DETEKSI DAN IDENTIFIKASI
Pepper vein yellows virus
PENYEBAB PENYAKIT KUNING PADA
TANAMAN MENTIMUN DI JAWA BARAT
HILLDA AYU KUSUMANINGRUM
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Deteksi dan Identifikasi Pepper vein yellows virus Penyebab Penyakit Kuning pada Tanaman Mentimun di Jawa Barat” adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
ABSTRAK
HILLDA AYU KUSUMANINGRUM. Deteksi dan Identifikasi Pepper vein yellows virus Penyebab Penyakit Kuning pada Tanaman Mentimun di Jawa Barat. Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA.
Survei pada pertanaman mentimun di daerah Jawa Barat dilaporkan adanya gejala menguning dan vein banding. Gejala ini mirip dengan gejala penyakit klorosis pada cabai yang telah dilaporkan di Bali. Penyakit tersebut diketahui diinduksi oleh Pepper vein yellows virus (PeVYV; Polerovirus), yang diketahui memiliki inang yang terbatas pada tanaman cabai. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi virus yang berasosiasi dengan penyakit kuning pada tanaman mentimun melalui reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) dan analisis sikuen nukleotida. RT-PCR menggunakan sepasang primer spesifik yang mengamplifikasi gen protein selubung PeVYV berhasil mengamplifikasi fragmen DNA berukuran 650 pb. Analisis sikuen nukleotida dari produk RT-PCR menunjukkan bahwa isolat virus penyebab penyakit kuning adalah PeVYV. Penelitian ini merupakan laporan pertama infeksi PeVYV pada tanaman lain selain cabai.
ABSTRACT
HILLDA AYU KUSUMANINGRUM. Detection and Identification of Pepper vein yellows virus Inducing Yellowing Disease on Cucumber Plants in West Java. Supervised by GEDE SUASTIKA.
During surveys conducted in several cucumber cultivation areas of West Java, it was found that many plant are exhibited viral disease symptoms of yellowing with vein banding. This symptom is similar with the disease recently reported occurred on chilipepper in Bali. The yellowing disease of chilipepper was reported to be induced by Pepper vein yellows virus (PeVYV; Polerovirus), a virus known to infect a limited host of chilipepper. The purpose of this research was to detect and identify the virus associated with yellowing disease on the cucumber plants by reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) and nucleotide sequencing. RT-PCR was conducted by using a primer pair specific to amplify full length of coat protein gene of PeVYV successfully amplified a DNA fragment of +650 bp, a size in accordance with primer design. Nucleotide sequence of RT-PCR products confirmed that the virus isolates were PeVYV. This is the first report on PeVYV infect the plant other than chilipepper.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
x
HILLDA AYU KUSUMANINGRUM
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian tugas akhir
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DETEKSI DAN IDENTIFIKASI
Pepper vein yellows virus
PENYEBAB PENYAKIT KUNING
PADA
TANAMAN MENTIMUN DI JAWA BARAT
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan petunjuk-Nya sehingga tugas akhir (skripsi) dengan judul “Deteksi dan Identifikasi Pepper vein yellows virus Penyebab Penyaki Kuning pada Tanaman Mentimun di Jawa Barat” dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2014 hingga Juli 2015.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Gede Suastika, MSc selaku dosen pembimbing atas segala dukungan, ilmu, saran, nasehat, dan bimbingannya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Dadang, MSc selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan kritik dan saran. Terima kasih kepada Ir Bonjok Istiaji, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing selama periode akademik berlangsung. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen Departemen Proteksi Tanaman atas segala ilmu yang telah diberikan.
Terima kasih kepada kedua orang tua, adik, dan saudara atas doa yang selalu menyertai penulis. Terima kasih juga kepada Sari Nurulita, MSi, Rizki Haerunisa, SP, Endang Darsini, SP, Ni Nengah Putri Adnyani, MP, dan keluarga besar Laboratorium Virologi Tumbuhan yang telah membantu dan membimbing penulis dalam melaksanakan penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rizki Yunita Putri, Anysa Riska Utomo, Suci Wuladari, Aliftya Ramadhani, Nurul Nisa A Amin, Gita Cempaka, Lutfianti Fadillah, Sri Ningsih, Angitia Kesuma W, Dian Saraswati, Winarsih, dan rekan-rekan Proteksi Tanaman angkatan 48 untuk semangat, dukungan, dan kenangan indah selama kuliah. Terimakasih kepada Ikatan Mahasiswa Wonosobo (IKAMANOS) IPB yang telah mendukung dan memberikan doa.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi penulis pada khusunya serta bagi pembaca pada umumnya.
Bogor, Desember 2015
DAFTAR ISI
xvi
DAFTAR TABEL
1 Lokasi pengambilan sampel daun mentimun di Jawa Barat 3 2 Komposisi reaktan Polymerase chain reaction (PCR) untuk satu kali
reaksi amplifikasi DNA genom virus 4
3 Tingkat kesamaan sikuen nukleotida sebagian gen protein selubung PeVYV asal Indonesia, Jepang, China, Mali, Thailand, Taiwan, Filipina, India dan CABYV sebagai outgroup 9
DAFTAR GAMBAR
1 Gejala penyakit kuning vein banding pada daun mentimun yang ditemukan di Karawang (K), Subang (S), dan Bogor (B)
6
2 Visualisasi pita DNA hasil amplifikasi melalui PCR menggunakan primer spesifik PeVYV pada gel agarose 1%. Lajur M = marker DNA ladder 100bp (Thermo Science, USA); Lajur K+ = Kontrol positif (tanaman cabai terinfeksi PeVYV asal Bali); Lajur K1, K2, dan K3 = sampel daun mentimun dari Karawang; Lajur S1, S2, dan S3 = dari Subang; Lajur B1, B2, dan B3 = dari Bogor 7 3 Pohon filogenetika yang menggambarkan hubungan kekerabatan gen
protein selubung protein isolat-isolat PeVYV dari Karawang, Subang, dan Bogor dengan isolat-isolat PeVYV dari setiap kelompok gen protein selubung PeVYV yang tersedia pada GenBank dengan analisis neighbor joining menggunakan program MEGA 6. CABYV
digunakan sebagai outgroup 10
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mentimun (Cucumis sativus L: Cucurbitaceae) merupakan salah satu komoditas sayuran yang tumbuh menjalar dan menghasilkan buah yang dapat dimakan baik dalam kondisi segar ataupun diolah lebih lanjut. Selain untuk bahan makanan, mentimun juga banyak digunakan sebagai bahan baku untuk komestik (Sumpena 2007). Pengembangan budidaya mentimun mempunyai peranan dan sumbangan yang cukup besar terhadap peningkatan pendapatan dan taraf hidup petani (Rukmana 1994). Budidaya tanaman mentimun sering mengalami kendala terutama serangan patogen dari kelompok virus. Beberapa kelompok virus telah dilaporkan menginfeksi tanaman mentimun seperti Cucumovirus (Cucumber mosaic virus), Carlavirus (Potato virus M), Potyvirus (Tobacco etch virus),
Tombusvirus (Tomato bushy stunt virus), Crinivirus (Lettuce infectious yellows virus, Cucurbit yellow stunting disorder virus, dan Beet pseudo-yellow virus),
Begomovirus (Tomato leaf curl New Delhi virus dan Squash leaf curl china virus), dan Polerovirus (Cucurbit aphid-borne yellow virus, Melon aphid-borne yellow virus, Suakwa aphid-borne yellows virus (Lecoq et al. 1992; Rubio et al.
1999; Knierim et al. 2010; Fanis 2013; Adnyani 2015; Darsini 2015).
Polerovirus merupakan salah satu patogen penting yang menginfeksi mentimun. Salah satu spesies Polerovirus yang telah dilaporkan di Indonesia adalah PeVYV yang menginfeksi tanaman cabai rawit di Bali dengan gejala klorosis, lamina daun menguning di antara tulang daun; tulang daun dan jaringan di sekitarnya tetap hijau sehingga tampak menyirip. Gejala PeVYV pada tanaman wortel di Lembang berupa daun berubah warna menjadi kuning hingga kemerahan, gejala lanjut atau pada serangan berat daun akan semakin berwarna merah hingga akhirnya seperti terbakar.
Survei yang dilakukan di daerah Karawang, Subang, dan Bogor Jawa Barat menunjukkan gejala yang mirip seperti gejala yang disebabkan oleh PeVYV pada tanaman cabai di Bali. Pepper vein yellows virus (PeVYV) belum pernah dilaporkan menginfeksi tanaman mentimun. Virus ini memiliki kisaran inang terbatas yaitu tanaman cabai (merah, paprika, rawit) (Murakami et al. 2011; Suastika et al. 2012; Villanueva et al. 2013). Satu-satunya inang virus ini selain cabai adalah wortel yang dilaporkan oleh Hasanah (2014) di Jawa Barat.
PeVYV merupakan anggota genus Polerovirus, famili Luteoviridae (Dombrovsky et al. 2010). Genom PeVYV berupa monopartit, linear, berukuran 5.8 kb. Asam nukleat berupa utas tunggal RNA positive sense. Terdapat 13 spesies virus anggota polerovirus yang sudah terdaftar di Genbank, diantaranya
Beet chlorosis virus, Beet mild yellowing virus, Beet western yellow virus, Carrot red leaf virus, Cereal yellow dwarf virus, Chickpea chlorotic stunt virus, Cucurbit aphid-borne yellow virus, Melon aphid-borne yellow virus, Potato leafroll virus,
Sugarcene yellow leaf virus, Tobacco vein distorting virus, dan Turnip yellow virus (King et al. 2012).
2
berfungsi dalam replikasi berukuran 66-72 kDa, ORF2 menyandi RdRp (RNA-dependent RNA polymerase) yang berperan dalam menstimulus tanaman agar membentuk enzim polymerase berukuran 65-72 kDa, ORF3 menyandi gen protein selubung atau coat protein (CP) yang berperan dalam ekspresi gejala berukuran 22-23 kDa, ORF4 menyandi movement protein (MP) yang berperan dalam perpindahan virus di dalam tanaman berukuran 17-21 kDa, dan ORF5 berperan dalam transmisi vektor (kutudaun) atau sebagai faktor penstabil partikel virus berukuran 50-56 kDa (Fauquet et al. 2005; King et al. 2012).
PeVYV pertama kali dilaporkan menginfeksi tanaman paprika tahun 1981 di Okinawa, Jepang (Yonaha et al. 1995). Gejala yang ditimbulkan oleh infeksi virus ini berupa daun menguning, tulang daun menebal dan berwarna hijau (vein banding). Selain di Jepang, PeVYV telah dilaporkan terdapat di beberapa negara seperti Indonesia (Suastika et al. 2012), Turki, Tunisia (Buzkan et al. 2013), dan Spanyol (Villanueva et al. 2013).
Untuk mengkonfirmasi tanaman tersebut terinfeksi PeVYV diperlukan identifikasi lanjut menggunakan RT-PCR dan dilanjutkan dengan sikuen nukleotida. Identifikasi berdasarkan gejala kasat mata sering tidak cukup untuk menentukan virus penyebab penyakit. Gejala dapat disebabkan oleh infeksi campuran dari beberapa virus, atau yang berbeda dapat menimbulkan gejala yang sama. Pada awal perkembangan diagnosis penyakit virus, gejala penyakit memegang peranan penting yang diikuti oleh pengamatan mikroskop elektron untuk mengetahui bentuk virion yang menginfeksi tanaman (Akin 2006).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendeteksi dan mengidentifikasi PeVYV pada tanaman mentimun menggunakan RT-PCR dan dilakukan sekuen sehingga diketahui runutan basa nukleotida virus.
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Survei dan pengambilan sampel tanaman mentimun dilakukan di tiga kabupaten di Jawa Barat, yaitu Karawang, Subang, dan Bogor dengan masing-masing tiga lokasi di setiap kabupaten (Tabel 1). Pengambilan sampel dilakukan dari bulan Desember 2014 hingga Febuari 2015. Identifikasi virus dilakukan di Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan Maret 2015 hingga Juli 2015.
Tabel 1 Lokasi pengambilan sampel daun mentimun di Jawa Barat
Lokasi Desa Kecamatan Kode
Karawang Jatimulya Pedes K1
Keceok Karawang Barat K2
Sebanyak 5 daun mentimun dari tanaman sampel yang menunjukkan gejala daun berwarna kuning dan tulang daun berwarna hijau diambil dari masing-masing lokasi. Daun sampel kemudian dipetik, difoto, dan dikemas dengan pelepah pisang segar. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar daun tidak mudah layu, sehingga virus masih dapat diamati saat di laboratorium. Sampel dari semua lokasi dibawa ke laboratorium dan disimpan pada suhu -80 °C.
Ekstraksi RNA Total
4
atau dapat pula diinkubasi selama 2 jam pada suhu -80 °C. Setelah itu disentrifugasi selama 17 menit dengan kecepatan 10.000 rpm dan supernatan dibuang. Sebanyak 400 µL etanol 80% ditambahkan dan disentrifugasi kembali selama 5 menit dengan kecepatan 8000 rpm. Supernatan dibuang dan dikering anginkan dengan cara tube dibalik dengan dilapisi tissue. Setelah kering, ditambahkan buffer TE (10 mM Tris HCl, 1 mM EDTA, pH 8) sebanyak 50 µL. RNA total kemudian disimpan pada -20 °C hingga digunakan.
Sintesis cDNA
Reverse transcription (RT) atau transkripsi balik merupakan proses yang digunakan untuk merubah RNA menjadi DNA. Hasil reaksi RT adalah DNA komplemen. RNA yang diperoleh ditanskripsikan menjadi DNA komplemen (cDNA) dengan menggunakan teknik reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) pada mesin PCR. Komposisi reagen pada RT mengikuti prosedur dari Thermo Scientific (USA) dengan total volume 10 µL terdiri atas 2 µL templat RNA, 2 µL Buffer RT 10x, 0.35 µL DTT (dithiothreitol) 10 mM, 0.5 µL dNTP (deoxyiribonukleotida trifosfate) 10 mM, 0.35 µL M-MuLV, 0.35 µL RNAse inhibitor, 0.75 µL oligo d(T), dan 3.7 µL H2O. Reaksi RT diinkubasi
berturut-turut pada suhu 65 °C selama 5 menit, 42 °C selama 60 menit, dan 70 °C selama 10 menit. Produk cDNA kemudian digunakan sebagai templat pada PCR.
Amplifikasi DNA
5
Visualisasi Hasil RT-PCR
Visualisasi hasil RT-PCR dilakukan dengan elektroforeis gel agarose 1%. Gel agarose dibuat dengan melarutkan 0.4 gram agarose dalam 40 ml TBE 0.5X (45 mM Tris-borate, 1 mM EDTA) dan dipanaskan menggunakan microwave dengan suhu medium selama 2 menit. Larutan tersebut didinginkan hingga hangat kuku, kemudian dituang ke dalam cetakan dan didiamkan ±1 jam. Gel yang telah terbentuk dimasukkan kedalam mesin elektroforesis. DNA marker 1 kb sebanyak 5 µL dan produk PCR sebanyak 5 µL dimasukkan ke dalam masing-masing sumuran gel. Elektroforesis dilakukan selama 50 menit dengan tegangan 50 volt. Gel yang telah dielektroforesis direndam dalam ethium bromide selama 15 menit dalam kondisi gelap, kemudian rendam dalam akuades selama 5 menit. Visualisasi dilakukan di bawah transluminator UV dan didokumentasikan.
Perunutan Nukleotida
Perunutan nukelotida dilakukan di First Base, Malaysia untuk merunut hasil amplifikasi gen protein selubung (CP) Polerovirus. Produk PCR sebanyak 50 µL dan sebanyak 30 µL untuk masing-masing primer reverse dan primer forward
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Mentimun di Lapangan
Survei yang dilakukan di beberapa lokasi di Karawang, Subang dan Bogor menemukan banyak tanaman mentimun yang menunjukkan gejala berupa daun menguning, tulang daun menebal dan berwarna hijau (vein banding). Gejala tersebut mirip dengan gejala yang diinduksi PeVYV pada tanaman cabai di Bali; daun cabai yang terinfeksi menunjukkan gejala klorosis, lamina daun menguning di antara tulang daun. Tulang daun dan jaringan di sekitarnya tetap hijau sehingga tampak menyirip. Buah cabai tidak mengalami perubahan bentuk atau malformasi (Suastika et al. 2012). Pada buah mentimun terjadi malformasi buah, hal ini dikarenakan virus tersebut terdapat pada jaringan floem tumbuhan sehingga menghambat proses fotosintesis. Gejala yang ditemukan di lapangan disajikan pada gambar 1.
Gambar 1 Gejala penyakit kuning vein banding pada daun mentimun yang ditemukan di Karawang (K), Subang (S), dan Bogor (B)
Gejala akibat infeksi PeVYV pada tanaman mentimun agak sulit dibedakan dengan gejala yang diinduksi oleh Geminivirus yaitu Tomato leaf curl New Delhi virus (TLCNDV) dan Squash leaf curl china virus (SLCCNV). Pada tanaman mentimun di Bogor TLCNDV menginduksi gejala daun menguning, tulang daun lebih hijau, keriting, dan malformasi (Darsini 2015), sedangkan pada tanaman mentimun di Bali SLCCNV menyebabkan gejala daun kuning, vein banding
7
SLCCNV dan TLCNDV dapat ditularkan melalui vektor Bemicia tabaci
(Raccah B & Fereres A 2009), sedangkan PeVYV dapat ditularkan melalui vektor
Aphis gossypii dan Myzuz persicae (Hemiptera: Aphididae) (Yonaha et al. 1995). Virus-virus tersebut tidak dapat ditularkan melalui benih karena SLCCNV dan TLCNDV ditularkan oleh vektornya secara persisten sirkulatif (Raccah and Fereres 2009), sedangkan PeVYV ditularkan secara semi peristen (Yonaha et al.
1995).
Infeksi virus pada tanaman dapat menurunkan laju proses fotosintesis (terutama dalam tahap akhir siklus penyakit), sehingga mengakibatkan rendahnya kandungan klorofil total daun, pertumbuhan tanaman menjadi lambat dan menghasilkan produksi yang rendah (Agrios 2005; Akin 2006). Semakin banyak akumulasi virus di dalam tanaman maka semakin berkurang kloroplas yang terbentuk di dalam tanaman. Gejala menguning (yellowing) akibat dari menurunya efisiensi kloroplas saat fotosintesis (Akin 2006). Kebanyakan virus dapat menyebabkan klorosis dan kerdil (Agrios 2005).
Deteksi Polerovirus melalui RT-PCR
Pasangan primer F-BamHI dan R-PstI yang digunakan dalam PCR pada penelitian ini didesain untuk mengamplifikasi gen protein selubung (coat protein/CP) dari PeVYV isolat cabai (Murakami et al. 2011). Hasil amplifikasi akan melingkupi gen CP utuh mulai dari start codon di daerah upstream sampai
8
Identifikasi Spesies Polerovirus berdasarkan Analisis Sekuen Nukleotida
Produk hasil RT-PCR satu dari masing-masing daerah berhasil disikuen dan dianalisis sikuen nukleotidanya. Hasil sikuen dianalisis menggunakan program BLAST (Basic local Alignment Search Tool) dalam situs www.ncbi.nlm.nih.gov. Hasil analisis menunjukkan adanya kemiripan isolat mentimun asal Karawang, Subang, dan Bogor dengan isolat virus yang termasuk dalam spesies Polerovirus. Data isolat PeVYV yang sebelumnya telah terdaftar di Gen Bank rata-rata berasal dari inang Solanaceae. Seperti yang telah dilaporkan sebelumnya bahwa PeVYV menginfeksi tanaman cabai (merah, paprika, dan rawit) (Murakami et al. 2011; Suastika et al. 2011; Villanueva et al. 2013; Hasanah 2014).
9
Tabel 3 Tingkat kesamaan sikuen nukleotida sebagian gen protein selubung PeVYV asal Indonesia, Jepang, China, Mali, Thailand, Taiwan, Filipina, India dan CABYV sebagai outgroup
No. Isolat PeVYV Nomer Aksesi
Tingkat Kesamaan1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 Isolat S1 - ID
2 Isolat B1 - 99% ID
3 Isolat K1 - 98% 99% ID
4 Bali_ID_Cabai KR233839 98% 99% 99% ID
5 Jepang_Paprika AB594828 98% 99% 99% 100% ID
6 Rembang_ID_Cabai JX427532 97% 98% 98% 99% 99% ID
7 China_Cabai KP326573 96% 97% 97% 98% 98% 98% ID
8 Mali_Paprika JX427536 96% 96% 97% 97% 97% 97% 98% ID
9 Thailand_Cabai JX427541 97% 97% 98% 98% 98% 98% 98% 99% ID
10 Taiwan_Cabai JX427542 97% 97% 98% 98% 98% 98% 99% 98% 98% ID
11 Filipina_Cabai JX427537 96% 97% 98% 98% 98% 98% 99% 97% 98% 99% ID
12 India_Ranti JX427531 96% 97% 97% 98% 98% 98% 98% 98% 99% 98% 98% ID
13 CABYV-China KF827828 63% 64% 64% 64% 64% 63% 63% 63% 63% 64% 63% 63% ID
1
10
Hubungan Kekerabatan PeVYV
Analisis pohon filogenetika menunjukkan bahwa isolat-isolat PeVYV mengindikasikan dua kelompok besar (Gambar 3). Kelompok pertama terdiri dari isolat asal China, Filipina, Taiwan, Mali, Thailand, dan Rembang, sedangkan kelompok kedua terdiri dari isolat asal PeVYV Bali, Jepang, Karawang, Subang, dan Bogor. Isolat asal Karawang, Subang, dan Bogor kemungkinan memiliki kekerabatan yang dekat dengan isolat asal Bali dan Jepang, sedangkan dengan isolat CABYV memiliki kekerabatan yang sangat jauh.
Gambar 3 Pohon filogenetika yang menggambarkan hubungan kekerabatan gen protein selubung protein isolat-isolat PeVYV dari Karawang, Subang, dan Bogor dengan isolat-isolat PeVYV dari setiap kelompok gen protein selubung PeVYV yang tersedia pada GenBank dengan analisis
11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan analisis sikuen nukleotida gen CP bahwa virus yang berasosiasi dengan penyakit kuning pada tanaman mentimun di Karawang, Subang, dan Bogor adalah PeVYV. Laporan ini merupakan laporan pertama (di dunia) bahwa PeVYV menginfeksi tanaman mentimun.
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
Adnyani NNP. 2015. Cloning gen Squash leaf curl China virus penyebab penyakit daun kuning pada tanaman mentimun [tesis]. Bali (ID): Sekolah Pascasarjana Universitas Udayana.
Akin HM. 2006. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Buzkan N, Arpaci BB, Fakhfakh H, Moury B. 2013. High prevalence of poleroviruses in field-grown pepper in Turkey and Tunisia [abstrak].
Archives of Virology. 158(4):881-885.
Darsini E. 2015. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dombrovsky A, Glanz E, Pearlsman M, Lachman O, Antignus Y. 2010. Characterization of Pepper yellow leaf curl virus, a tentative new Polerovirus species causing a yellowing disease of pepper. Phytoparasitica
38:477-486.
Doyle JJ, Doyle JL. 1987. A rapid total DNA preparation procedure for fresh plant tissue. Focus 22(1):13-15.
Fanis S. 2013. Mentimun [Internet]. [diunduh 2015 Mei 20]. Tersedia pada: http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/files/2013/02/MENTIMUN.pdf.
Fauquet CM, Mayo MA, Maniloff J, Desselberger U, Ball LA, editor. 2005. Virus Taxonomy Eight Report of the International Committee on Taxonomy of Viruses. San Diego: Virol Div Int Union of Microb Soc.
Hall TA. 1999. BioEdit: a user-friendly biological sequence aligment editor and analysis program for Window 95/98/NT. Nucleic Acids Symposium Series
[Internet]. [diunduh 2015 Mei 20]; 41: 95-98. Tersedia pada: http://www.mbio.ncsu.edu/jwb/papers/1999/Hall1.pdf
Hasanah IR. 2014. Identifikasi spesies Polerovirus pada tanaman wortel melalui analisis sekuen nukleotida gen coat protein [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
King AMQ, Adams MJ, Carsten EB, Lefkowitz EJ, editor. 2012. Virus Taxonomy, Ninth Report of the International Committee on Taxonomy of Viruses. London (UK): Elsevier Inc.
Knierim D, Deng TC, Tsai WS, Green SK, Kenyon L. 2010. Molecular identification of three distinct Polerovirus species and a recombinant
Cucurbit aphid-borne yellows virus strain infecting cucurbit crops in Taiwan. Plant Pathology 59:991–1002.
Lecoq H, Bourdin D, Wipe-scheibel C, Bon m, Lot H, Lemaire O, Herbach E. 1992. A new yellowing disease of cucurbits caused by a luteovirus,
Cucurbit aphid-borne yellows virus. Plant Pathology 41(6):749–761. Murakami R, Nakashima N, Hinomoto N, Kawano S, Toyosato T. 2011. The
genome sequence of Pepper vein yellows virus (Family: Luteoviridae, genus
Polerovirus). Archives of Virology. 156(1):921-923. DOI:10.1007/s00705-011-0956-5.
Raccah B, Fereres A. 2009. Plants virus transmission by insect. Chichester (US):
13
Rubio L, Soong J, Kao J, Falk BW. 1999. Geographic distribution and molecular variationof isolates of three whitefly-borne closteroviruses of Cucurbits: Lettuce Infectious Yellows Virus, Cucurbit Yellow Stunting Disorder Virus, and Beet Pseudo-Yellows Virus. Virology. 89 (8): 707-711.
Suastika G, Hartono S, Nyana IDN, Natsuaki T. 2012. Laporan pertama tentang infeksi Polerovirus pada tanaman cabai di daerah Bali, Indonesia [Internet]. [diunduh 2015 Mei 20] Jurnal Fitopatologi Indonesia 8(1):151-154. Tersedia pada:http://journal.ipb.ac.id/index.php/jfiti/article/download/6789/ 5233.
Sumpena U. 2007. Budidaya Mentimun Intensif, dengan Mulsa, secara Tumpang Gilir. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Tamura K, Peterson D, Peterson N, Stecher G, Nei M, Kumar S. 2011. MEGA5: Moleculer Evolutionary Geneticcs Analysis Using MaximumLikelihood, Evolutionary Distance, and Maximum Parsimony Methods. Mol Biol Evol
[Internet]. [diunduh 2015 Mei 20]; 28(10): 2731-2739. DOI: 10.1093/molbev/msr121.
Villanueva F, Castillo P, Font MI, Fernandez AA, Moriones E, Castillo JN. 2013. First report of Pepper vein yellows virus infecting sweet pepper in Spain.
Plant Disease. 97(9): 1261.
15
16
Lampiran 1 Hasil penjajaran sikuen nukleotida fragmen DNA isolat PeVYV S1 (Subang),B1 (Bogor), dan K1 (Karawang)
....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
10 20 30 40 50
Isolat S1 TCCAATACGG GAGGGGTTAG GAGAAATGGT AAATCACATG GTGGATCACG
Isolat B1 TCCAATACGG GAGGGGTTAG GAGAAATGAT AAATGACATG GTGGATCACG
Isolat K1 TCCAATACGG GAGGGGTTAG GAGAAATAAT GATGGAAATG GTGGATCACG
Bali_ID ATGAATACGG GAGGGGTTAG GAGAAATAAT AATGGAAATG GTGGATCACG
Jepang ATGAATACGG GAGGGGTTAG GAGAAATAAT AATGGAAATG GTGGATCACG
Rembang_ID T-GAATACGG GAGGGGTTAG GAGTAATAAT AATGGAAATG GTGGATCACG
China T-GAATACGG GAGGAGTTAG GAGAAACAAC AATGGAAATG GTGGATCACG
Mali T-GAATACGG GAGGAGTTAG GAGAAACAAT AATGGAAATG GTGGATCACG
Thailand T-GAATACGG GAGGAGTTAG GAGAAACAAT AATGGAAATG GTGGATCACG
Taiwan T-GAATACGG GAGGGGTTAG GAGAAACAAT AATGGAAATG GTGGATCACG
Filipina T-GAATACGG GAGGAGTTAA GAGAAACAAT AATGGAAATG GTGGATCACG
India T-GAATACGG GAGGAGTTAG GAGAAACAAT AATGGAAATG GTGGATCACG
CABYV-Chin T-GAATACGG CCGCGGCTAG AAATCAAAAT GCAGGGA--G GCGGAG-GCG
Clustal Co ******* * * ** * * * * *** **
....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
60 70 80 90 100
Isolat S1 TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
Isolat B1 TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
Isolat K1 TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
Bali_ID TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
Jepang TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
Rembang_ID TAACACCCGC CGTCGCAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
China TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
Mali TAACACCCGC CGTCGCAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
Thailand TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
Taiwan TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
Filipina TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GGTTCGCCCT GTCGTTGTGG
India TAACACCCGC CGTCGTAGAC GCCCACGACA GATTCGCCCT GTCGTTGTGG
CABYV-Chin AAGAAATCAG CGCTCTATAC GGC-GCGAC- ---CGC GTGGTTGTGG
Clustal Co * * * ** * ** * * **** * ** *******
....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
110 120 130 140 150
Isolat S1 TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGAGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
Isolat B1 TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGAGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
Isolat K1 TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGAGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
Bali_ID TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGAGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
Jepang TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGAGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
Rembang_ID TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGAGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
China TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGAGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
Mali TCGCACCCCC TGGGCGCGCA CGGCGCGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
Thailand TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGCGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
Taiwan TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGAGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
Filipina TCGCACCCCC TGGGCGCACA CGGCGAGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
India TCACACCCCC TGGGCGCACA CGGCGCGGAA ATCGAAGACG ACGAAATGGA
CABYV-Chin TCAACCCCTC TGGGGGACCA CCGCGCGGAA GACGACAACG AAGAAAC---
Clustal Co ** *** * **** * ** * *** **** *** *** * ****
....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
160 170 180 190 200
Isolat S1 GGCCGGAACC GAAGAAGCCG AAATAGAGTT GGAGGAAGGT CGAGCAACAG
Isolat B1 GGCCGGAACC GAAGAAGCCG AAATAGAGTT GGAGGAAGGT CGAGCAACAG
Isolat K1 GGCCGGAACC GAAGAAGCCG AAATAGAGTT GGAGGAAGGT CGAGCAACAG
Bali_ID GGCCGGAACC GAAGAAGCCG AAATAGAGTT GGAGGAAGGT CGAGCAACAG
Jepang GGCCGGAACC GAAGAAGCCG AAATAGAGTT GGAGGAAGGT CGAGCAACAG
17
China GGCAGGAACC GAAGAAGCCG AGATAGAGTT GGAGGAAGGT CGAGCAACAG
Mali GGCAGGAACC GAAGAAGCCG AAATGGAGTT GGAGGAAGGT CGAGCAATAG
Thailand GGCAGGAACC GAAGAAGCCG AAATGGAGTT GGAGGAAGGT CGAGCAACAG
Taiwan GGCAGGAACC GAAGAAGCCG AGATAGAGTT GGAGGAAGGT CGAGCAACAG
Filipina GGCAGGAACC GAAGAAGCCG AGATAGAGTT GGAGGAAGGT CGAGCAACAG
India GGCAGGAACC GAAGAAGCCG AAATGGAGTT GGAGGAAGGT CGAGCAACAG
CABYV-Chin CGCCGACGCC CTAATCGAGG AGGCAGAGCT AGAGGAAGG- --AGCCCAGG
Clustal Co ** * ** * * * * *** * ***** ** *** *
....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
210 220 230 240 250
Isolat S1 CGAAACTTTC GTCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAG
Isolat B1 CGAAACTTTC GTCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAG
Isolat K1 CGAAACTTTC GTCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAG
Bali_ID CGAAACTTTC GTCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAG
Jepang CGAAACTTTC GTCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAG
Rembang_ID CGAGACTTTC GTCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAG
China CGAAACTTTC ATCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAT
Mali CGAAACTTTC ATCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAG
Thailand CGAAACTTTC GTCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAG
Taiwan CGAAACTTTC ATCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAT
Filipina CGAAACTTTC ATCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAG
India CGAAACTTTC GTCTTCAACA AGGACTCAAT CAAGGATAGT TCCTCAGGAT
CABYV-Chin CGAAACATTC GTATTTTCAA AGGACAATCT CACGGGCAGT TCCTCAGGAA
Clustal Co *** ** *** * ** * ***** * ** ** *** *********
....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
260 270 280 290 300
Isolat S1 CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCATCGCGCT TTCAGGTGGA
Isolat B1 CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCATCGCGCT TTCAGGTGGA
Isolat K1 CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCATCGCGCT TTCAGGTGGA
Bali_ID CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCATCGCGCT TTCAGGTGGA
Jepang CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCATCGCGCT TTCAGGTGGA
Rembang_ID CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCATCGCGCT TTCAGGTGGA
China CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCGTCGCGCT TTCAGGTGGA
Mali CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCGTTGCGCT TTCAGGTGGA
Thailand CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCATCGCGCT TTCAGGTGGA
Taiwan CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCGTCGCGCT TTCAGGTGGA
Filipina CTGTCACCTT CGGGCCGTCT TTATCAGAGA GCATCGCGCT TTCAGGTGGA
India CTGTCACCTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCATCGCGCT TTCAGGTGGA
CABYV-Chin GTATCACTTT CGGGCCGTCT CTATCAGAGA GCCCAGCATT CAGCTCTGGA
Clustal Co * **** ** ********** ********* ** ** * ****
....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
310 320 330 340 350
Isolat S1 GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
Isolat B1 GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
Isolat K1 GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
Bali_ID GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
Jepang GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
Rembang_ID GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
China GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
Mali GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
Thailand GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
Taiwan GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
Filipina GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
India GTTCTCAAAG CCTACCATGA ATATAAGATC ACAATGGTCA ACATACGCTT
CABYV-Chin ATACTCAAGG CCTACCATGA ATATAAGATC ATCATGGTCC AGCTGGAGTT
Clustal Co * ***** * ********** ********** * ****** * * **
18
360 370 380 390 400
Isolat S1 CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
Isolat B1 CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
Isolat K1 CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
Bali_ID CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
Jepang CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
Rembang_ID CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
China CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
Mali CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
Thailand CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
Taiwan CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
Filipina CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
India CGTCAGTGAA TCCTCTTCCA CAGCGGAGGG CTCCATCGCT TACGAGCTGG
CABYV-Chin CATCTCCGAG GCCTCTTCCA CCTCCTCGGG CTCCATCTCT TATGAGTTGG
Clustal Co * ** ** ********* * * *** ******* ** ** *** ***
....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
410 420 430 440 450
Isolat S1 ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG TAAATTCCCC
Isolat B1 ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG TAAATTCCCC
Isolat K1 ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG TAAATTCCCC
Bali_ID ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG TAAATTCCCC
Jepang ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG TAAATTCCCC
Rembang_ID ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG TAAGTTCCCC
China ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG TAAGTTCCCC
Mali ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG CAAGTTCCCC
Thailand ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG CAAGTTCCCC
Taiwan ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG TAAGTTCCCC
Filipina ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG TAAGTTCCCC
India ACCCCCACTG CAAGCTTACT AGTCTCCAAT CCACCCTGCG CAAGTTCCCC
CABYV-Chin ACCCCCACTG CAAGCTTAGC TCCCTCCAAT CCACGATTAA TAAATTTGGA
Clustal Co ********** ******** ******* **** * ** **
....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
460 470 480 490 500
Isolat S1 GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
Isolat B1 GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
Isolat K1 GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
Bali_ID GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
Jepang GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
Rembang_ID GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
China GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
Mali GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
Thailand GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
Taiwan GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
Filipina GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
India GTCACCAAAG GCGGGCAAGC GACTTTTCG- GGCTTCGCAG ATTAACGGGG
CABYV-Chin ATCACCAAGA ATGGATTA-C GACGTTGGAC AGCTAAGCAA ATCAACGGGA
Clustal Co ******* ** * * *** ** *** *** ** ******
....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
510 520 530 540 550
Isolat S1 TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
Isolat B1 TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
Isolat K1 TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
Bali_ID TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
Jepang TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
Rembang_ID TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGT
China TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
Mali TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
Thailand TAGAGTGGCA CGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
19
Filipina TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
India TAGAGTGGCA TGATACATCC GAAGATCAAT TTAGGCTGCT CTACAAAGGC
CABYV-Chin TGGAATGGCA TGACGCAACT GAGGACCAAT TCAAGATCCT CTATAAAGGG
Clustal Co * ** ***** ** ** * ** ** **** * * * * ** *** *****
....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|
560 570 580 590 600
Isolat S1 AACGGGACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTGC TTCCAGATC- CGGTTTACTG
Isolat B1 AACGGGACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTGC TTCCAGATC- CGATTTACTG
Isolat K1 AACGGGACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTTC TTCCAGATC- CGGTTTACTA
Bali_ID AACGGGACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTTC TTCCAGATC- CGGTTTACTG
Jepang AACGGGACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTTC TTCCAGATC- CGGTTTACTG
Rembang_ID AACGGGACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTTC TTCCAGATC- CGGTTTACTG
China AATGGGACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTTC TTCCAGATC- CGGTTCACCG
Mali AACGGGACGA AGAACGTTGC CGCTGGTTTC TTTCAGATC- CGGTTTACTG
Thailand AACGGGACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTTC TTTCAGATC- CGGTTTACTG
Taiwan AACGGGACAA AGAACGTTGC CGCCGGTTTC TTCCAGATC- CGGTTCACTG
Filipina AATGGAACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTTC TTCCAGATC- CGGTTCACTG
India AACGGGACGA AGAACGTTGC CGCCGGTTTC TTTCAGATC- CGGTTTACTG
CABYV-Chin AACGGATCTT CCTCGGTTGC AGGCAG---C TTCAGGATCA CCATCAAGTG
20
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 3 Oktober 1992, anak pertama dari tiga bersaudara putri pasangan Bapak Ami Jumadianto W dan Suci Ratna Dewi, S. Sos. Pada tahun 2011 penulis berhaasil menyelesaikan pendidikan di SMA Muhammadiyah Wonosobo dan pada tahun yang sama terdaftar sebagai mahasiswa IPB melalui jalur SNMPTN Undangan. Penulis merupakan penerima beasiswa BUMN.
Selama masa kuliah, penulis aktif mengikuti kegiatan kampus di luar kegiatan akademik. Penulis pernah mengikuti organisasi sebagai Staf Komunikasi dan Informasi BEM Fakultas Pertanian Kabinet Kavaleri dan anggota aktif IKAMANOS. Kepanitiaan yang pernah diikuti antara lain SHARE 2011, I-SHARE 2012, NPV 2012, Masa Perkenalan Departemen 2012, I-I-SHARE 2013, PENSI PTN 2013, dan PORSSITA 2014. Penulis juga mengikuti kegiatan