• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Kuantil Komponen Utama Fungsional untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Kuantil Komponen Utama Fungsional untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING DENGAN REGRESI

KUANTIL KOMPONEN UTAMA FUNGSIONAL UNTUK

PREDIKSI CURAH HUJAN EKSTRIM

WIRNANCY JULIA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Kuantil Komponen Utama Fungsional untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015 Wirnancy Julia Sari NRP G152120151

(3)

RINGKASAN

WIRNANCY JULIA SARI. Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Kuantil Komponen Utama Fungsional untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim. Dibimbing oleh AJI HAMIM WIGENA dan ANIK DJURAIDAH.

Informasi curah hujan ekstrim merupakan salah satu kajian penting dalam bidang pertanian untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya banjir dan kegagalan panen. Informasi ini dapat diprediksi dengan menggunakan model statistical downscaling (SD) yang merupakan hubungan fungsional peubah skala lokal sebagai peubah respon dengan peubah skala global sebagai peubah penjelas. Dalam penelitian ini, data curah hujan bulanan kabupaten Indramayu digunakan sebagai peubah respon sedangkan data luaran GCM yang terletak pada 1.250 LU-16.250 LS digunakan sebagai peubah penjelas. Periode data yang digunakan baik data curah hujan bulanan kabupaten Indramayu maupun data luaran GCM adalah 30 tahun (1979-2008).

Data luaran GCM umumnya berdimensi besar dan mengandung multikolinieritas. Kedua permasalahan ini diatasi dengan menggunakan analisis komponen utama fungsional (AKUF). Metode ini merupakan pengembangan analisis komponen utama (AKU) dengan pendekatan fungsional. Sebelum direduksi dengan mengunakan AKUF, data terlebih dahulu ditransformasi dengan menggunakan transformasi deret fourier. Pola data luaran GCM sebelum dan sesudah transformasi serupa hanya saja pola data setelah tansformasi lebih halus dibanding sebelumnya. Data hasil transformasi tidak mengabaikan masalah otokorelasi.

Pemilihan jumlah komponen ditentukan berdasarkan proporsi keragaman kumulatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat keragaman 98%, jumlah komponen dengan AKU adalah 4 komponen sedangkan AKUF adalah 2 komponen. Pemodelah SD dengan regresi kuantil menunjukkan bahwa pada kuantil 90, dan ke-95 pada bulan Januari hingga Desember 2008, pola prediksi curah hujan menggunakan AKU dan AKUF mirip dengan curah hujan aktual. Model SD dengan prediktor KUF memberikan prediksi curah hujan yang lebih akurat dan konsisten dibandingkan menggunakan KU khususnya untuk bulan basah yang terjadi pada Oktober-Maret. Pada kuantil ke-90 dan ke-95, RMSEP model SD dengan KUF adalah 100.45 dan 124.69, sedangkan RMSEP model SD dengan KU adalah 104.80 dan 145.83.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model SD dengan prediktor KUF sangat baik digunakan khususnya untuk prediksi curah hujan ekstrim. Pada bulan Februari 2008 sebagai titik ekstrim, model SD regresi kuantil dengan KUF dapat memprediksi nilai aktual (439 mm/bulan) dengan lebih tepat dibanding dengan menggunakan KU. Prediksi model SD dengan KUF adalah 460 mm/bulan sedangkan prediksi model SD dengan KU adalah 512 mm/bulan (Overestimate).

(4)

SUMMARY

WIRNANCY JULIA SARI. Modelling of Statistical Downscaling using Functional Principal Component Analysis to Predict Extreme Rainfall. Supervised by AJI HAMIM WIGENA and ANIK DJURAIDAH.

Information about extreme rainfall is one of the important studies in agriculture to anticipate the possibility of flood and crop failure. This information can be predicted using statistical downscaling (SD) model that is the functional relationship between local scale variable as respon variable and global scale variable as predictor. In this research, monthly rainfall data of Indramayu district used as respon variable and GCM output data which is located at 1.250 S -16.250 E (latitude) as predictors. Both of rainfall dataof Indramayu and GCM output data cover the period of 30 years (1979-2008).

GCM output data are generally high dimension and contain of multicollinearity. Both of these problems be solved using functional principal component analysis (FPCA). This method is the development of principal component analysis (PCA) with functional approach. Before reduced with FPCA, GCM output data firstly transformed using Fourier transformation. The patterns of GCM output data before and after transformation are similar but the patterns after transformation are smoother than before. The transformed data do not ignore autocorrelation in time series data.

Number of components is determined based on cumulative variances. The results show that at 98% cumulative variance proportion the number of components with PCA is 4 components while the number of components with FPCA is 2 components. Modelling of SD with quantile regression show that at 90th quantile and at 95th quantile, from January to Desember 2008, the patterns of predicted rainfall using PCA and FPCA are similar to the actual rainfall but using FPCs gives the estimate rainfall more accurate and consistent than using PCs especially in rainy season on October-March. At 90th quantile and 95th quantile, RMSEP values of SD model using FPCS are 100.45 and 124.69 while RMSEP values of SD model using PCs are 104.80 and 145.83.

The results show that the SD model with FPCs as predictor are very good to used especially to predict the extreme rainfall. In February 2008 which indicates the extreme event, SD model with quantile regression using FPCs can predict the actual rainfall (439 mm/month) more precise than using PCs. The prediction of SD model using FPCs is 460 mm/month while the prediction of SD model using PCs is 512 mm/month (Overestimate).

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING DENGAN REGRESI

KUANTIL KOMPONEN UTAMA FUNGSIONAL UNTUK

PREDIKSI CURAH HUJAN EKSTRIM

WIRNANCY JULIA SARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Statistika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Tesis : Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Kuantil Komponen Utama Fungsional untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim

Nama : Wirnancy Julia Sari NRP : G152120151

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc Ketua

Dr Ir Anik Djuraidah, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Statistika Terapan

Dr Ir Indahwati, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(9)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa karena atas segala karunia dan berkatNya yang melimpah karya ilmiah yang berjudul “Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Kuantil Komponen Utama Fungsional untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Terima kasih penulis sampaikan kepada

1. Bapak Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc selaku pembimbing I dan Ibu Dr.Ir. Anik Djuraidah, MS selaku pembimbing II yang telah membimbing penulis dalam menyusun karya ilmiah ini.

2. Bapak Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si selaku penguji luar komisi pada ujian tesis. 3. Kedua orangtua penulis, Bapak Semuel Sanda Toding dan Ibu Rosdiana Mempun serta adik-adik (Warniancy Ariesty, S.E; Wasthy Novantri; Amsal Anugrah; & Cherish Gracia Qwyneisha) yang selalu memberi dukungan dan doa.

4. Kakak Nataniel Denda Silamba, S.T; teman-teman Statistika 2011 dan 2012; tim work Downscaling dan seluruh staf Program Studi Statistika (Bapak Heriawan dan Bapak Suherman) yang telah banyak membantu penulis selama penyusunan karya ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang dapat membangun penulisan karya ilmiah selanjutnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Global Circulation Model (GCM) dan Statistical Downscaling (SD) 2

Analisis Data Fungsional 3

Analisis Komponen Utama Fungsional (AKUF) 4

Regresi Kuantil 7

3 METODE PENELITIAN 9

Data 9

Prosedur Analisis Data 9

4 PEMBAHASAN 12

Deskripsi Data Curah Hujan 12

Reduksi Dimensi 14

Regresi Kuantil 16

Prediksi 18

Validasi 20

Konsistensi Model 20

5 SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

(11)

DAFTAR TABEL

1 Perbedaan antara AKU dan AKUF 5

2 Statistika Deskriptif Curah Hujan Bulanan Indramayu 13

3 Proporsi Keragaman Komponen Utama (KU) 14

4 Proporsi Keragaman Komponen Utama Fungsional (KUF) 16 5 Perbandingan Regresi Kuantil dengan AKU dan AKUF 18 6 Nilai Korelasi Model SD untuk Prediksi Curah Hujan Satu Tahun 21

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi Downscaling 2

2 Diagram Alir Penelitian 11

3 Diagram Kotak Garis Curah Hujan Bulanan 12

4 Plot Data Fungsional sebelum Transformasi 14

5 Penentuan Basis AKUF berdasarkan RMSEP 15

6 Plot Data Fungsional GCM Setelah Transformasi 15

7 Prediksi Curah Hujan Bulanan Tahun 2008 pada Kuantil ke-75, ke-90

dan ke-95 dengan menggunakan KU sebagai Prediktor 18 8 Prediksi Curah Hujan Bulanan Tahun 2008 pada Kuantil ke-75, ke-90

dan ke-95 dengan menggunakan KUF sebagai Prediktor 19 9a Validasi RMSEP Model kuantil Komponen Utama berdasarkan Banyaknya

Data Prediksi 20

9b Validasi RMSEP Model kuantil Komponen Utama Fungsional

berdasarkan Banyaknya Data Prediksi 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai VIF tiap Peubah GCM (Grid) 25

2 Uji Kehomogonen Ragam Data GCM 25

3 Plot Data GCM setelah Ditransformasi (berdasarkan Waktu) 26

4 Proporsi Keragaman Basis 27

5 Diagram Pencar KU vs Indramayu 28

6 Diagram Pencar KUF Basis m=13 vs Indramayu 28

7 Regresi Kuantil dengan KU 29

8 Regresi Kuantil dengan KUF 31

9a Uji Signifikansi Regresi Kuantil dengan AKU 33

9b Uji Signifikansi Regresi Kuantil dengan AKUF 33

10a Prediksi Regresi Kuantil dengan 4 KU 34

10b Prediksi Regresi Kuantil dengan 2 KUF 34

(12)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia termasuk negara agraris dan pengembangan sektor pertaniannya terpusat di pulau Jawa mencakup Indramayu sebagai daerah sentra pertanian. Kabupaten Indramayu menyumbang sekitar 43% dari total PDRB-nya (Produk Domestik Regional Bruto). Sumarni dan Susanti (2009 dalam Juaeni 2010) menyebutkan bahwa terjadi pergeseran waktu tanam di 5-11% dari luas wilayah sentra pangan di pulau Jawa pada tahun 2008 yang disebabkan oleh perubahan pola dan intensitas curah hujan terutama curah hujan yang terlalu tinggi (ekstrim). Intensitas curah hujan dikatakan ekstrim bila intensitas curah hujan lebih besar dari 400mm/bulan (BMG 2008). Intensitas curah hujan yang terlalu tinggi mengakibatkan sawah terlalu basah bahkan menggenangi air sawah dalam waktu yang cukup lama. Keadaan ini beresiko terhadap peluang besar terjadinya kegagalan panen. Oleh karena itu, informasi mengenai intensitas curah hujan menjadi kajian penting sebagai penunjang keberhasilan panen khususnya di daerah yang merupakan sentra pertanian.

Informasi tentang curah hujan dapat diperoleh dengan teknik downscaling yang merupakan suatu proses transformasi informasi dari skala besar (global) ke skala kecil (lokal). Downscaling umumnya menggunakan data GCM (Global Circulation Model) sebagai peubah skala global. GCM merupakan alat prediksi utama iklim dan cuaca secara numerik dan sebagai sumber informasi primer untuk menilai pengaruh perubahan iklim. Salah satu teknik downscaling adalah statistical downscaling (SD) yang bersifat statik. Data peubah grid-grid berskala besar dalam periode dan jangka waktu tertentu digunakan sebagai dasar untuk menentukan data pada grid berskala lebih kecil (Wigena 2006).

Data luaran GCM umumnya berdimensi besar dan mengandung multikolinieritas. Pada umumnya, metode reduksi dimensi pada model SD menggunakan analisis komponen utama (AKU). Namun teknik reduksi dimensi tidak efektif bila data lebih sparse dan banyak noise (Ramsay & Silverman 2005). Masalah ini dapat diselesaikan dengan analisis komponen utama fungsional (AKUF) yang serupa dengan AKU, hanya saja berbeda dalam perlakuan datanya. AKU menganalisis data diskrit atau data non-fungsional sedangkan AKUF menganalisis data fungsional dalam prosesnya. Sebelum data direduksi dengan AKUF, terlebih dahulu data ditransformasi menggunakan transformasi deret Fourier yang membuat data menjadi lebih halus dan mereduksi noise. Kelebihan data yang ditransformasi dengan deret fourier adalah data hasil transformasi tidak mengabaikan masalah otokorelasi pada data deret waktu sehingga dapat menjelaskan keragaman data yang lebih besar (Lestari 2014).

(13)

Pemodelan SD untuk pendugaan kejadian ekstrim telah dilakukan antara lain: Djuraidah dan Wigena (2011) menggunakan regresi kuantil untuk mengeksplorasi curah hujan di kabupaten Indramayu pada data yang mengandung pencilan; Mondiana (2012) melakukan pendugaan curah hujan ekstrim dengan regresi kuantil menggunakan AKU sebagai metode reduksi dimensi; Lestari (2014) melakukan pemodelan SD dengan analisis komponen utama fungsional untuk prediksi curah hujan. Pada penelitian ini, pemodelan SD menggunakan regresi kuantil dan AKUF.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mereduksi dimensi data GCM dengan metode AKUF

2. Memodelkan statistical downscaling dengan regresi kuantil untuk pendugaan curah hujan ekstrim

2 TINJAUAN PUSTAKA

Global Circulation Model (GCM) dan Statistical Downscaling (SD)

Downscaling didefinisikan sebagai upaya menghubungkan antara sirkulasi peubah skala global (peubah penjelas) dan peubah skala lokal (peubah respon). GCM (Global Circulation Model) merupakan peubah yang umum digunakan sebagai peubah skala global. GCM membuat simulasi peubah-peubah iklim global pada setiap grid (berukuran ±2,5°x2,5° atau ±300 km2) setiap lapisan (layer) atmosfir, yang selanjutnya digunakan untuk memprediksi pola-pola iklim dalam jangka waktu tahunan (Wigena 2006).

Downscaling lebih menunjukkan proses perpindahan dari peubah penjelas ke peubah respon yaitu perpindahan dari skala besar ke skala kecil (regional/titik). Ilustrasi pada Gambar 1. Sedangkan statistical downscaling (SD) merupakan upaya mencari informasi skala lokal dari gkala global melalui hubungan inferensi dengan fungsi acak atau deterministik (Sutikno 2008).

(14)

Model SD adalah suatu fungsi transfer yang menggambarkan hubungan fungsional sirkulasi atmosfir global (data luaran GCM) dengan unsur-unsur iklim lokal SD menjelaskan hubungan antara skala global dan lokal dengan lebih memperhatikan keakuratan model penduga untuk mempelajari dampak perubahan iklim (Yarnal et al. 2001 dalam Wigena 2006). Pemilihan peubah-peubah penjelas dan penentuan domain (lokasi dan jumlah grid) merupakan faktor kritis yang akan mempengaruhi kestabilan prediksi (Wilby & Wigley 2000 dalam Wigena 2006). Menurut Wilby dan Wigley (1999), asumsi dalam model SD adalah sebagai berikut: (1) Peubah penjelas adalah peubah yang relevan dan realistis dimodelkan oleh GCM (disimulasi baik oleh GCM); (2) Hubungan erat antara respon dengan penjelas yang menjelaskan keragaman iklim lokal dengan baik; (3) hubungan antara respon dengan penjelas tidak berubah dengan perubahan waktu dan tetap sama meskipun ada perubahan iklim.

Bentuk umum model SD

= 1

dengan :

= peubah skala lokal

= peubah-peubah sirkulasi atmosfir global = banyaknya waktu (bulan), t=1,2,…,n = banyaknya grid domain GCM , = 1,2, … ,

Pada umumnya model SD melibatkan data deret waktu (t) dan data spasial GCM (g). Kompleksitas model ini terjadi karena X berkorelasi dan pengamatan peubah y berotokorelasi (Wigena 2006).

Analisis Data Fungsional

Analisis data fungsional (ADF) telah dikenal sejak tahun 1960, namun ADF banyak digunakan setelah Ramsey dan Dalzel memperkenalkannya lebih dalam pada tahun 1991. Data fungsional menunjuk pada data yang tiap pengamatannya berupa kurva. Bila pengukuran yang dilakukan secara kontinu dari waktu ke waktu, kumpulan titik-titik pengamatan cenderung membentuk kurva(Tran 2008). Benko (2004) mengatakan bahwa implementasi data fungsional menggunakan ekspansi basis fungsional. Langkah pertama dalam data fungsional adalah mengkonversi matriks data non fungsional menjadi data fungsional yang merupakan kombinasi linier dari basis fungsi. Basis fungsi yang dapat digunakan dalam ADF adalah basis Fourier, basis polinomial, dan basis B-spline. Basis polynomial dan basis B-Spline umumnya digunakan untuk data non periodik. Sementara basis Fourier paling tepat digunakan pada deret waktu yang cukup panjang dan bersifat periodik. Data fungsional didefinisikan sebagai berikut:

= 2

dengan = , … , = basis fourier

(15)

4

IJK : bilangan bulat terbesar yang lebih kecil atau sama dengan u : Output transformasi fourier

: data awal dalam domain waktu

: : basis

Analisis Komponen Utama Fungsional

Analisis Komponen Utama (AKU) merupakan salah satu analisis statistik tertua yang banyak digunakan untuk data peubah ganda. AKU dikenalkan oleh Karl Pearson(1901) kemudian dikembangkan oleh Hotelling(1933). AKU mentransformasi peubah-peubah asli yang masih saling berkorelasi satu dengan yang lain menjadi satu himpunan peubah baru yang tidak berkorelasi lagi yang disebut dengan komponen utama. Ide utama dari AKU adalah mereduksi dimensi dari data yang punya banyak peubah yang saling berkorelasi dengan tetap mempertahankan sebagian besar jumlah ragam data awal (Jolliffe 2002). Jadi sekalipun data direduksi tapi tidak banyak kehilangan informasi. Tujuan dari AKU adalah menjelaskan sebanyak mungkin jumlah ragam data asli dengan sedikit mungkin komponen utama yang disebut faktor (Lindsay 2002)

(16)

Ide utama dari AKUF adalah mengganti vektor dengan fungsi, norm Euclidean dengan norm L#, dan matriks peragam dengan matriks ragam-peragam fungsional (Berrendero et al. 2011). Perbedaan AKU dan AKUF terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbedaan antara AKU dan AKUF

AKU AKUF

(17)

6

• Taffhg \ d = e\a\ , J6 J_ 1 ≤ _ < 6 6

dengan T = | k, }

Ruas kiri Persamaan (5) merupakan transformasi integral dari W dengan bobot fungsi adinyatakan sebagai

Wa = b Xa\ d

fg

fh

sehingga Persamaan (5) dapat ditulis lagi menjadi

Wa = ea 7

dengan :

a =fungsi akar ciri

e =akar ciri fungsional

W =matriks fungsi ragam-peragam

Komponen

Komponen utama yang dihasilkan AKU dan AKUF merupakan peubah acak, hanya saja komponen yang dihasilkan oleh AKU berada dalam ℛN sedangkan AKUF dalam L#M , NO. Johnson dan Wichern (2007) menyatakan bahwa komponen AKU ke-k untuk waktu ke-t dinyatakan sebagai berikut:

‚ƒ\ = [′\ = …\ + …\# #+ ⋯ + …\N N , _ = 1,2, … , min 6, 8

dengan Var ‚ƒ\ = [\‡ˆ [\= ]\ dan

Cov ‚ƒ\, ‚ƒ\‡ = [\‡ˆ [\‡ = 0 _ ≠ _‡ = 1,2, … , min 6, Matriks ragam-peragam dari ‚ƒ dapat dituliskan sebagai berikut:

ˆ = ‹

Adapun komponen utama ke-k yang direduksi dengan AKUF dinyatakan sebagai berikut:

(18)

yang tidak bernilai nol sedangkan dalam AKUF kemungkinan hanya ada 6 − 1 nilai akar ciri yang tidak nol (Ramsay & Silverman 2005).

Regresi Kuantil

Regresi kuantil pertama kali diperkenalkan oleh Roger Koenker dan Basset pada tahun 1978. Regresi kuantil merupakan suatu pendekatan analisis regresi untuk menduga fungsi regresi pada kuantil tertentu yang berguna jika distribusi data tidak homogen (heterogenous), yang bila ditinjau dari segi kurva, kurva tidak berbentuk standar atau tidak simetris, dan terdapat ekor pada sebaran (truncated distribution). Metode ini merupakan suatu metode regresi dengan pendekatan memisahkan atau membagi data menjadi kuantil-kuantil tertentu yang kemungkinan memiliki nilai dugaan yang berbeda.

Regresi kuantil memberi perkiraan yang lebih akurat dan efisien pada model non-gaussian dan kekar terhadap pencilan (Buhai 2005). Metode ini dapat digunakan mengukur efek peubah penjelas tidak hanya di pusat sebaran data, tetapi juga pada bagian atas atau bawah ekor sebaran. Hal ini sangat berguna dalam penerapan, khususnya untuk pendugaan nilai ekstrim (Djuraidah & Wigena 2011).

Untuk peubah acak Y diberikan fungsi distribusi sebagai berikut :

• ” = • – ≤ ”

maka kuantil ke-— dari – untuk 0 < — < 1 , dinotasikan dengan:

˜ — = infš”: • ” ≥ —œ 10

Buhai (2005), Li dan Zhu (2008) dengan berdasar pada Koenker (1978) mendefinisikan regresi kuantil sebagai berikut: Misalkan data yang diperoleh dari hasil reduksi dimensi AKUF berupa komponen utama yang dapat dituliskan sebagai ‚ƒ , ” , … , ‚ƒ\, ” , = 1, … , 6, •\ = žŸ \ dengan k=1,…,r (komponen) adalah peubah penjelas yang berisi nilai komponen utama hasil reduksi dan adalah peubah respon sehingga model linier regresi kuantil dapat ditulis galat negatif. Kasus khusus, jika — =

# ekuivalen dengan regresi median L .

atau dapat ditulis lagi menjadi

¡¢= arg min£∈ℝ∑ e%/ ® ¦ − •¦‡ , 13

dengan e® J , J = − •‡ , adalah check function yang biasa juga disebut dengan loss function. Check function dapat didefinisikan

(19)

dengan ¯ . adalah fungsi indikator misalkan dari fungsi A, ¯± J = ²1 J ∈ ³ 0 ´ µ66” . Nilai dugaan dari persamaan ini tidak dapat diduga secara langsung, tetapi dapat diselesaikan dengan metode numerik melalui pemrograman linier. Penerapan metode yang popular digunakan adalah metode simpleks terutama bila jumlah data kurang dari puluhan ribu pengamatan (105). Secara teori, jumlah iterasi dapat meningkat secara eksponensial tergantung dari jumlah pengamatannya. Secara komputasi, metode simpleks menggunakan algoritma simpleks. Menurut Chen et al., algoritma simpleks adalah sebagai berikut: misalkan ¶ = − •‡ · , ¸ =

dengan merumuskan kembali bentuknya dengan batasan minimisasi seperti pada Persamaan 16.

min£ š½‡¾ + ½‡¿|À = •‡Á +  − ¿, šÂ, ¿œ ∈ R·Žœ 16

dengan ½ merupakan vektor satu berukuran 6 × 1

Misalkan Å = •‡− •‡z − z , = ¹‡ º‡¶‡¸‡ ‡ dan d = Ƈ Ƈ [‡ [‡ ‡

Statistik uji t dinyatakan dalam Persamaan 17

(20)

3 METODE PENELITIAN

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan bulanan dari stasiun curah hujan di Indramayu sebagai peubah respon dan data luaran GCM (data presipitasi) sebagai peubah prediktor. Data curah hujan diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sedangkan data luaran GCM berupa data presipitasi bulanan Climate Model Intercomparison Project (CMIP5) diperoleh dari Koninklijk Nederlands Meteorologisch Instituut (KNMI) yang merupakan badan meterologi Belanda. Data luaran GCM yang digunakan diunduh dari situs web http://climexp.knmi.nl/start.cgi?id=someone@somewhere (diakses 28 Desember 2013). Data yang diambil terletak pada 1.25°LU – 16.25°LS dan 98.75°BT – 116.25°BT dengan domain 8×8 grid. Setiap grid berukuran 2.50x2.50. Jumlah peubah prediktor yang digunakan keseluruhan ada 64 peubah. Adapun panjang data yang digunakan untuk data curah hujan bulanan Indramayu dan data luaran GCM adalah 360 bulan atau 30 tahun (1979-2008).

Prosedur Analisis Data

Tahapan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengkonversi data GCM dari file netcdf ke excel dengan menggunakan software R versi 3.0.2. Adapun package yang digunakan adalah RNetCDF.

2. Eksplorasi data dilakukan beberapa tahap yakni :

a. Melakukan analisis deskriptif pada data curah hujan di kabupaten Indramayu untuk mendeskripsikan data curah hujan kabupaten Indramayu.

b. Eksplorasi pada data curah hujan di kabupaten Indramayu dengan menggunakan diagram kotak garis untuk mengidentifikasi adanya curah hujan ekstrim.

c. Mengecek multikolinieritas data dengan meregresikan data GCM untuk memperoleh nilai VIF. Adapun formula nilai VIF adalah

VIF• =1 − Þ1

x #

dengan Þx# adalah koefisien determinasi dari peubah penjelas yang diregresikan terhadap peubah penjelas lainnya. Jika nilai VIF>10 berarti terdapat indikasi multikolinier sehingga dilakukan reduksi dimensi.

3. Menyelesaikan masalah multikolinieritas pada data GCM dengan a. Metode AKU dengan langkah-langkah sebagai berikut:

i. Mengecek asumsi kehomogenan ragam data GCM dengan uji Bartlet untuk penentuan matriks pembentuk komponen utama. Bila data heterogen maka matriks pembentuk KU adalah matriks korelasi. Bila data homogen maka matriks pembentuk KU adalah matriks kovarian.Menentukan jumlah komponen utama yang akan digunakan berdasarkan proporsi keragaman kumulatif>80% dan akar ciri>1.

ii. Menghitung skor komponen utama.

(21)

b. Metode AKUF dengan langkah-langkah sebagai berikut:

i. Mentransformasi data GCM dengan menggunakan deret Fourier (sesuai Persamaan 3).

ii. Menentukan jumlah komponen utama yang akan digunakan berdasarkan proporsi keragaman kumulatif>80% dan komponen yang memiliki proporsi keragaman tinggi.

iii. Menghitung skor komponen utama fungsional.

iv. Membuat plot hubungan antara komponen utama fungsional yang terbentuk dan data respon.

4. Membagi data (data y dan X yang telah direduksi dimensinya baik dengan AKUF maupun AKU) menjadi dua bagian yakni data training (data untuk menyusun model) sebanyak 348 data dari tahun 1979-2007 dan data testing (data untuk validasi model) sebanyak 12 data dari tahun 2008.

5. Memodelkan statistical downscaling dengan regresi kuantil linier dan non linier (model kuadratik dan kubik) pada kuantil ke-75, ke-90, dan ke-95 menggunakan komponen utama (KU) dan komponen utama fungsional (KUF) sebagai peubah

a) Nilai korelasi menunjukkan keeratan hubungan antara peubah respon dan peubah prediktor. Model yang baik memiliki korelasi tertinggi. Nilai korelasi dinyatakan dalam bilangan −1 ≤ ß ≤ 1. Nilai korelasi (r) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

ߨ¨à = áᨨà

¨á¨à =

∑%/ ”x − ”â ”àx− ”àâ

ã∑%/ ”x− ”â #∑%/ ”àx − ”àâ #

b) Nilai RMSEP menunjukkan kemiripan pola data aktual dan data dugaan. Model yang akurat memiliki nilai RMSEP terkecil. RMSEP dihitung dengan menggunakan rumus:

RMSEP = è16 7 ”x − ”à #

%

/

7. Melakukan validasi model. Validasi adalah representasi keakuratan data aktual dan data pendugaan (Law dan Kelton 1991). Validasi model ditinjau dari nilai korelasi dan RMSEP.

8. Melakukan uji konsistensi model. Konsistensi model merupakan salah satu asumsi dalam pemodelan (BIOCLIM 2004 dalam Wigena 2006). Konsistensi model diukur berdasarkan nilai simpangan baku dari nilai korelasi (r) pada setiap tahun pendugaan. Semakin kecil simpangan baku maka semakin konsisten modelnya (Wigena 2006).

(22)

Gambar 2 Diagram alir penelitian Validasi

Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Kuantil

Peramalan dan Pemilihan Model Terbaik dengan RMSEP dan r

Konsistensi

Selesai Analisis Komponen

Utama Fungsional Transformasi Data

GCM dengan Transformasi Fourier

Reduksi Data GCM dengan Analisis Komponen Utama Mulai

Data GCM (X) dan Data Stasiun

(y)

(23)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi data

Deskripsi Data Curah Hujan

Secara umum data curah hujan bulanan rata-rata dari 15 stasiun penakar curah hujan di Indramayu menggambarkan bahwa curah hujan bulanan rata-rata di Indramayu adalah 122.62 mm/bulan. Curah hujan bulanan terendah kota Indramayu adalah 0 mm/bulan sementara curah hujan bulanan tertingginya adalah 583 mm/bulan. Curah hujan ini merupakan curah hujan bulanan yang sangat tinggi. Adapun rata-rata jarak penyimpangan data curah hujan bulanan diukur dari nilai rata-ratanya adalah 110.3269 mm/bulan. Nilai ini cukup besar sehingga dapat dikatakan bahwa data curah hujan cukup bervariasi. Sementara nilai variansi=12172.02 menyatakan bahwa nilai variansi ini cukup besar sehingga dapat dikatakan bahwa curah hujan bulanan di Indramayu beragam (heterogen).

Berdasarkan Haryoko(2004), daerah perkiraan musim (DPM) adalah musim hujan dimulai dari Oktober-Maret, dan musim kemarau dimulai dari April-September. Musim penghujan ditandai dengan curah hujan bulanan sebesar 150 mm/ bulan sedangkan musim kemarau ditandai dengan curah hujan bulanan kurang dari 150 mm/bulan (BMKG dalam Pribadi 2012). Gambar 3 menunjukkan bahwa terjadi pergeseran pada musim hujan dengan curah hujan bulanan seharusnya ≥150mm/bulan berada pada bulan November-Maret baru dimulai pada Desember-Maret. Begitupun dengan musim kemarau (curah hujan relatif rendah) yang menurut DPM dimulai dari April-September dengan curah hujan <150mm/bulan masih terjadi pada bulan November. Gambar 3 menunjukkan bahwa pola curah hujan bulanan di Indramayu merupakan tipe monsunal karena memiliki pola sinusoidal dimana terdapat satu puncak terendah. Menurut Tjasjono (1999) dalam Pribadi (2012) tipe seperti ini dipengaruhi oleh angin monsoon. Adanya pencilan di bulan-bulan tertentu baik pada musim hujan maupun musim kemarau membuktikan bahwa di curah hujan di Indramayu memang tidak biasa (indikasi terjadinya curah hujan ekstrim).

Gambar 3 Diagram kotak garis curah hujan bulanan

(24)

308.8mm/bulan dimana curah hujan bulanan terendah terjadi di bulan November dengan intensitas 148.2mm/bulan. Hal ini berarti bahwa curah hujan bulan November masih termasuk musim kemarau karena nilainya 148.2 mm/bulan kurang dari 150m/bulan atau dengan kata lain terjadi pergeseran musim di Indramayu. Adapun curah hujan tertinggi terjadi di bulan Januari yakni 583 mm/bulan. Berdasarkan kategori BMG(2008), intensitas curah hujan bulanan ini dikatakan ekstrim karena >400 mm/bulan. Simpangan baku terbesar juga terjadi di bulan Januari yakni 126.3 mm/bulan menandakan bahwa curah hujan yang terjadi di bulan Januari pada tahun 1979-2008 cukup beragam. Sedangkan untuk DPM yakni musim kemarau, pada bulan April-Oktober, curah hujan bulanan rata-rata yang terjadi berkisar 14.6 mm/bulan – 141.2 mm/bulan. Curah hujan bulanan terendah terjadi di bulan Juli - Oktober yakni 0 mm/bulan. Berdasarkan Tabel 2, curah hujan tinggi sering terjadi pula untuk bulan-bulan ini karena kisaran nilai maksimum untuk bulan-bulan ini adalah 58 mm/bulan-246 mm/bulan. Jadi sekalipun menghadapi musim kemarau masih terdapat kemungkinan terjadinya curah hujan tinggi dari biasanya. Sementara untuk nilai koefisien kemiringan untuk semua bulan nilainya lebih dari nol menandakan bahwa sebaran data pengamatan tidak normal dan cenderung menjulur ke kanan yang berarti bahwa nilai rata-rata lebih besar dari median dan modus yang membuat distribusi data tidak simetris secara grafis karena nilai median lebih kecil dari nilai rata-rata. Tabel 2 Statistika deskriptif curah hujan bulanan Indramayu

Bulan Rata-rata

Simpangan

baku Minimum Maksimum

Koefisien simulasi model. Nilai korelasi antara peubah curah hujan Indramayu dengan peubah tiap grid berkisar antara -0.0695 hingga 0.745.

(25)

Reduksi Dimensi

Adapun pembahasan reduksi dimensi data GCM dibagi menjadi dua bagian yakni metode reduksi yang menggunakan AKU dan metode reduksi yang menggunakan AKUF.

AKU

Hasil uji kehomogenan ragam pada Lampiran 2 bahwa nilai-p <α=0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data luaran GCM memiliki ragam yang tidak homogen. Oleh karena itu, matriks yang akan digunakan dalam pembentukan komponen utama adalah matriks korelasi. Hasil proporsi keragaman dengan menggunakan AKU untuk data GCM ditunjukkan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Proporsi keragaman komponen utama(KU) AKU pada data GCM

KU 1 KU 2 KU 3 KU 4 KU 5

Nilai akar ciri 44.29 11.89 4.32 1.348 0.46

Proporsi keragaman (%) 69.20 18.60 6.70 2.10 0.70 Proporsi keragaman kumulatif(%) 69.20 87.80 94.05 96.60 97.40 Tabel 3 menunjukkan bahwa proporsi keragaman tertinggi untuk data GCM diberikan oleh KU1 dengan nilai 69.2%. Adapun jumlah komponen yang akan digunakan dalam pemodelan adalah sebanyak 4 komponen karena akar ciri KU>1 dengan proporsi keragaman kumulatif >80%.

AKUF

Pereduksian dimensi data GCM dengan metode AKUF akan terlebih dahulu ditansformasi dengan menggunakan deret Fourier. Pemulusan dengan transformasi deret fourier pada data GCM (data periodik) membuat KUF dapat menyerap informasi dari variasi data sebanyak mungkin. Akan tetapi untuk menggunakan transformasi deret waktu ini asumsi yang harus dipenuhi yakni pola data cenderung tidak berubah dari waktu ke waktu (stasioner). Oleh karena itu perlu dilakukan eksplorasi bentuk data fungsional GCM. Ditinjau dari segi grafis, pola data GCM membentuk pola sinusoidal yang cenderung tidak terlalu banyak berubah dari waktu ke waktu sehingga memungkinkan untuk menggunakan transformasi deret fourier. Adapun pola awal data sebelum ditransformasi nampak seperti pada Gambar 4. Secara grafik, polanya masih nampak agak kasar.

Gambar 4 Plot data fungsional GCM sebelum transformasi

(26)

Penentuan basis transformasi awal dilakukan dengan melihat pola data secara visual. Pola transformasi dari basis m=3 hingga ke basis m=15 pada Lampiran 3 menunjukkan pola yang berubah-ubah seiring pertambahan basis dan halus. Pada basis m=17 hingga basis ke m=31 pola basis konvergen, tidak halus, dan mendekati lagi pola data asli sebelum ditransformasi (Gambar 4). Oleh karena itu, basis m=17 dianggap mewakili basis yang lebih tinggi, maka basis yang akan dieksplor lebih lanjut hanya sampai basis m=17. Berdasarkan Lampiran 4, basis yang memiliki jumlah proporsi penuh (100%) hanya terdapat pada basis m=5,9,11,13,17. Lestari (2014) menyatakan bahwa basis terbaik dapat ditentukan berdasarkan RMSEP terkecil (dengan menggunakan regresi linier biasa). Gambar 5 menunjukkan bahwa basis terbaik adalah basis ke-13 karena memiliki RMSEP terkecil yakni 84.58.

Gambar 5 Penentuan basis AKUF berdasarkan RMSEP

Gambar 6 menunjukkan bahwa pola data setelah ditransformasi nampak lebih halus dan tetap mempertahankan pola periodik dari waktu ke waktu serta tidak mengubah pola data sebelum ditransformasi.

Gambar 6 Plot data fungsional GCM setelah transformasi

Data hasil transformasi dengan menggunakan deret Fourier kemudian direduksi dimensinya dengan menggunakan AKUF. Proporsi keragaman untuk data GCM terdapat pada Tabel 4.

(27)

Tabel 4 Proporsi keragaman komponen utama fungsional (KUF) Proporsi keragaman kumulatif (%) 96.54 98.39 99.18 99.76 99.85 Tabel 4 menunjukkan bahwa proporsi keragaman tertinggi pada data GCM diberikan oleh KUF1 dengan nilai 96.54%. komponen yang akan digunakan untuk penelitian adalah komponen utama fungsional yang memberi proporsi keragaman yang tinggi. Pada tabel 4, nampak bahwa pada komponen utama ketiga, nilai proporsi keragamannya cukup kecil sehingga komponen ini tidak akan digunakan untuk pemodelan. Jadi, dalam penelitian ini akan dilakukan pemodelan dengan melibatkan 2 komponen utama yang memberikan proporsi keragaman yang cukup tinggi. Dibandingkan dengan AKU biasa, model dengan melibatkan data yang direduksi dengan AKUF memiliki komponen yang lebih sedikit untuk tingkat keragaman yang hampir setara.

Regresi Kuantil

Diagram pencar antara peubah komponen utama (baik yang direduksi dengan AKU maupun AKUF pada data GCM terhadap data curah hujan di Indramayu pada Lampiran 5-6 menunjukkan pola hubungan yang tidak linier sehingga regresi biasa tidak baik untuk dilakukan. Oleh karena itu, pendugaan dengan menggunakan regresi kuantil tepat untuk dilakukan karena diduga bahwa kemungkinan terdapat perbedaan nilai dugaan di tiap kuantil tertentu. Selain karena itu, nilai ektrim dapat diduga lebih baik dengan menggunakan regresi kuantil. Pemodelan regresi kuantil akan dibahas adalah pemodelan regresi kuantil dengan komponen utama fungsional yang memberikan proporsi keragaman yang cukup tinggi sebagai prediktor. Selain itu karena pola yang tidak linier juga akan ditunjukkan pola hubungan regresi kuantil dalam bentuk non linier dalam model seperti model kuantil kuadratik dan model kuantil kubik.

Regresi Kuantil dengan KU

Berdasarkan Tabel 3, regresi kuantil akan melibatkan 4 KU. Lampiran 5 menunjukkan bahwa pola hubungan antara data curah hujan Indramayu dengan KU cenderung tidak linier sehingga selain regresi kuantil linier biasa akan dilakukan regresi kuantil dengan melibatkan model kuantil kuadratik dan model kuantil kubik. Lampiran 7 menunjukkan bahwa nilai RMSEP kuantil ke-75,ke-90, dan ke-95 regresi kuantil dengan 1 KU terdapat pada model

y = a + bKU + cKUì, y = a + bKU#+ cKUì, dan y = a + bKU hanya saja

(28)

akan dikombinasikan dengan KU2. Adapun model terbaik dengan RMSEP terkecil, r terbesar dan hubungan peubah yang signifikan adalah model

y = a + bKUì+ cKU#+ dKU#ì. Model ini kemudian dikombinasikan lagi dengan

KU3. Adapun model terbaik adalah y = a + bKUì+ cKU#+ dKU#ì+ eKUìì.

Bentuk akhir model terbaik diperoleh dengan mengkombinasikan 4 KU adalah

y = a + bKUì+ cKU#+ dKU#ì+ eKUìì+ fKUí+ gKUíì. Adapun RMSEP untuk

kuantil ke-75 adalah 69.20, kuantil ke-90 adalah 104.80, dan kuantil ke-95 adalah 145.83 dan korelasi prediksi r75=0.96, r90=0.97, dan r95=0.96. Adapun persamaan yang terbentuk adalah :

yîÛïð = 159.598 + 0.160KUì− 17.896KU#+ 0.135KU#ì+ 0.535KUìì

Hasil pengujian signifikan parameter regresi kuantil terdapat pada Lampiran 9a.

Regresi Kuantil dengan KUF

Regresi kuantil dengan melibatkan data GCM yang direduksi dengan AKUF sebagai prediktor menggunakan 2 KUF. Lampiran 6 menunjukkan bahwa pola hubungan peubah respon (curah hujan Indramayu) dan peubah prediktor (KUF) juga tidak linier. Regresi kuantil dengan KUF juga akan dilakukan regresi kuantil yang tidak linier (regresi kuantil kuadratik ataupun kubik). Hasil regresi pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa model terbaik yang melibatkan 1 KUF dengan RMSEP terkecil untuk semua kuantil dan hubungan yang nyata antara prediktor dan peubah respon adalah terdapat pada model regresi kuantil kubik

y = a + bKUF + cKUFì. Sedangkan berdasarkan r tertinggi terdapat pada model

y = a + bKUFì. Kedua model ini memiliki hubungan peubah yang nyata. Oleh

karena itu kedua model ini kemudian dikombinasikan dengan KUF2. Hasil kombinasi dengan KUF2 dengan menunjukkan bahwa model kuantil terbaik (RMSEP terendah, r tertinggi dan hubungan peubah yang nyata antara peubah respon dan prediktor) adalah model y = a + bKUFì+ cKUF#+ dKUF##. Adapun

RMSEP untuk kuantil ke-75 adalah 72.17, kuantil ke-90 adalah 100.45, dan kuantil ke-95 adalah 124.69 dan korelasi prediksi r75=0.93, r90=0.92, dan r95=0.92. Adapun persamaan yang terbentuk adalah :

îÛïð= 152.034 − 0.023KUFì+ 24.002KUF# + 4.750KUF##

yîÛñ0 = 198.124 − 0.026KUFì+ 34.060KUF#+ 3.421KUF##

yîÛñð = 226.701 − 0.027KUFì+ 41.499KUF#+ 3.112KUF##

(29)

Tabel 5 Perbandingan regresi kuantil dengan AKU dan AKUF

Prediksi Regresi Kuantil dengan KU

Gambar 7 menunjukkan bahwa model dengan menggunakan AKU dapat memprediksi intensitas curah hujan bulanan dengan baik. Prediksi curah hujan bulanan Indramayu pada bulan Januari hingga Desember menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari data aktual, namun prediksinya dapat mengikuti pola data aktual dengan baik, khususnya saat curah hujan ekstrim. Bulan Februari merupakan intensitas curah hujan tertinggi yang terjadi di tahun 2008 dengan nilai 439 mm/bulan. Nilai ini dapat diestimasi dengan baik oleh prediksi pada kuantil ke-90 yakni 512 mm/bulan. Curah hujan tertinggi diprediksi mencapai 580 mm/bulan. Secara umum, untuk bulan-bulan yang berada di musim kemarau (April-September), nilai prediksi pada kuantil ke-75, ke-90, dan ke-95 memang lebih tinggi dari nilai aktual, namun mampu mengikuti pola dengan baik.

Pada musim hujan (Oktober-Maret), Gambar 7 menunjukkan bahwa data aktual pada bulan Januari-Maret tepat berada dalam diagram kotak. Hal ini berarti bahwa nilai aktual untuk bulan-bulan tersebut dapat diprediksi dengan baik oleh model kuantil ke-90 sedangkan untuk bulan Oktober-Desember, nilai-nilai prediksinya berada di atas nilai aktual. Nilai prediksi untuk bulan Desember belum mampu menangkap pola data aktual dengan baik sebab seharusnya nilai prediksinya lebih tinggi dari bulan November seperti nilai aktualnya. Adapun nilai hasil prediksi lebih lengkap terdapat pada Lampiran 10a. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Mondiana (2012), pola data aktual dapat diikuti dengan baik oleh pola prediksi model kuantil di kuantil ke-90 khususnya untuk bulan Januari, Februari, dan Maret. Hal ini ditunjukkan oleh letak nilai aktual yang tepat berada dalam diagram kotak.

Gambar 7 Prediksi curah hujan bulanan tahun 2008 pada kuantil ke-75, ke-90 dan ke-95 dengan KU sebagai prediktor

(30)

Prediksi Regresi Kuantil dengan KUF

Secara umum, prediksi curah hujan bulanan dengan menggunakan KUF sebagai prediktor pada Gambar 8 menunjukkan hasil yang lebih baik. Pola prediksi curah hujan pada kuantil ke-75, ke-90, dan ke-95 mampu mengikuti pola data aktual dengan baik, khususnya saat curah hujan ekstrim terjadi yakni pada bulan Februari. Adapun nilai prediksi untuk bulan Februari dapat diestimasi dengan baik oleh kuantil ke-90 dengan nilai 460 mm/bulan. Bila dibandingkan dengan nilai prediksi regresi kuantil ke-90 dengan menggunakan KU biasa sebagai prediktor, nilai ini jauh lebih mendekati nilai aktual sebab nilai hasil prediksi dengan KU masih sangat tinggi.

Untuk bulan-bulan yang berada di musim kemarau (April-September), nilai prediksi pada kuantil ke-75, ke-90, dan ke-95 memang lebih tinggi dari nilai aktual, namun mampu mengikuti pola dengan baik. Sedangkan untuk bulan-bulan pada musim hujan (Oktober-Maret), Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai aktual tepat berada dalam diagram kotak yang berarti bahwa nilai aktual untuk bulan Januari, Februari, Maret, Oktober, November dapat diprediksi dengan baik oleh model kuantil dengan baik di kuantil ke-90. Sedangkan untuk bulan Desember, nilai-nilai prediksinya berada di atas nilai aktual namun mampu menangkap pola dengan baik. Nilai prediksinya lebih tinggi dari prediksi bulan November seperti pola nilai aktual bulan Desember yang lebih tinggi dibandingkan bulan November. Adapun nilai hasil prediksi lebih lengkap terdapat pada Lampiran 10b.

Gambar 8 Prediksi curah hujan bulanan tahun 2008 pada kuantil ke-75, ke-90 dan ke-95 dengan KUF sebagai prediktor

Secara umum, hasil penelitian model regresi kuantil dengan 2 KUF sebagai prediktor lebih baik dibandingkan dengan hasil penelitian model regresi kuantil Mondiana (2012) yang melibatkan 22 KU sebagai prediktor. Pola data aktual pada hasil penelitian Mondiana (2012) khususnya pada musim hujan (Oktober-Maret) belum dapat diikuti dengan baik oleh pola hasil prediksi. Hal ini ditandai dengan letak data aktual yang masih banyak berada di luar diagram kotak pada musim hujan sedangkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8 bahwa hampir seluruh data aktual berada tepat dalam diagram kotak. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi kuantil dengan KUF lebih baik digunakan karena selain lebih efisien dalam model (melibatkan jumlah prediktor yang lebih sedikit), model regresi kuantil dengan KUF juga dapat memprediksi lebih baik.

(31)

Validasi

Validasi merupakan tahapan yang penting dilakukan karena mencerminkan keakuratan hasil prediksi model yang dibentuk. Gambar 9a-b menunjukkan bahwa semakin panjang data yang akan diprediksi, semakin besar nilai RMSEP-nya (nilai terlampir pada Lampiran 11). Selain nilai RMSEP yang makin besar nilai r (korelasi antara nilai dugaan dan nilai aktual) juga semakin kecil.

Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai RMSEP minimum terdapat pada model yang digunakan untuk memprediksi intensitas curah hujan sebanyak satu tahun. Jadi, dapat disimpulkan bahwa untuk semua model baik yang prediktornya direduksi oleh AKU dan AKUF merupakan model yang masih baik digunakan dalam pendugaan curah hujan ekstrim untuk prediksi jangka panjang paling banyak 1 tahun. Namun perlu ditinjau lagi lebih lanjut konsistensi modelnya.

(a) dengan prediktor KU (b) dengan prediktor KUF Gambar 9 Validasi RMSEP model kuantil berdasarkan banyaknya data prediksi

Konsistensi Model

Konsistensi model SD dapat diketahui dari hasil pendugaan yang konsisten pada berbagai tahun pendugaan. Menurut Busuioic et al. (2001 dalam Wigena 2006) model memberi hasil yang baik bila hubungan prediktor dan respon tidak berubah terhadap perubahan waktu dan tetap sama meskipun ada perubahan iklim.

Hasil uji konsistensi model pada Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai korelasi rata-rata model SD kuantil yang menggunakan 4 KU paling kecil untuk semua kuantil dan nilai simpangan baku yang paling besar. Hal ini berarti bahwa model ini merupakan model yang kurang konsisten dalam prediksi satu tahun dibanding model yang melibatkan KU sebagai prediktor. Model yang paling stabil/konsisten untuk prediksi curah hujan satu tahun khususnya untuk prediksi curah hujan ekstrim adalah model kuantil yang menggunakan 2 KUF karena memiliki nilai korelasi rata-rata terbesar dan nilai simpangan baku terkecil di kuantil ke-75 (áò = 0.05), ke-90 (áò = 0.05 dan ke-95 (áò = 0.06 .

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model SD dengan prediktor KUF merupakan model yang paling konsisten dan baik digunakan dalam prediksi curah hujan ekstrim. Dibandingkan dengan hasil penelitian Handayani (2012) yang

(32)

menggunakan model SD berbasis GAM, model SD berbasis KUF lebih konsisten dalam prediksi curah hujan. Hal ini dapat dibandingkan dari segi nilai korelasi antara prediksi dan nilai aktual model SD dengan KUF pada beberapa tahun pendugaan yang lebih tinggi dan simpangan baku yang lebih rendah dibanding model SD berbasis GAM (0.098). Nilai korelasi model SD dengan KUF berada pada rentang 0.90-0.93 sedangkan model SD berbasis GAM berada pada rentang 0.57-0.79.

Tabel 6 Nilai korelasi model SD untuk prediksi curah hujan satu tahun Data historis Data dugaan Kuantil Korelasi

AKU AKUF

(33)

Saran

Pada penelitian ini, model SD regresi kuantil KUF yang digunakan merupakan model SD regresi kuantil yang menggunakan pendekatan non linier yakni kuadratik dan kubik berdasarkan pola yang dibentuk antara respon dan prediktor dalam diagram pencar. Oleh karena itu, peneliti menyarankan untuk mengkaji penerapan model SD regresi kuantil KUF dengan pendekatan spline atau menerapkan regresi kuantil non parametrik.

DAFTAR PUSTAKA

Benko Michael. 2004. Functional Principal Component Analysis, Implementation and Applications [tesis]. Berlin: Universitat zu Berlin.

Berrendero et al. 2011. Principal Components for Multivariate Functional Data. J Elsevier Science Direct Computational Statistics and Data Analysis. 55(2011):2619–2634.doi:10.1016/j.csda.2011.03.011

Buhai S. 2004. Quantile Regression: Overview and Selected Application

[internet]. [Diunduh 11 Oktober 2013]; http:// www.adastra.ro/journal/7/buhai.

Chen et al. An Introduction to Quantile Regression and the Quantreq Procedure

[internet]. [Diunduh 11 Oktober 2013]; http : //www2.sas.com/proceedings/sugi30/213-30.pdf.

Badan Meteorologi dan Geofisika. 2008. Laporan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta (ID).

Djuraidah A, Wigena AH. 2011. Regresi Kuantil untuk Eksplorasi Pola Curah Hujan di Kabupaten Indramayu. J Ilmu Dasar. 12(1): 50 – 56.

Handayani L. 2012. Statistical Downscaling dengan Model Aditif Terampat untuk Pendugaan Curah Hujan Ekstrim [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Haryoko U. 2004. Pendekatan Reduksi Dimensi Luaran GCM untuk Penyusunan Model SD [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Juaeni I. 2010. Pengembangan Pemanfaatan Data TRMM untuk Menunjang Ketahanan Pangan [laporan penelitian]. Bandung (ID): Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.

Johnson RA, Wichern DW. 2007. Applied Multivariate Statistical Analysis. Ed ke-6. USA: Pearson Prentice Hall Inc.

Jolliffe IT. 2002. Principal Component Analysis. Ed ke-2. New York (US):

Lestari DN. 2014. Pemodelan statistical downscaling dengan analisis komponen utama fungsional untuk prediksi curah hujan [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Li Y, Zhu J. 2008. L1- Norm Quantile Regression. J Computational and Graphical Statistics. 17(1):1–23.

(34)

Lindsay IS. 2002. A Tutorial on Principal Component Analysis. New Zealand : University of Otago.

Mondiana YQ. 2012. Pemodelan Statistical Downscaling dengan regresi kuantil untuk pendugaan curah hujan ekstrim (studi kasus stasiun Bangkir Kabupaten Indramayu) [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pribadi HY. 2012. Variabilitas Curah Hujan dan Pergeseran Musim di Wilayah Banten Sehubungan dengan Variasi Suhu Muka Laut Perairan Indonesia, Samudera Pasifik dan Samudera Hindia [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

Ramsay JO, Silverman BW. 2002. Applied Functional Data Analysis. New York (US): Springer.

Ramsay JO, Silverman BW. 2005. Functional Data Analysis. Ed ke-2. New York (US): Springer.

Shang HL. 2011. A Survey of functional principal component analysis [tesis]. Melbourne (AU): Monash University.

Sutikno A. 2008. Statistical Downscaling Luaran GCM dan Pemanfaatannya untuk Peramalan Produksi Padi [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Tran NM. 2008. An Introduction to Theoritical Properties of Functional Principal Component Analysis[tesis]. Melbourne (AU): University of Melbourne. Wang L. 2000. High Dimensional Data Analysis [ulasan]. Michigan: Michigan

State University.

Wei WWS. 2006. Time Series Analysis: Univariate and Multivariate Methods. New York (US): Pearson Addison Wesley.

Wilby RL, Wigley, TML. 1999. Precipitation Predictors for Downscaling: Observed and General Circulation Model Relationships. International J of Climatology

(35)
(36)
(37)
(38)

Lampiran 4 Proporsi Keragaman Basis

Basis Proporsi KUF 1 KUF 2 KUF 3 … KUF 26 TOTAL

M=3 Keragaman 97.77 1.58 0.66 … 0.00

Kumulatif 97.77 99.35 100.01 … 100.01 100.01

M=5 Keragaman 97.31 1.60 0.73 … 0.00

Kumulatif 97.31 98.91 99.64 … 100.00 100.00

M=7 Keragaman 97.20 1.64 0.75 … 0.00

Kumulatif 97.20 98.84 99.59 … 99.99 99.99

M=9 Keragaman 97.09 1.70 0.77 … 0.00

Kumulatif 97.09 98.79 99.56 … 100.00 100.00

M=11 Keragaman 96.95 1.76 0.78 … 0.00

Kumulatif 96.95 98.71 99.49 … 100.00 100.00

M=13 Keragaman 96.54 1.85 0.79 … 0.00

Kumulatif 96.54 98.39 99.18 … 100.00 100.00

M=15 Keragaman 94.61 3.24 0.84 … 0.00

Kumulatif 94.61 97.85 98.69 … 99.99 99.99

M=17 Keragaman 85.80 9.92 2.83 … 0.00

Kumulatif 85.80 95.72 98.55 … 100.00 100.00 M=19 Keragaman 84.56 10.05 3.20 … 0.00

Kumulatif 84.56 94.61 97.81 … 100.02 100.02 M=21 Keragaman 84.22 10.08 3.45 … 0.00

Kumulatif 84.22 94.30 97.75 … 100.02 100.02 M=23 Keragaman 84.16 10.08 3.47 … 0.00

Kumulatif 84.16 94.24 97.71 … 100.00 100.00 M=25 Keragaman 84.09 10.09 3.49 … 0.00

Kumulatif 84.09 94.18 97.67 … 100.02 100.02 M=27 Keragaman 84.04 10.08 3.52 … 0.00

Kumulatif 84.04 94.12 97.64 … 100.01 100.01 M=29 Keragaman 83.83 10.07 3.68 … 0.00

Kumulatif 83.83 93.90 97.58 … 99.99 99.99 M=31 Keragaman 83.35 10.34 3.71 … 0.00

Kumulatif 83.35 93.69 97.40 … 99.98 99.98 M=33 Keragaman 82.21 10.73 3.78 … 0.01

(39)

Lampiran 5 Diagram Pencar KU VS Indramayu

(40)

Lampiran 7 Regresi Kuantil dengan KU

(41)

Lampiran 7 Regresi Kuantil dengan KU (Lanjutan) KU yang

digunakan Persamaan

RMSEP r Prediksi

Kuantil 75

Kuantil 90

Kuantil 95

Kuantil 75

Kuantil 90

Kuantil 95

KU 3

y = a + bKUì+ cKU# + dKU#ì + eKUì 76.11 111.38 146.48 0.95 0.94 0.94

y = a + bKUì+ cKU# + dKU#ì + eKUì# 83.81 119.43 143.83 0.92 0.92 0.93

y = a + bKUì+ cKU# + dKU#ì + eKUìì 77.08 109.22 148.33 0.95 0.94 0.95

y = a + bKUì+ cKU# + dKU#ì + eKUì+fKUì# 79.72 112.64 149.02 0.93 0.93 0.92

y = a + bKUì+ cKU# + dKU#ì +eKUì+ fKUìì 76.62 110.53 146.90 0.95 0.94 0.95

y = a + bKUì+ cKU# + dKU#ì + eKU#ì+ fKUìì 82.34 113.84 155.02 0.92 0.90 0.94

y = a + bKUì+ cKU# + dKU#ì +eKUì+ fKUì# + gKUìì 84.77 114.24 154.84 0.91 0.88 0.94

Pemilihan Model 76.11 109.22 143.83 0.95 0.94 0.95

KU 4

y = a + bKUì+ cKU# + dKU#ì + eKUìì+fKUí 72.17 107.83 150.33 0.96 0.96 0.97

y = a + bKUì+ cKU# + dKU#ì + eKUìì+fKUí# 76.67 109.97 147.96 0.95 0.94 0.95

y = a + bKUì+ cKU# + dKU#ì + eKUìì+fKUíì 74.66 110.88 144.79 0.96 0.95 0.96

y = a + bKUì+ cKU# + dKU#ì + eKUìì+fKUí + gKUí# 74.16 107.09 149.88 0.95 0.96 0.97

y = a + bKUì+ cKU# + dKU#ì + eKUìì+ fKUí + gKUíì 69.20 104.80 145.83 0.96 0.97 0.96

y = a + bKUì+ cKU# + dKU#ì + eKUìì+fKUí#+ gKUíì 76.74 108.89 145.24 0.95 0.95 0.96

y = a + bKUì+ cKU# + dKU#ì + eKUìì+ fKUí +gKUí#

+ hKUíì 71.40 103.00 145.87 0.96 0.97 0.96

Pemilihan Model 69.20 103.00 144.79 0.96 0.97 0.97

(42)

Lampiran 8 Regresi Kuantil dengan KUF

(43)

32 Lampiran 8 Regresi Kuantil dengan KUF (Lanjutan)

KU yang

digunakan Persamaan

RMSEP r Prediksi

Kuantil 75

Kuantil 90

Kuantil 95

Kuantil 75

Kuantil 90

Kuantil 95

KUF 2

y = a +bKUF + cKUFì+ dKUF## 79.77 105.30 136.05 0.93 0.94 0.94

y = a + bKUF + cKUFì+ dKUF#ì 82.44 108.60 141.75 0.88 0.92 0.91

y = a +bKUF + cKUFì+ dKUF#+eKUF## 74.39 102.08 120.67 0.90 0.91 0.91

y = a + bKUF + cKUFì+ dKUF#+ eKUF#ì 75.93 104.56 133.76 0.90 0.91 0.91

y = a +bKUF + cKUFì+dKUF##+ eKUF#ì 80.59 105.94 137.94 0.90 0.93 0.93

y = a + bKUF + cKUFì+ dKUF#+ eKUF#ì+ fKUF#ì 73.27 98.76 122.34 0.91 0.91 0.90

Pemilihan Model 73.27 98.76 120.67 0.93 0.94 0.94

(44)

Lampiran 9 a Uji Signifikansi Regresi Kuantil dengan AKU

Lampiran 9b Uji Signifikansi Regresi Kuantil dengan AKUF

(45)

Lampiran 10a Nilai Dugaan Regresi Kuantil melibatkan 4 KU

WAKTU ”∗ ”à®Ûïð ”à®Ûñ0 ”à®Ûñð

Januari 2008 351 271.74 367.60 432.83

Februari 2008 439 402.31 512.24 579.70

Maret 2008 261 240.20 304.00 352.54

April 2008 97 173.06 213.95 232.33

Mei 2008 20 132.50 172.47 197.77

Juni 2008 23 81.91 109.73 126.49

Juli 2008 0 88.80 123.34 146.99

Agustus 2008 7 67.56 99.86 128.21

September 2008 2 83.23 128.14 174.20 Oktober 2008 68 105.24 161.93 206.83 November 2008 136 219.48 295.18 359.60 Desember 2008 198 229.43 275.11 354.44 Keterangan : ”∗ = nilai aktual intensitas curah hujan Indramayu Lampiran 10b Nilai Dugaan Regresi Kuantil melibatkan 2 KUF

WAKTU ”∗ ”à®Ûïð ”à®Ûñ0 ”à®Ûñð

Januari 2008 351 334.40 407.93 456.32

Februari 2008 439 382.29 459.99 496.73

Maret 2008 261 218.49 265.10 288.60

April 2008 97 187.51 233.56 258.95

Mei 2008 20 147.39 186.20 209.01

Juni 2008 23 134.44 171.22 193.45

Juli 2008 0 107.06 140.24 161.76

Agustus 2008 7 52.45 77.73 97.30

September 2008 2 55.35 86.93 111.20

Oktober 2008 68 64.25 90.01 109.12

(46)
(47)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sorowako pada tanggal 13 Juli 1990 dari ayah Semuel Sanda Toding dan ibu Rosdiana Mempun. Penulis adalah putri pertama dari lima bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 2012 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Statistika Terapan IPB.

Pada tahun 2014 penulis pernah mempresentasikan hasil penelitian dengan artikel yang berjudul “Functional Principal Component Quantile Regression in Statistical Downscaling to Extreme Rainfall Forecasting” pada International Seminar Research Methods in Practice di Prince of Songkla University, Phuket Campus, Thailand pada tanggal 26-27 Juni 2014.

Gambar

Gambar 1 Ilustrasi downscaling (Sutikno 2008)
Tabel 1 Perbedaan antara AKU dan AKUF
Gambar 2 Diagram alir penelitian
Gambar 3 Diagram kotak garis curah hujan bulanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji masalah danga n melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan, Diklat dan

nikmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Metode Langsung dengan Media Picture Power Point dalam Pembelajaran Pola Kalimat ” sebagai

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka pertanyaan penelitian (research question) yang akan dijadikan dasar penelitian adalah bagaimana jenis

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara empiris mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK)

Untuk menjelaskan konsep geografi regional, Association of American Geographers and National Council for Geographic Education (1984) menjabarkan konsep ini kedalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk CSR ( Corporate Social Responsibility) sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan tidak semata-mata bersifat filantrofis

Selain itu, pada umumnya seni tari baik tari tradisi maupun tari kreasi sudah pasti memiliki penyajian tari dan makna gerak masing-masing yang berbeda antara satu dengan

Dalam kesempatan ini saya sebagai penulis berkesempatan untuk melakukan pengujian sebagai syarat tugas akhir yang akan dikerjakan dengan rekan saya Riski Adi Mulia