• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi dan Morfometrik Ayam Persilangan Pelung Ras Pedaging dengan Sentul Kampung dan Resiprokalnya Umur 0-12 Minggu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produksi dan Morfometrik Ayam Persilangan Pelung Ras Pedaging dengan Sentul Kampung dan Resiprokalnya Umur 0-12 Minggu."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

FANDES TRISMAN

PRODUKSI DAN MORFOMETRIK AYAM PERSILANGAN

PELUNG RAS PEDAGING DENGAN SENTUL KAMPUNG

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi dan Morfometrik Ayam Persilangan Pelung Ras Pedaging dengan Sentul Kampung dan Resiprokalnya Umur 0-12 Minggu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Fandes Trisman

(4)
(5)

ABSTRAK

FANDES TRISMAN. Produksi dan Morfometrik Ayam Persilangan Pelung Ras Pedaging dengan Sentul Kampung dan Resiprokalnya Umur 0-12 Minggu. Dibimbing oleh RUDI AFNAN dan CECE SUMANTRI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji performa produksi dan morfometrik ayam persilangan pelung ras pedaging dengan sentul kampung serta resiprokalnya pada umur 0-12 minggu. Pakan diberikan secara ad libitum. Pakan komersial berupa crumble diberikan pada anak ayam umur 0-3 minggu. Ayam persilangan umur 4 minggu diberi pakan campuran 80% crumble dan 20% dedak padi, 60% crumble dan 40% dedak padi untuk ayam umur 5-12 minggu. Rancangan yang digunakan yaitu uji T dan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Peubah yang diamati terdiri dari bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, konversi pakan dan mortalitas. Ukuran tubuh berupa panjang

shank, lebar dada, lingkar dada, panjang punggung dan panjang paruh. Hasil yang diperoleh menunjukkan bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, konversi pakan, lebar dada, panjang punggung, panjang paruh dan volume tubuh ayam PBSK dan SKPB adalah sama. Panjang shank dan lingkar dada ayam PBSK dan SKPB berbeda. Ayam PBSK dan SKPB memiliki potensi yang baik dalam meningkatkan produksi daging ayam lokal.

Kata kunci: ayam PBSK, ayam SKPB, morfometrik, produktivitas

ABSTRACT

FANDES TRISMAN. Production and Morphometry of Reciprocal Crossing between Pelung-Meat type and Sentul-Kampung chickens age 0-12 Weeks. Supervised by RUDI AFNAN dan CECE SUMANTRI.

This research aimed to explore the production and morphometry of reciprocal crossed between pelung-broiler (PB) and sentul-kampung (SK) chickens age 12 weeks old. Commercial starter feed was offered at the age of 0-3 weeks, 80% commercial starter feed + 20% rice hull at the age of 4 weeks and 60% commercial starter feed + 40% rice hull at the age of 5-12 weeks. Feed was

ad libitum. The research used completly randomized design (RAL). Productive traits measured were body weight, growth rate, feed intake, feed conversion and mortality. Morphometry traits measured were length of shank, back, beak, width of breast and girth of breast. Body weight, growth rate, feed intake, feed conversion, width of breast, back, beak and volume of the body were not significant. Meanwhile, length of shank and girth of breast differed. PBSK and SKPB can be developed as meat type chickens.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

FANDES TRISMAN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

PRODUKSI DAN MORFOMETRIK AYAM PERSILANGAN

PELUNG RAS PEDAGING DENGAN SENTUL KAMPUNG

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini dengan judul Produksi dan Morfometrik Ayam Persilangan Pelung Ras Pedaging dengan Sentul Kampung dan Resiprokalnya Umur 0-12 Minggu. Shalawat serta

salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW yang telah menjadi teladan bagi keluarga, syuhada serta ummatnya yang senantiasa berada di jalan Allah.

Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk mengkaji performa produksi dan perbandingan morfometrik keturunan kedua (F2) persilangan ayam pelung ras pedaging dengan sentul kampung dan resiprokalnya pada umur 0-12 minggu. Penelitian ini merupakan usaha untuk mendapatkan informasi performa produksi dan ukuran tubuh ayam persilangan pelung ras pedaging dengan sentul kampung serta resiprokalnya. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan kombinasi genetik yang baik dari jenis ayam tersebut sehingga menghasilkan ayam yang memiliki mutu genetik baik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Rudi Afnan SPt MSc Agr, Prof Dr Ir Cece Sumantri MAgr Sc, Dr Epi Taufik SPt MSi MVPH, Iyep Komala SPt dan Ibu Dr Ir Sri Darwati MSi atas waktu, saran, serta bimbingan yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (Usman), ibu (Yuhendris) dan seluruh keluarga atas segala doanya. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dadang, tim penelitian Hasyim, Candra, Wafi, Pandi, Ariesta, Salva, Asep, Indah. Serta Atnis, Tanto, Jurik, Wildan, Ikhsan, Dwiki, Yaher, Arum, Gres, Nawal, Maulita, Uus, Fero, anak-anak kandang, dan teman-teman IPTP 48 atas semangat, bantuan dan dukungannya. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan memberikan informasi bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Agustus 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Bahan 2

Alat 3

Prosedur 3

Pemeliharaan 3

Pemberian Pakan 3

Analisis Data 3

Peubah 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Keadaan Umum 5 Mortalitas 5 Bobot Badan 6 Pertambahan Bobot badan 8 Konsumsi Pakan 10

Konversi Pakan 11

Ukuran Tubuh 12

SIMPULAN DAN SARAN 16

DAFTAR PUSTAKA 17

(12)

DAFTAR TABEL

1. Hasil analisis proksimat pakan yang digunakan 2

2. Rataan suhu dan kelembaban kandang pemeliharaan 5

3. Jumlah kematian ayam PBSK dan SKPB umur 0-12 minggu 5

4. Rataan dan simpangan baku bobot badan ayam umur 0-4 minggu 6

5. Rataan dan simpangan baku bobot badan ayam umur 5-12 minggu 7

6. Rataan dan simpangan baku pertambahan bobot badan ayam umur 0-4 minggu 8

7. Rataan dan simpangan baku pertambahan bobot badan ayam umur 5-12 minggu 9

8. Rataan dan simpangan baku konsumsi pakan ayam umur 0-4 minggu 10

9. Rataan dan simpangan baku konsumsi pakan ayam umur 5-12 minggu 10 10.Rataan dan simpangan baku konsumsi pakan ayam umur 0-4 minggu 11

11.Rataan dan simpangan baku konsumsi pakan ayam umur 5-12 minggu 12 12.Rataan dan simpangan baku panjang shank ayam PBSK dan SKPB 13

13.Rataan dan simpangan baku lebar dada ayam PBSK dan SKPB 13

14.Rataan dan simpangan baku lingkar dada ayam PBSK dan SKPB 14

15.Rataan dan simpangan baku panjang punggung ayam PBSK dan SKPB 15 16.Rataan dan simpangan baku panjang paruh ayam PBSK dan SKPB 15

17.Rataan dan simpangan baku volume tubuh ayam PBSK dan SKPB 16

DAFTAR GAMBAR

1. Bagian-bagian kerangka ayam yang diamati 4

2. Kurva bobot badan ayam PBSK dan SKPB umur 0-4 minggu 6

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keragaman ayam lokal di Indonesia masih sangat tinggi dan berpotensi besar sebagai ayam tipe pedaging, petelur dan hias. Ayam lokal menyebar di seluruh wilayah Indonesia dengan ciri-ciri fenotipik tertentu yang kemudian menjadi karakteristik atau ciri khusus ayam tersebut. Ayam lokal bagi masyarakat pedesaan merupakan komoditi andalan yang berpotensi dan berpeluang dikembangkan di masa depan, baik secara ekonomi maupun sosial. Pengelolaannya mudah, tidak memerlukan banyak biaya atau modal dan tempat secara khusus. Beberapa keunggulan lain dari ayam lokal adalah mempunyai kemampuan bertahan dan berkembang biak dengan baik meskipun kondisi kualitas pakan yang rendah serta tahan terhadap penyakit. Ayam lokal perlu dipertahankan melalui pemurnian dan pemanfaatan secara optimal sebagai penyedia protein hewani (Sulandari et al. 2007).

Ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia yang belum banyak mengalami perbaikan mutu genetik. Ayam kampung memiliki daya tahan yang relatif lebih baik dibandingkan dengan ayam bangsa modern. Kelemahan dari ayam kampung adalah produktivitas telur yang rendah dan pertumbuhan tubuh lambat. Berat badan ayam kampung mencapai 700-800 gram pada umur 3 bulan dan produksi telur mencapai 135 butir tahun-1 (Iskandar et al. 2004). Ayam pelung merupakan ayam khas Cianjur, Jawa Barat yang dikenal memiliki kokok merdu dan panjang. Nataamijaya (2005) menyatakan ayam pelung merupakan salah satu ayam lokal yang memiliki keunggulan berupa ukuran badan lebih besar dan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan ayam kampung. Bobot badan dewasa jantan dapat mencapai 5.4 kg dan bobot betina dapat mencapai 4.5 kg (Sulandari

et al. 2007). Ayam sentul merupakan ayam lokal di Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Ayam sentul mempunyai sifat yang lebih unggul dibandingkan dengan ayam kampung karena pertumbuhan yang relatif cepat serta produksi telur yang tinggi. Nataamijaya (2005) menyatakan ayam sentul mampu bertelur sampai sebanyak 26 butir periode-1. Pertambahan bobot hidup ayam sentul cukup tinggi, yaitu 70.30±16.87 g hari-1 (Nurhayati 2001).

Peningkatan produktivitas ayam lokal tidak cukup hanya dengan perbaikan pakan dan manajemen pemeliharaan, tetapi perlu peningkatan mutu genetik dengan cara persilangan. Ukuran maupun bentuk tubuh setiap jenis ayam memiliki ciri khas masing-masing. Ukuran tubuh dapat digunakan untuk mengkaji peningkatan produktivitas ternak. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan ayam siap potong selama 12 minggu pemeliharaan.

Tujuan Penelitian

(14)

2

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji performa produksi dan perbandingan morfometrik keturunan kedua (F2) ayam persilangan pelung ras pedaging dengan sentul kampung dan resiprokalnya pada umur 0-12 minggu. Penelitian ini merupakan usaha untuk mendapatkan informasi performa produksi dan ukuran tubuh ayam persilangan pelung ras pedaging dengan sentul kampung serta resiprokalnya. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan kombinasi genetik yang baik dari jenis ayam tersebut sehingga menghasilkan ayam yang memiliki mutu genetik baik.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Pemuliaan dan Genetika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dari bulan September sampai Desember 2014.

Bahan

Ayam yang digunakan pada penelitian adalah anak ayam umur sehari (DOC) dari hasil persilangan 2 ekor ayam jantan pelung ras pedaging (PB) dengan 18 ekor ayam betina sentul kampung (SK) dan 1 ekor ayam jantan sentul kampung (SK) dengan 2 ekor ayam betina pelung ras pedaging (PB). Bahan lain yang dibutuhkan adalah pakan komersial berbentuk crumble fase starter, dedak padi, vitachick, dan sekam. Hasil analisis proksimat pakan yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil analisis proksimat pakan yang digunakan

Keterangan : * = NRC (1994), K= Konsentrat, D= dedak padi, Pakan 1 dan 2 = hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknolgi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2015).

(15)

3

Alat

Peralatan yang digunakan adalah 2 unit kandang ukuran 1.5 m x 1 m x 0.5 m yang dibagi menjadi 4 sekat setiap kandangnya. Delapan unit kandang bersekat tersebut terbuat dari bambu dengan ukuran 1.5 m x 0.5 m x 1.5 m, tempat minum dan tempat pakan, lampu serta wing band.

Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan digital OSUKA dengan ketelitian 0.5 gram, timbangan duduk kapasitas 5 kg, jangka sorong dengan ketelitian 0.05 mm dan pita ukur dengan ketelitian 1 mm.

Prosedur

Pemeliharaan

Kandang dipersiapkan dan dibersihkan terlebih dahulu, kemudian lantai kandang diberi alas sekam. Setiap kandang dilengkapi tempat pakan dan tempat minum. Pemeliharaan ayam persilangan dilakukan sejak umur 0-4 minggu di kandang bersekat tanpa pemisahan jantan dan betina, tetapi dipisah menurut rumpun persilangan. Setelah ayam berumur 4 minggu, ayam dipisah lagi berdasarkan jenis kelamin yaitu jantan dan betina. Awal pemeliharaan anak ayam umur sehari (DOC) diberi nomor pada bagian sayap (wing band). Pemberian

vitachick selama 2 minggu sejak anak ayam berumur sehari (DOC), selanjutnya diberikan setelah penimbangan dan pengukuran setiap 1 minggu sekali. Air minum diberikan ad libitum.

Pemberian pakan

Pakan komersial berupa crumble diberikan pada anak ayam umur 0-3 minggu. Ayam persilangan umur 4-12 minggu diberi pakan campuran crumble

dan dedak padi. Pakan diberikan ad libitum. Komposisi pakan yang diberikan sebagai berikut :

Ayam berumur 0-3 minggu = 100% crumble

Ayam berumur 4 minggu = 80% crumble dicampur dengan 20% dedak. Ayam berumur 5-12 minggu = 60% crumble dicampur dengan 40% dedak.

Analisis Data

Penelitian ini menggunakan dua rancangan percobaan. Uji T digunakan untuk mengetahui perbedaan rataan bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, dan konversi pakan ayam umur 0-4 minggu. Rancangan Acak Lengkap (RAL) digunakan untuk menganalisis penelitian saat ayam berumur 5-12 minggu. Rumus uji T adalah sebagai berikut (Walpole 1993) :

̅̅̅ ̅̅̅

√ √

(16)

4

Model matematika Rancangan Acak Lengkap (RAL) sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993) :

Yij = μ + Pi + єij

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan μ = nilai tengah umum

Pi = pengaruh perlakuan jenis ayam

Єij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j

Peubah

Peubah yang diukur sejak ayam berumur sehari (DOC) sampai 12 minggu, yaitu :

1. Bobot badan (BB) dalam satuan gram per ekor per minggu.

2. Pertambahan bobot badan (g ekor-1 minggu-1) = bobot badan minggu t – bobot badan minggu t-1

3. Konsumsi pakan (g ekor-1 minggu-1) = jumlah pemberian pakan - sisa pakan

4. Konversi pakan = jumlah konsumsi pakan jumlah pertambahan bobot badan-1

5. Mortalitas ayam

6. Ukuran tubuh yang diukur yaitu panjang shank, lebar dada, lingkar dada, panjang punggung dan panjang paruh.

7. Volume tubuh ayam didapat dari pemisalan tubuh ayam berbentuk tabung dengan rumus adalah π x r2 x t dimana r2 didapat dari ½ lebar dada dikuadratkan dan tinggi didapat dari lingkar dada.

Keterangan: A = panjang shank; B = lebar dada; C = lingkar dada; D = panjang punggung; E = panjang paruh.

(17)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Pengukuran suhu dan kelembaban kandang pemeliharaan dilakukan selama penelitian, yaitu pagi hari (07.00-08.00), siang hari (12.00-13.00), sore hari (16.00-17.00) dan malam hari (21.00-22.00). Rataan suhu dan kelembaban disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rataan suhu dan kelembaban kandang pemeliharaan

Rataan suhu yang didapat selama penelitian adalah 26.74±1.72 0C. Suhu tertinggi terjadi pada siang hari (12.00-13.00) dan suhu terendah pada malam hari (21.00-22.00) seperti terlihat pada Tabel 2. Menurut Bell dan Weaver (2002), suhu lingkungan yang ideal untuk beternak unggas pada kisaran 20-24 0C. Kisaran suhu tersebut merupakan suhu nyaman ayam dan penggunaan energi menjadi lebih efisien. Suhu yang tinggi akan mempengaruhi performa ayam yang dipelihara. Ayam akan lebih banyak mengkonsumsi air minum dan menurunkan konsumsi pakan.

Kelembaban rata-rata yang didapat selama penelitian adalah 87.68±5.34%. Kelembaban tertinggi terjadi pada sore hari (16.00-17.00) dan terendah pada malam hari (21.00-22.00). Menurut Bell dan Weaver (2002), kelembaban ideal terdapat pada kisaran 60%-70%. Kelembaban yang tinggi disebabkan karena seringnya hujan selama penelitian. Penggantian alas kandang secara rutin dan pengaturan ventilasi udara dapat menurunkan kelembaban yang tinggi. Kelembaban tinggi mengakibatkan kesulitan bagi ayam untuk melepaskan panas tubuh ke lingkungan.

Mortalitas

Ayam PBSK dan SKPB yang tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin (unsexed) umur 0-4 minggu tidak mengalami kematian. Total ayam yang dipelihara yaitu PBSK sebanyak 45 ekor dan SKPB sebanyak 6 ekor. Jumlah kematian ayam terjadi pada umur 5-12 minggu, tercatat pada ayam PBSK jantan sebanyak 2 ekor (11 ekor) dan pada betina 3 ekor (34 ekor), sedangkan kematian ayam SKPB hanya 1 ekor (3 ekor) pada betina. Jumlah kematian ayam PBSK dan SKPB disajikan pada Tabel 3.

Penyebab kematian ayam umur 5-12 minggu (Tabel 3) dikarenakan curah hujan yang tinggi selama penelitian sehingga berpengaruh terhadap suhu dan kelembaban kandang serta perkembangan mikroorganisme patogen dan tingkah

Waktu (WIB) Suhu (°C) Kelembaban (%)

07.00-08.00 25.58 ± 1.56 86.83 ± 6.55

12.00-13.00 29.08 ± 1.93 88.17 ± 5.91

16.00-17.00 26.92 ± 1.85 89.46 ± 4.61

21.00-22.00 25.38 ± 1.55 86.25 ± 4.29

(18)

6

laku agresif ayam. Hasil pengamatan suhu dan kelembaban yang didapat (Tabel 2) terbilang tinggi dari zona nyaman ayam.

Tabel 3 Jumlah kematian ayam PBSK dan SKPB umur 0-12 minggu

Keterangan : pelung ras pedaging x sentul kampung (PBSK), sentul kampung x pelung ras pedaging (SKPB).

Tarmudji (2004) menyatakan kematian dapat disebabkan oleh suhu tinggi hingga 30% dari total populasi. Kematian juga dapat disebabkan oleh penyakit karena ternak yang belum dewasa rentan terserang penyakit. Menurut hasil analisis Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, penyebab kematian ayam akibat terserang penyakit pox atau cacar pada ayam. Menurut Islam et al. (2008), penyakit pox atau cacar ini merupakan penyakit yang sering menyerang ayam dan dapat menimbulkan kerugian besar. Selain itu, kematian juga disebabkan oleh tingkah laku agresif yang menyebabkan terjadinya pematukan terhadap ayam lain sampai terluka.

Pembersihan kandang, pemberian vitamin dan vaksinasi secara berkala dilakukan untuk mengurangi kematian. Hal ini sesuai dengan pendapat Mansjoer (1985), untuk menurunkan mortalitas dapat dilakukan dengan cara memperbaiki sistem perkandangan, kualitas pakan dan vaksinasi secara teratur.

Bobot badan

Rataan bobot badan DOC ayam PBSK 33.54 g lebih rendah dibanding ayam SKPB 35.75 g, tetapi tidak berbeda secara statistik. Hasil rataan bobot badan ayam PBSK dan SKPB disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Rataan dan simpangan baku bobot badan ayam umur 0-4 minggu

(19)

7 Bobot badan yang didapat setiap minggunya terjadi peningkatan baik ayam PBSK maupun SKPB. Pada minggu ke-4 bobot badan ayam SKPB (237 g) lebih tinggi dibanding ayam PBSK (214 g) tetapi tidak berbeda secara statistik.

Gambar 2 kurva bobot badan ayam PBSK dan SKPB umur 0-4 minggu Bobot badan ayam PBSK dan SKPB umur 5-12 minggu yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Hasil yang didapat sampai minggu ke-12 terjadi peningkatan bobot badan yang bervariasi tetapi tidak berbeda secara statistik. Banyak faktor yang mempengaruhi diantaranya kandungan nutrisi pakan, suhu dan manajemen pemeliharaan. Rataan dan simpangan baku bobot badan ayam PBSK dan SKPB disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Rataan dan simpangan baku bobot badan ayam umur 5-12 minggu

Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P>0.05)

Rataan bobot badan ayam pada minggu ke-12 dari yang terbesar secara berurutan adalah SKPB jantan 1 418.70 g, PBSK jantan 1 319.80 g, SKPB betina 1 249.50 g dan PBSK betina 1 143.80 g. Hasil yang didapat lebih tinggi dibanding penelitian Sopian (2014) terhadap persilangan sentul x kampung dengan bobot badan jantan 1 009 g dan betina 823 g. Perbedaan bobot badan ini disebabkan oleh

33.54

(20)

8

faktor genetik yang diturunkan tetua melalui persilangan. Komposisi darah ayam persilangan PBSK dan SKPB mengandung 25% darah ayam ras pedaging yang memiliki pertumbuhan yang cepat. North dan Bell (1990) menyatakan persilangan ayam yang berbobot besar dengan ayam berbobot ringan akan menghasilkan keturunan dengan bobot diantara kedua tetuanya. Persilangan ini merupakan salah satu cara dalam meningkatkan produktivitas ayam lokal terutama penghasil daging.

Gambar 3 kurva bobot badan ayam PBSK dan SKPB umur 5-12 minggu Bobot badan ayam jantan dan betina terdapat perbedaan (Gambar 3). Perbedaan bobot badan ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya nutrisi, jenis kelamin dan hormon (Soeparno 2005). Herren (2000) menambahkan pada jantan terdapat hormon testosteron pada testis yang berfungsi merangsang pertumbuhan, sebaliknya pada betina terdapat hormon estrogen berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan.

Pertambahan Bobot badan

Pertambahan bobot badan dapat dijadikan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan. Hasil rataan pertambahan bobot badan ayam PBSK dan SKPB umur 0-4 minggu disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Rataan dan simpangan baku pertambahan bobot badan ayam umur 0-4 minggu

(21)

9 Hasil yang didapat terjadi pertambahan bobot badan dari umur 0-4 minggu baik ayam PBSK maupun SKPB yang belum dipisah berdasarkan jenis kelamin. Total pertambahan bobot badan ayam SKPB (176.50 g) lebih tinggi dibanding ayam PBSK (171.90 g) tetapi tidak berbeda secara statistik. Hal ini disebabkan karena pada umur 0-4 minggu merupakan fase pertumbuhan cepat pada ayam sehingga harus diimbangi dengan pakan yang berkualitas.

Pertambahan bobot badan ayam PBSK dan SKPB baik jantan maupun betina bervariasi pada umur 5-12 minggu seperti terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Rataan dan simpangan baku pertambahan bobot badan ayam umur 5-12 minggu

Keterangan: Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).

Hal ini disebabkan kualitas dedak padi yang digunakan berbeda-beda setiap minggunya sehingga mempengaruhi kandungan nutrisi pakan. Selain itu, kandungan protein pakan yang diberikan pada minggu ke-5 sampai ke-12 adalah 17.42% (Tabel 1). Leeson dan Summers (1991) menyatakan kandungan protein dalam pakan kurang dari 19% untuk pemeliharaan sampai umur 12 minggu menyebabkan penurunan respon pertambahan bobot badan.

Pertambahan bobot badan ayam PBSK dan SKPB secara statistik berbeda nyata pada minggu ke-5. Hal ini disebabkan karena memasuki minggu ke-5 dilakukan pemindahan kandang berdasarkan jenis kelamin sehingga ayam perlu beradaptasi dengan lingkungan baru yang berpengaruh terhadap respon pertambahan bobot badan. Secara keseluruhan pertambahan bobot badan ayam SKPB jantan (1 161 g) lebih tinggi dibanding ayam PBSK jantan (1 007.70 g), SKPB betina (937.50 g) maupun ayam PBSK betina (853.10 g) tetapi secara statistik tidak berbeda. Hasil yang didapat juga lebih tinggi dibanding ayam persilangan sentul x kampung yaitu pada jantan 980 g dan betina 795 g (Sopian 2014). Hal ini disebabkan karena adanya efek heterosis positif dan bergabungnya sifat-sifat menguntungkan dari hasil persilangan sehingga terjadi perbaikan genetis berupa pertambahan bobot badan yang lebih baik dibandingkan tetuanya. Noor (2004) menyatakan persilangan ternak yang tidak memiliki hubungan keluarga akan menghasilkan keturunan yang cenderung menampilkan performa yang lebih baik dari rataan tetuanya.

(22)

10

Konsumsi

Pemberian pakan ayam persilangan PBSK dan SKPB umur 0-4 minggu belum dipisah berdasarkan jenis kelamin (unsexed). Konsumsi pakan ayam PBSK dan SKPB disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Rataan dan simpangan baku konsumsi pakan ayam umur 0-4 minggu

Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P>0.05)

Konsumsi pakan terjadi peningkatan sampai minggu ke-4 baik ayam PBSK maupun SKPB. Peningkatan konsumsi pakan akan diiringi dengan pertambahan bobot badan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ensminger (1992) bahwa konsumsi pakan meningkat seiring dengan meningkatnya bobot badan sehingga kebutuhan nutrisi harus terpenuhi. Salah satu upaya yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggerus pakan berbentuk crumble sampai berbentuk tepung. Hal ini dilakukan agar konsumsi pakan pada umur 0-4 minggu dapat ditingkatkan untuk memacu pertumbuhan. Secara keseluruhan konsumsi pakan ayam PBSK (488 g) lebih tinggi dibanding ayam SKPB (479.20 g) tetapi tidak berbeda secara statistik.

Konsumsi pakan ayam PBSK dan SKPB pada minggu ke-5 sampai minggu ke-12 tidak berbeda baik jantan maupun betina. Hasil rataan dan simpangan baku konsumsi pakan ayam PBSK dan SKPB disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Rataan dan simpangan baku konsumsi pakan ayam umur 5-12 minggu

Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P>0.05)

(23)

11 Ayam PBSK betina (4 811.10 g) lebih banyak mengkonsumsi pakan dibanding ayam PBSK jantan (4 785.90 g), SKPB betina (4 627.80 g) maupun SKPB jantan (4 545.90 g) tetapi tidak berbeda secara statistik. Konsumsi pakan yang didapat lebih tinggi dibanding penelitian Sopian (2014) ayam persilangan sentul x kampung jantan sebanyak 2 622 g dan betina sebanyak 2 313 g. Konsumsi pakan yang didapat juga lebih tinggi dibanding konsumsi pakan ayam kampung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Iskandar et al. (2004), bahwa ayam persilangan cendrung mengkonsumsi pakan lebih banyak dibanding dengan ayam lokal.

Banyak faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan diantaranya kandungan nutris pakan, luasan kandang, suhu dan kelembaban. Menurut Wahju (2004) faktor lain yang mempengaruhi adalah umur, kesehatan, bobot badan, suhu dan kelembaban, serta energi dalam pakan. Kandungan nutrisi pakan merupakan hal penting dalam memacu pertumbuhan ayam. Menurut Sidadolog (2006), bahwa semakin rendah kandungan nutrisi pakan berupa imbangan protein-energi, akan meningkatkan konsumsi pakan sampai kebutuhan protein-energi untuk pertumbuhan dapat tercapai. Pakan yang diberikan pada penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap dengan kandungan nutrisi berbeda yaitu pada umur 0-3 minggu protein 20%-22%, umur 4 minggu protein 19.03% dan umur 5-12 minggu protein 17.42%. Zainuddin (2006) menyatakan kebutuhan protein ayam kampung umur 0-8 minggu sebesar 10-8%-19% dan umur 0-8-12 minggu sebesar 16%-17%.

Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan efisiensi penggunaan pakan selama pertumbuhan dan didefinisikan sebagai perbandingan antara konsumsi pakan dengan pertambahan bobot badan. Konversi pakan ayam persilangan umur 0-4 minggu disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Rataan dan simpangan baku konversi pakan ayam umur 0-4 minggu

Keterangan: Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)

(24)

12

Konversi pakan pada minggu ke-9 sangat berbeda nyata, ayam SKPB betina memiliki nilai konversi lebih tinggi dibanding ayam PBSK jantan, PBSK betina maupun SKPB jantan. Hal ini disebabkan karena pada minggu ke-9 pertambahan bobot badan ayam SKPB betina sangat rendah sehingga berpengaruh terhadap nilai konversi. Rataan dan simpangan baku konversi pakan yang diperoleh disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Rataan dan simpangan baku konversi pakan ayam umur 5-12 minggu

Keterangan: Huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menyatakan sangat berbeda nyata (P<0.01), huruf kecil yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda

nyata (P>0.05)

Konversi pakan secara keseluruhan ayam SKPB jantan (4.074) memiliki nilai konversi yang lebih rendah dibanding ayam PBSK jantan (5.368), SKPB betina (5.912) dan PBSK betina (6.078). Konversi pakan dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui kualitas pakan yang digunakan. Semakin rendah nilai konversi maka semakin bagus pakan yang diberikan karena semakin sedikit pakan yang digunakan untuk menaikkan bobot badan. Konversi pakan yang didapat setiap minggunya bervariasi. Menurut Sopian (2014), perbedaan tersebut dapat disebabkan karena adanya variasi genetik pada ayam yang digunakan. Pakan yang diberikan pada penelitian ini berupa pakan komersial berbentuk crumble dicampur dengan dedak padi. Kualitas dedak padi yang selalu berubah-ubah mempengaruhi konversi pakan yang didapat. Selain itu, Amrullah (2003) menyatakan konversi pakan dipengaruhi oleh bentuk fisik pakan, komposisi pakan, zat nutrisi yang terkandung dalam pakan dan teknik pemberian pakan.

Ukuran Tubuh

Ukuran tubuh merupakan sifat kuantitatif yang dapat diukur untuk mengetahui pertumbuhan. Pertumbuhan diartikan sebagai peningkatan ukuran atau volume bahan atau zat hidup (Herren 2000). Ukuran tubuh yang diamati pada penelitian ini meliputi panjang shank, lebar dada, lingkar dada, panjang punggung dan panjang paruh. Kurnia (2011) menyatakan pada umur 4-12 minggu ukuran tubuh yang mempunyai korelasi positif dan nyata dengan bobot badan adalah panjang shank, panjang paruh, lebar dada, dan lingkar dada.

(25)

13

Panjang Shank

Panjang shank ayam PBSK dan SKPB berbeda sangat nyata pada minggu ke-2 dan berbeda nyata pada minggu ke-12. Hasil pengukuran panjang shank

disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Rataan dan simpangan baku panjang shank ayam PBSK dan SKPB

Keterangan: Huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menyatakan sangat berbeda nyata (P<0.01), huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).

Ayam SKPB jantan (11.303 cm) memiliki shank yang lebih panjang dibanding ayam PBSK jantan (9.886 cm), PBSK betina (8.572 cm) dan SKPB betina (8.235 cm) pada minggu ke-12. Hasil yang didapat ayam PBSK dan SKPB memiliki shank yang lebih panjang dibanding ayam sentul dan ayam kampung hasil penelitian Kurnia (2011). Panjang shank ayam sentul jantan 7.651 cm dan betina 7.198 cm. Sedangkan panjang shank Ayam kampung jantan 8.156 cm dan betina 7.319 cm. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti genetik dan lingkungan (pakan). Kebutuhan protein, kalsium dan fosfor harus tersedia dalam pakan untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan ayam. Wahju (2004) menyatakan kandungan kalsium dan fosfor penting dalam pembentukan tulang.

Lebar Dada

Hasil uji statistik menunjukkan lebar dada ayam PBSK dan SKPB tidak berbeda. Ayam SKPB betina (5.225 cm) memiliki dada yang lebih lebar dibanding ayam PBSK betina (5.056 cm), SKPB jantan (4.847 cm) dan PBSK jantan (4.771 cm). Hasil pengukuran lebar dada disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Rataan dan simpangan baku lebar dada ayam PBSK dan SKPB

Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P>0.05)

Jantan n=11 Betina n=34 Jantan n=3 Betina n=3 2 2.835 ± 0.836 b 3.077 ± 0.606 b 4.260 ± 1.038 a 3.740 ± 0.170 ab

(26)

14

Penelitian Kurnia (2011) menunjukkan lebar dada ayam kampung jantan sebesar 4.441 cm dan betina 4.271 cm. Sedangkan pada ayam sentul jantan sebesar 4.085 cm dan betina sebesar 3.973 cm. Hasil yang didapat menunjukkan ayam PBSK dan SKPB memiliki dada yang lebih lebar dibanding ayam kampung dan ayam sentul. Noor (2004) menyatakan persilangan ternak yang tidak memiliki hubungan keluarga akan menghasilkan keturunan yang cendrung menampilkan performa yang lebih baik dari rataan tetuanya.

Lingkar Dada

Lingkar dada dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan karena dada merupakan tempat deposisi daging yang lebih banyak dibanding organ lain. Terjadi peningkatan lingkar dada ayam persilangan seiring bertambahnya umur seperti terlihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Rataan dan simpangan baku lingkar dada ayam PBSK dan SKPB

Keterangan: Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).

Hasil uji statistik lingkar dada ayam PBSK dan SKPB berbeda nyata pada minggu ke-2 dan minggu ke-12. Lingkar dada ayam SKPB jantan 30.200 cm lebih besar dibanding ayam PBSK jantan 26.567 cm, SKPB betina 26.100 cm dan PBSK betina 25.209 cm pada minggu ke-12. Hasil yang diperoleh, lebar dada ayam PBSK dan SKPB lebih besar dibanding hasil penelitian Kurnia (2011) yaitu lingkar dada umur 12 minggu ayam kampung jantan sebesar 21.230 cm dan betina 20.390 cm, sedangkan lingkar dada ayam sentul jantan sebesar 20.76 cm dan betina 19.66 cm. Lingkar dada yang besar menunjukkan adanya ruang yang cukup untuk organ-organ bekerja dalam proses pencernaan pakan yang dikonsumsi sehingga akan menunjang metabolisme pakan yang akan dikonversi untuk pertumbuhan (Kusuma 2002). Lingkar dada yang besar akan menghasilkan bobot badan yang besar. Tanudimadja et al. (1983) menambahkan lingkar dada merupakan sifat morfologi yang besar korelasinya dengan bobot badan. Ayam SKPB memiliki lingkar dada yang besar sehingga menghasilkan bobot badan yang besar juga dibandingkan ayam PBSK.

Panjang Punggung

Pengukuran panjang punggung ayam PBSK dan SKPB baik jantan maupun betina adalah sama (Tabel 15). Rataan panjang punggung secara berurut dari yang paling panjang adalah ayam PBSK jantan 20.367 cm, SKPB jantan 20.00 cm, PBSK betina 19.553 cm dan SKPB betina 17.600 cm. hasil rataan dan simpangan baku panjang punggung ayam PBSK dan SKPB disajikan pada Tabel 15.

(27)

15 Tabel 15 Rataan dan simpangan baku panjang punggung ayam PBSK dan SKPB

Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P>0.05)

Hasil penelitian Suryaman (2001) menyatakan panjang punggung ayam kampung umur 12 minggu jantan dan betina adalah 12.680 cm dan 11.920 cm. Selanjutnya hasil penelitian Kurnia (2011) menyatakan pada umur 12 minggu panjang punggung ayam sentul jantan dan betina sebesar 13.150 cm dan 12.840 cm. Hasil yang didapat menunjukkan ayam PBSK dan SKPB memiliki punggung yang lebih panjang dibanding ayam kampung dan ayam sentul. Wilson et al. (1983) menyatakan perbedaan laju pertumbuhan tulang, bentuk tulang serta ukuran dari tulang dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan dan hormon.

Panjang Paruh

Panjang paruh merupakan sifat kuantitatif yang dapat digunakan untuk penduga bobot badan. Salah satu fungsi terpenting dari paruh adalah untuk mengambil makanan (Rusdin 2007). Hasil yang didapat panjang paruh ayam PBSK dan SKPB berbeda sangat nyata pada minggu ke-2 dan berbeda nyata pada minggu ke-6, seperti terlihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Rataan dan simpangan baku panjang paruh ayam PBSK dan SKPB

Keterangan: Huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menyatakan sangat berbeda nyata (P<0.01), huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).

Rataan panjang paruh ayam secara berurut dari yang panjang yaitu SKPB jantan 3.473 cm, SKPB betina 3.405 cm, PBSK jantan 3.384 cm dan PBSK betina 3.220 cm pada minggu ke-12. Hasil yang didapat lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Kurnia (2011), terhadap ayam kampung dan ayam sentul.

Jantan n=11 Betina n=34 Jantan n=3 Betina n=3 2 6.811 ± 1.369 a 6.500 ± 1.593 a 9.033 ± 2.754 a 7.850 ± 1.485 a

(28)

16

Panjang paruh ayam kampung jantan 1.575 cm dan betina 1.478 cm. Sedangkan panjang paruh ayam sentul jantan 1.431 cm dan betina 1.427 cm. Ukuran paruh akan mempengaruhi konsumsi pakan, semakin pajang paruh maka pakan yang dikonsumsi akan lebih banyak.

Volume Tubuh

Pengukuran volume tubuh ini dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan sebagai indikator gemuk atau kurus ternak tersebut. Bagian dada merupakan tempat deposisi daging yang lebih banyak dibandingkan dengan organ lainnya. Volume tubuh yang didapat pada penelitian ini disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Rataan dan simpangan baku volume tubuh ayam

Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P>0.05)

Volume tubuh ayam SKPB betina (581.80 cm3) lebih besar dibandingkan ayam SKPB jantan (556.50 cm3), PBSK betina (530.20 cm3) dan PBSK betina (484.30 cm3) tetapi tidak berbeda secara statistik. Konversi pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi volume tubuh ayam. Ayam SKPB lebih efisien dalam mengkonversi pakan dibandingkan ayam PBSK. Amrullah (2003) menyatakan konversi pakan akan mempengaruhi hasil akhir berupa daging dan bobot badan ternak. Ayam SKPB memiliki bobot yang lebih besar dibanding ayam PBSK tetapi secara statistik tidak berbeda. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi volume tubuh adalah adanya 25% komposisi darah ayam ras pedaging yang digunakan pada persilangan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Performa produksi dan ukuran tubuh ayam persilangan pelung ras pedaging dengan sentul kampung (PBSK) dan resiprokalnya (SKPB) sama dari parameter bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, konversi pakan, lebar dada, panjang punggung, panjang paruh dan volume tubuh. SKPB lebih efisien dalam mengkonversi pakan dibandingkan PBSK. Panjang shank dan lingkar dada

Jantan n=11 Betina n=34 Jantan n=3 Betina n=3 2 55.79 ± 53.85 a 46.58 ± 35.00 a 99.17 ± 29.61 a 70.79 ± 67.30 a 4 100.61 ± 56.74 a 101.74 ± 54.31 a 173.44 ± 89.06 a 128.39 ± 63.70 a 6 200.00 ± 166.70 a 239.00 ± 135.70 a 327.00 ± 85.80 a 235.60 ± 57.50 a 8 289.90 ± 102.20 a 321.40 ± 144.50 a 415.50 ± 109.50 a 338.80 ± 1.10 a 10 393.20 ± 196.90 a 391.90 ± 189.80 a 488.40 ± 64.80 a 389.70 ± 32.20 a 12 484.30 ± 133.40 a 530.20 ± 222.30 a 556.50 ± 73.00 a 581.80 ± 278.40 a Minggu

ke- PBSK SKPB

(29)

17 ayam PBSK dan SKPB berbeda. Ayam PBSK dan SKPB memiliki potensi yang baik dalam meningkatkan produksi daging ayam lokal.

Saran

Persilangan antara ayam pelung ras pedaging dengan sentul kampung dan resiprokalnya baik untuk dikembangkan. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dari persilangan ini agar produksi dan ukuran tubuh generasi berikutnya bisa stabil.

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah IK. 2003. Nutrisi Ransum Ayam Broiler. Bogor (ID): Kanisius

Bell DD, Weaver WD. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. Ed ke-5. Massachussetts (US): The Kluwer Academie Publ.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1997. Dedak padi. Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Nasional.

Ensminger. 1992. Poultry Science. Ed ke-3. Danville (US): Interstate.

Herren R. 2000. The Science of Animal Agriculture. Edisi ke-2. New York (US): Delmar.

Iskandar S, Setioko AR, Sopiana S, Saefudin Y, Suharto, Dirdjopratono W. 2004. Keberadaan dan karakter ayam pelung, kedu dan sentul di lokasi asal.

Seminar Nasional klinik teknologi pertanian sebagai basis pertumbuhan usaha agribisnis menuju petani nelayan mandiri. Manado (ID). Hlm 1021-1033.

Islam MR, Khan MSR, Islam MA, Kayesh MEH, Karim MR, Gani MA, Kabir A. 2008. Comparative efficacy of imported fowl pox virus vaccine with locally produced one in backyard chicks. J Vet Med. 6(1): 23−26.

Kurnia Y. 2011. Morfometrik ayam sentul, kampung dan kedu pada fase pertumbuhan dari umur 1-12 minggu. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Kusuma AS. 2002. Karakteristik sifat kuantitatif dan kualitatif ayam merawang dan ayam kampung umur 5-12 minggu. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lesson S, Summer JD. 2005. Commercial Poultry Nutrition. Ed ke-3. Guelph (CA): University Books. Hal. 156-157

Mansjoer SS. 1985. Pengkajian sifat produksi ayam kampung persilangannya dengan ayam Rhode Island Red. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nataamijaya AG. 2005. Karakteristik penampilan pola warna bulu, kulit, sisik dan paruh ayam pelung di Garut dan ayam sentul di Ciamis. Laporan kegiatan. Bogor (ID): Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Noor RR. 2004. Genetika Ternak. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

North MO, Bell DD. 1990. Commercial Chicken Production Manual. Ed ke-4. New York (ID): Avi Book, Nostrand Reinhold.

(30)

18

Nurhayati A. 2001. Studi fenotif ayam sentul di kecamatan Cipaku kabupaten Ciamis Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Rusdin M. 2007. Analisis fenotipe, genotipe dan suara ayam Pelung di Kabupaten Cianjur. [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Sidadolog JHP. 2006. Penyesuaian waktu pemberian pakan dan kandungan protein-energi yang berbeda terhadap efisien pakan dan pertumbuhan ayam broiler. Bul. Peternakan 30 (3) : 23-37

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.

Sopian Y. 2014. Performa F1 antara ayam sentul x kampung dan ayam pelung x sentul pada umur 0-12 minggu. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Sulandari S, Zein MSA, Payanti S, Sartika T, Astuti M, Widyastuti T, Sujana E, Darana S, Setiawan I, Garnida D et al. 2007. Keanekaragaman sumber daya hayati ayam lokal Indonesia: manfaat dan potensi. Pusat Penelitian Biologi. Bogor (ID): Lembaga Pengetahuan Ilmu Indonesia.

Suryaman A. 2001. Perbandingan morfometrik ayam kampung, ayam pelung dan ayam pertama keturunan (F1) persilangan pelung kampung umur 5-12 minggu. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Tanudimadja K, Sigit K, Manggung RIR, Sujono N, Buntaran LH. 1983. Model-model matematika dari data pertumbuhan ayam kampung jantan dan betina. Laporan penelitian. Bogor (ID): Bagian Anatomi, Departemen Zoologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Tarmudji. 2004. Pemanfaatan Onggok untuk Pakan Unggas. Bogor (ID): IPB Pr. Waggoner B, Hutchinson JB. 2001. Aves : More on Morphology. [diunduh 2015

April 09]. Tersedia pada: http://www.ucmp.berkely.edu/ diapsids/bird/ birdmm.html. reduction in broiler with thyroactive iodinated casein. Poult. Sci. 62: 811-818.

Zainuddin D.2006. Teknik penyusunan ransum dan kebutuhan gizi ayam lokal.

(31)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Desember 1992 di Kototinggi, Sumatera Barat. Penulis merupakan anak ke-3 dari enam bersaudara pasangan Bapak Usman dan Ibu Yuhendris. Pendidikan penulis dimulai dari sekolah dasar di SDN 05 Kototinggi, Sumatra Barat sejak tahun 1999. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Kecamatan Gunuang Omeh, Sumatra Barat pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2008. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Kecamatan Guguak, Sumatra Barat pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2011 dan pada tahun 2011, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM). Penulis kemudian diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB.

Gambar

Tabel 1 Hasil analisis proksimat pakan yang digunakan
Tabel 3 Jumlah kematian ayam PBSK dan SKPB umur 0-12 minggu
Gambar 2 kurva bobot badan ayam PBSK dan SKPB umur 0-4 minggu
Gambar 3 kurva bobot badan ayam PBSK dan SKPB umur 5-12 minggu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saran sebagai tindak lanjut dari penelitian ini adalah perlunya dilakukan penelitian lebih dalam untuk mengidentifikasi latar belakang perbedaan wilayah jelajah

menyatakan bahwa skripsi saya berjudul PENGGUNAAN AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENCAK SILAT PADA SISWA KELAS X IPA 3 SMA N 1 TERAS BOYOLALI

Hasil penelitian Agus Sartono dan Mishabul Munir menyimpulkan bahwa rata-rata PER untuk tujuh industri yang berbeda adalah tidak sama; pertumbuhan laba, ROA, Devidend Payout

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat 20 mata kuliah yang diselenggarakan dengan e-learning oleh 7 orang dosen; (2) e-learning yang diterapkan adalah blended learning;

Hal ini juga menunjukkan pergeseran bersih bernilai positif sehingga sektor tersebut tergolong ke dalam sektor progresif (maju).Sektor yang berada pada kuadran I

Terwujudnya Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sebelas April Sumedang yang melahirkan lulusan yang kompeten di tingkat Nasional pada tahun 2025.. Misi STIE Sebelas