• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PEREKONOMIAN MASYARAKAT WILAYAH PESISIR KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERIODE 2009-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PEREKONOMIAN MASYARAKAT WILAYAH PESISIR KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERIODE 2009-2013"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

ANALYSIS ECONOMIC OF COASTAL REGION COMMUNITY IN GUNUNGKIDUL REGENCY, THE SPECIAL DISTRICT OF YOGYAKARTA

PERIOD 2009-2013 SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

Yakub Ramdani 20100430013

FAKULTAS EKONOMI

(2)

i

ANALYSIS ECONOMIC OF COASTAL REGION COMMUNITY IN GUNUNGKIDUL REGENCY, THE SPECIAL DISTRICT OF

YOGYAKARTA PERIOD 2009-2013 SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

Yakub Ramdani 20100430013

FAKULTAS EKONOMI

(3)

ii Nama : Yakub Ramdan

Nomor Mahasiswa : 20100430013

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “ANALISIS PEREKONOMIAN

WILAYAH PESISIR KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DAERAH

ISTIMEWA YOGYAKARTA” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepengetahuan saya

juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh

orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan

dalam daftar pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya

atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya

bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 19 Agustus 2016

(4)

iii

م سفنأبام ا رِيغي ىَتح مْ قبام رِيغيا ه َنإ

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum

mereka mengubah keadaan mereka sendiri”

(QS. Ar-

Ra’d : 11)

Hidup Tanpa Masalah Adalah Masalah, Hidup Banyak Masalah adalah

Masalah, Yang Terpenting Jangan Terlalu Di Permasalahkan

(penulis)

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

 Bapa tercinta Drs.H.Suhlan & Mimih Haryati Terkasih, serta buat sodara ku

dan juga semua warga Kampung Dano yang telah memberikan doa serta

dorongan yang luarbisa seperti sahabat ku yang selalu memberikan harapan

dan motivasi tiada henti.

 Almamaterku tercinta serta teman-teman dan semua pihak yang telah

(5)

iv

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur penulis ucapkan kepada Allah

SWT yang telah memberikan nikmat dan karunianya sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada qudwah Hasanah

kita Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan judul “Analisis Perkonomian Masyarakat Wilayah Pesisir Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta”. Penulis mengambil topik ini dengan harapan dapat memberikan masukan bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan

daerah sehingga tercapai pembangunan ekonomi dan pendapatan masyarakat

daerah yang merata di Kabupaten Gunungkidul khususnya di daerah pesisir serta

memberikan ide pengembangan bagi penelitian selanjutnya.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan semangat dan

bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Lilies Stiartiti, SE.,M.Si. selaku dosen pembimbing, yang

dengan penuh kesabaran memberikan ilmu dan bimbingan dalam

proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan

(6)

v

3. My sister : Neneng Mulyanengsih, Een Suryani dan Empat Patonah

yang selalu menjadi penyemangat dan motivasi bagi penulis.

4. Ibu dan Bapak Dosen Ilmu Ekonomi beserta jajarnya saya

mengucapkan terimakasih atas dedikasi dan ilmu yang telah diberika

ke penulis.

5. Untuk semua sahabat dan teman seperjuangan yang memberika

dukungan dan semngat yang tiada henti.

6. Semua pihak yang telah membantu, memberikan do’a dan semangat dari awal hingga terselesaikannya tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini. Oleh karena itu kritik, saran dan pengembangan penelitian selanjutnya

sangat diperlukan untuk kedalaman kaya tulis dengan topik ini.

Semoga hasil dari karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak

yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yogyakarta, 31 JULI 2016

(7)

vi

HALAMAN PENGESAHAN……… iii

HALAMAN PERNYATAAN……… iv

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN………... v

INTISARI………. vi

ABSTRAK... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Batasan Masalah... 11

C. Rumusan Masalah... 11

D. Tujuan Penelitian... 12

E. Manfaat Penelitian... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pembangunan Daerah ... 14

B. Definisi Masyarakat Pesisir... 15

C. Sifat dan Karakteristik Masyarakat Pesisir... 16

(8)

vii

E. Pemberdayaan Masyarakat Pesisir... 23

F. Sasaran Pembangunan Wilayah Pesisir... 26

G. Penelitian Terdahulu... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Obyek Penelitian... 32

B. Jenis dan Sumber Data... 32 E. Metode Analisis Data... 35

1. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi... 35

2. Analisis LQ (Location Quotient)... 35

3. Analisis Shift Share... 36

4. Analisis Typologi Klassen... 38

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Kondisi Umum Wilayah... 41

1. Letak Geografis... 41

2. Daerah Pesisir Pantai... 44

(9)

viii

1. Pertumbuhan Ekonomi... 55

2. PDRB Per Kapita... 57

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kecamatan Panggang………. 1. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi... 59 59 2. Analisis Location Quotient (LQ)... 60

3. Analisis Shift Share... 63

4. Analisis Typologi Klassen... 67

B. Kecamatan Purwosari... 69

1. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi... 2. Analisis Location Quotient(LQ)... 3. Analisis Shift Share... C. Kecamatan Saptosari... 80

1. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi... 2. Analisis Location Quotient (LQ)... 3. Analisis Shift Share...

(10)

ix

E. Kecamatan Tanjungsari... 100

1. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi...

2. Analisis Location Quotient (LQ)... 3. Analisis Shift Share... 4. Analisis Typologi Klassen...

100

102

104

108

F. Kecamatan Girisubo... 111

1. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi...

2. Analisis Location Quotient (LQ)... 3. Analisis Shift Share...

4. Analisis Typologi Klassen...

111

113

115

119

BAB VI Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan... 123

B. Saran... 124

DaftarPustaka

(11)

x

Gunungkidul... 6

1.3 Daftar Urutan Dari 18 Kecamatan berdasarkan Besarnya PDRB Perkapita Tahun 2013, Atas Dasar Berlaku Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah)... 9

3.1 Klasifikas Typologi Klassen Pendekatan Sektoral/Daerah... 40

4.1 Luas Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2012... 42

4.2 Pulau – Pulau Di Wilayah Gunungkidul DIY... 44

4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan dan Jenis Kelamin Menurut Sensus Penduduk Tahun 2013... 53

4.4 Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2007-2012 (%)... 54

4.5 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Gunungkidul Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2007-2012... 56

4.6 PDRB Per Kapita Kabupaten Gunungkidul Tahun 2007-2012... 58

5.1 Analisis Struktur Perekonomian Daerah Kecamatan Panggang Terhadap PDRB tahun 2009-2013 (dalam persen)... 59

5.2 Hasil Perhitungan Indekst Location Quotient Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul Tahun 2009-2013... 52

5.3 Hasil Perhitungan Analisis Shift Sahre Kecamatan Panggang Tahun 2009-2013... 66

5.4 Analisis Typologi Klassen Kecamatan Panggang Dengan Kabupaten Gunung Kidul... 68

(12)

xi

Kabupaten Gunungkidul Tahun 2009-2013... 5.8 Hasil Perhitungan Analisis Shift Sahre Kecamatan Purwosari Tahun

2009-2013... 76 5.9 Analisis Typologi Klassen Kecamatan Purwosari Dengan Kabupaten

Gunungkidul………. 78

5.10 Klasifikasi Kecamatan Purwosari Pertahun Berdasarkan Typologi

Klassen... 79 5.11 Analisis Struktur Perekonamian Daerah Saptosari Terhadap PDRB

Tahun 2009 (dalam persen)... 81 5.12 Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient Kecamatan Saptosari,

Kabupaten Gunungkidul Tahun 2009-2013... 83 5.13 Hasil Perhitungan Analisis Shift Sahre Kecamatan Saptosari Tahun

2009-2013... 87 5.14 Analisis Typologi Klassen Kecamatan Saptosari Dengan Kabupaten

Gunungkidu... 89 5.15 Klasifikasi Kecamatan Saptosari Pertahun Berdasarkan Typologi

Klassen... 90 5.16 Analisis Struktur Perekonomian Daerah Kecamatan Tepus Terhadap

PDRB Tahun 2009-2013 (dalam persen)... 92 5.17 Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient Kecamatan Tepus,

Kabupaten Gunungkidul Tahun 2009-2013……… 94 5.18 Hasil Perhitungan Analisis Shift Sahre Kecamatan Tepus Tahun

2009-2013... 97 5.19 Analisis Typologi Klassen Kecamatan Tepus Dengan Kabupaten

Gunung Kidul... 99 5.20 Klasifikasi Kecamatan Tepus Pertahun Berdasarkan Typologi

(13)

xii

5.23 Hasil Perhitungan Analisis Shift-Sahre Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009-2013... 107 5.24 Analisis Typologi Klassen Kecamatan Tanjungsari Dengan

Kabupaten Gunung Kidul………. 109

5.25 Klasifikasi Kecamatan Tanjungsari Pertahun Berdasarkan Typologi

Klassen……….. 110

5.26 Analisis Struktur Perekonomian Daerah Kecamatan Girisubo

Terhadap PDRB Tahun 2009-2013 (dalam persen)……… 112 5.27 Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient Kecamatan Girisubo,

Kabupaten Gunungkidul Tahun 2009-2013 114

5.28 Hasil Perhitungan Analisis Shift Sahre Kecamatan Girisubo Tahun

2009-2013... 118 5.29 Analisis Typologi Klassen Kecamatan Girisubo Dengan Kabupaten

Gunung Kidul………... 120

5.30 Klasifikasi Kecamatan Girisubo Pertahun Berdasarkan Typologi

(14)
(15)
(16)

i

analisis Typologi Klassen dan analisis Perubahan Struktur Ekonomi.

Berdasarkan hasil analisis Location Quotient menunjukkan sektor pertanian dan sector kontruksi dan jasa-jasa merupakan sektor basis di wilayah pesisir Kabupaten Gunungkidul. Hasil analisis Shift-Share menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sector kompetitif, yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor kontruksi dan jasa-jasa. Hasil analisis Tipology Klassen

wilayah yang maju dan tumbuh pesat adalah Kecamatan Tanjungsari dan Girisubo. Wilayah dengan kategori sebagai wilayah maju tapi tertekan adalah kecamatan Purwosari. Sedangkan wilayah yang dikategorikan sebagai wilayah relatif tertinggal adalah Kecamatan Panggang, Kecamatan Saptosari, Kecamatan Tepus. Hasil analisis perubahan struktur ekonomi menunjukkan terjadi pergeseran struktur perekonomian di wilayah peisisir Kabupaten Gunungkidul dari sektor primer menuju ke sector tersier, walaupun tingkat pergeserannya masih relatif kecil.

(17)

ii

structural changes analyses. Based on the result of the analysis of Location Quotient, it showed that agricultural sector and construction sector and services sector are basic sector in coastal region of Gunungkidul regency. The analysis result of Shift-Share showed that the competitive sectors are agricultural sector, manufacturing sector, construction sector and sector services. The analysis result of Klassen Typology showed that the advanced and fast-growing district is Tanjungsari and Girisubo district, Areas with the category as the region is advanced but depressed districts Purwosari. While the region is classified as a relatively undeveloped area is the Panggang District, Saptosari District, Tepus District. The analysis result of economic structural changes showed that there was a shift in economic structure in coastal region of Gunungkidul District from primary sector to tertiary sector, though the shift level is relatively small.

Keywords : coastal region, Economic Growth, Location Quotient, Shift-Share and

(18)

1 A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan terluas di dunia

dengan jumlah pulau sebanyak 18.110 yang dikelilingi oleh laut seluas 7,7

juta km2. Pulau-pulau tersebut dihuni oleh penduduk dengan mata

pencaharian terbesar sebagai petani dan nelayan. Wilayah yang sebagian

besar terdiri dari lautan ini, Indonesia mampu mensejahterakan kehidupan

masyarakat nelayan yang menggantungkan hidup pada potensi kelautan

(maritim) tersebut.

Potensi kekayaan alam bahari dan pantai yang dimiliki oleh Indonesia

dapat dimanfaatkan dan dieksplorasi secara optimal. Pemanfaatan dari

kekayaan alam ini dapat dilakukan dengan berbagai pembangunan nasional

serta kebijakan ekonomi dan sosial yang didasarkan pada nilai-nilai budaya

lokal. Sehingga budaya masyarakat setempat memberi nilai khas pada

pengembangan pariwisata dan pelestarian lingkungan daerah pantai. Dilihat

dari Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan kawasan sepanjang pantai di

Indonesia bahwa potensi kelautan belum terlalu banyak disentuh, sehingga

potensi sumber daya alam yang bisa diandalkan untuk bersaing dalam

perdagangan bebas atau free trade adalah sektor kelautan.

Wilayah pesisir selatan propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

merupakan daerah yang memiliki potensi alam cukup besar untuk

(19)

masyarakat setempat dan daerah lainnya. Dengan tersebarnya isu program

pemerintah untuk pembangunan bandara yang bertaraf Internasional di

Kabupaten Kulonprogo dan jalan RingRoad lingkar luar yang melewati

pesisir pantai Propinsi DIY. Diharapkan rencana tersebut akan terealisasikan

sehingga akan berdampak positif pada peningkatan pembangunan ekonomi.

Peningkatan ini nantinya akan dirasakan oleh kelompok masayarakat

dengan tumpuan modal pembangunan ekonomi dalam menjawab tantangan

untuk melaksanakan pembangunan perekonomian dan pembangunan

daerah/wilayah pesisir selatan DIY secara terpadu dan komprehensif,

melalui pendekatan pembangunan potensi pesisir pantai selatan DIY secara

terpadu.

Fenomena modernisasi ekonomi berdampak pada percepatan

pertumbuhan ekonomi dan memberikan banyak kemudahan bagi sebagian

masyarakat. Akan tetapi dibalik itu ada sebagian masyarakat pula terutama

daerah pesisir pantai yang menjadi korban akan derasnya pertumbuhan

ekonomi. Hal ini dikarenakan lemahnya daya tahan ekonomi dan minimnya

penguasaan sumber-sumber ekonomi. Jika ini terus berlangsung di

masyarakat pesisir pantai maka akan menjadi masalah krusial terhadap

kesejahteraan masyarakat serta menyangkut kredibilitas pemerintah dalam

memenuhi kebutuhan masayarakat.

Masalah yang terjadi di masyarakat pesisir pantai seharusnya

mendapat perhatian lebih dan hal ini merupakan bagian dari tanggung jawab

(20)

pengusaha maupun masyarakat itu sendiri. Pembangunan di kawasan pesisir

pantai memerlukan penanganan yang berbeda di bandingkan kawasan lainya

mengingat kawasan pesisir pantai memiliki ciri khas baik ditinjau dari aspek

geografis, gemologi, antropologi, ekonomi dan sosial. Perlu adanya

kerjasama yang sinergi antara masyarkat setempat dengan instansi

pemerintah untuk menyelesaikan persoalan pembangunan ekonomi

masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir pantai.

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah provinsi yang

terletak di pesisir sebelah selatan Pulau Jawa. Daerah Istimewa Yogyakarta

merupakan tempat tujuan wisata kedua setelah Pulau Bali. Keragaman objek

wisata yang terdapat di daerah ini menjadi faktor penguat dalam

pengembangan wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta. Beberapa objek

wisata yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun

mancanegara adalah objek wisata pantai. Objek wisata pantai di Daerah

Istimewa Yogyakarta memang sudah terkenal mempunyai panorama yang

sangat indah dan menarik. Beberapa objek wisata pantai di Daerah Istimewa

Yogyakarta adalah Pantai Parangtritis, Pantai Parangkusumo, Pantai Depok,

Pantai Pok Tunggal, Pantai Indrayanti, Pantai Baron, Pantai Krakal, Pantai

Kukup, dan lain sebagainya.

Kabupaten Gunungkidul berada di bagian tenggara dari Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), berjarak 40 km dari Kota Yogyakarta.

Berdasarkan posisi astronomi, Kabupaten Gunungkidul terletak antara

(21)

wilayahnya mencapai 1.485,36 km2 atau 46,63 persen dari seluruh wilayah

daratan Provinsi DIY. Wilayah daratan Kabupaten Gunungkidul berbatasan

dengan wilayah Provinsi Jawa Tengah di sisi utara dan timur, yakni

Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sukoharjo serta Kabupaten Wonogiri.

Samudera Indonesia menjadi pembatas di wilayah selatan, adapun wilayah

barat berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman.

Kabupaten Gunungkidul terkenal dengan keindahan pantai yang

membentang sepanjang wilayah selatan dengan hamparan pasir putihnya,

wilayah pesisir ini merupakan yang terpanjang di Provinsi DIY dengan

panjang 70 km dengan luas sekitar 300 Ha. Dari 18 kecamatan yang ada di

Kabupaten Gunungkidul hanya 6 kecamatan yang berada di daerah pesisir

pantai. Saat ini Kabupaten Gunungkidul memiliki 60 lebih objek wisata

pantai yang menjadi salah satu pilihan objek wisata para wisatawan baik

domestik maupun asing. Dari sekian banyak pantai yang sudah terkenal dan

infrastruktur serta aksesnya sudah baik ada kurang lebih hanya 20 objek

(22)

Tabel 1.1

Daftar Pantai dan Lokasi Yang Ada Di Kabupaten Gunungkidul

Kecamatan Pantai Kecamatan Pantai

Girisbo

Sadeng

Tepus

Suing

Ngusalan Sundak

Jung Work Silingandong

Sedahan Pok Tunggal

Ngunggah Parang Endong

Kesirat Bekah

Tanjungsari

Baron

Saptosari

Klampok

Sepanjang Ngarenehan

Drini Ngobaran

Kukup Nguyahan

Krakal

Sumber : Dinas Parawisata Kabupaten Gunungkidul.

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa enam kecamatan yang ada di

Kabupaten Gunungkidul tersebut merupakan pantai yang askes jalan dan

infrastruktur serta fasilitas yang sudah siap untuk dikunjungi. Dari 60 objek

wisata pantai hanya ada 20 objek wisata yang berada dalam kondisi siap

untuk dikunjungi dan dinikmati oleh wisatawan. Kecamatan Tepus adalah

yang paling banyak memiliki objek wisata pantai. Akan tetapi dikarenakan

kurangnya sumber daya, saat ini hanya mampu mengelola 6-10 objek wisata

pantai saja. Pemerintah seharusnya mengambil tindakan cepat dalam

mempersiapkan askes dan fasilitas sekaligus menyiapkan sumber daya

untuk mengelola objek wisata pantai yang masih jauh dari katagori siap

untuk dikunjungi. Sehingga wisatawan mempunyai banyak pilihan objek

wisata dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan serta memberikan

(23)

Para pengunjung terus bertambah setiap tahunya mengingat informasi

yang didapatkan sekarang lebih cepat. Dari tahun ke tahun wisatawan yang

berkunjung terus bertambah dan pendapatan dari objek wisata pantai

semakin besar. Hal ini merupakan aset sumber daya alam yang mampu

menopang pembangunan masyarakat pesisir pantai Gunungkidul untuk

mencapai kesejaahteran masayarakat sekitar.

Tabel 1.2

Data Pengunjung Dan Pendapatan Dari Objek Wisata di Pantai Gunungkidul

Dari tabel 1.2 diatas diketahui dari lima pos ditunjukkan bahwa setiap

tahunnya pengunjung atau wisatawan yang melewati pos-pos pantai tersebut

mengalami peningkatan. Pengunjung yang melewati pos Pantai Baron

memiliki pengunjung paling banyak yaitu dengan pendapatan Rp

4.082.203.834. Di urutan kedua adalah pos pantai Tepus yang paling banyak

atau sering dilewati dengan pendapatan Rp 1.693.334.316. Sedangkan untuk

tiga pos lainnya pendapatan yang diterima masih jauh dari pendapatan

kedua pos tersebut. Hal ini dikarenakan masih kurangnya akses jalan dan

infrastruktur untuk menuju ke lokasi pantai dan masih buruknya fasilitas

(24)

Daerah pesisir pantai di Kabupaten Gunungkidul tidak hanya

mengandalkan objek pariwisata saja, melainkan juga memanfaatkan sumber

daya alam laut. Terbukti dengan penghasilan yang semakin meningkat dari

tahun ke tahun. Pada tahun 2012 para nelayan mampu memproduksi ikan

laut sebesar 6.844 ton diantaranya 1.984 ton ikan laut dan 4.860 ton ikan

darat. Sedangkan pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebanyak 8.909

ton diantarnya 2.400 ton ikan laut dan 6.509 ton ikan darat. Meskipun jauh

dari harapan untuk memproduksi ikan dengan sumber daya laut yang

tersedia akan tetapi produksi ikan di kawasan pesisir pantai mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Bukan hanya sumber daya alam laut saja,

masyarakat di kawasan pesisir pantai Gunungkidul juga mengolah lahan

pertanian. Jika cuaca tidak bersahabat maka para nelayan masih bisa

memproduksi hasil tanaman dari lahan pertanian yang ada.

Indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah bisa dilihat laju

pertumbuhan ekonominya. Setiap daerah selalu menetapkan target laju

pertumbuhan yang tinggi didalam perencanaan dan tujuan pembangunan

daerahnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan

kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Karena penduduk

bertambah terus, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahunnya.

Hal ini dapat terpenuhi lewat peningkatan output secara agregat baik barang

maupun jasa atau Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya. Jadi,

(25)

penambahan PDB yang berarti juga penambahan pendapatan nasional

(Tambunan, 2001).

Menurut Lincolin Arsyad (1999) tingkat pertumbuhan ekonomi yang

tinggi hanya sedikit manfaatnya dalam memecahkan masalah kemiskinan,

masih banyak penduduk yang memiliki pendapatan dibawah standar

kebutuhan hidupnya. Pertumbuhan ekonomi gagal untuk mengurangi

bahkan menghilangkan besarnya kemiskinan absolut. Jadi pertumbuhan

PDB yang cepat tidak secara otomatis meningkatkan taraf hidup

masyarakatnya. Dengan kata lain bahwa apa yang disebut dengan “Trickle Down Effects” atau efek cucuran ke bawah dari manfaat pertumbuhan ekonomi bagi penduduk miskin tidak terjadi seperti apa yang diharapkan

bahkan berjalan cenderung sangat lambat.

PDRB per kapita daerah merupakan salah satu alat untuk mengukur

tingkat kesejahteraan penduduk di suatu daerah. Dimana jika semakin besar

PDRB per kapitanya maka bisa diartikan semakin baik tingkat kesejahteraan

masyarakatnya. Begitu juga sebaliknya apabila PDRB semakin kecil maka

(26)

Tabel 1.3

Daftar Urutan Dari 18 Kecamatan berdasarkan Besarnya PDRB PerkapitaTahun 2013, Atas Dasar Berlaku

Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah)

Urutan Kecamatan PDRB Per Kapita

Berlaku Konstan

7 Girisubo 11.166.783 5.572.801

8 Purwosari 11.094.709 5.107.692

9 Tanjungsari 11.042.260 5.261.696

10 Panggang 10.398.390 4.712.215

13 Saptosari 10.072.224 4.984.468

17 Tepus 8.664.111 4.168.904

Sumber : Badan Pusat Statistik.

Dari tabel 1.3 dapat dilihat bahwa dari 18 kecamatan yang ada di

Kabupaten Gunungkidul setelah diurutkan 6 kecamatan yang ada di

kawasan pesisir pantai tergolong kedalam urutan bawah. Kecamatan Tepus

menempati urutan 17 dari 18 kecamatan dan berada di urutan terakhir di

kawasan pesisir pantai. Sebagaimana diketahui di Kecamatan Tepus ini

terdapat kawasan objek wisata pantai paling banyak diantara 6 kacamatan

yang ada. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat di kawasan pesisir pantai

Gunungkidul masih tergolong kurang sejahtera di bandingkan dengan

kecamatan yang lainya. Dengan potensi sumber daya alam yang melimpah

di kawasan pesisir ini seharusnya mampu membuat masyarakat lebih

sejahtera apabila mampu memberdayakan dan memanfaatkan sumber daya

yang ada saat ini.

Dalam realitas dan yang menjadi permasalahannya adalah kehidupan

masyarakat pesisir senantiasa dilanda kemiskinan, bahkan menurut Nasution

(2005), kehidupan nelayan sering diidentikkan dengan kemiskinan. Menurut

(27)

saat ini masih di bawah sektor-sektor lain, termasuk sector pertanian agraris.

Para nelayan yang termasuk nelayan buruh dan nelayan tradisional

merupakan kelompok masyarakat yang digolongkan sebagai lapisan sosial

yang paling miskin diantara kelompok masyarakat lain di sector pertanian.

Tidak hanya itu, apabila dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di

wilayah perkotaan dan sebagainya para nelayan ini masih dalam keadaan

keterbelakangan, baik dalam hal kesejahteraan maupun tingkat pendapatan

perkapita. Menurut Dahuri (2001), potret kemiskinan masyarakat pesisir

yang sesungguhnya menjadi suatu ironi, mengingat Indonesia memiliki

wilayah laut yang sangat luas. Dahuri dan Alimuddin (2004) menambahkan

bahwa masih kurang kesadaran dari masyarakat dalam melihat dan

menyikapi makna penting dan strategisnya laut dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka peneliti

tertarik untuk meneliti tentang keadaan kawasan pesisir selatan Pulau Jawa

tepatnya di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini mengambil judul

Analisis Perekonomian Masyarakat Pesisir di Kabupaten Gunungkidul,

(28)

B. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, permasalahan yang akan diteliti dibatasi hanya

dilakukan di Kabupaten Gunungkidul, tepatnya di kawasan pesisir pantai

selatan.

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, untuk memberikan batasan dan

pedoman arah penelitian maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana laju pertumbuhan dan kontribusi di kawasan pesisir pantai

Kabupaten Gunungkidul berdasarkan Analisis Tipologi Klassen?

2. Bagaimana perubahan dan pergeseran sektor perekonomian di

kawasan pesisir pantai Kabupaten Gunungkidul berdasarkan Analisis

Shift Share?

3. Apa saja sektor–sektor yang termasuk sektor basis dan sektor non

basis perekonomian di kawasan pesisir pantai Kabupaten

Gunungkidul berdasarkan Analisis Location Quotion (LQ)?

4. Bagaimana meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

(29)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui laju pertumbuhan dan kontribusi di kawasan pesisir

pantai Kabupaten Gunungkidul.

2. Untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor perekonomian di

kawasan pesisir pantai Kabupaten Gunungkidul.

3. Untuk mengetahui sektor-sektor apa yang menjadi sektor basis dan

non basis dalam perekonomian di kawasan pesisir pantai Kabupaten

Gunungkidul.

4. Untuk mengetahui cara meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

masyarakat di Kabupaten Gunungkidul.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian dapat digunakan oleh Pemerintah atau instansi

di Kabupaten Gunungkidul sebagai bahan acuan untuk

menentukan kebijakan pengelolaan di sektor perikanan dan

kelautan.

b. Hasil empiris dapat digunakan untuk merencanakan prospek

masa depan dalam pengelolaan di sektor perikanan dan

(30)

2. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah pengetahuan

dan penelitian yang berhubungan dengan pembangunan dan

perencanaan ekonomi Kabupaten Gunungkidul.

b. Hasil penelitian dapat di gunakan untuk pihak-pihak yang

membutuhkan untuk penelitian lanjutan di dalam bidang

(31)

14 A. Konsep Pembangunan Daerah

Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah dapat

ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah

pertumbuhan pendapatan masyarakat secara keseluruhan sebagai cerminan

kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang tercipta di suatu wilayah. Sedangkan menurut Todaro (1994) pembangunan harus dipahami sebagai

suatu proses multidimensi yang melibatkan perubahan-perubahan dalam

struktur, sikap dan faktor kelembagaan, juga percepatan pertumbuhan

ekonomi, pengurangan ketidakadilan dan penghapusan kemiskinan absolut.

Tujuan pembangunan daerah adalah meningkatkan kesejahteraan

masyarakat daerah tersebut dan kualitas hidup manusia serta

penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar,

pembangunan sarana dan prasarana, membangun potensi ekonomi lokal ,

serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Oleh karena itu, pada periode tahun 2015-2019 pembangunan daerah

diarahkan untuk penguatan daerah dan masyarakatnya, serta pengembangan

pusat-pusat pertumbuhan di daerah untuk mendorong pengembangan daerah

yang berkelanjutan yang memiliki ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi

(32)

B. Definisi Masyarakat Pesisir

Menurut Suharto (2005), masyarakat dapat diartikan dalam dua

konsep, yaitu :

1. Masyarakat sebagai sebuah “tempat bersama”, yakni sebuah wilayah

geografi yang sama.

2. Masyarakat sebagai “kepentingan bersama”, yakni kesamaan

berdasarkan kebudayaan dan identitas.

Sedangkan wilayah pesisir menurut Soegiarto (1976) merupakan

daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat meliputi bagian

daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi

sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin.

Sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh

proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air

tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti

penggundulan hutan dan pencemaran

Ditinjau dari garis pantai, suatu wilayah pesisir memiliki dua kategori

batas, yaitu sejajar dengan garis pantai (longshore) dan batas yang tegak lurus dengan garis pantai (crosshore). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada garis batas yang nyata di wilayah pesisir. Batas tersebut hanyalah garis

khayal yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat. Di

tempat yang landai, garis ini dapat berada jauh dari garis pantai, dan

(33)

Maka masyarakat pesisir dapat didefinisikan masyarakat yang

bertempat tinggal di daerah antara pertemuan laut dengan darat, baik kering

maupun terendam yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan

angin laut.

C. Sifat dan Karakteristik Masyarakat Pesisir Sifat masyarakat pesisir adalah :

1. Sangat dipengaruhi oleh jenis kegiatan. Contohnya seperti usaha

perikanan tangkap, usaha perikanan tambak, dan usaha pengelolaan

hasil perikanan yang memang dominan dilakukan.

2. Sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, musim dan juga pasar.

3. Struktur masyarakat yang masih sederhana dan belum banyak

dimasuki oleh pihak luar. Hal ini dikarenakan baik budaya, tatanan

hidup, dan kegiatan masyarakat relatif homogen dan maasing-masing

individu merasa mempunyai kepentingan yang sama dan tanggung

jawab dalam melaksanakan dan mengawasi hukum yang sudah

disepakati bersama.

4. Sebagian besar masyarakan pesisir bekerja sebagai nelayan.

Nelayan adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi

yang mata pencahariannya atau kegiatan usahanya melakukan

(34)

Sedangkan karakteristik atau tipologi masyarakat pesisir yaitu :

1. Sebagian besar penduduk daerah pesisir memiliki mata pencaharian

sebagai nelayan.

2. Petani menghadapi situasi ekologis yang dapat dikontrol, sedangkan

nelayan dihadapkan pada situasi ekologis yang sulit dikontrol.

3. Perikanan tangkap bersifat Open Accessehingga nelayan juga harus berpindah-pindah dan terdapat elemen resiko yang harus dihadapi

lebih besar dari pada yang resiko yang harus dihadapi oleh petani

(Pollnack, 1998).

4. Selain itu nelayan juga harus berhadapan dengan kehidupan laut yang

sangat keras sehingga membuat mereka umumnya bersikap keras,

tegas, dan terbuka.

D. Dinamika Masyarakat Pesisir

1. Konteks Masyarakat Nelayan.

Menurut Imron (2003) dalam Mulyadi (2005), nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung

pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun

budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah

lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya. Seperti

masyarakat yang lain, masyarakat nelayan menghadapi sejumlah

masalah politik, sosial dan ekonomi yang kompleks. Masalah-masalah

(35)

a. Kemiskinan, kesenjangan sosial dan tekanan-tekanan ekonomi

yang datang setiap saat.

b. Keterbatasan akses modal, teknologi dan pasar sehingga

memengaruhi dinamika usaha.

c. Kelemahan fungsi kelembagaan sosial ekonomi yang ada.

d. Kualitas sumberdaya mayarakat yang rendah sebagai akibat

keterbatasan akses pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik.

e. Degradasi sumberdaya lingkungan baik di kawasan pesisir, laut,

maupun pulau-pulau kecil.

f. Belum kuatnya kebijakan yang berorientasi pada kemaritiman

sebagai pilar utama pembangunan nasional (Kusnadi, 2006

dalam Kusnadi 2009). 2. Penggolongan Nelayan.

Ada kelompok nelayan yang memiliki beberapa perbedaan

dalam karakteristik sosial dan kependudukan. Perbedaan tersebut

dapat dilihat pada kelompok umur, pendidikan, status sosial dan

kepercayaan. Menurut Charles (2001) dalam Widodo (2006)

kelompok nelayan dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu:

a. Nelayan subsisten (subsistence fishers), yaitu nelayan yang menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

b. Nelayan asli (native/indigenous/aboriginal fishers), yaitu nelayan yang sedikit banyak memiliki karakter yang sama

(36)

melakukan aktivitas secara komersial walaupun dalam skala

yang sangat kecil.

c. Nelayan rekreasi (recreational/sport fishers), yaitu orang-orang yang secara prinsip melakukan kegiatan penangkapan hanya

sekedar untuk kesenangan atau berolahraga.

d. Nelayan komersial (commercial fishers), yaitu mereka yang menangkap ikan untuk tujuan komersial atau dipasarkan baik

untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. Kelompok nelayan

ini dibagi dua, yaitu nelayan skala kecil dan skala besar.

Selain pengelompokkan tersebut, terdapat beberapa terminologi

yang sering digunakan untuk menggambarkan kelompok nelayan,

seperti nelayan penuh untuk mereka yang menggantungkan

keseluruhan hidupnya dari menangkap ikan. Nelayan sambilan untuk

mereka yang hanya sebagian dari hidupnya tergantung dari

menangkap ikan (lainnya dari aktivitas seperti pertanian, buruh dan

tukang). Juragan untuk mereka yang memiliki sumberdaya ekonomi

untuk usaha perikanan seperti kapal dan alat tangkap. Anak Buah

Kapal (ABK/pandega) untuk mereka yang mengalokasikan waktunya

dan memperoleh pendapatan dari hasil pengoperasian alat tangkap

ikan, seperti kapal milik juragan.

3. Posisi Nelayan dalam Masyarakat Pesisir

Menurut Kusnadi (2009), dalam perspektif stratifikasi sosial

(37)

Masyarakat pesisir terbentuk oleh kelompok-kelompok sosial yang

beragam. Dilihat dari aspek interaksi masyarakat dengan sumberdaya

ekonomi yang tersedia di kawasan pesisir, masyarakat pesisir

terkelompok sebagai berikut:

a. Pemanfaat langsung sumberdaya lingkungan, seperti nelayan

(yang pokok), pembudidaya ikan di perairan pantai (dengan

jarring apung atau karamba), pembudidaya rumput laut/mutiara,

dan petambak.

b. Pengolah hasil ikan atau hasil laut lainnya, seperti pemindang,

pengering ikan, pengasap, pengusaha terasi/krupuk ikan/tepung

ikan, dan sebagainya.

c. Penunjang kegiatan ekonomi perikanan, seperti pemilik toko

atau warung, pemilik bengkel (montir dan las), pengusaha

angkutan, tukang perahu dan buruh kasar (manol).

Selanjutnya Kusnadi (2009) mengatakan, di desa-desa pesisir

yang memiliki potensi perikanan laut cukup besar dan memberi

peluang mata pencarian bagi sebagian besar masyarakat pesisir

melakukan kegiatan penangkapan, masyarakat atau kelompok sosial

nelayan merupakan pilar sosial, ekonomi dan budaya masyarakat

pesisir. Karena masyarakat nelayan berposisi sebagai produsen

perikanan laut, maka kontribusi mereka terhadap dinamika sosial

ekonomi lokal sangatlah besar. Peluang kerja di sektor perikanan laut

(38)

masyarakat lokal, tetapi juga kepada masyarakat-desa-desa lain di

daerah hulu yang berbatasan dengan desa nelayan tersebut.

Masyarakat nelayan merupakan unsur sosial yang sangat penting

dalam struktur masyarakat pesisir, maka kebudayaan yang mereka

miliki mewarnai karakteristik kebudayaan atau perilaku sosial budaya

masyarakat pesisir secara umum. Karakteristik yang menjadi ciri-ciri

sosial budaya masyarakat nelayan adalah sebagai berikut: memiliki

struktur relasi patron-klien yang sangat kuat, etos kerja tinggi,

memanfaatkan kemampuan diri dan adaptasi optimal, kompetitif dan

berorientasi prestasi, apresiatif terhadap keahlian, kekayaan dan

kesuksesan hidup, terbuka dan ekspresif, solidaritas sosial tinggi,

sistem pembagian kerja berbasis seks (laut menjadi ranah laki-laki dan

darat adalah ranah kaum perempuan), dan berperilaku “konsumtif”

(Kusnadi, 2009).

4. Nelayan dan Kemiskinan

Menurut Mulyadi (2007), kemiskinan merupakan masalah yang

bersifat kompleks dan multidimensional, baik dilihat dari aspek

kultural maupun aspek struktural. Ada empat masalah pokok yang

(39)

(vulnerability), keterpurukan (voicelessness), dan ketidakberdayaan (powerlessness) dalam segala bidang.

Jika dilihat dari lingkupnya, kemiskinan nelayan terdiri dari

kemiskinan prasarana dan kemiskinan keluarga. Kemiskinan

prasarana dapat dilihat pada ada tidaknya ketersediaan prasarana fisik

di desa-desa nelayan, yang pada umumnya masih sangat minim,

seperti tidak tersedianya air bersih, jauh dari pasar, dan tidak adanya

akses untuk mendapatkan bahan bakar yang sesuai dengan harga

standar. Kemiskinan prasarana secara tidak langsung juga memiliki

andil bagi munculnya kemiskinan keluarga, kemiskinan prasarana

dapat mengakibatkan keluarga yang berada garis kemiskinan bisa

merosot ke dalam kelompok keluarga miskin (Mulyadi, 2007).

Menurut Soetrisno (1995) dalamMulyadi 2007, hal utama yang

terkandung dalam kemiskinan adalah kerentanan dan

ketidakberdayaan. Dengan kerentanan yang dialami, orang miskin

akan mengalami kesulitan untuk menghadapi situasi darurat. Ini dapat

dilihat pada nelayan perorangan misalnya, mengalami kesulitan untuk

membeli bahan bakar untuk keperluan melaut. Hal ini disebabkan

sebelumnya tidak ada hasil tangkapan yang bisa dijual, dan tidak ada

dana cadangan yang dapat digunakan untuk keperluan yang

mendesak. Hal yang sama juga dialami oleh nelayan buruh, mereka

(40)

mempekerjakannya, meskipun bagi hasil yang diterimanya dirasakan

tidak adil.

E. Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Pemberdayaan pada hakikatnya merupakan suatu usaha untuk

mengatasi ketidakberdayaan individu dan masyarakat dalam menghadapi

masalah dan meningkatkan kemampuan mengambil keputusan yang

menyangkut dirinya sendiri dan memberi kesempatan untuk

mengaktualisasikan diri. Saat ini banyak program pemberdayaan yang

menklaim sebagai program yang berdasar kepada keinginan dan kebutuhan

masyarakat (bottom up), tapi ironisnya masyarakat tetap saja tidak merasa memiliki akan program-program tersebut sehingga tidak aneh banyak

program yang hanya seumur masa proyek dan berakhir tanpa dampak berarti

bagi kehidupan masyarakat.

Memberdayakan masyarakat pesisir berarti menciptakan peluang bagi

masyarakat pesisir untuk menentukan kebutuhannya, merencanakan dan

melaksanakan kegiatannya, yang akhirnya menciptakan kemandirian

permanen dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Memberdayakan

masyarakat pesisir tidaklah seperti memberdayakan kelompok-kelompok

masyarakat lainnya, karena didalam habitat pesisir terdapat banyak

kelompok kehidupan masayarakat diantaranya:

1. Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir

(41)

Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan

tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional. Kedua kelompok ini

dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang digunakan dan

jangkauan wilayah tangkapannya.

2. Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakat

pesisir yang bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan.

Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui

pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang

selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke

pasar-pasar lokal. Umumnya yang menjadi pengumpul ini adalah kelompok

masyarakat pesisir yang perempuan.

3. Masyarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang

paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari

mereka dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu membelenggu

kehidupan mereka, mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang

memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai

buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan

penghasilan yang minim.

Banyak sudah program pemberdayaan yang dilaksanakan pemerintah,

salah satunya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP).

Pada intinya program ini dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu:

1. Kelembagaan. Bahwa untuk memperkuat posisi masyarakat, mereka

(42)

segala aspirasi dan tuntutan mereka dapat disalurkan secara baik.

Kelembagaan ini juga dapat menjadi penghubung (intermediate) antara pemerintah dan swasta.

2. Pendampingan. Keberadaan pendamping memang dirasakan sangat

dibutuhkan dalam setiap program pemberdayaan. Peran pendamping

sangatlah penting terutama mendapingi masyarakat menjalankan

aktivitas usahanya. Namun yang terpenting dari pendampingan ini

adalah menempatkan orang yang tepat pada kelompok yang tepat

pula.

3. Dana Usaha Produktif Bergulir. Pada program PEMP juga disediakan dana untuk mengembangkan usaha-usaha produktif yang menjadi pilihan dari

masyarakat itu sendiri. Setelah kelompok pemanfaat dana tersebut berhasil,

mereka harus menyisihkan keuntungannya untuk digulirkan kepada

kelompok masyarakat lain yang membutuhkannya.

Untuk dapat memberdayakan sumberdaya manusia dapat digunakan

salah satu paradigma yang disebut dengan paradigma pembangunan yang

bertumpu pada manusia. Paradigma pembangunan memberikan peran

individu bukan sebagai objek pembangunan, tetapi sebagai subjek yang

menentukan tujuan, menguasai sumber-sumber, mengarahkan proses

menentukan hidup mereka. Karenanya paradigma pembangunan yang

dipusatkan pada kepentingan rakyat sebagai lawan bagi pembangunan yang

(43)

F. Sasaran Pembangunan Wilayah Pesisir

Sasaran pembangunan wilayah pesisir dan lautan dalam Pembangunan

Jangka Panjang II adalah terwujudnya kedaulatan atas wilayah perairan

Indonesia dan yurisdiksi nasional dalam wawasan nusantara, terciptanya

industri kelautan yang kukuh dan maju yang didorong oleh kemitraan usaha

yang erat antara badan usaha koperasi, negara, dan swasta serta

pendayagunaan sumber daya laut yang didukung oleh sumber daya manusia

yang berkualitas, maju dan profesional dengan iklim usaha yang sehat, serta

pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga terwujud

kemampuan untuk mendayagunakan potensi laut guna meningkatkan

kesejahteraan rakyat secara optimal, serta terpeliharanya kelestarian fungsi

lingkungan hidup.

Secara umum, tujuan jangka panjang pembangunan wilayah pesisir

dan lautan di Indonesia antara lain adalah :

1. Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan

kerja dan kesempatan usaha.

2. Pembangunan program dan kegiatan yang mengarah kepada

peningkatan pemanfaatan secara optimal dan lestari sumber daya di

wilayah pesisir dan lautan.

3. Peningkatan kemampuan peran serta masyarakat pantai dalam

pelestarian lingkungan.

4. Peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pembangunan di wilayah

(44)

Dari segi arahan, ditegaskan bahwa pembangunan kelautan dalam PJP

II yang dimulai pada Repelita VI dan program pembangunan Nasional

(Propensi) diarahkan pada pendayagunaan sumber daya laut dan dasar laut

serta pemanfaatan fungsi wilayah laut termasuk ZEE secara serasi dan

seimbang dengan memperhatikan daya dukung dan kelestarian, yang

ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, memperluas

kesempatan usaha dan lapangan kerja, dan mendukung penegakan

kedaulatan, yurisdiski nasional dan perwujudan wawasan nusantara. Dalam

rangka pendayagunaan sumber daya laut, sasaran PJP II yang menyangkut

berbagai industri kelautan adalah terwujudnya industri perikanan yang

mandiri didukung oleh usaha yang mantap dalam pengelolaan, dan

pemasyarakatan hasilnya sesuai dengan potensi lestari dan sekaligus

peningkatan taraf hidup nelayan. Sasaran industri maritim dan perkapalan

adalah terwujudnya kemampuan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan dalam

negeri dan untuk ekspor. Sasaran industri transportasi adalah terwujudnya

pelayanan angkutan laut yang andal dalam suatu sistem transportasi nasional

yang didukung oleh fasilitas pelabuhan, industri maritim dan fasilitas

keselamatan maritim yang andal serta ditunjang oleh tenaga kerja dan

manajemen bermutu. Sedangkan sasaran industri pariwisata bahari adalah

terwujudnya kondisi dan pelayanan pariwisata yang andal dalam

keseluruhan sistem dan pola pembangunan wilayah pesisir dan laut yang

(45)

G. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang terkait dengan pembangunan masyarakat

pesisir pantai adalah penelitian dengan judul “Potensi Pembangunan

Masyarakat Pesisir Selatan : Masalah dan Tantangannya” yang dilakukan

oleh Imamudin Yuliadi (2013). Penelitian ini menggunakan metode

Location Quotion (LQ), Shift-Share dan Typologi Klassen. Dari penelitian

menunjukkan bahwa di provinsi DIY pengembangan sektor perikanan

masih perlu membutuhkan perencanaan dan pengembangan yang

komprehensif dari semua stakeholders baik pemerintah, nelayan, masyarakat dan dunia usaha.

Maxthasen Tampilang, Rosalina Koleangan dan Patrick Wauran

(2009) telah meneliti tentang “Analisis Potensi Perekonomian Daerah

Kabupaten Kepulauan Talaud”. Teknik analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisis Typologi Klassen, Shift Share, Location

Quotient (LQ), Model Rasio Pertumbuhan (MRP), Overlay, dan analisis

Rasio Penduduk Pengerjaan (RPP). Berdasarkan hasil penelitian dapat

diketahui bahwa di Kabupaten Kepulauan Talaud selama periode tahun

2008-2012, menurut analisis Typologi Klassen tidak ada sektor yang masuk

dalam klasifikasi kuadran I (sektor maju dan tumbuh cepat). Berdasarkan

hasil analisis Shift Share kesembilan sektor perekonomian mengalami

pertumbuhan dari tahun ke tahun walaupun nilainya tidak konstan. Hasil

analisis Location Quotient (LQ) sektor yang merupakan sektor basis yaitu

(46)

dominan pertumbuhan adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sektor

konstruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan real estat

dan jasa perusahaan. Hasil analisis Overlay tidak ada sektor potensial untuk

dikembangkan berdasarkan kriteria pertumbuhan (+) dan kriteria kontribusi

(+). Nilai RPP tertinggi adalah sektor pertanian.

Norma Rita Sari (2013) melakukan penelitian dengan judul “Analisis

Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Antar Provinsi di

Indonesia Tahun 2004-2010”. Penelitian ini menggunakan analisis

pertumbuhan ekonomi, Location Quotient (LQ), Shift-Share, Typologi

Klassen, Indeks Williamson dan hipotesis U terbalik. Hasil penelitian ini

menjelaskan bahwa sektor jasa dan sektor pertanian termasuk sektor yang

berpotensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tiap Provinsi di

Indonesia. Masih ada Provinsi di Indonesia yang tergolong dalam Provinsi

relatif tertinggal, tercatat sebanyak 14 Provinsi termasuk daerah relatif

tertinggal. Disparitas pendapatan antar Provinsi di Indonesia tahun

2004-2010 tergolong tinggi (>0,5) dan mengalami kecenderungan menurun. Sementara hipotesis “U” terbalik Kuznets yang menggambarkan hubungan

antara pertumbuhan dengan ketimpangan berlaku di Propinsi Indonesia.

Cholif Prasetio Wicaksono (2010) telah melakukan penelitian dengan

judul “Analisis Disparitas Pendapatan Antar Kabupaten/Kota dan

Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2007”.

Metode analisis yang digunakan adalah analisis pertumbuhan ekonomi,

(47)

dan Indeks Theil. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa sektor industri

pengolahan dan sektor pertanian termasuk sektor yang berpotensi untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi tiap kabupaten / kota di Propinsi Jawa

Tengah. Masih banyak daerah di Propinsi Jawa Tengah yang tergolong

dalam daerah relatif tertinggal, tercatat sebanyak 14 kabupaten termasuk

daerah relatif tertinggal. Disparitas pendapatan antar daerah di Propinsi

Jawa Tengah tahun 2003-2007 tegolong tinggi (>0,5) dan mengalami

kecenderungan menurun. Sementara hipotesis “U” terbalik Kuznets yang

menggambarkan hubungan antara pertumbuhan dengan ketimpangan tidak

berlaku di Propinsi Jawa Tengah.

Muhammad Asyiquddin (2012) melakukan penelitian dengan judul “Strategi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Kecamatan Wates

Kabupaten Kulon Progo”. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu menggunakan analisis SWOT, dan wawancara yang mendalam

kepada masyarkat. Hasil dari penelitian di desa Karangwuni dimna sebagian

besar penduduk mempunyai mata pencharian sebgai petani,nelayan maupun

buruh tambang pasir yang dimna mempunyai potensi sumber daya alam laut

yang cukup besar belum mampu dan tidak sesuai yang dihapakan oleh

Pemerintah setempat untuk meningkatankan kesejahteraan masyarakat baik

dalam permodalan maupun melalui program pemberdayaan.

Penelitian yang dilakukan Muh Jufri Yusuf (2013) berjudul “Studi

Pemberdayan Masyarakat Peisir Di Kabuoateb Nunukan” menggunakan alat

(48)

variabel mandiri tanpa melakukan perbandingan atau menghubungkan

dengan variabel yang lain fokus dalam perencanaan, pe;aksanaan,

pemanfaatan hasil dan evaluasi. Hasil penelitian dapat disimuplkan bahwa

pemberdayaan masyarakat Nunukan selatan sudah berjalan sesuai dengan

perencanaan pemerintan daerag namun didalam pemberdayaan masih

terdapat hambatan diantaranya anggaran yang masih terbilang minim dan

para penyuluh sosialisai Dinas Perikanan dan Kelautan yang masih kurang

sehingga menghambbat laju pemberdayaan masyarkat yang ada di kelurahab

(49)

32 A. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi ini diambil di enam kecamatan yang

ada di Kabupaten Gunungkidul di daerah pesisir yang letaknya cukup dekat

dari Kota Yogyakarta dan akses jalannya juga cukup mudah dan terjangkau.

B. Jenis Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini seluruhnya adalah data

sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil pengolahan

pihak kedua atau data yang diperoleh dari hasil publikasi pihak lain. Data

sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Biro Pusat

Statistik Kabupaten Gunungkidul, internet, serta data-data hasil publikasi

pihak lain yang terkait dengan penelitian ini.

C. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

merupakan data yang diambil dari pihak lain atau merupakan data yang

diolah dari pihak kedua. Karena data yang digunakan adalah data sekunder,

maka tidak dilakukan pengumpulan data primer sehingga tidak diperlukan

(50)

dalam penelitian ini adalah dokumentasi dengan menggunakan data yang

berkaitan dengan objek penelitian yang didapatkan dari kantor statistik

maupun melalui literatur-literatur lainnya yang sesuai dengan penelitian ini.

D. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan oleh

peneliti dalam mengoperasionalisasikan konstrak, sehingga memungkinkan

bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dangancara

yang sama atau mengembangkan cara pengukuran konstrak yang lebih baik

(Indriantoro dan Supomo, 1999).

Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah dipaparkan

terlebih dahulu, maka variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB).

PDRB merupakan jumlah nilai tambah (value added) yang timbul dari semua unit produksi di dalam suatu wilayah dalam jangka

waktu tertentu. Dinyatakan absolut dalam rupiah per tahun. PDRB

yang dipakai adalah PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000,

sehingga perkembangan aggregat terjadi dari tahun ke tahun

merupakan perkembangan produksi riil.

2. PDRB per kapita.

PDRB per kapita merupakan hasil bagi antara pendapatan

regional suatu daerah dengan jumlah penduduk pada daerah tersebut.

(51)

jumlah penduduk pertengahan tahun, akan tetapi dalam penelitian ini

digunakan data penduduk sesuai dengan yang diperoleh dari kantor

BPS.

3. Laju Pertumbuhan Ekonomi.

Laju pertumbuhan ekonomi adalah hasil bagi dari selisih antara

PDRB per tahun tertentu dan PDRB pada tahun sebelumnya dengan

PDRB pada tahun sebelumnya. Parameter yang digunakan untuk

mengukur laju pertumbuhan ekonomi adalah prosentase.

4. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk yang dimaksud adalah keseluruhan penduduk

yang tinggal di Kabupaten Gunungkidul yang tersebar dalam 18

Kecamatan selama tahun 2010-2014. Penduduk juga ikut berperan

serta dalam kegiatan perekonomian daerah tertentu sehingga

keberadaanya juga sangat berpengaruh bagi proses perhitungan PDRB

daerah setempat.

5. Struktur Ekonomi

Struktur ekonomi dalam penelitian ini merupakan

komposisi/kontribusi dari kegiatan produksi secara sektoral menurut

lapangan usaha yang mengacu pada klasifikasi yang telah dibuat oleh

BPS.

6. Daerah

Daerah dalam penelitian ini mengacu pada pendekatan

(52)

sehingga suatu daerah merupakan kesatuan administrasi atau politik

pemerintahan.

E. Metode Analisis Data

1. Analisis Struktur Perekonomi Daerah

Analisis struktur perekonomian daerah untuk menjelaskan pola

perkembangan dan potensi ekonomi daerah ditinjau dari

perkembangan data PDRB di tiap kecamatan pesisir pantai Kabupaten

Gunungkidul. Dari analisis struktur perekonomian daerah akan

diketahui potensi pengemangan ekonomi serta dapat menjadi

informasi dalam merumuskan strategi pembangunan ekonomi daerah.

Analisis struktur perekonomian daerah dapat ditinjau dari aspek

proposi dan kontribusi tiap sektor/sub sektor dalam perekonomian

daerah.

2. Analisis LQ (Location Quotion)

Metode Location Quotient digunakan untuk mengetahui sektor

basis atau potensial suatu daerah tertentu. Metode ini menyajikan

perbandingan relatif antara kemampuan sektor di daerah dengan

kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas.

Rumus Location Quotient (LQ) adalah :

(53)

Vi : Nilai tambah sektor di tingkat daerah yang lebih luas (Provinsi)

Vt : PDRB di tingkat daerah yang lebih luas (Provinsi)

Dari perhitungan LQ, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Jika nilai LQ > 1, maka sektor tersebut merupakan sektor basis.

Artinya, sektor tersebut tidak hanya memenuhi kebutuhan di

dalam daerah saja namun juga kebutuhan di luar daerah karena

sektor ini sangat potensial untuk dikembangkan.

b. Jika nilai LQ = 1, maka sektor tersebut hanya cukup memenuhi

kebutuhan di daerahnya saja.

c. Jika nilai LQ < 1, maka sektor tersebut merupakan sektor non

basis dan perlu impor produk dari luar daerah karena sektor ini

kurang prospektif untuk dikembangkan.

3. Analisis Shift Share

Analisis Shift Share merupakan teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis sektor potensial atau basis dalam perekonomian

nasional. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja atau

produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya

dengan daerah yang lebih besar ( regional dan nasional). Analisis shift share memungkinkan pelaku analisis untuk dapat mengidentifikasi keunggulan daerahnya dan menganalisis industry/sector yang menjadi

dasar perekonomian daerah. Analisis ini juga digunakan untuk

(54)

Alat analisis ini digunakan untuk mengetahui perubahan dan

pergeseran perekonomian Kabupaten Gunungkidul melalui komponen

pertumbuhan provinsi, komponen bauran industri dan komponen

keunggulan kompetitif per sektor ekonomi di Kabupaten

Gunungkidul. Menurut Soepomo (2003) persamaan shift share dapat

ditulis sebagai berikut:

Dij = Nij + Mij + Cij [3.2]

Dij = E*ij - Eij [3.3]

Nij = Eij * rn [3.4]

Mij = Eij (rin– rn) [3.5]

Cij = Eij (rij– rin) [3.6]

Keterangan:

rij : Laju pertumbuhan sector i di Kabupaten/Daerah

rin : Laju pertumbuhan sector I di Provinsi

rn : Laju pertumbuhan PDB

Eij : PDRB sector i di Provinsi

Nij: Pengaruh Pertumbuhan Provinsi

Mij: Pengaruh Bauran Industri

Cij : Pengaruh Keunggulan Kompetitif

Dij : Analisis Shift-Share

Dimana :

a. Dij = perubahan suatu variabel regional sektor i di wilayah j

(55)

b. Nij = komponen pertumbuhan nasional sektor i di wilayah j

Merupakan share atau kontribusi komponen sektor i pada daerah

yang diatasnya atau nasional terhadap pertumbuhan sektor i di

daerah yang bersangkutan.

c. Mij = bauran industri sektor i di wilayah j Dengan ketentuan jika

Mij Positif maka pertumbuhan sektor i lebih cepat dibandingkan sektor sejenis di tingkat daerah yang diatasnya. Jika Mij negatif maka pertumbuhan sektor i lebih lambat di bandingkan sektor

sejenis di tingkat daerah yang di atasnya.

d. Cij = keunggulan kompetitif sektor i di wilayah j Dengan

ketentuan jika Cij positif maka sektor i memiliki daya saing yang lebih tinggi dibandingkan sektor sejenis di tingkat daerah

yang diatasnya. Jika Cij negative maka sektor i memiliki daya saing yang lebih rendah dibandingkan dengan sektor sejenis di

tingkat daerah yang di atasnya.

d. Analisis Typologi Klassen

Typologi Klassen dapat digunakan melalui dua pendekatan.

Yang pertama adalah dengan pendekatan sektoral yang

mendasarkan pengelompokan suatu sektor dengan melihat

pertumbuhan dan kontribusi sektor tertentu terhadap total PDRB

kota/provinsi dan yang kedua adalah dengan pendekatan wilayah

(56)

pendapatan atau produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita

daerah (Fajar,2010).

Menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu

vertikal dan rata-rata pendapatan perkapita sebagai sumbu horizontal,

daerah yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi. Menurut

Tipologi Daerah, daerah dibagi menjadi 4 klasifikasi :

a. Kuadran I: Daerah cepat maju dan cepat tumbuh adalah daerah

yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan

perkapita yang lebih tinggi dari rata-rata wilayah.

b. Kuadran II: Daerah maju tapi tertekan adalah daerah yang

memiliki pendapatan perkapita yang lebih tinggi, tetapi tingkat

pertumbuhan ekonominya lebih rendah dari rata-rata.

c. Kuadran III: Daerah berkembang cepat adalah daerah yang

memiliki tingkat pertumbuhan, tetapi tingkat perkapita lebih

rendah dari rata-rata.

d. Kuadran IV: Daerah relatif tertinggal adalah daerah yang

memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan

(57)

Tabel 3.1

Klasifikasi Typologi Klassen Pendekatan Sektoral/Daerah

Dimana:

Ri : laju pertumbuhan PDRB di kabupaten i

Yi : Pendapatan perkapita kabupaten i

R : Laju pertumbuhan PDRB

Y : Pendapatan perkapita rata-rata PDRB perkapita (y)

Laju Pertumbuhan (r)

Yi > y i < y

Ri > r

Kuadran I Daerah maju dan

Tumbuh cepat

Kuadran II Daerah maju tapi

tertekan

Ri < r

Kuadran III Daerah berkembang

cepat

Kuadran IV Daerah relative

(58)

41 A. Kondisi Umum Wilayah

1. Letak Geografis

Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu Kabupaten di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan Ibu Kota Wonosari

yang terletak 39 km sebelah Tenggara Kota Yogyakarta. Secara

geografis Kabupaten Gunungkidul berada pada 7°46′ LS-8°09′ LS dan

110°21′ BT-110°50′ BT, dengan luas wilayah 1.485,36 km2 atau sekitar 46,63 % dari luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta. Batas wilayah Kabupaten Gunungkidul dapat dirinci

sebagai berikut:

a. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan

Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

b. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan

Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri Provinsi

Jawa Tengah

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia

Wilayah perairan pesisir Kabupaten Gunungkidul meliputi laut

yang berbatasan dengan daratan berupa perairan sejauh hingga batas 4

(59)

Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul adalah 1.485,36 Km2.

Secara administrasi pemerintahan, Kabupaten Gunungkidul terbagi

menjadi 18 kecamatan dan 144 desa/kelurahan. 18 Kecamatan

tersebut adalah Kecamatan Panggang, Kecamatan Purwosari,

Kecamatan Paliyan, Kecamatan Saptosari, Kecamatan tepus,

Kecamatan Tanjung sari, Kecamatan Rongkop, Kecamatan Girisubo,

Kecamatan Ponjong, Kecamatan Karang, Kecamatan Wonosari,

Kecamatan Playen, Kecamatan Patuk, Kecamatan Gedangsari,

Kecamatan Nglipar, Ngawen, dan Kecamatan Samin

(60)

Kabupaten Gunungkidul mempunyai panjang pantai yang cukup

luas terletak di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia.

Letak Kabupaten Gunungkidul menjadikan kaya akan sumber daya

laut dan menjadikan Kabupaten Gunungkidul memiliki wilayah

kepulauan. Sehingga potensi hasil laut dan wisata berpeluang besar

untuk dikembangkan. Wilayah Kabupaten Gunungkidul memiliki 28

pulau yang tersebar di lima kecamatan yaitu Purwosari, Panggang,

(61)

Tabel 4.2 Pulau-Pulau di Wilayah Gunung Kidul DIY

No Kecamatan Desa Pulau

1 Purwosari Giricahyo Gunung Semar

2 Panggang Giriwungu Payung

3 Tanjungsari

Daerah pesisir pantai di Kabupaten Gunungkidul terbagi dalam

enam kecamtan yang berlokasi di daerah selatan., diantarnya:

a. Kecamtan Panggang

Kecamtan Panggang secara geografis berada di sebelah

Gambar

Tabel 3.1 Klasifikasi Typologi Klassen Pendekatan Sektoral/Daerah
Tabel 4.1 Luas Kecamatan di Kabupaten Gunungkidul Tahun
Tabel 4.2 Pulau-Pulau di Wilayah Gunung Kidul DIY
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan dan Jenis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kajian Model Pengelolaan Sumberdaya Dalam Pengembangan Usaha Masyarakat Pesisir (Studi Kasus Wilayah Pesisir Selatan Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo,

Berdasarkan analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share diketahui sektor-sektor mana saja yang menjadi sektor basis dan sektor non basis sehingga dapat disimpulkan

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung tingkat ketimpangan wilayah diwilayah Pesisir Pantai Barat dan Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara, menetukan sektor unggulan (basis

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung tingkat ketimpangan wilayah diwilayah Pesisir Pantai Barat dan Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara, menetukan sektor unggulan (basis

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Bupati

Perencanaan pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Jepara juga perlu mempertimbangkan pergeseran kegiatan masyarakat pesisir dari kegiatan sektor primer (pertanian

Strategi pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir berbasis tipologi yaitu: (1)pengembangan pariwisata dengan membuat bangunan permanen bagi pedagang makanan; (2)

Hal tersebut selaras dengan perekonomian Kabupaten Karawang, berdasarkan perhitungan hasil Location Quotient LQ nilai yang dimiliki oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan