase (COX) (Koo et al. 2001). Siklooksigenase memiliki tiga bentuk yakni COX-1, COX-2, dan COX-3. COX-1 dan COX-2 terletak
di pembuluh darah, perut dan ginjal, sedangkan COX-3 terletak di otak. COX-1
bertanggung jawab untuk tingkat dasar prostaglandin. COX-2 menghasilkan
prostaglandin melalui stimulasi. COX-3 berkaitan dengan pemberi pesan rasa
sakit. Senyawa gingerol, (8)-paradol dan shogaol memberikan efek penghambat yang kuat pada aktivitas enzim COX-2 (Tjendraputra et al. 2001). Namun,
kandungan senyawa gingerol mengaktivasi siklooksigenase pada sel endothelial, meningkatkan sintesis prostaglandin, serta berpotensi dalam menginduksi PGF2
dengan mensugesti aktivasi enzim COX-1 (Ravindran dan Nirmal 2004). Kandungan Otak Ikan Patin
Otak pada vertebrata terdiri dari tiga bagian utama yakni forebrain,
midbrain, dan hindbrain. Rincian dari ketiga bagian tersebut dapat di lihat pada Tabel 3. Otak ikan mengandung beberapa jenis gonadotropin releasing hormone (GnRH). Mananos et al. (2008) mengemukakan bahwa kandungan GnRH setiap bagian otak ikan berbeda-beda. Selain itu saat ini sudah dikenal ada beberapa jenis GnRH, yaitu mGnRH, cGnRH-I, cGnRH-II, sGnRH, cfGnRH, sbGnRH, hgGnRH), mdGnRH, whGnRH, dfGnRH, lGnRH-I, dan lGnRH-III. Otak ikan patin mengandung cfGnRH yang juga ditemukan pada ikan lele.
6
dan berfungsi dalam pengendalian tingkah laku reproduksi, pengontrol nafsu makan, dan metabolisme. GnRH3 merupakan sistem unik yang mengkode satu peptid yaitu sGnRH dan berfungsi dalam pengaturan tingkah laku reproduksi. GnRH1 dan GnRH3 terletak pada bagian ventral forebrain, sedangkan GnRH2 pada midbrain (Bernier 2009).
Tabel 3 Bagian-bagian pada otak vertebrata
Forebrain Telenchepalon Olfactory bulbs Cerebral hemispheres
Basal ganglia Diencephalon Epithalamus
Thalamus Hypothalamus
Midbrain Mesencephalon Tectum
Tegmentum Hindbrain Metencephalon Cerebellum
Pons Myelencephalon Medulla Oblongota Sumber: Martin et al. (1981)
Ovulasi dan Pemijahan Ikan Lele
Ovulasi adalah proses keluarnya sel telur (oosit) yang telah matang dari folikel dan masuk ke dalam rongga ovarium atau rongga perut. Pelepasan sel tersebut terjadi akibat membesarnya sel telur, adanya kontraksi aktif dari folikel (bertindak sebagai otot halus) yang menekan sel telur keluar, serta adanya daerah tertentu pada folikel yang melemah membentuk benjolan hingga pecah dan terbentuk lubang pelepasan hingga telur keluar. Ovulasi merupakan kelanjutan dari proses perkembangan oosit (vitelogenesis) dan pematangan oosit (maturasi) (Gusrina 2014).
Proses perkembangan oosit dipengaruhi oleh kerja FSH yang diawali dengan pembentukan oogonia pada sel germinal yang terdapat dalam lamela. Oogonia yang tersebar dalam ovarium mengalami pembelahan mitosis menjadi oosit primer. Oosit primer kemudian mengalami dua masa pertumbuhan yakni fase previtelogenesis yaitu ketika terjadi penambahan ukuran oosit akibat penambahan volume sitoplasma dan fase vitelogenesis yaitu ketika terjadi akumulasi material kuning telur yang disintesis oleh hati ke dalam oosit. Secara hormonal, proses vitelogenesis berpucak pada pembentukan hormon 17α -hydroxyprogesteron pada sel teka (Gusrina 2014).
Setelah fase vitelogenesis, sebelum adanya rangsangan yang sesuai maka oosit masuk ke fase dorman (istirahat), yakni fase di mana oosit tidak mengalami perubahan bentuk selama beberapa saat. Jika tidak ada rangsangan dan kondisi lingkungan tidak sesuai maka oosit akan mengalami degenerasi lalu diserap kembali oleh lapisan folikel melalui atresia (Gusrina 2014). Jika terdapat rangsangan LH yang cukup, maka akan menyebabkan terjadinya proses pematangan oosit yang ditandai dengan adanya pergeseran posisi inti telur.
7 bermigrasi dari tengah menuju tepi, peripheral germinal vesicle (pGV) atau tahap inti di tepi dan germinal vesicle breakdown (GVBD) atau tahap inti yang telah melebur. Setelah inti telur melebur maka terjadilah proses ovulasi (pecahnya folikel) dan oviposisi.
Pada habitat aslinya, proses pemijahan ikan lele dipengaruhi oleh perubahan sinyal lingkungan, seperti curah hujan, suhu, sinar matahari, tumbuhan, dan adanya ikan jantan. Sama seperti ikan lele umumnya, musim pemijahan ikan lele Sangkuriang terjadi pada musim penghujan. Proses pemijahan ikan lele biasanya berlangsung pada malam hari di daerah perairan dangkal. Ikan lele Sangkuriang berkembang biak secara ovivar, yakni pembuahan telur di luar tubuh. Dalam hal ini, induk jantan dan betina akan saling mendekat, lalu induk jantan melilit betina membentuk seperti huruf u. Induk betina kemudian mengeluarkan telur dan induk jantan mengeluarkan sperma, lalu telur dan sperma tersebut bercampur di dalam air (Burhanuddin 2014).
Selain pemijahan secara alami, ikan lele dapat dipijahkan secara semi alami dan buatan. Pemijahan secara semi alami atau buatan dilakukan pada wadah terkontrol dengan bantuan rangsangan berupa sinyal lingkungan ataupun hormon. Pada pemijahan buatan juga dilakukan koleksi telur dengan mengurut bagian perut induk ikan lele betina dan koleksi sperma dengan membedah induk ikan lele jantan. Selain itu, dilakukan juga pembuahan buatan dengan mencampurkan telur dan sperma yang telah diencerkan dengan NaCl.
METODE
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan tiga kali ulangan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah pengaruh ekstrak jahe dan ekstrak otak patin terhadap keberhasilan pemijahan ikan lele Sangkuriang. Perlakuan dibagi dalam dua tahapan penelitian yaitu tahap pertama menggunakan ekstrak jahe 0,5 ml/kg; 1 ml/kg; dan 2 ml/kg; serta kontrol (NaCl fisiologis 0,9% sebanyak 1 ml/kg) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuntikan ekstrak jahe terhadap respons ovulasi ikan lele dan mencari dosis ekstrak jahe yang tepat untuk dikombinasikan dengan ekstrak otak ikan patin pada formulasi tahap kedua. Perlakuan terbaik pada tahap pertama, perlakuan jahe 1 ml/kg kemudian dikombinasikan dengan ekstrak otak ikan patin pada penelitian tahap kedua yang bertujuan untuk mengevaluasi efek kombinasi ekstrak jahe dan ekstrak otak ikan patin terhadap renspons reproduksi ikan lele Sangkuriang. Dosis pada tahap kedua adalah sebagai berikut.
A. P0 = Perlakuan jahe dosis 1 ml/kg bobot induk.
B. P1 = Perlakuan kombinasi ekstrak otak patin dosis 100 mg/kg bobot induk +
ekstrak jahe dosis 1 ml/kg bobot induk.
C. P2 = Perlakuan kombinasi ekstrak otak patin dosis 200 mg/kg bobot induk +
8
D. P3 = Perlakuan kombinasi ekstrak otak patin dosis 300 mg/kg bobot induk +
ekstrak jahe dosis 1 ml/kg bobot induk.
E. P4 = Perlakuan ovaprim dosis 0,2 ml/kg bobot induk. Prosedur Kerja
Tahap I
Persiapan wadah
Tahap awal sebelum dilakukannya percobaan ini adalah persiapan wadah. Wadah yang digunakan adalah bak fiber berukuran diameter 1,5 m dan tinggi 1 m sebanyak empat buah. Persiapan wadah meliputi kegiatan pembersihan dasar bak dan pengisian air hingga ketinggian air mencapai 40 cm.
Pembuatan ekstrak jahe
Jenis jahe yang digunakan adalah jahe gajah yang diperoleh dari pasar Sukabumi pada musim penghujan. Rimpang jahe dipilih yang sudah tua dan segar kemudian dicuci hingga bersih. Setelah itu, rimpang jahe tersebut dihaluskan menggunakan blender, diperas, dan disaring airnya menggunakan saringan santan berukuran diameter 20 cm. Ekstrak jahe kemudian didiamkan selama 15 menit dan disaring kembali menggunakan kain saring halus sebelum digunakan untuk penyuntikan. Ekstrak jahe yang digunakan merupakan ekstrak jahe segar tanpa proses penyimpanan yang lama.
Pemilihan ikan uji
Pemilihan induk ikan lele meliputi kegiatan seleksi induk, pengangkutan, dan penebaran induk ikan lele. Seleksi induk dilakukan dengan memilih induk betina ikan lele yang sehat, telah matang gonad, dan belum mengalami ovulasi. Induk diambil dari kolam stok di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat. Kemudian dilakukan pengangkutan dengan menggunakan karung. Setelah dipilih, induk dimasukkan ke dalam bak percobaan yang telah diberi label sebelumnya. Jumlah total induk betina yang diseleksi adalah 12 ekor (Tabel 4).
Tabel 4 Jumlah dan ukuran induk ikan lele Sangkuriang betina yang digunakan pada penelitian Tahap I
Waktu penelitian Jumlah induk (ekor) Bobot induk (kg) Panjang (cm)
Mei 2015 12 1,100 56,4
Penyuntikan ikan uji
9 Manajemen pemberian pakan
Ikan uji diberi pakan berupa pelet kandungan protein 35 % dengan feeding rate 2 ̶ 3 %. Pakan diberikan sebanyak dua kali sehari, yaitu pagi (pukul 07.00) dan sore hari (pukul 16.00).
Tahap II
Persiapan wadah
Tahap awal sebelum dilakukannya percobaan ini adalah persiapan wadah. Wadah yang digunakan adalah bak fiber berukuran diameter 1,5 m dan tinggi 1 m sebanyak lima buah. Persiapan wadah meliputi kegiatan pembersihan dasar bak dan pengisian air hingga ketinggian air mencapai 40 cm.
Pengambilan otak ikan patin
Otak ikan yang digunakan berasal dari ikan patin siam jantan yang telah matang gonad yang berasal dari BPBAT Sukabumi. Ikan patin yang digunakan memiliki bobot rata-rata 1,5 kg. Pengambilan otak dilakukan dengan cara memotong kepala ikan pada bagian belakang tutup insang hingga kepalanya putus. Tulang kepala kemudian dibelah dari bagian mulut ke atas mata hingga tulang tengkoraknya terbuka dan bagian otak terlihat. Otak diangkat menggunakan pinset dan ditimbang sesuai dosis, lalu ditempatkan pada tabung
polyethylene.
Pembuatan ekstrak otak ikan patin
Otak dihancurkan dengan mortar lalu dilarutkan dengan NaCl 0,9 % dan dihomogenisasi dengan vorteks selama lima menit kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit sehingga terbentuk endapan dan cairan supernatan yang berwarna bening. Cairan supernatan tersebut kemudian digunakan untuk penyuntikan.
Pembuatan kombinasi jahe dan otak ikan patin
Ekstrak jahe dan otak ikan patin diambil sesuai dosis menggunakan syring
kemudian diaduk dengan menggerakkan syring mengikuti angka delapan selama satu menit. Ekstrak jahe dan otak ikan patin siap digunakan untuk penyuntikan. Pemilihan ikan uji
Induk diambil dari kolam stok di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat. Jumlah total induk betina yang diseleksi adalah 17 ekor (Tabel 5).
Tabel 5 Jumlah dan ukuran induk ikan lele Sangkuriang betina yang digunakan pada penelitian Tahap II
Waktu penelitian Jumlah induk (ekor) Bobot induk (kg) Panjang (cm)
Juni 2015 5 0,875 54,7
10
Penyuntikan ikan uji
Sebelum dilakukan penyuntikan, ikan uji dipuasakan selama sehari. Ikan disuntik dengan metode penyuntikan intramuskular yakni di bawah pangkal sirip punggung sesuai dosis perlakuan.
Manajemen pemberian pakan
Ikan uji diberi pakan berupa pelet kandungan protein 35 % dengan feeding rate 2 ̶ 3 %. Pakan diberikan sebanyak dua kali sehari, yaitu pagi (pukul 07.00) dan sore hari (pukul 16.00).
Manajemen kualitas air
Penyifonan dan penggantian air selama kegiatan tidak dilakukan. Kualitas air seperti suhu, DO, dan pH diamati setiap hari pada pagi dan malam hari, sedangkan amonia diamati diawal (sebelum penebaran telur) dan diakhir (setelah telur menetas) penelitian.
Parameter Penelitian
Parameter yang diamati selama penelitian Tahap I, yaitu diameter telur, persentase GVBD, dan waktu ovulasi; sedangkan parameter pada Tahap II, yaitu diameter telur, persentase GVBD, bobot telur, waktu ovulasi, fekunditas, derajat pembuahan (fertilization rate), derajat penetasan telur (hatching rate), dan kualitas air.
Diameter Telur
Pengamatan diameter telur dilakukan terhadap telur yang terkoleksi dalam kateter menggunakan mikroskop lensa objektif 4x dan lensa okuler 10x. Telur yang diamati dari setiap induk berjumlah 50 butir. Pengamatan diameter telur pada uji tahap I dilakukan pada jam ke-0 (sebelum penyuntikan), jam ke-12, dan jam ke-24. Pengamatan diameter telur pada uji tahap II dilakukan pada jam ke-0 (sebelum penyuntikan) dan jam ke-12 (setelah penyuntikan).
Persentase Germinal Vesicle Break Down (GVBD)
11 GVBD (%) = G1
G0 x100. Waktu Ovulasi
Waktu ovulasi dihitung sejak dilakukan injeksi hormon hingga terjadinya ovulasi. Jika secara visual sudah terlihat hiperemia dan pembukaan pada lubang genital, dilakukan pengurutan pada bagian perut untuk melihat terjadinya ovulasi. Kejadian ovulasi ditandai dengan diperolehnya telur yang sudah bercerai berai pada saatinduk diurut. Pengamatan waktu ovulasi dilihat setiap 12 jam sekali. Fekunditas
Sampel telur sebanyak 0,5 gram ditebar pada saringan kelapa lalu dihitung jumlah total telurnya. Nilai fekunditas dihitung berdasarkan jumlah telur total dalam 0,5 gram (T) dibagi 0,5 dikalikan bobot telur g/kg (B), sebagai berikut:
Fekunditas = T 0,5 x B Derajat Pembuahan (Fertilization Rate)
Sampel telur sebanyak 0,5 gram ditebar pada saringan kelapa lalu dihitung jumlah telur yang terbuahi dan tidak terbuahi secara manual dengan melihat secara langsung. Telur yang terbuahi akan berwarna bening, sedangkan telur yang tidak terbuahi berwarna putih susu. Tingkatan telur yang berhasil dibuahi dihitung dalam waktu empat jam setelah dilakukan fertilisasi buatan. Persentase atau tingkat telur terbuahi dihitung berdasarkan jumlah telur yang berhasil dibuahi (F1) dibagi jumlah total telur (F0) dikalikan 100, sebagai berikut:
F (%) = F1 F0 x100. Derajat Penetasan Telur (Hatching Rate)
Tingkat penetasan dihitung dalam waktu 36 jam setelah telur diinkubasikan dalam wadah inkubasi. Persentase penetasan dihitung secara langsung berdasarkan jumlah telur yang tidak berhasil menetas (H1) dibagi dengan jumlah telur awal (H0) dikalikan 100, sebagai berikut:
H (%) = H1 H0 x100. Kualitas air
12
Tabel 6 Kisaran suhu, pH, DO, dan amonia selama pemeliharaan telur
Perlakuan Parameter
pH Suhu (oC) DO (ppm) Amonia (ppm) P1 6,6 – 6,8 23,5 – 24,5 4,23 – 4,50 0,003 – 0,06 P2 6,5 – 6,7 23,5 – 24,5 4,17 – 4,31 0,003 – 0,06 P3 6,6 – 6,8 23,5 – 24,5 4,27 – 4,56 0,003 – 0,06 P4 6,5 – 6,8 23,5 – 24,5 4,21 – 4,33 0,003 – 0,06 Nilai Optimuma 6,5 – 8,5 25 – 30 > 3 < 1 a
Sumber: SNI 01-6484.4-2000
Keterangan: P1= Otak 100 mg/kg+Jahe 1ml/kg P2= Otak 200 mg/kg+Jahe 1ml/kg P3= Otak 300 mg/kg+Jahe 1ml/kg P4= Ovaprim 0,2 ml/kg
Analisis Data
Penelitian dirancang dengan metode eksperimental, data diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 lalu dilakukan analisis ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95% dan diuji lanjut dengan uji Duncan menggunakan software SPSS 16.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Uji Tahap I
Diameter Telur
13
Gambar 2 Diameter telur (mm) ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada jam ke-0, 12, dan 24 setelah penyuntikan
Persentase GVBD
Berdasarkan data persentase GVBD yang terdapat pada Gambar 3, diketahui bahwa pada jam ke-0 dan 12 persentasi GVBD tidak berbeda nyata tiap perlakuan termasuk kontrol (P>0,05) (Lampiran 1b). Pada jam ke-24 persentase GVBD perlakuan jahe 1 dan 2 ml/kg berbeda nyata dengan kontrol dan jahe 0,5 ml/kg (P<0,05) (Lampiran 2b). Persentase GVBD perlakuan jahe 24 jam setelah penyuntikan berkisar antara 5 ̶ 7,33 % sedangkan kontrol 2,67 %.
Gambar 3 Persentase GVBD (%) ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada jam ke-0, 12, dan 24 setelah penyuntikan
Waktu Ovulasi
14
induk pada setiap perlakuan tidak ada induk yang dapat diovulasikan. Artinya, penggunaan ekstrak jahe saja belum cukup untuk merangsang ikan untuk ovulasi. Berdasarkan hasil penelitian tahap I, maka digunakanlah ekstrak jahe 1 ml/kg untuk dikombinasikan dengan ekstrak otak ikan patin.
Uji Tahap II
Diameter Telur
Berdasarkan data diameter telur pada Gambar 4, diketahui bahwa sebelum penyuntikan tidak terdapat perbedaan diameter telur yang nyata akibat perbedaan perlakuan (P>0,05) (Lampiran 1c). Setelah penyuntikan sampai sebelum ovulasi, terdapat perbedaan yang nyata antara tiap perlakuan (P<0,05) kecuali perlakuan P2 dengan P4 (Lampiran 2c). Nilai diameter telur terbesar setelah penyuntikan
terdapat pada perlakuan P2 dan P4 sebesar 1,43 mm sedangkan diameter telur
terkecil terdapat pada perlakuan P0 sebesar 1,31 mm.
Gambar 4 Diameter telur (mm) ikan lele Sangkuriang Clarias sp. sebelum dan
Berdasarkan data persentase GVBD pada Gambar 5, diketahui bahwa sebelum penyuntikan tidak terdapat perbedaan persentase GVBD yang nyata akibat perbedaan perlakuan (P>0,05) (Lampiran 1d). Setelah penyuntikan sampai sebelum ovulasi, terdapat perbedaan yang nyata antara tiap perlakuan (P<0,05) kecuali perlakuan P2 dan P4 (Lampiran 2d). Persentase GVBD tertinggi terdapat
pada perlakuan P2 dan P4, yakni sebesar 100 % sedangkan persentase GVBD
terendah terdapat pada perlakuan P0, yakni sebesar 5,667 %.
15
Gambar 5 Persentase GVBD (%) ikan lele Sangkuriang Clarias sp. sebelum dan setelah penyuntikan perlakuan P0 seluruh induk gagal diovulasikan. Waktu ovulasi tercepat terdapat
pada P4 (10 jam). Induk pada perlakuan P2 dan P3 dapat diovulasikan pada jam
ke-12, sedangkan induk pada perlakuan P1 hanya dua ekor yang dapat diovulasikan
pada jam ke-12 dan satu ekor lagi baru dapat diovulasikan pada jam ke-24. Tabel 7 Waktu ovulasi ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada beberapa
perlakuan
Perlakuan Σ Induk Betina Σ Induk Ovulasi Waktu Ovulasi (Jam ke-)
16
Bobot Telur
Bobot telur ikan lele Sangkuriang yang diamati dibagi menjadi bobot total dan bobot per satuan bobot induk. Bobot total merupakan bobot telur yang terkoleksi dengan mengurut bagian perut induk ikan lele sedangkan bobot per satuan bobot induk adalah bobot total telur yang terkoleksi dibagi bobot induk ikan lele.
Berdasarkan data bobot telur total pada Gambar 6, diketahui bahwa bobot telur perlakuan P1, P2, dan P4 berbeda nyata dengan perlakuan P3 (Lampiran 2e).
Nilai bobot telur total perlakuan P1, P2, P3, P4 secara berturut-turut yaitu sebesar 82
g; 88,10 g; 53,95 g; dan 90,13 g.
Gambar 6 Bobot telur total ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada jam ke-12 setelah penyuntikan
Keterangan: P1= Otak 100 mg/kg+Jahe 1ml/kg P2= Otak 200 mg/kg+Jahe 1ml/kg P3= Otak 300 mg/kg+Jahe 1ml/kg P4= Ovaprim 0,2 ml/kg
Berdasarkan data bobot telur per satuan bobot induk pada Gambar 7, diketahui bahwa pada parameter bobot telur total terdapat perbedaan yang nyata antar tiap perlakuan (P<0,05) kecuali perlakuan P1 dengan P2 (Lampiran 2f).
Rata-rata bobot telur tertinggi terdapat pada perlakuan P4 sebesar 103,36 gram/kg
induk, sedangkan bobot telur terendah terdapat pada perlakuan P3 sebesar 49,66
gram/kg induk. 82
b
88,10 b
53,95 a
90,13 b
0 20 40 60 80 100 120
P1 P2 P3 P4
B
ob
ot
tot
al (g)
17
Gambar 7 Bobot telur per satuan bobot induk ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada jam ke-12 setelah penyuntikan
Keterangan: P1= Otak 100 mg/kg+Jahe 1ml/kg P2= Otak 200 mg/kg+Jahe 1ml/kg P3= Otak 300 mg/kg+Jahe 1ml/kg P4= Ovaprim 0,2 ml/kg
Fekunditas
Fekunditas ikan lele Sangkuriang dibagi menjadi fekunditas relatif dan fekunditas mutlak. Fekunditas relatif merupakan jumlah telur yang dihasilkan oleh satu kg bobot induk ikan, sedangkan fekunditas mutlak adalah jumlah telur yang telah matang dalam suatu ovarium (Effendie 2002). Data fekunditas pada Gambar 8 adalah fekunditas relatif. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa pada parameter fekunditas terdapat perbedaan yang nyata antar tiap perlakuan (P<0,05) kecuali perlakuan P1 dengan P2 (Lampiran 2g). Fekunditas tertinggi terdapat pada
perlakuan P4 sebesar 53586 butir/kg bobot induk, sedangkan fekunditas terendah
terapat pada perlakuan P3 sebesar 17608 butir/kg bobot induk.
18
Keterangan: P1= Otak 100 mg/kg+Jahe 1ml/kg P2= Otak 200 mg/kg+Jahe 1ml/kg P3= Otak 300 mg/kg+Jahe 1ml/kg P4= Ovaprim 0,2 ml/kg
Derajat Pembuahan (FR)
Berdasarkan data derajat pembuahan pada Gambar 9, diketahui bahwa pada parameter derajat pembuahan terdapat perbedaan yang nyata antar tiap perlakuan (P<0,05) kecuali perlakuan P1 dengan P2 (Lampiran 2h). Derajat pembuahan
tertinggi terdapat pada perlakuan P4 sebesar 84,96 % sedangkan derajat
pembuahan terendah terdapat pada perlakuan P3 sebesar 34,05 %.
Gambar 9 Persentase FR (%) ikan lele Sangkuriang Clarias sp. empat jam setelah penebaran
Keterangan: P1= Otak 100 mg/kg+Jahe 1ml/kg P2= Otak 200 mg/kg+Jahe 1ml/kg P3= Otak 300 mg/kg+Jahe 1ml/kg P4= Ovaprim 0,2 ml/kg
Derajat Penetasan (HR)
Berdasarkan data derajat penetasan pada Gambar 10, diketahui bahwa pada parameter derajat penetasan terdapat perbedaan yang nyata antara tiap perlakuan (P<0,05) kecuali perlakuan P2 dengan P4 (Lampiran 2i). Nilai derajat pembuahan
19
Gambar 10 Persentase HR (%) ikan lele Sangkuriang Clarias sp. 30 jam setelah penebaran telur
Keterangan: P1= Otak 100 mg/kg+Jahe 1ml/kg P2= Otak 200 mg/kg+Jahe 1ml/kg P3= Otak 300 mg/kg+Jahe 1ml/kg P4= Ovaprim 0,2 ml/kg
Pembahasan
Berdasarkan hasil uji tahap I, didapatkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara diameter telur tiap perlakuan dengan kontrol, serta terdapat perbedaan persentase GVBD yang nyata antara perlakuan jahe 1 dan 2 ml/kg dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penyuntikan ekstrak jahe berpengaruh terhadap diameter telur dan persentase GVBD. Adanya peningkatan diameter telur dan persentase GVBD diduga disebabkan oleh kandungan (±)-(6)-gingerol pada jahe. Kimura et al. (1989a) mengemukakan bahwa senyawa (±)-(6)-gingerol berpotensi untuk menginduksi PGE2, PGF2, dan PGI2 pada vena misenterik tikus. Menurut
Ravindran dan Nirmal (2004), kandungan gingerol pada jahe dapat mengaktivasi siklus siklooksigenase pada sel endothelial serta meningkatkan sintesis prostaglandin dengan mensugesti aktivasi enzim COX-1. Enzim COX
mengkonversi asam arakidonat menjadi prostaglandin G2 (PGG2). PGG2
kemudian diperoksidasi menjadi prostaglandin H2 (PGH2) dan di ubah menjadi
prostaglandin D2 (PGD2), PGE2, PGF2, PGI2 (prostasiklin), dan tromboksan A2
(TXA2) (Clark dan Myatt 2004).
PGE2 dapat menduplikat kemampuan adrenocorticotropic hormone
(ACTH) untuk meningkatkan proses steroidogenesis (Martin et al 1981). Yaron dan Sivan (2011) mengemukakan bahwa hasil steroidogenesis, testosteron dalam sel granulosa diubah menjadi Estradiol-17 dan 17,20 -dihydroxy-4-pregnen-3-one yang dikenal sebagai maturation inducing steroid (MIS). Sinyal MIS diterima oleh permukaan oosit kemudian diteruskan ke sitoplasma, yang akhirnya mengaktivasi maturation promoting factor (MPF). LH, MIS, dan MPF merupakan mediator utama dalam pengendalian proses pematangan akhir dan ovulasi.
20
Dengan demikian, senyawa (±)-(6)-gingerol secara tidak langsung dapat merangsang proses pematangan akhir sehingga nilai GVBD perlakuan jahe berbeda nyata dengan kontrol.
Pada uji tahap I, semua induk di tiap perlakuan termasuk kontrol, tidak mengalami ovulasi. Pada kontrol induk tidak berovulasi karena bahan yang disuntikkan hanya NaCL 0,9 % tanpa bahan aktif. Pada perlakuan jahe induk tidak berovulasi diduga karena induksi PGF2 oleh senyawa (±)-(6)-gingerol pada jahe
masih belum mencukupi untuk merangsang kontraksi folikel. Menurut Gusrina (2014), PGF2 atau Cotecholamin berperan dalam proses pemecahan dinding
folikel serta pengeluaran oosit yang telah matang. Selain itu, dalam ekstrak jahe juga terdapat senyawa shogaol yang dapat menghambat kontraksi PGF2 sehingga
aktivitas pemecahan dinding folikel dan proses pengeluaran telur (ovulasi) terganggu. Berdasarkan hasil pada uji tahap I diperoleh kesimpulan bahwa perlakuan terbaik adalah perlakuan jahe 1 ml/kg yang kemudian digunakan dalam formulasi uji tahap II.
Diameter telur adalah salah satu parameter yang diperlukan untuk menilai kualitas pemijahan. Pada uji tahap II jam ke-0 (sebelum penyuntikan), tidak terdapat perbedaan diameter telur yang nyata antar tiap perlakuannya. Setelah 12 jam, diameter telur pada tiap perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata kecuali diameter telur pada perlakuan P1 (kombinasi ekstrak otak 100 mg/kg dan
jahe 1 ml/kg) dengan P3 (kombinasi ekstrak otak 300 mg/kg dan jahe 1 ml/kg)
serta perlakuan P2 (kombinasi ekstrak otak 200 mg/kg dan jahe 1 ml/kg) dengan
P4 (ovaprim 0,2 ml/kg) (Lampiran 2c). Rata-rata diameter telur terbesar setelah
penyuntikan adalah perlakuan P4 dan perlakuan P2 sebesar 1,43 mm; sedangkan
terkecil adalah P0 sebesar 1,31 mm.
Adanya perbedaan yang nyata pada diameter telur tiap perlakuan dengan perlakuan P0 disebabkan oleh kandungan GnRH (cGnRH-II dan cfGnRH) pada
ekstrak otak ikan patin sedangkan pada ovaprim mengandung a-sGnRH dan
domperidone (salah satu antidopamin). Dalam hal ini, GnRH merangsang kelenjar hipofisa mensekresikan FSH yang berperan dalam proses vitelogenesis dengan memacu sel-sel teka untuk memproduksi testosteron yang kemudian berdifusi ke sel granulosa dan diaromatisasi menjadi Estradiol-17. Peningkatan Estradiol-17 berakibat pada peningkatan vitelogenin dalam oosit sehingga diameter oosit semakin besar (Sinjal 2007).
Posisi inti telur juga erat kaitannya dengan kematangan telur. Telur yang telah matang dan siap diovulasikan ditandai dengan adanya peleburan inti telur menuju lubang mikrofil (GVBD). Pada jam ke-0 (sebelum penyuntikan), tidak terdapat perbedaan persentase GVBD yang nyata antar tiap perlakuannya. Setelah 12 jam, persentase GVBD pada tiap perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada setiap perlakuan (P<0.05) kecuali perlakuan P2 dengan P4 (Lampiran
2d). Persentase GVBD tertinggi adalah perlakuan P2 dan P4 yakni sebesar 100 %;
diikuti perlakuan P1 sebesar 82,67 %; P3 sebesar 78 %; dan P0 sebesar 3,33 %.
Tingginya persentase GVBD yang disuntik perlakuan P1, P2, P3, dan P4
21 Pada uji tahap II, telur ikan lele pada semua perlakuan kecuali perlakuan P3
dan P0 dapat diovulasikan namun dengan masa laten yang berbeda. Masa laten
tercepat ditunjukkan pada perlakuan P4, yakni selama 10 jam. Pada perlakuan P2,
ketiga ekor induk berhasil diovulasikan pada jam ke-12 setelah penyuntikan. Pada perlakuan P1 hanya dua ekor induk yang dapat diovulasikan pada jam ke-12,
sedangkan satu ekor lagi baru dapat diovulasikan 24 jam setelah penyuntikan. Pada perlakuan P3, dua ekor induk dapat diovulasikan pada jam ke-12 dan satu
ekor dinyatakan gagal ovulasi. Pada perlakuan P0 seluruh induk tidak dapat
diovulasikan. Lamanya waktu laten pada perlakuan P1 disebabkan oleh jumlah
kandungan GnRH yang sedikit, sehingga sekresi LH oleh kelenjar hipofisa tidak maksimal (Muhammad et al. 2003); sedangkan waktu ovulasi yang cepat pada perlakuan ovaprim dikarenakan jumlah kandungan GnRH yang tepat dan adanya kandungan domperidone pada ovaprim yang dapat menghambat sekresi dopamin. Dopamin adalah suatu neuromodulator yang disekresikan oleh otak (Fellous dan Suri 2002) yang dapat menghambat sekresi LH (Yaron dan Sivan 2011).
Keberhasilan pengeluaran telur ikan lele dipengaruhi oleh kandungan aktif dalam cairan yang diinjeksikan, yakni GnRH yang dapat merangsang pengeluaran LH sehingga dapat merangsang ovulasi. Kegagalan pengeluaran telur ikan lele pada perlakuan P3 diduga dikarenakan otak ikan patin tidak hanya mengandung
GnRH akan tetapi juga mengandung zat lain seperti dopamin yang dapat menghambat sintesis LH untuk merangsang ovulasi. Semakin tinggi dosis otak ikan patin, kandungan dopamin diduga akan semakin banyak sehingga jumlah induk yang dapat diovulasikan pada perlakuan P3 lebih sedikit dibandingkan
dengan perlakuan P1 dan P2.
Penggunaan hormon tidak hanya mendorong induk untuk ovulasi saja, tetapi juga mempengaruhi bobot telur yang dihasilkan dan fekunditas pemijahannya. Bobot telur ikan yang diamati dibagi menjadi bobot total telur dan bobot telur per satuan bobot induk. Berdasarkan hasil uji statistik, diketahui bahwa bobot total telur pada perlakuan P1, P2, dan P4 tidak berbeda nyata (Lampiran 2e). Bobot total
telur yang tidak berbeda nyata pada perlakuan P1, P2, dan P4 diduga disebabkan
oleh perbedaan bobot induk masing-masing perlakuan. Semakin berat bobot induk maka bobot gonad akan semakin berat pula sehingga telur yang dikeluarkan semakin banyak.
Berdasarkan hasil uji statistik, diketahui pula bahwa bobot telur per satuan bobot induk berbeda nyata tiap perlakuannya kecuali P1 dengan P2 (Lampiran 2f).
Bobot telur per satuan bobot induk tertinggi terdapat pada perlakuan P4 diikuti
oleh perlakuan P2, P1, dan P3 dengan nilai bobot telur secara berturut-turut 103,36; 68,84; 68,22; dan 49,66 gram/kg induk. Bobot telur per satuan bobot induk pada semua perlakuan kombinasi ekstrak otak dan jahe masih dibawah perlakuan ovaprim. Hal ini disebabkan oleh kandungan GnRH pada ekstrak otak ikan patin diduga lebih sedikit daripada ovaprim.
Berdasarkan hasil penelitian, nilai fekunditas tertinggi terdapat pada perlakuan P4 diikuti oleh perlakuan P1, P2, dan P3 dengan nilai berturut-turut
22
Keberhasilan pembuahan sangat dipengaruhi oleh banyaknya telur yang mengalami pematangan, tingginya konsentrasi hormon sampai pada konsentrasi tertentu dapat meningkatkan persentase telur yang matang, hanya telur yang mengalami GVBD yang dapat terfertilisasi (Zairin 2003). Berdasarkan hasil pengamatan, nilai derajat pembuahan tertinggi terdapat pada perlakuan P4 sebesar
84,96 %; diikuti perlakuan P1 sebesar 58,5 %; P2 sebesar 47,64 %; dan P3 sebesar
34,05 %. Rendahnya derajat pembuahan pada perlakuan selain P4 diduga karena
sperma yang digunakan mengalami proses penyimpanan yang membuat daya motilitasnya menurun, sehingga berdampak pada rendahnya daya membuahi sel telur. Menurut Ardias (2008), keberhasilan pembuahan sangat bergantung pada kualitas dan kuantitas sperma. Kualitas sperma yang baik akan meningkatkan motilitas sperma sehingga kemampuannya dalam membuahi telur pun meningkat. Kuantitas sperma berkaitan dengan seberapa banyak telur yang dapat dibuahi. Semakin banyak kuantitas sperma maka telur yang dibuahi akan semakin banyak. Selain itu, rendahnya derajat pembuahan juga diduga disebabkan oleh karakteristik telur ikan lele yang dihasilkan. Pada perlakuan P4 telur yang
dihasilkan lebih encer daripada perlakuan lainnya.
Derajat penetasan telur dipengaruhi oleh derajat pembuahan telur (Subhan 2011). Berdasarkan hasil penelitian, derajat penetasan tertinggi terdapat pada perlakuan P4 sebesar 91,26 %; diikuti oleh perlakuan P2 sebesar 89,74 %; P1
sebesar 83,76 %; dan P3 sebesar 69,84 %. Menurut Khairuman dan Amri (2002),
telur akan menetas tergantung dari suhu perairan dan suhu udara. Jika suhu semakin panas (tinggi), telur akan semakin cepat menetas. Begitu pula sebaliknya, jika suhu turun atau rendah maka telur akan lama menetasnya. Kisaran suhu yang baik untuk penetasan telur adalah 27 – 30 oC. Pada saat penetasan, suhu air berkisar antara 23,5 – 24 oC; kadar pH berkisar antara 6,5 – 6,8; dan kandungan oksigen terlarut berkisar antara 4,3 – 5,5 mg/l. Suhu air yang rendah berakibat pada lamanya waktu penetasan. Menurut Sunarma (2004), telur Lele Sangkuriang akan menetas setelah 30 – 36 jam setelah pembuahan pada suhu 22 – 25 oC.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penggunaan ekstrak jahe saja belum dapat memicu terjadinya proses ovulasi. Penggunaan ekstrak jahe yang dikombinasikan dengan ekstrak otak ikan patin dapat memicu terjadiya proses ovulasi. Perlakuan penyuntikan induk betina ikan lele Sangkuriang Clarias sp. dengan dosis 200 mg/kg ekstrak otak ikan patin yang dikombinasikan dengan 1 ml/kg ekstrak jahe merupakan perlakuan terbaik dengan nilai fekunditas 33791 butir/kg induk; FR 47,64 %; dan HR 89,74 %.
Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
Ardias N. 2008. Peranan NaCl terhadap derajat pembuahan, penetasan telur dan kelangsungan hidup larva ikan koi, Cyprinus carpio. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Berndtson AK, Goetz FW, Duman P. 1989. In vitro ovulation, prostaglandin synthesis and proteolysis in isolated ovarian components of yellow perch,
Perca flavescens : Effect of 17-,20--dihydroxy-4-pregnen-3-one and phorbol ester. General and Comparative Endocrinology. 75: 454-465. Bernier NJ, Kraak GV, Farrel AP, Brauner CJ. 2009. Fish Neuroendocrinology.
Di dalam: Farrel AP, Brauner CJ, editor. Fish Physiology, volume 28. London (GB): Academic Pr.
Burhanuddin AI. 2014. Ikhtiologi, Ikan dan Segala Aspek Kehidupannya.
Yogyakarta (ID): Deepublish.
Clark KE, Myatt L. 2004. Prostaglandins and the reproductive cycle. Di dalam: Sciarra JJ, editor. Gynecology and Obstetrics. Hagerstown (US): Williams & Wilkins.
David DH. 1993. The Physiology of Fish. Boca Raton (US): CRC Pr.
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Pustaka Nusantara. Fellous JM, Suri RE. 2002. The roles of dopamine. Di dalam: Arbib MA, editor.
The Handbook of Brain Theory and Neural Networks. London (GB): MIT Pr.
Gusrina. 2014. Genetika dan Reproduksi Ikan. Yogyakarta (ID): Deepublish. Hardjamulia A. 1987. Beberapa aspek pengaruh penundaan dan frekuensi
pemijahan terhadap potensi reproduksi ikan mas, Cyprinus carpio L. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Iwasaki Y, Morita A, Iwasawa T, Kobata K, Sekiwa Y, Morimitsu Y, Kubota K, Watanabe T. 2006. A nonpungent component of steamed ginger-[10]-shogaol-increases adrenaline secretion via the activation of TRV1.
NutritionNeuroscience. 9: 169-178.
Kapoor BG, Khanna B. 2004. Ichthyology Handbook. New Delhi (IN): Narosa Publishing House.
Khairuman, Amri K. 2002. Budidaya Ikan Dumbo Secara Intensif. Jakarta (ID): Argo Media Pustaka.
Kimura I, Kimura M, Pancho LT. 1989a. Modulation of eicosanoid-induced contraction of mouse and rat blood vessels by gingerols. Pharmacol. 50: 253-261.
______, Pancho LR, Koizumi T, Kimura M. 1989b. Chemical structural requirement in gingerol derivatives for potentiation of prostaglandin F2
24
Koswara S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan.
Mananos E, Duncan N, Mylonas C. 2008. Reproduction and control of ovulation, spermiation and spawning in cultured fish. Di dalam: Cabrita E, Robless V, Heraezz P, editor. Method in Reproduction Aquaculture Marine and Fresh Water Species. Boca Raton (US): CRC Pr.
Martin DW, Mayes PA, Rodwell VW. 1981. Harper’s Review of Biochemistry. California (US): Lange Medical Publications.
Moyle PB, Cech JJ. 1988. Fishes: An Introduction to Ichthyology. Second Edition. Canada (US): Prentice Hall.
Muhammad, Hamzah S, Irfan A. 2003. Pengaruh donor dan dosis kelenjar hipofisa terhadap ovulasi dan daya tetas telur ikan betok, Anabas testudineus Bloch. Sains dan Teknologi. 3: 87-94.
Ravindran PN, Nirmal BK. 2004. Ginger: The Genus Zingiber. Boca Raton (US): CRC Pr.
Sherwood NM, Adam A. 2005. Gonadotropin-Releasing Hormone in Fish: Evolution, Expression and Regulation of the GnRH Gene. Di dalam: Melamed P, Sherwood N, editor. Hormons and Their Receptors in Fish Reproduction. Singapore (SG): World Scientific Publishing.
Sinjal HJ. 2007. Kajian penampilan reproduksi ikan lele, Clarias gariepinus
betina melalui penambahan ascorbyl phosphate magnesium sebagai sumber vitamin C dan implantasi dengan estradiol-17β. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[SNI] Standar Nasional Indonesia (ID). 2000. Produksi Benih Ikan Lele Dumbo, Clarias gariepinus x C. fuscusKelas Benih Sebar. SNI 01-6484.4-2000. Subhan U. 2011. Evaluasi efektivitas ekstrak otak ikan patin dalam menginduksi
pemijahan ikan lele Sangkuriang, Clarias sp. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sunarma A. 2004. Peningkatan Produktifitas Usaha Lele Sangkuriang, Clarias sp. Sukabumi (ID): Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, BBAT Sukabumi.
Tjendraputra E, Tran VH, Liu BD, Roufoqalis BD, Duke CC. 2001. Effect of ginger constituens and synthetic analogues on cyclooxygenase-2 enzyme in intact cells. Bioorganic Chemistry. 29: 156-163.
Voet D, Voet J, Pratt C. 2013. Principles of Biochemistry. Singapore (SG): John Wiley & Sons.
Yaron Z, Sivan BL. 2011. Endocrine regulation of fish reproduction. Di dalam: Farrell AP, editor. Encyclopedia of Fish Physiology: From Genome to Environment, volume 2. San Diego (US): Academic Pr.
25 Yustikasari Y. 2004. Pengaruh penyuntikan ekstrak jahe terhadap perkembangan diameter dan posisi inti sel telur ikan lele Sangkuriang, Clarias sp. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
26
Lampiran 1 Hasil uji ANOVA dengan SPSS 16.0
a Hasil Uji ANOVA diameter telur ikan lele pada jam ke-0, 12, dan 24
Jam ke-0
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F P
Perlakuan 0,000 3 0,000 0,706 0,575
Sisa 0,000 8 0,000
Total 0,000 11
Nilai p > 0,05 maka tidak terdapat perbedaan diameter telur yang nyata akibat perbedaan perlakuan.
Jam ke-12
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F P
Perlakuan 0,003 3 0,001 9,189 0,008
Sisa 0,001 7 0,000
Total 0,004 10
Nilai p < 0,05 maka terdapat perbedaan diameter telur yang nyata akibat perbedaan perlakuan.
Jam ke-24
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F P
Perlakuan 0,004 3 0,001 8,809 0,009
Sisa 0,001 7 0,000
Total 0,005 10
Nilai p < 0,05 maka terdapat perbedaan diameter telur yang nyata akibat perbedaan perlakuan.
b Hasil Uji ANOVA persentase GVBD (%) pada jam ke-0, 12, dan 24
Jam ke-0
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F P
Perlakuan 6,250 3 2,083 0,806 0,525
Sisa 20,667 8 2,583
Total 26,917 11
Nilai p > 0,05 maka tidak terdapat perbedaan persentase GVBD yang nyata akibat perbedaan perlakuan.
Jam ke-12
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F P
Perlakuan 3,333 3 0,722 0,514 0,685
Sisa 23,333 7 1,405
27 Nilai p > 0,05 maka tidak terdapat perbedaan persentase GVBD yang nyata akibat perbedaan perlakuan.
Jam ke-24
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F p
Perlakuan 40,182 3 13,394 11,720 0,004
Sisa 8,000 7 1,143
Total 48,182 10
Nilai p < 0,05 maka terdapat perbedaan persentase GVBD yang nyata akibat perbedaan perlakuan.
c Hasil Uji ANOVA diameter telur ikan lele sebelum dan setelah penyuntikan Tahap II
Sebelum penyuntikan
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F P
Perlakuan 0,001 4 0,000 2,067 0,160
Sisa 0,001 10 0,000
Total 0,002 14
Nilai p > 0,05 maka tidak terdapat perbedaan diameter telur yang nyata akibat perbedaan perlakuan.
Setelah penyuntikan
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F p
Perlakuan 0,027 4 0,007 251,711 0,000
Sisa 0,000 10 0,000
Total 0,027 14
Nilai p < 0,05 maka terdapat perbedaan diameter telur yang nyata akibat perbedaan perlakuan.
d Hasil Uji ANOVA persentase GVBD (%) sebelum dan setelah penyuntikan Tahap II
Sebelum penyuntikan
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F P
Perlakuan 6,250 3 2,083 0,806 0,525
Sisa 20,667 8 2,583
Total 26,917 11
28
Setelah penyuntikan
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F P
Perlakuan 1146,000 3 382,000 163,714 0,000
Sisa 18,667 8 2,333
Total 1164,667 11
Nilai p < 0,05 maka terdapat perbedaan persentase GVBD yang nyata akibat perbedaan perlakuan.
e Hasil Uji ANOVA bobot telur total ikan lele
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F P
Perlakuan 1850,728 3 616,909 39,219 0,000
Sisa 110,110 7 15,730
Total 1960,839 10
Nilai p < 0,05 maka terdapat perbedaan bobot telur yang nyata akibat perbedaan perlakuan.
f Hasil Uji ANOVA bobot telur per satuan bobot induk ikan lele
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F p Perlakuan 3013,968 3 1004,656 154,129 0,000
Sisa 52,146 7 5,618
Total 3066,114 10
Nilai p < 0,05 maka terdapat perbedaan bobot telur yang nyata akibat perbedaan perlakuan.
g Hasil Uji ANOVA fekunditas induk ikan lele
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F p
Perlakuan 758500 3 252800 20,482 0,001
Sisa 86410 7 12340
Total 844900 10
Nilai p < 0,05 maka terdapat perbedaan fekunditas telur yang nyata akibat perbedaan perlakuan.
h Hasil Uji ANOVA fertilization rate (%) telur ikan lele
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F p Perlakuan 4170,229 3 1390,076 3177,500 0,000
Sisa 3,500 8 0,438
Total 4173,729 11
29 i Hasil Uji ANOVA hatching rate (%) telur ikan lele
Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F p
Perlakuan 857,000 3 285,667 571,333 0,000
Sisa 4,000 8 0,500
Total 861,000 11
30
Lampiran 2 Hasil uji lanjut (Duncan) dengan SPSS 16.0
a Hasil uji lanjut (Duncan) diameter telur ikan lele pada jam ke-12 dan 24
Jam ke-12
Perlakuan N Subset untuk = 0,05
1 2
K (NaCl 0,9 % 1ml/kg) 3 1,310
Jahe 0,5 ml/kg 3 1,340
Jahe 1 ml/kg 3 1,343
Jahe 2 ml/kg 2 1,354
P 1,000 0,167
Jam ke-24
Perlakuan n Subset untuk = 0,05
1 2
K (NaCl 0,9% 1ml/kg) 3 1,312
Jahe 0,5 ml/kg 3 1,347
Jahe 1 ml/kg 3 1,356
Jahe 2 ml/kg 2 1,360
P 1,000 0,262
b Hasil uji lanjut (Duncan) persentase GVBD telur ikan lele pada jam ke-24
Perlakuan n Subset untuk = 0,05
1 2
K (NaCl 0,9% 1ml/kg) 3 2,667
Jahe 0,5 ml/kg 3 4,667
Jahe 2 ml/kg 2 7,000
Jahe 1 ml/kg 3 7,333
31 c Hasil uji lanjut (Duncan) diameter telur ikan lele setelah penyuntikan
Tahap II
Perlakuan n Subset untuk = 0,05
1 2 3
Jahe 1 ml/kg 3 1,311
Otak 100 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 3 1,393 Otak 300 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 3 1,396
Otak 200 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 3 1,425
Ovaprim 0,2 ml/kg 3 1,426
P 1,000 0,515 0,877
d Hasil uji lanjut (Duncan) persentasi GVBD setelah penyuntikan Tahap II
Perlakuan n Subset untuk = 0,05
1 2 3 4
Jahe 1 ml/kg 3 5,667
Otak 300 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 3 78,000
Otak 100 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 3 82,667
Otak 200 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 3 99,000
Ovaprim 0,2 ml/kg 3 99,667
P 1,000 1,000 0,948
e Hasil uji lanjut (Duncan) bobot telur total ikan lele
Perlakuan n Subset untuk = 0,05
1 2
Otak 300 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 2 53,950
Otak 100 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 3 82,000
Otak 200 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 3 88,100
Ovaprim 0,2 ml/kg 3 90,125
P 1,000 0,064
f Hasil uji lanjut (Duncan) bobot telur ikan lele per satuan bobot induk
Perlakuan n Subset untuk = 0,05
1 2 3
Otak 300 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 2 49,667
Otak 100 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 3 68,220 Otak 200 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 3 68,840
Ovaprim 0,2 ml/kg 3 103,364
32
g Hasil uji lanjut (Duncan) fekunditas relatif ikan lele
Perlakuan n Subset untuk = 0,05
1 2 3
Otak 300 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 2 17607,615
Otak 200 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 3 33791,310 Otak 100 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 3 35478,325
Ovaprim 0,2 ml/kg 3 53586,412
P 1,000 0,627 1,000
h Hasil uji lanjut (Duncan) fertilization rate telur ikan lele
Perlakuan n Subset untuk = 0,05
1 2 3
Otak 300 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 3 34,045
Otak 200 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 3 47,645 Otak 100 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 3 58,540
Ovaprim 0,2 ml/kg 3 84,963
P 1,000 1,000 1,000
i Hasil uji lanjut (Duncan) hatching rate telur ikan lele
Perlakuan n
Subset untuk = 0,05
1 2 3
Otak 300 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 3 69,845
Otak 100 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 3 83.763
Otak 200 mg/kg + Jahe 1 ml/kg 3 89,740
Ovaprim 0,2 ml/kg 3 91,263
33
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Desember 1993 dari pasangan Bapak Unin Sjamsunin dan Ibu Enggoy Gomariah. Penulis adalah putri kedua dari dua bersaudara. Tahun 2011. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cilimus dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Fisiologi Reproduksi Akuatik pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga pernah aktif sebagai anggota Himakua Divisi Kewirausahaan pada tahun 2013 dan Divisi
Public Relation pada tahun 2014.