viii
Sinta Uli,S.H,M.Hun**
Ramli Siregar,S.H,M.Hum***
Dalam suatu kegiatan pemuatan barang ke dalam kapal untuk diangkut ke suatu tempat tujuan,diperlukan suatu tanda bukti yang harus dipegang oleh masing-masing pihak terkait baik pemilik barang maupun pihak pengangkut yang disebut dengan dokumen-dokumen pengapalan.Dimana dalam hal ini dokumen pengapalan tersebut ialah Bill Of Lading (B/L) yang juga dikenal dengan istilah
konosemen. Bill Of Lading (B/L) sebagai salah satu surat berharga diterbitkan
oleh pihak pengangkut barang sebagai tanda bukti bahwa telah terjadinya suatu kontrak/perjanjian antara pihak pengangkut dengan pihak pengirim. Bill Of Lading (B/L) tidak hanya berfungsi sebagai tanda bukti kepemilikan barang oleh pihak pengirim, tetapi juga sebagai tanda bukti bahwa antara pihak pengangkut dengan pihak pemilik barang telah terjadi suatu kontrak/perjanjian serta sebagai tanda bukti adanya hak tagih,dimana surat berharga merupakan surat bukti diri bahwa pemegangnya sebagai oaring yang berhak atas tagihan yang ada dalam surat tersebut. Bill Of Lading (B/L) sebagai salah satu surat berharga yang dapat diperjual belikan dapat dialihkan kepada pihak ketiga oleh pihak pemilik barang. Di dalam penulisan skripsi ini penulis mencoba untuk menganalisa proses/cara peralihan Bill Of Lading (B/L) oleh PT. Bintika Bangunusa selaku perusahaan pengangkutan (Freight Forwarding). Metode penelitian pada skripsi ini adalah penelitian lapangan (Field Research) dan kepustakaan. Dalam metode penelitian lapangan penulis mengumpulkan data secara langsung pada PT. Bintika Bangunusa cabang Medan. Dalam metode penelitian kepustakaan,pendapat para sarjana dan peraturan perundang-undangan . Dalam tinjaun tersebut, penulis melakukan wawancara dengan pegawai PT. Bintika Bangunusa cabang Medan.
Bahwa berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa PT. Bintika Bangunusa selaku sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pelayaran,prosedur
peralihan Bill Of Lading (B/L) PT. Bintika Bangunusa yakni dengan
menggunakan surat pernyataan diatas materai Rp.6.000 (enam ribu rupiah) dari
pemegang Bill Of Lading (B/L) kepada pihak lain.Dengan ketentuan bahwa
barang yang tertera dalam Bill Of Lading (B/L) tersebut telah sampai pada tujuannya guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan oleh PT. Bintika Bangunusa. Selain itu dalam menangangi Bill Of Lading (B/L) yang dinyatakan hilang/rusak maka PT. Bintika Bangunusa mengatasi dengan mewajibkan pihak nakhoda untuk menerbitkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa Bill Of Lading (B/L) tersebut hilang untuk dapat dilakukan langkah selanjuntnya.
Kata Kunci : Pengangkutan dan Bill Of Lading
* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
viii
Sinta Uli,S.H,M.Hun**
Ramli Siregar,S.H,M.Hum***
Dalam suatu kegiatan pemuatan barang ke dalam kapal untuk diangkut ke suatu tempat tujuan,diperlukan suatu tanda bukti yang harus dipegang oleh masing-masing pihak terkait baik pemilik barang maupun pihak pengangkut yang disebut dengan dokumen-dokumen pengapalan.Dimana dalam hal ini dokumen pengapalan tersebut ialah Bill Of Lading (B/L) yang juga dikenal dengan istilah
konosemen. Bill Of Lading (B/L) sebagai salah satu surat berharga diterbitkan
oleh pihak pengangkut barang sebagai tanda bukti bahwa telah terjadinya suatu kontrak/perjanjian antara pihak pengangkut dengan pihak pengirim. Bill Of Lading (B/L) tidak hanya berfungsi sebagai tanda bukti kepemilikan barang oleh pihak pengirim, tetapi juga sebagai tanda bukti bahwa antara pihak pengangkut dengan pihak pemilik barang telah terjadi suatu kontrak/perjanjian serta sebagai tanda bukti adanya hak tagih,dimana surat berharga merupakan surat bukti diri bahwa pemegangnya sebagai oaring yang berhak atas tagihan yang ada dalam surat tersebut. Bill Of Lading (B/L) sebagai salah satu surat berharga yang dapat diperjual belikan dapat dialihkan kepada pihak ketiga oleh pihak pemilik barang. Di dalam penulisan skripsi ini penulis mencoba untuk menganalisa proses/cara peralihan Bill Of Lading (B/L) oleh PT. Bintika Bangunusa selaku perusahaan pengangkutan (Freight Forwarding). Metode penelitian pada skripsi ini adalah penelitian lapangan (Field Research) dan kepustakaan. Dalam metode penelitian lapangan penulis mengumpulkan data secara langsung pada PT. Bintika Bangunusa cabang Medan. Dalam metode penelitian kepustakaan,pendapat para sarjana dan peraturan perundang-undangan . Dalam tinjaun tersebut, penulis melakukan wawancara dengan pegawai PT. Bintika Bangunusa cabang Medan.
Bahwa berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa PT. Bintika Bangunusa selaku sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pelayaran,prosedur
peralihan Bill Of Lading (B/L) PT. Bintika Bangunusa yakni dengan
menggunakan surat pernyataan diatas materai Rp.6.000 (enam ribu rupiah) dari
pemegang Bill Of Lading (B/L) kepada pihak lain.Dengan ketentuan bahwa
barang yang tertera dalam Bill Of Lading (B/L) tersebut telah sampai pada tujuannya guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan oleh PT. Bintika Bangunusa. Selain itu dalam menangangi Bill Of Lading (B/L) yang dinyatakan hilang/rusak maka PT. Bintika Bangunusa mengatasi dengan mewajibkan pihak nakhoda untuk menerbitkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa Bill Of Lading (B/L) tersebut hilang untuk dapat dilakukan langkah selanjuntnya.
Kata Kunci : Pengangkutan dan Bill Of Lading
* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
1
A. Latar Belakang
Dewasa ini kegiatan bisnis dalam bidang perdagangan kian bertumbuh dan
berkembang di segalapenjuru negara. Hal ini diakibatkan salah satunya karena
Manusia tidak dapat hidup sendiri, seperti yang disampaikan oleh Aristoteles
bahwa manusia sebagai makhluk Zoon Politicon, dimana manusia senantiasa
berinteraksi/bergaul dengan berkumpul dengan sesamanya dan bermasyarakat,
terlebih guna memperoleh Kebutuhan hidupnya.
Volume perdagangan menjadi tanda akan meningkatnya kegiatan
perdagangan, hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah permintaan dan
penawaran yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu pemerintah
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dari suatu negara harus mampu
menciptakan kebijakan-kebijakan maupun regulasi peraturan,terkhusus di bidang
perdagangan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satu indikator yang
dapat digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat suatu bangsa
ialah melalui intensitas transaksi perdagangan, karena semakin tinggi nilai
permintaan suatu produk barang dan atau jasa maka akan semakin besar juga nilai
produk suatu barang dan atau jasa tersebut. Intensitas transaksi perdagangan yang
dimaksud meliputi proses export dan import barang dan atau jasa.
Perdagangan export impor memegang peranan sangat penting dalam
kehidupan bisnis di setiap negara,tidak saja ditinjau dari segi lalu lintas devisa
melainkan juga atas sumbangan kepada pendapatan nasional.
kebutuhan negara-negara di dunia saat ini, hal ini terlihat dari waktu ke waktu
dimana persaingan dagang bertambah ketat,terutama dalam memperoleh peluang
pasar dan transaksi perdagangan dunia.1 Dengan globalisasi ekonomi dan
liberalisasi perdagangan, sebuah negara berkesempatan untuk mengembangkan
kemampuan perekonomiannya melalui produk-produk barang dan jasa yang
dihasilkan yang tentunya dengan merujuk pada kebijakan-kebijakan pemerintah,
kualitas sumber daya manusia (SDM),peraturan perundang-undangan sebagai
instrumen yang mampu mengakomodir setiap tuntutan-tuntutan selama proses
perdagangan berlangsung. Apabila sebuah negara tidak menyiapkan dirinya untuk
menghadapi derasnya arus globalisasi perdagangan , maka hal ini akan berdampak
buruk terhadap perekonomian negara tersebut.
Dengan memasuki era globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan
ketergantungan antarnegara menjadi semakin tinggi, hal ini terbukti dengan
adanya berbagai kesepakatan-kesepakatan yang melahirkan lembaga-lembaga
atau organisasi kerja sama Internasional di bidang ekonomi dan
perdagangan,seperti Asia Free Trade Area (AFTA),Asia Pasific Economic
Coorporation (APEC),European Union (EU) dan organisasi kerja sama lainnya.
Keikutsertaan sebagai anggota dalam organisasi kerja sama tersebut
seolah-olah menjadi sebuah kebutuhan bagi sebuah negara untuk menghindari
kesulitan-kesulitan yang seiring muncul dengan perkembangan arus tuntutan
zaman. Dengan kata lain tidak ada pilihan selain menjadi anggota dalam sebuah
organisasi kerjasama perdagangan, kecuali negara yang bersangkutan siap dengan
segala rintangan-rintangan yang akan muncul di kemudian hari.
1
Negara Indonesia dalam kedudukannya sebagai subjek hukum dalam
dunia Internasional telah menjadi anggota General Aggreement Tarif and Trade
(GATT) sejak 1950,keanggotaan Indonesia pada waktu itu bernama United States
Of Indonesia yang dinotifikasi Belanda menurut Artikel XXVI paragraf 4.2 Sejak saat tersebut Indonesia berpartisipasi aktif dalam berbagai perundingan
Internasional terutama dalam dunia perdagangan Internasional.
Indonesia sebetulnya telah membuka pasarnya kepada negara-negara
ASEAN dan China sejak tanggal 1 Januari 2010,pembukaan pasar ini merupakan
pengimplementasian dari perjanjian perdagangan bebas Asia-China Free Trade
Area (ACFTA) dan sejak saat itu produk-produk dari ASEAN dan China lebih
mudah masuk ke Indonesia dan lebih murah karena adangan pengurangan tarif
dan penghapusan tarif,serta tarif akan menjadi nol persen dalam jangka waktu tiga
tahun.3 Sebaliknya juga dengan Indonesia juga memiliki kesempatan yang sama untuk memasuki pasar dalam negara-negara ASEAN dan China. Dengan kondisi
tersebut apabila perusahaan-perusahaan industri lokal tidak mampu bersaing
dengan perusahaan asing maka secara perlahan kelangsungan industri mengalami
kebangkrutan yang akan berimbas pada pemberhentian hubungan kerja (PHK)
bagi kalangan pekerja-pekerja industri yang diakibatkan karena ketidakmampuan
untuk bersaing dengan produk-produk luar negeri. Pada kenyataanya dapat kita
lihat kini membanjirnya produk-produk barang yang berasal dari negara China
yang mengalahkan produk-produk lokal baik dari segi kualitas maupun harga jual.
Tingginya tingkat konsumerisme masyarakat Indonesia mempengaruhi volume
masuk produk-produk yang berasal dari negara China.
2
Ibid.Hlm.7 3
Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN mengalami kesulitan dalam
menegakkan struktur hukum demi melindungi kepentingan ekonomi kerakyatan
sesuai dengan mandat Pasal 33 UUD 1945. Bahkan sumber daya alam yang
sangat berpotensi tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pengelolaanya
dilepaskan kepada pihak-pihak asing. Keberadaan banyaknya perjanjian
perdagangan bebas, kian menambah beratnya janji Pemerintah Indonesia untuk
mensejahterakan rakyat, namun siap atau tidak Indonesia telah terikat dengan
perjanjian perdagangan bebas ACFTA.
Sebagai sebuah bangsa yang mandiri yang memiliki kondisi geografis
yang terdiri dari banyak pulau-pulau mulai dari sabang sampai marauke, maka
merupakan suatu hal yang wajar bahwa pembangunan serta pengaturan
transportasi laut mendapat perhatian yang cukup besar bagi Bangsa Indonesia.
Pengembangan transportasi laut harus mampu menggerakkan pembangunan
nasional dan pembangunan daerah,dengan mengutamakan keteraturan kunjungan
kapal yang dapat menggairahkan tumbuhnya kegiatan perdagangan dan kegiatan
pembangunan umumnya.4
Sejalan dengan perkembangan perdagangan, dunia perdagangan dituntut untuk
semakin cepat dalam menjalankan transaksinya. Karena dengan semakin cepatnya
transaksi dalam dunia perdagangan maka semakin banyak juga transaksi yang
dapat dilakukan dan keuntungan yang diperoleh juga akan semakin besar. dapat
mewujudkan hal tersebut diperlukan suatu inovasi untuk meningkatkan laju dunia
perdagangan. Selain hal kecepatan dalam bertransaksi, dunia bisnis juga
4
memerlukan kesederhanaan dalam menjalankan proses transaksi yang secara
administratif tidak sulit.
Kemudahan dalam proses administratif tidak berarti mengabaikan aspek
keamanan, karena keamanan juga menjadi bagian terpenting dalam kelancaran
dunia perdagangan. Apabila faktor keamanan diabaikan maka akan
mengakibatkan kerugian yang pada akhirnya menghambat laju perdagangan
karena adanya kesalahan dalam bertransaksi atau karena kecurangan. Dalam dunia
bisnis, kecepatan dalam bertransaksi, kesederhanaan dalam proses administratif
serta keamanan adalah selaras. Dalam artian bahwa ketiga hal tersebut
mempengaruhi intensitas laju perdagangan suatu negara semakin tinggi atau
semakin terpuruk.
Kebutuhan akan kecepatan,kepraktisan, dan keamanan dalam melakukan
transaksi itulah yang menyebabkan orang menciptakan surat berharga sebagai
salah satu sarana atau alat dalam bertransaksi dalam dunia perdagangan.5 Oleh karena itu surat berharga menjadi sebuah instrumen penting dalam dunia
bisnis,sehingga dalam perkembangannya surat berharga dipengaruhi oleh
perkembangan dunia bisnis,khususnya dalam dunia perdagangan. Surat berharga
sebagai salah satu instrument penting dalam dunia perdagangan terdiri dari
berbagai jenis yang dipengaruhi oleh transportasi yang digunakan untuk
mengangkut barang atau jasa tersebut. Apabila pengangkutan tersebut
menggunakan transportasi udara, maka jenis surat berharga/dokumen yang
digunakan menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
yakni tiket penumpang pesawat udara, pas masuk pesawat udara (boarding pass),
5
tanda pengenal bagasi (baggage identification);dan surat muatan udara ( airway
bill). Sedangkan dalam dunia penerbangan Internasional kita jumpai
Misscellaneus Charges Order (MCO) yang memudahkan transaksi-transaksi
dalam dunia penerbangan Internasional.6Apabila pengangkutan melalui jalur darat baik melalui armada kendaraan roda empat seperti bus atau kreta api, maka
dokumen yang digunakan yakni berupa karcis atau Railway Consignment Note
yang diterbitkan oleh pihak pengangkut.
Dalam hal ini, Penulis hanya membahas mengenai pengangkutan laut
terkhusus mengenaidokumen pengangkutan barang Bill Of Lading (B/L).Bill Of
Lading (B/L) merupakan dokumen yang sangat penting dalam proses pengapalan
barang dengan angkutan laut. Bill Of Lading (B/L) bukan hanya merupakan suatu
tanda serah terima penyerahan barang yang dikeluarkan oleh perusahaan
pelayaran akan tetapi merupakan suatu tanda bukti pemilikan atas barang yang
telah dimuat di atas kapal laut oleh pengirim untuk diserahkan kepada penerima.
Disamping itu Bill Of Lading (B/L) juga merupakan alat bukti adanya kontrak
pengangkutan antara pengirim dengan perusahaan pelayaran. Lembaran-lembaran
asli Bill Of Lading (B/L) menunjukkan hak pemilikan atas barang-barang dan
tanpa lembaran tersebut seseorang atau orang lain yang ditunjuk tidak dapat
menerima barang yang disebutkan di dalam Bill Of Lading (B/L)yang diterbitkan
oleh perusahaan pelayaran yang bersangkutan.
Bill Of Lading (B/L) sebagai salah satu surat berharga dalam
pengangkutan jalur laut dapat dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain.
Dimana peralihan konosemen tersebut dapat atau tidaknya dilangsungkan dengan
6
cara endosemen dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu konosemen atas nama
(recta bill of lading) dan konosemen “order”.7 Jika terjadi kesalahan dalam proses serah terima barang oleh pihak pengangkut maka pihak penerima barang selaku
pemilik yang sah dapat melakukan penuntutan terhadap pihak pengangkut, yang
kemudian menjadikan kedudukan pengangkut menjadi lemah.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk
membahas lebih jauh mengenai peralihan Bill Of Lading (B/L). Oleh karena itu,
dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul yaitu : “Tinjauan Yuridis
Mekanisme Peralihan Bill Of Lading (B/L) Sebagai Salah Satu Surat Berharga
Dalam Perdagangan Internasional ( Studi Penelitian : PT. Bintika Bangunusa )”.
Dimana penulis mencoba untuk membahas mengenai proses peralihan Bill Of
Lading (B/L) sebagai salah satu surat berharga dalam perdagangan Internasional.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan permasalahan dalam skripsi ini adalah
sebagaiberikut :
1. Bagaimana penggunaan Bill Of Lading (B/L) yang dilakukan oleh PT.
Bintika Bangunusa dalam perdagangan yang dilakukan lintas negara.
2. Bagaimana Prosedur Peralihan Bill Of Lading(B/L) yang dilakukan oleh PT.
Bintika Bangunusa kepada pihak ketiga serta akibat hukumnua.
3. Bagaimana PT. Bintika Bangunusa menyelesaikan masalah Bill Of Lading
(B/L) yang dinyatakan hilang/rusak.
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan tersebut,Penulis sangat mengharapkan
7
skripsi ini dapat kiranya mencapai tujuan dan manfaat. Adapun yang menjadi
tujuan penulisan skripsi ini adalah :
1) Untuk mengetahui pelaksanaan penggunaan Bill Of Lading (B/L) yang
dilakukan oleh PT. Bintika Bangunusa dalam perdagangan yang dilakukan
lintas negara.
2) Untuk mengetahui bagaimana prosedur peralihan Bill Of Lading (B/L)
yang dilakukan oleh PT.Bintika Bangunusa kepada pihak ketiga serta
akibat hukumnya.
3) Untuk Mengetahui langkah-langkah PT.Bintika Bangunusa menyelesaikan
masalah Bill Of Lading (B/L) yang dinyatakan hilang/rusak.
D. Manfaat Penulisan
Penulis berharap dengan penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat,s
ebagai berikut :
a. Manfaat bagi Penulis
1. Untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan Penggunaan Bill Of Lading
(B/L) yang dilakukan oleh PT.Bintika Bangunnusa dalam perdagangan
2. yang dilakukan lintas negara.
3. Untuk mengetahui bagaimana Prosedur Peralihan Bill Of Lading (B/L)
yang dilakukan oleh PT.Bintika Bangunnusa kepada pihak ketiga serta
akibat hukumnya.
4. Untuk mengetahui bagaimana PT.Bintika Bangunnusa menyelesaikan
b. Manfaat bagi masyarakat
1. Untuk memberi masukan maupun pengetahuan mengenai pelaksanaan
penggunaan Bill Of Lading (B/L) sebagai salah satu surat berharga dalam
perdagangan. Masyarakat sesungguhnya mengetahui bahwa jalur
pengangkutan dapat dilaksanakan melalui laut, akan tetapi dokumen yang
digunakan dalam pengangkutan tersebut masih kurang dikenal oleh
masyarakat.Oleh karenanya diharapkan dengan penulisan ilmiah ini
masyarakat dapat mengetahui dokumen pengangkutan jalur laut, yakni Bill
Of Lading (B/L).
2. Untuk memberikan masukan maupun pengetahuan Prosedur Peralihan
Bill Of Lading (B/L) sebagai salah satu surat berharga dalam
pengangkutan jalur laut, hal ini disebabkan masyarakat pada umumnya
belum mengetahui secara jelas, bahwa dokumen pengangkutan, khususnya
jalur laut yakni Bill Of Lading (B/L) dapat dialihkan kepada pihak ketiga.
3. Untuk memberikan masukan maupun pengetahuan tentang akibat hukum
peralihan surat berharga Bill Of Lading (B/L). Masyarakat belum
mengetahui secara jelas tentang akibat hukum yang ditimbulkan dari
peralihan dokumen tersebut hal ini dikarenakan peristiwa tersebut sering
dijumpai dalam proses pengangkutan jalur laut.
4. Untuk memberikan masukan maupun pengetahuan mengenai cara-cara
yang ditempuh apabila Bill Of Lading (B/L) rusak atau hilang selama
proses pengangkutan sedang berlangsung. Hal tersebut sangat berguna
bagi masyarakat untuk dapat diketahui, apabila hal yang serupa terjadi
E. Metode Penulisan
Untuk memperoleh karya ilmiah yang baik, maka karya ilmiah tersebut
harus didukung dengan bukti,fakta dan data yang akurat. Dalam melakukan
penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif adalah penelitian dengan hanya mengolah data
sekunder saja,juga dengan melakukan field reserarch (penelitian lapangan) untuk
mendukung informasi untuk mendukung teori yang ada.
1. Teknik pengumpulan data
Penelitian kepustakaan yaitu dengan melakukan bacaan-bacaan teoritis
yang ilmiah yang digunakan sebagai bahan analisis terhadap masalah yang
dbahas. Data-data tersebut diperoleh dari buku-buku refrensi,buku catatan
perkuliahan,diskusi,internet dan dokumen-dokumen peraturan
perundang-undangan.
Penelitian lapangan, yaitu suatu cara untuk memperoleh data dengan cara
melakukan penelitian langsung dilapangan untuk memperoleh data yang konkrit
dan aktual, untuk itu penulis dengan melakukan wawancara dengan staf di PT.
Bintika Bangunusa.
2. Sumber data
a. Bahan Hukum Primer, yaitu berupa Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(KUHD),Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer),Undang-Undang No.17
tahun 2008 tentang Pelayaran.
b. Bahan Hukum Sekunder,yaitu bahan hukum berupa hasil penelitian,lampiran
lampiran,makalah dan data internet, yang dapat memberikan penjelasan terhadap
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,seperti
kamus,ensiklopedia,dan lain-lain.
3. Analisis data
Data sekunder yang telah diperoleh dari penelitian kepustakaan yang dianalisis
secara kualitatif dan disajikan dengan deskriptif.Analisis kualitatif ini untuk
mengungkapkan secara mendalam tentang perdagangan dan konsep yang
diperlukan dan akan diurai secara komperhensif untuk persoalan yang ada dalam
skripsi ini.
F. Keaslian Penulisan
Penulis mengeksplorasi ilmu pengetahuan yang telah diperoleh
sebelumnya guna mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh Penulis
selama mengikuti masa perkuliahan di Fakultas Hukum USU, oleh sebab itu
dalam penulisan ini mengangkat suatu materi dari Mata Kuliah wajib di bidang
Hukum Perdata Dagang yakni, “Hukum Pengangkutan”,dimana dalam mata
kuliah tersebut Penulis memiliki rasa ketertarikan dan akan dijadikan skripsi
dengan judul:
“ TINJAUAN YURIDIS MEKANISME PERALIHAN BILL OF LADING
SEBAGAI SALAH SATU SURAT BERHARGA DALAM PERDAGANGAN
INTERNASIONAL” ( Studi Penelitian : PT. Bintika Bangunusa ).
Telah dilakukan pemeriksaan dan penelusuran tentang judul tersebut di
Utara/Pusat Dokumentasi dan Informasi Fakultas Hukum USU pada tanggal 12
Juli 2014 dan telah disetujui oleh Dr.Rosnidar Sembiring,S.H,M.Hum.
Atas dasar telah dilakukannya pemeriksaan tersebut,Penulis yakin bahwa
judul yang diangkat beserta pembahasannya belum pernah ada penulisannya pada
Bagian Departemen Hukum Keperdataan khususnya dan Fakultas Hukum
USU,jika ada tentunya berbeda dengan skripsi ini karena tempat penelitiannya
yang
berbeda, sehingga penulisan yang dituangkan Penulis di dalam skripsi ini dapat
dipertanggungjawabkan.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan skripsi ini, maka penulis membuat
sistematika secara terstruktur dalam bagian-bagian yang semuanya saling
berhubungan satu sama lain.
Sistematika atau gambaran isi tersebut dipisahkan dalam beberapa bab dan
diantara bab-bab ini terdiri pula atas sub bab.
Adapun gambaran isi sistematika tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dibahas hal-hal yang berkenaan dengan Latar
belakang, Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan,Manfaat Penulisan,Metode Penulisan,Keaslian
Penulisan, dan bagian yang terakhir yakni Sistematika Penulisan
yang menjadi gambaran isi dari skripsi ini.
Dalam Bab II ini akan dibahas mengenai Pengertian & Fungsi
Surat Berharga, Jenis-Jenis Surat Berharga dan Bentuk-Bentuk
Surat Berharga.
BAB III BILL OF LADING (B/L) SEBAGAI DOKUMEN
PENGANGKUTAN JALUR LAUT
Di dalam Bab III ini akan diuraikan mengenai Bill Of Lading (B/L)
secara umum,seperti Ketentuan Hukum mengenai Bill Of Lading
(B/L), Tata Cara Penerbitan Bill Of Lading (B/L) & Kekuatan
Pembuktian Bill Of Lading (B/L) sebagai salah satu dokumen
dalam pengangkutan, serta Proses Peralihan Bill Of Lading (B/L)
kepada pihak lain dalam Kegiatan Perdagangan Internasional.
BAB IV TINJAUAN YURIDIS MEKANISME PERALIHAN BILL OF
LADING SEBAGAI SALAH SATU SURAT BERHARGA
DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL PADA PT.
BINTIKA BANGUNNUSA
Dalam Bab ini akan dibahas mengenai Pelaksanaan penggunaan
Bill Of Lading (B/L) yang dilakukan oleh PT. Bintika Bangunusa
dalam perdagangan yang dilakukan lintas negara,Prosedur
Peralihan Bill Of Lading (B/L) yang dilakukan oleh PT. Bintika
Bangunusa kepada Pihak Ketiga serta akibat hukumnya, dan
Langkah-langkah PT. Bintika Bangunusa menyelesaikan masalah
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan Bab terakhir sekaligus penutup yang berisikan
tentang kesimpulan penulis dari pembahasan terhadap pokok
permasalahan serta saran-saran penulis atas bagaimana baiknya
langkah-langkah yang dapat diambil dalam mengatasi
15
A. Pengertian & Fungsi Surat Berharga
1. Pengertian Surat Berharga
Dunia perdagangan dewasa ini kian semakin bertumbuh pesat seiring
dengan perkembangan zaman dari waktu ke waktu. Hal ini adalah wajar karena
adanya kebutuhan manusia yang harus terpenuhi. Seiring dengan perkembangan
dunia perdagangan, orang menginginkan segala sesuatunya bersifat praktis tanpa
ingin disibukkan dengan hal-hal lain. Untuk itu kegiatan transaksi juga dituntut
agar mampu mengimbangi intensitas perdagangan, baik Nasional maupun
Internasional. Dari segi Internasional, kompleksnya hubungan atau transaksi
dagang internasional ini setidaknya disebabkan oleh adanya jasa tekhnologi,
sehingga setiap transaksi di bidangan perdagangan semakin cepat berlangsung.
Besar dan jayanya negara-negara di dunia tidak terlepas dari keberhasilan dan
aktivitas negara-negara tersebut dalam perdagangan Internasional8. Istilah
Perdagangan Internasional sendiri menurut Wikipedia merupakan perdagangan
yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas
dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa
antarperorangan ( individu dengan individu),antara individu dengan pemerintah
atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.
Perdagangan Internasional berkaitan dengan berbagai aspek, termasuk
hukum terutama Hukum Perdagangan Internasional. Beberapa para ahli
8
mengemukakan pendapatnya mengenai Hukum Perdagangan Internasional,
diantaranya, Schmitthoff mendefenisikan hukum perdagangan internasional
sebagai :”... the body of rules governing commercial relationship of a private
law nature involvingdifferent nations”9. Schmithoff menjelaskan bahwa aturan-aturan tersebut bersifat komersial. Artinya, Schmithoff dengan tegas membedakan
antara hukum perdata dengan hukum publik. Schmithoff menegaskan wilayah
hukum perdagangan Internasional tidak termasuk atau terlepas dari aturan-aturan
hukum Internasional Publik yang mengatur hubungan-hubungan komersial.M.
Rafiqul Islam dalam hal ini Rafiqul Islam memberikan batasan Perdagangan
Internasional sebagai berikut : “.... a wide ranging transnational,commercial
exchange of goods and services between individual business persons,trading
bodies and statses” Memberikan batasan keterkaitan erat antara Perdagangan
Internasional dan hubungan keuangan (financial relationship)10. Sedangkan Michelle Sanson yang merupakan Sarjana dari Australia memberikan batasan
bidang ini sesuai dengan pengertian kata-kata dan bidang hukum,dagang, dan
internasional. Menurutnya Hukum Perdagangan Internasional yakni “ can be
defined as the regulation of the conduct of parties involved in the exchange of
goods,services and technology between nations.” Sanson menyebut bidang
hukum ini adalah the regulation of the conduct of parties. Para pihaknya juga
dibuat tidak jelas, hanya dikatakan parties. Lain hal mengenai objek kajiannya
yang jelas,seperti jual beli barang, jasa dan tekhnologi11.
Lain halnya dengan Hercules BooysenBeliau dalam upayanya
memberikandefenisi tersebut, mengungkapkan unsur-unsur dari defenisi
perdagangan internasional, yakni terdapat tiga hal :
a) Hukum Perdagangan Internasional dapat dipandang sebagai suatu cabang
khusus dari hukum Internasional.
b) Hukum Perdagangan Internasional adalah aturan-aturan hukum Internasional
yang berlaku terhadap perdagangan barang,jasa dan perlindunganhak atas
kekayaan intelektual (HAKI).12
Kesadaran untuk melakukan transaksi Perdagangan Internasional cukup
lama disadari oleh para pelaku pedagang di tanah air sejak abad ke-17,salah
satunya oleh Kepala suku Bugis dalam berlayar hanya dengan menggunakan
perahu-perahu bugis yang kecil yang mampu menyeberangi lautan hingga ke
wilayah lain.Semakin cepat proses transaksi terjadi maka keuntunganpun akan
semakin besar di dapatkan oleh pihak pengusaha.Sejalan dengan hal tersebut
dibutuhkan suatu dokumen yang dapat memudahkan berjalannya kegiatan
perdagangan tersebut dengan lancar, aman dan praktis. Suatu alat yang mampu
untuk mengakomodir setiap perincian mengenai keiagaan-kegiatan perdagangan.
Oleh karena itu diciptakan suatu dokumen yang disebut sebagai surat
berharga yang memiliki nilai ekonomis yang dapat diperjualbelikan kepada
siapapun. Istilah surat berharga ini, dikenal dalam Bahasa Belanda yakni “Waarde
Papier”.Waarde berarti nilai dan dalam KUHD diartikan berharga dan papieren
berarti kertas berharga. Disamping hal tersebut terdapat beberapa istilah lainnya
yakni negotiable instruments, negotiable papers,transfarable papers,dan
12
commercial papers. Surat berharga mengacu pada suatu jenis benda tertentu yang
dipergunakan sebagai alat membayar utang. Di samping hal tersebut Surat
berharga sebagai suatu alat yang praktis. Dalam artian setiap orang yang ingin
melakukan transaksi tidak perlu membawa uang dalam jumlah yang besar sebagai
alat pembayaran, hanya dengan menggunakan surat berharga. Hal ini didasari
karena faktor keamanan, dimana dewasa ini marak terjadi kejahatan baik itu
pencurian, penipuan dan lain sebagainya, yang mana untuk tidak terkena masalah
tersebut dibuatlah suatu Surat berharga. Selain karena faktor keamanan,surat
berharga juga sudah menjadi mode masa kini, komoditi dalam dunia bisnis atau
objek perjanjian sehingga lebih menguntungkan dan lebih bervariasi.
Pengertian secara umum tentang surat berharga tidak dapat diketemukan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, namun terdapat beberapa sarjana
berkenaan dengan surat berharga tersebut mengemukakan pendapatnya mengenai
hal tersebut. Beberapa pengertian mengenai surat berharga dapat kita jumpai
dalam beberapa peraturan sebagai berikut :
1. Dalam Peraturan Bank Indonesia No.7/16/PBI/2005 disebutkan bahwa Surat
berharga adalah dokumen yang mempunyai nilai bagi penyimpan yang tidak
dapat diperdagangkan di pasar uang dan atau pasar modal.
2. Dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 sebagaimana yang telah merubah
Undang-Undang No.7 tahun 1992tentangPerbankan yang menyebutkan pada
pasal 1 butir ke 10 Bahwa Surat berharga ialah Surat pengakuan
hutang,wesel,saham,obligasi,sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya atau
kepentingan lain,atau suatu kewajiban dari penerbit,dalam bentuk yang lazim
Sedangkan menurut para ahli yang menjadi defenisi dari surat berharga yakni :
Molengraff dalam bukunya “Leidraad II” mengatakan “Akten of bewijsstukken,
welke krachtens beschikking van de uitgover of
krachtens wetsbepalingen het uitsluitende middel tot legitimatie
zijn,althans nodig zijn voor de invordering,worden wel waarde
papieren of papieren van waarde genoemd”,yang artinya akta atau surat bukti
yang menurut keputusan/kehendak penerbit atau ketentuan undang-undang adalah
salah satunya alat pengesahan,setidak- tidaknya diperlukan untuk
penagihan, itu disebut surat berharga atau surat yangberharga. Menurut
Zevenbergen dalam bukunya “Leerboek” mengatakan untuk
kepentingan pengertian yang benar mengenai surat berharga,menurut
hemat kami harus dipegang teguh prinsip mengenai perikatan,yang
menjadi dasar hukum diterbitkannya surat berharga itu,ialah apa yang
disebut “perikatan dasar” (onderliggende verbintenis),yang melakukan
peranan sebagai alat bukti atas kesemuannya itu,mengenai apa yang
ditentukan di dalamnya,kecuali dalam hal-hal luar biasa,yang di sini
juga harus diperhatikan. Sedangkan Scheltema/Wiarda dalam bukunya “Wissel-en
Chequerecht”, berpendapat Pada akhir tujuan kami tentang pengertian surat
berharga, kami berpendapat bahwa akta kepada-pengganti (aan order, to order)
dan akta kepada-pembawa (aan tonder, to bearer) adalah akta-akta uang sengaja
dibuat atau diterbitkan untuk memberi pembuktian tentang perikatan uang disebut
di dalamnya. Berbeda pula dengan Abdulkadir Muhammad yang mengatakan
bahwa Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan
uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar itu berupa surat
yang di dalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ke tiga atau
pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat itu.
Sedangkan surat-surat yang mempunyai harga atau nilai bukan alat
pembayaran,penerbitnya tidak untuk diperjualbelikan, melainkan sekedar sebagai
alat bukti diri bagi pemegang bahwa dia sebagai orang yang berhak atas apa yang
disebutkan atau untuk menikmati hak yang disebutkan dalam surat itu.Bahkan
bagi yang berhak, apabila surat bukti itu lepas dari penguasaannya, ia masih dapat
memperoleh barang atau haknya itu dengan menggunakan alat bukti lain. Serta
Velt Meijer yang menyebutkan bahwa surat berharga adalah suatu alat bukti dari
suatu tagihan atas orang yang menandatangani surat itu, tagihan mana
dipindahtangankan dengan menyerahkan surat itu dan akan dilunasi sesudah surat
itu ditunjukkan.
Menurut 6 orang ahli hukum tersebut, terdapat perbedaan-perbedaan
pandangan mengenai apa yang dimaksud dengan defenisi dari surat berharga,
yakni :
(a) Molengraaff berpendapat bahwa surat berharga ialah suatu bukti satu-satunya
alat pengesahan untuk melakukan suatu penagihan
(b) Zevenbergen berpendapat bahwa surat berharga ialah surat kepada-pengganti,
surat kepada-pembawa dan surat rekta.
(c) Scheltema/Wiarda berpendapat bahwa surat berharga ialah akta
kepada pengganti dan akta kepada pembawa.
(d) Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa surat berharga ialah surat yang
(e) Abdulkadir Muhammad berpendapat bahwa surat berharga ialah
pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi yang berupa pembayaran sejumlah
uang.
(f) Velt Meijer berpendapat bahwa surat berharga ialah alat bukti dari suatu
tagihan atas orang yang menandatangani.
Dalam praktiknya, kita juga sering mengenal istilah “Surat yang
berharga/Surat yang mempunyai harga”. Terdapat perbedaan antara Surat
Berharga dengan Surat yang berharga. Surat berharga diterbitkan sebagai
instrumen pembayaran, berbeda halnya dengan surat yang berharga yang
diterbitkan hanya sebagai alat bukti bagi seseorang sebagaimana identitas yang
tertera di surat tersebut. Contohnya, Kartu Tanda Pengenal (KTP), Surat Izin
Mengemudi (SIM), Akta Ijazah, Sertifikat, Piagam, Tiket dan lainnya.
Perbedaan antara surat berharga dengan surat yang mempunyai harga
adalah terletak pada sifat mudah atau sukar diperjualbelikan13. Surat berharga mudah untuk diperjualbelikan dengan pihak manapun, sedangkan surat yang
berharga sukar untuk diperjualbelikan. Mengenai jenis-jenis dari surat yang
berharga tersebut adalah sebagai berikut :
a. Surat Rekta
Surat Rekta ini merupakan suatu hak yang menurut undang-undang dapat
diberi bentuk sebagai surat berharga. Tetapi dengan kehendak para pihak agar
akta tersebut sukar untuk diperjualbelikan,maka diterbitkanlah dalam suatu bentuk
tertentu, oleh karena itu disebut dengan surat yang berharga.Para pihak
13
Joni Emirzon.Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya Di Indonesia.
mengkehendaki agar kedudukan kreditur tidak diganti dan dibentuklah surat
tersebut sehingga peralihan kreditur itu sukar dilaksanakan.
b. Surat Bukti Diri
Surat bukti diri dimaksudkan bahwa pemegangnya adalah pemilik yang
sah. Surat bukti diri itu diterbitkan tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan,
tetapi guna mempermudah pihak debitur guna mengenal krediturnya. Sebagai
contoh, apabila seseorang menitipkan bukunya kepada temannya, maka temannya
tersebut menerima suatu mandat. Hak untuk menuntut penyerahan barang tersebut
tidak dapat dialihkan ke pihak lain, tetapi hanya guna memudahkan si penerima
buku bilamana buku tersebut ingin diserahkan kepada temannya selaku pemilik
yang sah.
c. Surat Pengakuan/perintah membayar utang atas nama
Merupakan surat yang diterbitkan dan ditandatangani dan diserahkan
kepada kreditur, tetapi dengan maksud tidak ingin dialihkan kepada orang
lain.Apabila dikemudian hari surat tersebut ingin dialihkan kepada pihak lain,
maka penyerahannya harus dilakukan dengan cara sesi, dimana terdapat kesulitan
dan diawasi oleh debitur.Apabila debitur tidak diminta persetujuannya, maka sesi
tersebut tidak mengikat padanya. Surat pengakuan utang atas nama berisi
pengakuan debitur,bahwa ia telah berutang kepada kreditur sejumlah uang
tertentu,selama jangka waktu tertentu dan pengembalian dengan bunga tertentu.
Sebagai contoh yakni Surat deposito,surat tabungan, dan sebagainya.
2. Fungsi Surat Berharga
Sebagai suatu dokumen yang penting dalam lalu lintas perdagangan,
surat berharga memiliki fungsi yang kedudukannya menggantikan uang, selain itu
a. Sebagai Alat Pembayaran.
Surat berharga sebagai sebuah dokumen penting memiliki fungsi yang
setara dengan uang, dalam artian memudahkan terjadinya kegiatan bisnis. Hal ini
tentunya sangat memberikan dampak yang penting bagi masyarakat, khususnya
kaum Pengusaha, karena mereka tidak perlu lagi untuk membawa uang tunai
dalam jumlah yang besar, tetapi hanya dengan menggunakan sebuah dokumen
saja hal tersebut dapat terlaksana dengan baik. Lembaran surat berharga tersebut
antara lain, Wesel, Cek, Bilyet Giro, dan lain sebagainya.
b. Pembawa hak
Surat berharga berfungsi sebagai pembawa hak, dalam artian bahwa
tanpa adanya pembuktian lebih lanjut lagi baik mengenai keabsahan
perikatannya, maupun ada tidaknya itikad baik dari pemegangnya.
Setiap orang yang dapat mendalilkan bahwa ia adalah pemegang
surat berharga tersebut adalah pemegang yang sah demi hukum.Siapa
saja membawa surat berharga tersebut dapat menukarkannya dengan
sejumlah nilai uang tanpa adanya pembuktian-pembuktian lebih lanjut
lagi.
c. Surat bukti hak tagih
Pemegang surat berharga berhak atas sejumlah barang atau uang
sebagaimana yang tercantum dalam lembaran surat berharga tersebut.
Meskipun pemegang surat berharga tersebut tidak sama dengan nama
yang tercantum dalam dokumen tersebut, ia dapat mendalilkan hak
tagihnya. Hal ini mungkin saja terjadi dikarenakan adnya peralihan
lain. Apabila memang terjadi peralihan tersebut maka peralihannya
didasarkan dari Endosemen dari pemegang pertama, yang disebut
dengan legitimasi formil. Praktisnya bahwa dengan surat berharga
dapat ditukar dengan sejumlah uang tertentu atau memperoleh
sejumlah barang yang dapat diperjual belikan.
d. Salah satu Instrumen untuk memindahkan tagihan
Dalam artian bahwa pemilik surat berharga tersebut dapat
memindahkan hak tagih kepada pihak lain dengan mudah sekali. Akan
tetapi hal ini tergantung pada klausula yang terdapat dalam surat
berharga tersebut, apakah berklausula atas tunjuk, atas pembawa dan
sebagainya, apabila dialihkan maka dilaksanakan dengan cara
endosemen. Penyerahan suatu surat berharga kepada seseorang yang
berhak berdasarkan peralihannya berarti, semua tagihan yang
dicantumkan dalam surat tersebut diperalihkan kepada pemegang surat
berharga tersebut. Bahkan dalam pasal 116 dan 109 KUHD untuk
wesel dan 119 KUHD untuk surat sanggup diatur mengenai
perlindungan kepada pemegang surat berharga.14
B. Jenis-Jenis Surat Berharga
Surat berharga sebagai salah satu dokumen yang penting dalam kelancaran
lalu lintas perdagangan, terdiri dari berbagai jenis dengan pengaturan yang
berbeda-beda. Pengaturan mengenai surat berharga ada yang terdapat dalam Kitab
14
Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD) dan di perundang-undangan lainnya.
Jenis surat berharga yang terdapat di dalam KUHD diantaranya ialah :
1. Surat Wesel
Wesel sebagai salah satu jenis surat berharga memiliki beragam istilah
dari berbagai negara. Dalam bahasa Belanda disebut wisselbrief,
bahasa Inggris disebut Bill of Exchange, dan dalam bahasa Jerman
disebut wechsel. Dalam KUHD tidak disebutkan apa yang
dimaksudkan dengan pengertian Wesel, akan tetapi menurut Pasal 100
KUHD dapat disimpulkan bahwa wesel ialah Suatu Surat yang
berisikan nama surat-wesel yang dimuat di dalam teksnya sendiri dan diistilahkan
dalam bahasa surat ditulisnya; perintah tak bersyarat untuk sejumlah
uang tertentu; nama orang yang harus membayarnya (tertarik atau pembayar);
penetapan hari bayarnya; penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan;
nama orang yang kepadanya atau kepada orang lain yang ditunjuk olehnya,
pembayaran harus dilakukan; tanggal dan tempat surat wesel ditariknya, dan
terakhir tandatangan orang yang mengeluarkannya (penarik).
2. Konosemen (Bill Of Lading)
Istilah Konosemen(Bill Of Lading) dapat dijumpai dalam berbagai
bahasa diantarnya ( bahasa Belanda disebut : Cognossement; Inggris :
Bill of Lading;prancis : connaisemment ) Konosemen atau (Bill Of Lading)
merupakan salah satu dokumen pengangkutan barang yangmerupakan bagian dari
surat berharga dalam pengangkutan melalui jalur laut, yang diatur dalam pasal
506 KUHD.Terhadap pengangkutan barang khususnya melalui jalur laut terdapat
terjadinya proses pengangkutan barang mulai dari barang diterima oleh
Pengangkut dari pemilik barang sampai kepada penyerahan barang dari
Pengangkut kepada orang yang berhak atas barang tersebut dengan menunjukkan
dokumen pengapalan yang kita kenal dengan istilah Bill Of Lading (B/L) atau
dalam bahasa Indonesia disebut dengan Konosemen. Bill Of Lading (B/L)
merupakan suatu bentuk perjanjian pengangkutan barang antara pihak pengangkut
dengan pihak pemilik barang. Bill Of Lading (B/L) diterbitkan berdasarkan
Shipping Instruction yang merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh pihak
pemilik barang kepada pihak pengangkut. Shipping Instruction berisikan tentang
barang yang akan diangkut,kapal yang mengangkut,jumlah barang yang diangkut,
packing,tujuan muatan yang akan dikirimkan, nama penerima barang, dan tentang
pihak yang akan menanggung biaya pengangkutan. Bill Of Lading (B/L) hanya
dapat diterbitkan oleh Pihak Pengangkut serta Nakhoda Kapal, sebagaimana yang
terdapat dalam pasal 504 KUHD & dalam pasal 505 KUHD subjek dalam
perjanjian pengangkutan terdiri atas :
a. Pengangkut(Carrier)
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak dijumpai apa yang
menjadidefenisi pengangkut. Sedangkan dalam Undang-Undang Penerbangan
Nomor. 1 Tahun 2009 dikatakan bahwa Pengangkut ialah Badan Usaha angkutan
udara niaga,pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang melakukan
kegiatan angkutan udara niaga berdasarkan ketentuan undang-undang ini, dan/atau
badan usaha selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak
pengangkutan,bahwa Pengangkut merupakan pihak yang menyediakan jasanya
serta mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan orang
(penumpang) maupun barang dengan menerima suatu upah/penghasilan.
Dilihat dari sisi statusnya sebagai badan yang bergerak di bidang jasa
pengangkutan dapat dikelompokkan dalam empat jenis,yakni:
1. Perusahaan Pengangkutan Kreta Api;
2. Perusahaan Pengangkutan Jalan;
3. Perusahaan Pengangkutan Perairan;
4. Perusahaan pengangkutan udara.15 b. Pengirim (Consigner,Shipper)
Pengertian mengenai Pengirim secara umum tidak dapat kita jumpai dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Secara ringkasnya dalam perjanjian
pengangkutan,bahwa Pengirim ialah pihak yang mengikatkan dirinya kepada
pihak pengangkut untuk mengangkut barangnya dengan diwajibkan untuk
membayar biaya pengangkutan barang tersebut kepada pihak pengangkut. Dalam
hal ini Pengirim memperoleh pelayanan dengan memperoleh pelayanan jasa dari
pihak pengangkut untuk mengangkut barangnya ke tempat yang telah
diperjanjikan sesuai dengan yang telah dicantumkan dalan
Dokumen-Dokumen Kapal ( Shipping Documents).
c. Penumpang ( Passanger)
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Indonesia memberikan
defenisi kata “ Penumpang “. Penumpang ialah semua orang yang ada di
15
kapal,kecuali nakhoda, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 341 KUHD. Apabila
kita meninjau dari sisi Perjanjian Pengangkutan orang,bahwa Penumpang ialah
Pihak yang mengikatkan dirinya untuk diangkut oleh pihak pengangkut ke tempat
tujuan yang telah diperjanjikan dengan mewajibkannya membayar upah kepada
pihak pengangkut.
d. Penerima (Consignee)
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Indonesia tidak dapat kita
jumpai secara umum apa yang menjadi defenisi dari Penerima. Hal ini
dikarenakan Pihak Penerima merupakan Pihak Ketiga yang berkepentingan. Pihak
Penerima mungkin juga merupakan Pihak Pemilik Barang atau Pihak Ketiga di
luar dari perjanjian pengangkutan yang juga memiliki kepentingan atas barang
kiriman. Dalam Dokumen tersebut dengan jelas dicantumkan nama pemilik
barang,tanggal barang diangkut dan tiba sampai tujuan, jenis barang yang dikirim,
petikemas yang digunakan untuk mengangkut barang tersebut, kapal yang
digunakan sebagai sarana/transport yang digunakan untuk mengangkut barang
tersebut sampai ke pelabuhan tempat tujuan barang tersebut, dan sebagainya yang
nantinya akan terlampir. Sehingga apabila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan
terhadap barang tersebut maka pihak Pemilik barang dapat menuntut penggantian
kerugian dengan menunjukkan Konosemen tersebut kepada pihak Pengangkut
barang. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam KUHD Pasal 468. Si pengangkut
barang tidak diperbolehkan untuk diperjanjikan bahwa ia tidak bertanggungjawab
terhadap barang yang diangkutnya, terkecuali untuk satu potong barang yang
diangkutnya atau terjadi kekeliruan terhadap identitas barang tersebut yang
Menurut H.M.N. Purwosudjipto, rasio ketentuan bahwa konosemen
tersebut diterbitkan dalam dua lembar itu adalah karena ada kemungkinan tersebut
hilang. Hal ini juga sebagaimana diatur dalam Pasal 507 KUHD yang mengatakan
bahwa :
“Konosemen dikeluarkan dalam dua lembaran yang dapat diperdagangkan.
Konosemen jenis pertama dapat diperdagangkan, sedangkan jenis kedua hanya
untuk kepentingan administrasi. Lembaran-lembaran Konosemen tersebut dapat
dipergunakan dan lembaran tersebut berlaku kesemuanya untuk satu dan satu
untuk semuanya, sehingga apabila satu lembar asli telah
dipakai maka lembaran lainnya tidak berlaku lagi.”
Pengaturan lainnya mengenai Konosemen ini diatur dalam Pasal 508 KUHD yang
mengatakan bahwa :
“Suatu konosemen atas tunjuk dipindahtangankan dengan endosemen dan
penyerahan suratnya. Endosemen tersebut tidak perlu membuat penyebutan
tentang telah dinikmatinya harga, pun tidak usah ditulis atas tunjuk. Satu-satunya
tanda tangan pada bagian belakang konosemen tersebut sudah cukup.”
Dalam Konosemen juga tetap dicantumkan lembaran yang tidak dapat
diperdagangkan. Konosemen yang dapat diperdagangkan ialah konosemen yang
asli saja. Ketentuan atau persyaratan yang menentukan bahwa konosemen
diterbitkan dalam beberapa lembar dinamakan klausul cassatoria16. Terhadap
Konosemen terdapat hal-hal yang sering timbul antara lain: keadaan barang yang
diserahkan tidak cocok dengan konosemen, kemudian dua orang pemegang
16
konosemen menuntut penyerahan yang sama,serta siapa diantara dua orang
pemegang konosemen yang benar-benar berhak atas barang-barang yang
bersangkutan. Bill of Lading sebagai salah satu surat Berharga dapat dialihkan
kepada pihak ketiga dengan cara :
a. Surat berharga atas nama
b. Surat berharga kepada-pengganti
c. Surat berharga kepada-pembawa
Berdasarkan hal di atas, maka penulis tertarik untuk membahas dan
menganalisa lebih jauh lagi mengenai Prosedur Peralihan Bill Of Lading
(B/L).Oleh sebab itu, penulis dalam penulisan skripsi ini mengambil judul yaitu :
“Tinjauan Yuridis Mekanisme Peralihan Bill Of Lading (B/L) Sebagai Salah Satu
Surat Berharga Dalam Perdagangan Internasional ( Studi Penelitian : PT. Bintika
Bangunusa).
Dimana Penulis mencoba membahas mengenai bagaimana prosedur
peralihan Bill Of Lading (B/L) sebagai salah satu surat berharga dalam
perdagangan internasional dikaitkan dengan ketentuan hukum yang berlaku.
3. Cek
Dalam KUHD tidak disebutkan secara tegas tentang apa yang disebutkan
mengenai pengertian Cek tersebut, namun pengatura mengenai Cek tersebut diatur
dalam Pasal 178 KUHD yang mengisyaratkan bahwa tiap-tiap cek berisikan :
(a) nama “cek” dimuatkan dalam teksnya sendiri dan diistilahkan
dalam bahasa cek itu ditulisnya;
(b) perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu;
(c) nama orang yang harus membayarnya (tertarik atau pembayar)
(e) penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan;
(f) nama orang yang kepadanya atau kepada orang lain yang ditunjuk
olehnya
Pengertian Cek secara umum yakni surat perintah tanpa syarat dari
nasabah kepada bank yang memelihara giro nasabah tersebut, untuk membayar
sejumlah uang kepada pihak yang disebutkan di dalamnya atau kepada pemegang
cek tersebut. Cek merupakan salah satu sarana yang ditawarkan oleh pihak bank
kepada nasabahnya untuk mengambil sejumlah uang di rekening giro. Cek juga
digunakans sebagai alat untuk pembayaran.
Cek sebagai salah satu alat yang digunakan dalam melakukan pembayaran terdiri
atas :
a. Cek atas nama
b. Cek atas tunjuk
c. Cek silang
d. Cek Mundur
e. Cek Kosong17 4. Bilyet Giro
Kata “bilyet” sendiri berasal dari bahasa belanda yang artinya surat, dan
“giro” yang berarti simpanan pada bank yang penarikan dana dapat dilakukan
setiap saat dengan menggunakan cek atau perintah pemindah-bukuan.
Pada pasal 1 huruf d SK BI No. 28/32/KEP/DIR/1995 menyebutkan bahwa :
“bilyet giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan
dana, untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan
17
kepada rekening pemegang bilyet giro yang disebutkan namanya”
Bilyet Giro sebagai salah satu surat berharga pengaturannya tidak
dijumpai dalam KUHD, tetapi tumbuh dan berkembang dalam praktik perbankan
karena kebutuhan dalam melakukan transaksi. Ketentuan mengenai penggunaan
terhadap bilyet giro tersebut diatur oleh Bank Central yakni Bank Indonesia untuk
dapat dipedomani oleh bank-bank lainnya. Hal ini sebagaimana yang terdapat di
dalam Surat Edaran Bank Indonesia Np.4/670/UPB/PBB, tanggal 24 januari 1972
j.o. SK Direktur BI No. 28/32/KEP/DIR, tertanggal 4 juli 1995.Dalam bilyet giro
terdapat ketentuan mengenai penggunaan bilyet giro secara efektif dalam tempo
paling lama 70 hari, oleh sebab itu dalam bilyet giro terdapat dua tanggal yang
tertera di dalamnya, yakni tanggal penerbitan dan tanggal efektif. Sehingga
tanggal penerbitan pada bilyet giro merupakan suatu alat ukur untuk menghitung
mulainya masa penawaran, dimana tanggal efektif harus terletak dalam masa
penawaran tersebut.Meskipun bilyet giro sebagai salah satu alat pembayaran,
tetapi bilyet giro tidak dapat dialihkan kepada pihak manapun. Hal ini
dikarenakan tidak terdapatnya klausula yang menunjukkan cara memindahkannya
kepada pihak lain.
5. Surat Saham
Salah satu surat berharga yang sering diperdagangkan pada pasar modal
yakni Surat Saham selain efek atau sekuritas. Saham dapat didefenisikan sebagai
surat berharga yang merupakan tanda kepemilikan atau penyertaan seseorang atau
badan hukum terhadap suatu perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT).
Dengan adanya saham juga menyatakan bahwa seseorang atau suatu badan hukum
Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas
tersebut merupakan pemilik perusahaan. Bagian kepemilikan ditentukan oleh
seberapa besar penyertaan yang ditanamkan pada perusahaan tersebut. Saham
memberikan suatu timbal balik akibat penyertaan yang ditanamkan pada suatu
perusahaan yang berupa Deviden, yang umumnya dilakukan sekali setahun
disertai dengan kenaikan harga saham di pasar (capital gain). Deviden dan capital
gain akan diperoleh jika perusahaan memperoleh laba. Deviden merupakan laba
yang dibagikan. Sedangkan capital gain terjadi karena adanya laba yang tidak
dibagikan dan faktor pertumbuhan perusahaan di masa depan. Sebuah perusahaan
yang mengalami kerugian tidak akan membagikan deviden kepada para pemegang
sahamnya.
Saham dapat dibagi dalam dua jenis yakni :
a. Saham Biasa
Merupakan pemilik sebenarnya suatu perusahaan. Mereka yang memiliki
saham biasa memperoleh resiko dan mendapatkan keuntungan. Dimana pada
saat kondisi perusahaan memburuk, mereka tidak akan memperoleh deviden,
sebaliknya apabila perusahaan tersebut memperoleh keuntungan maka para
pemegang saham biasa memperoleh deviden yang lebih besar dan tidak
menutup kemungkinan untuk memperoleh saham bonus. Dalam RUPS (Rapat
Umum Pemegang Saham) pemegang saham biasa ikut menentukan
kebijaksanaan perusahaan. Apabila perusahaan tersebut dinyatakan bangkrut
atau dilikuidasi maka pemgang saham biasa akan membagi sisa aset
b. Saham Preferen
Saham Preferen adalah saham yang pemiliknya akan memiliki hak lebih
dibanding hak pemilih saham biasa. Pemegang saham preferen akan mendapat
deviden lebih dahulu dan memiliki suara yang lebih dibandingkan dengan
pemegang saham biasa. Sebagai contoh dalam menentukan direksi.
6. Sertifikat Bank Indonesia
Sertifikat Bank Indonesia atau disingkat dengan nama SBI mulai diatur
penerbitannya dengan Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1984 tentang
Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia yang mengacu pada undang-undang No. 13
tahun 1968 tentang Bank Central18. Dalam pasal 1 angka 2 SK Direksi Bank
Indonesia No.31/67/KEP/DIR tentang penerbitan dan perdagangan SBI serta
intervensi rupiah, dijelaskan bahwa :
“ Sertifikat Bank Indonesia (SBI adalah surat berharga atas tunjuk dalam
rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka
waktu pendek dengan sistem diskonto).”
C. Syarat-Syarat Surat Berharga
Suatu surat berharga berfungsi sebagai alat pembayaran dalam melakukan
transaksi perdagangan oleh para pihak, untuk memenuhi kriterianya sebagai alat
pembayaran maka surat berharga tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan.
Secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak
terdapat syarat-syarat secara khusus mengenai surat berharga, hanya dalam
KUHD diatur mengenai hal-hal yang dimuat dalam suatu surat berharga,
contohnya wesel,cek, dan sebagainya. Dari berbagai syarat-syarat yang harus
18
dimuat dalam surat berharga seperti wesel,cek,surat sanggup, dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa dalam suatu surat berharga memuat hal-hal yakni :
(a) Nama surat berharga,baik itu wesel,cek,dsb.
(b) Perintah/ janji tak bersyarat.
(c) Nama orang yang harus membayar.
(d) Penunjukan hari gugur.
(e) Penunjukan tempat, dimana pembayaran harus dilakukan.
(f) Nama orang, kepada siapa atau kepada pengantinya pembayaran itu
harus dilakukan.
(g) Penyebutan tanggal, tempat surat berharga diterbitkan.
(h)Tanda tangan penerbit
Richard Spielde dan Steve H.Nickles dalam bukunya yang berjudul
Negotiable instruments and Chek Collection, dijelaskan bahwa ada sembilan
persyaratan yang harus ada pada surat berharga,yaitu 19:
a.Writing
b. Singned by maker or drawer
c. Promise or order
d. Unconditional
e. Money
f. Fixed amount
g. Payable on demand or at a definite time
h. Payable to order or to bearer (words of negotiabiliy)
i. No other undertaking or Instruction.
19
Joni Emirzon, dalam bukunya yang berjudul Hukum Bisnis Indonesia
menjelaskan bahwa suatu surat berharga secara umum memuat20: 1. Nama surat berharga
2. Jumlah tertentu
3. Perintah/janji tak bersyarat
4. Nama orang yang harus membayar
5. Penetapan hari bayar
6. Tanggal dan tempat penerbitan
7. Tanda tangan penerbit
Dari berbagai persyaratan umum yang telah dijelaskan tersebut, dapat ditemukan
kesamaan pada umumnya suatu surat berharga yakni :
a. Berbentuk Tertulis
b. Memiliki nama
c. Bertandatangan
d. Jumlah tertentu
e. Adanya kata perintah untuk membayar
f. Nama orang yang harus membayar
g. Hari pembayaran secara terperinci
Meskipun terdapat kesamaan dalam suatu surat berharga, akan tetapi
terdapat perbedaan pada setiap surat berharga yang mana hal ini menjadi syarat
khusus surat berharga. Sebagai contoh pada Surat berharga jenis Wesel terdapat
kata perintah yang berbunyi “ Bayarlah surat wesel ini kepada...dst. “.
Kemudian pada Surat berharga jenis Cek terdapat perintah yang berbunyi “ Atas
20
penyerahan cek ini bayarlah kepada...”. Lain juga halnya dengan Bilyet Giro
dimana terdapat kata perintah pemindah buku dari rekening penerbit ke rekening
ke rekening orang yang disebutkan dalam bilyet tersebut.
Selain syarat tersebut yang berupa kata perintah terdapat syarat lainnya
yakni seperti Nomor seri dari suatu surat berharga. Dimana Setiap surat berharga
jenis apapun itu terdapat nomor seri yang diterbitkan oleh pihak penerbit yang
berbeda satu dengan yang lain meskipun dalam jenis yang sama. Nomor seri
tersebut dibuat sebagai tanda pembeda atau alat pengontrol bagi penerbit maupun
bagi pihak tersangkut. Antara surat berharga yang satu dengan surat yang lainnya
dalam jenis yang sama maupun dalam jenis surat berharga yang berbeda yang
tidak dapat dijumpai adanya kemiripan. Setiap surat berharga memiliki
karakteristik yang berbeda, karena merupakan syarat khusus bagi pihak penerbit
dan pihak tersangkut.21
21
38
MELALUI JALUR LAUT
A. Ketentuan Hukum Mengenai Bill Of Lading (B/L)
Dewasa ini kegiatan Ekspor-Impor barang adalah suatu kegiatan bisnis
yang sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, seperti eksport import
rempak-rempah, bahan pangan, dan sebagainya. Dimana hal ini dilakukan guna
meningkatkan pendapatan negara terkhusus mensejahterakan rakyatnya. Kegiatan
perdagangan menjadi suatu indikator bagi suatu bangsa untuk mengukur sejauh
mana pertumbuhan dari sektor ekonominya. Banyak faktor yang mempengaruhi
tingkat kelancaran perdagangan suatu negara seperti faktor budaya masyarakat,
geografis negara, kualitas sumber daya alam dan manusia,aturan hukum yang
berlaku dan sebagainya. Dari segi aturan hukum khusus di Indonesia terkait
mengenai perdagangan diatur dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2014. Tingkat
kelancaran proses Eksport-Import merupakan suatu ukuran dari segi ekonomi
tentang kondisi suatu bangsa.Untuk mendorong laju lalu lintas perdagangan di
berbagai negara maka dibutuhkan suatu dokumen/data yang dapat menguraikan
segala hal tentang barang tersebut dalam suatu wadah yang didasarkan dari jenis
pengangkutan barang tersebut.Amir M.S pada buku seri nomor 3 tentang Ekspor
Impor - Teori dan Penerapannya mengelompokkan dokumen-dokumen dalam
perdagangan Internasional, sebagai berikut :
a. Dokumen Induk
Pelaksana Utama Perdagangan Internasional. Fungsi dari dokumen induk ini
sebagai alat bukti realisasi transaksi. Contohnya Faktur Perdagangan, Letter Of
Credit (L/C), Bill Of Lading (B/L), dan Polis Asuransi.
b. Dokumen Penunjang
Dokumen Penunjang merupakan dokumen yang dikeluarkan untuk mempertegas
rincian keterangan yang terdapat dalam dokumen induk. Sebagai contoh, Packing
List, Weight-Note, Measuremen List, Inspection certificate, Chemical–
Analysis,Test Certificate, Manufacturer’s Certificate,dan Certificate of Origin.
c. Dokumen Pembantu
Dokumen pembantu merupakan dokumen yang digunakan para
pelaksana dalam melanjutkan pekerjaannyaDalam hal ini penulis secara khusus
membahas dokumen pengangkutan melalui jalur laut.21
Pengangkutan melalui jalur laut sudah lama dikenal dan tidak dapat
dipastikan kapan pengangkutan barang melalui jalur laut tersebut dimulai. Banyak
pihak yang memilih pengangkutan barang melalui jalur laut, hal ini dikarenakan
dari segi biaya yang lebih murah dibandingkan dengan pengangkutan jalur
lainnya. Untuk memudahkan jalannya kegiatan perdagangan melalui jalur laut
tersebut, diterbitkanlah suatu dokumen pengapalan yang menjadi ciri dari
pengangkutan barang melalui jalur laut. Dokumen yang umum dipakai dalam
pengangkutan laut ialah:
a. Bill Of Lading
b. Sea way bill
21
Amir M.S. Ekspor Impor-Teori dan Penerapannya, PT. Pustaka Binaman presindo,Jakarta,1986,Hal. 217
Dalam hal ini penulis mengkaji dokumen Bill Of Lading. Bill Of Lading
dalam bahasa Indonesia disebut Konosemen. Sebagaimana yang telah
disampaikan pada topik sebelumnya yakni jenis-jenis surat berharga. Istilah Bill
Of Lading dapat dijumpai dalam berbagai bahasa ( bahasa Belanda disebut :
Cognossement; Inggris :Bill of Lading;prancis:connaisemment).
Bill Of Lading (B/L) adalah surat tanda bukti kepemilikan barang yang
telah dimuat dalam kapal laut serta juga sebagai bukti adanya kontrak atau
perjanjian pengangkutan barang melalui laut. Banyak istilah dan pengertian yang
sama maksudnya dengan Bill Of Lading(B/L) seperti Air Waybill untuk
pengangkutan dengan jalur udara melalui pesawat, Railway Consignment Note
untuk pengangkutan jalur darat dengan menggunakan transportasi kreta api dan
sebagainya. Bill Of Lading (B/L) yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan
istilah Konosemen merupakan dokumen pengapalan yang sangat penting karena
memiliki sifat jaminan atau pengamanan. Lembaran asli Bill Of Lading(B/L)
menunjukkan hak atas kepemilikan barang-barang yang karenanya apabila
seseorang tidak dapat menunjukkan dokumen Bill Of Lading (B/L) tersebut maka
tidak dapatlah kepadanya diserahkan barang-barang yang dbutkan di dalamBill Of
Lading(B/L) tersebut.
22
Dalam pasal 506 KUHD disebutkan yang menjadi pengertian Konosemen
atau Bill Of Lading (B/L) yakni :
“Konosemen adalah suatu surat yang bertanggal dengan mana si
pengangkut menerangkan bahwa telah menerima barang tersebut untuk diangkut
ke satu tempat tujuan tertentu dan menyerahkannya disitu kepada seseorang
tertentu, begitu pula menerangkan syarat-syarat apakah barang-barang itu
diserahkan.”
Pihak yang berhak untuk menerbitkan Konosemen adalah pihak
perusahaan pengangkut, yang didasarkan pada pasal 504 KUHD dan seorang
nakhoda kapal sebagaimana yang dimuat dalam pasal 505 KUHD. Seorang
nakhoda kapal dapat menerbitkan B/L apabila sewaktu perwakilan pengangkut
tidak bisa ditemui di tiap-tiap pelabuhan, tetapi hal tersebut jarang terjadi. Perlu
kita ketahui juga bahwa pada zaman sekarang hampir tidak dapat dijumpai lagi
pengangkut yang bukan merupakan badan hukum. Hal ini sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No.2 tahun 1969, Pasal 15 dan 21 yang mengkehendaki
agar setiap pengangkut/pengusaha kapal/perusahaan pelayaran harus merupakan
suatu badan hukum.
Dalam penerbitan Bill Of Lading (B/L) terdapat para pihak yang terlibat
diantaranya :
a. Shipper yaitu pihak yang bertindak sebagai benneficiary.
b. Consignee yaitu para pihak yang diberitahu tentang tibanya
barang-barang.
c. Notify Party yaitu pihak yang ditetapkan dalam L/C.
Suatu Bill Of Lading (B/L) dapat dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain :
1. Received for Shipment B/L
Received for Shipment B/L dilakukan untuk barang yang akan dimuat ke atas
kapal atau sering juga disebut konosemen “to be shipped”. Jadi dalam hal ini
barang-barang dari pengirim belum dimuat di atas kapal. Konosemen seperti ini
oleh pengangkut diserahkan kepada pengirim dengan penarikan kembali resi
penerimaan atau resi penimbunan barang dari pengirim. Jadi konosemen “to be
shipped” itu berarti bahwa pengangkut telah menerima barang-barang dari
pengirim untuk diangkut dengan kapal tertentu dan pada waktu tertentu pula.
Namun belum terjadi pengapalan barang-barang.
Dalam konosemen “to be shipped” ini pengangkut atau agennya tidak ada
kewajiban untuk mengangkut barang-barang pengirim seandainya ruangan kapal
telah terisi penuh muatan dari pelabuhan sebelumnya.
2. Shipped on Board B/L
Merupakan B/L yang dikeluarkan apabila perusahaan pelayaran yang
bersangkutan mengakui telah menerima barang-barang yang akandikirim dan
telah dimuat ke dalam kapal tertentu,dengan konosemen “the shipped” ini
pengangkut mengakui bahwa barang-barang seperti yang dicantumkan dalam
konosemen itu benar-benar telah dimuat di atas kapal dan nama kapal itu pun
telah diketahui secara pasti,sedang tentang pemberangkatan kapal itu pun juga
telah diketahui. Konosemen “to be shipped” dapat diubah menjadi konosemen
“to shipped” kalau barang-barang itu telah dimuat di atas kapal tertentu serta
tersedianya ruangan kapal yang diperlukan.23
23
3. Short Form B/L
Merupakan Jenis B/L yang hanya mencantumkan catatan singkat mengenaibarang
yang akan dimuat ke dalam kapal.
4. Long Form B/L
Suatu jenis B/L yang memuat seluruh syarat-syarat pengangkutan secara
terperinci.
5. Through B/L
Merupakan Istilah B/L yang digunakan sehubungan dengan dokumen yang
berisi kontrak angkutan bertahap. Jenis B/L ini berisi klausul untuk
memberikan hak kepada carrier (pengangkut) untuk mentranship muatannya
di pelabuhan tertentu24. 6. Combined Transport B/L
Merupakan B/L yang diterbitkan sebagai akibat dari banyaknya perusahaan
pelayaran yang melakukan pengangkutan barang dengan menggunakan peti
kemas, yang mencakup transportasi peti kemas dari tempat asal ke tempat
tujuan.
7. Charter Party B/L
Charter Party B/L merupakan jenis B/L yang digunakan apabila dalam proses
pengangkutan barang menggunakan “charter” (sewa borongansebagian/seluruh
bagian kapal)
8. Liner B/L
Liner B/L merupakan B/L yang dikeluarkan untuk pengangkutan barangdengan
kapal yang telah memiliki jalur perjalanan serta persinggahan yangterjadwal
dengan baik.
24