OLEH
MUHAMMAD ANDITIA PUTRA PRATAMA H14070074
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Bunga dan Nilai Tukar Terhadap Volatilitas dan Return Pada Indeks Saham Sektoral di Bursa Efek Indonesia (dibimbing oleh IMAN SUGEMA).
Risiko tingkat suku bunga dan nilai tukar mata uang merupakan dua faktor ekonomi dan keuangan yang secara signifikan mempengaruhi nilai saham. Tingkat suku bunga, yang mencerminkan harga dari uang, berpengaruh terhadap variabel lain dalam pasar uang dan modal. Tingkat suku bunga secara tidak langsung mempengaruhi nilai dari harga saham, tetapi volatilitasnya secara langsung menciptakan pergeseran antara pasar uang dan instrumen pasar modal. Volatilitas suku bunga mempengaruhi penilaian saham dengan mempengaruhi inti nilai perusahaan, misalnya bunga marjin laba bersih, penjualan dan lain-lain. Sedangkan volatilitas nilai tukar merupakan salah satu sumber utama lain dari ketidakpastian makroekonomi yang berpengaruh terhadap perusahaan, volatilitas nilai tukar mata uang asing akan mempengaruhi nilai perusahaan karena masa depan arus kas pemasukan perusahaan akan berubah sejalan dengan fluktuasi kurs mata uang asing.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui daya prediksi tingkat suku bunga dan nilai tukar terhadap return dan volatilitas indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu, sepuluh sektor lainnya, antara lain sektor pertanian, pertambangan, keuangan, properti, industri dasar, aneka industri, industri barang konsumsi, perdagangan, infrastruktur, dan manufaktur, dimana pada akhirnya akan dilihat sektor-sektor mana saja yang berpengaruh signifikan dari variabel eksogen yang terpilih. Karena komposisi dan sifat indeks masing-masing sektor berbeda, sensitivitas dari return dan volatilitas indeks sektor terhadap tingkat suku bunga dan nilai tukar akan menghasilkan hasil yang berbeda. Selain itu, adanya risiko ekonomi, sosial dan politik di suatu negara dapat mempengaruhi indeks saham secara berbeda pada tiap sektor. Oleh karena itu, untuk mengetahui informasi lebih lanjut tentang pengaruh perubahan tingkat suku bunga dan nilai tukar mata uang terhadap return saham dan volatilitas nilai indeks untuk setiap sektor, perlu dilakukan analisis pada masing-masing sektor secara terpisah. Pemeriksaan indeks sektoral untuk tujuan investasi menjadi penting untuk memahami bagaimana indeks sektoral berperilaku dari waktu ke waktu terutama setelah terjadi perubahan nilai tukar dan tingkat suku bunga.
perdagangan, pertambangan, dan properti). Artinya, jika terjadi kenaikan tingkat suku bunga yield maka investor mengalihkan dananya ke pasar uang (obliasi pemerintah) yang lebih menguntungkan. Perubahan nilai tukar US$/Rupiah menujukkan signifikan positif mempengaruhi return pada beberapa indek saham (indeks gabungan, infrastruktur, perdagangan, pertambangan, dan pertanian) yang menunjukkan bahwa pada saat trend rupiah mengalami penguatan terhadap US$ terjadi capital inflow ke bursa saham sehingga menciptakan kenaikan indeks saham, yang kemudian pada jangka panjang dapat menciptakan sebuah return
Oleh
MUHAMMAD ANDITIA PUTRA PRATAMA H14070074
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Iman Sugema NIP. 19640502 198903 1 003
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2011
Muhammad Anditia Putra Pratama H14070074
pada tanggal 14 Juni 1989. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Ir. Mohamad Maman Rohaman, MSc dan Ibu Emi Rusmiyati, SPd. MMPd. Penulis menjalani pendidikan di bangku sekolah dasar dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2001 di SDN Polisi 4, Bogor. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 2001 sampai tahun 2004 di SMP Negeri 5, Bogor. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMA Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2007.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan Ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pengaruh Suku Bunga dan Nilai Tukar Terhadap Volatilitas dan Return Pada Indeks Saham Sektoral di
Bursa Efek Indonesia”. Bursa saham merupakan salah satu peranan strategis bagi penguatan ketahanan ekonomi suatu negara. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini. Disamping hal tersebut, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, khususnya kepada:
1. Dr. Ir. Iman Sugema, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis maupun moril dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
2. Dosen penguji utama, Prof. Dr. Bambang Juanda dan dosen penguji komisi pendidikan, Dr. Yeti Lis Purnamadewi atas segala koreksi dan saran yang diberikan kepada penulis.
3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM-IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi.
5. Teman seperjuangan satu bimbingan, Retno Nur Cahyani atas semangat, motivasi, doa, dan perjuangan yang luar biasa ini.
6. Sahabat-sahabatku Revina, Resty, Maya, Sheila, Ulfah, Ima, Sherly, Anto, Adit, Syahid, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas bantuan, semangat dan doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Teman-teman Ilmu Ekonomi 44 : Solihin, Azis, Gemma, Rico, Hilman,
Bedil, Adhika, Ajeng, Nyenyo, Fifi, Retno, Opie, Acuy atas bantuan dan dukungannya serta semangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Seluruh staff InterCAFE dan EC-Think, Ka Mut, Ka Ade dan lainnya yang
telah membantu penulis memperoleh data dan telah memberikan pengetahuan dan informasi sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi ini.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih terdapat kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, September 2011
3.2.1.5. Pemeriksaan Model ARCH-GARCH ... 33
3.3. Peramalan Ragam ... 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deksripsi Data ... 37
4.2. Identifikasi Model ARCH-GARCH ... 41
4.2.1. Pemilihan ARIMA ... 41
4.2.2. Hasil Empiris ... 44
4.2.2.1. Hasil Estimasi Return Saham ... 46
4.2.2.2. Hasil Estimasi Volatilitas Saham ... 49
V. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 52
6.2. Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 55
DAFTAR TABEL
No. Halaman
4.1. Stastistika Deskriptif Data Return Indeks Saham Gabungan dan Indeks Tiap Sektor ... 39
4.2. Hasil Uji Stasioneritas Data Return Indeks Saham Gabungan dan
Tiap Sektor ... 41 4.3. Model ARIMA Data Return Indeks saham Gabungan dan Tiap
Sektor ... 43 4.4. Hasil Pengujian Efek ARCH pada residual Model ARIMA ... 43 4.5. Model GARCH Data Return Indeks saham Gabungan dan Tiap
Sektor ... 45 4.6. Hasil Pengujian Efek ARCH pada residual Model GARCH ... 45 4.7. Koefesien GARCH, Model Estimasi dari Return Saham Tiap
Sektor ... 46 4.8. Koefesien GARCH, Model Estimasi dari Volatilitas Saham Tiap
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1.1. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) periode Oktober 2008 – Februari 2011 di Bursa Efek Indonesia ... 2 2.1. Model Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku
Bunga (Yield) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan dan Sub-sektor di Bursa Efek Indonesia ... 24 4.1. Return Indeks Harga Saham Sektoral Periode Awal Oktober 2008 s.d
Akhir Februari 2011 di Bursa Efek Indonesia ... 37 4.2. Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap US$ periode Oktober 2008 –
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Uji Stasioneritas ... 57
2. Model ARIMA Terbaik ... 64
3. Pengujian Efek ARCH ... 75
4. Model GARCH ... 81
5. ARCH LM-Test ... 92
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada era globalisasi sekarang ini, hampir semua negara menaruh perhatian
besar terhadap pasar modal karena memiliki peranan strategis bagi penguatan
ketahanan ekonomi suatu negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki pasar keuangan yang cukup berkembang. Pasar modal merupakan suatu
kebutuhan bagi Indonesia, karena kehadiran pasar modal sangat penting bagi
investor maupun perusahaan dalam hal menjadi sumber alternatif pembiayaan
kegiatan operasional perusahaan melalui penjualan saham dan penerbitan obligasi.
Pasar modal yang ada di Indonesia merupakan pasar yang sedang
berkembang, yang dalam perkembangannya sangat rentan terhadap kondisi
makroekonomi secara umum. Menjelang berakhir periode perdagangan saham
2008 di Bursa Efek Indonesia (BEI) guncangan krisis finansial global masih
membayangi indusri pasar modal domestik. Selama periode itu, otoritas pasar
saham sempat menghentikan sementara transaksi pada Rabu, 8 Oktober 2008.
Hal tersebut terjadi setelah Indeks Saham Gabungan Indonesia (IHSG) anjlok
10,38 persen atau 168,052 poin ke level terendah 1.451,669. Diawali krisis
keuangan yang terjadi di Amerika sejak akhir 2007 yang telah memperburuk
perekonomian AS secara keseluruhan dan berakibat pada timbulnya krisis
keuangan dunia termasuk Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari bangkrutnya
salah satu bank investasi terkemuka di AS, jatuhnya Indeks Down Jones dan
inflasi. Pada akhirnya membuat perekonomian dunia mengalami perlambatan
pertumbuhan. Di Indonesia, hal ini tercermin dari melemahnya kurs rupiah
terhadap dolar AS yang menembus level Rp 9.416 per US$, peningkatan suku
bunga (BI) hingga 9,25 persen, penurunan rata-rata nilai transaksi saham harian
sebesar 9,46 persen dari Rp 4,22 triliun di kuartal III tahun 2007 menjadi Rp 3,82
triliun pada periode yang sama di tahun 2008 dan IHSG turun hingga level
1.832,507 atau mengalami penuruan sebesar 33,26 persen dari IHSG pada akhir
tahun 2007. (Laporan Tahunan Bursa Efek Indonesia 2008)
Sumber : Bursa Efek Indonesia (2011).
Gambar 1.1. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) periode Oktober 2008 – Februari 2011
Data empiris memperlihatkan bahwa dari Oktober 2008 hingga Februari
2011 terjadi fluktuasi pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang
cenderung mengalami kenaikan, seperti terlihat pada gambar 1.1. Ini
membuktikan bahwa indikator ekonomi beberapa tahun setelah krisis global
melanda, gejala pemulihan kepercayaan semakin meningkat. Peningkatan bursa
saham terlihat dari tingkat kepercayaan investor yang meningkat, dapat dilihat
pada akhir tahun 2009 IHSG ditutup pada posisi 2.534,356 poin atau menguat
sebesar 86,98 persen dibandingkan penutupan pada akhir 2008. Pada perdagangan
hari terakhir pada tanggal 30 Desember 2010, IHSG ditutup pada posisi 3.703,51
poin atau menguat sebesar 46,13 persen dibandingkan penutupan pada akhir tahun
2009. Selama 12 bulan tren IHSG terus meningkat, salah satunya ditunjukan
dengan IHSG yang berhasil menyatatkan rekor tertingginya pada tanggal 9
Desember 2010 di level 2.475,572. (www.idx.co.id)
Risiko tingkat suku bunga dan nilai tukar mata uang merupakan dua faktor
ekonomi dan keuangan yang secara signifikan mempengaruhi nilai saham.
Tingkat suku bunga secara tidak langsung mempengaruhi nilai dari harga saham,
tetapi volatilitasnya secara langsung menciptakan pergeseran antara pasar uang
dan instrumen pasar modal. Volatilitas suku bunga mempengaruhi penilaian
saham dengan mempengaruhi inti nilai perusahaan, misalnya bunga marjin laba
bersih, penjualan dan lain-lain. Kenaikan suku bunga berpengaruh negatif
terhadap nilai aset dari peningkatkan tingkat pengembalian (return) yang
diperlukan. Selain itu, tingkat suku bunga yang tinggi menyebabkan investor
mengubah struktur / investasi dari pasar modal menuju pasar surat-surat berharga
yang merupakan pedapatan berjangka tetap (fixed-term income), seperti obligasi
pemerintah. Sebaliknya, penurunan tingkat suku bunga menyebabkan peningkatan
1988). Tingkat suku bunga dianggap sebagai salah satu penentu paling signifikan
dari harga saham (Modigliani dan Chon, 1978).
Volatilitas nilai tukar merupakan salah satu sumber utama lain dari
ketidakpastian makroekonomi yang berpengaruh terhadap perusahaan. Sejak
Agustus 1997, Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang sebagai
jawaban pemerintah terhadap krisis nilai tukar yang terjadi sejak pertengahan
tahun 1997. Setelah pelaksanaan rezim nilai tukar mengambang, Indonesia
dihadapkan pada ketidakstabilan volatilitas kurs mata uang asing.
Volatilitas nilai tukar mata uang asing mempengaruhi nilai perusahaan
karena masa depan arus kas pemasukan perusahaan akan berubah sejalan dengan
fluktuasi kurs mata uang asing. Luehrman (1991), menyatakan bahwa depresiasi
mata uang suatu negara mempengaruhi perjanjian daya saing perusahaan yang
bergerak dalam kompetisi internasional yang memimpin peningkatan permintaan
barang ekspor. Alder dan Dumas (1984), menyatakan bahwa walaupun
perusahaan yang beroperasi di dalam negeri masih mungkin akan dipengaruhi
oleh fluktuasi nilai tukar mata uang sebagai harga input dan output yang
dipengaruhi oleh pergerakan mata uang. Pada saat yang sama, jika sebuah negara
disebut sebagai negara dominan pengimpor,maka jika mata uang domestik
melemah (depresiasi) terhadap mata uang asing akan berdampak negatif pada
negara yang diakibatkan dari kenaikan harga barang impor sehingga
mengakibatkan meningkatnya biaya produksi, atau dengan kata lain melemahnya
nilai tukar rupiah terhadap US$ memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi
Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan salah satu pasar saham yang
paling cepat berkembang dengan volatilitas yang cukup tinggi. Peningkatan
jumlah perusahaan yang terdaftar dan nilai kapitalisasi pasar menegaskan fakta ini.
Nilai kapitalisasi pasar meningkat dari Rp 1.077 trilliun dengan 396 perusahaan
yang terdaftar di BEI pada tahun 2008, menjadi Rp 2.019,37 trilliun dengan 409
perusahaan yang terdaftar pada tahun 2009. Pada akhir 2010, nilai kapitalisasi
pasar saham dari 424 perusahaan yang terdaftar di BEI meningkat menjadi Rp
3.242,77 trilliun. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menyelidiki apakah
kedua variabel makroekonomi; nilai tukar dan tingkat suku bunga, memiliki
kekuatan prediksi yang signifikan bagi return dan volatilitas indeks saham di
Bursa Efek Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Intensif liberalisasi kebijakan keuangan yang dianut di negara-negara
berkembang dalam beberapa dekade terakhir telah menarik perhatian investor
dunia untuk menggeserkan sebagian dana mereka ke pasar saham negara
berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang
mempunyai pangsa pasar keuangan yang cukup besar. Volume harian transaksi
yang cukup tinggi menandakan bahwa pasar keuangan terutama pasar saham di
Indonesia menjadi salah satu pasar keuangan yang diminati para investor untuk
menanamkan modal guna medapatkan return dari investasinya.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui daya prediksi tingkat suku
bunga dan nilai tukar terhadap return dan volatilitas indeks harga saham
lain sektor pertanian, pertambangan, keuangan, properti, industri dasar, aneka
industri, barang konsumsi, perdagangan, infrastruktur, dan manufaktur, dimana
pada akhirnya akan dilihat sektor-sektor mana saja yang berpengaruh signifikan
dari variabel eksogen yang terpilih. Karena komposisi dan sifat indeks
masing-masing sektor berbeda, kita tidak bisa berharap bahwa sensitivitas dari return dan
volatilitas indeks sektor terhadap suku bunga dan nilai tukar akan menghasilkan
hasil yang berbeda Selain itu, adanya risiko ekonomi, sosial dan politik di suatu
negara dapat mempengaruhi indeks saham secara berbeda pada tiap sektor. Oleh
karena itu, untuk mengetahui informasi lebih lanjut tentang pengaruh perubahan
tingkat suku bunga dan nilai mata uang terhadap return saham dan volatilitas nilai
indeks untuk setiap sektor perlu dilakukan analisis pada masing-masing sektor
secara terpisah.
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dari penelitian yang penulis
ambil adalah sebagai berikut ;
1. Apakah variabel eksogen nilai tukar US$/Rupiah mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap return dan volatilitas variabel endogen IHSG dan tiap
sektor di Bursa Efek Indonesia,
2. Apakah variabel eksogen tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap return dan volatilitas variabel endogen IHSG dan tiap
sektor di Bursa Efek Indonesia.
1.3. Tujuan Penelitian
Bertolak pada latar belakang dan permasalahan yang dipaparkan di atas,
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel eksogen nilai tukar
US$/Rupiah terhadap variabel endogen return dan volatilitas IHSG dan tiap
sektor di Bursa Efek Indonesia,
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel eksogen Tingkat Suku
Bunga terhadap variabel endogen return dan volatilitas IHSG dan tiap sektor
di Bursa Efek Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah ;
1. Memberikan informasi yang berharga bagi para investor dalam mengambil
keputusan terbaik dalam pemilihan penyimpanan investasinya di sektor bursa
saham atau pasar uang yang lebih menguntungkan sehingga daapat
menghasilkan return saham yang diharapkan,
2. Bagi emiten, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan
kebijakan-kebijakan perusahaan,
3. Bagi para penulis yang tertarik untuk meneliti kajian yang sama dalam pasar
modal diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan bagi
penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menyajikan analisis secara deskriptif dan kuantitatif dengan
menggunakan ekonometrika. Selain itu, analisis dalam skripsi ini hanya terbatas
pada analasis mengenai hubungan pengaruh atau respon nilai tukar dan tingkat
suku bunga terhadap return dan volatilitas harga saham untuk tiap sektor, serta
karena itu, dalam analisis ini faktor-faktor eksternal yang mungkin mempengaruhi
dalam analisis dianggap konstan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1. Pasar Modal
Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang
terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua
lembaga perantara dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang
beredar. Dalam arti sempit, pasar modal adalah suatu pasar (tempat, berupa
gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi,
dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang
efek (Sunariyah, 2000). Pasar modal menurut Undang-Undang Republik
Indonesia No.8 tahun 1995 adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran
umum dan perdagangan efek, yaitu perusahaan publik yang berkaitan dengan efek
yang diterbitkannya serta lembaga atau profesi yang berkaitan dengan efek.
Adapun efek yang dimaksud disini adalah surat berharga atau saham.
Definisi lain pasar modal adalah tempat atau pasar dari berbagai instrumen
keuangan yang bisa diperjual belikan, baik itu keuangan jangka panjang maupun
keuangan jangka pendek. Bentuk keuangan tersebut seperti hutang atau modal
sendiri. Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian negara karena pasar
modal memiliki dua fungsi, yaitu berfungsi sebagai ekonomi dan keuangan.
Alasan pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar
menyediakan fasilitas yang mempertemukan pihak investor dan pihak yang
kepada pihak investor untuk diinvestasikan kepada issuer dengan pengharapan
atas laba yang dibagikan dividen, sedangkan untuk pihak issuer mendapatkan
dana segar dari investor yang bisa dipergunakan untuk kepentingan operasi
perusahaan. Adapun pasar modal memiliki fungsi keuangan karena keberadaan
pasar modal diharapkan kegiatan dan aktivitas perekenomian menjadi lebih
meningkat,dimana pasar modal menjadi tempat pendanaan bagi perusahaan untuk
beroperasi lebih besar lagi dan hasilnya untuk mensejahterakan masyarakat luas.
Dalam pasar modal terdapat surat berharga atau efek yang dapat
diperjualbelikan di bursa. Adapun instrumen pasar modal tersebut antara lain
saham, obligasi, dan lain-lain.
a. Saham
Saham adalah surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal pada suatu
perseroan terbatas. Dengan memiliki saham suatu perusahaan, maka manfaat
yang diperolehnya diantaranya sebagai berikut :
1. Dividen adalah bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada
pemilik saham,
2. Capital gain adalah keuntungan yang diperoleh dari selisih jual dengan harga
belinya,
3. Manfaat non–finansial yaitu timbulnya kebanggaan dan kekuasaan
memperoleh hak suara dalam menentukan jalannya perusahaan.
Dalam bursa efek yang memperjualbelikan berbagai saham terdiri dari dua
jenis, yaitu saham biasa (common stock) dan preferen (preferred stock). Saham
pasar modal. Bahkan saat ini dengan semakin banyaknya emiten yang
mencatatkan sahamnya di bursa efek perdagangan saham semakin marak dan
menarik para investor untuk terjun dalam jual beli saham. Saham biasa merupakan
saham yang tidak memperoleh hak istimewa. Pemegang saham biasa mempunyai
hak untuk memperoleh dividen sepanjang perseroan memperoleh keuntungan.
Saham preference merupakan saham yang diberikan atas hak untuk mendapatkan
dividen dan / atau bagian kekayaan pada saat perusahaan di likuidasi lebih dahulu
dari saham biasa, disamping itu mempunyai preferensi untuk mengajukan usul
pencalonan direksi / komisaris.
b. Obligasi
Menurut Sawidji (2009), obligasi adalah surat berharga dalam bentuk
kontrak antara pembeli pinjaman dengan yang diberi pinjaman. Jadi, surat
berharga obligasi adalah selembar kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas
tersebut memberikan pinjaman kepada yang diberi pinjaman melalui sebuah
kontrak dan akibat adanya kontrak tersebut. Pemberi pinjaman memiliki hak
untuk dibayar kembali pada waktu tertentu dan dengan jumlah tertentu pula.
Obligasi sendiri dibedakan menurut penerbitnya, antara lain :
1. Obligasi Negara,
Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah. Pemerintah Indonesia sendiri
memperdagangkan obligasi di BEI antara lain : obligasi negara seri Fixet rate,
seri variable rate dan seri zero coupon serta obligasi negara ritel dan yang
paling tinggi diperdagangkan adalah seri Fixet rate, seri variable rate.
Obligasi yang diterbitkan pihak swasta dan ditawarkan dalam bentuk mata
uang Rupiah dan dolar Amerika.
2.1.2. Bursa Efek
Bursa Efek adalah suatu system convenant yang terorganisir dengan
mekanisme resmi untuk mempertemukan penjual efek (pihak defisit dana) dengan
pembeli efek (pihak yang surplus dana) secara langsung atau melalui
wakil-wakilnya. Menurut Husnan (1998), di dalam bukunya ia menjelaskan bahwa
bursa efek adalah perusahaan yang jasa utamanya adalah menyelanggarakan
kegiatan perdagangan sekuritas di pasar sekunder. Dalam undang-undang yang
mengatur tentang pasar modal nomor 8 tahun 1995 menjelaskan pengertian bursa
efek, yaitu pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau
sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak yang lain
dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.
Saat ini bursa efek yang tersedia di Indonesia adalah Bursa Efek Indonesia
(BEI). Pemegang saham bursa efek itu sendiri adalah perusahaan efek yang telah
memperoleh izin usaha sebagai perantara pedagang efek. Sebagai fasilitator bursa
efek mempunyai tugas yang harus dilakukan kepada calon investor agar dapat
menjadikan bursa efek lebih dikenal oleh publik, yaitu :
1. Menyelenggarakan perdagangan efek yang teratur, wajar dan efisien,
2. Menyediakan sarana pendukung serta mengawasi kegiatan anggota bursa efek,
3. Menyusun rancangan anggaran tahunan dan penggunaan laba bursa efek, dan
4. Mengupayakan likuiditas isntrumen yaitu mengalirkan dana secara cepat pada
efek-efek yang dijual,
5. Menyebarluaskan informasi bursa ke seluruh lapisan masyarakat
6. Memasyarakatkan pasar modal untuk menarik investor dan perusahaan yang
go pubic,
7. Menciptakan instrumen dan jasa baru.
2.1.3. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Indeks Harga Saham Gabungan merupakan salah satu indeks pasar saham
yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI; dahulu Bursa Efek Jakarta
(BEJ)). IHSG diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai
indikator pergerakan harga saham di BEJ. Indeks ini mencakup pergerakan harga
seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Indeks inilah yang
paling banyak digunakan dan dipakai sebagai acuan tentang perkembangan
kegiatan di pasar modal dan juga digunakan untuk menilai situasi pasar secara
umum atau mengukur apakah harga saham mengalami kenaikan atau penuruan.
Untuk perhitungan Indeks Harga Saham secara umum, ada rumusan dasar
yang dikenal dengan nama Weighted Average. Rumus dasar penghitunganya
adalah :
IHSG ∑ P∑ N XQ
dimana ;
P = harga penutupan saham di pasar reguler,
Nd = nilai dasar, yaitu nilai yang dibentuk berdasarkan jumlah saham yang
tercatat di BEI yang masuk dalam daftar penghitungan indeks.
Nilai dasar bisa berubah jika ada aksi korporasi yang menyebabkan jumlah
saham berkurang atau bertambah. Sederhananya, setiap saham dihitung terlebih
dahulu kapitalisasi pasar, kemudian dijumlahkan seluruh kapitalisasi pasar per
saham atas saham-saham yang diperhitungkan dalam indeks, lalu dibagi dengan
nilai dasar, kemudian dikalikan dengan 100. Jika kapitalisasi pasar per saham
yang di total ini berbeda dengan nilai kapitalisasi pasar seluruh saham di BEI, itu
dikarenakan ada saham-saham yang tidak perhitungkan dalam penghitungan
indeks. Saham-saham yang tidak diperhitungkan ini menjadi rahasia BEI. Pihak
BEI memiliki kriteria sendiri atas saham-saham yang bisa dimasukkan dalam
penghitungan IHSG. Jadi bisa dikatakan, IHSG merupakan nilai representatif atas
rata-rata harga seluruh saham di BEI berdasarkan jumlah saham tercatat. Itulah
alasan disebut sebagai Weightened Average nilai harga rata-rata terhadap bobot
atau jumlah saham.
2.1.4. Indeks Sektoral
Indeks sektoral Bursa Efek Jakarta (BEI) adalah sub indeks dari Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG). Semua saham yang tercatat di BEI di
klasifikasikan ke dalam sembilan sektor menurut klasifikasi industri yang telah
ditetapkan BEI, yang diberi nama JASICA (Jakarta Industrial Classification). Ke
1. Sektor-sektor Primer (Ekstraktif)
a. Sektor 1 : Pertanian
b. Sektor 2 : Pertambangan
2. Sektor-sektor Sekunder (Industri Pengolahan / Manufaktur)
a. Sektor 3 : Industri Dasar dan Kimia
b. Sektor 4 : Aneka Industri
c. Sektor 5 : Industri Barang Konsumsi
3. Sektor-sektor Tersier (Industri Jasa / Non-manufaktur)
a. Sektor 6 : Properti dan Real Estate
b. Sektor 7 : Transportasi dan Infrastruktur
c. Sektor 8 : Keuangan
d. Sektor 9 : Perdagangan, Jasa dan Investasi
Selain sembilan sektor tersebut di atas, BEI juga menghitung Indeks
Industri Manufaktur (Industri Pengolahan) yang merupakan gabungan dari
saham-saham yang terklasifikasikan dalam sektor 3, sektor 4 dan sektor 5. Indeks
sektoral diperkenalkan pada tanggal 2 Januari 1996 dengan nilai awal indeks
adalah 100 untuk setiap sektor dan menggunakan hari dasar tanggal 28 Desember
1995. (www.vibiznews.com, 12 April 2011)
2.1.5. Return dan Volatilitas Saham
Ang (1997) mengatakan bahwa return saham adalah tingkat keuntungan
yang dinikmati oleh investor atas suatu investasi yang dilakukan. Return saham
memungkinkan seorang investor untuk membandingkan keuntungan aktual
tingkatan pengembalian yang diinginkan. Di sisi lain, return pun memiliki peran
yang amat signifikan di dalam menentukan nilai dari sebuah saham.
Jogiyanto (1998) menjelaskan bahwa terdapat dua unsur pokok return
total saham, yaitu capital gain dan yield. Capital gain merupakan hasil yang
diperoleh dari selisih antara harga pembelian (kurs beli) dengan harga penjualan
(kurs jual). Artinya jika kurs beli lebih kecil dari pada kurs jual maka investor
dikatakan memperoleh capital gain, dan sebaliknya disebut dengan capital loss.
Yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi
periode tertentu dari suatu investasi. Untuk saham, yield adalah persentase dividen
terhadap harga saham periode sebelumnya. Untuk obligasi, yield adalah
persentase bunga pinjaman yang diperoleh terhadap harga obligasi periode
sebelumnya. Dengan demikian return total dapat dinyatakan sebagai berikut;
Dalam penelitian ini, return saham yang dimaksud adalah capital gain
atau capital loss yang didefinisikan sebagi selisih dari harga investasi sekarang
relatif dengan harga periode yang lalu. Berdasarkan definisi tersebut, return
saham dapat dicari dengan rumus sebagai berikut;
Tujuan investor dalam berinvestasi adalah untuk meningkatkan nilai
kekayaan dengan cara memaksimalkan return tanpa melupakan faktor risiko yang
dihadapinya. Return saham yang tinggi mengidentifikasikan bahwa saham
dealer tidak akan lama menyimpan saham tersebut sebelum saham tersebut
diperdagangkan.
Definisi volatilitas itu sendiri adalah kecepatan naik turunnya return
sebuah reksadana. Volatilitas tidak hanya terbatas pada reksadana, tetapi juga
seluruh instrumen investasi, baik saham, emas, obligasi atau instrumen-instrumen
lainnya. Semakin tinggi volatilitasnya, maka kepastian return suatu reksadana
semakin rendah, akan tetapi umumnya, dimana semakin tinggi volatilitas, nilai
return akan semakin tinggi. Untuk volatilitas yang rendah menunjukkan
kestabilan nilai return, akan tetapi umumnya nilai return tidak terlalu tinggi.
2.1.6. Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah suku
bunga yang diukur dari pergerakan yield obligasi pemerintah. Yield obligasi itu
sendiri adalah hasil yang akan diperoleh investor apabila menempatkan dananya
untuk dibelikan obligasi dan dinyatakan dalam persentase.
Ada tiga ukuran yield obligasi yang sering digunakan oleh para dealer dan
portfolio manager yaitu; (1) yield sekarang (current yield), (2) yield sampai jatuh
tempo (yield to maturity), dan (3) yield to call (yield untuk membeli kembali).
Ketiga yield ini sering dipergunakan untuk menentukan pemilihan obligasi masuk
dalam portofolio para manajer investasi atau pihak lain dalam rangka untuk
membeli obligasi. Untuk currrent yield adalah yield yang dihitung berdasarkan
jumlah kupon yang diterima selama satu tahun terhadap harga obligasi tersebut.
Sementara itu yield to maturity (YTM) menurut (Tandelilin, 2001) adalah tingkat
obligasi sampai jatuh tempo, dan Yield to call itu sendiri adalah ukuran tingkat
return yang akan diterima investor jika membeli obligasi (callable bond) pada
harga pasar saat ini dan menahan obligasi tersebut hingga waktu obligasi tersebut
di-call.
2.1.7. Nilai Tukar Uang (Kurs)
Nilai tukar suatu mata uang sebenarnya adalah ‘harga’ mata uang suatu
negara terhadap negara asing lainnya, sedangkan nilai tukar rupiah adalah harga
rupiah terhadap mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap
Dollar AS, nilai tukar rupiah terhadap yen, dan lain sebagainya. Nilai tukar mata
uang ini bersifat stabil dan bisa labil atau terlalu bergerak naik atau turun. Jadi,
nilai tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke
dalam mata uang negara lain. Nilai tukar atau lazim juga disebut kurs valuta
dalam berbagai transaksi ataupun jual beli valuta asing, dikenal ada empat jenis
yakni (Dornbusch dan Fischer, 1992):
a. Selling Rate (kurs jual) yakni kurs yang ditentukan oleh suatu bank untuk
penjualan valuta asing tertentu pada saat tertentu,
b. Middle Rate (kurs tengah) adalah kurs tengah antara kurs jual dan kurs beli
valuta asing terhadap mata uang nasional, yang ditetapkan oleh bank sentral
pada suatu saat tertentu,
c. Buying Rate (kurs beli) adalah kurs yang ditentukan oleh suatu bank untuk
d. Flat Rate (kurs flat) adalah kurs yang berlaku dalam transaksi jual beli bank
notes dan traveller chaque, dimana dalam kurs tersebut sudah diperhitungkan
promosi dan biaya-biaya lainya.
Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian
terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan
maupun variabel-variabel makro ekonomi yang lain. Ada dua pendekatan yang
digunakan untuk menentukan nilai tukar mata uang yaitu pendekatan moneter dan
pendekatan pasar. Dalam pendekatan moneter, nilai tukar mata uang didefinisikan
sebagai harga dimana mata uang asing diperjualbelikan terhadap mata uang
domestik dan harga tersebut berhubungan dengan penawaran dan permintaan
uang.
Naik turunnya nilai tukar mata uang atau kurs valuta asing bisa terjadi
dengan berbagai cara, yakni bisa dengan cara dilakukan secara resmi oleh
pemerintah suatu negara yang menganut sistem managed floating exchange rate,
atau bisa juga karena tarik menariknya kekuatan-kekuatan penawaran dan
permintaan di dalam pasar (market mechanism) dan umumnya perubahan nilai
tukar mata uang tersebut bisa terjadi karena empat hal, yaitu:
a. Depresiasi (depreciation) adalah penurunan harga mata uang nasional
berbagai terhadap mata uang asing lainya, yang terjadi karena tarik
menariknya kekuatan-kekuatan supply dan demand di dalam pasar (market
mechanism),
b. Appresiasi (appreciation) adalah peningkatan harga mata uang nasional
menariknya kekuatan-kekuatan supply dan demand di dalam pasar (market
mechanism),
c. Devaluasi (devaluation), adalah penurunan harga mata uang nasional
terhadap berbagai mata uang asing lainnya yang dilakukan secara resmi oleh
pemerintah suatu negara,
d. Revaluasi (revaluation), adalah peningkatan harga mata uang nasional
terhadap berbagai mata uang asing lainnya yang dilakukan secara resmi oleh
pemerintah suatu negara.
2.2. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian sebelumnya telah dikaji hubungan antara nilai tukar dan
tingkat suku bunga terhadap pasar saham di berbagai negara dan sejalan dengan
penelitan ini menggunakan metode GARCH. Penelitian yang dilakukan oleh
Gulin, ddk. (2008) mengkaji mengenai hubungan nilai tukar dan suku bunga yaitu,
yield obligasi, terhadap return dan volatilitas indeks harga saham gabungan dan
tiap sektor, antara lain; teknologi, industri, finansial, dan service di Bursa Saham
Istambul (ISE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa return dari saham indeks
saham gabungan dan tiap sektor keseluruhan berpengaruh signifikan negatif
terhadap suku bunga (yield) dan untuk nilai tukar, hanya return saham sektor
service yang berpengaruh signifikan negatif terhadap nilai tukar. Selain itu, untuk
pengaruh nilai tukar terhadap volatilitas indeks saham berpengaruh signifikan
positif pada semua sektor, kecuali sektor teknologi. Mengenai pengaruh suku
bunga terhadap volatilitas return tiap sektor, yang signifikan antara lain; sektor
Aloui (2006) dalam penelitiannya mengeksplorasi sifat dari mean,
volatilitas dan mekanisme transmisi kausalitas antara pasar saham dan mata uang
untuk Amerika Serikat dan beberapa pasar Eropa untuk periode sebelum dan
pasca-Euro. Dalam penelitianya, ia menggunakan model perpanjangan multivariat
EGARCH untuk menjelaskan mekanisme transmisi volatilitas asimetris. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa secara asimetris dalam jangka panjang terdapat
pengaruh signifikan pada volatilitas dan menunjukkan bukti-bukti kuat kausalitas
di mean dan variance, antara nilai tukar dan harga saham untuk periode sebelum
dan pasca-Euro.
Jayasinghe dan Tsui (2007) memeriksa fluktuasi nilai tukar dari tingkat
return dan volatilitas pada sektor saham. Dalam penelitiannya, mereka
menggunakan model GJR-GARCH untuk melihat pengaruh nilai tukar di indeks
sektor di negara industri Jepang. Berdasarkan data sampel dari empat belas sektor,
terbukti signifikan ditemukanya pengembalian return dan volatilitas bersyarat
asimetris dari nilai tukar.
Hyde (2007) menginvestigasi respon return saham sektor industri terhadap
pasar, nilai tukar dan suku bunga. Dalam penelitianya ia menfokuskan pada return
saham sektor industri, guncangan nilai tukar dan suku bunga di empat negara
terbesar di Eropa yaitu Perancis, Jerman, Italia dan Inggris. Hasil penelitiannya
menunjukan bahwa signifkan di level pada resiko nilai tukar di keempat negara
dan risiko suku bunga signifikan di Perancis dan Jerman.
Selain itu, Raghavan dan Dark (2008) menggunakan Vektor
volatilitas dan return nilai tukar dolar AS/Australia di seluruh Australia
Ordinaries Index (AOI). Dalam tulisan penelitianNya, mereka menemukan bukti
pengembalian searah dan efek spillover volatilitas USD/AUD ke AOI.
2.3. Kerangka Penelitian
Dalam penelitian ini, dilakukan terhadap 2 (dua) variabel makroekonomi
yang diduga berpengaruh terhadap return dan volatilitas IHSG dan tiap sektor di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Adapun variabel makroekonomi yang diprediksikan
berpengaruh terhadap IIHSG dan tiap sektor adalah nilai tukar US$/Rupiah dan
tingkat suku bunga dalam yield. Berdasarkan uraian di atas, hubungan
masing-masing variabel eksogen (variabel makroekonomi) terhadap IHSG dapat
dijelaskan sebagai berikut;
1. Hubungan Nilai Tukar US$/Rupiah terhadap return dan volatilitas saham
Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang tidak stabil akan sangat
mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal.
Terjadinya apresiasi kurs Rupiah terhadap Dolar misalnya, akan memberikan
dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri,
terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak
langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, karena
menurunnya nilai ekspor dibandingkan dengan nilai impor. Seterusnya, akan
berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Memburuknya
neraca pembayaran tentu akan berpengaruh terhadap cadangan devisa.
Berkurangnya cadangan devisa akan mengurangi kepercayaan investor
negatif terhadap perdagangan saham di pasar modal sehingga terjadi capital
outflow.
Selanjutnya, bila terjadi penurunan kurs yang berlebihan akan
berdampak pada perusahaan-perusahaan go public yang menggantungkan
faktor produksi terhadap barang-barang impor. Besarnya belanja impor dari
perusahaan seperti ini bisa mempertinggi biaya produksi dan menurunnya
laba perusahaan sehingga harga saham perusahaan itu akan menurun tajam,
akibatnya terjadi penurunan return.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Luehrman (1991), Adler dan Dumas (1984), dan Gulin dkk. (2008) telah
membuktikan bahwa nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
2. Hubungan Tingkat Suku Bunga terhadap return dan volatilitas saham
Kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan (emiten)
yang lebih lanjut dapat menurunkan harga saham. Kenaikan ini juga
berpotensi mendorong investor mengalihkan dananya ke pasar uang atau
tabungan maupun obligasi pemerintah sehingga investasi di lantai bursa turun.
Akibatnya dapat menurunkan harga saham dan terjadinya penurunan return.
Hal ini telah dibuktikan oleh Hashemzadeh dan Taylor (1988) maupun
Modigliani dan Chon (1978) bahwa tingkat bunga berpengaruh signifikan
terhadap indeks harga saham.
Atas dasar analisis tersebut maka pengaruh dari masing-masing variabel
tersebut terhadap IHSG dapat digambarkan dalam model paradigma seperti
Gambar 2.1.
Model Analisis Pengaruh Nilai Tukar US$/Rupiah dan Tingkat Suku Bunga (Yield) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan dan Sektoral di
Bursa Efek Indonesia
Berdasarkan model pada Gambar 2.1. tersebut menunjukkan bahwa
variabel eksogen terdiri dari nilai tukar US$/Rupiah (H1, H3) dan tingkat suku
bunga (H2, H4) dan variabel endogennya yaitu return dan volatilitas IHSG dan
tiap sektor di Bursa Efek Indonesia (BEI).
2.4. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
H1 : Diduga bahwa variabel eksogen nilai tukar US$/Rupiah memiliki
pengaruh signifikan positif terhadap retun IHSG dan indeks saham
sektoral di BEI.
H2 : Diduga bahwa variabel eksogen tingkat suku bunga memiliki pengaruh
signifikan negatif terhadap return IHSG dan indeks saham sektoral di BEI. Nilai Tukar
Return Saham Indeks Gabungan dan Indeks Saham Sektoral di
BEI HI, H2
H3: Diduga bahwa variabel eksogen nilai tukar US$/Rupiah memiliki
pengaruh signifikan positif terhadap volatilitas IHSG dan indeks saham
sektoral di BEI.
H4 : Diduga bahwa variabel eksogen tingkat suku bunga memiliki pengaruh
signifikan positif terhadap volatilitas IHSG dan indeks saham sektoral di
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
berupa data time series harian dari awal Oktober 2008 hingga akhir Februari 2011.
Data-data yang digunakan pada penelitian ini adalah return indeks harga saham
gabungan dan indeks tiap sektor yang ada di pasar saham, tingkat suku bunga
yang diukur dari yield obligasi pemerintah yang berjangka 2 tahun, dan nilai tukar
kurs rupiah terhadap Dolar Amerika. Data tersebut diperoleh dari Bank Indonesia
(BI), Bursa Efek Indonesia (BEI), dan CEIC.
3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Dalam penelitian ini akan digunakan model ARCH-GARCH.Tingkat
risiko harga dapat diramalkan denga pendekatan ARCH-GARH. Data yang ada
diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel dan Eviews 6. Analisis
grafik pergerakan harga dilakukan dengan plot grafik time series untuk melihat
kecenderungan data.
3.2.1. Model ARCH-GARCH
GARCH mengasumsikan data yang akan dimodelkan memiliki standar
devasi yang selalu berubah terhadap waktu. GARCH cukup baik untuk
memodelkan data yang berubah standar deviasinya, tetapi tidak untuk data yang
benar-benar acak. Langkah awal untuk mengidentifikasikan model
ARCH-GARCH adalah dengan melihat ada tidaknya ARCH eror dari data pergerakan
Firdaus (2006) menyatakan bahwa misalkan Y , Y , … , Y merupakan
deret waktu pengamatan return dan (Y) adalah sebuah proses yang mengikuti
persamaan ARMA (p,q). Dalam bentuk persamaan ditulis sebagai :
Y Φ Y Φ Y - ... - Φ Y ε θ ε θ ε - ... - θ ε
dimana adalah white noise. Persamaan tersebut dapat ditulis :
Φ B) Y = (θ B)
Dimana B adalah operator backsift. Jika q = 0 ARMA (p,q) sama dengan proses
autoregresssive dengan orde-p, AR(p), yang dapat ditulis dalam bentuk
persamaan sebagai berikut :
Y φ Φ Y Y … Φ Y ε
dengan E ) = 0
σ , untuk t = λ ... (1)
E , =
0, untuk selainnya
Proses memiliki persamaaan peragam stationer jika,
1-Φ Φ - ... Φ = 0.
Peramalan linier yang optimal dari Yt untuk proses AR(p) adalah :
E Y Y , Y ,… φ Φ Y Y Φ Y
Dimana , ,… menunjukkan proyeksi linier dari Yt terhadap
konstanta dari , ,… . Jika rataan bersyarat dari Yt berubah-ubah pada
peragam yang statsioner, maka rataan tak bersyarat dari Yt adalah konstan sebagai
berikut :
Yt φ/ - Φ -Φ - ... - Φ
Hal yang menarik dalam persamaan ini tidak hanya peramalan dari Yt saja,
melainkan juga peramalan varians. Varians yang berubah-ubah pada setiap titik
waktu juga mempunyai implikasi terhadap validitas dan efesiensi dalam estimasi
parameter (φ, Φ , Φ , … , Φ ). Walaupan persamaan (1) berimplikasi bahwa
varians bersyarat dari adalah konstan yang sebesar σ , namun pada
kenyataannya varians bersyarat dari dapat berubah-ubah terhadap titik waktu.
Satu pendekatan yang digunakan untuk mendeskripsikan kuadrat dari yang
mengikuti proses AR (m) :
ξ α α + ... + α + ω ...(2)
Peubah ωt adalah proses white noise yang akan baru, dengan
E( ) = 0
λ , untuk t = λ
E(ω,ω ) =
0, untuk selainnya
Karena ε juga merupakan eror dari peramalan Yt, persamaan (2)
berimplikasi bahwa proyeksi linier kuadrat eror dari ramalan Yt, terhadap
m-kuadrat eror peramalan sebelumnya adalah sebagai berikut :
Proses white noise yang memenuhi persamaan (3) dikenal sebagai model
Autoregressive Conditional Heteroscedasiticity dengan orde m atau ARCH (m).
Proses ini dinotasikan :
~
Persamaan ini sering juga ditulis sebagai berikut :
h ξ α α + ... + α
Dimana h E , ,… yang sering disebut sebagai ragam. Proses
~ ARCH m dicirikan oleh = h, Vt. Dalam hal ini Vt ~ N(0,1).
Lebih umum lagi dapat diperlihatkan sebuah proses dimana ragam
bersyaratnya tergantung pada jumlah lag terhingga dari :
h ξ + π L ...(4)
dengan
π L π L
kemudian π L diparameterisasi sebagai rasio dari 2 orde polinomial terhingga :
π L α L L α L L α L L α L L . . . α L . . . L
dimana diasumsikan bahwa akar dari . Jika persamaan (4) dikalikan
dengan , maka diperoleh persamaann sebagai berikut :
atau dapat ditulis sebagai berikut :
h K h h … h α α … α ... (5)
Persamaan (5) dikenal sebagai model General Autoregressive Conditional
Heteroscedasticity dengan orde r dan orde m yang biasa dinotasikan sebagai ~
GARCH.
3.2.1.1.Tahap Identifikasi
Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap tiga hal. Pertama,
indentifikasi terhadap kestasioneran data. Kedua, idetifikasi terhadap unsur
musiman yang mungkin terdapat pada data. Ketiga, identifikasi terhadap pola
Autocorrelation Function (ACF) dan Partail Autocorrelation Function (PACF)
untuk menentukan model tentatif.
Uji stasioneritas data dapat dilakukan dengan melakukan uji Augmented
Dickey-Fuller. Data dikatakan sudah stasioner (tidak mengandung unit root)
apabila ADF test statistic lebih besar dari test critical values.
Pada umumnya data runtut waktu (time series) memiliki unsur
kecendrungan (trend) yang menjadikan kondisi data time series menjadi tidak
statsioner. Oleh karena itu diperlukan pembedaan yang dapat membedakan data
yang belum stasioner dengan data baru yang sudah stasioner. Biasanya hal ini
disebut dengan differencing.
Ketelitian dan tingkat akurasi model ARIMA dapat ditingkatkan dengan
memasukkan unsur musiman yang terkandung dalam data. Pendeteksian
komponen trend dan musiman yang terkandung dalam data digunakan dengan
menggunakan bantuan (i) plot data, (ii) plot ACF, dan (iii) plot PACF.
Dalam data runtut waktu yang mengandung unsur musiman dan tidak
mendeteksi pola-pola (stasioner, AR dan MA) pada unsur musiman dan (ii)
mendeteksi pola-pola (stasioner, AR dan MA) pada unsur non musiman. Untuk
menentukannya dibantu oleh alat dalam plot bergambar ACF dan PACF.
3.2.1.2. Tahap Pendugaan Parameter
Setelah berhasil menetapkan atau mengidentifikasi model sementara, tahap
berikutnya adalah pendugaan parameter modal sementara tersebut. Terdapat dua
cara yang mendasar yang dapat digunakan untuk menduga parameter-parameter
tersebut, yaitu :
1. Dengan cara mencoba-coba (trial and error) yaitu dengan menguji beberapa
nilai yang berbeda dan memilih di antaranya dengan syarat yang
meminimumkan jumlah kuadrat nilai galat (sum square of residual).
2. Perbaikan secara iteratif yaitu dengan memilih nilai taksiran awal dan
kemudian membiarkan program komputer untuk memperhalus penaksiran
tersebut secara iteratif
Penentuan dugaan parameter ARCH-GARCH dilakukan dengan
menggunakan metode kemungkinan maksimum secara iteratif dengan Algoritma
Marquardt. Penggunaan bantuan program Eviews 6 dapat mengestimasi
3.2.1.3. Tahap Evaluasi
Setelah diperoleh persamaan untuk model tentatif, dilakukan uji diagnostik
untuk menguji kedekatan model dengan data. Terdapat 6 kriteria dalam evaluasi
model Box-Jenkins (Gaynor, 1994), yaitu :
1. Proses iterasi harus convergence. Bila ini dapat dipenuhi maka pada session
terdapat pernyataan relative changein each estimate less tan 0,0010.
2. Residual (forecast error) random. Untuk memastikan apakah model sudah
memenuhi syarat ini dapat digunakan indikator modified Box-Pierce Statistic.
Berdasarkan session diketahui bahwa nilai p-value yang lebih besar dari 0,05
menunjukkan bahwa residual sudah random atau sudah mempunyai adequate
model.
3. Kondisi invertibilitas ataupun stationeritas harus terpenuhi, ditunjukan oleh
koefisien AR atau MA yang kurang dari 1.
4. Parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol, ditunjukkan oleh nilai
p-value yang harus kurang dari 0.05.
5. Model harus parsimonius.
6. Model harus memiliki mean square error (MSE) yang kecil. Selain itu harus
aplikasinya dapat pula dilihat dari nilai AIC dan SIC yang terkecil
Apabila dalam metode ARIMA masih terdapat unsur heteroskedastisitas,
maka nilai kuadrat galat dari metode ini digunakan lebih lanjut ke dalam metode
3.2.1.4. Tahap Pemilian Model ARCH-GARCH Terbalik
Kriteria model yang terbaik adalah memiliki ukuran kebaikan model yang
besar dan koefisien yang nyata. Terdapat dua bentuk pendekatan yang dapat
digunakan sebagai ukuran kebaikan model, yaitu :
1. Akaike Information Criterion (AIC)
AIC = ln (MSE) + 2*K/N
2. Schwartz Criterion (SC)
SC = ln (MSE) + [K*log(N)/N]
dimana :
MSE = Mean Square Error
K = banyaknya parameter, yaitu (p+q+l)
N = banyaknya data pengamatan
SC dan AIC adalah dua standar informasi yang menyediakan ukuran
informasi yang dapat menemukan keseimbangan anatara ukuran kebaikan model
dan spesifikasi model yang terlalu hemat. Nilai ini dapat membantu untuk
mendapatkan seleksi model terbaik. Model yang baik dipilih berdasarkan nilai
AIC dan SC yang terkecil dengan melihat juga signifikasi koefisien model.
3.2.1.5. Pemeriksaan Model ARCH-GARH
Pemeriksaan kecukupan model dilakukan untuk menguji asumsi sehingga
model yang diperoleh cukup memadai. Jika model tidak memadai, maka kembali
ke tahap identifikasi untuk mendapatkan model yang lebih baik. Diagnosis model
dilakukan dengan manganalisis residual yang telah distandardisasi. Diagnosis
Prosedur pengujian hipotesis ragam galat dalam deret waktu secara formal
adalah uji Engel Lagrange Multiplier (LM Test). Hipotesis yang akan diuji
adalah konstan (homoscedasitic) lawan galat merupakan proses ARCH atau
GARCH. Dalam prosedur pengujian hipotesis menurut Enders (2004) sebagai
berikut:
1. Pendugaan model bagi deret menggunakan Metode Kuadrat Terkecil (OLS)
dari :
(6)
2. Hitung Kuadrat sisaan, ̂ . Regresikan kuadrat sisaan tersebut untuk menduga
parameter persamaan berikut:
̂ α ̂ ̂ ̂ (7)
3. Apabila tidak ada pengaruh ARCH atau GARCH, maka dugaan bagi α sampai α
haruslah sama dengan nol. Sample sebanyak T buah sisaan, cukup besar, maka
hipotesis nol bahwa ragam adalah homogen ditolak, dan sebaliknya.
Sederhananya dapat dikatakan jika kesimpulan terima , maka hasil
menunjukan bahwa tidak mengandung efek ARCH, sedangkan sebaliknya jika
kesimpulan tolak .
3.3. Peramalan Ragam
Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian mengenai terjadinya
kointegrasi antara return dan volatilitas di bursa saham dengan tingkat suku bunga
(yield) dan nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika. Tujuannya adalah untuk
mengindentifikasi return dan volatilitas bursa saham yang dipengaruhi oleh suku
Pasaribu (2003) menjelaskan model GARCH digunakan untuk model yang
tak linier dari ragam. Model ini dikembangkan dari model ARCH oleh Bollerslev
(1986), untuk menghindari ordo ARCH yang besar. Berbeda dengan metode
umum OLS yang menghendaki adanya varian yang konstan (homoskedastisitas),
pada model ini asumsi tersebut tidak berlaku lagi. Untuk menguji
heteroskedastisitas dilakukan dengan metode ARCH (Engle, 1982) yang
kemudian digeneralisasikan menjadi model GARCH oleh Bollerslev (1986).
Secara umum model GARCH (p,q) dapat dijelaskan dengan metode
berikut:
Model GARCH terdiri dari dua persamaan. Persamaan (6) disebut dengan
mean equation dan persamaan (7) disebut variance equation. Karena adalah
satu periode awal ragam peramalan berdasarkan atas informasi masa lalu, yang
sering disebut sebagai conditional variance. Persamaan conditional variance
yang digambarkan dalam perrsamaan 2 secara fisik. Persamaan tersebut adalah
fungsi dari tiga hal yaitu :
• Mean :
• Berita mengenai volatilitas dari periode sebelumnya, diukur sebagai lag dari
kuadrat galat dari mean equation : (ARCH term)
Model yang dikenal oleh Engel (1982) biasanya mengindikasikan sebagai
Autoregressive Conditional Heteroscedasticity Model (ARCH). Pengembangan
model diajukan oleh Bollerslev (1986) yang menemuka Generalized ARCH
(GARCH) model. Model ini mempunyai kecendrungan yang sama sebagai model
ARCH, walaupun memperbolehkan varians bersyarat untuk bervariasi tidak
hanya dalam fungsi dari eror sebelumnya, tetapi juga oleh lag-nya. Secara
implisit restriksi dari spesifikasi ARCH dan GARCH adalah asymetry. Dalam
permodelan penelitian ini akan digunakan metode ARCH-GARCH. Untuk
mengevaluasi hubungan antara tingkat suku bunga yield dan nilai tukar
US$/Rupiah terhadap return dan volatilitas indeks harga saham gabungan dan
indeks tiap sektor di bursa saham, akan terbentuk persamaan model sebagai
berikut:
Persamaan (8) disebut sebagai mean equation dan persamaan (9) disebut
sebagai variance equation. Dalam persamaan ARCH-GARCH tersebut variabel
EXC merupakan nilai tukar US$/Rupiah dan INT merupakan tingkat suku bunga
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Data
Penelitian ini menganalisis pengaruh nilai tukar dan suku bunga terhadap
return dan volatilitas dari indeks tiap sektor di pasar saham antara lain sektor
pertanian, pertambangan, keuangan, properti, industri dasar, aneka industri,
barang konsumsi, perdagangan, infrastruktur, dan manufaktur. Dan juga return
dan volatilitas dari indeks harga saham gabungan itu sendiri.
-.16
2009M01 2009M07 2010M01 2010M07 2011M01
ANEKA_INDUSTRI
2009M01 2009M07 2010M01 2010M07 2011M01
INFRASTRUKTUR
2009M01 2009M07 2010M01 2010M07 2011M01
IHSG
2009M01 2009M07 2010M01 2010M07 2011M01
MANUFAKTUR
2009M01 2009M07 2010M01 2010M07 2011M01
INDUSTRI_DASAR
2009M01 2009M07 2010M01 2010M07 2011M01
-.08
2009M01 2009M07 2010M01 2010M07 2011M01
PERDAGANGAN
Sumber : CEIC Database (2011)
Gambar 4.1. Return Indeks Harga Saham Sektoral Periode Awal Oktober 2008 s.d Akhir Februari 2011
Hal yang penting untuk diamati dalam penelitian ini adalah menjawab
pertanyaan mengenai nilai tukar dan suku bunga mempengaruhi return dan
volatilitas di pasar saham. Pada Gambar 4.1 juga teramati fluktuasi dari return di
pasar saham baik itu berupa return berdasarkan indeks gabungan, maupun return
dari indeks tiap sektor yang ada di pasar saham. Pengamatan terhadap fluktuasi
-.08
2009M01 2009M07 2010M01 2010M07 2011M01
KEUANGAN
2009M01 2009M07 2010M01 2010M07 2011M01
BRNG_KONSUMSI
2009M01 2009M07 2010M01 2010M07 2011M01
PERTAMBANGAN
2009M01 2009M07 2010M01 2010M07 2011M01
dari plot data return juga bermanfaat untuk mengidentifikasi adanya gejala awal
unsur heteroskedastisitas.
Berdasarkan plot data harian return indeks gabungan maupun return
indeks tiap sektor, yang di analisis dari awal Oktober 2008 hingga akhir Februari
2011 terlihat bahwa data return tersebut berfluktuasi setiap harinya dengan
kenaikan dan penurunan yang tajam uang terdapat pada beberapa periode. Data
seperti ini mengindikasikan conditional heteroscedasticity (Enders, 2004), dimana
pada jangka panjang varians dari return konstan, tetapi terdapat beberapa periode
dimana varians relatif tinggi.
Pada penelitian ini, return indeks gabungan dan indeks tiap sektor saham
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut ;
Beberapa statistik deskriptif return indeks saham ditampilkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Stastistika Deskriptif Data Return Indeks Saham Gabungan dan
Indeks Tiap Sektor
Indeks Saham Skewness Kurtosis Jarque-Bera
Test
Prob
Indeks Gabungan -0,017526 8,492970 785,7798 0,000
Aneka Industri 0,516100 8,280150 753,7870 0,000
Industri Barang Konsumsi 0,106688 8,228180 713,0051 0,000
Industri Dasar -0,094969 8,878304 900,7952 0,000
Infrastruktur -0,174703 9,956353 1263,358 0,000
Keuangan 0,403445 6,858054 404,4904 0,000
Manufaktur 0,104960 11,12811 1721,621 0,000
Perdagangan 0,148952 4,765778 83,50826 0,000
Pertambangan 0,426401 6,203506 286,1906 0,000
Pertanian 0,553600 9,378212 1091,340 0,000
Properti -0,005628 6,195526 265,9247 0,000
Tabel 4.1 Memberikan informasi tentang kemenjuluran (skewness) dan
ukuran kemiringan adalah lebih besar dari nol menunjukan data memiliki
distribusi yang miring ke kanan, artinya data cenderung menumpuk pada nilai
yang rendah. Sedangkan, koefisien yang lebih kecil dari nol menunjukan data
memiliki distribusi yang miring ke kiri, artinya data cenderung menumpuk pada
nilai yang tinggi. Nilai kurtosis digunakan untuk mengukur tingkat kepadatan
sebaran, dari hasil pengamatan pada Tabel 4.1, nilai kurtosis lebih besar dari 3, hal
ini merupakan gejala awal adanya heteroskedastisitas. Mario (2009) dan Lo (2003)
menjabarkan secara sistematis bahwa sifat dari data dengan pengaruh GARCH
antara lain adalah kurtosis yang selalu lebih besar dari 3.
Indeks tiap sektor dan gabungan di pasar saham menunjukan nilai kurtosis
yang lebih besar dari 3, maka hal ini menunjukan gejala awal adanya
heteroskedastisitas. Untuk koefisien kemenjuluran (skewness), antara lain indeks
gabungan, industri dasar, infrastruktur dan properti diperoleh skewness yang lebih
kecil dari nol atau bernilai negatif, menunjukan distribusi yang miring ke kiri
artinya data cenderung menumpuk pada nilai tinggi. Untuk sektor lainnya antara
lain aneka industri, industri barang konsumsi, keuangan, manufaktur, perdagangan,
pertambangan dan pertanian diperoleh skewness yang lebih besar dari nol atau
bernilai positif yang menggambarkan kemenjuluran ke kanan, maka memiliki
distribusi yang miring ke kanan artinya data cenderung menumpuk pada nilai
4.2. Identifikasi Model ARCH-GARCH
Hal yang perlu dilakukan dalam tahap spesifikasi model adalah dengan
melakukan pendeteksian efek ARCH dengan uji stasioneritas dan uji ARCH
4.2.1. Pemilihan Model ARIMA
Tahap-tahap dari spesifikasi model untuk masing-masing data return
indeks saham adalah melakukan serangkaian pengujian, antara lain menguji
kestasioneran data return indeks saham, penentuan model tentatif ARIMA hingga
pendugaan parameter dan pemilihan model terbaik.
Uji stasioneritas data dapat dilakukan dengan melakukan uji Augmented
Dickey-Fuller. Data dikatakan sudah stasioner (tidak mengandung unit root)
apabila ADF test statistic lebih besar dari test critical values. Pada umumnya data
runtut waktu (time series) memiliki unsur kecenderungan (trend) yang
menjadikan kondisi data time series menjadi tidak stasioner. Oleh karena itu
diperlukan pembedaan yang dapat membedakan data yang belum stasioner
dengan data baru yang sudah stasioner. Biasanya hal ini disebut dengan
differencing.
Tabel 4.2. Hasil Uji Stasioneritas Data ReturnIndeks Saham Gabungan dan
Tiap Sektor
Indeks Saham Hasil Uji Akar Unit Pada % Prob*
Indeks Gabungan ADF> nilai kritis absolut (Level) 0,000
Aneka Industri ADF> nilai kritis absolut (Level) 0,000
Industri Barang Konsumsi ADF> nilai kritis absolut (Level) 0,000
Industri Dasar ADF> nilai kritis absolut (Level) 0,000
Infrastruktur ADF> nilai kritis absolut (Level) 0,000
Keuangan ADF> nilai kritis absolut (Level) 0,000
Manufaktur ADF> nilai kritis absolut (Level) 0,000
Perdagangan ADF> nilai kritis absolut (Level) 0,000
Pertambangan ADF> nilai kritis absolut (Level) 0,000
Pertanian ADF> nilai kritis absolut (Level) 0,000
Keterangan : *) Stasioner pada taraf nyata 0,05
Berdasarkan Tabel 4.2 yang disajikan dalam Lampiran 1 dapat dilihat
bahwa nilai ADF test statistic dari setiap indeks saham, lebih besar dari critical
value pada taraf nyata 5 persen. Dalam tabel menunjukan bahwa semua indeks
saham telah stasioner pada level. Hal ini dikarenakan data indeks saham yang
diolah sudah berupa data return.
Setelah data harga dari tiap return indeks saham stasioner maka dapat
dilakukan pendugaan model ARIMA terbaik. Pembentukan model dilakukan
terhadap model yang sederhana, yaitu mengkombinasikan antara r = 1, 2, 3 dan m
= 1, 2, 3 sehingga untuk tiap model return indeks saham akan menghasilkan
sembilan susunan model. Kriteria terbaik untuk memutuskan model ARIMA
terbaik adalah sebagai berikut:
1. Pilih model yang paling sederhana (prinsip hemat parsimony),
2. Koefisien estimasinya signifikan (berbeda nyata dari nol),
3. Nilai AIC dan SIC relatif kecil,
4. Nilai Standar Error of Regression relatif kecil,
5. Nilai Sum Square Residual relatif kecil,
6. Nilai Adjusted R-Squared relatif besar,
7. Q-statistics dan correlogram menunjukkan bahwa nilai AC dan PAC tidak
signifikan, artinya galat (error) bersifat acak (random).
Rangkuman hasil estimasi data return indeks saham gabungan dan tiap
sektor model ARIMA disajikan di Lampiran 2 untuk kemudian dianalisis untuk
dipaparkan di atas. Berdasarkan hasil pendugaan model tentatif ARIMA pada
masing-masing komoditas diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
Tabel 4.3. Model ARIMA Data Return Indeks saham Gabungan dan Tiap
Sektor
Indeks Saham Model Tentatif ARIMA Terbaik
Indeks Gabungan ARIMA(1,0,2)
Aneka Industri ARIMA(3,0,3)
Industri Barang Konsumsi ARIMA(2,0,2)
Industri Dasar ARIMA(3,0,3)
Melihat model-model tersebut, dilakukan pemeriksaan pada residual
model. Hasil pemeriksaaan pada residual model yang terdapat dalam Tabel 4.4
dan disajikan di Lampiran 3 dapat dilihat bahwa nilai probability sebesar 0,000
yang lebih kecil dari 0,05. Ini berarti LM test mengindikasikan bahwa
keseluruhan model memang mengandung efek ARCH pada model ARIMA yang
diestimasi, sehingga dapat dilanjutkan untuk mencari model GARCH.
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Efek ARCH pada residual Model ARIMA
Indeks Saham Probabilitas* Nilai F-statistic
Indeks Gabungan 0,000 43,75522
Aneka Industri 0,000 76,73036
Industri Barang Konsumsi 0,000 32,56110
Industri Dasar 0,000 72,30716
Infrastruktur 0,000 25,77177