TAXPAYER WHO PERFORM INDEPENDENT WORK (Empirical Study on Individual Taxpayers in KPP Pratama Magelang)
Oleh: RIFQI ALFIAN
20130420037
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
TAXPAYERS WHO PERFORM INDEPENDENT WORK (Empirical Study on Individual Taxpayers in KPP Pratama Magelang)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh: RIFQI ALFIAN
20130420037
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
Nama : Rifqi Alfian
Nomor mahasiswa : 20130420037
Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN PEKERJAAN BEBAS (Studi Empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Magelang) tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata
dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.
Yogyakarta, 21 April 2017
bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu,...”
(QS Ibrahim ayat 7)
“Semua orang memiliki kekuatan yang sama untuk menciptakan masa depan”
“Tidak ada kebahagiaan, ketika apa yang ada dalam hati berbeda
dengan apa yang kita lakukan”
Orang Tua Tercinta, Ayah dan Ibu
Terima Kasih banyak atas nasihat dan pelajaran hidup
yang tekkan terlupakan, serta doa-doa yang selalu kalian
dipanjatkan untukku agar Saya menjadi pribadi yang lebih baik
HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iv
PERNYATAAN ... v
D.Tujuan Penelitian ... 9
E. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II ... 11
A.Landasan Teori ... 11
1. Theory of Planned Behavior ... 11
2. Social Learning Theory ... 13
3. Kepatuhan Wajib Pajak ... 14
4. Niat Kepatuhan Pajak ... 17
5. Kesadaran Membayar Pajak ... 18
6. Kualitas Pelayanan Fiskus ... 19
7. Sanksi Pajak ... 21
2. Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Niat Kepatuhan Pajak .... 26
3. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Niat Kepatuhan Pajak ... 28
4. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ... 29
5. Pengaruh Niat Kepatuhan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ... 30
6. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Niat Kepatuhan Pajak Sebagai Variabel Intervening. ... 32
C.Model Penelitian ... 33
BAB III ... 34
A.Objek atau Subjek Penelitian ... 34
B.Jenis Data ... 34
C.Teknik Pengambilan Sampel ... 34
D.Teknik Pengumpulan Data ... 35
E. Definisi Operasional ... 35
F. Analisis Statistif Deskriptif ... 39
G.Uji Kualitas Data ... 40
1. Uji Validitas ... 40
2. Uji Reliabilitas ... 40
H.Uji Asumsi Klasik ... 40
1. Uji Normalitas Data ... 41
2. Uji Multikolinearitas ... 41
3. Uji Heterokedastisitas ... 42
I. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 42
1. Koefisien Determinasi (Adjusted R Square) ... 42
2. Uji F ... 43
3. Uji t ... 43
4. Analisis Regresi Berganda ... 43
1. Uji Validitas ... 52
2. Uji Reliabilitas ... 53
D.Uji Asumsi Klasik ... 54
1. Uji Normalitas Data ... 54
2. Uji Multikolinearitas ... 54
3. Uji Heteroskedastisitas ... 55
E. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 56
1. Pengujian Hasil Regresi Berganda ... 56
2. Analisis Jalur ... 58
3. Uji Koefisien Determinasi ... 60
4. Hasil Uji Nilai F ... 61
5. Hasil Pengujian Hipotesis ... 61
6. Pembahasan ... 64
BAB V ... 72
A.Simpulan ... 72
B.Saran ... 72
C.Keterbatasan ... 73
DAFTAR PUSTAKA
4. 2. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 46
4. 3. Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ... 46
4. 4. Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir ... 47
4. 5. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Bebas ... 48
4. 6. Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 50
4. 7. Hasil Uji Validitas ... 52
4. 8. Hasil Uji Reliabilitas ... 53
4. 9. Hasil Uji Normalitas Data ... 54
4. 10. Hasil Uji Multikolinearitas ... 55
4. 11. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 56
4. 12. Hasil Uji Regresi Berganda Tahap I ... 57
4. 13. Hasil Uji Regresi Berganda Tahap II ... 57
4. 14. Hasil Analisis Jalur Tahap I ... 58
4. 15. Hasil Analisis Jalur Tahap II ... 58
2.2. Model Penelitian ... 33
berupa kesadaran, kualitas pelayanan, sanksi dan niat kepatuhan. Objek dalam penelitian ini adalah KPP Pratama Magelang dan subjek penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas. Penelitian ini memiliki sampel sebanyak 87 responden dengan pengambilan secara incidental. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SPSS 22.
Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) kesadaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat kepatuhan, (2) kualitas pelayanan tidak berpengaruh terhadap niat kepatuhan, (3) sanksi tidak berpengaruh terhadap niat kepatuhan, (4) sanksi tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak (5) niat kepatuhan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. (6) sanksi tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dengan niat kepatuhan sebagai variabel intervening.
sanctions, and the intention of sanctions compliance. The object of this research is the KPP Magelang and the subject of this research is the individual taxpayer who perform independent work. This research sample is 87 respondents which are taken using incidental sampling method. The analysis tool applied in this study is SPSS 22.
1 A. Latar Belakang
Penerimaan perpajakan merupakan pilar utama penerimaan negara.
Kontribusi penerimaan perpajakan sendiri jauh lebih besar dibandingkan
dengan dua sumber penerimaan negara lainnya, yakni penerimaan bukan
pajak dan penerimaan hibah. Penerimaan perpajakan sendiri terbagi menjadi
dua yaitu penerimaan pajak dan penerimaan dari bea dan cukai. Berdasarkan
data Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2015 penerimaan pajak
berkontribusi sebesar 73,5% dari seluruh penerimaan negara. Saat ini
potensi penerimaan pajak telah menggeser penerimaan dari Sumber Daya
Alam (SDA) sebagai sumber utama penerimaan negara, hal ini dikarenakan
pajak memiliki umur yang tidak terbatas, terlebih lagi jumlah penduduk
Indonesia yang terus bertambah setiap tahunnya akan meningkatkan
penerimaan negara dari pajak (Widayati dan Nurlis, 2010).
Sebagai pilar utama penerimaan negara, pajak mempunyai andil
yang besar bagi berjalannya kegiatan pemerintahan, dengan pajak
pemerintah mampu menjalankan amanat alinea ke-4 Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 yang memuat tentang tujuan negara. Pajak menurut
Pasal 1 UU No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
undang-undang, dengan tidak medapat timbal balik secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Dalam Al-Qur’an juga disinggung tentang pajak yaitu dalam Surat
At-Taubah ayat 29 yang artinya “Perangilah orang-orang yang tidak
beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka
tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan
tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu
orang-orang) yang diberikan Al-kitab kepada mereka, sampai mereka membayar
Jizyah (Pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”. Selain
itu terdapat satu dalil yang dijadikan dasar adanya pajak, yaitu Hadits
Rasulullah, Beliau bersabda “Di dalam harta terdapat hak-hak yang lain di
samping Zakat.” (HR Tirmidzi dari Fatimah binti Qais ra., Kitab Zakat, bab
27, hadits no. 659-660 dan Ibnu Majah, kitab Zakat, bab III, hadits no.1789).
Berdasarkan dalil tersebut, Ulama memperbolehkan pajak namun harus
tetap dibuat dan dilaksanakan sesuai dengan Syari’at Islam.
Sistem perpajakan di Indonesia menerapakan Self Assessment System, yaitu sebuah sistem perpajakan yang memberikan kepercayaan bagi Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, antara lain
mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, menghitung, membayar, dan
melaporkan kewajiban perpajakannya. Berdasarkan pengertian Self Assessment System diatas berarti sistem ini memiliki sifat edukatif karena Wajib Pajak dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang perhitungan,
memungkinkan masyarakat memiliki kecenderungan untuk tidak membayar
pajak karena mungkin disebabkan sistem dan perhitungan pajak yang terlalu
sulit dipahami (Tahar dan Sandy, 2012).
Berbagai upaya dilakukan Direktorat Jenderal Pajak untuk
memberikan kemudahan Wajib Pajak melaksanakan kewajiban
perpajakannya, kemudahan dalam mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak
melalui e-Registration, kemudahan dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan melalui e-Filing, dan kemudahan dalam membayar pajak melalui e-Billing. Besarnya jumlah peningkatan dan penerimaan negara dari pajak tidak terlepas dari peran aktif Wajib Pajak
dalam melaksanakan sistem perpajakan di Indonesia (Utami dkk, 2012).
Peran aktif Wajib Pajak terefleksi lewat tingkat kepatuhan Wajib Pajak.
Kondisi kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia dapat dilihat dari
persentase realisasi penerimaan pajak dengan target penerimaan pajak yang
ditetapkan oleh pemerintah. Realisasi penerimaan pajak ini tidak pernah
mencapai atau melebihi target yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Berdasarkan Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2015, realisasi
penerimaan pajak per tanggal 31 desember 2015 mencapai Rp1.061,3 triliun
atau 82% dari target yang telah ditetapkan tahun 2015 sebesar Rp1.294,3
triliun. Pencapaian penerimaan pajak tahun 2015 justru lebih rendah dari
tahun 2014 yang mampu mencapai 91,86%. Salah satu penyebab tidak
tercapainya target penerimaan pajak adalah rendahnya kepatuhan Wajib
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam beberapa tahun
terakhir penerimaan pajak di Indonesia tergolong masih sangat rendah.
Penerimaan pajak pemerintah dalam beberapa tahun terakhir selalu berada
di bawah target, selain itu kepatuhan Wajib Pajak untuk melaporkan
hartanya masih rendah sehingga rasio pajak indonesia menjadi kecil
sehingga penerimaan negara menjadi tidak optimal. (http:/bisnis.tempo.co) Kepatuhan Wajib Pajak sangat bergantung pada Wajib Pajak untuk
memenuhi kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak di Indonesia terbagi
menjadi dua yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan.
Wajib Pajak Orang Pribadi sendiri terbagi menjadi Wajib Pajak Orang
Pribadi Karyawan dan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan. Contoh
Wajib Pajak Non Karyawan antara lain adalah Wajib Pajak yang Melakukan
Kegiatan Usaha, selain itu terdapat pula Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan Pekerjaan Bebas.
Berdasarkan pasal 1 Angka 24 UU Nomor 28 Tahun 2007 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang dimaksud pekerjaan
bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh Orang Pribadi yang
mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan
yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja. Wajib Pajak Orang Pribadi
yang melakukan pekerjaan bebas cenderung lebih rentan untuk tidak
menjalankan kewajiban perpajakannya dibanding Wajib Pajak Orang
Pribadi yang tidak melakukan pekerjaan bebas. Hal ini disebabkan Wajib
sendiri atas penghasilan yang mereka dapatkan, sehingga timbul
kemungkinan mereka melakukan kesalahan atau tidak jujur dalam
mengungkapkan penghasilan mereka (Handayani dkk, 2012). Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak bagi Wajib
Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas, antara lain kesadaran
membayar pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak, dan niat
kepatuhan pajak.
Kesadaran membayar pajak merupakan sebuah sikap dari dalam diri
seseorang secara sukarela untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Kurangnya kesadaran dari Wajib Pajak untuk mengisi dan melaporkan SPT
tepat waktu dapat disebabkan oleh pandangan negatif terhadap pajak dan
kurangnya sosialisasi mengenai pajak itu sendiri (Khasanah, 2014).
Diperlukan kesadaran yang berasal dari dalam diri Wajib Pajak itu sendiri
akan arti dan manfaat dari pemungutan pajak tersebut, Wajib Pajak harus
sadar bahwa kewajiban membayar pajak bukan untuk kepentingan satu
pihak saja, tetapi demi terciptanya roda pemerintahan yang baik yang
mengurusi segala kepentingan rakyat. Penelitian yang dilakukan Muliari
dan Setiawan (2010) menemukan bahwa kesadaran Wajib Pajak
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pelaporan Wajib
Pajak Orang Pribadi. Penelitian yang dilakukan Khasanah (2014) juga
menemukan bahwa kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positif dan
Kirchler dkk (2008) menyatakan bahwa Pengetahuan yang lebih
tinggi tentang pajak menyebabkan tingkat kepatuhan yang lebih tinggi dan
kurangnya pengetahuan tentang pajak akan berdampak pada ketidakpatuhan
pajak yang lebih tinggi. Undang-undang pajak sering dikritik karena terlalu
rumit untuk dipahami sepenuhnya, meningkatkan literasi pembayar pajak
dengan penyederhanaan hukum pajak, pelatihan dan pendidikan, dan
dengan peningkatan layanan Wajib Pajak akan meningkatkan kepercayaan
Wajib Pajak terhadap otoritas pajak dan hal itu akan menyebabkan
peningkatan kepatuhan pajak sukarela.
Sapriadi (2013) menyatakan bahwa pelayanan pada Wajib Pajak
bertujuan untuk menjaga kepuasan Wajib Pajak yang nantinya diharapkan
dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Jika pelayanan terhadap Wajib Pajak baik maka akan
berdampak kepada penerimaan pajak untuk tahun–tahun berikutnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Sapriadi (2013) menemukan bahwa kualitas
pelayanan berpengaruh signifikan positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Sanksi pajak telah diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sanksi pajak ditujukan untuk
membuat jera Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban
perpajakannya sehingga peraturan perpajakan dapat dipatuhi oleh para
Wajib Pajak (Arum, 2012). Pelanggaran peraturan perpajakan akan dapat
diminimalisir apabila terdapat sanksi perpajakan yang mengaturnya.
apabila tidak melaksanakan kewajibannya sebagai Wajib Pajak baik secara
sengaja atau tidak sengaja.
Sanksi perpajakan dibagi menjadi dua jenis yaitu sanksi administrasi
dan sanksi pidana. Perbedaan dari kedua sanksi tersebut adalah sanksi
administrasi biasanya berupa denda seperti yang tercantum dalam UU
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
yang biasa disebut sebagai bunga, denda atau kenaikan, sedangkan sanksi
pidana berakibat pada hukuman fisik seperti penjara atau kurungan,
pengenaan sanksi pidana dikenakan terhadap Wajib Pajak manapun yang
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Sanksi akan mempengaruhi
seseorang untuk berperilaku patuh. Hal ini disebabkan Wajib Pajak
memiliki perasaan takut diberikan sanksi oleh pemerintah (Benk dkk, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Muliari dan Setiawan (2010) menemukan
bahwa sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak.
Niat kepatuhan pajak merupakan suatu bentuk sikap yang mendasari
munculnya perilaku kepatuhan Wajib Pajak. Penelitian yang dilakukan oleh
Ernawati dan Purnomosidhi (2012) menemukan bahwa niat berpengaruh
positif terhadap kepatuhan pajak.
Berdasarkan latar belakang diatas, peniliti bermaksud untuk
melakukan penelitian dengan judul “FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG
Empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Magelang)”.
Penelitian ini merupakan kompilasi dari penelitian Muliari dan
Setiawan (2010), Ernawati dan Purnomosidhi (2011), dan Arum (2012).
Perbedaan dengan penelitian Muliari dan Setiawan (2010) adalah
penambahan satu variabel independen kualitas pelayanan fiskus dan satu
variabel intervening niat kepatuhan pajak. Perbedaan dengan penelitian Ernawati dan Purnomosidhi adalah tidak menggunakan analisis data dengan
pendekatan Partial Least Square (PLS). Sedangkan perbedaan dengan penelitian Arum (2012) adalah penambahan satu variabel intervening niat kepatuhan pajak dan tidak menggunakan subjek penelitian Wajib Pajak
Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha.
B. Batasan Masalah
Batasan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Penelitian ini terbatas pada kesadaran membayar pajak, kualitas
pelayanan fiskus, sanksi pajak, niat kepatuhan pajak, serta kepatuhan
Wajib Pajak.
2. Wajib Pajak dalam penelitian ini terbatas pada Wajib Pajak Orang
Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas.
3. Penelitian ini hanya meneliti Wajib Pajak yang berada di Kota
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah kesadaran membayar pajak berpengaruh positif terhadap niat
kepatuhan pajak?
2. Apakah kualitas pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap niat
kepatuhan pajak?
3. Apakah sanksi pajak berpengaruh positif terhadap niat kepatuhan pajak?
4. Apakah sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib
Pajak?
5. Apakah niat kepatuhan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan
Wajib Pajak?
6. Apakah sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak
dengan niat kepatuhan pajak sebagai variabel intervening?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menguji apakah kesadaran membayar pajak berpengaruh positif
terhadap niat kepatuhan pajak.
2. Untuk menguji apakah kualitas pelayanan fiskus berpengaruh positif
terhadap niat kepatuhan pajak.
3. Untuk menguji apakah sanksi pajak berpengaruh positif terhadap niat
4. Untuk menguji apakah sanksi pajak berpengaruh positif terhadap
kepatuhan Wajib Pajak.
5. Untuk menguji apakah niat kepatuhan pajak berpengaruh positif
terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
6. Untuk menguji apakah sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan
Wajib Pajak dengan niat kepatuhan pajak sebagai variabel intervening.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat secara teoritis
a. Penelitian ini dihapakan mampu memberikan sumbangsih terhadap
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas.
b. Dapat menjadi masukan bagi Direktorat Jenderal Pajak dalam
pengembangkan sistem perpajakan di Indonesia.
2. Manfaat secara praktis
a. Menjadi sumber referensi bagi peneliti selanjutnya untuk
mengembangkan penelitian terkait kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas.
b. Dapat memberikan motivasi bagi Wajib Pajak khususnya Wajib
Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas untuk
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Theory of Planned Behavior
Theory of Planned Behavior menyatakan individu dalam menampilkan sebuah perilaku didasarkan niat dalam diri yang
menghasilkan keputusan apakah niat tersebut akan diimplementasikan
atau tidak dalam bentuk perilaku. Niat merupakan sebuah sikap atau
tindakan terencana dalam diri seseorang yang mendasari timbulnya
perilaku, sehingga untuk mengetahui apa yang akan dilakukan seorang
individu dapat diketahui dari niatnya (Kusuma dan Rizkiana, 2012).
Menurut Ajzen (1991) untuk mengetahui niat berperilaku seorang
individu, maka harus diketahui terlebih dahulu 3 faktor berikut:
a. Attitudes Towards The Behaviour
Sikap terhadap perilaku merupakan keyakinan akan hasil
dari suatu perilaku (behavioral belief) dan evaluasi atas hasil yang akan didapat dari suatu perilaku, baik bernilai positif atau negatif
(outcome evaluation). Sebelum individu melakukan sebuah tindakan, individu tersebut akan menaruh perhatian pada hasil yang
akan didapat dari perilakunya. Kemudian individu tersebut akan
memutuskan apakah akan mengimplementasikan perilakunya atau
Kecenderungan individu melakukan suatu perilaku
didasarkan pada pandangan individu yang yakin bahwa suatu
perilaku dapat memberikan hasil yang positif, maka individu
tersebut akan menunjukkan sikap yang positif terhadap perilaku
tersebut. Begitu juga sebaliknya, apabila individu memiliki
pandangan yang negatif terhadap hasil yang akan didapatnya, maka
individu tersebut akan menunjukkan sikap yang negatif terhadap
perilaku tersebut.
b. Subjective Norms
Norma Subjektif merupakan keyakinan individu tentang
harapan normatif dari orang lain yang dianggap penting untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku (normative belief) dan motivasi untuk memenuhi harapan dari orang lain (motivation to comply).
c. Perceived Behavioral Control
Kontrol perilaku yang dipersepsikan merupakan keyakinan
akan hal-hal yang bisa mendukung atau menghambat perilaku yang
akan ditampilkan (control belief) dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut
(perceived power).
Ajzen (1991) menjelaskan bahwa semakin besar individu
merasakan faktor pendukung dan sedikit faktor penghambat untuk
mereka rasakan atas perilaku tersebut dan sebaliknya, jika semakin
sedikit individu merasakan faktor pendukung dan banyak faktor
penghambat untuk dapat melakukan suatu perilaku, maka individu
cenderung mempersepsikan diri sulit untuk melakukan perilaku
tersebut.
Setelah diketahui ketiga faktor tersebut, maka tahap selanjutnya
adalah niat untuk berperilaku (behavioral intention). Tahapan niat untuk berperilaku merupakan kondisi dimana individu memiliki niat untuk
melakukan perilaku. Tahap terakhir adalah berperilaku (behavior), adalah tahap seseorang melakukan perilaku (Mustikasari, 2007).
Sumber : Ajzen (1991)
Gambar 2.1
Theory of Planned Behavior 2. Social Learning Theory
Penelitian Robbins (1996) mengatakan bahwa teori
pembelajaran sosial yaitu seseorang dapat belajar dari pengamatan dan
pemahaman langsung. Teori ini merupakan teori yang mengandaikan Attitude Toward the
Behavior
(Subjective Norms)
(Perceived Behavioral Control)
(Behavioral Intention)
perilaku sebagai fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya. Teori
pembelajaran sosial terdiri dari empat proses yang meliputi:
a. Proses perhatian (attentional) yaitu orang hanya akan belajar dari sesesorang yang mampu menarik perhatian orang lain, sehingga
orang tersebut akan menaruh perhatian atas perilaku dan tindakan
dari orang lain tersebut.
b. Proses penahanan (retention) adalah proses mengingat suatu tindakan seseorang setelah orang tersebut tidak lagi mudah tersedia.
c. Proses reproduksi motorik adalah proses mengubah pengamatan
menjadi perbuatan. Jadi, seseorang akan mengamati tingkah laku
orang lain dan menerapkannya dalam diri sendiri.
d. Proses penguatan (reinforcement) adalah proses yang mana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran
supaya berperilaku sesuai dengan orang lain yang ditirunya.
Teori pembelajaran sosial yang dijelaskan oleh Robbins (1996)
sangat relevan untuk menjelaskan perilaku Wajib Pajak dalam
memenuhi kewajibannya perpajakannya. Seseorang akan taat
membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan
pengalaman langsung hasil pungutan pajak itu telah memberikan
kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya.
3. Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak adalah seberapa jauh tingkat Wajib
dalam melaporkan kewajiban pajaknya. Kepatuhan Wajib Pajak juga
dapat diartikan sebagai seberapa jauh tingkat Wajib Pajak mencatat
semua penghasilan kena pajaknya berdasarkan undang-undang yang
berlaku (Tahar dan Sandy, 2012).
Kepatuhan berarti tunduk, taat atau patuh pada suatu aturan. Jadi
kepatuhan Wajib Pajak dapat diartikan sebagai tunduk, taat dan
patuhnya Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku (Rahayu, 2010: 138 dalam Khasanah 2014).
Wajib Pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan Wajib
Pajak yang membayar pajaknya dalam jumlah besar, karena tidak ada
keterkaitan antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang
dibayarkan Wajib Pajak pada kas negara. Dengan demikian, pembayar
pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi kriteria sebagai Wajib
Pajak patuh, karena meskipun Wajib Pajak memberikan kontribusi
besar pada negara jika masih memiliki tunggakan maupun
keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat dikatakan sebagai
Wajib Pajak patuh (Basri dkk, 2012).
Kepatuhan yang dikatakan oleh Norman D. Nowak merupakan
“suatu iklim” kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban
perpajakan yang tercermin dalam situasi (Devano, 2006 dalam
a. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.
d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Kriteria Wajib Pajak disebut patuh dalam melakasanakan
kewajiban perpajakannya menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor
74/PMK.03/2012 adalah sebagai berikut:
a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT dengan rincian :
1) Tepat waktu dalam menyampaikan SPT Tahunan selama tiga
tahun pajak terakhir.
2) Penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari tiga
masa pajak untuk semua jenis pajak dan tidak berturut-turut
3) SPT Masa yang terlambat telah disampaikan tidak lewat dari
batas waktu penyampaian SPT Masa pajak berikutnya
4) Seluruh SPT Masa dalam tahun terakhir telah disampaikan
sebelum tahun penetapan Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
atau Wajib Pajak patuh
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda
c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan opini Wajar Tanpa
Pengecualian selama tiga tahun berturut-turut.
d. Tidak pernah dipidana karena melakukan pelanggaran di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
4. Niat Kepatuhan Pajak
Theory of Planned Behavior menjelaskan bahwa perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul karena adanya niat untuk berperilaku.
Timbulnya niat individu untuk berperilaku ditentukan oleh sikap, norma
subjektif, dan kontrol perilaku yang dipersepsikan. Ketiga faktor ini
membentuk dan menjadi indikator bagi niat yang selanjutnya akan
menentukan apakah perilaku tertentu akan dilakukan atau tidak
(Ernawati dan Purnomosidhi, 2011).
Faktor utama dari perilaku individu adalah bahwa perilaku itu
dipengaruhi oleh niat individu (behavioral intention) terhadap perilaku tertentu tersebut. Niat untuk berperilaku dipengaruhi oleh variabel sikap
(attitude), norma subjektif (subjective norm), dan kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioral control). Teori ini dilandasi pada asumsi yang menyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari
informasi atau keyakinan/kepercayaan yang menonjol mengenai
perilaku tersebut. Orang bisa saja memiliki bermacam-macam
kejadian tertentu, hanya sedikit dari keyakinan tersebut yang timbul
untuk mempengaruhi perilaku. Sedikit keyakinan inilah yang menonjol
dalam mempengaruhi perilaku individu (Ajzen, 1991 dalam Hidayat
dan Nugroho, 2012).
5. Kesadaran Membayar Pajak
Kesadaran merupakan unsur dalam diri manusia untuk
memahami realitas dan bagaimana mereka bertindak atau bersikap
terhadap realitas. Jatmiko (2006) menjelaskan bahwa kesadaran adalah
keadaan mengetahui atau mengerti. Irianto (2005) dalam Widayati dan
Nurlis (2010) menguraikan berbagai bentuk kesadaran membayar pajak
yang mendorong Wajib Pajak untuk membayar pajak, antara lain:
a. Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam
menunjang pembangunan negara. Wajib Pajak mau membayar pajak
karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang
dilakukan.
b. Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan
beban pajak sangat merugikan negara. Wajib Pajak mau membayar
pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan
pengurangan beban pajak berdampak pada berkurangnya anggaran,
yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara.
c. Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan
pajak memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan
kewajiban setiap warga negara.
6. Kualitas Pelayanan Fiskus
Pelayanan yang baik merupakan salah satu faktor penting dalam
menciptakan kepuasan kepada pelanggan. Suatu layanan dapat
dikatakan baik apabila usaha yang dijalankan sesuai dengan apa yang
seharusnya harapkan. Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan
yang mampu memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam
batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan
serta harus dilakukan secara berkelanjutan (Supadmi, 2009).
Untuk mengetahui bagaimana pelayanan terbaik yang dilakukan
oleh fiskus kepada Wajib Pajak, diperlukan juga pengetahuan dan
pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai fiskus. Dalam UU
Perpajakan diatur hak-hak yang dimiliki fiskus, antara lain:
a. Hak Fiskus untuk menerbitkan NPWP atau NPPKP secara jabatan.
b. Hak Fiskus untuk menerbitkan surat ketetapan pajak.
c. Hak Fiskus untuk menerbitkan Surat Paksa dan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan.
d. Hak Fiskus untuk melakukan pemeriksaan dan penyegelan.
e. Hak Fiskus untuk menghapuskan atau mengurangi sanksi
administrasi.
f. Hak Fiskus untuk melakukan penyidikan.
h. Hak Fiskus untuk melakukan penyanderaan.
Selain memiliki hak, fiskus juga mempunyai kewajiban yang
diatur dalam undang-undang perpajakan, antara lain:
a. Kewajiban Fiskus untuk membina Wajib Pajak.
b. Kewajiban Fiskus untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar.
c. Kewajiban Fiskus untuk merahasiakan data Wajib Pajak.
d. Kewajiban Fiskus untuk melaksanakan putusan.
Pentingnya kualitas pelayanan pada Wajib Pajak merupakan
suatu faktor penting bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak agar penerimaan negara melalui
sektor pajak dapat lebih optimal. Palayanan yang baik yang diberikan
kepada Wajib Pajak, akan membuat Wajib Pajak dengan senang hati
memenuhi kewajiban perpajakannya. Hal tersebut tentunya tidak lepas
dari peran penting yang dijalankan oleh setiap fiskus. Fiskus dituntut
untuk mampu melayani setiap Wajib Pajak dengan baik, sopan santun,
cepat tanggap, memiliki rasa hormat kepada Wajib Pajak sebagai
pelanggan, serta memiliki keahlian dan pengetahuan dibidang pajak
yang akan menunjang kualitas pelayanan dari fiskus kepada Wajib
Pajak. Selain itu, sarana dan prasarana yang dimilik oleh kantor pajak
tentunya juga diperlukan untuk menunjang kegiatan penerimaan pajak.
Pelayanan yang diberikan oleh fiskus selama proses perpajakan
fiskus dan Wajib Pajak membuat pelayanan yang diberikan oleh fiskus
turut membentuk sikap Wajib Pajak dalam mengikuti proses
perpajakan. Semakin baik pelayanan fiskus maka Wajib Pajak akan
memiliki sikap yang positif terhadap proses perpajakan, sebaliknya
pelayanan fiskus yang tidak baik akan membuat Wajib Pajak enggan
untuk membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku.
7. Sanksi Pajak
Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan
kepada orang yang melanggar peraturan. Peraturan atau Undang-undang
merupakan rambu-rambu bagi seseorang untuk melakukan sesuatu
mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak
dilakukan. Sanksi diperlukan agar peraturan atau undang-undang tidak
dilanggar. Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa peraturan
perpajakan akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi
perpajakan merupakan alat pencegah agar Wajib Pajak tidak melanggar
peraturan perpajakan (Mardiasmo, 2006 dalam Muliari dan Setiawan,
2010).
Selama ini ada anggapan bahwa sanksi perpajakan hanya akan
dikenakan apabila tidak membayar pajak. Kenyataannya banyak hal
yang membuat Wajib Pajak terkena sanksi perpajakan, baik itu berupa
sanksi administrasi (bunga, denda, dan kenaikan) maupun sanksi
pidana. Saat ini Direktorat Jenderal Pajak hanya berfokus pada
peraturan perpajakan, tetapi belum memberi perhatian khusus terhadap
pemberian imbalan apabila Wajib Pajak patuh dan telah menyampaikan
SPT tepat pada waktunya.
Wajib pajak akan memenuhi pembayaran pajak bila memandang
sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Jatmiko, 2006).
Semakin berat sanksi yang diterapkan, maka akan semakin merugikan
Wajib Pajak. Oleh sebab itu, sanksi perpajakan cenderung akan
berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya.
8. Pajak
Pajak menurut Pasal 1 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah “kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi maupun badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak medapat
timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Menurut Mardiasmo (2009), pajak dibagi 2 jenis:
a. Pajak Langsung
Pajak yang pembebannya tidak dapat dilimpahkan kepada
orang lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang
bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak Tak Langsung
Pajak yang pembebannya dapat dilimpahkan ke pihak lain.
Biasanya ini berlaku pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang
dibebankan kepada konsumen.
Lembaga pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2009),
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Pajak Pusat
Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, dan Bea Materai.
b. Pajak daerah
Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak
daerah terdiri dari pajak propinsi pajak kabupaten/kota.
9. Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas
menurut Handayani dkk (2012) adalah pekerjaan yang dilakukan oleh
orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk
memperoleh penghasilan yang tidak terkait oleh suatu ikatan kerja.
Pekerjaan bebas umumnya terkait dengan keahlian atau profesi yang
dijalankan sendiri oleh tenaga ahli yang bersangkutan antara lain:
melakukan pekerjaan bebas tersebut membuka praktek sendiri dengan
nama sendiri. Jika yang Wajib Pajak bekerja atau berstatus karyawan,
misalnya seorang akuntan bekerja di Kantor Akuntan Publik, maka yang
bersangkutan tidak termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang
menjalankan pekerjaan bebas (Arum, 2012).
Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas di
Indonesia harus mengadakan pembukuan yang dapat menyajikan
keterangan-keterangan yang memadai untuk menghitung Penghasilan
Kena Pajak yang akan digunakan sebagai perhitungan jumlah pajak
yang terhutang berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan. Bagi Wajib
Pajak yang tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan
pembukuan, Wajib Pajak diperbolehkan untuk membuat pembukuan
sederhana yang memuat keterangan yang dapat digunakan untuk
melakukan penghitungan pajak yang terhutang bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan.
B. Hasil Penelitian Terdahulu Dan Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Kesadaran Membayar Pajak Terhadap Niat Kepatuhan Pajak
Kesadaran membayar pajak merupakan bagian dari sikap
terhadap perilaku. Sikap terhadap perilaku merupakan hasil evaluasi positif maupun negatif dari fakta perilaku dan kepercayaan tentang
akibat perilaku. Jika seorang Wajib Pajak mempunyai penilaian positif
karena seorang Wajib Pajak mempunyai kepercayaan bahwa pajak yang
disetornya akan dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Sebaliknya
jika Wajib Pajak mempunyai penilaian negatif maka kemungkinannya
sangat kecil untuk mempunyai kesadaran membayar pajak, karena
seorang Wajib Pajak tidak mempunyai kepercayaan bahwa pajak yang
disetornya akan dimanfaatkan untuk kepentingan publik (Kusuma dan
Rizakiana, 2012). Wajib Pajak yang memiliki kesadaran membayar
pajak yang tinggi akan memiliki niat kepatuhan pajak yang tinggi juga.
Sikap terhadap kepatuhan pajak dibentuk oleh keyakinan Wajib
Pajak tentang kepatuhan pajak yang meliputi semua hal yang diketahui,
diyakini dan dialami Wajib Pajak mengenai pelaksanaan peraturan
perpajakan. Keyakinan Wajib Pajak tentang perilaku kepatuhan pajak
ini akan menghasilkan sikap terhadap kepatuhan pajak positif atau
negatif, yang selanjutnya akan membentuk niat Wajib Pajak untuk patuh
atau tidak patuh terhadap peraturan perpajakan yang berlaku. Kesadaran
Wajib Pajak adalah suatu kondisi di mana Wajib Pajak mengetahui,
mengakui, menghargai dan menaati peraturan perpajakan yang berlaku
serta memiliki kesungguhan dan keinginan untuk memenuhi kewajiban
pajaknya (Muliari dan Setiawan, 2010).
Penelitian yang dilakukan Ernawati dan Purnomosidhi (2011)
menunjukkan bahwa sikap berpengaruh terhadap niat kepatuhan pajak.
Penelitian yang dilakukan oleh Khasanah (2014) menunjukkan bahwa
Pajak di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013. Penelitian
yang dilakukan Muliari dan Setiawan (2010) menunjukkan bahwa
kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan
pelaporan Wajib Pajak. Sedangkan hasil berbeda ditunjukkan pada
penelitian Utami dan Kardinal (2013) bahwa kesadaran Wajib Pajak
tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Palembang Seberang Ulu.
Berdasarkan teori dan hasil penelitian di atas, diajukan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
� : Kesadaran membayar pajak berpengaruh positif terhadap niat kepatuhan pajak.
2. Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Niat Kepatuhan Pajak
Ada beberapa indikator bahwa pelayanan fiskus yang
berkualitas dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak. Pertama,
fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam arti memiliki keahlian,
pengetahuan dan pengalaman dalam hal perpajakan, administrasi pajak
dan perundang-undangan perpajakan. Kedua, fiskus harus memiliki
motivasi yang tinggi sebagai pelayan publik. Ketiga, KPP diharapkan
memperluas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). TPT dapat
memudahkan pengawasan terhadap proses proses pelayanan yang
Teori pembelajaran sosial sangat relevan untuk menjelaskan
hubungan antara persepsi Wajib Pajak terhadap pelayanan yang
diberikan fiskus. Wajib Pajak akan taat membayar pajak, apabila Wajib
Pajak mempunyai pengalaman langsung mendapat pelayanan yang baik
dari fiskus dan hasil pungutan pajaknya dapat memberikan kontribusi
terhadap pembangunan negara. Apabila Wajib Pajak puas terhadap
pelayanan yang diberikan oleh fiskus maka Wajib Pajak tersebut akan
taat membayar pajak dan kepatuhan Wajib Pajak di suatu negara akan
meningkat (Aryobimo, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Ernawati dan Purnomosidhi
(2011) menunjukkan bahwa norma subjektif tidak berpengaruh terhadap
niat kepatuhan pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Tiraanda (2013)
juga menunjukkan bahwa Sikap Fiskus tidak berpengaruh signifikan
terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Pelayanan pajak tidak dipergunakan
secara rutin oleh Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak Orang Pribadi tidak
terlalu menganggap penting konsep pelayanan yang ada di kantor pajak.
Penelitian yang dilakukan oleh Utami dkk (2012) menunjukkan kualitas
pelayanan memiliki pengaruh positif dan signifikan dengan tingkat
kepatuhan Wajib Pajak. Apabila kualitas pelayanan semakin baik maka
tingkat kepatuhan Wajib Pajak cenderung meningkat. Ketika tingkat
kualitas pelayanan meningkat, hal ini akan mendorong Wajib Pajak
untuk melakukan kewajiban perpajakannya. Berdasarkan teori dan hasil
� : Kualitas pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap niat kepatuhan pajak.
3. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Niat Kepatuhan Pajak
Wajib Pajak akan memenuhi pembayaran pajak bila memandang
sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Jatmiko, 2006).
Semakin berat sanksi yang diterapkan, maka akan semakin merugikan
Wajib Pajak. Oleh sebab itu, sanksi perpajakan cenderung akan
berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak taat terhadap aturan pajak atau
mau membayar pajak salah satunya dikarenakan ancaman hukum yang
akan diterima. Jika persepsi Wajib Pajak terhadap sanksi yang akan
dikenakan kepada dirinya semakin berat maka akan berpengaruh
terhadap peningkatan kepatuhan Wajib Pajak.
Sanksi pajak akan menjadi faktor pendorong atau faktor
penghambat yang akan mempengaruhi niat Wajib Pajak untuk
berperilaku patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Apabila sanksi pajak diterapkan dengan baik di Indonesia, maka Wajib
Pajak akan memiliki anggapan bahwa mereka akan terkena konsekuensi
berupa sanksi pajak apabila tidak melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Artinya sanksi pajak telah menjadi faktor pendorong
Wajib Pajak untuk memiliki niat berperilaku patuh. Begitu juga
sebaliknya apabila sanksi pajak tidak dilaksanakan dengan baik, akan
perpajakannya. Artinya sanksi pajak telah menjadi faktor penghambat
Wajib Pajak untuk memiliki niat berperilaku patuh.
Penelitian Basri dkk (2011) menunjukkan bahwa sanksi pajak
tidak berpengaruh terhadap niat. Penelitian Ernawati dan Purnomosidhi
(2011) menunjukkan hasil berbeda bahwa kontrol perilaku yang
dipersepsikan berpengaruh terhadap niat kepatuhan pajak. Berdasarkan
teori dan hasil penelitian di atas, diajukan hipotesis penelitian sebagai
berikut:
� : Sanksi pajak berpengaruh positif terhadap niat kepatuhan pajak. 4. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pajak bersifat memaksa bagi Wajib Pajak, karena pajak diatur
dalam undang-undang. Wajib Pajak yang tidak melaksanakan
kewajiban perpajakannya akan mendapat sanksi, berupa sanksi pidana
ataupun sanksi administratif. Definisi pajak UU Nomor 28 Tahun 2007
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
maupun badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak medapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Negara
tidak perlu meminta kesediaan Wajib Pajak agar memiliki niat untuk
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Negara akan menganggap
Wajib Pajak telak berperilaku patuh, apabila Wajib Pajak telah
melaksanakan kewajiban perpajakannya terlepas dari ada atau tidaknya
Penelitian Muliari dan Setiawan (2010) menunjukkan bahwa
sanksi pajak berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kepatuhan pelaporan Wajib Pajak. Penelitian Arum (2012)
menunjukkan hasil yang sama bahwa sanksi pajak berpengaruh porsitif
dan signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan teori dan
hasil penelitian di atas, diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
� : Sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak
5. Pengaruh Niat Kepatuhan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Ajzen (1991) menjelaskan bahwa perilaku yang ditampilkan
oleh individu timbul karena adanya niat untuk berperilaku. Timbulnya
niat berperilaku ditentukan oleh sikap terhadap perilaku, norma
subjektif, dan kontrol perilaku yang dipersepsikan. Ketiga komponen ini
berinteraksi dan menjadi indikator bagi niat yang akan menentukan
apakah perilaku tertentu akan dilakukan atau tidak. Niat dalam
penelitian ini merupakan variabel intervening, yaitu variabel yang memengaruhi hubungan antara variabel-variabel independen dengan
variabel dependen menjadi hubungan yang tidak langsung. Kesadaran
membayar pajak, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak dapat
menjadi faktor yang menentukan perilaku patuh pajak. Setelah Wajib
Pajak memiliki kesadaran untuk membayar pajak, termotivasi oleh
fiskus dan sanksi pajak, maka Wajib Pajak akan memiliki niat kepatuhan
perilaku kepatuhan Wajib Pajak. Semakin tinggi niat untuk berperilaku
patuh maka semakin tinggi juga kepatuhan wajib pajak.
Penelitian Ernawati dan Purnomosidhi (2011) menunjukkan
bahwa niat berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan
pajak. Demikian juga dengan penelitian Pangestu dan Rusmana (2012)
menunjukkan niat Wajib Pajak untuk patuh berpengaruh signifikan
terhadap kepatuhan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa Wajib Pajak
yang mempunyai niat untuk patuh yang tinggi maka tingkat kepatuhan
pajaknya pun akan tinggi juga. Penelitian yang dilakukan Bobek &
Hatfield (2003) menyatakan bahwa niat berpengaruh terhadap
kepatuhan pajak dengan menggunakan indikator kecenderungan dan
keputusan. Kecenderungan adalah kecondongan untuk patuh atau tidak
patuh terhadap ketentuan perpajakan, sedangkan keputusah adalah
tindakan untuk patuh atau tidak patuh terhadap ketentuan peraturan
perpajakan (Mustikasari, 2007). Sedangkan penelitian Hidayat dan
Nugroho (2011) yang menunjukkan Niat untuk tidak patuh berpengaruh
positif dan signifikan terhadap perilaku ketidakpatuhan pajak.
Berdasarkan teori dan hasil penelitian di atas, diajukan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
6. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Niat Kepatuhan Pajak Sebagai Variabel Intervening.
Sanksi pajak dapat berpengaruh secara langsung maupun secara
tidak langsung terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Theory of Planned Behavior menjelaskan bahwa perilaku seorang individu dapat dilihat dari niatnya dan niat untuk berperilaku dibentuk oleh tiga komponen
yaitu sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan kontrol perilaku
yang dipersepsikan. Wajib Pajak memiliki kehendak untuk menilai dan
memutuskan perilaku apa yang akan ditampilkan. Seorang Wajib Pajak
memiliki penilaian bahwa sanksi pajak diterpakan untuk mendorong
Wajib Pajak agar memenuhi kewajiban perpajakannya. Kehendak
Wajib Pajak itulah yang disebut niat kepatuhan pajak. Semakin baik
penilaian Wajib Pajak atas sanksi pajak di Indonesia, semakin tinggi
juga niat kepatuhan pajaknya, yang kemudian akan di implementasikan
dalam bentuk perilaku kepatuhan Wajib Pajak.
Penelitian Ernawati dan Purnomosidhi (2011) menunjukkan
bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh terhadap niat
kepatuhan pajak. Hasil berbeda ditunjukkan oleh Bobek dan Hatfield
(2003) bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh positif
terhadap perilaku secara langsung. Berdasarkan teori dan hasil
penelitian di atas, diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
C. Model Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh kesadaran
membayar pajak, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap niat
kepatuhan pajak. Penelitian ini juga menguji Pengaruh sanksi pajak
terhadap kepatuhan Wajib Pajak dengan niat kepatuhan pajak sebagai
variabel intervening. Model Penelitian ini sebagai berikut:
Gambar 2.2 Model Penelitian Kesadaran
membayar pajak
Kualitas Pelayanan Fiskus
Sanksi Pajak
H1(+)
H3(+)
H2(+) H4(+)
Kepatuhan Wajib Pajak Niat Kepatuhan
Pajak
34 A. Objek atau Subjek Penelitian
Subjek yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib
Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Magelang. Sampel penelitian ini
adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas.
B. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer,
dimana berupa angka yang tertera didalam skala kuisioner yang kemudian
diolah menggunakan software SPSS varsi 22. Data diperoleh dari hasil kuesioner dalam bentuk pertanyaan yang dibagikan pada responden.
Sumber data penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan pekerjaan bebas di KPP Pratama Magelang.
C. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi di
KPP Pratama Magelang yang dipilih dengan teknik incidental sampling. Teknik incidental sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti
dapat digunakan sebagai sampel, apabila orang yang kebetulan ditemui
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei menggunakan
kuesioner. Sejumlah pertanyaan diajukan kepada responden dan kemudian
responden diminta menjawab sesuai dengan pendapat mereka. Untuk
mengukur pendapat responden digunakan skala Likert lima angka yaitu
mulai angka 1 untuk pendapat Sangat Tidak Setuju (STS) dan angka 5 untuk
Sangat Setuju (SS).
E. Definisi Operasional 1. Variabel Independen
a. Kesadaran Membayar Pajak
Kesadaran merupakan unsur dalam manusia dalam
memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi
terhadap realitas. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia kesadaran
dalam diri, akan diri sesama, masa silam, dan kemungkinan masa
depannya (Widayati dan Nurlis, 2010). Menurut Nugroho (2012),
kesadaran membayar pajak dapat diartikan sebagai suatu bentuk
sikap moral yang memberikan sebuah kontribusi kepada negara
untuk menunjang pembangunan negara dan berusaha untuk mentaati
semua peraturan yang telah ditetapkan oleh negara serta dapat
dipaksakan kepada Wajib Pajak.
Variabel kesadaran membayar pajak diukur dengan
Handayani dkk (2012) yang terdiri dari 5 butir pertanyaan antara
lain:
a) Pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar.
b) Pajak yang akan saya bayarkan dapat digunakan untuk
menunjang pembangunan negara.
c) Penundaan pembayaran pajak dapat merugikan negara.
d) Membayar pajak tidak sesuai dengan jumlah yang
seharusnya dibayarkan sangat merugikan negara.
e) Membayar pajak tepat waktu dan sesuai dengan jumlah
yang seharusnya menjadi kewajiban Wajib Pajak.
b. Kualitas Pelayanan Fiskus
Kualitas pelayanan fiskus adalah segala bentuk kegiatan atau
proses bantuan yang diberikan oleh fiskus yang berada di KPP
Pratama Magelang kepada Wajib Pajak. Pelayanan yang berkualitas
adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada
pelanggan dan tetap dalambatas memenuhi standar pelayanan yang
dapat dipertanggung jawabkan serta harus dilakukan secara
terus-menerus (Supadmi, 2009)
Variabel kualitas pelayanan fiskus diukur dengan
menggunakan instrumen pertanyaan yang dikembangkan oleh
Fikriningrum (2012) yang terdiri dari 5 butir pertanyaan antara lain:
b) Fiskus senantiasa memberikan informasi dan penjelasan
dengan jelas dan mudah dipahami Wajib Pajak.
c) Fiskus cepat tanggap dan selalu membantu kesulitan Wajib
Pajak.
d) Fiskus memiliki skill dan kompetensi yang baik.
e) Fiskus senantiasa menjaga kerapian dalam berpenampilan.
c. Sanksi Pajak
Sanksi pajak merupakan salah satu cara agar Wajib Pajak
patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sanksi pajak
merupakan jaminan bahwa peraturan perpajakan akan
dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan
merupakan alat pencegah agar Wajib Pajak tidak melanggar
peraturan perpajakan (Mardiasmo, 2006 dalam Muliari dan
Setiawan, 2010).
Variabel sanksi pajak dapat diukur dengan menggunakan
instrumen pertanyaan yang dikembangkan oleh Muliari dan
Setiawan (2010) yang terdiri dari 5 butir pertanyaan antara lain:
a) Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak
cukup berat.
b) Sanksi administrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan
pajak sangat ringan.
c) Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu
d) Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa
toleransi.
e) Pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat
dinegosiasikan.
2. Variabel Dependen
a. Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak adalah seberapa jauh tingkat Wajib
Pajak mengikuti undang-undang dan peraturan perpajakan yang
berlaku dalam melaporkan kewajiban pajaknya. Kepatuhan Wajib
Pajak juga dapat diartikan sebagai seberapa jauh tingkat Wajib
Pajak mencatat semua penghasilan kena pajaknya berdasarkan
undang-undang yang berlaku (Tahar dan Sandy, 2012).
Variabel kepatuhan Wajib Pajak diukur dengan
menggunakan instrumen pertanyaan yang dikembangkan oleh
Muliari dan Setiawan (2010) yang terdiri dair 5 butir pertanyaan
antara lain:
a) Wajib Pajak mengisi formulir SPT dengan benar, lengkap dan
jelas.
b) Wajib Pajak melakukan perhitungan pajak dengan benar
c) Wajib Pajak melakukan pembayaran tepat waktu.
d) Wajib Pajak melakukan pelaporan tepat waktu.
3. Variabel Intervening 1. Niat Kepatuhan Pajak
Niat merupakan sebuah sikap atau tindakan terencana dalam
diri seseorang yang mendasari timbulnya perilaku, sehingga untuk
mengetahui apa yang akan dilakukan seorang individu dapat
diketahui dari niatnya (Kusuma dan Rizkiana, 2012). Variabel niat
kepatuhan pajak diukur dengan menggunakan instrumen pertanyaan
yang dikembangkan oleh Basri, dkk (2011) yang terdiri dari 2 butir
pertanyaan antara lain:
a) Wajib Pajak memiliki kecenderungan melakukan kepatuhan
pajak pada tahun pajak terakhir.
b) Wajib Pajak memiliki keputusan untuk melakukan kepatuhan
pajak pada tahun pajak terakhir.
F. Analisis Statistif Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan
yang berlaku umum atau generalisasi. Dalam penelitian ini analisis statistik
G. Uji Kualitas Data 1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk menguji akurat tidaknya suatu
kuesioner. Menut Ghozali (2009) suatu kuesioner dikatakan akurat jika
pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang
diukur oleh kuesioner tersebut. Penelitian ini menggunakan uji korelasi
Bivariate Pearson, yaitu menganalisis dengan cara mengkorelasi masing-masing skor item dengan skor total. Jika korelasi antara skor
masing-masing butir pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat
signifikansi di atas 0,5 maka butir pertanyaan tersebut dinyatakan valid
dan sebaliknya (Ghozali, 2009)
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi data yang
dikumpulkan. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan metode
uji statistik Cronbach’s Alpha yaitu koefisien reliabilitas yang
menunjukkan seberapa baik item suatu instrumen berkorelasi positif
dengan item lainnya. Semakin tinggiCronbach’sAlpha berarti semakin baik pengukuran suatu instrumen. Variabel dikatakan andal (reliable) jika memberikan nilai Cronbach’s Alpha > 0,60 (Ghozali, 2009)
H. Uji Asumsi Klasik
Uji Asumsi Klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji
1. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data digunakan untuk melihat apakah dalam
model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah
berdistribusi normal. Menurut Ghozali (2009) salah satu cara untuk
mendeteksi apakah data berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan
grafik. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti garis
diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal
regresi memenuhi asumsi normalitas.
Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji
Kolmogorof-Smirnov (uji K-S), jika nilai uji K-S lebih besar dibandingkan dengan taraf signifikansi 0,05, maka hal ini
mengindikasikan model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2. Uji Multikolinearitas
Menurut Ghozali (2009) uji multikolinearitas digunakan untuk
menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar satu atau
semua variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas atau tidak terjadi
multikolinearitas.
Pendeteksian multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat
dan sebaliknya jika nilai VIF lebih kecil dari 10, maka model pengujian
bebas dari gejala multikolinearitas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika varian dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut
homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model
regresi yang baik adalah regresi yang tidak mengalami
heterokedastisitas.
Untuk menguji ada atau tidaknya heterokedastisitas maka
digunakan uji glejser yaitu dengan meregresi nilai absolut residual terhadap variabel independen dengan persamaan regresi. Apabila hasil
regresi mempunyai nilai signifikansi pada setiap variabel independen >
0,05 maka tidak terdapat heterokedastisitas, begitu juga sebaliknya.
I. Uji Hipotesis dan Analisis Data
1. Koefisien Determinasi (Adjusted R Square)
Koefisien determinasi (Adjusted R Square) adalah pengujian untuk menjelaskan proporsi variasi dalam variabel terikat (dependen)
yang dijelaskan oleh beberapa variabel bebas (independen) secara
bersama-sama. Besarnya koefisien determinasi adalah antara 0 sampai
dengan 1, semakin mendekati nol besarnya koefisien determinasi maka
dependen. Sebaliknya, semakin mendekati angka satu besarnya
koefisien determinasi semakin besar pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen.
2. Uji F
Uji nilai F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh
secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2009). Uji
nilai F dilakukan dengan melihat nilai signifikansi. Jika nilai sig < α
(0,05) maka terdapat pengaruh secara bersama-sama variabel
independen terhadap variabel dependen.
3. Uji t
Uji t pada dasarnya menunjukkan sebera jauh pengaruh suatu
variabel independen secara individu terhadap variabel dependen
(Ghozali, 2009). Kriteria hipotesis diterima adalah jika nilai sig < α
(0,05) dan koefisien regresi pada kolom understandarized coefficients beta searah dengan hipotesis.
4. Analisis Regresi Berganda
Model pengujian pada penelitian inimenggunakan analisis
regresi linear berganda (multiple regression). Alat analisis ini digunakan karena menguji pengaruh beberapa variabel independen terhadap satu
dirumuskan berdasarkan hipotesis yang dikembangkan adalah sebagai
berikut:
� = + �� + �� + � + � (1) � = + � + � + � (2) Keterangan :
N : Niat K�patuhan Pajak K : K�patuhan Wajib Pajak
: Konstanta
: ko��isi�n r�gr�si variab�l k�sadaran m�mbayar pajak : ko��isi�n r�gr�si variab�l kualitas p�layanan �iskus : ko��isi�n r�gr�si variab�l sanksi pajak
: ko��isi�n r�gr�si variab�l niat k�patuhan pajak KS : k�sadaran m�mbayar pajak
KP : kualitas p�layanan �iskus S : sanksi pajak
45 A. Gambaran Umum Penelitian
Penelitian ini menggunakan sampel Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan pekerjaan bebas di KPP Pratama Magelang. Proses
pengumpulan data dilakukan pada tanggal 13 Maret 2017 s/d 20 Maret
2017. Jumlah kuesioner yang berhasil disebarkan sebanyak 90 kuesioner
kepada Wajib Pajak, namun hanya 87 kuesioner yang dapat dimasukkan
dalam pengolahan data.
Tabel 4.1
Analisis Pengembalian Kuesioner
Keterangan Jumlah Presentase
Kuesioner yang disebar 90 100%
Kuesioner yang tidak diisi dengan lengkap
3 3,3%
Total kuesioner yang dapat diolah 87 96,7%
Sumber: data primer yang diolah, 2017
Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri dari 4
karakteristik, antara lain:
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat
dibedakan menjadi dua kategori, yaitu responden yang berjenis kelamin
laki-laki dan responden yang berjenis kelamin perempuan. Deskripsi
Tabel 4.2
Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah Persentase
Laki-Laki 51 58,6%
Perempuan 36 41,4%
Total 87 100%
Sumber: data primer yang diolah, 2017
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah responden
yang paling banyak berpartisipasi dalam pengisian kuesioner adalah
responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 51 responden atau
58,6%. Sedangkan jumlah responden berjenis kelamin perempuan yang
berpartisipasi dalam pengisian kuesioner sebanyak 36 responden atau
41,4%.
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Karakteristik responden berdasarkan usia dapat dibedakan
menjadi 4 kategori, antara lain responden yang berusia < 25 tahun,
26-40 tahun, 41-55 tahun, dan > 55 tahun. Deskripsi responden
berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.3