• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seleksi In Vitro Tanaman Padi Untuk Sifat Ketahanan Terhadap Aluminium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Seleksi In Vitro Tanaman Padi Untuk Sifat Ketahanan Terhadap Aluminium"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)

SELEKSI

IN

VlTRO

TANAMAN PAD1

UNTUK SIFAT KETAHANAN TERHADAP

ALUMINIUM

OLEH

RAGAPADMI PURNAMANINGSIH

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN

BOGOR

(82)

ABSTRAK

RAGAPADMI PURNAMANINGSM. Seleksi In Vitro Tanaman Padi Untuk Sitat Ketahanan Terhadap Aluminium. D ~ h w a h bimbingan G.A. WATTIMENA sebagai ketua dan IKA MARISKA sebagai anggota.

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi nasional padi adalah dengan memanhatkan lahan masam yang tersedia cukup luas

di

luar Pulau Jawa. Pada lahan tersebut ditemukan masalah cekaman lingkungan yaitu tingkat kernasaman yang tinggi, ketersediaan hara N, P, K, Ca, Mg, dan Mo yang rendah serta konsentrasi A1

dan

Mn

yang mencapai tingkat beracun. Pendekatan yang efkien dan ramah lingkungan untuk menangguhgi masalah tersebut

adalah

dengan memperbaiki kultivar-kultivar tanaman terhadap cekaman lingkungan, akan tetapi varietas yang tahan saat ini jurnlahnya mash terbatas. Salah

satu

metoda yang dapat digunakan untuk memperoleh tanaman-tanaman baru yang dapat ditanam di lahan masam adalah

melahi

keragaman somaidonal

dan

seleksi in vitro. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh nomor-nomor baru tanaman padi yang mempunyai sitat ketahanan terhadap Al dan pH rendah (4.0). Perlakuan yang diuji adalah jenis varietas (T 309 clan Rojolele) dan konsentrasi aluminium (0, 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm). Sekksi

dilakukan

pada tiga tahap yaitu tahap regenerash embrio dan kalus. Rancangan disusun secara Worial

dalam

rancangan hgkungan acak lengkap. Dalam penelitian ini juga dilakukan pengujian tanaman hasil seleksi in vitro di rumah kaca dengan menggunakan larutan ham yaitu Yoshida dan

penambahan

aluminum (0

dan

45

ppm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua varietas mempunyai respon yang sama pada semua jenis media yang digunakan. Pada perlakuan komposisi media, MS

+

2,4-D 2 rng/l+ casein hidrolisat 3 g/l lebih banyak membentuk nodul- nodul bakal mata tunas d i i media lainnya. Regenerasi eksplan setelah perlakum

seleksi

menunjukkan bahwa pada umumnya kedua jenis varietas dapat beregenerasi pada semua perlakuan seleksi yang diirikan kecuali pada konsentrasi

Al

500 ppm. Seleksi pada tahap kalus, regenerasi dan ernbrio menunjukkan hasil
(83)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang bejudul :

"SELEKSI IN VITRO TANAMAN PAD1 UNTUK SIFAT KETAHANAN

TERHADAP A L W

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua

sumber

data

dan i n f o m i yang digunakan telah dinyatakan secara jelas clan dapat

diperiksa kebenarannya

Bogor, 4 Juni 2002

RAGAPADMI PURNAMANINGSIH

(84)

SELEKSI

IN

WTRO

TANAMAN PAD1

UNTUK SIFAT KETAHANAN TERHADAP

ALUMINIUM

RAGAPADMI P U R N n G S m

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(85)

Judul Tesis

Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi

: Seleksi In ntro Tanaman Padi Untuk Sifat Ketahanan Terhadap Aluminium

: Ragapadmi Purnamaningsih : 99.626

: Bioteknologi

Menyetujui

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Wattimena, MSc. Ketua

Dr. Ir. Ika Mariska, APU Anggota

Mengetahui

2. Ketua Program Studi Bioteknolo

(86)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Denpasar, Bali pada tanggal 19 Agustus 1965 sebagai

anak pertarna dari pasangan Bapak Retig Adnyana dan Ibu Siti Nifah. Penulis

menyelesaikan jenjang pendidikan formal di SD Negeri PPSP IKIP Surabaya pada tahun 1977, SMP PPSP IKIP Surabaya pada tahun 1980, dan SMA Negeri I Surabaya

pada tahun 1983. Pada tahun yang sama penulis rnelanjutkan pe~~didikan di Institut

Pertanian Bogor dan men~peroleh gelar Sarjana Pertanian pada bulan Desember 1987.

Pada tahun 1999 penulis diterirna di Program studi Bioteknologi, Program

Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis mulai bekerja pada tahun 1989 di

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanarnan Industri, dan pada tahun 1995 penulis

dipindahkan ke Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Selanjutnya pada tahun

1997 penulis dipindahkan ke Balai Penelitian Bioteknologi Tanarnan Pangan Bogor

(87)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat AUat swt atas selesainya karya

tulis

ilmiah ini. Topik yang dipilih adalah Seleksi

in

vitro tanaman padi untuk siht ketahauan terhadap aluminium.

Terimakasih diucapkan kepada Prof. Dr. Ir. G.A. Wattimena dan Dr. Ir. Ika Mariska selaku pembimbing, atas gagasan dan dorongan yang sangat berguna

dalam

menyelesaikan penelitian serta penulisan tesis; Ketua Program Studi beserta staf atas

kepercayaan dan kesediaannya mendidik penulis khususnya

dalam

bidang biologi

rnolekuler; Direktur Program Pasca Sarjana IPB besarta staf atas pelayanan selarna

penulis rnenernpuh pendidikan; Kepala Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman

Pangan beserta staf yang telah memberikan ijin belajar serta hilitas penelitian; *

Ketua Kelti Reproduksi dan Pertumbuhan serta teman-teman Kelompok Peneliti

Reproduksi dan Pertumbuhan atas semua bantuan

dan

dukungannya selama penulis

melakukan penelitian, kepada orang tua dan adik-adik tersayang

,

suami

dan

anak-

anak tercinta (Reza dan Arin) terimakasih atas kasih sayang serta perhatiannya yang sekh menyertai perjalanan penulis selama me- studi. Kepada teman-teman

Program Studi Bioteknologi angkatan 99, khususnya kepada Atmitri, Enung Sri Mdyaiq@ serta Sri Hartati, terimhsih atas persahabatan dan kebemmaan yang sangat berarti Penulis juga men* terimakasih kepada Proyek ARMP, Badan

Penelitian clan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, yang telah

membiayai studi penulis.

(88)

DAFTAR IS1

...

DAFTAR IS1

...

DAFTAR TABEL

...

DAFTAR GAMBAR

...

DAFTAR LAMPIRAN TABEL

PENDAHULUAN

...

LatarBelakang

...

TUJUAN PENELITIAN

...

HlPOTESlS TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi tanarnan padi

...

Tanah masam dan pengaruhnya bagi pertumbuhan tanarnan Pengaruh cekaman A1 terhadap tanaman

...

Mekanisme toleransi Aluminium

...

Keragaman somaMona1

...

Komposisi media untuk induksi kalus dan regenerasi tanaman Zat pengatur turnbuh

...

...

BAGAN ALIR PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

...

Tempat dan waktu penelitian

...

Bahan

Metode Penelitian

...

Pengamatan

...

Pembuatan media

...

...

Induksi kalus

Seleksi in vitro clan regenerasi eksplan

...

Regenerasi eksplan setelah seleksi in vitro

...

Pengujian plantlet dengan menggumkan larutan hara

...

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

Induksi kalus Seleksi in vitro

(89)

DAFTAR TABEL

1 Perubahan sifat yang terjadi p d a beberapa tanaman karena adanya 11

keragaman sornaklonal

2 Persentase pembentukan kalus pada perlalcuan formulasi media, 22 umur 6 rninggu

3 Ukuran diameter kalus dari eksplan pada masing-masing fonnulasi 23 media, umur 6 minggu

4 Waktu regenerasi ekspla~ pada beberapa tabapan seleksi 30

Persentase kalus yang dapat menginduksi tunas pada seleksi tahap regenerasi

Persentase regenerasi eksplan pada seleksi tahap embrio Persentase regenerasi eksplan pada seleksi tahap kalus Jumlah anakan plantlet hasil seleksi in vitro,

umur

1 bulan Jumlah akar planlet hasil seleksi in vitro, umur 1

bulan

Panjang plantlet basil seleksi in vitro, urnur 1 bulan Nilai PAR nomor-nomor harapan padi dari varietas

T

309

dengan lcultur hara, umur 14 hari

Nilai PAR nomor-nomor harapan padi dari varietas Rojolele dengan kultur hara, umur 14 hari

Perubahan pH pada nornor-nomor yang berasal dari

varietas

(90)

DAFTAR GAMBAR '

Bagan Alir Penelitian Bagan Hasil Penelitian

Pembenhikan kalus padi pada beberapa formulasi media Seleksi in vitro padi pada beberapa konsentrasi aluminium Regenerasi eksplan setelah perlakuan seleksi

Persentase regenerasi eksplan pada beberapa tahap seleksi

in vitro

Perakaran tanaman toleran terhadap aluminium pada pengujian

kultur hara

Perakaran tanaman peka terhadap aluminum pada pengujian kuitur hara

9 Perakaran tanaman toleran aluminium pada pH 5.8 dan 4.0 44

10 Perakaran padi varietas Dupa (toleran

Al)

dan ITA (peka Al) pada 45
(91)

DAFTAR LAMPIRAN TABEL

Komposisi larutan stok

untuk

media Murashige-Skoog (1 962)

Analisis

sidik ragam persentase pembentukan kalus pada perlakuan fomulasi media

Analisii sidik ragam ukuran diameter kalus dari eksplan pada perlakuan formulasi media

Analisis sidik ragam -tase regenerasi eksplan pada seleksi tahap regenerasi

Analisis sidik ragam persentase regenerasi eksplan pada seleksi

tabap

embrio

Analisis

sidik ragam persentase regenerasi eksplan pada seleksi tahap kalus

Analisis

sidik ragam jumlah analcan nornor-nomor baru hasii seleksi in vitro

Analisis

sidik ragam jumlah akar nomor-nomor baru

hasil

seleksi in vitro
(92)

Latar belakang

Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang sangat penting karena sampai saat ini

beras

masih digunakan sebagai makanan pokok bagi sebagian penduduk

dunia

terutama Asia. Selain itu di Indonesia

beras

masih dipandang sebagai produk kunci bagi kestabilan perekonornian dan politik.

Indonesia saat ini menghadapi masalah pangan akibat -tan jumlah

penduduk yang diikuti oleh banyaknya sawah subur beririgasi di Pulau Jawa yang beralih m s i menjadi kawasan indwtri

dan

pemukbn. Selain itu pengaruh

bencana

alam berupa kemarau pmjang atau banjir yang terjadi hampir setiap tahun menyebabkan

produksi

beras

menurun, sehingga

untuk

memenuhi keperluan nasional pemerintah harus

rnengimpor

beras.

Kondisi

in.

diperburuk dengan terjadinya krisis moneter yang berdampak terhadap melemahnya daya beli petani terhadap sarana produksi yang

harganya melambung tinggi, terutama pupuk

dan

pestisida.

Salah

satu

usaha

yang dapat

dilakukan

untuk

meningkatkan produksi bahan pangan ini addah dengan m e h t k a n

lahan

kering yang tersedia cukup luas di luar

Pulau

Jawa. Dari luas total daratan Indonesia, sekitar 47.6 juta hektar (32.4%) merupakan

lahan kering yang umumnya didorninasi oleh tanah masam Podsolik Merah Kuning

(Karama dan Abdurrachman, 1993). Sumatera merupakan pulau terluas yang memiliki jenis tanah Podsolik Merah Kuning, yaitu 20.6 juta hektar,

disusul

Kalirnantan yaitu 16.1 juta hektar,

Maluku

3.23 1 juta hekta.

dan

Sulawesi 2.0 juta hektar, sedangkan Jawa dan
(93)

Penelitian terdahulu pada Iahan Podsolik Merah Kuning m e n u n . bahwa

pertumbuhan tanaman pada ummmya terhambat dan produktivitasnya sangat rendah. Hal ini disebabkan karena adanya hambatan cekaman hgkungan berupa tingkat kernasaman

yang tinggi (pH rendah), ketersediaan hara N, P, K,

Ca,

Mg, dan Mo yang rendah serta konsentrasi Al

clan

Mn

yang mencapai tingkat beracun (Notohadiprawiro, 1993; Baligar et al., 1989). Keracunan Al pada tanaman dapat mengum@ pertumbuhan

akar

dan tajuk.

Menurut Marschner (1995) ha1

ini

dkbabkan oleh adanya pH rendah dan keracunan A1

sehingga

akar

menebal

dan

pendek karena proses pemanjangan sel terhambat sehingga penyerapan air dan hara krkurang.

Sebelumnya pemecahan masalah kesuburan tanah dalam produksi tanaman,

ditekankan pada upaya untuk mengembalikan kesubufan tanah antara lain : pemupukan

dan pengapuran. Pengapuran merupakan salah satu

usaha

memperbaiki kondisi lahan masam, namun ternyata biaya yang harus dikeluarkan sangat mahal. Oleh karena itu perlu diupayakan alternatif lain. Pendekatan yang lebih efisien

dan

ramah hngkungan untuk

memggulangi hambatan tersebut adalah melalui pemuliaan dengan memperbaki

kultivar-kultivar tanaman terhadap cekaman hgkungan, disamping mempunyai produktivitas dan mutu yang

tinggi.

Hasil-has3 penelitian terdahulu menunjukkan bahwa ketahanan species/ kultivar terbadap A1 berbeda-beda (Van Sint Jan, et al.,1997).

Keragaman genetik yang tinggi merupakan salah satu faktor utama dalam

perbaikan sst-sifitt tanaman. Secara konvensional peningkatan keragaman genetik dapat

(94)

Dengan berkembangnya teknologi kultur in vitro maka keragaman genetik dapat

ditingkatkan antara lain melalui keragaman somaklonal. Salah satu metoda variasi

somaklonal adalah seleksi in vitro. Metode ini lebih efektif

dan

efkien karena

penyaringan sifiit d i l a k h n lebih terarah. Menurut W e n 1 dan Fouroughi-Wehr (1993) seleksi in vitro mempunyai beberapa keuntungan yaitu tidak terlalu dipengaruhi

hgkungan, memun- untuk melakukan seleksi dalam tingkat sel, dan memtmgkinkan seleksi untuk satu fhktor tunggal. Selanjutnya Rarnulu (1986)

menyatakan bahwa keragaman somaklonal dan seleksi in vitro dapat menyebabkan terjadinya mutasi pada tingkat sel. Hal tersebut telah banyak dilakukan untuk

memperoleh varian-varian yang resisten terhadap herbisida

dan

stres bgkungan.

Seleksi in vitro untuk mendapatkan varietas baru yang tahan lahan masam

dilakukan dengan menggunakan komponen seleksi AICl3. 6 H20 dan kernasaman yang rendah ( s e w 4) (Short et al., 1987). Metode tersebut telah dilakukan pada tanaman

tomat dan kentang (Starvarek

dan

Rains, 1984), sorghum (Smith et al., 1983), wortel

(Ojima dan Ohira, 1986)

dan

tembakau (Yamamoto et al., 1994). Metoda ini telah terbukti dapat menghasikm varietas baru yang tahan terhadap cekaman hgkmgan dan

sfit tersebut diwariskan pada turummya.

Tanaman hasil seleksi in vitro, selanjutnya harus diuji

di

lapangan Untuk memperoleh metoda uji ketahanan nomor-nomor baru di lahan masam yang cepat dan

e g e n sangatlah penting. Pengujian yang dilakukan di lapang umumnya memerlukan

waktu yang lama dan tenaga kerja yang banyak serta dipengaruhi oleh M o r lingkungan

(95)

salah satu met& altefnatif yang dapat digunakan untuk mnguji nomor-nomor baru yang dihasilkan melalui metoda seleksi in vitro.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian

ini

dilakuksn

untuk mendapatkan met& seleksi in vitro yang tepat, mendapatkan nornor-nomor baru tanaman padi yang tahan terhadap cekaman lingkungan

(A1 dan pH rendah), serta menganalisa hubungan antara metoda in vitro dan metoda rumah kaca.

HIPOTESIS

Hipotesis yang melandasi penelitian ini adalah : 1) ada perbedaan antara metoda

(96)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi tanaman padi

Tjitrosoepomo (1 99 1 ) mengelompokkan padi ke dalam divisi Spermatophyta

(tumbuhan berbiji), sub divisi Angiospermae, kelas Monocotylae, Ordo Poales dan farnili

Poacea (Grarninae). Sedangkan Gould (1986) mengelompokkannya ke dalam sub famili

Oryzoideae, genus Oryza dan spesies Oryza sativa. Genus Oryza memiliki 20 spesies,

tetapi yang dibudidayakan adalah Oryza sativa L. di Asia dan 0. glaberrima Steund, di

ma.Kedua spesies irii sama-sama diploid (2n=24). Menurut Chang dan Bardenas, 0.

sativa dapat dibedakan dari 0. glaberrima yang tidak memiliki cabang-cabang sekunder

pada malai, selain itu ligula pada 0. sativa lebih panjang, gluma dan daunnya agak kasar

serta dapat tumbuh secara musiman.

Berdasarkan pengamatan dan studi yang telah dilaksanakan, Lu dan Chang

menyimpulkan bahwa 0. sativa dan 0. glaberrima berasal dari leluhur yang sama yakni

0. perennis Moench (Ismunadji, 1988). Dalam proses evolusi kedua cultigen tersebut

berkembang rnenjadi 3 ras yaitu Sinica (Japonica), Indica dan Javanica

Dalam perjalanan evolusi, Chang menyatakan bahwa 0. sativa telah mengaiami

perubahan-perubahan morfologi dan fisiologi dalarn proses pembudidayaan. Perubahan- perubahan tersebut meliputi ukuran daun yang lebih besar, lebih panjang, dan lebih tebal.

Jurnlah daun menjadi lebih banyak

dan

laju pertumbuhan tanaman lebii cepat. Jumlah cabang-cabang sekunder pada malai juga lebih banyak, bobot gabah lebih tinggi, laju
(97)

lama, tetapi kemampuan untuk membentuk rhizorna berkurang, dormansi lebih pendek,

kurang peka terhadap panjang hari dan penyerbukan tanarnan menjadi lebih bersifat menyerbuk sendiri (selfpoolination) (Ismunadji, 1988).

Tanah masam dan penearuhnya b a ~ i pertumbuhan tanaman

Kernasaman tanah merupakan salah satu &&or pengharnbat bagi pertumbuhan

tanarnan. Di Indonesia lahan masam yang potensial dikembangkan untuk areal pertanian

masih cukup luas. Diperkirakan terdapat 47 juta hektar lahan masam yang merupakan

jenis tanah Podsolik Merah Kuning (Notohadiprawiro, 1983). Tanah masam dicirikan dengan rendahnya pH dan meningkatnya kelarutan beberapa unsur mineral tertentu yakni

mangan, besi dan aluminium..

Kelarutan aluminium dipengaruhi oleh kondisi pH, dimana pada pH rendah

kelarutan Al meningkat dan sebaliknya pada pH tinggi kelarutan Al menurun. Menurut

Konishi (1992), aluminium terionisasi pada tanah masam dengan pH dibawah 5.0. Pada

kondisi masam (pH<5.0), bentuk Al yang mendominasi adalah A13+, yaitu merupakan

jenis yang paling toksik bagi tanaman. Delhaize dan Ryan (1995) mengernukakan bahwa

dengan meningkatnya pH, bentuk Al(092+ dan Al(0w2+ mengalami peningkatan, dan mendekati pH normal mulai terbentuk bentuk padat yaitu Al(OH)3, sedangkan pada

kondisi basa bentuk yang mendominasi adalah Al(0H)i. Soepardi (1983) menerangkan

bahwa aktivitas aluminium, besi dan mangan akan menurun bila reaksi tanah rnendekati

pH 6, dan menjadi sangat kecil di atas pH 7.

Efek sinergis pH rendah dan Al ini mula-mula terlihat pada pengharnbatan

(98)

mengakiitkan terjadinya kekahatan fosfor, kalsium dan hara mikro seperti moliienum, dan tembaga (Marschner, 1995).

Pengaruh cekaman A1 terhadap tanaman

Aluminium dapat r n e n i m b h efek yang merugikan pertumbuhan tanaman baik

secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh cekaman A1 tidak sama pada semua tanaman, bahkan pada tanaman dalam spesies yang sama Akar merupakan bagian

tanaman yang paling sensitif terhadap keracunan

Al.

G e ~ d a awal yang tampak pada

tanaman yang keracunan Al yaitu tidak berkembangnya sistirn

perakaran

sebagai & i t penj$ambatan perpanjangan

sel.

Hal ini disebabkan terjadinya penggabungan

Al

dengan dinding sel dan penghambatan pembelahan sel sehingga menghambat penyerapan air dan

hara.

Blum (1988) menyatakan bahwa

Al

mempengaruhi tanaman secara langsung

dengan menghambat pertumbuhannya

dan

menyebabkan

akar

tampak pendek dan membengkak, kehilangan warna dan tidak memiliki akar lateral yang sehat. Secara tidak

langsung Al dapat menyebabkan tingginya kernasaman tanah sehingga berpengaruh buruk bagi tanaman yang peka terhadap pH rendah serta dapat xnenyebabkan

berkurangnya ketersediaan unsur

hara.

Konsentrasi Al yang tinggi

akan

mematikan titik turnbuh akar. Tempat utama

keracunan

Al

adalah daerah apeks akar (tudung akar, meristem dan

zona

pemanjangan)
(99)

Pada tanaman dengan pertumbuhan akar terhambat,

Al

ditemukan pada inti dan

dinding sel. Pada inti sel Al berasosiasi dengan DNA, sehingga menghentikan proses pembelahan inti sel pada meristem

akar.

Sedangkan pada dinding sel penghambatan

terjadi karena

Al

menggantikan kedudukan

Ca

pada lamella tengah (Marschner, 11995).

Salah

satu penyebab kerusakan

akar

oleh ion polimer Al

adalah

terbentuknya ikatan polimer A1 dengan membran plasma

akar

yang menyebabkan kerusakan pada membran dan kebocoran K+ dari sel

akar.

Kerusakan akar &'bat Al dicirikan dengan

akar yang pendek dan rapuh

karma

aktivitas mitosis sel-sel ujung

akar

menurun, ujung

akar

dan

akar

lateral menebal terutama karena membesarnya ukuran sel-sel korteks, akar

berwarna kecoklatan dengan sedikit

cabang

yang menyebabkan absorbsi air dan nutrisi oleh akar tidak efisien.

Pada beberapa tanaman yang keracunan

Al

memberhm gejala yang menyerupai

defisiensi

P.

Selain itu juga defisien Ca yang menyebabkan rusaknya titik tumbuh.

Tanaman mengalami defisiensi P karena terbentuknya kompleks AI-P baik di dalam larutan tanah maupun di dalarn sel. Sedangkan penghambatan serapan Ca dilakukan

dengan cara memblok Ca dalam plasma membran.

Mekanisme toleransi Aluminium

Masingmasing spesies tanam;an memiliki toleransi yang berbeda-beaa terhadap kandungan Al pada larutan tanah. Bahkan di dalarn satu spesies, masing-masing kultivar

dapat memiliki banyak perbedaan dalarn toleransi terhadap AL Tanaman yang toleran

terhadap keracunan Al memiliki kexnampuan menekan pengaruh buruk keracunan A1

(100)

terbagi menjadi dua kelompok, yaitu (1) mekanisme eksternal (external tolerance mechanism) yakni dengan mencegah masuknya A1 ke dalam simplas dan daerah

metabolik yang peka melalui peningkatan pH di sekitar sistim perakaran, produksi ligan pengkelat dan selektivitas membran plasma, (2)

me-

internal (internal tolerance mechanism)

dimana

aluminium

dikelatisasi oleh asam organik di dalam sitosol dan kompartementasi

aluminium

di vakuola.

Mekanisme eksternal ini dapat berupa : (a) mobilisasi Al di dinding sel, (b) permeabilitas selektif dari membran plasma, (c) barier pH di rhizosfer, (d) eksudasi ligan

pengkelat Al (eicsudasi asam organik), (e) eksudasi fosfat dan (f) effluks altmhium. Sedangkm mekanisme iaternal dapat berupa : (a) kelatisasi aluminium di sitosol

(b)

kompartenlentasi aluminium di vakuola, (c) protein pengikat aluminium, (d) enzim yang tahan aluminium, dan (e) peningkatan aktivitas en-

Dari kemungkiuan mekanisme toleransi terhadap A1 tersebut, mekanisme toleransi terhadap A1 lebih ditentukan oleh kemampuau akar tanaman dalam mencegah

masuknya

Al

ke membran sel dengan mengeksresikan

asam

organik. Beberapa

asam

organik yang

dihasillran

tanaman dan dapat mengkelat

Al

antara lain asam malat, asam

sitrat, asam oksalat, asarn fulfat, asam humat,

dan

asam fenolat (Ryan et al., 1993).

Adanya keragaman toleransi yang berbeda antar spesies tanaman menunjukkan

adanya mekanisme yang berbeda dari setiap tanaman

dalam

rnengatasi adanya

Al

yang
(101)

Keragaman somaklonal

Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik dari tanaman yang dihasilkan melalui

kuh

jaringan atau seL Keragaman somaklonal dapat terjadi karena : 1) adanya

keragaman pada eksplan (polisomatik); 2) jenis eksplan; 3) cara meregenemi tanaman

atau pola kultur (protoplas, kuh

sel kultur

kalus); 4) penggunaan zat pengatur tumbuh

(Ahlowalia, 1986). Mekanisme terjadinya variasi somaklonal antara lain : (1) perubahan

j

.

&

kromosom, (2) perubahan struktur kromosom, (3) pindah silang somatik atau

perubahan sister kromatid, (4) ampWcaSi dan delesi gen,

dan

(5) partikel loncat

Kultur in vitro merupakan salah satu teknik yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan keragaman genetik tanaman, antara lain dengan keragman somaklonal. Salah satu metoda keragaman somaklonal yang efektif adalah seleksi in vitro. Menurut Abiowalia (1986), perubahan genetik dapat terjadi selarna periode

kultur

in vitro atau

karena adanya sel-sel yang mengalami mutasi. Selanjutnya Daud (1996) menyatakan

bahwa mutasi spontan pada sel somatik berkisar 0,2

-

3%. Keragarnan genetik dapat ditingkatkan dengan berbagai perlakuan antara lain pemberian mutagen fisik (sinar

gamma) atau pemberian kondisi stress pada kumpulan sel somatik yang bersif5t embriogenik. Penelitian tentang keragaman somaklonal telah banyak dilakukan dan telah

diperoleh berbagai perubahan sifat yang meliputi perubahan morfologi, resistensi

terhadap penyakit, perubahan jumlah kromosom, dan perubahan struktur kromosom

(102)

Tabel 1. Perubahan sifat yang terjadi pada beberapa tanaman karena adanya keragaman sornaklonal

Melalui seleksi in vitro perubahan sifat yang tejadi dapat diarahkan pada sifat

yang diinginkan sehingga lebih efektif dan lebih efsien. Seleksi in vitro pada stadium sel,

kalus clan jaringan dapat menghasilkan varietas baru yang tahan terhadap penyakit, Referensi

Ling et al., 1985 Oono,1983

BerthdkBouharmont, 1997 Van Sint Jan et al., 1 977 Zang-xiu et al., 1983 Oono, 1978

Zang-xiu et al., 1 983

Hwang & KO, 1988 Matsumoto, 1394

Rath, 1999

Green, 1977

Sook-Do et al., 1999

Karp et al., 1982

Karp & Maddock, 1984 Maddock et al., 1983

Evans & Sharp, 1983

Yarnamoto et al., 1998

Chawla & Kole, 1990 Tanaman Padi Pisang Kedelai Jaw% Allium Kentang Gandum Tomat Tembakau Barley Perubahan s3ht

Resistensi terhadap Helminthosporium o v a e

T i g i tanaman, defisiensi klorofl, fertilitas benih

T o l e m i terhaciap suhu dingin Toleransi terhadap aluminium Defisiensi klorolil

Albino Poliploidisasi

Resistensi terhadap Fusarium oxysporum Toleransi terhadap aluminium

14eningkatka.n aktifitas lipid peroksidase

Poliploidisasi

Poliploidisasi

Aneupolidisasi

Aneuploidisasi Albino & variegata

Poliploidisasi

Meningkatkan aktstas lipid peroksidase

[image:102.586.68.518.94.650.2]
(103)

toleransi terhadap salinitas, kekeringan, dan herbisida. Selain untuk meningkatkan

ketahanan terhadap faktor abiotik, seleksi in vitro juga telah dilakukan

untuk

meningkatkan ketahanan terhadap penyakit, antara lain pa& tanaman padi

untuk

ketahanan terhadap Xanthomonas oryzae dan Helminthosporium oryzae serta pada

tanaman terong untuk ketahanan terhadap Verticillium dahliae (Van den

Bulk,

1991). Untuk mempelajari toleransi antar kultivar tanaman, terdapat banyak indikator

yang dapat digunakan. Huang, Grunes

dan

Kochian (1993) menemukan serapan Ca

merupakan salah sat- indikator dalam mempelajari toleransi gandum terhadap keracunan

Al. Kondisi akar tanaman umwnnya lebih sering digunakan dalarn mempelajari toleransi

keracunan Al.

Masalah yang sering d W p i daiam seleksi in vitro

adalah sulitnya sistii

regenerasi dari sel yang tahan terhadap komponen seleksi. Dengan demikian sistim

regenerasi perlu dikuasai terlebih dahulu.

Komwsisi media untuk induksi kalus dan regenerasi tanaman

Untuk memperoleh pertumbuhan optimal dari jaringan yang ditanarn secara in

vitro diperlukan media tanam dengan komposisi nutrisi yang tepat. Umurnnya media

kultur jaringan d i i a n menjadi media dasar dan media perlakuan. Media dasar terdiri atas unsur hara makro (N,

P,

K, Ca, Mg dan S), unsur hara rnikro (Fe,

Mn,

Zn, Cu, dan Mo), vitamin (thiamin, asarn nikotinat, dan piridoksm), myo-inositol, asarn amino atau

suplemen nitrogen lain (casein hidrolisat, I-glutamin, Lasparagin, adenin, dkk.) dan gula

Gula yang digunakan dalam media beriimgsi rnenggantikan energi yang biasanya

(104)

dan

Shemngton, 1984). Thiamin (Bl) merupakan vitamin yang

mutlak

diperlukan dalam

kultur

in vitro. Vitamin lain yang sering digunakan adalah niacin, piridoksin @6), sedangkan biotin, asam pantote~lat, dan riiflavin jamq digunakan (Gunawan, 1988).

Media tumbuh dapat berbentuk cair atau padat. Pemilihan jenis media tergantung dari jenis tanaman, &tor aerasi, bentuk pertumbuhan dan diferensiasi yang diinginkan

(Pierik, 1987). Bila digunakan media padat &pat diperoleh beberapa keuntungan yaitu

eksplan mudah terlihat, eksplan berada di permukaan media, tunas dan &ar tumbuh

3erbagai jenis media telah banyak digunakan, tetapi media yang urnurn

digunakan adalah Murashige dan Skoog (1962). Media ini mengandung gararn-garam mineral dalarn konsentrasi tinggi Selain MS juga terdapat media lain seperti White,

Vacin dan Went, Nitsch dan Nitsc4 Schenk dan Hildebrandt, WPM, dan

N6.

Keberhasilan regenerasi tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh W o r genetik

tetapi juga fkktor-&tor kjmiawi seperti media tumbuh

dan

W o r hiologi seperti pH, temperam ruangan, cahaya,

dll.

Keseimbangan nutrisi dalam media tumbuh sangat

mexqmgaruhi pertumbuhan kalus rnaupun diferensiasinya. Hanarida et al., (1997)

menggunakan media

NB

+

2,4-D 2 mgfl untuk menginduksi

kalus

padi Bengawan Solo, Way Rarem, Cisanggarung, Bogowonto, dan Cisadane serta media NB

+

BA 3 mg/l

+

NAA 0.5 mg/l untuk regenerasi kalus menjadi plantlet.

Zat pengatur tumbub

(105)

perkembangan tanaman. Dikenal enam golongan zat pengatur tumbuh yaitu auksin, giielin, sitokinin, asam absisik, etilen,

dan

retardan. Juga terdapat senyawa-senyawa

lain yang ikut

aktif

dalam proses pertumbuhan

dan

perkembangan tanaman seperti polifenolik, poliarnin, siklitol, dan berbagai senyawa

lain.

Di dalam perbanyakan in vitro, peranan auksin adalah merangsang pembentukan

kalus, pemanjangan sel, pembesaran jaringan dan pembentukan akar. Beberapa eksplan secara alamiah memproduksi cukup auksin. Jenis auksin endogen 8 !IAA sedangkan

yang terrnasuk auksin sintetik adalah 2,4-D, NAA, IBA,

cian

pCPA @- chlorophenoxyacetic acid). Pengaruh sitokinin dakm perbanyakan in vitro adalah

merangsang pembelahan sel dan multiplikasi tunas (George

dan

Sherrington, 1984).

Morfogenesis eksplan tergantung kepada keseimbangan auksin dan sitokinin di

dalam

media dan interaksi antara zat pengatur tumbuh endogen pada tanaman dan zat pengatur tumbuh eksogen yang diserap dari media tumbuh (Wattirnena, 1992). Oleh

karena terdapat sifat antagonis

dari

sitokinin terhadap auksin

dalam

inisiasi dan

perbanyakan akar, maka perbandingan konsentrasi auksin dan sitokinin perlu

diperhatikan.

Tunas

akan terbentuk apabila mengandung sitokinin yang tinggi dan auksin

yang rendah sedangkan akar terbentuk apabila perbandingan zat-zat tersebut di dalam

(106)

Induksi kalus

1) MS

+

NAAlmgfl

+

BAlmg/l 2) MS

+

2,4-D2mg/l+ CH 3 g/l

3) MS

+

2,4-D 20 mg/l

*

Seleksi in vitro

Seleksi tahap regenerasi Seleksi tahap kalus Seleksi tahap embrio MS+BASmg/l+IAA0.8mg/I+Al M S + 2,4-D2mg/l+CH3g/l +A1 MS+2,4-D2mgll+CH3g/l+Al

1

Regenerasi Regenerasi

1

Regenerasi

1

MS+BASmgA+IAA0.8 mg/l MS+BASmg/l+I AA-O.8mg/l MS+BASmg/l+IAA0.8mg/l

Duplikasi

1

Duplikasi

1

Duplikasi

1

Perakaran Perakaran Perakaran

%MS+IAAO.l mg/l %MS+IAAO.l

m%/l

%MS+IAAO.l mg/l

f

l

Aklimatisasi

Pengujian nomor-nomor baru hasil seleksi in vitro

-

A1 0 ppm dan 45 ppm

-

tetua toleran : Dupa [image:106.580.67.499.56.700.2]

-

tetua peka : ITA
(107)

METODOLOGI

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Penelitian

Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor dari September 2000

-

Januari 2002.

BAHAN DAN METODA

Bahan

Eksplan yang digunakan adalah benih padi varietas Rojolele (Javanica) dan Taipei

3091 T 309 (Japonica) yang merupakan varietas peka terhadap Al. Media dasar yang

digunakan adalah media Murashige-Skoog (1 962).

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri atas 3 kegiatan, yaitu : 1) kegiatan induksi kalus dan

regenerasi sebelum seleksi, 2) seleksi kalus secara in vifro serta regenerasi setelah seleksi,

dan 3) pengujian plantlet dengan kultur hara (larutan Yoshida) di rumah kaca.

Pada kegiatan pertarna, penelitian dilakukan untuk mendapatkan formulasi media

untuk produksi kalus yang bemiit embrionik serta regenerasinya. Kalus diperoleh

dengan cara menanam benih padi yang telah disterilisasi pada media MSO (kontrol)

dalam keadaan gelap selarna 2-3 hari. Setelah itu dilakukan isolasi embrio dan

ditumbuhkan pada media induksi kalus. Adapun formulasi media yang digunakan adalah

: MS

+

2,4-D 0.5 mg/l

+

NAA 1 mgA

+

BA 1 mgll; MS

+

2,4-D 2 mg/l

+

casein
(108)

MS

+

BA 5 mg/l

+

IAA 0.8 mg/l. Formulasi media yang terbaik

akan

digunakan pada

percobaan seleksi in vitro serta regenerasinya setelah seleksi.

Pada kegiatan kedua dilakukan seleksi in vitro dengan menggunakan komponen

seleksi A1C13.6H20 dan pH rendah (4.0). Penggunaan

Aluminium

diuji pada beberapa

taraf konsentrasi

yaitu

0, 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm dengan 20 ulangan. Untuk

memunculkan sifat toksisitas dari Al pada media seleksi maka garam

-

garam makro dari

media MS dimodifikasi yaitu : kandungan NH4N03 ditingkatkan dari 1650 mg/l menjadi

2400 mg/l, CaCI22H2O diturunkan dari 440 mg/l menjadi 15 mg/l dan W 2 P 0 4

diturunkan dari 170 mgA menjadi 13 mgfl. Sebagai surnber Fe digunakan FeS04 28 mg/l.

Seleksi dilakukan pada beberapa tahapm yaitu seleksi 3ada tahap embrio, seleksi pada

tahap kalus, dan seleksi pada tahap regenerasi. Media yang digunakan untuk seleksi

tahap embrio dan tahap kalus adalah MS

+

2,4-D 2 mg/l

+

CH 3 gll

+

komponen seleksi,

sedangkan untuk seleksi tahap regenerasi adalah MS

+

BA 5 mg/l

+

IAA 0.8 mg/l

+

komponen seleksi Selanjutnya eksplan yang tetap hidup pada media seleksi dipindahkan

pada media regenerasi agar dapat tumbuh menjadi plantlet. Rancangan yang digunakan

adalah hktorial dengan rancangan lingkungan

acak

lengkap. Perlakuan yang diuji ada 2 yaitu : varietas dan media tumbuh untuk percobaan pertama dan varietas dan konsentrasi

aluminium untuk percobaan

kedua.

Plantlet hasil seleksi selanjutnya diaklimatisasi di rumah kaca. Setelah tanarnan

terlihat mulai beradaptasi dengan lingkungannya, dilakukan pengujian dengan

menggunakan larutan hara (larutan Yoshida) pada dua konsentrasi aluminium yaitu 0 dan

45 ppm. Untuk mengetahui toleransi tanaman terhadap stres A1 dilakukan

(109)

akar

tanaman pada A1 45 ppm dengan 0 ppm. Adapun kriteria pengelompokannya adalah

sebagai berikut : (Nasution dan Suhartini, 199 1) :

Jika Panjang Akar Relatif (PAR) > 0.70 = toleran

0.69 - 0.62 = medium

<0.62 =peka.

Pengamatan

Peubah yang diamati adalah persentase pembentukan kalus, diameter kalus,

struktur kalus, persentase kalus yang dapat beregenerasi setelah seleksi, daya

multiplikasi biakan setelah seleksi (jumlah anakan, panjang

akar dan

jumlah akar),

panjang

akar

tanaman yang diuji dengan larutan hara dengan penambahan aluminium

pada konsentrasi 0

dan

45 ppm, perubahan pH larutan serta penampalcan eksplan di

laboratorium dan rumah kaca. Masing-masing peubah diamati setiap minggu selama 8

minggu, kecuali untuk peubah panjang

akar

dan

perubahan

pH diarnati setiap dua hari

selama 2 minggu.

Pelaksanaan Penelitian

1. Pembuatan media

Media dasar yang digunakan adalah media MS (Murashige-Skoog) (1962).

Pembuatan media dirnulai dengan pembuatan induk yaitu makro dan mikro nutrien, besi,

vitamin, dan zat pengatur tumbuh.

Untuk membuat formulasi media tertentu rnaka garam makro, garam mikro

dan

vitamin dipipet sesuai dengan konsentrasi dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Media

(110)

kemudian ditambahkan pula

gula

30 gfl, aquadest 300

ml

dan diaduk dengan menggu&an pengaduk rnagnetik diatas hot plate. Kemasaman media diatur dengan menggu&an HCl 0.1 NMaOH 0.1

N

sesuai yang di'butuhkan yaitu 5.8 untuk induksi

kalus

dan regenerasi serta 4.0 untuk seleksi.

Selanjutnya ke dalam larutan ditambahkan phytagel sebanyak 0.2% dan larutan

ditera sampai volume mencapai 1000 ml, kemudian dipanaskan di atas hot plate sambil

terus diaduk. Setelah mendidih media dimasukkan ke dalarn botol kultur clan ditutup dengan aluminium foil serta disterikan dalam autoclave dengan temperatur 121°C selama

15 menit dengan tekanan 17.5 psi.

2. Ioduksi kalus

Benih padi yang telah dikupas, d i s t e i dengan menggunakan alkohol 70%, Sunclin 30% dan 20% kemudian dicuci dengan aquadest steril sebanyak 3 kali. Benih

yang telah steril dipotong dan diambil embrionya serta ditumbuhkan pada beberapa

formulasi media dengan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang berbeda.

Kultur

embrio d i a n

di

ruang gelap pada suhu 25°C selarna 6 rninggu. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah agar diperoleh

kalus

padi yang krsiht embriogenik dengan harapan

kalus

tersebut mudah diregenerasikan menjadi plantlet.

3. Seleksi in vitro dan wenerasi eks~lan

Seleksi dilakukan pada tingkat ernbrio,

kalus

dan regenerasi. Media yang

digunakan pada seleksi regenerasi adalah MS

+

BA 5 m a + IAA 0.8 m a , h g k a n untuk seleksi tahap embrio dan

kalus

adalah MS

+

2,4-D2 rng/l+ CH 3 gll. Komponen
(111)

- media tanpa penambahan A1 pada pH 4.0

dan

pH 5.8. Eksplan ditumbuhkan pada media

seleksi selama 8 minggu.

4. Regenerasi eksplan setelah seleksi in vitro

Eksplan yang bertahan hidup pada media seleksi dipindahkan ke dalam media

regenerasi yaitu MS

+

BA 5 mg/l

+

IAA 0.8 mg/l agar dapat tumbuh menjadi plantlet.

Masing-masing plantlet merupakan suatu individu yang berbeda dengan individu lainnya

dan diberi nomor tersendiri. Selanjutnya masing-masing nomor diperbanyak dan

dipindahkan pada media perakaran.

5.Pengujian plantlet dengan meneeunakan larutan hara

Plantlet hasil seleksi selanjutnya diaklirnatisasi di rumah kaca selama beberapa

Mi.

Setelah tanaman terlihat mulai beradaptasi selanjutnya dilakukan pengujian dengan

menggunakan larutan hara Yoshida (Yoshida et al., 1976) pada dua konsentrasi al-um yaitu 0 dan 45 pprn. Setiap dua hari sekali dilakukan pengontrolan pH w t a n dengan menambahkan HCl atau NaOH dan larutan diganti setiap minggu. Pengujian

dilakukan dengan rnenggunakan botol-botol dengan volume f 500 ml/botol. Masing-

rnasing botol ditutup dengan menggunakan gabus clan dihubungkan dengan aerator untuk

menjaga sirkulasi udara. Untuk menyesuaikan dengan keadaan di dalarn tanah, maka

seluruh permukaan botol dilapisi dengan aluminium foil. Sebelurn dipin* ke dalam

botol, masing-masing nornor-nomor dicuci akarnya terlebih dahulu dan diukur panjang

(112)

Media induksi kalus terbaik : MS

+

2,4-D2 mg/l+ CH 3 g/l

Seleksi in vitro

-

penampalcan eksplan berbeda-beda tergautung ketahanan masing-masing eksplan terhadap kornponen seleksi

Regenerasi

-

T 309 lebih cepat kregenerasi d a i i Rojolele pada seleksi tahap kdus

-

Walctu regenerasi eksplan berbeda-beda tergantung pada tahapan seleksi yang digunakan

-

Eksplan dari ketiga tahap seleksi dapat beregenerasi pada semua taraf konsentrasi

Al

kecuali pada

Al500

ppm dengan persentase regenerasi yang berbeda-beda

-

Makin tinggi konsentrasi A1 rnaka persentase regenerasi eksplan makin rendah

Multiplikasi plantlet dan perakaran

Nornor-nomor baru hasil seleksi dapat tumbuh normal pada media regenerasi dan dapat berakar

Pengujian dengan kultur ham (larutan Yoshida) di rumab kaca

(113)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Induksi kalus

Hasil analisis statist& menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata untuk

[image:113.588.73.493.233.444.2]

peubah jumlah kalus yang terbentuk dari kedua jenis varietas, formulasi media yang digunakan serta interaksinya (Tabel 2).

Tabel 2. Persentase pembentukan kalus pada perlakuan formulasi media, umur 4 rninggu

I

I

1

I

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang

sum, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5%

Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua varietas mempunyai respon yang sama Rata-rata

92,31

88,89

94,67 Fonnulasi media

MS

+

2,4-DO.Smg/l+NAAl mgfl+BAl mgA

MS

+

2,4-D 2 K&H- CH 3 g/l

MS

+

2,4-D 20 mgll

pada semua

jenis

media, dangkan ketiga media ymg digunakan juga mempunyai kemampuan yang sama dalam menginduksi pembentukan kalus sehingga ketiga jenis

% pembentukan kalus

media tersebut dapat digunakan untuk menginduksi pembentukan kalus dari kedua T 309

92,45

90,OO

96,67

varietas yang digumkan Kalus terbanyak diiroleh dari media MS

+

2,4-D 20 rng/l.. Rojolele

92,OO

87,50

93,33

Demikian pula menurut Wattimena (1992), zat pengatur tumbuh dari golongan auksin

berperan antara lain dalam pembentukan kalus, morfogenesis akar dan

tunas

dan

embriogenesis. Pemilihan konsentrasi dan jenis auksin ditentukan antara lain oleh tipe

(114)

penggunaan auksin dengan daya aktifitas kuat (antara lain 2,4-D, NAA atau dikombinasikan dengan sitokinin dengan konsentrasi rendah) umumnya

digunakan

untuk induksi kalus embriogenik. Hasil penelitian Hutami et al., (1999) menunjukkan bahwa

penggunaan auksin dengan ko~~entrasi tinggi (10

-

40 mgll) memberkin hasil yang lebih baik untuk perkembangan

kalus

embriogenik tanaman kedelai. Akan tetapi dalam [image:114.584.65.517.215.722.2]

perkembangannya terlihat adanya respon yang berbeda dari kedua varietas pada masing- rnasing formulasi media (Tabel 3)

Tabel 3. Ukuran diameter kalus dari eksplan pada perlakuan formulasi media, umur 4 minggu

Formulasi media

Keterangan : Angka yang

diiku

sarna, tidak berbec

Diameter kalus

I

Rata-rata

I

V i s u a l

I

0,19

I

0,12

1

0,18 a

1

Bening, globular 0,14 0,07 0,12 b

1 I I I

i oleh h dyang sama pada baris dan kolom yang a nyata berdasarkan uji Duncan 5%

Bening, globular 0,14 0,07 0,ll b

Ukuran diameter kalus dari T 309 lebih besar dan berbeda nyata dengan Rojolele. Hal tersebut menunjukkan bahwa sel-sel kalus T 309 lebih cepat berdediferensiasi daripada Rojolele sehingga ukurannya lebih besar. Sedangkan media MS

+

2,4-D 0.5

mg/l+NAA 1 mgfl

+

BA 1 mgfl memberikan pertumbuhan kalus yang paling cepat dibandingkan media lainnya dimana kalus yang dihasikan mempunyai diameter 0,18

cm2.

(115)

Penampalcan

kalus

secara

visual

menunjukkan bahwa ketiga formulasi media

menghasilkan

kalus

yang remah (fibel), berwarna bening dan terbentuk nodul-nodul

(Garnbar 3). Hal

ini

menunjdckan bahwa kemungkinan kalus yang diperoleh akan dapat diregenerasikan menjadi plantlet. Namun demikian

kalus

yang diperoleh dengan

menggumkan media MS

+

2,4-D 2 mg/l+CH 3 g/l lebih banyak membentuk nodul-nodul

di'bandingkan dengan media lainnya sehingga diharapkan akan diperoleh plantlet lebih banyak, sedangkan penggunaan media MS

+

2,4-D 0.5 mgA+ NAA 1 mg/l

+

BA 1 mgA

walaupun

kalus

yang dihasilkan ukwannya lebih besar, namun

kalus

tersebut merupakan

kalus yang bersat rhizogenik yaitu kalus yang lebih cepat membentuk akar daripada tunas. Kemungkinan ha1 ini disebabkan karena adanya k e t i d a k s e u a n auksin dan

sitokinin (2,4-D, NAA clan BA) didalam eksplan sehingga eksplan lebih dahulu

membentuk akar daripada tunas, padahal

tunas

diperlukan agar tanaman dapat melakukan

proses fotosintesis. Wattirnena (1992) menyatakan bahwa morfogenesis tunas dan akar

dipengaruhi oleh nisbah auksin dan sitokinin. Nisbah auksin-sitokinin yang tinggi akan

mendorong morfogenesis akar sebaliknya nisbah sitokinin-auksin yang rendah akan

mendorong pembentukan

tunas.

Kalus yang non rhizogenik adalah

kalus

embriogenik yang dapat beregenerasi

menjadi plantlet. Pembentukan kalus embriogenik ditentukan oleh sumber N kultur

media. Thompson et al., (1981) dalam Gunawan (1988) menyatakan bahwa asam amino

merupakan sumber N organik yang cepat diambil oleh tanaman daripada N-anorganik. Selain itu Wetherell dan Dougall (1976) menyatakan bahwa penambahan asam amino

(116)
(117)

didalam

kloroplas asam amino &pat berperan sebagai prekursor untuk pembentukan asam nukleat dan proses seluler h m y a Dilihat dari kemampuannya dalam menginduksi

pembentukan dan pertumbuhan kalus serta penampakan kalus yang

dihasillcan,

maka untuk selanjutnya digunakan media MS

+

2,4D 2 mgn+ CH 3 g/l untuk induksi kalus.

Seleksi in vitro dun renenerasi tanaman

Penampakan eksplan pada saat diseleksi dengan A1 dan pH rendah berbeda-beda

tergantung pada ketahanan masing-masing sel terhadap komponen seleksi yang diirikan

serta konsentrasi ahuninum yang diirikan (Gambar 4). Sel-sel yang ti& mempunyai sifiit ketahanan akan berwarna hitam serta ti& mampu tumbuh sedangkan sel-sel yang

tahan akan tetap tumbuh dan benvarna hijau. Pada mumnya makin tinggi konsentrasi aluminium yang digunakan maka kalus yang berwarna hitam makin banyak. Kalus yang

tetap berwarna hijau diharapkan merupakan kalus yang mempunyai siht ketahamm terhadap aluminium.

Renenerasi ekplan setelah verlakuan seleksi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua varietas yang digunakan dapat

beregenerasi setelah perlakuan seleksi in viiro. Namun demikian waktu yang diperlukan

untuk regenerasi berbeda-beda tergmtung kepada varietas dan tahapan seleksi yang

diberikan (Tabel 4). Penampakan biakan pada media regenerasi setelah seleksi terlihat

pada Gambar 5.

Pada umumnya varietas T 309 lebih cepat beregenerasi pada semua tahapan

seleksi dibandingkan denganRojolele. Seleksi yang di'berikan ketika eksplan berada pada

tahap regenerasi menyebabkan eksplan lebih cepat beregenerasi baik untuk varietas T

(118)
(119)

a=

kontrol

pH

5.8,

b

= kontrol

pH 4.0,

c

=

Al00 ppm

(120)

Seleksi yang diberikan langsung pada ernbrio nampaknya tidak dapat

menghentikan proses pembelahan dan pertumbuhan sel sehingga kalus tetap terbentuk

dan

berkembang walaupun ukurannya lebih kecil. Berlainan dengan hasil penelitian

Mariska et al., (2000) pada tanarnan kedelai menunjukkan bahwa seleksi yang langsung

diberikan pada eksplan embrio menyebabkan sebagian besar eksplan tidak dapat

membentuk kalus.

Seleksi yang dlhrikan pada saat eksplan berada pada

fase kalus memberikan

respon regenerasi yang paling lambat yaitu 21

hari

untuk T 309 dan 40 hari untuk

Rojolele. Diduga

hal

ini disehbkan karena lamanya eksplan berada pada tahap kalus

yaitu pada saat induksi kalus (6 rninggu) clan selama seleksi (8 minggu), dimana pada

fase

tersebut sel terus menems membelah sehingga dapat menurunkan daya regenerasi

jaringan. Sel somatik yang terlalu lama diinkubasi pada media yang mengandung auksin

kuat dapat menurun daya regenemsinya Narnun dernikian semakin lama eksplan berada

pada fase kalus maka kemungkinan terjadinya mutasi makin besar, sehingga harapan

untuk memperoleh nomor-nomor tanarnan padi yang mempunyai s&t ketahanan

terhadap aluminium dan pH rendah makin besar. Selain itu penggunaan auksin seperti

2,4-D dapat menyebabkan perubahan sifat genetik. Keragaman yang ditirnbulkan

disebabkan oleh daya aktifitasnya yang kuat dalarn mernacu proses dediferensiasi

sehingga kromosom menjadi tidak stabil dan mengganggu replikasi DNA (Ahloowalia,

(121)

Tabel 4. Waktu regenerasi eksplan pada beberapa tahapan seleksi

SELEKSI

IN

KTRO

Tahapan seleksi

Seleksi pada tahap regenerasi

Seleksi pada tahap embrio

Seleksi pada tahap kalus

Seleksi in vitro pada t a h a ~ regenerasi

Pada tahap seleksi ini embrio terlebih dahulu diinduksi membentuk kalus

kemudian kalus dipindahkan pada media regenerasi dengan penambahan A1 sebagai

komponen seleksi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa umumnya eksplan dari

kedua varietas dapat beregenerasi rnernbent.uk plantlet pada semua taraf konsentrasi

aluminium

kecuali

pada perlakuan A1 500 ppm (Tabel 5 dan Gambar 6). Persentase

regenerasi tertinggi diperoleh dari perlakuan kontrol tanpa seleksi (pH 5.8) yaitu s e b

69,60%. Penurunan pH menjadi 4,O nampaknya m e n d daya regenerasi eksplan

menjadi 42,90%.

Jika dibandingkan antara varietas T 309 dan Rojolele, kedua varietas memberikan Varietas

respon yang sama dan tidak berbeda nyata berdasarkan uji statistik. Akan tetapi terlihat

bahwa jumlah eksplan yang beregenerasi

dari

varietas Rojolele lebih banyak daripada T

309 walaupun waktu yang diperlukan beregenerasi varietas T 309 lebih cepat. Diduga ha1

T 309 .

...

hari

...

7

10

21

Rojolele

.,...

hari

...

15

16

[image:121.589.65.498.37.748.2]
(122)

ini disebabkan karena proses dediferensiasi kalus T 309 yang sangat cepat rnenurunkan kemampuan regenerasinya sehingga organ yang terbentuk akhirnya tertutup oleh kalus.

Penambahan A1 menyebabkan adanya pen- daya regenerasi jaringan dimana

umurnnya makin tinggi konsentrasi

Al

yang diberikan, maka daya regenerasi eksplan

juga makin rendah walaupun secara statistik tidak berbeda nyata antara perlakuan kontrol

pada pH 5,8 dengan kontrol pada pH 4,O dan 100 ppm Perbedaan yang nyata baru

terlihat pada penambahan Al200,300,400, dan 500 ppm dengan kontrol pH 5.8.

Tabel 5. Persentase kalus yang dapat mnginduksi tura ada seleksi t i

Fonnulasi media Rojolele

I

17'309

1

Keterangan : Angka yang diikuti oleh hurufyang sama pada baris dan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5%

Kontrol pH 5,8 Kontrol pH 4.0

All00

A1 200 Al300 Al400

A1 500 Rata-rata lap regenerasi Rata-rata 72,73 44.44 30,OO 23,08 23,08 20,OO 0,oo 32,05

:olom yang sarna,

Seleksi in vitro pada tahap embrio

Seperti halnya seleksi yang dilakukan pada tahap regenerasi maka melalui seleksi

[image:122.591.70.518.254.694.2]
(123)

dirnana eksplan varietas T 309 yang dapat beregenerasi adalah 33,33% dan tidak berbeda nyata dengan Rojolele (3 1,25%) (Tabel 6 dan Garnbar 6). Sedangkan penurunan pH dan

penambahan A1 pada semua taraf konsentrasi m e n d a n daya regenerasi eksplan dan

berbeda nyata dengan kontrol

(pH

5,8). Persentase regenerasi tertinggi berasal dari

perlakuan kontrol (pH 5,8) yaitu sebesar 76,70%. Penurunan pH m e n d a n daya

regenrasi eksplan menjadi 25%. Daya regenerasi eksplan meningkat dengan penambahan

A1 100 ppm dan 300 ppm walaupun tidak berbeda nyata dengan kontrol pH 4,O. Diduga

pada perlakuan Al 100 dan 300 ppm terjadi mutasi dirnana eksplan mempunyai

mekanisme lain untuk bertahan dari toksisitas A1 sehingga eksplan dapat memenuhi

kebutuhannya akan unsur hara atau eksplan dapat melindungi dirinya terhadap kerusakan karena toksisitas Al sehingga eksplan dapat bertahan hidup. Dengan kernasaman yang

rendah beberapa komponen organik dan an-organik antara lain P 0 4 , NH4+ dan vitamin

B1 yang terdapat dalam media tidak dapat larut secara sempurna sehingga tidak tersedia

secara maksimal.

Eksplan dari varietas Rojolele nampaknya mempunyai daya regenerasi yang lebih

kecil dlhdingkan dengan T 309, bahkan pada perlakuan A1 400 dan 500 ppm eksplan tidak dapat beregenarasi. Kemungkinan ha1 disebabkan karena Rojolele lebih sensitif

terhadap adanya unsur Al. Hasil penelitian Mariska et al., (2000) pada tanaman kedelai

rnenunjukkan bahwa seleksi yang diberikan secara langsung pada eksplan embrio

kedelai, umumnya eksplan tidak dapat membentuk kalus dan tidak dapat beregenerasi.

Menurut Taylor (1991) ekspian yang dapat bertahan hidup

dan

dapat beregenerasi

menunjukkan adanya sifat ketahanan pada tingkat sel. Demikian pula menurut Rath

(124)

fW@tnp

Bertin

et al., (1997) menyatakaa

berhwa

seleksi pada tingkat sel

mem-

teknologi yang potensial

urrtuk

waghaskan gmtipe

baru

yang adaptjf $&&p . .

. ..:

-i;LL.-L ; < '

k???

,p,j-

;--

H a d diperoleh menu- bahwa pada penelitkin

iai

s l e b yaag.3~;:-

r:.,

.

:-.., - - 8 :

.

-,: _ - -*:

_ +

-

_

&irikan

l

a

n

g

m

pada eksplan embrio clapat lebih banyak m e m u m a sel-sel yang. - .' -
(125)

Variasi somaklonal akan menghasikan individu-individu

baru

sebagai & i t

adanya ketidakstabilan selama M o d e

kultur

in vitro. Ketidakstabilan tersebut dapat

berupa perubahan jumlah atau struktur kromosom, penggunaan zat pengatur tumbuh

dengan aktifitas yang kuat seperti 2,4-D atau larnanya periode kultur (Larkin dan

[image:125.584.57.521.224.511.2]

Scowcroft, 198 1).

Tabel 6. Persentase regenerasi eksplan pada seleksi tahap embrio

Seleksi in vitro pada tahap kalus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terlihat adanya respon yang berbeda dari Kontrol pH 5,8

Kontrol pH 4.0

A1 100

Al200

A1 300

A1 400

Al500

Rata-rata

kedua varietas setelah perlakuan seleksi pada tahap kalus. Pada umurnnya kedua varietas

dapat beregenerasi pada semua perlakuan konsentrasi Aluminium kecuali pada

konsentrasi

Al

500 ppm (Tabel 7 dan Gambar 6). Dari Tabel tersebut terlihat bahwa

Formulasi media T 309 Rojolele

Keterangan : Angka yang diikuti oleh hurufyang sama pada baris dan kolom yang sarna, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 1 %

80,OO 25,OO 62,50 18,18 60,OO 18,75 0,00 33,33 Rata-rata 75,OO 25,OO 33,33 28,57 30,OO 0,OO 0,OO 3 1,25 76,70 a

25,OO bc

40,OO b

24,OO bcd

45,OO b

1 1,50 cd

(126)

eksplan

T

309 yang beregenerasi lebih banyak (47,76%)

dan

danbeda nyata dengan

Rojolele (15,38%). Sedangkan penambahan A1 pada beberapa taraf konsentrasi juga

memperlihatkan adanya respon yang berbeda antara kedua varietas serta berbeda nyata

secara statistik. Persentase regenerasi tertinggi diperoleh dari perlakuan kontrol (pH 5,8)

yaitu sebesar 66,70% yang berbeda nyata dengan semua perlakuan A1 dan penurunan pH

kecuali pada perlakuan Al 100 pprn. Makin tinggi konsentrasi

Al

maka persentase

regenerasi rnakin rendah bahkan pada A1 500 ppm tidak ada eksplan yang dapat

beregenerasi. Diduga

hal

ini disebabkm oleh semakin larnanya eksplan berada ~iada

fase

kalus dimana proses dediferensiasi terus krlangsung tmpa terjadi proses diferensiasi.

Selain itu penambahan Al ke dalam media menyebabkan terjadi ketidakseimbangan

ketersediaan unsur hara karena toksisitas A1 menyebabkan eksplan tidak dapat memenuhi kebutuhannya sehingga proses diferensi

Gambar

Tabel 1. Perubahan sifat yang terjadi pada beberapa tanaman karena adanya keragaman
Gambar 1. BAGAN ALIR PENELITIAN
Tabel 2. Persentase pembentukan kalus pada perlakuan formulasi media, umur 4 rninggu
Tabel 3. Ukuran diameter kalus dari eksplan pada perlakuan formulasi media,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji statistik membuktikan bahwa Ha diterima pada penggunaan sari wortel terhadap kualitas uji jenjang yang meliputi kualitas eksternal volume (mengembang)

Oleh karena itu untuk memastikan bahwa usaha tersebut maka dilakukan dengan cara baik dengan membagi keuntungan pada saat penjualan telah selesai dilakukan, baik perhitungan

Penambahan edible coating dekok daun kersen sebagai pelapis produk bakso memberikan pengaruh terhadap kadar protein, uji mikrobiologi Angka Lempeng Total (ALT) dan

Kemangi Eiffel, kemangi Banyuwangi dan kemangi Jember memiliki ruas batang bunga yang lebih panjang kemangi Tidore, kemangi Eiffel, kemangi Madiun, kemangi kediri,

tak sempurna seperti yang diterangkan dalam ensiklopedia nasional Indonesia. Susunan yang keseimbangannya tidak sama persis antara satu bagian yang lain. Tampilan visual

Penggunaan bibit unggul di awal penanaman sangat berpengaruh terhadap mutu produk kopi arabika yang dihasilkan. Secara umum petani di Sugih Jaya masih menggunakan

Guru dikatakan sebagai agen pembelajaran (learning agent) karena guru berperan sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi bagi

Analisis Regresi Linier Berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh yang diberikan oleh variabel bebas terhadap variabel terikat Data yang terkumpul akan dianalisis dengan