• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Chitosan Dari Cangkang Udang ( Litopenaeus Vannamei ) Sebagai Pengawet Alami Untuk Buah Stroberi ( Fragaria X Ananassa Duch )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penggunaan Chitosan Dari Cangkang Udang ( Litopenaeus Vannamei ) Sebagai Pengawet Alami Untuk Buah Stroberi ( Fragaria X Ananassa Duch )"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN CHITOSAN DARI CANGKANG UDANG ( Litopenaeus Vannamei ) SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK BUAH STROBERI

( Fragaria x ananassa Duch )

SKRIPSI

OLEH:

JOHANNA CHRISTY NIM.101000226

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGGUNAAN CHITOSAN DARI CANGKANG UDANG ( Litopenaeus Vannamei ) SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK BUAH STROBERI

( Fragaria x ananassa Duch )

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

JOHANNA CHRISTY NIM.101000226

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Chitosan adalah modifikasi dari senyawa chitin yang banyak terdapat dalam kulit luar hewan golongan Crustaceae seperti udang. Khasiat chitosan sebagai bahan antibakteri dan kemampuannya untuk mengimobilisasi bakteri menjadikan chitosan dapat digunakan sebagai pengawet makanan.

Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui lama waktu simpan buah stroberi dengan menggunakan chitosan, mengetahui berapa konsentrasi chitosan yang optimal dalam pengawetan buah stroberi, mengetahui pengaruh chitosan terhadap sifat fisik buah stroberi seperti tekstur, bau dan warna. Serta mengetahui daya terima stroberi berdasarkan sifat organoleptik yang meliputi rasa, aroma, warna, dan tekstur yang diuji melalui uji hedonik.

Jenis penelitian ini adalah bersifat eksperimen untuk menggambarkan penggunaan chitosan dari cangkang udang (Litopenaeus vannamei) sebagai pengawet alami pada buah stroberi. Percobaan dilakukan dengan 5 konsentrasi yang berbeda yaitu larutan chitosan 0% (sebagai kontrol), 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2% dengan 3 perlakuan sedangkan pengujian daya terima stroberi diterapkan dengan menggunakan panelis sebanyak 30 orang. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif.

Berdasarkan penelitian chitosan yang diaplikasikan pada buah stroberi dengan konsentrasi 0%, 0,5%, 1%, 1,5% dan 2% menunjukkan waktu simpan buah stroberi dalam perendaman larutan chitosan 0 % memiliki waktu simpan hingga hari ke-2 selama 48 jam untuk larutan 0,5 % memiliki waktu simpan hingga hari ke-3 selama 64 jam. Sedangkan larutan chitosan 1%, dan 1,5%, memiliki lama waktu simpan yang sama yaitu dapat disimpan hingga hari ke-4 , larutan chitosan 1 % selama 88 jam sedangkan larutan chitosan 1,5 % selama 80 jam. Konsentrasi chitosan yang paling optimal untuk digunakan pada buah stroberi adalah larutan chitosan 2 % dengan lama waktu simpan hingga hari ke-5 atau selama 120 jam dimana ciri fisik buah stroberi menunjukkan tekstur keras, berbau stroberi tajam dan berwarna merah cerah serta masih dapat dikonsumsi. Berdasarkan organoleptik terhadap rasa, aroma, warna, dan tekstur, stroberi dengan konsentrasi 2% lebih disukai oleh panelis

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa chitosan dari cangkang udang dapat menambah lama waktu simpan pada buah stroberi. Saran dalam penelitian ini yaitu agar masyarakat memanfaatkan chitosan sebagai pengawet alami pada produk makanan, karena chitosan memiliki kemampuan untuk memperlama waktu simpan pada produk makanan.

(5)

ABSTRACT

Chitosan is the modification of chitin, which found on the outer skin of Crustaceae species such as shrimps. The typical quality of chitosan as antibacterial with the ability to immobilize bacteria, it might chitosan is used to be food preservation.

The aims of this research were knowing how long this fruit preservative used chitosan would be defence in strawberry, knowing the optimal concentration of chitosan for strawberry preservation and knowing the effect of chitosan in strawberry physics such as texture, flavor and colour. And to know acceptable strawberry on taste, flavor, color, and texture are tested through a hedonic test.

This research was experiment to know the use of chitosan from shrimp shell (Litopenaeus vannamei) to lengthen preserved time in strawberry. The experiments were done with 5 concentrations of chitosan at 0 % (control), 0,5%, 1%, 1,5%, and

2% with 3 replications. Acceptability test of strawberry implemented by using the

panelists as much as 30 people. Methods of data analysis used analysis descriptive. Based on the research of chitosan were applied on strawberry with concentration 0%, 0,5%, 1%, 1,5% and 2% show were soaking of chitosan concentration for use at 0 % had a shelf life of up to two days each for 48 hours to chitosan concentration for use at 0,5% had a shelf life of up three days each for 64 hours. While chitosan concentrations for use at 1% and 1,5% had the same long shelf life that can be stored until the fourth day, 88 hours to chitosan concentration for use at 1% and 80 hours to chitosan concentration for use at 1,5%. The optimum concentration of chitosan to preserves strawberry was 2 % for five days or as long as 120 hours, where the characteristic of strawberry show hard texture, aroma of sharp strawberry and bright red and still be consumed. By organoleptic test of taste, flavor, color, and texture strawberry with concentration 2% is the most favorite by the panelist

It is concluded that chitosan from shrimp shell could increase lengthen preserved time in strawberry. Suggestion in this research that people use chitosan as natural preservative to food product, caused could increase lengthen preserved time to food product.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : JOHANNA CHRISTY

Tempat/Tanggal Lahir : Kotanopan / 20 September 1992

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Bersaudara : 3 (tiga) bersaudara

Alamat rumah : Jl. Djamin Ginting Gang Dipanegara No.21 Padang Bulan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1997-1998 : TK Dharma Wanita Kotanopan Tahun 1998-2004 : SD N 200212 Padang Sidimpuan Tahun 2004-2007 : SMP Negeri 5 Padang Sidimpuan Tahun 2007-2010 : SMA Negeri 3 Padang Sidimpuan Tahun 2010-2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

Riwayat Organisasi

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi penelitian dengan judul “PENGGUNAAN CHITOSAN DARI CANGKANG UDANG ( Litopenaeus

Vannamei ) SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK BUAH STROBERI (

Fragaria x ananassa Duch )” yang merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dengan segenap kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada orangtua terkasih Sahut Halomoan Hasibuan dan Emma Rasinta Br Ginting, yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan kasih sayang dan juga yang tak henti-hentinya memberikan motivasi, nasehat dan doa pada penulis setiap saat, dan juga untuk saudari penulis dek Egi dan Eva yang telah memberikan dukungan, doa dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Dr.Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku dosen pembimbing I dan bapak Prof.Dr.Ir.Albiner Siagian,M.Si selaku dosen pembimbing II, yang telah membimbing, mendidik dan memberi banyak masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada:

(8)

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Umi Salmah, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing akademik penulis di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Bang Marihot Samosir, ST selaku staf Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat.

5. Seluruh dosen dan staf pegawai FKM USU yang telah membantu dalam penyelesaian pendidikan dan skripsi ini.

6. Prof. Dr. Harlem Marpaung selaku kepala Laboratorium Penelitian Kimia Analitik FMIPA yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian.

7. Dorkas, Andi dan Zulfanri selaku asisten Laboratorium penelitian Kimia Analitik FMIPA USU yang telah membantu dalam pengerjaan penelitian. 8. Kelompok kecilku (PUTERI SION) kakak Rafika Aruan, Purnama, Rosalyn,

Erna dan Ria yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis. 9. Sahabatku sedari dulu Elsa Sembiring, Novarida Sianipar dan Purnama

Sinaga yang telah membantu dalam doa dan memberikan semangat kepada penulis.

10.Sahabat-sahabat seperjuangan di peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat serta rekan-rekan FKM 2010 yang tidak disebutkan namanya.

(9)

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga membutuhkan banyak masukan dan kritikan dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dalam memperkaya skripsi ini. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan berarti bagi ilmu pengetahuan khusunya di bidang kesehatan masyarakat.

Medan, Desember 2014

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Pengawetan Buah (Coater) ... 8

2.1.1. Teknik Pengawetan Buah (Coating) ... 9

2.2. Potensi Kulit Udang Sebagai Pengawet Alami ... 10

2.3. Chitosan ... 14

(11)

2.3.2. Tahapan Pembuatan Chitin dan Chitosan ... 16

2.3.3. Sifat Fisik dan Kimia Chitosan ... 19

2.3.4. Manfaat Chitosan ... 21

2.3.5. Kualitas Chitosan ... 25

2.4. Chitosan Tidak Berbahaya Untuk Dikonsumsi ... 26

2.5. Stroberi ... 27

2.5.1. Asal Usul Buah Stroberi (Fragaria x ananassa Duch) ... 27

2.5.2. Klasifikasi Buah Stroberi ... 29

2.5.3. Anatomi Buah Stroberi ... 29

2.5.4. Spesies Buah Stroberi ... 31

2.6. Kandungan Buah Stroberi ... 31

2.6.1. Senyawa Fitokimia ... 31

2.6.2. Antioksidan ... 32

2.6.3. Vitamin & Mineral ... 32

2.7. Kerusakan pada Buah Stroberi ... 35

2.8. Mekanisme Kimia Pengawetan Stroberi Dengan Chitosan ... 37

2.9. Kerangka Konsep ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41

3.1.Jenis Penelitian ... 41

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 41

3.2.2.Waktu Penelitian ... 41

3.3. Objek Penelitian... 42

3.4. Metode Pengumpulan Data... 43

3.4.1. Data Primer ... 43

3.4.2. Data Sekunder ... 43

3.5. Alat dan Bahan Penelitian ... 43

(12)

3.5.2. Bahan Penelitian ... 44

3.6. Cara Kerja Penelitian ... 44

3.6.1. Cara Membuat Chitosan ... 44

3.6.2. Cara Membuat Larutan Chitosan ... 46

3.7. Prosedur Penelitian ... 47

3.7.1. Aplikasi Larutan Chitosan Pada Buah Stroberi ... 47

3.8. Defini Operasional ... 48

3.9. Uji Organoleptik ... 49

3.10. Pengolahan dan Analisis Data ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 54

4.1. Hasil Pengamatan Stroberi Setelah Direndam Dalam Larutan Chitosan Selama 1 Jam ... 54

4.2. Hasil Uji Organoleptik ... 65

4.3. Analisis Organoleptik Warna Stroberi Dari Berbagai Variasi Larutan Chitosan ... 66

4.4. Analisis Organoleptik Aroma Stroberi Dari Berbagai Variasi Larutan Chitosan ... 66

4.5. Analisis Organoleptik Rasa Stroberi Dari Berbagai Variasi Larutan Chitosan ... 67

4.6. Analisis Organoleptik Tekstur Stroberi Dari Berbagai Variasi Larutan Chitosan ... 68

BAB V PEMBAHASAN ... 70

5.1. Penggunaan Chitosan Dari Cangkang Udang (Litopenaeus Vannamei) Sebagai Pengawet Alami Untuk Buah Stroberi ( Fragaria x ananassa Duch) ... 70

5.2. Daya Terima Panelis Terhadap Warna Stroberi ... 73

(13)

5.4. Daya Terima Panelis Terhadap Rasa Stroberi ... 76

5.5. Daya Terima Panelis Terhadap Tekstur Stroberi... 77

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

6.1. Kesimpulan ... 79

6.2. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Standard Chitosan ... 20

Tabel 2.2 Penggunaan Chitosan Dan Turunannya Dalam Industri Pangan... 24

Tabel 2.3 Kandungan Gizi Buah Stroberi...………... 34

Tabel 3.1 Tingkat Daya Terima Konsumen... 49

Tabel 3.2 Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan... 53

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Stroberi Setelah Direndam Selama 1 Jam Dengan Larutan Chitosan 0 % Dalam Waktu 144 Jam... 55

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Stroberi Setelah Direndam Selama 1 Jam Dengan Larutan Chitosan 0,5 % Dalam Waktu 144 Jam... 57

Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Stroberi Setelah Direndam Selama 1 Jam Dengan Larutan Chitosan 1 % Dalam Waktu 144 Jam... 59

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Stroberi Setelah Direndam Selama 1 Jam Dengan Larutan Chitosan 1,5 % Dalam Waktu 144 Jam... 61

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Stroberi Setelah Direndam Selama 1 Jam Dengan Larutan Chitosan 2 % Dalam Waktu 144 Jam... 63

Tabel 4.6 Analisis Organoleptik Warna stroberi... 66

Tabel 4.7 Analisis Organoleptik Aroma stroberi... 67

Tabel 4.8 Analisis Organoleptik Rasa stroberi... 67

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Serbuk Chitosan... 14

Gambar 2.2 Struktur Chitosan... 15

Gambar 2.3 Mekanisme Sederhana Sintesis Chitosan Dari Chitin... 17

Gambar 2.4 Buah Stroberi... 27

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Mahasiswa yang Mengikuti Uji Organoleptik Lampiran 2. Formulir Uji Daya Terima

Lampiran 3. Dokumentasi

Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian ke Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam (FMIPA) USU Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian dari Laboratorium

Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam (FMIPA) USU

(17)

ABSTRAK

Chitosan adalah modifikasi dari senyawa chitin yang banyak terdapat dalam kulit luar hewan golongan Crustaceae seperti udang. Khasiat chitosan sebagai bahan antibakteri dan kemampuannya untuk mengimobilisasi bakteri menjadikan chitosan dapat digunakan sebagai pengawet makanan.

Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui lama waktu simpan buah stroberi dengan menggunakan chitosan, mengetahui berapa konsentrasi chitosan yang optimal dalam pengawetan buah stroberi, mengetahui pengaruh chitosan terhadap sifat fisik buah stroberi seperti tekstur, bau dan warna. Serta mengetahui daya terima stroberi berdasarkan sifat organoleptik yang meliputi rasa, aroma, warna, dan tekstur yang diuji melalui uji hedonik.

Jenis penelitian ini adalah bersifat eksperimen untuk menggambarkan penggunaan chitosan dari cangkang udang (Litopenaeus vannamei) sebagai pengawet alami pada buah stroberi. Percobaan dilakukan dengan 5 konsentrasi yang berbeda yaitu larutan chitosan 0% (sebagai kontrol), 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2% dengan 3 perlakuan sedangkan pengujian daya terima stroberi diterapkan dengan menggunakan panelis sebanyak 30 orang. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif.

Berdasarkan penelitian chitosan yang diaplikasikan pada buah stroberi dengan konsentrasi 0%, 0,5%, 1%, 1,5% dan 2% menunjukkan waktu simpan buah stroberi dalam perendaman larutan chitosan 0 % memiliki waktu simpan hingga hari ke-2 selama 48 jam untuk larutan 0,5 % memiliki waktu simpan hingga hari ke-3 selama 64 jam. Sedangkan larutan chitosan 1%, dan 1,5%, memiliki lama waktu simpan yang sama yaitu dapat disimpan hingga hari ke-4 , larutan chitosan 1 % selama 88 jam sedangkan larutan chitosan 1,5 % selama 80 jam. Konsentrasi chitosan yang paling optimal untuk digunakan pada buah stroberi adalah larutan chitosan 2 % dengan lama waktu simpan hingga hari ke-5 atau selama 120 jam dimana ciri fisik buah stroberi menunjukkan tekstur keras, berbau stroberi tajam dan berwarna merah cerah serta masih dapat dikonsumsi. Berdasarkan organoleptik terhadap rasa, aroma, warna, dan tekstur, stroberi dengan konsentrasi 2% lebih disukai oleh panelis

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa chitosan dari cangkang udang dapat menambah lama waktu simpan pada buah stroberi. Saran dalam penelitian ini yaitu agar masyarakat memanfaatkan chitosan sebagai pengawet alami pada produk makanan, karena chitosan memiliki kemampuan untuk memperlama waktu simpan pada produk makanan.

(18)

ABSTRACT

Chitosan is the modification of chitin, which found on the outer skin of Crustaceae species such as shrimps. The typical quality of chitosan as antibacterial with the ability to immobilize bacteria, it might chitosan is used to be food preservation.

The aims of this research were knowing how long this fruit preservative used chitosan would be defence in strawberry, knowing the optimal concentration of chitosan for strawberry preservation and knowing the effect of chitosan in strawberry physics such as texture, flavor and colour. And to know acceptable strawberry on taste, flavor, color, and texture are tested through a hedonic test.

This research was experiment to know the use of chitosan from shrimp shell (Litopenaeus vannamei) to lengthen preserved time in strawberry. The experiments were done with 5 concentrations of chitosan at 0 % (control), 0,5%, 1%, 1,5%, and

2% with 3 replications. Acceptability test of strawberry implemented by using the

panelists as much as 30 people. Methods of data analysis used analysis descriptive. Based on the research of chitosan were applied on strawberry with concentration 0%, 0,5%, 1%, 1,5% and 2% show were soaking of chitosan concentration for use at 0 % had a shelf life of up to two days each for 48 hours to chitosan concentration for use at 0,5% had a shelf life of up three days each for 64 hours. While chitosan concentrations for use at 1% and 1,5% had the same long shelf life that can be stored until the fourth day, 88 hours to chitosan concentration for use at 1% and 80 hours to chitosan concentration for use at 1,5%. The optimum concentration of chitosan to preserves strawberry was 2 % for five days or as long as 120 hours, where the characteristic of strawberry show hard texture, aroma of sharp strawberry and bright red and still be consumed. By organoleptic test of taste, flavor, color, and texture strawberry with concentration 2% is the most favorite by the panelist

It is concluded that chitosan from shrimp shell could increase lengthen preserved time in strawberry. Suggestion in this research that people use chitosan as natural preservative to food product, caused could increase lengthen preserved time to food product.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stroberi (Fragaria sp.) merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang penting di dunia, terutama untuk negara-negara berikilim subtropis. Seiring perkembangan ilmu dan teknologi pertanian yang semakin maju, kini stroberi mendapat perhatian pengembangannya di daerah beriklim tropis. Di Indonesia, walaupun stroberi bukan merupakan tanaman asli Indonesia, namun pengembangan komoditas ini yang berpola agribisnis dan agroindustri dapat dikategorikan sebagai salah satu sumber pendapatan dalam sektor pertanian. Stroberi ternyata dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik dalam kondisi iklim seperti di Indonesia (Budiman, 2006).

Volume produksi stroberi tiap tahun mengalami peningkatan. Menurut Badan Pusat Statistik (2012) volume produksi stroberi tahun 2011 sebesar 41.035 ton meningkat 68% dari tahun 2010 yang hanya 24.846 ton. Peningkatan produksi ini sebanding dengan permintaan akan buah stroberi yang makin meningkat tiap tahunnya. Produksi stroberi dalam negeri belum mampu menutupi permintaan pasar yang tinggi sehingga pada tahun 2011 terdapat peningkatan impor stroberi sebesar 24,7%, yaitu dari 452 ton menjadi 564 ton (BPS, 2012).

(20)

produktivitas petani stroberi di Desa Tongkoh pada tahun 2011 adalah 13.874,62 kg/Ha dan di Desa Korpri pada tahun 2011 sebesar 15.305,67 kg/ha. Petani di Sumatera utara (Tanah Karo) umumnya menanam jenis varietas Lokal Brastagi, Dorit, Sweet Charlie dan Osogrande (Departemen Pertanian, 2012).

Budidaya stroberi saat ini telah berkembang di berbagai wilayah di Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa perkebunan stroberi yang terdapat di Lembang, Ciwidey (Bandung), Cipanas (Cianjur), Tawangmangu (Karanganyar), Batu (Malang), Tabanan, Bedugul (Bali), Karangmulya (Garut), Berastagi (Sumatera Utara) dan Sawangan (Magelang) yang dikenal sebagai sentra stroberi di Indonesia (Sari, 2008).

Buah stroberi merupakan salah satu produk hortikultura dengan prospek yang cukup baik. Pada umumnya, stroberi dipasarkan pada suhu ruang. Cara pemasaran ini akan berpengaruh pada kecepatan penurunan kualitas buah dan masa simpannya, serta berpengaruh pada ketersediaan dan pemasaran buah. Setelah dipanen, buah stroberi masih mengalami proses pengangkutan dan penyimpanan. Pada proses ini terjadi metabolisme dengan menggunakan cadangan makanan yang terdapat di dalam buah. Berkurangnya cadangan makanan tersebut tidak dapat digantikan karena buah sudah terpisah dari pohonnya, sehingga mempercepat proses hilangnya nilai gizi buah dan mempercepat proses senesen (Fahmi, 1997).

(21)

Selain itu masalah yang dihadapi adalah sifat buah stroberi yang mudah rusak

(perishable) sehingga dapat mengurangi jumlah buah yang dapat dijual serta menjadi

suatu faktor penghambat dalam pendistribusian stroberi terutama untuk jarak jauh. Sifat mudah rusak buah stroberi disebabkan oleh kepekaan terhadap suhu tinggi, kerusakan mekanik akibat benturan dan kehilangan air. Suhu optimum untuk penyimpanan stroberi adalah 32°F atau 0°C (Kaban, 2009).

Kerusakan tersebut diakibatkan terjadinya perubahan fisiologis, kimia, sifat organoleptik (rasa, bau dan tekstur), serta keamanannya untuk dikonsumsi. Kerusakan dapat pula diakibatkan oleh terjadinya pembusukan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang sering menyebabkan pembusukan pada stroberi seperti adanya kapang kelabu Botrytis Cinerea. Kapang kelabu memiliki gejala berupa bagian buah membusuk dan berwarna coklat mengering. Melihat masalah tersebut, maka diperlukan suatu cara untuk dapat mempertahankan daya simpan dengan tetap mempertahankan kualitasnya (Purwanti, 2010).

Salah satu metode yang digunakan untuk menghambat proses metabolisme pada buah adalah Edible coating yaitu suatu metode pemberian lapisan tipis pada permukaan buah untuk melindungi buah dari pengaruh luar seperti serangan mikroorganisme, menghambat keluarnya gas, uap air dan menghindari kontak dengan oksigen, sehingga proses pemasakan dan pencoklatan buah dapat diperlambat. Lapisan yang ditambahkan di permukaan buah ini tidak berbahaya bila ikut dikonsumsi bersama buah (Ferdiansyah, 2005).

Chitosan adalah salah satu bahan yang bisa digunakan untuk pengawetan atau

(22)

(Crustaceae). Chitosan mempunyai potensi yang baik sebagai pelapis buah-buahan, misalnya pada tomat (Ghaouth dkk., 1991) dan leci (Dong dkk, 2003). Sifat lain Chitosan adalah dapat menginduksi enzim chitinase pada jaringan tanaman. Enzim ini dapat mendegradasi chitin, yang menjadi penyusun utama dinding sel fungi, sehingga dapat digunakan sebagai fungisida (Ghaouth dkk., 1991).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelapisan dengan chitosan dapat memperpanjang daya simpan dan kesegaran serta menjaga produk dari kerusakan (Suptijah, 1992). Chitosan pada konsentrasi 1.5% dilaporkan dapat memberikan hasil yang terbaik dalam mempertahankan kualitas buah apel. Perlakuan juga dilakukan terhadap salak pondoh dengan konsentrasi 0,5 % pada penyimpanan suhu 15 °C, terbukti mampu menghambat kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan baik kerusakan kimia maupun fisik (Setyasih, 1999). Chitosan juga digunakan sebagai pengawet pada permukaan buah pepaya yang mampu menghambat proses respirasi pada konsentrasi 0,75 % ( Ramadhan, 2010).

Chitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba, karena mengandung enzim lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapt menghambat pertumbuhan mikroba. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan karena chitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang ( Wardaniati, 2011).

(23)

asam lalu berangsur-angsur busuk, sehingga tidak layak dikonsumsi lagi. Untuk itu perlu dilakukan upaya pengawetan dengan bahan alami yang tidak berbahaya bagi kesehatan (Kusuma,2008).

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik memanfaatkan chitosan untuk memperpanjang waktu penyimpanan buah stroberi yang merupakan salah satu buah yang sangat disukai masyarakat Indonesia. Sifat stoberi yang mudah rusak dapat mengurangi jumlah buah yang dapat dijual serta menjadi suatu faktor penghambat dalam pendistribusian stroberi terutama untuk jarak jauh. Melihat masalah tersebut, maka diperlukan suatu cara untuk dapat mempertahankan daya simpan dengan tetap mempertahankan kualitasnya . Dari penelitian ini diharapkan chitosan dapat dijadikan sebagai pengawet alami yang tidak berbahaya bagi kesehatan manusia serta dapat mempertahankan aspek gizi yang terkandung di dalamnya.

1.2. Rumusan Masalah

(24)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran tentang penggunaan chitosan dari cangkang udang (Litopenaeus vannamei) sebagai pengawet alami pada buah stroberi (Fragaria

x ananassa Duch).

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui waktu simpan buah stroberi yang direndam dengan 500 ml larutan chitosan dengan konsentrasi 0% (aquadest sebagai kontrol) dan dilihat ciri fisik stroberi yaitu tekstur, bau dan warna.

2. Untuk mengetahui waktu simpan buah stroberi yang direndam dengan 500 ml larutan chitosan dengan konsentrasi 0,5% dan dilihat ciri fisik stroberi yaitu tekstur, bau dan warna.

3. Untuk mengetahui waktu simpan buah stroberi yang direndam dengan 500 ml larutan chitosan dengan konsentrasi 1% dan dilihat ciri fisik stroberi yaitu tekstur, bau dan warna.

4. Untuk mengetahui waktu simpan buah stroberi yang direndam dengan 500 ml larutan chitosan dengan konsentrasi 1,5% dan dilihat ciri fisik stroberi yaitu tekstur, bau dan warna.

(25)

6. Untuk mengetahui uji organoleptik melalui uji tingkat kesukaan yang meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur pada stroberi hasil rendaman dengan larutan chitosan 0%, 0,5%, 1%, 1,5% dan 2 %.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi produsen buah-buahan seperti stroberi, bahwa chitosan dapat dijadikan sebagai pengawet alami untuk memperlama waktu simpan pada buah stroberi.

2. Sebagai bahan informasi bagi industri pengolahan udang agar cangkang udang dimanfaatkan dengan cara memodifikasi chitin dari cangkang udang menjadi chitosan.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengawetan Buah ( Coater )

Coater merupakan pemberian lapisan tipis pada permukaan buah untuk

menghambat keluarnya gas, uap air dan kontak dengan oksigen, sehingga proses pemasakan dan reaksi pencoklatan buah dapat diperlambat serta memberikan perlindungan terhadap kerusakan mekanis buah (Kusuma, 2008).

Proses pengangkutan, untuk pemasaran buah dibutuhkan waktu, pengemasan dan penanganan pasca panen yang tepat. Pada umumnya, buah dipasarkan dalam kemasan kotak plastik pada suhu ruang. Cara ini berpengaruh pada kecepatan penurunan kualitas, ketersediaan dan pemasaran buah. Penurunan kualitas salah satunya disebabkan oleh aktivitas hidup buah yang terus berlangsung meskipun buah telah lepas dari tanamannya, contohnya proses respirasi (Swastawati, 2008).

Pada umumnya proses pengangkutan dan penyimpanan masih berlangsung setelah buah dipanen. Buah terus mengalami proses metabolisme dengan menggunakan cadangan makanan yang terdapat di dalam buah. Hal itu menyebabkan cadangan makanan semakin berkurang. Berkurangnya cadangan makanan tersebut tidak dapat digantikan karena buah sudah terpisah dari pohonnya (Budiman, 2006).

(27)

lilin tersebut dapat berkurang atau hilang akibat pencucian yang dilakukan pada saat penanganan pasca panen (Rukmana, 1998).

Selama pasca panen akan terjadi beberapa perubahan, yang akhirnya menyebabkan kerusakan. Kerusakan tersebut dapat diakibatkan terjadinya perubahan dari segi rasa, bau dan tekstur serta keamanannya untuk dikonsumsi. Kerusakan dapat pula diakibatkan oleh terjadinya pembusukan karena mikroorganisme. Mikroorganisme yang sering menyebabkan pembusukan seperti adanya kapang.

Konsep dari mempertahankan umur produk holtikultura adalah dengan menghambat laju respirasi untuk mencegah degradasi nutrisi-nutrisi di dalamnya. Maka digunakan pelapisan pada permukaan luar buah. Salah satu cara yang telah banyak dikenal adalah dengan melakukan coating (Nurrachman, 2007).

2.1.1. Teknik Pengawetan ( Coating )

Menurut Grenner (1994), teknik aplikasi pelapisan pada buah ( coating ), yaitu: 1. Perendaman (dipping)

(28)

2. Penyemprotan (spraying)

Teknik ini dapat menghasilkan produk dengan lapisan yang lebih tipis dan lebih seragam daripada teknik pencelupan. Teknik ini digunakan untuk produk yang memiliki dua sisi permukaan, misalnya pizza.

3. Pembungkusan (casting)

Teknik ini digunakan untuk membuat lapisan film yang berdiri sendiri, terpisah dari produk. Teknik ini diadopsi dari teknik yang dikembangkan untuk non-coater.

4. Pengolesan (brushing)

Teknik ini dilakukan dengan cara mengoles edible coating pada produk. Kemampuan coater dalam mengurangi hilangnya air, oksigen, aroma, dan bahan terlarut pada beberapa produk telah banyak diteliti. Sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu metode paling efektif untuk menjaga kualitas makanan. Kemampuan ini dapat lebih ditingkatkan lagi dengan menambahkan antioksidan, antimikroba, pewarna, flavor, fortified nutrient dan rempah.

2.2. Potensi Cangkang Udang Sebagai Pengawet Alami

(29)

Salah satu potensi ini adalah udang yang saat ini merupakan komoditas eksport unggulan hasil perikanan, saat ini budi daya udang dengan tambak telah berkembang dengan pesat, karena udang merupakan komoditi ekspor yang dapat diandalkan dalam meningkatkan ekspor non-migas dan merupakan salah satu jenis biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Udang di Indonesia pada umumnya diekspor dalam bentuk udang beku yang telah dibuang bagian kepala, kulit, dan ekornya (Kaban, dkk., 2006).

Dalam perkembangannya, Indonesia memasukkan udang vannamei

(Litopenaeus vannnamei ) sebagai salah satu jenis udang budidaya tambak, selain

udang windu (Penaeus monodon) dan udang putih/udang rebung (Penaeus merguiensis) yang sudah terkenal lebih dahulu ( Amri, 2008). Udang windu saat ini tidak berkembang lagi karena terserang berbagai macam penyakit udang diantaranya yang ganas adalah white spot atau virus bintik putih. Petambak udang di Indonesia saat ini banyak memelihara udang putih ( Pennaeus vannamei) (Purwanti, 2010).

Setelah melalui serangkaian penelitian dan kajian akhirnya melalui SK Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 41/2001 pemerintah secara resmi melepas udang vannamei sebagai varietas unggul untuk dibudidayakan petambak di tanah air pada tanggal 12 Juli 2001 (Amri, 2008).

Berikut tata nama udang vannamei menurut ilmu taksonomi ( Haliman, 2008).

Kingdom : Animalia

Subkingdom : Metazoa

Filum : Arthropoda

(30)

Kelas : Malacostraca Subkelas : Eumalacostraca Superordo : Eucarida

Ordo : Decapoda

Subordo : Dendrobrachiata Famili : Penaeidae Genus : Litopenaeus

Species : Litopenaeus vannamei

Cangkang udang sampai saat ini memang belum banyak mendapat perhatian. Selama ini orang hanya peduli pada dagingnya saja. Padahal cangkang udang berupa kulit atau yang juga disebut karapas, yang komposisinya bisa mencapai 50-60 % bisa dimanfaatkan menjadi berbagai produk. Fungsi cangkang tersebut pada hewan udang yaitu sebagai pelindung.

(31)

Meningkatnya jumlah cangkang udang masih merupakan masalah yang perlu dicarikan upaya pemanfaatannya. Hal ini bukan saja memberikan nilai tambah pada usaha pengolahan udang, akan tetapi juga dapat menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan, terutama masalah bau yang dikeluarkan. Saat ini di Indonesia sebagian kecil dari cangkang udang sudah dimanfaatkan dalam hal pembuatan kerupuk udang, petis, terasi, dan bahan pencampur pakan ternak. Sedangkan di negara maju seperti di Amerika Serikat dan Jepang, cangkang udang telah dimanfaatkan di dalam industri sebagai bahan dasar pembuatan chtitin dan chitosan. Manfaatnya di berbagai industri modern banyak sekali seperti industri farmasi, biokimia, bioteknologi, biomedikal, pangan, kertas, tekstil, pertanian, dan kesehatan serta pembuatan edible film sebagai pengemas ataupun coating pada berbagai produk makanan, sayur-sayuran, dan buah-buahan (Restuati, 2008).

Chitin yang belum dimanfaatkan sebesar 56.200 metrik ton/tahun. Menurut hasil survei Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) menunjukkan bahwa daerah Jabotabek tersedia sekitar 100 ton/bulan cangkang udang kering setara satu ton chitin, dikonversikan ke dalam nilai mata uang, maka akan diperoleh devisa sebesar US$ 65 ribu/bulan atau US$ 780/tahun (Amri, 2008).

(32)

2.3. Chitosan

2.3.1. Pengertian Chitosan

Gambar 2.1 Serbuk Chitosan

Chitosan yaitu poly-D-glucosamine (tersusun lebih dari 1000 unit glukosamin dan asetilglukosamin) dengan berat molekul lebih dari satu juta ton, merupakan dietary fiber (serat yang bisa dimakan) kedua setelah selulosa. Chitosan mempunyai nama lain selain Chitin yaitu Chitosan Askorbat, NCarboxybutyl Chitosan. Chitosan diketahui baik untuk kemampuan antimikrobakteri. Volume produksinya di alam bebas menempati peringkat kedua setelah serat (Swastawati, 2008).

(33)

Chitosan merupakan salah satu polisakarida kationik alami yang diperoleh dari deasetilasi chitin yang banyak terdapat di alam. Chitin dapat diperoleh dari

crustacean atau berbagai fungi. Chitin merupakan bentuk molekul yang hampir sama

dengan selulosa, yaitu suatu bentuk polisakarida yang dibentuk dari molekul-molekul glukosa sederhana yang identik (Setyasih, 2009).

Marganof (2002) menjelaskan bahwa chitin merupakan polimer linier yang tersusun oleh 2000-3000 monomer n-asetil D-glukosamin dalam ikatan ß(1-4) atau 2-asetamida-2-deoksi-D-glukopiranol dengan rumus molekul (C8H13NO5)n. Chitin mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, tidak larut dalam air, asam anorganik encer, dan asam-asam organik, tetapi larut dalam larutan dimetil asetamida dan litium klorida.

(34)

2.3.2. Tahapan Pembuatan Chitin dan Chitosan

Reaksi pembentukan chitosan dari chitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida oleh suatu basa. Chitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya.Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu amida yaitu chitosan (Swastawati, 2008).

Chitin merupakan poli (2-asetamido-2-deoski-β-(1->4)-D-glukopiranosa) yang paling melimpah di alam setelah selulosa. Chitin tidak beracun dan bahkan mudah terurai secara hayati (biodegradable). Bentuk fisiknya merupakan padatan amorf yang berwarna putih. Keberadaan chitin di alam umumnya terikat dengan protein, mineral, dan berbagai macam pigmen (Sugita, 2009). Chitin banyak dijumpai pada jamur, crustacea, insecta, mollusca dan arthropoda. Dalam cangkang udang, Chitin terdapat sebagai mukopoli sakarida yang berikatan dengan garam-garam anorganik, terutama kalsium karbonat (CaCO3), protein dan lipida termasuk pigmen-pigmen (Wardaniati, 2009).

Chitosan adalah senyawa organik turunan chitin, berasal dari biomaterial chitin yang dapat diperoleh dari deasetilasi chitin. Bentuk fisiknya merupakan padatan amorf yang berwana putih kekuningan ( Sugita, 2009). Untuk memperoleh chitin dari cangkang udang melibatkan proses deproteinasi ( penghilangan protein)

dan demineralisasi ( penghilangan mineral). Sedangkan untuk mendapatkan chitosan

(35)

Mekanisme sederhana sintesis chitosan dari chitin dapat kita lihat pada Gambar 2.3.

NaOH Deasetilasi

Gambar 2.3. Mekanisme Sederhana Sintesis Chitosan Dari Chitin

Sumber : Shahidi. (1999). Aplication of Chitin and Chitosan. Trends in Food Science

and Technology. vol 10, no 2.

Deproteinasi chitin merupakan reaksi hidrolisi dalam suasana asam dan basa.

(36)

NaOH atau KOH. Deasetilasi chitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisakan gugus amino yang bermuatan positif, sehingga chitosan akan bersifat polikationik. Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer chitin, interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari chitosan akan semakin kuat (Wardaniati, 2011). Diagram Alir Pembuatan Chitosan

Cangkang Udang

- Cuci air dingin - Cuci air panas

- Dikeringkan dan dihaluskan

- Direndam dalam larutan NaOH 1M perbandingan 1:5 (g rserbuk/ml NaOH) diaduk 1 jam

- Dipanaskan 90°C selama 1 jam

- Didinginkan dan dicuci dengan air sampai pH netral - Dikeringkan

- Cangkang udang berupa serbuk hasil deproteinasi direndam dalam larutan HCL 1M perbandingan 1:10 (gr serbuk/ml NaOH) diaduk 1 jam

- Dipanaskan 90°C selama 1 jam - Didinginkan dan disaring

- Dicuci dengan air sampai pH netral - Dikeringkan

- Chitin

- Chitin direndam dalam larutan NaOH 1M perbandingan 1:20 (gr serbuk/ml NaOH) diaduk 1 jam

- Dipanaskan 90°C selama 1 jam - Didinginkan dan disaring

- Dicuci dengan air sampai pH netral dan dikeringkan

-(Sumber : Suptijah. 1992) Cangkang Udang

Deproteinasi

Demineralisasi

Deasetilasi

(37)

2.3.3. Sifat Fisik dan Kimia Chitosan

Sifat dan penampilan produk chitosan dipengaruhi oleh perbedaan kondisi, seperti jenis pelarut, konsentrasi, waktu, dan suhu proses ekstraksi. Chitosan berwarna putih kecoklatan. Chitosan dapat diperoleh dengan berbagai macam bentuk morfologi diantaranya struktur yang tidak teratur, bentuknya kristalin atau semikristalin. Selain itu dapat juga berbentuk padatan amorf berwarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal chitin murni (Haliman, 2008).

Chitin memiliki sifat biologi dan mekanik yang tinggi diantaranya adalah biorenewable, biodegradable, dan biofungsional. Chitosan mempunyai rantai yang lebih pendek daripada rantai chitin. Kelarutan chitosan dalam larutan asam serta viscositas larutannya tergantung dari derajat deasetilasi dan derajat degradasi polimer. Terdapat dua metode untuk memperoleh chitin , chitosan dan oligomernya dengan berbagai DD, polimerisasi, dan berat molekulnya (BM) yaitu dengan kimia dan enzimatis (Ramadhan,dkk,2010).

Suatu molekul dikatakan chitin bila mempunyai derajat deasetilasi (DD) sampai 10% dan kandungan nirogennya kurang dari 7%. Dan dikatakan chitosan bila nitrogen yang terkandung pada molekulnya lebih besar dari 7% berat dan DD lebih dari 70% (Zainab, 2010).

(38)

berkurang. Suatu produk dapat dikatakan chitosan jika memenuhi beberapa standar seperti tertera pada Tabel 2.1

Tabel 2.1. Standard Chitosan

Deasetilasi ≥ 70 % jenis teknis dan

> 95 % jenis pharmasikal

E.Coli Negatif

Kadar abu Umumnya < 1 %

Kadar air 2 – 10 %

Kadar nitrogen 7 - 8,4 %

Kelarutan Hanya pada pH ≤ 6

Salmonella Negatif

Ukuran partikel 5 ASTM Mesh

Viscositas 309 cps

Warna Putih sampai kuning pucat

Sumber : Muzzarelli (1985) dan Austin (1988)

(39)

Chitosan dapat dapat berinteraksi dengan bahan-bahan yang bermuatan, seperti protein, polisakarida, anionik, asam lemak, asam empedu dan fosfolipid. Chitosan larut asam dan larut air mempunyai keunikan membentuk gel yang stabil dan mempunyai muatan dwi kutub, yaitu muatan negatif pada gugus karboksilat dan muatan positif pada gugus NH (Rokhati, 2006).

Menurut Wibowo (2006), kelarutan chitosan dipengaruhi oleh tingkat ionisasinya, dan dalam bentuk terionisasi penuh, kelarutannya dalam air meningkat karena adanya jumlah gugus yang bermuatan. Sebagai antibakteri, chitosan memiliki sifat mekanisme penghambatan, dimana chitosan akan berikatan dengan protein membran sel, yaitu glutamat yang merupakan komponen membran sel. Selain berikatan dengan protein membraner, chitosan juga berikatan dengan fosfolipid membraner, terutama fosfatidil kolin (PC), sehingga meningkatkan permeabilitas

inner membran (IM). Naiknya permeabilitas IM akan mempermudah keluarnya

cairan sel. Pada E. coli misalnya, setelah 60 menit, komponen enzim ß galaktosidase akan terlepas. Hal ini menunjukkan bahwa sitoplasma dapat keluar sambil membawa metabolit lainnya, atau dengan kata lain mengalami lisis, yang akan menghambat pembelahan sel (regenerasi). Hal ini akan menyebabkan kematian sel (Fahmi, 1997).

2.3.4. Manfaat Chitosan

(40)

Chitosan dan chitin mempunyai potensi yang dapat digunakan baik pada berbagai jenis industri maupun pada bidang kesehatan. Sebagai contoh, untuk penjernihan air diperlukan mutu chitin dan chitosan yang tinggi sedangkan untuk penggunaan di bidang kesehatan diperlukan kemurnian yang tinggi (Sari,2008).

Chitosan dan turunannya telah menarik perhatian sebagai bahan untuk digunakan dalam bidang obat-obatan dan kesehatan. Chitin dan Chitosan menunjukkan aktivitas antibakteri, antimetastik, antiurikemik dan antiosteoporotik menunjukkan potensi yang besar dalam meredakan dan mencegah penyakit atau memberi kontribusi terhadap kesehatan yang baik. Material yang dapat terurai dan nontoksik dapat mengaktifkan pasien menahan mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka ( Kaban, 2009).

Di industri makanan, chitosan dapat digunakan sebagai suspensi padat, pengawet, penstabil warna, penstabil makanan, bahan pengisi, pembentuk gel, pembentuk tekstur, pengental dan pengemulsi produk olahan pangan , flavor, zat gizi antimikroba, antijamur dan sebagainya ( Haliman, 2010).

Di dalam pangan chitosan dapat dijadikan sebagai bahan antimikroba untuk memperpanjang waktu penyimpanan makanan karena chitosan mengandung enzim

lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan

mikroba ( Wardaniati, 2009).

Fungsinya sebagai antimikroba dan antijamur juga diterapkan dibidang kedokteran. Chitin dan chitosan dapat mencegah pertumbuhan Candida albicans dan

Staphvcoccus aureus. Selain itu, biopolimer tersebut juga berguna sebagai

(41)

pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, membran dialisis, bahan shampoo dan

kondisioner rambut, zat hemostatik, penstabil liposom, bahan ortopedik, pembalut

luka dan benang bedah yang mudah diserap, serta mempertinggi daya kekebalan antiinfeksi. Sementara di bidang pertanian chitin dan chitosan digunakan antara lain untuk pencampur ransum pakan ternak, pestisida, herbisida, virusida tanaman, dan deasidifikasi buah-buahan, sayuran dan penjernih sari buah ( Sugita, 2009).

Chitosan diketahui dapat menginduksi respons ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen (Hadrami et al. 2010). Selain itu, chitosan dapat digunakan untuk pelapis buah tomat (Sari, 2008) dan leci (Dong et al. 2004). Chitosan dapat menginduksi enzim kitinase yang dapat mendegradasi chitin, yang merupakan penyusun utama dinding sel cendawan sehingga dapat digunakan sebagai fungisida (Ghaouth et al. 1991). Menurut Pamekas (2009), chitosan mampu menghambat pertumbuhan Colletotrichum musae melalui penghambatan perkecambahan konidium, memperkecil lebar hifa, memperpendek ruas hifa, dan menyebabkan hifa lisis.

(42)

Chitosan sebagai pelapis pada permukaan buah pepaya dapat menghambat proses respirasi pada tingkat yang sangat rendah. Respirasi rendah dapat mengakibatkan pemecahan pati termasuk gula berjalan lambat sehingga semakin rendah respirasi buah maka proses kematangan buah semakin lambat (Suhardjo, 1992). Daya simpan buah menunjukkan besarnya potensi pemanfaatan kitosan dalam mendukung peningkatan kualitas dan kuantitas buah-buah yang diekspor dari Indonesia.

Tabel 2.2. Penggunaan Chitosan dan Turunannya Dalam Industri Pangan

Penggunaan Contoh

Antimikroba Bakterisidal, fungisidal, pengukur kontaminasi jamur pada komoditi pertanian.

Edible film Mengatur perpindahan uap antara makanan dan lingkungan sekitar, menahan pelepasan zat-zat antimikroba, antioksidan, nutrisi, flavor, dan obat, mereduksi tekanan parsial oksigen, pengatur suhu, menahan proses browning enzimatis pada buah.

Bahan aditif Mempertahankan flavor alami, bahan Pengontrol tekstur, bahan pengemulsi, bahan pengental, stabilizer, dan penstabil warna. Nutrisi Sebagai serat diet, penurun kolesterol,

(43)

2.3.5. Kualitas Chitosan

Chitosan merupakan salah satu biomaterial yang paling menjanjikan untuk menggantikan bahan sintetis, terutama untuk makanan dan aplikasi kemasan. Chitosan merupakan polycation yang kepadatan muatan tergantung pada derajat deasetilasi dan pH. Dengan kualitas chitosan yang baik maka juga akan mendapatkan chitosan yang memiliki keunggulan dibandingkan biomaterial lain, karena pada chitosan ini sangat antimikroba. Edible film yang terbuat dari chitosan memiliki daya tarik yang baik dengan adanya alkilasi. Diketahui bahwa edible film dari chitosan ini memiliki kecenderungan untuk mengkarakterisasi chitosan sebagai bakteriostatik daripada bakterisida (Fahmi, 1997).

(44)

2.4. Chitosan Tidak Berbahaya Untuk Dikonsumsi

Chitosan adalah serbuk yang dihasilkan dari deasetilasi chitin, senyawa yang banyak diperoleh di kerangka luar (eksoskeleteon) hewan Crustacea seperti udang, kerang, dan kepiting (Rhamnosa, 2006). Serbuk yang telah dilepaskan asetilnya merupakan zat murni, tinggi sifat basanya, serta mengandung banyak molekul glukosa. Dalam chitosan terdapat unsur butylosar yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Butylosar yang telah didapatkan itu hanya larut dalam asam encer dan cairan tubuh manusia. Dengan demikian, butylosar dapat diserap oleh tubuh. Zat itu merupakan satu-satunya selulosa yang dapat dimakan. Zat ini mempunyai muatan positif yang kuat, dan dapat mengikat muatan negatif dari senyawa lain. Selain itu, zat ini mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak beracun ( Purwanti, 2010).

Selain telah memenuhi standard secara mikrobiologi ditinjau dari segi kimiawi juga aman karena dalam prosesnya chitosan cukup dilarutkan dengan asam asetat encer (1%) hingga membentuk larutan chitosan homogen yang relatif lebih aman ( Wardaniati, 2009).

Masalah utama yang dihadapi dalam memproduksi chitin dan chitosan di Indonesia adalah kualitas produk masih rendah, kontinuitas suplainya belum pasti dan belum bisa diakses oleh semua kalangan . Selain itu banyak masyarakat yang belum mengetahui fungsi dari chitin-chitosan ( Swastawati, dkk, 2008).

(45)

2006). Di Indonesia produksi chitosan dalam skala relatif besar mulai diujicobkan CV Dinar yang berlokasi di sebuah kawasan nelayan di Jl. Raya Dadap, Tangerang Banten ( Anonimous, 2006).

2.5. Stroberi (Fragaria x ananassa Duch)

2.5.1. Asal Usul Buah Stroberi (Fragaria x ananassa Duch)

Gambar 2.4 Buah Stroberi

Wilhelm dan Sagen (1974) menerangkan pada bukunya bahwa, stroberi merupakan jenis tanaman berbunga dalam keluarga mawar Rosaceaea, berwarna merah dan buahnya dapat dikonsumsi, dan dikembang biakkan dengan baik di daerah Amerika Utara. Dalam bahasa latin buah ini disebut Fragra yang berarti wangi. Charles Linneans lah orang pertama yang memberikan nama spesies Fragaria untuk buah ini. Di Perancis, Italia, dan Spanyol buah ini disebut Fraise yang juga memiliki makna yang sama yaitu wangi, sementara di Amerika Utara disebut buah

Wuttahimheash atau berry hati (Budiman, 2006).

(46)

terjadi antara 234-149 SM dalam tulisan-tulisan Cato, Senator Romawi. Stroberi tumbuh liar di Italia sejak 234 SM dan ditemukan di Virginia oleh orang Eropa pertama ketika kapal mereka mendarat di sana pada 1588. Pada zaman Yunani kuno buah ini diangkat sebagai lambang dewi cinta (Rukmana, 1998).

Etimologi dari asal-usul nama stroberi, di antaranya dari kata straw(sedotan), sebagai gambaran dari kegiatan tukang kebun yang menggunakan sedotan untuk menanam buah ini dan melindunginya dari proses pembusukan, juga dari jaman Anglo-Saxon dari kata strew (menyebar di sekelilingnya). Deskripsi pertama kali menggambarkannya untuk penggunaan tanaman obat dan bukan untuk manfaat buah.

Untuk Periode waktu abad ke-12 Saint Hildegard von Binger, seorang kepala biara, berpendapat bahwa stroberi tidak cocok untuk dimakan, fakta bahwa mereka tumbuh dekat dengan tanah dan mungkin terkontaminasi oleh hewan ular atau katak. Bersama dukungan teorinya dan beberapa tokoh politik lokal, banyak orang menghindari buah ini dan popularitasnya terus menurun ( Budiman, 2006).

(47)

Setelah 1860 stroberi banyak ditanam dan di budidayakan di California ,dan sejak 1900 stroberi mulai ditanam diberbagai negara. Hari ini lebih dari 25.000 hektar stroberi ditanam di Amerika Utara,dan 80 % di Amerika Serikat (Rukmana, 1998).

2.5.2. Klasifikasi Buah Stroberi

Klasifikasi botani tanaman stroberi adalah sebagai berikut (Budiman, 2006) :

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Keluarga : Rosaceae Genus : Fragaria Spesies : Fragria spp

(Dikutip dari : GRIN Taxonomy Database, 2008).

Varitas stroberi introduksi yang dapat ditanam di Indonesia adalah Osogrande, ePajero, Selva, Ostara, Tenira, Robunda, Bogota, Elvira, Grella, Red

Gantle, Dorit dan Sweet Charlie.

2.5.3. Anatomi Buah Stroberi

Anatomi dari tanaman stroberi adalah sebagai berikut (Rukmana, 1998) : 1. Akar (Radix)

Struktur akar tanaman stroberi terdiri atas pangkal akar (collum), batang akar

(corpus), ujung akar (apex), bulu akar (pilus radikalis), dan tudung akar (calyptras).

(48)

tersebut hanya menembus lapisan tanah atas sedalam 15 cm-45 cm tergantung jenis dan kesuburan tanahnya.

2. Batang (Caulis)

Batang tanaman stroberi beruas-ruas pendek dan berbuku-buku, banyak mengandung air, serta tertutupi pelepah daun tampak seperti rumpun tanpa batang. Buku-buku batang yang tertutup oleh sisi daun mempunyai kuncup.

3. Cabang Merayap (Stolon)

Stolon adalah cabang kecil yang tumbuh mendatar atau menjalar di atas permukaan tanah. Penampakan stolon secara visual mirip dengan sulur. Tunas dan akar stroberi tumbuh membentuk generasi tanaman baru. Stolon yang tumbuh mandiri dapat segera dipotong atau dipisahkan dari rumpum induk sebagai bibit.

4. Daun (Folium)

Daun tanaman stroberi tersusun pada tangkai yang berukuran agak panjang, tangkai daun berbentuk bulat, helai daun bersusun tiga. Bagian tepi daun bergerigi, berwarna hijau, dan berstruktur tipis. Daun dapat bertahan hidup selama 1-3 bulan, kemudian daun akan kering dan mati.

5. Bunga (Flos)

Stroberi berbunga sempurna. Struktur bunga terdiri Dari 5 kelopak, 5 daun mahkota, dan ratusan putik.Setiap mahkota bercabang daun mempunyai empat macam bunga, yaitu 1 bunga primer, 2 buah bunga sekunder, 4 buah tersier.

6. Buah (Fructus)

(49)

berubah bentuk menjadi gumpalan daging buah. Buah muda berwarna hijau namun setelah tua berubah menjadi berwarna merah atau kuning kemerah-merahan.

7. Biji

Biji stroberi berukuran kecil. Biji itu berukuran kecil,terletak dia antara daging buah .

2.5.4. Spesies Buah Stroberi

Stroberi memiliki lebih dari 20 spesies dan 700 jenis Ada tujuh jenis kromosom utama yang terdapat di seluruh spesies. Beberapa spesies adalah diploid yaitu mempunyai dua pasang dari ketujuh kromosom menjadikan jumlahnya 14 kromosom. Yang lainnya merupakan tetraploid yaitu memiliki empat pasang dari ketujuh kromosom menjadikan jumlahnya 28 kromosom, hexaploid (6 pasang), oktoploid (8 pasang) atau dekaploid (10 pasang) (Rukmana, 1998).

2.6. Kandungan Buah Stroberi 2.6.1. Senyawa Fitokimia

Sesuai dengan namanya, senyawa fitokimia merupakan senyawa spesifik yang terdapat pada jenis tanaman tertentu (fito= tanaman) dengan manfaat yang juga sangat spesifik. Beberapa senyawa fitokimia yang terdapat pada buah stroberi adalah (Budiman, 2006).

1. Anthocyanin

Anthocyanin tergolong dalam komponen flavonoid. Senyawa ini merupakan

(50)

2. Ellagic Acid

Ellagic acid merupakan persenyawaan fenolik alamiah yang ditemukan pada beberapa famili tanaman, seperti Rosaceae, Fagaceae, Saxifragaceae, Cunomirutceae

dan Myrotharnnaceae. Jenis tanaman yang banyak mengandung ellagic acid di

antaranya stroberi dan apel. Pada stroberi, senyawa tersebut terdapat pada bagian biji, daun, dan daging buah.

3. Catechin,Quercetin,dan Kaempferol

Selain ellagic acid, senyawa folifenol lain yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan adalah cateehin, quer-cetin, dan kaempferoL.

2.6.2. Antioksidan

Antioksidan dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat menghambat / memperlambat proses oksidasi. Oksidasi adalah jenis reaksi kimia yang melibatkan pengikatan oksigen, pelepasan hydrogen, atau pelepasan elektron. Proses oksidasi adalah peristiwa alami yang terjadi di alam dan dapat terjadi dimana-mana tak terkecuali di dalam tubuh (Sari, 2008).

2.6.3. Vitamin & Mineral

Vitamin dan mineral yang terdapat di dalam buah stroberi ( Budiman, 2006). 1. Vitamin C

(51)

dibandingkan buah jeruk atau orange. Vitamin C sangat bermanfaat sebagai melawan infeksi.

2. Vitamin A

Vitamin A adalah vitamin yang dibutuhkan oleh retina mata yang mana molekulnya menyerap cahaya retina, dan mutlak diperlukan untuk melihat kedua-cahaya (low scotopic visi) dan penglihatan warna. Dalam 100 gram buah stroberi mengandung 60 Sl vitamin A.

3. Vitamin B1

Vitamin B1, atau tiamina, adalah vitamin yang terlarut dalam air.Tiamina disintesis dalam bakteri, fungi dan tanaman. Tiamina berperan sangat vital agar otak dapat bekerja dengan normal. Dalam 100 mg stroberi mengandung 0,03 mg Vitamin B1.

4. Mineral

Mineral potensial yang ada di dalam 100 gram buah stroberi adalah 28 mg kalsium, 27 mg fosfor, 0,8 mg zat besi, 10 mg magnesium, 27 mg potassium, dan 0,7 mg selenium.

(52)

Satu cangkir (144 g) stroberi mengandung sekitar 45 kalori (188 kJ) dan merupakan sumber vitamin C dan flavonoid yang baik. Berikut ini beberapa kandungan Gizi dalam satu cangkir (144 g) stroberi dapat dilihat pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Kandungan Gizi Buah Stroberi

(Sumber :Budiman dkk, 2006)

Zat Gizi Satuan Per 144 g

Proksimat

Air g 132

Energi kJ 188

Protein g 0.88

Karbohidrat, g 10.1

Serat, total g 3.3

Ash g 0.62

Mineral

Kalsium, Ca mg 20

Besi, Fe mg 0.55

Magnesium,Mg mg 14

Fosfor, P mg 27

Tembaga, Cu mg 0.07

Mangan, Mn mg 0.42

Selenium, Se mg 1.01

Vitamin VitaminC, ascorbic acid

mg 82

Thiamin mg 0.03

Riboflavin mg 0.1

Niacin mg 0.33

Pantothenic acid

mg 0.49

Vitamin B-6 mg 0.09

Folate mg 25

Vitamin B-12 mg 0

Vitamin A, IU IU 39

Vitamin A, RE μg RE 4.3

(53)

2.7. Kerusakan pada Buah Stroberi

Kerusakan buah dapat terjadi sejak buah dipanen hingga proses penyimpanan. Beberapa proses kerusakan yang terjadi pada buah antara lain (Ghaout, 1991).

a. Browning (Pencoklatan)

Proses pencoklatan atau browning sering terjadi pada buah-buahan, seperti pisang, pir, salak, pala dan apel begitu juga stroberi. Buah stroberi yang memar juga akan mengalami proses pencoklatan. Pada umumnya, proses pencoklatan dapat dibagi menjadi dua, yaitu proses pencoklatan enzimatik dan non enzimatik. Perubahan warna yang utama pada stroberi disebabkan oleh reaksi browning (pencoklatan). Reaksi pencoklatan terdiri atas pencoklatan enzimatis dan non enzimatis. Pencoklatan enzimatis disebabkan oleh aktivitas enzim phenolase dan oliphenolase. Pada buah stroberi utuh, sel-selnya masih utuh, dimana substrat yang terdiri atas senyawa-senyawa fenol terpisah dari enzim phenolase sehingga tidak terjadi reaksi browning. Apabila sel pecah akibat terjatuh/memar atau terpotong (pengupasan, pengirisan) substrat dan enzim akan bertemu pada keadaan aerob (terdapat oksigen) sehingga terjadi reaksi browning enzimatis.

Pembentukan warna coklat dikarenakan terjadinya oksidasi senyawa-senyawa fenol dan polifenol oleh enzim fenolase dan polifenolase membentuk quinon, yang selanjutnya berpolimerisasi membentuk melanin (pigmen berwarna coklat).

b. Loss Mass (Penyusutan Massa)

(54)

(1) mengetahui faktor biologis dan lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya kerusakan, (2) menguasai teknik penanganan pasca panen yang dapat menunda kelayuan atau kebusukan dan menjaga kualitas pada tingkatan tertentu yang mungkin dicapai.

c. Laju Respirasi dan Produksi Etilen yang Tinggi

Respirasi adalah proses pemecahan komponen organik (zat hidrat arang, lemak dan protein) menjadi produk yang lebih sederhana dan energi. Aktivitas ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap hidup. Berdasarkan polanya, proses respirasi dan produksi etilen selama pendewasaan dan pematangan produk nabati dapat dibedakan menjadi dua, yaitu klimakterik dan non-klimakterik.

Komoditi dengan laju respirasi tinggi akan menunjukkan kecenderungan lebih cepat rusak. Menurunkan laju respirasi sampai batas minimal pemenuhan kebutuhan energi sel tanpa menimbulkan fermentasi akan dapat memperpanjang umur ekonomis produk nabati. Manipulasi faktor ini dapat dilakukan dengan teknik pelapisan

(coating), penyimpanan pada suhu rendah, atau memodifikasi atmosfir ruang

penyimpan.

Setelah dipanen, stroberi masih terus melakukan respirasi dan metabolisme, karena itulah komoditi tersebut dianggap masih hidup. Selama proses respirasi dan metabolisme berlangsung, buah akan mengeluarkan CO2 dan air serta etilen, serta mengkonsumsi oksigen yang ada disekitarnya.

d. Laju Transpirasi yang Tinggi

(55)

terhadap volume, kerusakan fisik, umur panen) dan faktor eksternal (suhu, RH, pergerakan udara dan tekanan atmosfir). Transpirasi yang berlebihan akan menyebabkan produk mengalami pengurangan berat, penurunan daya tarik (karena layu), nilai tekstur dan nilai gizi. Pengendalian laju transpirasi dilakukan dengan pelapisan, penyimpanan dingin, atau memodifikasi atmosfir (Ebook Pangan, 2006). e. Sensitivitas Terhadap Suhu

Pemaparan komoditi pada suhu yang tidak sesuai akan menyebabkan kerusakan fisiologis pada stroberi yang bisa berupa : (1) freezing injuries, karena produk disimpan di bawah suhu bekunya; (2) chilling injuries, umum pada produk tropis yang disimpan di atas suhu beku dan diantara 5 – 15ºC, tergantung sensitivitas komoditi; (3) heat injuries, terjadi karena paparan sinar matahari atau panas yang berlebihan. Berdasarkan sensitivitasnya terhadap suhu, dikenal dua golongan produk, yaitu yang bersifat sensitif dan tidak sensitif terhadap pendinginan. Suhu kritis stroberi berkisar antara 36 – 38°C jika disimpan melebihi suhu tersebut kerusakan yang dapat terjadi berupa pencoklatan di bagian dalam, bagian tengah coklat, lembek dan lepuh.

2.8. Mekanisme Kimia Pengawetan Stroberi Dengan Chitosan

(56)

buah ini tidak berbahaya dan dapat ikut dikonsumsi bersama buah, salah satunya adalah menggunakan chitosan. Menurut Ghaouth dkk (1991) dan Ramadhan (2010) chitosan adalah salah satu bahan yang bisa digunakan untuk pelapisan buah, yang merupakan polisakarida berasal dari limbah kulit udang, kepiting, dan yang termasuk ke dalam Crustaceae. Chitosan merupakan suatu senyawa poli (N-amino-2 deoksi β -D-glukopiranosa) atau glukosamin hasil deasetilasi kitin/poli (N-asetil-2 amino-2-deoksi β- D-glukopiranosa) yang diproduksi dalam jumlah besar di alam. Penggunaan

chitosan sebagai pelapis dalam buah-buahan dapat menghambat difusi oksigen ke

dalam buah sehingga proses respirasi dapat dihambat.

Chitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba, karena mengandung enzim lysosimdan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan efisiensi daya hambat chitosan terhadap bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan chitosan. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteridisebabkan chitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dankapang (Zainab, 2010).

(57)

alami dan bergizi, serta menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna, pengawet dan penambah aroma yang dapat memperbaiki mutu bahan pangan (Donhowe, 1994).

Selain telah memenuhi standard secara mikrobiologi ditinjau dari segi kimiawi juga aman karena dalam prosesnya chitosan cukup dilarutkan dengan asam asetat encer (1%) hingga membentuk larutan chitosan homogen yang relative lebih aman.Penggunaan coater pada buah segar dapat memperlambat penurunan mutu, karena metode tersebut dapat digunakan sebagai penahan difusi gas oksigen, karbondioksida dan uap air serta komponen flavor, sehingga mampu menciptakan kondisi atmosfir internal yang sesuai dengan kebutuhan produk yang dikemas. Keuntungan penggunaan coater untuk pelapis buah adalah dapat memperpanjang umur simpan produk karena coater ini dapat dimakan bersama produk yang dikemasnya (Rokhati, 2006).

(58)

chitosan akan lebih keras dan lebih sedikit pigmentasi merah jika dibandingkan dengan sampel kontrol, setelah disimpan selama 4 minggu pada suhu 20°C.

2.9. Kerangka Konsep

Gambar 2.5. Kerangka Konsep Penggunaan Chitosan Dari Cangkang Udang (Litopenaeus Vannamei) Sebagai Pengawet Alami Untuk Buah Stroberi (Fragaria x ananassa Duch)

Larutan chitosan 0%, 0,5 %, 1%, 1,5 %, 2 %

Stroberi

Pembentukan Edible Coating Chitosan dari

Cangkang Udang

Waktu

simpan, dilihat ciri fisik: Tekstur, bau, warna

Coated Stroberi (Stroberi yang telah terlapisi Chitosan)

Uji

[image:58.612.73.596.215.419.2]
(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat eksperimen untuk menggambarkan penggunaan chitosan dari cangkang udang (Litopenaeus vannamei) sebagai pengawet alami pada buah stroberi (Fragaria x ananassa Duch). Percobaan dilakukan dengan 5 konsentrasi yang berbeda yaitu larutan chitosan 0% (sebagai kontrol), 0,5%, 1%, 1,5%, 2% dan dilakukan 3 kali pengulangan (Rafika, 2007).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian akan dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara dengan pertimbangan bahwa di tempat ini terdapat bahan dan alat yang dibutuhkan oleh peneliti, adapun alat yang dibutuhkan peneliti yaitu batang pengaduk, gelas beker, gelas ukur, kertas saring, oven, panci stainless steel, pH meter atau kertas lakmus dan timbangan elektrik, neraca ohauss, neraca analitik, magnetic stirrer. Dan bahan yang dibutuhkan peneliti yaitu Asam asetat 1%, aquadest, larutan NaOH 1M, larutan HCL 1M. Sementara lokasi pengambilan sampel yaitu dilakukan di kota Berastagi, sampel langsung dibeli dari petani stroberi di kota Berastagi. Cangkang udang sendiri diambil dari PT.Red Ribbon Indonesia Corporation yang berada di Jl. K.L. Yos Sudarso Kawasan Industri Medan Sumatera Utara.

3.2.2. Waktu Penelitian

(60)

3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah buah stroberi yang dibeli langsung dari petani stroberi di kota Berastagi. Dari tempat tersebut diambil sejumlah stroberi sebagai bahan yang langsung diawetkan di laboratorium. Dengan karekteristik buah yang digunakan meliputi:

1. Daging buah sudah padat, agak kenyal, kematangan cukup masak. 2. Kulit buah didominasi warna merah

3. Buah berumur 2 minggu sejak perbungaan

4. Buah tidak mengalami kerusakan yang meliputi rusak fisik, bau dan tekstur serta berat rata-rata buah sebesar 10 gram.

5. Buah yang digunakan adalah buah yang baru dipanen dan pada hari yang sama langsung dilakukan perlakuan.

(61)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil perlakuan di Laboratorium Penelitian Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan informasi berupa data-data yang relevan dengan hasil penelitian.

3.5. Alat dan Bahan Penelitian 3.5.1 Alat Penelitian

- Batang pengaduk - Blender

- Gelas beker - Gelas ukur

- Kertas saring/saringan - Oven

- Panci stainless steel - pH meter

- Timbangan elektrik

(62)

3.5.2. Bahan Penelitian - Asam asetat 1% - Aquadest

- Larutan NaOH 1M - Larutan HCL 1M - Cangkang udang - Buah Stroberi

3.6. Cara Kerja Penelitian 3.6.1. Cara Membuat Chitosan

Adapun cara membuat chitosan adalah ( Setyasih, 1999) :

1. Cangkang udang berupa kepala, kulit, ekor yang telah terkumpul dicuci dengan air hingga bersih, lalu ditiriskan, kemudian dicuci kembali dengan air panas, selanjutnya dikeringkan di oven pada suhu 90-100ºC selama ± 1 jam. 2. Cangkang udang yang sudah kering tersebut diblender hingga menjadi halus

seperti serbuk dan diayak menggunakan ayakan.

3. Kemudian dilakukan proses deproteinasi. Serbuk udang direndam dalam larutan NaOH 1M dengan perbandingan serbuk udang dengan NaOH = 100:500 (gram serbuk/ml NaOH) sambil diaduk konstan selama 1 jam.

4. Panaskan pada suhu 90°C selama 1 jam di dalam oven.

(63)

6. Dilanjutkan dengan proses demineralisasi, cangkang udang berupa serbuk hasil deproteinasi direndam dalam larutan HCL 1M dengan perbandingan sampel dengan larutan HCL = 100:1000 (gram serbuk/ml HCL) sambil diaduk konstan selama 1 jam.

7. Panaskan pada suhu 90°C selama 1 jam di dalam oven.

8. Dinginkan, lalu disaring, kemudian cuci dengan air sampai

Gambar

Gambar 2.5. Kerangka Konsep Penggunaan Chitosan Dari Cangkang Udang (Litopenaeus Vannamei) Sebagai Pengawet Alami Untuk Buah Stroberi (Fragaria x ananassa Duch)
Tabel 4.4. Hasil Pengamatan Stroberi Setelah Direndam Selama 1 Jam Dengan Larutan Chitosan 1,5 % Dalam Waktu 144 Jam
Gambar 3.  Proses Penyaringan Serbuk Udang Untuk memperoleh Chitosan Dari Tahap Akhir Proses Deasetilasi
Gambar 6. Stroberi ( Fragaria x ananassa Duch)
+7

Referensi

Dokumen terkait