PEMODELAN VOLATILITAS ASIMETRIS NILAI TUKAR
DENGAN METODE
THRESHOLD
GARCH: STUDI KASUS
ASEAN 2000-2013
TIKO PERMATASARI
ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemodelan Volatilitas Asimetris Nilai Tukar dengan Metode Threshold GARCH: Studi Kasus ASEAN 2000-2013 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Tiko Permatasari
ABSTRAK
TIKO PERMATASARI. Pemodelan Volatilitas Asimetris Nilai Tukar dengan Metode Threshold GARCH: Studi Kasus ASEAN 2000-2013. Dibimbing oleh NOER AZAM ACHSANI
Leverage effect pada efek asimetris volatilitas nilai tukar merupakan suatu
kondisi dimana ketika terjadi informasi negatif akan menyebabkan nilai tukar akan terdepresiasi, sedangkan ketika terjadi informasi positif nilai tukar tidak akan langsung terapresiasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek asimetris dengan dan tanpa structural breaks pada volatilitas nilai tukar negara-negara ASEAN dengan menggunakan metode Threshold GARCH (TGARCH). Hasil penelitian efek asimetris tanpa structural breaks menghasilkan bahwa dua dari sembilan negara, Singapura dan Brunei Darussalam tidak terdapat leverage effect dalam volatilitas nilai tukar. Pengujian efek asimetris dengan structural breaks
menghasilkan hasil yang berbeda-beda tergantung dari periode break setiap negara. Guncangan ekonomi internasional yang terjadi di setiap break
menunjukkan bahwa Filipina, Kamboja, Malaysia, Vietnam terdapat leverage
effect pada periode tersebut, sedangkan negara ASEAN lainnya tidak terdapat
leverage effect.
Kata kunci: ASEAN, efek asimetris, leverage effect, structural breaks, Threshold
GARCH
ABSTRACT
TIKO PERMATASARI. Modeling Asymmetric Volatility of Exchange Rate using Threshold GARCH: Evidence from ASEAN Countries 2000-2013. Supervised by NOER AZAM ACHSANI
The Leverage effect, as the asymmetric effects of exchange rate volatility, is a condition in which bad news will cause the exchange rate to depreciate, meanwhile good news will not cause the exchange rate to directly depreciate. This research aims to analyse the asymmetric effects of exchange rates volatility with and without structural breaks of the ASEAN countries, by using Threshold GARCH model. The results without structural breaks shows that there is no leverage effect in the exchange rate volatility especially in the two out of nine countries, namely Brunei Darussalam and Singapore. Whereas the asymmetric effect with structural breaks results vary, depending on the break-period of each country. Shocks of the international economy which occur at each break show that Philippines, Cambodia, Malaysia, Vietnam have leverage effect, while other ASEAN coutries have no leverage effect.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
PEMODELAN VOLATILITAS ASIMETRIS NILAI TUKAR
DENGAN METODE
THRESHOLD
GARCH: STUDI KASUS
ASEAN 2000-2013
TIKO PERMATASARI
ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini adalah nilai tukar, dengan judul Pemodelan Volatilitas Asimetris Nilai Tukar dengan Metode Threshold GARCH: Studi Kasus ASEAN 2000-2013.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang banyak membantu dalam penyelesaian skrispsi ini, yaitu
1. Prof. Dr. Noer Azam Achsani selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak saran, motivasi, dan semangat kepada penulis.
2. Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji utama dan Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E selaku dosen penguji komisi pendidikan.
3. Mbak Heni yang telah memberi banyak saran terhadap penelitian ini.
4. Kedua orang tua penulis, Bapak Sukirman dan Ibu Wahyu Widayati beserta adik tercinta Aditya Dwi Laksono yang selalu mendoakan yang terbaik kepada penulis.
5. Teman-teman satu bimbingan ESP yang selalu menjadi teman diskusi dan pemberi semangat penulis, Vina Quratul Aina dan Bramastyo Agung Wibowo.
6. Teman-teman satu bimbingan Ekonomi Syariah dan Statistika, Wulandari Sangidi, Putri Monicha Sari, Asty Khairy, Ardian, Fahmi dan Evita.
7. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Kusuma Hani Putri, Ria Brilian Kusumastuti, Dian Siti Hartati, Annisa Ramadanti, Dara Ayu Lestari, Fatimah Zachra Fauziah, Novia Trisnawulan, Elli Fitria Rahmawati, dan Silvia Sari Busnita yang selalu mendengarkan curahan hati penulis dan memberikan semangat kepada penulis.
8. Teman-teman satu kos Pondok Mona, Dewi, Risty, Kiki, Ulfah, Desi, Ella dan teman-teman Pondok Mona lainnya.
9. Teman-teman Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan 47. Semoga karya tulis ini bermanfaat untuk banyak orang.
Bogor, Juli 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
DAFTAR ISTILAH viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 4
Penelitian Terdahulu 4
Kerangka Penelitian 6
METODE 7
Jenis dan Sumber Data 7
Metode Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Gambaran Umum 10
Hasil Pra Pengujian 14
Hasil Penelitian 15
SIMPULAN DAN SARAN 28
Simpulan 28
Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 29
LAMPIRAN 30
DAFTAR TABEL
1 Sistem Nilai Tukar Negara-Negara ASEAN 10
2 Model ARMA Terbaik Negara-Negara ASEAN 14
3 Model Terbaik ARCH GARCH Negara-Negara ASEAN 14
4 Periode Structural breaks Negara-Negara ASEAN 15
5 Model TGARCH dengan Satu Threshold 16
6 Pengaruh Good News dan Bad News Volatilitas Nilai Tukar ASEAN 21 7 Efek Asimetris Brunei Darussalam dengan Structural Breaks 22 8 Efek Asimetris Filipina dengan Structural Breaks 22 9 Efek Asimetris Indonesia dengan Structural Breaks 23 10 Efek Asimetris Kamboja dengan Structural Breaks 23 11 Efek Asimetris Laos dengan Structural Breaks 24 12 Efek Asimetris Malaysia dengan Structural Breaks 25 13 Efek Asimetris Singapura dengan Structural Breaks 25 14 Efek Asimetris Thailand dengan Structural Breaks 26 15 Efek Asimetris Vietnam dengan Structural Breaks 27
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran 6
2 Grafik Nilai Tukar Negara-Negara ASEAN 12
3 Volatilitas Nilai Tukar ASEAN 13
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH
No. Istilah Keterangan
1. Bad News Informasi negatif yang terjadi dalam
perekonomian yang dapat disebabkan oleh guncangan ekonomi baik yang bersifat internal maupun eksternal. Kondisi informasi negatif (bad news) ini dapat menyebabkan instabilitas dalam perekonomian.
2. Bretton Woods Sistem pertukaran moneter internasional yang diatur dengan sistem standar emas, dimana nilai tukar dari mata uang suatu negara tergantung dari jumlah persediaan emas yang dimiliki.
3. Currency Board Sistem nilai tukar yang dipengaruhi oleh
otoritas berwenang suatu negara (de jure). Kondisi pertukaran mata uang domestik dengan mata uang asing dilakukan pada kurs tetap. Sistem ini menghilangkan fungsi bank sentral dalam hal pengendalian moneter dan lender of the last resort karena mata uang domestik didukung sepenuhnya oleh aset asing.
4. Floating Sistem nilai tukar mengambang
5. Good News Informasi positif yang terjadi dalam perekonomian, seperti harga minyak dunia yang stabil, harga saham yang meningkat, investasi yang meningkat yang dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian.
6. Leverage Effect Kondisi ketika terjadi informasi negatif (bad
news) akan meningkatkan volatilitas nilai tukar (depresiasi), tetapi ketika terjadi informasi positif (good news) nilai tukar tidak akan merespon apresiasi dengan cepat.
7. Other Managed
Arrangement
Sistem nilai tukar yang tidak masuk dalam kategori yang ditetapkan oleh IMF seperti
currency board, conventional peg, crawling peg, crawl-like arrangement, floating, free floating, stabilized arrangement.
8. Quantitative Easing Kebijakan moneter yang berhubungan
perumahan untuk mengatasi krisis suprime
mortgage tahun 2007.
9. Stabilized
Arrangements
Sistem nilai tukar yang terdapat margin
sebesar 2% dalam aktivitas pertukaran mata uang. Klasifikasi stabilized arrangement menilai bahwa nilai tukar akan tetap stabil di setiap aktivitas termasuk dalam kondisi kekakuan pasar.
10. Sistem Nilai Tukar de Facto
Sistem nilai tukar yang digunakan suatu negara berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh IMF.
11. Sistem Nilai Tukar de Jure
Sistem nilai tukar yang digunakan suatu negara berdasarkan definisi yang ditetapkan oleh negara tersebut.
12. Structural Breaks Pergerakan yang signifikan terhadap suatu
siklus.
13. Suprime Mortgage Krisis ekonomi dan moneter yang dialami
oleh Amerika Serikat akibat kegagalan dalam bisnis properti.
14. Tappering Off Kebijakan moneter yang dilakukan oleh The
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nugroho (2008) dalam penelitiannya mengatakan bahwa besarnya nilai tukar suatu negara mencerminkan keseimbangan antara permintaan maupun penawaran terhadap mata uang negara lain. Setiap negara baik yang menggunakan sistem nilai tukar mengambang atau tetap akan mengeluarkan berbagai kebijakan agar nilai tukar negaranya bergerak secara stabil. Namun sejak runtuhnya sistem nilai tukar tetap Bretton Woods di awal tahun 1970 menyebabkan kurs riil dan kurs nominal bergerak tidak sesuai dengan harapan masyarakat (Mankiw 2007). Runtuhnya sistem nilai tukar Bretton Woods disebabkan oleh resesi ekonomi dunia yang sangat besar. The Fed sebagai bank sentral Amerika Serikat mencetak dollar melebihi dari nilai emas yang dimilikinya, sehingga terjadi krisis kepercayaan terhadap dollar yang pada akhirnya terjadi penukaran dollar secara besar-besaran terhadap emas. Keadaan tersebut menyebabkan The Fed tidak dapat menjamin dollar dengan emas sehingga Amerika Serikat membatalkan sistem Bretton Woods secara sepihak.
Banyak negara pula yang menggunakan sistem nilai tukar tetap beralih ke sistem nilai tukar mengambang karena tidak mampu mengatasi tingkat volatilitas yang begitu tinggi dengan cadangan devisa yang dimilikinya. Seperti yang terjadi pada Thailand, Filipina, Korea Selatan, dan Indonesia ketika krisis finansial Asia terjadi di tahun 1997-1998. Mankiw (2007) menyatakan bahwa krisis finansial yang terjadi di Asia pada tahun tersebut disebabkan oleh sistem perbankan di Asia yang lebih banyak menyalurkan pinjamannya ke pihak-pihak yang memiliki pengaruh politis dan bukan ke proyek-proyek yang memiliki nilai investasi yang besar. Para nasabah yang tidak mampu membayar pinjaman atau utangnya semakin besar dan menyebabkan investor internasional mulai kehilangan kepercayaan atas masa depan perekonomian di Asia.
Menurut Hidayat (1998), krisis finansial di ASEAN pada tahun 1998 diawali oleh jatuhnya nilai tukar Thailand terhadap dollar hingga 50%. Krisis baht Thailand tersebut menyebabkan jatuhnya nilai peso Filipina, rupiah Indonesia, ringgit Malaysia hingga dollar Singapura. Peristiwa nilai tukar negara-negara ASEAN yang mengalami depresiasi menunjukkan letak geografis yang saling berdekatan dan adanya hubungan regionalisme akan memiliki pengaruh terhadap perekonomian negara-negara anggota. Bagi Indonesia sendiri terhadap krisis tersebut memiliki dampak yang sangat besar dimana tingkat bunga nominal jangka pendek meningkat lebih dari 50%, pasar keuangan kehilangan sekitar 90% dari nilainya, GDP riil turun sekitar 13% di tahun 1998. Nilai tukar rupiah terhadap dollar juga menembus hingga level Rp16,000.00. Guncangan yang terjadi pada nilai tukar juga akan berakibat pada inflasi dan output (Csermely dan Vonnak 2002). Ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1998 di Indonesia, tingkat inflasi pada tahun tersebut mencapai 77.6% yang mana pada tahun sebelumnya sebesar 11.1%.
2
akibat ketidakpastian kebijakan moneter suatu negara, sehingga volatilitas nilai tukar menjadi aspek penting sebagai indikator dalam perekonomian karena memiliki dampak terhadap perekonomian. Seperti yang dikemukakan oleh Wolf (1995) yang mengatakan bahwa volatilitas nilai tukar yang terjadi di suatu negara akan memengaruhi arus perdagangan negara tersebut. Hal tersebut juga dijelaskan oleh Bourdon dan Korinek (2012) bahwa volatilitas yang terjadi pada nilai tukar akan memengaruhi arus perdagangan di negara-negara kecil dengan perekonomian terbuka dibandingkan negara-negara besar. Siregar dan Rajan (2002) mengatakan bahwa volatilitas nilai tukar yang terjadi di saat krisis ekonomi di Indonesia di sekitar tahun 1998 memengaruhi kinerja ekspor dan impor Indonesia.
Siregar dan Rajan (2002) serta Esquivel dan Larrain (2002) juga mengatakan bahwa volatilitas nilai tukar akan berdampak pada investasi asing yang negatif. Pertengahan hingga akhir tahun 2013, nilai tukar Indonesia terhadap dollar Amerika Serikat terus mengalami depresiasi yang salah satu penyebabnya adalah ketidakpastian kebijakan tappering off yang akan dilakukan The Fed. Hal tersebut menyebabkan banyaknya investor asing yang menarik kembali investasinya sehingga menyebabkan nilai saham IHSG mengalami penurunan dengan level Rp4,362.2 di Bulan November 2013, di sisi lain Bulan Juni 2013 nilai IHSG sebesar Rp4,818.9. Menghadapi kondisi tersebut, Bank Indonesia mengambil kebijakan untuk meningkatkan tingkat suku bunga acuan secara bertahap hingga level 7.50% yang sebelumnya 4.50%.
Pengaruh volatilitas nilai tukar juga dikemukakan oleh Levine dan Zervos (1998) yang menjelaskan bahwa volatilitas nilai tukar yang tinggi akan mengganggu pertumbuhan dan pengembangan pasar modal yang mana berperan pada pertumbuhan ekonomi nasional dalam jangka panjang. Penelitian yang dilakukan oleh Esquivel dan Larrain (2002) juga menyebutkan bahwa volatilitas yang terjadi pada nilai tukar akan meningkatkan kemungkinan krisis di suatu negara. Ketika gejala krisis sudah mulai dirasakan suatu negara maka otoritas yang berwenang di negara tersebut akan mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan gejala krisis tersebut.
Ketidakpastian yang terjadi pada nilai tukar yang akan memiliki dampak buruk terhadap perekonomian dibutuhkan sebuah pendekatan untuk menangkap fluktuasi nilai tukar yang begitu tinggi. Tingkat stabilitas yang dimiliki oleh nilai tukar perlu dilihat sebagai acuan para pemegang kebijakan dalam menerapkan sebuah kebijakan. Volatilitas yang terjadi pada nilai tukar dimungkinkan terdapatnya structural breaks. Structural breaks ini akan terjadi bila terjadi pergeseran atau perubahan yang signifikan dalam sebuah siklus. Perubahan atau pergeseran tersebut dapat dikarenakan oleh guncangan ekonomi yang terjadi, faktor sosial maupun kondisi politik yang terjadi di wilayah tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Zumaquero dan Rivero (2004) terjadinya break di United Kingdom pada tahun 1967 dikarenakan devaluasi poundsterling, kepentingan politik dan perang di daerah Timur Tengah.
Analisis dalam return pasar keuangan tidak hanya membahas volatilitas yang terdapat dalam instrumen pasar keuangan, tetapi juga efek asimetris yang ditimbulkan dari volatilitas nilai tukar (Sen, Chakrabati, dan Sarkar 2010). Ketika
leverage effect terdeteksi dalam volatilitas nilai tukar, maka pengaruh bad news
3 volatilitas nilai tukar itu sendiri. Pengaruh bad news akan berupa nilai tukar yang mengalami depresiasi cukup tajam, namun ketika terjadi kondisi good news nilai tukar tidak akan merespon dengan cepat akan stabil. Yoon dan Lee (2008) menemukan leverage effect pada volatilitas nilai tukar won Korea terhadap dollar Amerika Serikat dan berdampak pada ketidakpastian nilai tukar yang tinggi.
Integrasi perekonomian yang semakin besar di suatu kawasan, seperti Uni Eropa, NAFTA, dan ASEAN menyebabkan kondisi perekonomian di setiap negara akan saling memengaruhi. Krisis finansial Asia di tahun 1998 menjadi bukti saling terpengaruhnya kondisi perekonomian setiap negara. ASEAN yang merupakan kawasan perekonomian maju yang baru menjadi salah satu tujuan utama investasi asing negara non-ASEAN dan menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang memiliki pengaruh yang besar di berbagai aspek perekonomian, sehingga dibutuhkan penelitian yang membahas mengenai indikator-indikator ekonomi untuk negara ASEAN, salah satunya adalah efek asimetris volatilitas nilai tukar. ASEAN Economic Community (AEC) yang akan dilaksanakan Desember 2015 menyebabkan semua negara anggota ASEAN berusaha untuk menyamakan semua standar dan kriteria perekonomian di berbagai aspek, sehingga dari penelitian ini dapat dilihat negara-negara ASEAN yang memiliki kestabilan perekonomian dalam hal volatilitas nilai tukar.
Perumusan Masalah
Pergerakan nilai tukar yang memiliki unsur ketidakpastian yang tinggi akan sangat mudah memengaruhi stabilitas perekonomian. Terbukti dengan banyaknya peristiwa yang melanda berbagai negara di belahan dunia ini akibat volatilitas nilai tukar yang cukup tajam. Pengaruh bad news yang terjadi pada perekonomian global akan memengaruhi pola perilaku nilai tukar, seperti terdapatnya leverage
effect pada volatilitas nilai tukar. Pergerakan volatilitas nilai tukar yang tinggi
juga dapat menyebabkan terdapatnya structural breaks pada volatilitas tersebut. Stabilitas perekonomian masing-masing negara ASEAN menjadi kunci utama terlaksananya ASEAN Economic Community (AEC) di tahun 2015, sehingga dibutuhkan banyak indikator untuk melihat stabilitas ekonomi negara-negara ASEAN, salah satunya adalah efek asimetris yang terdapat pada volatilitas nilai tukar ASEAN. Dari pernyataan tersebut, maka rumusan masalah dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Bagaimana efek asimetris yang terjadi dalam nilai tukar negara-negara ASEAN?
2. Bagaimana hubungan efek asimetris dan structural breaks nilai tukar negara-negara ASEAN?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
4
2. Menganalisis hubungan efek asimetris dengan structural breaks di negara-negara ASEAN.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat bagi banyak pihak, seperti mengenai structural breaks yang terjadi akibat volatilitas nilai tukar di kawasan ASEAN dan juga diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai efek asimetris yang terjadi pada volatilitas nilai tukar. Selain itu, dapat dijadikan sebagai referensi bagi pemerintah maupun otoritas moneter dalam mengambil sebuah kebijakan yang terkait pada nilai tukar.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini ingin melihat adanya efek asimetris yang terdapat dalam volatilitas nilai tukar serta membandingkan efek asimetris yang terjadi dalam volatilitas nilai tukar dengan dan tanpa structural breaks. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah return nilai tukar nominal harian mata uang negara-negara ASEAN terhadap dollar Amerika Serikat dari tanggal 1 Januari 2000 hingga 31 Desember 2013. Penggunaan return dalam penelitian dikarenakan dalam mencari volatilitas yang terjadi dapat dilihat dari perubahan tingkat pengembalian yang terjadi dalam pergerakan nilai tukar setiap harinya. Penelitian ini difokuskan pada tahun-tahun tersebut, karena dianggap negara-negara ASEAN telah pulih dari krisis finansial yang melanda di tahun 1997-1998. Negara-negara yang terdapat dalam penelitian ini adalah Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Laos, Myanmar, Vietnam, Brunei Darussalam, dan Kamboja. Selain itu, pemodelan yang dilakukan untuk model Threshold GARCH dibatasi hanya dengan satu threshold.
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Terdahulu
Hillebrand dan Schnabl (2006) dalam penelitiannya mengenai structural
breaks yang terjadi akibat dari dampak intervensi nilai tukar yen terhadap dollar
selama periode dari April 1991 hingga Oktober 2004 dengan menggunakan model
Generalized Autoregressive Conditionals Heteroscedasticity (GARCH)
ditemukan bahwa tahun 1995 terjadi structural breaks yang dikarenakan otoritas moneter Jepang mengubah kebijakan intervensi nilai tukar. Morales dan Gassie (2011) mendeteksi adanya structural breaks pada return pasar saham negara BRIC dengan menggunakan metode Iterative Cumulative Sum of Squares
Algorithm (ICSS Algorithm) dan metode Threshold GARCH (TGARCH).
5 Januari 1995 hingga Desember 2009. Berdasarkan penelitian yang dilakukan ditemukan untuk negara Brazil memiliki 3 break, sedangkan untuk Rusia, India dan China memiliki 2 break. Penelitian tersebut juga ditemukan bahwa India merupakan satu-satunya negara yang pasar sahamnya dipengaruhi oleh
asymmetric information sehingga lebih cepat terkena dampak guncangan pada
pasar internasional.
Penelitian mengenai efek asimetris yang dilakukan oleh Yoon dan Lee (2008) ditemukan adanya tingkat volatilitas yang tinggi pada nilai tukar won Korea terhadap dollar Amerika Serikat dari tanggal 2 Maret 1998 hingga 30 Juni 2006. Selain itu juga ditemukan efek asimetris dan leverage effect pada volatilitas nilai tukar yang berdampak pada ketidakpastian nilai tukar. Bouoiyour dan Selmi (2012) melakukan penelitian mengenai pemodelan volatilitas nilai tukar riil Mesir dengan menggunakan data bulanan dari tahun 1994 dan 2009 ditemukan bahwa terdapat leverage effect dalam model dengan menggunakan metode Exponential
GARCH (EGARCH). Hestiningtyas dan Sulandari (2009) melakukan pemodelan TARCH (2,1) terhadap nilai tukar euro terhadap rupiah dari tanggal 28 Januari 2002 hingga 25 Maret 2009 dan menghasilkan bahwa terdapat leverage effect
dalam model.
Goudarji dan Ramanarayanan (2011) melakukan penelitian tentang efek asimetris pada volatilitas harga saham India BSE 500 dengan menggunakan TGARCH dan EGARCH ditemukan terdapat leverage effect dalam model, sehingga sedikit guncangan yang terjadi akan meningkatkan volatilitas harga saham. Untari et al di tahun 2009 melakukan penelitian efek asimetris pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari tahun 1999-2008 dengan menggunakan model EGARCH dan ditemukan bahwa terdapat efek asimetris dalam model serta model EGARCH mampu menangani masalah efek asimetris dalam model.
Penelitian yang menggabungkan antara efek asimetris dan structural breaks
seperti yang dilakukan oleh Sen, Chakrabati, dan Sarkar (2010) menemukan bahwa nilai tukar mata uang India terhadap dollar Amerika Serikat, Euro, real Uni Emirat Arab, yuan China serta dollar Singapura terdapat efek asimetris dan
leverage effect hampir di setiap structural break yang terjadi. Morales dan
Esmeralda (2011) juga melakukan penelitian mengenai structural breaks dan volatilitas finansial di negara-negara BRIC dengan model TGARCH dan dihasilkan bahwa negara Brazil, India, dan Rusia sensitif terhadap gejolak internasional yang datang dari pasar Amerika Serikat, instabilitas pasar energi, dan ketidakpastian pasar harga bahan bakar.
Kumar dan Maheswaran (2012) menganalisis model asimetris dari dampak dari sudden changes dalam volatilitas pasar saham di India dengan membandingkan model GARCH dan GJR-GARCH dengan memasukkan dan tidak memasukkan sudden changes sebagai variabel dalam model dan ditemukan bahwa tingkat keasimetrian maupun kekuatan dari volatilitas akan berkurang secara signifikan ketika variabel sudden changes dimasukkan ke dalam model. Lastrapes (1989) juga mengaplikasikan Autoregressive Conditional
Heteroscedasticity (ARCH) ke dalam variabel nilai tukar dan menemukan bahwa
6
Kerangka Penelitian
Karakteristik nilai tukar yang mudah bervolatil walaupun hanya terkena sedikit guncangan akan mengakibatkan ketidakstabilan aktivitas ekonomi, seperti terganggunya arus perdagangan, aktivitas investasi, perilaku di pasar saham atau bahkan dapat memicu terjadinya krisis ekonomi dan finansial. Maka daripada itu, dibutuhkan sebuah penelitian untuk melihat performa dari nilai tukar apakah guncangan yang terjadi akan berdampak positif atau negatif pada volatilitas nilai tukar. Selain itu perlu dilihat kaitan antara volatilitas nilai tukar dengan periode krisis yang terjadi. Periode krisis tersebut dapat dilihat kaitannya dengan
structural breaks yang terjadi dalam volatilitas nilai tukar. Isu regionalisme yang
berkembang saat ini pun dapat menjadi salah satu alasan bervolatilnya nilai tukar di suatu negara karena sudah semakin terintegrasinya perekonomian sebuah negara dengan negara lain. Berikut adalah kerangka penelitian pada penelitian ini.
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Structural Breaks
Bai and Perron Test Efek Asimetris
Leverage Effect
Good News Bad News
Threshold
GARCH Perdagangan
Investasi
Pasar Saham
Nilai Tukar
Guncangan
Nilai Tukar
Bervolatil ARCH/GARCH
Leverage Effect
Good News Bad News
7
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa deret waktu (time series) nilai tukar nominal harian kesepuluh negara ASEAN terhadap dollar Amerika Serikat. Pada penelitian ini, data nilai tukar nominal harian tersebut diubah menjadi return dengan rumus �� = ln( � �−1).
Negara-negara ASEAN tersebut adalah Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, Vietnam. Periode data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari tanggal 1 Januari 2000 hingga 31 Desember 2013.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari website
www.oanda.com. Selain itu peneliti juga membaca studi literatur baik yang berupa buku, jurnal, working paper maupun artikel-artikel ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam menganalisis data pada penelitian ini, peneliti menggunakan bantuan software E-Views 8 dan Microsoft Excel 2007.
Metode Analisis Data
Metode Threshold Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity
(TGARCH)
Model TGARCH merupakan generalisasi dari model ARCH dan GARCH. Pada model ARCH atau GARCH yang biasa digunakan pada pemodelan, volatilitas akan menghasilkan residu yang bersifat simetris, tetapi dalam kenyataannya residu tersebut tidak selamanya bersifat simetris, sehingga dibutuhkan model lain untuk mengatasi hal tersebut. Model Threshold GARCH dapat mengatasi masalah residu yang simetris, dimana pada model TGARCH nilai residu yang lebih kecil dari nol (bad news) dan nilai residu yang lebih besar dari nol (good news) akan memberikan pengaruh pada ragam. Selain itu pada data time
series biasanya memiliki sifat volatility clustering heteroskedastisitas yaitu ragam
dari residual tidak konstan sehingga akan menghasilkan penduga parameter yang tidak konsisten. Pada model ARCH GARCH tidak dapat memperhitungkan dampak volatilitas yang asimetris pada kondisi bad news dan good news, sehingga disempurnakan di dalam model Threshold GARCH. Model Threshold GARCH ini diperkenalkan pertama kali oleh Zakoian (1994).
Mengacu pada Sen, Chakrabati dan Sarkar (2010), maka model Threshold
GARCH pada penelitian ini memiliki persamaan sebagai berikut.
��2 = �+ �=1 ��−2 + �=1 �−2 + �=1 �−2 ��− (2)
Dimana,
��− = 1 0 �− < 0
�− ≥0 (3)
8
(volatilitas) akan sebesar �−2 . Sedangkan pada saat terjadi bad news, pengaruh dari ��2 (volatilitas) adalah sebesar +
�−2 . Jika > 0, maka dalam keadaan
bad news akan meningkatkan volatilitas dan terdapat leverage effect dalam model
tersebut. Tetapi, ketika ≠ 0, maka data yang digunakan mengandung efek
threshold.
Uji Stasioneritas
Uji stasioneritas sebuah data time series merupakan hal yang sangat penting dalam pengujian, dimana data yang stasioner akan menyebabkan hasil pengujian yang signifikan, akan tetapi bila data yang digunakan tidak stasioner maka akan menyebabkan hasil pengujiannya bersifat spurious (semu). Hasil pengujian yang bersifat spurious tersebut maksudnya adalah antar variabel seolah-olah memiliki hubungan sebab akibat padahal masing-masing variabel bergerak sendiri. Menurut Gujarati (2007) data yang stasioner adalah data yang memiliki mean dan variance
yang konstan dari waktu ke waktu.
Uji stasioneritas data dapat menggunakan beberapa metode, yaitu dengan
Augmented Dickey Fuller, Phillips Perron atau Kwiatkowski Phillips Schmidt
Shin. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah Augmented Dickey Fuller. Hipotesis dalam pengujian stasioneritas data adalah
H0 : variabel tidak stasioner H1 : variabel stasioner
Apabila hasil dari pengujian ini menunjukkan nilai mutlak t-ADF lebih besar dari nilai mutlak McKinnon critical values-nya maka hipotesisnya tolak H0 yang artinya data telah stasioner pada taraf nyata sebesar 1%, 5%, dan 10%. Selain itu dapat juga dilihat pada nilai probabilitasnya. Apabila nilai probabilitasnya kurang dari taraf nyata 1%, 5%, dan 10% maka hipotesisnya tolak H0 artinya data sudah stasioner pada taraf tersebut.
Identifikasi Plot ACF dan PACF
Untuk identifikasi model dilakukan dengan memplotkan data return nilai tukar ke dalam plot ACF dan PACF. Plot ACF dan PACF ini dilakukan dengan pengujian korelogram. Plot ini dilakukan untuk menentukan jumlah ordo maksimum dalam pengujian model ARMA/ARIMA.
Pemodelan ARMA/ARIMA
Pemilihan model ARMA/ARIMA yang terbaik dapat dilihat dari kategori
goodness of fit yaitu nilai Akaike Info Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC),
Sum Squared Resid yang terkecil, nilai Adj R-squared yang terbesar dan koefisien
yang signifikan dari setiap pengujian yang dilakukan berdasarkan jumlah ordo maksimum dalam identifikasi plot ACF dan PACF.
Menguji efek ARCH
Untuk melihat adanya efek ARCH pada model ARMA/ARIMA yang terbaik dapat dilakukan pengujian dengan ARCH LM-Test dengan hipotesis:
9 Jika p-value ≤ probabilitas 5% maka tolak H0 artinya terdapat efek ARCH pada model ARIMA tersebut. Sehingga pemodelan ARCH atau GARCH dapat dilanjutkan.
Pemodelan ARCH GARCH
Sebelum dilakukan pemodelan ARCH GARCH harus dilakukan uji korelogram dari model ARMA yang terbaik untuk mendapatkan ordo maksimum. Pemodelan ARCH GARCH terbaik dipilih berdasarkan kategori goodness of fit
yaitu nilai Akaike Info Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), Sum Squared
Resid yang terkecil, nilai Adj R-squared yang terbesar dan koefisien yang
signifikan.
Menguji Efek Asimetris
Pengujian ini diperlukan untuk melihat keberadaan efek asimetris yang terdapat dalam model. Model ARCH atau GARCH yang diperoleh diuji dengan melihat korelasi antara �2 (standar residual kuadrat) dengan
�−� (lag standar residual) dengan menggunakan uji cross correlation. Bila dalam pengujian nilai korelogramnya melebihi dari standar deviasinya, maka dalam model tersebut mengandung efek asimetris.
Pemodelan TGARCH
Pemodelan Threshold GARCH dilakukan berdasarkan model ARCH GARCH yang terbaik dengan menambah nilai threshold yang sesuai dengan pengujian efek asimetris. Nilai threshold dalam penelitian ini hanya dibatasi dengan satu nilai threshold. Setelah pemodelan ini selesai dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah memeriksa model dengan uji heteroskedastisitas dan uji efek asimetris.
Multiple Breakpoint Test
Pengujian ketidakstabilan paramater beserta perubahan struktural yang terjadi dalam model regresi menjadi bagian penting dalam pengaplikasian ekonometrika. Pada tahun 1960 Chow mengembangkan model untuk menguji perubahan struktural dengan menggunakan uji F-statistic. Pada tahun 1960 Quandt juga mengembangkan model berdasarkan kerangka Chow yang memungkinkan F-statistic yang lebih besar untuk menentukan breakdates. Perkembangan terbaru dilakukan oleh Bai dan Perron (2003) yang mengembangkan model untuk menentukan multiple breakpoint dengan waktu yang tidak diketahui. Pada metode Chow, pengujian dilakukan pada dua titik tanggal terindikasinya break, sedangkan pada metode Quandt dapat dilakukan tanpa diketahui break itu terjadi namun hanya dapat mendeteksi satu titik break
dalam keseluruhan model. Pencarian structural breaks pada pemodelan volatilitas nilai tukar bertujuan untuk mencari titik perubahan return nilai tukar yang paling besar, sehingga dapat dilihat pada
10
Tabel 1 Sistem Nilai Tukar Negara-Negara ASEAN
Negara Mata Uang Sistem Nilai Tukar
Brunei Dollar Brunei Currency board
Filipina Peso Floating
Indonesia Rupiah Floating
Kamboja Riel Stabilized arrangement
Laos Kip Stabilized arrangement
Malaysia Ringgit Other managed arrangement
Myanmar Kyat Other managed arrangement
Singapura Dollar Singapura Other managed arrangement
Thailand Baht Floating
Vietnam Dong Stabilized arrangement
Sumber : IMF, De Facto Classification of Exchange Rate Regimes and Monetary Framework 2012
� = �′ + �′ �+1+ � , �= �� + 1,…. ,� (1)
Pada persamaan 1, � merupakan variabel dependen pada waktu t, � dan � adalah variable independen, dan δ adalah konstanta dari variabel independen, sedangkan � adalah eror. Pada penelitian ini dalam menentukan breakdates
digunakan metode berdasarkan information criteria, yaitu berdasarkan Schwarz
criterion dan LWZ criterion. Schwarz criterion menunjukkan tingkat estimator
yang konsisten dari breakdates yang terjadi. LWZ criterion merupakan pengembangan dari Schwarz criterion yang menghasilkan estimasi yang konsisten terhadap breakpoint. Selain itu nilai trimming yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 15%, sehingga 15% data di awal dan di akhir yang digunakan dalam penelitian tidak masuk dalam pengujian multiple breakpoint.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Association of South East Asian Nations (ASEAN) merupakan sebuah
organisasi regional yang berada di kawasan Asia Tenggara. Pada awalnya ASEAN hanya terdiri dari lima negara, yaitu Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, dan Filipina yang didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967. Kemudian di tahun 1984, Brunei Darussalam masuk sebagai anggota ASEAN yang disusul oleh Vietnam di tahun 1995. Anggota kedelapan dan kesembilan yang menjadi anggota ASEAN adalah Myanmar dan Laos yang masuk di tahun 1997. Kamboja merupakan negara terakhir yang menjadi anggota terakhir yang tergabung dalam ASEAN di tahun 1998. Tujuan dari terbentuknya ASEAN adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggota. Banyak kerjasama antar negara-negara ASEAN untuk mencapai tujuan tersebut baik kerjasama bilateral yang dilakukan dua negara atau kerjasama multilateral. Penetapan ASEAN Economic Community
11 Posisi geografis yang saling berdekatan antar negara ASEAN dapat dijadikan salah satu faktor eksternal yang dapat dijadikan sebuah guncangan internal di setiap Negara, seperti halnya yang terjadi di tahun 1998 dimana baht Thailand mengalami krisis besar-besaran yang berdampak pada pada krisis di negara-negara lain seperti Indonesia, Filipina bahkan Korea Selatan juga terkena dampak dari krisis tersebut. Salah satu akibat dari krisis tersebut adalah penggantian sistem nilai tukar dari fixed exchange rates menjadi flexible exchange rates yang terjadi di Indonesia.
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa sistem nilai tukar yang dimiliki oleh Brunei Darussalam adalah currency board, dimana currency board yang dianut oleh Brunei Darussalam berdasarkan dollar Singapura, sehingga pergerakan nilai tukar yang terjadi di dollar Brunei Darussalam tidak jauh berbeda dengan pergerakan nilai tukar dollar Singapura (Gupta 2012). Pada Gambar 2 menunjukkan perilaku nilai tukar Brunei Darussalam dan Singapura memiliki tren yang menurun pada nilai tukarnya dan berkisar di nilai yang sama. Pergantian nilai tukar Filipina dari sistem nilai tukar tetap menjadi nilai tukar mengambang terjadi pada tanggal 11 Juli 1997 yang disebabkan oleh krisis finansial Asia yang terjadi di sekitar tahun tersebut. Indonesia pada awalnya menggunakan sistem nilai tukar tetap, namun karena krisis finansial yang terjadi di tahun 1998 Indonesia merubah kebijakan sistem nilai tukarnya menjadi sistem nilai tukar mengambang.
Negara Malaysia juga semenjak tanggal 21 Juli 2005 mengubah sistem nilai tukar menjadi nilai tukar mengambang dengan mematok US$ 1 sama dengan RM 3.80 di tanggal tersebut. Perubahan kebijakan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2, dimana mulai tahun 2005 ringgit Malaysia terhadap dollar Amerika Serikat mengalami fluktuasi. Perubahan sistem nilai tukar dari fixed exchange rate
menjadi flexible exchange rate juga dirasakan Thailand di tanggal 2 Juli 1997, dimana Bank Thailand hanya akan mengintervensi keadaan pasar bila memang diperlukan dalam suatu kondisi tertentu. Secara de jure negara Myanmar mengubah sistem nilai tukar dari conventional peg ke manage floating sejak tanggal 2 April 2012. Tahun 2008 yang merupakan krisis suprime mortgage
Amerika Serikat terjadi juga mempengaruhi pergerakan nilai tukar negara-negara ASEAN kecuali Myanmar yang mengalami depresiasi. Sistem nilai tukar Myanmar di tahun 2008 masih menggunakan sistem nilai tukar tetap, sehingga tidak terjadi pergerakan nilai tukar yang cukup signifikan pada saat terjadi krisis
suprime mortgage. Secara de jure, hampir semua negara-negara ASEAN
menggunakan sistem nilai tukar mengambang terkendali, kecuali untuk Brunei Darussalam yang menggunakan sistem nilai tukar currency board terhadap dollar Singapura dan Filipina yang menggunakan sistem nilai tukar mengambang bebas.
12
13
14
Tabel 3 Model ARCH GARCH Terbaik Negara-Negara ASEAN
Negara Model GARCH AIC SC SSE Adj R2
Brunei ARCH (1) -7.904072 -7.895121 0.129318 0.091205 Filipina GARCH (1,1) -8.426596 -8.418922 0.091677 0.013878 Indonesia GARCH (1,1) -7.472703 -7.465030 0.235535 -0.006731 Kamboja GARCH (1,1) -5.898097 -5.891702 1.146882 0.234726 Laos ARCH (1) -4.295901 -4.284392 7.845263 -0.091298 Malaysia GARCH (1,1) -9.188978 -9.181305 0.185883 0.168960
Myanmar - - - - -
Singapura GARCH (1,1) -9.345977 -9.339583 0.030390 0.010139 Thailand GARCH (1,1) -8.175640 -8.166687 0.119080 0.076448 Vietnam GARCH (1,2) -7.894879 -7.885927 0.269545 0.251376
Tabel 2 Model ARMA Terbaik Negara-Negara ASEAN
Negara Model
ARMA AIC SC SSR Adj R 2
Brunei MA (3) -7.754691 -7.749576 0.128817 0.099797 Filipina ARMA (1,1) -8.090693 -8.086856 0.091611 0.015167 Indonesia MA (2) -7.160628 -7.156791 0.232250 0.007309 Kamboja ARMA (1,1) -5.806903 -5.803066 0.899054 0.400093 Laos MA (6) -3.964232 -3.955281 5.668306 0.211831 Malaysia MA (2) -7.385838 -7.382001 0.185416 0.171534 Myanmar ARMA (1,1) -2.518475 -2.514638 24.09527 -0.000379 Singapura MA (1) -9.194910 -9.192352 0.030384 0.010910
Thailand ARMA (1,2) -7.838942 -7.833826 0.117791 0.086983 Vietnam MA (2) -7.017751 -7.013914 0.267921 0.255887
Hasil Pra Pengujian
Sebelum dilakukannya pemodelan untuk menguji efek asimetris dan mencari titik structural break pada nilai tukar negara-negara ASEAN diperlukan beberapa pengujian pada variabel return nilai tukar. Berdasakan uji stasioner menurut Augmented Dickey Fuller dihasilkan bahwa kesepuluh data return nilai tukar stasioner di tingkat level dengan taraf nyata 5%, sehingga dapat dilanjutkan ke dalam proses uji korelogram dan uji ARMA. Berikut tabel model ARMA terbaik berdasarkan pengujian.
Model ARMA terbaik berdasarkan Tabel 2 didapatkan berdasarkan kriteria
goodness of fit. Kriteria goodness of fit dilihat dari nilai Akaike Information
Criterion, Schwartz Criterion, dan Sum Square of Resid yang terkecil serta nilai
Adjusted R-Squared yang terbesar. Selanjutnya adalah pengujian
15
Tabel 4 Periode Structural Breaks Negara-Negara ASEAN
Tahun Negara
BRU PHI INA CAM LAO MAS SIN THAI VIET
2002 04/04 08/02 18/05 28/02 28/03 07/02 07/02
2003 14/03 28/03
2004 02/07 20/03 11/06 25/05 30/06 15/03
2005 16/06 03/05 19/06
2006 15/08 14/05 17/08 15/08 03/05
2007 23/07 31/07 04/01 26/07
2008 02/12 26/09 24/09
2009 04/03 04/09 07/09 21/04 04/03 05/09
2010 03/11
2011 02/08 03/11 09/08 25/10 29/07 29/07 31/10 22/02 ARCH GARCH. Berbeda dengan kesembilan negara ASEAN lainnya yang modelnya mengandung heteroskedastisitas, sehingga dapat dilanjutkan ke dalam pengujian model ARCH GARCH.
Pada Tabel 3 dapat dilihat model ARCH GARCH terbaik dari kesembilan negara ASEAN tanpa Myanmar yang diperoleh juga berdasarkan kriteria
goodness of fit. Langkah selanjutnya adalah menguji efek asimetris dari model
ARCH GARCH terbaik yang diperoleh dengan menggunakan uji cross
correlogram. Berdasarkan hasil pengujian cross correlogram didapatkan bahwa
kesembilan negara ASEAN positif mengandung efek asimetris dalam model, karena didapatkan nilai yang melebihi standar deviasinya.
Hasil Penelitian
Pengujian Structural Breaks
Periode structural breaks yang terjadi di masing-masing negara ASEAN berdasarkan hasil pengujian berkisar dari tahun 2002 hingga 2011. Structural
breaks yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal.
Beberapa periode tahun terjadinya structural breaks seperti yang terjadi di tahun 2005 dan 2007 diakibatkan oleh krisis minyak dunia yang mengakibatkan naiknya harga minyak mentah dunia. Pada tahun 2008 merupakan dampak dari krisis
suprime mortgage yang terjadi di Amerika Serikat. Krisis utang Eropa di tahun
2009 juga pun menjadi salah satu dampak terjadinya structural breaks di hampir semua negara ASEAN. Mata uang Brunei Darussalam yang di-peg terhadap Singapura juga menyebabkan beberapa pengaruh yang serupa pada structural
breaks. Namun di rezim ke-3 terdapat perbedaan periode, dimana Brunei
16
Pengujian Efek Asimetris Tanpa Structural Breaks
Pengujian efek asimetris yang dilakukan dengan menggunakan uji cross
correlogram pada model ARCH GARCH terbaik didapatkan bahwa semua negara
ASEAN kecuali Myanmar mengandung efek asimetris pada data nilai tukarnya. Pada penelitian ini hanya dibatasi dengan nilai threshold sebanyak satu. Tabel 5 menyajikan hasil pengujian model Threshold GARCH dengan jumlah nilai
threshold sebanyak satu.
Brunei Darussalam
Pada pra pengujian yang dilakukan sebelum uji threshold didapatkan model terbaik untuk Brunei Darussalam adalah MA (3) dan ARCH (1). Uji cross
correlogram yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan efek asimetris
juga menghasilkan bahwa Brunei Darussalam positif teridentifikasi efek asimetris. Selanjutnya dilakukan pemodelan Threshold GARCH dengan nilai threshold
sebanyak satu dengan model sebagai berikut.
��2 = 1.97� −05 + 0.258970 �−2 1−0.103649 �−2 1��−1 (4)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, nilai tukar Brunei Darussalam mengandung efek asimetris, karena nilai dari koefisien threshold tidak sama dengan nol yaitu sebesar -0.103649. Model volatilitas nilai tukar Brunei Darussalam menunjukkan tidak tolak H0 yaitu tidak ada leverage efect dalam model, karena nilai koefisien threshold yang negatif yaitu -0.103649. Nilai koefisien threshold yang bernilai negatif menunjukkan bahwa pengaruh good news yang diterima oleh nilai tukar akan memiliki pengaruh yang lebih besar
Tabel 5 Model TGARCH dengan Satu Threshold
17 dibandingkan oleh pengaruh bad news. Ketika terjadi guncangan maka volatilitas nilai tukar tidak akan berpengaruh besar, namun ketika guncangan mulai mereda maka nilai tukar akan bergerak kembali stabil. Ketika terdapat kondisi good news
dalam volatilitas maka akan berdampak pada volatilitas nilai tukar Brunei Darussalam sebesar 0.258970, sedangkan ketika terdapat kondisi bad news, maka pengaruh volatilitas nilai tukar Brunei Darussalam akan sebesar 0.155321.
Filipina
Hasil pra pengujian yang dilakukan pada model volatilitas nilai tukar Filipina didapatkan bahwa ARMA (1,1) adalah model terbaik ARMA Filipina dan GARCH (1,1) adalah model terbaik GARCH Filipina. Pada model GARCH (1,1) ternyata masih mengandung heteroskedastisitas karena probabilitas chi-square
masih bernilai 0.0382, yang artinya masih di bawah taraf nyata 5%. Uji efek asimetris yang dilakukan dengan uji cross correlogram pada model GARCH (1,1) juga terindikasi adanya efek asimteris dalam model, sehingga dilakukan pengujian model dengan menggunakan metode Threshold GARCH dan menghasilkan model sebagai berikut.
��2 = 4.24� −07 + 0.109985 �−2 1+ 0.026140 �−2 1��−1+ 0.868079��−2 1 (5)
Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan metode Threshold GARCH didapatkan bahwa model volatilitas nilai tukar Filipina positif terindikasi adanya efek asimetris karena nilai dari koefisien threshold tidak sama dengan nol yaitu sebesar 0.026140. Pada model tersebut juga dapat dijelaskan bahwa terdapat
leverage effect pada model volatilitas nilai tukar Filipina karena nilai koefisien
threshold yang positif yaitu sebesar 0.026140. Keberadaan leverage effect dalam
model juga diperkuat dengan tingkat signifikansi yang sebesar 0.0000, sehingga tolak H0 (tidak ada leverage effect). Adanya leverage effect dalam nilai tukar Filipina menunjukkan bahwa bad news akan memiliki pengaruh yang lebih besar daripada good news, sehingga ketika terjadi bad news maka akan meningkatkan volatilitas nilai tukar Filipina. Ketika terdapat informasi positif (good news), maka pengaruhnya terhadap volatilitas nilai tukar Filipina sebesar 0.109985, namun ketika terjadi guncangan (bad news), maka volatilitas nilai tukar Filipina akan berpengaruh sebesar 0.136125. Pengujian heteroskedastisitas yang dilakukan pada model GARCH (1,1) masih menunjukkan model volatilitas nilai tukar Filipina belum terbebas dari heteroskedastisitas, namun ketika diuji kembali pada model TGARCH (1,1) model sudah terbebas dari heteroskedastisitas dengan tingkat probabilitas sebesar 0.0929.
Indonesia
Pra pengujian yang dilakukan pada data return nilai tukar Indonesia dihasilkan bahwa model terbaik Indonesia adalah MA (2) dan GARCH (1,1). Uji
cross correlogram yang dilakukan didapatkan bahwa model volatilitas nilai tukar
Indonesia terindikasi adanya efek asimetris, sehingga dilakukan pengujian efek asimetris dengan menggunakan model Threshold GARCH. Model Threshold
GARCH dengan jumlah satu threshold Indonesia adalah sebagai berikut.
��2 = 2.08� −06 + 0.180620 �−2 1+ 0.036621 �−2 1��−1+ 0.789143��−2 1 (6)
18
sebesar 0.036621. Nilai koefisien threshold yang sebesar 0.036621 juga mencerminkan terdapat leverage effect dalam model tersebut, karena nilai koefisien threshold tersebut yang lebih besar dari nol. Leverage effect yang terkandung dalam model volatilitas nilai tukar Indonesia juga didukung oleh signifikansi koefisien threshold di bawah 5% yaitu sebesar 0.0001. Terdapatnya
leverage effect dalam model volatilitas nilai tukar Indonesia menunjukkan bahwa
pengaruh bad news akan memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan pengaruh good news, sehingga ketika bad news terjadi maka nilai tukar Indonesia akan mengalami volatilitas yang tinggi. Dampak volatilitas nilai tukar Indonesia ketika terjadi good news akan sebesar 0.180620, namun ketika sedang terjadi bad news dampaknya akan sebesar 0.217241.
Kamboja
Pra pengujian yang dilakukan pada model volatilitas nilai tukar Kamboja sebelum pengujian efek asimetris didapatkan bahwa model terbaik berdasarkan kriteris goodness of fit adalah ARMA (1,1) dan ARCH (1). Pengujian efek asimetris yang dilakukan dengan metode cross correlogram menunjukkan bahwa model volatilitas nilai tukar Kamboja terindikasi adanya efek asimetris, sehingga dilakukanlah pengujian dengan model Threshold ARCH. Model TARCH (1) pada volatilitas nilai tukar Kamboja adalah sebagai berikut.
��2 = 1.50� −05 + 0.549047 �−2 1+ 64.17815 �−2 1��−1 (7)
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan didapatkan bahwa model volatilitas nilai tukar Kamboja positif terdapat efek asimetris karena nilai koefisien threshold yang tidak sama dengan nol yaitu sebesar 64.17815. Koefisien
threshold yang positif juga menunjukkan bahwa pada model volatilitas nilai tukar
Kamboja terdapat leverage effect, artinya ketika terjadi guncangan maka pengaruh
bad news akan lebih besar dibandingkan pengaruh good news sehingga
mengakibatkan nilai tukar Kamboja akan lebih volatil. Pada model volatilitas nilai tukar Kamboja pengaruh good news akan sebesar 0.549047, namun pengaruh bad news akan sebesar 64.727197.
Laos
Hasil pra pengujian yang dilakukan pada data return nilai tukar Laos menunjukkan bahwa model terbaik pada Laos adalah MA (6) dan ARCH (1). Pengujian cross correlogram untuk melihat indikasi adanya efek asimetris pada model ARCH (1) juga didapatkan bahwa model tersebut mengandung efek asimetris, sehingga dilanjutkan pada pengujian Threshold ARCH. Pada model TARCH (1) dengan nilai threshold satu didapatkan model sebagai berikut.
��2 = 0.000941 + 0.724614 �−2 1+ 0.072951 �−2 1��−1 (8)
Pengujian yang dilakukan pada volatilitas nilai tukar Laos menunjukkan bahwa pada model tersebut terdapat efek asimetris karena nilai dari koefisien
threshold yang tidak sama dengan nol yaitu sebesar 0.072951. Leverage effect
juga terdeteksi pada model volatilitas nilai tukar Laos karena nilai dari koefisien
threshold yang lebih besar dari nol yaitu 0.072951. Koefisien threshold yang lebih
19 Laos akan dipengaruhi oleh good news sebesar 0.724614 dan akan dipengaruhi oleh bad news sebesar 0.797565.
Malaysia
Pada pra pengujian yang dilakukan pada model untuk volatilitas nilai tukar Malaysia didapatkan bahwa model ARMA terbaik adalah MA (2) da GARCH terbaik adalah GARCH (1,1). Uji efek asimetris juga dilakukan pada model GARCH (1,1) Negara Malaysia dengan menggunakan uji cross correlogram. Berdasarkan pengujian tersebut didapatkan bahwa model GARCH (1,1) terindikasi adanya efek asimetris dan dilakukan pengujian Threshold GARCH. Pemodelan Threshold GARCH pada volatilitas nilai tukar Malaysia didapatkan model sebagai berikut.
��2 = 1.01� −10 + 0.050959 �−2 1+ 0.046187 �−2 1��−1+ 0.946172��−2 1 (9)
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa nilai dari koefisien threshold
Malaysia sebesar 0.046187 dimana pada koefisien tersebut tidak sama dengan nol, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai tukar Malaysia terdapat efek asimetris. Selain itu nilai koefisien tersebut memiliki koefisien yang positif yang mencerminkan terdapat leverage effect pada volatilitas nilai tukar Malaysia, sehingga dapat dikatakan bahwa pengaruh bad news pada volatilitas nilai tukar Malaysia memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan pengaruh good news. Pengaruh good news yang terdapat pada volatilitas nilai tukar Malaysia akan sebesar 0.050959, sedangkan pengaruh bad news pada volatilitas akan sebesar 0.097146.
Myanmar
Negara Myanmar merupakan negara yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan negara ASEAN yang lainnya. Berdasarkan pengujian yang dilakukan pada model ARMA terbaik pada Myanmar yaitu ARMA (1,1) didapatkan bahwa model sudah terbebas dari heteroskedastisitas, sehingga tidak diperlukan pengujian selanjutnya baik model ARCH GARCH maupun Threshold
GARCH. Berdasarkan pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai tukar Myanmar tidak mengalami volatilitas.
Singapura
Pra pengujian yang dilakukan sebelum pengujian untuk melihat efek asimetris menunjukkan bahwa model ARMA dan GARCH terbaik yang dimiliki oleh Singapura adalah MA (1) dan GARCH (1,1). Selanjutnya dilakukan pengujian cross correlogram pada model GARCH (1,1) dan didapatkan bahwa model tersebut terindikasi adanya efek asimetris, sehingga dilakukan pengujian selanjutnya dengan menggunakan model Threshold GARCH dan menghasilkan model TGARCH (1,1) dengan satu threshold sebagai berikut.
��2 = 5.09� −08 + 0.051695 �−2 1−0.019727 �−2 1��−1+ 0.950286��−2 1 (10)
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan pada model TGARCH (1,1) volatilitas nilai tukar Singapura didapatkan bahwa model tersebut mengandung efek asimetris yang dapat dilihat dari nilai koefisien threshold yang tidak sama dengan nol yaitu sebesar -0.019727. Namun dalam pemodelan tersebut, volatilitas nilai tukar Singapura tidak terdapat leverage effect karena nilai koefisien
20
bahwa pengaruh good news dalam volatilitas nilai tukar Singapura lebih besar dibandingkan pengaruh bad news, sehingga ketika terjadi guncangan tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap volatilitas nilai tukar Singapura. Pengaruh
good news dan bad news pada volatilitas nilai tukar Singapura akan sebesar
0.051695 dan 0.031968.
Thailand
Hasil pra pengujian menunjukkan model ARMA terbaik pada Negara Thailand adalah ARMA (1,2) dan GARCH terbaik adalah GARCH (1,1). Pengujian cross correlogram yang dilakukan pada model GARCH (1,1) mengindikasikan bahwa pada model tersebut terdapat efek asimetris, sehingga dilakukan pengujian selanjutnya yaitu model Threshold GARCH. Model TGARCH (1,1) dengan satu threshold Negara Thailand adalah sebagai berikut.
��2 = 8.53� −08 + 0. 055225 �−2 1+ 0.012298 �−2 1��−1+ 0.939405��−2 1 (11)
Pengujian model TGARCH (1,1) yang dilakukan menunjukkan bahwa model tersebut mengandung efek asimetris yang dapat dilihat dari koefisien
threshold sebesar 0.012298, dimana nilai dari koefisien threshold tersebut tidak
sama dengan nol. Leverage effect juga terdeteksi di dalam model volatilitas nilai tukar Thailand yang terlihat dari koefisien threshold yang lebih besar dari nol yaitu sebesar 0.012298. Terdapatnya leverage effect dalam model menunjukkan bahwa pengaruh bad news akan lebih besar dibandingkan oleh pengaruh good news dalam volatilitas nilai tukar Thailand, sehingga ketika terdapat guncangan maka akan menyebabkan makin bervolatilnya nilai tukar Thailand. Pengaruh good news terhadap volatilitas nilai tukar Thailand akan sebesar 0.055225, sedangkan pengaruh bad news pada volatilitas nilai tukar Thailand akan sebesar 0.067523.
Vietnam
Pada pra pengujian yang dilakukan pada model untuk volatilitas nilai tukar Vietnam didapatkan bahwa model ARMA dan GARCH terbaik adalah MA (2) dan GARCH (1,2). Uji efek asimetris juga dilakukan pada model GARCH (1,1) Negara Vietnam dengan menggunakan uji cross correlogram. Berdasarkan pengujian tersebut didapatkan bahwa model GARCH (1,2) terindikasi adanya efek asimetris dan dilakukan pengujian Threshold GARCH. Pemodelan Threshold
GARCH pada volatilitas nilai tukar Vietnam didapatkan model sebagai berikut.
��2 = 1.21� −07 + 0.0353390 �−2 1+ 0.028488 �−2 1��−1+ 0.946172��−2 1
+ 0.586794��−2 2 (12) Pemodelan Threshold GARCH (1,2) untuk volatilitas nilai tukar Vietnam didapatkan adanya efek asimetris dalam volatilitas nilai tukar Vietnam karena nilai dari koefisien threshold yang melebihi nol, yaitu sebesar 0.028488. Leverage
effect juga terdeteksi dalam volatilitas nilai tukar Vietnam, karena nilai dari
koefisien threshold yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh bad news
akan memberikan dampak yang lebih besar daripada pengaruh good news
Berdasarkan hasil pengujian efek asimetris tanpa memasukkan structural
breaks kepada 10 negara ASEAN, didapatkan 9 negara terdapat efek asimetris,
21
Tabel 6 Pengaruh Good News dan Bad News Volatilitas Nilai Tukar ASEAN
Negara Koefisien Threshold Good News Bad News
Brunei Darussalam -0.103649 0.258970 0.155321
Filipina 0.026140 0.109985 0.136125
Indonesia 0.036621 0.180620 0.217241
Kamboja 64.17815 0.549047 64.727197
Laos 0.072951 0.724614 0.797565
Malaysia 0.046187 0.050959 0.097146
Singapura -0.019727 0.051695 0.031968
Thailand 0.012298 0.055225 0.067523
Vietnam 0.028488 0.035339 0.063827
dilakukan pengujian efek asimetris. Negara-negara yang terbukti ada efek asimetris di dalam volatilitas nilai tukar hanya 2 negara yang tidak mengandung
leverage effect yaitu Brunei Darussalam dan Singapura, keenam negara lainnya
terdapat leverage effect. Tabel 6 menjelaskan bahwa Kamboja merupakan negara yang memiliki pengaruh bad news paling besar diantara negara ASEAN lainnya yaitu sebesar 64.727197, sedangkan Singapura memiliki pengaruh bad news
paling kecil dengan nilai sebesar 0.031968. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa Kamboja merupakan negara yang paling rentan terhadap guncangan, sehingga akan langsung mempengaruhi volatilitas nilai tukar. Singapura merupakan negara yang memiliki perekonomian yang paling baik diantara negara ASEAN lainnya bila dilihat dari sisi indikator perekonomian, sehingga tidak ada leverage effect
dan memiliki pengaruh bad news yang paling rendah dalam volatilitas dollar Singapura. Kondisi perekonomian Singapura dan Kamboja juga didukung oleh data World Bank (2013), dimana Singapura memiliki jumlah GDP dan cadangan devisa yang tinggi diantara negara-negara ASEAN, yaitu masing-masing sebesar USD 297,941,261,088 dan USD 277,797,712,875. Angka yang dimiliki oleh Singapura tersebut jauh dari jumlah GDP dan cadangan devisa Kamboja yang masing-masing sebesar USD 15,249,684,397 dan USD 4,997,865,519.
Pengujian Efek Asimetris dengan Structural Breaks
Pengujian efek asimetris dengan structural breaks dilakukan dengan cara memisahkan periode break yang terjadi di setiap negara lalu dilakukan pengujian efek asimetris terhadap setiap periode tersebut. Berikut adalah hasil pengujian efek asimetris negara-negara ASEAN dengan memasukkan structural breaks.
Brunei Darussalam
Pengujian yang dilakukan pada volatilitas nilai tukar Brunei Darussalam untuk melihat efek asimetris yang terkandung di dalamnya dengan memasukkan
structural breaks dihasilkan bahwa 5 dari 6 rezim memiliki efek asimetris dan
tidak terdapat leverage effect. Hal tersebut dapat dilihat dari koefisien threshold
22
Tabel 8 Efek Asimetris Filipina dengan Structural Breaks
Rezim Model TGARCH Rezim 1
(01/01/2000-14/03/2003) - - -
Rezim 2
(15/03/2003-16/06/2005) TGARCH (1,1) 0.028896 0.043685
Rezim 3
(17/06/2005-23/07/2007) TGARCH (1,1) -0.052091 0.185812
Rezim 4
(24/07/2007-04/09/2009) TARCH (1) 0.003140 0.142288
Rezim 5
(05/09/2009-03/11/2011) TGARCH (1,1) 0.009598 0.063005
Rezim 6
(04/11/2011-31/12/2013) TGARCH (1,1) 0.080637 0.028940 Tabel 7 Efek Asimetris Brunei Darussalam dengan Structural Breaks
Rezim Model TGARCH Rezim 1
(01/01/2000-04/04/2002) - - -
Rezim 2
(05/04/2002-02/07/2004) TGARCH (1,1) 0.039230 -0.007453
Rezim 3
(03/07/2004-15/08/2006) TARCH (1) 0.084737 -0.000112
Rezim 4
(16/08/2006-04/03/2009) TGARCH (1,1) 0.030097 -0.000834
Rezim 5
(05/03/2009-02/08/2011) TARCH (1) 0.242339 -0.184166
Rezim 6
(03/08/2011-31/12/2013) TGARCH (1,1) 0.278449 -0.332809 sehingga kondisi bad news tidak akan banyak memengaruhi volatilitas nilai tukar Brunei Darussalam.
Filipina
Pengujian efek asimetris yang dilakukan pada data return nilai tukar Filipina didapatkan bahwa pada rezim 1 nilai tukar peso Filipina terhadap dollar Amerika Serikat sudah homoskedastisitas, sehingga tidak dilakukan tahap pengujian selanjutnya. Pada rezim lainnya, yaitu rezim 2 hingga rezim 5 didapatkan bahwa terdapat efek asimetris dalam nilai tukar Filipina. Selain itu,
leverage effect juga terdeteksi dalam nilai tukar Filipina yang mengakibatkan
kondisi bad news akan memiliki pengaruh yang lebih besar daripada kondisi good news dalam volatilitas nilai tukar Filipina, sehingga pada saat terjadi bad news
maka akan meningkatkan volatilitas nilai tukar Filipina.
Indonesia
23
Tabel 10 Efek Asimetris Kamboja dengan Structural Breaks
Rezim Model TGARCH Rezim 1
(01/01/2000-18/05/2002) TGARCH (1,1) 0.117677 -0.017455
Rezim 2
(19/05/2002-11/06/2004) - - -
Rezim 3
(12/06/2004-17/08/2006) - - -
Rezim 4
(18/08/2006-26/09/2008) TGARCH (1,1) 0.104483 0.165921
Rezim 5
(27/09/2008-03/11/2010) TGARCH (1,1) 0.109917 0.076953
Rezim 6
(04/11/2010-31/12/2013) TGARCH (1,1) 0.152500 0.169122 Tabel 9 Efek Asimetris Indonesia dengan Structural Breaks
Rezim Model TGARCH Rezim 1
(01/01/2000-08/02/2002) - - -
Rezim 2
(09/02/2002-20/03/2004) TGARCH (1,1) 0.022397 0.081873
Rezim 3
(21/03/2004-14/05/2006) TARCH (1) 0.222318 0.047662
Rezim 4
(15/05/2006-02/12/2008) - - -
Rezim 5
(03/12/2008-09/08/2011) TARCH (1) 0.933270 -0.406601
Rezim 6
(10/08/2011-31/12/2013) TGARCH (1,1) 0.276448 -0.047900 mengandung efek asimetris dan leverage effect, sehingga ketika terjadi bad news
maka akan meningkatkan volatilitas nilai tukar Indonesia. Hasil yang berbeda ketika pengujian dilakukan dengan memasukkan structural breaks. Pada rezim 1 dan 4, data return nilai tukar Indonesia sudah bebas dari unsur heteroskedastisitas, sehingga tidak dilakukan pengujian selanjutnya. Pada rezim 2 dan 3 di sekitar tanggal 9 Februari 2002 hingga 14 Mei 2006, nilai tukar Indonesia terdapat efek asimetris dan leverage effect, karena nilai dari koefisien threshold yang lebih besar dari nol. Tetapi, pada rezim 5 dan 6 nilai tukar Indonesia tidak terdapat
leverage effect, sehingga pengaruh good news akan lebih baik merespon pada
volatilitas nilai tukar Indonesia.
Kamboja
Leverage effect tidak terdeteksi di rezim 1 nilai tukar Kamboja, karena nilai