• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenologi, Fenomenavivipary, Pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap viabllitas serta vigor labu siam (Sechium edule, Jacq Swam)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fenologi, Fenomenavivipary, Pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap viabllitas serta vigor labu siam (Sechium edule, Jacq Swam)"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)

FENOLOGI, FENOMENA

VIVIPARY,

PENGARUH STADIA

KEMASAKAN BENlH DAN WAKTU KONSERVASI

TERHADAP VlABlLlTAS SERTA VIGOR LABU SlAM

(Sechium

edule,

Jacq Swa rtz)

OLEH

:

LULUK PRlHASTUTl EKOWAHYUNI

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(98)

ABSTRAK

FENOLOGI, FENOMENA

VIVIPARY,

PENGARUH STADIA

KEMASAKAN BENlH DAN WAKTU KONSERVASI TERHADAP

VlABlLlTAS DAN VIGOR LABU SlAM

(Sechium edule,

Jacq Swartz)

Labu Siam adalah salah satu tanaman sayuran dataran tinggi yang diduga

mennpunyai benih yang bersifat rekalsitran. Tanaman ini sangat cocok tumbuh di

dataran tinggi di Indonesia dan berproduksi terus sepanjang tahun. Labu Siam

menipunyai beberapa kegunaan yaitu sebagai sayur, obat, mencegah erosi,

makanan ternak, dan seratnya bisa untuk diet kalori, membuat topi dan

kera~njang

.

Penelitian ini adalah untuk memastikan sifat rekalsitransi benih labu Siam.

Penlelitian ini terdiri-dari tiga percobaan, yaitu 1) Fenologi untuk menentukan

stadia masak fisiologis, 2) Fenomena vivipary dengan menganalisis kandungan

ABA, dan IAA, dan 3) Pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu konservasi

terhedap viabilitas dan vigor labu Siam.

Metodologi untuk percobaan pertama adalah dengan mengamati

perkembangan bunga dan buah labu Siam pada 15 tanaman terpilih yang diberi

tanda dan diulang sebanyak 3 kali untuk menentukan stadia masak fisiologis

benih labu Siam. Tempat penelitian di desa Barukupa bawah Cipanas Jawa

Barat (daerah sentra produksi labu Siam). Percobaan kedua adalah dengan

menganalisis kandungan hormon ABA dan IAA pada empat stadia kemasakan

benih, yaitu stadia 9 (14 HSA),stadia 10 (21 HSA), stadia 11 (28 HSA), dan

stadia 13 (42 HSA) diulang sebanyak tiga kali. Percobaan ketiga adalah

meniastikan apakah benih labu Siam termasuk benih rekalsitran pada tiga stadia

kemasakan benih (Stadia 10, stadia 11 dan stadia 13) dan empat waktu

konservasi (0 jam, 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 42 jam) yang diulang sebanyak 3

(99)

staclia rnasak fisiologis benih labu Siam diduga pada urnur 28 HSA dengan ciri

viabilitas, vigor dan berat kering maksirnum, 2) fenornena vivipary labu Siarn

terjzidi karena sernakin rneningkat stadia kemasakan benih maka kandungan

ABCl sernakin rnenurun dan kandungan IAA sernakin rneningkat, 3) benih labu

Siarn terrnasuk benih rekalsitran tinggi dengan ciri kadar air kritikalnya tinggi.

Hasil penelitian adalah sebagai berikut untuk percobaan I, perkernbangan

benih labu Siarn terdiri-dari tiga tahap

:

I ) tahap perturnbuhan, terjadi pada stadia

4 hingga 6, 2) tahap rnenghirnpunlakurnulasi cadangan rnakanan terjadi pada

stadia 6 hingga 8, dan 3) tahap pernasakan terjadi pada stadia 8 hingga 11.

Staclia rnasak fisiologis diduga dicapai pada stadia 11 pada 28 HSA, yaitu

dengan ciri buah eksokarp berwarna hijau keputihan, integumen sudah lepas dari

endiokarp buah, ujung buah sudah mernbelah, bobot basah buah 362.8 gram,

bobot basah benih 4.28 gram, berat kering benih 0.42 gram, panjang buah 12

crn, lebar buah 19.5 crn, daya berkecambah buah 90 %, kadar air 90.3 %. Ciri

fisiollogi adalah viabilitas, vigor dan berat kering tertinggi.

Percobaan 2, fenornena vivipary yang terjadi pada benih labu Siarn adalah

kanclungan ABA sernakin rneningkat dan kandungan IAA rnenurun dengan

sernakin rneningkatnya stadia kemasakan benih. Fenomena vivipaly labu Siam

diduga karena ke rjasarna ABA dengan fitohorrnon lainnya seperti IAA, giberelin,

sitokinin dan etilen, artinya bukan didorninasi oleh ABA. Kandungan IAA

walaupun rnenurun jurnlahnya lebih banyak dari ABA baik di poros ernbrio

rnaupun di kotiledon.

Percobaan 3, Pengaruh perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu

konservasi menunjukkan bahwa labu siam terrnasuk rekalsitran tinggi dengan

kadar air kritikalnya tinggi dan dalarn waktu yang singkat dapat rnenurun

viab~litas dan vigornya. Kadar air kritikal benih labu Siam ada dua yaitu sebesar

(100)

dan 85.3 % pada interaksi perlakuan stadia 13 dengan tanpa dikonservasi dan

interakasi perlakuan stadia 13 waktu konservasi 12 jam. Benih pada stadia 11

umur 28 HSA pada saat masak fisiologis, mempunyai ketahanan yang tinggi

terhadap waktu konservasi dan mempunyai nilai viabilitas, vigor, dan berat kering

(101)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : Fenologi,

Flenomena Vivipaty, Pengaruh Stadia Kemasakan Benih Dan Waktu Konservasi

Terhadap Viabilitas Serta Vigor Labu Siam, adalah benar hasil karya sendiri.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dapat dinyatakan

stxara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor Mei 2002

(102)

FENOLOGI, FENOMENA

VlVlPARY,

PENGARUH STADIA

KEMASAKAN BENlH DAN WAKTU KONSERVASI

TERHADAP VlABlLlTAS SERTA VIGOR LABU SlAM

(Sechium

edule,

Jacq Swartz)

OLEH

:

LULUK PRlHASTUTl EKOWAHYUNI

AGR 99055

Tesis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada

Program PascaSarjana lnstitut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(103)

Judlul Tesis

:

FENOLOGI, FENOMENAVIVIPARY,

PENGARUH STADIA KEMASAKAN BENlH

DANWAKTUKONSERVASITERHADAP

VlABlLtTAS SERTA VIGOR LABU SlAM

(Sechium edule, Jacq Swam)

Nama mahasiswa : LULUK PRlHASTUTl EKOWAHYUNI

Nomor Pokok

: 99055

Program Studi

: Agronomi

Menyetujui

1.

Komisi Pembimbing

Dr

I ati Budiarti, MS

/f

w L-,

Dr Ir

Hj. Satriyas Ilyas, MS

2.

Ketua Program Studi Agronom

Dlr Ir Hajrial Aswidinoor, MSc

Dr Zainal Alim Mas'ud

(104)

Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 26 Juni 1964 dari Ibu Sri Ami~narti dan Ayah Drs. Ahmad Sudaryono sebagai puteri pertama dari lima bersaudara.

Penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri II, Gotong Royong Tanjung

Kariang pada tahun 1982, kemudian melanjutkan ke Fakultas Pertanian

Universitas Lampung dan lulus Sarjana pada tahun 1987.

Pada waktu menjadi mahasiswa di Fakultas Pertanian Universitas Lampung

penulis telah dipercaya menjadi asisten dosen untuk mata kuliah Botani Umum tahun 1983, selanjutnya pada tahun berikutnya menjadi asisten dosen mata

kuliah Fisika dan Fisiologi Tumbuhan. Penulis juga aktif dalam organisasi mahasiswa intrakurikuler maupun organisasi ekstrakurikuler, sehingga atas

pengalaman-pengalaman tersebut penulis dapat diterima sebagai Staf Pengajar Fakrlltas Pertanian Universitas Nasional sejak Tahun 1988 hingga sekarang.

Pads bulan Agustus 1996 penulis mendapatkan penghargaaan sebagai Dosen Teladan Harapan II se Kopertis Wilayah 111 Jakarta.

Pads tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan pada Program

PascaSarjana lnstitut Pertanian Bogor pada Program Studi Agronomi Sub

Program Studi llmu Benih dengan bantuan Biaya dari Pengelola Beasiswa

(105)

Alhamdulillahirrobil'alamin penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu

Walta'ala karena hanya atas berkah dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan

Tesis ini.

IDada kesempatan ini penulis mengucapkan Jadzakkumullahi khairron kasyiiro

atair terimakasih yang sebesar-besamya kepada Dr Ir Tati Budiarti,MS sebagai

Ketl~a Komisi Pembimbing Dr Ir Hj. Satriyas Ilyas, MS dan Dr Zainal Alim Mas'ud

masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan

pengarahan mulai dari penyusunan rencana penelitian sampai dengan

penyusunan tesis ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pengelola

Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS) Depdikbud DIKTI, Kepala

Labloratorium llmu dan Teknologi Benih IPB, Kepala Laboratorium Unit Penelitian

Tanaman Balitbio Cimanggu Bogor. Terimakasih yang sebesar-besamya

disampaikan kepada Bapak Haji Doyen petani sayur di desa Barukupa Bawah

Cipanas Jawa Barat. Rasa terima kasih yang setulus-tulusnya penulis

sarn~paikan kepada : 1) Rektor Universitas Nasional (UNAS) Jakarta, Dekan Faklultas Pertanian Universitas Nasional seria Direktur Program PascaSarjana

IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan

pencdidikan di lnstitut Pertanian Bogor. 2) Ibu Hetty, Bapak Barnbang, Ibu Yetti,

Ibu Elly, Bapak Jajang, Mas Santo, Bapak Sarju, Heru, Yosaphat, dan kawan-

kawan serta semua pihak baik karyawan maupun mahasiswa yang telah banyak

mernbantu selama pelaksanaan penelitian, 3) Adik lchwan Novianto

Ponconugroho dan adik Ir. Dudi Agung Rahardjo dan istri serta adik Unggul S.E

dan istri adik Ir. Andi Wijanarko Tribaskoro serta istri yang telah banyak

mennbantu dan dukungan moril kepada penulis. 4. lbunda tercinta Sri Aminarti

(106)

serr~angat, dan pengorbanannya selama penulis mengikuti pendidikan di program

PascaSarjana IPB sampai dengan penyelesaian tesis ini. 5. Suami tercinta Yanzi Sofyan, anak-anak tersayang Lailatul Maghfirah Tsaqilah, Muhammad Fajri AI'Haq, dan Muhammad Yaumul Rizki yang telah sabar dan tetap memberikan dorongan moril maupun spirituil yang tidak terhingga besarnya dari mulai

menjalani program pendidikan hingga selesai penulisan tesis ini. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesi:; ini. Semoga Allah Subhana Waia'ala memberikan Rahmat dan HidayahNya kepiida semua pihak yang telah banyak membantu sampai penulis dapat men~yelesaikan pendidikan ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan tetapi pen~llis tetap mengharapkan semoga hasil yang dituangkan dalam tesis ini bisa

bernianfaat bagi pihak yang memerlukannya.

Bogor, Mei 2002

(107)

No. Singkatan

1. BPPS

2. AGR

3. IPB

4. UNAS

5. ABA

6. IAA

7. BKT

8. BKA

9. HST

10. IU 11. dpl

12. ACC

13. M

14. T

15. DMRT 16. BBE 17. BBB 18. P 19. DB

20. PTM 21.

KABu

22. BK

23. Lbu

24. BBu

25. Pbu 26. KAB

Kepanjangan

Beasiswa Program PascaSarjana Agronomi

lnstitut Pertanian Bogor Universitas Nasional Asam absisat

Asam indol-3 asetat Berat kering tajuk Berat kering akar Hari setelah tanam lnternasional unit di atas permukaan laut

Aminocyclopropane carboxylic acid Tingkat kemasakan

Waktu konservasi

Duncan median range test Bobot basah embrio Bobot basah benih Nilai peluang

Daya berkecambah benih Potensi tumbuh maksimum Kadar air buah

Berat kering benih Lebar buah

(108)

DAFTAR

IS1

Halaman

DAF'TAR TABEL

...

iii

DAF'TAR GAMBAR

...

v

PENIDAHULUAN

...

1 Latar Belakang

...

1 Tujuan Penelitian

...

3 Hipotesis Penelitian

...

4

TINJAUAN PUSTAKA

...

5 Labu Siam (Sechium edule Jacq Swartz)

...

5 Fenologi

...

7 Fenomena vivipary

...

9 Hormon ABA

...

10 Hormon IAA

...

11

Waktu Konservasi

...

12

ME'I'ODOLOGI

...

16 Percobaan 1

.

Fenologi untuk menentukan stadia masak

fisiologis labu Siam

...

16 Percobaan 2

.

Fenomena vivipary dengan menganalisis

...

kandungan hormon ABA dan IAA 18

Percobaan 3

.

Pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap viabilitas dan vigor labu

Siam

...

19

HASlL DANPEMBAHASAN

...

24 Percobaaan 1

.

Fenologi untuk menentukan stadia masak

fisiologis labu Siam

...

24 Percobaan 2

.

Fenomena vivipary dengan menganalisis

...

kandungan hormon ABA dan IAA 32

Percobaan 3

.

Perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap viabilitas dan

vigor labu Siam

...

37 Pembahasan Umum

...

55

KESIMPULAN DAN SARAN

...

58 Kesimpulan

...

58 Saran

...

58
(109)

DAFTAR GAMBAR

No Te ks halaman

1

.

Bagan pelaksanaan penelitian labu Siam

...

17

...

2

.

Bunga betina dan jantan labu Siam 25

3

.

Posisi bunga dan buah pada tanaman labu Siam

...

25

4

.

Perkembangan bunga betina dan jantan labu Siam

...

26

...

5 . Bagian bagian buah labu Siam 26 6

.

Model fungsi seleksi hormon terhadap perkecambahan dan

dormansi

...

37 7

.

Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap pertumbuhan

bibit labu Siam pada 15 HST dan 28 HST

...

38

8

.

Pola kemasakan benih labu Siam

...

56

Nc) Lampiran halaman

...

17

.

Gambar fenomena vivipary labu Siam 70

18

.

Letak calon benih bermutu labu Siam

...

70

19

.

Kecambah normal (a) dan kecambah abnormal labu Siam (b)

...

71 20

.

Kecambah benih pada tingkat kemasakan 3 waktu konservasi
(110)

DAFTAR

No Teks Halaman

1. Perkembangan bunga betina (a) dan jantan (b) labu Siam

...

26

2. Perkembangan buah

...

27

3. Bobot kering, kadar air dan daya berkecambah benih pada berbagai

stadia perkembangan benih labu Siam

...

30

4. Kandungan hormon ABA dan IAA pada benih tabu Siam

...

32

5. Pengaruh kelompok hormon terhadap beberapa tahap perkembangan

tanaman

...

34

6. Rangkuman hasil uji sidik ragam percobaan

...

38

7. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi

terhadap daya berkecambah

...

39

8. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi

terhadap potensi tumbuh maksimum

...

41

9. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi

terhadap kecepatan tumbuh

...

40

10. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi

,terhadap bobot kering benih

...

41

11. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi

terhadap bobot basah benih

...

42

12. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi

terhadap berat kering tajuk

...

43

13. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi

terhadap bobot basah embrio

...

44

14. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi

terhadap nisbah bobot basah benih dan bobot basah embrio

...

45

15. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi

terhadap nisbah BKTIBKA

...

46

16. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi

terhadap kadar air benih

...

46

17. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi

(111)

1t1. Pengaruh interaksi perlakuan pada kadar air kritikal benih

dan embrio terhadap daya berkecambah benih (%)

...

48

10. Pengaruh perlakuan stadia kemasakan benih terhadap berat kering

akar

...

50

No Lampiran halaman

1. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap potensi tumbuh maksimum labu Siam

...

64 2. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi

...

terhadap daya berkecarnbah benih tabu Siam 64

3. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap kecepatan tumbuh labu Siam

...

64

4. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu

konservasi terhadap bobot kering tajuk tabu Siam

...

64

5. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap bobot kering akar labu Siam

...

65

6. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konsenrasi terhadap nisbah bobot kering tajuk dan bobot kering akar tabu Siam

....

65 7. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi

terhadap kadar air benih labu Siam

...

65

8. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap kadar air embrio labu Siam

...

65

9. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap nisbah bobot basah embrio dan bobot basah benih labu Siam 66

10. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap bobot kering benih labu Siam

...

66

1. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konser~asi terhadap bobot basah benih labu Siam

...

66

12. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi

...

terhadap bobot basah embrio tabu Siam 66

13. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap panjang akar bibii labu Siam

...

67

14. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi

terhadap tinggi bibit labu Siam

...

67

15. Daerah penanaman labu Siam di luar Jawa

...

68
(112)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Labu Siam (Sechium edule, Jacq Swartz) merupakan tanaman sayuran

dataran tinggi yang telah lama dikenal petani di Indonesia selain bawang putih,

kubis, sawi wortel, lobak dan tomat (Lingga 2001). Labu Siam telah dikenal

sebagai sayuran buah dan sekarang dikenal sebagai sayuran pucuk (Rubatzky

dan Yamaguchi 1999). Kandungan kalori yang terdapat pada 100 g bahan

segar labu Siam buah, pucuk dan urnbi yaitu 26,60 dan 79 kalori. Kandungan

vitamin A pada buah dan pucuk labu Siam pada 100 g bahan segar yaitu 43 dan

45160 1U

Berdasarkan ciri fisiknya diduga benih labu Siam tergolong sebagai benih

rekalsitran dengan karakteristik kadar aimya tinggi sehingga mudah

terkontaminasi mikroba dan lebih cepat mengalami kemunduran (Fanant et a/.

1988). Umumnya benih rekalsitran tidak mempunyai masa dormansi proses

metabolisme perkecambahan berjalan terus (Copeland dan McDonald 1995)

bahkan benih labu Siam dapat berkecambah ketika masih di pohon

(perkecambahan dini) atau bersifat vivipary. sfat tanaman yang mirip dengan

labu Siam diantaranya adalah tanaman species mangrove (Tomlinson 1998).

Labu Siam tidak tahan disimpan sebagai benih lebih dari satu bulan sejak

berkecambah di pohon karena tidak memiliki masa dormansi sehingga diduga

labu Siam termasuk dalam rekalsitran tinggi (highly rekalsitran). Hal in1

menunjang pendapat Farrant et a/. (1988) mengenai beberapa karakteristik

berlih rekalsitran.

Buah labu Siam setelah mengalami pemanenan biasanya mengalami periode

per~yimpanan sementara yang disebut periode (waktu) konsenrasi. Sadjad

(113)

dilalui benih setelah pemanenan mencakup menunggu saat pengolahan pengepakan dan transportasi ke tempat pengguna benih yang waktunya relatif sing~kat. Berbagai penelitian tentang waktu konservasi benih biasanya dilakukan untiik menguji kekuatan viabilitas dan vigor benih rekalsitran.

Perbanyakan tanaman labu Siam selama ini dilakukan secara generatif

dengan penanaman buah yang matang di batang dan telah berkecambah (Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Buah yang dipakai sebagai benih merupakan panenan pertama, terletak pada batang utama, mempunyai ciri-ciri fisik yang baik, dan kotiledon dalam keadaaan sehat.

Perbanyakan tanaman dengan cara vegetatif adalah dengan stek yang telah

berakar sempuma yang diperoleh dari batang yang muda namun cara ini jarang

dilakukan karena produksi dan produktivitas buahnya rendah. Rukmana (1999) menambahkan bahwa benih yang baik dihasilkan dari pohon induk yang baik. yakrli tanaman tumbuh subur normal, berbuah lebat stabil, urnur tanaman cukup

dan keadaan tanaman sehat tidak berpenyaki atau terserang hama. Benih yang akarr dijadikan bibit harus dipilih benih yang baik, bermutu, buah berumur tua, dan bentuknya normal, terletak di bagian tengah batang atau pada batang pokok, ukuran benih seragam, benih tidak diserang hama aan penyakit.

Selama ini benih labu Siam dikembang biakkan dalam bentuk buah yang

sudah berkecambah dan sehat pada umur 42 hari setelah anthesis (HSA), buah

telat~ berakar dan berkecambah sepanjang 2-4 cm dengan daun sepasang. Benih labu Siam yang digunakan untuk perbanyakan tanaman beratnya rata-rata

300-400 gram dengan kondisi voluminous dan resiko kerusakan yang tinggi. Transportasi benih dari daerah pertanaman labu Siam yang menyebar ke seluruh

wilalrah Indonesia merupakan ha1 yang sulit. Menurut Lingga (2001) kebutuhan

(114)

areal pertanaman baru untuk labu Siam 29.223 ha maka total kebutuhan benih

sekitar 18.994.950 benih.

Penelitian mengenai kandungan gizi kegunaan dan jumlah species labu

Siarn telah banyak dilakukan di Luar Negeri seperti di Negara Amerika Tengah. Masih banyak permasalahan yang belum diketahui pada benih labu Siam

khususnya mengenai kemampuan benih labu Siam sebagai calon tanaman

(ber~ih).

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap percobaan yaitu percobaan 1,

mer~gangkat fenologi dalam penentuan masak fisiologis benih labu Siam, perciobaan 2, mengamati fenomena vivipary labu Siam rnelalui analisis

kantlungan hormon ABA (asam absisat) dan hormon IAA (asam indole-3 asetic),

perciobaan 3, memantau pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu

konservasi terhadap viabilitas dan vigor labu Siam untuk memastikan sifat rekalsitran benih labu Siam apakah tennasuk rekalsitam tinggi, sedang atau renclah.

Diharapkan hasil penelitian ini memberikan informasi tambahan tentang

karakteristik morfologi dan fisiologi selama perkembangan benih labu Siam dan fenomena vivipaly serta sifat rekalsitransi benih labu Siam.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut :

1) Menentukan saat masak fisiologis labu Siam melalui studi fenologi, 2)

Meniperoleh informasi tentang sifat vivipary labu Siam berdasarkan analisis kanclungan ABA dan IAA dan 3) Mengetahui pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu konservasi benih terhadap viabilitas dan vigor benih labu Siam untuk

(115)

Hipotesis Penelitian

11. Stadia masak fisiologis labu Siam diduga pada umur buah 28 hari setelah

anthesis dengan ciri viabilitas, vigor dan berat kering maksimum.

2 . Terdapat penurunan kandungan hormon ABA dan peningkatan

kandungan hormon IAA pada fenomena vivipary benih labu Siam.

(116)

Labu

Siam

(Sechium edule, Jacq

Swart,)

Labu Siam (chayote) merupakan salah satu tanaman sayuran dataran tinggi

di Indonesia. Buah, pucuk, akar dan umbi labu Siam semua bisa dikonsumsi.

Menlurut Engels (1983) di Papua Nugini pucuk umbi dan buah digunakan sebagai makianan semua jenis iemak. Tanaman labu Siam mempunyai prospek sebagai

diet61r-y food, karena mempunyai kandungan kalori yang rendah dan digunakan

sebagai makanan penambah rasa. Bijinya berbentuk seperti kacang yang mengandung sumber protein. Pucuk khususnya kaya akan vitamin A, B dan C.

Di Indonesia tidak ada statistik secara tersendiri data labu Siam selalu

diko~nbinasi dengan semua tanarnan labu (Biro Pusat Statistik 1998).

tlalam produksi dan perdagangan Intemasional, labu Siam adalah termasuk 5 (linna) jenis sayuran komersial yang penting di Brazil. Ini merupakan lnformasi

penting bagi lndonesia karena di Indonesia labu Siam sangat cocok tumbuh dan berproduksi terus sepanjang tahun. Menurut Rukmana (1999) tanarnan labu

Siarr~ dalam pertumbuhan dan perkembangannya adalah tanaman hijau

sepanjang tahun. Tanaman ini direkomendasikan untuk diperbaiki paling sedikit

tiga tahun sekali, terutama apabila terserang penyakit dan untuk menghindari seraligan penyakit.

Syarat tumbuh bagi tanaman labu Siam adalah kelembaban relatif tinggi

(80-05%) curah hujan tahunan paling sedikit 1500

-

2000 mm terdapat lrigasi

dan temperatur rata-rata adalah 20

-

2 5 ' ~ (dengan batas 12

-

28 OC). Pertumbuhan terbaik bagi labu Siam adalah pada ketinggian 300 m

-

2000 m di atas permukaan laut (dpl) dengan tanah yang berdrainase baik. Labu Siam

apat~ila ditanam di dataran rendah maka tidak bisa berproduksi menghasilkan

(117)

Pembungaan dimulai 1

-

2 bulan sesudah perkecambahan dan

perr~bungaannya menurut Rukmana (1999) berlimpah sepanjang tahun. Bunga tanaman labu Siam adalah menyerbuk silang tetapi self compatible dan berumah

satu~ yakni bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman. Bunga jantan mirip dengan bunga betina tetapi berukuran kecil dan tiap tandan terdiri banyak

kunlum terletak dalam satu batang.

Buah terbentuk tiga bulan setelah ditanam. Buah yang diproduksi jumlahnya

ratursan per pohon per tahun. Perkecambahan bisa terjadi ketika buah berada di pohon. Fenomena ini disebut vivipary mirip seperti species mangrove. Labu

Siann varitas lokal Cipanas tidak bisa disimpan sebagai benih lebih dari satu bulan sejak berkecambah di pohon, karena benih tidak memiliki masa dorrnansi. Selama ini penyimpanan labu Siam adalah dalam bentuk buah. Engels (1983)

mengemukakan pula bahwa penyimpanan atau pemeliharaan plasma nutfah labu Siam hams dalam bentuk tanaman hidup atau kultur jaringan di bawah

kondisi kelembaban rendah. Koleksi plasma nutfah labu Siam di seluruh dunia dihasilkan oleh Chapingo Regional Centre (Mexico) dan beberapa perusahaan lain. Eiuah labu Siam berbentuk bulat sampai agak lonjong menyerupai buah

alpukat dan mengandung tangkai buah. Struktur buah terdiri-dari kulit buah yang

tipis dan berduri jarang, daging buah yang amat tebal berbiji tunggal, daging

buah banyak mengandung air dan getah. Getah labu Siam berkhasiat sebagai obat penurun panas badan.

13ijinya berbentuk panjang atau lonjong pipih berkeping dua. Akan ditelaah

(118)

Fenologi

F:enologi adalah studi pengamatan perkembangan organ tanaman yang sangat berhubungan dengan kondisi lingkungan iklim yang cocok bagi

perti~mbuhan tanaman (Gill dan Thompson 1977). Pengamatan perkembangan organ tanaman meliputi perkembangan jumlah daun, bunga maupun buah. Observasi mengenai perkembangan bunga dan buah telah dilakukan oleh Duke

et a/. (1984) pada tanaman mangrove di North Queensland Australia, belum ada penelitian fenologi pada labu Siam.

F'erskembangan (morfogenesis) adalah pertumbuhan serta differensiasi sel menjadi jaringan organ dan organisme (Salisbury dan Ross 1995). Salah satu

contoh yang paling mengagumkan dari morfogenesis tumbuhan adalah perul~ahan dari fase vegetatif ke fase reproduktif (generatif). Fase vegetatif

terjatli mulai dari benih tumbuh dan mengalami perubahan tinggi batang, panjang akar, jumlah daun, jumlah cabang serta perbesaran batang. Fase

generatif terjadi dari mulai terbentuknya bunga hingga menjadi buah dan buah

mencapai masak. Perkembangan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu cahaya suhu kelembaban perubahan suhu panjang siang dan malam kesuburan

tanah.

IUlenurut Johri (1984) bunga dan buah terbentuk setelah akar, batang dan

daun. Hal tersebut untuk melestarikan species dan melengkapi daur hidup suatu tanaman. Sebagian besar species angiospermae menghasilkan bunga berktzlamin ganda (bunga sempurna). Perbandingan antara bunga jantan dan

betina bisa menentukan hasil tanaman misalnya pada labu Siam dan mentimun.

Anthesis yaitu pembukaan bunga saat bagian-bagiannya siap untuk penyerbukan,yang biasanya terjadi bersamaan dengan munculnya bau dan

(119)

lponloea tricolor, morning glove dan termasuk labu Siam setelah anthesis segera

diikuti dengan pelayuan. Pelayuan seperti ini biasanya diikuti dengan

pengangkutan zat terlarut secara besar-besaran dari bunga ke buah atau bagian tumtbuhan yang lain seperti ovarium. Air hilang secara cepat sehingga terjadi penilrunan kadar air bunga. Proses yang terjadi adalah perombakan protein dan

RNA secara cepat dari mahkota dan kelopak, selama proses pelayuan diikuti dengan pemudaran warna bunga.

Perkembangan buah biasanya ditentukan oleh proses perkecambahan

serb~uk sari pada stigma (penyerbukan) yang diikuti dengan proses pembuahan. Serbuk sari yang jatuh pada bunga akan memacu penyerbukan dan pembuahan

alami. Pembuahan terjadi karena ovarium tumbuh dan mahkota layu lalu gugur. Biji )rang sedang tumbuh biasanya juga penting bagi pertumbuhan buah yang

norrr~al (Johri 1984).

(Zigot, kantung embrio dan ovul berkembang menjadi biji sementara ovarium

di sekelilingnya berkembang menjadi buah (perikarp). Proses pertumbuhan, baha~n kimia yang disebut zat tumbuh atau hormon tumbuh sangat berperan penting (Salisbury dan Ross 1995).

Ejuah pada saat masak fisiologis akan menghasilkan benih yang bermutu tinggi (Sadjad 1980). Proses kemasakan benih yang terjadi sejak fedilisasi

ditunjukkan dengan adanya perubahan morfologi, fisiologi maupun biokimia.

Salalr satu faktor yang mempunyai tingkat mutu benih adalah proses perkembangan dan kemasakan benih.

Proses perkembangan dan kemasakan benih melalui tiga fase masing

-

masing 1) fase pertumbuhan, 2) fase menghimpun makanan, dan 3) fase pemiasakan. Fase pertumbuhan terjadi beberapa hari sesudah penyerbukan dan

(120)

fase itu sekitar 75

-

80 %. Pada fase penghimpunan bahan makanan bobot keririg benih meningkat hingga tiga kali sebaliknya kadar air menurun sekitar 60

%. Akhir fase ini bobot kering benih mencapai maksimum dan benih mencapai tingkat masak fisiologis. Benih yang sehat padat dan masak biasanya lebih

awet disimpan dibandingkan dengan benih yang belum masak. Buah labu Siam

jika dibiarkan terus di pohon maka akan segera berkecambah di pohon karena bersifat vivipary. Kondisi cuaca sangat mempengaruhi mutu benih selama periode itu.

Fenomena

vivipary

Vivipary adalah perkecambahan dini yang terjadi karena embrio yang

dihasilkan berasal dari reproduksi sexual normal tidak mempunyai masa

dornransi, pertumbuhan pertama kecambah keluar melalui kulit benih dan selanjutnya keluar melalui buah ketika tanaman masih berada di batang tanaman

induknya. Proses ini terjadi pada beberapa species tanaman diantaranya labu Sianl mangrove beberapa kultivar buah seperti citrus dan ophiorhiza. Tanaman

vivipary banyak ditemukan di daerah wetlands (basah).

Hal yang menarik bahwa fenomena vivipary, bisa diamati secara morfologi, skologi maupun fisiologi. Fisiologi dari vivipary adalah bervariasi karena adanya kondisi konsentrasi garam di dalam tanah (media), aktivitas respirasi dan

distr~busi enzym maupun hormon.

Penelitian ini akan mengamati fenomena vivipary berdasarkan distribusi

hornion di dalam perkembangan tanaman labu Siam. Penelitian ini berarti mengamati fenomena vivipary dari aspek fisiologinya. Menurut Salisbury dan Ros!; (1995) yang dimaksud hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang di

sintesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain dan pada

(121)

Respon pada organ sasaran tidak selalu bersifat memacu, karena suatu proses pertirmbuhan dan diferensiasi kadang malah menghambat misalnya ABA (Inhibitor). Hormon khas pada tumbuhan karena effektif berkerja pada

konsentrasi yang amat rendah. Hormon sering effektif pada konsentrasi 1

mikrc~molar sehingga senyawa kimia lain yang aktif pada konsentrasi tinggi buka~n hormon misalnya vitamin dan sukrosa.

Salisbury dan Ross (1995) menambahkan hormon yang pertama kali

ditenlukan adalah auksin. Auksin endogen yaitu IAA (Indol Acetic Acid)

ditemukan pada tahun 1930-an bahkan saat itu hormon mula-mula dimumikan

dari air seni. Karena semakin banyak hormon ditemukan maka efek serta konsentrasi endogennya dikaji. Hormon pada tanaman jelas mempunyai ciri :

setiap hormon mempengaruhi respon pada bagian tumbuhan, respon itu bergantung pada species, bagian tumbuhan, fase perkembangan, konsentrasi

horrnon, interaksi antar hormon, yang diketahui dan berbagai faktor lingkungan

yaitu cahaya, suhu, kelembaban, dan lainnya.

Hormon

ABA (Asam absisaf)

Semua jaringan tanaman terdapat hormon ABA yang dapat dipisahkan

secara kromatografi Rf 0.9. Senyawa tersebut merupakan inhibitor B

-

koml>leks. Senyawa ini mempengaruhi proses pertumbuhan, dormansi dan absisi. Beberapa peneliti akhirnya menemukan senyawa yang sama yaitu asam

absisat (ABA). Peneliti tersebut yaitu Addicott et a1 dari California USA pada

tahun 1967 pada tanaman kapas dan Rothwell serta Wain pada tahun 1964 pada

tanaman lupin (Wattimena 1992).

Menurut Salisbury dan Ross (1995) zat pengatur tumbuhan yang diproduksi

(122)

dianggap sebagai horrnon stress diproduksi dalam jumlah besar ketika tanaman

mengalami berbagai keadaan rawan diantaranya yaitu ABA. Keadaan rawan tersebut antara lain kurang air, tanah bergaram, dan suhu dingin atau panas. ABA membantu tanaman mengatasi dari keadaan rawan tersebut.

ABA adalah seskuiterpenoid berkarbon 15, yang disintesis sebagian di

kloroplas dan plastid melalui lintasan asam mevalonat (Salisbury dan Ross 199!5). Reaksi awal sintesis ABA sama dengan reaksi sintesis isoprenoid seperti

gibberelin sterol dan karotenoid. Menurut Crellman (1989) biosintesis ABA pada sebiagian besar tumbuhan tejadi secara tak langsung melalui peruraian karatenoid tertentu (40 karbon) yang ada di plastid. ABA pergerakannya dalam

tuml~uhan sama dengan pergerakan gibberelin yaitu dapat diangkut secara

mudah melalui xilem floem dan juga sel-sel parenkim di luar berkas pembuluh.

Hormon IAA (asam indol-

3

asetat)

lstilah auksin pertama kali digunakan oleh Frist Went seorang mahasiswa PascmSarjana di negeri Belanda pada tahun 1926 yang kini diketahui sebagai asarn indol-3 asetat atau IAA (Salisbury dan Ross 1995) Senyawa ini terdapat

cukup banyak di ujung koleoptil tanaman oat ke arah cahaya. Dua mekanisme

sintesis IAA yaitu pelepasan gugus amino dan gugus karboksil akhir dari rantai

triphtofan. Enzim yang paling aktif diperlukan untuk mengubah tripthofan menjadi IAA terdapat di jaringan muda seperti meristem tajuk, daun serta buah yang sedang tumbuh. Semua jaringan ini kandungan IAA paling tinggi karena

disir~tesis di daerah tersebut.

IAA terdapat di akar pada konsentrasi yang hampir sama dengan di bagian

(123)

end~gen atau auksin yang terdapat dalam tanaman. IAA berperan dalam aspek

pertlumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu pembesaran sel yaitu koleoptil .

-

atau~ batang penghambatan mata tunas samping, pada konsentrasi tinggi menighambat pertumbuhan mata tunas untuk menjadi tunas absisi

(pengguguran) daun aktivitas dari kambium dirangsang oleh IAA pertumbuhan

aka;) pada konsentrasi tinggi dapat menghambat perbesaran sel-sel akar.

Penelitian IAA oleh Gregorio et a1 (1995) pada embrio, endosperrna, dan integumen benih Sechium edule (labu Siam) pada umur 23, 27, 33, dan 37 hari setelah anthesis adalah sebagai berikut: I ) jumlah IAA pada embrio pada umur

tersebut berturut-turut 1.67%, 2.08%, 3.40 % dan 3.29 %, 2) Jumlah IAA pada

endosperma berturut-turut 20.45%, 25.72%, 30,40%, dan 52.22% dari total IAA, dan 3) Jumlah IAA pada integumen adalah 8.44%, 9.32%, 8.76% dan 8.04%, dan 4) Jumlah 1AA total ( IAA terikat maupun IAA bebas) cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya kemasakan benih labu Siam.

Waktu konsewasi

Benih labu Siam tergolong benih rekalsitran. Farrant et a1 (1988)

mernperkenalkan istilah orthodoks dan rekalsitran untuk menggambarkan kondisi sebe4um simpan. Benih orthodoks rontok dari tanaman induknya pada kondisi

kadar air rendah karena mengalami pengeringan ketika proses pemasakan dan

secara umum dapat dikeringkan hingga kadar 5 % tanpa kerusakan. Benih rekalsitran peka terhadap chilling injury atau kerusakan karena suhu rendah.

(124)

tanaman induknya tinggi berkisar 30

-

70 % dan variasi antara individu lot berkisar 17

-

30 %. Karakteristik benih rekalsitran lainnya yaitu diselimuti oleh lapisan berdaging atau berair, dan mempunyai testa yang impermeable.

Struktur internal ini mempertahankan benih dalam lingkungan yang berkadar air tinggi. Secara morfologi Chin et a/. (1989j menjelaskan bahwa benih rekalsitran berbeda dari orthodoks tidak hanya dalam ukuran tetapi juga dalam kompleksitasnya dan viabilitasnya.

Farrant et a/. (1988) menggolongkan benih rekalsitran dalam tiga golongan

yaitu rekalsitran tinggi (highly), rekalsitran sedang (moderate) dan rekalsitran rendah (minimally). Adapun ciri-ciri golongan benih yang termasuk rekalsitran

tinggi adalah habitatnya di hutan-hutan tropis dan daerah basah (wetlands), hanya mentolerir sedikit kehilangan air, dapat berkecambah cepat tanpa adanya

penzrmbahan air, dan sensitif terhadap temperatur. Ciri benih rekalsitran sedang yaitu habitatnya menyebar di daerah tropik, bisa mentolerir kehilangan air dalam jumlah sedang, laju perkecambahan tanpa adanya penambahan air sedang,

sensitif terhadap temperatur dan juga sensitif terhadap suhu rendah. Benih rekalsitran rendah ciri-cirinya adalah umumnya benih terdapat di daerah temperate, menyebar di daerah subtropikal, bisa mentolerir kehilangan air yang

cukup banyak hampir mendekati benih orthodoks, perkecambahan lambat tanpa

adarlya penambahan air, dan bisa mentolerir suhu yang agak rendah.

Menurut Sadjad (1984), viabilitas benih didefinisikan sebagai daya hidup yang ditunjukkan oleh gejala metabolisme dan pertumbuhannya. Viabilitas benih terdiiri dari dua komponen yaitu pertama vigor benih yang mencakup kekuatan tumt~uh benih dan daya simpan benih, serta kedua daya berkecambah. Viabilitas benil7 dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor innate induced dan enforced.

Faktlor innate (genetik) adalah faktor bawaan yang berhubungan dengan sifat

(125)

selalma pertanaman panen pengolahan dan pengepakan sebelum simpan yang berpengaruh terhadap benih sedangkan faktor enforced adalah lingkungan

simpan seperti suhu dan RH.

Benih mencapai vigor tertinggi dan berat kering maksimum pada saat maslak fisiologis (Sadjad 1980). Masak fisiologis dilewati maka benih mengalami

kemlunduran benih sebagai perubahan dari kualitas benih yang tidak dapat balik

aka11 terjadi, vigor akan hilang terlebih dahulu setelah vigor baru daya berkrecambah. Penurunan vigor dan daya berkecambah dipengaruhi oleh umur benih, dan kondisi simpan benih yang lotnya heterogen penurunan viabilitasnya beragam.

Benih rekalsitran mengalami penurunan viabilitas optimum yang cepat

bahkan dalam penyimpanan jang ka pendek (Farrant et al. 1988). Masalah

terbesar adalah kesulitan dalam mempertahankan kadar air yang tetap tinggi. Berbagai penelitian dalam usaha mempertahankan viabilitas benih dan vigor umumnya dihubungkan dengan upaya peningkatan daya konservasi benih. Penurunan kadar air dan waktu konservasi akan mempengaruhi mutu fisik,

fisiologi maupun biokimiawi benih yaitu daya berkecambah yang menurun,

meningkatnya kebocoran membran (Bonner 1996), menurunnya laju respirasi (Espindola et al. 1994), meningkatnya asam lemak bebas (Toruan 1986), meningkatnya kerusakan niembran dan kerusakan beberapa organel sel (Berjak et ar! 1994), meningkatnya kerusakan pada nukleus dan badan lemak pada sel

parenkim. Hasil penelitian Espindola et al. (1994) pada poros embrio dan

kotiledon dari embrio benih Araucaria angustifolia menunjukkan urut-urutan

(126)

etilen serta terjadi kebocoran 25% dari total elektrolit dan penurunan aktivitas

respirasi yang pada akhirnya menurunkan perkecambahan

.

Benih rekalsitran tidak peka terhadap desikasi (Espindola et a/. 1994)

maka benih perlu disimpan dalam media yang lembab dan direndam air.

Kerr~unduran benih rekalsitran diartikan sebagai penurunan viabilitas benih (deteriosasi) yang tidak dapat balik, ditandai dengan gejala biokimiawi dan fisiologi maupun anatomis. Benih rnundur daya berkecambahnya menurun dan

kemampuan untuk tumbuh pada kondisi sub optimum juga menurun. Gejala

kemunduran benih dapat ditelaah dari segi biokimiawi misalnya dari kemampuan

(127)

METODOLOGI

Penelitian dilakukan di empat lokasi yaitu : 1) kebun sayur Pacet desa

Barukupa Bawah kabupaten Cianjur Jawa Barat, 2) laboratorium llmu dan

Tek~nologi Benih Baranang Siang, 3) laboratorium llmu dan Teknologi Benih

Leuwikopo Darrnaga Bogor, 4) laboratorium Balai Penelitian Bioteknologi

Cimanggu Bogor.

Penelitian dimulai bulan Juli 2000 sampai dengan bulan Juni 2001.

Penelitian terdiri dari tiga percobaan, yaitu percobaan 1, adalah fenologi labu

Siann untuk menentukan stadia masak fisiologis, percobaan 2, adalah fenomena

vivi~~ary labu Siam dengan cara manganalisa kandungan hormon ABA dan IAA,

percobaan 3, pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap

viabilitas dan vigor labu Siam (Bagan percobaan pada Gambar 1).

Bahan dan alat yang digunakan adalah buah labu Siam varietas lokal

Pacc?t. Bahan lainnya adalah arang sekam, akuades, sabun, kertas aluminium

foil, kertas manila, pisau, gunting, petridish, kotak penyimpanan sementara

(konservasi) oven ruang AC karung kotak persemaian, bambu, pensil dan alat

tulis lainnya alat pengukur panjang dan lain lain. Berikut bagan percobaan.

Percobaan 1. Fenologi untuk menentukan stadia masak fisiologis

labu

Siam

Pengamatan fenologi dilakukan sejak bunga mekar, hingga terbentuk

buatl dan buah mencapai masak. Pengamatan dilakukan di kebun sayur Pacet

desa Barukupa Bawah. Adapun pelaksanaan percobaan adalah pertama-tama

merrlberi tanda (label) pada setiap bunga yang mekar pada lima cabang setiap

pohonnya dan diulang sebanyak tiga kali setiap petak. Pengamatan dilakukan

pada tiga petak, maka bunga yang diberi label sebanyak 45 cabang bunga,

(128)

PERCOBAAN PENDAHULUAN

Menduga tingkat masak fisiologis benih dan menduga waktu konsenrasi benih labu Siam

PERCOBAAN l

Fenologi labu Siam untuk menetapkan stadia masak fisiologis

Pelngamatan : perkembangan bunga dan buah, bobot buah, bobot basah benih, bobot kering benih, kadar air,

ukuran buah, daya berkecambah benih.

PERCOBAAN ll

Fenomena vivipary benih labu Siam berdasarkan horrnon ABA dan IAA

Pengamatan : mengamati kandungan ABA dan IAA pada Mo, M1, M2, dan M3

PERCOBAAN 1II

Mengamati pengaruh perlakuan tlngkat kemamkn benih danwaktu konservasi terhadap viabilitas dan vigor benih labu Siam

Pengamatan : daya berkecambah, kadar air benih, potensi tumbuh maksimum, keoepatan tumbuh, bobot kering M i h , bobot basah benih, kadar air embrio, bobot kering akar, bobot kering tajuk, bobot basah embrio, rasio bobot basah embrio dan bobot basah benih, rasio

bobot kering tajuk dan bobot kering akar pada MI, M2, dan Ms

dan To,Tl,Tz,T3 dan T4

Gannbar 1. Bagan Pelaksanaan Penelitian

buah dari 45 cabang yang ditandai, serta mendapatkan beberapa tingkat stadia

kernasakan buah. Stadia yang memenuhi syarat tingkat masak fisiologis yaitu

dengan ciri-ciri viabilitas, vigor, dan berat kering maksimum. Percobaan ketiga,

untuk medukung hasil dari percobaan pertama mengenai saat tingkat masak fisiologis dengan ciri viabilitas maksimum dan vigor benih maksimum.

Tolok ukur untuk percobaan pertama yaitu :

Bot~ot buah.

(129)

Bolbot basah benih

Bobot basah benih diukur setelah benih diekstrak dari buahnya. Pengukuran

dilakukan dari stadia buah mulai terbentuk sampai stadia buah lewat masak

fisiologis dengan menggunakan timbangan

.

Bobot kering benih

Bobot kering benih diukur setelah benih diekstrak dari buahnya dari stadia buah

mulai terbentuk sampai buah lewat masak fisiologis. Benih dikeringkan terlebih

datiulu dalam oven dengan suhu 105 O C selama 16

-

18 jam, selanjutnya

ditirnbang bobot keringnya.

Besar buah

Besar buah diukur berdasarkan panjang dan lebarnya buah dari stadia mulai

terbentuk sampai stadia lewat masak fisiologis

.

Dajla berkecambah buah

Buah ditanam lalu diukur daya berkecambahnya dari stadia mulai buah terbentuk

sanipai stadia lewat masak fisiologis. Daya berkecambah dihitung berdasarkan

persentase kecambah normal pada hari ke 14 dan 21 HST. Perhitungannya

adallah :

C

kecambah normal hit I + hit II

Days berkecambah

=

---

X 100 %

C benih yang ditanam

Pe~rcobaan 2. Fenomena vivipary dengan menganalisis kandungan

hormon

ABA

dan

IAA

Pengamatan fenomena vivipary benih labu Siam dilakukan dengan

me~nggunakan empat (4) tingkat kemasakan dengan 3 ulangan (3 buah) yaitu :

(130)

1. Analisis kandungan ABA

Analisis ABA menggunakan metode Robertson dan Synder et a/. (1987)

dengan alat High Performance Liquid Chromatography. Tahap analisis

mencakup penyimpanan ekstrak. Ekstrak dari jaringan benih labu Siam yaitu

bagian embrio dan kotiledonnya disimpan dalam nitrogen cair. Kemudian di

purilikasi dengan larutan methanol : akuades : asam asetat ( 50 : 49 : 1, vlv).

Penstapan kandungan ABA, larutan contoh disuntikkan ke alat High

Performance Liquid Chromatographi. Fase diam yang digunakan adalah kolom

C 1El sedangkan fase cair adalah metanol : asam asetat : akuades. Detektor

dengan h 260 nm sedang kecepatan alir fase gerak adalah 1 mll menit suhu

detektor 25 O C dengan attenuasi 0.02.

2. Analisis kandungan IAA

Analisis kandungan IAA ini menggunakan metode Sandberg et a/. (1987).

Tahiap analisis mencakup penyimpanan ekstrak. Ekstrak dari jaringan benih

labu Siam yaitu bagian embrio dan kotiledonnya disimpan dalam larutan metanol

0.3 !j/ml yang mengandung 0.02 % natrium dietilkarbamat, selama 2 jam. Ekstrak

mekalcnat dipurifikas~ dengan kromatografi XAD, kemudian dicuci 5 ml etil asetat

Ihexane ( 3:1, vlv) , dan disuntikkan pada alat High Performance Liquid

Chromatographi.

Per~cobaan

3.

Pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu

konservasi terhadap viabilitas dan vigor labu Siam

Percobaan ini menggunakan rancangan split plot yang disusun secara

kelompok. Petak utama adalah waktu konservasi dengan lima taraf yaitu 1)

kontrol (To), 2) waktu konservasi 12 jam (TI ) 3) 24 jam (T2), 4) 36 jam (T3), 5)

(131)

Anak petak adalah tingkat kemasakan benih dengan tiga taraf yaitu MI ( 21

HSA), M2 ( 28 HSA), dan M3 ( 42 HSA). Setiap perlakuan diulang tiga kali

sehingga diperoleh 45 unit percobaan

.

Benih labu Siam sebanyak 600 buah dipanen dari kebun sayur Cipanas

dengan tiga tingkat kemasakan yaitu Mi, M2 , M3. Kebutuhan benih labu Siam

seba~nyak 5 x 3 ~ 3 ~ 1 0

=

450 buah. Ekstraksi benih labu Siam dari buahnya cukup

sulit karena belum ada petunjuk khusus sehingga perlu dilakukan dengan cara

hati- ha ti. Ekstraksi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan memotong

buah pada sisi kiri dan kanannya sepanjang setengah dari besar buah kemudian

merr~otong di dekat ujung buah pada sisi samping kiri dan kanannya selebar

seperempat lebar buah. Secara hati-hati buah dibelah dengan ketrampilan

tangan. Benih akan didapat dengan kondisi baik apabila pemotongan dilakukan

tepal: pada tempatnya. Benih hasil ekstraksi disusun dalam bak plastik yang

dilapisi oleh aluminium foil. Benih disusun berdasarkan waktu konservasi

denclan rancangan split plot dalam ruangan AC (suhu

20'~

dan kelembaban

67.5

%)

.

4) Penyusunan benih dimulai dari waktu konservasi 48 jam (T4), 36

jam (T3), 24 jam (T2), 12 jam (Ti) dan yang terakhir 0 jam (kontrol ). Pengaturan

ini dimaksudkan agar waktu tanam untuk setiap waktu kcnservasi terjadi secara

bersama. Setiap perlakuan diambil 2 (dua) butir benih untuk pengamatan berat

kering (benih, kotiledon dan embrio) dan kadar air benih. Setelah disimpan

benih labu Siam ditanam pada kotak persemaian benih yang disusun secara split

plot design secara berkelompok di green house Leuwikopo dengan media arang

sekam jumlah seluruhnya adalah 45 kotak media persemaian, setiap unit

percobaan 12 benih sehingga total benih 540 buah. Tahap selanjutnya adalah

pemeliharaan tanaman dan pengamatan perkembangan kecambah benih labu

(132)

Day a berkecambah.

Benih yang telah diekstraksi dan dikonservasi ditanam dengan menggunakan media arang sekam. Daya berkecambah dihitung berdasarkan persentase kemmbah normal pada hari ke 14 (hitungan I) dan 21 HST (hitungan 11). Kriteria

kecambah normal adalah epikotil sehat daun berjumlah sepasang panjangnya 4 cm.

C Kecambah normal hit I +hit II

Daya berkecambah

=

-

--

x 100 %

C

Benih yang ditanam

Kad,ar air benih

Kad;ar air benih dihitung setelah benih diekstrak dari buahnya berdasarkan bobot basah benih dan bobot kering benih. Bobot kering benih diukur setelah benih dikeringkan pada oven dengan suhu 1 0 5 ' ~ selama 16

-

18 jam. Selanjutnya

diukur kadar air benih baik sebelum maupun sesudah waktu konservasi.

Bobot basah

-

Berat kering

Kadar air

=

--

x 100 %

Bobot basah

Potensi tumbuh maksimum (PTM)

Potensi tumbuh maksimum ditentukan berdasarkan persentase benih yang

tumtluh baik (normal) maupun abnormal pada umur empat minggu setelah tana~n (28 HST).

C

Kecambah normal + abnormal

Potensi tumbuh maksimum

=

---

x 100 %

C Benih yang ditanam

Berat kering benih (BKB)

Bera t kering benih diukur setelah benih diekstrak dari buahnya berdasarkan

(133)

Kecepatan tumbuh (Kcr)

Kecctpatan tumbuh dihitung berdasarkan nilai pertambahan perkecambahan

setiap hari atau etmal selama kurun waktu perkecambahan dalam kondisi

optin~um (Sadjad 1994)

t

Kcr

=

C

di

i = 1

ketelPangan : t

=

kurun waktu perkecambahan selama 28 hari d

=

tambahan persentase kecambah normal per etmal.

Boblot basah benih (BBB)

Bobot basah benih ditimbang setelah benih diekstrak dari buahnya baik sebelum

maulpun sesudah perlakuan konservasi.

Boblot basah embrio (BBE)

Bobot basah embrio diukur setelah benih diekstrak dari buahnya baik sebelum

dan lsesudah perlakuan konservasi.

Nisbuah bobot basah embrio dan bobot basah benih (BBEIBBB)

Nisbah bobot basah embrio dan bobot basah benih diukur setelah benih

diekstrak dari buahnya. Pengukurannya berdasarkan perbandingan antara bobot

basah embrio dengan bobot basah benih sebelum dan sesudah perlakuan

Bobot basah embrio

Nisbah bobot basah embrio dan benih

=

---

Bobot basah benih

Kadiar air embrio (KAE)

Kadar air embrio diukur setelah benih diekstrak dari buahnya berdasarkan bobot

basah embrio dan bobot kering embrio. Bobot kering embrio diukur berdasarkan

pengeringan oven dengan suhu 1 0 5 ~ ~ selama 16-1 8 jam. Didapatkan kadar

airnya sebelum dan sesudah perlakuan

.

Bobot basah embrio

-

Bobot kering embrio

Kadar air embrio

=

---

-

---

x 100 %
(134)

Beralt kering akar (BKA)

Berat kering akar diukur setelah bibit dicabut dari media persemaian.

Pengukuran berdasarkan bobot akar yang telah dioven dengan Suhu 105OC

selarna 16

-

18 jam. Bobot kering akar diukur pada umur 28 HST.

Berat kering tajuk (BKT)

Berat kering tajuk diukur berdasarkan tajuk yang telah dioven dengan suhu

105~(5 selama 16

-

18 jam. Pengukuran dilakukan dari bibit yang berumur 28

HST

Nisbah berat kering tajuk dengan berat kering akar bibit (BKTIBKA)

Nisbiah antara berat kering tajuk dan berat kering akar pada umur 28 HST.

Berat kering tajuk Nisbiah Berat kering tajuk dan akar

=

Berat kering akar

Panjang akar bibit

Panjiang akar primer diukur mulai dari pangkal hingga ujung akar pada bibit

beru~nur 28 HST.

Analisis data

Analisis data hasil percobaan ketiga dianalisis menggunakan analisis

ragam, dan apabila terdapat pengaruh nyata, maka nilai rata-rata diuji lanjut

DMiilT pada taraf kepercayaan 95 %. Hasil pengamatan percobaan pertama dan

(135)

Percobaan

I.

Fenologi labu Siam

untuk

menetapkan stadia masak fisiologis labu Siam

Pengamatan fenologi dihasilkan 13 (tigabelas) stadia perkembangan buah Lablu siam mulai dari stadia 1 (satu) yaitu 0 had setelah anthesis, sampai stadia

13 yaitu 42 HSA. Stadia perkembangan tersebut dibagi menjadi dua tahap yaitu (1) tahap perkembangan bunga dan (2) tahap perkembangan buah labu. Pengamatan fenologi menunjukkan, dengan bertambahnya umur tanaman men~unjukkan perubahan morfologi maupun fisiologi (Tabel 1). Perubahan morfologi yang diamati adalah kemekaran bunga, warna bunga dan bentuk

bungs (Gambar 2 dan 3), perubahan wama eksokarp, panjang buah, lebar buah, perubahan integumen, keadaan bibir buah (ujung buah). Perubahan

fisiologi yang diamati pada percobaan ini adalah kadar air benih dan buah serta day;% berkecarnbah buah.

Hasil pengamatan secara morfologi maupun fisiologi dari 13 stadia perkembangan labu Siam yaitu 3 stadia perkembangan bunga dan 10 stadia

perkembangan buah disajikan dalam Tabel 2 dan 3. Ketiga belas stadia yang

dihasilkan pada penelitian ini maka dapai dibagi tiga fase (Sadjad 1988).

Fase pertumbuhan terjadi dari stadia 4 hingga stadia 6, fase menghimpun cadangan makanan terjadi dari stadia 6 hingga stadia 8, dan fase pemasakan

terjadi dari stadia 8 hingga stadia 11. Penelitian ini menghasilkan bahwa stadia

masak fisiologis diduga dicapai pada stadia 11 umur 28 HSA. Ciri-ciri masak

fisiologis buah adalah sebagai berikut eksokarp berubah hijau keputihan, kulit buah semakin mengeras, integumen sudah mudah lepas dari endokarp buah, ujung buah sudah membelah, bobot basah buah tertinggi yaitu 362.8 gram,

(136)

-

-4

Pedicel

I

1

(137)

Tabel 1. Perkembangan bunga betina labu Siam

.

stadia paembangan h n g a (%A)

c

i

~

stadig 1 (0)

I Buge masih l a m p , warns hijau muda

Bunga sudah mekar, tangkai b u w agPk mmanlang,

kepala pulik tam* beFwama kuning carah dsn

m a w bunga berwama kuning carah.

Tangkai bunoa memanjang dan m a k i n

menhmhk krah Mu Siam. 6ameter M seldar 2 mm, dan bunga mhi mengu&p kambali .

-

Perkembangan bunga betina dan jantan labu Sam dapat dilihat pada Gambar 4.

1 2 3 1 2 3

(a) (b)

Gambar 4. Perkembangan bunga betina (a) dan jantan (b) labu Siam

Labu Siam tergolong buah beny @mi), dengan daging buah lunak, dan kerns kuli buahnya, berbiji satu d e h h n t (merekah pada waktu masak), vivipary (berkecambah selama masih di pohon), kotiledon besar tanpa

endosperm, kuli benih kuat dan kompak (Gambar 5).

[image:137.570.74.496.16.819.2]
(138)

Tabel 2. Perkembangan buah labu Siam

-

Perkembangan C I R I - C l R l

buah

-

Morfoloai Fisioloqi

Stadia 4 Eksokarp benvarna hijau. lntegumen masih bersatu dengan Daya berkecambah endokarp buah. Tangkai putik masih ada pada buah di ujung yang 0 %. Kadar air kering. Bobot basah buah 0.1 gram. Bobot basah benih 0.01 benih 95 %.

gram. Bobot kering benih 0.0005 gram. Panjang buah 1 an. Lebar buah 0.5 cm

Stadia 5

Stadia 6

Stadia 7

Stadia 8

Stadia 9

Stadia 10

Stadia 11

Stadia 12

Eksokarp berwama hijau. lntegumen masih bersatu dengan Daya berkecambah endokarp buah. Tangkai putik sudah lepas dari buah. Ujung 0 %. Kadar air buah belum membelah. Bobot basah buah 2 gram. Bobot basah benih 87 %

benih 0.03 gram. Bobot kering benih 0.0039 gram. Panjang buah

2 cm. Lebar buah 1.2 cm.

Eksokarp benvama hijau. lntegumen sudah mulai bisa lepas Daya berkecambah dengan endokarp buah. Ujung buah sudah mulai akan membelah. 0 %. Kadar air Bobot basah buah 42.3 gram. Bobot basah benih 0.65 gram. benih 91.4 %. Bobot kering benih 0.05 gram. Panjang buah 5.5 cm. Lebar buah

5 cm.

Eksokarp benvama hijau muda. lntegumen sudah mulai bisa Daya berkecambah lepas dari endokarp buah. Ujung buah tampak jelas akan 0 %. Kadar air membelah. Bobot basah buah 110.7 gram. Bobot basah benih benih 91.8 %

1.36 gram. Bobot kering benih 0.1 108 gram. Panjang buah 7 cm. Lebar buah 10 cm.

Eksokarp berwama hijau muda. lntegumen sudah bisa dilepas Daya berkecambah dari endokarp buah. Ujung buah sudah jelas akan membelah. 0 %. Kadar air 93 % Bobot basah buah 197.8 gram. Bobot basah benih 1.99 gram.

Bobot kering benih 0.14 gram. Panjang buah 8 an. Lebar buah

12 cm.

Eksokarp berwama hijau dan lebih keras. lntegumen semakin Daya berkecambah mudah lepas dari endocarp buah. Ujung buah sudah jelas akan 0 %. Kadar airnya membelah. Bobot basah buah 247 gram. Bobot basah benih 90.2 %.

2.56 gram. Bobot kering benih 0.21 gram. Panjang buah 8.5 an. Lebar buah 13 cm

Eksokarp berwarna hijau keputihan. lntegumen sudah mudah Daya berkecambah lepas dari endocarp buah. Ujung buah sudah jelas akan 25 %. Kadar air membelah. Bobot basah buah 319 gram. Bobot basah benih benih 88.9 %

2.71 gram. Bobot kering benih 0.30 gram. Panjang buah 9 cm. Lebar buah 14 cm.

Eksokarp berwama hijau keputihan. lntegumen mudah lepas dari Daya berkecambah endokarp buah. Ujung buah sudah belah. Bobot basah buah 90 Oh. Kadar air

362.8 gram. Bobot basah benih 4.28 gram. Bobot kering benih benih 90.2 %

0.42 gram. Panjang buah 12 cm. Lebar buah 19 cm

Eksokarp berwarna hijau keputihan. lntegumen gampang sekali Daya berkecambah dilepas dari endokarpnya. Ujung semakin lebar belahannya dan 80-90%. Kadar air mulai berkecarnbah sekitar 1 cm. Bobot basah buah 333.3 gram. 90.3 %

Bobot basah benih 4.28 gram. Bobot kering benih 0.34 gram. Panjang buah 12 cm. Lebar buah 19.5 an.

Stadia 13 Eksokarp semakin keras dan berwama hijau keputihan. Daya berkecambah lntegumen mudah lepas dari endokarp. Ujung buah berkecambah 80 %. Kadar aimya

2 cm dengan daun sepasang. Bobot basah buah 362.8 gram. 90.7 %. Bobot basah benih 3.08 gram. Bobot kering benih 0.29 gram.

-

Paniang buah 12 cm. Lebar buah 19.5 cm. [image:138.611.77.580.101.825.2]

Gambar

Tabel 1. Perkembangan bunga betina labu Siam .
Tabel 2. Perkembangan buah labu Siam
Tabel 3. Bobot kering, kadar air, dan daya berkecambah buah pada berbagai
Tabel 6. Pengaruh tingkat kemasakan benih (MI, Mz, dan M3) terhadap pertumbuhan
+7

Referensi

Dokumen terkait

The objectives of this papers are to conduct S-wave estimation by mean Biot-Gassman substitution method for running simultaneous AVO inversion of pre-stack seismic data in

Dalam penelitian ini digunakan bahan berupa sampel darah ayam buras yang diperoleh dari Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto dengan kriteria ayam tersebut

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Daerah Kementerian Keuangan Provinsi Jawa Barat melaksanakan Pelelangan Paket Pengadaan Konsultan Pengawas Rehab Gedung Asrama

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Nomor : 09/PAN-KPU/PPJK-LL/X/2012 tanggal 9 Oktober 2012 perihal Penetapan Pemenang Pekerjaan Biaya Pembangunan Fisik Gedung Kantor

UNIT LAYANAN PENGADAAN EMPAT LINGK UNGAN PERADILAN KOORDINATOR WILAYAH JAWA T IMUR.. Jalan

Dalam pembahasan masalah ini yang akan dibahas adalah mengenai cara pembuatan dari mulai menentukan struktur navigasi, membuat peta navigasi, membuat disain antarmuka,

Dengan kajian interaksi simbolik dapat diketahui bahwa relief cerita hewan pada candi Sojiwan merupakan hasil kebudayaan yang di dalamnya memuat ide-ide seniman

Memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca buku kumpulan cerita pendek (cerpen) dengan kompetensi dasar dan materi seperti yang dijelaskan di bawah ini: 1)