• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Sumberdaya Ikan Bilih (Mystacoleucus padangenesis Blkr) di Danau Singkarak, Sumatera Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Sumberdaya Ikan Bilih (Mystacoleucus padangenesis Blkr) di Danau Singkarak, Sumatera Barat."

Copied!
329
0
0

Teks penuh

(1)

SUMATERA BARAT

WEZIA BERKADEMI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

padangensis Blkr) di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Dibimbing oleh TRIDOYO KUSUMASTANTO dan BENNY OSTA NABABAN.

Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr) merupakan jenis ikan endemik yang hidup di perairan Danau Singkarak, Sumatera Barat. Tingkat upaya penangkapan ikan Bilih terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh tingginya kebutuhan masyarakat terhadap komoditas perikanan ini. Dorongan ekonomi yang lebih dominan terhadap sumberdaya mengakibatkan terjadinya penurunan produksi dan ukuran tangkapan ikan Bilih di Danau Singkarak setiap tahunnya.

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengelolaan yang tepat terhadap sumberdaya ikan Bilih di Danau Singkarak. Hasil analisis bioekonomi berdasarkan fungsi logistik dengan pendekatan Clark, Yoshimoto, dan Pooley (CYP) diperoleh kondisi optimal nilai biomassa (x) 2.245,92 ton/tahun, hasil tangkapan lestari (h) 953,24 ton/tahun, dan effort(E) nelayan sebesar 630,40 unit standar alat tangkap/tahun sehingga diperoleh rente ekonomi sebesar Rp 10.196.741.207,25 per tahun. Berdasarkan hasil perhitungan laju degradasi dan depresiasi, sumberdaya ikan Bilih di Danau Singkarak saat ini secara rata-rata belum mengalami degradasi dan depresiasi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien laju degradasi dan depresiasi yaitu berturut-turut 0,316516 dan 0,3165440. Namun pada tahun 2005 diduga telah terjadi degradasi dan depresiasi dengan nilai koefisien berturut-turut 0,449032 dan 0,449125.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan dengan alat tangkap jaring langli adalah pengalaman dan hasil tangkapan. Pendapatan nelayan dengan alat tangkap alahan dipengaruhi oleh faktor umur, pengalaman dan hasil tangkapan, sedangkan untuk nelayan dengan alat tangkap jala dipengaruhi oleh faktor jarak dan hasil tangkapan. Hasil analisis korelasi diketahui persepsi nelayan langli berhubungan nyata dengan aturan, pendapatan, tanggungan, pendidikan, dan jarak. Persepsi nelayan alahan berhubungan nyata dengan aturan, pendapatan, tanggungan, dan pendidikan. Persepsi nelayan jala berhubungan nyata dengan aturan, pendapatan, umur, dan pengalaman.

Berdasarkan hasil analisis bioekonomi dan pendapatan maka diduga telah terjadi biological overfishing dan economic overfishing pada sumberdaya ikan Bilih di perairan Danau Singkarak. Kondisi ini menjadi acuan pentingnya pengelolaan terhadap sumberdaya ini. Pengelolaan dapat diarahkan pada kondisi MSY dengan mengurangi effort sebesar 258 unit langli, 23 unit alahan, dan 70,82 unit jala dengan pertimbangan penyerapan tenaga kerja yang lebih besar dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya. Hasil analisis persepsi nelayan menunjukkan kebijakan ini harus didukung oleh aturan/regulasi yang jelas serta pengawasan dari semua pihak.

(3)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis Blkr) DI DANAU SINGKARAK, SUMATERA BARAT” ADALAH KARYA SAYA DENGAN ARAHAN DOSEN PEMBIMBING DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

Bogor, Oktober 2011

(4)

BARAT

WEZIA BERKADEMI H44070050

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

Nama : Wezia Berkademi NIM : H44070050

Menyetujui,

Pembimbing 1 Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS NIP: 19580507 198601 1 002

Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si

Mengetahui, Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP: 19660717 199203 1 003

(6)

Maha Penyayang. Atas segala berkah, rahmat, dan karunia ALLAH SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengelolaan Sumberdaya Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr) di Danau Singkarak, Sumatera Barat” ini.

Dorongan ekonomi cenderung memberikan tekanan yang besar bagi sumberdaya perikanan di Danau Singkarak. Pemanfaatan sumberdaya yang hanya berorientasi pada manfaat jangka pendek mempengaruhi ketersediaan sumberdaya dan kesejahteraan nelayan. Ikan Bilih merupakan spesies endemik yang terancam keberadaannya karena pertimbangan ekonomi yang lebih dominan dibandingkan aspek lainnya. Sehingga tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana upaya untuk melestarikan ikan Bilih di perairan Danau Singkarak melalui pengelolaan yang tepat. Pengelolaan yang berkelanjutan memerlukan integrasi antara ekologi, ekonomi, teknik, dan sosial. Oleh karena itu perlu dikaji alokasi optimum pemanfaatan sumberdaya dalam upaya peningkatan kesejahteraan nelayan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak baik bagi penulis, akademisi, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat serta Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar, maupun masyarakat dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan Bilih yang lestari.

(7)

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih tak terhingga juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, Mama Yanwarni dan Ayah Unis Dt. Tumanggung yang selalu memberikan doa, dukungan moral dan materiil, dan motivasi yang tidak kunjung lelah kepada penulis untuk terus berjuang menyelesaikan skripsi serta mengejar cita-cita yang lebih tinggi. Terimakasih juga kepada kakak penulis Bang Egi Putra, S.T beserta ipar Kak Nova, S.Pd dan Bang Daeng beserta ipar Kak Wati, A.Md serta dua keponakan penulis yang lucu Afra Azizah dan Qamaela Rezki yang cerewet mengingatkan untuk segera menyelesaikan pendidikan sarjana.

Terimakasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS dan Bapak Benny Osta Nababan S.Pi, M.Si yang telah banyak memberikan ilmu, bimbingan, dan motivasi hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis ucapkan terimakasih kepada staf DKP Provinsi Sumatera Barat, staf Dinas Pertanian dan Perikanan (Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar), staf BPS Provinsi Sumatera Barat, seluruh nelayan di Danau Singkarak, dan seluruh pihak yang telah membantu penulis di lapangan.

(8)

 

1.4 Ruang Lingkup Penelitian …....………... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

II.TINJAUAN PUSTAKA ………... 7

2.1 Sumberdaya Ikan Bilih ………... 7

2.2 Aktivitas Penangkapan Berlebih Sumberdaya Perikanan (Overfishing) …... 8

2.3 Pengkajian Stok dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ………... 10

2.4 Laju Degradasi ………... 15

2.5 Laju Depresiasi Sumberdaya ………... 16

2.6 Pendapatan dan Persepsi Nelayan dalam Pengelolaan Perikanan ………... 16

2.6.1 Pendapatan Nelayan ………... 16

2.6.2 Persepsi Nelayan ………... 16

2.6.3 Peranan Pendapatan dan Persepsi Nelayan dalam Pengelolaan Perikanan... 17

2.7 Instrumen Kebijakan Sumberdaya Perikanan ………... 18

2.8Tinjauan Studi Terdahulu ………... 22

III. KERANGKA PEMIKIRAN ………... 24

3.1Kerangka Pemikiran ………... 24

VI. METODOLOGI PENELITIAN ………... 27

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 27

(9)

 

4.3Jenis dan Sumber Data ………... 27

4.4Metode Pengambilan Contoh ………... 28

4.5Metode Analisis dan Pengolahan Data ………... 29

4.5.1 Hasil Tangkapan per Upaya (Catch Per Unit Effort) ………... 29

4.5.2Standarisasi Alat Tangkap ………... 30

4.5.3 Analisis Biologi (Pendugaan Parameter Biologi) ………... 31

4.5.4 Metode Bioekonomi ………….………... 31

4.5.5Analisis Laju Degradasi ……….……...…………... 34

4.5.6Analisis Laju Depresiasi ……….………...………... 35

4.5.7 Analisis Pendapatan Nelayan...………... 35

4.5.8 Analisis Persepsi Nelayan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Bilih... 38

4.6Asumsi Penelitian ….…...………... 39

4.7Batasan Penelitian ...………... 40

V.GAMBARAN UMUM ………... 41

5.1 Kondisi Umum Danau Singkarak ………... 41

5.1.1 Wilayah Administratif dan Keadaan Geografis ………... 41

5.1.2 Demografi ………... 42

5.2 Potensi Sumberdaya Ikan Bilih di Danau Singkarak ………... 44

5.3Potensi Pertanian ………... 46

5.3.1 Potensi Pertanian di Kabupaten Solok ………... 46

5.3.2Potensi Pertanian di Kabupaten Tanah Datar ………... 47

5.4 Potensi Pariwisata Danau Singkarak ………... 48

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 49

6.1Keragaan Perikanan Tangkap Ikan Bilih di Danau Singkarak …………... 49

6.2 Karakteristik Nelayan ………... 56

6.3Produksi dan Nilai Produksi Sumberdaya Ikan Bilih ………... 59

6.4Produksi dan Effort Sumberdaya Ikan Bilih ………... 61

6.5Catch Per UnitEffort (CPUE) ………... 62

6.6 Standarisasi Alat Tangkap………....………... 63

6.7 Produksi dan Effort Total Sumberdaya Ikan Bilih ………... 63

(10)

 

6.8.1 Pendugaan Biaya ………... 66

6.8.2 Pendugaan Harga ………... 68

6.9 Analisis Bioekonomi...………... 68

6.10Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Bilih ………... 70

6.11Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Bilih untuk Setiap Alat Tangkap ... 74

6.12 Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Bilih di Sumatera Barat .... 76

6.13 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan ……...……... 78

6.14 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Nelayan Terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Bilih ………... 90

6.15 Peraturan Nagari di Nagari Sumpur ………... 100

6.16 Implikasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Bilih di Danau Singkarak .... 102

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 107

7.1 Kesimpulan ………... 107

7.2 Saran ………... 108

DAFTAR PUSTAKA ………... 109

(11)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Matriks Analitis dan Empiris Tujuan Pembangunan Perikanan…... 20

2 Formula Perhitungan Pengelolaan Ikan dengan Pendekatan Model CYP………... 34

3 Jumlah Penduduk Danau Singkarak Menurut Jenis Kelamin …... 43

4 Jumlah Nelayan di Danau Singkarak ………... 44

5 Jenis Ikan yang Hidup di Danau Singkarak ………... 45

6 Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Solok ………... 46

7 Produksi Komoditi Padi dan Palawija di Kabupaten Tanah Datar... 48

8 Jumlah dan Jenis Alat Tangkap Ikan Bilih di Danau Singkarak... 49

9 Jumlah Sampan di Danau Singkarak ………... 55

10 Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Sumberdaya Ikan Bilih 60 11 Perkembangan Produksi dan Effort Sumberdaya Ikan Bilih……... 61

12 Nilai CPUE Setiap Alat Tangkap ………... 62

13 Effective Fishing Effort...………... 63

14 Produksi dan Effort Total Ikan Bilih ………... 63

15 Input untuk Analisis dengan Metode CYP ………... 65

16 Hasil Analisis Ordinary Least Square (OLS) ………... 65

17 Parameter Biologi Ikan Bilih di Danau Singkarak ………... 66

18 Rata-Rata Struktur Biaya Setiap Alat Tangkap ………... 66

19 Biaya Riil Ikan Bilih di Sumatera Barat (2007=100) ………... 67

20 Harga Riil Ikan Bilih di Sumatera Barat (2007=100) …………... 68

21 Estimasi Produksi Lestari dan Aktual ………... 69

22 Hasil Analisis Bioekonomi pada Berbagai Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Bilih ………... 71

23 Hasil Analisis Bioekonomi Masing-Masing Alat Tangkap pada Berbagai Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Bilih ... 74

24 Laju Degradasi dan Depresiasi Ikan Bilih Tahun 2002-2009 …... 77

25 Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Langli ………... 78

(12)

27 Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan

Nelayan Jala ………... 86 28 Hasil Analisis Uji Rank Spearman Terhadap Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Persepsi Nelayan Langli ……….. 90 29 Hasil Analisis Rank Spearman Terhadap Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Persepsi Nelayan Alahan ………... 94 30 Hasil Analisis Rank Spearman Terhadap Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Persepsi Nelayan Jala ………... 97 31 Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Bilih di Danau Singkarak

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Penurunan Produksi Ikan Bilih di Danau Singkarak ……… 2

2 Perkembangan Ukuran Ikan Bilih ………... 3

3 Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr) ………... 7

4 Kurva Produksi Lestari ………... 14

5 Kerangka Pemikiran Penelitian ………... 26

6 Alat Tangkap Jaring Langli ¾ inci ………... 51

7 Bentuk Alahan di Paninggahan ………... 52

8 Bentuk Alahan di Malalo ………... 52

9 Penjala dengan Menggunakan Sampan ………... 53

10 Penjala Tegak ………... 53

11 Sampan dengan Mesin ………... 54

12 Sampan Tanpa Mesin ………... 54

13 Umur Nelayan Ikan Bilih di Danau Singkarak ………... 56

14 Pendidikan Nelayan Ikan Bilih di Danau Singkarak …………... 56

15 Pengalaman Nelayan Ikan Bilih di Danau Singkarak …………... 58

16 Jumlah Tanggungan Keluarga Nelayan ………... 58

17 Tren Penurunan CPUE Sumberdaya Ikan Bilih di Danau Singkarak... 64

18 Perbandingan Tingkat Produksi Lestari dan Produksi Aktual …... 70

19 Perbandingan Produksi (h), Effort (E), dan Rente Ekonomi (π) Sumberdaya Ikan Bilih pada Berbagai Rezim Pengelolaan ……... 73

20 Keseimbangan Bioekonomi Ketiga Alat Tangkap Sumberdaya Ikan Bilih di Danau Singkarak ... 73

21 Perbandingan Produksi (h) dan Effort (E) Sumberdaya Ikan Bilih Masing-Masing Alat Tangkap pada Berbagai Rezim Pengelolaan ... 75

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Peta Danau Singkarak ………... 113

2 Data dan Parameter yang Digunakan dalam Analisis Bioekonomi Ikan Bilih di Danau Singkarak ………...

114

3 Hasil Analisis Regresi Sumberdaya Ikan Bilih di Danau Singkarak dengan Model Estimasi Clark, Yoshimoto, dan Pooley (CYP) …………...

115

4 Analisis Bioekonomi Sumberdaya Ikan Bilih dengan MAPLE 11 ………... 117

5 Hasil Estimasi Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Ikan Bilih di Danau

Singkarak………... 122

6 Ouput Minitab 14.0 untuk Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan

Nelayan ………... 123

7 Output SPSS 16.0 Faktor-Faktor yang Berhubungan Nyata dengan Persepsi Nelayan Terhadap Kelestarian Ikan Bilih ………...

134

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya memiliki 570 jenis spesies ikan tawar

dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu

jenis ikan endemik ini adalah ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr). Ikan

Bilih hidup di perairan Danau Singkarak yang merupakan danau kedua terluas di

Sumatera Barat setelah Danau Maninjau. Danau Singkarak terletak di dua

Kabupaten yaitu Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok dengan luas

permukaan 11.200 Ha.

Ikan Bilih di Danau Singkarak merupakan komoditas perikanan yang memiliki

nilai ekonomi tinggi antara lain harga yang relatif mahal dan wilayah pemasaran

yang luas. Ikan Bilih dalam kondisi basah dijual dengan harga Rp 15.000 sampai

Rp 20.000 per kilogramnya dan dalam keadaan kering mencapai harga Rp 60.000

sampai dengan Rp 100.000 per kilogramnya. Selain itu, ikan Bilih tidak hanya

dikonsumsi secara lokal oleh masyarakat di Sumatera Barat tetapi juga dipasarkan

di daerah Riau, Jambi, Jakarta, dan daerah lainnya.

Secara ekonomi ikan Bilih memberikan dampak positif karena merupakan

sumber pendapatan bagi masyarakat di sekitar Danau Singkarak. Secara ekologi

sebaliknya, dorongan ekonomi ini menyebabkan terjadinya eksploitasi berlebihan

oleh masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Akibatnya masyarakat seringkali

melakukan tindakan destruktif yang mengancam keberadaan ikan Bilih yaitu

dengan melakukan penangkapan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah

(16)

Alat tangkap yang digunakan dalam penangkapan ikan Bilih merupakan alat

tangkap tradisional. Alat tangkap tersebut antara lain: jaring langli, alahan, dan

jala. Penggunaan ketiga alat tangkap ini secara teknis berbeda. Jaring langli

digunakan untuk kegiatan penangkapan di tengah danau. Sedangkan jala dan

alahan digunakan di muara-muara sungai yang alirannya menuju Danau Singkarak

seperti Sungai Paninggahan, Sungai Baiang, Sungai Sumpur, Sungai Saniang

Baka, dan Sungai Muaro Pingai.

Alat tangkap tersebut bersifat destruktif karena jaring langli yang digunakan

memiliki mata jaring (mesh size) rapat yaitu ¾ inci, sedangkan untuk alat tangkap

alahan dalam kegiatan penangkapannya menggunakan perangkap untuk

menghalangi ikan yang beruaya menuju sungai sehingga dapat mempengaruhi

kelimpahan stok. Hal ini mengakibatkan ikan Bilih yang tertangkap belum matang

gonad sehingga menyebabkan penurunan jumlah populasi dan ukuran ikan Bilih.

Penurunan jumlah populasi ini menyebabkan penurunan jumlah tangkapan

nelayan setiap tahunnya. Penurunan jumlah tangkapan ikan Bilih dapat dilihat

pada Gambar 1.

Sumber: DKP Provinsi Sumatera Barat, 2010

Gambar 1. Penurunan Produksi Ikan Bilih di Danau Singkarak 0

2003 2004 2005 2006 2007 2008

Jumlah Produksi

Produksi (Ton)

(17)

Pada Gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan jumlah

penangkapan ikan Bilih setiap tahunnya. Penurunan ini tidak hanya dari segi

kuantitas tetapi juga kualitas ikan Bilih. Penurunan kualitas ini dapat dilihat dari

penurunan ukuran ikan, dimana semakin kecilnya ukuran ikan Bilih yang

tertangkap. Penurunan ukuran ikan Bilih tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: Purnomo dan Kartamihardja, 2008

Gambar 2. Perkembangan Ukuran Ikan Bilih

Penurunan jumlah dan ukuran tangkapan ikan Bilih diduga merupakan

indikasi terjadinya overfishing pada wilayah perairan Danau Singkarak. Jika

kondisi ini terus terjadi maka sumberdaya ikan Bilih yang merupakan jenis

sumberdaya yang bersifat endemik ini dikhawatirkan punah. Spesies ini tidak

dapat hidup di wilayah perairan lainnya meskipun dengan kondisi fisik perairan

yang relatif sama. Pengembangan ikan Bilih pernah dilakukan di perairan Danau

Toba Sumatera Utara melalui upaya restocking untuk memanfaatkan ruang yang

belum termanfaatkan secara optimal di danau tersebut. Usaha ini tidak berhasil

karena ikan Bilih yang dihasilkan memiliki bentuk fisik dan rasa yang berbeda

sehingga kurang diminati. Masyarakat sekitar Danau Toba menyebut ikan Bilih

ini dengan nama ikan Pora-Pora.

(18)

Kuantitas fisik dari sumberdaya ikan Bilih berubah sepanjang waktu karena

adanya proses pertumbuhan (regenerasi). Namun jika titik kritis kapasitas

maksimum regenerasi terlewati maka sumberdaya yang dapat diperbaharui akan

menjadi sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (Fauzi, 2006). Pengelolaan

terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan Bilih diperlukan untuk menghindari

pemanfaatan sumberdaya yang berlebihan (overfishing) yang dapat menyebabkan

tekanan terhadap sumberdaya sehingga mengurangi ketersediaan stok yang

menimbulkan degradasi sumberdaya perikanan serta penurunan pendapatan

nelayan.

Konsep overfishing menjadi acuan perlunya berbagai tindakan pengelolaan

melalui pengaturan perikanan. Penelitian mengenai kajian stok ikan Bilih melalui

model bioekonomi ini perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah tangkapan lestari

ikan Bilih dengan tingkat keuntungan optimum yang dapat diperoleh tanpa

merusak lingkungan dan mengukur tingkat degradasi serta depresiasi yang terjadi

di Danau Singkarak. Selain itu perlu dilakukannya analisis terhadap pendapatan

dan persepsi nelayan terhadap kelestarian sumberdaya ikan Bilih sebagai acuan

dalam pengelolaan sumberdaya ikan Bilih yang berkelanjutan.

1.2 Perumusan Masalah

Pengelolaan sumberdaya perikanan seringkali dihadapkan pada masalah

kompleksitas yang timbul baik dari sistem sumberdaya itu sendiri maupun sistem

sumberdaya dengan manusia sebagai pengambil manfaat. Ikan Bilih merupakan

salah satu hasil perikanan tangkap di Danau Singkarak yang memiliki nilai

ekonomi tinggi dan bersifat endemik. Tekanan yang semakin besar terhadap

(19)

berfluktuasi setiap tahunnya. Kondisi ini diduga merupakan indikasi telah

terjadinya degradasi populasi sumberdaya ikan Bilih di Danau Singkarak.

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang diteliti adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana tingkat upaya, hasil tangkapan, dan rente ekonomi sumberdaya

ikan Bilih pada kondisi aktual, lestari, dan optimal di Danau Singkarak?

2. Bagaimana tingkat laju degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan Bilih di

Danau Singkarak?

3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pendapatan nelayan dan

faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan persepsi nelayan terhadap kelestarian

sumberdaya ikan Bilih?

4. Bagaimana pengelolaan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan Bilih yang tepat

di Danau Singkarak?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian adalah:

1. Menganalisis tingkat upaya, hasil tangkapan, dan rente ekonomi sumberdaya

ikan Bilih pada kondisi aktual, lestari, dan optimal di Danau Singkarak.

2. Menganalisis tingkat laju degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan Bilih di

Danau Singkarak.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan dan

faktor-faktor yang berkorelasi dengan persepsi nelayan terhadap kelestarian

sumberdaya ikan Bilih.

4. Menganalisis pengelolaan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan Bilih yang

(20)

1.4Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini difokuskan pada pengelolaan sumberdaya ikan Bilih dari sisi

ketersediaan sumberdaya, pendapatan, dan persepsi nelayan.

2. Analisis bioekonomi menggunakan pendekatan Clark, Yoshimoto, and Pooley

(CYP), analisis pendapatan nelayan menggunakan regresi linear berganda, dan

analisis persepsi nelayan menggunakan uji korelasi Rank Spearman.

3. Ikan Bilih diasumsikan hanya ditangkap oleh tiga alat tangkap yang dominan

digunakan yaitu jaring langli, alahan, dan jala.

4. Analisis bioekonomi, pendapatan, dan persepsi nelayan bertujuan untuk

mengetahui kondisi pemanfaatan optimal sumberdaya ikan Bilih di Danau

Singkarak.

5. Pengelolaan ikan Bilih bertujuan untuk menghindari tekanan yang lebih besar

dalam pemanfaatan sumberdaya ikan Bilih di Danau Singkarak.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Penulis sebagai pengalaman dan pembelajaran dalam mengaplikasikan ilmu

yang telah diperoleh di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.

2. Masyarakat sekitar Danau Singkarak khususnya nelayan sebagai gambaran

dan bahan pertimbangan untuk pemanfaatan ikan Bilih secara lestari yang

mendatangkan keuntungan optimal.

3. Pemerintah Daerah dan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera

Barat sebagai pertimbangan dalam mengambil kebijakan dalam pemanfaatan

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Sumberdaya Ikan Bilih

Ikan Bilih merupakan spesies yang dominan hidup di perairan Danau

Singkarak. Hal ini diduga karena habitat danau yang sangat mendukung daur

hidup ikan Bilih. Selain itu ikan Bilih memiliki kekuatan berkompetisi yang tinggi

dalam memanfaatkan sumberdaya pakan yang ada di perairan tersebut (Azhar,

1993). Klasifikasi ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr) menurut Saanin

(1984) adalah sebagai berikut:

Kelas: Pisces

Sub Kelas: Teleostei

Ordo: Ostariophysi

Sub ordo: Cyprinoidea

Family : Cyprinidae

Genus: Mystacoleucus

Spesies: Mystacoleucus padangensis Blkr

Sumber: Dokumentasi Hasil Penelitian, 2011

(22)

Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr) merupakan jenis ikan tawar yang

hidup dan bersifat endemik di perairan Danau Singkarak. Spesies endemik adalah

spesies yang hanya ditemukan di satu tempat dan tidak ditemukan di tempat lain

(Indrawan et al, 2007). Panjang ikan Bilih dewasa berkisar antara 58,00-107,00

mm dengan panjang rata-rata 89,00 mm. Bobot tubuh berkisar antara 3,00-10,50

gram dengan berat rata-rata 6,80 gram. Tinggi badan rata-rata 18,50 mm dengan

ekor bertipe homocercal. Jari-jari pada sirip punggung, dada, dan perut

masing-masing terdiri dari jari-jari keras 1 buah dan jari-jari lemah 8-9 buah. Pada garis

sisi (linea lateralis) terdapat sisik yang bersifat sikloid sebanyak 35 buah dan di

atas garis sisi sebanyak 5 buah. Sisik daerah perut sampai ekor daerah bawah

berwarna putih keperakan. Sedangkan sisik di atas garis sisi atau bagian punggung

berwarna agak gelap (kecoklatan). Ikan Bilih tidak memiliki sungut (Yonwarson,

1996 dalam Panudju, 2010).

2.2Aktivitas Penangkapan Berlebih Sumberdaya Perikanan (Overfishing)

Overfishing adalah sejumlah upaya penangkapan yang berlebihan terhadap

suatu stok ikan (Widodo dan Suadi, 2006) atau diartikan sebagai jumlah ikan yang

ditangkap melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan stok ikan

dalam suatu daerah tertentu (Fauzi, 2005). Menurut Fauzi (2005) serta Widodo

dan Suadi (2006) overfishing dikategorikan menjadi beberapa tipe yaitu:

1. Growth Overfishing

Situasi ketika stok ikan yang ditangkap rata-rata ukurannya lebih kecil daripada

ukuran yang seharusnya berproduksi pada tingkat yield per recruit yang

maksimum. Kondisi ini terjadi karena ikan ditangkap sebelum mereka sempat

(23)

untuk membuatnya seimbang. Pencegahan growth overfishing ini meliputi

pembatasan upaya penangkapan, pengaturan ukuran mata jaring, dan

penutupan musim atau daerah penangkapan.

2. Recruitment overfishing

Situasi dimana populasi ikan dewasa ditangkap sedemikian rupa sehingga tidak

mampu lagi melakukan reproduksi untuk memperbaharui ekosistemnya.

Pengurangan ini terjadi karena penangkapan sangat tinggi pada stok induk

sehingga tidak mampu memproduksi telur. Pencegahannya dapat dengan

melakukan proteksi seperti melakukan reservasi terhadap stok induk yang

memadai.

3. Economic overfishing

Situasi apabila rasio biaya/harga terlalu besar atau jumlah input yang

dibutuhkan lebih besar daripada output yang dihasilkan. Input ini lebih besar

dibandingkan dengan input yang digunakan untuk berproduksi pada tingkat

rente ekonomi yang maksimum (maximized economic rent).

4. Malthusian overfishing

Situasi ketika nelayan skala kecil yang biasanya miskin dan tidak memiliki

alternatif pekerjaan memasuki industri perikanan namun menghadapi masalah

tangkap menurun.

5. Biological overfishing

Merupakan kombinasi dari growth overfishing dan recruitment overfishing.

Situasi ini akan terjadi jika tingkat upaya penangkapan dalam suatu perikanan

(24)

Pencegahan terhadap biological overfishing ini adalah dengan melakukan

pengaturan upaya penangkapan dan pola penangkapan (fishing pattern).

6. Ecosystem overfishing

Overfishing jenis ini dapat terjadi sebagai hasil dari suatu perubahan

komposisi jenis dari suatu stok sebagai akibat dari upaya penangkapan

berlebihan, dimana spesies target menghilang dan tidak digantikan

sepenuhnya oleh jenis pengganti. Ecosystem overfishing ini mengakibatkan

timbulnya suatu transisi dari ikan bernilai ekonomi tinggi berukuran besar

kepada ikan bernilai ekonomi berukuran kecil, dan akhirnya ikan rucah (trash

fishing) dan/atau invertebrata non komersial seperti ubur-ubur.

2.3Pengkajian Stok dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Pengkajian stok meliputi penggunaan berbagai perhitungan statistik dan

matematik untuk membuat prediksi kuantitatif mengenai reaksi dari berbagai

populasi ikan terhadap sejumlah pilihan atau alternatif pengelolaan (Widodo dan

Suadi, 2006). Pengkajian stok ikan diharapkan mampu menjadi masukan dalam

membuat suatu kebijakan pengelolaan perikanan tangkap sumberdaya ikan yang

bersifat terbatas tetapi dapat terbaharui secara lestari. Pengkajian stok ini penting

terkait dengan sumberdaya perikanan yang sangat kompleks dan dinamis.

Mengkaji pendugaan stok untuk analisis biologi perikanan dapat dilakukan

dengan pendekatan model surplus produksi. Model surplus produksi digunakan

dalam rangka menentukan upaya (effort) yang optimum (Spare dan Venema,

1999). Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya pulih (renewable) yang

(25)

yang dapat mengestimasi besarnya stok, jumlah tangkapan, dan upaya diperlukan

agar sumberdaya tetap lestari dan keuntungan yang diperoleh nelayan optimal.

Aspek ekonomi pengelolaan sumberdaya ikan tidak bisa dilepaskan dari aspek

biologi perikanan. Namun hubungan antara biologi perikanan dan aspek ekonomi

tidaklah bersifat simetris. Satu sisi aspek biologi bersifat independen terhadap

ekonomi, tetapi aspek ekonomi dari eksploitasi sumberdaya ikan sangat

bergantung pada karakteristik biologi dari stok ikan itu sendiri.

Istilah bioekonomi pertama kali diperkenalkan oleh Scott Gordon, seorang

ahli ekonomi Kanada karena menggunakan pendekatan ekonomi untuk

menganalisis pengelolaan perikanan yang optimal (Fauzi dan Anna, 2005).

Pendekatan Gordon tetap menggunakan basis biologi yang sebelumnya sudah

diperkenalkan oleh Schaefer (1954). Pendekatan ini kemudian dikenal dengan

pendekatan bioekonomi. Pendekatan bioekonomi digunakan dalam pengelolaan

sumberdaya perikananan karena model ini telah memasukkan faktor ekonomi

dalam analisisnya. Model bioekonomi Gordon-Schaefer dibangun dari model

produksi surplus yang sebelumnya telah dikembangkan oleh Graham pada tahun

1935 (Fauzi dan Anna, 2005).

Eksploitasi sumberdaya ikan di suatu perairan membutuhkan berbagai sarana.

Sarana tersebut merupakan faktor input yang dalam literatur perikanan disebut

sebagai upaya atau effort (Fauzi, 2006). Definisi umum mengenai upaya adalah

indeks dari berbagai input tenaga kerja, kapal, jaring, alat tangkap, dan sebagainya

yang digunakan dalam proses penangkapan ikan. Berdasarkan pengertian tersebut

(26)

fungsi dari upaya (E) dan stok ikan (x). Secara matematis, hubungan fungsional

tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

, ...………....……… (2.1)

Secara umum diasumsikan pula bahwa semakin banyak biomas (stok) maka

produksi semakin meningkat, hal ini akan mengakibatkan semakin banyak faktor

upaya (input) penangkapan ikan. Artinya hubungan parsial antar kedua variabel

input terhadap produksi (h) adalah positif. Secara eksplisit, fungsi produksi yang

sering digunakan dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah:

………....……… (2.2)

Dimana:

q = Koefisien kemampuan tangkap atau (catchability coefficient)

x = Stok (biomassa ikan)

E = Upaya (Effort)

Secara teoritis fungsi tersebut di atas tidak realistis karena tidak menunjukkan

sifat diminishing return (kenaikan hasil yang semakin berkurang) dari upaya yang

merupakan sifat dari fungsi produksi. Hal ini tidak realistis karena dalam jangka

pendek stok ikan terbatas sehingga ada batasan maksimum dari produksi. Fungsi

produksi yang lebih menggambarkan kondisi yang realistis saat upaya dinaikkan

maka produksi akan naik dengan kecepatan menurun adalah sebagai berikut:

……….. (2.3)

Dimana α merupakan elastisitas upaya terhadap produksi dengan nilai yang

berkisar antara 0 dan 1. Hal ini menunjukkan adanya diminishing return karena

meskipun produksi marjinal terhadap upaya positif ( h/ E>0), kenaikan produksi

tersebut akan menurun, atau secara matematis ditunjukkan oleh turunan kedua

(27)

Fungsi pertumbuhan dalam konsep dasar biologi perikanan disebut sebagai

density dependent growth, secara matematik fungsi pertumbuhan mengikuti fungsi

logistik dapat ditulis sebagai berikut (Fauzi, 2006):

……… (2.4)

Dimana:

t = Periode waktu

r = Laju pertumbuhan instrinsik (instrinsic growth rate), dan

K = Daya dukung lingkungan (carrying capacity)

Dengan adanya aktivitas penangkapan atau produksi maka:

………. (2.5)

Persamaan (2.2) disubtitusikan ke persamaan (2.5) sehingga diperoleh:

……….……… (2.6)

Sebelum memasukkan faktor ekonomi dalam pengelolaan perikanan, terlebih

dahulu dilakukan penurunan dari kurva tangkapan lestari. Penurunan ini

diperlukan karena model Gordon-Schaefer dikembangkan berdasarkan produksi

lestari dimana kurva pertumbuhan dalam kondisi keseimbangan jangka panjang

(long run equilibrium) atau / . Oleh karena itu, dalam kondisi

keseimbangan persamaan berubah menjadi:

………... (2.7)

Maka:

………. (2.8)

Apabila persamaan (2.8) tersebut disubtitusikan ke persamaan (2.2) maka

diperoleh persamaan dalam bentuk:

(28)

Persamaan di atas merupakan persamaan kuadratik dalam E dan karena

parameter yang lain yaitu q, K, dan r adalah konstanta maka kurva produksi lestari

berbentuk kurva logistik yang ditunjukkan oleh Gambar 4.

h(E)

hMSY

EMSY Upaya (Effort)

Gambar 4.Kurva Produksi Lestari

Hasil tangkapan maksimum lestari dilakukan dengan menganalisis hubungan

antara penangkapan (E) dengan hasil tangkapan per upaya (CPUE) dengan

membagi kedua sisi dengan tingkat upaya (E). Formulasi persamaannya adalah

(Fauzi, 2006):

. .K . ………..……….. (2.11)

Dimana:

h : Produksi (ton)

E : Tingkat upaya atau effort (unit)

: Produksi per effort (ton per unit)

Sehingga diperoleh CPUE,

. ………...… (2.12)

Dengan:

. ……….… (2.13)

²

(29)

Asumsi yang digunakan dalam pengembangan model Gordon Schaefer antara

lain:

1. Harga per satuan output (Rp/kg) diasumsikan konstan atau kurva permintaan

diasumsikan elastis sempurna.

2. Biaya per satuan upaya (c) dianggap konstan

3. Spesies sumberdaya ikan bersifat tunggal

4. Struktur pasar bersifat kompetitif

5. Hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan (tidak memasukkan faktor

pasca panen).

2.4Laju Degradasi Sumberdaya

Degradasi mengacu pada penurunan kualitas/kuantitas sumberdaya alam yang

dapat terbarukan (renewable resources). Artinya kemampuan alami sumberdaya

alam dapat terbarukan untuk beregenerasi sesuai kapasitas produksinya berkurang.

Kondisi ini terjadi baik secara alami maupun pengaruh dari aktivitas manusia.

Degradasi sering terjadi akibat aktivitas yang dilakukan manusia. Aktivitas

tersebut berupa aktivitas produksi seperti penangkapan ikan berlebihan maupun

non-produksi seperti pencemaran limbah (Fauzi dan Anna, 2005).

Pentingnya analisis perhitungan kerusakan lingkungan yang berkaitan dengan

degradasi sumberdaya alam adalah untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan

komperehensif mengenai kondisi sumberdaya. Hal ini dapat dijadikan dasar dalam

penentuan kebijakan yang tepat dalam pemanfaatan sumberdaya untuk mencapai

pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (Fauzi dan Anna,

(30)

2.5 Laju Depresiasi Sumberdaya

Menurut Fauzi dan Anna (2005), depresiasi merupakan pengukuran deplesi

dan degradasi yang dirupiahkan. Degradasi mengacu pada indikator besaran fisik

dimana depresiasi sumberdaya ditujukan untuk mengukur perubahan nilai

moneter dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Nilai depresiasi ini mengacu pada

nilai riil bukan nilai nominal yang merupakan indikator perubahan harga seperti

inflasi dan Indeks Harga Konsumen yang berlaku untuk setiap komoditi

sumberdaya alam.

Perikanan termasuk ke dalam sumberdaya alam yang dapat diperbaharui

(renewable resources) sehingga depresiasi pada sumberdaya perikanan mengacu

pada pengukuran nilai moneter dari degradasi perikanan (Fauzi dan Anna, 2005).

2.6 Pendapatan dan Persepsi Nelayan dalam Pengelolaan Perikanan

2.6.1 Pendapatan Nelayan

Pendapatan rumah tangga nelayan merupakan penjumlahan penerimaan dari

sektor perikanan dan bukan sektor perikanan dikurangi dengan biaya-biaya yang

dikeluarkan nelayan. Pendapatan menunjukkan tingkat kesejahteraan nelayan.

Setiap alat tangkap yang digunakan nelayan memiliki selektivitas yang berbeda.

Hal ini mengakibatkan pendapatan nelayan bervariasi untuk setiap alat tangkap.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan tersebut antara lain:

jumlah produksi, biaya, kekuatan fisik, pengalaman, dan penguasaan teknologi.

2.6.2 Persepsi Nelayan

Persepsi merupakan konsep dan kajian psikologi. Langevelt (1996) dalam

Harianto (2001) mendefinisikan persepsi sebagai pandangan individu terhadap

suatu obyek (stimulus). Akibat adanya stimulus, individu memberikan reaksi

(31)

sumberdaya ikan Bilih adalah respon nelayan terhadap penurunan jumlah populasi

ikan Bilih.

Menurut Saarinen (1976), persepsi sosial (social perception) berkaitan dengan

pengaruh faktor-faktor sosial dan budaya. Persepsi dibutuhkan dalam

pembentukan sikap dan perilaku individu. Asngari (1986) menyatakan bahwa

persepsi individu terhadap lingkungan merupakan faktor penting dalam

menentukan sikap dan tindakan terhadap lingkungan. Oleh karena itu persepsi

tidak bersifat statis. Persepsi dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor

internal adalah nilai-nilai dalam diri yang dipadukan dengan hal-hal yang

mencakup panca indera. Faktor ini kemudian dipadukan dengan faktor ekternal

seperti keadaan lingkungan fisik dan sosial yang direspon melalui tindakan.

Menurut Effendy (1984), persepsi individu dipengaruhi oleh tiga faktor: (1) diri

orang yang bersangkutan (sikap, motivasi, kepentingan, pengalaman, dan

harapan); (2) sasaran persepsi (orang, benda atau peristiwa); (3) situasi (keadaan

lingkungan).

2.6.3 Peranan Pendapatan dan Persepsi Nelayan dalam Pengelolaan Perikanan

Pendapatan dan persepsi nelayan tidak hanya mempengaruhi rencana

pengelolaan sumberdaya perikanan tetapi juga menjadi tujuan dalam pengelolaan

perikanan. Menurut Fauzi (2010), pengelolaan dalam pemanfaatan sumberdaya

perikanan diperlukan karena regulasi diperlukan untuk mendorong terjadinya

efisiensi dalam pengelolaan perikanan yang bersifat barang publik. Teori

Gordon-Schaefer telah membuktikan bahwa perikanan yang tidak diatur (open access)

cenderung menimbulkan inefisiensi karena terlalu banyak input yang digunakan.

(32)

bobot dan ukuran ikan yang ditangkap dan untuk menghindari konflik antar

pengguna sumberdaya, serta mencegah pemborosan tenaga kerja dan modal serta

untuk mendorong alokasi sumberdaya yang efisien.

Pengelolaan terhadap sumberdaya ikan diperlukan dalam bentuk pengendalian

jumlah, ukuran, atau jenis ikan yang ditangkap dan pengendalian upaya tangkapan

serta bentuk pengelolaan lainnya untuk meningkatkan pendapatan nelayan.

Pengelolaan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan terhadap stok ikan sehingga

sumberdaya berada pada kondisi Maximum Economic Yield sehingga rente yang

diterima masyarakat berada pada tingkat maksimum (Fauzi, 2010).

2.7 Instrumen Kebijakan Sumberdaya Perikanan

Menurut Widodo dan Suadi (2006), sumberdaya perikanan perlu dikelola

untuk menjamin pemanfaatan sumberdaya yang berkesinambungan, bertanggung

jawab, dan efisien secara ekonomi. Pembuatan kebijakan pengelolaan perikanan

membutuhkan pertimbangan terhadap aspek biologi, ekologi, sosial, dan ekonomi.

Pertimbangan tersebut antara lain:

1. Pertimbangan biologi

Sebagai populasi atau komunitas yang hidup, sumberdaya hayati mampu

memperbaharui dirinya melalui proses pertumbuhan dalam ukuran (panjang)

dan massa (bobot) individu selain pertambahan terhadap populasi atau

komunitas melalui reproduksi. Tugas utama dari pemanfaatan perikanan

adalah menjamin bahwa mortalitas penangkapan tidak melampaui

kemampuan populasi untuk bertahan dan tidak mengancam atau merusak

(33)

2. Pertimbangan ekologi dan lingkungan

Lingkungan dari ikan jarang yang bersifat statis dan kondisi lingkungan

akuatik dapat berubah secara nyata menurut waktu. Perubahan lingkungan

tersebut dapat mempengaruhi dinamika dari populasi ikan, pertumbuhan,

rekruitmen, mortalitas alami, atau kombinasi itu semua sehingga perlu

dipertimbangkan.

3. Pertimbangan sosial, budaya, dan kelembagaan

Populasi manusia bersifat dinamis dan perubahan sosial selalu terjadi karena

dipengaruhi oleh perubahan kondisi politik dan faktor lainnya.

Perubahan-perubahan ini dapat mempengaruhi efektivitas dan strategi pemanfaatan

sehingga perlu dipertimbangkan dan diakomodasi.

4. Pertimbangan ekonomi

Kekuatan pasar sangat berpengaruh terhadap pengelolaan perikanan. Kondisi

pengelolaan perikanan yang dihadapkan pada kondisi akses terbuka (open

access) membutuhkan pertimbangan pengelolaan yang efektif untuk

menghindari terjadinya over exploitation.

Fauzi (2010) menyatakan bahwa sumberdaya perikanan merupakan aset alam

yang diekstraksi untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi manusia.

Namun demikian aspek manfaat ini memiliki berbagai dimensi, baik dimensi

ekonomi, ekologi, maupun sosial. Kompleksitas sumberdaya ikan ini

menyebabkan tujuan pembangunan perikanan juga semakin kompleks. Tujuan

pembangunan perikanan ini tertuang dalam UU 31/2004 jo UU No.45 tahun 2009

yaitu tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan serta terjaminnya

kelestarian sumberdaya ikan (Bab IV, pasal 6 ayat 1, UU No.31/2004). Tujuan

(34)

Tabel 1. Matriks Analitis dan Empiris Tujuan Pembangunan Perikanan

1. Memaksimumkan rente

ekonomi

9

2. Meningkatkan pendapatan

nelayan

9 9

3. Mempertahankan harga yang

baik untuk konsumen

9

4. Meningkatkan efektivitas

pembiayaan

9

5. Mengurangi overcapacity 9

6. Meningkatkan ekspor/devisa 9

7. Meningkatkan penerimaan

Negara

9

Sosial

8. Menyediakan lapangan

pekerjaan

9

9. Mengurangi konflik antar

nelayan dan stakeholders

lainnya

9

10.Meningkatkan partisipasi

perempuan

9

11.Menjaga hak-hak

tradisional/skala kecil

9

Tekno-ekologi

12.Memaksimumkan tangkapan 9

13.Menstabilkan stok 9

14.Memelihara ekosistem yang

sehat

9

15.Memperbaiki kualitas hasil

tangkapan

9

16.Konservasi sumberdaya ikan 9

17.Mencegah/mengurangi

buangan (waste of fish)

9

18.Menstabilkan laju

penangkapan (Catch rates)

9

Sumber: Fauzi, 2010

Secara umum tujuan pengelolaan perikanan menurut Widodo dan Suadi

(2006) dibagi ke dalam empat kelompok tujuan yaitu biologi, ekologi, ekonomi,

(35)

1. Menjaga spesies target berada di tingkat atau di atas tingkat yang diperlukan

untuk menjamin produktivitas yang bekelanjutan.

2. Meminimalkan berbagai dampak penangkapan atas lingkungan fisik dan hasil

tangkapan sampingan.

3. Memaksimumkan pendapatan bersih bagi nelayan yang terlibat dalam

perikanan.

4. Memaksimumkan kesempatan kerja bagi masyarakat yang menggantungkan

kehidupan mereka pada perikanan.

Menurut Widodo dan Suadi (2006), untuk mencapai tujuan pengelolaan

tersebut dibutuhkan teknik-teknik pengelolaan perikanan diantaranya:

1. Pengaturan ukuran mata jaring (dari pukat atau alat tangkap yang digunakan).

2. Pengaturan batas ukuran ikan yang boleh ditangkap, di daratkan, atau

dipasarkan.

3. Kontrol terhadap musim penangkapan ikan (openned or closed season).

4. Kontrol terhadap daerah penangkapan (openned or closed areas).

5. Pengaturan terhadap alat tangkap serta perlengkapannya di luar pengaturan

ukuran mata jaring (mesh size).

6. Perbaikan dan peningkatan sumberdaya hayati (stock enhancement).

7. Pengaturan hasil tangkapan total per jenis, kelompok jenis, atau bila

memungkinkan lokasi atau wilayah.

8. Setiap tindakan langsung yang berhubungan dengan konservasi semua jenis

ikan dan sumberdaya hayati lainnya dalam wilayah perairan tertentu.

9. Penutupan daerah atau musim penangkapan untuk melindungi ikan-ikan pada

(36)

ditujukan untuk melindungi individu-individu ikan dewasa yang akan

melakukan regenerasi untuk mendukung kelangsungan masa depan stok ikan.

2.8 Tinjauan Studi Terdahulu

Studi penelitian terdahulu dimaksudkan untuk mengkaji penelitian-penelitian

yang telah dilakukan dengan mengangkat topik, produk, maupun alat analisis

yang sama. Akbar (2010), melakukan penelitian mengenai Kajian Ekonomi

Sumberdaya Perikanan Tangkap di Kabupaten Pemalang. Tujuan penelitian

adalah mengkaji alokasi optimum pemanfaatan sumberdaya ikan Teri dengan

menggunakan model bioekonomi. Data yang digunakan adalah data primer dan

data sekunder. Hasil perhitungan optimum menghasilkan kondisi optimal nilai

biomassa (x) 159,221 ton/tahun, hasil tangkapan lestari (h) 75,110 ton/tahun, dan

effort(E) nelayan sebesar 3.657 trip/tahun.

Haloho (2010), melakukan penelitian tentang Analisis Bioekonomi

Sumberdaya Lobster yang Berkelanjutan di Pangandaran. Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui tingkat optimal serta tingkat degradasi yang terjadi.

Nilai biomas (x) optimal berdasarkan rezim Maximum Economic Yield lebih besar

dari pada rezim lainnya yaitu sebesar 162,99 ton dengan tingkat effort (E) sebesar

74,631 trip, dan produksi (h) sebesar 70,71 ton dengan tingkat degradasi 37%

setiap tahunnya.

Penelitian mengenai sumberdaya ikan Bilih dilakukan oleh Panudju (2010)

dengan judul Kajian Ekologis Habitat dan Sumberdaya bagi Konservasi Ikan Bilih

(Mystacoleucus padangensis Blkr) di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Tujuan

penelitian adalah mengkaji kondisi ekologis habitat Ikan Bilih (Mystacoleucus

(37)

Penelitian Akbar (2010) dan Haloho (2010) memiliki persamaan dalam

penelitian ini untuk alat analisis berupa analisis bioekonomi dalam menentukan

perikanan tangkap yang optimal serta tingkat degradasi, sedangkan penelitian

Panudju (2010) memiliki persamaan dalam hal komoditas yang diteliti yaitu

sumberdaya ikan Bilih. Perbedaan yang menonjol dari penelitian ini adalah

adanya spesifikasi dalam hal penelitian karena tidak hanya mengukur sumberdaya

ikan Bilih dari segi produksi yang optimal dengan pendekatan bioekonomi saja,

tetapi juga menghitung tingkat degradasi dan depresiasi yang terjadi di Danau

Singkarak serta kebijakan yang tepat dalam pengelolaan sumberdaya ikan Bilih

melalui analisis pendapatan dan persepsi nelayan sehingga hasil yang diperoleh

(38)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Danau Singkarak merupakan danau yang memiliki kekhasan ekosistem

sehingga memiliki potensi perikanan darat yang khas khususnya untuk

sumberdaya ikan yang bersifat endemik. Ikan endemik tersebut adalah ikan Bilih

atau Mystacoleucus padangensis Blkr. Ikan Bilih hanya dapat tumbuh di Danau

Singkarak sehingga tidak dapat dikembangkan di perairan lainnya.

Ikan Bilih memiliki nilai ekonomi tinggi karena harga jual yang tinggi di

pasaran yaitu mencapai Rp 15.000 sampai Rp 20.000 per kilogramnya dan dalam

keadaan kering mencapai harga Rp 60.000 sampai dengan Rp 100.000 per

kilogramnya. Ikan Bilih tidak hanya dikonsumsi secara lokal oleh masyarakat

Sumatera Barat tetapi juga dipasarkan di daerah Riau, Jakarta, dan wilayah

lainnya.

Potensi ekonomi ini memberikan dampak positif dan negatif bagi sumberdaya

ikan Bilih. Keberadaan ikan Bilih memberikan pengaruh positif bagi pendapatan

masyarakat sekitar Danau Singkarak. Tetapi dorongan untuk memperoleh

pendapatan yang lebih besar memicu terjadinya penangkapan yang berlebih

(overfishing) sehingga memberikan dampak negatif bagi keberadaan ikan Bilih di

masa datang.

Analisis bioekonomi terhadap ketersediaan stok ikan dan laju degradasi perlu

dilakukan sebagai pertimbangan kebijakan pengelolaan yang berkelanjutan.

Penelitian ini dilakukan dalam rangka meningkatkan pemanfaatan sumberdaya

perikanan tangkap di Danau Singkarak karena pada umumnya kendala yang

(39)

jumlah stok ikan dan jumlah upaya optimal yang seharusnya dilakukan. Hal ini

terkait dengan sifat alamiah sumberdaya ikan yang dinamis dalam ruang tiga

dimensi serta tidak adanya property right yang jelas (bersifat common property)

sehingga menyebabkan masyarakat sekitar Danau Singkarak bebas keluar masuk

dalam pemanfaatan sumberdaya ikan Bilih karena kondisi yang open access.

Apabila hal ini terus dibiarkan maka mengakibatkan terjadinya kepunahan

sumberdaya ikan Bilih karena adanya over eksploitasi yang mengarah pada

kondisi overfishing.

Data-data yang digunakan dalam analisis bioekonomi ini terdiri dari aspek

biologi yaitu: koefisien kemampuan tangkap, daya dukung lingkungan, dan laju

pertumbuhan instrinsik. Sedangkan aspek ekonomi yaitu: hasil tangkapan, upaya

tangkapan, harga rata-rata ikan, dan biaya operasional. Data ini diperoleh melalui

data primer, data sekunder, dan hasil analisis untuk mendapatkan rente

sumberdaya dengan berbagai rezim pengelolaan perikanan.

Selain itu dilakukan analisis terhadap laju degradasi dan depresiasi di Danau

Singkarak. Analisis laju degradasi dan depresiasi dapat dihitung dengan

menggunakan data yang diperoleh dari hasil analisis bioekonomi. Hasil analisis

bioekonomi, degradasi, serta depresiasi akan menghasilkan kondisi pemanfaatan

sumberdaya ikan Bilih saat ini. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap

pendapatan nelayan dan persepsi nelayan terhadap kelestarian sumberdaya ikan

Bilih di Danau Singkarak. Setelah melakukan tahapan-tahapan tersebut maka

kondisi pemanfaatan sumberdaya dan hasil analisis terhadap pendapatan dan

(40)

pemanfaatan sumberdaya ikan Bilih selanjutnya. Kerangka berpikir penelitian

dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Penelitian

Potensi Perikanan Darat yang Bersifat Endemik di

Danau Singkarak Sumberdaya Ikan Bilih

yang telah dilakukan Masyarakat

Rente Sumberdaya Ikan Bilih

Analisis Laju Depresiasi Ikan Bilih Pemanfaatan Ikan Bilih di

Danau Singkarak

Pemanfaatan Ikan Bilih yang Optimal dan Berkelanjutan

Kondisi Pemanfaatan Ikan Bilih di Danau Singkarak

(41)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Danau Singkarak, Provinsi Sumatera Barat

(Lampiran 1). Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret-April 2011.

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

pertimbangan bahwa Danau Singkarak merupakan tempat hidup ikan endemik

yaitu ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr) yang sulit untuk hidup di

wilayah perairan lainnya.

4.2Metode Penelitian

Metode penelitian menggunakan metode survei. Survei adalah suatu kajian

terhadap sejumlah obyek penelitian yang memungkinkan peneliti untuk

memaparkan semua obyek yang diwakilinya (Nasution, 2003). Penelitian dengan

metode ini dipilih karena dapat dijadikan basis dalam pengambilan keputusan

dari obyek yang diwakilinya secara keseluruhan. Metode survei terdiri dari survei

kuantitatif yaitu mengamati kondisi fisik dan data statistik sumberdaya ikan Bilih

dan survei kualitatif yang mengamati interaksi sosial masyarakat dengan

sumberdaya ikan Bilih.

4.3Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan dan

wawancara langsung dengan nelayan serta key person. Key Person yang dimaksud

adalah pejabat di lingkungan Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Provinsi

Sumatera Barat dan Dinas Pertanian dan Perikanan (Kabupaten Tanah Datar dan

(42)

pengambilan keputusan dan kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan Bilih di

Danau Singkarak.

Data primer yang diperoleh dari hasil wawancara responden adalah data

mengenai karakteristik nelayan, jumlah produksi, harga, biaya operasional,

pendapatan, dan persepsi nelayan melalui kuisioner dan survei. Sedangkan data

sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data berkala (time series)

hasil tangkapan, upaya tangkapan, dan harga rata-rata ikan selama periode 8 tahun

terakhir, alat tangkap, IHK, jumlah penduduk, dan keadaan umum wilayah

penelitian. Data sekunder diperoleh dari DKP Provinsi Sumatera Barat, Dinas

Pertanian dan Perikanan (Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok), Badan

Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat, dan Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok). Selain itu

data sekunder juga diperoleh dari studi literatur yang relevan dengan penelitian ini

seperti buku, tesis, skripsi, internet, serta instansi lain yang terkait. Data diolah

dengan menggunakan perangkat lunak diantaranya Microsoft Excell 2007, Maple

11, Minitab 14, dan SPSS 15.0 for windows.

4.4Metode Pengambilan Contoh

Metode pengambilan contoh pada penelitian ini dilakukan dengan probability

sampling dengan teknik multistage sampling. Langkah pertama yang dilakukan

dalam pengambilan contoh bertingkat ini adalah mengidentifikasi desa/nagari

yang berada di sekitar Danau Singkarak (Nagari Salingka Danau), langkah kedua

adalah memilih beberapa nagari tersebut dengan menggunakan metode purposive

sampling dengan ketentuan nagari yang memiliki alat tangkap dominan dan nagari

(43)

adalah pengambilan contoh nelayan yang diteliti sebagai responden sebanyak 30

orang untuk setiap alat tangkap. Menurut Nasution (2003), teknik pengambilan

contoh secara bertingkat ini dapat dilakukan jika populasi homogen, jumlah

contoh besar, populasi menempati wilayah yang luas, serta terbatasnya biaya

penelitian.

4.5Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui

pendekatan analisis surplus produksi, analisis bioekonomi, analisis laju degradasi,

analisis depresiasi, dan analisis regresi terhadap pendapatan, serta analisis

korelasi. Analisis surplus produksi dan analisis bioekonomi digunakan untuk

mengetahui tingkat pemanfaatan stok biomas ikan Bilih serta rente ekonomi dari

aktivitas penangkapan ikan Bilih tersebut. Analisis laju degradasi digunakan

untuk mengetahui perubahan potensi sumberdaya ikan Bilih dari sisi kualitas dan

kuantitas di Danau Singkarak dan analisis depresiasi digunakan untuk mengukur

perubahan nilai moneter dari pemanfaatan sumberdaya ikan Bilih tersebut.

Analisis terhadap pendapatan digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi pendapatan nelayan dari setiap alat tangkap serta analisis korelasi

untuk menganalisis hubungan antara persepsi dengan faktor internal dan eksternal

nelayan.

4.5.1 Hasil Tangkapan per Upaya (Catch Per Unit Effort)

Data hasil upaya penangkapan ikan dianalisis dengan menghitung nilai hasil

tangkapan per upaya penangkapan (CPUE). Tujuan dari perhitungan CPUE

adalah untuk mengetahui kelimpahan dan tingkat pemanfaatan perikanan

(44)

(Effort). Formulasi yang digunakan dalam menghitung nilai CPUE adalah (Fauzi

dan Anna, 2005):

………. (4.1)

Keterangan:

CPUEt = Hasil tangkapan ikan Bilih per upaya penangkapan pada tahun ke-t (ton

per unit)

Catcht = Hasil tangkapan ikan Bilih pada tahun ke-t (ton)

Effortt = Upaya penangkapan ikan Bilih pada tahun ke-t (unit)

4.5.2 Standarisasi Alat Tangkap

Alat tangkap yang beragam jenisnya akan menyulitkan dalam penelitian

karena setiap alat tangkap memiliki kemampuan penangkapan yang berbeda-beda.

Oleh karena itu perlu dilakukan standarisasi untuk memperoleh effective fishing

effort yang setara. Teknik untuk memperoleh effective fishing effort adalah:

……….. (4.2)

Dimana:

Ea = Effort alat tangkap a yang distandarisasi

= Nilai kemampuan penangkapan (fishing power index) alat tangkap a

Ga = Jumlah alat tangkat a yang digunakan

Nilai kemampuan penangkapan (fishing power index) dari alat tangkap a

diperoleh dari:

……….. (4.3)

Dimana:

= Catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap a

(45)

4.5.3 Analisis Biologi (Pendugaan Parameter Biologi)

Analisis biologi digunakan untuk menduga stok atau potensi sumberdaya

ikan, serta untuk mengetahui kondisi optimum dari tingkat upaya penangkapan.

Metode yang digunakan adalah metode surplus produksi. Metode ini bertujuan

untuk menentukan tingkat output optimum, yaitu suatu upaya yang dapat

menghasilkan tangkapan maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi

produktivitas stok jangka panjang serta biasa disebut hasil tangkapan maksimum

lestari (Maximum Sustainable Yield).

Pendekatan estimasi parameter biologi menggunakan fungsi logistik

dilakukan dengan menggunakan model yang dikembangkan Clark, Yoshimoto,

dan Pooley (1992) yang lebih dikenal dengan model CYP. Adapun persamaan

dinotasikan sebagai berikut:

₊ ln ln ₊ ………... (4.4)

Hasil regresi akan menghasilkan nilai α, , dan . Kemudian ketiga nilai

tersebut dimasukkan ke dalam model estimasi CYP sehingga diperoleh laju

pertumbuhan alami (r), koefisien kemampuan tangkap (q), dan daya dukung

perairan (K) dengan formulasi sebagai berikut:

r = ….. ……….………...…………... (4.5)

q γ r ……….………... (4.6)

K = / ……….………... (4.7)

4.5.4 Metode Bioekonomi

Nilai parameter r, q, dan K yang telah diperoleh disubtitusikan ke dalam

(46)

bioekonomi memasukkan variabel ekonomi. Biaya penangkapan yang digunakan

dalam estimasi merupakan rata-rata biaya operasional penangkapan. Biaya ini

merupakan biaya nominal yang secara matematis dapat ditulis:

………...………... (4.8)

Keterangan:

Cnomt = Biaya nominal rata-rata tahun t (Rp per unit upaya)

Ci = Biaya penangkapan responden ke-i (Rp per unit upaya)

n = Jumlah responden

Biaya nominal distandarisasi dengan menggunakan IHK untuk menghindari

inflasi dengan rumus:

………...……... (4.9)

Keterangan:

Criilt = Biaya riil ikan Bilih pada tahun t (Rp per unit upaya)

Cnomt = Biaya nominal rata-rata tahun t (Rp per unit upaya)

IHKt = Indeks Harga Konsumen pada tahun t

Sedangkan harga ikan Bilih dapat ditentukan dengan rumus:

…...………..… (4.10)

Keterangan:

Priilt = Harga riil ikan Bilih pada tahun t (Rp per ton)

Pnomt = Harga nominal ikan Bilih tahun ke-t (Rp per ton)

IHKt = Indeks Harga Konsumen pada tahun t

Jika kedua parameter ekonomi tersebut telah diketahui, maka TR (Total

Revenue), TC (Total Cost), dan keuntungan ekonomi (π) diperoleh dengan

persamaan (Fauzi, 2006):

. ………..……….………. (4.11)

(47)

Maka

……….…. (4.13)

. . ……… (4.14)

……….... (4.15)

Keterangan:

= Rente Ekonomi

TR = Total Penerimaan

TC = Total biaya

Menentukan solusi optimal pengelolaan sumberdaya ikan Bilih, maka

digunakan model estimasi parameter Clark, Yoshimoto dan Pooley (CYP).

Pendekatan ini dilakukan dalam rangka mencari keuntungan maksimum dari

kegiatan perikanan tangkap. Menurut Fauzi dan Anna (2005), penentuan alokasi

optimal sumberdaya perikanan tangkap tersebut dilakukan melalui

tahapan-tahapan berikut:

1. Mengidentifikasi seluruh data dan informasi kemudian menyusun data produksi

dan upaya (effort) dalam bentuk urutan waktu (series). Jika menyangkut

multigear mulitispecies maka harus dipisahkan menurut jenis alat tangkap dan

produksi yang diusahakan menurut target spesies dari alat tangkat yang

dianalisis. Hasil yang terbaik diperoleh jika data yang digunakan adalah 15

tahun atau lebih. Namun dalam penelitian ini hanya menggunakan data 8 tahun

karena keterbatasan data.

2. Melakukan standarisasi alat tangkap karena adanya variasi dari kekuatan alat

tangkap. Standarisasi dapat dilakukan dengan menjumlahkan total unit input

(48)

dimana NDjt adalah tingkat input nominal dan ψjt adalah indeks daya tangkap

yang diukur berdasarkan rasio CPUE dari alat tangkap j terhadap alat tangkap

standar.

3. Menganalisis data dengan menggunakan model estimasi parameter Clark,

Yoshimoto dan Pooley (CYP) untuk memperoleh beberapa parameter biologi,

seperti nilai r (instrinsic growth rate) dari sumberdaya ikan, nilai K (carrying

capacity), dan nilai q (coefficient of catchability). Parameter ini digunakan

untuk menghitung Maximum Suistainable Yield (MSY).

4. Memasukkan data cross section seperti parameter ekonomi harga (p) dan

biaya (c).

Perhitungan dengan metode Clark, Yoshimoto dan Pooley (CYP) ini dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Formula Perhitungan Pengelolaan Ikan dengan Pendekatan Model CYP

Variabel Kondisi

MSY MEY OA

(p.hmey)-(c.Emey) (p.hoa)-(c.Eoa)

4 Sumber: Nababan, 2006

4.5.5 Analisis Laju Degradasi

Sumberdaya perikanan sangat rentan mengalami degradasi akibat adanya

aktivitas pemanfaatan terhadap sumberdaya. Laju degradasi dari sumberdaya ikan

(49)

……….……… (4.16)

Dengan:

hst = Produksi lestari

hat = Produksi aktual

= Koefisien atau laju degradasi

Apabila nilai laju degradasi melebihi 0,5 ( >0,5) maka sumberdaya ikan

mengalami degradasi, sebaliknya jika nilai laju degradasi kurang dari 0,5

( <0,5), maka sumberdaya ikan di perairan suatu wilayah belum mengalami

degradasi (Fauzi dan Anna, 2005).

4.5.6 Analisis Laju Depresiasi

Perhitungan laju depresiasi sumberdaya menurut Anna (2003) pada

dasarnya sama dengan laju degradasi. Namun dalam hal ini parameter ekonomi

menjadi variabel yang menentukan perhitungan laju depresiasi yang dirumuskan

sebagai berikut (Wahyudin, 2005):

………. (4.17)

Dengan:

πst = Rente lestari

πat = Rente aktual

= Koefisien atau laju depresiasi

4.5.7 Analisis Pendapatan Nelayan

Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi pendapatan nelayan adalah analisis regresi linear berganda dengan

metode OLS (Ordinary Least Square). Penggunaan metode ini berdasarkan

pertimbangan bahwa analisis regresi merupakan metode statistik yang

(50)

Tujuan analisis ini adalah untuk memperkirakan nilai dari suatu variabel dalam

hubungannya dengan variabel yang diketahui (Juanda, 2009).

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pendapatan tersebut antara lain

adalah umur, pengalaman, tingkat pendidikan, jarak tempat tinggal dengan lokasi

penangkapan, biaya penangkapan, dan hasil tangkapan. Hubungan ini secara

matematis dirumuskan sebagai berikut:

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5+ β6X6+ε ...……… (4.18)

Keterangan:

Y = Pendapatan nelayan (Rupiah/Tahun)

β0 = Intersep

β1-β5 = Koefisien regresi

X1 = Umur nelayan (Tahun)

X2 = Lama sekolah (Tahun)

X3 = Jarak menuju lokasi penangkapan (Meter)

X4 = Pengalaman (Tahun)

X5 = Biaya penangkapan (Rupiah)

X6 = Hasil tangkapan (Kg)

ε = Error Term

Hipotesis dari model regresi linear berganda pendapatan nelayan adalah

variabel umur (X1) berhubungan negatif dengan pendapatan, artinya

bertambahnya umur seorang nelayan akan menurunkan rata-rata pendapatan yang

diperoleh. Sedangkan untuk variabel lama sekolah (X2), jarak menuju lokasi

penangkapan (X3), pengalaman (X4), biaya penangkapan (X5), dan hasil

tangkapan (X6) memiliki hubungan yang positif dengan pendapatan. Pengujian

secara statistik perlu dilakukan untuk memeriksa kebaikan suatu model yang telah

dibuat. Menurut Juanda (2009), uji statistik yang dapat digunakan dalam

(51)

1. Uji Keandalan

Uji keandalan digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang

dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Uji ini juga

digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam

model dapat menerangkan model. Uji keandalan ini dapat dilihat dari nilai R2

terkoreksi. Rumus menghitung R2 terkoreksi adalah:

R Vâ YVâ R ….. (4.19)

2. Uji Statistik F

Uji F digunakan untuk membuktikan secara statistik bahwa seluruh koefisien

regresi juga signifikan dalam menentukan nilai dari variabel tak bebas.

Hipotesis uji F adalah:

H0 = Model secara keseluruhan tidak signifikan

H1 = Model secara keseluruhan signifikan

Maka tolak H0 jika Pvalue<alpha (α). Artinya secara keseluruhan model

signifikan.

3. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah kondisi dimana adanya hubungan antar

variabel-variabel bebas satu sama lainnya. Untuk mendeteksi multkolinearitas dapat

dideteksi dengan nilai (1-Rj2)-1 yang disebut Variance Inflation Factor (VIF)

yang menggambarkan kenaikan var(bj) karena korelasi antar peubah penjelas.

Multikolinearitas terjadi jika nilai VIF kecil dari 10.

4. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah ragam sisaan (εt) sama (homogen) atau

Var(εi)=E(εi2)=σ2 untuk pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam

(52)

grafik. Heteroskedastisitas tidak terjadi jika grafik dari ragam sisaan tidak

membentuk pola atau menyebar normal. Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : σ12= σ22=…= σN2= σε2= σ2 (ragam sisaan homogen)

Spesifikasi hipotesis alternatif yang diuji tergantung dari prosedur pendugaan

yang dipertimbangkan untuk koreksi heteroskedastisitas yang diinginkan.

5. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah tidak adanya korelasi serial antar sisaan (εt) atau sisaan

menyebar bebas atau Cov(εi,εj) = E(εi,εj) = 0 untuk semua i≠j. Cara mendeteksi

autokorelasi adalah dengan memplotkan data et pada sumbu vertikal dan waktu

(t) pada sumbu horizontal sehingga dapat dilihat polanya apakah bebas atau

tidak bebas (punya pola tertentu) atau menggunakan nilai staistik uji

Durbin-Watson dengan menggunakan nilai-nilai sisaan dari hasil dugaan OLS.

……… (4.20)

4.5.8 Analisis Persepsi Nelayan terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Bilih

Analisis data yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang

berhubungan dengan persepsi nelayan terhadap kelestarian sumberdaya ikan Bilih

adalah dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Tujuan dari analisis

korelasi ini adalah mengetahui ukuran kekuatan atau kekuatan hubungan antara

dua variabel. Koefisien korelasi mengukur kekuatan tersebut secara linear

(Gujarati, 1995). Formulasi perhitungan koefisien Rank Spearman menurut

Trihendradi (2009):

Gambar

Tabel 1. Matriks Analitis dan Empiris Tujuan Pembangunan Perikanan
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 3. Jumlah Penduduk Danau Singkarak Menurut Jenis Kelamin
Tabel 5. Jenis Ikan yang Hidup di Danau Singkarak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa panjang dan berat rata-rata ikan bilih menurun sebesar 0,54 cm dan 0,93 g namun sifat fisika kimia perairan Danau

Pqriao no$mi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengelola Danau Singkarak khususnya dan Pemerintah Daerah Sumatera Barat umumnya untuk pengembangan wisata Danau Singkarak

Selalu ditemukannya ikan bilih matang gonad pada tiap stasiun penelitian mengindikasikkan lokasi penelitian di Sungai Naborsahan Danau Toba Sumatera Utara merupakan habitat

Perbedaan komposisi nukleotida pada kedua ikan bilih yang diteliti tersebut memperlihatkan adanya indikasi variasi genetik intra-populasi ikan bilih di Danau

Intisari: Penelitian mengenai fekunditas ikan Bilih ( Mystacoleucus padangensis Blkr.) yang masuk ke muara sungai di sekitar Danau Singkarak telah dilakukan pada bulan November

Hasil pengujian nilai-nilai ― b ‖ yang diperoleh terhadap nilai tiga menunjukkan bahwa tampilan pertumbuhan populasi ikan bilih Danau Singkarak menunjukkan pola

POTENSI BAL PROBIOTIK DARI IKAN BILIH Mystacoleucus padangensis DANAU SINGKARAK DALAM APLIKASI PEMBUATAN SABUN PADAT EKSTRAK LIDAH BUAYA Aloe vera Heppy Setya Prima*1,Fatridha