• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Agribisnis Ikan Bilih (Mystacoleucus Padangensis) Di Danau Singkarak Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem Agribisnis Ikan Bilih (Mystacoleucus Padangensis) Di Danau Singkarak Sumatera Barat"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM AGRIBISNIS IKAN BILIH (

Mystacoleucus

padangensis

) DI DANAU SINGKARAK SUMATERA BARAT

LAYRA NICHI SARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sistem Agribisnis Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis) Di Danau Singkarak Sumatera Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

LAYRA NICHI SARI. Sistem Agribisnis Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis) Di Danau Singkarak Sumatera Barat. Dibimbing oleh SUHARNO dan NETTI TINAPRILLA.

Ikan bilih merupakan ikan endemik Danau Singkarak yang saat ini berstatus langka karena ekosistemnya terancam punah. Ikan bilih merupakan salah satu ikan endemik yang banyak diminati oleh konsumen. Namun, jumlah ikan bilih saat ini mengalami penurunan akibat penangkapan menggunakan alat yang tidak ramah lingkungan. Ikan bilih memiliki pasar yang menjanjikan. Walaupun hasil produksi rendah namun usaha ikan bilih memiliki peluang bisnis karena tingginya penggemar ikan bilih dari berbagai wilayah. Sehingga peneliti ingin mengetahui keadaan sistem agribisnis ikan bilih dengan tujuan menganalisis besarnya pendapatan usahatani, menganalisis saluran pemasaran dan marjin pemasaran, menganalisis besarnya nilai tambah industri ikan bilih goreng dan peran kelembagaan penunjang.

Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan metode kualitatif dan juga metode kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk menguraikan secara deskriptif gambaran umum lokasi penelitian dan karakteristik nelayan. Metode kuantitatif menggunakan analisis pendapatan usahatani, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio), analisis nilai tambah dengan metode Hayami, analisis marjin pemasaran dan analisis peran kelembagaan dengan cara deskriptif. Penelitian ini dilakukan Danau Singkarak yaitu Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar dengan empat kecamatan dan 13 kenagarian atau desa.

Hasil analisa sistem agribisnis ikan bilih di daerah penelitian menunjukkan pengadaan sarana produksi usahatani ikan bilih meliputi sampan, bagan (jaring apung), bahan bakar, ember, jala dan timbangan yang berasal dari kios atau pasar. Tenaga kerja menggunakan tenaga keluarga. Hasil analisis pendapatan usahatani ikan bilih menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan nelayan memiliki rasio R/C atas biaya tunai sebesar 38.99 dan rasio R/C atas biaya total sebesar 5.73 karena nelayan hanya melakukan penangkapan tanpa mengeluarkan pengeluaran yang banyak.

Hasil analisis pemasaran menunjukkan saluran pemasaran ikan bilih di Danau Singkarak memiliki empat saluran. Saluran III merupakan saluran yang paling efisien karena total marjin yang kecil dan farmer’s share yang terbesar dari saluran lainnya yaitu sebesar Rp 70 000 untuk total marjin dan 26.32 pesen farmer’s share. Hasil analisis nilai tambah ikan bilih di Danau Singkarak adalah pengolahan ikan bilih segar menjadi ikan bilih goreng. Ikan bilih goreng mampu memberikan nilai tambah yang tinggi dengan rata-rata rasio nilai tambah sebesar 56.42 persen. Demikian juga dengan keuntungan, keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 70 590 dan tingkat keuntungan sebesar 53.26 persen. Hasil peran kelembagaan, pemerintah memiliki peranan yang besar terhadap perkembangan usaha ikan bilih dibandingkan lembaga lainnya seperti perbankan dan kelompok pengolah.

(5)

SUMMARY

LAYRA NICHI SARI. Fish Bilih Agribusiness System (Mystacoleucus padangensis) in The Lake Singkarak West Sumatra. Supervised by SUHARNO and NETTI TINAPRILLA.

Bilih fish is an endemic fish in Singkarak Lake which is rare nowadays because the ecosystem is endangered. Bilih fish is one of the endemic fish which was much demanded by the customer. But, the number of bilih fish was currently declining due to the bilih fish arrested using tools which were not environment-friendly. Bilih fish has a promising market. Although the bilih fish production was low, it has a bright business opportunity in the future because of its high demand from every different regions. So the researchers want to know the agribusiness system condition of bilih fish with the aim consisted of analyzing the amount of farm income, analyzing the marketing channels and marketing margins, analyzing the value added of fried bilih fish industry and the role of supporting institution.

The analysis and data processing had been done by qualitative method and also quantitative method. The qualitative methods are used for describing the general description of research location and the fisherman characteristics descriptively. Quantitative methods which was used in this research were farm income analysis, the balance of receipts and expenses (R/C ratio) analysis, the value added analysis by Hayami method, marketing margin analysis and the role of institutions analysis by descriptive method. This research had been conducted in Singkarak Lake which were Solok and Tanah Datar District which consisted of four districts and 13 villages.

The result of bilih fish agribusiness system analysis in the research location showed that the farming tools procurement of bilih fish including canoe, chart (net), fuel, buckets, nets and scales were bought from stalls or markets. The fisherman used family as their labor. The result of the farm incomes analysis of bilih fish showed that bilih fish farming has R/C ratio in cash cost as much as 38.99 and the ratio of R/C in total cost as much as 5.73 because the fisherman was only arresting without spending a lot of money.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

SISTEM AGRIBISNIS IKAN BILIH (

Mystacoleucus padangensis

)

DI DANAU SINGKARAK SUMATERA BARAT

LAYRA NICHI SARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Harianto, MS

(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah sistem agribisnis dengan judul Sistem Agribisnis Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis) Di Danau Singkarak Sumatera Barat.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini tidak dapat diselesaikan dengan baik tanpa dorongan, bantuan serta masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis dalam kesempatan ini menyampaikan penghargaan yang tinggi dan terima kasih kepada Dr Ir Suharno, MAdev dan Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Harianto, MS selaku penguji luar komisi pada ujian tesis dan Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku penguji wakil program studi atas bimbingan, saran dan bantuan yang telah diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB dan kepada pihak beasiswa yang telah membantu terkait pendanaan selama perkuliahan, yaitu Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN).

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada papa, mama, adek-adek, oom, tante dan seluruh keluarga besar, serta sahabat-sahabat penulis atas segala do’a, kasih sayang dan dukungannya kepada penulis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ketua Pengolah Ikan Bilih Ompas Baringin Jaya, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Solok dan Tanah Datar. Terakhir penulis sampaikan terima kasih atas segala doa dan dukungan kepada rekan-rekan Magister Sains Agribisnis Angkatan IV.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN v

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Agribisnis Perikanan Indonesia 7

Usaha Perikanan Tangkap 8

Industri Perikanan Indonesia 9

Kelembagaan Agribisnis 10

3 KERANGKA PEMIKIRAN 10

Kerangka Teoritis 10

Barang Publik 10

Konsep Agribisnis 11

Subsistem Hulu (up-stream agribusiness) 11

Subsistem Usahatani (on-farm agribusiness) 12

Analisis Usahatani 12

Analisis Pendapatan Usahatani 12

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio) 13 Subsistem Pengolahan (down-stream agribusiness) 13

Subsistem Pemasaran 14

Lembaga dan Saluran Pemasaran 14

Marjin Pemasaran 14

Subsistem Jasa Penunjang (Kelembagaan) 16

Kerangka Pemikiran Operasional 16

4 METODE PENELITIAN 18

Lokasi dan Waktu 18

Jenis dan Sumber 18

(12)

Metode Analisis Data 19

Analisis Pendapatan Usahatani 20

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio) 21

Analisis Nilai Tambah 22

Analisis Marjin Pemasaran 23

Peran Jasa Penunjang 24

5 GAMBARAN UMUM PENELITIAN 24

Karakteristik Wilayah Danau Singkarak 24

Karakteristik Nelayan Ikan Bilih 25

6 SUBSISTEM PENGADAAN SARANA PRODUKSI 27

Subsistem Onfarm 29

7 SUBSISTEM PEMASARAN IKAN BILIH 33

Saluran Pemasaran I 35

Saluran Pemasaran II 36

Saluran Pemasaran III 36

Saluran Pemasaran IV 36

Lembaga Pemasaran 37

Nelayan 37

Tengkulak 38

Pedagang Besar 39

Pedagang Pengecer 40

Kelompok Pengolah 41

Marjin Pemasaran 41

8 NILAI TAMBAH PENGOLAH IKAN BILIH 44

9 SUBSISTEM PENUNJANG 48

10 IMPLIKASI MANAJERIAL 49

11 KESIMPULAN DAN SARAN 52

Kesimpulan 52

Saran 52

DAFTAR PUSTAKA 53

(13)

DAFTAR TABEL

1 Ikan Endemik yang Diminati Masyarakat Indonesia 2 2 Jenis dan Sumber Data yang Digunakan Dalam Penelitian 19 3 Metode Perhitungan Pendapatan Usahatani Ikan Bilih 20 4 Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Pengolah Ikan Bilih 23

5 Kelompok Usia Responden 26

6 Tingkat Pendidikan Formal 26

7 Kelompok Pengalaman Responden 27

8 Penggunaan Sarana Produksi Usahatani Ikan Bilih Di Danau Singkarak 28 9 Analisis Pendapatan Usahatani Ikan Bilih Di Danau Singkarak 30 10 Analisis Pendapatan Usahatani Ikan Bilih dengan Perhitungan Biaya

Lingkungan dan Biaya Transaksi di Danau Singkarak 32

11 Analisis Marjin Pemasaran Ikan Bilih 42

12 Analsisi Nilai Tambah Ikan Bilih 46

13 Peran Kelembagaan Penunjang Terhadap Perkembangan Usaha Ikan

Bilih 49

DAFTAR GAMBAR

1 Penurunan produksi ikan bilih di Danau Singkarak 4

2 Kerangka pemikiran operasional 17

3 Peta Danau Singkarak 25

4 Ikan Bilih Danau Singkarak 27

5 Skema Saluran Pemasaran Ikan Bilih Di Danau Singkarak 34

6 Bagan atau Jaring Apung 38

7 Ikan Bilih yang Dikemas 39

8 Ikan Bilih yang Dikemas untuk Pedagang Pengecer 40

9 Pemesanan Konsumen Ikan Bilih Goreng 40

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara bahari yang kaya akan dengan potensi perikanan dan kelautannya. Indonesia memiliki luas laut kurang lebih 3.1 juta km2 (perairan laut teritorial 0.3 juta km2 dan perairan nusantara 2.8 juta km2) dan perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) seluas lebih kurang 2.7 juta km2 dengan garis pantai sepanjang 81 000 km1. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang menyimpan potensi perikanan yang sangat besar dengan kekayaan jenis ikan dan hasil perairan laut yang beragam.

Potensi yang dimiliki oleh sektor perikanan dapat dilihat dari jumlah perikanan budidaya maupun perikanan tangkap yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut BPS (2014), jumlah perikanan budidaya mencapai 13 301 ton pada tahun 2013 dari 9 676 ton pada tahun 2012 begitu juga dengan perikanan tangkap yang mengalami peningkatan dari 15 505 ton menjadi 19 406 ton pada tahun 2012 sampai 2013. Tingginya jumlah hasil tangkapan dan budidaya pada sektor perikanan memberikan gambaran perikanan Indonesia memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian masyarakat Indonesia. Salah satu perikanan yang memiliki kontribusi terhadap perekonomian masyarakat adalah perikanan tangkap. Pada perikanan tangkap terdapat salah satu jenis ikan endemik yang langka untuk dijumpai yang mampu memberikan kontribusi terhadap perekenomian masyarakat.

Spesies endemik adalah gejala alami sebuah biota untuk menjadi unik pada suatu wilayah geografi tertentu. Spesies ikan dapat disebut endemik jika spesies ikan merupakan spesies asli yang hanya bisa ditemui di wilayah tertentu dan tidak ditemukan di wilayah lain (Wargasasmita 2002). Hal serupa juga diungkapkan oleh Groombride (1992) ikan endemik adalah jenis ikan yang terdapat di suatu areal tertentu seperti sungai, danau, situs, pulau, negara dan benua. Ikan endemik banyak tersebar di seluruh wilayah Indonesia baik dari pulau Sumatra hingga Papua.

Indonesia berada pada posisi ke tiga sebagai negara dengan spesies ikan air tawar terbanyak di dunia dengan total spesies mencapai 1 155 spesies. Berdasarkan jumlah ikan endemiknya, Indonesia yang memiliki total 440 spesies ikan endemik, berada pada posisi ke empat setelah Brazil (1 716 spesies), China (888 spesies) dan Amerika serikat (593 spesies)2. Menurut Yuerlita (2010), Sumatera dan pulau di sekitarnya memiliki 570 jenis spesies ikan tawar dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik. Sedangkan menurut Kottelat et al. (1993), mencatat bahwa terdapat 272 jenis ikan air tawar dan 30 jenis diantaranya termasuk ikan endemik. Populasi ikan endemik yang semakin langka menyebabkan perlunya peranan pemerintah dan masyarakat untuk melestarikan populasi ikan endemik sehingga ikan endemik memiliki peluang bisnis yang besar bagi masyarakat maupun para pengusaha ikan.

1 Siombo, MR. 2010. Hukum Perikanan Nasional dan Internasional. PT Gramedia Pustaka

Utama: Jakarta.

(16)

2

Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), terdapat delapan jumlah ikan endemik yang dapat dilestarikan di Indonesia dan sebaiknya dipertahankan karena harga jual dan minat pembelinya yang tinggi. Seperti yang dilihat pada Tabel 1 ikan endemik yang diminati masyarakat Indonesia.

Tabel 1 Ikan endemik yang diminati masyarakat Indonesia

No Jenis Ikan Endemik Lokasi Ikan Endemik

1 Ikan bilih (Mystacoleuseus padangensis) Danau Singkarak Sumatera Barat

2 Ikan lawat (Leptobarbus hoevanii) Danau Sentrum Kalimantan Barat

3 Ikan baung (Mystus planices) Danau Sentrum Kalimantan Barat

4 Ikan belida (Chitala lopis) Danau Sentrum Kalimantan Barat

5 Ikan tangadak (Barbodes schwanenfeldi) Danau Sentrum Kalimantan Barat

6 Ikan nike-nike Danau Tondano Sulawesi Utara

7 Ikan gabus asl (Oxyeleotris heterodon) Danau Sentani Papua

8 Ikan semah (Tor tambra) Sungai Kapuas

Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jendral Budidaya Perikanan (2015)

Jenis ikan endemik di atas memiliki status langka dan perlu dilestarikan karena ikan ini hanya ditemukan pada tempat tersebut. Menurut Crivelli (1995), ikan endemik yang berstatus langka harus lebih diperhatikan populasi dan ekosistemnya. Sedangkan menurut Elvia (1995), semakin sedikitnya ikan endemik memberikan dampak terhadap kerusakan ekosistem. Ekosistem ikan semakin sedikit apabila tidak dilakukannya konservasi. Walapun begitu menurut Tan (1994), terdapat keunggulan dan keunikan dari ikan endemik yaitu hanya terdapat pada daerah tersebut, keberadaannya yang menyatu dengan pola hidup masyarakat lokal, secara ekologis dan klimatologi ikan endemik memiliki habitat hidup dan berkembang biak yang khas dan harganya yang mahal. Ikan endemik memiliki peluang bisnis yang besar sebagai produk khas daerah. Ikan endemik bisa menjadi sebuah ikon produk yang hanya dapat ditemukan dan dihasilkan didaerah tersebut. Salah satu ikan endemik yang langka untuk dijumpai dan memiliki keunikan tersendiri adalah spesies ikan bilih (Mystacoleucus padangensis).

Ikan bilih merupakan ikan endemik Danau Singkarak yang saat ini berstatus langka karena ekosistemnya terancam punah. Ikan bilih memiliki manfaat dan keunikan dimana ukurannya yang tidak seperti ikan biasanya namun menyerupai ikan teri. Ikan bilih memiliki daging yang enak sehingga kebanyakan orang memakannya dengan tulang. Selain hal tersebut, ikan bilih memiliki kandungan gizi seperti protein, kalsium dan zink. Kebanyakan orang belum mengetahui keberadaan ikan bilih namun hasil tangkapan ikan bilih selain dikonsumsi lokal juga diekspor ke berbagai negara. Menurut Partiono (2010), ikan bilih hasil tangkapan masyarakat kebanyakan diekspor ke Malaysia dan Singapura dalam bentuk olahan.

(17)

3 karena satu koligram ikan bilih ditingkat nelayan mencapai harga Rp 20 000. Hal ini menggambarkan bahwa sekitar Rp 40 000 000 putaran uang yang ada di sekitar danau setiap harinya. Ikan bilih juga mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah. Ikan bilih dapat menjadi ikon kuliner yang menjanjikan dan meningkatkan pendapatan daerah. Selain hal tersebut, tingginya permintaan memberikan pengaruh terhadap pangsa pasar ikan bilih. Hal ini dibuktikan dengan terdapatnya permintaan ikan bilih dari berbagai negara seperti yang dijelaskan oleh Partiono (2010) diatas.

Ikan bilih memiliki potensi bisnis yang menjanjikan bagi setiap pelaku usaha baik ikan bilih segar maupun produk turunannya. Terdapat beberapa produk turunan ikan bilih yang dapat dikembangkan menjadi peluang usaha. Produk turunan ikan bilih seperti ikan bilih goreng, kerupuk ikan bilih, pangek ikan bilih, palai ikan bilih, sala ikan bilih dan rendang ikan bilih. Beberapa produk turunan tersebut memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian masyarakat. Produk turunan yang memiliki nilai yang besar adalah ikan bilih goreng. Harga yang ditawarkan dari produk turunan bervariasi. Menurut DKP Provinsi Sumatera Barat (2015), harga Ikan bilih goreng Rp 180 000 per kilogram, kerupuk ikan bilih Rp 20 000 per 100 gram, pangek ikan bilih Rp 25 000 per porsi, palai ikan bilih Rp 15 000 per bungkus, sala ikan bilih Rp 500 per item dan rendang ikan bilih Rp 50 000 per porsi.

Ketersediaan bahan baku merupakan faktor penting dalam menghasilkan sebuah produk. Namun pada saat ini, ikan bilih mengalami penurunan jumlah produksi. Penurunan tersebut menyebabkan nelayan kesulitan untuk mendapatkan ikan karena ekosistem ikan bilih yang terancam punah. Kepunahan ekosistem ikan bilih dikarenakan penangkapan ikan bilih yang tidak ramah lingkungan dan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap ekosistem. Jika masyarakat mengambil ikan bilih dengan cara sembarangan ekosistem ikan bilih akan habis dan ikan bilih akan punah.

Pengembangan ikan bilih dapat dilihat berdasarkan potensi wisata dan dukungan dari pemerintah. Ikan bilih yang merupakan ikan asli Danau Singkarak memberikan kontribusi terhadap wisata. Dengan adanya ikan bilih di Danau Singkarak masyarakat dapat melihat, membeli dan mencicipi produk olahan ikan bilih. Sehingga akan meningkatkan potensi wisata di Danau Singkarak. Selain hal tersebut dukungan pemerintah sangat dibutuhkan untuk pengembangan ikan bilih. Pemerintah sebagai media pembelajaran dan promosi bagi pelaku usaha harus memberikan kontribusi terhadap pengembangan usaha ikan bilih. Menurut DKP Kabupaten Tanah Datar (2015), pemerintah telah melakukan promosi terhadap produk olahan ikan bilih dalam rangka pengenalan usaha dan sebagai media pemasaran bagi pelaku usaha.

(18)

4

pembelian perlengkapan. Subsistem onfarm merupakan kegiatan usahatani yang dilakukan nelayan, subsistem agribisnis hilir mencakup pengolahan dan distribusi atau pemasaran, sedangkan subsistem penunjang mencakup lembaga yang berkontribusi terhadap kegiatan ikan bilih.

Perumusan Masalah

Danau Singkarak merupakan danau terluas kedua di Pulau Sumatera. Danau ini telah banyak dimanfaatkan secara langsung sebagai sumber air bagi kegiatan rumah tangga, sumber mata pencaharian bagi nelayan, sumber air bagi Pembangkit Listik Tenaga Air (PLTA), serta sebagai objek wisata alam3. Danau Singkarak memiliki spesies ikan endemik yaitu ikan bilih. Menurut Purnomo dan Kartamihardja (2008), populasi ikan bilih menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 1997 produksi tangkapan ikan bilih mencapai 416 ton per tahun dan pada tahun 2003 produksinya lebih rendah yaitu sebesar 260 ton per tahun.

Menurut DKP Provinsi Sumatera Barat (2010), produksi ikan bilih pada tahun 2008 mengalami penurunan yaitu sebesar 400 ton dari tahun sebelumnya. Penurunan produksi ini terjadi akibat limbah dari PLTA dan cara penangkapan nelayan menggunakan alat yang tidak ramah lingkungan. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan terhadap produksi ikan bilih seperti yang tergambar pada Gambar 1.

Gambar 1 Penurunan Produksi Ikan Bilih di Danau Singkarak

Sumber : DKP Provinsi Sumatera Barat, 2010

Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan produksi ikan bilih mulai tahun 2006. Menurut Moyle dan Leidy (2012), faktor penyebab menurunnya jenis ikan adalah degradasi dan kepunahan habitat, pencemaran, introduksi ikan asing dan eksploitasi komersial. Degradasi dan kepunahan habitat antara lain sebagai dampak dari pembuatan bendungan besar (McAllister et al. 2001). Menurut Whitten et al. (1987), introduksi ikan asing dan pencemaran limbah yang masuk ke perairan danau disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang cepat. Sedangkan dampak eksploitasi komersial terjadi akibat pengambilan ikan tanpa memikirkan dampak ekosistemnya (McLarney, 1998). Selain hal tersebut perubahan iklim juga merupakan ancaman terhadap kelangsungan hidup

(19)

5 ikan (Allan dan Flecker, 1993). Sedangkan menurut DKP Kabupaten Tanah Datar (2015), kurangnya kesadaran masyarakat merupakan faktor utama terjadinya penurunan produksi.

Pengambilan ikan bilih tanpa mempertimbangkan habitat menyebabkan ikan bilih habis. Masyarakat hanya mengetahui jumlah pendapatan yang diterima tanpa mempertimbangkan kondisi alam ikan bilih. Jika ikan bilih diambil terus menerus tanpa adanya konservasi maka, ikan bilih di Danau Singkarak akan punah. Selain hal tersebut, nelayan tidak memperhatikan ukuran ikan bilih yang ditangkap. Kebanyakan dari nelayan memperkecil mata jaring supaya mendapatkan ikan yang lebih banyak. Mengecilkan mata jaring akan menyebabkan ikan-ikan yang masih kecil dan telur ikan bilih ikut terjaring. Sehingga habitat ikan bilih semakin sedikit.

Eksploitasi yang terus menerus tanpa adanya konservasi menyebabkan ikan bilih habis dan punah. Menurut Dudgeon (2000), eksploitasi ikan bilih di Danau Singkarak merupakan ancaman terbesar terhadap kelangsungan hidup ikan tersebut. Kepunahan ikan bilih terjadi karena tidak adanya budidaya ikan bilih. Ikan bilih hidup dengan kondisi alam tanpa adanya bantuan konservasi. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat terus mengambil sumber daya ikan. Menurut DKP Kabupaten Tanah Datar (2015), pemerintah pernah mencoba melakukan budidaya ikan bilih di Danau Singkarak tetapi gagal. Kegagalan tersebut terjadi kerena adanya tanggul pembangkit listrik yang membendung Sungai Batang Ombilin. Tanggul pembangkit listrik ini menghambat migrasi saat musim kawin ikan bilih. Selain budidaya, pemerintah juga pernah mencoba melakukan penebaran benih. Penebaran benih yang dilakukan pemerintah daerah tidak dijaga dan dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. Masyarakat kembali mengambil ikan bilih tanpa mempertimbangkan ekosistem ikan bilih.

Ikan bilih tidak dapat hidup selain di Danau Singkarak. Menurut DKP Kabupaten Tanah Datar (2015), ikan bilih sudah pernah dicoba untuk dibudidayakan oleh peneliti asal Amerika namun hasilnya gagal. Kondisi lingkungan kolam dibuat semirip mungkin dengan Danau Singkarak tetapi hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan keinginan. Ikan bilih sangat menyukai perairan sungai yang jernih dengan suhu air relatif rendah yaitu antara 24 hingga 26 ̊c dan dasar sungai yang berbatu kerikil atau pasir. Hal inilah yang menyebabkan ikan bilih sangat menyukai hidup di Danau Singkarak.

Keunikan ikan bilih yaitu hanya dapat ditemukan di Danau Singkarak. Keunikan ini memberikan peluang usaha terhadap masyarakat sekitar danau. Peluang usaha tidak hanya dari ikan bilih segar melainkan dari produk turunan ikan bilih. Menurut DISPERINDAG Provinsi Sumatera Barat (2015), sebanyak 70 persen permintaan ikan bilih adalah ikan bilih goreng. Sehingga dapat dilihat bahwa ikan bilih dapat menjadi peluang usaha yang menjanjikan bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat.

(20)

6

yang dilakukan pemerintah mendapatkan respon positif bagi masyarakat. Namun, kegiatan penyuluhan dan pembinaan yang telah diterapkan oleh pemerintah tidak membuat masyarakat berubah.

Kerusakan ekosistem bukan hanya dari cara penangkapan melainkan kesadaran masyarakat dan aturan yang diterapkan oleh pemerintah. Masyarakat banyak yang telah melanggar aturan dan merusak ekosistem namun, pemerintah belum memiliki aturan terhadap nelayan yang merusak ekosistem. Pemerintah pernah melakukan teguran terhadap nelayan yang merusak ekosistem. Tapi teguran yang dilakukan oleh pemerintah selalu diabaikan. Pemerintah sendiri tidak memiliki data nelayan tetap di Danau Singkarak. Kurangnya pendataan menyebabkan semakin banyaknya nelayan yang mengambil ikan bilih dengan merusak ekosistem.

Pemerintah juga pernah membuat kelompok nelayan ikan bilih. Pembuatan kelompok ini bertujuan untuk pendataan jumlah nelayan aktif yang ada di lingkungan danau. Namun, kegiatan ini tidak mendapatkan respon positif bagi nelayan. Kebanyakan nelayan tidak ingin masuk ke kelompok karena kurangnya manfaat bagi mereka. Nelayan hanya memikirnya keuntungan yang mereka dapatkan. Sehingga usaha yang dilakukan pemerintah belum efektif dan tidak tepat sasaran.

Kurangnya kesadaran dari masyarakat dan aturan dari pemerintah akan menyebabkan habitat ikan bilih hilang. Rusaknya ekosistem menyebabkan jumlah ikan bilih semakin menurun. Penurunan jumlah ikan bilih akan memberikan dampak terhadap pendapatan ikan bilih. Semakin banyak ikan bilih yang ditangkap tanpa memikirkan jumlah habitat, maka semakin sedikit pendapatan yang akan diterima oleh nelayan. Penurunan jumlah produksi akan berdampak juga terhadap pelaku usaha ikan bilih lainnya. Sedikitnya jumlah tangkapan akan menyebabkan permintaan pasar tidak terpenuhi dan usaha ikan bilih banyak yang tutup. Semakin sedikitnya usaha ikan bilih menyebabkan daerah itu tidak menjadi ikon khas dan penurunan pendapatan daerah. Sehingga dibutuhkan model bisnis yang mengacu pada sistem agribisnis yang dilihat berdasarkan subsistem-subsistem yang nantinya akan menjadi potret agribisnis kepada pemerintah yang diuraikan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengadaan sarana produksi usahatani ikan bilih ? 2. Berapa besar pendapatan usahatani yang diperoleh nelayan ?

3. Bagaimana saluran pemasaran dan marjin pemasaran pada setiap lembaga pemasaran ikan bilih dari nelayan ke konsumen ?

4. Berapa besar nilai tambah yang dapat diciptakan dalam industri ikan bilih ? 5. Bagaimana peran kelembagaan yang mendukung agribisnis ikan bilih di daerah

penelitian ?

Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaan sistem agribisnis ikan bilih sehingga akan membantu pemerintah dalam mempromosikan ikan bilih. Sedangkan untuk tujuan khususnya dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

(21)

7 2. Menganalisis besarnya pendapatan usahatani ikan bilih yang diterima oleh

nelayan.

3. Menganalisis saluran pemasaran dan marjin pemasaran dari nelayan sampai ke konsumen.

4. Menganalisis besarnya nilai tambah yang diciptakan dengan adanya industri ikan bilih goreng.

5. Mengetahui peran kelembagaan yang mendukung agribisnis ikan bilih.

Manfaat Penelitian

Penelitian tentang sistem agribisnis ikan bilih diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam pengembangan dan promosi sistem agribisnis ikan bilih. Bagi nelayan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan usahatani ikan bilih dengan tujuan meningkatkan pendapatan nelayan. Bagi pengusaha industri ikan bilih penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam upaya mengembangkan industri ikan bilih. Sedangkan bagi kalangan akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur bagi penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian sistem agribisnis ikan bilih difokuskan terhadap subsistem hulu, usahatani, pengolahan, pemasaran dan kelembagaan yang ada di daerah Danau Singkarak. Daerah penelitian meliputi daerah yang mengelilingi Danau Singkarak yaitu di lokasi Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar yang mana untuk setiap kenagarian responden yang mewakili hanya dua sampai tiga responden karena banyaknya kenagarian yang ada disekeliling Danau Singkarak. Subsistem hulu mendeskripsikan pasokan maupun alat yang terkait dalam hal agribisnis ikan bilih. Subsistem usahatani difokuskan terhadap pendapatan yang diperoleh para nelayan. Subsistem pengolahan dan pemasaran difokuskan terhadap usaha pengolahan yang menggunakan bahan baku ikan bilih sedangkan untuk pemasaran dimaksudkan pemasaran yang dilakukan para nelayan kepada konsumen tidak sampai eksportir. Kelembagaan difokuskan kepada lembaga yang terkait terhadap kegiatan agribisnis ikan bilih dimana hasilnya nanti sebagai masukan kepada pemerintah daerah terhadap sistem agribisnis ikan bilih yang berguna untuk mempromosikan keunggulan ikan bilih.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Agribisnis Perikanan Indonesia

(22)

8

berperan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, peningkatan pendapatan nelayan, penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi. Sumber daya perikanan memberikan kontribusi yang besar bagi Indonesia. Semua biota laut dapat dimanfaatkan dengan baik seperti ikan, rumput laut dan terumbu karang. Biota laut dapat dimanfaatkan bagi keberlangsungan perekonomian Indonesia. Menurut Harifuddin et al. (2011), komoditas ekspor agribisnis perikanan mampu memenuhi sebanyak 60 sampai 70 persen dan menghasilkan 1.9 juta ton kebutuhan pasar dunia.

Fargomeli (2014) mengungkapkan masyarakat dikawasan pesisir memiliki karekteristik sosial yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daratan. Aktivitas perikanan masih menggunakan teknologi sederhana atau teknologi tradisional seperti sistem dayung yang menggunakan perahu, cara memancing menggunakan jaring dan menggunakan transportasi seperti ketinting. Budidaya biota laut seperti ikan memerlukan luas lahan yang sangat besar dimana seperti yang diteliti oleh Picaulima (2010) yaitu untuk budidaya ikan harus dipergunakan dengan luas 25 000 km2 atau 70.4 persen dan untuk produksinya 3 126 ton per tahun. Selain hal tersebut untuk usaha ikan dengan mempergunakan jaring apung mengalami peningkatan karena hasil yang didapatkan semakin banyak apabila dilakukan dengan cara budidaya.

Menurut Pontoh (2012), usaha budidaya ikan dalam jaring apung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun baik dari jumlah unit maupun produksinya dan mampu membuka lapangan pekerjaan. Namun dalam hal ini terdapat hambatan yang dialami para pembudidaya yaitu cuaca, keadaan air, harga pakan dan permintaan pasar. Penangkapan ikan bilih tergolong mudah karena ikan bilih menyukai tempat yang memiliki suhu perairannya yang rendah dan kondisi alam yang baik. Menurut Panjaitan (2010), ikan bilih sangat menyukai perairan yang jernih, suhu perairan yang rendah dan daerah literoal berbatu atau pasir. Sedangkan menurut Partiono (2010), pada musim hujan makanan ikan bilih lebih banyak tersedia dari pada musim-musim biasanya yang didukung ditemukannya ukuran ikan bilih yang besar.

Usaha Perikanan Tangkap

Usaha perikanan tangkap adalah sebuah kegiatan usaha yang berfokus untuk memproduksi ikan dengan cara penangkapan yang berasal dari perairan darat dan laut. Menurut Ramli (2009), usaha perikanan tangkap memberikan potensi besar terhadap pendapatan negara. Perikanan tangkap memiliki luas sebesar 54 000 000 hektar dengan potensi produksi 0,9 juta ton per tahun. Hal ini menggambarkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang menjanjikan di bidang perikanan. Menurut penelitian Yasin (2013) diketahui bahwa usaha perikanan udang dan ikan bandeng layak dan menguntungkan untuk diusahakan dengan Ratio Cost (R/C) rata-rata 1.7, rentibilitas rata-rata 69.96 persen dan analisis titik impas (BEP) 2 868 427.

(23)

9 tepung karangin memiliki nilai tambah yang tinggi yaitu sebesar Rp 9 362.50 per kilogram bahan baku atau sebesar 48,01 persen dari nilai produksi.

Perikanan tangkap memberikan kontribusi terhadap sumber kehidupan masyarakat. Menurut penelitian Yuerlita et al. (2013), terdapat 90 persen nelayan yang menggantungkan hidup disektor perikanan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Nwabueze dan Nwabueze (2010) menyatakan bahwa perikanan tangkap memiliki keuntungan 70 persen terhadap kehidupan masyarakat yang tinggal di bibir pantai.

Industri Pengolahan Perikanan

Perikanan Indonesia mampu memberi kontribusi terhadap pendapatan negara. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya industri yang berfokus terhadap perikanan di Indonesia seperti yang diungkapkan oleh Nadeak (2009) dalam penelitiannya yaitu nilai ekspor hasil perikanan Indonesia mencapai 3.9 miliar dolar AS dengan volume sebesar 1.27 juta ton. Angka tersebut lebih tinggi sebanyak 8.3 persen jika dibandingkan dengan target ekspor. Kinerja ekspor hasil perikanan telah mengarah kepada produk bernilai tambah dengan pertumbuhan neraca perdagangan perikanan sebesar 11.49 persen. Pada tahun 2012 neraca perdagangan produk perikanan mendapat surplus 76.47 persen.

Agroindustri memberikan aspek yang positif dalam pemulihan perekonomian Indonesia. Menurut Salampessy et al. (2012), komoditi hasil perikanan dapat memberikan kontribusi terhadap perekonomian. Pada penelitiannya di Kabupaten Serang, perikanan rumput laut memiliki potensi untuk dikembangkan. Rumput laut memiliki produk olahan yaitu dodol rumput laut. Industri ini dapat memberikan peningkatan terhadap pendapatan nelayan dan pelaku usaha lainnya.

Pengolahan produk perikanan banyak dimanfaatkan untuk menghasilkan nilai yang tinggi. Menurut Harris (2012), pengolahan produk perikanan dapat ditingkatkan dengan nilai tambah. Pengolahan menghasilkan produk yang berkualitas seperti pembuatan tepung. Peluang pengembangan pengolahan untuk industri tepung ikan cukup besar ditinjau dari aspek ketersediaan bahan baku, komposisi nutrisi dan pemasaran yang cukup potensial. Namun pengolahan nelayan tidak berjalan baik. Alat yang digunakan oleh pengolah masih banyak menggunakan cara tradisional. Menurut Heruwati dan Endang (2002), pengolahan ikan secara tradisional masih memiliki prospek untuk dikembangkan mengingat tingginya ketergantungan masyarakat terhadap produk perikanan dalam memenuhi kebutuhan gizi.

(24)

10

Kelembagaan Agribisnis

Kelembagaan memiliki peran yang mendukung keberlanjutan suatu kegiatan dalam rangka pengembangan perekonomian. Menurut Nurmala (2012), setiap subsistem agribisnis memiliki lembaga yang berperan dalam mendukung fungsi subsistem itu sendiri dan saling melakukan kerjasama. Kelembagaan memiliki peranan yang penting dalam mengatur sumberdaya yang nantinya akan memberikan masukan kepada pelaku usaha. Terdapat beberapa jenis kelembagaan penunjang agribisnis seperti koperasi, bank, kelompok tani, gapoktan, penyuluh, pemerintah yang membuat regulasi, asosiasi dan asuransi.

Kelembagaan berkontribusi dalam akselerasi pengembangan sosial ekonomi, informasi, modal, infrastruktur, pasar dan inovasi. Menurut Anatanyu (2011), keberadaan kelembagaan akan memudahkan pemerintah dan pemangku kepentingan yang lain dalam memfasilitasi dan memberikan penguatan pada petani. Pengembangan masyarakat melalui kelembagaan merupakan suatu upaya pemberdayaan terencana yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh untuk memperbaiki perekonomian masyarakat. Menurut Anatanyu (2011), suatu lembaga dibentuk dengan tujuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia sehingga lembaga mempunyai fungsi kelembagaan yang terpadu dengan struktur dan organisasi.

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis dan Operasional

Kerangka pemikiran teoritis adalah suatu kumpulan teori-teori yang nantinya mendasari dari jenis penelitian yang akan dilakukan dan menjelaskan hubungan dalam masalah tertentu. Sedangkan kerangka pemikiran operasional adalah merumuskan suatu model terperinci dari masalah yang diberikan dan pemecahan yang diusulkan.

Barang Publik

(25)

11 publik dapat memberikan masalah karena dalam membeli barang publik, setiap orang tidak akan dapat menikmati seluruh manfaat yang ditawarkan oleh barang tersebut. Sehingga solusi untuk barang publik menurut Nicholson (2001) adalah alokasi kebijakan pajak dan subsidi.

Konsep Agribisnis

Sistem agribisnis secara konseptual adalah semua aktivitas dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai kepada pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usahatani dan agroindustri yang saling terkait satu sama lainnya. Konsep agribisnis menurut Soekartawi (2002), adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan dan pemasaran yang ada hubungannya dengan kegiatan usaha yang menunjang kegiatan perikanan. Menurut Davis dan Goldberg (1957), agribisnis merupakan seluruh operasi yang terkait dengan manufaktur dan distribusi suplai pertanian, aktivitas produksi di pertanian, penyimpanan, proses dan distribusi komoditi pertanian serta segala sesuatu yang terbuat darinya.

Sedangkan menurut Saragih (2010), sistem agribisnis merupakan satu kesatuan kinerja agribisnis yang terdiri dari lima sub-sistem yaitu : (1) Sub-sistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness) yakni industri yang menghasilkan barang-barang modal bagi pertanian seperti industri pembenihan, agrokimia, mesin dan alat pertanian, (2) Sub-sistem usahatani (on-farm agribusiness) yakni kegiatan budidaya untuk menghasilkan komoditas pertanian primer, termasuk dalam hal ini tanaman pangan, pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan, (3) Sub-sistem pengolahan (down-stream agribusiness) yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan, (4) Sub-sistem pemasaran yakni kegiatan untuk memperlancar pemasaran komoditas pertanian baik segar maupun olahan didalam dan diluar negeri, termasuk didalamnya adalah kegiatan distribusi, promosi, informasi pasar dan intelijen pasar, (5) Sub-sistem jasa yang menyediakan jasa bagi sub-sistem agribisnis hulu, usahatani dan hilir. Subsistem ini meliputi penelitian dan pengembangan, pembiayaan, asuransi, pelatihan, penyuluhan dan sistem informasi.

Subsistem Hulu (up-stream agribusiness)

(26)

12

Subsistem Usahatani (on-farm agribusiness)

Subsistem usahatani (on-farm agribusiness) adalah kegiatan yang menggunakan modal dan sumber daya alam untuk menghasilkan komoditas pertanian primer. Subsistem usahatani sangat berkaitan dengan subsistem hulu. Subsistem usahatani memerlukan bibit, obat dan alat-alat pertanian maupun perikanan supaya usahatani berhasil dengan baik. Pelaksanaan usahatani bertujuan untuk mencukupi kebutuhan pangan bagi keluarga dan menuhi kebutuhan pasar. Pelaksanaan usahatani dapat diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang-orang.

Analisis Usahatani

Analisis usahatani pada hakekatnya adalah alat yang dipakai untuk pengukuran keberhasilan usahatani dan bertujuan untuk melihat keragaan suatu kegiatan usahatani. Terdapat beberapa alat analisis yang dapat digunakan untuk melihat keragaan kegiatan usahatani yaitu analisis pendapatan usahatani dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio).

Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan usahatani yaitu memberikan gambaran keadaan usahatani ikan bilih dan hal yang perlu direncanakan untuk perbaikan pada musim pembenihan dimasa mendatang. Bagi seorang nelayan ikan bilih pendapatan dapat berfungsi sebagai alat ukur keberhasilan usahatani yang dikelolanya. Beberapa definisi yang berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani (Soekartawi, 2002) :

a. Penerimaan usahatani : nilai uang yang diperoleh dari penjualan produk usahatani.

b. Pengeluaran tunai usahatani : jumlah uang yang dibayaran untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani.

c. Pendapatan tunai usahatani : selisih antara nilai penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani.

d. Penerimaan kotor usahatani : produk total usahatani ikan bilih dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual.

e. Pengeluaran total usahatani : nilai semua input habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya-biaya yang diperhitungkan.

f. Pendapatan bersih usahatani : selisih antara penerimaan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani.

(27)

13

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)

Analisis imbangan penerimaan atas biaya menunjukkan penerimaan yang berapa besarnya penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani. Menurut Soekartawi (2002), R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya rasio. Rasio R/C menunjukkan berapa satuan mata uang penerimaan yang dihasilkan setiap satu satuan mata uang yang digunakan untuk biaya produksi dalam usahatani. Rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah usahatani menguntungkan atau tidak. Dalam analisis ini akan diuji seberapa jauh setiap nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya suatu usahatani dikatakan layak dan menguntungkan apabila nilai R/C lebih besar dari satu dan sebaliknya suatu usahatani dikatakan belum menguntungkan atau tidak layak apabila R/C kurang dari satu. Semakin tinggi rasio R/C berarti semakin besar penerimaan yang dihasilkan setiap satu satuan pengeluaran sehingga semakin efisien.

Subsistem Pengolahan (down-stream agribusiness)

Industri atau usaha pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang bertujuan mengubah barang dari yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dengan maksud mendekatkan produk tersebut kepada konsumen akhir untuk tujuan komersial. Menurut Soekartawi (2002), terdapat beberapa alasan yang mendasari pentingnya pengolahan dalam sistem agribisnis. Komponen pengolahan hasil perikanan menjadi penting karena pengolahan mampu menghasilkan nilai tambah, mampu meningkatkan kualitas hasil, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan keterampilan produsen, serta meningkatkan pendapatan produsen. Tujuan dari usaha pengolahan hasil adalah untuk menciptakan bentuk yang lebih mudah dikonsumsi, meningkatkan masa atau daya simpan produk, menciptakan bentuk yang lebih mudah diangkut dan untuk memelihara rasa dan nilai gizi suatu produk.

Nilai tambah adalah selisih antara nilai komoditi yang mendapat perlakuan tertentu dengan niai korbanan yang diperoleh selama proses berlangsung. Sumber nilai tambah adalah dari pemanfaatan faktor produksi (tenaga kerja, modal, sumberdaya alam, manajer) dan teknologi. Menurut Hayami et.al. (1987), analisis nilai tambah pengolahan produk pertanian dapat dilakukan dengan sederhana yaitu melalui perhitungan nilai tambah per kilogram bahan baku untuk satu kali pengolahan yang menghasilkan produk tertentu. Dalam menghitung nilai tambah terdapat dua cara yaitu cara menghitung nilai tambah untuk pengolahan dan cara menghitung nilai tambah untuk pemasaran.

(28)

14

Subsistem Pemasaran

Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan cara menciptakan, menawarkan serta mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain (Kotler 1992). Tujuan pemasaran bagi produsen adalah dapat memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen melalui pertukaran.

Lembaga dan Saluran Pemasaran

Menurut Kotler (1992), saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Sedangkan kelembagaan pemasaran adalah berbagai organisasi bisnis atau kelompok bisnis yang melaksanakan atau mengembangkan aktivitas bisnis. Dalam pemasaran barang atau jasa terlibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen. Jarak antara produsen yang menghasilkan barang atau jasa sering berjauhan dengan konsumen, maka fungsi lembaga perantara sangat diharapkan untuk menggerakkan barang dan jasa tersebut dari titik produsen ke titik konsumen. Saluran pemasaran dapat dikarakteristikkan dengan jumlah tingkat saluran. Bagan berikut menujukkan beberapa saluran pemasaran barang-barang konsumen dengan panjang yang berbeda-beda (Kotler,1992) :

1. Produsen konsumen

2. Produsen pengecer konsumen

3. Produsen pedagang pengumpul pengecer konsumen Keterangan :

1. Saluran tingkat Nol disebut saluran pemasaran langsung terdiri dari sebuah produsen yang menjual secara langsung kepelanggan akhir.

2. Saluran tingkat satu, terdiri dari satu perantara penjualan seperti pengecer. 3. Saluran tingkat dua terdiri dari dua perantara penjualan.

Kegiatan pemasaran dalam menyampaikan barang dari produsen akan membutuhkan biaya yang tinggi. Tingginya biaya pemasaran akan berpengaruh terhadap harga eceran dan harga pada tingkat produsen. Setiap kegiatan fungsi pemasaran membutuhkan biaya keseluruhan yang tidak sedikit jumlahnya. Biaya pemasaran suatu barang terdiri dari jumlah pengeluaran produsen, jumlah pengeluaran pedagang dan laba yang diterima masng-masing lembaga yang bersangkutan.

Marjin Pemasaran

(29)

15 kegiatan produktif yang dapat menjadi indikator efisiensi atau tidaknya sistem pemasaran.

Menurut Kleinstuber dalam Sutojo (2002), pemasaran akan dianalisis secara deskriptif yang nanti bertujuan untuk menggambarkan siapa saja pelaku pemasaran. Biaya yang dikeluarkan lembaga tataniaga dalam proses penyaluran suatu komoditi tergantung dari fungsi-sungsi tataniaga yang dilakukan. Perbedaan fungsi yang dilakukan setiap lembaga tataniaga menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai ke konsumen akhir. Besarnya marjin pemasaran merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga yang diterima petani dan harga yang dibayar oleh konsumen dengan jumlah produk yang dipasarkan. Secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut :

M = (Pr – Pf) x Qr,f Dimana :

Pr = Harga tingkat pengecer Pf = Harga tingkat petani

Qr,f = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer

Besaran (Pr – Pf) menunjukkan besarnya nilai marjinal tataniaga suatu komoditi per unit (Hammond dan Dahl, 1977 dalam Asmarantaka, 2012). Marjin tataniaga terdiri dari dua komponen yaitu biaya dan keuntungan tataniaga, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

Mi = Ci + πi Dimana :

Mi = Marjin tataniaga pada lembaga ke-i Ci = Biaya tataniaga pada lembaga ke-i πi = Keuntungan tataniaga pada lembaga ke-i

Besarnya marjin pada suatu saluran tataniaga tertentu dapat dinyatakan sebagai penjumlahan dari marjin pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

M = ∑ ��

�=1

Rendahnya marjin pemasaran suatu komoditi belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase dengan rumus sebagai berikut :

�� = ���� � %

Dimana :

Fs = Persentase harga yang diterima petani Pf = Harga ditingkat petani

(30)

16

Nilai farmer’s share berbanding terbalik dengan marjin pemasaran yaitu jika farmer’s share rendah, berarti marjin pemasaran tinggi, sebaliknya jika farmer’s share tinggi berarti marjin pemasarannya rendah. Jumlah farmer’s share dan persentase marjin total pemasaran adalah 100 persen.

Subsistem Jasa Pendukung (Kelembagaan)

Subsistem jasa pendukung (kelembagaan) adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi untuk mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan subsistem hulu, usahatani dan hilir. Lembaga-lembaga yang terkait adalah penyuluh, konsultan, keuangan dan penelitian. Lembaga penyuluh dan konsultasi memberikan layanan informasi yang dibutuhkan oleh nelayan dan pembinaan teknik produksi, penangkapan dan manajemen perikanan. Lembaga keuangan seperti perbankan, model ventura dan asuransi yang memberikan layanana keuangan berupa pinjaman dan penanggungan risiko usaha (khusus asuransi). Sedangkan lembaga penelitian yang dilakukan oleh balai-balai penelitian atau perguruan tinggi memberikan layanan informasi teknologi produksi atau teknik manajemen hasil penelitian dan pengembangan.

Kerangka Pemikiran Operasional

Ikan bilih merupakan ikan endemik yang memiliki nilai yang cukup tinggi hal ini dilihat dari harga jual ikan yang relatif lebih mahal. Danau Singkarak merupakan tempat hidupnya ikan bilih yang berada di Kabupaten Solok dan Kabuaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat. Ikan Bilih yang merupakan ikan khas dari daerah Sumatera Barat mengalami penurunan jumlah produksi dari tahun ketahun hal ini membuat para pengusaha, pedagang ataupun nelayan mengalami penurunan terhadap penjualannya.

Penurunan produksi terjadi akibat turunnya jumlah populasi ikan. Penurunana produksi memberikan dampak terhadap keberlangsungan hidup nelayan. Dampak penurunan produksi terlihat dari rendahnya jumlah penjualan. Sehingga dengan berkurangnya jumlah produksi menyebabkan eksplorasi ikan yang berlebihan dari nelayan. Nelayan akan mengekplorasi danau untuk mendapatkan jumlah ikan yang banyak demi keberlangsungan hidup. Namun, dengan adanya ekplorasi yang berlebihan memberikan dampak terhadap kepunahan dan keberlanjutan ikan bilih.

(31)

17

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional

Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa sistem agribisnis ikan bilih memiliki permasalahan disetiap subsistem. Permasalahan setiap subsistem dapat dilihat dengan menggunakan beberapa alat analisis. Hasil analisis pada setiap subsistem menggambarkan bagaimana kondisi usaha ikan bilih saat ini. Sehingga hasil tersebut akan direkomendasi kepada pemerintah setempat.

Subsistem Hulu :

1. Pengadaan sarana produksi

Subssistem Usahatani : 1. Pendapatan usahatani 2. Imbangan penerimaan dan

biaya (R/C Rasio)

Subsistem Pemasaran : 1. Lembaga dan saluran

pemasaran 2. Marjin pemasaran Keunggulan ikan bilih :

1. Salah satu ikan endemik Indonesia 2. Potensi usaha yang menjanjikan 3. Rasa dan gizi yang tinggi 4. Produk khas daerah

Permasalahan agribisnis ikan bilih : 1. Produksi menurun

2. Sustainability ikan bilih 3. Eksplorasi ikan berlebihan

4. Pemerintah tidak sadar dan mendukung

SISTEM AGRIBISNIS IKAN BILIH

Subsistem Pengolahan : 1. Nilai tambah ikan bilih

goreng

Subsistem Jasa Penunjang : 1. Peran kelembagaan

(32)

18

4

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Danau Singkarak yang berlokasi di Kabupaten Solok dan Tanah Datar Sumatera Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa Danau Singkarak merupakan sentra produksi ikan bilih. Pada kedua lokasi penelitian tersebut lebih dispesifik lagi lokasi penelitian yaitu pada kecamatan dan kenagarian yang berada di lokasi penelitian. Pemilihan kecamatan dan kenagarian ditentukan secara sengaja karena kecamatan dan kenegarian tersebut berada di bibir danau.

Pemilihan lokasi penelitian yang berada di kedua lokasi tersebut yaitu terdapatnya 4 kecamatan dan 13 kenagarian. Kecamatan dan kenagarian yang ada di lokasi penelitian yaitu Kecamatan Batipuh Selatan, Kecamatan Rambatan, Kecamatan Junjung Sirih dan Kecamatan X Koto Singkarak dengan kenagariannya Nagari Padang Laweh Malalo, Nagari Guguak Malalo, Nagari Sumpur, Nagari Batu Taba, Nagari Simawang, Nagari III Koto, Nagari Muaro Pingai, Nagari Paninggahan, Nagari Sumani, Nagari Tikalak, Nagari Kacang, Nagari Saniang Baka dan Nagari Singkarak. Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah bulan April-Mei 2015.

Jenis dan Sumber Data

(33)

19 Tabel 2 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

No. Data yang digunakan Sumber

Data Primer

1 Karakteristik nelayan ikan bilih Wawancara

2 Jumlah produksi ikan bilih Wawancara

3 Harga jual dan beli ikan bilih Wawancara

4 Tingkat kualitas ikan bilih Wawancara

5 Rantai pemasaran ikan bilih Wawancara

6

Data Sekunder

Jenis ikan endemic KKP Ditjen budidaya

7 Volumer ekspor ikan bilih DKP Provinsi Sumbar dan BPS Provinsi

8 Negara tujuan ekspor ikan bilih DKP Provinsi Sumbar

9 Volume produksi ikan bilih DKP Provinsi Sumbar

10 Volume produksi ikan bilih DKP Kab Tanah Datar

11 12 13

Jumlah petani ikan bilih

Jumlah produk turunan ikan bilih Harga jual dan beli produk turunan

DKP Kab Tanah Datar DISPERINDAG Prov Sumbar DISPERINDAG Prov Sumbar

14 Luas lahan Danau Singkarak BPS Provinsi

15 Luas dan produksi ikan bilih BPS Provinsi dan BPS Kab Tanah Datar

16 Daftar nama kelompok nelayan ikan bilih Kantor Desa

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data primer adalah observasi dan wawancara langsung. Sumber data primer dalam penelitian ini terdiri dari nelayan, tengkulak, pedagang besar, pedagang pengecer dan kelompok pengolah. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dan snowball yaitu dengan memilih secara sengaja responden nelayan yang diteliti. Pada responden tengkulak dilakukan dengan menggunakan metode snowball untuk mengetahui rantai pemasaran penjualan ikan hingga sampai ke tangan konsumen. Jumlah responden pada penelitian ini adalah 30 responden nelayan, dua responden tengkulak, dua responden pedagang besar, dua responden pedagang pengecer, satu responden untuk kelompok pengolahan dan tiga responden untuk subsistem penunjang. Responden yang telah ditentukan tersebut mewakili dari setiap kabupaten, kecamatan dan kenagarian yang terdapat pada sekeliling Danau Singkarak. Responden yang diwawancarai harus memiliki pengalaman minimal dua tahun, memiliki jaring apung (bagan) maupun tidak dan asli masyarakat setempat.

Metode Analisis Data

(34)

20

Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara nilai penerimaan usahatani dari hasil penjualan dengan biaya usahataninya. Penerimaan usahatani merupakan suatu nilai produk total dalam jangka waktu tertentu, baik dijual maupun dikonsumsi sendiri. Penerimaan usahatani dinilai dari hasil perkalian antara nilai total produksi dengan harga pasar. Sedangkan pengeluaran usahatani merupakan nilai penggunaan sejumlah input usahatani yang dipakai saat mengelola usahatani. Biaya tersebut dapat digolongkan dalam biaya tunai usahatani yang harus dikeluarkan dan biaya yang diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan yaitu nilai pemakaian input usahatani ikan bilih yang berasal dari lingkungan intern ikan bilih. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja petani ikan bilih jika modal dan nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan. Analisis pendapatan usahatani berguna bagi petani maupun pemilik input usahatani.

Analisis usahatani dilakukan usahatani ikan bilih kepada nelayan yang ada disekitar Danau Singkarak. Responden pada penelitian ini berjumlah 30 nelayan ikan bilih yang berada di sekitar Danau Singkarak. Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui jumlah pendapatan yang diperoleh dalam usahatani ikan bilih. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Adapun perhitungan analisis pendapatan tersebut dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Metode perhitungan pendapatan usahatani ikan bilih

Komponen Jumlah G. R/C rasio atas Biaya Tunai F. R/C rasio atas Biaya Total

(35)

21

Pendapatan usahatani dapat diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu nilai penerimaan (revenue) usahatani dan pengeluaran (cost) usahatani. Perhitungan pendapatan dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari selisih antara total penerimaan usahatani ikan bilih dan pengeluaran tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran. Total penerimaan diperoleh dari penjumlahan antara penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai, sedangkan total pengeluaran diperoleh dari penjualan antara pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai (yang diperhitungkan).

Biaya tunai adalah biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani sedangkan biaya total adalah semua input milik keluarga yang diperhitungkan sebagai biaya. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dibebankan kepada usahatani untuk menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat-alat perikanan dan imbangan sewa lahan serta biaya imbangan benih. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika modal, sewa lahan dan tenaga kerja dalam keluarga dan biaya benih milik sendiri diperhitungkan. Modal dipergunakan petani dihitung sebagai modal pinjaman meskipun modal tersebut milik petani sendiri. Tenaga kerja keluarga dinilai berdasarkan upah yang berlaku pada waktu anggota keluarga menyumbang kerja pada usahatani tersebut. Lahan yang digunakan petani diperhitungkan sebagai lahan sewa yang besarnya berdasarkan rata-rata biaya sewa lahan di daerah tersebut. Secara umum pendapatan diperhitungkan sebagai penerimaan dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan. Pendapatan dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut :

π tunai = TR – Bt

π total = TR – (Bt + BD) Dimana :

π = Pendapatan (rupiah)

NP = Nilai produksi (hasil kali jumlah fisik produksi dengan harga) Bt = Biaya tunai (rupiah)

BD = Biaya yang diperhitungkan (rupiah)

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)

Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) menunjukkan penerimaan yang diperoleh nelayan dari setiap rupiah pengeluaran yang dikeluarkan untuk usahatani ikan bilih sebagai manfaat. Pernyataan tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut (Hemanto 1996);

R C⁄ rasio = Penerimaan RpBiaya Rp

(36)

22

a. Jika nilai R/C rasio > 1, maka usahatani menghasilkan keuntungan dan efisien karena setiap biaya sebesar Rp 1,00 yang dikeluarkan untuk usahatani ikan bilih akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar.

b. Jika nilai R/C rasio = 1, maka usahatani berada pada titik impas yaitu tidak menghasilkan keuntungan dan tidak mengalami kerugian karena jumlah biaya yang dikeluarkan untuk usahatani ikan bilih akan menghasilkan penerimaan yang sama besar.

c. Jika nilai R/C rasio < 1, maka usahatani mengalami kerugian dan tidak efisien karena setiap biaya Rp 1,00 yang dikeluarkan untuk usahatani ikan bilih akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil.

Analisis Nilai Tambah

Komoditas pertanian maupun perikanan yang mendapat perlakuan-perlakuan sehingga terjadi pertambahan kegunaan bagi konsumen yang di dalam pasar berakibat bertambahnya nilai komoditas tersebut. Hal ini dapat menimbulkan nilai tambah (value added). Hayami et al (1987) menyatakan bahwa analisis nilai tambah pengolahan produk dapat dilakukan secara sederhana, yaitu melalui perhitungan nilai tambah per kilogram bahan baku untuk satu kali pengolahan yang menghasilkan satu produk tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor teknis dan pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah kerja, harga bahan baku dan nilai input lain selain bahan bakar dan tenaga kerja. Metode analisis nilai tambah yang digunakan adalah metode Hayami (Hayami et al. 1987). Metode ini merupakan metode analisis nilai tambah yang sering digunakan untuk komoditas pengolahan produk agribisnis. Data yang didapat, akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan kerangka analisis seperti pada Tabel 4.

Kelebihan metode analisis nilai tambah yang dikemukanan Hayami adalah: 1) lebih tepat digunakan untuk proses pengolahan produk-produk agribisnis, 2) dapat diketahui produktivitas produksinya, 3) dapat diketahui balas jasa bagi pemilik faktor-faktor produksi dan 4) dapat dimodifikasi untuk analisis nilai tambah selain subsistem pengolahan. Dasar perhitungan yang dipakai adalah perhitungan nilai tambah per kilogram bahan baku untuk satu kali pengolahan yang menghasilkan produk tertentu. Nilai tambah yang dianalisis adalah pada tahap pengolahan ikan bilih menjadi ikan bilih goreng. Data yang digunakan pada analisis nilai tambah ini adalah sebagai berikut :

1. Total produk ikan bilih goreng yang dihasilkan 2. Total bahan baku ikan bilih yang digunakan 3. Jumlah dan upah tenaga kerja

(37)

23 Tabel 4 Prosedur perhitungan nilai tambah pengolahan ikan bilih

No Output, Input Harga

Sumbangan input lain (Rp/kg bahan baku) Nilai produk (4) x (6)

a. Nilai tambah (10) – (8) – (9) b. Rasio nilai tambah (11a) / (10) (%) a. Pendapatan tenaga kerja (5) x (7) b. Bagian tenaga kerja (12a) / (11) (%)

a. Pendapatan tenaga kerja (12a) / (14) (%) b. Sumbangan input lain (9) / (14) (%) c Keuntungan perusahaan (13a) / (14) (%)

Q = j – h

Analisis marjin pemasaran dipergunakan untuk menganalisis pemasaran produk mulai petani produsen sampai di tangan konsumen akhir. Perhitungan analisis marjin pemasaran dilakukan untuk mengetahui perbedaan harga per satuan di tingkat petani atau tingkat konsumen atau pada tiap rantai pemasaran. Besarnya marjin pada dasarnya merupakan pengurangan harga penjualan dan harga pembelian pada setiap pelaku pemasaran. Secara sistematis marjin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut :

MT = Pr – Pf = Biaya-biaya + π Lembaga = ∑ Mi Mi = Pji– Pbi

Dimana :

MT = Marjin total

Pr = Harga di tingkat retail (tingkat konsumen akhir) Pr = Harga di tingkat petani produsen

π Lembaga = Profit lembaga pemasaran akibat adanya sistem pemasaran Mi = Marjin di tingkat pemasaran ke i, dimana i = 1, 2, …, n Pji = Harga penjualan untuk lembaga pemasaran ke-i

Pbi = Harga pembelian untuk lembaga pemasaran ke-i

Penyebaran marjin pemasaran dapat pula dilihat berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus :

(38)

24

Keterangan : πi = Keuntungan pemasaran lembaga ke-i Ci = Biaya pemasaran lembaga ke-i

Untuk mengetahui persentase harga yang diterima nelayan ikan bilih terhadap harga pada konsumen akhir dilakukan perhitungan farmer’s share dengan rumus sebagai berikut :

�� =� � � %

Keterangan : Fs = Farmer’s share

P = Harga yang diterima nelayan

K = Harga yang dibayar konsumen akhir

Peran Jasa Penunjang

Penentuan peranan jasa penunjang adalah dengan pemberian skor terhadap kegiatan yang telah dilakukan dan diuraikan secara deskriptif. Metode yang dipakai dalam penentuan peran jasa penunjang adalah dengan wawancara. Pemaparan dilakukan pendeskripsian dan pemberian skor dari satu hingga lima atas peran yang telah dilakukan selama ini. Beberapa pelaku yang berperan dalam kegiatan usaha ikan bilih adalah pemerintah, perbankan dan kelompok pengolah. Berdasarkan kegiatan tersebut akan ditanyakan kepada pelaku usaha apakah kegiatan yang telah dilakukan oleh jasa penunjang telah sesuai dengan keinginan masyarakat setempat.

5

GAMBARAN UMUM PENELITIAN

Karakteristik Wilayah Danau Singkarak

Danau Singkarak adalah danau vulkanik yang terletak di jantung Provinsi Sumatera Barat, yang berada di dua kabupeten yaitu Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok. Danau Singkarak berada pada letak geografis koordinat 0̊ 14’ LS dan 100̊91’ - 100̊51’ BT. Menurut DKP Provinsi Sumatera Barat (2015) data morfometrik Danau Singkarak sebagai berikut :

Luas permukaan air (Ha) : 10 908.20 Panjang maksimum (km) : 20.81 Lebar maksimum (km) : 7.18 Panjang garis pantai (km) : 55.81 Volume air danau (juta m3) : 19 490 Kedalaman maksimum (m) : 271.50 Kedalaman rata-rata (m) : 178.68 Ketinggian (mdpl) : 361.16

(39)

25 jam dari Kota Bukit Tinggi. Danau ini dikelilingi 13 kenagarian (desa) yaitu Nagari Padang Laweh, Nagari Guguak Malalo, Nagari Sempur, Nagari Batu Taba, Nagari Simawang, Nagari III Koto, Nagari Muaro Pinggai, Nagari Paninggahan, Nagari Sumani, Nagari Tikalak, Nagari Kacang, Nagari Saniang Baka dan Nagari Singkarak seperti Gambar 3. Secara administratif 40 % wilayah Danau Singkarak berada di Kabupaten Solok dan 60 % berada di Kabupaten Tanah Datar. Danau ini berada di tepi jalan raya Lintas Sumatera pada jalur Solok – Bukittinggi yang menyusuri hamper separuh pinggiran danau.

Gambar 3. Peta Danau Singkarak

Danau Singkarak memberikan manfaat seperti sumber plasma nutfah yang berpotensi sebagai penyumbang bahan genetik, tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora atau fauna sumber air yang dapat digunakan langsung oleh masyarakat sekitar (rumah tangga, industri, pertanian dan perikanan), tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air hujan, aliran permukaan sungai-sungai atau sumber air bawah tanah, sebagai saran transportasi untuk memindahkan hasil pertanian ke suatu tempat, sebagai penghasil energi melalui PLTA dengan kapasitas pembangkit 170 MW, sebagai sarana rekreasi dan objek pariwisata serta sebagai sumber air untuk pengairan kawasana pertanian.

Danau Singkarak memiliki sungai-sungai yang memberikan masukan air bagi danau tersebut. Sumber air Danau Singkarak yang besar berasal dari Sungai Sumpur yang masuk dari sebelah utara, Sungai Paninggahan dari sebelah barat, dan Sungai Sumani dari sebelah selatan. Danau ini merupakan hulu Sungai Batan Ombilin yang bermuara ke Sungai Indragiri Hulu Provinsi Riau dan merupakan sumber pengairan penting bagi lahan pertanian yang dilakui aliran sungai ini.

Karakteristik Nelayan Ikan Bilih

Gambar

Gambar 1  Penurunan Produksi Ikan Bilih di Danau Singkarak
Gambar 2  Kerangka pemikiran operasional
Tabel 2  Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
Tabel 3  Metode perhitungan pendapatan usahatani ikan bilih
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai kepadatan populasi pada stasiun 4 merupakan daerah bebas aktivitas dengan nilai 2,01 ind/m 2 , hal ini disebabkan karena faktor fisik (Tabel 2) yang mendukung yaitu

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa panjang dan berat rata-rata ikan bilih menurun sebesar 0,54 cm dan 0,93 g namun sifat fisika kimia perairan Danau

lntroduksi %an bilih sebagai salah satu teknik pemacuan stok ikan telah dilakukan ke habitatnya yang baru di Danau Toba pada tahun 2003.. Tujuan penelitian ini adalah

[r]

Hasil dari analisis regresi berganda atas fator-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan

Kebijakan dan strategi pengelolaan ikan bilih Danau Singkarak berdasarkan skala perioritas yang ditampilkan pada Tabel 2 adalah sebagai berikut : (1) melakukan pengelolaan

Dewasa ini, keberhasilan introduksi ikan bilih tersebut belum diikuti dengan pelaksanaan pengelolaannya sehingga dikhawatirkan eksploitasi ikan bilih yang telah dilakukan sejak

Berdasarkan analisis diskriminan terhadap data parameter kuantitas air, maka habitat perairan ikan bilih di Danau Singkarak terbagi atas empat kelompok yaitu stasiun muara sungai