• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Tanaman sayuran kubis

Kubis (Brassica oleracea var capitata) yang dimaksud disini adalah kubis yang membentuk telur yang bentuknya seperti kepala. Umumnya semai kubis yang baru tumbuh mempunyai hipokotil yang berwarna merah, panjang beberapa sentimeter, dua keping, akar tunggang, dan akar serabut. Daun pertama mempunyai tungkai yang panjang dan tungkai-tungkai daun selanjutnya makin memendek, kemudian daun membentuk roset, apabila titik tumbuh mati dimakan ulat atau patah karena sesuatu sebab akan tumbuh banyak tunas.4)

Tanaman kubis yang dibudidayakan umumnya tumbuh semusim (annual) ataupun dwi musim (biennual) yang berbentuk urdu, sistem perakaran yakni menembus pada kedalaman tanah antara 20 – 30 cm. Batang tanaman kubis umumnya pendek dan banyak mengandung air (herbaceus).4)

Di indonesia pada umumnya kubis banyak ditanam di dataran tinngi 1000-2000 meter di atas permukaan laut (dpl). Tetapi setelah ditemukan kultivar atau varietas yang tahan panas, tanaman kubis dapat diusahakan di dataran rendah 100 – 200 m dpl, walau hasilnya tidak sebaik yang di tanam di dataran tinggi.4)

Keadaan iklim yang cocok untuk tanaman kubis adalah daerah yang relatif lembab dan dingin. Kelembaban yang diperlukan tanaman kubis adalah 80% - 90%, dengan suhu berkisar antara 15o C – 20o C, serta cukup mendapatkan sinar matahari. Kubis yang ditanam di daerah yang bersuhu 25o terutama varietas-varietas untuk dataran tinggi akan gagal membentuk krop. Demikian pula tempat penanaman yang kurang mendapat sinar matahari (terlindung), pertumbuhan tanaman kubis kurang baik dan mudah terserang penyakit dan pada waktu masih kecil sering terjadi pertumbuhan terhenti (stagnasi, etiolasi).4)

B.

Taxonomi sayuran kubis

Diviso Spermatophyta

(2)

Gambar 2.2 Brassica oleracea. L. var. capitata

Kelas Dicotyledonae Ordo Papavarales

Famili Cruciferae (Brassicaceae) Genus Brassica

Spesies Brassica oleracea. L. var. capitata.4)

Gambar 2.1 perkebunan kubis

C.

Kandungan Gizi

Kandungan gizi kubis menurut Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dan Food Nutrition Research Center, Manila (1964) adalah sebagai berikut:4)

Komposisi gizi Kubis putih/kubis merah Kubis krop (umum) Kalori (kal) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Kalsium (gr) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Vitamin A Vitamin B1(mg) Vitamin C (mg) Air (gr) 25,0 1,4 0,2 5,3 46,0 31,0 1,5 80,0 0,1 500 92,4 25,0 1,7 0,2 5,3 64,0 0,7 26,0 75,0 0,2 62,0 -

D.

Pencemaran Sayuran Kubis oleh Parasit

Pada saat penanaman kubis biasanya dipersiapkan dahulu segala yang berhubungan dengan penanaman diantaranya yaitu: Pencangkulan, pembuatan bedeng-bedeng, penentuan jarak tanam, pemberian pupuk dasar, dan baru kemudian tanaman kubis ditanam di tempat yang telah dipersiapkan.

(3)

Kecenderungan terjadinya pencemaran pangan oleh parasit pada tanaman musiman menjadi sangat tinggi, karena memang udara yang hangat dan lembab yang terus-menerus terjadi sepanjang tahun merupakan kondisi yang sangat mendukung pertumbuhan parasit.

Mikroorganisme telah berada pada bahan pangan sejak bahan ini dibudidayakan di lahan pertanian. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran sayuran kubis oleh parasit diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pupuk dasar

Tanaman kubis memerlukan pupuk yang cukup banyak karena tanaman tersebut banyak menghisap zat makanan terutama unsur Nitrogen dan Kalium diantaranya jenis kompos atau pupuk kandang, pupuk pospor TSP, mikroorganisme yang lengket pada tanaman kubis biasanya meninggalkan residu yang cukup besar, apabila mengingat intensitas pemakaian yang bisa mencapai 20-30 kali tiap musim tanam di daerah sentra produksi.6) Saat kubis tersebut dikonsumsi, maka residu dari kompos akan terakumulasi di tubuh konsumen.7)

Dalam Pertanian organik teknik yang paling praktis untuk dapat dilaksanakan oleh petani dalam rangka meningkatkan pendapatan petani. Selama ini petani sering mengeksploitasi lahan pertanian untuk keperluan produksi tanaman tanpa memperhatikan rekomendasi pemupukan dan kaidah lingkungan, sehingga pada gilirannya tidak mampu meningkatkan produksi itu sendiri. Pemberian pupuk buatan dan pestisida yang jauh di atas ambang batas dapat memberikan kontribusi negatif terhadap kelestarian lingkungan. sehingga berdampak buruk terhadap mutu produksi, makhluk hidup, dan pencemaran lingkungan.7)

2. Pengairan

Tanaman kubis sangat membutuhkan air yang cukup sehingga kegiatan pengairan sangat penting karena merupakan faktor yang kritis apabila terjadi kekurangan. Pada saat kemarau, pengairan dapat dilakukan dengan cara di leb dua kali seminggu sampai krop terbentuk yaitu pada umur ± 60 hari, pada saat proses tersebut berlangsung kemungkinan terjadinya kontaminasi karena residu pencemaran air tersebut 6)

(4)

E.

Cacing usus

Cacing usus di Indonesia lebih sering disebut dengan cacing perut. Sebagian besar penularannya melalui tanah, maka mereka digolongkan dalam kelompok cacing yang ditularkan melalui tanah atau soil transmitted helminths. 8)

Species cacing perut di Indonesia terdapat lima spesies cacing yang termasuk cacing perut yang penularannya terjadi melalui tanah yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan Strongyloides stercolaris. Empat spesies yang terdahulu merupakan parasit cacing yang endemik di seluruh wilayah Indonesia. Penelitian-penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa 60-80% dari penduduk menderita infeksi dengan satu atau lebih dari satu jenis cacing perut. Nematoda usus lainnya adalah Enterobius vermicularis dan Trichinella spirallis yang ditularkan melalui tanah.9)

Spesiesnematoda intestinalis yang penting yaitu: a) Ascaris lumbriocoides

Di Indonesia dikenal sebagai cacing gelang, parasit ini tersebar di seluruh dunia terutama di daerah tropik yang kelembabanya cukup tinggi penyakitnya disebut Ascariasis. 9)

Habitat. Cacing dewasa terdapat didalam usus halus tetap kadang-kadang dijumpai mengembara dibagian usus lainya selain di usus manusia juga terdapat di usus babi.9)

Morfologi. Cacing dewasa bentuknya mirip cacing tanah, cacing yang merupakan nematoda usus terbesar apda manusia ini yang betina lebih besar ukurannya dibandingkan dengan yang jantan, panjang cacing betina antara 22 cm sampai 35 cm sedangkan yang jantan antara 10 cm sampai 31 cm.9)

Telur. Berbentuk lonjong berwarna kecoklatan tanpa operculum, permukaannya tidak teratur, lapisan albumoid berkembang tidak tidak teratur dan mempunyai kulit yang lebih tipis daripada telur yang dibuahi.8)

Siklus hidup. Manusia merupakan satu-satunya hospes definitive Ascaris Lumbricoides, pada waktu telur yang telah dibuahi keluar bersama tinja penderita telur belum infektif jika telur jatuh ditanah, dan didalam tanah telur

(5)

akan tumbuh dan berkembang, ovum yang berada didalam telur akan berkembang menjadi larva rabditiform sehingga telur kini menjadi infektif.9) Cara infeksi. Penularan Ascaris dapat terjadi melalui beberapa jalan yaitu masuknya telur yang infektif kedalam mulut bersama makanan atau minuman yang tercemar, atau tertelan melalui tangan yang kotor atau telur infektif terhirup debu udara. Pada keadaan terakhir ini larva menetas di mucosa jalan napas bagian atas untuk kemudian langsung menembus darah dan memasuki aliran darah.9)

b) Trichuris Trichiura

Biasa disebut cacing cambuk penyakitya disebut Trikuriasis. Cacing ini tersebar luas di daerah tropik yang panas dan lembab.

Habitat. Cacing dewasa hidup di dalam usus besar manusia terutama di daerah sekum dengan membenamkan kepalanya di dalam dinding usus kadang-kadang cacing didapatkan hidup di apendiks dan ileum bagian distal.9) Morfologi. Cacing dewasa berbentuk seperrti cambuk bagian anterior yang merupakan tiga perlima tubuh berbentuk langsing seperti rambut, sedangkan dua perlima bagian tubuh yang posterior lebih tebal.

Telur. Bentuk telur Trichuris trichuira sangat khas, mirip tempayan kayu atau biji melon, warna coklat, mempunyai dua kutub yang jernih dan menonjol yang disebut dengan mucoid plug, mempunyai ukuran 50X25 mikron.8)

Siklus hidup. Manusia merupakan sumber penularan trikuriasis untuk manusia lainya. Telur yang keluar bersama tinja penderita belum mengandung larva jika telur jatuh ditanah yang sesuai dalam waktu 3 sampai 4 minggu telur berkembang menjadi infektif bila telur yang infektif termakan manusia didalam usus halus dinding telur pecah dan larva cacing keluar menuju sekum intik selanjutnya tumbuh menjadi dewasa.9)

c) Enterobius vermicularis

Biasa disebut cacing kremi penyakitnya disebut Oksiuruasis atau enterobiasis, cacing ini tersebar luas di seluruh dunia baik di daerah tropik maupun subtropik.

(6)

Habitat. Cacing dewasa terutama hidup di dalam sekum dan sekitar apendiks manusia, untuk bertelur cacing betina seringkali mengadakan migrasi ke daerah sekitar anus.9)

Morfologi. Cacing dewasa berukuran kecil berwarna putih, yang betina jauh lebih besar dari pada cacing jantan, ukuran cacing betina sampai 13 mm sedangkan yang jantan sampai sepanjang 5 mm. Telur seekor cacing betina memproduksi sebanyak 11.000 butir setiap harinya selama 2 sampai 3 hari minggu, sesudah itu cacing betina itu akan mati. Telur bentuk sentrimetrik ini tidak berwarna mempunyai dinding yang tembus sinar dan berisi larva yang hidup ukuran telur lebih kurang 30 mikron kali 50 – 60 mikron.9)

Siklus hidup. Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Enterobius vermicularis dan tidak diperlukan hospes perantara. Telur yang oleh cacing betina diletakkan di daerah sekitar perianal dan perineal, dalam waktu 6 jam telah merupakan telur yang infektif untuk manusia lain. Telur yang, masuk ke mulut atau juga bisa melalui jalan nafas di dalam duodenum akan menetas, larva rabditiform kemudian akan tumbuh menjadi cacing dewasa di jejunum dan bagian atas dari ileum unutk melengkapi siklus hidupnya dibutuhkan waktu antara 2 samapi 8 minggu lamanya.9)

d) Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus

Nama penyakit infeksi telur cacing tambang oleh Ancylostoma duodenale disebut Ankilostomiasis sedangkan Necator americanus menimbulkan Nekatoriasis.

Habitat. Cacing dewasa hidup di dalam usus halus terutama di jejunum dan duodenum manusia kedua spesies cacing ini melekatkan diri pada membran mukosa usus dengan menggunkan gigi-gigi kitin dan gigi pemotongnya dan mengisap darah yang keluar dari luka gigitan.9)

Morfologi. Cacing mempunyai bentuk badan silindrik dengan mulut yang besar dan kulit berwarna putih keabuan. Cacing betina mempunyai ukuran panjang antara 9 sampai 10 mm, sedangkan yang jantan mempunyai ukuran 5 sampai 11 mm. Di bawah mikroskop morfologi telur kedua jenis cacing

(7)

tambang ini sukar dibedakan satu dengan yang lainnya telur berbentuk lonjong atau seperti elips dengan ukuran sekitai 65 X 40 mikron.9)

Telur. Berbentuk lonjong atau elips dengan ukuran sekitar 65X40 mikron mempunyai dinding yang tipis yang tembus sinar dan mengandung embrio dengan empat blastomer.8)

Siklus hidup. Untuk Ancylostoma duodenale dan Necator americanus manusia merupakan hospes definitif telur yang berisi embrio yang bersegmen ke luar bersama tinja penderita di dalam tanah dalam waktu 2 hari telur menetas menjadi larva rabditiform yang tidak infektif.9)

e) Strongyloides stercoralis

Nama umum cacing benang nama penyakit stronguloides cacing ini tersebar luas di daerah tropik dengan kelembaban tinggi.

Habitat. Cacing dewasa hidu pada membrana mukosa usus halus terutama duodenum dan jejunum manusia dan beberapa jenis hewan.9)

Morfologi. Pada umumnya hanya cacing betina yang hidup parasit pada manusia cacing betina berbentuk benang halus tidak berwarna dengan panjang badan sekitar 2,2 mm. Telur berbentuk lonjong mirip telur cacing tambang berukuran 55 X 30 mikron.9)

Telur. Berbentuk lonjong berukuran 55X30 mikron, mempunyai dinding tipis yang tembus sinar, yang dikeluarkan di dalam membrana mukosa dan langsung menjadi larva.8)

Siklus hidup. Dalam siklus hidup cacing ini tidak memerlukan hospes perantara sebagai hospes definitif adalah manusia akan tetapi berbagai jenis hewan dapat menjadi reservoi host.9)

1. Faktor-faktor tingginya infeksi

Berbagai faktor mendukung tingginya angka kesakitan infeksi cacing perut di Indonesia, letak geografis Indonesia di daerah tropis yang mempunyai iklim yang panas akan tetapi lembab memungkinkan cacing perut dapat berkembangbiak dengan baik. Banyak penduduk Indonesia yang masih berpendidikan rendah sehingga pengetahuan tentang cara untuk hidup sehat, cara

(8)

untuk menjaga kebersihan perseorangan bagi dirinya dan kebersihan makanan dan minuman serta cara makannya belum dipahami dengan baik. Selain itu banyak keluarga yang tidak memiliki jamban keluarga sehingga mereka membuang kotoran (buang air besar) di halaman rumah, di kebun atau di selokan yang terbuka sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan hidup oleh kotoran manusia yang mengandung stadium infeksi cacing perut. Penduduk yang sangat padat lebih mudah penyebaran infeksi cacing perut ini.9)

2. Penularan

Infeksi cacing perut dapat terjadi melalui dua jalan yaitu masuknya telur yang infektif ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yaitu pada infeksi Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura, dan cara yang lain adalah masuknya larva infektif (larva filariform) ke dalam tubuh dengan menembus kulit yang sehat pada infeksi dengan cacing tambang dan Strongyloides stercoralis. Pada cacing Enterobius vermicularis penularan terjadi dengan masuknya telur yang infektif ke dalam mulut melalui makanan dan minuman yang tercemar, melalui udara yang tercemar atau cara langsung melalui tangan yang tercemar, telur cacing yang infektif. Infeksi dengan cacing Trichinella spirallis terjadi melalui mulut dengan masuknya larva infektif yang terdapat di dalam daging-daging atau hewan lain yang menderita Trikinosis, yang tidak dimasak dengan baik.9)

3. Patogenesis infeksi cacing usus

Kelainan patologik akibat infeksi cacing usus dapat ditimbulkan oleh cacing dewasa maupun oleh larvanya tergantung pada siklus hidup cacing dan dipengaruhi oleh lokasi stadium cacing usus di dalam tubuh manusia. Cacing dewasa dapat menimbulkan gangguan pencernaan, perdarahan, anemia, alergi, obstruksi usus, iritasi usus dan perforasi usus tergantung cara hidup cacing dewasa. Sedangkan larvanya dapat menimbulkan reaksi alergi dan kelainan jaringan di tempat hidupnya.9)

(9)

F.

Nematoda pada tanaman

Nematoda meskipun termasuk hewan tapi biasa kita golongkan sebagai penyebab penyakit karena gejala dan cara penyerangannya mirip dengan patogen lainnya. Nematoda boleh diartikan sebagai cacing silindris yang tidak bersegmen (unsegmented roundworm) meskipun sebenarnya nematoda berarti menyerupai benang (threadlike). Namun demikian nematoda ini sangat berbeda dengan cacing yang lain. Nematoda mempunyai sejumlah spesies yang sangat banyak.

Nematoda ada yang bersifat saprofitis dan ada yang bersifat parasitis pada berbagai organisme lain seperti serangga, ikan, burung, manusia, tumbuhan termasuk jamur dan bakteri bahkan juga terhadap nematoda yang lain.18)

Daur hidup nematoda pada umumnya sebagai berikut :

1. nematoda betina meletakkan telurnya dalam tanah atau di dalam tanaman inangnya,

2. telur yang menetas menghasilkan larva,

3. larva ini berkembang melalui empat tingkatan,

4. setelah larva terakhir terbentuklah nematoda dewasa yang dapat dibedakan menjadi jantan dan betina.18)

Namun demikian banyak nematoda yang hermaprodit, bahkan ada jenis yang jantannya tidak pernah dijumpai.

Nematoda yang menyerang tanaman adalah parasit obligat, oleh karena itu telurnya harus diletakkan di dalam atau di dekat tanaman inangnya hingga segera setelah menetas langsung mendapatkan makanannya. Di samping itu banyak telur nematoda yang untuk penetasan telurnya memerlukan rangsangan dari tanaman inangnya, dengan demikian sangat membantu kelangsungan hidupnya. Larva nematoda tidak mampu bergerak lebih dari 1-2 kali dari telurnya setelah menetas.18)

Nematoda parasit pada tanaman dapat dibedakan menjadi ectoparasit dan endoparasit. Nematoda ectoparasit misalnya genus Xiphinema. Ketiga nematoda ini selain menjadi patogen pada tumbuhan juga menjadi vektor virus yang menyerang tumbuhan.18)

(10)

Nematoda endoparasit ada dua golongan yaitu yang dapat berpindah tempat dan yang menetap. Keduanya dapat dibedakan menjadi yang sebagian tubuhnya tenggelam ke dalam jaringan tanaman inang dan yang seluruh tubuhnya tenggelam ke dalam tumbuhan inangnya. Nematoda endoparasit yang dapat berpindah dan seluruh tubuhnya tenggelam ke dalam tanaman, misalnya genus Radopholus, Ditylenchus dan Aphilenchus sedang yang hanya sebagian tubuhnya yang tenggelam dalam tanaman, misalnya genus Hoplolainus, Hellicotylenchus dan Rotylenchus.18)

Nematoda endoparasit yang menetap dan seluruh tubuhnya tenggelam ke dalam tanaman inangnya misalnya Trichuris trichuira, Ascaris lumbricoides, Meloidogyne dan Heterodera sedang yang hanya tenggelam sebagian tubuhnya ke dalam tanaman inangnya misalnya Rotylenchus dan Tylenchulus.18)

Penyebab penyakit atau patogen dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Biotik (parasit) dan Abiotik (fisiopat). Kelompok biotik terdiri dari Tumbuhan tinggi parasitik, yang dapat bersifat parasit sejati dan setengah parasit.18)

G.

Perkembangan penyakit pada tanaman

A. Konsep Segitiga Penyakit

Berkembangnya suatu penyaklit pada suatu tanaman terjadi dari interaksi tiga faktor yang terkenal dengan Konsep Segitiga Penyakit. Interaksi tiga faktor itu adalah :18)

I I = inang P = pathogen P L L = lingkungan

Faktor tanaman inang dipengaruhi oleh :

1. Jenis atau varietas tanaman yang menjadi inang suatu penyakit 2. Stadia rentan tanaman inang tersebut serhadap suatu penyakit. Faktor pathogen dipengaruhi oleh :

1. Jumlah inokulum/propagul. 2. Ras virulensi

(11)

3. Stadia pathogen

Sedangkan lingkungan yang berpengaruh pada perkembangan penyakit meliputi : - Abiotik yaitu suhu, kelembaban, cahaya matahari, pH (keasaman)

- Biotik misalnya adanya mikro organisme antagonis atau organisme yang mungkin mengeluarkan racun yang dapat menghambat pertumbuhan pathogen18)

Terjadinya penyakit pada suatu tanaman apabila tiga faktor tersebut dalam keadaan :

- Inang yang rentan. - Pathogen yang virulen. - Lingkungan yang cocok 18)

H.

Tinjauan Tentang Pencucian Sayuran

Buah dan sayur dipercaya sebagai sumber vitamin dan serat alami yang berguna bagi tubuh. Orang dapat mengkonsumsinya dalam bentuk segar maupun dalam bentuk produk olahan seperti sari buah, selai, jus, maupun sayuran kering. Namun seiring dengan meningkatnya kesadaran akan gizi bahan pangan yang dikonsumsi, di masyarakat telah terjadi perubahan pola konsumsi buah dan sayur. Dewasa ini masyarakat lebih suka mengkonsumsi buah dan sayur segar (atau mentah), dalam bentuk salad, ataupun diolah dengan proses yang minimal untuk mencegah kehilangan nutrisi selama pengolahan. Namun amankah mengkonsumsi buah dan sayur dalam keadaan mentah.10)

Buah dan sayur mentah sesungguhnya dapat menjadi sumber bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa sejumlah bakteri patogen berhasil diisolasi dari sayur dan buah mentah, seperti bakteri Campylobacter jejuni, Clostridium botulinum dan Listeria monocytogenes dapat ditemukan di mushrooms, Escherichia coli, Salmonella dan Vibrio cholerae didapatkan di kol, sementara di selada ditemukan bakteri Listeria monocytogenes, Salmonella, Staphylococcus, Yersinia enterocolitica dan Vibrio cholerae, sedangkan di sayuran salad diketahui dapat terkontaminasi oleh Staphylococcus, Listeria monocytogenes dan Yersinia enterocolitica.

(12)

Sedangkan Salmonella dan Yersinia enterocolitica dapat mengkontaminasi buah-buahan seperti jeruk, semangka, strawberry dan tomat. Selain itu sejumlah virus (Hepatitis A, Calicivirus, serta Norwalk) dan protozoa (Cyclospora, Cryptosporodium dan Giardia) juga ditemukan di beberapa jenis buah dan sayur.11)

Mikroba patogen pada buah dan sayur dapat terjadi karena kontaminasi dari manusia, hewan, dan air yang terjadi selama pemanenan, penanganan pasca panen, proses pengolahan sampai dengan persiapan terakhir sebelum dikonsumsi.

Penanganan yang tidak higienis akan menyebabkan terjadinya kontaminasi silang selama proses pengolahan dan penyimpanan. Bila mengkonsumsi buah atau sayur dalam keadaan mentah, pencucian dapat menjadi salah satu cara efektif untuk mengurangi jumlah mikroorganisme pada permukaan buah dan sayur.

Mengingat bahwa air sendiri dapat menjadi sumber kontaminasi mikroorganisme. Seorang peneliti dari UC Davis, Amerika mengatakan bahwa pencucian dengan larutan klorin 50 ppm selama 1 menit dapat menurunkan jumlah mikrooraganisme hingga lebih dari 80%, sedangkan pencucian dengan air biasa selama 1 menit hanya mengurangi sekitar 3% dari total mikroorganisme pada permukaan buah.

Proses pendinginan, misalnya penyimpanan di kulkas dapat mempertahankan kesegaran buah dan sayur. Namun perlu diketahui bahwa pendinginan tidak dapat menghilangkan atau membunuh mikroorganisme patogen.

Penyimpanan di kulkas hanya efektif untuk menghambat aktivitas dan pertumbuhan mikroorganisme patogen, sehingga sebelum buah dan sayur disimpan dalam kulkas, proses pencucian sangat diperlukan.

Kontaminasi silang dapat terjadi selama proses penyimpanan dingin, terutama bila mencampur buah atau sayur yang masih segar dengan yang sudah mulai rusak. Oleh karena itu pemisahan antara buah atau sayur yang segar dengan yang mulai layu atau busuk dalam refrigerator hendaknya diperhatikan. Buah yang mulai busuk jangan dibiarkan terlalu lama di kulkas.11)

(13)

Buah-buahan dan sayuran segar juga tidak terbebas dari cemaran. Di pasar tradisional sayuran seperti selada yang dijual di dekat bahan hewani ternyata berpotensi pula membawa bakteri patogen.

Dari hasil survei diketahui bahwa selada yang dijual di pasar tradisional berpotensi tercemar dengan patogen salmonella yang diduga berasal dari bahan hewani.

Pada saat sayuran ini dipakai sebagai alas atau hiasan untuk menyajikan makanan matang dan siap santap ataupun untuk bahan salad, patogen yang mencemari selada dapat segera berpindah ke masakan. Apabila kondisinya memungkinkan, mereka dapat berkembang biak sampai pada dosis yang membahayakan ataupun menghasilkan toksin.11)

Pada kondisi yang cocok, setiap 20 menit setiap sel bakteri dapat membelah menjadi dua, dan akan berkembang terus menjadi lebih dari dua juta sel setelah tujuh jam. Padahal jumlah mikroorganisme pada bahan mentah dapat mencapai lebih dari 1.000 sel bakteri, termasuk patogen (yang menimbulkan penyakit), maka dengan sel ini akan berkembang dengan cepat di seluruh bagian pangan dan menjadikannya tidak aman untuk dikonsumsi.

Sayuran umumnya dikonsumsi dalam bentuk sudah dimasak, namun banyak pula yang dikonsumsi dalam bentuk mentah sebagai lalapan. Penyajian lalapan mentah relatif mudah dan tidak memerlukan banyak waktu. Lalapan mentah juga mempunyai cita rasa khas yang mungkin tidak tertandingi oleh lalapan masak. Suku Sunda di Jawa Barat bisa dikatakan penggemar lalapan mentah nomor satu, sehingga restoran-restoran Sunda selalu menyediakan lalapan mentah sebagai menunya.11)

Bahan-bahan mentah yang akan disajikan bersama-sama dengan bahan matang harus dicuci. Penanganan pascapanen pada bahan pertanian, seperti halnya serealia dan kacang-kacangan, juga perlu dilakukan dengan baik.11)

Pada sayuran komersial saat ini sering disemprot pestisida untuk mencegah gangguan hama, kalau penyemprotannya dilakukannya menjelang panen tentu akan membahayakan konsumen lalapan mentah, oleh karena itu mencuci lalapan mentah

(14)

dengan air mengalir sebelum dikonsumsi mutlak diperlukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya ketidakamanan pangan 11)

Lalapan mentah mempunyai risiko besar untuk terkontaminasi jasad renik, misalnya telur cacing gelang, cacing tambang, cacing cambuk dll . Kontaminasi ini dapat membawa dampak kesehatan yang kurang menguntungkan. 12)

Pencucian dapat mengurangi atau bahkan menambah jasad renik (telur cacing gelang, cacing tambang dll) tergantung pada cara pencuciannya, jenis sayuran dan mutu air pencucian.12)

Pada sayuran daun mempunyai permukaan yang berlekuk daripada sayuran buah sehingga telur cacing yang menempel pada sayuran daun lebih0 sulit dibersihkan. Contohnya kubis ternyata lebih banyak yang terkontaminasi telur cacing gelang dibandingakan pada ketimun sehingga kecendrungan bahwa kubis mengandung kontaminan telur cacing gelang lebih banyak.12)

Pemeriksaan parasitologi terhadap cacing usus dilakukan dengan cara pengendapan menggunakan larutan NaOH 0,2% Hal ini dilakukan pada sayuran maupun air yang dipakai.12)

J.

Pengukuran Jumlah Telur Cacing

Untuk menentukan diagnosis pasti infeksi telur cacing diperlukan pemeriksaan laboratorik untuk menentukan parasit cacing baik yang dewasa, telur maupun stadium larvanya. Agar usaha tersebut berhasil memuaskan maka selain kemampuan untuk mengenal morfologi cacing dengan benar, bahan-bahan untuk pemeriksaan hendaknya diupayakan tersedia dalam keadaan yang baik, dan parasit dapat diperoleh dengan utuh, tidak rusak dalam jumlah yang cukup sehingga mudah ditemukan dalam pemeriksaan.8)

Pemeriksaan parasitologi terhadap cacing usus dilakukan dengan cara pengendapan menggunakan larutan NaOH 0,2% Hal ini dilakukan pada sayuran maupun air yang dipakai. 13)

Alat-alat pemeriksaan mikroskopik :

(15)

Setiap mikroskop hendaknya dilengkapi dengan lensa untuk pembesaran kecil, untuk memeiksa cacing dewasa dengan baik diperlukan juga satu mikroskop khusus (dissecting microscope) 9)

ƒ Alat-alat gelas yaitu untuk tempat pencucian daun kubis, tempat pelarutan NaCl dan sebagai tempat untuk pencampuran dalam proses pengapungan

ƒ Kaca benda dan kaca penutup diperlukan untuk memriksa bahan-bahan pemeriksaan dibawah mikroskop, alat-alat gelas lainnya diperlukan sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan lainnya

ƒ Garam dapur sebagai bahan pelarut 9)

Untuk pengukuran yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode pengapungan secara tidak langsung dengan larutan NaCl dengan pertimbangan biaya lebih murah dan hasil dapat langsung diketahui.9)

K.

Kerangka Teori

Kontaminan telur cacing (Soil transmitted helminth) Sayuran kubis: - Pupuk - Tanah - Pengairan - Udara meminimalisasi dengan pencucian Pemeriksaan Laboratorium

(16)

Sumber:

Jenis dan Jumlah telur cacing usus

ƒPracaya. 1994. Kol Alias Kubis. Cet 9. Penebar Swadaya; Jakarta

ƒSoedarto. 1991. Helmintologi Kedokteran. EGC; Jakarta

L.

Kerangka Konsep

Vaiabel bebas Variabel terikat Jenis dan Jumlah telur

cacing usus Frekuensi pencucian

M.

Hipotesa

Ada pengaruh frekuensi pencucian pada daun kubis terhadap jenis dan jumlah telur cacing usus

Gambar

Gambar 2.2 Brassica oleracea. L.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dimensi Kognitif dan Dimensi Kognitif dan Bentuk Pengetahuan Bentuk Pengetahuan semua KD-3 dalam semua KD-3 dalam Mata Pelajaran Mata Pelajaran     Ketercapaian  

Adapun pertimbangan lain konsumen membeli sneakers adalah harga Menurut Putra (2019), penempatan pasar atas nilai produk dikomunikasan melalui produk perusahaan. Penilaian

Dalam seluruh tahapan pelaksanaan kegiatan seleksi penerimaan Calon Taruna/Taruni Sekolah Kedinasan Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (POLTEKIP) dan Politeknik Imigrasi

Untuk memperoleh pemahaman yang sama dalam melaksanakan kegiatan dimaksud, maka disusun Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Bagi Balita

Sedangkan router merupakan perangkat yang bekerja di network layer, router dapat memeriksa alamat IP dari paket yang melaluinya, dan karena alamat IP memiliki network dan

Dari studi bahasa pada zaman Yunani ini kita mengenal nama beberapa kaum atau tokoh yang mempunyai peranan besar dalam studi bahasa ini, seperti

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa program PkM telah mencapai luaran yang diharapkan yaitu pemahaman dan keahlian dalam perdagangan online khususnya mengenai