• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Penggunaan/Tutupan Lahan Tahun 1990-2005 dan Proyeksi Perubahan Tahun 2020-2035 di Kawasan Jabodetabek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Penggunaan/Tutupan Lahan Tahun 1990-2005 dan Proyeksi Perubahan Tahun 2020-2035 di Kawasan Jabodetabek"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN PENGGUNAAN/TUTUPAN LAHAN

TAHUN 1990-2005 DAN PROYEKSI PERUBAHAN

TAHUN 2020-2035

DI KAWASAN JABODETABEK

GHERA LOZY ELIO HAKIM

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Penggunaan/Tutupan Lahan Tahun 1990-2005 dan Proyeksi Perubahan Tahun 2020-2035 di Kawasan Jabodetabek adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 2014

Ghera Lozy Elio Hakim

(4)

ABSTRAK

GHERA LOZY ELIO HAKIM. Perubahan Penggunaan/Tutupan Lahan Tahun 1990-2005 dan Proyeksi Perubahan Tahun 2020-2035 di Kawasan Jabodetabek. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan DIAR SHIDDIQ.

Pertumbuhan penduduk dan kebutuhan aktivitas ekonomi yang cepat di kawasan Jabodetabek menyebabkan bertambahnya kebutuhan akan ruang. Masyarakat cenderung mengubah penggunaan lahan ke penggunaan lahan yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan/tutupan lahan di Jabodetabek tahun 1990 hingga 2005, menganalisis pola perubahan penggunaan/tutupan lahan di Jabodetabek tahun 1990 hingga 2005 dan melakukan prediksi penggunaan/tutupan lahan Jabodetabek tahun 2020 serta 2035. Penelitian menunjukan bahwa pada tahun 1990, 1995, dan 2005 penggunaan/tutupan lahan di wilayah Jabodetabek didominasi oleh sawah yaitu masing-masing sebesar 256.757 Ha (37,7%), 258.638 Ha (37,9%), dan 254.670 Ha (37,4%). Lahan sawah merupakan penggunaan lahan yang mengalami konversi terbanyak dalam rentang waktu 1990-2005. Penggunaan/tutupan lahan yang meningkat antara tahun 1990 hingga 2005 yaitu lahan terbangun seluas 92.604 Ha. Pada tahun 2020 lahan di Jabodetabek diperkirakan masih akan didominasi sawah namun disertai dengan luas lahan terbangun yang hampir sama luasnya, sedangkan pada tahun 2035 diperkirakan lahan terbangun akan mendominasi total luas lahan di Jabodetabek. Penggunaaan/tutupan lahan berupa hutan, pertanian non sawah, sawah, dan badan air cenderung mengalami penurunan sejak tahun 2005, pada sisi lain penggunaan/tutupan lahan berupa lahan terbangun untuk tahun 2020 dan 2035 akan terus meningkat. Pola perubahan penggunaan lahan di Jabodetabek yang terbesar yaitu perubahan lahan sawah ke arah lahan terbangun.

(5)

ABSTRACT

GHERA LOZY ELIO HAKIM. Land Use/Cover Changes 1990-2005 and Trend Forcast for 2020-2035 in Jabodetabek Region. Supervised by ERNAN RUSTIADI and DIAR SHIDDIQ.

Rapid population and economic activities growths in Jabodetabek cause more demand for urbanization. People tend to convert their land to land uses that provide higher land rent. This research aims to describe land use/cover change in the Jabodetabek region from 1990 to 2005, to analyze the spatial pattern of land use/cover changes in the Jabodetabek region from 1990 to 2005, and to forecast the land use/cover for 2020 and 2035. The results of this study show that the land use/cover in 1990, 1995, and 2005 was dominated by paddy field, which were respectively 256.757 Ha (37.7%), 258.638 ha (37.9%), and 254.670 ha (37.4%). In that period, the paddy field was also experiencing the largest land use/cover conversion into other uses. Meanwhile, the built-up area experiencing the largest increase, reached 92.604 ha in 2005. Jabodetabek area in 2020 is expected to be dominated by paddy fields as well as as up, whereas in the year 2035, built-up area to be the largest land use/cover areas in Jabodetabek region. Forest area, water bodies, paddy field as well as other agricultural uses will continue to decrease since 2005. On the other side, in the built up 2020 and 2035 the built up areas will continue to increase. The largest type of land use/cover change in Jabodetabek region is the conversion of paddy field in built-up area.

(6)
(7)

PERUBAHAN PENGGUNAAN/TUTUPAN LAHAN

TAHUN 1990-2005 DAN PROYEKSI PERUBAHAN

TAHUN 2020-2035

DI KAWASAN JABODETABEK

GHERA LOZY ELIO HAKIM

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Perubahan Penggunaan/Tutupan Lahan Tahun 1990-2005 dan Proyeksi Perubahan Tahun 2020-2035 di Kawasan Jabodetabek.

Nama : Ghera Lozy Elio Hakim

NIM : A14080032

Disetujui oleh,

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, M.Sc Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr Pembimbing I

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Perubahan Penggunaan/Tutupan Lahan Tahun 1990-2005 dan Proyeksi Perubahan Tahun 2020-2035 di Kawasan Jabodetabek”

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya.

2. Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr dan Diar Shiddiq, SP. MSi , atas teladan, bimbingan, ide, kritik, saran, kesabaran, motivasi dan ilmu yang diajarkan selama penulis menempuh pendidikan.

3. Dr Khursatul Munibah, M.Sc sebagai penguji atas kritik dan sarannya. 4. Ir. La Ode Syamsul Iman, M.Si yang telah membimbing serta membantu

dalam menyelesaikan penelitian.

5. Kedua orang tua atas perhatian, kasih sayang, kesabaran, motivasi, pengorbanan dan doa yang tidak pernah putus.

6. Kakak dan adik tersayang atas segala dukungannya.

7. Rekan-rekan MSL‟45, Tutuk, Dini, Galih, fuad, Imam, wisma Panjen dan teman-teman seperjuangan lainnya untuk kebersamaan dan dukungannya. 8. Annisa Fitria Rachim yang telah memberikan motivasi dan dukungannya. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

Bogor, 2014

(11)

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODOLOGI PENELITIAN 6

Waktu dan Tempat 6

Jenis Data dan Sumber Data 6

Metode Penelitian 7

KEADAAN UMUM 10

Letak dan Lokasi Penelitian 10

Sosial Ekonomi 10

Keadaan Iklim dan Tanah 12

Geologi dan Geomorfologi 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Penggunaan / Tutupan Lahan Wilayah Jabodetabek 12 Perubahan Penggunaan/Tutupan Lahan Jabodetabek 16

Pola Perubahan Penggunaan Lahan 25

Prediksi Penggunaan Lahan Jabodetabek tahun 2020 dan tahun 2035 29

SIMPULAN DAN SARAN 33

Simpulan 33

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 36

(12)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian 7

2 Hasil pengamatan citra Landsat 13

3 Luas penggunaan Lahan Jabodetabek 14

4 Penggunaan/Tutupan lahan Jabodetabek tahun 1990-1995 17 5 Penggunaan lahan Jabodetabek tahun 1995-2005 19 6 Luas perubahan penggunaan lahan tahun 1995-2005 20

7 Jumlah Penduduk Jabodetabek 25

8 Perubahan penggunaan lahan Jabodetabek tahun 1990-2005 27 9 Prediksi perubahan penggunaan/tutupan lahan Jabodetabek tahun

2005-2020 berdasarkan proporsi perubahan 1990-2005 30 10 Prediksi perubahan penggunaan/tutupan lahan Jabodetabek tahun

2020-2035 berdasarkan proporsi perubahan 1990-2005 31

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir metode penentuan peta penggunaan lahan 8 2 Diagram alir analisis perubahan penggunaan/tutupan lahan 9

3 Peta administrasi Jabodetabek 11

4 Grafik Dinamika Perubahan Lahan Jabodetabek Tahun 1990-2005 15 5 Peta Penggunaan/Tutupan Lahan Jabodetabek Tahun 1990,1995,

dan 2005 15

6 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Jabodetabek Tahun 1990-1995 18 7 Peta Perubahan Penggunaan Lahan Jabodetabek Tahun 1995-2005 21 8 Grafik Dinamika Perubahan Lahan Jabodetabek Tahun 1990, 1995,

(13)

9 Grafik total penambahan dan pengurangan tutupan lahan wilayah

Jabodetabek tahun 1990-1995 24

10 Grafik total penambahan dan pengurangan tutupan lahan wilayah

Jabodetabek tahun 1995-2005 24

11 Bagan alir pola perubahan Jabodetabek tahun 1990-1995

Berdasarkan dua perubahan terbesar 26

12 Bagan alir pola perubahan Jabodetabek tahun 1995-2005 berdasarkan

dua perubahan terbesar 27

13 Bagan alir pola perubahan Jabodetabek tahun 1990-2005 berdasarkan

dua perubahan terbesar 29

14 Luas pola perubahan Jabodetabek tahun 1990-2035 berdasarkan lima

perubahan terbesar 32

15 Grafik perubahan luas penggunaan/tutupan lahan Jabodetabek tahun

1990-2035 berdasarkan proporsi perubahan 1990-2005 32 16 Grafik Dinamika Perubahan Lahan Jabodetabek Tahun 1990-2035 33

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel Nilai Akurasi Klasifikasi Penggunaan Lahan Jabodetabek

Tahun 1990 37

2 Tabel Nilai Akurasi Klasifikasi Penggunaan Lahan Jabodetabek

Tahun 1995 39

3 Tabel Nilai Akurasi Klasifikasi Penggunaan Lahan Jabodetabek

Tahun 2005 43

4 Nilai Kappa Peta Perubahan Penggunaan Lahan Jabodetabek

1990-1995 45

5 Nilai Kappa Peta Perubahan Penggunaan Lahan Jabodetabek

1995-2005 47

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan penggunaan lahan adalah bentuk peralihan dari penggunaan lahan sebelumnya ke jenis penggunaan lahan lainnya, dimana luas dan lokasi penggunaan lahan tertentu berubah pada kurun waktu tertentu. Proses perubahan pengunaan/tutupan lahan umumnya bersifat irreversible. Pengaturan penggunaan/tutupan lahan di suatu wilayah ditetapkan melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi/Kabupaten/Kota. Pada RTRW terdapat rencana-rencana tentang pemanfaatan ruang. Namun pada kenyataannya masih banyak terjadi inkonsistensi pemanfaatan ruang. Lufitayanti (2013) menyatakan inkonsistensi penggunaan lahan eksisting tahun 2010 terhadap RTRW Jabodetabek adalah sebesar 63.863,1 Ha (10.25 %) dari total luas wilayah Jabodetabek. Hal ini terjadi karena penggunaan/tutupan lahan yang tidak sesuai dengan rencana-rencana yang telah ditetapkan pemeritah setempat. Rencana penggunaan/tutupan lahan seharusnya disesuaikan dengan kemampuan sumberdaya lahan agar dapat diusahakan secara berkelanjutan. Dinamika aktivitas masyarakat dalam menjalankan kegiatan sosial, ekonomi dan budaya di suatu wilayah dapat berimbas pada penggunaan/tutupan lahan di wilayah tersebut. Di wilayah perkotaan pola perubahan penggunaan/tutupan lahan yang umum terjadi adalah berubahnya lahan pertanian menjadi lahan terbangun.

Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menyebabkan bertambahnya kebutuhan akan ruang. Di sisi lain luas lahan di suatu wilayah relatif tidak akan bertambah. Menurut Panuju (2004) proses suburbanisasi telah terjadi di Jabodetabek dan dipicu oleh arus migrasi yang cukup besar menuju Jakarta dan meluas ke arah Bodetabek. Peningkatan penduduk yang cukup besar terjadi di wilayah Bodetabek, yaitu dari tahun 1961 sebesar 3% menjadi ± 6% pada tahun 2000. Sementara itu yang tinggal di Jakarta dari tahun 1961 sebesar 3% menjadi ±5% pada tahun 2000. Migran didominasi oleh pencari kerja berpendidikan dan berketerampilan rendah yang kemudian memunculkan perkembangan sektor informal yang pesat di DKI Jakarta. Kemajuan pembangunan suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk yang diiringi meningkatnya kualitas dan kuantitas kebutuhan hidup. Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi merupakan kawasan yang memiliki perkembangan wilayah relatif cepat. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan juga peningkatan aktivitas pada wilayah tersebut berdampak pada peningkatan kebutuhan akan lahan.

(16)

kunci dari pembangunan berkelanjuta yaitu adanya keseimbangan antara kawasan budidaya dan kawasaan lindung.

Identifikasi dan analisis penggunaan/tutupan lahan serta pola alih guna lahan mempunyai peranan sangat penting dalam mengidentifikasii masalah yang timbul akibat perubahan penggunaan lahan.

Tujuan

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu: (1) menganalisis penggunaan/tutupan lahan di Jabodetabek tahun 1990 hingga 2005, (2) menganalisis pola perubahan penggunaan/tutupan lahan di Jabodetabek tahun 1990 hingga 2005 dan (3) melakukan prediksi penggunaan/tutupan lahan Jabodetabek tahun 2020 dan tahun 2035.

TINJAUAN PUSTAKA

Tutupan Lahan dan Penggunaan Lahan

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk didalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat- akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Lahan memiliki arti yang bermacam-macam, yaitu sebagai ruang (space), alam (nature), faktor produksi (factor of production), barang konsumsi (consumption of goods), milik (property), dan modal (capital) (Barlowe 1978)

Menurut Arsyad (2006), penggunaan lahan dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. Penggunaan lahan pertanian meliputi hutan, sawah, ladang, perkebunan, dan lainnya. Penggunaan lahan non pertanian seperti pemukiman, industri, dan perkantoran

Istilah land cover (tutupan lahan) dan land use (penggunaan lahan), sering sekali digunakan dalam kajian permukaan bumi. Menurut Lillesand dan Kiefer (1979) bahwa penutupan lahan (land cover) berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan (land use) berkaitan dengan kegiatan manusia pada obyek tersebut.

(17)

lain pihak, lahan sebagai ruang berarti kegiatan manusia di dalam memanfaatkan potensi produksi dari tanah dan submineral kandungannya. Jadi terminologi penggunaan lahan tidak dapat dipisahkan dari penutupan lahan.

Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan

Fenomena konversi lahan (land conversion) menjelaskan beralihnya bentuk dan fungsi penutupan lahan (land cover) atau penggunaan lahan (land use) yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Ada 2 sifat dari koversi lahan, yaitu bersifat permanen dan sementara. Permanen apabila penggunaan lahan pertanian dikonversi ke penggunaan lahan pemukiman atau kawasan industri. Apabila perubahan penggunaan lahan dari jenis pertanian satu ke jenis pertanian lainnya, maka dikatakan bersifat sementara. Selain masalah alih fungsi lahan, masalah tumpang tindih penggunaan dalam pemanfaatan lahan juga menjadi isu nasional. Tumpang tindih penggunaan lahan baru dapat menimbulkan dampak negatif apabila antar sektor yang memanfaatkannya tidak saling mendukung (Utomo 1992).

Hukum ekonomi pasar menjelaskan proses alih fungsi lahan berlangsung dari aktivitas dengan land rent yang lebih rendah ke aktifitas dengan land rent

yang lebih tinggi. land rent diartikan sebagai nilai keuntungan bersih dari aktifitas pemanfaatan lahan per satuan luas lahan dan waktu tertentu (Arsyad dan Rustiadi 2008).

Penggunaan lahan mengalami pergeseran akibat perubahan ekosistem alam sebagai wujud dari proses pembangunan. Dinamika alih fungsi lahan dapat terjadi pada segala bentuk pemanfaatan lahan, baik pada wilayah perkotaan maupun pedesaan. Pada wilayah perkotaan, tingkat perkembangan urbanisasi merupakan pemicu terjadinya perubahan penggunaan lahan, umumnya terkait upaya penyediaan sarana perumahan dan industri (Rustiadi dan Panuju 2002).

Peningkatan kegitan di pusat pertumbuhan akan memiliki dampak pertumbuhan pada wilayah sekitarnya melalui pengembangan kegiatan pada sektor yang terkait. Dalam suatu pengembangan wilayah atau kawasan terdapat 3 unsur fundamental (dasar) yaitu pusat, wilayah pengaruh, dan jaringan transportasi (Adisasmita 2010).

Perubahan penggunaan lahan, khususnya lahan sawah yang berada di sekitar perkotaan untuk penggunaan lain seperti perumahan dan industri mengancam hilangnya produktivitas tanah dan kelestarian lingkungan. Lahan sawah diyakini dapat mencegah atau mempertahankan lingkungan dari kerusakan karena mampu menahan air, berfungsi sebagai DAM, dan mengurangi erosi.

Menurut Kaiser dan Weiss dalam Pontoh dan Sudrajat (2005) secara konsepsional proses perubahan penggunaan lahan di pinggir kota dipengaruhi oleh:

Urban interest, yaitu meningkatnya kebutuhan lahan kota, sehingga kawasan pinggir kota menjadi potensial dan guna lahan yang ada mulai bergeser.

(18)

 Mulai diprogram untuk pembangunan, dibangun, dan dihuni oleh penduduk.

Kawasan Jabodetabek

Jabotabek adalah sebuah akronim dari Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi, yaitu sebuah kawasan metropolitan Jakarta dan sekitarnya. Dengan dibentuknya Kota Depok sebagai pemekaran dari Kabupaten Bogor, akronim Jabotabek diubah menjadi Jabodetabek. Tahun 2010 wilayah DKI Jakarta merupakan wilayah yang mengalami pertumbuhan penduduk tertinggi yaitu mencapai 1,4% pertahun. Dengan demikian, penduduk DKI Jakarta sudah mencapai 9.588.198 jiwa dengan kepadatan rata-rata penduduknya sebesar 14.470 jiwa/km2. Apabila jumlah penduduk DKI Jakarta dikalkulasikan dengan wilayah Bogor, Bekasi, Depok, dan Tangerang (Jabodetabek) mencapai 26,6 juta jiwa (BPS 2010).

Sejak tahun 1977, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan bahwa wilayah Botabek sebagai wilayah penyangga Kota Jakarta. Hal ini disebabkan karena terlalu padatnya kota Jakarta untuk menampung semua aktivitas pemerintahan, perdagangan, dan industri. Berdasarkan hal tersebut pemerintah mulai mengatur pembangunan dan peruntukan wilayah di Jabotabek. Untuk aktivitas pemerintahan, tetap dikonsentrasikan di wilayah Jakarta Pusat. Kawasan industri, pengembangan dikonsentrasikan di kawasan Cibitung dan Cikarang (Kab. Bekasi) serta Cikupa (Kab. Tangerang). Untuk pemukiman, pengembang-pengembang besar banyak membangun kota-kota satelit yang dilengkapi dengan sarana pendukung kota seperti sekolah, pusat perbelanjaan, rumah sakit, dan tempat hiburan. Kota-kota satelit ini banyak berkembang di Kota Bekasi, Kota Tangerang, Serpong (Kota Tangerang Selatan), Cibubur (Kab. Bekasi), Cileungsi (Kab. Bogor), dan Kota Depok.

Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menyebabkan bertambahnya kebutuhan akan ruang, sedangkan luas lahan di suatu wilayah tidak akan bertambah. Fenomena ini memaksa masyarakat untuk merubah penggunaan lahan ke penggunaan lahan yang memiliki nilai lebih tinggi. Namun perubahan penggunaan lahan ini tidak disertai dengan perencanaan yang baik sehingga sering terjadi konflik (Kartikasari 2007).

Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1997). Setiap obyek memiliki karakteristik yang berbeda berdasarkan radiasi elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan oleh obyek tersebut.(Murai 1996). Rentang gelombang elektromagnetik yang lebih luas dalam pengindraan jauh meliputi gelombang pendek mikro hingga spektrum yang lebih pendek seperti gelombang infra merah, gelobang tampak, dan gelombang ultra violet (Elachi 2006).

(19)

beberapa generasi, yaitu: generasi pertama terdiri dari Landsat 1, Landsat 2, dan merupakan kegiatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyekyang tergambar dalam citra dan menilai arti penting objek tersebut. Dalam interpretasi citra terdapat sembilan unsur yaitu, rona, tekstur, bentuk, ukuran, pola, situs (site), bayangan, asosiasi, konvergensi bukti. Rangkaian kegiatan yang diperlukan dalam pengenalan objek pada citra yaitu:

1. Deteksi, adalah pengamatan adanya suatu objek.

2. Identifikasi, adalah upaya mencirikan objek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup.

3. Analisis, adalah Pengumpulan keterangan lebih lanjut. Maximum Likelihood

Klasifikasi citra dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification). Menurut Rusdi (2005) dalam klasifikasi terbimbing, identitas dan lokasi beberapa tipe penutup lahan seperti pemukiman, pertanian, atau lahan basah diketahui melalui kombinasi orientasi wilayah, analisis foto udara, peta dan pengalaman pribadi. Maximum Likelihood Classification (MLC) banyak digunakan pada citra beresolusi rendah sampai menengah seperti Lansat dan hanya memperhatikan nilai spektral. Richard (1993), klasifikasi MLC didasarkan pada perkiraan densitas probabilitas untuk setiap tutupan/penggunaan lahan. Perhitungan probabilitas disini memungkinkan untuk menemukan sebuah piksel dari kelas i pada vektor x yang didefinisikan oleh persamaan:

P(i׀X) = P(X׀i)P(i) / P(X) Dimana:

P(i׀X) = Probabilitas bersyarat dari kelas i, dihitung mengingat bahwa vektor X ditetapkan secara apriori (tanpa syarat). Probabilitas ini juga disebut

likelihood.

P(X׀i) = Probabilitas bersyarat (conditional) dari vektor X, dihitung mengingat bahwa kelas ditetapkan secara apriori.

(20)

Maximum Likelihood Classification digunakan untuk mengevaluasi secara kuantitatif variance dan co-variance pola tanggapan spektral kategori ketika mengklasifikasi piksel yang tidak dikenal, dengan asumsi distribusi normal (Lillesand dan Kiefer 1990). Dalam kasus distribusi normal, Lk dapat diexpresikan sebagai berikut:

dimana : n = banyaknya band

X = vektor penciri dari n band

Lk(X) = kemungkinan dari X masuk ke dalam kelas k µk = vektor rataan dari kelas k

∑k = matrik varian kovarian dari kelas k /∑k/ = determinan dari ∑k

Penelitian yang dilakukan oleh Sarwoko (2004) menyatakan bahwa pendekatan metode pengklasifikasi metode Maximum Likelihood lebih baik jika dibandingkan dengan metode Minimum Distance. Hal ini disebabkan pada

Minimum Distance hanya memperhitungkan aspek jarak, pada metode Maximum Likelihood memperhitungkan informasi sekitar seperti rata-rata, variansi dan sebarannya.

METODE

Waktu, Tempat dan Dat

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai bulan September 2013 di daerah Jabodetabek dan analisis data dilakukan di Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakulatas Pertanian, IPB dan di Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM IPB.

(21)

Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahap. yaitu: (1) Persiapan, studi literatur, dan pengumpulan data, (2) Analisis data spasial, (3) Analisis data. Persiapan dan studi literatur dilakukan dengan pengumpulan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini.

Analisis Penggunaan/Tutupan Lahan

Data-data yang dikumpulkan untuk penunjang kegiatan ini yaitu citra Landsat tahun 1990, 1995, 2005, peta penggunaan lahan tahun 1983 dan tahun 2010, serta peta administrasi Jabodetabek. Citra Landsat tahun 1990, 1995, dan 2005 dilakukan prepocessing untuk kemudian dilakukan kalibrasi. Selanjutnya 7 band yang dimiliki citra digabungkan dengan stacking sehingga didapatkan hasil citra yang memiliki nilai R-G-B. Tahap berikutnya yaitu penggabungan atau

mosaicking antar dua scene yang berbeda, kemudian dilakukan proses subset

berdasarkan peta administrasi untuk mendapatkan kawasan penelitian yaitu Jabodetabek.

Klasifikasi adalah sebuah metode untuk menyusun data yang homogen secara sistematis ke dalam sebuah kelompok atau kelas. Menurut Lillesand and Kiefer (1990), analisis citra terbimbing merupakan proses pemilihan kategori informasi atau kelas yang diinginkan dan memilih daerah yang mewakili tiap kategori. Statistik yang diperoleh dari data untuk tiap kategori digunakan sebagai dasar untuk klasifikasi.

Proses klasifikasi dilakukan dengan membuat training set atau pengambilan titik sampling pada objek di citra. Pengambilan titik sampling dilakukan minimal enam kali ulangan di setiap kelas penggunaan lahan hingga mewakili seluruh kawasan Jabodetabek. Terdapat lima macam kelas penggunaan lahan yaitu hutan, pertanian non sawah, sawah, badan air, dan lahan terbangun (built up area).

Penggunaan lahan pertanian non sawah terdiri dari lahan terbuka, kebun, semak, tegalan, dan rumput.

Setelah dilakukan proses pengambilan titik sampling, maka citra dapat diklasifikasi menggunakan sitem klasifikasi maximum likelihood. Metode

maximum likelihood dapat memperhitungkan informasi sekitar yaitu rata-rata, variansi dan sebarannya (Sarwoko 2004). Kemudian output yang dihasilkan yaitu

No. Jenis Data Sumber Data

1 Citra Landsat Jabodetabek Tahun 1990, 1995, 2005

Bagian Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM IPB 2

3

Peta Administrasi Jabodetabek

Hasil Klasifikasi Penggunaan Lahan Tahun 1983 dan tahun 2010

(Tutuk Lufitayanti 2013)

(22)

peta penggunaan lahan Jabodetabek tahun 1990, 1995, dan 2005. Peta tersebut digunakan untuk menganalisis penggunaan/tutupan lahan di Jabodetabek tahun 1990 hingga 2005.

Berikut bagan alur metode yang tersaji pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir metode penentuan peta penggunaan lahan

Citra 1990 Citra 1995 Citra 2005

Preprocessing

Subset Mosaicking

Stacking

Citra Landsat Jabodetabek 1990

Citra Landsat Jabodetabek 1995

Citra Landsat Jabodetabek 2005

Klasifikasi maximum likelihood

Training set ROI

(23)

Analisis Pola Perubahan Penggunaan/Tutupan Lahan

Untuk mendapatkan data penelitian ini terlebih dahulu dilakukan tahap perbaikan pada setiap penggunaan/tutupan lahan dengan menggunakan model maker, hal ini bertujuan untuk merubah lahan yang terklasifikasi sebagai awan menjadi penggunaan lahan yang ditentukan. Proses tersebut dilakukan berdasarkan teori land rent dan proses perubahan pengunaan/tutupan lahan yang umumnya bersifat irreversible. Tahap proses analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan membandingkan peta penggunaan lahan Jabodetabek tahun 1990-1995, tahun 1995-2005, dan tahun 1990-2005 menggunakan cross tab

pada software Idrisi Selva. Hasil analisis tersebut dapat digunakan untuk menganalisis pola perubahan penggunaan/tutupan lahan di Jabodetabek tahun 1990 hingga 2005 Berikut bagan alur metode (Gambar 2).

Gambar 2 Diagram alir analisis perubahan penggunaan/tutupan lahan

Peta perubahan

lahan Jabodetabek 1995 Peta penggunaan/tutupan lahan Jabodetabek 2005

(24)

Prediksi Penggunaan/Tutupan Lahan

Berdasarkan data hasil luas perubahan penggunaan lahan tahun 1990-2005 dapat dilakukan tahap perkiraan penggunaan lahan untuk tahun 2020 dan 2035, serta dapat dilihat pola perubahan yang terjadi di Jabodetabek. Perkiraan perubahan penggunaan lahan diproyeksikan 15 tahun ke depan, karena peta perubahan penggunaan lahan yang digunakan mempunyai kurun waktu 15 tahun. Analisis perkiraan penggunaan lahan Jabodetabek menggunakan rumus yaitu:

Pij (t2-t1) = Lij (t2-t1) Li (t1)

Lj (tx) = Lij (tx-t1) dimana:

Pij (t2-t1) adalah proporsi penggunaan lahan ke-i pada tahun awal t1 yang beralih fungsi ke penggunaan lahan ke-j pada tahun akhir t2

Lij (t2-t1) adalah luas penggunaan lahan ke-i tahun awal t1 beralih fungsi menjadi penggunaan lahan ke-j di tahun akhir t2 (ha)

Li (t1) adalah luas penggunaan lahan i pada tahun awal (t1) Lj (tx) adalah luas penggunaan lahan j di tahun x

tx adalah tahun prediksi

KEADAAN UMUM

Letak dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di wilayah Jabodetabek yang merupakan wilayah yang padat. Jabodetabek terdiri dari 8 wilayah administrasi yaitu DKI Jakarta, Kota dan Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota dan Kabupaten Bekasi, serta Kota dan Kabupaten Tengerang. Jabodetabek terletak pada tiga provinsi yaitu Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten. Wilayah Jabdetabek berada pada latitude 6010‟ - 6047‟ LS dan longitude 106020‟ - 107027‟29” BT . Daerah Jabodetabek memiliki total luas sebesar 671.902,8 Ha.

Sosial Ekonomi

(25)

Jakarta. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2010), luas Metropolitan Priority Area (MPA) Jabodetabek 6.400,71 kilometer persegi dengan populasi sebanyak 27,95 juta jiwa. Luas DKI Jakarta 664,1 km persegi dengan jumlah penduduk 9,588 juta jiwa dan luas MPA timur (Kota dan Kabupaten Bekasi) 1.480 km persegi dengan populasi 4,966 juta jiwa. Luas MPA selatan (Kota Depok, Kota dan Kabupaten Bogor) 2.981,77 km persegi dengan jumlah penduduk sebanyak 7,456 juta jiwa dan luas MPA barat (Kota dan Kabupaten Tangerang serta Kota Tangerang Selatan) 1.274,93 km persegi dengan populasi 4,9 juta jiwa.

(26)

Keadaan Iklim dan Tanah

Kondisi iklim wilayah Jabodetabek memiliki curah hujan rata-rata antara 1500-lebih dari 5000 mm/tahun. Curah hujan terbesar terdapat di wilayah Bogor dan sebagian Wilayah Bekasi, Jakarta, serta Tangerang memiliki curah hujan terendah. Berdasarkan curah hujan yang ada, wilayah Jabodetabek memiliki bulan basah dan bulan kering.

Wilayah Jabodetabek terletak pada ketinggian 25 hingga lebih dari 200 mdpl, bertopografi datar sampai sangat curam. Tanah yang terbentuk di wilayah Jabodetabek pada umumnya berasal dari bahan induk abu volkan dan batuan piroklastik. Jenis tanah alluvial, andosol, tanah kelabu, tanah podsolik, tanah latosol, regosol, dan tanah renzina merupakan tanah-tanah yang tersebar di seluruh wilayah Jabodetabek. Jenis tanah yang paling banyak persebarannya di wilayah Jabodetabek yaitu jenis tanah kompleks latosol merah kuning, latosol coklat,dan podsolik dengan proporsi luas sebesar 15.28 %. Jenis tanah regosol coklat merupakan jenis tanah yang sedikit persebarannya di wilayah Jabodetabek, yaitu dengan luas 0.6 Ha. (RPJMD Kota Bogor 2012)

Geologi dan Geomorfologi

Wilayah Jabodetabek memiliki formasi batuan yang tersebar yaitu batuan alluvial, batuan sedimen, dan batuan volkan. Wilayah Jabodetabek tediri dari tiga bentuk lahan yang sesuai dengan kondisi ekosistemnya yaitu kawasan pesisir, kawasaan dataran, dan kawasan perbukitan. Kawasan pesisir terdapat hampir di sepanjang pantai utara Jabodetabek. Kawasan tersebut memiliki topografi yang landai. Kawasan dataran adalah kawasan yang memiliki ketinggian 25-200 mdpl, dan topografi bergelombang. Kawasan ini terdapat di Kabupaten dan Kota Tangerang, Kota Depok, dan sebagian dari Kabupaten maupun Kota Bekasi. Kawasan perbukitan terdapat di wilayah Kabupaten maupun Kota Bogor yang memiliki ketinggian 200 mdpl. Kawasan tersebut memiliki topografi berbukit sampai dengan sangat curam. (RPJMD Kota Bogor 2012)

Kawasan pesisir didominasi oleh geologi dengan tipe alluvium. Kawasan dataran memiliki tipe geologi Pleistoocene volcanic facies dan untuk bahan vulkanik muda tersebar di kawasan perbukitan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan/Tutupan Lahan Wilayah Jabodetabek

Pengamatan citra dalam analisis memiliki tujuan yaitu untuk mengidentifikasi objek yang ada pada citra, serta mengelompokan jenis penggunaan lahan yang sama dalam satu kelas. Berdasarkan citra Landsat tahun 1990, 1995, dan 2005 dapat diamati ciri-ciri kenampakan penggunaan lahan yaitu sebagai berikut:

(27)

dan memiliki kawasan yang cukup luas. Semakin gelap rona hutan menandakan semakin lebat pula hutan tersebut.

 Pertanian non sawah ini meliputi penggunaan lahan berupa kebun campuran, tegalan, semak, kebun, dan lahan terbuka. Pertanian non sawah ini memiliki warna kuning dan hijau, bertekstur kasar dengan pola yang tidak teratur. Klasifikasi ini menyebar di seluruh kawasan Jabodetabek.

 Sawah memiliki ciri umum yaitu adanya pola petak-petak dan dibatasi dengan pematang serta adanya aliran air untuk pengairan sawah. Penggunaan lahan ini memiliki tekstur halus, berwarna hijau muda, merah muda, kuning, sampai biru. Sawah yang berwarna biru menandakan bahwa sawah tersebut berada pada fase sedang tergenang. Sawah memiliki pola visual menyebar.

 Badan air dapat diamati dari warna dan teksturnya pada citra yaitu berwarna biru muda sampai tua dan bertekstur halus. Semakin gelap warna biru pada badan air menunjukkan semakin dalamnya badan air tersebut. Pola visual menyebar juga menjadi ciri dari klasifikasi badan air ini.

 Lahan terbangun memiliki warna ungu, bertekstur kasar, dan memiliki ukuran bervariasi. Pemukiman memiliki sifat pola visual yang mengelompok.

Tabel 2 Hasil pengamatan citra Landsat Jenis

Penggunaan Pada Citra Karakteristik Penggunaan Lahan

1990 1995 2000 2005

Sawah

Memiliki warna hijau, biru, merah muda. Hijau = masa tanam pada fase reproduksi; Biru= masa tergenang; merah muda= masa tanam pada fase pematangan. Berpetak-petak dibatasi oleh pematang serta adanya aliran tubuh air. Bertekstur halus.

Lahan Terbangun

Memiliki warna ungu. Bertekstur kasar, dan ukuran bervariasi.

Hutan

Memiliki warna hijau muda sampai tua, bertekstur kasar, rona terang sampai gelap, sangat luas.

Pertanian Non Sawah

Memiliki warna kuning dan hijau, bertekstur kasar, tidak teratur

Badan Air

(28)

Menurut Purwadhi (2001) pengelompokan atau melakukan segmentasi terhadap kenampakan-kenampakan yang homogen dengan teknik kuantitatif merupakan tujuan dilakukannya klasifikasi pada citra. Pengklasifikasian penggunaan lahan Kawasan Jabodetabek ini menggunakan teknik klasifikasi terbimbing dengan metode maximum likelihood. Ide dasar dari maximum likelihood ini yaitu mencari nilai parameter yang memberi kemungkinan yang paling besar untuk mendapatkan data yang terobservasi sebagai estimator penggunaan lahan. Hasil klasifikasi penggunaan lahan menghasilkan data luasan dan komposisi penggunaan lahan seperti pada Tabel 3.

Tabel 3 Luas penggunaan Lahan Jabodetabek

Penggunaan Lahan 1990 (Ha) 1995 (Ha) 2005 (Ha)

Hutan 166.423 129.218 74.085

Pertanian non sawah 168.343 173.453 175.511

Sawah 256.757 258.638 254.670

Badan air 32.033 29.629 26.686

Lahan terbangun 57.548 90.165 150.152

(29)

Gambar 4 Grafik Dinamika Perubahan Lahan Jabodetabek Tahun 1990-2005

Gambar 5 Peta Penggunaan/Tutupan Lahan Jabodetabek Tahun 1990,1995, dan 2005

(30)

Pola Perubahan Penggunaan/Tutupan Lahan Jabodetabek

Perubahan Penggunaan/Tutupan Lahan Jabodetabek tahun 1990-1995 Kebutuhan lahan yang semakin meningkat diiringi dengan ketersediaan lahan yang terbatas akan memicu meningkatnya perubahan penggunaan/tutupan lahan. Pusat, wilayah pengaruh, dan jaringan transportasi merupakan 3 unsur dasar dalam pengembangan wilayah atau pengembangan kawasan (Adisasmita 2010). Wilayah Jakarta merupakan pusat segala aktivitas di Jabodetabek. Hal ini memicu meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan lahan. Ketersedian ruang yang terbatas dapat menimbulkan ekspansi kegiatan perkotaan di wilayah pinggiran. Perluasan kawasan perkotaan yang tidak sesuai dengan pola kebijaksanaan kota telah menyebabkan timbulnya pola penggunaan/tutupan lahan yang tidak teratur (urban sprawl).

Penggunaan/tutupan lahan wilayah Jabodetabek dalam kurun waktu lima tahun mengalami perubahan penggunaan lahan yang cukup tinggi. Perubahan pada penggunaan/tutupan lahan hutan yang beralih ke jenis penggunaan lahan pertanian non sawah, sawah, badan air, dan lahan terbangun yaitu seluas 37.205 Ha. Penggunaan/tutupan lahan hutan memiliki tingkat perubahan tertinggi ke penggunaan/tutupan lahan pertanian non sawah yaitu seluas 25.504 Ha, diikuti oleh perubahan penggunaan/tutupan lahan hutan menjadi sawah seluas 10.502 Ha. Lahan terbangun merupakan kawasan yang mengalami peningkatan luas lahan yang cukup signifikan yaitu seluas 32.616 Ha. Hal ini didukung oleh data Bappenas (2005) yang menyebutkan bahwa penduduk Indonesia tumbuh dengan kecepatan 1,49 % per tahun dimana persebaran penduduk antar pulau dan provinsinya tidak merata. Sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa, sedangkan luas wilayah Pulau Jawa tidak mencapai 7% dari luas total Indonesia. Perubahan penggunaan/tutupan lahan menjadi lahan terbangun didominasi oleh berubahnya lahan sawah yaitu seluas 20.902 Ha. Lahan pertanian non sawah merupakan penyumbang terbesar kedua yang berubah menjadi lahan terbangun, yaitu 9.371 Ha. Hal tersebut terangkum pada Tabel 4. Berdasarkan total perubahan, penggunaan/tutupan lahan sawah mengalami perubahan yang terluas yaitu seluas 68.360 Ha. Selain itu pertanian non sawah dan hutan juga mengalami perubahan yang cukup luas yaitu seluas 67.974 Ha dan 37.205 Ha. Perbandingan penggunaan/tutupan lahan antar dua tahun ini memiliki nilai kappa sebesar 0,77 yang memiliki arti kesesuaian yang baik antara peta penggunaan lahan tahun 1990 dan 1995.

(31)

suburbanisasi ini juga telah mempercepat proses konversi lahan di Jakarta dan sekitarnya. Konversi penggunaan lahan di dalam proses suburbanisasi umumnya merupakan proses konversi dari lahan-lahan yang memiliki nilai land rent yang lebih rendah. Namun disisi lain masih terjadi penyimpangan dalam perubahan penggunaan/tutupan lahan di kawasan selatan Jabodetabek. Bagian selatan Jabodetabek dalam perencanaan banyak diperuntukkan sebagai kawasan lindung, namun terlihat pada gambar banyak terjadi perubahan penggunaan/tutupan lahan hutan yang dikonversi menjadi penggunaan/tutupan lahan lainnya. Daerah Kabupaten Bogor menjadi daerah terluas yang mengalami konversi hutan. Selain itu pengaruh akses jalan juga menjadi peran penting dalam terjadinya perubahan lahan. Terlihat pada Gambar 6 lahan sawah yang dilalui atau dekat dengan jalan utama cenderung dikonversi dan diubah fungsinya menjadi lahan terbangun. Hal tersebut terjadi pada sawah yang berlokasi di daerah Kabupaten Bekasi, Tangerang dan daerah pinggiran kota Jakarta.

(32)

Ga

mbar

6 P

eta Pe

ruba

ha

n P

engguna

an La

h

an Jab

ode

tabe

k Ta

hun 1990

-19

(33)

Perubahan Penggunaan/Tutupan Lahan Jabodetabek tahun 1995-2005 Keadaan populasi penduduk Jabodetabek selama kurun waktu 10 tahun yaitu 1995-2005 mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008) wilayah Jabodetabek mengalami peningkatan jumlah penduduk sebesar 3.419.671 jiwa. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya kaum urbanisasi yang pindah dari daerah menuju ibukota. Krisis ekonomi yang terjadi menyebabkan ibukota menjadi tujuan utama untuk mencari pekerjaan. Semakin meningkatnya populasi penduduk di ibukota mengakibatkan krisis lahan yang berimbas pada perubahan penggunaan lahan di daerah sekitar ibukota. Dapat dilihat pada Tabel 5, penggunaan/tutupan lahan hutan menurun 8% dari tahun 1995 sampai 2005, yaitu sebesar 55.133Ha. Lahan yang mengalami peningkatan terbesar yaitu penggunaan/tutupan lahan untuk lahan terbangun dengan proporsi 8,8% atau seluas 59.987 Ha. Begitu pula dengan pertanian non sawah yang mengalami peningkatan luas lahan. Namun disisi lain sawah dan badan air mengalami penurunan selama kurun waktu sepuluh tahun yaitu masing-masing sebesar 0,6% dan 0,4%.

Tabel 5 Penggunaan lahan Jabodetabek tahun 1995-2005

Penggunaan

(34)

pertanian pangan ditetapkan dengan memperhitungkan luas kawasan dan jumlah penduduk”. Namun, penyimpangan konversi lahan banyak terjadi, lahan sawah yang dikonversi menjadi kawasan terbangun seringkali tidak memperhitungkan luas kawasan pertanian pangan. Terjadinya lonjakan penduduk yang begitu besar mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan sawah menjadi lahan terbangun yang tidak mementingkan kawasan pertanian pangan berkelanjutan.

Seperti data pada Tabel 6, lahan sawah yang beralih fungsi menjadi lahan terbangun memiliki angka cukup tinggi dengan luasan 39.057 Ha atau sebesar 15%. Berdasarkan total perubahan, penggunaan/tutupan lahan pertanian non sawah dan sawah mengalami perubahan yang terluas yaitu masing-masing seluas 58.969 Ha dan 58.827 Ha. Perbandingan penggunaan/tutupan lahan tahun 1995 dengan penggunaan/tutupan lahan tahun 2005 menghasilkan nilai kappa sebesar 0,77 yang menunjukkan bahwa nilai kesesuaian antara peta penggunaan lahan tahun 1995 dan 2005 mencapai 77%.

Tabel 6 Luas perubahan penggunaan lahan tahun 1995-2005

Luas Penggunaan

(35)

21

(36)

Perubahan Penggunaan/Tutupan Lahan Jabodetabek tahun 1990-2005 Seperti yang terlihat pada Gambar 8, disajikan pola perubahan setiap jenis penggunaan lahan pada periode 1990-2005. Perubahan penggunaan lahan yang selalu meningkat di setiap tahunnya adalah lahan terbangun. Pertanian non sawah juga mengalami kenaikan yang cukup tinggi disetiap tahunnya. Perubahan lahan menjadi pertanian non sawah banyak disumbang dari konversi hutan dan sawah. Perubahan ini sesuai dengan teori land rent yang menyebutkan bahwa perubahan lahan cenderung untuk mendapatkan nilai keuntungan yang lebih tinggi. Nilai

landrent suatu lahan akan tinggi apabila suatu lahan tersebut memiliki akses jalan dan memiliki jarak yang dekat dengan pusat aktivitas. Pertanian non sawah ini mencakup penggunaan lahan berupa kebun. Kebun dianggap memiliki suatu nilai keutungan yang lebih tinggi dibandingakan hutan. Salah satu komoditi yang paling diminati yaitu kelapa sawit. Produksi kelapa sawit rata-rata di Indonesia mampu mencapai 7 juta ton pada tahun 2000 dan meningkat hingga 22,51 juta ton pada tahun 2011 (Deptan 2013). Kelapa sawit yang dihasilkan akan semakin banyak seiring dengan menigkatnya jumlah kelapa sawit yang ditanam, sehingga lahan yang dibutuhkan untuk menanam kelapa sawit semakin bertambah. Hal ini mengakibatkan masyarakat lebih memilih untuk mengelola kebun yang lebih menguntungkan. Pemerintah memiliki hasil kesepakatan dengan masyarakat atau pihak swasta dalam mengonversi hutan menjadi lahan pertanian non sawah khususnya kebun. Kesepakatan tersebut berupa ijin lokasi yang membatasi tindakan pengelolaan lahan oleh swasta untuk perkebunan dan tidak untuk pemukiman, sehingga peluang lahan tersebut berubah penggunaan ke pemukiman menjadi rendah. Namun disisi lain banyak terjadi pelanggaran oleh pihak pengelola maupun warga sekitar yaitu dengan maraknya tingkat konversi hutan yang digunakan untuk pemukiman atau lahan industri, sehingga lahan hutan semakin terancam dari tahun ke tahun akibat adanya tindakan konversi ke penggunaan/tutupan lahan lain. Hutan berfungsi sebagai penahaan erosi, penyerap air, sumber oksigen, menjaga keseimbangan ekosistem, dan kelangsungan hidup makhluk hidup di dalamnya. Jika luasan hutan semakin berkurang tiap tahunnya, akan terjadi ketidakseimbangan lingkungan dan sekitarnya.

(37)

Gambar 8 Grafik Dinamika Perubahan Lahan Jabodetabek Tahun 1990, 1995, dan 2005

(38)

Gambar 9 Grafik total penambahan dan pengurangan tutupan lahan wilayah Jabodetabek tahun 1990-1995

Gambar 10 Grafik total penambahan dan pengurangan tutupan lahan wilayah Jabodetabek tahun 1995-2005

(39)

Tabel 7 Jumlah Penduduk Jabodetabek

1990 1995 2005

KEPULAUAN SERIBU 20.878

KOTA JAKARTA SELATAN 1.905.000 2.027.356 2.007.172

KOTA JAKARTA TIMUR 2.031.000 2.368.819 2.404.127

KOTA JAKARTA PUSAT 1.075.000 981.798 890.237

KOTA JAKARTA BARAT 1.628.000 2.130.040 2.093.185

KOTA JAKARTA UTARA* 1.289.000 1.553.488 1.447.805

BOGOR 3.690.082 4.369.292 3.835.564

BEKASI 2.064.315 2.708.920 1.985.145

KOTA BOGOR 269.412 414.469 782.406

KOTA BEKASI 1.997.524

KOTA DEPOK 1.378.937

TANGERANG 2.611.280 2.360.705 3.206.112

KOTA TANGERANG 1.169.352 1.475.697

Sumber : BPS 2008

Berdasarkan data dari BPS tersebut dapat terlihat adanya hubungan antara pengaruh sosial terhadap penggunaan/tutupan lahan di kawasan Jabodetabek. Penggunaan/tutupan lahan terbangun dan pertanian non sawah di Jabodetabek berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penduduk pada tahun 1990 hingga 2005. Peningkatan lahan terbangun sejak tahun 1990-2005 tercatat seluas 92.603,75 Ha dan lahan pertanian non sawah 7.168 Ha. Sedangkan penggunaan lahan hutan semakin menurun seiring pertumbuhan penduduk yang terjadi. Pola pemanfaatan ruang Jabodetabek mengalami dinamika yang cukup pesat seiring dengan dinamika penduduk dan aktivitas masyarakat di wilayah tersebut. Berdasarkan kajian tentang pola penggunaan lahan di Jabodetabek data tahun 1990-2005 dapat dilihat kebutuhan ruang untuk pemenuhan sarana permukiman dan fasilitas meningkat cukup pesat. Namun di sisi lain lahan pertanian selalu menjadi jenis lahan yang paling banyak mengalami konversi.

Pola Umum Perubahan Penggunaan/Tutupan Lahan

(40)

sebesar 47.457 Ha. Di sisi lain badan air memiliki arah pola perubahan berhubungan dengan sawah yaitu sebesar 1.136 Ha. Pertanian non sawah dan sawah memberikan nilai terbesar pada perubahaan lahan menjadi lahan terbangun. Penggunaan/tutupan lahan tersebut memiliki nilai proporsi perubahan masing-masing sebesar 9.371 Ha dan 20.902 Ha atau sebesar 5,6% dan 8,1% dari luas total masing-masing penggunaan/tutupan lahan tersebut. Kesimpulan dari hasil pemapaaran pola perubahan dapat digambarkan sebagaimana disajikan pada Gambar 11

Gambar 11 Bagan alir pola perubahan Jabodetabek tahun 1990-1995 berdasarkan dua perubahan terbesar

Desakan ekonomi dan tingginya populasi, berdasarkan teori land rent

(41)

Naga, Kabupaten Tangerang terdapat konversi dari lahan sawah ke lahan terbangun. Konversi lahan pertanian non sawah menjadi lahan terbangun terjadi di Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Hal ini terjadi akibat adanya kiris ekonomi yang dialami oleh Indonesia pada rentang tahun tersebut, sehingga gelombang migrasi penduduk yang mencari pekerjaan di kawasan Jabodetabek meningkat pada masa itu. Akibatnya kebutuhan akan lahan akan semakin tinggi dan dapat memicu terjadinya konversi lahan pertanian ke arah lahan terbangun.

Gambar 12 Bagan alir pola perubahan Jabodetabek tahun 1995-2005 berdasarkan dua perubahan terbesar

Berdasarkan dari pola-pola tersebut dapat disimpulkan dan digambarkan pola yang terjadi selama rentang tahun 1990 hingga 2005. Pola ini juga berdasarkan dari data perubahan lahan pada tabel 8.

Tabel 8 Perubahan penggunaan lahan Jabodetabek tahun 1990-2005

(42)

Berdasarkan tabel di atas hutan terkonversi ke arah pertanian non sawah dan sawah. Penggunaan lahan sawah dan pertanian non sawah memiliki sifat yang saling menggantikan. Hal ini terlihat perubahan pertanian non sawah kearah sawah atau sebaliknya memiliki nilai yang cukup besar. Sedangkan untuk badan air terbesar terkonversi kearah sawah. Lahan terbangun menjadi penggunaan/tutupan lahan yang paling tinggi perkembangannya. Pola-pola yang terbentuk telah menunjukan bahwa lahan terbangun banyak didominasi oleh hasil konversi lahan sawah dan pertanian non sawah dalam rentang waktu 15 tahun. Penggunaan/tutupan lahan tersebut memiliki nilai proporsi perubahan masing-masing sebesar 29.661 Ha dan 55.322 Ha. Konversi lahan merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya.

Sihaloho (2004) membagi konversi lahan kedalam tujuh pola atau tipologi, yaitu:

1. Konversi gradual berpola sporadis: dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu lahan yang kurang/ tidak produktif dan terdesak akan ekonomi pelaku konversi.

2. Konversi sistematik berpola „enclave‟: dikarenakan lahan kurang produktif, sehingga konversi dilakukan secara serempak untuk meningkatkan nilai tambah.

3. Konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (population growth driven land conversion): lebih lanjut disebut konversi adaptasi demografi, dimana dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan terkonversi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal.

4. Konversi yang disebabkan oleh masalah social (social problem driven land conversion): disebabkan oleh dua faktor yakni keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan.

5. Konversi tanpa beban: dipengaruhi oleh faktor keinginan untuk mengubah hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin keluar dari kampung. 6. Konversi adaptasi agraris: disebabkan karena keterdesakan ekonomi dan

keinginan untuk berubah dari masyarakat dengan tujuan meningkatkan hasil pertanian.

7. Konversi multi bentuk atau tanpa bentuk: konversi dipengaruhi oleh berbagai faktor, khususnya faktor peruntukan untuk perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan, termasuk sistem waris yang tidak dijelaskan dalam konversi demografi.

(43)

Gambar 13 Bagan alir pola perubahan Jabodetabek tahun 1990-2005 berdasarkan dua perubahan terbesar

Prediksi Penggunaan/Tutupan Lahan Jabodetabek tahun 2020 dan tahun 2035

Seiring dengan meningkatnya perubahan penggunaan/tutupan lahan yang semakin tidak terkontrol perlu adanya rencana tata ruang yang didasarkan pada prediksi penggunaan/tutupan lahan dimasa yang akan datang. Prediksi penggunaan/tutupan lahan Jabodetabek ini untuk mengetahui penggunaan/tutupan lahan pada tahun 2020 dan 2035. Hasil ini diperoleh berdasarkan hasil data perubahan lahan 1990 hingga 2005 dengan asumsi nilai peluang perubahan lahan dalam rentang 15 tahun sama dengan proporsi perubahan penggunaan lahan periode sebelumnya. Dari data hasil yang tersaji pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa pada tahun 2020 lahan di Jabodetabek didominasi oleh penggunaan/tutupan lahan berupa sawah yaitu seluas 242.312 Ha. Penggunaaan/tutupan lahan berupa hutan, pertanian non sawah, sawah, dan badan air cenderung mengalami penurunan sejak tahun 2005, pada sisi lain penggunaan lahan berupa lahan terbangun untuk tahun 2020 terus meningkat. Hal ini sesuai dengan teori land rent yang menjelaskan bahwa perubahan lahan akan cenderung menuju ke nilai land rent yang lebih tinggi. Dari hasil prediksi perubahan hutan menjadi penggunaan lain telah mengalami penyusutan yang tinggi di Jabodetabek. Sedangkan perubahan lahan terluas berasal dari lahan sawah menjadi lahan terbangun yaitu seluas 97.703 Ha.

Faktor – faktor seperti jumlah penduduk, munculnya pusat aktifitas baru, akses jalan, dan peraturan pemerintah dapat mempercepat terjadinya perubahan suatu penggunaan/tutupan lahan. Masyarakat akan lebih memilih penggunaan/tutupan lahan yang dapat memenuhi kebutuhan mereka dan memiliki nilai keuntungan lebih. Rendahnya pengawasan dan kurangnya pengetahuan masyarakat akan peraturan yang ada dapat menimbulkan masalah sengketa lahan.

(44)

Pemanfaatan ruang secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan ruang, pemanfaatan diberi tekanan secara lebih tegas sebagai pengisian ruang setelah ditentukan melalui suatu proses tertentu. Menurut undang-undang nomor 26 tahun 2007 pasal 35 pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentifserta pengenaan sanksi. Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.

Tabel 9 Prediksi perubahan penggunaan/tutupan lahan Jabodetabek tahun 2005-2020 berdasarkan proporsi perubahan 1990-2005

Luas Penggunaan

Total 32.979,9 143.546 242.312,3 22.232,5 240.032,6

(45)

Tabel 10 Prediksi perubahan penggunaan/tutupan lahan Jabodetabek tahun 2020-2035 berdasarkan proporsi perubahan 1990-2005

Luas Penggunaan

(46)

Gambar 14 Luas pola perubahan Jabodetabek tahun 1990-2035 berdasarkan lima perubahan terbesar

Berdasarkan data-data penggunaan/tutupan lahan pada tahun-tahun sebelumnya, dapat digambarkan dalam sebuah grafik yang ditunjukkan oleh Gambar 16. Terlihat bahwa lahan yang mengalami penurunan terus menerus di setiap tahunnya yaitu hutan dan badan air. Sedangkan pertanian non sawah dan sawah mengalami perubahan yang fluktuatif, namun penggunaan kedua lahan tersebut diprediksi akan terus menurun di tahun 2020 dan 2035. Lahan terbangun jelas menunjukkan peningkatan yang sangat tajam di setiap tahunnya. Hasil prediksi untuk tahun 2020 dan 2035 bisa diyakini karena didasarkan pada perhitungan perubahan yang terjadi pada rentang 15 tahun sebelumnya. Berdasarkan grafik tersebut, dapat dijadikan sebagai bahan acuan guna membuat perencanaan tata ruang untuk tahun tahun berikutnya. Selain itu, bisa juga digunakan untuk pengontrolan penggunan lahan agar pengembangan wilayah di Jabodetabek tetap harmonis dan berkelanjutan.

(47)

Gambar 16 Grafik Dinamika Perubahan Lahan Jabodetabek Tahun 1990-2035

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penggunaan lahan di Jabodetabek pada tahun 1990, 1995 dan 2005 didominasi oleh penggunaan lahan berupa sawah yang memiliki luasan masing-masing sebesar 256.757 Ha (37,7%), 258.638 Ha (37,9%) dan 254.670 Ha (37,4%). Penambahan penggunaan lahan terbangun di wilayah Jabodetabek dalam kurun waktu tahun 1990 hingga 2005 merupakan penambahan tertinggi dan lahan sawah merupakan penggunaan lahan yang mengalami konversi terbanyak disetiap tahunnya.

Dalam rentang waktu dari tahun 1990 hingga 2005, pola perubahan penggunaan/tutupan lahan hutan cenderung dikonversi menjadi lahan berupa pertanian non sawah dengan luas konversi sebesar 63.716 Ha. Pola perubahan ke arah lahan terbangun terus berlangsung terutama berasal dari hasil konversi lahan sawah dan pertanian non sawah.

(48)

yaitu perubahan lahan sawah ke arah lahan terbangun dengan luas konversi masing-masing sebesar 97.703 Ha dan 130.757 Ha.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Berdasarkan hasil prediksi perubahan penggunaan/tutupan lahan di masa yang akan datang perlu diantisipasi agar tidak berdampak buruk dan perlunya pengendalian yang baik untuk mencegah kecenderungan yang tidak diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita R. 2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Yogyakarta(ID): Graha Ilmu

Arsyad. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor(ID): IPB Press.

Arsyad, Sitanala, E Rustiadi. 2008. Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan. Bogor(ID): Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor. 2012. RPJMD Kota Bogor 2010-2014. Bogor(ID)

Barlowe R. 1978. Land Resources Economic Third Edition. New Jersey(US): Prentice Hall Inc.

Danoedoro P. 1996. Pengolahan Citra Digital (Teori dan Aplikasinya dalam Bidang Penginderaan Jauh). Yogyakarta(ID): Fakultas Geografi UGM. Departemen Pertanian. 2013. Informasi Ringkas Komoditas Perkebunan.

Jakarta(ID): Pusat Data Dan Sistem Informasi Pertanian.

Elachi C, J Van Zyl. 2006. Introduction to the Physics and Techniques of Remote Sensing. New Jersey(US): John Wiley & Sons.

Hardjowigeno, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University Press. Kartikasari TT. 2007. Kajian Tingkat Pertumbuhan Dan Tingkat Perkembangan

Kecamatan Umbulharjo. Semarang(ID): Universitas Diponegoro

Lillesand TM, RW Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University press.

Lillesand TM, RW Kiefer. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University press.

Murai S. 1996. Remote Sensing Note. Japan(JP): Japan Association on Remote Sensing

Panuju DR. 2004. Dinamika Sosial Ekonomi dan Pemanfaatan Ruang Jabdetabek.

Prosiding Seminar Terbatas Penataan Ruang, Pemanfaatan Ruang, dan Masalah Lingkungan di Jabotabek. hal.46-59. Bogor.

(49)

.2009. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Jakarta(ID): Sekretariat Negara.

.2010.Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. Jakarta(ID): Sekretariat Negara.

Pontoh NK, D Sudrajat. 2005. Hubungan perubahan penggunaan lahan dengan limpasan air permukaan: studi kasus Kota Bogor. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota ITB. 16(3): 44-56

Purwadhi SH. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta(ID): PT Grasindo.

Richards JA. 1993 Remote Sensing Digital Image Analysis: An Introduction. Berlin(DE): Sringer-Verlag

Rusdi M. 2005. Perbandingan klasifikasi maximum likelihood dan object oriented

pada pemetaan penutupan/penggunaan lahan. [Tesis]. Bogor(ID): Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rustiadi E, S Saefulhakim, DR Panuju. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta(ID): Crestpent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Rustiadi E, S Saefulhakim, DR Panuju. 2002. Perencanaan Pengembangan Wilayah. Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Bogor(ID): Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB.

Sarwoko EA. 2004. Studi Banding antara Metode Minimum Distance dan Gaussian Maximum Likelihood Sebagai Pengklasifikasi Citra Multispektral. Jurnal Matematika dan Komputer. 7(2):26-35

Sihaloho, Martua. 2004. Konversi lahan pertanian dan perubahan struktur agraria. [Tesis]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Purwantoro S, BS Hadi. Studi Perubahan Penggunaan Lahan di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta Tahun 1987-1996 Berdasarkan Foto Udara. Yogyakarta(ID): Universitas Negeri Yogyakarta.

Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid I. Gadjah Mada University Press. Bulaksumur, Yogyakarta.

(50)
(51)

Lampiran 1. Tabel Nilai Akurasi Klasifikasi Penggunaan Lahan Jabodetabek Tahun 1990

Overall Accuracy = (890/976) 91.1885%

Kappa Coefficient = 0.9073

(52)

Class Prod. Acc. User Acc. Prod. Acc. User Acc.

(Percent) (Percent) (Pixels) (Pixels)

For_Fix_B [Gr 73.81 95.38 62/84 62/65

AgD_Fix_A [Ye 71.15 88.10 37/52 37/42

AgD_Fix_B [Ye 94.44 69.39 34/36 34/49

AgP_H_A [Char 97.92 88.68 47/48 47/53

AgP_B_A [Char 93.75 95.74 45/48 45/47

AgP_P_A [Char 83.82 98.28 57/68 57/58

AgP_CO_A [Cha 100.00 97.30 36/36 36/37

AgP_A_A [Char 96.88 93.94 31/32 31/33

AgP_K_A [Char 100.00 100.00 12/14 12/14

AgP_U_A [Char 100.00 86.49 32/32 32/37

AgP_H_B [Char 100.00 100.00 32/32 32/32

AgP_B_B [Char 100.00 93.02 40/40 40/43

AgP_P_B [Char 87.50 90.32 28/32 28/31

AgP_A_B [Char 100.00 100.00 24/24 24/24

Jalan_A [Blac 96.88 70.45 31/32 31/44

Jalan_B [Blac 100.00 100.00 16/16 16/16

(53)

Lampiran 2. Tabel Nilai Akurasi Klasifikasi Penggunaan Lahan Jabodetabek Tahun 1995

Overall Accuracy = (2116/2723) 77.7084%

Kappa Coefficient = 0.7731

Class Commission Omission Commission Omission

(54)
(55)
(56)

Class Prod. Acc. User Acc. Prod. Acc. User Acc

(Percent) (Percent) (Pixels) (Pixels)

AGD 37.66 69.88 58/154 58/83

sawah_btasata 100.00 100.00 20/20 20/20

urbn 35.56 86.49 32/90 32/37

sawah 35.42 36.17 17/48 17/47

AGD_bwh 43.28 52.73 29/67 29/55

agd_UNJNG 46.59 64.06 41/88 41/64

AGD_ATS_nya 94.64 98.15 53/56 53/54

Hutan_bwah_U 89.58 67.19 43/48 43/64

agd_bwh 70.83 65.38 34/48 34/52

AGD_atasbts 60.00 87.10 27/45 27/31

ubn_atsbts 81.25 52.00 13/16 13/25

ubn_pncak 95.00 79.17 19/20 19/24

agDD 87.80 47.37 36/41 36/76

(57)

Lampiran 3. Tabel Nilai Akurasi Klasifikasi Penggunaan Lahan Jabodetabek Tahun 2005

Overall Accuracy = (842/922) 91.3232%

Kappa Coefficient = 0.9072

Class Commission Omission Commission Omission

(Percent) (Percent) (Pixels) (Pixels)

Awan_05_OK 0.00 0.00 0/32 0/32

B_Awan_05_OK 11.11 0.00 4/36 0/32

Wtr_Fix_05 6.12 11.54 3/49 6/52

For_Fix_05 0.00 1.33 0/74 1/75

AgP_H_Fix_05 13.11 11.67 8/61 7/60

AgP_K_Fix_05 11.90 7.50 5/42 3/40

AgP_P_Fix_05 19.12 14.06 13/68 9/64

AgP_U_Fix_05 10.26 2.78 4/39 1/36

AgP_A_Fix_05 0.00 3.57 0/54 2/56

AgP_CO_Fix_05 11.11 0.00 4/36 0/32

Road_Fix_05 20.00 0.00 6/30 0/24

AgP_B_fix_05 3.28 1.67 2/61 1/60

urban_u 3.95 13.10 3/76 11/84

Urban_P 5.63 15.19 4/71 12/79

AgD_k 7.04 13.16 5/71 10/76

AgD_c 10.67 11.84 8/75 9/76

(58)

Class Prod. Acc. User Acc. Prod. Acc. User Acc

(Percent) (Percent) (Pixels) (Pixels)

Awan_05_OK 100.00 100.00 32/32 32/32

B_Awan_05_OK 100.00 88.89 32/32 32/36

Wtr_Fix_05 88.46 93.88 46/52 46/49

For_Fix_05 98.67 100.00 74/75 74/74

AgP_H_Fix_05 88.33 86.89 53/60 53/61

AgP_K_Fix_05 92.50 88.10 37/40 37/42

AgP_P_Fix_05 85.94 80.88 55/64 55/68

AgP_U_Fix_05 97.22 89.74 35/36 35/39

AgP_A_Fix_05 96.43 100.00 54/56 54/54

AgP_CO_Fix_05 100.00 88.89 32/32 32/36

urban_u 86.90 96.05 73/84 73/76

Urban_P 84.81 94.37 67/79 67/71

(59)

Lampiran 4. Nilai Kappa Peta Perubahan Penggunaan Lahan Jabodetabek 1990-1995

Cross-tabulation of 1990 against 1995

0 1 2 3 4 5 Total

0 15035296 0 0 0 0 0 15035296

1 0 5743046 0 0 0 0 5743046

2 0 1133497 4460819 2109217 5512 0 7709045

3 0 466773 2604583 8373205 50471 0 11495032

4 0 0 0 0 1316850 0 1316850

5 0 53272 416499 929000 50852 2557694 4007317 Total 15035296 7396588 7481901 11411422 1423685 2557694 45306584

Chi Square = 153999376.00000 Df = 25

P-Level = 0.0000 Cramer's V = 0.8245 Proportional Crosstabulation

0 1 2 3 4 5 Total

(60)

Kappa Index of Agreement (KIA) ---

Using 1995_reclass as the reference image Category KIA

0 1.0000 1 1.0000 2 0.4953 3 0.6370 4 1.0000 5 0.6166

Using 1990 as the reference image Category KIA

0 1.0000 1 0.7440 2 0.5134 3 0.6432 4 0.9227 5 1.0000

(61)

Lampiran 5. Nilai Kappa Peta Perubahan Penggunaan Lahan Jabodetabek 1995-2005

Cross-tabulation of 1995 (colums) against 2005 (rows)

0 1 2 3 4 5 Total

0 15035296 0 0 0 0 0 15035296

1 0 3292675 0 0 0 0 3292675

2 0 1825556 5088208 878660 8048 0 7800472

3 0 537865 1797147 8880490 103156 0 11318658

4 0 0 0 0 1186068 0 1186068

5 0 86950 823690 1735882 19578 4007317 6673417 Total 15035296 5743046 7709045 11495032 1316850 4007317 45306588

Chi Square = 149016752.00000 Df = 25

P-Level = 0.0000 Cramer's V = 0.8111 Proportional Crosstabulation

0 1 2 3 4 5 Total

(62)

Kappa Index of Agreement (KIA) ---

-Using 2005 as the reference image Category KIA

- Using 1995 as the reference image Category KIA

0 10.000 1 0.5399 2 0.5893 3 0.6968 4 0.8980 5 10.000

Overall Kappa 0.7772 0 10.000

(63)

49

ampi

ra

n 6 Da

ta

L

apa

n

g

Keterangan

Sawah → Lahan

terbangun

Pertanian non

sawah → Lahan

terbangun

Lokasi

Kec. Teluk Naga Kab. Tangerang

Kec. Gunung Sindur Kab. Bogor

Koordinat

Longitude

+106.6465900

+106.6928500

Lantitude

-6.0668200

-6.3803700

Foto Pengamatan No.

1

(64)

Keterangan

Sawah →

Pertanian non sawah

Lokasi

Kec. Citeureup Kab. Bosgor

Koordinat

Longitude

+106.9153800

Lantitude

-6.5204100

Foto Pengamatan No.

(65)

51 Keterangan

Pertanian non

sawah → Sawah Lokasi

Kec. Teluk Naga Kab. Tangerang

Longitude

+106.6395900

Lantitude

-6.0631600

Foto Pengamatan No.

(66)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada 15 Agustus 1990 dari pasangan Asep Nur El Hakim dan Anna Fauzana. Penulis adalah putra kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.

Gambar

Grafik Dinamika Perubahan Lahan Jabodetabek Tahun 1990-2005
Grafik total penambahan dan pengurangan tutupan lahan wilayah
Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
Gambar 1 Diagram alir metode penentuan peta penggunaan lahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

dahulu orang harus memiliki konsep tentang keluarga sakinah. Keluarga adalah satu unit orang-orang yang selalu berhubungan, biasanya hidup bersama dalam bagian hidup

Mengangkat nama-nama seperti tersebut dalam Lampiran Keputusan ini sebagai Dewan Redaksi/Tim Pengelola Jumal lnotek LPPM Universitas Negeri Yogyakarta. Dewan Redaksi/Tim

Menimbang : bahwa sesuai dengan Pedoman Umum PENAS XIII Petani Nelayan 2011 yang dikeluarkan Panitia Pusat PENAS XII Tahun 2011, dalam rangka pelaksanaan Pekan Daerah

[r]

Perintah Allah melalui mimpi kepada Nabi Ibrahim AS adalah untuk menyembelih ….. Bagaimana sikap Raja Namruz ketika disuruh agar menyemabah Allah

adanyacalon suami, calon istri, ṣīgah (ijab dan kabul), dua orang saksi dan wali. 64 Jika suatu akad pernikahan tidak terpenuhi beberapa rukun dan syarat, maka pernikahan

penomoran yang telah disusun oleh PS Pendidikan Kimia... b) Pemberian nomor pada setiap cover dokumen... c) Penyusunan sistem

Ziarah Pamijahan Sebagai Gagasan dan Objek Desain Kaos Anak” ini akan menjadi salah satu ajang mempromosikan objek wisata ziarah Pamijahan yang lebih.. menarik lagi