• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEHAMILAN

1. Definisi Kehamilan

Menurut Federasi Obstetri Ginokologi Internasional, kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum yang dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi (Prawirohardjo, 2010; h 139).

Kehamilan adalah merupakan suatu proses merantai yang berkesinambungan dan terdiri dari ovulasi pelepasan sel telur, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta, dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba, dkk, 2010; h 75).

Kesimpulan yang dapat ditarik dari dua pengertian diatas, Kehamilan adalah hasil konsepsi dengan bertemunya sel sperma dan ovum, terjadi fertilisasi (pembuahan), dan implantasi hingga terbentuk janin serta mengalami pertumbuhan dan perkembangan.

2. Proses Kehamilan

Proses kehamilan merupakan matarantai yang berkesinambung dan terdiri dari ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta, dan tumbuh, kembang basil konsepsi sampai aterm. (Manuaba, dkk, 2010; h 75)

(2)

a. OvuIasi

Ovulasi adalah proses pelepasan ovum yang dipengaruhi oleh sistem hormonal yang kompleks. Selama masa subur yang berlangsung 20 sampai 35 tahun, hanya 420 buah ovum yang dapat mengikuti proses pematangan dan terjadi ovulasi. Dengan pengaruh LH yang semakin besar dan fluktuasi yang mendadak, terjadi proses pelepasan ovum yang disebut ovulasi. (Manuaba, dkk, 2010; h 75) b. Spermatozoa

Sebagian besar spermatozoa mengalami kematian dan hanya beberapa ratus yang dapat mencapai tuba fallopi. Spermatozoa yang masuk ke dalam alat genitalia wanita dapat hidup selama tiga hari, sehingga cukup waktu untuk mengadakan konsepsi. (Manuaba, dkk, 2010; h 76-77)

c. Konsepsi

Pertemuan inti ovum dengan inti spermatozoa disebut konsepsi atau fertilisasi dan membentuk zigot. Ovum yang dilepaskan dalam proses ovulasi. Konsepsi terjadi pada pars ampularis tuba. Ovum siap dibuahi setelah 12 jam dan hidup selama 48 jam. Kedua inti ovum dan inti spermatozoa bertemu dengan membentuk zigot. (Manuaba,dkk, 2010; h 77-79)

d. Proses Nidasi atau Implantasi

Setelah pertemuan kedua inti ovum dan spermatozoa, terbentuk zigot yang dalam beberapa jam telah mampu membelah dirinya menjadi dua dan seterusnya. Nidasi atau implantasi terjadi pada hari ke-6 sampai 7 setelah konsepsi. Pada saat tertanamnya blastula ke dalam endometrium, mungkin terjadi perdarahan yang disebut tanda

(3)

Hartman. (Manuaba, dkk, 2010; h 79&82) e. Pembentukan Plasenta

Sel trofoblas menghancurkan endometrium sampai terjadi pembentukan plasenta yang berasal dari primer vili korealis. Ruangan amnion dengan cepat mendekati korion sehingga jaringan yang terdapat di antara amnion dan embrio padat dan berkembang menjadi tali pusat. (Manuaba, dkk, 2010; h 82-85)

3. Diagnosa Kehamilan

Adapun penegakkan diagnosis kehamilan yang dapat dilakukan bidan yaitu dengan melakukan salah satu pemeriksaan, baik tanda awal kehamilan, pemeriksaan hormonal sederhana dan atau pemeriksaan penunjang. (Irianti, dkk, 2014; h 205)

a. Usia Kehamilan

Lama kehamilan berlangsung sampai persalinan aterm adalah sekitar 280 sampai 300 hari dengan perhitungan sebagai berikut:

1) Usia kehamilan sampai 28 minggu dengan berat janin 1000 gram bila berakhir disebut keguguran.

2) Usia kehamilan 29 sampai 36 minggu bila terjadi persalinan disebut prematuritas.

3) Usia kehamilan 37 sampai 42 minggu disebut aterm.

4) Usia kehamilan melebihi 42 minggu disebut kehamilan lewat waktu atau postdatism (serotinus). (Manuaba, dkk, 2010, h 107) b. Triwulan Kehamilan

Kehamilan dibagi menjadi tiga triwulan, yaitu triwulan pertama (0 sampai 12 minggu), triwulan kedua (13 sampai 28 minggu), dan triwulan ketiga (29 sampai 42 minggu). Untuk dapat menegakkan

(4)

kehamilan ditetapkan dengan melakukan penilaian terhadap beberapa tanda dan gejala kehamilan. (Manuaba, dkk, 2010; h 107) c. Tanda Dugaan Kehamilan

Berikut ini adalah tanda-tanda dugaan adanya kehamilan.

1) Amenorea (terlambat datang bulan). Konsepsi dan nidasi menyebabkan tidak terjadi pernbentukan folikel de Graaf dan ovulasi. Dengan mengetahui hari pertama haid terakhir dengan perhitungan rumus Naegle, dapat ditentukan perkiraan persalinan. 2) Mual dan muntah (emesis). Pengaruh estrogen dan progesteron menyebabkan pengeluaran asam lambung yang berlebihan. Mual dan muntah terutama pada pagi hari disebut morning sickness. Dalam batas yang fisiologis, keadaan ini dapat diatasi. Akibat mual dan muntah, nafsu makan berkurang.

3) Ngidam. Wanita hamil sering menginginkan makanan tertentu, keinginan yang demikian disebut ngidam.

4) Sinkope atau pingsan. Terjadinya gangguan sirkulasi ke daerah kepala (sentral) menyebabkan iskemia susunan saraf pusat dan menimbulkan sinkop atau pingsan. Keadaan ini menghilang setelah usia kehamilan 16 minggu.

5) Payudara tegang. Pengaruh estrogen-progestron, payudara bertambah besar dan tegang. Ujung saraf tertekan menyebabkan rasa sakit terutama pada hamil pertama.

6) Sering miksi.

7) Konstipasi atau obstipasi. pengaruh progesteron menyebabkan kesulitan untuk buang air besar.

(5)

(kloasma gravidarum), pada dinding perut (striae lividae, striae nigra, linea alba makin hitam), dan sekitar payudara (hiperpigmentasi areola mamae, putting susu makin menonjol, kelenjar Montgomery menonjol, pembuluh darah menifes sekitar payudara).

9) Epulis. Hipertrofi gusi yang disebut epulis, dapat terjadi bila hamil. 10) Varises atau penampakan pembuluh darah vena. Karena

pengaruh dari estrogen dan progestron. Penampakan pembuluh darah itu terjadi di sekitar genitalia eksterna, kaki dan betis, dan payudara. Penampakan pembuluh darah ini dapat menghilang setelah persalinan. (Manuaba, dkk, 2010; h 107-108)

d. Tanda Tidak Pasti Kehamilan

Tanda tidak pasti kehamilan dapat ditentukan oleh: 1) Rahim membesar, sesuai dengan tuanya hamil.

2) Pada pemeriksaan dalam, dijumpai tanda Hegar, tanda Chadwicks, tanda Piscaseck, kontraksi Braxton Hicks, dan teraba ballottement.

3) Pemeriksaan tes biologis kehamilan positif. Tetapi sebagian kemungkinan positif palsu. (Manuaba, dkk, 2010; h 108)

e. Tanda Pasti Kehamilan

Tanda pasti kehamilan dapat ditentukan melalui: 1) Gerakan janin dalam rahim.

2) Terlihat/ teraba gerakan janin dan teraba bagian-bagian janin. 3) Denyut jantung janin. Didengar dengan stetoskop Laenec, alat

kardiotokografi, alat Doppler. Dilihat dengan ultrasonografi. Pemeriksaan yaitu rontgen untuk melihat kerangka janin,

(6)

ultrasonografi. (Manuaba, dkk, 2010; h 109) 4. Perubahan Fisiologis pada Kehamilan

Plasenta dalam perkembangannya megeluarkan hormon somatomamotropin, estrogen, dan progestron yang menyebabkan perubahan pada bagian-bagian tubuh di bawah ini :

a. Uterus

Rahim atau uterus yang semula besarnya sejempol atau beratnya 30 gram akan mengalami hipertrofi dan hiperplasia, sehingga menjadi seberat 1000 gram saat akhir kehamilan. Perubahan pada isthmus uteri (rahim) menyebabkan isthmus menjadi lebih panjang dan lunak sehingga pada pemeriksaan dalam seolah-olah kedua jari dapat saling sentuh. Perlunakan isthmus disebut tanda Hegar.

Sebagai gambaran dapat dikemukakan sebagai berikut:

1) Pada usia kehamilan 16 minggu, kavum uteri seluruhnya diisi oleh amnion. Tinggi rahim adalah setengah dari jarak simfisis dan pusat. Plasenta telah terbentuk seluruhnya.

2) Pada usia kehamilan 20 minggu, fundus rahim terletak dua jari di bawah pusat sedangkan pada usia 24 minggu tepat di tepi atas pusat.

3) Pada usia kehamilan 28 minggu, tinggi fundus uteri sekitar 3 jari di atas pusat atau sepertiga jarak antara pusat dan prosesus xifoideus.

4) Pada usia kehamilan 32 minggu, tinggi fundus uteri adalah setengah jarak prosesus xifoideus dan pusat.

5) Pada usia kehamilan 36 minggu tinggi fundus uteri sekitar satu jari di bawah prosesus xifoideus, dan kepala bayi belum masuk pintu

(7)

atas panggul.

6) Pada usia kehamilan 40 minggu fundus uteri turun setinggi tiga jari di bawah prosesus xifoideus, oleh karena saat ini kepala janin telah masuk pintu atas panggul. (Manuaba, dkk, 2010, h 87-88)

Panjang fundus uteri pada usia kehamilan 28 minggu adalah 25 cm, pada usia kehamilan 32 minggu panjangnya 27 cm, dan umur hamil 36 minggu, panjangnya 30 cm. Regangan dinding rahim karena besarnya pertumbuhan dan perkembangan janin menyebabkan isthmus uteri makin tertarik ke atas dan menipis di segmen bawah rahim (SBR). Pertumbuhan rahim ternyata tidak sama ke semua arah. Bentuk rahim yang tidak sama disebut tanda Piskaseck. Perubahan konsentrasi hormonal yang memengaruhi rahim, yaitu estrogen dan progestron menyebabkan progestron mengalami penurunan dan menimbulkan kontraksi rahim yang disebut Braxton Hicks.

kontraksi Braxton Hicks, tidak dirasakan nyeri dan terjadi bersamaan di rahim. Kontraksi Braxton Hicks akan berlanjut menjadi kontraksi untuk persalinan. (Manuaba, dkk, 2010; h 88-91)

(8)

Tabel 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Janin

Usia kehamilan Panjang janin Ciri khas Organogenesis

4 minggu 7,5-10 mm Rudimenter: hidung, telinga, dan mata

8 minggu 2,5 cm Kepala fleksi ke dada

Hidung, kuping dan jari terbentuk

12 minggu 9 cm Kuping lebih jelas

Kelopak mata terbentuk Genitalia eksterna terbentuk Usia fetus

16 minggu 16-18 cm Genital jelas terbentuk

Kulit merah tipis

Uterus telah penuh, desidua parietalis dan kapsularis

20 minggu 25 cm Kulit tebal dengan rambut lanugo

24 minggu 30-32 cm Kelopak mata jelas, alis &n bulu tampak

Masa parietal

28 minggu 35 cm Berat badan 1000 gram

Menyempurnakan janin

40 minggu 50-55 cm Bayi cukup bulan

Kulit berambut dengan balk Kulit kepala tumbuh balk

Pusat penulangan pada tibia proksimal

Sumber : Manuaba, dkk, 2010; h 89

b. Vagina

Vagina dan vulva mengalami peningkatan pembuluh darah karena pengaruh estrogen sehingga tampak makin berwarna merah dan kebiru-biruan (tanda Chadwicks). (Manuaba, dkk, 2010; h 92)

c. Ovarium

Dengan terjadinya kehamilan, indung telur yang mengandung korpus luteum gravidarum akan meneruskan fungsinya sampai terbentuknya plasenta yang sempurna pada usia 16 minggu. Kejadian ini tidak dapat lepas dari kemampuan vili korealis yang mengeluarkan hormon

(9)

korionik gonadotropin yang mirip dengan hormon luteotropik hipofisis anterior. (Manuaba, dkk, 2010; h 88)

d. Payudara

Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan memberikan ASI pada saat laktasi. Fungsi hormon mempersiapkan payudara untuk pemberian ASI sebagai berikut : 1) Estrogen, berfungsi menimbulkan penimbunan lemak dan air

serta garam sehingga payudara tampak makin membesar.

2) Progesteron, berfungsi mempersiapkan asinus sehingga dapat berfungsi dan meningkatkan jumlah sel asirms.

3) Somatomamotrofin, berfungsi sebagai penimbunan lemak di sekitar alveolus payudara dan merangsang pengeluaran kolostrum pada kehamilan. (Manuaba, dkk, 2010; h 88)

Penampilan payudara pada ibu hamil : payudara menjadi lebih besar, areola payudara makin hiperpigmentasi-hitam, glandula Montgomery makin tampak, puting susu makin menonjol.

1) Pengeluaran ASI belum berlangsung karena proloktin belum berfungsi, karena hambatan dari PH (prolactine inhibiting hormone), untuk rnengeluarkan ASI.

2) Setelah persalinan, hambatan prolaktin tidak ada sehingga pembuatan ASI dapat berlangsung. (Manuaba, dkk, 2010; h 93) e. Sirkulasi Darah Ibu

Peredaran darah ibu dipengaruhi beberapa faktor, antara lain : Meningkatnya kebutuhan sirkulasi darah sehingga dapat memenuhi kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim. (Manuaba, dkk, 2010; h 92-93)

(10)

Akibat dari faktor tersebut dijumpai beberapa perubahan :

1) Sistem peredaran darah. Sel darah merah makin meningkat jumlahnya untuk dapat mengimbangi pertumbuhan janin dalam rahim.

2) Sistem respirasi. Pada kehamilan, terjadi desakan diafragma karena dorongan rahim yang membesar pada usia kehamilan 32 minggu. (Manuaba, dkk, 2010; h 93)

3) Sistem pencernaan. Oleh karena pengaruh estrogen, pengeluaran asam Iambung meningkat dan dapat menyebabkan: pengeluaran air liur berlebihan (hipersalivasi), daerah lambung terasa panas, terjadi mual dan sakit/pusing kepala, emesis gravidarum, hiperemesis gravidarum dan obstipasi. (Manuaba, dkk, 2010; h 93-94)

4) Traktus urinarius. Karena pengaruh desakan hamil muda dan turunnya kepala bayi pada hamil tua, terjadi gangguan miksi dalam bentuk sering berkemih. (Manuaba, dkk, 2010; h 94)

5) Perubahan pada kulit. Hiperpigmentasi ini terjadi pada striae gravidarum livide atau alba, areola mamae, papilla mamae, linea nigra, pipi (kloasma gravidarum). (Manuaba, dkk, 2010, h 94) 6) Metabolisme. Dengan terjadinya kehamilan, metabolisme tubuh

mengalami perubahan yang mendasar, di mana kebutuhan nutrisi makin tinggi untuk pertumbuhan janin dan persiapan memberikan ASI. (Manuaba, dkk, 2010; h 95)

(11)

Tabel 2.2 Pertambahan berat badan pada kehamilan Berat badan Janin Plasenta Air ketuban Rahim sekitar Timbunan lemak Timbunan protein Retensi air-garam Berat badan 3-3,5 kg 0,5 kg 1 kg 1 kg 1,5 kg 2 kg 1.,5 kg Sumber : manuaba, dkk, 2010; h 95 f. Plasenta dan Air Ketuban

Plasenta merupakan akar janin untuk mengisap nutrisi dari ibu dalam bentuk 02, asam amino, vitamin, mineral, dan zat lainnya ke

janin dan membuang sisa metabolisme janin dan CO2. Plasenta

berbentuk bundar dengan ukuran 15 cm x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan berat plasenta 500 g. Plasenta terbentuk sempurna pada minggu ke-16. Peredaran darah 300 cc setiap menit pada usia kehamilan 20 minggu, 600 cc setiap menit pada usia kehamilan 40 minggu. (Manuaba, dkk, 2010; h 94-96)

1) Fungsi plasenta : Sebagai alat nutritif untuk mendapatkan bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Penyaluran bahan nutrisi dari ibu ke janin dengan jalan:

a) Sebagai alat pembuangan sisa metabolisme.

b) Sebagai alat pernapasan di mana janin mengambil O2 dan

membuang CO2.

c) Menghasilkan hormon pertumbuhan dan persiapan pemberian ASI.

d) Sebagai alat penyalur antibodi ke tubuh janin. Janin mempunyai kekebalan pasif sampai usia 4 bulan dan selanjutnya kekebalan tersebut berkurang.

(12)

e) Sebagai barier atau filter. Sel trofoblas cukup kuat untuk bertindak sebagai barier terhadap beberapa bakteria atau virus dihalangi masuk melalui plasenta. (Manuaba, dkk, 2010; h 97)

2) Likuor amnii : Jumlah likuor amnii (air ketuban) sekitar 1000 ml sampai 1500 ml pada kehamilan aterm. Likuor amnii terdiri dari 2,3% bahan organik (protein, vernik kaseosa, rambut lanugo, zat lemak, lesitin, dan spingomielin) dan 97% sampai 98% bahan anorganik (air, garam yang larut dalam air). Peredaran cairan ketuban sekitar 500 cc/jam atau sekitar 1% yang ditelan bayi dan dikeluarkan sebagai urine. (Manuaba, dkk, 2010; h 98). Fungsi air ketuban :

a. Saat kehamilan berlangsung : memberikan kesempatan berkembangnya janin, menyebarkan tekanan bila terjadi trauma langsung, sebagai penyangga terhadap panas dan dingin, menghindari trauma langsung terhadap janin.

b. Saat in partu : menyebarkan kekuatan His sehingga serviks dapat membuka, membersihkan jalan lahir, sebagai pelicin saat persalinan:

5. Tanda – tanda Bahaya Kehamilan

a) Keluhan Kehamilan pada Trimester I :

a) Mual Muntah atau dalam bahasa medis disebut emesis gravidarum atau morning sickness merupakan suatu keadaan mual yang terkadang disertai muntah (Frekuensi kurang dari 5 kali).

(13)

b) Hipersalivasi. Air liur berlebihan adalah peningkatan sekresi air liur yang berlebihan (1-2 L/hari).

c) Pusing. Pengaruh hormone progesterone yang memicu dinding pembuluh darah melebar, sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan tekanan darah (TD).

d) Mudah Lelah. Dipengaruhi oleh penurunan metabolisme.

e) Konstipasi. Konstipasi terjadi akibat aktivitas ibu yang kurang, penyererapan air dan suplemen zat besi. (Irianti, dkk, 2014; h 60-64)

b) Patologi pada TM I :

1) Hiperemesis Gravidarum (HEG) adalah suatu keadaan mual dan muntah pada kehamilan yang menetap, dengan frekuensi muntah lebih dari 5 kali dalam sehari, disertai dengan penurunan berat badan (BB).

2) Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 20 minggu. 3) Kehamilan Ektopik adalah kehamilan diluar rongga Rahim,

dimana telur yang telah dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar Rahim.

4) Molahidatidosa merupakan kehamilan tropoblas pada kehamilan, dimana sel-sel villi koriolis berkembang membentuk gelembung – gelembung putih (seperti anggur) berisi cairan yang akan menyebabkan kegagalan dalam pembentukan janin. (Irianti, dkk, 2014; h 67-81)

(14)

c) Keluhan Kehamilan pada Trimester II

(1) Pusing. Jika peningkatan volume sel darah merah tidak diimbangi dengan kadar haemoglobin yang cukup, akan mengakibatkan terjadinya anemia

(2) Sering berkemih

(3) Nyeri perut bawah. Disebabkan oleh semakin membesarnya uterus

(4) Nyeri punggung.

(5) Flek kecoklatan pada wajah dan skatrik (streatch mark) (6) Konstipasi

(7) Penambahan Berat Badan (BB). (Irianti, dkk, 2014; h 84-93) d) Patologi TM II :

Penyakit penyerta ibu hamil, nyeri perut, kehamilan ektopik, keputihan. disertai adanya rasa gatal, adanya rasa panas, berbau dan berwarna, ukuran uterus yang tidak normal, hipertensi atau kenaikan tekanan darah pada kehamilan. (Irianti, dkk, 2014; h 100-117)

e) Keluhan kehamilan pada TM III (a) Sering berkemih

(b) Varises dan wasir. Varises terlihat pada kaki, sering muncul pada vulva dan anus yang disebut juga sebagai haemoroid.

(c) Sesak nafas. Wanita hamil megalami sesak nafas pada usia kehamilan diatas 30 minggu. Sesak nafas disebabkan oleh meningkatnya usaha nafas ibu hamil.

(d) Bengkak dan kram pada kaki. Bengkak/odema adalah penumpukan cairan pada daerah luar akibat dari berpindahnya cairan intraseluler dan ekstraseluler.

(15)

(e) Gangguan tidur dan mudah lelah (f) Nyeri perut bawah

(g) Kontraksi Braxton Hicks. Kontraksi ini dapat terjadi 10-20 menit. f) Patologi TM III

1) Plasenta Previa. Yaitu keadaan dimana plasenta ternidasi secara tidak normal sehingga menghalangi jalan lhair.

2) Solusio plasenta. Terlepasnya implantasi plasenta sebagian atau seluruhnya dari normal implantasi dinding uterus sebelum melahirkan setelah 20 minggu usia kehamilan.

3) Infeksi saluran kemih (ISK). Masalah ini mulai dirasakan pada minggu ke-6 kehamilan dan puncaknya pada usia 22-24 minggu. (Irianti, dkk, 2014; h 144-155)

Tabel 2.3 Usia kehamilan berdasarkan tinggi fundus uteri

Tinggi fundus uteri Usia kehamilan

1/3 di atas simfisis 12 minggu

1/2 di atas simfisis-pusat 16 minggu

2/3 di atas simfisis 20 minggu

Setinggi pusat 22 minggu

1/3 di atas pusat 28 minggu

1/2 pusat-prosesus xifoideus 34 minggu

Setinggi prosesus xifoideus 36 minggu

Dua jari (4 cm) di bawah prosesus xifoideus 40 minggu Sumber : Manuaba, dkk, 2010; h 100

verniks kaseosa atau bersih, rambut lanugo tumbuh baik, testis sudah turun ke dalam skrotum, pusat penulangan berkembang, labia mayora menutupi labia minora. (Manuaba, dkk, 2010; h 100-101)

6. Standar Asuhan Kebidanan

Pelayanan antenatal dinilai berkualitas apabila pelayanan antenatal telah memenuhi standar yang telah ditetapkan pemerintah, yaitu 10 T :

a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan b. Ukur tekanan darah

(16)

c. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas/ LiLa), d. Ukur tinggi fundus uteri,

e. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

f. Skrining status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus bila diperlukan

g. Pemberian tablet tambah darah

h. Pemeriksaan laboratorium sederhana (rutin/khusus) i. Tatalaksana/penanganan kasus

j. Temu wicara/konseling. (Jurnal kedokteran dan Kesehatan, Volume 3, No. 1, Januari 2016; h 355-362)

7. Pengawasan Antenatal

Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan yang menyertai kehamilan secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah - langkah.dalam pertolongan

persalinannya. Ibu hamil dianjurkan untuk melakukan pengawasan antenatal sebanyak 4 kali, yaitu pada setiap trimester, sedangkan trimester terakhir sebanyak dua kali. (Manuaba, dkk, 2010; h 110)

Tabel 2.4 Perbandingan antara primipara dan multipara

Primipara Multipara

Perut

Pusat Rohim Payudara Labia mayora Himen Vagina Serviks Pembukaan serviks Perineum Tegang Menoniol Tegang Tegang, tegak Bersatu

Koyak beberapa tempat Sempit dengan rugae utuh Licin, lunak, tertutup

Mendatar dulu diikuti pembukaan Masih utuh

Longgar, terdapat striae Dapat datar

Agak lunak

Menggantung, agak lunak Terdapat striae Agak terbuka Karunkula himenalis Lebar, rugae kurang

Sedikit terbuka, teraba bekas robekan persalinan Membuka bersamaan

dengan mendatar Bekas luka episiotomy Sumber : Manuaba, dkk, 2010; h 110

(17)

a. Tujuan Pelayanan Kebidanan

WHO Expert Committee on the Midwife in Maternity Care mengemukakan tujuan maternity care (pelayanan kebidanan) yaitu: 1) Pengawasan serta penanganan wanita hamil dan saat persalinan. 2) Perawatan dan pemeriksaan wanita sesudah persalinan.

3) Perawatan neonatus-bayi.

4) Pemeliharaan dan pemberian laktasi.

Dari Tujuan pelayanan kebidanan tersebut dapat dijabarkan beberapa istilah berikut:

1) Antenatal care : pengawasan sebelum persalinan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

2) Prenatal care : pengawasan intensif sebelum kelahiran.

3) Antenatal care: pengawasan sebelum persalinan terutama ditujukan pada ibunya.

Sebagai batasan pemeriksaan antenatal (pengawasan antenatal) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalisasikan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan memberikan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar. (Manuaba, dkk, 2010; h 110-111)

b. Tujuan Pengawasan antenatal

Secara khusus, pengawasan antenatal bertujuan untuk:

1) Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang terdapat saat kehamilan, saat persalinan, dan kala nifas.

2) Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai hamil, persalinan, dan kala nifas.

(18)

3) Memberikan nasihat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, kala nifas, laktasi, dan aspek keluarga berencana.

4) Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal. 5) Dengan memerhatikan batasan dan tujuan pengawasan.antenatal.

(Manuaba, dkk, 2010; h 111) c. Jadwal Pemeriksaan Antenatal

Jadwal pemeriksaan adalah sebagai berikut:

1) Pemeriksaan pertama. Pemeriksaan pertama dilakukan segera setelah diketahui terlambat haid.

2) Pemeriksaan ulang:

a) Setiap bulan sampai usia kehamilan 6 sampai 7 bulan. b) Setiap 2 minggu sampai usia kehamilan 8 bulan.

c) Setiap 1 minggu sejak usia kehamilan 8 bulan sampai terjadi persalinan.

3) Pemeriksaan khusus bila terdapat keluhan tertentu. (Manuaba, dkk, 2010; h 111)

d. Konsep pemeriksaan/pengawasan antenatal

1) Anamnesis : Data biologis, keluhan hamil, fisiologis dan patologis (abnormal).

2) Pemeriksaan fisik

a) Pemeriksaan fisik umum

b) Pemeriksaan fisik khusus : Obstetri, Pemeriksaan dalam/rectal, Pemeriksaan ultrasonografi.

(19)

3) Status kejiwaan dalam menghadapi kehamilan

Dalam menggali berbagai aspek kehamilannya dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan khusus obstetri, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan laboratorium khusus yaitu pemeriksaan reaksi serologis, pemeriksaan faktor rhesus, hepatitis, dan AIDS. (Manuaba, dkk, 2010; h 111-113)

e. Kunjungan Antenatal

Kunjungan Antenatal dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1) Asuhan Trimester I

Berdasaran pada kebutuhan kehamilan, prinsip pemeriksaan ANC trimester I, pada usia kehamian <12 minggu, yaitu :

a) Menegakkan diagnosa kehamilan baik dengan metode sederhana maupun dengan USG untuk penegakkan diagnosis.

b) Penapisan kebiasaan ibu yang kurang baik.

c) Melakukan penapisan penyakit penyerta dalam kehamilan. d) Pemeriksaan berat badan (BB) dan Indeks masa tubuh (IMT). e) Pemeriksaan Tekanan Darah (TD).

f) Deteksi infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS deteksi infeksi bakeri uria.

g) Pemenuhan kebutuhan tablet Fe, dimulai dengan memberikan satu tablet sehari segera mungkin setelah rasa mual hilang. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan

Asam Folat 500 µgram, minimal masing – masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh dan kopi,

(20)

karena akan mengganggu penyerapan. Menurut (Saefudin, 2009; h 91)

h) Kebutuhan vitamin A sebesar 700 µgram selama kehamilan. i) Menyiapkan psikologis ibu terhadap kehamilan yang terjadi. j) Mengurangi keluhan akibat ketidaknyamanan yang terjadi

pada awal kehamilan.

k) Pemberian informasi sesuai kebutuhan ibu berdasarkan temuan.

l) Deteksi dini komplikasi yang mungkin terjadi pada trimester I dan melakukan tindakan kolaborasi atau rujukan dengan tepat.

m) Libatkan keluarga dalam setiap asuhan yang diberikan. (Irianti, dkk, 2014; h 274)

2) Asuhan Trimester II

Adapun yang menjadi dasar dalam pemantauan pada trimester I kehamilan yaitu pada usia 13 – 26 minggu, diantaranya :

a) Pemantauan penambahan berat badan berdasarkan pada IMT ibu;

b) Pemeriksaan Tekanan Darah (TD);

c) Pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri (TFU) pada usia kehamilan 24 minggu;

d) Melakukan palpasi abdominal;

e) Melakukan pemeriksaan Denyut Jantung Janin (DJJ);

f) Pemeriksaan lab urine untuk mendeteksi secara dini kelainan tropoblas yang terjadi serta diabetes gestasional;

(21)

h) Deteksi terhadap masalah psikologis dan berikan dukungan selama kehamilan.

i) Kebutuhan exercise ibu yaitu dengan senam hamil;

j) Deteksi pertumbuhan janin terhambat baik dengan pemeriksaan palpasi dan atau pemeriksaan kolaborasi dengan USG;

k) Pemberian vaksinasi TT untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorium pada bayi. Menurut Asrinah (2010, h 103), imunisasi selama kehamilan sangat penting dilakukan untuk mencegah penyakit yang bisa menyebabkan kematian ibu dan janin. Jenis imunisasi yang diberikan adalah tetanus toxoid (TT) yang dapat mencegah penyakit tetanus. Ibu hamil yang belum mendapatkan imunisasi statusnya T0. Jika telah mendapatkan dua dosis dengan interval minimal 4 minggu (atau pada masa balitanya telah memperoleh imunisasi DPT sampai 3 kali) statusnya T2. Bila telah mendapatkan dosis TT yang ke-3 (interval minimal 6 bulan dari dosis ke-2), statusnya T3. Status T4 didapat bila telah mendapatkan 4 dosis (intervalnya minimal 1 tahun dari dosis ke-3) dan status T5 status didapat bila 5 dosis sudah didapatkan (interval minimal 1 tahun dari dosis ke-4).

l) Mengurangi keluhan akibat ketidaknyamanan yang terjadi pada trimester II;

m) Memenuhi kebutuhan kalsium dan asam folat ibu, multivitamin dan suplemen lain hanya diberikan jika terdeteksi terjadinya pemenuhan yang tidak adekuat pada ibu;

(22)

n) Deteksi dini komplikasi yang terjadi pada trimester II dan melakukan tindakan kolaborasi dan atau rujukan secara tepat; o) Melibatkan keluarga dalam setiap asuhan. (Irianti, dkk, 2014; h

275)

3) Asuhan Trimester III

Dasar dalam pemantauan trimester III kehamilan yaitu pada usia 27 s/d 42 minggu, diantaranya :

a) Pemantauan penambahan berat badan berdasarkan IMT ibu; b) Pemeriksaan tekanan darah;

c) Pemeriksaan tinggi fundus uteri dan penentuan berat badan janin;

d) Penentuan letak janin dengan palpasi abdominal; e) Melakukan pemeriksaan denyut jantung janin;

f) Deteksi terhadap masalah psikologis dan berikan dukungan selama kehamilan;

g) Kebutuhan exercise ibu yaitu dengan senam hamil;

h) Deteksi pertumbuhan janin terhambat baik dengan pemeriksaan palpasi;

i) Mengurangi keluhan akibat ketidaknyamanan yang terjadi pada trimester III;

j) Deteksi dini komplikasi yang terjadi pada trimester III dan melakukan tindakan kolaborasi dan atau rujukan secara tepat; k) Melibatkan keluarga dalam setiap asuhan;

l) Persiapan laktasi; m) Persiapan persalinan;

(23)

kemungkinan kelainan letak janin, letak placenta, atau penurunan kesehjateraan janin;

o) Lakukan rujukan jika ditemukan tanda – tanda patologi pada trimester III. (Irianti, dkk, 2014; h 275 - 276)

f. Konsep Pemeriksaan Obstetri

Jadwal melakukan pemeriksaan antenatal care sebanyak 12 sarnpai 13 kali selama hamil.

1) Teknik pemeriksaan palpasi kehamilan

Pemeriksaan palpasi yang biasa digunakan untuk menetapkan kedudukan janin dalam rahim dan usia kehamilan terdiri dari pemeriksaan menu-rut Leopold I-IV atau pemeriksaan yang sifatnya membantu pemeriksaan Leopold:

a) Membantu Leopold II (pemeriksaan menurut Budine, pemeriksaan- menurut Ahifeld)

b) Membantu pemeriksaan Leopold III (pemeriksaan Kneble) Dengan memahami pemeriksaan menurut Leopold dengan baik, kedudukan janin dapat ditentukan. (Manuaba, dkk, 2010; h 116) 2) Pemeriksaan denyut jantung janin

Jumlah denyut jantung janin normal antara 120 sampai.140

denyut per menit. Setelah punggung janin dapat ditetapkan, diikuti dengan pemeriksaan denyut jantung janin sebagai berikut:

1) Kaki ibu hamil diluruskan sehingga punggung janin lebih dekat dengan dinding perut ibu.

2) Punktum maksimum denyut jantung janin ditetapkan di sekitar skapula. (Manuaba, dkk, 2010; h 116)

(24)

3) Pemeriksaan menurut Leopold

a) Tahap persiapan pemeriksaan Leopold.

a) Ibu tidur telentang dengan kepala lebih tinggi.

b) Kedudukan tangan pada saat pemeriksaan dapat di atas kepala atau membujur di samping badan.

c) Kaki ditekukkan sedikit sehingga dinding perut lemas. d) Bagian perut penderita dibuka seperlunya.

e) Pemeriksa menghadap ke muka penderita scat melakukan pemeriksaan Leopold I sampai III, sedangkan scat melakukan pemeriksaan Leopold IV pemeriksa menghadap ke kaki.

b) Tahap pemeriksaan Leopold. a. Leopold I.

1) Kedua telapak tangan pada fundus uteri untuk menentukan tinggi fundus uteri.

2) Bagian apa yang terletak di fundus uteri. Pada letak membujur sungsang, kepala bulat keras dan melenting pada goyangan; pada letak kepala akan teraba bokong pada fundus: tidak keras tak melenting, dan tidak bulat; pada letak lintang, fundus uteri tidak diisi oleh bagian-bagian janin.

b. Leopold II.

a) Kemudian kedua tangan diturunkan menelusuri tepi uterus untuk menetapkan bagian apa yang terletak di bagian samping.

(25)

yang teraba rata dengan tulang iga seperti papan cuci. c) Pada letak lintang dapat ditetapkan di many kepala

janin. c. Leopold III.

a) Menetapkan bagian apa yang terdapat di atas simfisis pubis.

b) Kepala akan teraba bulat dan keras sedangkan bokong teraba tidak keras dan tidak bulat. Pada letak lintang simfisis pubis akan kosong.

d. Leopold IV.

a) Pada pemeriksaan Leopold IV, pemeriksa menghadap ke arah kaki ibu untuk menetapkan bagian terendah janin yang masuk ke pintu atas panggul.

b) Bila bagian terendah masuk PAP telah melampaui lingkaran terbesarnya, maka tangan yang melakukan pemeriksa divergen, bila lingkaran terbesarnya belum masuk PAP maka tangan pemeriksa konvergen

Leopold I:

a. Pemeriksa menghadap ke arah wajah ibu hamil

b. Menentukan tinggi fundus uteri, bagian janin dalam fundus, dan konsistensi fundus

Variasi Knebel: Menentukan letak kepala atau bokong dengan satu tangan di fundus dan tangan lain di atas simfisis.

Gambar : 2.1 Leopold I (Manuaba, dkk ; h 118)

(26)

Leopold II:

c. Menentukan batas samping rahim kanan-kiri

d. Menentukan letak punggung janin e. Pada letak lintang, tentukan di

mana kepala janin

Variasi Budin: Menentukan letak punggung dengan satu tangan menekan di fundus.

Gambar 2.2 : Leopold II (Manuaba, dkk ; h 118)

Leopold III:

1) Menentukan bagian terbawah janin

2) Apakah bagian terbawah janin sudah masuk atau masih goyang Variasi Ahifeld: Menentukan letak punggung dengan pinggir tangan kiri diletakkan tegak di tengah perut.

Leopold IV:

3) Pemeriksa menghadap ke kaki ibu hamil

4) Juga menentukan bagian terbawah janin dan berapa jauh janin sudah masuk pintu atas panggul

Gambar 2.3 Leopold III (Manuaba, dkk ; h 118)

Gambar 2.4 Leopold III (Manuaba, dkk ; h 118) g. Pendidikan Kesehatan

Bidan penting memberikan nasihat dan panduan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan adaptasi terhadap kehamilan.

(1) Pantang diet saat hamil. Nilai gizi dapat ditentukan dengan bertambahnya berat badan sekitar 6,5 sampai 15 kilogram

(27)

selama hamil.

(2) Pekerjaan rumah tangga semakin dikurangi dengan semakin tua. (3) Wanita pekerja di luar rumah. Wanita karier yang hamil

mendapat hak cuti hamil selama tiga bulan.

(4) Hubungan seksual. Hubungan seksual disarankan untuk dihentikan bila : terdapat tanda infeksi dengan pengeluaran cairan disertai rasa nyeri atau panas, terjadi perdarahan saat hubungan seksual, terdapat pengeluaran cairan yang mendadak, sering mengalami keguguran, persalinan sebelum waktunya, mengalami kematian dalam kandungan, sekitar dua minggu menjelang persalinan.

(5) Olah raga saat hamil.

(6) Pakaian hamil yang longgar dan menyerap keringat.

(7) Pemeliharaan payudara. Perawatan payudara sebelum lahir (prenatal breast care) bertujuan memelihara higiene payudara, melenturkan/ menguatkan puting susu, dan mengeluarkan puting susu yang datar atau masuk ke dalam (retracted nipple). Perawatan payudara setelah melahirkan (postnatal breast care) bertujuan memelihara higiene payudara, memperbanyak/memperlancar produksi ASI, dan merangsang sel-sel payudara. (Manuaba, dkk, 2010; h 116-121)

(8) Pengawasan gigi. Saat hamil sering terjadi karies yang berkaitan dengan emesis-hiperemesis gravidarum, hipersalivasi dapat menimbulkan timbunan kalsium di sekitar gigi.

(9) Istirahat dan tidur untuk perkembangan dan pertumbuhan janin. (10) Obat-obatan. Memperhatikan apakah obat tersebut tidak

(28)

berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin.

(11) Tidak merokok, minum alkohol, dan kecanduan narkotik.

(12) Keadaan darurat pada kehamilan. Keadaan darurat saat hamil yang mengharuskan ibu hamil untuk memeriksakan diri.

(13) Imunisasi. Vaksinasi dengan toksoid tetanus dianjurkan untuk dapat menurunkan angka kematian bayi karena infeksi tetanus. Vaksinasi toksoid tetanus dilakukan 2 kali selama hamil.

(14) Persiapan persalinan dan laktasi. Untuk dapat mencapai keadaan optimal menjelang persalinan. (Manuaba, dkk, 2010; h 121-123)

B. PERSALINAN

1. Definisi Persalinan

Yang dimaksud dengan kala II adalah proses pengeluaran buah kehamilan sebagai hasil pengenalan dan penatalaksanaan kala pembukaan, batasan kala II di mulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10cm) dan berakhir dengan kelahiran bayi, kala II juga di sebut sebagai kala pengeluaran bayi. (Walyani, 2015, h 51 – 52).

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin. (Sukarni, 2013, h 185).

Dari dua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa persalinan adalah proses yang alamiah dari pembukaan lengkap hingga pengeluaran janin tanpa bantuan alat apapun.

(29)

2. Teori Terjadinya Persalinan

Ada beberapa teori tentang mulainya persalinan yaitu penurunan kadar progesterone, Teori oxytosin, Peregangan otot-otot uterus yang berlebihan (destended uterus), Pengaruh janin, Teori prostaglandin. Lamanya (durasi) kala II pada persalinan spontan tanpa komplikasi adalah sekitar 40 menit pada primigravida dan 15 menit pada multipara. Kontraksi selama kala dua adalah sering, kuat dan sedikit lebih lama yaitu kira – kira 2 menit yang berlangsung 60 – 90 detik dengan interaksi tinggi dan semakin ekspulsif sifatnya. (Walyani, 2015; h 51 – 52).

3. Faktor yang mempengaruhi Persalinan a. Penumpang (Passenger)

Penumpang dalam persalinan adalah janin dan plasenta. Hal – hal yang perlu diperhatikan adalah ukuran kepala, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin; sedangkan yang perlu diperhatikan pada plasenta adalah letak, besar dan luasnya.

b. Jalan Lahir (Passage)

Jalan lahir terbagi menjadi dua, yaitu jalan lahir keras dan jalan lahir lunak. Hal – hal yang perlu diperhatikan dari jalan lahir adalah ukuran dan bentuk tulang panggul; sedangkan yang perlu diperhatikan pada jalan lahir adalah segmen bawah uterus yang dapat meregang, serviks, otot dasar panggul, vagina, dan introitus vagina.

c. Kekuatan (Power)

Faktor kekuatan dalam persalinan dibagi atas dua, yaitu :

1) Kekuatan Primer (Kekuatan Involunter) antara lain frekuensi, durasi, dan intensitas kontraksi. Kekuatan primer ini mengakibatkan serviks menipis (effacement) dan berdilatasi

(30)

sehingga janin turun.

2) Kekuatan Sekunder (Kontraksi Volunter). Tekanan ini menekan uterus pada semua sisi dan menambah kekuatan dalam mendorong keluar. Kekuatan ini cukup penting dalam usaha untuk mendorong keluar dari uterus dan vagina.

d. Posisi Ibu (Positioning)

Perubahan posisi yang diberikan pada ibu bertujuan untuk menghilangkan rasa letih, memberi rasa nyaman, dan memperbaiki sirkulasi. Posisi tegak (contoh : posisi berdiri, bejalan, duduk, jongkok), membantu dalam penurunan janin dan dapat mengurangi kejadian penekanan tali pusat.

e. Respons Psikologis (Psychology Response) Respon psikologi ibu dapat dipengaruhi oleh :

1) Dukungan ayah bayi / pasangan selama proses persalinan. 2) Dukungan kakek – nenek (saudara dekat) selama pesalinan. 3) Saudara kandung bayi selama persalinan. (Sondakh, 2013; h 4-5) 4. Mekanisme Persalinan

Gerakan utama kepala janin pada proses persalinan: a. Engagement

Pada minggu-minggu akhir kehamilan atau pada saat persalinan dimulai kepala masuk lewat PAP, umumnya dengan presentasi biparietal (diameter lebar yang paling panjang berkisar 8,5-9,5 cm) atau 70% pada panggul ginekoid. Masuknya kepala :

1) Pada primi terjadi pada bulan terakhir kehamilan 2) Pada multi terjadi pada permulaan persalinan

(31)

tegak lurus dengan pintu atas panggul (sinklitismus) atau miring/membentuk sudut dengan pintu atas panggul (asinklitismus anterior/posterior). (Sukarni, 2013; h 200)

b. Desent

Penurunan kepala janin tergantung pada arsitektur pelvis dengan hubungan ukuran kepala dan ukuran pelvis sehingga penurunan kepala berlangsung lambat. (Sukarni, 2013; h 202)

c. Flexion (Fleksi)

Pada umumnya terjadi flexi penuh/sempurna sehingga sumbu panjang kepala sejajar sumbu panggul membantu penurunan kepala selanjutnya. (Sukarni, 2013; h 202)

d. Internal Rotation

Rotasi interna (putaran paksi dalam) : selalu disertai turunnya kepala, putaran ubun-ubun kecil ke arah depan (ke bawah simfisis pubis), membawa kepala melewati distansia interspinarum dengan diameter biparietalis. (Sukarni, 2013; h 204)

e. Extension

Dengan kontraksi perut yang benar dan adekuat kepala makin turun dan menyebabkan perineum distensi. Pada saat ini puncak kepala berada di simfisis dan dalam keadaan begini kontraksi perut ibu yang kuat mendorong kepala ekspulsi dan melewati introitus vagina. Ekstensi terjadi setelah kepala mencapai vulva, terjadi ekstensi setelah oksiput melewati bawah simfisis pubis bagian posterior. Lahir berturut-turut : oksiput, bregma, dahi, hidung, mulut, dagu. (Sukarni, 2013; h 204 - 205)

(32)

f. External Rotation (Restitution)

Setelah seluruh kepala sudah lahir tejadi putaran kepala ke posisi pada saat engagement. Dengan demikian bahu depan dan belakang dilahirkan lebih dahulu dan diikuti dada, perut, bokong dan seluruh tungkai. (Sukarni, 2013; h 205)

g. Ekspulsi

Setelah putaran paksi luar : bahu depan di bawah simfisis menjadi hipomoklion kelahiran bahu belakang, bahu depan menyusul lahir, diikuti seluruh badan anak : badan (toraks,abdomen) dan lengan, pinggul/trokanter depan dan belakang, tungkai dan kaki. (Sukarni, 2013; h 209)

5. Tanda – tanda Persalinan

Terjadi lightening. Menjelang minggu ke-36, pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan oleh kontraksi Braxton Hicks, ketegangan dinding perut, ketegangan ligamentum rotundum, gaya berat janin di mana kepala ke arah bawah. Masuknya kepala bayi ke pintu atas panggul dirasakan ibu hamil sebagai terasa ringan di bagian atas, rasa sesaknya berkurang, di bagian bawah terasa sesak, terjadi kesulitan saat berjalan, dan sering berkemih.

Tanda persalinan sudah dekat :

a. Terjadinya His persalinan. His persalinan mempunyai ciri khas pinggang terasa nyeri yang menjalar ke depan, sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatannya makin besar, mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks, makin beraktivitas (jalan) kekuatan makin bertambah.

(33)

b. Pengeluaran lendir dan darah (pembawa tanda). Pembukaan menyebabkan lendir dan perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah.

c. Pengeluaran cairan. Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan pengeluaran cairan. (Manuaba, dkk, 2010; h 173) 6. Tahapan Persalinan

a. Persalinan Kala I

Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan servik hingga mencapai pembukaan Iengkap (10 cm). Persalinan kala 1 dibagi 2 fase, yaitu fase laten dan fase aktif.

1) Fase Laten. Persalinan dimulai dari pembukaan servik kurang dari 4 cm, berlangsung selama 8 jam.

2) Fase Aktif. Persalinan servik membuka dari 4 ke 10 cm, biasanya dengan kecepatan 1 cm atau lebih per jam hingga pembukaan Iengkap (10 cm), terjadi penurunan bagian terbawah janin. Fase aktif di bagi menjadi 3 :

a) fase akselerasi : dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.

b) Fase dilatasi maksimal : dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm.

c) Fase deselerasi : pembukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi Iengkap.

Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif dan fase deselerasi terjadi lebih pendek. (Sukarni , 2013, h 213) Kondisi ibu dan bayi harus dicatat secara seksama, yaitu: denyut

(34)

jantung janin: setiap 30 menit, frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap 30 menit, nadi: setiap 30 menit, pembukaan servik: setiap 4 jam, tekanan darah dan temperatur: setiap 4 jam, produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam. Bila tidak ada tanda-tanda kegawatan atau penyulit, ibu dipulangkan dan dipesankan untuk kembali jika kontraksinya menjadi teratur dan lebih sering. (Sukarni, 2013; h 214)

1) Fisiologis Kala I

Kontraksi uterus pada persalinan merupakan kontraksi otot fisiologis yang menimbulkan nyeri pada tubuh. Perubahan-perubahan fisiologis kala I adalah :

a. Perubahan hormon

b. Perubahan pada vagina dan dasar panggul : Kala I (ketuban meregang vagina bagian atas), setelah ketuban pecah (perubahan vagina dan dasar panggul), perubahan serviks (pendataran, pembukaan).

c. Perubahan Uterus : Segmen atas rahim menjadi aktif, berkontraksi, dinding bertambah tebal. Segmen bawah rahim / SBR menjadi pasif dan semakin tipis.

2) Keadaan Psikologis ibu bersalin Kala I a. Perasaan tidak enak;

b. Takut dan ragu akan persalinan yang akan dihadapi;

c. Sering memikirkan antara lain apakah persalinan akan berjalan normal;

d. Menganggap persalinan sebagai percobaan;

(35)

menolongnya;

f. Apakah bayinya lahir normal atau tidak; g. Apakah ia sanggup merawat bayinya; h. Ibu merasa cemas. (Walyani, 2015; h 39) 3) Kebutuhan Dasar Ibu Bersalin Kala I

Kebutuhan ibu selama kala I yaitu kebutuhan akan rasa aman dan nyaman, nutrisi, kebutuhan privasi, kebutuhan dukungan emosional, sosial dan spiritual. (Sukarni, 2013; h 217)

Tabel 2.5 Frekuensi minimal penilaian dan intervensi dalam persalinan normal

Parameter Frekuensi pada Fase

Laten Frekuensi pada Fase Aktif

Tekanan Darah Setiap 4 jam Setiap 4 jam

Suhu Badan Setiap 4 jam Setiap 2 jam

Nadi Setiap 30 – 60 menit Setiap 30 – 60 menit Denyut Jantung Janin Setiap 1 jam Setiap 30 menit

Kontraksi Setiap 1 jam Setiap 30 menit

Pembukaan Serviks Setiap 4 jam Setiap 4 jam*

Penurunan Setiap 4 jam Setiap 4 jam*

Sumber : Walyani, 2015; h 41

b. Persalinan Kala II

1) Perubahan Fisiologis

Asuhan Persalinan Kala II (kala pengeluaran) dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi Iahir. Perubahan fisiologis secara umum yang terjadi pada persalinan kala II : His menjadi lebih kuat dan lebih sering (faetus axis), pressure, timbul tenaga untuk meneran, perubahan dalam dasar panggul, lahirnya fetus. (Sukarni, 2013; h 217)

Perubahan Fisiologis pada kala II persalinan

a) Kontraksi Uterus. Kontraksi berlangsung 60-90 detik, interfal antara kedua kontraksi pada kala pengeluaran sekali dalam 2

(36)

menit. (Sukarni, 2015; h 54)

b) Perubahan – perubahan Uterus. Keadaan segmen atas rahim (SAR) dan segmen bawah rahim (SBR). Dalam persalinan perbedaan SAR dan SBR, dimana SAR mengadakan suatu kontraksi menjadi tebal dan mendorong janin keluar. Sedangkan SBR mengadakan relaksasi dan dilatasi. (Sukarni, 2013; h 54 - 55)

c) Perubahan pada serviks. Ditandai pembukaan lengkap, pada pemeriksaan dalam tidak teraba bibir portio, segmen bawah rahim (SBR) dan serviks. (Sukarni, 2013, h 55)

d) Perubahan pada vagina dan dasar panggul. Karena suatu regangan dan kepala sampai vulva, lubang vulva menghadap ke depan atas dan anus menjadi terbuka, perineum menonjol dan tidak lama kemudian kepala janin tampak pada vulva. (Sukarni, 2013; h 55)

2) Respon Fisiologis Persalinan Kala II

Emotional distress, nyeri menurunkan kemampuan mengendalikan emosi dan cepat marah, lemah, takut, kultur (Respons terhadap nyeri, Posisi, Pilihan kerabat yang mendampingi, Perbedaan kultur harus diperhatikan). (Sukarni, 2013; h 219)

3) Tanda dan Gejala Persalinan Kala II Gejala dan tanda persalinan kala II :

Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi, ibu merasakan ada peningkatan tekanan pada rektum/ vagina, perineum menonjol, vulva vagina,spinter ani membuka,

(37)

meningkatnya pengeluaran lendir darah. (Sukarni, 2013; h 219 - 220)

4) Diagnosa Persalinan Kala II

Diagnosis kala II dapat ditegakkan atas dasar hasil pemeriksaan dalam yang menunjukkan pembukaan servik telah lengkap dan terlihat bagian kepala bayi pada interoitus vagina atau kepala janin sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm. (Sukarni, 2013; h 220)

5) Kebutuhan Dasar Selama Persalinan

Peran petugas kesehatan adalah memantau dengan seksama dan memberikan dukungan serta kenyamanan pada ibu, bagi segi/perasaan maupun fisik.Seperti :

a) Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu dengan : mendampingi Ibu agar merasa nyaman, menawarkan minum, mengipasi, dan memijat ibu.

b) Menjaga kebersihan diri : Ibu tetap dijaga kebersihannya agar terhindar dari infeksi, jika ada darah lendir atau cairan ketuban segera dibersihkan, kenyamanan bagi ibu

c) Memberikan dukungan mental untuk mengurangi kecemasan/ketakutan ibu, dengan cara : menjaga privasi ibu, penjelasan tentang proses dan kemajuan persalinan, penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan dan keterlibatan ibu, mengatur posisi ibu, menjaga kandung kemih tetap kosong, ibu dianjurkan berkemih sesering mungkin. (Sukarni, 2013; h 220)

(38)

6) Tanda Bahaya Kala II

a) Tanda bahaya bagi janin : takikardia, bradikardia, deselerasi, meconium staining, hiperaktif.

b) Tanda-tanda bahaya : Distosia bahu/shoulder dystocia adalah tertahannya bahu depan diatas simfisis, ketidakmampuan melahirkan bahu pada persalinan normal. Insidens 1-2 per 1000 kelahiran, 16 per 1000 kelahiran bayi > 4000 g. Komplikasi Distosia bahu :

(1) Bayi : kematian, Asfiksia dan komplikasinya, Fraktur-klavikula, humerus dan Kelumpuhan pleksus brachialis. (2) Ibu : Perdarahan postpartum, Ruptur uteri.

c) Faktor risiko : Kehamilan lewat waktu, obesitas pada ibu, bayi makrosomia, riwayat distosia bahu sebelumnya, kelahiran lewat operasi, persalinan lama, diabetes yang tidak terkontrol. (Sukarni, 2013, h 222).

7) Menolong Persalinan

Persalinan adalah peristiwa normal yang berakhir dengan kelahiran normal tanpa adanya intervensi. Penolong persalinan akan selalu membimbing, memberi dukungan terus menerus, membesarkan hati ibu dan saran-saran (memberikan instruksi cara meneran). Hindari manuver Valsava karena akan menyebabkan pasokan oksigen ke janin berkurang. Ibu atau klienlah yang mengatur dan mengendalikan saat meneran bukan menolong.

Kala II persalinan merupakan pekerjaan yang sangat sulit bagi ibu. Suhu tubuh ibu akan meninggi, ibu mengedan selama

(39)

kontraksi dan kelelahan. Petugas harus mendukung ibu atas usahanya untuk melahirkan bayinya. (Sukarni, 2013, h 223). a) Persiapan persalinan

(1) Persiapan Ruangan:

Ruangan hangat dan bersih, sumber air bersih dan mengalir, air DTT, air bersih dengan jumlah yang cukup dan tersedia alat-alat untuk kebersihan, kamar mandi yang bersih dan jangan lupa di DTT, tempat cukup luas, ibu mendapatkan privasi, penerangan yang cukup baik, tempat tidur bersih, tempat yang bersih, meja yang bersih. (2) Persiapan Penolong : cuci tangan sebelum dan sesudah

tindakan, pakai sarung tangan, perlengkapan perlindungan pribadi (APD).

(3) Persiapan Perlengkapan Persalinan

(4) Partus set, haeting set, tempat sampah, tempat pakaian kotor, alat pemeriksaan vital sign, obat-obatan, alat suntik, bahan habis pakai dan pakaian bayi

(5) Persiapan Ruangan untuk Kelahiran Bayi. Ruangan harus bersih dan hangat (bebas dari tiupan angin, sediakan lampu, selimut).

(6) Persiapan Ibu dan Keluarga : pendampingan oleh keluarga, libatkan keluarga dalam asuhan ibu, support ibu dan keluarga, tentramkan hati ibu selama kala II, bantu ibu memilih posisi yang nyaman saat bersalin, ajarkan ibu teknik meneran yang benar, anjurkan minum ibu selama kala II, membersihkan perineum ibu, pengosongan

(40)

kandung kemih, amniotomi. (Sukarni, 2013; h 223 – 225) b) Pertolongan Persalinan

Pertolongan persalinan dengan menggunakan APN 58 langkah:

a. Mengenali gejala dan tanda kala II :

Mendengar, melihat dan memeriksa gejala dan tanda kala II 1) ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran, ibu

merasakan regangan yang semakin meningkat pada ruktum dan vagina, perineum tampak menonjol, vulva dan spingterani membuka.

b. Menyiapkan pertolongan persalinan

1) Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk persiapan meja resusitasi yaitu tempat datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi.

(a) Menggelar kain di atas perut ibu, tempat resusitasi dan ganjal bahu bayi.

(b) Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set.

2) Pakai celemek plastik

3) Lepaskan dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih. 4) Pakai sarung tangan DTT untuk melakukan periksa dalam.

(41)

5) Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai sarung tangan DTT dan steril (pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik).

c. Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik 6) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan

hati – hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.

7) Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang.

8) Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia.

9) Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit)

(a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal (b) Mendokumentasikan hasil – hasil pemeriksaan data,

DJJ dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada patograf

d. Menyiapkan Ibu dan Keluarga untuk membantu proses bimbingan meneran

10) Beritahukan ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya. (a) Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan

(42)

(ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan semua temuan yang ada.

(b) Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar. 11) Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran.

(bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).

12) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran :

(a) Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif.

(b) Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai. (c) Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai

pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama).

(d) Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi. (e) Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat

untuk ibu.

(f) Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum). (g) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.

(h) Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran (multigravida).

(43)

13) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.

e. Persiapan pertolongan kelahiran Bayi

14) Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.

15) Letakkan kain bersih yang telah dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.

16) Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.

17) Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan. f. Persiapan pertolongan kelahiran Bayi

Lahirnya Kepala :

18) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan sambil bernapas cepat dan dangkal.

19) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.

(1) Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.

(44)

(2) Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong di antara 2 klem tersebut. 20) Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara

spontan. Lahirnya Bahu :

21) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.

Lahirkan Badan dan Tungkai :

22) Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala. Lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.

23) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing – masing mata kaki dengan ibu jari dan jari – jari lainnya).

g. Penanganan Bayi Baru Lahir 24) Lakukan penilaian (selintas)

(a) Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan?

(45)

Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau megap – megap segera lakukan resusitasi (langkah 25 ini berlanjut ke langkah – langkah prosedur resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia).

25) Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu (a) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian

tubuh lainnya (tanpa membersihkan vernik) kecuali bagian tangan.

(b) Ganti handuk basah dengan handuk yang kering. (c) Pastikan bayi dalam kondisi mantap diatas perut ibu 26) Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada

bayi lain di uterus (hamil tunggal).

27) Beritahukan pada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin (agar uterus berkontraksi baik). 28) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan

oksitosin 10 unit (intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).

29) Dengan menggunakan klem, jepit tali pusat (dua menit setelah bayi lahir) pada sekitar 3 cm dari pusar (umbilickus) bayi. Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi tali pusat kea rah distal (ibu) dan lakukan penjepit kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.

30) Pemotongan dan pengikatan tali pusat :

(a) Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah di jepit kemudian lakukan pengguntingan tali pusat

(46)

(lindungi perut bayi) di antara 2 klem tersebut.

(b) Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua menggunakan dengan simpul kunci.

(c) Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.

31) Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi

Letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di dinding dada perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari putting payudara ibu.

32) Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.

h. Penatalaksanaan aktif kala tiga

33) Pindahkan klem pada tali pusat berjarak 5-10 cm dari vulva.

34) Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.

35) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kearah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang – atas (dorsokranial) secara hati – hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah

(47)

30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur diatas.

(a) Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami, atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi putting susu.

Mengeluarkan plasenta :

36) Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).

(a) Jika tali pusat betambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.

(b) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat :

Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM, lakukan kateterisasi (aseptic) jika kandung kemih penuh, minta keluarga untuk menyiapkan rujukan, ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya, segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir, bila terjadi perdarahan, lakukan plaseta manual.

37) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar

(48)

plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.

(a) Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari – jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.

Rangsangan Taktil (massase) uterus

38) Segera setelah plasenta lahir dan selaput ketuban lahir, lakukan massase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakkan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).

(a) Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi (fundus teraba keras).

Menilai perdarahan :

39) Periksa kedua sisi placenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan placenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.

40) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.

Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan.

(49)

i. Melakukan asuhan pasca persalinan

41) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.

42) Beri cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu-bayi (di dada ibu paling sedikit 1 jam)

(b) Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusui dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusui pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusui dari satu payudara.

(c) Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam

43) Lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotic profilaksis, dan vitamin K1 1mg intramuscular di

paha kiri anterolateral setelah satu jam kontak kulit ibu-bayi.

44) Berikan suntikan imunisasi Hepatitis B (setelah satu jam pemberian Vitamin K1) di paha kanan anterolateral.

(a) Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu – waktu bisa disusukan.

(b) Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusui di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.

Evaluasi :

45) Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.

(a) 2 – 3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan. (b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.

(50)

(c) Setiap 20 – 30 menit pada jam kedua pasca persalinan.

(d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri. 46) Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan mesase uterus dan

menilai kontraksi.

47) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.

48) Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pascapersalinan. (a) Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam

selama 2 jam pertama pasca persalinan.

(b) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temukan yang tidak normal.

49) Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5-37,5ºC)

Kebersihan dan Keamanan :

50) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.

51) Buang bahan – bahan uang terkontaminasi ke tempat sampah sesuai.

52) Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.

(51)

53) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkan.

54) Dekontaminasikan tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.

55) Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

56) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang kering dan bersih.

Dokumentasi :

57) Lengkapi patograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan kala IV. (JNPK-KR, 2014). 7. Patograf

Penerapan partograf WHO ditujukan pada kehamilan normal yang direncanakan untuk persalinan pervaginam. Dengan memerhatikan garis waspada dan garis tindakan sebagai titik tolak evaluasi pertolongan persalinan diharapkan partus terlantar atau partus kasep semakin berkurang untuk dapat menurunkan angka kematian maternal dan perinatal.

a. Dasar partograf WHO

1) Fase aktif mulai pembukaan 3 cm. 2) Fase laten Iamanya 8 jam.

3) Pada fase aktif pembukaan untuk primigravida dan multigravida sama tidak boleh kurang dari 1 cm/jam.

(52)

Pemeriksaan dalam hanya dilakukan dengan interval waktu 4 jam. Keterlambatan persalinan selama 4 jam, memerlukan intervensi medis, dengan mempertimbangkan indikasi, dan keadaan umum ibu maupun janinnya. (Manuaba, dkk, 2010; h 157)

b. Kontraindikasi pelaksanaan partograf WHO

Untuk dapat menjamin keberhasilan partograf WHO dengan baik maka partograf tidak dipergunakan pada kasus: Wanita hamil dengan tinggi badan kurang dari 145 cm, perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat dan pre-eklamsia, persalinan prematur, persalinan bekas seksio sesaria atau bekas operasi rahim (uterus), persalinan dengan hamil ganda, kelainan letak, pada keadaan gawat janin, dugaan kesempitan panggul, persalinan dengan induksi, hamil dengan anemia berat.

Kasus-kasus di atas digolongkan sebagai kehamilan risiko tinggi sehingga perlu segera dilakukan rujukan, untuk mendapatkan pertolongan yang memadai. (Manuaba, dkk, 2010; h 158)

c. Keuntungan dan kerugian pelaksanaan partograf WHO Keuntungan partograf

1) Tersedia cukup waktu melakukan rujukan (sekitar 4 jam) setelah perjalanan persalinan melewati garis waspada.

2) Di pusat pelayanan kesehatan cukup waktu untuk mengambil tindakan sehingga tercapai well born baby dan well health mother. 3) Terbatasnya melakukan pemeriksaan dalam, dapat mengurangi

Gambar

Tabel 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Janin
Tabel 2.2  Pertambahan berat badan pada kehamilan  Berat badan  Janin  Plasenta  Air ketuban  Rahim sekitar  Timbunan  lemak  Timbunan  protein  Retensi air-garam  Berat badan  3-3,5 kg  0,5 kg  1 kg 1 kg  1,5 kg 2 kg   1.,5 kg  Sumber : manuaba, dkk, 2010
Tabel 2.3  Usia kehamilan berdasarkan tinggi fundus uteri
Tabel 2.4   Perbandingan antara primipara dan multipara
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Burke (2006), menyatakan bahwa ada beberapa penyebab keputihan. Keputihan fisiologis terjadi ketika pada masa ovulasi. Selain itu keputihan juga disebabkan oleh adanya infeksi

Nama penyakit infeksi telur cacing tambang oleh Ancylostoma duodenale disebut Ankilostomiasis sedangkan Necator americanus menimbulkan Nekatoriasis. Cacing dewasa hidup di

Bakterial vaginosis merupakan suatu infeksi yang disebabkan ketidakseimbangan jumlah flora normal vagina dan bakteri lain yang ada di vagina.. Perlu diingat bahwa vagina

Infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim Endometritis adalah infeksi

Cara bilas vagina yang benar dengan membersihkan dari arah depan ke belakang (dari arah vagina ke anus) agar kotoran dari anus tidak masuk ke vagina karena

Menurut (Sastrawinata, 2005 hal. 176) Pada inversio uteri, uterus berputar balik sehingga fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini

Infeksi pertama dengan virus dengue menimbulkan imunitas spesifik, yang bersifat relatif, sehingga seseorang dapat dihinggapi untuk kedua kali atau lebih dengan virus dengue

Hambatan yang berpotensi tinggi menimbulkan masalah kesehatan (faktor resiko). Dalam bidang kebidanan pertimbangan butir-butir tentang profil keadaan dalam hubungannya