• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan USahatani Pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang di Desa babakan Kecamatan Ciseeng Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pendapatan USahatani Pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang di Desa babakan Kecamatan Ciseeng Bogor"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

KECAMATAN CISEENG, BOGOR

PUTRI AMALIA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Pembenihan Lele Dumbo Dan Sangkuriang Di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

(4)

Sangkuriang Di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor. Dibimbing oleh RATNA WINANDI ASMARANTAKA.

Perikanan adalah salah satu sektor yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hal ini dibuktikan dari nilai Gross Domestik Produk yang meningkat sebesar 21,55% per tahun dari 2004 sampai 2012. Perikanan dibagi menjadi dua katagori yaitu perikanan tangkap dan budidaya. Lele adalah salah satu komoditas unggulan pada perikanan budidaya. Babakan, adalah salah satu daerah penghasil benih lele di Bogor. Terdapat dua varietas yang dikembangkan di Babakan, Dumbo di UPR Jumbo Lestari dan Sangkuriang di Kubang Sejahtera. Perkembangan pembenihan yang mengawinkan turunan ke dua dan keenam lele dumbo menjadi lele sangkuriang diharapkan dapat menghasilkan produk yang lebih banyak. Alat analisis yang digunakan adalah R/C rasio dan chi-square. Hasilnya menunjukan rata rata pendapatan usahatani per hektar untuk dumbo lebih besar dari pada nilai sangkuiang yaitu 1,40 untuk Dumbo dan sangkuriang hanya mencapai 1,16. Sementara itu, hasil analisis uji beda chi-square, nilai X2 hitung tunai sebesar 36,5323 dan untuk X2hitung totalsebesar 35,0972 yang keduanya lebih besar dari X2tabel sebesar 23,685.

Kata Kunci : benih lele dumbo, benih lele sangkuriang, pendapatan,R/C rasio, Chi-Square

ABSTRACT

PUTRI AMALIA. Analysis of Revenue Dumbo s Catfish Hatchery and Sangkuriang at Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor. Supervised by RATNA WINANDI ASMARANTAKA.

Fishery is one of the sectors that can improve indonesian welfare. Evident from the value of Gross Domestic Product increased by 21.55% per year from 2004 until 2012. The fisheries sector is classified into two categories namely fisheries and aquaculture. Catfish is one of the prime comodities of aquaculture. Babakan, is one of the catfish seed production centers in Bogor. There are two varieties of seed that developed in Babakan, Dumbo in UPR Jumbo Lestari and Sangkuriang in Kubang Sejahtera. The development of hatchery technology that marries the second and sixth derivative of Dumbo s catfish and expectation to be able to produce more products led to the emergence of new varieties namely sangkuriang. The analysis used R / C ratio and chi-square. The results showed that the average income per hectare dumbo are greater than sangkuriang with a value of the R / C ratio reached 1.40 for Dumbo and sangkuriang only at 1.16. Meanwhile, from the results of different test chi square analysis, X2 value calculated for the cash cost of 36,5325 and 35.0972 for a total cost greater than the X2table at 23.685.

(5)

KECAMATAN CISEENG, BOGOR

PUTRI AMALIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allahsubhanahu wa ta alaatas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah pendapatan usahatani, dengan judul Analisis Pendapatan Usahatani Pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi Asmarantaka MS selaku Dosen Pembimbing Skripsi, Ibu Dr Ir Dwi Rachmina Msi selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Saudari Revina yang telah bersedia menjadi pembahas pada seminar hasil penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Iwan selaku ketua Pokdakan UPR Jumbo Lestari dan Bapak Wahyudin selaku Ketua Pokdakan Kubang Sejahtera dan Bapak Wagino SE selaku Penyuluh Perikanan Kecamatan Ciseeng yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah Abdul Rahman, Ibu Halimatussaadiah, Adik Afrita Maharani dan seluruh keluarga atas semua semangat dan dukungan doa yang tidak pernah berhenti. Terima kasih kepada Ricky Herdiyansyah yang selalu memberikan dukungan dan pertolongan di setiap waktu, menemani saya di waktu susah dan senang dan memberikan motivasi semangat. Terima kasih kepada teman teman agribisnis 47 yang telah memberikan dukungan dan senyuman semangat. Terima kasih kepada teman teman se-pembimbing yang telah memberikan semangatnya. Terima kasih kepada teman teman fasttrack yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama proses belajar di MSA 4. Terima kasih kepada kakak MSA 4 yang telah memberikan dukungan untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014

(9)

DAFTAR TABEL Studi Empiris Mengenai Ikan Lele

Studi Empiris Mengenai Usahatani Ikan Lele KERANGKA PEMIKIRAN

Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Pendapatan Ushatani Analisis Uji Beda Chi Square GAMBARAN UMUM DESA BABAKAN

Wilayah, Topografi dan Demografi Desa Babakan Gambaran Umum Demografis

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Komposisi Penduduk Berdasarkan Struktur Usia Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Gambaran Umum Bisnis Pembenihan Lele

Profil Kelompok UPR Jumbo Lestari

(10)

Tingkat Pendidikan Luas Lahan

Pengalaman Pembenih Lele Padat Tebar

Gambaran Umum Budidaya HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Usahatani Pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang Analisis Penerimaan Pembenih Lele Dumbo dan Sangkuriang Pengeluaran Pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang

Biaya Tunai

Biaya Non Tunai (diperhitungkan)

Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani dan R/C rasio Pembenih Lele Dumbo dengan Pembenih Lele Sangkuriang

Analisis Uji Beda Chi Square (X2) SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

26 26 27 28 28 29 34 34 34 35 36 38 39

(11)

1 Volume produksi perikanan Indonesia tahun 2008-2012 (ton) 2 Produksi perikanan budidaya kolam Indonesia 2009 2011 (ton) 3 Tujuh daerah penghasil ikan lele konsumsi terbesar di Indonesia

tahun 2011 (ton)

4 Perkembangan produksi ikan air tawar di Kabupaten Bogor tahun 2008 2012

5 Produksi perikanan unit pembenihan tahun 2010-2011 6 Luas produksi pengelolaan usaha pembudidaya ikan (Ha) 7 Data jumlah pembudidaya ikan menurut skala usaha 8 Contoh perhitungan pendapatan usaha

9 Komposisi peruntukan luas wilayah Desa Babakan Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor

10 Jumlah penduduk berdasarkan usia

11 Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok

12 Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Babakan Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor

13 Jumlah pembenih responden berdasarkan kriteria usia di Desa Babakan 14 Presentase tingkat pendidikan responden petani Lele Dumbo di UPR

Jumbo Lestari dan Sangkuriang di Kubang Sejahtera

15 Jumlah pembenih lele berdasarkan kriteria luasan rata rata pembenihan lele yang dimiliki tahun 2013

16 Jumlah pembenih responden berdasarkan kriteria pengalaman berusahatani benih Dumbo dan Sangkuriang

17 Jumlah pembenih lele berdasarkan padat tebar

18 Hasil panen dan penerimaan tunai pada usahatani pembenihan lele Dumbo dan Sangkuriang per hektar

19 Total biaya usahatani pembenihan lele Dumbo dan Sangkuriang per hektar 20 Komponen biaya tunai usahatani pembenihan lele Dumbo dan

Sangkuriang

21 Biaya non tunai usahatani pembenihan lele Dumbo dan Sangkuriang 22 Perbandingan R/C rasio pembenihan lele Dumbo dan Sangkuriang

(12)

1 Rencana tata waktu penelitian 2 Penerimaan penjualan

3 Biaya rata- rata pembenih lele 4 Biaya tenaga kerja

5 Biaya penyusutan

6 Karakteristik responden berdasarkan umur, luas lahan, tingkat pendidikan, pengalaman dan padat tebar

7 R/C tunai dan total per responden

8 Tingkat mortalitas pembenihan lele Dumbo dan Sangkuriang 9 Panduan wawancara penelitian di pokdakan pembenihan lele

48 49 51 52 53 54

(13)

Latar Belakang

Budidaya : 3.855.200 4.708.563 6.277.924 6.976.750 9.451.700 26.64

+=.+ut 9 =8A A=6 65 5 =7 5 6=6 7> > = < 9 @=? 65 > =? > <=< 7< < =< 8A=8 >5 @9 =5 >

(14)

dapat dibuktikan melalui jumlah produksi yang terus meningkat dari tahun 2009 2011 pada Tabel 2.

Tabel 2 Produksi perikanan budidaya kolam Indonesia 2009 2011 (ton)

Jenis Ikan Produksi (ton) Persentase per tahun (%)

2009 2010 2011

Mas 100.954 111.641 154.167 24.34 Nila 140.691 214.515 227.518 29.27 Gurame 42.572 55.331 62.476 21.44 Lele 137.808 236.764 330.687 55.74 Tawes 10.953 12.828 11.667 4.03 Tambakan 3.671 5.120 4.372 12.43 Mujair 9.423 12.257 11.849 13.39 Patin 70.064 104.975 155.889 49.16 Bawal 6.718 14.648 12.937 53.18

Sumber : KKP, 2012 (diolah)

Tabel 2 menunjukan produksi budidaya sembilan komoditas unggulan di Indonesia tahun 2009 2011. Komoditas lele memiliki presentase peningkatan produksi perikanan budidaya terbesar yaitu 55,74% dengan jumlah produksi tahun 2009 sebesar 137.808 ton, pada tahun 2010 sebesar 236.764 ton dan meningkat kembali pada tahun 2011 sebesar 330.687 ton.

Permintaan pasar akan lele juga cukup tinggi. Gunawan dan Harianto (2013) menyatakan bahwa permintaan lele di berbagai daerah, seperti di Jabodetabek membutuhkan 150 ton per hari yang membuktikan bahwa tingginya angka permintaan terhadap ikan lele konsumsi yang menyebabkan permintaan terhadap benih lele pun meningkat. Hal ini dikarenakan pembudidaya ikan lele konsumsi memerlukan pasokan benih yang berkesinambungan sebagai salah astu input kegiatan budidaya ikan lele konsumsi. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil ikan lele terbesar di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Tujuh daerah penghasil ikan lele konsumsi terbesar di Indonesia tahun 2011 (Ton)

No Provinsi 2011

1 Jawa Barat 110.527

2 Jawa Timur 57.174

3 Jawa Tengah 53.598

4 D.I Yogyakarta 23.208

5 Lampung 17.525

6 Sumatera Barat 14.129

7 Sumatera Utara 14.083

Sumber : KKP, 2012

(15)

penyumbang angka tersebut yaitu kabupaten Bogor dengan jumlah produksi sebesar 27.4 % atau 24.884 ton. Di samping itu, Kabupaten Bogor memiliki luas lahan sebesar 496.91 Ha dengan 63 mata air (Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2011).

Tabel 4 Perkembangan produksi ikan air tawar di Kabupaten Bogor tahun 2008 2012

Jenis

Produksi 2008 2009 2010 2011 2012

Presentase

25.087 28.743 36.062 56.577 75.022 32.38

Ikan Hias (ekor)

84.517 104.603 112.085 156.610 188.936 22.82

Pembenihan (ribu ekor)

744.600 847.112 920.352 1.378.015 2.053.080 30.28

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan (2013)

Tabel 4 menjelaskan produksi perikanan budidaya air tawar mengalami peningkatan selama periode 2008 2012 dengan tiga katagori yaitu ikan konsumsi, ikan hias dan pembenihan. Produksi ikan konsumsi meningkat setiap tahunnya dengan presentase sebesar 32,28%. Selain itu, produksi ikan hias juga mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan presentase sebesar 22,82%. Sedangkan untuk kegiatan pembenihan juga mengalami peningkatan produksi sebesar 30,28%.

Keunggulan komoditas lele lainnya yaitu dari sisi jumlah produksi benih lele yang mengalami peningkatan tahun 2010 sebesar 81.063,79 ton dan tahun 2011 sebesar 546.840 ton. Berikut data produksi perikanan unit pembenihan ikan lele dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 5 Produksi perikanan unit pembenihan Tahun 2010-2011

Jenis Ikan Produksi Persentase per tahun (%)

(16)

Tabel 5 menjelaskan bahwa pembenihan lele mengalami peningkatan yang lebih besar dibandingkan komoditas lainnya yakni sebesar 85.18% dari tahun 2010 sampai 2011. Hal ini menyebabkan pembenihan lele memiliki prospek yang besar untuk diusahakan. Oleh sebab itu, dengan penyediaan benih ikan dalam jumlah dan kualitas yang baik menyebabkan keberhasilan budidaya ikan dapat terpenuhi. Adapun sentra perikanan budidaya khusus pembenihan lele yaitu Kecamatan Ciseeng dengan total produksi pada tahun 2011 sebesar 202.580,91 ton (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2010)

Kondisi tersebut menunjukan bahwa terdapat peluang usaha pembenihan lele di Kecamatan Ciseeng. Menurut Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dalam membuat Rencana Kerja Tahunan Penyuluh mengatakan bahwa salah satu desa yang berpotensi untuk mengembangkan pembenihan lele yaitu Desa wBabakan dengan luas areal pembenihan lele 120 hektar dapat dilihat pada Tabel 6

Tabel 6 Luas produksi pengelolaan usaha pembudidaya ikan (Ha)

No Desa Luas Tanam

Luas Produksi

Lele Gurame Patin Nila Hias

1 Putat Nutug 81 75 3 2 1

2 Karikil 22 20 1 1

3 Cibeteung Udik

35 13 20 2

4 Babakan 131 120 2 5 1 3

5 Cibeutung Muara

18 8 5 5

6 Ciseeng 38 20 10 1 5

7 Kuripan 9 2 2 5

8 Cihoe 18 10 4 2 2

9 Cibentang 25 11 2 5

10 Parigi Mekar 35 15 5 2 5

Sumber : RKTP BP3K Wilayah Ciseeng (2012)

(17)

Tabel 7 Data jumlah pembudidaya ikan menurut skala usaha (orang) No Desa Pembenihan Pembesaran Ikan Hias

1 Putat Nutug 380 50 10

2 Karikil 60 50

3 Cibeteung Udik 85 35

4 Babakan 875 55 20

5 Cibeutung Muara 40 15

6 Ciseeng 120 140 30

7 Kuripan 10 40

8 Cihoe 42 75

9 Cibentang 80 55

10 Parigi Mekar 68 25 50

Jumlah 1760 540 110

Sumber : RKTP BP3K Wilayah Ciseeng (2012)

Adapun varietas lele yang dibudidayakan di Desa Babakan yaitu Dumbo dan Sangkuriang. Lele Dumbo sering dikenal dengan ikan lele berukuran besar. Jenis ini dikembangkan di desa babakan, kecamatan ciseeng karena lingkungan alamnnya cocok untuk membudidayakan ikan lele dumbo. Keunggulan keunggulan lain yang dimiliki lele dumbo adalah masa pemeliharaan yang cepat, siklus hidup cepat sehingga perputaran uang pun juga berlangsung cepat, benih relatif murah dan mudah diperoleh, serta permintaan pasar yang stabil (Nasrudin, 2010).

Sementara itu, lele sangkuriang merupakan varientas lele baru yang dibudidayakan di Desa Babakan. Varietas sangkuriang juga memiliki keunggulan diantaranya yaitu produksi telur yang lebih banyak yaitu 40.000 60.000 butir telur/kg bobot induk, penetasan telur sangkuriang lebih dari 90% dan juga tahan terhadap penyakit (Nasrudin, 2010). Hal ini menyebabkan beberapa petani pembenih lele dumbo yang beralih ke lele sangkuriang.

Perumusan Masalah

Desa Babakan merupakan salah satu desa di Kecamatan Ciseeng yang memiliki potensi di sektor perikanan dengan komoditas unggulannya yaitu lele. Komoditas lele yang dibudidayakan hanya sampai pada tahap pembenihan dengan dua varietas yang digunakan yaitu dumbo dan sangkuriang. Menurut Nasrudin (2010), pembenihan lele sangkuriang lebih menguntungkan dari pada dumbo dikarenakan lele sangkuriang memiliki produksi yang lebih tinggi, FCR yang lebih rendah, panen yang lebih cepat, daya tetas telur yang lebih tinggi dan tahan terhadap penyakit yang dibuktikan dari penelitiannya di Kampung Cibereum RT 01 RW 08 Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan.

(18)

Kubang Sejahtera dengan varietas sangkuriang namun jarang diberikan penyuluhan. Tidak hanya berbeda dari sisi varietas, akan tetapi juga dari sisi letak wilayahnya. Wilayah UPR Jumbo Lestari yang berada di hulu sungai, sementara Kubang Sejahtera berada di hilir sungai Desa Babakan yang ternyata dapat mempengaruhi kualitas air yang digunakan bagi kedua pokdakan tersebut. Perbedaan wilayah ini, ternyata juga mempengaruhi perlakuan padat tebar bagi kedua pokdakan tersebut. Padat tebar yang digunakan oleh UPR Jumbo Lestari yaitu 10.000 ekor per 300m2, sementara Kubang Sejahtera menggunakan padat

tebar 20.000 ekor per 300 m2.

Padahal, menurut SNI Nomor 01.6484.4-2000, padat tebar optimum yaitu 10.000 sampai dengan 15.000 ekor per 300 m2. Hal ini berbeda dengan padat tebar yang digunakan oleh Pokdakan Kubang Sejahtera dikarenakan wilayah yang berada di hilir sungai Desa Babakan. Penggunaan padat tebar dapat mempengaruhi tingkat mortalitas benih lele. Semakin banyak padat tebar per kolam, ruang gerak lele akan semakin sempit, kebutuhan pakan juga semakin meningkat. Jika kebutuhan pakan tidak tercukupi, maka benih lele akan memakan sesama lele atau biasa dikenal dengan sebutan kanibal.

Sementara itu, jika pemberian pakan pun terlalu banyak, benih lele akan mudah terserang penyakit dikarenakan air akan memiliki kadar asam yang tinggi. Hal ini akan menyebabkan tingkat mortalitas akan meningkat yang menyebabkan produksi menurun jika tidak sesuai dengan aturan SNI mengenai pembudidayaan pembenihan lele. Berdasarkan kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya analisis penerimaan, pengeluaran serta pendapatan dari hasil pembenihan tersebut. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana struktur penerimaan dan biaya dari usahatani pembenihan lele

dumbo dan sangkuriang di Desa Babakan?

2. Bagaimana tingkat pendapatan usahatni pembenihan lele dumbo dan sangkuriang di Desa Babakan?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis struktur penerimaan dan biaya dari usahatani pembenihan lele dumbo dan sangkuriang di Desa Babakan

2. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani pembenihan lele dumbo dan sangkuriang di Desa Babakan

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi peneliti diharapkan dapat berguna dalam pengembangan ilmu ekonomi pertanian

(19)

3. Bagi pemerintah diharapkan dapat menjadi motivasi dan memanfaatkan serta membantu untuk menggali potensi perikanan yang ada di Kabupaten Bogor

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perbandingan pendapatan usahatani pembenihan ikan lele dumbo dan sangkuriang bulan Desember sampai dengan Januari. Objek penelitian utama adalah petani pembenihan lele dumbo dan sangkuriang di Desa Babakan dengan mengambil sampel secara sensus.

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Komoditas Lele

Salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya yang potensial untuk dikembangkan yaitu lele (Clarias sp.). Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya berada di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat OPQturRS , yaitu

aktif bergerak mencari makanan di malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat - tempat gelap. Ikan lele biasanya memijah pada musim penghujan. Ikan lele banyak ditemukan di benua Afrika dan Asia. Ikan lele juga banyak ditemukan di Thailand, India, Philipina dan Indonesia (Hasanuddin Sanin dalam Djatmika et al 1986).

Jenis jenis ikan lele terbagi menjadi tiga yaitu ikan lele dumbo, sangkuriang dan lokal. Namun, penggunaan ikan lele paling banyak yaitu ikan lele dumbo dan sangkuriang. Ikan lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetika lele dumbo melalui silang balik antara induk lele dumbo betina kedua (F2) dengan induk lele dumbo jantan generasi keenam (F6). Ikan ini disebarkan petani setelah mendapat persetujuan Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 21 Juli 2004 (Simanjutak, 1989).

Secara umum morfologi ikan lele sangkuriang tidak memiliki perbedaan dengan ikan lele dumbo. Tubuh ikan lele sangkuriang mempunyai bentuk tubuh memanjang, berkulit licin, berlendir, dan tidak bersisik. Bentuk kepala menggepeng, dengan mulut yang relatif lebar, mempunyai empat pasang sungut. Ikan lele sangkuriang, memiliki tiga sirip tunggal yaitu sirip pinggang, sirip ekor dan sirip dubur. Sementara itu, sirip yang berpasangan ada dua yaitu sirip dada dan sirip perut. Pada bagian atas ruangan rongga insang terdapat alat pernapasan tambahan yang berbentuk seperti pohon yang penuh kapiler kapiler darah (Lukito, 2002)

Menurut (Nasrudin, 2010) keunggulan lele sangkuriang dibandingkan dengan lele dumbo yaitu dari sisi Fekunditas atau kemampuan memproduksi telur lele sangkuriang lebih banyak yaitu sekitar 40.000 60.000 butir telur/ kg bobot induk. Sedangkan lele dumbo hanya 20.000 30.000 butir telur/kg. Derajat penetasan telur lele sangkuriang >90%, sedangkan lele dumbo hanya >80%. Nilai

(20)

FCR nya lebih dari 1. Lele sangkuriang relatif lebih tahan terhadap penyakit, karena sangkuriang mampu meredam serangan bakteriTrichodinasp,Aeromonas hydrophilla, dan Ichthyopthirius sp. Sedangkan lele dumb lebih mudah mati terserang penyakit.

Studi Empiris Mengenai Ikan Lele

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan ikan lele memiliki kekhasan, yakni mudah untuk dibudidayakan, tidak banyak memerlukan air untuk hidup, dan harga relatif murah. Salah satu jenis ikan lele yang dibudidayakan petani adalah ikan lele Sangkuriang (Clarias sp). Usaha pembenihan Lele Sangkuriang merupakan usaha perikanan yang potensial mengingat banyaknya jumlah pembudidaya pembesaran yang mulai kesulitan dalam mencari benih (tokolan) Lele Sangkuriang bermutu baik (Fernando, 2011; Sutrisno, 2012).

Pembenihan ikan lele dumbo di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor dengan cara suntik memiliki nilai tukar yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara alami yaitu sebesar 212,73 di bulan Maret dan April 2007. Nilai tukar ini sudah memperhitungkan seluruh pendapatan dan pengeluaran rumah tangga pembudidaya benih ikan lele dumbo sehingga dapat disimpulkan bahwa pembudidaya benih ikan lele dumbo di Desa Babakan secara garis besar menggunakan cara suntik untuk memproduksi benih lele dikarenakan dapat memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan alami (Anggraeni, 2008). Selain itu, Wibawa (2008) menyatakan bahwa kondisi usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng masih berada kondisi

Increasing Return to Scale sehingga secara finansial dapat disimpulkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo layak untuk dilaksanakan.

Akan tetapi, usaha pembenihan lele dumbo juga memiliki risiko produksi diantaranya perubahan suhu ekstrim, kanibalisme, kesalahan pembudidaya dalam seleksi induk, musim kemarau, serangan hama dan penyakit yang dapat memicu kematian benih, kegagalan telur menetas dan penurunan produktivitas induk lele dumbo dalam menghasilkan telur. Hal ini menyebabkan tingkat kelangsungan hidup benih lele yang dibudidayakan masih relatif rendah (Finanda, 2011)

Usaha pembenihan lele di Sangkuriang Jaya menggunakan analisis

switching valueskenario penurunan produksi 30% menyebabkan usahata tersebut

berada pada ambang bats kelayakan dengan hasil NPV sebesar 0.00, Net B/C 1,00 dan IRR 7% denga artian usaha pembenihan lele layak dan menguntungkan. Berbeda halnya dengan usaha pembesaran ikan lele di Perusahaan Parakbada yang merupakan usaha yang paling sensitif terhadap perubahan parameter seperti penurunan harga jual output, penurunan produksi dan kenaikan total biaya pakan yang didasarkan pada analisisswitching value(Fernando, 2011; Sutrisno, 2012)

Studi Empiris Mengenai Usahatani Ikan Lele

(21)

merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam melakukan kegiatan usahatani. Tingkat pendapatan usahatani yang diperoleh petani berbeda beda tergantung dari jenis dan hasil produksi komoditas yang dihasilkan, penggunaan input produksi, harga input, dan harga output.

Pendapatan usahatani dapat menganalisis struktur penerimaan dan biaya dari usahatani dengan melihat karakteristik petani dari sisi skala usaha, produk yang dihasilkan dan penerapan teknologi budidaya. Metode yang digunakan dalam menganlisis pendapatan usahatani yaitu efisiensi usahatani, pendapatan usahatani dan analisis regresi. Analisis data yang digunakan berupa kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif meliputi keragaan usahatani, sementara analisis kualititatif meliputi analisis biaya, penerimaan dan R/C rasio. (Poetryani, 2011; Guntur, 2011)

Komponen yang perlu diperhatikan dalam menganalisis pendapatan usahatani yaitu penerimaan dan pengeluaran usahatani. Penerimaan usahatani merupakan nilai produk yang dihasilkan dikalikan dengan harga jualnya. Penerimaan usahatani terdiri dari penerimaan tunai dan diperhitungkan. Penerimaan tunai merupakan penerimaan dari hasil penjualan produk usahatani yang diterima langsung oleh petani. Penerimaan diperhitungkan merupakan produk yang disimpan atau dikonsumsi sendiri. Penelitian Guntur (2011) hanya menghitung penerimaan tunai usahatani saja, tanpa menghitung penerimaan diperhitungkan, karena hasil produksi petani dijual seluruhnya. Pendapatan tunai benih lele diperoleh dari jumlah produk benih yang dihasilkan dikalikan dengan harga jualnya.

Pengeluaran usahatani merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk melakukan kegiatan usahatani yang terdiri dari pengeluaran tunai dan diperhitungkan. Pengeluaran tunai terdiri dari biaya input produksi yang benar benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan biaya yang diperhitungkan meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan dan sewa lahan yang diperhitungkan (Guntur, 2011). Pengeluaran untuk biaya tunai memiliki presentase yang terbesar terhadap total pengeluaran usahatani (Sutrisno, 2012)

Setelah mengetahui nilai penerimaan dan pengeluaran usahatani, maka nilai pendapatan usahatani dapat diketahui. Pendapatan diperoleh dari selisih antara total penerimaan usahatani dengan total pengelauran usahatnai. Pendapatan usahatnai terbagi menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Hasil penelitian Guntur (2011) dan Sutrisno (2012) menunjukan bahwa pendapatan atas biaya tunai rata rata petani memiliki angka positif dan lebih dari nol. Hal ini menunjukan bahwa usahatani pembenihan ikan lele yang dilakukan secara tunai menguntungkan.

Pendapatan usahatani yang diterima oleh CV Jumbo Bintang Lestari selaku pembudidaya lele dumbo masih tergolong rendah dikarenakan biaya pembesaran yang cukup tinggi, penggunaan input input produksi yang kurang efisien seperti padat tebar benih yang terlalu banyak dan kurangnya pemberian pakan pelet dan pakan tambahan. Hal ini berbeda dengan permasalahan yang dihadapi oleh pembudidaya ikan bawal air tawar yang memperoleh pendapatan usahatani rendah dikarenakan rendahnya ketersedian benih berkualitas sehingga produksi yang dihasilkan rendah (Brajamusti, 2008; Finanda, 2011)

(22)

petani dengan biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C ratio yang lebih besar dari satu berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan, maka pendapatan yang diterima lebih dari satu rupiah. Nilai R/C terbagi menjadi dua yaitu R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Penelitian Guntur (2011) menunjukan nilai R/C untuk usahatani pembenihan lele atas biaya tunai dan biaya total lebih dari 1, menandakan bahwa usahatani pembenihan lele menguntungkan untuk diusahakan. Analisis pendapatan usahatani tidak hanya dilihat dari pendapatan usahataninya saja, namun juga perlu memperhatikan teknik budidaya yang dilakukan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa kegiatan budidaya pembenihan lele banyak mengalami kendala. Kendala ini menyebabkan faktor produksi yang diperoleh petani masih dibawah produksi potensial yang seharusnya dicapai.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Teoritis

Konsep Usahatani

Ilmu usahatani ialah ilmu yang mempelajari bagaimana sistem organisasi produksi di lapangan pertanian dalam mengorganisasikan, mengkoordinasikan, dan mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu dengan unsur unsur pokok usahatani adalah lahan, kerja, modal dan pengelolaan (Rahim dan Hastuti, 2008; Soekartawi, 2002)

Soekartawi (2006) memaparkan bahwa suatu usahatani dapat digambarkan lebih rinci sebagai berikut:

1. Pada setiap usahatani, akan selalu menjumpai lahan dalam luasan dan bentuk yang tertentu, unsur ini dalam usahatani mempunyai fungsi sebagai tempat diselenggarakan usaha bercocok tanam, pemeliharaan hewan ternak, dan tempat keluarga tani bermukim.

2. Pada usahatani juga akan dijumpai bangunan bangunan, seperti : rumah tempat tinggal keluarga tani, kandang ternak, gudang dan lumbung, sumur atau pompa air, dan pagar. Alat - alat pertanian, seperti bajak, cangkul, garpu, perang, sprayer, dan traktor. Sarana produksi (input), seperti : benih atau bibit, pupuk, obat obatan dan penyakit.

3. Pada usahatani terdapat keluarga tani yang terdiri dari petani, istri, dan anak anak, serta mertua, adik, ipar, keponakan, menantu dan pembantu. Semua merupakan sumber tenaga kerja usahatani bersangkutan.

4. Petani sendiri, selain menjadi tenaga kerja juga berfungsi sebagai pengella atau manager, yaitu orang yang berwenang memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan usahatani.

(23)

1. Tanah

Tanah merupakan faktor produksi yang penting karena tanah merupakan tempat usahatani secara keseluruhan dilakukan, yang tidak dapat diperbanyak, tidak dapat dipindah-pindahkan, serta dapat diperjualbelikan atau dipindahtangankan. Faktor tanah tidak terlepas dari pengaruh alam sekitarnya, yaitu curah hujan, sinat matahari, angin dan sebagainya (Suratiyah 2011). Tanah usahatani dapat berupa sawah, pekarangan dan tegalan. Tanah dalam usahatani dapat diperoleh dengan cara membeli, sewa, sakap, pemberian negara, warisan, wakaf atau dengan membuka lahan sendiri. Penggunaan tanah pun dapat dilakukan secara monokultur maupun tumpangsari (Hernanto, 1996) 2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah energi yang dicurahkan dalam suatu proses kegiatan untuk menghasilkan suatu produk (Shinta 2011). Tenaga kerja dalam usahatani dibedakan menjadi tenaga kerja manusia, ternak dan mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan atas pria, perempuan dan anak anak. Tenaga kerja usahatani dapat berasal dari dalam keluarga maupun luar keluarga, yang dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, kualitas dan kegiatan kerja, kesehatan, kecakapan (pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman), dan keadaan lingkungannya (Suratiyah 2011). Satuan kerja diperlukan untuk mengukur efisiensi, yaitu jumlah pekerjaan produktif yang berhasil diselesaikan oleh seorang pekerja. Untuk satu hari umumnya diperhitungkan delapan jam kerja (Hernanto, 1996)

3. Modal

Modal dapat digunakan untuk membeli sarana produksi serta untuk membiayai pengelolaan usahatani. Modal dalam usahatani adalah : (a) Tanah, (b) Bangunan bangunan, (c) Alat alat pertanian, (d) Tanaman, ternak dan ikan di kolam, (e) Sarana Produksi, (f) Piutang di Bank, dan (g) uang Tunai. Menurut sifatnya, modal dapat dibedakan menjadi dua yaitu modal tetap (tanah bangunan) dan modal bergerak (alat alat, bahan, uang tunai, dan lain-lain). Nilai dari modal tetap menyusut berdasarkan jenis dan waktu, sedangkan modal bergerak dianggap habis dalam satu periode produksi. Sumber pembentukan modal dapat berasal dari milik sendiri, pinjaman atau kredit, hadiah warisan, diperoleh dari usaha lain atau kontrak sewa (Hernanto 1996) 4. Manajemen (pengelolaan)

(24)

Adapun tipe unsur yang mempunyai kedudukan yang sama penting dalam usahatani dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Usahatani di Indonesia dapat diketahui dengan ciri ciri sebagai berikut (Soekartawi, et al, 1986) :

1. Sempitnya lahan yang dimiliki petani 2. Kurangnya modal

3. Pengetahuan petani yang masih terbatas secara kurang dinamis 4. Rendahnya pendapatan petani

Lahan usahatani dapat berupa pekarangan, tegalan, sawah, dan sebagainya yang diperoleh dengan cara membeli, menyewa dan bagi hasil atau menyakap. Sedangkan tenaga kerja berasal dari dua sumber yaitu tenaga kerja keluarga dan luar keluarga. Kebutuhan kerja untuk usahatani antara lain untuk membuat persemaian, mengolah lahan, mencangkul, menanam, menyiangi, memupuk, memelihara, memungut hasil dan sebagainya. Perbedaan kebutuhan kerja tersebut menyebabkan perlunya faktor konversi yang disetarakan berdasakan hari kerja. Sementara modal merupakan unsur lain yang dibutuhkan dalam kegiatan usahatani untuk kelancaran kegiatan. (Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja, 1983).

Adapun beberapa kendala yang dapat mempengaruhi produksi usahatani yaitu intern dan ekstern. Faktor intern terdiri dari kuantitas dan kualitas seperti lahan, tenaga kerja, dan modal. Sementara ekstern seperti pasar, tingkat harga produksi sampai pada hasil, tenaga kerja buruh dan sumber kredit, informasi teknologi mutakhir dan kebijaksanaan pemerintah yang menunjang.

Berdasarkan sudut pandang cara pengusahaan unsur unsur produksi dan pengelolaan, usahatani dapat dibedakan sebagai berikut (Rahim dan Hastuti, 2008) :

1. Usahatani perorangan (individual farm) dimana faktor produksi dimiliki oleh perorangan dengan kelebihan dapat bebas mengembangkan kreasinya, namun kelemahannya kurang efektif.

2. Usahatani kolektif (collective farm) dimana faktor produksi dikuasai oleh kelompok dengan hasilnya dibagi kepada anggota kelompoknya

3. Usahatani kooperatif (cooperative farm) yang merupakan bentuk peralihan dari usahatani perseorangan ke usahatani kolektif dengan faktor produksi dikuasai oleh kelompok dan kegiatan dilakukan bersama sama.

Berdasarkan polanya, usahatani dibedakan menjadi khusus, tidak khusus, dan campuran yang dilihat dari cabang dan batasan usahatani. Pola khusus dimana usahataninya hanya memiliki satu cabang, sementara pola tidak khusus dimana usahatani yang dijalankan memiliki dua atau lebih cabang usahatani dengan batas tegas. Berbeda halnya dengan pola campuran yang memiliki dua atau lebih cabang usahatani dengan batas tidak tegas.

Berdasarkan sifat dan coraknya, usahatani dibedakan menjadi subsisten dan komersil. Hasil panen yang digunakan untuk kebutuhan petani atau keluarganya sendiri tanpa melalui peredaran uang disebut sebagai usahatani subsisten. Sementara usahatani komersil yaitu keseluruhan panen dijual ke pasar atau melalui perantara maupun langsung ke konsumen.

(25)

Konsep Penerimaan Usahatani

Menurut Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa penerimaan total didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan usahatani yaitu nilai produk usahatani dalam jangka waktu tertentu yang berasal dari hasil kali produk dengan harga jual. Penerimaan usahatani terbagi menjadi dua yaitu penerimaan tunai dan tidak tunai.

Penerimaan tunai yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan pokok usahatani. Sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan nilai hasil produk yang tidak dijual, tetapi dikonsumsi sendiri, disimpan sebagai persediaan atau aset petani sehingga tidak memberika hasil dalam bentuk uang. Penerimaan tunai tidak mencakup pinjaman uang yang diperlukan untuk keperluan usahatani dan tidak mencakup yang berbentuk benda. Oleh karena itu, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai. Sumber penerimaan usahatani diperoleh dari pendapatan hasil, nilai hasil yang dikonsumsi keluarga, menyewakan, dan penjualan unsur unsur produksi, subsidi pemerintah dan penambahan nilai inventarisasi (Hernanto 1996)

Konsep Pengeluaran Usahatani

Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Menurut Soekartawi (2002) Biaya usahatani dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu Biaya tunai yang terdiri dari biaya tetap dan variabel yang dibayar tunai. Biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi seperti pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat alat bangunan pertanian dan bunga pinjaman. Biaya variabel yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi yaitu pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat obatan dan biaya tenaga kerja. Biaya tetap dan variabel merupakan bentuk struktur biaya usahatani. Biaya tunai pada pembenihan lele dumbo dan sangkuriang yaitu benih (ekor), pakan (sak), pupuk (kg), obat obatan, tenaga kerja luar keluarga (HOK).

Biaya diperhitungkan atau biaya tidak tunai yaitu pengeluaran secara tidak tunai oleh petani berupa faktor produksi yang digunakan oleh petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri yang digunakan untuk mengelola pembenihan lele, penggunaan tenaga kerja keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi investasi. Menurut Hernanto (1996) biaya tidak tunai digunakan untuk melihat manajemen suatu usahatani. Penyusutan nilai untuk alat pertanian yang digunakan juga termasuk kedalam pengeluaran tidak tunai. Nilai penyusutan diperoleh dari metode garis lurus (biaya penyusutan setiap tahun relatif sama hingga habis umur ekonomis). Metode ini digunakan dengan asumsi nilai sisa nol.

Konsep Pendapatan Usahatani

(26)

usahatani yang dapat dianalisis dengan anggaran arus uang tunai (Soekartawi et al, 1986).

Beberapa cara yang dapat digunakan dalam mengukur pendapatan usahatani melalui pendapatan bersih usahatani untuk mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani, penggunaan faktor faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau pinjaman yang dininvestasikan dan pendapatan tunai usahatani. Pendapatan bersih diperoleh dari penerimaan kotor berupa nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu yang dijual ataupun tidak dikurangi dengan pengeluaran total usahatani berupa nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Sementara pendapatan tunai usahatani yaitu penerimaan tunai usahatani berupa nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani dikurangi dengan pengeluaran tunai usahani berupa jumlah yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Analisis Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran (Soekartawi, et al, 1986) yaitu:

Perhitungan pendapatan usahatani dapat dinyatakan dalam persamaaan matematika sebagai berikut :

Itunai = NP BT

Itotal = NP (BT+BD)

Keterangan :

Itunai = Tingkat pendapatan bersih tunai

Itotal = Tingkat pendapatan bersih total

NP = Nilai Produk dan Nilai Diperhitungkan, merupakan hasil perkalian jumlah output dengan harga

BT = Biaya Tunai (pakan (sak), pupuk(kg), obat obatan (sachet), tenaga kerja luar keluarga (HOK))

BD = Biaya diperhitungkan (Penyusutan, sewa lahan dan tenaga kerja keluarga)

Biaya penyusutan berupa kolam ataupun alat-alat pembenihan dihitung dengan membagi nilai pembelian dikurangi nilai sisa yang dibagi dengan umur ekonomisnya. Metode yang digunakan menggunakan metode garis lurus. Rumus dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut:

Keterangan :

(27)

Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio)

Perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya yang merupakan keuntungan relatif dari suatu kegiatan usahatani berdasarkan perhitungan finansial disebut sebagai R/C ratio dimana pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi. Oleh karena itu, analisa pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan atau Revenue Cost Ratio. Apabila R/C rasio > 1 menyebabkan penerimaan yang diperoleh lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Sedangkan, R/C rasio < 1 menunjukan bahwa tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh. Return and Cost Ratio (R/C rasio) merupakan perbandingan antara nilai output dan inputnya Rumus analisis imbangan penerimaan dan biaya usahatani adalah sebagai berikut (Soekartawi, 2002; Sumiyati, 2006):

R/C rasio atas biaya tunai = TR / biaya tunai R/C rasio atas biaya total = TR / TC

Terdapat beberapa kriteria yang dapat ditunjukan dari hasil analisis R/C rasio, kriteria tersebut menunjukan tingkat keuntungan dari usahatani yang dilakukan, diantaranya:

a. R/C > 1, maka usahatani tersebut menguntungkan, karena setiap rupiah biaya yang dikeluarakan akan menghasilkan penerimaan sebesar lebih dari satu rupiah.

b. R/C = 1, maka usahatani tersebut dikatakan impas karena setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar satu rupiah. c. R/C < 1, maka usahatani tersebut dikatakan tidak menguntungkan karena setiap

satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar kurang dari satu rupiah.

Penilaian kelayakan tidak hanya dilihat dari nilai R/C rasio akan tetapi juga dilihat dari lamanya periode usaha berlangsung. Nilai R/C rasio lebih dari satu misalnya saja 1,5 dengan periode 1 bulan lebih menguntungkan dibandingkan dengan R/C rasio 1,5 untuk 3 bulan. Hal ini dikarenakan pada periode 1 bulan, keuntungan yang diperoleh sebesar 0,5 atau 50%, sementara pada periode 3 bulan keuntungan yang diperoleh sebesar 0,167 atau 16,7% yang menyebabkan periode 1 bulan lebih menguntungkan. Sehingga dapat dikatakan lamanya periode usaha juga mempengaruhi kelayakan usaha.

Kerangka Operasional

Penelitian mengenai analisis usahatani pembenihan lele dumbo dan sangkuriang di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Bogor. Desa Babakan memiliki potensi pengembangan pembenihan lele dumbo dan sangkuriang yang dapat dilihat dari kondisi alam yang mendukung dan kondisi sosial masyarakat yang mayoritas petani ikan lele.

(28)

sangkuriang yang dinilai dari total nilai produk yang dihasilkan dikali jumlah fisik output dengan harga yang terjadi dan alokasi biaya usahtani meliputi biaya sarana produksi yang habis terpakai, biaya penyusutan alat alat produksi, biaya tenaga kerja dan lainnya.

Desa Babakan mempunyai dua Pokdakan (Kelompok Pembudidaya Ikan) yang membudidayakan kedua varietas tersebut. UPR (Unit Pembenihan Rakyat) Jumbo Lestari dengan varietas dumbo, sementara Kubang Sejahtera dengan varietas sangkuriang. Tidak hanya berbeda dari sisi varietas, akan tetapi juga dari sisi letak wilayahnya. Wilayah UPR Jumbo Lestari yang berada di hulu sungai, sementara Kubang Sejahtera berada di hilir sungai Desa Babakan yang ternyata dapat mempengaruhi kualitas air yang digunakan bagi kedua pokdakan tersebut. Perbedaan wilayah ini, ternyata juga mempengaruhi perlakuan padat tebar bagi kedua pokdakan tersebut. Padat tebar yang digunakan oleh UPR Jumbo Lestari yaitu 10.000 ekor per 300m2, sementara Kubang Sejahtera menggunakan padat tebar 20.000 ekor per 300 m2.

Padahal, menurut SNI Nomor 01.6484.4-2000, padat tebar optimum yaitu 10.000 sampai dengan 15.000 ekor per 300 m2. Hal ini berbeda dengan padat tebar yang digunakan oleh Pokdakan Kubang Sejahtera dikarenakan wilayah yang berada di hilir sungai Desa Babakan. Penggunaan padat tebar dapat mempengaruhi tingkat mortalitas benih lele. Semakin banyak padat tebar per kolam, ruang gerak lele akan semakin sempit, kebutuhan pakan juga semakin meningkat. Jika kebutuhan pakan tidak tercukupi, maka benih lele akan memakan sesama lele atau biasa dikenal dengan sebutan kanibal.

Sementara itu, jika pemberian pakan pun terlalu banyak, benih lele akan mudah terserang penyakit dikarenakan air akan memiliki kadar asam yang tinggi. Hal ini akan menyebabkan tingkat mortalitas akan meningkat yang menyebabkan produksi menurun jika tidak sesuai dengan aturan SNI mengenai pembudidayaan pembenihan lele. Oleh sebab itu, terdapat perbedaan perlakuan dan penggunaan varietas antara kedua Pokdakan tersebut. Perbedaan tersebut kemudian dianalisis dengan melihat dari sisi penggunaan faktor produksi yang digunakan, sehingga dapat diketahui pula biaya yang dibutuhkan dan proporsi pengeluaran biaya di masing masing faktor produksi yang digunakan. Sementara, dari sisi produksi dapat diketahui jumlah prouduk yang dihasilkan setelah membudidayakan pembenihan lele yang dikalikan dengan harga jual sehingga dipeorleh penerimaan. Kemudian, hasil dari penerimaan dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan sehingga diperoleh pendapatan di masing masing Pokdakan.

(29)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Operasional

Perbedaan Perlakuan dan Penggunaan Input Lele Dumbo dan Sangkuriang pada Pembenihan Lele di Desa Babakan, Kecamatan

Ciseeng, Bogor

Analisis Perbandingan Usahatani

Output Pembenihan Lele

Penggunaan Faktor Produksi

Penerimaan Biaya

Pendapatan

Imbangan Penerimaan dan

Biaya

Tunai Total

Rekomendasi Usahatani Pembenihan Lele yang Memberikan Pendapatan Usahatani Tertinggi

Uji Beda Chi Square Faktor Produksi :

 Benih

 Pakan

 Pupuk

 Pestisida

 Plastik

 Karet

 Tenaga Kerja

(30)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Fokus penelitian pada Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) lele Dumbo di UPR Jumbo Lestari dan lele Sangkuriang di Pokdakan Kubang Sejahtera. Lokasi penelitian dipilih dengan metode sensus dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut konsisten di bidang komoditi lele sementara untuk lokasi Desa Babakan merupakan salah satu daerah sentra produksi pembenihan lele di Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2013 hingga Januari 2014

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder, baik data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung (observasi) dan wawancara langsung kepada pembenih lele dengan menggunakan alat bantu kuisioner yang telah diperispakan sebelumnya yang diajukan kepada responden terkait dengan pendapatan usahatani komoditi lele dumbo dan sangkuriang. data yag diperoleh dari hasil wawancara dengan pembenih responden menggunakan data usahatani yang dilakukan pada periode musim tanam Desember 2013 sampai dengan Januari 2014.

Data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari buku buku yang terkait komoditas pembenihan lele dan mempelajari hasil hasil penelitian yang relevan dengan topik usahatani. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari berbagai instansi terkait, yaitu Badan Pusat Statistik, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Wilayah Ciseeng Kabupaten Bogor, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor serta diperoleh dari literatur literatur yang relevan seperti buku, jurnal penelitian, internet.

Metode Pengumpulan Data

(31)

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa analisis kualitatif dan kuantitatif berdasarkan data primer dan sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian. Analisis kualititatif diuraikan secara deskriptif untuk mengetahui gambaran mengenai aktivitas usahatani pemebnihan lele dumbo dan penggunaan input produksi dalam usahatnai pemebnihan lele dumbo di Desa Babakan, Kecataman Ciseeng, Bogor.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan usahatani, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C analysis) dan analisis chi square untuk melihat variasi per individu. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pembenih responden dan diolah dengan bantuan kalkulator dan komputer Microsoft Excel 2013. Hasil pengolahan data primer disajikan dalam bentuk tabel yang kemudian diinterpretasikan dalam bentuk pembahasan.

Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis pendapatan usahatani. Usahatani merupakan kegiatan ekonomi untuk menghasilkan output (penerimaan) dengan input fisik, tenaga kerja dan modal sebagai korbanannya. Penerimaan total usahatani adalah semua input yang dikeluarkan dalam proses produksi. Pendapatan adalah selisis antara total penerimaan da total pengeluaran (Soekartawi, et al, 1986). Secatra matematis, penerimaan total, biaya dan pendapatan adalah :

TR = P*Q

TC = biaya tunai + biaya diperhitungkan Keuntungan atas biaya tunai = TR- biaya tunai Keuntungan atas biaya total = TR TC

Keterangan :

TR : Total penerimaan usahatani (Rp) TC : Total biaya usahatani (Rp)

: keuntungan usahatani (Rp) P : harga output (Rp/ekor) Q : jumlah output (ekor)

Penelitian ini menggunakan konsep penerimaan usahatani yang terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai diperoleh dari hasil kali produk dengan harga, sementara penerimaan diperhitungan diperoleh dari input input yang masih tersisa. Biaya usahatani terbagi menjadi dua yaitu tunai dan diperhitungkan dengan biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan dalam bentuk tunai dan digunakan untuk melihat seberapa besar likuiditas tunai yang dibutuhkan petani untuk menjalankan usahataninya, sedangkan biaya yang diperhitungkan yaitu biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh petani tetapi tidak dikeluarkan oleh petani namun tetap harus diperhitungkan dan digunakan untuk menghitung seberapa besar pendapatan petani jika penyusutan dan nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan.

(32)

Perhitungan biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus. Metode ini digunakan karena jumlah penyusutan alat tiap tahunnya dianggap sama dan diasumsikan tidak laku bila dijual (Soekartawi,et al, 1986).

Selain itu, untuk melihat keuntungan ekonomis perlu meneliti biaya dan

return dari output yang dihasilkan. Sehingga muncullah return and cost ratio

yang merupakan perbandingan antara nilai output dan inputnya atau perbandingan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu. R/C rasio atas biaya total dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu periode tertentu (Soekartawi,et al, 1986)

Rumus analisis imbangan penerimaan dan biaya usahatani adalah sebagai berikut:

R/C rasio atas biaya tunai = TR / biaya tunai R/C rasio atas biaya total = TR / TC

Keterangan :

TR : total penerimaan usahatani (Rp) TC : total biaya usahatani (Rp)

Jika nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > 1), maka menunjukan usaha tersebut menguntungkan begitu pula sebaliknya. Adapun contoh perhitungan pendapatan usaha dapat dilihat di Tabel 8

Tabel 8 Contoh perhitungan pendapatan usaha

No Uraian Satuan Per Siklus produksi

Per tahun produksi A Penerimaan Tunai (penjualan x harga) Kg

B Penerimaan diperhitungkan Rp C Penerimaan Total (A+B) Rp D Total Biaya Tunai Rp E Total Biaya diperhitungkan Rp F Total Biaya (D+E) Rp G Pendapatan atas biaya tunai (C-D) Rp H Pendapatan atas biaya total (C-F) Rp I R/C atas biaya tunai (C/D) -J R/C atas biaya total (C/F)

-Sumber : Soekartawi,et al(1986)

Analisis Uji Beda Chi Square

Pengujian hipotesis dengan X2 adalah hipotesis satu varians yang merupakan pengujian hipotesis suatu populasi yang didasarkan pada varians sample nya. Menurut Firdaus,et al(2011), langkah langkan pengujian hipotesis satu varians adalah:

(33)

Adapun hipotesis yang digunakan terhadap usahatani pembenihan lele dumbo dan sangkuriang yaitu :

Ho : Pembenihan lele dumbo dan sangkuriang tidak berbeda nyata R/C tunai dan R/C total

H1 : Pembenihan lele dumbo dan sangkuriang memiliki perbedaan R/C tunai dan R/C total

2. Menentukan taraf nyata dan nilai X2 ditentukan dengan derajat bebas (db) = n-1

Menurut Sumertajaya dan Mattjik (2013), taraf nyata yang digunakan untuk bidang sosial ekonomi yaitu 10%.

3. Menentukan kriteria pengujian sebagai berikut :

4. Menentukan nilai statistik uji sebagai berikut

Keterangan :

N = jumlah responden S = simpangan baku dumbo

= simpangan baku sangkuriang

5. Membuat kesimpulan yakni menyimpulkan Ho diterima atau ditolak. Jika Ho ditolak kesimpulan yang dapat diambil adalah nilai R/C rasio antara pembenihan lele dumbo dan sangkuriang berbeda (lebih besar atau lebih kecil) secara statistik. Namun apabila disimpulkan Ho diterima maka nilai R/C rasio antara pembenihan lele dumbo dan sangkuriang adalah sama secara statistik.

GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum Desa Babakan

Wilayah, Topografi dan Demografi Desa Babakan

(34)

1. Sebelah Utara : Desa Parigi Mekar dan Desa Ciseeng

2. Sebelah Selatan : Desa Tegal Kec. Kemang dan Desa Cibeuteung Udik Kec. Ciseeng

3. Sebelah Barat : Desa Putat Nutug dan Desa Cibeuteung Muara 4. Sebelah Timur : Desa Iwul Kec. Parung dan Desa Jampang Kec.

Kemang

Letak Desa Babakan berada pada ketinggian 100 m dari permukaan laut dengancurah hujan 24.533 mm/tahun, mempunyai kelembaban dengan suhu rata rata 27 32 derajat celcius. Kontur tanah berupa dataran rendah, berbukit dan bergunung gunung dengan kemiringan 20 derajat. Tabel 9 merupakan peruntukan luas wilayah Desa Babakan.

Tabel 9 Komposisi peruntukan luas wilayah Desa Babakan Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor

No Peruntukan Luas (Ha) Presentase (%)

1 Jalan 2.470 0,541

2 Sawah dan ladang 109.270 23,93

3 Empang 167.000 36,58

4 Pemukiman 160.760 35,22

5 Perkuburan 6.180 1,35

6 Lain lain 10.762 2,41

Jumlah 456.662 100

Sumber : Monografi Desa Babakan, 2013

Peruntukan empang memiliki presentase paling besar yaitu 36,58% yang digunakan untuk budidaya pembenihan lele yang menyebabkan Desa Babakan termasuk ke dalam kawasan minapolitan. Namun, peruntukan sawah dan ladang akan dialihfungsikan sebagai kolam atau tambak. Hal ini disebabkan karena berbagai pertimbangan seperti :

1. Rencana pengembangan kawasan minapolitan di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor

2. Lahan sawah dan ladang dianggap kurang produktif oleh masyarakatnya 3. Belum optimalnya peran kelembagaan tani

4. Belum optimalnya penanganan pasca panen dan peamsaran

(35)

Gambaran Umum Demografis

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Komposisi penduduk Desa Babakan menurut jenis kelamin pada tahun 2013 dapat digambarkan sebagai berikut, jumlah penduduk laki laki sebanyak 6.834 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 6292 jiwa. Dengan demikian berdasarkan gender dapat dikatakan jumlah pendudukan laki laki lebih besar yaitu 52.06% dibandingkan jumlah penduduk perempuan sebesar 47.94%.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Struktur Usia

Komposisi penduduk Desa Babakan berdasarkan usia pada tahun 2013 sangat bervariasi. Data tersebut juga memperlihatkan bahwa jumlah penduduk terbanyak berada pada usia 19 50 tahun. Jumlah penduduk usia produktif yaitu pada usia 19 50 tahun sebesar 6608 jiwa atau sekitar 50,34 persen. Jumlah penduduk berdasarkan usia dilihat pada Tabel 10

Tabel 10 Jumlah penduduk berdasarkan usia

No Golongan Usia (tahun) Jumlah (jiwa) Presentase (%)

1 0-6 1681 12,81

2 7-12 1218 9,28

3 13-18 2347 17,88

4 19-50 6608 50,34

5 51-79 771 5,87

6 >80 501 3,82

Jumlah 13126 100

Sumber : Monografi Desa Babakan 2013

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

(36)

Tabel 11 Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok No Bidang Usaha Jumlah (jiwa) Presentase (%)

1 Petani 1045 25,30

2 Pengusaha 74 1,79

3 Pengrajin 233 5,64

4 Buruh Bangunan 223 5,39

5 Buruh Industri 1032 24,99

6 Pedagang 1226 29,69

7 Pengemudi/jasa 32 0,77

8 Pegawai Negeri Sipil 191 4,62

9 TNI/POLRI 6 0,15

10 Pensiunan 67 1,62

11 Lain lain 1 0,02

Jumlah 4130 100

Sumber : Monografi Desa Babakan 2013

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Sektor pendidikan merupakan salah satu program prioritas pembangunan selain pertanian dan perikanan. Hal ini tidak terlepas dari kondisi tingkat pendidikan masyarakat yang relatif masih rendah terbukti dengan presentase pendidikan tertinggi di Desa Babakan sebesar 27,31% yang merupakan tamatan SD. Padahal kualitas SDM masyarakat merupakan faktor determinan dalam keberhasilan pembangunan.

Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Babakan secara umum masih relatif rendah yang dapat dilihat pada Tabel 13

Tabel 12 Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Babakan Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor

No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Presentase (%)

1 Buta huruf 18 0,14

2 Belum Sekolah 1452 11,06

3 Tidak Tamat Sekolah 2431 18,52

4 Tamat SD 3585 27,31

5 Tamat SMP 2990 22,78

6 Tamat SMA 2435 18,55

7 Tamat Diploma 119 0,91

9 Tamat Sarja 88 0,67

10 Tamat Master 8 0,06

Jumlah 13126 100

Sumber : Monografi Desa Babakan, 2013

(37)

kemampuan sumber daya manusianya dalam menyerap teknologi baru. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menyerap teknologi baru.

Gambaran Umum Bisnis Pembenihan Lele

Kelompok UPR Jumbo Lestari

Kelompok UPR (Unit Pembenihan Rakyat) Lele Jumbo Lestari merupakan keompok pembudidaya ikan yang bergerak di bidang agribisnis budidaya perikanan khususnya untuk komoditi ikan Lele Dumbo mulai yang dikhususkan untuk pembenihan lele. UPR ini merupakan gabungan atau sebuah kelompok tani yang secara bersama sama melakukan budidaya dengan menghasilkan benih secara mandiri, sehingga ketersediaan benih ikan tidak lagi tergantung kepada pemerintah yang dahulu ditangani oleh Unit Pembenihan Pemerintah (UPP).

Ketika memasuki tahun 2009, akhirnya UPR Jumbo Lestari mampu untuk bergerak mandiri dan kolam yang dimiliki total yaitu 21 kolam tanah dengan masing masing luasannya mencapai 300 m2 sampai dengan 500 m2. Ketika

tahun 2012, kelompok UPR Jumbo Lestari sudah memiliki kolam sebanyak 139 kolam dengan luas lahan secara keseluruhan mencapai 50.000 m2 yang terbagi atas 15 kolam terpal, 117 kolam tanah, 5 kolam induk dan 2 kolam tembok untuk sortasi. Sedangkan untuk kegiatan organisasinya, UPR Jumbo Lestari telah ditunjang dengan pengorganisasian yang baik mulai dari ketua, wakil ketua, bendahara, hingga anggota kelompok yang berjumlah 15 orang.

Pencapaian yang baru saja diraih kelompok ini yaitu dipilihnya kelompok UPR Jumbo Lestari sebagai tempat pelatihan budidaya perikanan bagi masyarakat dalam rangka program P2MKP atau Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan yang diselenggarakan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan pada Tahun 2012. Dalam program P2MKP ini kelompok UPR Jumbo Lestari diharapkan mampu memberikan pengetahuan bagi masyarakat sekitar sebagai peserta tentang bagaimana teknik budidaya ikan Lele Dumbo yang baik sehingga diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya di wilayah Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng.

Kelompok Kubang Sejahtera

(38)

hektar. Tingkat pendidikan para anggota Kubang Sejahtera yaitu tamatan Sekolah Dasar.

Karakteristik Pembenih Lele

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan usahatani yaitu faktor internal berupa karakteristik dari pembenih lele. Kinerja pembenih sebagai pengelola akan mempengaruhi hasil usahatani. Pembenih lele yang dijadikan responden berjumlah 20 orang yang terdiri dari 15 pembenih lele dumbo dan 5 pembenih lele sangkuriang. Karakteristik pembenih yang dilihat meliputi umur, luas lahan, tingkat pendidikan, tingkat pengalaman dan padat tebar (Lampiran 6)

Umur Pembenih Lele

Berdasarkan umur, pembenih lele yang mengusahakan benih dumbo dan sangkuriang dibagi menjadi lima kelompok angkatan kerja yang diperoleh dari perhitungan statistik penentuan kelas sampel berdasarkan umur. Jumlah dan presentase pembenih responden lele dan dumbo dari masing masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 13

Tabel 13 Jumlah pembenih responden berdasarkan kriteria usia di Desa Babakan No Kelompok

Jumlah 15 100 5 100

Tabel 13 menjelaskan responden pembenih lele dumbo dan sangkuriang yang melakukan kegiatan usahatani pembenihan sebagian besar didominasi oleh pembenih berusia 34 tahun sampai dengan 45 tahun. Kriteria umur tersebut masuk dalam rentang usia produktif yaitu antara 30 sampai dengan 50 tahun.

Tingkat Pendidikan

(39)

Tabel 14 Presentase tingkat pendidikan responden Petani Lele dumbo di UPR Jumbo Lestari dan Sangkuriang di Kubang Sejahtera

No Tingkat

Jumlah 15 100 5 100

Menurut Mosher (1965), pembenih berperan sebagai pengelola yang berhadapan dengan berbagai alternatif yang harus diputuskan dan harus dipilih untuk diusahakan. Beberapa hal yang harus diputuskan diantaranya yaitu menentukan cara cara produksi, menghadapi persoalan tentang biaya, mengusahakan permodalan dan sebagainya. Jika pembenih memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka petani akan mudah mengadposi teknologi dan hal hal baru dalam kegiatan usahatani yang dapat meningkatkan produktivitas serta pendapatan usahatani.

Luas Lahan

Lahan pembenihan lele dumbo dan sangkuriang yang dimiliki oleh seluruh pembenih responden merupakan lahan milik sendiri. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, tidak ada satupun responden yang status lahannya adalah lahan sewa. Status kepemilikan lahan yang seluruhnya adalah milik sendiri memudahkan petani untuk menerapkan teknologi baru pada usahatani yang dijalankan. Tabel 15 menjelaskan jumlah petani responden pembenih lele dumbo dan sangkuriang berdasarkan kriteria luas lahan atas pembenihan lele yang dimiliki. Data yang diperoleh menunjukan bahwa responden pembenihan lele baik pembenih lele dumbo ataupun sangkuriang didominasi oleh golongan pembenih berlahan sempit.

Tabel 15 Jumlah pembenih lele berdasarkan kriteria luasan rata- rata pembenihan lele yang dimiliki tahun 2013

Luas lahan

(40)

Pengalaman Pembenih Lele

Menurut Mosher (1965) pengalaman dapat mempengaruhi petani atau pembenih dalam proses pengambilan keputusan dalam kegiatan usahatani yang dijalankan. Dari total 20 orang responden pembenih lele, jumlah terbesar (40 persen) dari 15 orang pembenih lele dumbo dan (40 persen) dari 5 orang pembenih lele sangkuriang memiliki pengalaman berusahatani 22 sampai 26 tahun. Tabel 16 menjelaskan jumlah pembenih responden dumbo dan sangkuriang jika dilihat dari kriteria lama pengalaman berusahatani.

Tabel 16 Jumlah pembenih responden berdasarkan kriteria pengalaman berusahatani benih Dumbo dan Sangkuriang

Pengalaman Bertani (tahun)

Pembenih Dumbo(orang)

Presentase Dumbo (%)

Pembenih Sangkuriang

(orang)

Presentase Sangkuriang

(%)

a. 12 16 - - 1 20

b. 17 21 5 33,3 1 20

c. 22 26 6 40 2 40

d. 27 31 3 20 1 20

e. 32 36 1 6,7 -

-Total 15 100 5 100

Sumber : UPR Jumbo Lestari dan Kubang Sejahtera (2013)

Tabel 16 menunjukan lamanya responden berusahatani di bidang pembenihan lele baik dumbo ataupun sangkuriang. Pengalaman berusahatani yang dimiliki pembenih lele menunjukan lamanya pembenih berkecimpung dalam usahatani pembenihan lele. Semakin lama pengalaman berusahatani maka dapat disimpukan bahwa pembenih sudah memahami betul teknik budidaya dalam kegiatan usahatani yang dijalankan.

Padat Tebar

(41)

Tabel 17 Jumlah pembenih lele berdasarkan kriteria padat tebar Padat Tebar Jumlah Responden (orang) Presentase (%)

Dumbo Sangkuriang Dumbo Sangkuriang

10.000 13 2 86,7 40

20.000 2 3 13,3 60

Total 15 5 100 100

Tabel 17 menunjukan padat tebar yang digunakan oleh pembenih lele dumbo dan sangkuriang. Dari total pembenih dumbo 15 orang, jumlah terbesar 86,7 persen atau 13 orang terdapat pada pembenih dumbo yang menggunakan padat tebar 10.000 per petaknya. Lain hal nya dengan pembenih lele sangkuriang, yang menggunakan padat tebar yang lebih banyak menggunakan teknik padat tebar 20.000 per petaknya yaitu sebesar 60 persen dari 5 orang pembenih lele sangkuriang. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia No 01-6484.4-2000 tentang produksi benih ikan lele kelas sebar, padat tebar optimum untuk pendederan dua dengan benih ukuran 1-3 cm yaitu 10.000 15.000 ekor per 300 m2, sementara faktanya, Pokdakan Kubang Sejahtera 60 persen menggunakan padat tebar 20.000 ekor.

Gambaran Umum Budidaya Pembenihan Lele Dumbo dan Sangkuriang di Desa Babakan

Kegiatan yang dilakukan pembudidaya dalam proses budidaya pendederan ikan lele ini meliputi tahap persiapan kolam, penebaran benih, pemeliharaan kolam, panen dan pemasaran. Kegiatan budidaya sangat penting dalam usahatani karena dapat menentukan jumlah output yang dihasilkan.

Persiapan Kolam

(42)

Pengapuran

Kegiatan pengapuran dilakukan dengan cara memberikan kapur yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas air terutama pH dan menghilangkan bibit penyakit. Kegiatan pengapuran diawali dengan mengeringkan tanah selama dua hari sampai denan kondisi tanah retak retak, kemudian kapur ditebarkan ke seluruh kolam yang sudah retak - retak tersebut. Untuk proses pengapuran, dosis yang diberikan oleh pembudidaya rata-rata sekitar 0,02 kg per m2. Setelah kurang lebih dua jam, tanah yang sudah diberi kapur, kemudian dibalikkan dengan tujuan menstabilkan pH tanah pada kondisi keasaman tujuh sampai delapan. Tujuan pengapuran yaitu menghilangkan penimbunan dan pembusukan bahan organik selama pemeliharaan awal dan mencegah penurunah pH. Bakteri dan jamur pembawa penyakit juga akan mati jika diberi kapur karena bakteri atau jamur sulit bertahan hidup pada pH tersebut. Kapur yang digunakan di lokasi penelitian yaitu kapur dolomite dengan dosis 500 gram/m2. Tujuan lain pengapuran yaitu memberantas hama, penyakit dan memperbaiki kualitas tanah. Jika kolam memiliki ph rendah, dapat diberikan kapur lebih banyak, dan sebaliknya jika tanah sudah cukup baik maka pemberian kapur hanya bertujuan untuk memberantas hama penyakit. Akan tetapi di lokasi penelitian, petani jarang melakukan kegiatan pengapuran.

Pemupukan

Kegiatan pemupukan dilakukan agar plankton yang menjadi pakan alami benih ikan lele dapat tumbuh lebih subur. Pemupukan dilakukan menggunakan pupuk kandang yang disebut postal dengan dosis rata-rata 0,36 kg per m2. Fungsi utama pemupukan untuk memberikan unsur hara bagi tanah, memperbaiki struktur tanah dan menhambat peresapan air pada tanah yang tidak kedap air. Penggunaan pupuk untuk dasar kolam sangat tepat karena mengandung unsur unsur mineral penting dan asam asam organik utama memberikan bahan bahan yang diperlukan untuk peningkatan kesuburan lahan dan pertumbuhan plankton.

Pengelolaan Air

(43)

Penebaran Benih

Penebaran benih lele biasanya dilakukan setelah kondisi kolam telah banyak ditumbuhi plankton. Benih yang ditebar pada usaha pendederan ikan lele di Kecamatan Ciseeng ini biasanya disesuaikan dengan keinginan pembudidaya. Suatu usaha disebut sebagai usaha pendederan apabila benih hasil panen bukan untuk konsumsi.

Pembudidaya lele di Kecamatan Ciseeng tidak memiliki patokan yang pasti untuk padat penebaran dan hanya mendasarkannya pada pengalaman. Padat penebaran untuk benih ikan lele ini berkisar antara 10.000 sampai 15.000 ekor per 300 m2. Waktu penebaran benih biasanya dipilih pagi atau sore hari dengan alasan cuaca tidak terlalu panas dan menghindari stress pada benih sehingga ketika esok harinya diberikan pakan, nafsu makan ikan akan meningkat. Sebelum ditebarkan ke kolam, benih di aklimatisasi dulu (perlakuan penyesuaian suhu) denan cara memasukan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari wadah angkut benih menuju lingkungan yang baru yaitu kolam. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilakukan diatas permukaan air kolam dimana wadah benih mengapung diatas air.

Pemeliharaan

Proses pemeliharaan pada usaha pendederan ikan lele yang dilakukan pembudidaya di Kecamatan Ciseeng ini biasanya berlangsung selama 25 30 hari. Selama masa pemeliharaan, kegiatan utama yang dilakukan pembudidaya adalah pemberian pakan tambahan. Pemberian pakan tambahan biasanya dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi hari dan sore hari. Proses pemberian pakan tambahan harus dilakukan secara teratur sebab benih lele memiliki kecenderungan untuk bersifat kanibal bila kekurangan makanan.

Selama 15 20 hari pertama, benih lele biasanya diberi pakan tambahan berupa postal yang terbuat dari kotoran ayam yang sekaligus berfungsi sebagai pupuk. Untuk selanjutnya pakan tambahan yang diberikan berupa kombinasi antara postal dengan pelet. Selain itu selama masa pemeliharaan, pembudidaya juga melakukan kegiatan seperti pembersihan kolam dari hama serta mengontrol ketinggian air. Ketinggian air ini perlu dijaga agar benih tidak perlu berenang terlalu jauh untuk mendapatkan makanan.

Dalam sub-sistem produksi, para petani budidaya pembenihan ikan lele dapat menggunakan sistem pembenihan ikan secara alami atau secara buatan dengan penyuntikan. Lele sudah dapat dipijahkan secara alami. Namun demikian banyak orang yang lebih suka memijahkan dengan cara buatan ( disuntik ) karena penjadwalan produksi dapat dilakukan lebih tepat.

Gambar

Gambaran Umum Budidaya
Tabel 2 Produksi perikanan budidaya kolam Indonesia 2009 � 2011 (ton)
Tabel 5 Produksi perikanan unit pembenihan Tahun 2010-2011
Tabel 7 Data jumlah pembudidaya ikan menurut skala usaha (orang)
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa dalam rangka menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan peningkatan hasil belajar antara kelompok PBL dengan kelompok IBL untuk siswa Kelas VIII SMP. Negeri 1

Kedua aspeknya baik penggalian budaya lokal yang terikat lokalitas geografis dan industri pariwisata pada era global masing-masing menjadi persoalan yang saling terkait yang

[r]

Meskipun terpampang jelas dan nyata pada UU no 32 tahun 2002 bahwa frekuensi adalah milik kita sebagai publik dan media harus menggunakannya untuk kepentingan

Adapun tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah, untuk Mengetahui Hubungan Pendidikan Akhlak dengan Perilaku Keagamaan Siswa Kelas X SMK Tunggal Cipta Manisrenggo Klaten?.

Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif melalui tahapan observasi dan wawancara, karena dengan metode ini bisa dengan jelas mengungkap tentang