FENOLOGI, FENOMENA
VIVIPARY,
PENGARUH STADIA
KEMASAKAN BENlH DAN WAKTU KONSERVASI
TERHADAP VlABlLlTAS SERTA VIGOR LABU SlAM
(Sechium
edule,
Jacq Swa rtz)
OLEH
:
LULUK PRlHASTUTl EKOWAHYUNI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
FENOLOGI, FENOMENA
VIVIPARY,
PENGARUH STADIA
KEMASAKAN BENlH DAN WAKTU KONSERVASI TERHADAP
VlABlLlTAS DAN VIGOR LABU SlAM
(Sechium edule,
Jacq Swartz)
Labu Siam adalah salah satu tanaman sayuran dataran tinggi yang diduga
mennpunyai benih yang bersifat rekalsitran. Tanaman ini sangat cocok tumbuh di
dataran tinggi di Indonesia dan berproduksi terus sepanjang tahun. Labu Siam
menipunyai beberapa kegunaan yaitu sebagai sayur, obat, mencegah erosi,
makanan ternak, dan seratnya bisa untuk diet kalori, membuat topi dan
kera~njang
.
Penelitian ini adalah untuk memastikan sifat rekalsitransi benih labu Siam.
Penlelitian ini terdiri-dari tiga percobaan, yaitu 1) Fenologi untuk menentukan
stadia masak fisiologis, 2) Fenomena vivipary dengan menganalisis kandungan
ABA, dan IAA, dan 3) Pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhedap viabilitas dan vigor labu Siam.
Metodologi untuk percobaan pertama adalah dengan mengamati
perkembangan bunga dan buah labu Siam pada 15 tanaman terpilih yang diberi
tanda dan diulang sebanyak 3 kali untuk menentukan stadia masak fisiologis
benih labu Siam. Tempat penelitian di desa Barukupa bawah Cipanas Jawa
Barat (daerah sentra produksi labu Siam). Percobaan kedua adalah dengan
menganalisis kandungan hormon ABA dan IAA pada empat stadia kemasakan
benih, yaitu stadia 9 (14 HSA),stadia 10 (21 HSA), stadia 11 (28 HSA), dan
stadia 13 (42 HSA) diulang sebanyak tiga kali. Percobaan ketiga adalah
meniastikan apakah benih labu Siam termasuk benih rekalsitran pada tiga stadia
kemasakan benih (Stadia 10, stadia 11 dan stadia 13) dan empat waktu
konservasi (0 jam, 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 42 jam) yang diulang sebanyak 3
staclia rnasak fisiologis benih labu Siam diduga pada urnur 28 HSA dengan ciri
viabilitas, vigor dan berat kering maksirnum, 2) fenornena vivipary labu Siarn
terjzidi karena sernakin rneningkat stadia kemasakan benih maka kandungan
ABCl sernakin rnenurun dan kandungan IAA sernakin rneningkat, 3) benih labu
Siarn terrnasuk benih rekalsitran tinggi dengan ciri kadar air kritikalnya tinggi.
Hasil penelitian adalah sebagai berikut untuk percobaan I, perkernbangan
benih labu Siarn terdiri-dari tiga tahap
:
I ) tahap perturnbuhan, terjadi pada stadia4 hingga 6, 2) tahap rnenghirnpunlakurnulasi cadangan rnakanan terjadi pada
stadia 6 hingga 8, dan 3) tahap pernasakan terjadi pada stadia 8 hingga 11.
Staclia rnasak fisiologis diduga dicapai pada stadia 11 pada 28 HSA, yaitu
dengan ciri buah eksokarp berwarna hijau keputihan, integumen sudah lepas dari
endiokarp buah, ujung buah sudah mernbelah, bobot basah buah 362.8 gram,
bobot basah benih 4.28 gram, berat kering benih 0.42 gram, panjang buah 12
crn, lebar buah 19.5 crn, daya berkecambah buah 90 %, kadar air 90.3 %. Ciri
fisiollogi adalah viabilitas, vigor dan berat kering tertinggi.
Percobaan 2, fenornena vivipary yang terjadi pada benih labu Siarn adalah
kanclungan ABA sernakin rneningkat dan kandungan IAA rnenurun dengan
sernakin rneningkatnya stadia kemasakan benih. Fenomena vivipaly labu Siam
diduga karena ke rjasarna ABA dengan fitohorrnon lainnya seperti IAA, giberelin,
sitokinin dan etilen, artinya bukan didorninasi oleh ABA. Kandungan IAA
walaupun rnenurun jurnlahnya lebih banyak dari ABA baik di poros ernbrio
rnaupun di kotiledon.
Percobaan 3, Pengaruh perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu
konservasi menunjukkan bahwa labu siam terrnasuk rekalsitran tinggi dengan
kadar air kritikalnya tinggi dan dalarn waktu yang singkat dapat rnenurun
viab~litas dan vigornya. Kadar air kritikal benih labu Siam ada dua yaitu sebesar
dan 85.3 % pada interaksi perlakuan stadia 13 dengan tanpa dikonservasi dan
interakasi perlakuan stadia 13 waktu konservasi 12 jam. Benih pada stadia 11
umur 28 HSA pada saat masak fisiologis, mempunyai ketahanan yang tinggi
terhadap waktu konservasi dan mempunyai nilai viabilitas, vigor, dan berat kering
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : Fenologi,
Flenomena Vivipaty, Pengaruh Stadia Kemasakan Benih Dan Waktu Konservasi
Terhadap Viabilitas Serta Vigor Labu Siam, adalah benar hasil karya sendiri.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dapat dinyatakan
stxara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor Mei 2002
FENOLOGI, FENOMENA
VlVlPARY,
PENGARUH STADIA
KEMASAKAN BENlH DAN WAKTU KONSERVASI
TERHADAP VlABlLlTAS SERTA VIGOR LABU SlAM
(Sechium
edule,
Jacq Swartz)
OLEH
:
LULUK PRlHASTUTl EKOWAHYUNI
AGR 99055
Tesis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister Sains
Pada
Program PascaSarjana lnstitut Pertanian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judlul Tesis
:
FENOLOGI, FENOMENAVIVIPARY,
PENGARUH STADIA KEMASAKAN BENlH
DANWAKTUKONSERVASITERHADAP
VlABlLtTAS SERTA VIGOR LABU SlAM
(Sechium edule, Jacq Swam)
Nama mahasiswa : LULUK PRlHASTUTl EKOWAHYUNI
Nomor Pokok
: 99055
Program Studi
: Agronomi
Menyetujui
1.
Komisi Pembimbing
Dr
I ati Budiarti, MS
/f
w L-,
Dr Ir
Hj. Satriyas Ilyas, MS
2.
Ketua Program Studi Agronom
Dlr Ir Hajrial Aswidinoor, MSc
Dr Zainal Alim Mas'ud
Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 26 Juni 1964 dari Ibu Sri Ami~narti dan Ayah Drs. Ahmad Sudaryono sebagai puteri pertama dari lima bersaudara.
Penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri II, Gotong Royong Tanjung
Kariang pada tahun 1982, kemudian melanjutkan ke Fakultas Pertanian
Universitas Lampung dan lulus Sarjana pada tahun 1987.
Pada waktu menjadi mahasiswa di Fakultas Pertanian Universitas Lampung
penulis telah dipercaya menjadi asisten dosen untuk mata kuliah Botani Umum tahun 1983, selanjutnya pada tahun berikutnya menjadi asisten dosen mata
kuliah Fisika dan Fisiologi Tumbuhan. Penulis juga aktif dalam organisasi mahasiswa intrakurikuler maupun organisasi ekstrakurikuler, sehingga atas
pengalaman-pengalaman tersebut penulis dapat diterima sebagai Staf Pengajar Fakrlltas Pertanian Universitas Nasional sejak Tahun 1988 hingga sekarang.
Pads bulan Agustus 1996 penulis mendapatkan penghargaaan sebagai Dosen Teladan Harapan II se Kopertis Wilayah 111 Jakarta.
Pads tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan pada Program
PascaSarjana lnstitut Pertanian Bogor pada Program Studi Agronomi Sub
Program Studi llmu Benih dengan bantuan Biaya dari Pengelola Beasiswa
Alhamdulillahirrobil'alamin penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu
Walta'ala karena hanya atas berkah dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan
Tesis ini.
IDada kesempatan ini penulis mengucapkan Jadzakkumullahi khairron kasyiiro
atair terimakasih yang sebesar-besamya kepada Dr Ir Tati Budiarti,MS sebagai
Ketl~a Komisi Pembimbing Dr Ir Hj. Satriyas Ilyas, MS dan Dr Zainal Alim Mas'ud
masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan
pengarahan mulai dari penyusunan rencana penelitian sampai dengan
penyusunan tesis ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pengelola
Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS) Depdikbud DIKTI, Kepala
Labloratorium llmu dan Teknologi Benih IPB, Kepala Laboratorium Unit Penelitian
Tanaman Balitbio Cimanggu Bogor. Terimakasih yang sebesar-besamya
disampaikan kepada Bapak Haji Doyen petani sayur di desa Barukupa Bawah
Cipanas Jawa Barat. Rasa terima kasih yang setulus-tulusnya penulis
sarn~paikan kepada : 1) Rektor Universitas Nasional (UNAS) Jakarta, Dekan Faklultas Pertanian Universitas Nasional seria Direktur Program PascaSarjana
IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan
pencdidikan di lnstitut Pertanian Bogor. 2) Ibu Hetty, Bapak Barnbang, Ibu Yetti,
Ibu Elly, Bapak Jajang, Mas Santo, Bapak Sarju, Heru, Yosaphat, dan kawan-
kawan serta semua pihak baik karyawan maupun mahasiswa yang telah banyak
mernbantu selama pelaksanaan penelitian, 3) Adik lchwan Novianto
Ponconugroho dan adik Ir. Dudi Agung Rahardjo dan istri serta adik Unggul S.E
dan istri adik Ir. Andi Wijanarko Tribaskoro serta istri yang telah banyak
mennbantu dan dukungan moril kepada penulis. 4. lbunda tercinta Sri Aminarti
serr~angat, dan pengorbanannya selama penulis mengikuti pendidikan di program
PascaSarjana IPB sampai dengan penyelesaian tesis ini. 5. Suami tercinta Yanzi Sofyan, anak-anak tersayang Lailatul Maghfirah Tsaqilah, Muhammad Fajri AI'Haq, dan Muhammad Yaumul Rizki yang telah sabar dan tetap memberikan dorongan moril maupun spirituil yang tidak terhingga besarnya dari mulai
menjalani program pendidikan hingga selesai penulisan tesis ini. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesi:; ini. Semoga Allah Subhana Waia'ala memberikan Rahmat dan HidayahNya kepiida semua pihak yang telah banyak membantu sampai penulis dapat men~yelesaikan pendidikan ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan tetapi pen~llis tetap mengharapkan semoga hasil yang dituangkan dalam tesis ini bisa
bernianfaat bagi pihak yang memerlukannya.
Bogor, Mei 2002
No. Singkatan
1. BPPS
2. AGR
3. IPB
4. UNAS
5. ABA
6. IAA
7. BKT
8. BKA
9. HST
10. IU 11. dpl
12. ACC
13. M
14. T
15. DMRT 16. BBE 17. BBB 18. P 19. DB
20. PTM 21.
KABu
22. BK
23. Lbu
24. BBu
25. Pbu 26. KAB
Kepanjangan
Beasiswa Program PascaSarjana Agronomi
lnstitut Pertanian Bogor Universitas Nasional Asam absisat
Asam indol-3 asetat Berat kering tajuk Berat kering akar Hari setelah tanam lnternasional unit di atas permukaan laut
Aminocyclopropane carboxylic acid Tingkat kemasakan
Waktu konservasi
Duncan median range test Bobot basah embrio Bobot basah benih Nilai peluang
Daya berkecambah benih Potensi tumbuh maksimum Kadar air buah
Berat kering benih Lebar buah
DAFTAR
IS1
Halaman
DAF'TAR TABEL
...
iiiDAF'TAR GAMBAR
...
vPENIDAHULUAN
...
1 Latar Belakang...
1 Tujuan Penelitian...
3 Hipotesis Penelitian...
4TINJAUAN PUSTAKA
...
5 Labu Siam (Sechium edule Jacq Swartz)...
5 Fenologi...
7 Fenomena vivipary...
9 Hormon ABA...
10 Hormon IAA...
11Waktu Konservasi
...
12ME'I'ODOLOGI
...
16 Percobaan 1.
Fenologi untuk menentukan stadia masakfisiologis labu Siam
...
16 Percobaan 2.
Fenomena vivipary dengan menganalisis...
kandungan hormon ABA dan IAA 18
Percobaan 3
.
Pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap viabilitas dan vigor labuSiam
...
19HASlL DANPEMBAHASAN
...
24 Percobaaan 1.
Fenologi untuk menentukan stadia masakfisiologis labu Siam
...
24 Percobaan 2.
Fenomena vivipary dengan menganalisis...
kandungan hormon ABA dan IAA 32
Percobaan 3
.
Perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap viabilitas danvigor labu Siam
...
37 Pembahasan Umum...
55KESIMPULAN DAN SARAN
...
58 Kesimpulan...
58 Saran...
58DAFTAR GAMBAR
No Te ks halaman
1
.
Bagan pelaksanaan penelitian labu Siam...
17...
2
.
Bunga betina dan jantan labu Siam 253
.
Posisi bunga dan buah pada tanaman labu Siam...
254
.
Perkembangan bunga betina dan jantan labu Siam...
26...
5 . Bagian bagian buah labu Siam 26 6
.
Model fungsi seleksi hormon terhadap perkecambahan dandormansi
...
37 7.
Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap pertumbuhanbibit labu Siam pada 15 HST dan 28 HST
...
388
.
Pola kemasakan benih labu Siam...
56Nc) Lampiran halaman
...
17
.
Gambar fenomena vivipary labu Siam 7018
.
Letak calon benih bermutu labu Siam...
7019
.
Kecambah normal (a) dan kecambah abnormal labu Siam (b)...
71 20.
Kecambah benih pada tingkat kemasakan 3 waktu konservasiDAFTAR
No Teks Halaman
1. Perkembangan bunga betina (a) dan jantan (b) labu Siam
...
262. Perkembangan buah
...
273. Bobot kering, kadar air dan daya berkecambah benih pada berbagai
stadia perkembangan benih labu Siam
...
304. Kandungan hormon ABA dan IAA pada benih tabu Siam
...
325. Pengaruh kelompok hormon terhadap beberapa tahap perkembangan
tanaman
...
346. Rangkuman hasil uji sidik ragam percobaan
...
387. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap daya berkecambah
...
398. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap potensi tumbuh maksimum
...
419. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap kecepatan tumbuh
...
4010. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
,terhadap bobot kering benih
...
4111. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap bobot basah benih
...
4212. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap berat kering tajuk
...
4313. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap bobot basah embrio
...
4414. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap nisbah bobot basah benih dan bobot basah embrio
...
4515. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap nisbah BKTIBKA
...
4616. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap kadar air benih
...
4617. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
1t1. Pengaruh interaksi perlakuan pada kadar air kritikal benih
dan embrio terhadap daya berkecambah benih (%)
...
4810. Pengaruh perlakuan stadia kemasakan benih terhadap berat kering
akar
...
50No Lampiran halaman
1. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap potensi tumbuh maksimum labu Siam
...
64 2. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi...
terhadap daya berkecarnbah benih tabu Siam 64
3. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap kecepatan tumbuh labu Siam
...
644. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu
konservasi terhadap bobot kering tajuk tabu Siam
...
645. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap bobot kering akar labu Siam
...
656. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konsenrasi terhadap nisbah bobot kering tajuk dan bobot kering akar tabu Siam
....
65 7. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasiterhadap kadar air benih labu Siam
...
658. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap kadar air embrio labu Siam
...
659. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap nisbah bobot basah embrio dan bobot basah benih labu Siam 66
10. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap bobot kering benih labu Siam
...
661. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konser~asi terhadap bobot basah benih labu Siam
...
6612. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
...
terhadap bobot basah embrio tabu Siam 66
13. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap panjang akar bibii labu Siam
...
6714. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap tinggi bibit labu Siam
...
6715. Daerah penanaman labu Siam di luar Jawa
...
68PENDAHULUAN
Latar Belakang
Labu Siam (Sechium edule, Jacq Swartz) merupakan tanaman sayuran
dataran tinggi yang telah lama dikenal petani di Indonesia selain bawang putih,
kubis, sawi wortel, lobak dan tomat (Lingga 2001). Labu Siam telah dikenal
sebagai sayuran buah dan sekarang dikenal sebagai sayuran pucuk (Rubatzky
dan Yamaguchi 1999). Kandungan kalori yang terdapat pada 100 g bahan
segar labu Siam buah, pucuk dan urnbi yaitu 26,60 dan 79 kalori. Kandungan
vitamin A pada buah dan pucuk labu Siam pada 100 g bahan segar yaitu 43 dan
45160 1U
Berdasarkan ciri fisiknya diduga benih labu Siam tergolong sebagai benih
rekalsitran dengan karakteristik kadar aimya tinggi sehingga mudah
terkontaminasi mikroba dan lebih cepat mengalami kemunduran (Fanant et a/.
1988). Umumnya benih rekalsitran tidak mempunyai masa dormansi proses
metabolisme perkecambahan berjalan terus (Copeland dan McDonald 1995)
bahkan benih labu Siam dapat berkecambah ketika masih di pohon
(perkecambahan dini) atau bersifat vivipary. sfat tanaman yang mirip dengan
labu Siam diantaranya adalah tanaman species mangrove (Tomlinson 1998).
Labu Siam tidak tahan disimpan sebagai benih lebih dari satu bulan sejak
berkecambah di pohon karena tidak memiliki masa dormansi sehingga diduga
labu Siam termasuk dalam rekalsitran tinggi (highly rekalsitran). Hal in1
menunjang pendapat Farrant et a/. (1988) mengenai beberapa karakteristik
berlih rekalsitran.
Buah labu Siam setelah mengalami pemanenan biasanya mengalami periode
per~yimpanan sementara yang disebut periode (waktu) konsenrasi. Sadjad
dilalui benih setelah pemanenan mencakup menunggu saat pengolahan pengepakan dan transportasi ke tempat pengguna benih yang waktunya relatif sing~kat. Berbagai penelitian tentang waktu konservasi benih biasanya dilakukan untiik menguji kekuatan viabilitas dan vigor benih rekalsitran.
Perbanyakan tanaman labu Siam selama ini dilakukan secara generatif
dengan penanaman buah yang matang di batang dan telah berkecambah (Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Buah yang dipakai sebagai benih merupakan panenan pertama, terletak pada batang utama, mempunyai ciri-ciri fisik yang baik, dan kotiledon dalam keadaaan sehat.
Perbanyakan tanaman dengan cara vegetatif adalah dengan stek yang telah
berakar sempuma yang diperoleh dari batang yang muda namun cara ini jarang
dilakukan karena produksi dan produktivitas buahnya rendah. Rukmana (1999) menambahkan bahwa benih yang baik dihasilkan dari pohon induk yang baik. yakrli tanaman tumbuh subur normal, berbuah lebat stabil, urnur tanaman cukup
dan keadaan tanaman sehat tidak berpenyaki atau terserang hama. Benih yang akarr dijadikan bibit harus dipilih benih yang baik, bermutu, buah berumur tua, dan bentuknya normal, terletak di bagian tengah batang atau pada batang pokok, ukuran benih seragam, benih tidak diserang hama aan penyakit.
Selama ini benih labu Siam dikembang biakkan dalam bentuk buah yang
sudah berkecambah dan sehat pada umur 42 hari setelah anthesis (HSA), buah
telat~ berakar dan berkecambah sepanjang 2-4 cm dengan daun sepasang. Benih labu Siam yang digunakan untuk perbanyakan tanaman beratnya rata-rata
300-400 gram dengan kondisi voluminous dan resiko kerusakan yang tinggi. Transportasi benih dari daerah pertanaman labu Siam yang menyebar ke seluruh
wilalrah Indonesia merupakan ha1 yang sulit. Menurut Lingga (2001) kebutuhan
areal pertanaman baru untuk labu Siam 29.223 ha maka total kebutuhan benih
sekitar 18.994.950 benih.
Penelitian mengenai kandungan gizi kegunaan dan jumlah species labu
Siarn telah banyak dilakukan di Luar Negeri seperti di Negara Amerika Tengah. Masih banyak permasalahan yang belum diketahui pada benih labu Siam
khususnya mengenai kemampuan benih labu Siam sebagai calon tanaman
(ber~ih).
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap percobaan yaitu percobaan 1,
mer~gangkat fenologi dalam penentuan masak fisiologis benih labu Siam, perciobaan 2, mengamati fenomena vivipary labu Siam rnelalui analisis
kantlungan hormon ABA (asam absisat) dan hormon IAA (asam indole-3 asetic),
perciobaan 3, memantau pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu
konservasi terhadap viabilitas dan vigor labu Siam untuk memastikan sifat rekalsitran benih labu Siam apakah tennasuk rekalsitam tinggi, sedang atau renclah.
Diharapkan hasil penelitian ini memberikan informasi tambahan tentang
karakteristik morfologi dan fisiologi selama perkembangan benih labu Siam dan fenomena vivipaly serta sifat rekalsitransi benih labu Siam.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut :
1) Menentukan saat masak fisiologis labu Siam melalui studi fenologi, 2)
Meniperoleh informasi tentang sifat vivipary labu Siam berdasarkan analisis kanclungan ABA dan IAA dan 3) Mengetahui pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu konservasi benih terhadap viabilitas dan vigor benih labu Siam untuk
Hipotesis Penelitian
11. Stadia masak fisiologis labu Siam diduga pada umur buah 28 hari setelah
anthesis dengan ciri viabilitas, vigor dan berat kering maksimum.
2 . Terdapat penurunan kandungan hormon ABA dan peningkatan
kandungan hormon IAA pada fenomena vivipary benih labu Siam.
Labu
Siam
(Sechium edule, Jacq
Swart,)Labu Siam (chayote) merupakan salah satu tanaman sayuran dataran tinggi
di Indonesia. Buah, pucuk, akar dan umbi labu Siam semua bisa dikonsumsi.
Menlurut Engels (1983) di Papua Nugini pucuk umbi dan buah digunakan sebagai makianan semua jenis iemak. Tanaman labu Siam mempunyai prospek sebagai
diet61r-y food, karena mempunyai kandungan kalori yang rendah dan digunakan
sebagai makanan penambah rasa. Bijinya berbentuk seperti kacang yang mengandung sumber protein. Pucuk khususnya kaya akan vitamin A, B dan C.
Di Indonesia tidak ada statistik secara tersendiri data labu Siam selalu
diko~nbinasi dengan semua tanarnan labu (Biro Pusat Statistik 1998).
tlalam produksi dan perdagangan Intemasional, labu Siam adalah termasuk 5 (linna) jenis sayuran komersial yang penting di Brazil. Ini merupakan lnformasi
penting bagi lndonesia karena di Indonesia labu Siam sangat cocok tumbuh dan berproduksi terus sepanjang tahun. Menurut Rukmana (1999) tanarnan labu
Siarr~ dalam pertumbuhan dan perkembangannya adalah tanaman hijau
sepanjang tahun. Tanaman ini direkomendasikan untuk diperbaiki paling sedikit
tiga tahun sekali, terutama apabila terserang penyakit dan untuk menghindari seraligan penyakit.
Syarat tumbuh bagi tanaman labu Siam adalah kelembaban relatif tinggi
(80-05%) curah hujan tahunan paling sedikit 1500
-
2000 mm terdapat lrigasidan temperatur rata-rata adalah 20
-
2 5 ' ~ (dengan batas 12-
28 OC). Pertumbuhan terbaik bagi labu Siam adalah pada ketinggian 300 m-
2000 m di atas permukaan laut (dpl) dengan tanah yang berdrainase baik. Labu Siamapat~ila ditanam di dataran rendah maka tidak bisa berproduksi menghasilkan
Pembungaan dimulai 1
-
2 bulan sesudah perkecambahan danperr~bungaannya menurut Rukmana (1999) berlimpah sepanjang tahun. Bunga tanaman labu Siam adalah menyerbuk silang tetapi self compatible dan berumah
satu~ yakni bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman. Bunga jantan mirip dengan bunga betina tetapi berukuran kecil dan tiap tandan terdiri banyak
kunlum terletak dalam satu batang.
Buah terbentuk tiga bulan setelah ditanam. Buah yang diproduksi jumlahnya
ratursan per pohon per tahun. Perkecambahan bisa terjadi ketika buah berada di pohon. Fenomena ini disebut vivipary mirip seperti species mangrove. Labu
Siann varitas lokal Cipanas tidak bisa disimpan sebagai benih lebih dari satu bulan sejak berkecambah di pohon, karena benih tidak memiliki masa dorrnansi. Selama ini penyimpanan labu Siam adalah dalam bentuk buah. Engels (1983)
mengemukakan pula bahwa penyimpanan atau pemeliharaan plasma nutfah labu Siam hams dalam bentuk tanaman hidup atau kultur jaringan di bawah
kondisi kelembaban rendah. Koleksi plasma nutfah labu Siam di seluruh dunia dihasilkan oleh Chapingo Regional Centre (Mexico) dan beberapa perusahaan lain. Eiuah labu Siam berbentuk bulat sampai agak lonjong menyerupai buah
alpukat dan mengandung tangkai buah. Struktur buah terdiri-dari kulit buah yang
tipis dan berduri jarang, daging buah yang amat tebal berbiji tunggal, daging
buah banyak mengandung air dan getah. Getah labu Siam berkhasiat sebagai obat penurun panas badan.
13ijinya berbentuk panjang atau lonjong pipih berkeping dua. Akan ditelaah
Fenologi
F:enologi adalah studi pengamatan perkembangan organ tanaman yang sangat berhubungan dengan kondisi lingkungan iklim yang cocok bagi
perti~mbuhan tanaman (Gill dan Thompson 1977). Pengamatan perkembangan organ tanaman meliputi perkembangan jumlah daun, bunga maupun buah. Observasi mengenai perkembangan bunga dan buah telah dilakukan oleh Duke
et a/. (1984) pada tanaman mangrove di North Queensland Australia, belum ada penelitian fenologi pada labu Siam.
F'erskembangan (morfogenesis) adalah pertumbuhan serta differensiasi sel menjadi jaringan organ dan organisme (Salisbury dan Ross 1995). Salah satu
contoh yang paling mengagumkan dari morfogenesis tumbuhan adalah perul~ahan dari fase vegetatif ke fase reproduktif (generatif). Fase vegetatif
terjatli mulai dari benih tumbuh dan mengalami perubahan tinggi batang, panjang akar, jumlah daun, jumlah cabang serta perbesaran batang. Fase
generatif terjadi dari mulai terbentuknya bunga hingga menjadi buah dan buah
mencapai masak. Perkembangan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu cahaya suhu kelembaban perubahan suhu panjang siang dan malam kesuburan
tanah.
IUlenurut Johri (1984) bunga dan buah terbentuk setelah akar, batang dan
daun. Hal tersebut untuk melestarikan species dan melengkapi daur hidup suatu tanaman. Sebagian besar species angiospermae menghasilkan bunga berktzlamin ganda (bunga sempurna). Perbandingan antara bunga jantan dan
betina bisa menentukan hasil tanaman misalnya pada labu Siam dan mentimun.
Anthesis yaitu pembukaan bunga saat bagian-bagiannya siap untuk penyerbukan,yang biasanya terjadi bersamaan dengan munculnya bau dan
lponloea tricolor, morning glove dan termasuk labu Siam setelah anthesis segera
diikuti dengan pelayuan. Pelayuan seperti ini biasanya diikuti dengan
pengangkutan zat terlarut secara besar-besaran dari bunga ke buah atau bagian tumtbuhan yang lain seperti ovarium. Air hilang secara cepat sehingga terjadi penilrunan kadar air bunga. Proses yang terjadi adalah perombakan protein dan
RNA secara cepat dari mahkota dan kelopak, selama proses pelayuan diikuti dengan pemudaran warna bunga.
Perkembangan buah biasanya ditentukan oleh proses perkecambahan
serb~uk sari pada stigma (penyerbukan) yang diikuti dengan proses pembuahan. Serbuk sari yang jatuh pada bunga akan memacu penyerbukan dan pembuahan
alami. Pembuahan terjadi karena ovarium tumbuh dan mahkota layu lalu gugur. Biji )rang sedang tumbuh biasanya juga penting bagi pertumbuhan buah yang
norrr~al (Johri 1984).
(Zigot, kantung embrio dan ovul berkembang menjadi biji sementara ovarium
di sekelilingnya berkembang menjadi buah (perikarp). Proses pertumbuhan, baha~n kimia yang disebut zat tumbuh atau hormon tumbuh sangat berperan penting (Salisbury dan Ross 1995).
Ejuah pada saat masak fisiologis akan menghasilkan benih yang bermutu tinggi (Sadjad 1980). Proses kemasakan benih yang terjadi sejak fedilisasi
ditunjukkan dengan adanya perubahan morfologi, fisiologi maupun biokimia.
Salalr satu faktor yang mempunyai tingkat mutu benih adalah proses perkembangan dan kemasakan benih.
Proses perkembangan dan kemasakan benih melalui tiga fase masing
-
masing 1) fase pertumbuhan, 2) fase menghimpun makanan, dan 3) fase pemiasakan. Fase pertumbuhan terjadi beberapa hari sesudah penyerbukan dan
fase itu sekitar 75
-
80 %. Pada fase penghimpunan bahan makanan bobot keririg benih meningkat hingga tiga kali sebaliknya kadar air menurun sekitar 60%. Akhir fase ini bobot kering benih mencapai maksimum dan benih mencapai tingkat masak fisiologis. Benih yang sehat padat dan masak biasanya lebih
awet disimpan dibandingkan dengan benih yang belum masak. Buah labu Siam
jika dibiarkan terus di pohon maka akan segera berkecambah di pohon karena bersifat vivipary. Kondisi cuaca sangat mempengaruhi mutu benih selama periode itu.
Fenomena
vivipary
Vivipary adalah perkecambahan dini yang terjadi karena embrio yang
dihasilkan berasal dari reproduksi sexual normal tidak mempunyai masa
dornransi, pertumbuhan pertama kecambah keluar melalui kulit benih dan selanjutnya keluar melalui buah ketika tanaman masih berada di batang tanaman
induknya. Proses ini terjadi pada beberapa species tanaman diantaranya labu Sianl mangrove beberapa kultivar buah seperti citrus dan ophiorhiza. Tanaman
vivipary banyak ditemukan di daerah wetlands (basah).
Hal yang menarik bahwa fenomena vivipary, bisa diamati secara morfologi, skologi maupun fisiologi. Fisiologi dari vivipary adalah bervariasi karena adanya kondisi konsentrasi garam di dalam tanah (media), aktivitas respirasi dan
distr~busi enzym maupun hormon.
Penelitian ini akan mengamati fenomena vivipary berdasarkan distribusi
hornion di dalam perkembangan tanaman labu Siam. Penelitian ini berarti mengamati fenomena vivipary dari aspek fisiologinya. Menurut Salisbury dan Ros!; (1995) yang dimaksud hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang di
sintesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain dan pada
Respon pada organ sasaran tidak selalu bersifat memacu, karena suatu proses pertirmbuhan dan diferensiasi kadang malah menghambat misalnya ABA (Inhibitor). Hormon khas pada tumbuhan karena effektif berkerja pada
konsentrasi yang amat rendah. Hormon sering effektif pada konsentrasi 1
mikrc~molar sehingga senyawa kimia lain yang aktif pada konsentrasi tinggi buka~n hormon misalnya vitamin dan sukrosa.
Salisbury dan Ross (1995) menambahkan hormon yang pertama kali
ditenlukan adalah auksin. Auksin endogen yaitu IAA (Indol Acetic Acid)
ditemukan pada tahun 1930-an bahkan saat itu hormon mula-mula dimumikan
dari air seni. Karena semakin banyak hormon ditemukan maka efek serta konsentrasi endogennya dikaji. Hormon pada tanaman jelas mempunyai ciri :
setiap hormon mempengaruhi respon pada bagian tumbuhan, respon itu bergantung pada species, bagian tumbuhan, fase perkembangan, konsentrasi
horrnon, interaksi antar hormon, yang diketahui dan berbagai faktor lingkungan
yaitu cahaya, suhu, kelembaban, dan lainnya.
Hormon
ABA (Asam absisaf)
Semua jaringan tanaman terdapat hormon ABA yang dapat dipisahkan
secara kromatografi Rf 0.9. Senyawa tersebut merupakan inhibitor B
-
koml>leks. Senyawa ini mempengaruhi proses pertumbuhan, dormansi dan absisi. Beberapa peneliti akhirnya menemukan senyawa yang sama yaitu asam
absisat (ABA). Peneliti tersebut yaitu Addicott et a1 dari California USA pada
tahun 1967 pada tanaman kapas dan Rothwell serta Wain pada tahun 1964 pada
tanaman lupin (Wattimena 1992).
Menurut Salisbury dan Ross (1995) zat pengatur tumbuhan yang diproduksi
dianggap sebagai horrnon stress diproduksi dalam jumlah besar ketika tanaman
mengalami berbagai keadaan rawan diantaranya yaitu ABA. Keadaan rawan tersebut antara lain kurang air, tanah bergaram, dan suhu dingin atau panas. ABA membantu tanaman mengatasi dari keadaan rawan tersebut.
ABA adalah seskuiterpenoid berkarbon 15, yang disintesis sebagian di
kloroplas dan plastid melalui lintasan asam mevalonat (Salisbury dan Ross 199!5). Reaksi awal sintesis ABA sama dengan reaksi sintesis isoprenoid seperti
gibberelin sterol dan karotenoid. Menurut Crellman (1989) biosintesis ABA pada sebiagian besar tumbuhan tejadi secara tak langsung melalui peruraian karatenoid tertentu (40 karbon) yang ada di plastid. ABA pergerakannya dalam
tuml~uhan sama dengan pergerakan gibberelin yaitu dapat diangkut secara
mudah melalui xilem floem dan juga sel-sel parenkim di luar berkas pembuluh.
Hormon IAA (asam indol-
3asetat)
lstilah auksin pertama kali digunakan oleh Frist Went seorang mahasiswa PascmSarjana di negeri Belanda pada tahun 1926 yang kini diketahui sebagai asarn indol-3 asetat atau IAA (Salisbury dan Ross 1995) Senyawa ini terdapat
cukup banyak di ujung koleoptil tanaman oat ke arah cahaya. Dua mekanisme
sintesis IAA yaitu pelepasan gugus amino dan gugus karboksil akhir dari rantai
triphtofan. Enzim yang paling aktif diperlukan untuk mengubah tripthofan menjadi IAA terdapat di jaringan muda seperti meristem tajuk, daun serta buah yang sedang tumbuh. Semua jaringan ini kandungan IAA paling tinggi karena
disir~tesis di daerah tersebut.
IAA terdapat di akar pada konsentrasi yang hampir sama dengan di bagian
end~gen atau auksin yang terdapat dalam tanaman. IAA berperan dalam aspek
pertlumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu pembesaran sel yaitu koleoptil .
-
atau~ batang penghambatan mata tunas samping, pada konsentrasi tinggi menighambat pertumbuhan mata tunas untuk menjadi tunas absisi(pengguguran) daun aktivitas dari kambium dirangsang oleh IAA pertumbuhan
aka;) pada konsentrasi tinggi dapat menghambat perbesaran sel-sel akar.
Penelitian IAA oleh Gregorio et a1 (1995) pada embrio, endosperrna, dan integumen benih Sechium edule (labu Siam) pada umur 23, 27, 33, dan 37 hari setelah anthesis adalah sebagai berikut: I ) jumlah IAA pada embrio pada umur
tersebut berturut-turut 1.67%, 2.08%, 3.40 % dan 3.29 %, 2) Jumlah IAA pada
endosperma berturut-turut 20.45%, 25.72%, 30,40%, dan 52.22% dari total IAA, dan 3) Jumlah IAA pada integumen adalah 8.44%, 9.32%, 8.76% dan 8.04%, dan 4) Jumlah 1AA total ( IAA terikat maupun IAA bebas) cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya kemasakan benih labu Siam.
Waktu konsewasi
Benih labu Siam tergolong benih rekalsitran. Farrant et a1 (1988)
mernperkenalkan istilah orthodoks dan rekalsitran untuk menggambarkan kondisi sebe4um simpan. Benih orthodoks rontok dari tanaman induknya pada kondisi
kadar air rendah karena mengalami pengeringan ketika proses pemasakan dan
secara umum dapat dikeringkan hingga kadar 5 % tanpa kerusakan. Benih rekalsitran peka terhadap chilling injury atau kerusakan karena suhu rendah.
tanaman induknya tinggi berkisar 30
-
70 % dan variasi antara individu lot berkisar 17-
30 %. Karakteristik benih rekalsitran lainnya yaitu diselimuti oleh lapisan berdaging atau berair, dan mempunyai testa yang impermeable.Struktur internal ini mempertahankan benih dalam lingkungan yang berkadar air tinggi. Secara morfologi Chin et a/. (1989j menjelaskan bahwa benih rekalsitran berbeda dari orthodoks tidak hanya dalam ukuran tetapi juga dalam kompleksitasnya dan viabilitasnya.
Farrant et a/. (1988) menggolongkan benih rekalsitran dalam tiga golongan
yaitu rekalsitran tinggi (highly), rekalsitran sedang (moderate) dan rekalsitran rendah (minimally). Adapun ciri-ciri golongan benih yang termasuk rekalsitran
tinggi adalah habitatnya di hutan-hutan tropis dan daerah basah (wetlands), hanya mentolerir sedikit kehilangan air, dapat berkecambah cepat tanpa adanya
penzrmbahan air, dan sensitif terhadap temperatur. Ciri benih rekalsitran sedang yaitu habitatnya menyebar di daerah tropik, bisa mentolerir kehilangan air dalam jumlah sedang, laju perkecambahan tanpa adanya penambahan air sedang,
sensitif terhadap temperatur dan juga sensitif terhadap suhu rendah. Benih rekalsitran rendah ciri-cirinya adalah umumnya benih terdapat di daerah temperate, menyebar di daerah subtropikal, bisa mentolerir kehilangan air yang
cukup banyak hampir mendekati benih orthodoks, perkecambahan lambat tanpa
adarlya penambahan air, dan bisa mentolerir suhu yang agak rendah.
Menurut Sadjad (1984), viabilitas benih didefinisikan sebagai daya hidup yang ditunjukkan oleh gejala metabolisme dan pertumbuhannya. Viabilitas benih terdiiri dari dua komponen yaitu pertama vigor benih yang mencakup kekuatan tumt~uh benih dan daya simpan benih, serta kedua daya berkecambah. Viabilitas benil7 dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor innate induced dan enforced.
Faktlor innate (genetik) adalah faktor bawaan yang berhubungan dengan sifat
selalma pertanaman panen pengolahan dan pengepakan sebelum simpan yang berpengaruh terhadap benih sedangkan faktor enforced adalah lingkungan
simpan seperti suhu dan RH.
Benih mencapai vigor tertinggi dan berat kering maksimum pada saat maslak fisiologis (Sadjad 1980). Masak fisiologis dilewati maka benih mengalami
kemlunduran benih sebagai perubahan dari kualitas benih yang tidak dapat balik
aka11 terjadi, vigor akan hilang terlebih dahulu setelah vigor baru daya berkrecambah. Penurunan vigor dan daya berkecambah dipengaruhi oleh umur benih, dan kondisi simpan benih yang lotnya heterogen penurunan viabilitasnya beragam.
Benih rekalsitran mengalami penurunan viabilitas optimum yang cepat
bahkan dalam penyimpanan jang ka pendek (Farrant et al. 1988). Masalah
terbesar adalah kesulitan dalam mempertahankan kadar air yang tetap tinggi. Berbagai penelitian dalam usaha mempertahankan viabilitas benih dan vigor umumnya dihubungkan dengan upaya peningkatan daya konservasi benih. Penurunan kadar air dan waktu konservasi akan mempengaruhi mutu fisik,
fisiologi maupun biokimiawi benih yaitu daya berkecambah yang menurun,
meningkatnya kebocoran membran (Bonner 1996), menurunnya laju respirasi (Espindola et al. 1994), meningkatnya asam lemak bebas (Toruan 1986), meningkatnya kerusakan niembran dan kerusakan beberapa organel sel (Berjak et ar! 1994), meningkatnya kerusakan pada nukleus dan badan lemak pada sel
parenkim. Hasil penelitian Espindola et al. (1994) pada poros embrio dan
kotiledon dari embrio benih Araucaria angustifolia menunjukkan urut-urutan
etilen serta terjadi kebocoran 25% dari total elektrolit dan penurunan aktivitas
respirasi yang pada akhirnya menurunkan perkecambahan
.
Benih rekalsitran tidak peka terhadap desikasi (Espindola et a/. 1994)
maka benih perlu disimpan dalam media yang lembab dan direndam air.
Kerr~unduran benih rekalsitran diartikan sebagai penurunan viabilitas benih (deteriosasi) yang tidak dapat balik, ditandai dengan gejala biokimiawi dan fisiologi maupun anatomis. Benih rnundur daya berkecambahnya menurun dan
kemampuan untuk tumbuh pada kondisi sub optimum juga menurun. Gejala
kemunduran benih dapat ditelaah dari segi biokimiawi misalnya dari kemampuan
METODOLOGI
Penelitian dilakukan di empat lokasi yaitu : 1) kebun sayur Pacet desa
Barukupa Bawah kabupaten Cianjur Jawa Barat, 2) laboratorium llmu dan
Tek~nologi Benih Baranang Siang, 3) laboratorium llmu dan Teknologi Benih
Leuwikopo Darrnaga Bogor, 4) laboratorium Balai Penelitian Bioteknologi
Cimanggu Bogor.
Penelitian dimulai bulan Juli 2000 sampai dengan bulan Juni 2001.
Penelitian terdiri dari tiga percobaan, yaitu percobaan 1, adalah fenologi labu
Siann untuk menentukan stadia masak fisiologis, percobaan 2, adalah fenomena
vivi~~ary labu Siam dengan cara manganalisa kandungan hormon ABA dan IAA,
percobaan 3, pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap
viabilitas dan vigor labu Siam (Bagan percobaan pada Gambar 1).
Bahan dan alat yang digunakan adalah buah labu Siam varietas lokal
Pacc?t. Bahan lainnya adalah arang sekam, akuades, sabun, kertas aluminium
foil, kertas manila, pisau, gunting, petridish, kotak penyimpanan sementara
(konservasi) oven ruang AC karung kotak persemaian, bambu, pensil dan alat
tulis lainnya alat pengukur panjang dan lain lain. Berikut bagan percobaan.
Percobaan 1. Fenologi untuk menentukan stadia masak fisiologis
labu
SiamPengamatan fenologi dilakukan sejak bunga mekar, hingga terbentuk
buatl dan buah mencapai masak. Pengamatan dilakukan di kebun sayur Pacet
desa Barukupa Bawah. Adapun pelaksanaan percobaan adalah pertama-tama
merrlberi tanda (label) pada setiap bunga yang mekar pada lima cabang setiap
pohonnya dan diulang sebanyak tiga kali setiap petak. Pengamatan dilakukan
pada tiga petak, maka bunga yang diberi label sebanyak 45 cabang bunga,
PERCOBAAN PENDAHULUAN
Menduga tingkat masak fisiologis benih dan menduga waktu konsenrasi benih labu Siam
PERCOBAAN l
Fenologi labu Siam untuk menetapkan stadia masak fisiologis
Pelngamatan : perkembangan bunga dan buah, bobot buah, bobot basah benih, bobot kering benih, kadar air,
ukuran buah, daya berkecambah benih.
PERCOBAAN ll
Fenomena vivipary benih labu Siam berdasarkan horrnon ABA dan IAA
Pengamatan : mengamati kandungan ABA dan IAA pada Mo, M1, M2, dan M3
PERCOBAAN 1II
Mengamati pengaruh perlakuan tlngkat kemamkn benih danwaktu konservasi terhadap viabilitas dan vigor benih labu Siam
Pengamatan : daya berkecambah, kadar air benih, potensi tumbuh maksimum, keoepatan tumbuh, bobot kering M i h , bobot basah benih, kadar air embrio, bobot kering akar, bobot kering tajuk, bobot basah embrio, rasio bobot basah embrio dan bobot basah benih, rasio
bobot kering tajuk dan bobot kering akar pada MI, M2, dan Ms
dan To,Tl,Tz,T3 dan T4
Gannbar 1. Bagan Pelaksanaan Penelitian
buah dari 45 cabang yang ditandai, serta mendapatkan beberapa tingkat stadia
kernasakan buah. Stadia yang memenuhi syarat tingkat masak fisiologis yaitu
dengan ciri-ciri viabilitas, vigor, dan berat kering maksimum. Percobaan ketiga,
untuk medukung hasil dari percobaan pertama mengenai saat tingkat masak fisiologis dengan ciri viabilitas maksimum dan vigor benih maksimum.
Tolok ukur untuk percobaan pertama yaitu :
Bot~ot buah.
Bolbot basah benih
Bobot basah benih diukur setelah benih diekstrak dari buahnya. Pengukuran
dilakukan dari stadia buah mulai terbentuk sampai stadia buah lewat masak
fisiologis dengan menggunakan timbangan
.
Bobot kering benih
Bobot kering benih diukur setelah benih diekstrak dari buahnya dari stadia buah
mulai terbentuk sampai buah lewat masak fisiologis. Benih dikeringkan terlebih
datiulu dalam oven dengan suhu 105 O C selama 16
-
18 jam, selanjutnyaditirnbang bobot keringnya.
Besar buah
Besar buah diukur berdasarkan panjang dan lebarnya buah dari stadia mulai
terbentuk sampai stadia lewat masak fisiologis
.
Dajla berkecambah buah
Buah ditanam lalu diukur daya berkecambahnya dari stadia mulai buah terbentuk
sanipai stadia lewat masak fisiologis. Daya berkecambah dihitung berdasarkan
persentase kecambah normal pada hari ke 14 dan 21 HST. Perhitungannya
adallah :
C
kecambah normal hit I + hit IIDays berkecambah
=
---
X 100 %C benih yang ditanam
Pe~rcobaan 2. Fenomena vivipary dengan menganalisis kandungan
hormon
ABA
danIAA
Pengamatan fenomena vivipary benih labu Siam dilakukan dengan
me~nggunakan empat (4) tingkat kemasakan dengan 3 ulangan (3 buah) yaitu :
1. Analisis kandungan ABA
Analisis ABA menggunakan metode Robertson dan Synder et a/. (1987)
dengan alat High Performance Liquid Chromatography. Tahap analisis
mencakup penyimpanan ekstrak. Ekstrak dari jaringan benih labu Siam yaitu
bagian embrio dan kotiledonnya disimpan dalam nitrogen cair. Kemudian di
purilikasi dengan larutan methanol : akuades : asam asetat ( 50 : 49 : 1, vlv).
Penstapan kandungan ABA, larutan contoh disuntikkan ke alat High
Performance Liquid Chromatographi. Fase diam yang digunakan adalah kolom
C 1El sedangkan fase cair adalah metanol : asam asetat : akuades. Detektor
dengan h 260 nm sedang kecepatan alir fase gerak adalah 1 mll menit suhu
detektor 25 O C dengan attenuasi 0.02.
2. Analisis kandungan IAA
Analisis kandungan IAA ini menggunakan metode Sandberg et a/. (1987).
Tahiap analisis mencakup penyimpanan ekstrak. Ekstrak dari jaringan benih
labu Siam yaitu bagian embrio dan kotiledonnya disimpan dalam larutan metanol
0.3 !j/ml yang mengandung 0.02 % natrium dietilkarbamat, selama 2 jam. Ekstrak
mekalcnat dipurifikas~ dengan kromatografi XAD, kemudian dicuci 5 ml etil asetat
Ihexane ( 3:1, vlv) , dan disuntikkan pada alat High Performance Liquid
Chromatographi.
Per~cobaan
3.
Pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu
konservasi terhadap viabilitas dan vigor labu Siam
Percobaan ini menggunakan rancangan split plot yang disusun secara
kelompok. Petak utama adalah waktu konservasi dengan lima taraf yaitu 1)
kontrol (To), 2) waktu konservasi 12 jam (TI ) 3) 24 jam (T2), 4) 36 jam (T3), 5)
Anak petak adalah tingkat kemasakan benih dengan tiga taraf yaitu MI ( 21
HSA), M2 ( 28 HSA), dan M3 ( 42 HSA). Setiap perlakuan diulang tiga kali
sehingga diperoleh 45 unit percobaan
.
Benih labu Siam sebanyak 600 buah dipanen dari kebun sayur Cipanas
dengan tiga tingkat kemasakan yaitu Mi, M2 , M3. Kebutuhan benih labu Siam
seba~nyak 5 x 3 ~ 3 ~ 1 0
=
450 buah. Ekstraksi benih labu Siam dari buahnya cukupsulit karena belum ada petunjuk khusus sehingga perlu dilakukan dengan cara
hati- ha ti. Ekstraksi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan memotong
buah pada sisi kiri dan kanannya sepanjang setengah dari besar buah kemudian
merr~otong di dekat ujung buah pada sisi samping kiri dan kanannya selebar
seperempat lebar buah. Secara hati-hati buah dibelah dengan ketrampilan
tangan. Benih akan didapat dengan kondisi baik apabila pemotongan dilakukan
tepal: pada tempatnya. Benih hasil ekstraksi disusun dalam bak plastik yang
dilapisi oleh aluminium foil. Benih disusun berdasarkan waktu konservasi
denclan rancangan split plot dalam ruangan AC (suhu
20'~
dan kelembaban67.5
%).
4) Penyusunan benih dimulai dari waktu konservasi 48 jam (T4), 36jam (T3), 24 jam (T2), 12 jam (Ti) dan yang terakhir 0 jam (kontrol ). Pengaturan
ini dimaksudkan agar waktu tanam untuk setiap waktu kcnservasi terjadi secara
bersama. Setiap perlakuan diambil 2 (dua) butir benih untuk pengamatan berat
kering (benih, kotiledon dan embrio) dan kadar air benih. Setelah disimpan
benih labu Siam ditanam pada kotak persemaian benih yang disusun secara split
plot design secara berkelompok di green house Leuwikopo dengan media arang
sekam jumlah seluruhnya adalah 45 kotak media persemaian, setiap unit
percobaan 12 benih sehingga total benih 540 buah. Tahap selanjutnya adalah
pemeliharaan tanaman dan pengamatan perkembangan kecambah benih labu
Day a berkecambah.
Benih yang telah diekstraksi dan dikonservasi ditanam dengan menggunakan media arang sekam. Daya berkecambah dihitung berdasarkan persentase kemmbah normal pada hari ke 14 (hitungan I) dan 21 HST (hitungan 11). Kriteria
kecambah normal adalah epikotil sehat daun berjumlah sepasang panjangnya 4 cm.
C Kecambah normal hit I +hit II
Daya berkecambah
=
-
--
x 100 %C
Benih yang ditanamKad,ar air benih
Kad;ar air benih dihitung setelah benih diekstrak dari buahnya berdasarkan bobot basah benih dan bobot kering benih. Bobot kering benih diukur setelah benih dikeringkan pada oven dengan suhu 1 0 5 ' ~ selama 16
-
18 jam. Selanjutnyadiukur kadar air benih baik sebelum maupun sesudah waktu konservasi.
Bobot basah
-
Berat keringKadar air
=
--
x 100 %Bobot basah
Potensi tumbuh maksimum (PTM)
Potensi tumbuh maksimum ditentukan berdasarkan persentase benih yang
tumtluh baik (normal) maupun abnormal pada umur empat minggu setelah tana~n (28 HST).
C
Kecambah normal + abnormalPotensi tumbuh maksimum
=
---
x 100 %C Benih yang ditanam
Berat kering benih (BKB)
Bera t kering benih diukur setelah benih diekstrak dari buahnya berdasarkan
Kecepatan tumbuh (Kcr)
Kecctpatan tumbuh dihitung berdasarkan nilai pertambahan perkecambahan
setiap hari atau etmal selama kurun waktu perkecambahan dalam kondisi
optin~um (Sadjad 1994)
t
Kcr
=
C
dii = 1
ketelPangan : t
=
kurun waktu perkecambahan selama 28 hari d=
tambahan persentase kecambah normal per etmal.Boblot basah benih (BBB)
Bobot basah benih ditimbang setelah benih diekstrak dari buahnya baik sebelum
maulpun sesudah perlakuan konservasi.
Boblot basah embrio (BBE)
Bobot basah embrio diukur setelah benih diekstrak dari buahnya baik sebelum
dan lsesudah perlakuan konservasi.
Nisbuah bobot basah embrio dan bobot basah benih (BBEIBBB)
Nisbah bobot basah embrio dan bobot basah benih diukur setelah benih
diekstrak dari buahnya. Pengukurannya berdasarkan perbandingan antara bobot
basah embrio dengan bobot basah benih sebelum dan sesudah perlakuan
Bobot basah embrio
Nisbah bobot basah embrio dan benih
=
---
Bobot basah benih
Kadiar air embrio (KAE)
Kadar air embrio diukur setelah benih diekstrak dari buahnya berdasarkan bobot
basah embrio dan bobot kering embrio. Bobot kering embrio diukur berdasarkan
pengeringan oven dengan suhu 1 0 5 ~ ~ selama 16-1 8 jam. Didapatkan kadar
airnya sebelum dan sesudah perlakuan
.
Bobot basah embrio
-
Bobot kering embrioKadar air embrio
=
---
-
---
x 100 %Beralt kering akar (BKA)
Berat kering akar diukur setelah bibit dicabut dari media persemaian.
Pengukuran berdasarkan bobot akar yang telah dioven dengan Suhu 105OC
selarna 16
-
18 jam. Bobot kering akar diukur pada umur 28 HST.Berat kering tajuk (BKT)
Berat kering tajuk diukur berdasarkan tajuk yang telah dioven dengan suhu
105~(5 selama 16
-
18 jam. Pengukuran dilakukan dari bibit yang berumur 28HST
Nisbah berat kering tajuk dengan berat kering akar bibit (BKTIBKA)
Nisbiah antara berat kering tajuk dan berat kering akar pada umur 28 HST.
Berat kering tajuk Nisbiah Berat kering tajuk dan akar
=
Berat kering akar
Panjang akar bibit
Panjiang akar primer diukur mulai dari pangkal hingga ujung akar pada bibit
beru~nur 28 HST.
Analisis data
Analisis data hasil percobaan ketiga dianalisis menggunakan analisis
ragam, dan apabila terdapat pengaruh nyata, maka nilai rata-rata diuji lanjut
DMiilT pada taraf kepercayaan 95 %. Hasil pengamatan percobaan pertama dan
Percobaan
I.
Fenologi labu Siamuntuk
menetapkan stadia masak fisiologis labu SiamPengamatan fenologi dihasilkan 13 (tigabelas) stadia perkembangan buah Lablu siam mulai dari stadia 1 (satu) yaitu 0 had setelah anthesis, sampai stadia
13 yaitu 42 HSA. Stadia perkembangan tersebut dibagi menjadi dua tahap yaitu (1) tahap perkembangan bunga dan (2) tahap perkembangan buah labu. Pengamatan fenologi menunjukkan, dengan bertambahnya umur tanaman men~unjukkan perubahan morfologi maupun fisiologi (Tabel 1). Perubahan morfologi yang diamati adalah kemekaran bunga, warna bunga dan bentuk
bungs (Gambar 2 dan 3), perubahan wama eksokarp, panjang buah, lebar buah, perubahan integumen, keadaan bibir buah (ujung buah). Perubahan
fisiologi yang diamati pada percobaan ini adalah kadar air benih dan buah serta day;% berkecarnbah buah.
Hasil pengamatan secara morfologi maupun fisiologi dari 13 stadia perkembangan labu Siam yaitu 3 stadia perkembangan bunga dan 10 stadia
perkembangan buah disajikan dalam Tabel 2 dan 3. Ketiga belas stadia yang
dihasilkan pada penelitian ini maka dapai dibagi tiga fase (Sadjad 1988).
Fase pertumbuhan terjadi dari stadia 4 hingga stadia 6, fase menghimpun cadangan makanan terjadi dari stadia 6 hingga stadia 8, dan fase pemasakan
terjadi dari stadia 8 hingga stadia 11. Penelitian ini menghasilkan bahwa stadia
masak fisiologis diduga dicapai pada stadia 11 umur 28 HSA. Ciri-ciri masak
fisiologis buah adalah sebagai berikut eksokarp berubah hijau keputihan, kulit buah semakin mengeras, integumen sudah mudah lepas dari endokarp buah, ujung buah sudah membelah, bobot basah buah tertinggi yaitu 362.8 gram,
-
-4
Pedicel
I
1
Tabel 1. Perkembangan bunga betina labu Siam
.
stadia paembangan h n g a (%A)
c
i
~
stadig 1 (0)
I Buge masih l a m p , warns hijau muda
Bunga sudah mekar, tangkai b u w agPk mmanlang,
kepala pulik tam* beFwama kuning carah dsn
m a w bunga berwama kuning carah.
Tangkai bunoa memanjang dan m a k i n
menhmhk krah Mu Siam. 6ameter M seldar 2 mm, dan bunga mhi mengu&p kambali .
-
Perkembangan bunga betina dan jantan labu Sam dapat dilihat pada Gambar 4.
1 2 3 1 2 3
(a) (b)
Gambar 4. Perkembangan bunga betina (a) dan jantan (b) labu Siam
Labu Siam tergolong buah beny @mi), dengan daging buah lunak, dan kerns kuli buahnya, berbiji satu d e h h n t (merekah pada waktu masak), vivipary (berkecambah selama masih di pohon), kotiledon besar tanpa
endosperm, kuli benih kuat dan kompak (Gambar 5).
[image:137.570.74.496.16.819.2]Tabel 2. Perkembangan buah labu Siam
-
Perkembangan C I R I - C l R l
buah
-
Morfoloai FisioloqiStadia 4 Eksokarp benvarna hijau. lntegumen masih bersatu dengan Daya berkecambah endokarp buah. Tangkai putik masih ada pada buah di ujung yang 0 %. Kadar air kering. Bobot basah buah 0.1 gram. Bobot basah benih 0.01 benih 95 %.
gram. Bobot kering benih 0.0005 gram. Panjang buah 1 an. Lebar buah 0.5 cm
Stadia 5
Stadia 6
Stadia 7
Stadia 8
Stadia 9
Stadia 10
Stadia 11
Stadia 12
Eksokarp berwama hijau. lntegumen masih bersatu dengan Daya berkecambah endokarp buah. Tangkai putik sudah lepas dari buah. Ujung 0 %. Kadar air buah belum membelah. Bobot basah buah 2 gram. Bobot basah benih 87 %
benih 0.03 gram. Bobot kering benih 0.0039 gram. Panjang buah
2 cm. Lebar buah 1.2 cm.
Eksokarp benvama hijau. lntegumen sudah mulai bisa lepas Daya berkecambah dengan endokarp buah. Ujung buah sudah mulai akan membelah. 0 %. Kadar air Bobot basah buah 42.3 gram. Bobot basah benih 0.65 gram. benih 91.4 %. Bobot kering benih 0.05 gram. Panjang buah 5.5 cm. Lebar buah
5 cm.
Eksokarp benvama hijau muda. lntegumen sudah mulai bisa Daya berkecambah lepas dari endokarp buah. Ujung buah tampak jelas akan 0 %. Kadar air membelah. Bobot basah buah 110.7 gram. Bobot basah benih benih 91.8 %
1.36 gram. Bobot kering benih 0.1 108 gram. Panjang buah 7 cm. Lebar buah 10 cm.
Eksokarp berwama hijau muda. lntegumen sudah bisa dilepas Daya berkecambah dari endokarp buah. Ujung buah sudah jelas akan membelah. 0 %. Kadar air 93 % Bobot basah buah 197.8 gram. Bobot basah benih 1.99 gram.
Bobot kering benih 0.14 gram. Panjang buah 8 an. Lebar buah
12 cm.
Eksokarp berwama hijau dan lebih keras. lntegumen semakin Daya berkecambah mudah lepas dari endocarp buah. Ujung buah sudah jelas akan 0 %. Kadar airnya membelah. Bobot basah buah 247 gram. Bobot basah benih 90.2 %.
2.56 gram. Bobot kering benih 0.21 gram. Panjang buah 8.5 an. Lebar buah 13 cm
Eksokarp berwarna hijau keputihan. lntegumen sudah mudah Daya berkecambah lepas dari endocarp buah. Ujung buah sudah jelas akan 25 %. Kadar air membelah. Bobot basah buah 319 gram. Bobot basah benih benih 88.9 %
2.71 gram. Bobot kering benih 0.30 gram. Panjang buah 9 cm. Lebar buah 14 cm.
Eksokarp berwama hijau keputihan. lntegumen mudah lepas dari Daya berkecambah endokarp buah. Ujung buah sudah belah. Bobot basah buah 90 Oh. Kadar air
362.8 gram. Bobot basah benih 4.28 gram. Bobot kering benih benih 90.2 %
0.42 gram. Panjang buah 12 cm. Lebar buah 19 cm
Eksokarp berwarna hijau keputihan. lntegumen gampang sekali Daya berkecambah dilepas dari endokarpnya. Ujung semakin lebar belahannya dan 80-90%. Kadar air mulai berkecarnbah sekitar 1 cm. Bobot basah buah 333.3 gram. 90.3 %
Bobot basah benih 4.28 gram. Bobot kering benih 0.34 gram. Panjang buah 12 cm. Lebar buah 19.5 an.
Stadia 13 Eksokarp semakin keras dan berwama hijau keputihan. Daya berkecambah lntegumen mudah lepas dari endokarp. Ujung buah berkecambah 80 %. Kadar aimya
2 cm dengan daun sepasang. Bobot basah buah 362.8 gram. 90.7 %. Bobot basah benih 3.08 gram. Bobot kering benih 0.29 gram.
-
Paniang buah 12 cm. Lebar buah 19.5 cm. [image:138.611.77.580.101.825.2]