ABSTRAK
HALIM BAKTI HARJO. Anatomi Otot Daerah Bahu dan Lengan Atas Landak Jawa (Hystrix javanica). Dibimbing oleh SUPRATIKNO dan SRIHADI AGUNGPRIYONO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati karakteristik struktur otot-otot daerah bahu dan lengan atas landak jawa yang dibandingkan dengan hewan domestik yang memiliki kemiripan secara anatomi, filogenetik, dan perilaku. Penelitian ini menggunakan dua kadaver landak jawa yang telah difiksasi dalam formalin 10%. Pengamatan otot-otot daerah bahu dan lengan atas dilakukan setelah kulit disayat dan dikuakkan meliputi struktur, origo, dan insersio dari masing-masing otot. Hasil pengamatan didokumentasi menggunakan kamera dan diedit menggunakan perangkat lunak Adobe Photosop CS3®, penamaan dilakukan berdasarkan Nomina Anatomica Veterinaria 2012. Otot-otot daerah bahu dan lengan atas yang ditemukan pada landak jawa terdiri atas m. cutaneus, m. trapezius, m. rhomboideus, m. brachiocephalicus, m. latissimus dorsi, m. serratus ventralis, m. deltoideus, m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. subscapularis, m. teres major, m. coracobrachialis, m. pectoralis superficialis, m. pectoralis profundus, m. triceps brachii, m. tensor fascia antebrachii, m. brachialis, dan m. biceps brachii. Hasil pengamatan menunjukkan landak jawa memiliki struktur otot daerah bahu dan lengan atas yang secara umum mirip dengan anjing dan trenggiling. Beberapa otot yang memiliki keunikan pada landak jawa antara lain m. cutaneus, m. trapezius, m. serratus ventarlis, dan m. teres minor. Perbedaan ini diduga sebagai hasil adaptasi terhadap lingkungan, perilaku, dan bentuk tubuh landak jawa.
Kata kunci: Bahu, landak jawa, lengan atas, otot
ABSTRACT
HALIM BAKTI HARJO. The Anatomy of the Shoulder and Arm Muscles of the Javan Porcupine (Hystrix javanica). Under direction of SUPRATIKNO dan SRIHADI AGUNGPRIYONO.
The study was aimed to observe the characteristic of javan porcupine shoulder and arm muscles and to compare with other animals which have similiarity on anatomy, phylogenetic, and behaviour. The study used two cadaver of javan porcupine that had been preserved in 10% formaline fixation. The muscles of shoulder and arm region were observed macroscopically include structure, origins and insertions after the skin was cut and opened. The results were photographed using a digital camera. Image were edited by using software Adobe Photoshop CS3® then named based on Nomina Anatomica Veterinaria 2012. The muscles found in shoulder and arm were the cutaneus, trapezius, rhomboideus, brachiocephalicus, latissimus dorsi, serratus ventralis, deltoideus, supraspinatus, infraspinatus, subscapularis, teres major, coracobrachialis, superficialis pectoral, deep pectoral, triceps brachii, tensor fascia antebrachii, m. brachialis, dan m. biceps brachii. The result showed that the muscles in javan porcupine were generally similar to dog and pangolin shoulder and arm muscles. However, there were differences in the muscles structure of the cutaneus, trapezius, serratus ventralis, and teres minor. The differences were presumed to be related with the adaptation to habitat, behavior, and their body.
ANATOMI OTOT DAERAH BAHU DAN LENGAN ATAS
LANDAK JAWA (
Hystrix javanica
)
HALIM BAKTI HARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Anatomi Otot Daerah Bahu dan Lengan Atas Landak Jawa (Hystrix javanica) adalah benar karya Saya dengan arahan dari Dosen Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
HALIM BAKTI HARJO. Anatomi Otot Daerah Bahu dan Lengan Atas Landak Jawa (Hystrix javanica). Dibimbing oleh SUPRATIKNO dan SRIHADI AGUNGPRIYONO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati karakteristik struktur otot-otot daerah bahu dan lengan atas landak jawa yang dibandingkan dengan hewan domestik yang memiliki kemiripan secara anatomi, filogenetik, dan perilaku. Penelitian ini menggunakan dua kadaver landak jawa yang telah difiksasi dalam formalin 10%. Pengamatan otot-otot daerah bahu dan lengan atas dilakukan setelah kulit disayat dan dikuakkan meliputi struktur, origo, dan insersio dari masing-masing otot. Hasil pengamatan didokumentasi menggunakan kamera dan diedit menggunakan perangkat lunak Adobe Photosop CS3®, penamaan dilakukan berdasarkan Nomina Anatomica Veterinaria 2012. Otot-otot daerah bahu dan lengan atas yang ditemukan pada landak jawa terdiri atas m. cutaneus, m. trapezius, m. rhomboideus, m. brachiocephalicus, m. latissimus dorsi, m. serratus ventralis, m. deltoideus, m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. subscapularis, m. teres major, m. coracobrachialis, m. pectoralis superficialis, m. pectoralis profundus, m. triceps brachii, m. tensor fascia antebrachii, m. brachialis, dan m. biceps brachii. Hasil pengamatan menunjukkan landak jawa memiliki struktur otot daerah bahu dan lengan atas yang secara umum mirip dengan anjing dan trenggiling. Beberapa otot yang memiliki keunikan pada landak jawa antara lain m. cutaneus, m. trapezius, m. serratus ventarlis, dan m. teres minor. Perbedaan ini diduga sebagai hasil adaptasi terhadap lingkungan, perilaku, dan bentuk tubuh landak jawa.
Kata kunci: Bahu, landak jawa, lengan atas, otot
ABSTRACT
HALIM BAKTI HARJO. The Anatomy of the Shoulder and Arm Muscles of the Javan Porcupine (Hystrix javanica). Under direction of SUPRATIKNO dan SRIHADI AGUNGPRIYONO.
The study was aimed to observe the characteristic of javan porcupine shoulder and arm muscles and to compare with other animals which have similiarity on anatomy, phylogenetic, and behaviour. The study used two cadaver of javan porcupine that had been preserved in 10% formaline fixation. The muscles of shoulder and arm region were observed macroscopically include structure, origins and insertions after the skin was cut and opened. The results were photographed using a digital camera. Image were edited by using software Adobe Photoshop CS3® then named based on Nomina Anatomica Veterinaria 2012. The muscles found in shoulder and arm were the cutaneus, trapezius, rhomboideus, brachiocephalicus, latissimus dorsi, serratus ventralis, deltoideus, supraspinatus, infraspinatus, subscapularis, teres major, coracobrachialis, superficialis pectoral, deep pectoral, triceps brachii, tensor fascia antebrachii, m. brachialis, dan m. biceps brachii. The result showed that the muscles in javan porcupine were generally similar to dog and pangolin shoulder and arm muscles. However, there were differences in the muscles structure of the cutaneus, trapezius, serratus ventralis, and teres minor. The differences were presumed to be related with the adaptation to habitat, behavior, and their body.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
ANATOMI OTOT DAERAH BAHU DAN LENGAN ATAS
LANDAK JAWA (
Hystrix javanica
)
HALIM BAKTI HARJO
FALUKTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah tentang anatomi landak jawa, dengan judul “Anatomi Otot Daerah Bahu dan Lengan Atas Landak Jawa (Hystrix javanica)”. Terima kasih Penulis ucapkan kepada:
1. Drh Supratikno, MSi, PAVet dan Prof. Drh. Srihadi Agungpriyono, Ph.D, PAVet (K) selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan nasehat selama penyusunan skripsi.
2. Keluarga besar Laboratorium Anatomi: Dr Drh Heru Setijanto, PAVet (K), Dr Drh Savitri Novelina, MSi, PAVet, Dr Drh Nurhidayat, MS, PAVet, Dr Drh Chairun Nisa, MSi, PAVet, dan Drh Danang Dwi Cahyadi.
3. Dr drh R Harry Soehartono MappSc selaku Dosen Pembimbing Akademik atas dukungan yang telah diberikan.
4. Mas Bayu dan Pak Holid yang telah banyak membantu Penulis dalam mengerjakan penelitian.
5. Ibu yang selalu memberikan doa dan dukungannya, serta Kakak yang selalu memberikan semangat dan membantu dalam penyusunan skripsi.
6. Sahabat-sahabat seperjuangan di Laboratorium Anatomi, Kak Hiro, Kak Amal, Kak Febi, Eling, Singgih, Suwardi, Tita, dan Vian yang sudah banyak membantu.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Klasifikasi dan Morfologi Landak Jawa 2
Habitat dan Penyebaran 3
Tingkah Laku Landak Jawa 3
Struktur Umum Otot Kerangka 4
Susunan Anatomi Otot Daerah Bahu dan Lengan Atas 4
METODOLOGI 5
Waktu dan Tempat Penelitian 5
Bahan dan Alat 5
Metode Penelitian 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Hasil 6
Pembahasan 13
SIMPULAN DAN SARAN 15
Simpulan 15
Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 16
DAFTAR TABEL
1 Origo dan insersio m. cutaneus 7
2 Origo dan insersio otot-otot gelang bahu landak jawa 8 3 Origo dan insersio otot-otot daerah bahu landak jawa 10 4 Origo dan insersio otot-otot daerah lengan atas landak jawa 12
DAFTAR GAMBAR
1 Peta Persebaran landak jawa dan beberapa spesies landak lainnya di
Indonesia 3
2 Otot kulit daerah bahu dan lengan atas setelah kulit dikuakkan 7 3 Otot-otot superficial daerah gelang bahu dan lengan atas 9
4 Otot-otot daerah pectoral 9
5 Otot-otot daerah bahu setelah m. trapezius dikuakkan 11 6 Otot-otot daerah lengan atas bagian lateral 13
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Landak termasuk ke dalam hewan pengerat yang dapat ditemukan hampir di seluruh belahan dunia. Bentuk tubuhnya besar dengan rata-rata panjang tubuh antara 40-91 cm, panjang ekor berkisar antara 6-25 cm, dan bobot badan berkisar antara 5.4-16 kg (Parker 1990). Hampir seluruh tubuh landak ditutupi oleh duri-duri tajam yang merupakan derivat kulit. Duri-duri-duri tajam ini berfungsi sebagai salah alat pertahanan diri. Populasi landak di berbagai tempat masih banyak sehingga pada tahun 2008 CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) menetapkan status landak adalah least concern atau tidak terlalu diperhatikan statusnya (Lunde dan Aplin 2008). Salah satu spesies landak yang ada di Indonesia adalah landak landak jawa (Hystrix javanica). Landak merupakan salah satu satwa endemis di Indonesia. Satwa ini termasuk satwa yang dilindungi dan tercantum pada PP RI No. 7 Tahun 1999 & UU No. 5 Tahun 1990.
Landak sering diburu dan dibunuh karena dianggap sebagai hama pertanian, padahal banyak manfaat yang bisa diperoleh dari landak. Masyarakat di daerah Karanganyar, Jawa Tengah menjadikan daging landak sebagai menu khas daerah tersebut, yaitu berupa sate landak (Setiawan 2007). Daging landak dipercaya memiliki khasiat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti hepatitis dan gatal-gatal pada kulit. Daging hewan ini juga dipercaya mampu meningkatkan vitalitas pria. Empedu landak juga dimanfaatkan sebagai obat untuk penyakit asma (Sulistya 2007). Bagian lain dari landak yang bisa dimanfaatkan adalah durinya. Duri landak dapat digunakan sebagai bahan kerajinan tangan ataupun bahan pencampur dalam obat-obatan tradisional (Sulistya 2007).
Sampai saat ini, landak yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan ataupun komoditas yang diperjual-belikan kebanyakan masih berasal dari tangkapan alam. Dengan permintaan pasar terhadap daging landak yang terus meningkat menyebabkan perburuan landak semakin marak. Perburuan liar yang tidak terkontrol maupun pemanfaatan secara lokal yang tidak berwawasan konservasi dapat menyebabkan keberadaan landak terancam punah. Pemanfaatan satwa yang berstatus dilindungi khususnya untuk tujuan komersial diperbolehkan dari hasil penangkaran mulai generasi kedua (F2) (Djaenudin 2013).
Budidaya terhadap landak sendiri sudah mulai banyak dilakukan. Salah satu
contohnya adalah di negara Malaysia tepatnya di daerah Banting, Selangor. Di daerah tersebut dibudidayakan peternakan landak raya atau Hystrix brachyura.
Budidaya ini dilakukan selain untuk melestarikan spesies landak raya tapi juga dilakukan untuk memanfaatkan landak sebagai satwa harapan karena dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai pangan alternatif pengganti daging asal ternak (Wardi et al. 2011).
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari anatomi otot-otot daerah bahu dan lengan atas landak jawa (Hystrix javanica) dan dibandingkan dengan literatur mengenai anatomi otot-otot daerah bahu dan lengan atas pada hewan lain seperti anjing dan trenggiling. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui origo, insertio, serta fungsi otot pada daerah tersebut.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam memperkaya data biologi satwa endemis Indonesia khususnya Hystrix javanica dan sebagai dasar mengenai anatomi otot landak jawa dan perilakunya. Selain itu, melalui penulisan penelitian ini diharapkan usaha budidaya landak jawa sebagai satwa endemis Indonesia semakin meningkat dan dapat mempertahankan populasinya agar tetap terjaga.
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi Landak Jawa
Landak merupakan rodensia berukuran besar yang seluruh permukaan tubuhnya ditutupi oleh rambut keras yang disebut duri. Seekor landak memiliki panjang tubuh antara 40-91 cm, panjang ekor berkisar antara 6-25 cm, dan bobot badan berkisar antara 5.4-16 kg (Parker 1990). Hal ini menjadikan landak sebagai rodensia terbesar ketiga di dunia setelah capybara dan berang-berang. Klasifikasi landak jawa menurut Corbet dan Hill (1992) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia
Subordo : Hystricomorpha
Famili : Hystricidae (Old World Porcupines) Genus : Hystrix
Spesies : Hystrix javanica, Javan Porcupine/ Javan Porcupine
3
Habitat dan Penyebaran
Menurut Lunde dan Alpin (2008), landak jawa tersebar di berbagai pulau di Indonesia meliputi Jawa, Madura, Bali, Lombok, Flores, dan Sumbawa. Tahun 1800an pernah dilaporkan penemuan landak jawa di Sulawesi. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya perpindahan dari penduduk dengan membawa landak hidup dari pulau Flores (Lunde dan Alpin 2008).
Habitat landak jawa berada di hutan dan dataran rendah meliputi semak belukar, padang rumput, ladang pertanian serta perkebunan (Lunde dan Aplin 2008). Hewan ini umumnya bersifat nokturnal atau aktif pada malam hari dan menghabiskan sebagian waktunya di siang hari untuk beristirahat dan berlindung di dalam lubang. Lubang yang dibuat landak memiliki kedalaman kurang lebih 1,5 m di bawah permukaan tanah (Michael et al. 2003). Lubang ini memiliki satu pintu masuk berupa lubang besar dan beberapa pintu keluar yang berupa lubang kecil.
Gambar 1 Peta Persebaran landak jawa di Indonesia (modifikasi Weers 2005).
Tingkah Laku Landak Jawa
Landak merupakan hewan mamalia yang hidup secara terestrial. Hewan ini memiliki ukuran kaki yang pendek sehingga tidak memiliki kemampuan berlari yang baik. Pergerakan landak yang lambat disebabkan oleh karena hewan ini memiliki tubuh yang besar. Landak termasuk ke dalam hewan pejalan telapak (plantigradi) yang mempunyai hambatan berupa gaya gesek antara telapak kaki dengan bidang tumpuan yang besar. Salah satu cara landak bertahan dari predator adalah dengan menggunakan senjata berupa duri yang menutupi hampir seluruh permukaan tubuhnya (Roze 1989). Duri landak merupakan derivat dari kulit yang mengeras. Duri ini sekaligus menjadi ciri khas dan pembeda antar spesies landak (Grzimek 1975).
4
tetapi daya penglihatannya buruk sehingga untuk mencari makanan hewan ini mengandalkan indera penciuman dan pendengarannya yang tajam.
Landak berkembang biak secara beranak atau vivipar. Pada habitat aslinya landak betina dapat berkembangbiak dua kali dalam setahun dengan masa kebuntingan selama kurang lebih 112 hari atau 16 minggu. Jumlah anak dalam sekali kelahiran hanya berkisar 1-2 ekor. Anak landak yang baru lahir sudah memiliki mata yang terbuka dan duri di tubuhnya yang masih lembut, duri tersebut akan mengeras beberapa saat kemudian setelah terpapar udara. Setelah melahirkan, induk landak akan mengasuh anak tersebut. Induk landak akan menyusui, mengajari makan, membersihkan tubuh anaknya serta selalu menjaga anaknya dari bahaya. Saat sedang mengasuh anaknya induk landak cenderung lebih agresif sehingga perlu diwaspadai (Farida dan Roni 2011).
Sistem Lokomosi
Alat lokomosi berfungsi untuk melakukan gerakan berpindah tempat, seperti berjalan dan berlari. Menurut Sigit (2000) alat gerak tubuh terdiri dari dua unsur yaitu alat gerak pasif dan alat gerak aktif. Alat gerak pasif terdiri dari tulang, tulang rawan, ligamentum dan tendo. Sedangkan alat gerat aktif terdiri dari otot.
Otot kerangka adalah bagian dari alat gerak aktif. Dinamakan otot kerangka karena otot ini bertaut di tulang kerangka. Otot kerangka termasuk golongan otot bergaris melintang yang diinervasi oleh saraf somato-sensoris yang bekerja di bawah kemauan hewan. Golongan lain adalah otot polos dan otot jantung yang sifatnya otonom. Otot bekerja dengan cara melakukan kontraksi dan relaksasi. Kerja otot ini disebabkan pergeseran filamen aktin dan miosin yang terdapat di dalam sel-sel otot (Sigit 2000).
Otot kerangka memiliki serabut kontraktil dengan pola berselang-seling gelap dan terang. Bagian gelap disebut anisotrop sedangkan bagian terang disebut isotrop. Kedua bagian ini tersusun secara teratur membentuk pita vertikal terhadap poros otot. Setiap serabut otot merupakan sel otot dengan banyak inti, berbentuk silinder, dan memiliki membran sel yang disebut sarkolema. Serabut otot yang menyusun otot kerangka dibungkus oleh endomisium, kemudian beberapa serabut dibungkus oleh perimisum membentuk berkas otot yang dibungkus oleh epimisium membentuk gelendong otot (Pasquini et al. 1989).
Kontruksi Alat Lokomosi Kaki Depan
Kaki depan mempunyai fungsi tidak hanya sebagai alat lokomosi, tetapi juga menahan berat tubuh. Untuk ini maka hubungan kaki depan dan tubuh tidak melalui persendian, tetapi dilaksanakan oleh otot-otot yang seolah-olah seperti emban otot yang terpasang pada kedua kaki. Konstruksi tersebut akan menguntungkan karena pada kaki depan bekerja juga sebagai pegas, sehingga goncangan pada waktu hewan berjalan atau meloncat dapat diperhalus (Sigit 2000).
Alat lokomosi hewan dijalankan oleh tulang apendikular, yaitu tulang-tulang anggota gerak tubuh. Susunan tulang-tulang-tulang-tulang kaki depan hewan homolog
5 (os compedale), media (os coronale), distales (os ungulare), dan ossa sesamoidea proximalia dan os sesamoideum distale. Selain os scapulae dan os humerus, tulang-tulang yang lain banyak mengalami perubahan baik dalam bentuk maupun jumlah sesuai dengan spesies hewannya (Sigit 2000).
Susunan Anatomi Otot Daerah Bahu dan Lengan Atas
Kaki depan pada umumnya berfungsi sebagai alat lokomosi dan untuk menahan berat tubuh. Kaki depan pada anjing digunakan untuk berlari dan menggali. Pada trenggiling kaki depan berfungsi untuk menggali lubang dan memanjat. Aktivitas tersebut membutuhkan susunan otot yang kuat, khususnya daerah bahu dan lengan atas. Secara umum otot pada daerah bahu dan lengan atas dapat dikelompokkan menjadi kelompok otot ekstrinsik, kelompok otot bahu lateral, kelompok otot bahu medial, kelompok otot lengan atas bagian kranial dan kelompok otot lengan atas bagian kaudal (Evans dan Lahunta 2010).
Kelompok otot ekstrinsik pada anjing dan trenggiling terdiri atas musculus
(m.) pectoralis superficialis, m. pectoralis profundus, m. brachiocephalicus, m. omotransversarius, m. trapezius, m. rhombideus, m. latissimus dorsi, dan m. serratus ventralis. Otot-otot pada daerah ini berfungsi sebagai fiksator os scapula, penggantung tubuh, dan penggerak kaki depan. Aktifitas menggali
pada anjing dan trenggiling juga ditunjang otot-otot daerah ini. Kelompok otot
bahu terdiri dari m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. deltoideus, m. teres minor, m. subscapularis, m. teres major, dan m. coracobrachialis. Musculus teres major
dan m. deltoideus berfungsi sebagai flexor persendian bahu, sedangkan empat otot lainnya berfungsi menjaga stabilitas persendian bahu. Kelompok otot lengan atas bagian kranial berfungsi sebagai flexor persendian siku terdiri atas m. brachialis
dan m. biceps brachii. Kelompok otot atas bagian kaudal pada anjing terdiri m. tensor fascia antebrachii, m. triceps brachii, dan m. anconeus, sedangkan pada
trenggiling m. anconeus tidak ditemukan. Otot-otot ini berfungsi sebagai ekstensor persendian siku (Evans dan Lahunta 2010, Astuti 2010).
Secara umum susunan otot daerah bahu dan lengan atas pada anjing dan trenggiling memiliki persamaan. Anjing dan trenggiling memiliki kedekatan secara filogenetik. Landak memiliki perilaku yang sama dengan anjing dan trenggiling sebagai hewan penggali. Persamaan perilaku atau cara hidup akan menjadi parameter dan komparasi susunan anatomi otot daerah bahu dan lengan atas pada landak jawa.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
6
Bahan dan Alat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua ekor landak jawa jantan dewasa yang telah difiksasi menggunakan larutan formalin 10%. Preparat anatomi landak jawa yang digunakan diperoleh dari daerah Karangayar, Jawa Tengah.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat alat diseksi yang meliputi pinset, skalpel, blade, gunting, alat ukur, serta peralatan fotografi berupa Canon EOS 400D.
Metode Penelitian
Penelitian diawali dengan mengamati morfologi luar daerah bahu dan lengan atas landak jawa meliputi warna rambut dan kulit, serta jenis duri landak yang terdapat di daerah tersebut. Preparasi dilakukan dengan menyayat kulit pada daerah tersebut dengan berpedoman pada Nurhidayat et al. (2014) dengan beberapa modifikasi. Penyayatan kulit pertama dilakukan secara transversal pada pangkal leher dan costae terakhir. Pada penyayatan kulit di daerah costae terakhir perlu dilakukan pemotongan duri karena pada daerah ini terdapat duri-duri yang cukup keras. Pengamatan morfologi dan susunan otot dilakukan untuk mengidentifikasi otot-otot daerah bahu dan lengan atas, serta origo dan insersionya. Penamaaan otot dilakukan berdasarkan Nomina Anatomica Veterinaria 2012 (ICVGAN 2012). Hasil pengamatan pada masing-masing otot dicatat dan didokumentasikan dengan kamera Canon EOS 400D. Gambar diolah dengan Adobe Photoshop CS3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
7
Tabel 1 Origo dan insersio m. cutaneus
Nama Otot Origo Insersio
1. M. cutaneous
a. lapis superficial
b. lapis profundal
Bersatu dengan m. brachiocephalicus
dan m. pectoralis transversus, bertaut pada crista humeri, spina scapula, dan
acromion
Tuberositas deltoidea, tuberculum majus, dan sepanjang os sternum
Processus spinosus os vertebrae lumbales
sampai os vertebrae
caudalis
Bersatu dengan lapis
superficial dari m.cutaneus
di pertengahan tubuh
Gambar 2 Otot kulit daerah bahu dan lengan atas setelah kulit dikuakkan 1. Platysma 2. m. brachiocephalicus 3. m. cutaneus. (Bar: 3 cm)
Kelompok Otot Daerah Gelang Bahu
Otot-otot daerah gelang bahu terletak di profundal dari m. cutaneus.
Kelompok ini terdiri atas m. trapezius, m. rhomboideus, m. latissimus dorsi, m. serratus ventralis, dan m. pectoralis (m. pectoralis superficialis dan m. pectoralis profundus) (Tabel 2). Musculus brachiocephalicus memiliki insersio
yang menyatu pada origo m. cutaneus (Gambar 2). Musculus trapezius pada landak terbagi dalam dua bagian yaitu pars thoracis dan pars cervicis. Setelah m. trapezius dikuakkan ditemukan m. rhomboideus yang lebar dan relatif tebal. Pada bagian lateral thorax dapat ditemukan m. latissimus dorsi (Gambar 3A). Otot ini relatif berkembang pada landak jawa. Origo dari m. latissimus dorsi adalah fascia lumbodorsalis dan processus spinosus ossa vertebrae thoracicae VI-XIII. Musculus latissimus dorsi memiliki insersio pada crista humeri os humerus. Musculus serratus ventralis dapat ditemukan setelah m. latissimus dorsi dikuakkan. Musculus pectoralis pada landak jawa terbagi ke dalam m. pectoralis superficialis yang terdiri dari m. pectoralis descendens dan m. pectoralis transversus (Gambar
4). Musculus pectoralis profundus terdiri dari m. pectoralis ascendens dan m. subclavius. Origo dari m. subclavius adalah os sternum dan sisi lateral os clavicula, otot ini memiliki insersio pada permukaan m. supraspsinatus dan
8
Tabel 2 Origo dan insersio otot-otot gelang bahu landak jawa
Nama Otot Origo Insersio
2. M. rhomboideus Protuberantia occipitalis
externa, processus spinosus
3. M. brachiocephalicus Alae atlantis os atlas Menyatu dengan
m. cutaneus dan bertaut
pada crista humeri,
tuberositas deltoidea, dan
fascia antebrachii
4. M. latissimus dorsi Fascia lumbodorsalis dan
9
Gambar 3 Otot-otot bahu dan lengan atas; A. Otot-otot bahu setelah m. cutaneus dikuakkan
B. Otot-otot bahu setelah m. trapezius dan m. latissimus dorsi dikuakkan
1. m. trapezius (a. pars cervicis, b. pars thoracis), 2. m. deltoideus, 3. m. latissimus dorsi, 4. m. cutaneus pars superficial, 5. m. brachiceophalicus,
6. m. tricep brachii caput longum, 7. Platysma, 8. m. rhomboideus, 9. m. supraspinatus, 10. m. subclavius, 11. m. infraspinatus, 12. m. teres major,
13. m. serratus dorsalis, 14. m. serratus ventralis thoracis (Bar: 3 cm)
Gambar 4 Otot-otot daerah pectoral
1. m. subclavius, 2. m. deltoideus pars clavicularis, 3. m. brachiocephalicus, 4. m. pectoralis transversus, 5. m. bicep brachii, 6. m. pectoralis ascendens
10
Kelompok Otot Daerah Bahu
Kelompok otot daerah bahu memiliki origo di os scapula dan insersio di os humerus. Otot-otot tersebut terdiri atas m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. deltoideus, m. subscapularis, m. teres major, dan m. coracobrachialis (Tabel 3). Musculus supraspinatus, m. infraspinatus, dan m. deltoideus dapat dikelompokkan lagi ke dalam kelompok otot bahu lateral (Gambar 3B). Otot bahu medial terdiri dari m. subscapularis, m. teres major, dan m. coracobrachialis. Musculus
supraspinatus dan m. infraspinatus menutupi hampir seluruh permukaan os scapula. Kedua otot ini masing-masing memiliki origo pada fossa supraspinata
dan fossa infraspinata, sedangkan insersio kedua otot ini pada tuberculum majus os humerus. Pada landak jawa terdapat tiga bagian m. deltoideus yaitu pars scapularis, pars deltoideus, dan pars clavicularis. Musculus deltoideus pars clavicularis ditemukan pada landak jawa karena hewan ini memiliki os clavicula (Gambar 4). Otot ini bertaut dari 2/3 bagian proximal os clavicula sampai 1/3 bagian distal fascia caudalis os humerus. Musculus subscapularis merupakan salah satu otot yang mengisi sebagian besar fossa subscapularis. Otot ini memiliki origo pada fossa subscapularis os scapula dan insersio pada tuberculum minus os humerus. Musculus teres major adalah otot yang berada di kaudal os scapula. Musculus teres major berupa otot yang tebal dan panjang pada landak, sedangkan m. teres minor tidak ditemukan. Musculus coracobrachialis merupakan otot yang kecil dan panjang. Otot ini memiliki origo pada processus coracoideus os scapula. Sedangkan insersio dari m. coracobrachialis adalah di 1/3 bagian distal fascia caudalis os humerus.
Tabel 3 Origo dan insersio otot-otot daerah bahu landak jawa
Nama Otot Origo Insersio
Otot Bahu Lateral
1. M. supraspinatus Fossa supraspinata Tuberculum majus os humerus
2. M. infraspinatus Fossa infraspinata Tuberculum majus os humerus
3. M. deltoideus
Bersatu dengan m. deltoideus
pars acromialis
2. M. teres major Angulus caudalis
11
Kelompok Otot Daerah Lengan Atas
Otot-otot daerah ini terdiri dari m. brachialis, m. bicep brachii, m. tricep brachii, dan m. tensor fasciae antebrachii. Otot lengan atas memiliki fungsi utama dalam menggerakkan fungsi siku. Musculus brachialis berbentuk silinder dan memiliki ukuran yang relatif pendek. Otot ini bertaut dari 1/3 proximal fascia caudalis os humerus sampai tuberositas radii os radius. Pada landak m. bicep brachii merupakan otot kecil yang terletak di daerah os humerus. Otot ini memiliki origo di tuberculum supraglenoidale danmemiliki insersio pada tuberositas radii os radius (Tabel 4). Musculus tricep brachii pada landak dibagi ke dalam tiga caput yaitu m. tricep brachii caput longum, m. tricep brachii caput lateral, dan m. tricep brachii caput medial (Gambar 5 dan Gambar 6). Ketiga caput otot ini relatif berkembang. Musculus tricep brachii caput longum merupakan otot yang tebal dan besar. Otot ini memiliki origo pada margo posterior os scapula dan insersio pada olecranon os ulna bagian kaudal. Musculus tricep brachii caput lateral juga merupakan otot yang besar dan tebal. Origo dari m. tricep brachii caput lateral berada pada 1/3 bagian distal spina scapula. Insersio dari otot ini adalah pada bagian lateral olecranon. Musculus tricep brachii caput medial memiliki origo pada 2/3 proximal margo posterior os humerus dan insersio pada bagian caudal olecranon. Musculus tensor fasciae antebrachii pada landak berbentuk otot tipis dan pendek (Gambar 6). Otot ini memiliki origo pada fascia dari m. latissimus dorsi dan insersio pada olecranon os ulna.
Tabel 4 Origo dan insersio otot-otot daerah lengan atas landak jawa
Nama Otot Origo Insersio
1. M. brachialis 1/3 proximal fascia
12
Gambar 5 Otot daerah lengan atas bagian lateral
1. m. cutaneus (a. pars superficial, b. pars profundal), 2. m. tricep brachii (a. caput lateral, b. caput longum), 3. m. latissimus dorsi, 4. m. deltoideus,
5. m. teres major, 6. m. trapezius (a. pars cervicis, b. pars thoracis), 7. m. supraspinatus 8. m. serratus ventralis thoracis, 9. m. serratus dorsalis,
10. m. pectoralis ascendens, 11. m. pectoralis descendens (Bar: 3 cm)
Gambar 6 Otot-otot daerah lengan atas bagian medial
1. m. cutaneus (a. pars superficial, b. pars profundal), 2. m. pectoralis ascendens, 3. m. pectoralis descendens, 4. m. pectoralis transversus, 5. m. brachiocephalicus, 6. m. brachialis, 7. m. bicep brachii 8. m. tricep brachii caput medial, 9. m. tensor fasciae antebrachii, 10. m. teres major (Bar: 3 cm)
Pembahasan
13 terancam (Parker 1990). Duri-duri ini dapat ditegakkan karena adanya struktur otot yang berada profundal permukaan kulit yaitu m. cutaneus. Musculus cutaneus pada landak jawa relatif berkembang, hal ini terlihat dari struktur origonya dan ketebalannya. Pada daerah kranial m. cutaneus terbagi kedalam dua lapisan yaitu lapis superficial dan lapis profundal, hal ini diduga untuk memperkuat kontraksi dan mengembangkan duri pada saat landak menegakkan duri-durinya. Lapis superficial m. cutaneus memiliki arah serabut otot longitudinal yang akan menarik duri ke arah kranial. Sementara m. cutaneus lapis profundal yang memiliki arah kaudodorsal akan menarik duri ke arah kranioventral. Hal ini menyebabkan duri-duri pada permukaan tubuh landak akan berdiri dan mengembang.
Musculus cutaneus pada landak jawa lebih berkembang dibandingkan dengan anjing dan memiliki kemiripan dengan trenggiling. Otot ini pada anjing hanya berupa lapisan otot tipis yang menutupi daerah dorsal, lateral, dan ventral dinding thorax (Evans dan Lahunta 2010). Sedangkan pada trenggiling, otot ini relatif tebal dan berkembang. Otot ini berfungsi untuk memfiksir sisik pada daerah perut, punggung, panggul dan paha. Sisik merupakan bentuk pertahanan diri terhadap predator atau ancaman lainnya yang dimiliki trenggiling. Ketika menggulungkan badannya, m. cutaneus pada trenggiling akan memfiksir sisik sehingga predator akan kesulitan untuk memangsanya (Astuti 2012).
Musculus brachiocephalicus pada pada landak jawa memiliki insersio yang menyatu dengan m. cutaneus dan selanjutnya bertaut pada crista humeri, tuberositas deltoidea, dan fascia antebrachii. Otot ini berfungsi sebagai protraktor kaki depan serta flexor leher dan kepala. Pada saat landak menegakkan durinya otot ini akan ikut berkontraksi bersama m. cutaneus sehingga landak akan cenderung menundukkan kepalanya dan meluruskan kaki depannya.
Landak jawa hidup di hutan dan dataran rendah, sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungannya landak memiliki kaki depan yang berukuran relatif pendek. Hewan ini merupakan hewan terestrial yang menghabiskan sebagian besar waktunya di atas tanah. Kaki depan landak jawa tidak dapat digunakan untuk memanjat pohon tetapi lebih berfungsi untuk menggali lubang. Landak membuat lubang dengan menggali tanah pada gua-gua, celah bebatuan, daerah berbukit, dan tanah lapang dengan kondisi tanah yang beragam (Michael et al. 2003). Saat menggali lubang kaki depan berfungsi untuk mengurai tanah dengan cepat, sedangkan kaki belakang berfungsi mengeluarkan tanah dari lubang (Feldhamer et al. 1999). Selain untuk membuat sarang, landak menggali lubang untuk mencari makanan seperti kecambah, umbi-umbian, akar pohon, dan makanan lainnya.
14
Gerakan protaksi dan retraksi kaki depan pada saat menggali akan menyebabkan gerakan yang berlebihan pada os scapula, sehingga os scapula akan mudah terkuak. Fiksasi yang kuat pada os scapula diperlukan untuk mencegah terjadinya penguakkan tulang ini. Otot yang berfungsi sebagai fiksator os scapula adalah m. trapezius dan m. rhomboideus (Evans dan Lahunta 2010). Musculus trapezius pada landak bertaut dari os occipitale sampai os vertebrae thoracalis XIII dan terbagi ke dalam dua bagian yaitu pars cervicalis dan pars thoracis. Otot ini memiliki daerah pertautan yang sangat luas, hal ini memungkinkan fiksasi yang kuat pada os scapula. Di bawah m. trapezius dapat ditemukan m. rhomboideus. Pada landak otot ini relatif lebar dan tebal. Musculus rhomboideus pada landak jawa memiliki origo yang terbelah ke dua tempat yaitu processus spinosus ossa vertebrae cervicalis I-VII dan alae atlantis dari os atlas. Sedangkan insersio otot ini berada pada spina scapula dan margo dorsalis dari os scapula. Pertautan yang kuat pada os scapula menyebabkan kekuatan fiksasi yang diberikan otot ini menjadi sangat kuat.
Musculus serratus ventralis pada landak jawa hanya terdiri dari satu bagian saja yaitu pars thoracis. Sedangkan pada anjing m. serratus ventralis berbentuk seperti kipas dan terbagi ke dalam dua otot m. serratus ventralis cervicis dan m. serratus ventralis thoracis (Evans dan Lahunta 2010). Pada landak otot ini diduga berfungsi untuk menarik basis os scapula ke arah kaudal. Menurut Astuti (2012), fungsi secara umum m. serratus ventralis pars cervicis yaitu untuk menarik basis os scapula ke arah leher dan mengangkat leher atau membengkok leher ke lateral, sedangkan m. serratus ventralis pars thoracis memiliki fungsi untuk menarik basis os scapula ke kaudal dan sebagai otot inspirasi dalam keadaan memaksa. Pergerakan os scapula pada landak sangat minim. Hal ini terlihat dari berkembangnya otot-otot fiksator os scapula dan otot penggerak os scapula seperti m. serratus ventralis yang tidak berkembang.
Landak jawa memiliki m. deltoideus yang terdiri dari tiga bagian yaitu pars scapularis, pars acromialis, dan pars clavicularis. Musculus deltoideus pars scapularis memiliki origo pada sepanjang spina scapula dan memiliki insersio yang menyatu dengan m. deltoideus pars acromialis. Sedangkan m. deltoideus pars acromialis sendiri memiliki origo pada acromion os scapula dan insersio pada tuberositas deltoideus os humerus. Hampir seluruh permukaan otot ini tertutupi oleh insersio dari m. deltoideus pars scapularis. Musculus deltoideus pars acromialis memiliki ukuran yang tebal dan pendek. Kedua otot tersebut berfungsi sebagai flexor persendian bahu. Musculus deltoideus pars clavicularis berupa otot pipih yang bertaut dari os clavicula ke tuberositas deltoideus os humerus. Musculus teres major pada landak jawa relatif berkembang. Otot ini berfungsi sebagai flexor persendian bahu. Hewan ini tidak memiliki m. teres minor. Musculus teres minor
dapat ditemukan pada anjing maupun trenggiling (Getty 1975). Sama seperti m. teres major otot ini juga berfungsi sebagai flexor bahu. Tidak ditemukannya
otot ini tidak akan mengurangi kekuatan flexor bahu karena otot-otot lain yang berfungsi sebagai flexor bahu pada landak relatif berkembang.
Landak jawa memiliki os clavicula yang berukuran relatif kecil. Tulang ini menghubungkan kaki depan dengan tubuh. Menurut Tortora dan Derrickson (2009), os clavicula pada primata berbentuk seperti huruf S dengan sisi anterior
15 depan bahu, sedangkan tendo clavicula terletak pada m. brachiocephalicus (Evans dan Lahunta 2010). Keberadaan os clavicula menyebabkan landak memiliki kemampuan berlari yang buruk. Salah satu otot yang memiliki origo pada tulang ini adalah m. deltoideus pars clavicularis. Otot ini berukuran relatif kecil dan memiliki insersio pada tuberositas deltoideus os humerus.
Musculus pectoralis pada landak jawa terbagi ke dalam dua kelompok otot yaitu m. pectoralis superficialis (m. pectoralis descendens dan m. pectoralis transversus) dan m. pectoralis profundus (m. subclavius dan m. pectoralis ascendens). Menurut Evans dan Lahunta (2010), m. pectoralis superficialis berfungsi sebagai adduktor kaki muka dan menopang berat badan bagian depan, sedangkan m. pectoralis profundus berfungsi sebagai adduktor kaki muka, flexor bahu, dan retraktor kaki depan. Musculus pectoralis pada landak jawa relatif berkembang. Perkembangan otot ini menunjang aktifitas landak dalam menggali lubang dan menopang berat badan bagian depan.
Kelompok otot daerah lengan atas pada landak jawa terdiri dari m. tricep brachii, m. brachialis, m. bicep brachii, dan m. tensor fasciae antebrachii. Otot-otot pada kelompok ini bertugas menggerakkan sendi bahu maupun siku. Musculus tricep brachii merupakan otot paling dominan pada daerah lengan atas landak jawa. Otot ini berupa kumpulan otot yang besar yang berfungsi sebagai ekstensor siku dan sebagai penopang berat badan bagian depan (Evans dan Lahunta 2010). Pada landak otot ini merupakan otot yang paling berkembang di daerah lengan atas. Otot ini terbagi ke dalam tiga otot yaitu m. tricep brachii caput longum, m. tricep brachii caput lateral dan m. tricep brachii caput medial. Ketiga otot ini memliki insersio pada olecranon dan memilki fungsi yang sama yaitu sebagai ekstensor persendian siku. Berkembangnya m. tricep brachii pada landak mengakibatkan kekuatan untuk melakukan ekstensor siku menjadi semakin kuat. Gerakan ekstensi siku berguna pada saat landak mengurai tanah untuk membuat lubang.
Musculus brachialis merupakan otot kecil yang berfungsi sebagai flexor dari siku. Otot yang memiliki fungsi sama dengan otot ini adalah m. bicep brachii. Kedua otot ini terletak bersebelahan dan relatif berkembang pada landak. Gerakan flexor penting pada saat landak makan. Menurut Grzimek (1972), landak memegang makanan dengan kedua kaki depan pada saat makan. Musculus tensor fasciae antebrachii pada landak jawa berupa otot yang pendek dan relatif kecil. Sama halnya pada anjing, otot ini memiliki origo pada permukaan m. latissimus dorsi dan insersio pada crista humeri os humerus (Evans dan Lahunta 2010). Otot ini berfungsi sebagai ekstensor siku, flexor bahu, dan menegangkan daerah antebrachii (Getty 1975).
16
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Secara umum susunan otot-otot daerah bahu dan lengan atas landak jawa mempunyai kemiripan dengan anjing dan trenggiling, namun ditemukan beberapa keunikan yang tidak dijumpai pada anjing dan trenggiling. Keunikan tersebut antara lain ditemukannya m. cutaneus yang berkembang sangat baik sebagai otot penegak duri. Musculus trapezius yang memiliki origo sangat luas sehingga fiksasi pada os scapula menjadi sangat kuat. Musculus serratus ventralis pada landak jawa hanya terdiri dari pars thoracis. Selain itu ditemukan os clavicula dan otot yang memiliki origo pada tulang ini yaitu m. deltoideus pars clavicularis. Otot yang tidak ditemukan pada landak jawa adalah m. teres minor. Otot-otot daerah bahu dan lengan atas landak jawa berkembang dengan baik. Kondisi otot-otot ini sebagai hasil adaptasi terhadap lingkungan, perilaku, dan bentuk tubuh landak jawa.
Saran
Penelitian lebih lanjut mengenai kerangka, otot-otot daerah kaki bagian bawah, dan sumbu tubuh perlu dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap mengenai anatomi fungsional landak jawa.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti CFD. 2012. Anatomi otot daerah bahu dan lengan atas trenggiling jawa (Manis javanica). [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
[CITES] Convention on International Trade in Endangered Species. 2008. Annotated CITES appendices and reservations. [internet].[diunduh pada 22 Februari 2014]. Tersedia pada http://www.cites.org/eng/resources/pub. Corbet GB, Hill JE. 1992. The Mammals of the Indomalayan Region: A Systematic
Review. United Kingdom (GB): Oxford University Press
Djaenudin, Mohamad. 2013. Domestikasi landak di Indonesia. [internet]. [diunduh pada 16 Maret 2014]. Tersedia pada http://www.pdii.lipi.go.id.
Evans HE, Lahunta A. 2010. Guide to the Dissection of the Dog. 7th Ed. Missouri (US): Westline Industrial Drive, Elsevier Inc.
Farida WR, Roni R. 2011. Giving of formulated pellet on javan porcupine (Hystrix javanica F. Cuvier, 1823): effects on feed intake, feed conversion, and digestibility in pre-domestication condition. J Biol Indonesia 7 (1): 157-170. Feldhamer GA, Lee D, Stephen V, Joseph M. 1999. Mammalogy: Adaptation,
Diversity, and Ecology. 1st Ed. USA: McGraw-Hill Higher Education. Getty R. 1975. Sisson and Grossman’s The Anatomy of the Domestic Animal. 5th
Ed. Philadelphia (US): W. B. Saunders Company
17 Grzimek B. 1975. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia Vol. XI. New York (US):
Van Nostrad Reinhold Company.
[ICVGAN] International Committee on Veterinary Gross Anatomical Nomenclature. 2012. Nomina Anatomica Veterinaria. Hannover: ICVGAN. Lunde D, Aplin K. 2008. Hystrix javanica. Di dalam: IUCN red list of threatened
species [internet]. [diunduh pada 22 Februari 2014]. Tersedia pada http://www.iucnredlist.org.
Michael H, Devra G, Kleiman, Valerius G, Mellisa CM. 2003. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia. 2nd Ed. Michigan (US): Gale Group.
Miller ME. 1993. Anatomy of the Dog. New York (US) W. B. Saunders Company. New York State Collage of Veterinary Medicine at Cornell University. Nurhidayat, Sigit K, Setijanto H, Agungpriyono S, Nisa’ C, Novelina S, Supratikno.
2014. Osteologi dan Miologi Veteriner. Bogor (ID): IPB Press.
Parker SB. 1990. Grzimek’s Encyclopedia of Mammals. New York (US): McGraw Hill.
Pasquini C, Tom S, Susan P. 1989. Anatomy of Domestic Animals: Systemic & Regional. 5th Ed. Tioga (US): Sudz Publishing.
Roze U. 1989. The North American Porcupine. Washington (US): Smithsonian Institution Press.
Sastraprapdjo S. 1980. Binatang Hama. Bogor (ID): LIPI.
Setiawan C. 2007. Khasiat sate landak. [internet] [diunduh pada 16 Maret 2014]. Tersedia pada http://masenchipz.com/khasiat-sate-landak.
Sigit K. 2000. Peranan Alat Lokomosi Sebagai Sarana Kelangsungan Hidup Hewan: Suatu Kajian Anatomi Fungsional. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Anatomi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Sulistya SJ. 2007. Sate landak dipercaya tingkatkan stamina pria. [internet].
[diunduh pada 16 Maret 2014] Tersedia pada
http://www.suaramerdeka.com/cybernews/harian/2703/16.
Tortora GJ, Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th Ed. Hoboken (US): John Wiley and Sons.
Wardi, Farida WR, Siregar HCH. 2011. Tingkah laku harian landak raya (Hystrix brachyura) pada siang hari di penangkaran. Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus 4B: 21-25.
18
RIWAYAT HIDUP
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Landak termasuk ke dalam hewan pengerat yang dapat ditemukan hampir di seluruh belahan dunia. Bentuk tubuhnya besar dengan rata-rata panjang tubuh antara 40-91 cm, panjang ekor berkisar antara 6-25 cm, dan bobot badan berkisar antara 5.4-16 kg (Parker 1990). Hampir seluruh tubuh landak ditutupi oleh duri-duri tajam yang merupakan derivat kulit. Duri-duri-duri tajam ini berfungsi sebagai salah alat pertahanan diri. Populasi landak di berbagai tempat masih banyak sehingga pada tahun 2008 CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) menetapkan status landak adalah least concern atau tidak terlalu diperhatikan statusnya (Lunde dan Aplin 2008). Salah satu spesies landak yang ada di Indonesia adalah landak landak jawa (Hystrix javanica). Landak merupakan salah satu satwa endemis di Indonesia. Satwa ini termasuk satwa yang dilindungi dan tercantum pada PP RI No. 7 Tahun 1999 & UU No. 5 Tahun 1990.
Landak sering diburu dan dibunuh karena dianggap sebagai hama pertanian, padahal banyak manfaat yang bisa diperoleh dari landak. Masyarakat di daerah Karanganyar, Jawa Tengah menjadikan daging landak sebagai menu khas daerah tersebut, yaitu berupa sate landak (Setiawan 2007). Daging landak dipercaya memiliki khasiat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti hepatitis dan gatal-gatal pada kulit. Daging hewan ini juga dipercaya mampu meningkatkan vitalitas pria. Empedu landak juga dimanfaatkan sebagai obat untuk penyakit asma (Sulistya 2007). Bagian lain dari landak yang bisa dimanfaatkan adalah durinya. Duri landak dapat digunakan sebagai bahan kerajinan tangan ataupun bahan pencampur dalam obat-obatan tradisional (Sulistya 2007).
Sampai saat ini, landak yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan ataupun komoditas yang diperjual-belikan kebanyakan masih berasal dari tangkapan alam. Dengan permintaan pasar terhadap daging landak yang terus meningkat menyebabkan perburuan landak semakin marak. Perburuan liar yang tidak terkontrol maupun pemanfaatan secara lokal yang tidak berwawasan konservasi dapat menyebabkan keberadaan landak terancam punah. Pemanfaatan satwa yang berstatus dilindungi khususnya untuk tujuan komersial diperbolehkan dari hasil penangkaran mulai generasi kedua (F2) (Djaenudin 2013).
Budidaya terhadap landak sendiri sudah mulai banyak dilakukan. Salah satu
contohnya adalah di negara Malaysia tepatnya di daerah Banting, Selangor. Di daerah tersebut dibudidayakan peternakan landak raya atau Hystrix brachyura.
Budidaya ini dilakukan selain untuk melestarikan spesies landak raya tapi juga dilakukan untuk memanfaatkan landak sebagai satwa harapan karena dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai pangan alternatif pengganti daging asal ternak (Wardi et al. 2011).
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari anatomi otot-otot daerah bahu dan lengan atas landak jawa (Hystrix javanica) dan dibandingkan dengan literatur mengenai anatomi otot-otot daerah bahu dan lengan atas pada hewan lain seperti anjing dan trenggiling. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui origo, insertio, serta fungsi otot pada daerah tersebut.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam memperkaya data biologi satwa endemis Indonesia khususnya Hystrix javanica dan sebagai dasar mengenai anatomi otot landak jawa dan perilakunya. Selain itu, melalui penulisan penelitian ini diharapkan usaha budidaya landak jawa sebagai satwa endemis Indonesia semakin meningkat dan dapat mempertahankan populasinya agar tetap terjaga.
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi Landak Jawa
Landak merupakan rodensia berukuran besar yang seluruh permukaan tubuhnya ditutupi oleh rambut keras yang disebut duri. Seekor landak memiliki panjang tubuh antara 40-91 cm, panjang ekor berkisar antara 6-25 cm, dan bobot badan berkisar antara 5.4-16 kg (Parker 1990). Hal ini menjadikan landak sebagai rodensia terbesar ketiga di dunia setelah capybara dan berang-berang. Klasifikasi landak jawa menurut Corbet dan Hill (1992) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia
Subordo : Hystricomorpha
Famili : Hystricidae (Old World Porcupines) Genus : Hystrix
Spesies : Hystrix javanica, Javan Porcupine/ Javan Porcupine
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari anatomi otot-otot daerah bahu dan lengan atas landak jawa (Hystrix javanica) dan dibandingkan dengan literatur mengenai anatomi otot-otot daerah bahu dan lengan atas pada hewan lain seperti anjing dan trenggiling. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui origo, insertio, serta fungsi otot pada daerah tersebut.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam memperkaya data biologi satwa endemis Indonesia khususnya Hystrix javanica dan sebagai dasar mengenai anatomi otot landak jawa dan perilakunya. Selain itu, melalui penulisan penelitian ini diharapkan usaha budidaya landak jawa sebagai satwa endemis Indonesia semakin meningkat dan dapat mempertahankan populasinya agar tetap terjaga.
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi Landak Jawa
Landak merupakan rodensia berukuran besar yang seluruh permukaan tubuhnya ditutupi oleh rambut keras yang disebut duri. Seekor landak memiliki panjang tubuh antara 40-91 cm, panjang ekor berkisar antara 6-25 cm, dan bobot badan berkisar antara 5.4-16 kg (Parker 1990). Hal ini menjadikan landak sebagai rodensia terbesar ketiga di dunia setelah capybara dan berang-berang. Klasifikasi landak jawa menurut Corbet dan Hill (1992) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia
Subordo : Hystricomorpha
Famili : Hystricidae (Old World Porcupines) Genus : Hystrix
Spesies : Hystrix javanica, Javan Porcupine/ Javan Porcupine
3
Habitat dan Penyebaran
Menurut Lunde dan Alpin (2008), landak jawa tersebar di berbagai pulau di Indonesia meliputi Jawa, Madura, Bali, Lombok, Flores, dan Sumbawa. Tahun 1800an pernah dilaporkan penemuan landak jawa di Sulawesi. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya perpindahan dari penduduk dengan membawa landak hidup dari pulau Flores (Lunde dan Alpin 2008).
Habitat landak jawa berada di hutan dan dataran rendah meliputi semak belukar, padang rumput, ladang pertanian serta perkebunan (Lunde dan Aplin 2008). Hewan ini umumnya bersifat nokturnal atau aktif pada malam hari dan menghabiskan sebagian waktunya di siang hari untuk beristirahat dan berlindung di dalam lubang. Lubang yang dibuat landak memiliki kedalaman kurang lebih 1,5 m di bawah permukaan tanah (Michael et al. 2003). Lubang ini memiliki satu pintu masuk berupa lubang besar dan beberapa pintu keluar yang berupa lubang kecil.
Gambar 1 Peta Persebaran landak jawa di Indonesia (modifikasi Weers 2005).
Tingkah Laku Landak Jawa
Landak merupakan hewan mamalia yang hidup secara terestrial. Hewan ini memiliki ukuran kaki yang pendek sehingga tidak memiliki kemampuan berlari yang baik. Pergerakan landak yang lambat disebabkan oleh karena hewan ini memiliki tubuh yang besar. Landak termasuk ke dalam hewan pejalan telapak (plantigradi) yang mempunyai hambatan berupa gaya gesek antara telapak kaki dengan bidang tumpuan yang besar. Salah satu cara landak bertahan dari predator adalah dengan menggunakan senjata berupa duri yang menutupi hampir seluruh permukaan tubuhnya (Roze 1989). Duri landak merupakan derivat dari kulit yang mengeras. Duri ini sekaligus menjadi ciri khas dan pembeda antar spesies landak (Grzimek 1975).
4
tetapi daya penglihatannya buruk sehingga untuk mencari makanan hewan ini mengandalkan indera penciuman dan pendengarannya yang tajam.
Landak berkembang biak secara beranak atau vivipar. Pada habitat aslinya landak betina dapat berkembangbiak dua kali dalam setahun dengan masa kebuntingan selama kurang lebih 112 hari atau 16 minggu. Jumlah anak dalam sekali kelahiran hanya berkisar 1-2 ekor. Anak landak yang baru lahir sudah memiliki mata yang terbuka dan duri di tubuhnya yang masih lembut, duri tersebut akan mengeras beberapa saat kemudian setelah terpapar udara. Setelah melahirkan, induk landak akan mengasuh anak tersebut. Induk landak akan menyusui, mengajari makan, membersihkan tubuh anaknya serta selalu menjaga anaknya dari bahaya. Saat sedang mengasuh anaknya induk landak cenderung lebih agresif sehingga perlu diwaspadai (Farida dan Roni 2011).
Sistem Lokomosi
Alat lokomosi berfungsi untuk melakukan gerakan berpindah tempat, seperti berjalan dan berlari. Menurut Sigit (2000) alat gerak tubuh terdiri dari dua unsur yaitu alat gerak pasif dan alat gerak aktif. Alat gerak pasif terdiri dari tulang, tulang rawan, ligamentum dan tendo. Sedangkan alat gerat aktif terdiri dari otot.
Otot kerangka adalah bagian dari alat gerak aktif. Dinamakan otot kerangka karena otot ini bertaut di tulang kerangka. Otot kerangka termasuk golongan otot bergaris melintang yang diinervasi oleh saraf somato-sensoris yang bekerja di bawah kemauan hewan. Golongan lain adalah otot polos dan otot jantung yang sifatnya otonom. Otot bekerja dengan cara melakukan kontraksi dan relaksasi. Kerja otot ini disebabkan pergeseran filamen aktin dan miosin yang terdapat di dalam sel-sel otot (Sigit 2000).
Otot kerangka memiliki serabut kontraktil dengan pola berselang-seling gelap dan terang. Bagian gelap disebut anisotrop sedangkan bagian terang disebut isotrop. Kedua bagian ini tersusun secara teratur membentuk pita vertikal terhadap poros otot. Setiap serabut otot merupakan sel otot dengan banyak inti, berbentuk silinder, dan memiliki membran sel yang disebut sarkolema. Serabut otot yang menyusun otot kerangka dibungkus oleh endomisium, kemudian beberapa serabut dibungkus oleh perimisum membentuk berkas otot yang dibungkus oleh epimisium membentuk gelendong otot (Pasquini et al. 1989).
Kontruksi Alat Lokomosi Kaki Depan
Kaki depan mempunyai fungsi tidak hanya sebagai alat lokomosi, tetapi juga menahan berat tubuh. Untuk ini maka hubungan kaki depan dan tubuh tidak melalui persendian, tetapi dilaksanakan oleh otot-otot yang seolah-olah seperti emban otot yang terpasang pada kedua kaki. Konstruksi tersebut akan menguntungkan karena pada kaki depan bekerja juga sebagai pegas, sehingga goncangan pada waktu hewan berjalan atau meloncat dapat diperhalus (Sigit 2000).
Alat lokomosi hewan dijalankan oleh tulang apendikular, yaitu tulang-tulang anggota gerak tubuh. Susunan tulang-tulang-tulang-tulang kaki depan hewan homolog
5 (os compedale), media (os coronale), distales (os ungulare), dan ossa sesamoidea proximalia dan os sesamoideum distale. Selain os scapulae dan os humerus, tulang-tulang yang lain banyak mengalami perubahan baik dalam bentuk maupun jumlah sesuai dengan spesies hewannya (Sigit 2000).
Susunan Anatomi Otot Daerah Bahu dan Lengan Atas
Kaki depan pada umumnya berfungsi sebagai alat lokomosi dan untuk menahan berat tubuh. Kaki depan pada anjing digunakan untuk berlari dan menggali. Pada trenggiling kaki depan berfungsi untuk menggali lubang dan memanjat. Aktivitas tersebut membutuhkan susunan otot yang kuat, khususnya daerah bahu dan lengan atas. Secara umum otot pada daerah bahu dan lengan atas dapat dikelompokkan menjadi kelompok otot ekstrinsik, kelompok otot bahu lateral, kelompok otot bahu medial, kelompok otot lengan atas bagian kranial dan kelompok otot lengan atas bagian kaudal (Evans dan Lahunta 2010).
Kelompok otot ekstrinsik pada anjing dan trenggiling terdiri atas musculus
(m.) pectoralis superficialis, m. pectoralis profundus, m. brachiocephalicus, m. omotransversarius, m. trapezius, m. rhombideus, m. latissimus dorsi, dan m. serratus ventralis. Otot-otot pada daerah ini berfungsi sebagai fiksator os scapula, penggantung tubuh, dan penggerak kaki depan. Aktifitas menggali
pada anjing dan trenggiling juga ditunjang otot-otot daerah ini. Kelompok otot
bahu terdiri dari m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. deltoideus, m. teres minor, m. subscapularis, m. teres major, dan m. coracobrachialis. Musculus teres major
dan m. deltoideus berfungsi sebagai flexor persendian bahu, sedangkan empat otot lainnya berfungsi menjaga stabilitas persendian bahu. Kelompok otot lengan atas bagian kranial berfungsi sebagai flexor persendian siku terdiri atas m. brachialis
dan m. biceps brachii. Kelompok otot atas bagian kaudal pada anjing terdiri m. tensor fascia antebrachii, m. triceps brachii, dan m. anconeus, sedangkan pada
trenggiling m. anconeus tidak ditemukan. Otot-otot ini berfungsi sebagai ekstensor persendian siku (Evans dan Lahunta 2010, Astuti 2010).
Secara umum susunan otot daerah bahu dan lengan atas pada anjing dan trenggiling memiliki persamaan. Anjing dan trenggiling memiliki kedekatan secara filogenetik. Landak memiliki perilaku yang sama dengan anjing dan trenggiling sebagai hewan penggali. Persamaan perilaku atau cara hidup akan menjadi parameter dan komparasi susunan anatomi otot daerah bahu dan lengan atas pada landak jawa.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
5 (os compedale), media (os coronale), distales (os ungulare), dan ossa sesamoidea proximalia dan os sesamoideum distale. Selain os scapulae dan os humerus, tulang-tulang yang lain banyak mengalami perubahan baik dalam bentuk maupun jumlah sesuai dengan spesies hewannya (Sigit 2000).
Susunan Anatomi Otot Daerah Bahu dan Lengan Atas
Kaki depan pada umumnya berfungsi sebagai alat lokomosi dan untuk menahan berat tubuh. Kaki depan pada anjing digunakan untuk berlari dan menggali. Pada trenggiling kaki depan berfungsi untuk menggali lubang dan memanjat. Aktivitas tersebut membutuhkan susunan otot yang kuat, khususnya daerah bahu dan lengan atas. Secara umum otot pada daerah bahu dan lengan atas dapat dikelompokkan menjadi kelompok otot ekstrinsik, kelompok otot bahu lateral, kelompok otot bahu medial, kelompok otot lengan atas bagian kranial dan kelompok otot lengan atas bagian kaudal (Evans dan Lahunta 2010).
Kelompok otot ekstrinsik pada anjing dan trenggiling terdiri atas musculus
(m.) pectoralis superficialis, m. pectoralis profundus, m. brachiocephalicus, m. omotransversarius, m. trapezius, m. rhombideus, m. latissimus dorsi, dan m. serratus ventralis. Otot-otot pada daerah ini berfungsi sebagai fiksator os scapula, penggantung tubuh, dan penggerak kaki depan. Aktifitas menggali
pada anjing dan trenggiling juga ditunjang otot-otot daerah ini. Kelompok otot
bahu terdiri dari m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. deltoideus, m. teres minor, m. subscapularis, m. teres major, dan m. coracobrachialis. Musculus teres major
dan m. deltoideus berfungsi sebagai flexor persendian bahu, sedangkan empat otot lainnya berfungsi menjaga stabilitas persendian bahu. Kelompok otot lengan atas bagian kranial berfungsi sebagai flexor persendian siku terdiri atas m. brachialis
dan m. biceps brachii. Kelompok otot atas bagian kaudal pada anjing terdiri m. tensor fascia antebrachii, m. triceps brachii, dan m. anconeus, sedangkan pada
trenggiling m. anconeus tidak ditemukan. Otot-otot ini berfungsi sebagai ekstensor persendian siku (Evans dan Lahunta 2010, Astuti 2010).
Secara umum susunan otot daerah bahu dan lengan atas pada anjing dan trenggiling memiliki persamaan. Anjing dan trenggiling memiliki kedekatan secara filogenetik. Landak memiliki perilaku yang sama dengan anjing dan trenggiling sebagai hewan penggali. Persamaan perilaku atau cara hidup akan menjadi parameter dan komparasi susunan anatomi otot daerah bahu dan lengan atas pada landak jawa.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
6
Bahan dan Alat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua ekor landak jawa jantan dewasa yang telah difiksasi menggunakan larutan formalin 10%. Preparat anatomi landak jawa yang digunakan diperoleh dari daerah Karangayar, Jawa Tengah.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat alat diseksi yang meliputi pinset, skalpel, blade, gunting, alat ukur, serta peralatan fotografi berupa Canon EOS 400D.
Metode Penelitian
Penelitian diawali dengan mengamati morfologi luar daerah bahu dan lengan atas landak jawa meliputi warna rambut dan kulit, serta jenis duri landak yang terdapat di daerah tersebut. Preparasi dilakukan dengan menyayat kulit pada daerah tersebut dengan berpedoman pada Nurhidayat et al. (2014) dengan beberapa modifikasi. Penyayatan kulit pertama dilakukan secara transversal pada pangkal leher dan costae terakhir. Pada penyayatan kulit di daerah costae terakhir perlu dilakukan pemotongan duri karena pada daerah ini terdapat duri-duri yang cukup keras. Pengamatan morfologi dan susunan otot dilakukan untuk mengidentifikasi otot-otot daerah bahu dan lengan atas, serta origo dan insersionya. Penamaaan otot dilakukan berdasarkan Nomina Anatomica Veterinaria 2012 (ICVGAN 2012). Hasil pengamatan pada masing-masing otot dicatat dan didokumentasikan dengan kamera Canon EOS 400D. Gambar diolah dengan Adobe Photoshop CS3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
6
Bahan dan Alat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua ekor landak jawa jantan dewasa yang telah difiksasi menggunakan larutan formalin 10%. Preparat anatomi landak jawa yang digunakan diperoleh dari daerah Karangayar, Jawa Tengah.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat alat diseksi yang meliputi pinset, skalpel, blade, gunting, alat ukur, serta peralatan fotografi berupa Canon EOS 400D.
Metode Penelitian
Penelitian diawali dengan mengamati morfologi luar daerah bahu dan lengan atas landak jawa meliputi warna rambut dan kulit, serta jenis duri landak yang terdapat di daerah tersebut. Preparasi dilakukan dengan menyayat kulit pada daerah tersebut dengan berpedoman pada Nurhidayat et al. (2014) dengan beberapa modifikasi. Penyayatan kulit pertama dilakukan secara transversal pada pangkal leher dan costae terakhir. Pada penyayatan kulit di daerah costae terakhir perlu dilakukan pemotongan duri karena pada daerah ini terdapat duri-duri yang cukup keras. Pengamatan morfologi dan susunan otot dilakukan untuk mengidentifikasi otot-otot daerah bahu dan lengan atas, serta origo dan insersionya. Penamaaan otot dilakukan berdasarkan Nomina Anatomica Veterinaria 2012 (ICVGAN 2012). Hasil pengamatan pada masing-masing otot dicatat dan didokumentasikan dengan kamera Canon EOS 400D. Gambar diolah dengan Adobe Photoshop CS3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil