• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klasifikasi dan Morfologi Landak Jawa

Landak merupakan rodensia berukuran besar yang seluruh permukaan tubuhnya ditutupi oleh rambut keras yang disebut duri. Seekor landak memiliki panjang tubuh antara 40-91 cm, panjang ekor berkisar antara 6-25 cm, dan bobot badan berkisar antara 5.4-16 kg (Parker 1990). Hal ini menjadikan landak sebagai rodensia terbesar ketiga di dunia setelah capybara dan berang-berang. Klasifikasi landak jawa menurut Corbet dan Hill (1992) adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Subordo : Hystricomorpha

Famili : Hystricidae (Old World Porcupines) Genus : Hystrix

Spesies : Hystrix javanica, Javan Porcupine/ Javan Porcupine

Landak jawa biasa dikenal dengan javan porcupine pertama kali ditemukan pada tahun 1823 oleh F. Cuvier (Grzimek 1975). Landak jawa memiliki berat rata-rata sekitar 8 kg dengan panjang tubuh sekitar 45.5 sampai dengan 73.5 cm. Panjang ekornya berkisar antara 6 sampai dengan 13 cm. Karena ukuran ekor yang pendek landak jawa juga disebut sebagai landak ekor pendek. Susunan dan struktur duri landak jawa menyerupai subgenus Thecurus (Grzimek 1975). Famili Hystricidae dibagi menjadi tiga genus yaitu Hystrix, Trichys, dan Atherurus. Genus Hystrix masih dibagi lagi menjadi tiga subgenus yaitu Hystrix, Achantion, dan Thecurus (Weers 2005). Landak jawa sendiri termasuk ke dalam genus Hystrix dan subgenus Achantion.

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari anatomi otot-otot daerah bahu dan lengan atas landak jawa (Hystrix javanica) dan dibandingkan dengan literatur mengenai anatomi otot-otot daerah bahu dan lengan atas pada hewan lain seperti anjing dan trenggiling. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui origo, insertio, serta fungsi otot pada daerah tersebut.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam memperkaya data biologi satwa endemis Indonesia khususnya Hystrix javanica dan sebagai dasar mengenai anatomi otot landak jawa dan perilakunya. Selain itu, melalui penulisan penelitian ini diharapkan usaha budidaya landak jawa sebagai satwa endemis Indonesia semakin meningkat dan dapat mempertahankan populasinya agar tetap terjaga.

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi Landak Jawa

Landak merupakan rodensia berukuran besar yang seluruh permukaan tubuhnya ditutupi oleh rambut keras yang disebut duri. Seekor landak memiliki panjang tubuh antara 40-91 cm, panjang ekor berkisar antara 6-25 cm, dan bobot badan berkisar antara 5.4-16 kg (Parker 1990). Hal ini menjadikan landak sebagai rodensia terbesar ketiga di dunia setelah capybara dan berang-berang. Klasifikasi landak jawa menurut Corbet dan Hill (1992) adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Subordo : Hystricomorpha

Famili : Hystricidae (Old World Porcupines) Genus : Hystrix

Spesies : Hystrix javanica, Javan Porcupine/ Javan Porcupine

Landak jawa biasa dikenal dengan javan porcupine pertama kali ditemukan pada tahun 1823 oleh F. Cuvier (Grzimek 1975). Landak jawa memiliki berat rata-rata sekitar 8 kg dengan panjang tubuh sekitar 45.5 sampai dengan 73.5 cm. Panjang ekornya berkisar antara 6 sampai dengan 13 cm. Karena ukuran ekor yang pendek landak jawa juga disebut sebagai landak ekor pendek. Susunan dan struktur duri landak jawa menyerupai subgenus Thecurus (Grzimek 1975). Famili Hystricidae dibagi menjadi tiga genus yaitu Hystrix, Trichys, dan Atherurus. Genus Hystrix masih dibagi lagi menjadi tiga subgenus yaitu Hystrix, Achantion, dan Thecurus (Weers 2005). Landak jawa sendiri termasuk ke dalam genus Hystrix dan subgenus Achantion.

3

Habitat dan Penyebaran

Menurut Lunde dan Alpin (2008), landak jawa tersebar di berbagai pulau di Indonesia meliputi Jawa, Madura, Bali, Lombok, Flores, dan Sumbawa. Tahun 1800an pernah dilaporkan penemuan landak jawa di Sulawesi. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya perpindahan dari penduduk dengan membawa landak hidup dari pulau Flores (Lunde dan Alpin 2008).

Habitat landak jawa berada di hutan dan dataran rendah meliputi semak belukar, padang rumput, ladang pertanian serta perkebunan (Lunde dan Aplin 2008). Hewan ini umumnya bersifat nokturnal atau aktif pada malam hari dan menghabiskan sebagian waktunya di siang hari untuk beristirahat dan berlindung di dalam lubang. Lubang yang dibuat landak memiliki kedalaman kurang lebih 1,5 m di bawah permukaan tanah (Michael et al. 2003). Lubang ini memiliki satu pintu masuk berupa lubang besar dan beberapa pintu keluar yang berupa lubang kecil.

Gambar 1 Peta Persebaran landak jawa di Indonesia (modifikasi Weers 2005).

Tingkah Laku Landak Jawa

Landak merupakan hewan mamalia yang hidup secara terestrial. Hewan ini memiliki ukuran kaki yang pendek sehingga tidak memiliki kemampuan berlari yang baik. Pergerakan landak yang lambat disebabkan oleh karena hewan ini memiliki tubuh yang besar. Landak termasuk ke dalam hewan pejalan telapak (plantigradi) yang mempunyai hambatan berupa gaya gesek antara telapak kaki dengan bidang tumpuan yang besar. Salah satu cara landak bertahan dari predator adalah dengan menggunakan senjata berupa duri yang menutupi hampir seluruh permukaan tubuhnya (Roze 1989). Duri landak merupakan derivat dari kulit yang mengeras. Duri ini sekaligus menjadi ciri khas dan pembeda antar spesies landak (Grzimek 1975).

Pakan yang dikonsumsi landak adalah bagian-bagian tanaman seperti akar, umbi-umbian, kulit kayu, kelapa sawit, dan singkong (Sastraprapdjo 1980). Landak termasuk ke dalam hewan herbivora. Menurut Farida dan Roni (2011), pakan yang biasa dikonsumsi landak antara lain berbagai jenis tumbuh-tumbuhan seperti rumput, buah-buahan, bunga, daun, ranting, kulit batang tumbuhan, umbi-umbian, kecambah, dan beberapa biji-bijian. Landak sering dianggap hama pertanian karena sering merusak tanaman pertanian. Hewan ini merupakan hewan nokturnal,

4

tetapi daya penglihatannya buruk sehingga untuk mencari makanan hewan ini mengandalkan indera penciuman dan pendengarannya yang tajam.

Landak berkembang biak secara beranak atau vivipar. Pada habitat aslinya landak betina dapat berkembangbiak dua kali dalam setahun dengan masa kebuntingan selama kurang lebih 112 hari atau 16 minggu. Jumlah anak dalam sekali kelahiran hanya berkisar 1-2 ekor. Anak landak yang baru lahir sudah memiliki mata yang terbuka dan duri di tubuhnya yang masih lembut, duri tersebut akan mengeras beberapa saat kemudian setelah terpapar udara. Setelah melahirkan, induk landak akan mengasuh anak tersebut. Induk landak akan menyusui, mengajari makan, membersihkan tubuh anaknya serta selalu menjaga anaknya dari bahaya. Saat sedang mengasuh anaknya induk landak cenderung lebih agresif sehingga perlu diwaspadai (Farida dan Roni 2011).

Sistem Lokomosi

Alat lokomosi berfungsi untuk melakukan gerakan berpindah tempat, seperti berjalan dan berlari. Menurut Sigit (2000) alat gerak tubuh terdiri dari dua unsur yaitu alat gerak pasif dan alat gerak aktif. Alat gerak pasif terdiri dari tulang, tulang rawan, ligamentum dan tendo. Sedangkan alat gerat aktif terdiri dari otot.

Otot kerangka adalah bagian dari alat gerak aktif. Dinamakan otot kerangka karena otot ini bertaut di tulang kerangka. Otot kerangka termasuk golongan otot bergaris melintang yang diinervasi oleh saraf somato-sensoris yang bekerja di bawah kemauan hewan. Golongan lain adalah otot polos dan otot jantung yang sifatnya otonom. Otot bekerja dengan cara melakukan kontraksi dan relaksasi. Kerja otot ini disebabkan pergeseran filamen aktin dan miosin yang terdapat di dalam sel-sel otot (Sigit 2000).

Otot kerangka memiliki serabut kontraktil dengan pola berselang-seling gelap dan terang. Bagian gelap disebut anisotrop sedangkan bagian terang disebut isotrop. Kedua bagian ini tersusun secara teratur membentuk pita vertikal terhadap poros otot. Setiap serabut otot merupakan sel otot dengan banyak inti, berbentuk silinder, dan memiliki membran sel yang disebut sarkolema. Serabut otot yang menyusun otot kerangka dibungkus oleh endomisium, kemudian beberapa serabut dibungkus oleh perimisum membentuk berkas otot yang dibungkus oleh epimisium membentuk gelendong otot (Pasquini et al. 1989).

Kontruksi Alat Lokomosi Kaki Depan

Kaki depan mempunyai fungsi tidak hanya sebagai alat lokomosi, tetapi juga menahan berat tubuh. Untuk ini maka hubungan kaki depan dan tubuh tidak melalui persendian, tetapi dilaksanakan oleh otot-otot yang seolah-olah seperti emban otot yang terpasang pada kedua kaki. Konstruksi tersebut akan menguntungkan karena pada kaki depan bekerja juga sebagai pegas, sehingga goncangan pada waktu hewan berjalan atau meloncat dapat diperhalus (Sigit 2000).

Alat lokomosi hewan dijalankan oleh tulang apendikular, yaitu tulang-tulang anggota gerak tubuh. Susunan tulang-tulang-tulang-tulang kaki depan hewan homolog

dengan susunan tulang-tulang tangan manusia, yaitu terdiri dari os scapulae, os humerus, os radius, os ulna, ossa carpi, ossa metacarpi, phalanges proximalis

5 (os compedale), media (os coronale), distales (os ungulare), dan ossa sesamoidea proximalia dan os sesamoideum distale. Selain os scapulae dan os humerus, tulang-tulang yang lain banyak mengalami perubahan baik dalam bentuk maupun jumlah sesuai dengan spesies hewannya (Sigit 2000).

Susunan Anatomi Otot Daerah Bahu dan Lengan Atas

Kaki depan pada umumnya berfungsi sebagai alat lokomosi dan untuk menahan berat tubuh. Kaki depan pada anjing digunakan untuk berlari dan menggali. Pada trenggiling kaki depan berfungsi untuk menggali lubang dan memanjat. Aktivitas tersebut membutuhkan susunan otot yang kuat, khususnya daerah bahu dan lengan atas. Secara umum otot pada daerah bahu dan lengan atas dapat dikelompokkan menjadi kelompok otot ekstrinsik, kelompok otot bahu lateral, kelompok otot bahu medial, kelompok otot lengan atas bagian kranial dan kelompok otot lengan atas bagian kaudal (Evans dan Lahunta 2010).

Kelompok otot ekstrinsik pada anjing dan trenggiling terdiri atas musculus

(m.) pectoralis superficialis, m. pectoralis profundus, m. brachiocephalicus, m. omotransversarius, m. trapezius, m. rhombideus, m. latissimus dorsi, dan m. serratus ventralis. Otot-otot pada daerah ini berfungsi sebagai fiksator os scapula, penggantung tubuh, dan penggerak kaki depan. Aktifitas menggali

pada anjing dan trenggiling juga ditunjang otot-otot daerah ini. Kelompok otot

bahu terdiri dari m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. deltoideus, m. teres minor, m. subscapularis, m. teres major, dan m. coracobrachialis. Musculus teres major

dan m. deltoideus berfungsi sebagai flexor persendian bahu, sedangkan empat otot lainnya berfungsi menjaga stabilitas persendian bahu. Kelompok otot lengan atas bagian kranial berfungsi sebagai flexor persendian siku terdiri atas m. brachialis

dan m. biceps brachii. Kelompok otot atas bagian kaudal pada anjing terdiri m. tensor fascia antebrachii, m. triceps brachii, dan m. anconeus, sedangkan pada

trenggiling m. anconeus tidak ditemukan. Otot-otot ini berfungsi sebagai ekstensor persendian siku (Evans dan Lahunta 2010, Astuti 2010).

Secara umum susunan otot daerah bahu dan lengan atas pada anjing dan trenggiling memiliki persamaan. Anjing dan trenggiling memiliki kedekatan secara filogenetik. Landak memiliki perilaku yang sama dengan anjing dan trenggiling sebagai hewan penggali. Persamaan perilaku atau cara hidup akan menjadi parameter dan komparasi susunan anatomi otot daerah bahu dan lengan atas pada landak jawa.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2014 sampai Juli 2014 di Laboratorium Anatomi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

5 (os compedale), media (os coronale), distales (os ungulare), dan ossa sesamoidea proximalia dan os sesamoideum distale. Selain os scapulae dan os humerus, tulang-tulang yang lain banyak mengalami perubahan baik dalam bentuk maupun jumlah sesuai dengan spesies hewannya (Sigit 2000).

Susunan Anatomi Otot Daerah Bahu dan Lengan Atas

Kaki depan pada umumnya berfungsi sebagai alat lokomosi dan untuk menahan berat tubuh. Kaki depan pada anjing digunakan untuk berlari dan menggali. Pada trenggiling kaki depan berfungsi untuk menggali lubang dan memanjat. Aktivitas tersebut membutuhkan susunan otot yang kuat, khususnya daerah bahu dan lengan atas. Secara umum otot pada daerah bahu dan lengan atas dapat dikelompokkan menjadi kelompok otot ekstrinsik, kelompok otot bahu lateral, kelompok otot bahu medial, kelompok otot lengan atas bagian kranial dan kelompok otot lengan atas bagian kaudal (Evans dan Lahunta 2010).

Kelompok otot ekstrinsik pada anjing dan trenggiling terdiri atas musculus

(m.) pectoralis superficialis, m. pectoralis profundus, m. brachiocephalicus, m. omotransversarius, m. trapezius, m. rhombideus, m. latissimus dorsi, dan m. serratus ventralis. Otot-otot pada daerah ini berfungsi sebagai fiksator os scapula, penggantung tubuh, dan penggerak kaki depan. Aktifitas menggali

pada anjing dan trenggiling juga ditunjang otot-otot daerah ini. Kelompok otot

bahu terdiri dari m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. deltoideus, m. teres minor, m. subscapularis, m. teres major, dan m. coracobrachialis. Musculus teres major

dan m. deltoideus berfungsi sebagai flexor persendian bahu, sedangkan empat otot lainnya berfungsi menjaga stabilitas persendian bahu. Kelompok otot lengan atas bagian kranial berfungsi sebagai flexor persendian siku terdiri atas m. brachialis

dan m. biceps brachii. Kelompok otot atas bagian kaudal pada anjing terdiri m. tensor fascia antebrachii, m. triceps brachii, dan m. anconeus, sedangkan pada

trenggiling m. anconeus tidak ditemukan. Otot-otot ini berfungsi sebagai ekstensor persendian siku (Evans dan Lahunta 2010, Astuti 2010).

Secara umum susunan otot daerah bahu dan lengan atas pada anjing dan trenggiling memiliki persamaan. Anjing dan trenggiling memiliki kedekatan secara filogenetik. Landak memiliki perilaku yang sama dengan anjing dan trenggiling sebagai hewan penggali. Persamaan perilaku atau cara hidup akan menjadi parameter dan komparasi susunan anatomi otot daerah bahu dan lengan atas pada landak jawa.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2014 sampai Juli 2014 di Laboratorium Anatomi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

6

Bahan dan Alat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua ekor landak jawa jantan dewasa yang telah difiksasi menggunakan larutan formalin 10%. Preparat anatomi landak jawa yang digunakan diperoleh dari daerah Karangayar, Jawa Tengah.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat alat diseksi yang meliputi pinset, skalpel, blade, gunting, alat ukur, serta peralatan fotografi berupa Canon EOS 400D.

Metode Penelitian

Penelitian diawali dengan mengamati morfologi luar daerah bahu dan lengan atas landak jawa meliputi warna rambut dan kulit, serta jenis duri landak yang terdapat di daerah tersebut. Preparasi dilakukan dengan menyayat kulit pada daerah tersebut dengan berpedoman pada Nurhidayat et al. (2014) dengan beberapa modifikasi. Penyayatan kulit pertama dilakukan secara transversal pada pangkal leher dan costae terakhir. Pada penyayatan kulit di daerah costae terakhir perlu dilakukan pemotongan duri karena pada daerah ini terdapat duri-duri yang cukup keras. Pengamatan morfologi dan susunan otot dilakukan untuk mengidentifikasi otot-otot daerah bahu dan lengan atas, serta origo dan insersionya. Penamaaan otot dilakukan berdasarkan Nomina Anatomica Veterinaria 2012 (ICVGAN 2012). Hasil pengamatan pada masing-masing otot dicatat dan didokumentasikan dengan kamera Canon EOS 400D. Gambar diolah dengan Adobe Photoshop CS3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Sebagian besar permukaan tubuh landak jawa ditutupi oleh duri-duri tajam yang berfungsi sebagai alat pertahanan diri. Duri pada bagian wajah sampai daerah thorax hanya berupa duri-duri halus yang menancap pada kulit, sementara pada daerah os costale terakhir sampai ke daerah panggul duri menancap sampai ke dalam otot kulit. Setelah kulit dikuakkan ke dorsal, dapat ditemukan m. cutaneus yang tebal menutupi bagian dorsal tubuh landak. Bagian kranial musculus cutaneus landak jawa terbagi menjadi dua lapis otot, yaitu lapis superficial dan lapis profundal. Lapis superficial otot ini memiliki arah serabut longitudinal pada bagian dorsal tubuh, dan bagian lateral tubuh otot ini mengarah ke kaudoventral (Gambar 2). Origo dari lapis superficial m. cutaneus menyatu dengan m.brachiochepalicus dan m. pectoralis transversus yang kemudian bertaut pada crista humeri, spina scapula, dan acromion. Musculus cutaneus lapis profundal memiliki arah serabut kaudodorsad. Origo dari lapis profundal m. cutaneus ini terbagi ke beberapa tempat yaitu pada tuberositas deltoidea, tuberculum majus, dan sepanjang os sternum. Pada pertengahan tubuh kedua lapis otot ini bergabung dan selanjutnya memiliki insersio pada processus spinosus os vertebrae lumbales sampai os vertebrae caudales (Tabel 1).

6

Bahan dan Alat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua ekor landak jawa jantan dewasa yang telah difiksasi menggunakan larutan formalin 10%. Preparat anatomi landak jawa yang digunakan diperoleh dari daerah Karangayar, Jawa Tengah.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat alat diseksi yang meliputi pinset, skalpel, blade, gunting, alat ukur, serta peralatan fotografi berupa Canon EOS 400D.

Metode Penelitian

Penelitian diawali dengan mengamati morfologi luar daerah bahu dan lengan atas landak jawa meliputi warna rambut dan kulit, serta jenis duri landak yang terdapat di daerah tersebut. Preparasi dilakukan dengan menyayat kulit pada daerah tersebut dengan berpedoman pada Nurhidayat et al. (2014) dengan beberapa modifikasi. Penyayatan kulit pertama dilakukan secara transversal pada pangkal leher dan costae terakhir. Pada penyayatan kulit di daerah costae terakhir perlu dilakukan pemotongan duri karena pada daerah ini terdapat duri-duri yang cukup keras. Pengamatan morfologi dan susunan otot dilakukan untuk mengidentifikasi otot-otot daerah bahu dan lengan atas, serta origo dan insersionya. Penamaaan otot dilakukan berdasarkan Nomina Anatomica Veterinaria 2012 (ICVGAN 2012). Hasil pengamatan pada masing-masing otot dicatat dan didokumentasikan dengan kamera Canon EOS 400D. Gambar diolah dengan Adobe Photoshop CS3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Sebagian besar permukaan tubuh landak jawa ditutupi oleh duri-duri tajam yang berfungsi sebagai alat pertahanan diri. Duri pada bagian wajah sampai daerah thorax hanya berupa duri-duri halus yang menancap pada kulit, sementara pada daerah os costale terakhir sampai ke daerah panggul duri menancap sampai ke dalam otot kulit. Setelah kulit dikuakkan ke dorsal, dapat ditemukan m. cutaneus yang tebal menutupi bagian dorsal tubuh landak. Bagian kranial musculus cutaneus landak jawa terbagi menjadi dua lapis otot, yaitu lapis superficial dan lapis profundal. Lapis superficial otot ini memiliki arah serabut longitudinal pada bagian dorsal tubuh, dan bagian lateral tubuh otot ini mengarah ke kaudoventral (Gambar 2). Origo dari lapis superficial m. cutaneus menyatu dengan m.brachiochepalicus dan m. pectoralis transversus yang kemudian bertaut pada crista humeri, spina scapula, dan acromion. Musculus cutaneus lapis profundal memiliki arah serabut kaudodorsad. Origo dari lapis profundal m. cutaneus ini terbagi ke beberapa tempat yaitu pada tuberositas deltoidea, tuberculum majus, dan sepanjang os sternum. Pada pertengahan tubuh kedua lapis otot ini bergabung dan selanjutnya memiliki insersio pada processus spinosus os vertebrae lumbales sampai os vertebrae caudales (Tabel 1).

7

Tabel 1 Origo dan insersio m. cutaneus

Nama Otot Origo Insersio

1. M. cutaneous

a. lapis superficial

b. lapis profundal

Bersatu dengan m. brachiocephalicus

dan m. pectoralis transversus, bertaut pada crista humeri, spina scapula, dan

acromion

Tuberositas deltoidea, tuberculum majus, dan sepanjang os sternum

Processus spinosus os vertebrae lumbales

sampai os vertebrae

caudalis

Bersatu dengan lapis

superficial dari m.cutaneus

di pertengahan tubuh

Gambar 2 Otot kulit daerah bahu dan lengan atas setelah kulit dikuakkan 1. Platysma 2. m. brachiocephalicus 3. m. cutaneus. (Bar: 3 cm) Kelompok Otot Daerah Gelang Bahu

Otot-otot daerah gelang bahu terletak di profundal dari m. cutaneus.

Kelompok ini terdiri atas m. trapezius, m. rhomboideus, m. latissimus dorsi, m. serratus ventralis, dan m. pectoralis (m. pectoralis superficialis dan m. pectoralis profundus) (Tabel 2). Musculus brachiocephalicus memiliki insersio

yang menyatu pada origo m. cutaneus (Gambar 2). Musculus trapezius pada landak terbagi dalam dua bagian yaitu pars thoracis dan pars cervicis. Setelah m. trapezius dikuakkan ditemukan m. rhomboideus yang lebar dan relatif tebal. Pada bagian lateral thorax dapat ditemukan m. latissimus dorsi (Gambar 3A). Otot ini relatif berkembang pada landak jawa. Origo dari m. latissimus dorsi adalah fascia lumbodorsalis dan processus spinosus ossa vertebrae thoracicae VI-XIII. Musculus latissimus dorsi memiliki insersio pada crista humeri os humerus. Musculus serratus ventralis dapat ditemukan setelah m. latissimus dorsi dikuakkan. Musculus pectoralis pada landak jawa terbagi ke dalam m. pectoralis superficialis yang terdiri dari m. pectoralis descendens dan m. pectoralis transversus (Gambar

4). Musculus pectoralis profundus terdiri dari m. pectoralis ascendens dan m. subclavius. Origo dari m. subclavius adalah os sternum dan sisi lateral os clavicula, otot ini memiliki insersio pada permukaan m. supraspsinatus dan

8

Tabel 2 Origo dan insersio otot-otot gelang bahu landak jawa

Nama Otot Origo Insersio

1. M. trapezius a. Pars cervicis

b. Pars thoracis

Protuberantia occipitalis externa, processus spinosus ossa vertebrae cervicalis I-VII

Processus spinosus ossa vertebrae thoracicae I-XIII

2/3 distal spina scapula os scapula

1/3 proximal spina

scapula dan margo

dorsalis os scapula

2. M. rhomboideus Protuberantia occipitalis

externa, processus spinosus ossa vertebrae cervicalis I-VII, dan alae atlantis os atlas

1/3 proximal spina

scapula dan margo

dorsalis os scapula

3. M. brachiocephalicus Alae atlantis os atlas Menyatu dengan

m. cutaneus dan bertaut

pada crista humeri,

tuberositas deltoidea, dan

fascia antebrachii

4. M. latissimus dorsi Fascia lumbodorsalis dan

processus spinosus ossa vertebrae thoracicae VI-XIII

Crista humeri os humerus

5. M. serratus ventralis thoracis

Ossa costale IV-VIII Margo dorsalis

os scapula 6. M. pectoralis superficialis a. M. pectoralis descendens b. M. pectoralis transversus Cartilago manubrii os sternum Os sternum Tuberositas deltoidea Bersatu dengan m. cutaneus dan m. brachiocephalicus,

bertaut pada tuberositas

deltoideus dan crista humeri

7. M. pectoralis profundus a. M. subclavius

b. M. pectoralis ascendens

Os sternum dan sisi lateral

os clavicula

Bersatu dengan m. cutaneus

profundal dan bertaut pada

linea alba

Fascia m. supraspinatus

dan sepanjang crista

scapula

Tuberculum minus os humerus

9

Gambar 3 Otot-otot bahu dan lengan atas; A. Otot-otot bahu setelah m. cutaneus dikuakkan

B. Otot-otot bahu setelah m. trapezius dan m. latissimus dorsi dikuakkan

Dokumen terkait