• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Sistem Deteksi Kematangan Tandan Buah Segar (Tbs) Sawit Berdasarkan Karakteristik Optik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Sistem Deteksi Kematangan Tandan Buah Segar (Tbs) Sawit Berdasarkan Karakteristik Optik"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN SISTEM DETEKSI KEMATANGAN

TANDAN BUAH SEGAR (TBS) SAWIT

BERDASARKAN KARAKTERISTIK OPTIK

DINAH CHERIE

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengembangan Sistem Deteksi Kematangan Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Berdasarkan Karakteristik Optik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Dinah Cherie

(4)

RINGKASAN

DINAH CHERIE. Pengembangan Sistem Deteksi Kematangan Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Berdasarkan Karakteristik Optik. Dibimbing oleh SAM HERODIAN, TINEKE MANDANG dan USMAN AHMAD.

Saat ini, penentuan kematangan tandan buah segar (TBS) sawit ditentukan berdasarkan penampakan TBS dan jumlah buah yang membrondol dari tandan. Dalam penelitian ini berusaha untuk menentukan kematangan tersebut berdasarkan penampakan yang terlihat yaitu perubahan warna TBS dari setiap tahap kematangan yang juga dikorelasikan dengan kandungan minyak yang terdapat dalam tiap tingkat kematangan yang dimiliki TBS. TBS direkam dengan menggunakan kamera digital (10 MPiksel) dengan berbagai jarak perekaman (2, 7, 10, dan 15 m) yang merupakan simulasi variasi intensitas cahaya pada proses perekaman dengan spektrum yang berbeda pencahayaan untuk mengeksplorasi korelasi ini. Pencahayaan pada proses perekaman menggunakan dua lampu yaitu pertama lampu halogen yang memancarkan spektrum elektromagnetik dari rentang cahaya tampak (400-700 nm) hingga rentang inframerah (720-1100 nm), dengan daya 600 dan 1000 watt. Kedua, lampu ultraungu (UV) digunakan untuk mengetahui respon optik TBS melalui pantulan cahaya permukaan TBS di bawah spektrum ultraungu (320-380 nm) yang memiliki output daya 600 watt. Titik bidang pandang kamera diatur untuk mencakup wilayah persegi 0.125x0.125 m2 daerah frontal TBS setiap perekaman yang dilakukan sehingga setiap citra memiliki luasan piksel 3888x2952 piksel2.

Gambar TBS terekam diekstrak menggunakan pengolahan citra dan menghasilkan fitur warna yang kemudian disegmentasi kemudian digunakan sebagai variabel masukan untuk memodelkan kandungan minyak sampel menggunakan jaringan syaraf tiruan (JST). Rekayasa perangkat lunak statistik digunakan untuk membangun model. Model yang dikembangkan menggunakan metode MLP-JST dari 15 variabel masukan (R,G,B; H,S,I; R,G,B indeks serta rasio R/G, R/B, G/B, G/R, B/R dan B/G) dengan menggunakan 10 lapisan tersembunyi dan fungsi aktivasi hyperbolic tangent sehingga menghasilkan prediksi kandungan minyak. Lima model yang terpilih dan dikembangkan, karena memiliki korelasi yang tinggi untuk memprediksi kandungan minyak TBS. Berdasarkan fitur warna gambarnya yang dianalisa, terpilih pada spektrum UV

dari jarak perekaman 10, 7 dan 2 m serta jarak 10 m pada spektrum IR di bawah pencahayaan intensitas rendah (lampu H600) dan intensitas tinggi (lampu H1000). Validasi model dinyatakan oleh nilai koefisien untuk masing-masing model sebesar 0.893, 0.937, 0.984, 0.854, dan 0.998 dengan nilai SEP masing-masing sebesar 1.330, 0.611, 0.326, 1.664 dan 0.036 dan SEC 2.324.

(5)

SUMMARY

DINAH CHERIE. Development of Ripeness Detection System for Oil Palm Fresh Fruit Bunches (FFBs) Based on Fruit’s Optical Characteristics. Supervised by SAM HERODIAN, TINEKE MANDANG and USMAN AHMAD.

In current practice, determination of ripeness of the fresh fruit bunch (FFB) is based on its appearance, and by the number of detached fruit-lets from the bunch. This study aimed to develop a technique that can predict the ripeness of FFB based on its optical response to the visible and non-visible light. FFB in different ripeness stages responds differently with lights, and this response can be correlated to its oil content. For this study, FFB was recorded using a digital camera (10 M pixels) from various distances (2, 7, 10, and 15 m), to simulate its optical response to differing light intensity. Likewise, different spectrum of lights was used during imaging with the addition of lighting power variations. This setup also aimed to explore the strong correlation between FFB ripeness, oil content and its color features in the recorded images. Three types of lamps were used during the recording; first, halogen lamps which emit electromagnetic light spectrum of visible (400-700 nm) and infrared (720-1100 nm) lights with 600 watt power output. Second, similar lamps with higher power output (1000 watt). Third, is ultraviolet (UV) lamp (600 watt) which emits a light spectrum of 320-380 nm. The camera field of view is set to cover focal sections of FFB with an area of 0.125 m by 0.125 m, and upon recording, this area was transformed into an image with 3888 by 2952 pixels.

The color features in the recorded image were extracted using image processing and used as input variables to model the FFB’s oil content using artificial neural networks (ANN) method. Engineering statistical software was used to build the models. The colors, feature’s of the image were transformed into 15 variables, namely R, G, B; H, S, I; R, G, B index and the ratio of R/G, R/B, G/B, G/R, B/R and B/G. These variables were incorporated in the ANN models using 10 hidden layers with hyperbolic tangent activation function, resulting in high accuracy of predictions for oil content (OC). For this study, five models are selected since they have the highest correlation for oil content prediction of the FFB. These models successfully predict the OC of the FFB from 10, 7 and 2 m under UV spectrum; and 10 m under IR spectrum (600 and 1000 watt). The success rate of the models expressed by their coefficient of correlations (R2) are 0.893, 0.937, 0.984, 0.854, and 0.998. The selected models obtained SEP of 1.330, 0.611, 0.326, 1.664 and 0.036, respectively and SEC of 2.324.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

(7)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

PENGEMBANGAN SISTEM DETEKSI KEMATANGAN

TANDAN BUAH SEGAR (TBS) SAWIT

BERDASARKAN KARAKTERISTIK OPTIK

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof Dr Ir Kudang Boro Seminar, MSc (Staf Pengajar di Departemen Teknik Mesin & Biosistem, Fateta, IPB, Bogor)

Dr Ir Angga Jatmika, MSi

(Staf di PT. Riset Perkebunan Nusantara, Jl. Salak No. 1A, Bogor)

Penguji pada Sidang Promosi : Prof Dr Ir Kudang Boro Seminar, MSc (Staf Pengajar di Departemen Teknik Mesin & Biosistem, Fateta, IPB, Bogor)

Prof Dr Ir Santosa, MAgr

(9)

Judul Disertasi : Pengembangan Sistem Deteksi Kematangan Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Berdasarkan Karakteristik Optik

Nama : Dinah Cherie NIM : F164100091

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Sam Herodian, MS Ketua

Prof Dr Ir Tineke Mandang, MS Anggota

Dr Ir Usman Ahmad, MAgr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

Dr Ir Wawan Hermawan, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian Tertutup : 14 Agustus 2015 Tanggal Sidang Promosi : 25 Agustus 2015

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala Ar-rohman dan Arrohim-Nya dan juga kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita ke jalan yang terang untuk mengatasi hambatan dalam kehidupan ini dengan nikmat iman dan Islam. Dengan nikmat tersebut penulis telah berusaha dan berdoa sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan rasa syukur yang tak terhingga. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah prediksi kematangan TBS, dengan judul Pengembangan Sistem Deteksi Kematangan Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Berdasarkan Karakteristik Optik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Sam Herodian, M.S., Ibu Prof Dr Ir Tineke Mandang, MS dan Bapak Dr Ir Usman Ahmad, MAgr selaku pembimbing; serta Bapak Prof Dr Ir Kudang Boro Seminar, MSc dan Bapak Dr Ir Angga Jatmika, MSi. selaku penguji dari luar komisi pada ujian tertutup; dan penguji dari luar komisi pada sidang promosi yaitu Bapak Prof Dr Ir Kudang Boro Seminar, MSc dan Bapak Prof Dr Ir Santosa, MP. Penghargaan penulis juga sampaikan kepada PT. Sari Lembah Subur (PT. SLS) Riau dan PT. Nirwana Agro Lestari (PT. NAL) Kalteng yang merupakan anak perusahaan dari PT. Astra Agro Lestari, Tbk., yang telah membantu selama pengumpulan data lapangan. Terima kasih juga PT. Astra Agro Lestari, Tbk. dan DIPA IPB (Program Desentralisasi IPB – DP2M Dikti ) 2012 atas bantuan finansial selama penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada mama, papa, suami, ‘malaikat-malaikat kecil’ penulis, serta seluruh keluarga tercinta, atas segala doa, dorongan dan kasih sayangnya yang hingga saat ini belum bisa penulis balas.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Kerangka Pemikiran 6

Perumusan Masalah 7

Tujuan Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 8

Manfaat Penelitian 9

Nilai Kebaruan Penelitian 9

2 METODOLOGI 10

Alat dan Bahan 10

Metode Penelitian 11

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Penentuan Jarak Maksimal Perekaman Citra 19

Analisa Citra Berdasarkan Segmentasi Kematangan RGB Rata-rata 23 Prediksi kandungan minyak TBS sawit berdasarkan JST 30 Komparasi hasil studi dengan penelitian yang sudah dilakukan 35

4 SIMPULAN DAN SARAN 37

Simpulan 37

Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38

LAMPIRAN 40

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Beberapa penelitian yang dilakukan untuk mendeteksi

pendugaan kematangan TBS 5

Tabel 2 Spesifikasi lensa kamera yang dipakai berdasarkan

perbedaan setiap jarak perekaman TBS 10

Tabel 3 Hasil perekaman citra TBS pada berbagai jarak perekaman dan berbagai tingkat kematangan TBS pada spektrum UV: mentah: 13.687%, matang: 22.376% dan

lewat matang: 23.904% 20

Tabel 4 Nilai koefisien korelasi R2 kandungan minyak dan nilai

R,G,B rata-rata untuk seluruh perlakuan spektrum tiap

tingkat kematangan TBS 28

Tabel 5 Hasil kalibrasi dan validasi model pendugaan kandungan minyak dengan metode MLP menggunakan

15 fitur warna dari citra TBS 31

Tabel 6 Model prediksi kandungan minyak dengan metode MLP

berdasarkan respon citra TBS terekam pada jarak perekaman 10 m dengan intensitas rendah (H600)

spektrum UV 32

Tabel 7 Perbandingan sistem deteksi kematangan dan

kandungan minyak TBS yang telah dikembangkan 35

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Tahapan kerangka penelitian untuk menduga kematangan TBS

berdasarkan karakteristik optik 8

Gambar 2 Diagram logika pelaksanaan penelitian 11

Gambar 3 Proses perekaman citra TBS di lapangan 12

Gambar 4 Struktur JST-MLP untuk membangun model kalibrasi menggunakan 15 fitur masukan dan fungsi aktivasi hyperbolic

tangent serta menghasilkan keluaran berupa prediksi

kandungan minyak 17

Gambar 5 Hubungan linier antara karakteristik optik TBS (kanal warna) pada berbagai jarak perekaman di bawah spektrum UV pada kanal warna R (a), G (b), dan B (c) 21 Gambar 6 Hubungan linier antara karakteristik optik TBS (kanal warna)

pada berbagai jarak perekaman di bawah spektrum tampak1 pada kanal warna R (a), G (b), dan B (c) 21 Gambar 7 Hubungan linier antara karakteristik optik TBS (kanal warna)

(14)

Gambar 8 Hubungan linier antara karakteristik optik TBS (kanal warna) pada berbagai jarak perekaman di bawah spektrum tampak2 pada kanal warna R (a), G (b), dan B (c) 22 Gambar 9 Hubungan linier antara karakteristik optik TBS (kanal warna)

pada berbagai jarak perekaman di bawah spektrum IR2 pada kanal warna R (a), G (b), dan B (c) 23 Gambar 10 Grafik segmentasi kandungan minyak berdasarkan korelasi

dengan nilai rata-rata intensitas R,G,B dari citra TBS di bawah perlakuan lampu UV600 spektrum UV (280-380 nm) pada berbagai kanal warna: R(a), G (b) dan B (c) 25 Gambar 11 Grafik segmentasi kandungan minyak berdasarkan korelasi

dengan nilai rata-rata intensitas R,G,B dari citra TBS di bawah perlakuan lampu H600 spektrum tampak (400-700 nm) pada berbagai kanal warna: R(a), G (b) dan B (c) 26 Gambar 12 Grafik segmentasi kandungan minyak berdasarkan korelasi

dengan nilai rata-rata intensitas R,G,B dari citra TBS di bawah perlakuan lampu H600 spektrum IR (720-1100 nm) pada berbagai kanal warna: R(a), G (b) dan B (c) 26 Gambar 13 Grafik segmentasi kandungan minyak berdasarkan korelasi

dengan nilai rata-rata intensitas R,G,B dari citra TBS di bawah perlakuan lampu H1000 spektrum tampak (400-700 nm) pada berbagai kanal warna: R(a), G (b) dan B (c) 27 Gambar 14 Grafik segmentasi kandungan minyak berdasarkan korelasi

dengan nilai rata-rata intensitas R,G,B dari citra TBS di bawah perlakuan lampu H1000 spektrum IR (720-1100 nm) pada berbagai kanal warna: R(a), G (b) dan B (c) 27 Gambar 15 Hasil kalibrasi model prediksi kandungan minyak saat

perekaman citra TBS pada jarak 10 m di bawah spektrum

cahaya UV 31

Gambar 16 Hasil kalibrasi model prediksi kandungan minyak saat perekaman citra TBS pada jarak 7 m di bawah spektrum

cahaya UV 33

Gambar 17 Hasil kalibrasi model prediksi kandungan minyak saat perekaman citra TBS pada jarak 2 m di bawah spektrum

cahaya UV 33

Gambar 18 Hasil kalibrasi model prediksi kandungan minyak saat perekaman citra TBS pada jarak 10 m di bawah spektrum

cahaya IR dengan daya 600W 34

Gambar 19 Hasil kalibrasi model prediksi kandungan minyak saat perekaman citra TBS pada jarak 10 m di bawah spektrum

(15)

pengambilan citra TBS di laboratorium fotografimetri 41 Lampiran 2 Bagan alir metodologi penelitian dari awal hingga proses

perekaman citra TBS 42

Lampiran 3 Proses perekaman TBS di laboratorium menggunakan teknik fotografimetri, dikelompokkan berdasarkan jenis lampu (H1000, H 600 dan UV600), jarak pereka man citra (15, 10, 7 dan 2 m), serta penggunaan filter (tanpa filter dan filter IR), jumlah perekaman citra yang diambil tiap sampel dengan 3

kali ulangan 43

Lampiran 4 Metode penentuan rendemen minyak TBS (IOPRI 1997) 44 Lampiran 5 Bagan alir metodologi penelitian untuk mempelajari

karakteristik optik dan prediksi kandungan minyak dari TBS 45 Lampiran 6 Hasil perekaman citra TBS mentah (contoh: kandungan

Lampiran 8 Hasil perekaman citra TBS lewat matang (contoh: kandungan minyak 23.904%) pada berbagai jarak perekaman dan

rentang spektrum 50

Lampiran 9 Nilai R,G,B rata-rata tiap citra TBS yang direkam pada berbagai variasi jarak di bawah pencahayaan intensitas rendah (600 watt) spektrum UV pada tiap tingkat kematangan

TBS sawit 52 watt) spektrum IR pada tiap tingkat kematangan TBS sawit 54 Lampiran 12 Nilai R,G,B rata-rata tiap citra TBS yang direkam pada

berbagai variasi jarak di bawah pencahayaan tinggi (1000 watt) spektrum tampak pada tiap tingkat kematangan TBS

sawit 55

Lampiran 13 Nilai R,G,B rata-rata tiap citra TBS yang direkam pada berbagai variasi jarak di bawah pencahayaan intensitas tinggi (1000 watt) spektrum IR pada tiap tingkat kematangan TBS

(16)

Lampiran 14 Model prediksi kandungan minyak dengan metode MLP

berdasarkan respon citra TBS terekam jarak perekaman 7 m dengan intensitas rendah (H600) spektrum UV 57 Lampiran 15 Model prediksi kandungan minyak dengan metode MLP

berdasarkan respon citra TBS terekam pada jarak perekaman 2 m dengan intensitas rendah (H600) spektrum UV 58 Lampiran 16 Model prediksi kandungan minyak dengan metode MLP

berdasarkan respon citra TBS terekam pada jarak perekaman 10 m dengan intensitas rendah (H600) spektrum IR 59 Lampiran 17 Model prediksi kandungan minyak dengan metode MLP

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit adalah salah satu komoditas penyumbang mayoritas penerimaan negara Indonesia. Setiap tahun, Indonesia mengekspor kelapa sawit dan olahannya sebesar 77.13% di bidang pertanian pada tahun 2013 (Ditjen PPHP 2014) atau mencapai 19 miliar dollar dari pendapatan ekspor (GAPKI 2014). Kenaikan harga kelapa sawit dunia menjadikan produk ini sebagai komoditi pilihan. Pada tahun 2014 dihasilkan 33 juta ton minyak sawit (USDA 2015) dari hasil pengolahan 150 juta ton lebih TBS panen.

Peningkatan produktivitas kelapa sawit di Indonesia dapat tercapai, antara lain dengan panen TBS pada tahap kematangan yang benar, dimana minyak pada TBS mencapai jumlah maksimum. Selain itu, panen TBS pada kematangan optimal akan menjamin CPO yang diproduksi oleh pabrik memiliki kualitas prima, yang sejalan dengan harga jual produk ini. Beberapa kenyataan yang terdapat di lapang, TBS di Indonesia dipanen pada kondisi kurang atau lewat matang. Hal ini menyebabkan potensi kerugian yang signifikan di industri kelapa sawit. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan teknologi yang memungkinkan dilakukannya pemanenan TBS secara tepat, berdasarkan ciri-ciri kematangan yang tampak, seperti misalnya warna TBS.

Pemanenan TBS yang dilakukan saat ini di Indonesia pada umumnya didasari oleh pengamatan warna TBS dan jumlah brondol buah pada piringan pohon. Kedua cara ini memiliki kelemahan secara fundamental, dimana faktor fisik, emosional dan eksternal dapat mempengaruhi penilaian hasil pengamatan pemanen. Angin, hujan, serangga dan hewan pengerat dapat membuat buah memberondol lebih banyak dari seharusnya, sehingga seolah buah tersebut harus dipanen, walaupun secara fisiologis buah masih berada pada fase kurang matang. Kondisi ini merupakan faktor mayoritas terjadinya kesalahan panen di lapang. Selain itu, pengamatan warna tidak lepas dari pengaruh subjektivitas pengamat. Cahaya matahari, bayangan pelepah daun, kondisi berawan, serta posisi matahari dapat menyebabkan kesalahan pengamatan warna TBS yang akan dipanen. Pengamatan visual manusia juga dipengaruhi oleh kondisi kebugaran fisik dan emosional. Namun demikian, pengaruh dari faktor-faktor yang mengakibatkan kesalahan pengamatan warna tersebut, lebih kecil bila dibandingkan pengaruh faktor eksternal pada pembrondolan buah. Dengan demikian, pengamatan warna keseluruhan TBS untuk dijadikan acuan penentuan pemanenan akan lebih sesuai bila dibandingkan dengan pengambilan keputusan panen berdasarkan pengamatan jumlah buah yang membrondol.

(18)

berusaha untuk memanen TBS sebanyak mungkin tanpa memperhatikan kondisi kematangannya. Akibatnya, sebagian besar TBS dipanen saat belum mencapai matang optimal. Hasilnya, tingkat rendemen CPO yang didapatkan dari pemrosesan TBS di pabrik pengolahan menjadi rendah bila dihitung per hektar satuan luas tanam. Ini disebabkan karena minyak dalam buah belum mencapai tingkat optimal. Dengan demikian, diperlukan suatu metode yang dapat memperkirakan kematangan TBS sebelum panen. Karena posisi TBS pada pohon berada jauh dari jangkauan tangan pekerja, serta sifat TBS yang mudah mengalami kerusakan, maka metode tersebut juga harus memiliki kemampuan untuk melakukan penilaian kualitas TBS dari jarak jauh tanpa bersifat merusak.

Perkembangan teknologi deteksi tanpa merusak (nondestructive evaluation) telah memungkinkan dilakukannya penilaian kualitas suatu buah utuh di pohon, serta pembedaan antara buah yang matang dan tidak matang. Pada TBS, penampakan luar, terutama warna buah, dapat digunakan untuk menentukan kualitasnya, yang ditentukan berdasarkan nilai kromatisitas warna TBS tersebut.

Walaupun terjadi perubahan warna pada TBS pada saat proses pematangan berlangsung, namun secara umum, terdapat tiga jenis TBS kelapa sawit berdasarkan variasi warnanya. TBS tipe pertama, yaitu Nigrescens memiliki warna keseluruhan yang cenderung merah kehitaman. Perbedaan warna TBS antara yang matang dan mentah pada tipe ini dapat diamati dari perubahan warna buah pada daerah pangkal tandan. TBS varitas Virescens memiliki warna tandan hijau saat mentah dan berubah menjadi merah terang saat matang. TBS tipe

Albecens memiliki warna tandan hitam baik pada saat mentah maupun setelah

mencapai kondisi matang. TBS tipe ini merupakan TBS yang paling sulit dibedakan antara yang mentah dan yang matang, dan merupakan TBS yang paling sering dipanen pada kondisi mentah, akibat kesulitan pekerja membedakannya (Ketaren 1986).

Berdasarkan hasil beberapa penelitian sebelumnya, warna TBS dapat dijadikan sebagai acuan tingkat kematangan serta kualitas buah. Studi tentang keunikan warna TBS varietas Tenera telah dilakukan oleh Hazir et al. (2012). Studi yang dilakukan bertujuan untuk mengukur berat, panjang, lebar dan ukuran lingkaran TBS. Tujuan yang kedua adalah menggunakan teknik netra mesin untuk mengidentifikasi warna TBS, dan tujuan ketiga adalah penggunaan sensor optik portable yang terdiri dari empat panjang gelombang cahaya (570, 670, 750 and 870 nm) untuk menentukan kandungan flavonoid dan anthosianin dari TBS yang dianalisa. Pengidentifikasian warna TBS sawit dilakukan berdasarkan nilai

R,G,B dari citra buah yang direkam. Sedangkan untuk menentukan sifat kimia tandan, dilakukan dengan menggunakan sebuah sensor optik aktif yang mampu mendeteksi panjang gelombang cahaya 570, 670, 750 dan 870 nm. Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat korelasi penentuan kematangan TBS lebih dari 80% pada kondisi terkontrol. Sedangkan saat pengujian lapang, nilai akurasi menurun hingga lebih kecil dari 50%.

(19)

triangulasi digunakan untuk memprediksi perkiraan waktu panen TBS, dengan membandingkan data hue dengan data dasar kalibrasi. Metode ini dikembangkan dan dapat memprediksi waktu panen TBS dengan korelasi 92.9%. Metode yang sama divalidasi oleh Razali et al. (2011), dengan korelasi 92.39%. Berdasarkan penelitian tersebut, maka pemilihan analisis statistik untuk mengembangkan model memainkan pengaruh yang signifikan terhadap akurasi model.

Studi tentang penggunaan machine vision berdasarkan perekaman citra warna TBS untuk menentukan kematangan TBS juga telah dilakukan oleh Makky

et al. (2004) yang menggunakan analisa stereo dari citra TBS yang dihasilkan. Pada penelitian tersebut, identifikasi TBS matang, analisa tingkat kematangan TBS, jarak TBS dari kamera, titik pusat TBS, kemiringan, dimensi dan koordinat titik potong TBS dapat ditentukan dalam waktu singkat berdasarkan citra TBS yang direkam dalam konfigurasi stereo menggunakan persamaan trigonometri. Makky et al. (2004); serta Makky & Soni (2013), (2014) juga telah melakukan penelitian terhadap TBS sawit yang diletakkan dalam sebuah ruangan terkontrol yang diberikan pencahayaan konstan, menerangi seluruh sisi TBS tanpa mengakibatkan pantulan cahaya yang berlebihan dari permukaan TBS. Ruangan terkontrol tersebut berbentuk sebuah peti tertutup, dan sawit yang akan dianalisa diletakkan di bagiandasarnya. Sebuah machine vision diletakkan pada bagian atas kotak menghadap ke TBS. Perekaman dilakukan dengan pencahayaan lampu LED. Selanjutnya citra TBS yang direkam diolah menggunakan suatu program pengolahan citra digital untuk memperoleh nilai R,G,B. Nilai R,G,B kemudian di normalisasi menjadi r,g,b. Nilai R,G,B kemudian ditransformasikan menjadi

H,S,I dan nilai indeks. Seluruh parameter pengukuran yang dihasilkan dari proses

pengolahan citra ini selanjutnya digunakan sebagai variabel masukan untuk memodelkan kematangan TBS menggunakan program pengolahan statistik (SPSS). Korelasi dicari dengan membandingkan variabel tersebut dengan hasil observasi kematangan TBS secara visual oleh beberapa orang panelis. Beberapa teknik analisa matematika yang digunakan antara lain adalah analisa diskriminan,

Multiple Linear Regression, analisa klustering menggunakan nearest neighbour,

analisa jarak Euclidean, algoritma jaringan syaraf tiruan, serta kurva poli-fit ordo tiga. Penentuan kematangan TBS menggunakan kamera digital pada penelitian ini menggunakan analisa diskriminasi bertahap menggunakan deskriminan kanonikal dengan fungsi jarak Mahalanobis untuk mengklasifikasikan kelompok, dan menunjuk pusat kluster untuk setiap fraksi serta korelasi 93.53% dalam mengklasifikasi kelompok dan 88.70% dalam mengklasifikasi fraksi berdasarkan standar IOPRI (Makky & Soni 2013); menggunakan analisis regresi multiple

forward stepwise dan analisa JST MLP dengan korelasi prediksi kematangan,

kandungan minyak dan ALB masing-masing sebesar 93.5, 96.41, and 89.32% (Makky et al. 2014).

Penentuan kualitas TBS secara non-destruktif menggunakan spektoskopi juga telah dilakukan oleh Makky et al. (2012) dan menghasilkan korelasi hingga 85.07% dengan menggunakan analisa spektroskopi berdasarkan nilai pantulan dan penyerapan terpilih pada panjang gelombang tampak. Spektroskopi berdasarkan nilai pantulan dan penyerapan panjang gelombang tampak dan inframerah juga telah dilakukan oleh Makky & Soni (2014). Pengukuran dilakukan menggunakan

VIS-NIR dan UV-VIS spektrometri. Data Hasil pengukuran spektrometri diolah

(20)

sehingga dihasilkan data spektral dengan nilai noise yang rendah. Data ini selanjutnya diolah menggunakan program statistik engineering menggunakan analisa statistik Multiple Linear Modelling, PCA, JST, serta Annova dan F test

untuk menguji data tersebut dan membandingkannya dengan hasil observasi kematangan TBS serta hasil pengukuran analisa laboratorium TBS (kandungan minyak dan ALB). Hasil korelasi ini digunakan untuk memodelkan ketiga parameter kulitas TBS yang dipanen tersebut; yaitu kematangan, kandungan minyak dan ALB. Hasil Penelitian menunjukkan R2 untuk menentukan kematangan TBS, kandungan minyak dan ALB masing masing sebesar 0.9688, 0.9684, dan 0.9909.

Perubahan warna pada TBS terjadi seiring dengan perkembangan fisiologis buah dari kondisi mentah menjadi matang. Hal ini terjadi karena pigmen klorofil pada kulit buah TBS bertransformasi menjadi pigmen karotin (Makky dan Soni 2014; Tan et al. 1997; Ikemufuna dan Adamson 1984; Sambanthamurthi et al.

2000). Tranformasi klorofil menjadi karoten serta akumulasi karoten pada kulit buah TBS menjadikan perubahan warna TBS berlangsung secara gradual dan menyebar tidak merata. Secara umum, perubahan warna TBS berlangsung dari bagian puncak menuju tangkai tandan (Makky dan Soni 2014; Abdullah et al. 2002). Proses pematangan buah secara fisiologi ditandai dengan perubahan warna buah dan TBS, berkorelasi dengan akumulasi kandungan minyak pada kernel dan mesokarp buah di TBS (Makky dan Soni 2014). Dengan demikian, maka kandungan minyak pada TBS dapat dikaitkan dengan tampilan warnanya. Seiring dengan daur fisiologis, maka proses pematangan buah akan mencapai titik optimum saat kandungan minyak pada mesokarp dan kernel mendekati maksimum, dan dimulainya proses degradasi TBS. Proses penuaan buah dimulai saat kematangan buah dan TBS optimum, dimana pertambahan kandungan minyak buah melambat, sedangkan proses degradasi buah teraselerasi. Proses penuaan TBS secara jelas dilihat dari perubahan warna buah dan TBS, serta dari pertambahan jumlah buah membrondol. Semakin tua TBS, maka jumlah buah yang membrondol akan meningkat secara eksponensial. Untuk itu, TBS sebaiknya dipanen saat mencapai kematangan optimum.

Kamera digital telah lama digunakan untuk menganalisa produk pertanian, terutama warna, karena memiliki konsistensi hasil pengamatan, dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disebutkan di atas. Hasil gambar produk pertanian yang direkam oleh kamera dapat diolah lebih lanjut menggunakan suatu program pengolahan citra. Informasi yang terdapat pada gambar yang direkam dapat digunakan oleh program pengolahan citra untuk mengambil keputusan, terutama terkait dengan kualitas dari produk yang diamati. Oleh karena itu, kamera dapat digunakan untuk merekam warna TBS secara lebih akurat dibandingkan pengamatan visual manusia. Lebih lanjut, agar akurasi hasil perekaman warna TBS oleh kamera menjadi lebih baik, maka gambar yang direkam perlu diolah lebih lanjut menggunakan program pengolahan citra digital.

Hasil perekaman gambar oleh kamera digital dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya adalah intensitas cahaya, jarak, serta spektrum cahaya (panjang gelombang) yang digunakan (Junkwon et al. 2011 dan Saeed et al.

(21)

dapat dilihat dengan mengamati nilai histogram gambar (Roseleena et al. 2011), dan menunjukkan sifat optik dari objek yang diamati. Perbandingan penelitian-penelitian yang telah dilakukan untuk menduga tingkat kematangan ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Beberapa penelitian yang dilakukan untuk mendeteksi pendugaan kematangan TBS dimensi dan koordinat titik potong dari TBS berdasarkan citra yang direkam dengan daya 150 W untuk menduga kematangan, kandungan minyak dan ALB. Hasil divalidasi menggunakan 4 TBS tiap tingkat kematangan. Hasil juga menyimpulkan bahwa yang

Tampak 0.9541 Korelasi citra TBS (warna hue) dengan kandungan minyak menggunakan kamera digital secara langsung di lapang dan diolah dengan menggunakan

analisis regresi polinomial ordo 2.

2-3 m

Ishak & Hudzari (2010)

Tampak 0.9290 Citra TBS dari pohon yang berumur 5, 16 dan 20 tahun direkam menggunakan metode triangulasi dan menghasilkan

Tampak 0.9239 Validasi dari penelitian Ishak & Hudzari (2010) dengan jumlah sampel 50 untuk seluruh tingkat kematangan

2-3 m

Roseleena et al. (2011)

Tampak 0.90 Pengklasifikasian tingkat kematangan dan mengamati histogram citra hasil ekstraksi dari nilai R,G,B hasil perekaman citra dalam suatu sistem grading

(22)

Peneliti Spektrum Koefisien

Tampak 93.53 Sistem deteksi otomatis pada sistem sortasi menggunakan Machine Vision

96.64 Portable spektroskopi untuk

menentukan kematangan, kandungan minyak dan kadar ALB pada TBS

1 cm dari permukaan TBS

Namun demikian, semua studi yang dijabarkan sebelumnya memiliki keterbatasan jarak pengamatan, penentuan kematangan juga masih berdasarkan fraksi (jumlah brondol), belum dilakukannya pemilahan segmen spektrum cahaya yang digunakan saat pengamatan, serta belum adanya pemanfaatan filter foto-selektif-transitif untuk menangkap respons cahaya dari pantulan permukaan TBS terhadap jenis spektrum yang dipancarkan oleh sumber cahaya.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini berusaha untuk membentuk teknik penilaian non-destruktif untuk menentukan kandungan minyak TBS utuh di pohon, berdasarkan pandangan kamera dan perangkat tambahan optik. Foto-selektif-transitif filter digunakan dalam penelitian ini untuk memilih karakteristik optik terbaik TBS (yaitu warna buah) untuk dimodelkan dengan kandungan minyaknya. Teknik ini akan menggantikan pengamatan yang dilakukan oleh buruh pemanen, dengan tujuan mendapatkan hasil penilaian dengan akurasi yang lebih tinggi dan konsisten. Selain itu, dengan menggunakan perangkat tambahan optik, teknik ini memiliki kemampuan untuk mengamati TBS di bawah pertimbangan jarak yang lebih jauh dibandingkan dengan studi sebelumnya.

Kerangka Pemikiran

(23)

dilakukan sebelum TBS dipanen, maka kamera tersebut harus dapat melihat dengan jelas TBS yang berada di pohon. Pohon sawit dewasa memiliki ketinggian 7-10 m, sehingga kamera yang digunakan harus mampu melihat dengan jelas TBS pada jarak tersebut. Dengan demikian, diperlukan tambahan perangkat optik pada kamera, yaitu lensa penguat optik. Pengamatan juga harus dilakukan tanpa merusak TBS yang diamati, agar kualitas minyak di dalam TBS tidak menurun akibat meningkatnya kadar ALB karena cedera yang dialami buah. Berdasarkan kerangka ini, metode yang digunakan untuk mendeteksi kematangan berdasarkan warna TBS yang direkam adalah dengan menggunakan teknik fotografimetri untuk menilai kualitas TBS pada pohon secara tidak merusak (non-destruktif). Pada teknik ini, gambar objek yang diamati direkam menggunakan kamera. Selanjutnya, paramater yang diperoleh dari dalam gambar dibobotkan menggunakan suatu model matematik, sehingga dapat dikorelasikan dengan kualitas objek. Untuk memperoleh parameter tersebut, gambar TBS dapat diolah menggunakan suatu program pengolah citra digital. Sedangkan untuk membangun model, dapat digunakan perangkat lunak statistik. Agar diketahui kualitas TBS yang dijadikan objek, maka kandungan minyak buah dianalisa menggunakan prosedur baku. Selanjutnya, agar dapat diketahui korelasi antara kulitas TBS yang diamati (kandungan minyak) dengan sifat optik TBS yang terekam oleh kamera (komponen warna), diperlukan suatu model yang dapat menjelaskan hubungan kompleks dari berbagai komponen warna TBS tersebut, dan mengkorelasikannya dengan kandungan minyak TBS. Salah satu analisis yang dapat digunakan untuk membangun korelasi ini adalah metode jaringan syaraf tiruan (JST).

Perumusan Masalah

Berbekalkan latar belakang dan kerangka pikir, masalah yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: TBS sawit pada berbagai kematangan memiliki sifat optik yang berbeda yang dapat di informasikan dari piksel-piksel warna yang ditangkap kamera, sehingga informasi tersebut dapat menentukan rentang panjang gelombang berbeda yang dapat dideteksi menggunakan bantuan alat optik elektronik. Informasi ini selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan kandungan minyak pada TBS tersebut, serta memutuskan apakah objek yang diamati sudah dapat dipanen atau belum.

Tujuan Penelitian

Tujuan secara umum dari penelitian adalah memprediksi secara cepat, otomatis dan objektif pada tingkat kematangan TBS berdasarkan karakteristik optiknya. Adapun secara khususnya, penelitian ini bertujuan:

1. Mempelajari karakteristik optik dari TBS yang berhubungan dengan tingkat kematangan

(24)

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan dalam dua tahap yang dapat dilihat pada Gambar 1. Bagian pertama dilakukan untuk mendapatkan korelasi antara sifat optik TBS dengan kandungan kimianya yang berhubungan dengan penentuan kematangan TBS (dalam hal ini adalah kandungan minyak) dengan berbagai perlakuan jarak perekaman dan spektrum yang digunakan (UV, tampak dan IR).

Gambar 1 Tahapan kerangka penelitian untuk menduga kematangan TBS berdasarkan karakteristik optik

Bagian kedua adalah menghasilkan suatu model yang dapat menduga kematangan TBS dengan bantuan jaringan syaraf tiruan (JST) menggunakan 70% dari sampel data pengamatan. Model yang dihasilkan selanjutnya divalidasi menggunakan 30% sampel sisanya sehingga menghasilkan nilai R2 > 0.8. Model yang dihasilkan hanya berlaku untuk TBS sawit varitas Tenera klon Marihat yang merupakan persilangan antara varitas Dura Deli Marihat (keturunan 434B x 34C;

425B x 435B; 34C x 43C) dan Pisifera Marihat (berasal dari Kamerun) dari

tanaman sawit berumur rata-rata 8 tahun.

Mulai TBS direkam di lab. fotografimetri dalam berbagai jarak perekaman

(25)

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat diterapkan oleh perusahaan perkebunan sawit untuk menurunkan kejadian kesalahan panen TBS pada areal kebun yang mereka miliki. Dengan menerapkan metode fotogrammetri pada proses pemanenan sawit menggunakan teknik serta model prediksi yang dikembangkan, maka perkebunan sawit di Indonesia berpotensi untuk meningkatkan tingkat produktifitas CPO per satuan luas tanamnya. Produktivitas yang tinggi, secara tidak langsung akan memberikan korelasi terhadap perolehan pendapatan dari perusahaan tersebut, sehingga dapat mendorong pertumbuhan laju perekonomian daerah setempat, yang diiringi oleh peningkatan pendapatan pajak dari pemerintah. Dari faktor kelestarian lingkungan, penerapan teknik ini dapat mengurangi tekanan terhadap konversi lahan hutan menjadi perkebunan sawit, karena untuk meningkatkan pendapatan, perusahaan tidak selalu harus memperluas areal lahan tanam, tetapi juga dapat dilakukan melalui input teknologi untuk perbaikan panen.

Nilai Kebaruan Penelitian

(26)

2

METODOLOGI

Alat dan Bahan

Sampel penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 tandan buah segar (TBS) sawit dari varitas tenera klon Marihat merupakan persilangan antara varitas DuraDeli Marihat (keturunan 434B x 34C; 425B x 435B; 34C x 43C) dan

Pisifera Marihat (berasal dari Kamerun) dari tanaman sawit berumur rata-rata 8 tahun yang terdapat di perkebunan PT Nirwana Agro Lestari yang merupakan anak perusahaan dari PT Astra Agro Lestari, Tbk., yang berlokasi di Kelurahan Bulik, Kecamatan Nanga Bulik, Kota Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah Indonesia (2°05' LS dan 111°15' BT). Kegiatan dilakukan pada bulan Mei 2013.

Kondisi geografis lahan terletak pada 20-50 m dpl, berupa dataran yang relatif bergelombang dengan transisi antara 0-25%, curah hujan berkisar antara 2000–2500 mm/tahun, suhu udara 23-32 °C dan memiliki kelembaban udara berkisar 81-92%.

Proses perekaman citra menggunakan kamera digital Canon EOS 60D dan perangkat optik pendukungnya. Beberapa perlakuan lensa digunakan untuk menghasilkan bidang TBS yang terlihat pada kamera adalah tetap (0.125x0.125 m2 untuk semua citra yang direkam pada jarak perekaman 2, 7, 10 dan 15 m) seperti yang tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 Spesifikasi lensa kamera yang dipakai berdasarkan perbedaan setiap jarak perekaman TBS

Jarak kamera ke

TBS Lensa yang digunakan Optik tambahan

Focal

Perlakuan jarak perekaman yang dilakukan dalam penelitian ini adalah perekaman dengan jarak 2, 7, 10 dan 15 m. Jarak perekaman tersebut merupakan jarak yang terukur antara lensa kamera ke TBS sawit. Hal ini juga telah diperhitungkan dengan perekaman citra di lapang yang mempertimbangkan jarak tanam antar satu TBS ke TBS lain di lapang dan juga umur tanaman sawit yang rata-rata berumur 8 tahun yang dapat mencapai ketinggian 10 m.

Dua jenis lampu digunakan saat perekaman citra, yaitu ultraungu (UV) dan halogen (H) dengan dua perlakuan daya yaitu 600 dan 1000 watt. Kedua lampu digunakan untuk mengetahui respon pantulan sinar dari TBS dalam spektrum UV, cahaya tampak dan IR. Sebuah filter cahaya khusus digunakan pada lensa kamera, sehingga perekaman TBS pada spektrum IR dapat dilakukan.

Dalam penelitian ini, perangkat lunak pengolahan citra digital dikembangkan dengan menggunakan pemrograman Visual Basic dengan memanfaatkan fitur aplikasi program interface di Microsoft Windows

(27)

diperlukan untuk membangun perangkat lunak ini didukung oleh Software Development Kit (SDK).

Perangkat lunak yang digunakan dalam memprediksi kandungan minyak berdasarkan dari informasi citra yang terekam dianalisis dengan menggunakan

software engineering statistik (SPSS 20.0, IBM, USA), dengan menggunakan

analisis jaringan syaraf tiruan “multi linear perceptron (JST-MLP)”. Metode JST-MLP dipilih berdasarkan kemampuan untuk memprediksi korelasi antara data yang kompleks dan beragam di mana variabel yang memiliki hubungan yang abstrak. Selain itu, analisis JST memiliki kemampuan yang sangat baik dan fleksibilitas untuk pengolahan data, dan fitur yang mudah untuk dipelajari (IBM, 2011). Jumlah keseluruhan sampel data citra TBS yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30 citra. Data yang digunakan untuk membangun model (kalibrasi) menggunakan 20 sampel data citra TBS dan data untuk validasi berjumlah 10 sampel (30% dari data sampel) citra TBS.

Metode Penelitian

Sebelum dipanen, kematangan TBS ditentukan dahulu oleh tiga orang panelis ahli dari perkebunan. Kematangan ditentukan berdasarkan jumlah buah yang membrondol di piringan pohon (fraksi kematangan). TBS kemudian dipanen, dibersihkan dan dibawa ke ruang fotografimetri. Ruang fotografimetri berupa sebuah ruang gelap berukuran 17x2 m. Seluruh ruangan diberi latar hitam. Suhu ruangan dipertahankan pada 18 oC untuk memperlambat proses degradasi minyak pada TBS. Prosedur yang dapat berupa diagram logika dan cara perekaman citra di laboratorium dapat dilihat pada Gambar 2, 3 dan Lampiran 1.

Gambar 2 Diagram logika pelaksanaan penelitian

(28)

Gambar 3 Proses perekaman citra TBS di laboratorium fotografimetri Perekam citra TBS menggunakan dua jenis lampu yaitu pertama sebuah lampu ultraviolet (UV) dimana spektrum cahaya UV dipancarkan pada rentang gelombang 320-380 nm dengan daya lampu 600 watt, dan kedua lampu halogen yang memancarkan spektrum elektromagnetik pada daerah cahaya tampak (400-700 nm) dan IR (720-1100 nm) dengan daya output yaitu 600 dan 1000 watt. Sinar UV digunakan untuk menentukan respon optik TBS melalui pantulan cahaya permukaan TBS di bawah spektrum UV. Sedangkan lampu halogen digunakan pengambilan gambar pada pengambilan citra TBS dapat dilihat pada Lampiran 1.

Perekaman Citra pada Pencahayaan UV (UV600)

TBS yang telah dipanen, diletakkan di atas bidang datar pada sumbu tengah ruangan dengan seluruh latar berwarna hitam lalu diterangi menggunakan lampu

UV (spektrum 320-360 nm) dengan daya 600 watt (UV600) yang diposisikan pada jarak 1 m dari TBS serta membentuk sudut 450 kiri dan kanan terhadap garis tengah ruangan (Lampiran 1). Kamera Canon EOS 60D diposisikan menghadap TBS dengan posisi lensa mendatar searah sumbu tengah TBS. Lensa kamera yang digunakan adalah 75-300 mm, diafrahma: 2.8, dan sensor kamera memiliki resolusi 10 MP. Kecepatan kamera diatur menjadi 0.8 detik, sensitifitas sensor cahaya (ISO) diatur menjadi 1600. Auto white balance kamera dikonfigurasi untuk digunakan pada pencahayaan UV yaitu white florescence light; dan focal length kamera diatur sehingga bidang TBS pada bagian tengah tandan yang terlihat kamera adalah 0.125x0.125 m2. TBS selanjutnya direkam dari jarak 2 m. Posisi kamera dimundurkan sehingga jarak kamera dari TBS menjadi 7 m saat

(29)

terlihat kamera adalah tetap 0.125x0.125 m2 dengan cara mengganti lensa kamera menjadi 650-1300 mm (untuk jarak di atas 2 m). Cara yang sama dilakukan pada pengambil gambar TBS dari jarak 10 m dan 15 m seperti pada Lampiran 3. Proses pemilihan sawit hingga perekaman citra dari TBS dapat dilihat pada Lampiran 2. Setiap proses perekaman direplikasi tiga kali dan informasi dari ketiga citra ini dimasukkan pada perangkat lunak pengolahan citra untuk diekstrak menjadi nilai rata-rata intensitas R,G,B.

Perekaman Citra pada Pencahayaan Halogen (tampak dan IR)

Perekaman citra pada pencahayaan ini menggunakan metode dan peralatan yang sama dengan pencahayaan UV600. Sampel TBS sawit direkam kembali dengan merubah lampu pencahayaan dari UV menjadi halogen dengan dua perlakuan daya 600 watt (H600) dan 1000 watt (H1000). Perlakuan H600 dan H1000 untuk mendapatkan respon pantulan cahaya tampak masing-masing dengan intensitas rendah (tampak1) dan intensitas tinggi (tampak2) dari TBS yang ditangkap kamera. Untuk spektrum cahaya tampak ini, gambar TBS direkam dengan konfigurasi yang sama dengan lampu UV600, namun menggunakan white

balance yang berbeda yaitu tungsten lamp. ISO dan shutter speed yang

digunakan masing-masing adalah 100 dan 1/60.

Perekaman gambar pada pencahayaan IR menggunakan lampu yang sama dengan cahaya tampak (H600). Namun, untuk membiarkan sensor kamera menangkap hanya cahaya inframerah yang dipantulkan dari TBS, filter cahaya khusus ditempatkan di depan lensa, sehingga hanya cahaya IR dari panjang gelombang 720 nm saja yang diteruskan ke sensor kamera. Dengan demikian hasil gambar yang direkam merupakan pantulan cahaya IR dari TBS sawit yang direkam oleh kamera. Konfigurasi pengambilan gambarnya menggunakan metode yang sama dengan gelombang tampak.

Cahaya UV dan IR adalah suatu gelombang monokromatik yang tidak tampak oleh mata manusia. Namun sensor kamera dapat mendeteksi cahaya tersebut sehingga walaupun tidak ada cahaya yang tampak pada saat pengambilan gambar, pantulan energi yang sampai ke kamera memberikan hasil pembacaan

R,G dan B. Hal ini dipengaruhi oleh lapisan bayer yang ada di permukaan atas sensor kamera. Lapisan bayer ini memecah gelombang yang datang menjadi tiga segmen dan membentuk array filter warna yang mengatur warna merah-hijau-biru

(R,G,B) untuk sensor. Susunan tertentu lapisan bayer filter mosaik warna

digunakan untuk menciptakan citra warna, dari yang chip tunggal sensor citra digital, yang merupakan bagian kamera digital. Citra warna dihasilkan dari kombinasi nilai R,G,B pada setiap piksel dalam citra. Oleh karena itu, meskipun

UV dan IR adalah cahaya monokromatik, setiap gambar TBS yang dihasilkan di bawah dua kondisi pencahayaan ini tetap memiliki gambar warna, dan memiliki nilai R,G,B dalam setiap piksel.

Analisis Kimia

(30)

menggunakan prosedur yang dilakukan mengikuti standar yang telah ditetapkan perusahaan yaitu mengacu pada Tim Standardisasi Pengolahan Kelapa Sawit Ditjen Perkebunan (IOPRI 1997). Jumlah minyak pada tiap sampel TBS yang diukur dengan membandingkan berat minyak yang diektrak dengan berat awal TBS. Jumlah tersebut kemudian ditentukan dalam persen (%) yang dapat dilihat pada Lampiran 4.

Pengolahan dan Analisis Citra

Dalam rangka untuk mendapatkan karakteristik optik dari setiap sampel TBS, citra yang direkam harus diproses. Citra dari setiap rekaman TBS pada tiap konfigurasi pencitraan, yang dimuat ke dalam perangkat lunak secara otomatis dan dilakukan segmentasi citra menjadi tiga kanal warna yaitu R (merah), G

(hijau) dan B (biru). Informasi nilai rata-rata intensitas R,G,B inilah yang dijadikan sebagai karakteristik optik primer dari TBS terekam.

Pembacaan nilai R,G,B dari citra dilakukan oleh perangkat lunak pengolahan citra dengan cara membaca nilai R,G,B dari tiap piksel yang dimulai dengan piksel (0, 0) hingga piksel (3888, 2592). Setiap pembacaan nilai piksel

n = piksel ke-n (maksimal jumlah piksel adalah 3888x2592 = 10077696 piksel)

R (i, j) = nilai warna merah pada piksel i, j G (i, j) = nilai warna hijau pada piksel i, j B (i, j) = nilai warna biru pada piksel i, j

Dari nilai R,G,B rata-rata tersebut, maka dapat dilakukan konversi ke dalam bentuk nilai H,S,I dan R,G,B indeks seperti yang terdapat pada persamaan berikut ini:

(31)

� �− � �= − jarak pengambilan gambar dimodelkan dengan mencari trend linear yang menghasilkan suatu persamaan linear. Persamaan linear yang diperoleh dapat dirumuskan pada persamaan 11. Dari regresi linear yang terbentuk, kemudian dianalisa pengaruh perubahan pencahayaan berdasarkan perbedaan jarak perekaman dan spektrum cahaya yang digunakan sehingga diperoleh jarak perekaman maksimum yang dapat digunakan dalam proses perekaman citra.

= + ... (11)

Ket: y = R,G,B rata-rata

x = jarak pengambilan gambar (m)

a = koefisien kemiringan grafik

b = nilai offset (bias kurva)

Setelah diperoleh jarak perekaman maksimal maka dapat dilakukan analisa karakteristik optik TBS dengan memplotkan ke dalam suatu grafik yang menghubungkan kandungan minyak dengan R,G,B rata-rata. Lalu dilakukan segmentasi kandungan minyak sehingga diperoleh segmentasi yang membedakan antara TBS mentah, matang dan lewat matang. Berdasarkan segmentasi tersebut, maka dapat dilihat linearitas antara kandungan minyak yang terukur dengan nilai

(32)

dengan kandungan minyak inilah yang dijadikan masukan untuk prediksi penentuan kandungan minyak TBS dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan (JST).

Jaringan Syaraf Tiruan (JST)

Bersadarkan nilai R,G,B rata-rata pada persamaan sebelumnya, dapat dikembangkan ratio antara masing-masing R,G,B rata-rata yaitu R/G, R/B, G/B, G/R, B/R dan B/G, sehingga diperoleh 15 variabel (R,G,B rata-rata; H,S,I rata-rata; nilai R,G,B indeks; R/G, R/B, G/B, G/R, B/R dan B/G) sebagai variabel masukan pada pengolahan jaringan syaraf tiruan (JST) untuk memprediksi kandungan minyak dari citra yang terekam. Duabelas variabel yang merupakan hasil transformasi R,G,B merupakan karakteristik optik sekunder dari TBS sawit yang direkam. Spektrum yang dijadikan sebagai masukan pada pengolahan JST ini adalah hasil dari analisa korelasi linear pada metode sebelumnya. Seluruh metodologi dalam penelitian ini dapat diringkas pada Lampiran 5.

Analisis JST menggunakan multi linear perceptron (MLP) dipilih dalam penelitian ini karena menawarkan pilihan untuk menghasilkan model yang dapat memprediksi kandungan minyak TBS berdasarkan hubungan yang abstrak antara variabel masukan dan keluaran yang diinginkan dengan menghasilkan suatu koefisien multi layer untuk mengkorelasikan hubungan yang terbentuk. Model kandungan minyak kemudian divalidasi dengan membandingkan hasil dengan analisis laboratorium. Kandungan minyak TBS yang diukur dalam analisis laboratorium digunakan sebagai variabel terikat, atau target keluaran. Data sampel dibagi menjadi dua kelompok; kelompok pertama terdiri dari data pelatihan dengan menggunakan 70% data (20 data hasil pengolahan citra TBS yang diwakilkan dari seluruh tiap tingkat kematangan) sehingga menghasilkan model pendugaan kandungan minyak TBS, dan 30% dari sisa data (10 data hasil pengolahan citra TBS) digunakan untuk memvalidasi model.

Pada proses pelatihan, JST-MLP yang dibangun strukturnya seperti pada Gambar 4 menggunakan 10 hidden layers yang menghasilkan model hubungan terbaik dari 15 variabel masukan yang sebelumnya terlebih dahulu ditransformasikan ke kisaran (-1, 1) datanya menggunakan normalisasi yang disesuaikan dan fungsi aktivasi hyperbolic tangent dengan menggunakan seluruh dari 70% sampel data citra untuk pelatihan (20 data citra TBS terekam). Fungsi aktivasi hyperbolic tangent digunakan selama kalibrasi model, agar perangkat lunak dapat secara otomatis menghitung bias dan bobot variabel masukan dalam algoritma, untuk menghasilkan model prediksi kandungan minyak dengan koefisien korelasi terbaik (R2 mendekati 1).

(33)

0.00005. Untuk menghindari loop minimum lokal, simulasi annealing digunakan untuk pembobotan vektor secara acak oleh perangkat lunak. Dengan menemukan minimum global, selama penerapan algoritma optimasi, inisialisasi pembobotan dan seleksi arsitektur otomatis dapat dilakukan dengan menentukan jumlah untuk pusat interval = 0 dan offset interval > 0 yaitu ± 0.5.

Gambar 4 Struktur JST-MLP untuk membangun model kalibrasi menggunakan 15 fitur masukan dan fungsi aktivasi hyperbolic

tangent serta menghasilkan keluaran berupa prediksi kandungan

minyak

(34)

Berdasarkan hasil model yang telah dibangun, maka selanjutnya dilakukan validasi terhadap model yang dihasilkan. Hasil dari validasi yang diperoleh maka dapat diketahui bias dan standar error prediction (SEP) dari model yang dihasilkan sesuai dengan persamaan berikut:

=∑ (��= � − � �� �) ... (12)

� = √�− ∑��= {( � − � �� �)− } ... (13)

dimana:

OCukur : kandungan minyak hasil pengukuran laboratorium

OCprediksi : kandungan minyak hasil prediksi model

(35)

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Jarak Maksimal Perekaman Citra

Karakteristik optik citra TBS diperoleh dengan pembacaan dari citra yang terekam oleh kamera yang mengandung nilai warna dari tiap piksel citra terekam dalam bentuk nilai R,G,B rata-rata dan turunannya (H,S,I; R,G,B indeks dan ratio antara R,G dan B). Nilai rata-rata intensitas R,G,B citra yang dihasilkan dari tiap perlakuan memiliki nilai yang berbeda-beda pada tiap tingkat kematangan yang dapat dilihat pada Tabel 3 (untuk citra dalam berbagai kondisi kematangan dapat dilihat pada Lampiran 6 hingga Lampiran 8).

Setiap citra TBS sawit memiliki karakteristik optik primer yang dijelaskan dari nilai warna R,G,B yang berbeda-beda pada setiap perlakuan intensitas yang bervariasi dari tiap piksel. Dari nilai R,G,B tiap piksel yang dihasilkan dari satu citra maka dapat dihitung nilai R,G,B rata-rata dan transformasinya dari tiap citra, dengan menggunakan persamaan 1 hingga 10. Hal ini juga dapat dilihat dari perbedaan nilai pada berbagai variasi jarak dan spektrum yang digunakan dalam perekaman tingkat kematangan yang berbeda (dapat dilihat dari tiap perlakuan menghasilkan intensitas warna yang berbeda pada Lampiran 9 hingga Lampiran 13 serta Lampiran 6: TBS mentah, Lampiran 7: TBS matang dan Lampiran 8: TBS lewat matang).

Dari Tabel 3 dan Lampiran 6 hingga 13 dapat dilihat bahwa semakin bertambah tingkat kematangan maka nilai intensitas pada kanal R dan G semakin menurun tetapi nilai intensitas kanal B mengalami kenaikan intensitas. Hal ini tidak berlaku untuk jarak pengukuran 2 m karena pada citra yang dihasilkan dipengaruhi faktor intensitas cahaya yang terlalu berlebihan yang diterima oleh TBS (over exposure). Lampiran 6 hingga 8 merupakan citra TBS yang dihasilkan dari berbagai jarak perekaman dan spektrum cahaya dan nilai R,G,B yang dihasilkan dari citra tersebut dapat dilihat pada Lampiran 9 hingga 13.

Hubungan antara nilai R, G, dan B rata rata serta jarak perekaman gambar TBS diplotkan ke dalam suatu grafik, lalu dilakukan regresi linier untuk mengetahui trend perubahan nilai RGB rata-rata tersebut berdasarkan jarak dan spektrum cahaya yang digunakan. Hal dapat dilihat pada Gambar 5 hingga Gambar 9 yang menjelaskan suatu persamaan regresi linier (persamaan 11) untuk menentukan sifat optik TBS yang lain. Dari trend kelima gambar tersebut menunjukkan korelasi negatif antara jarak dengan nilai rata-rata intensitas R,G,B. Nilai R,G,B rata-rata akan berbanding terbalik dengan pertambahan spektrum pencahayaan pada jarak perekaman yang sama. Hal ini dapat dilihat pada nilai

R,G,B rata-rata yang semakin menurun dari spektrum rendah (UV pada Gambar

5), spektrum tampak (Gambar 6) hingga spektrum tinggi (IR pada Gambar 7) pada perlakuan jarak perekaman yang sama dan lampu yang sama. Hal ini juga berlaku untuk perekaman pada intensitas tinggi (Gambar 8 dan 9).

(36)

Tabel 3 Hasil perekaman citra TBS dan nilai R,G,B rata-rata pada berbagai jarak perekaman dan tingkat kematangan TBS pada spektrum UV

Tingkat kematangan TBS (kandungan minyak %)

(37)

(a)

(b) (c)

Gambar 5 Hubungan linier antara karakteristik optik TBS (kanal warna) pada berbagai jarak perekaman di bawah spektrum UV pada kanal warna

R (a), G (b), dan B (c)

(a)

(b) (c)

(38)

(a)

(b) (c)

Gambar 7 Hubungan linier antara karakteristik optik TBS (kanal warna) pada berbagai jarak perekaman di bawah spektrum IR1 pada kanal warna

R (a), G (b), dan B (c)

(a)

(b) (c)

(39)

(a)

(b) (c)

Gambar 9 Hubungan linier antara karakteristik optik TBS (kanal warna) pada berbagai jarak perekaman di bawah spektrum IR2 pada kanal warna

R (a), G (b), dan B (c)

Pada spektrum tampak1, kamera memiliki keterbatasan perekaman untuk menangkap pantulan citra pada jarak 14 m, IR1 pada jarak 13.5 m, tampak2 pada jarak di bawah 15 m dan IR2 pada jarak 14 m. Keterbatasan ini dapat terlihat jelas saat citra mendeteksi kanal warna G dan B yang memotong sumbu y di titik 0.

Berdasarkan hasil ini, seluruh perlakuan penelitian pada berbagai spektrum, tidak memungkinkan dilakukan perekaman citra TBS pada jarak lebih dari 10 m sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini memiliki keterbatasan jarak perekaman sampai jarak perekaman 10 m. Berdasarkan spesifikasi teknik kamera serta lensa penguat optik yang digunakan, maka pengambilan TBS terdekat dapat dilakukan mulai dari jarak 2 m. Dengan demikian, jarak 2 hingga 10 m dijadikan sebagai batas minimal dan maksimal pengambilan data untuk metode ini.

Analisa Citra Berdasarkan Segmentasi Kematangan RGB Rata-rata

(40)

(Gambar 11) dan IR: 720-1100 nm (Gambar 12) pada lampu H600. Sampel TBS juga direkam menggunakan cahaya pada intensitas yang lebih tinggi (H1000), dengan foto selektif filter pada cahaya tampak (Gambar 13) dan IR (Gambar 14). Perbedaan intensitas warna pada citra TBS yang direkam dipengaruhi oleh spektrum cahaya yang melewati filter lensa kamera. Ketika gambar TBS yang direkam menggunakan filter foto selektif untuk cahaya UV pada Gambar 10, dan melewati lampu dengan kisaran panjang gelombang antara 280 dan 360 nm ke sensor kamera, warna R,G,B pada citra TBS memiliki nilai intensitas warna yang semakin bertambah secara perlahan-lahan untuk sampel dengan kandungan minyak 13-21 % pada seluruh jarak perekaman (kecuali kanal R dan G pada jarak 10). Demikian pula, ketika gambar yang direkam menggunakan filter foto selektif untuk cahaya tampak (400-700 nm) dan IR (720-1100 nm), dengan intensitas penerangan rendah H600 (tampak1: Gambar 11 dan IR1: Gambar 12), warna

R,G,B TBS dengan kandungan minyak antara 13 -21% relatif sama. Namun,

ketika gambar rekaman dilakukan dalam intensitas cahaya yang lebih tinggi H1000 pada jarak 7 dan 2 m, hasil penelitian menunjukkan korelasi nonlinear antara warna gambar dan kandungan minyak sampel, baik untuk cahaya tampak dan inframerah (tampak2: Gambar 13 dan IR2: Gambar 14). Hal ini disebabkan intensitas pada jarak tersebut terlalu tinggi sehingga citra yang dihasilkan mengalami ketidakteraturan tren. Secara umum, berdasarkan perkembangan fisiologisnya, sampel TBS dengan kandungan minyak pada selang ini (13-21%) berada dalam fase mentah, dimana akumulasi minyak dan pigmen di mesokarp berkembang secara perlahan-lahan yang dapat dilihat dari nilai intensitas yang bertambah secara perlahan-lahan.

Namun, perubahan signifikan pada warna TBS yang diamati terjadi saat kadar minyak sampel mencapai 21.6%. Perubahan warna dapat dilihat pada karaktersitik citra TBS, yang direkam pada seluruh perlakuan kecuali tampak2 dan IR2 (Gambar 13 dan 14). Perubahan sangat signifikan terjadi saat perkembangan fisiologis TBS telah memasuki tahap kedua, yaitu tahap matang.

Akumulasi progresif minyak dan pigmen dalam mesokarp buah menghasilkan warna yang lebih jenuh pada penampilan TBS (Tabel 3 dan juga dapat dilihat dari perubahan warna pada pertambahan kematangan dari TBS pada Lampiran 9 hingga Lampiran 13). Saat gambar terekam, nilai R,G,B pada citra menjadi lebih rendah, karena penyerapan cahaya yang lebih besar pada kulit buah. Pada tahap ini (kandungan minyak 21.6%), nilai R,G,B citra TBS mencapai nilai minimum di hampir sebagian besar perlakuan, kecuali pada tampak2 (Gambar 13) dan IR2 (Gambar 14). Karakteristik TBS yang unik saat kandungan minyaknya mencapai 21.6% dapat dijadikan sebagai indikasi bahwa TBS tersebut dapat di panen segera. Pada kondisi ini kenaikan nilai R,G,B rata-rata seiring dengan pertambahan kandungan minyak yang terjadi secara tajam hingga memasuki kondisi lewat matang.

(41)

(a)

(b) (c)

Keterangan gambar:

10 : informasi warna (R,G,B rata-rata) citra dari TBS yang direkam pada jarak 10 m

7 : informasi warna (R,G,B rata-rata) citra dari TBS yang direkam pada jarak 7 m

2 : informasi warna (R,G,B rata-rata) citra dari TBS yang direkam pada jarak 2 m

10 (rata-rata) : nilai rata-rata dari seluruh informasi warna (R,G,B rata-rata) citra dari TBS yang direkam pada jarak 10 m

7 (rata-rata) : nilai rata-rata dari seluruh informasi warna (R,G,B rata-rata) citra dari TBS yang direkam pada jarak 7 m

2 (rata-rata) : nilai rata-rata dari seluruh informasi warna (R,G,B rata-rata) citra dari TBS yang direkam pada jarak 2 m

Gambar 10 Grafik segmentasi kandungan minyak berdasarkan korelasi dengan nilai rata-rata intensitas R,G,B dari citra TBS di bawah perlakuan lampu UV600 spektrum UV (280-380 nm) pada berbagai kanal warna: R(a), G (b) dan B (c)

Mentah

(42)

(a)

(b) (c)

Gambar 11 Grafik segmentasi kandungan minyak berdasarkan korelasi dengan nilai rata-rata intensitas R,G,B dari citra TBS di bawah perlakuan lampu H600 spektrum tampak (400-700 nm) pada berbagai kanal warna: R(a), G (b) dan B (c)

(a)

(b) (c)

(43)

(a)

(a) (c)

Gambar 13 Grafik segmentasi kandungan minyak berdasarkan korelasi dengan nilai rata-rata intensitas R,G,B dari citra TBS di bawah perlakuan lampu H1000 spektrum tampak (400-700 nm) pada berbagai kanal warna: R(a), G (b) dan B (c)

(a)

(b) (c)

(44)

TBS dalam kondisi ini dianggap sebagai lewat matang, dan tidak diinginkan untuk diproses, karena ALB berlebihan di dalam minyak, yang dapat menurunkan kualitas CPO pada proses pengolahan. Proses ini akan berlanjut sampai sebagian besar buah bagian luar pada tandan membrondol, dan TBS mulai menghasilkan bau busuk.

Dalam penelitian ini, fase lewat matang terjadi saat kandungan minyak dalam sampel TBS terakumulasi pada 23.9%, yang ditunjukkan oleh penurunan tren warna R,G,B pada citra TBS ke arah pertambahan kandungan minyak. Dibandingkan dengan tahap fisiologis sebelumnya, tren perubahan warna di gambar TBS berorientasi ke arah yang berlawanan yang juga ditandai pergeseran intensitas warna TBS ke arah intensitas yang lebih gelap (rendah) karena proses pematangan. Hal ini tidak berlaku untuk pengukuran jarak 2 m pada seluruh spektrum (kecuali spektrum UV: Gambar 10) yang dapat dilihat bahwa nilai intensitas tetap berada pada intensitas tinggi yang berarti bahwa pencahayaan pada jarak tersebut terjadi kondisi over exposure saat perekaman.

Setiap fase kematangan TBS pada Gambar 10 hingga 14, dapat ditentukan korelasi linieritasnya terhadap kandungan minyaknya berdasarkan nilai R,G,B

pada citra TBS. Korelasi ini dapat dijelaskan menggunakan regresi linear. Hasil linearitas keseluruhan segmentasi kematangan kandungan minyak ini dapat dilihat pada Tabel 4. Pada tabel tersebut, bila diambil korelasi yang terbentuk antara kandungan minyak dengan rata-rata intensitas R,G,B dengan nilai koefesien korelasi di atas 0.6 maka dapat dilihat bahwa pada fase mentah dan lewat mentah, tidak terdapat korelasi linear untuk seluruh nilai R,G,B rata-rata terhadap kandungan minyak pada nilai tersebut (hal ini dapat dilihat dari koefisien korelasinya yang rendah di bawah 0.5). Pada fase matang, koefisien korelasi di atas 60% untuk seluruh nilai R,G,B rata-rata diperoleh saat perekaman citra pada intensitas rendah menggunakan lampu UV600 dan H600 yaitu jarak 10, 7 dan 2 m pada rentang spekrum UV, dan jarak 10 pada rentang spektrum IR; serta pada intensitas tinggi menggunakan lampu H1000 yaitu pada jarak perekaman 10 dan 7 m rentang spektrum IR.

Tabel 4 Nilai koefisien korelasi R2 kandungan minyak dan nilai R,G,B rata-rata untuk seluruh perlakuan spektrum tiap tingkat kematangan TBS

Jarak Spektrum Kanal Koefisien Korelasi

Mentah Matang Lewat Matang

(45)

Jarak Spektrum Kanal Koefisien Korelasi

Mentah Matang Lewat Matang

Gambar

Tabel 1   Beberapa  penelitian  yang  dilakukan  untuk  mendeteksi  pendugaan  kematangan TBS
Gambar 1  Tahapan  kerangka  penelitian  untuk  menduga  kematangan  TBS  berdasarkan karakteristik optik
Gambar 2  Diagram logika pelaksanaan penelitian
Gambar 3  Proses perekaman citra TBS di laboratorium fotografimetri  Perekam  citra  TBS  menggunakan  dua  jenis  lampu  yaitu  pertama  sebuah  lampu  ultraviolet  (UV)  dimana  spektrum  cahaya  UV  dipancarkan  pada  rentang  gelombang  320-380  nm  de
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi SIG dapat digunakan untuk berbagai kepentingan selama data yang diolah memiliki refrensi geografi, maksudnya data tersebut terdiri dari fenomena atau objek

Untuk membuat perubahan sekaligus pada beberapa kamar yang dijual, klik di tanggal pertama yang ingin Anda ubah dan geser mouse Anda sampai tanggal terakhir yang ingin Anda

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami metode yang tepat dalam menentukan waktu salat yang syar ‟ῑ menurut Dewan Syariah Wahdah Islamiyah. Hasil penelitian

Makalah ini bertujuan untuk menghitung emisi gas pesawat udara pada saat taxi-out dengan menggunakan data operasional harian aktual pesawat udara di Bandar Udara Soekarno-Hatta

Mengacu pada asumsi ekonomi makro tersebut, DPR menyetujui kebijakan APBN yang akan dijalankan Pemerintah setahun mendatang, antara lain melanjutkan penanganan bidang

U svrhu dobivanja što boljih rezultata i utvrđivanja što točnijeg morfološkog sastava, miješani komunalni otpad iz kontejnera odnosno „crnih“ kanti se posebno sakupljao

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Faktor-faktor yang mempengaruhi loan to deposit ratio (Studi pada

Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa tidak terdapat aturan khusus dan terstandar secara baik tentang prinsip-prinsip kelalaian sebagai